• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA KEBEBASAN DALAM IKLAN (Analisis Semiotik Iklan Kartu Perdana 3 “Always On” Versi Pria Dan Wanita)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA KEBEBASAN DALAM IKLAN (Analisis Semiotik Iklan Kartu Perdana 3 “Always On” Versi Pria Dan Wanita)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA KEBEBASAN DALAM IKLAN

(Analisis Semiotik Iklan Kartu Perdana 3 “Always On” Versi Pria Dan Wanita)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana ( S-1 )

Disusun Oleh:

RYAN CHRISSANDI PUTRA

08220245

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb,

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena hanya atas

rahmat dan karunia – Nya sehingga skripsi dengan judul “Makna Kebebasan Dalam Iklan

(Analisis Semiotik Iklan Kartu Perdana Tri “AlwaysOn” Versi Pria dan Wanita)” ini dapat

terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, yang telah membimbing umatnya dari zaman jahilliyah menuju zaman Islamiah.

Skripsi ini disusun selain sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana (S-1),

juga dengan maksud untuk memberikan referensi dan penjelasan kepada para akademisi

khususnya mahasiswa jurusan ilmu komunikasi, para praktisi yang bergerak di bidang

periklanan, serta masyarakat Indonesia tentang makna kebebasan berperilaku, berpendapat,

berekspresi sesuai dengan nilai dan budaya ketimuran Indonesia.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi tantangan dan kesulitan,

atas dukungan dan kemurahan hati yang telah diberikan oleh berbagai pihaklah sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Nurudin, S.Sos, M.Si.. selaku Dosen Wali Angkatan 2008 Kelas D Ilmu

Komunikasi.

2. Ibu Isnani Dzuhrina, M.Adv sebagai dosen pembimbing I yang telah banyak

membantu, meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing, memberikan masukan

serta mau mendengarkan segala keluh kesah curhatan saya selama ini, dan pengarahan

beliau yang sangat berarti dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Sugeng Winarno, M.A sebagai Dosen Pembimbing II yang selalu menyediakan

waktu untuk membimbing dan mengarahkan dalam penelitian ini.

4. Seluruh Dosen Ilmu Komunikasi UMM atas ilmu-ilmu bermanfaat yang telah

diberikan selama ini.

5. Ibunda Dwi Ernawati tercinta yang selalu sabar memberi dukungan moral serta selalu

mendoakan setiap saat tanpa lelah.

6. Ayahanda Nyoto Prayitno tercinta yang selalu memberi inspirasi serta berjuang keras

mencarikan biaya untuk kuliah sampai terselesaikan skripsi ini.

7. Adekku tercinta Sherin Laudira selalu memberi dukungan dan sebagai sang penghibur

(4)

v

8. Temanku Daus Dkk. di Semiotic Picture yang telah memberikan pengalaman di

bidang produksi film indie serta semua teman-temanku Ilmu Komunikasi angkatan

2008 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

9. Keluarga besarku Mbah Sumiyati, Mbah Uti, De Wardi, Mama Ita, Om Azis, Lek

Sus, De Nono, Kiki, Faid, Mas Andik, Mbak Devi, Mbak Yesi, Caca, Fauzi, De Didit,

De Neti, Om Yon, Tante Sulis, Gatra, Diego, Kevin, Mbak Cici, Mas Danu, dan

semua keluarga besarku yang tidak bisa aku sebut satu persatu yang selalu

memberikan doa dan dukungan berbagi kebahagiaan bersama.

10.Sahabat-sahabat dan teman-temanku Maulana Mulan, Hendi, Irul Bon-Bon, Aca,

Tanjung, Adon, Alvan Markenyot, Iqbal, Arif, Kiki, Ririn, Ningsih, Nanik, Tya, Cak

Dwi Sujarwadi, Agus Sinyo, Ardian Colo,Joni,Idur, Lusi, Meta, Nurul, Maria dan

semua sahabatku yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu yang selalu memberi

dukungan serta berbagi kebahagiaan bersama.

11.Untuk jodohku yang masih dipinjam sama orang lain semoga kita dipertemukan pada

saat yang tepat oleh Allah SWT.

12.Untuk personil bandku Narnia dan Silver Band yang telah mensupport aku dalam

berkarya dan memberi pengalaman di dunia musik yang merupakan hobi ku.

13.Dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, atas bantuan dan

dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini.

Peneliti menyadari apa yang telah ditulis masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kepada para pembaca dengan segala kerendahan hati penulis akan menyambut baik setiap

saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan

rahmat-Nya pada kita semua, Amien.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Malang, 11 Januari 2014

Penulis,

(5)
(6)

v

7.4 Jenis Sumber Data ... 37

7.5 Analisis Data ... 38

7.6 Teknik Pengumpulan Data ... 39

BAB II GAMBARAN OBJEK PENELITIAN A. Sekilas Tentang Operator Seluler Tri / 3 ... 41

B. Iklan Kartu Perdana Tri / 3 “Always On” Versi Pria dan Wanita ... 43

BAB III ANALISIS DATA PENELITIAN A. Penyajian Data ... 45

A.1. Scene Video Iklan Kartu Perdana Tri / 3 “Always On” ... 45

1. Versi Pria ... 45

2. Versi Wanita ... 47

A.2. Monolog Iklan Kartu Perdana Tri / 3 “Always On” ... 50

B. Analisis Data Pembahasan ... 51

B.1. Makna Kebebasan Dalam Scene Iklan Tri / 3 “Always On” ... 51

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Berger. 2000a. Media Analysis Technique. Second Edition. Alih Bahasa Setio Budi HH.

Yogyakarta: Atma Jaya.

Berger, Luckmann. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan. Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Penerjemah Hasan Basari. Jakarta: LP3ES.

Budiman. 2006. Kebebasan, Negara, Pembangunan. Pustaka Alvabet. Dahlan, Alwi. 2008. Manusia Komunikasi. Jakarta: Kompas.

Fiske, John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi ke-3. Jakarta: Rajawali Pers. Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa. Yayasan Obor Indonesia.

Jefkins, Frank. 1995. Periklanan, Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga.

Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana.

Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya.

Yogyakarta:LKiS.

Morissan. 2010. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu, Edisi ke-1. Jakarta: Kencana.

Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nurudin. 2011. Pengantar Komunikasi Massa, Edisi ke-1-4. Jakarta: Rajawali Pers. Olong. 2006. Tato. Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara.

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi, Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sumartono. 2002. Terperangkap Dalam Iklan. Bandung: Alfabeta.

Veeger. 1992. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

(8)

v

NON BOOK

CharlesJournal of Social Construction.Vol.7/No.2/2011:1-4 – diakses 15 November 2013.

http://puslit.petra.ac.id/journals/design/Vol.4/No.1/2002. - diakses 22 Mei 2013. http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=17&aid=23&pid=arabicid - diakses tanggal 8 Desember

2013.

www.indonesian.irib.ir/perspektif_kebebasan – diakses tanggal 17 November 2013.

Journal “Acta Diurna”.Vol.II/No.2/2013 – diakses tanggal 10 Desember 2013.

Journal “Joachim Huang”.Vol.11/No.2/1996 – diakses tanggal 9 Desember 2013.

Jurnal Kriminologi Indonesia/Vol.V/No.II/Agustus 2009 – diakses tanggal 1 Januari 2013

manajemenkomunikasi.blogspot.com – diakses tanggal 13 Desember 2013.

m.youtube.com/watch?v=xFvGVod6nPY&client=mw-google&gl=ID&guid=&hl=id

suara merdeka.com/menikahtanparestu – diakses tanggal 9 Desember 2013.

