• Tidak ada hasil yang ditemukan

Warna Alami Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Warna Alami Kayu"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Warna Alami Kayu

Evalina Herawati

Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Kayu telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh manusia sejak zaman dahulu. Dengan berbagai kegunaannya, kayu tetap eksis sampai saat ini. Penggunaan kayu tidak terbatas untuk peralatan rumah tangga (interior) saja, tetapi digunakan juga untuk keperluan eksterior, misalnya untuk pembuatan jembatan. Sedangkan dengan warna dan coraknya yang dekoratif, beberapa jenis kayu digunakan untuk membuat benda-benda yang bernilai seni tinggi.

Seperti halnya pada benda-benda lain, warna alami kayu bisa menjadi sangat menarik. Orang menyukai kayu jati misalnya disamping karena kekuatan dan keawetannya yang sudah terkenal adalah juga karena warna dan coraknya. Sebagian orang menyukai kayu dengan warna-warna yang terang seperti ramin, pulai dan jelutung. Ada pula yang lebih menyukai kayu yang berwarna lebih gelap seperti sonokeling dan eboni. Namun tidak sedikit yang menyukai kedua-duanya.

Pemilihan warna menjadi sangat personal karena dapat mengekspresikan pribadi seseorang. Warna merupakan sesuatu yang unik karena dapat mengubah nuansa lingkungan, menciptakan gaya tertentu, mengatur mood dan mengubah persepsi. Warna kayu memberikan karakteristik untuk berbagai jenis dan sangat tergantung pada zat ekstraktif yang dikandungnya, walaupun biasanya sulit dinyatakan dengan kata-kata. Hal ini karena tidak hanya terdiri dari satu warna tetapi merupakan perpaduan beberapa warna.

Kayu memiliki nilai dekoratif yang tinggi disebabkan oleh warna, macam serat dan gambaran di dalam kayu. Mebel yang terbuat dari kayu seperti ini biasanya diberi warna transparan untuk menampilkan keindahan alaminya. Sedangkan mebel atau peralatan lain yang terbuat dari kayu yang tidak memilki warna dan corak yang menarik, akan diberi warna tertentu dalam finishingnya sehingga menghasilkan warna yang lebih baik. Seringkali juga benda atau peralatan yang tidak terbuat dari kayu dibuat seolah-olah terbuat dari kayu dengan memberi finishing tertentu sehingga menjadi mirip dengan warna dan corak kayu tertentu.

WARNA ALAMI KAYU

Kayu memiliki warna-warna alami yang sangat bervariasi. Umumnya kayu gubal berwarna lebih muda atau lebih terang dibandingkan kayu teras. Sedangkan kayu teras memiliki variasi warna yang lebih banyak, utamanya coklat dengan berbagai macam corak. Karena warna tersebut kayu teras biasanya lebih disukai daripada kayu gubal. Beberapa jenis kayu diberi perlakuan khusus misalnya direndam atau diberi uap untuk menggelapkan warnanya.

Selanjutnya Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa warna kayu berkisar dari hampir putih sampai hitam, ada yang polos dan ada pula yang terdiri atas dua macam

(2)

warna atau lebih, sehingga tampak seperti ada coraknya. Corak yang ada pada suatu jenis kayu dapat ditimbulkan oleh :

1. Perbedaan warna antara kayu awal dan kayu akhir dari lingkar tumbuh, seperti pada kayu jati dan tusam.

2. Perbedaan warna jaringan. Pada kayu bintangur misalnya, parenkim pita berwarna coklat merah, sedangkan warna jaringan lainnya merah muda. Parenkim pita pada kayu bintangur ini menimbulkan corak bergaris pada bidang radial dan tangensial.

3. Perbedaan intensitas pewarnaan pada lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu yang berlainan. Pada kayu ebony misalnya, ada lapisan-lapisan yang berwarna coklat atau coklat merah dan ada lapisan-lapisan yang berwarna hitam. Pada bidang radial dan tangensial akan tampak sebagai jalur-jalur warna coklat merah dan hitam bergantian.

Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya bila dibandingkan dengan warna kayu yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan di tempat terbuka warnanya bisa lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kayu yang segar, ini tergantung kepada keadaan (cuaca, angin, sinar dan sebagainya). Pada umunya warna dari suatu jenis kayu bukan merupakan warna yang murni, tetapi merupakan warna campuran dari beberapa jenis warna, sehingga dalam penampilannya sulit untuk dapat dinyatakan secara tepat dengan kata-kata (Pandit dan Ramdan, 2002).

Zat Ekstraktif Sebagai Pemberi Warna Alami Kayu

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa warna kayu disebabkan oleh bahan yang dapat diekstrak (tanin dan sebagainya) yang disebut ekstraktif. Ekstraktif adalah bahan kimia dalam kayu yang dapat dilarutkan dalam pelarut netral seperti air, eter, alkohol, benzen dan aseton. Kandungan ekstraktif dalam kayu bervariasi mulai kurang dari 1% hingga lebih dari 10% dan dapat mencapai 20% untuk kayu-kayu tropis. Selanjutnya Brown et al (1952) menyatakan bahwa setiap jenis pohon mengandung satu atau beberapa macam zat ekstraktif dan hanya sedikit jenis pohon yang mengandung semua zat ekstraktif.