Saptandari artikel dalam filsafat.web.unair.ac.id – diakses tanggal 26 Januari 2014.

sufyansuri.blogspot.com – diakses tanggal 26 Januari 2014.

www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45 - diakses tanggal 13 November 2013.

www.indosat.com/ - diakses tanggal 14 Desember 2013.

www.infodiknas.com – diakses tanggal 15 Desember 2013.

www.kolom.kompas.com – diakses tanggal 3 November 2013.

www.m.metrotvnews.com – diakses tanggal 4 November 2013.

www.badanbahasa.kemdikbud.go.id – diakses tanggal 15 November 2013.

www.jatimprov.go.id/site/kota-surabaya/ - diakses tanggal 13 Desember 2013.

www.komnasham.go.id – diakses tanggal 18 November 2013.

www.pantarei-ad.com – diakses tanggal 16 Desember 2013.

www.tri.co.id - diakses pada tanggal 18 Februari 2013.

www.youtube.com/user/adrianbali - diakses pada tanggal 26 November 2012.

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian

Dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan satu hal yang

mendasar. Pada era modern ini media massa televisi paling banyak digemari oleh

khalayak umum untuk memperoleh informasi serta hiburan. Karena media massa

televisi dapat menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang

luas. Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh

pemancar-pemancar yang audio dan atau visual.

Media massa mampu membentuk masa depan umat manusia. Ini berarti

media massa telah memengaruhi atau membentuk perilaku manusia. Salah satu

alasannya adalah bahwa media massa yang sangat pesat pertumbuhannya saat ini

merupakan dampak sejarah panjang proses komunikasi umat manusia. Karena

manusia ingin meningkatkan kualitas komunikasinya dan berbagai penemuan

penting di bidang komunikasi berjalan terus sampai kapan pun. Proses sejarah

panjang penemuan, modifikasi, perkembangan komunikasi manusia itulah yang

secara langsung akan memengaruhi bentuk komunikasi massa yang dapat kita

nikmati saat ini (Nurudin,2011:38).

Dengan pertumbuhan media massa yang semakin pesat, Promo sebuah

produk perusahaan kini telah merajalela di dunia periklanan melalui media massa

televisi, karena media televisi bisa mempengaruhi khalayak. Periklanan melayani

banyak tujuan dan banyak pula pemakainya, mulai dari perorangan yang

memasang iklan mini di surat kabar daerah hingga perusahaan besar yang

(10)

2

kepada jutaan pemirsa. Setiap orang dapat menjadi pemasang iklan dan iklan

dapat menjangkau setiap orang (Jefkins, Frank, 1995:39).

Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any paid form of non personal communication About an organization, product, service, or idea, by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui).

Adapun maksud “dibayar” pada definisi tersebut menunjukkan fakta bahwa ruang

atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli. Maksud kata

“nonpersonal” berarti suatu iklan melibatkan media massa (TV, radio, majalah,

koran) yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu

pada saat bersamaan. Dengan demikian, sifat nonpersonal iklan berarti pada

umumnya tidak tersedia kesempatan untuk mendapatkan untuk mendapatkan

umpan balik yang segera dari penerima pesan.

Iklan adalah salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan juga

menjadi instrumen promosi yang sangat penting, khususnya bagi perusahaan yang

memproduksi barang atau jasa yang ditujukan kepada masyarakat luas. Karena

belanja iklan di Indonesia pada tahun 2005 mencapai sekitar Rp 23 Triliun rupiah.

Televisi mendominasi 70 persen (Rp 16 triliun) dari nilai belanja iklan tersebut,

surat kabar Rp 6 triliun, majalah dan tabloid sekitar Rp 1 triliun. Selain itu iklan di

media massa dinilai efisien dari segi biaya untuk mencapai audiensi dalam jumlah

besar. Iklan di media massa dapat digunakan untuk meciptakan citra merek dan

daya tarik simbolis bagi suatu perusahaan (Morissan, 2010:17-18).

Promosi sebuah iklan dapat melalui media massa TV, radio, koran,

(11)

3

kuat terhadap khalayak, karena media televisi mempunyai kesan realistik, yaitu

sifatnya yang visual dan merupakan kombinasi warna-warna, suara, dan gerakan

maka iklan-iklan televisi tampak begitu hidup dan nyata (Jefkins, Frank,

1995:110).

Masyarakat merespon dengan baik karena iklan di televisi disiarkan di

rumah-rumah dalam suasana yang serba santai, maka masyarakat lebih siap untuk

memberikan perhatian. Iklan di televisi bisa ditayangkan hingga beberapa kali

dalam sehari sampai dipandang cukup bermanfaat yang memungkinkan sejumlah

masyarakat untuk menyaksikannya dan dalam frekuensi yang cukup sehingga

pengaruh iklan itu tinggi.

Dengan ketatnya persaingan produk antar perusahaan dalam mengiklankan

di media televisi, banyak sekali perusahaan-perusahaan yang mengiklankan

produk unggulannya untuk dipromosikan kepada khalayak atau konsumen. Setiap

iklan mempunyai segmentasi yang berbeda-beda. Selain itu konsep visualisasi

setiap iklan dibuat lebih menarik dan ada sisi kreatifitasnya agar mendapat nilai

ketertarikan konsumen untuk membeli produk yang diiklankan. Fenomena saat ini

yang paling menonjol adalah iklan operator seluler yang terlihat adanya sebuah

persaingan dengan operator seluler lain dalam mengiklankan produknya. Seperti

iklan kartu perdana KartuAs, simPATI, im3, mentari, XL, 3.

Dalam penelitian ini yang akan dijadikan objek penelitian adalah iklan

kartu perdana Tri / 3 “Always On” versi pria dan wanita yang terdapat di iklan

televisi pada pertengahan tahun yang lalu. Peneliti akan memaknai sebuah

(12)

4

Kartu perdana 3 ini menawarkan promo unlimited berinternet 1 tahun bebas akses

ke situs populer tanpa kuota atau pulsa dan full speed hanya Rp.50.000,-

Iklan kartu perdana 3 ini diproduksi dengan sangat baik. Tidak seperti

iklan-iklan operator seluler lainnya yang mempromosikan kelebihan-kelebihan

dari produknya. Iklan ini lebih mengutamakan kecakapan skema yang membuat

orang tertarik untuk mendengarnya dan iklan ini juga tidak mementingkan siapa

yang memerankan iklan, yang lebih dipentingkan adalah apa yang disampaikan

iklan itu sendiri. Disamping itu juga terdapat sindiran-sindiran terhadap operator

seluler lain.

Iklan Tri / 3 “Always On” terdiri dari dua versi iklan (versi wanita dan

pria) dengan durasi 29 detik versi pria dan 1 menit versi wanita. Iklan ini mencoba

membangkitkan ingatan penonton tentang keterbatasan sebuah kebebasan. Ini

tentu berkaitan dengan budaya masyarakat yang terkelompokkan sebagai “Budaya

Timur” seperti masyarakat Indonesia. Budaya masyarakat Timur yang secara

geografis berada di Asia dipandang sebagai masyarakat yang perilakunya terbatasi

oleh aturan dan atau norma-norma yang berlaku secara terlebih dibandingkan

budaya barat.

Dari sisi semantik yang menarik dari iklan ini adalah kata-katanya yang

penuh inspirasi seperti sebuah puisi. Iklan tersebut juga dibawakan dengan

monolog yang sangat puitis. Kesesuaian monolog dengan tampilan gambar dari

iklan tersebut juga sangat inspiratif, berbeda dari iklan-iklan komersial operator

seluler lainnya yang lebih mengandalkan ketenaran artis yang menjadi model

(13)

5

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah dalam

peneltian ini yatu “Apa makna dibalik kebebasan yang terkandung dalam iklan kartu perdana 3 “Always On” (versi pria dan versi wanita)?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui makna

kebebasan yang terkandung dalam iklan kartu perdana 3 “Always On” versi pria

dan wanita.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut:

4.1Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pandangan kepada

masyarakat Indonesia sebagai “Budaya Timur” tentang keterbatasan

sebuah kebebasan serta berguna bagi pemilik iklan dan masyarakat

Indonesia.

4.2Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi semua

pihak yang memiliki kepentingan untuk mengembangkan penelitian dalam

ilmu komunikasi khususnya dalam bidang semiotika.

4.3Manfaat Teoritis

Dalam penelitian ini diharapkan memperkaya penelitian dan kajian

(14)

6

5. Tinjauan Pustaka

5.1Iklan

5.1.1 Iklan Sebagai Media Audio Visual

Televisi telah menjadi media audio visual yang penting dalam

bisnis periklanan di Indonesia. Jika dicermati, produk-produk yang

dipasarkan hampir sebagian besar pernah diiklankan melalui televisi.

Bahkan ada beberapa biro iklan yang menjadikan televisi sebagai media

ampuh untuk mengadakan perang kilat melawan kompetitor dalam

menawarkan produk. Padahal penyewaan program siar merupakan yang

termahal dibandingkan dengan penyewaan media komunikasi yang lain.

Bahkan durasi hitungan kompensasi biaya dihitung perdetik yang

didasarkan pada jenis acara tayangannya. Hanya saja kemudian

permasalahan yang akan timbul, apakah berbagai informasi-informasi iklan

yang ditayangkan nantinya akan mempunyai efek prososial bagi

masyarakat, atau sekedar informasi penawaran belaka, ataukah ternyata

mempunyai dampak lain dalam hal persepsi, atau ternyata iklan-iklan

dalam tayangan televisi tersebut mempunyai penanaman ideologi tertentu.

Terlepas dari sejauh mana kita mengapresiasi, memahami, atau

memaknai iklan televisi, dalam bidang semiotika para ahli telah

menemukan berbagai cara untuk memahami suatu teks. Salah satu

diantaranya adalah dengan memahami teks sebagai mitos untuk

menemukan ideologi yang tersembunyi dalm teks. Kita bisa menemukan

ideologi dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat

(15)

7

Ideologi adalah sesuatu yang abstrak. Mitologi menyajikan makna-makna

yang mempunyai wadah dalam ideologi. Ideologi harus dapat diceritakan.

Cerita itulah mitos (Sobur, Alex, 2006:120).

Iklan televisi dalam praktiknya memproduksi dan menyiarkan

realitas, realitas sosial, dalam bentuk simbol-simbol untuk

merepresentasikan budaya salah satunya adalah melalui bintang iklan,

bahasa yang dipakai, konsep atau skenario iklan (Saptandari artikel dalam

filsafat.web.unair.ac.id). Faktor budaya merupakan faktor yang paling luas

dan paling abstrak yang memengaruhi pembelian konsumen, karena faktor

budaya merupakan suatu kompleksitas dari makna, nilai, norma, dan

tradisi yang dipelajari dan dibagi oleh anggota suatu masyarakat

(Morissan, 2010:128).

Dunia periklanan yang sering kita lihat di berbagai media massa

banyak menjelaskan bagaimana selama ini kebudayaan dengan

simbol-simbolnya telah direkayasa oleh manusia dengan berbagai kemungkinan

pemanfaatannya. Pesan, kata-kata, dan gambar-gambar rekaan yang

disampaikan oleh iklan bisa merupakan bahan kajian bagaimana suatu

rekayasa kebudayaan dalam media komunikasi telah dimanfaatkan oleh

iklan dari berbagai produk. Sebuah iklan yang efektif tidak hanya

mencakup kandungan informatif atas barang yang ditawarkan saja,

melainkan suatu pesan yang dapat menarik perhatian pemirsa. Kekreatifan

yang dihasilkan merupakan perpaduan teknik rekayasa dengan realitas

yang sesungguhnya. Oleh karena itu, terpengaruh tidaknya audience

(16)

8

komunikasi persuasif dalam menggugah minat dan keinginan khalayak

sasaran (Sumartono, 2002:61).

Fungsi persuasi dianggap sebagai fungsi yang paling penting.

Persuasi bisa datang dari berbagai bentuk:

1. Mengukuhkan atau mamperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai

seseorang.

2. Mengubah sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang.

3. Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu.

4. Memperkenalkan etika, atau menawarkan sistem nilai tertentu

(Nurudin, 2011: 72-73).

Periklanan merupakan institusi penting pada masyarakat kapitalis

yang maju karena ia diperlukan untuk memotivasi orang supaya bekerja

dengan keras, sehingga mereka bisa mengumpulkan uang yang bisa

digunakan untuk membeli sesuatu. Periklanan adalah semacam seni

populer yang dibawa oleh media, bentuk seni yang membujuk dan

meyakinkan serta memiliki misi yang sebagaimana juga jangka panjang

dan singkat. Misi singkat adalah untuk menjual produk, misi jangka

panjangnya adalah untuk memelihara sistem kelas. Periklanan juga

mengubah sikap, gaya hidup, kebiasaan, adat-istiadat, sementara pada saat

yang sama memelihara sistem ekonomi yang memperoleh keuntungan dari

perubahan-perubahan tersebut (Sobur, Alex, 2006:189).

5.1.2 Iklan Sebagai Bentuk Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian

(17)

9

(komunikan). Proses komunikasi dibagi menjadi dua tahap yaitu : Proses

komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau

perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang

(symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya

yang secara langsung mampu “menerjemahkan“ pikiran dan atau perasaan

komunikator kepada komunikan. Proses komunikasi yang kedua adalah

proses komunikasi secara sekunder. Proses komunikasi secara sekunder

adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain

dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua yang sering

digunakan dalam komunikasi. Media sekunder dalam proses komunikasi,

disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar,

radio, dan televisi merupakan media efisien dalam mencapai jumlah

komunikan dalam jumlah yang sangat banyak.

Orang-orang tidak henti-hentinya menyampaikan pesan nonverbal

melalui gerakan badan, penampilan, bau harum, pakaian, ekspresi wajah,

barang-barang perhiasan, mobil, dan bermacam-macam simbol isyarat dan

perilaku lain. Kita dapat mengadakan komunikasi dengan banyak cara

yang berlainan. Apa yang kita katakan dapat diperkuat dengan komunikasi

nonverbal, seperti ekspresi wajah dan gerak isyarat badan.

Iklan sebagai sebuah teks adalah sistem tanda yang terorganisir

menurut kode–kode yang merefleksikan nilai-nilai tertentu, sikap dan juga

(18)

10

makna yang dinyatakan secara eksplisit di permukaan makna yang dikemukakan secara implisit di balik permukaan tampilan iklan.

Dengan demikian, semiotika menjadi metode yang sesuai untuk

mengetahui konstruksi makna yang terjadi di dalam iklan. Karena ia

menekankan peran sistem tanda dalam konstruksi realitas, maka melalui

semiotika ideologi-ideologi yang ada dibalik iklan bisa dibongkar

(Noviani, 2002:79).

5.1.3 Realitas Sosial Dalam Iklan

Kajian mengenai realitas sosial dalam kaitannya dengan iklan

menyatakan bahwa iklan bukan sebuah cermin realitas yang jujur, tapi

iklan adalah cermin yang cenderung mendistorsi membuat jadi indah atau

cemerlang, melebih-melebihkan sesuatu dan melakukan seleksi-seleksi

atas tanda atau citra itu tidak merefleksikan realitas sosial, tetapi

menyatakan sesuatu tentang realitas (Noviani, 2002:53).

Iklan tidak mengkonstruksi dunia yang betul-betul fiktif. Dunia

abstrak yang dipresentasikan oleh iklan merupakan upaya yang disengaja

untuk membuat asosiasi-asosiasi produk dengan imajinasi individu,

kelompok-kelompok demografik tertentu atau dengan kebutuhan atau

kesempatan tertentu.

Sedangkan untuk mengetahui apa itu realitas, kita bisa merujuk

pada pendapat Alfred Schutz. Dalam pikiran Schutz, semua manusia di

dalam pikirannya membawa apa yang dinamakan stock of knowledge, baik

(19)

11

knowledge yang mereka dapatkan melalui proses sosialisasi itu, menyediakan frame of refenrance atau orientasi yang mereka gunakan dalam mengintepretasikan obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang

mereka lakukan sehari-hari (Noviani, 2002:49).