Achmadi (1990) menyatakan bahwa flavonoid, stilbena, tanin dan antosianin merupakan golongan zat warna ekstraktif kayu. Kemudian Hillis (1987) menyatakan bahwa flavonoid merupakan senyawa yang menyebabkan kayu teras berwarna merah, kuning, coklat atau biru. Begitu juga Uprichard (1993) yang menyatakan bahwa polifenol dan tanin pada kayu daun lebar memiliki kontribusi yang besar pada warna kayu, khususnya warna kayu teras dan pada waktu dulu beberapa kayu daun lebar dijadikan bahan pencelup. Sedangkan Sjostrom (1981) menyatakan bahwa fenolik yang terdapat di dalam kayu teras, kulit dan sedikit di dalam xilem mempunyai fungsi sebagai fungisida dan selain itu juga berfungsi meningkatkan pewarnaan kayu.

Zat ekstraktif dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan. Sebagai contoh, perbedaan-perbedaan warna pada kayu walnut dari lokasi geografis yang berbeda, berhubungan dengan sifat-sifat tanah. Perbedaan zat kimia ekstraktif memungkinkan untuk membedakan antara jenis kayu atau membuat pewarnaan terhadap kayu teras tidak

(3)

berwarna dengan aplikasi zat-zat kimia. Beberapa kayu seperti black locust, honey locust dan beberapa jenis kayu tropis mengalami fluorescent karena zat ekstraktifnya (Tsoumis, 1991).

Warna Sebagai Salah Satu Alat Identifikasi Kayu

Untuk mengenal kayu dapat dipergunakan baik sifat kasar (sifat makroskopis) maupun sifat struktur (sifat mikroskopis). Termasuk dalam sifat kasar ini adalah warna, kilap, bau, rasa, tekstur, serat dan figur. Sedangkan sifat struktur yang diamati terdiri dari pori, parenkim, jari-jari, saluran interseluler, saluran getah, tanda kerinyut dan gelam/kulit tersisip. Sifat fisik dapat diketahui langsung dengan panca indera tanpa harus menggunakan alat bantu sebaliknya sifat struktur biasanya menggunakan alat bantu berupa kaca pembesar (loupe) dengan perbesaran 10 kali.

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa warna memberi ciri pada berbagai jenis kayu, tetapi merupakan sebuah ciri yang sulit untuk dideskripsikan dengan kata-kata. Dalam satu jenis mungkin terdapat perbedaan dan mengalami perubahan karena terpapar atau karena suatu perlakuan. Biasanya warna dinyatakan secara visual, tetapi dapat juga diukur secara teknis.

Apabila kita ingin menggunakan warna untuk identifikasi, maka yang digunakan adalah warna kayu terasnya. Warna kayu gubal biasanya kurang nyata atau kurang khas sehingga kurang bernilai diagnostik untuk pengenalan kayu. Warna kayu menjadi memiliki nilai yang penting untuk identifikasi. Sebagai contoh, kayu ebony mempunyai warna khas hitam. Untuk menentukan warna secara tepat dapat dipergunakan alat Spectrophotometer. Alat ini dapat merefleksikan sejumlah cahaya dari permukaan kayu yang berbeda dengan menggunakan sinar ultraviolet (Pandit dan Ramdan, 2002)

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa seringkali terdapat suatu macam warna yang menyolok kemudian diikuti oleh macam-macam warna yang lain, sehingga sukar untuk dipisah-pisahkan secara individual. Karena sifat warna ini mudah berubah-ubah, maka di dalam identifikasi kayu penggunaan warna menjadi sekunder, sehingga harus dipakai secara hati-hati.

Perubahan Warna Kayu

Warna alami kayu dapat berubah dengan cepat karena beberapa sebab, baik oleh zat ekstraktif yang terkandung di dalamnya maupun oleh pengaruh dari luar kayu tersebut. Contohnya kayu mahoni (Swietenia macrophylla) berubah dari warna merah muda atau merah terang menjadi merah kecoklatan dengan cepat pada potongan kayu yang segar. Perubahan warna ini bisa mengakibatkan cacat pada kayu yaitu cacat warna. Istilah lain yang sering digunakan adalah diskolorasi.

Diskolorasi adalah cacat warna yang diakibatkan oleh perubahan warna yang terjadi pada kayu yang disebabkan oleh berbagai perlakuan tanpa pemberian zat warna. Kollman et al (1952) dalam Martawijaya (1988) mengemukakan lima faktor penyebab terjadinya pewarnaan tersebut, yaitu : pengaruh suhu dan kelembaban, adanya proses oksidasi, pengendapan zat warna pada permukaan kayu, pengaruh organisme dan kontak dengan logam.