Kajian intelektual mengenai realitas sosial dalam kaitannya dengan

iklan, menyatakan bahwa iklan itu bukan sebuah cermin realitas uang

jujur. Tapi, iklan adalah cermin yang cenderung mendistorsi, membuat

menjadi cemerlang, melebih-lebihkan dan melakukan seleksi atas

tanda-tanda atau citra-citra. Tanda-tanda-tanda atau citra itu tidak merefleksikan

realitas tetapi mengatakan sesuatu tentang realitas. Seperti yang

dikemukakan oleh Marchand, “...iklan itu adalah sebuah cermin

masyarakat, A Mirror on The Wall, yang lebih menampilkan tipuan-tipuan yang halus dan bersifat terapetik daripada menampilkan refleksi-refleksi

realitas sosial. Jika kita memperhatikan peran-peran yang dimainkan oleh

karakter-karakter dalam iklan,... kita akan sangat terkesan dengan distorsi

iklan atas lingkungan sosial. Jika kita memperhatikan petunjuk-petunjuk

dan nasehat dalam iklan,....kita akan sangat terkesan dengan pengelakan

manipulatif mereka, dengan upaya iklan untuk menyesuaikan

masalah-masalah modernitas. Namun, jika kita memperhatikan persepsi iklan atas

dilema-dilema sosial dan budaya, yang diperlihatkan dalam presentasinya,

kita akan menemukan citra-citra yang akurat dan ekspresif tentang

realitas-realitas yang mendasar...yang direfleksikan dalam cermin iklan

(20)

12

5.1.4 Iklan Pada Media Televisi

Televisi memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan jenis

media lainnya yang mencakup daya jangkau luas, selektivitas dan

fleksibilitas, fokus perhatian, kreativitas dan efek, prestise, serta waktu

tertentu. Kita akan meninjau kelebihan iklan televisi tersebut satu persatu

(Morissan, 2010:240).

Daya Jangkau Luas. Penetrasi televisi dewasa ini sudah

sangat luas, khususnya televisi yang bersiaran secara nasional.

Harga pesawat televisi yang semakin murah dan daya jangkau

siaran yang semakin luas menyebabkan banyak orang yang sudah

dapat menikmati siaran televisi. Daya jangkau siaran yang luas

memungkinkan pemasar memperkenalkan dan mempromosikan

produk barunya secara serentak dalam wilayah yang luas bahkan

ke seluruh wilayah suatu Negara. Karena kemampuannya

menjangkau audiens dalam jumlah besar, maka televisi menjadi

media ideal untuk mengiklankan produk konsumsi massal

(massconsumption products), yaitu barang-barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari misalnya makanan, minuman, perlengkapan

mandi, pembersih, kosmetik, obat-obatan dan sebagainya.

Selektivitas Dan Fleksibilitas. Televisi sering dikritik

sebagai media yang tidak selektif (nonselective medium) dalam menjangkau audiensnya sehingga sering dianggap sebagai media

lebih cocok untuk produk konsumsi massal. Televisi dianggap

(21)

13

khusus atau tertentu. Namun sebenarnya televisi dapat menjangkau

audiens tertentu tersebut karena adanya variasi komposisi audiens

sebagai hasil dari isi program, waktu siaran, dan cakupan geografis

siaran televisi. Selain audiens yang besar, televisi juga

menawarkan fleksibilitasnya dalam hal audiens yang dituju. Jika

suatu perusahaan manufaktur ingin mempromosikan barangnya

pada suatu wilayah tertentu, maka perusahaan itu dapat memasang

iklan pada stasiun televisi yang terdapat di wilayah bersangkutan.

Dengan demikian, siaran iklan di televisi menurut Willis-Aldrige

memiliki flexibility that permits adaptation to special need and interest (fleksibilitas yang memungkinkan penyesuaian terhadap kebutuhan dan kepentingan yang khusus).

Fokus Perhatian. Siaran iklan televisi akan selalu menjadi

pusat perhatian audiens pada saat iklan ditayangkan. Jika audiens

tidak menekan remote control nya untuk melihat program stasiun televisi lain, maka ia harus menyaksikan tayangan iklan televisi itu

satu-persatu. Perhatian audiens akan tertuju hanya kepada siaran

iklan dimaksud ketika iklan itu muncul di layar televisi.

Kreativitas Dan Efek. Televisi merupakan media iklan

paling efektif karena dapat menunjukan cara bekerja suatu produk

pada saat digunakan. Iklan yang disiarkan di televisi dapat

menggunakan kekuatan personalitas manusia untuk

mempromosikan produknya. Cara seseorang berbicara dan bahasa

(22)

14

untuk membeli produk yang diiklankan itu. Pemasang iklan

terkadang ingin menekankan pada aspek hiburan dalam iklan yang

ditayangkan dan tidak ingin menunjukan aspek komersial secara

mencolok. Dengan demikian pesan iklan yang ditampilkan tidak

terlalu menonjol tetapi tersamar oleh program yang tengah

ditayangkan.

Prestise. Perusahaan yang mengiklankan produknya pada

televisi biasanya akan menjadi sangat dikenal orang. Baik

perusahaan yang memproduksi barang tersebut maupun barang itu

sendiri akan menerima status khusus dari masyarakat. Dengan kata

lain, produk tersebut mendapatkan prestise sendiri.

Waktu Tertentu. Suatu produk dapat diiklankan di televisi

pada waktu-waktu tertentu ketika pembeli potensialnya berada di

depan televisi. Dengan demikian, pemasang iklan akan

menghindari waktu-waktu tertentu pada saat target konsumen

mereka tidak menonton televisi.

Iklan pada media televisi juga memiliki beberapa

kelemahan yang menjadi perhatian sendiri bagi para pengiklan.

Kelemahan tersebut antara lain (Morissan, 2010:244).

Biaya Mahal. Walaupun televisi diakui sebagai media

yang efisien dalam menjangkau audiens dalam jumlah besar namun

televisi merupakan media paling mahal untuk beriklan. Biaya iklan

televisi yang mahal ini tidak disebabkan tarif penayangan iklan

(23)

15

dihitung berdasarkan detik tetapi juga biaya produksi iklan

berkualitas yang juga mahal.

Informasi Terbatas. Dengan durasi iklan yang rata - rata

hanya 30 detik dalam sekali tayang, maka pemasang iklan tidak

memiliki cukup waktu untuk secara leluasa memberikan informasi

yang lengkap. Siaran iklan televisi tidak mencukupkan waktu

untuk menyampaikan seluruh informasi tentang produk yang

dipromosikan. Informasi yang lebih banyak membutuhkan waktu

penayangan yang lebih lama misalkan 60 detik. Menurut

Willis-Aldrige: “… there is little to develop a selling argument or to include much information about the product.” (hanya ada sedikit waktu untuk mengembangkan argumentasi penjualan atau

memasukan banyak informasi mengenai produk bersangkutan).

Selain itu juga iklan televisi hanya ada atau muncul pada saat iklan

itubetul-betul disiarkan kecuali audiens merekamnya. Dengan kata

lain, jika dibandingkan dengan iklan pada media cetak audiensi

tidak dapat melihat kembali siaran iklan untuk mengetahui atau

mengecek kembali informasi yang terdapat pada iklan dimaksud

misalnya nomor telepon pemasang iklan atau informasi lain yang

ingin diketahuinya.

Selektivitas Terbatas. Walaupun televisi menyediakan

selektivitas audiensi melalui program-program yang ditayangkan

dan juga melalui waktu siarannya namun iklan televisi bukanlah

(24)

16

membidik konsumen yang sangat khusus atau spesifik yang

jumlahnya relatif sedikit.

Penghindaran. Kelemahan lain siaran iklan televisi adalah

kecenderungan audiens untuk menghindari pada saat iklan

ditayangkan. Peneliti menunjukan bahwa audiens televisi

menggunakan kesempatan penayangan iklan untuk melakukan

pekerjaan lain misalnya pergi ke kamar mandi, mengobrol,

mengambil sesuatu atau melakukan hal lainnya.

Tempat Terbatas. Tidak seperti media cetak, stasiun

televisi tidak dapat seenaknya memperpanjang waktu siaran iklan

dalam suatau program. Pada media cetak, jika jumlah pemasang

iklan meningkat, maka jumlah halaman media cetak itu dapat

ditambah sesuai dengan peningkatan jumlah iklan-iklan tanpa

harus mengganggu isi media bersangkutan. Namun hal ini tidak

dapat ditiru pada siaran iklan televisi (Morissan, 2010:240-246).

Dalam media audio visual seperti TV, sebuah dramatisasi

dilakukan dengan cara teknik pengambilan gambar dan pemberian

instrument music yang sesuai dengan tujuan penyampaian pesan (Dahlan, Alwi, 2008:469). Pengambilan gambar pada iklan televisi yang berfungsi

sebagai penanda yang masing-masing mempunyai makna tersendiri. Selain

shot kamera yang dikenal juga dikenal gerakan kamera (camera moves) yang berfungsi sebagai penanda. Di bawah ini adalah tabel tentang teknik

(25)

17

Pan Down Kamera mengarah ke bawah

Kekuasaan, kewenangan

Pan Up Kamera mengarah ke

atas

Kelemahan, pengecilan

Dolly In Kamera bergerak ke dalam

Close Up Hanya wajah Keintiman

Medium Shot Hampir seluruh tubuh Hubungan

Long Shot Setting dan karakter Personal konteks

Full Shot Seluruh tubuh Hubungan sosial

(Sumber: Berger, 2000:33-34)

Dalam menganalisis iklan operator Tri / 3, karena media yang

digunakan adalah televisi maka tentu saja iklan ini menggunakan unsur

visual serta audio. Penyusunan gambar, pengambilan gambar yang baik.

(26)

18

pengungkapan ide, gagasan yang telah dituangkan dalam rangkaian kata –

kata yang menjadi bentuk gambar. Ada hal – hal yang harus diperhatikan

komposisi, ukuran, teknik pembingkaian. Pictuarization adalah teknik menghubung gambar satu dengan yang lainnya sehingga menjadi satu seri

gambar yang menarik karena hal itu menjadi kunci keberhasilan gambar.

Editing merupakan gambar dalam urutan adegan sehingga mampu

menunjukan suatu kontinuitas yang baik dalam arti yang wajar dan logis.

Teknik framing (pembingkaian) merupakan pembagian bidang pandang, dapat dibagi menjadi beberapa jenis (Wibawa, 2003:34-38)

yaitu:

1. Extreme Long Shot (ELS)

Menyajikan pandangan luas, kamera mengambil

keseluruhan pandangan (objek umum dan objek lainnya tampak

sangat kecil dalam hubungan dengan latar belakang).

2. Long Shot (LS)

Shoot jauh, menyajikan pandangan yang lebih dekat dibandingkan dengan ELS. Objek masih didominasi latar belakang

(background) yang luas. 3. Medium Long Shoot (MLS)

Menyajikan pandangan lebih dekat, objek manusia

(27)

19

4. Medium Shoot (MS)

Objek lebih besar dan dominan, objek manusia ditampilkan

dari atas pinggang sampai dengan di atas kepala. Background

tampak sebanding dengan objek utama.

5. Medium Close Up (MCU)

Objek ditampilkan dari bagian dada sampai di atas kepala.

6. Close Up (CU)

Objek ditampilkan dari bahu sampai atas kepala sedang

background tampak sedikit sekali. 7. Big Close Up (BCU)

Shot yang ditampilkan bagian tubuh tertentu dari manusia,

objek mengisi seluruh layar dan jelas sekali detailnya.

8. Cut Of Line (CL)

Pembingkaian atau framing dengan objek manusia

berdasarkan garis potongan bagian tubuh.

9. Full Shot (FS)

Menyajikan gambar seluruh tubuh.

10. Big Close Up (BCU)

Shot yang menampilkan bagian tubuh atau benda tertentu

sehingga tampak besar. Misalnya: wajah sebatas dagu dampai dahi.

11. Knee Shot

Shot yang menampilkan sebatas lutut sampai dengan atas kepala.

12. Total Shot (TS)

(28)

20

13. Establish Shot (ES)

Shot yang menampilkan keseluruhan obyek ditambah

dengan ruang di sekitarnya sebagai pemandangan atau suatu

tempat untuk memberi orientasi dimana peristiwa atau bagaimana

kondisi adegan itu terjadi.

14. Two Shot

Shot yang menampilkan dua orang atau objek terlepas dari

jauh atau dekatnya pengambilan gambar.

15. Over Shoulder Shot (OSS)

Pengambilan gambar dimana kamera berada di belakang

bahu salah satu pelaku atau di belakang objek yang membelakangi

dan tampak di dalam frame. Sementara objek utama tampak

menghadap kamera dengan latar depan bahu lawan main.

16. Point Of View (POV)

Kamera sebagai sudut pandang pelaku atau subjek gambar

(sudut pandang orang pertama).

17. Group Shot

Pengambilan gambar sekumpulan objek. Untuk

memperlihatkan adegan sekelompok orang dalam melakukan suatu

aktifitas.

Sudut pengambilan gambar pada kamera:

1. High Angle

Posisi kamera lebih tinggi dari objek yang diambil

(29)

21

2. Normal Angle / Eye Level

Posisi kamera sejajar dengan ketinggian mata objek

yang diambil memperlihatkan tangkapan pandangan

mata seseorang yang berdiri.

3. Low Angle

Posisi kamera lebih rendah dari objek yang diambil.

Teknik pergerakan kamera dibagi dalam beberapa macam:

1. Survening Pan

Tujuan memberi kesempatan kepada pemirsa untuk

mengetahui objek yang sedang diliput. Pergerakan kamera pelan –

pelan menyapu semua objek.

2. Following Pan

Panning mengikuti pergerakan objek. Tujuan adalah agar

penonton mengetahui kegiatan objek tersebut.

3. Interrupted Pan

Panning yang terputus pada suatu objek tertentu. Setelah

melakukan panning ke kanan kiri, tujuannya menghubungkan

objek yang satu yang tidak ada kaitannya.

4. Tilt, Tilting

Tilt adalah gerakan kamera secara vertikal mendongak dari atas kebawah atau sebaliknya, dari bawah ke atas.

a. Tilt up : gerak kamera secara vertikal dari bawah ke atas.

(30)

22

Gerakan tilt dilakukan untuk mengikuti objek, misalnya peluncuran roket, menciptakan efek dramatis atau mempertajam situasi.

5. Dolly/track

Dolly adalah gerakan kamera mendekati atau menjauhi objek dengan menggunakan dolly sebagai penyangga kamera.

a. Dolly in (track in) : kamera mendekati objek. b. Dolly out (track out) : kamera menjauhi objek.

Gerakan dolly dilakukan untuk mendekati dan menjauhi objek yang diam atau mengikuti objek yang sedang bergerak.

6. Crab/truck

Gerakan kamera secara lateral atau menyamping, berjalan

sejajar dengan objek yang sedang bergerak.

a. Crab/truck left : gerakan kamera ke arah samping kiri. b. Crab/truck right : gerakan kamera ke arah samping kanan.

7. Crane/boom

Crane/boom adalah gerakan naik dan turun kamera diatas katrol. a. Crane/boom up : kamera naik.

b. Crane/boom down : kamera turun. 8. Track

Track adalah gerakan kamera memutar mengikuti objek dari kiri ke kanan dan sebaliknya.

(31)

23

9. Tongue

Tongue adalah gerakan kamera dari atas katrol ke kanan dan sebaliknya.

10. Zoom

Zoom adalah gerakan kamera mendekati atau menjauhi objek secara optik, yaitu dengan mengubah panjang fokal lensa

zoom dari pandangan sudut sempit (telephoto) ke sudut lebar (wide angle) dan sebaliknya.

a. Zoom in : kamera mendekati objek dari long shot ke

close up.

b. Zoom out : kamera menjauhi objek dari close up ke long shot.