Menurut Tsoumis (1991), warna kayu yang terpapar terhadap atmosfir seringkali bertambah gelap dan pada kayu gubal biasanya menjadi lebih gelap daripada kayu terasnya. Perubahan-perubahan tersebut biasanya secara kimia terjadi di alam yang

(4)

dihasilkan oleh reaksi oksidasi komponen organik yang terkandung di dalam kayu. Perubahan warna dapat terjadi segera setelah pohon ditebang di hutan atau setelah penggergajian log basah menjadi papan. Kayu alder berubah secara cepat dari warna keputih-putihan menjadi kemerah-merahan, kemudian pudar menjadi coklat muda. Kayu teras black locust berubah dari hijau muda ke coklat tua, sementara douglas fir menjadi kemerah-merahan.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa kayu yang terpapar lama terhadap sinar matahari, khususnya di dataran yang tinggi, mengubah warnanya menjadi coklat. Sedangkan terpapar lama terhadap hujan atau kelembaban yang tinggi mengubah warna kayu menjadi abu-abu gelap.

Sunyata (1993) melaporkan bahwa diskolorasi pada kayu jati (Tectona grandis L.f.) diakibatkan oleh proses oksidasi zat ekstraktif dalam kayunya. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan terhadap kayu sugi (Cryptomeria japonica).

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa penggunaan suhu yang tinggi dalam pengeringan kayu telah menyebabkan terjadinya perubahan warna. Hal ini disebabkan oleh keluarnya zat ekstraktif yang terdapat di dalam kayu ke permukaannya. Sedangkan untuk kayu-kayu yang berwarna putih atau terang dan pada kayu gubal, perubahan dapat disebabkan oleh serangan jamur. Kayu yang terserang ini biasanya menjadi berwarna biru atau hitam. Umumnya kayu tersebut diserang pada saat masih dalam keadaan segar dengan kadar air yang tinggi.

PENUTUP

Warna kayu merupakan salah satu karakteristik yang menyebabkan ketertarikan manusia untuk menggunakannya disamping berbagai sifat lainnya.

Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan warna pada kayu maka usaha untuk mempertahankan warna alami kayu yang indah dan sangat menarik akan lebih mudah dilakukan. Sebaliknya, memberikan perlakuan-perlakuan khusus untuk mendapatkan warna tertentu yang diinginkan. Sebagai alat identifikasi, warna kayu harus ditetapkan secara hati-hati karena sifatnya yang mudah berubah terutama untuk jenis-jenis tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, S.S. 1990. Kimia Kayu. Pusat Antar Universitas. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Brown, H.P., A. Panshin and C.C. Forsaith. 1952. Text Book of Wood Technology. New York.

Hillis, W.E. 1987. Heartwood and Tree Exudates. Berlin : Spinger-Verlag.

Mandang, Y.I. dan I.K.N. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor : Yayasan P ROSEA.

(5)

Martawijaya, A. 1988. Cacat Warna Pada Kayu Jati Akibat Pengeringan Buatan. Duta Rimba (XIV) : 101-102

Pandit, I.K.N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu : Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Bogor : Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.

Sjostrom, E. 1981. Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi 2 (Terjemahan). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sunyata, A. 1993. Identifikasi Agen Penyebab Diskolorasi pada Kayu Jati (Tectona grandis L.f.). Tesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure, Properties, Utilization. New York : Van Nostrand Reinhold.

Uprichard, J.M. 1993. Wood Extractives. Di dalam J.C.F. Walker, B.G. Butterfield, J.M. Harris, T.A.G. Langrish and J.M. Uprichard. Primary Wood Processing : Principles and Practice. London : Chapman and Hall.

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan ḥājiyah adalah kebutuhan sekunder atau kebutuhan setelah kebutuhan dlāruriyah. Apabila kebutuhan ḥājiyah tidak terpenuhi tidak akan mengancam keselamatan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian protein kasar dengan level yang berbeda dalam ransum perlakuan pada itik jantan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan kadar garam dari asam atau basa lemah dengan standar basa atau asam kuat.Indikator visual yang digunakan adalah perubahan warna

(5) Dalam hal mahasiswa belum lulus mata kuliah disebabkan oleh tugas Universitas atau institusi resmi atas izin rektor yang dibuktikan dengan surat tugas resmi

Gambaran histopatologi duodenum yang diberi perlakuan ekstrak daun dewandaru dengan dosis preventif 300 mg/kg BB, 400 mg/kg BB, 500 mg/kg BB menunjukkan adanya

Penyelia juga perlu memberi laporan keselamatan kepada Pegawai penguasa atau wakilnya sekurang-kurangnya satu (1) minggu sekali. iv) Kontraktor dikehendaki menyediakan Jadual

berpengaruh signifikan dan positif terhadap harga saham 4 Ratih, et al (2013) Pengaruh Earning Per Share, Price Earning Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Equity

Pemberian ekstrak temulawak berpengaruh meningkatkan indeks apoptosis jaringan adenokarsinoma mammae pada mencit C3H secara in vivo.Pemberian ekstrak temulawak dengan dosis