11. Swallow Focus (SF)

Berarti juga menajamkan atau memburamkan salah satu

diantara dua objek pada gambar (frame), sehingga tertangkap kedalaman antara objek yang satu dengan objek lainnya atau

dengan tujuan menekankan salah satu objek dari pada objek

lainnya.

12. Follow

Kamera mengikuti obyek bergerak searah.

5.2Kebebasan

5.2.1 Definisi Kebebasan

Kebebasan merupakan sifat khas dari kodrat manusia sebagai

(32)

24

maka bertanggung jawab juga atas hasil dan pelaksanaannya. Bertanggung

jawab berarti merasa terlibat dan ikut memiliki secara pribadi, sehingga

kebudayaan harus sesuai dengan hati nurani (Veeger, 1992:10).

Bagi para pihak liberal, kebebasan diidentifikasikan dengan

hak-hak mutlak individu untuk mengontrol hidup mereka sendiri dan

menginginkan tidak adanya pembatasan dari kekuatan negara dalam

intervensi kehidupan sosial dan ekonomi individu. Namun definisi

kebebasan dari para tokoh dan pihak-pihak lain akan berbeda dengan

definisi dari pihak liberal, jadi kebebasan dalam hal ini sebuah standard

untuk mengukur nilai-nilai kebebasan berdasarkan nilai-nilai kebebasan

berdasarkan nilai dan norma yang berlaku di dalam lingkungan dan telah

disetujui nilai kebenarannya (sufyansuri.blogspot.com). Indonesia

mempunyai haluan dalam menanggapi konsep kebebasan secara umum

untuk diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu

Pancasila dan UUD 1945. Menanggapi konsep sebuah kebebasan dengan

konsep nilai-nilai yang dianut oleh individu atau rakyat dalam sistem

kebangsaan Indonesia tentu juga akan mempunyai definisi yang berbeda.

Undang-Undang Dasar 1945 secara lugas telah merincikan beberapa

kebebasan yang merupakan hak setiap warga negara untuk didapatkan

seperti kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan sebagainya

(www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45).

5.3 Kebudayaan Timur Di Indonesia

Kebudayaan merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang

(33)

25

mereka terima tanpa sadar yang semuanya diwariskan melalui proses

komunikasi dan peniruan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Kebudayaan itu meliputi semua aspek kehidupan kita setiap hari, terutama

pandangan hidup apapun bentuknya baik itu mitos maupun sistem nilai

dalam masyarakat (Liliweri, 2002:10). Nilai merupakan suatu referensi

yang dipegang sebagai pedoman tingkah laku setiap anggota masyarakat

atau kelompok budaya tertentu. Etika memberikan kerangka yang

dibutuhkan setiap orang untuk melaksanakan kode etik dan moral.

Masyarakat tanpa etika adalah masyarakat yang siap hancur. Oleh karena

itu etika adalah prasyarat wajib bagi keberadaan sebuah komunitas sosial.

Dalam konteks kebudayaan global atau dunia, ada dua kategori

pembagian kebudayaan besar, yaitu kebudayaan Barat dan kebudayaan

Timur. Bangsa Indonesia yang berada di wilayah Nusantara ini termasuk

dalam wilayah kategori kebudayaan Timur. Ini artinya nilai-nilai budaya

Timur menjadi acuan atau pedoman normatif bagi warga atau masyarakat

etnis yang bersangkutan dalam melakukan berbagai aktivitas

kehidupannya. Indonesia merupakan negara penganut budaya timur yang

terkenal sebagai negara yang penduduknya sopan, ramah, baik, serta

menjaga persatuan dan kesatuan. Di era modernisasi ini budaya Indonesia

ini mulai luntur dan tidak sesuai dengan adat ketimuran, ini jelas

kemungkinan terkena dampak masuknya budaya asing di Indonesia.

Begitu cepatnya pengaruh budaya asing menyebabkan terjadinya

goncangan budaya, yaitu suatu keadaan dimana masyarakat tidak mampu

(34)

26

terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan masyarakat yang

bersangkutan. Budaya yang masuk ke Indonesia seperti cara berpakaian,

etika, pergaulan dan yang lainnya sering menimbulkan berbagai masalah

sosial diantaranya; kesenjangan sosial ekonomi, kerusakan lingkungan

hidup, kriminalitas, dan kenakalan remaja.

Di era globalisasi ini Indonesia semakin menghilangkan adat

kebudayaan Timur seperti meningkatnya tingkat kriminalitas, perubahan

tingkah laku, pergaulan, dan sebagainya. Dalam hal ini masyarakat

Indonesia ingin berpedoman bahwa kebebasan merupakan hak asasi

manusia. Namun, semua itu masih dibatasi oleh sebuah aturan-aturan.

Tidak ada satu aliran pemikiran, budaya, filsafat dan sosial yang melihat

arti kebebasan dengan arti bebas tanpa aturan serta tidak mau melihat

batasan di depannya atau setiap orang bebas melakukan segala pekerjaan

yang diinginkan sebagai sistem nilai. Kebebasan mutlak tidak pernah

diakui oleh seorangpun di dunia ini, bahkan tidak mungkin seseorang

berhasil memiliki kebebasan seperti ini. Jika masyarakat bebas melakukan

perbuatan sekehendak hatinya dan tidak ada yang menghalanginya,

kebebasan yang semacam ini secara alami telah membatasi kebebasan

banyak orang dan mencabut ketenangan orang lain

(www.indonesian.irib.ir/perspektif_kebebasan).

Norma masyarakat membatasi kebebasan manusia dalam

berperilaku, hukum negara memperketat tindakan manusia dalam

hubungannya dengan sosial dan hal lainnya, apakah perilaku

(35)

27

dari semua aturan, karena perilaku manusia diatur sedemikian rupa, dari

hal duniawi sampai ukhrowi aturannya sangat ketat. Belum lagi hukum

lokal, budaya, adat istiadat, itu juga menjadi batasan dalam beberapa hal

yang membatasi kebaikan disini berlaku, dan disana tidak, semua

tergantung budayanya. Adanya aturan-aturan baik itu norma masyarakat,

negara, agama bahkan budaya, masih membatasi perilaku kebebasan

manusia. Dan hal itu juga yang menciptakan keberagaman kehidupan, Jadi

manusia mempunyai budaya yang berbeda, agama yang berbeda, negara

yang berbeda, dan norma yang berbeda. Dalam budaya Barat,

undang-undanglah yang menentukan batasan kebebasan dan undang-undang ini

hanya menyoroti masalah sosial yang ada. Artinya, undang-undang

mengatakan bahwa kebebasan seorang tidak boleh menodai kebebasan

orang lain dan membahayakan kepentingan mereka. Dalam Islam, bukan

hanya itu batasannya. Ketika undang-undang membatasi kebebasan

seseorang dan mengatakan bahwa untuk menikmati kebebasan, selain

kebebasan itu tidak boleh mengancam kebebasan orang lain dan

kepentingan sosial, juga tidak membahayakan dirinya dan kepentingan

orang itu sendiri. Dengan alasan kebebasan dan hak untuk berbuat,

seseorang tidak berhak dan tidak dapat membahayakan kepentingannya

sendiri (www.islamshia-w.com). 5.4 Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji

tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya

(36)

28

bersama-sama manusia. Semiotika dalam istilah Barthes adalah semiologi,

pada dasarnya mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi,

dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga

mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Konsep dasar ini mengikat

bersama seperangkat teori yang sangat luas dengan simbol, bahasa,

wacana, dan bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana

tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun

(Sobur, Alex, 2006:15-16).

Tanda pada saat itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk

pada adanya hal lain. Jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka

huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada sendirinya. Tanda-tanda itu

hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan

(signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Sebuah teks seperti makalah, iklan, kartun, dan semua hal yang

menjadi “tanda” bisa dilihat dalam aktivitas penanda, yaitu suatu proses

signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan

interpretasi. Semiotik lebih memilih istilah ‘pembaca (reader)’ dibandingkan ‘penerima (receiver)’ karena istilah tersebut menunjukan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga membaca adalah sesuatu yang

(37)

29

pengalaman budaya dari pembaca. Pembaca membantu untuk menciptakan

makna dari teks dengan membawa pengalaman, sikap, dan emosi yang

dimiliki ke dalam makna (Fiske, 2012:67).

Terdapat dua pendekatan penting terhadap tanda-tanda, Pertama,

adalah tanda-tanda disusun dari dua elemen, yaitu aspek citra tentang

bunyi (semacam kata atau representasi visual) dan sebuah konsep dimana

citra bunyi disandarkan. Tanda itu sendiri, dalam pandangan Saussure

merupakan manifestasi konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi

dengan citra bunyi itu sebagai penanda. Jadi, penanda dan petanda

merupakan unsur-unsur mentalistik. Dengan kata lain, di dalam tanda

terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang tak

terpisahkan. Kedua, adalah tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat

dengan tanda-tanda (Sobur, Alex, 2006:34). Saussure berpendapat bahwa

bahasa itu adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua

bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Bahasa itu merupakan suatu system tanda (sign). Suara-suara, baik suara manusia, binatang, atau bunyi-bunyian hanya bisa dikatakan sebagai bahasa

bilamana suara atau bunyi tersebut mengekspresikan, menyatakan, atau

menyampaikan ide-ide dan pengertian-pengertian tertentu.

Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah

ide atau petanda. Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang

bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek

(38)

30

ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep.

Jadi petanda merupakan aspek mental dari bahasa (Sobur, Alex, 2006:46).

Berlawanan dengan tradisi yang membesarkannya, Saussure tidak

menerima pendapat yang menyatakan bahwa ikatan mendasar yang ada

dalam bahasa adalah antara kata dan benda. Namun, konsep Saussure

tentang tanda menunjuk ke otonomi relatif bahasa dalam kaitannya dalam

realitas.

Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah

pada pembuktian bahwa setiap tanda mengarah pada pembuktian bahwa

setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual ketika

kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat

dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol. Tidak dapat disangkal bahwa semiotika belakangan ini menunjukan perhatian

besar dalam produksi tanda yang dihasilkan oleh masyarakat linguistik dan

budaya.

Dalam semiologi Barthes, bahwa bahasa adalah sebuah sistem

tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu

dalam waktu tertentu. Di dalam semiotika ini terdapat suatu tanda

konotatif dan denotatif. Tanda konotatif terdiri atas penanda dan petanda

dan tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, dalam konsep

(39)

31

namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaannya.

Denotasi menurut Barthes merujuk pada apa yang diyakini akal

sehat dan makna yang teramati dari sebuah tanda. Konotasi merupakan

istilah yang digunakan untuk menjelaskan tanda di tahap kedua signifikasi

tanda. Konotasi menjelaskan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu

dengan perasaan atau emosi dari pengguna dan nilai-nilai dalam budaya

mereka. Konotasi identik dengan “mitos”, mitos sendiri berfungsi untuk

mengungkapkan dan memberikan pembenaran. Di dalam mitos juga

terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Barthes juga

berbicara tentang konotasi sebagai suatu ekspresi budaya. Kebudayaan

mewujudkan dirinya di dalam teks-teks dan demikian ideologi pun

mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang merembes masuk ke

dalam teks dalam bentuk penanda-penanda penting, seperti tokoh, latar,

sudut pandang. Makna denotatif adalah makna yang biasa kita temukan

dalam kamus. Makna konotatif ialah makna denotatif ditambah dengan

segala gambaran, ingatan, dan perasaan dan mengarah kepada

(40)

32

Tataran pertama Tataran kedua

realit as t anda budaya

Gambar 1. Two Orders of Signification dari Barthes Dalam Tatanan Kedua, Sistem Tanda dari Tatanan Pertama Disisipkan ke Dalam Sistem Nilai Budaya (Fiske, 2012:145).

Barthes menggunakan mitos sebagai orang yang memercayainya,

dalam pengertian sebenarnya. Mitos adalah sebuah cerita di mana suatu

kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau

alam (Fiske, 2012:143).

Semiotika tidak terlepas dari adanya simbol. Simbol adalah tanda

atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Di dalam

iklan terdapat banyak simbol-simbol yang mempunyai suatu makna.

Simbol merupakan salah satu kategori tanda (sign). Dalam wawasan Peirce, tanda terdiri dari ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Ikon adalah suatu benda fisik yang menyerupai apa yang

direpresentasikannya. Indeks merupakan tanda yang hadir secara asosiatif

akibat terdapatnya hubungan ciri acuan yang sifatnya tetap.

Simbol merupakan kata yang bisa dianalogikan sebagai kata yang

telah terkait dengan penafsiran pemakai, kaidah pemakaian sesuai dengan

jenis wacananya, dan kreasi pemberian makna sesuai dengan intensi

pemakainya. Simbol yang ada dalam dan berkaitan dengan ketiga butir

penanda

pet anda konot asi

(41)

33

tersebut disebut bentuk simbolik. Untuk menjelaskan istilah makna harus

dilihat dari segi: (1) kata; (2) kalimat; dan (3) apa yang dibutuhkan

pembicara untuk berkomunikasi. Brown mendefinisikan makna sebagai

kecenderungan total untuk menggunakan suatu bentuk bahasa. Terdapat

banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat

(Sobur, Alex, 2006:256).

Dalam periklanan, tidak hanya menggunakan bahasa sebagai

alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar, warna, dan

bunyi. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik

verbal maupun yang berupa ikon pada dasarnya, lambang yang digunakan

dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu verbal dan nonverbal.

Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal dan lambang

nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan yang tidak

secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas. Kajian sistem tanda dalam

iklan juga mencakup objek. Objek iklan adalah hal yang diiklankan.

Dalam iklan produk itulah objeknya (Sobur, Alex, 2006:116).

Di dalam bidang semiotika para ahli telah menemukan berbagai

cara untuk memahami suatu teks. Salah satu diantaranya adalah dengan

memahami teks sebagai mitos untuk menemukan ideologi yang

tersembunyi dalam teks. Kita bisa menemukan ideologi dalam teks dengan

jalan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat di dalamnya.

Dalam penelitian ini, objek penelitian adalah iklan yang ada di

(42)

34

menyangkut berbagai macam tanda dari yang berupa gambar bergerak,

suara, teks, warna dan isi pesan itu sendiri.

Salah satu cara yang digunakan iklan untuk menjual ideologi

konsumerisme adalah melalui fokusnya pada bidang konsumsi dan

pengabaiannya pada bidang produksi. Iklan sendiri kemudian menciptakan

makna-makna, citra-citra, dan fantasi atas produk atau komoditi dan

menggunakan pendekatan-pendekatan psikologis untuk menciptakan

kebutuhan-kebutuhan artifisial (Noviani, 2002:17).

Analisis semiotika yang menjadi dasar penelitian ini memberikan

jalan bagi peneliti untuk mempresentasikan makna yang terkandung di

dalam iklan ke dalam rangkaian kata-kata atau kalimat. Dalam membentuk

kalimat yang digunakan harus memiliki sistem agar bermakna. Sistem

inilah yang disebut representasi. Representasi realitas di dalam iklan

sendiri, sering dianggap sebagai representasi yang cenderung mendistorsi.

Di satu sisi, iklan merujuk pada realitas sosial dan dipengaruhi oleh

realitas sosial. Sedangkan di sisi lain, iklan juga memperkuat persepsi

tentang realitas dan mempengaruhi cara menghadapi realitas. Penelitian ini

berusaha mencari tahu makna kebebasan yang terkandung dalam iklan

kartu perdana 3 “Always On” versi wanita dan pria.

6. Kerangka Teori

6.1. Teori Konstruksi Media

Salah satu teori media, yakni teori konstruksionis, berita sebagai

produk media memang tidak lebih sebagai konstruksi dari “fakta” di

(43)

35

harinya bukanlah apa yang terjadi sungguh-sungguh di luar sana.

Konstruksi mengandung arti bahwa bagaimana isi sebuah produk berita

sangat bergantung dari bagaimana fakta tersebut dilihat dan dibingkai oleh

institusi media. Bagaimana institusi media bekerja dalam

mengkonstruksikan berita tentu saja dipengaruhi oleh serangkaian faktor

baik internal maupun eksternal. Komunikator dalam komunikasi massa

bukan satu orang, tetaapi kumpulan orang. Artinya, gabungan antar

berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga.

Lembaga yang dimaksud di sini menyerupai sebuah sistem. Sebagaimana

kita ketahui, sistem adalah “sekelompok orang, pedoman, dan media yang

melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide,

gagasan, simbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk

mencapai satu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan

mengolah pesan itu menjadi sumber informasi” (Nurudin, 2011:9).

Dalam mekanisme konstruksi media, proses yang terjadi lebih

kompleks dari contoh tersebut. Karena setiap orang (dalam institusi media)

sepanjang hidupnya berinteraksi dengan kondisi sosial dan kemudian

mempunyai nilai-nilai yang dia pegang. Nilai-nilai tersebut akan

berinteraksi dengan kondisi sosial, politik dan ekonomi dimana media

tersebut beroperasi. Sekumpulan nilai tersebut lantas termanifestasikan ke

dalam poltik redaksional media. Bisa dibayangkan seberapa banyak

interaksi yang terjadi dalam sekali proses produksi berita. Proses interaksi

dalam proses konstruksi realitas inilah yang memungkinkan adanya

(44)

36

dalam setiap lembar surat kabar yang kita baca sehari-hari. Sifat dan

kelebihan media massa telah memperbaiki kelemahan proses konstruksi

sosial atas realitas yang berjalan lambat. Konstruksi sosial media massa ini

mensirkulasikan informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial

yang berlangsung sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang

terkonstruksi itu juga membentuk opini massa

(manajemenkomunikasi.blogspot.com).

7. Metode Penelitian

7.1 Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan

pendekatan semiotika. Semiotik disebut sebagai ilmu tentang tanda.

Semiotik merupakan studi mengenai arti dan analisis dari

kejadian-kejadian yang menimbulkan arti. Dipilih sebagai metode penelitian karena

semiotik bisa memberikan ruang yang luas untuk melakukan interpretasi

terhadap iklan sehingga pada akhirnya bisa didapatkan makna yang

tersembunyi dalam sebuah iklan. Metode analisis pendekatan semiotik

bersifat kualitatif, maka secara umum teknik analisis datanya

menggunakan alur yang biasa digunakan dalam metode kualitatif, yaitu

mengidentifikasi objek yang diteliti untuk dipaparkan, dianalisis, dan

kemudian ditafsirkan maknanya.

7.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.

Sebagai sebuah penelitian kualitatif. Peneliti menangkap berbagai

(45)

37

menganalisisnya. Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif (data

yang bersifat tanpa angka-angka atau bilangan).

7.3. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Iklan Kartu Perdana 3 “Always

On” versi pria dan wanita dalam media televisi. Identifikasi terhadap objek

penelitian yang memiliki tema kebebasan ini mengajak masyarakat

berfikir lagi tentang sebuah “kebebasan”. Iklan Kartu Perdana 3 “Always

On” versi pria dan wanita ini tentu berkaitan dengan budaya masyarakat

yang terkelompokkan sebagai “Budaya Timur” seperti masyarakat

Indonesia. Budaya masyarakat Timur yang secara geografis berada di Asia

dipandang sebagai masyarakat yang perilakunya terbatasi oleh aturan dan

atau norma-norma yang berlaku secara terlebih dibandingkan budaya

barat.

7.4. Jenis Sumber Data

Dalam penelitian ini, sumber data yang diperoleh berasal dari:

a) Data Primer

Data penelitian yang diperoleh langsung dari penelitian

melalui cara observasi terhadap objek penelitian Iklan Kartu

Perdana 3 “Always On” versi pria dan wanita dalam bentuk video.

b) Data Sekunder

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari

sumber-sumber lain antara lain buku relevan dan reverensi lain

yang terkait dengan penelitian Iklan Kartu Perdana 3 “Always On”

(46)

38

7.5. Analisis Data

Dalam analisis data, peneliti menggunakan sistem tingkat

pertandaan denotasi dan konotasi yang dikemukakan oleh Roland Barthes.

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda

dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan

pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan

penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak

eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Noviani, 2002:79). Jadi, data

yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan pengelompokan dan

pengolahan sesuai dengan fokus data, yakni data yang layak dan mewakili.

Langkah selanjutnya adalah data dimaknai secara denotatif dan konotatif

yang menurut Barthes bahwa setiap topik dianggap memperlihatkan

sesuatu yang menarik dan penting mengenai suatu kebudayaan. Dengan

demikian maka akan terlihat jelas hubungan yang akan menggambarkan

kekuatan penyimpulan.

Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut

sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas sistem

lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut

dengan konotatif yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama (Sobur, Alex,

2006:69). Berikut adalah peta tentang bagaimana tanda bekerja milik

(47)

39

Tabel 1.3

PETA TANDA ROLAND BARTHES

Sumber: (Sobur, Alex, 2006:69).

Menurut Barthes diatas juga dapat terlihat bahwa tanda denotatif

(3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat

bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi,

didalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna

tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang

dapat melandasi keberadaannya. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik

dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi

untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai yang

berlaku dalam periode tertentu (Sobur, Alex, 2006:71).

7.6. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik pengumpulan data berupa dokumentasi yang diperoleh dengan

cara mengunduh iklan dalam situs youtube.com, memutar dan menonton iklan. Selanjutnya, melakukan pemilihan scene ataupun shot

yang sesuai dengan rumusan masalah. Setelah itu pemotongan frame

(48)

40

memutar iklan dalam aplikasi GOM Player – control panel – screen

capture.

2. Peneliti mengumpulkan data dari data-data kepustakaan yang ada, baik

berupa buku, internet, majalah, dan bahan tertulis lainnya yang

berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. Hal ini nantinya

diharapkan dapat menunjang kelengkapan data penelitian yang sudah

Gambar

Tabel 1.1.
Gambar 1. Two Orders of Signification dari Barthes Dalam Tatanan Kedua, Sistem

Referensi

Dokumen terkait

MIRDA MEMBAWA SECANGKIR KOPI UNTUK HARDI YANG ADALAH SUAMINYA KE ATAS PENTAS, SEDANGKAN RANI YANG JUGA SEORANG TUKANG DENDANG SEDANG SIBUK MEMAINKAN HANDPHONE

Alamat Kuasa : IMAN SJAHPUTRA & PARTNERS Sudirman Plaza Office Tower Marein Plaza 12th Floor Jl.. Wahid

Malahan nun di barat laut di seberang laut banyak orang sebenarnya anak kita, tapi meninggalkan Lebak untuk mengembara di daerah-daerah asing, membawa keris, kelewang dan senapan,

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan salinitas tidak memberikan pengaruh yang berbeda (p>0,05) terhadap mortalitas ikan nilem, akan tetapi memberikan

Aksioma ini menyatakan bahwa untuk dua kejadian atau lebih yang saling asing, maka probabilitas dari suatu kejadian atau lebih yang terjadi adalah jumlah dari masing-masing

Dengan beberapa permasalahan di atas, dapat dirasakan bahwa perencanaan dan perancangan kampus Fakultas Teknik UNISKI di Kayuagung sangatlah dibutuhkan,

From the explanations above, the writer concluded that the purposes of promotion are providing information (informing), Persuade targeted customers (persuasive),

Hasil tabulasi dari pertanyaan wawancara nomor lima diatas yang dilaksanakan oleh penulis pada tanggal 31 Mei 2016 sebanyak 47 responden memberikan gambaran