• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Winda Yani Sinambela 111101040

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada

Interprofessional Education (IPE)

SKRIPSI

Oleh:

Winda Yani Sinambela 111101040

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)
(5)

Judul : Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada

Interprofessional Education (IPE).

Nama : Winda Yani Sinambela

NIM : 111101040

Fakultas : Keperawatan

Tahun Akademik : 2014/2015

Abstrak

IPE adalah suatu proses pembelajaran antara dua atau lebih disiplin ilmu dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi, kualitas pelayanan, dan praktik disiplin ilmu masing-masing. Salah satu faktor

keberhasilan proses pendidikan interprofessional di perguruan tinggi tidak

terlepas dari peran dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga dosen harus mengenali dan menyadari potensi pembelajaran dalam dinamika kelompok interprofesional untuk mengubah sistem pendidikan yang terintegrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan persepsi, motivasi, dan kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan desain penelitian deskriptif dan teknik

penentuan sampel secara simple random sampling. Data dianalisis secara univariat

dan dengan uji statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan dalam kategori baik sebesar 83.7%. Motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan dalam kategori tinggi sebesar 72.1%. Kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan dalam kategori tinggi sebesar 46.5%. Kepada institusi pendidikan disarankan untuk mulai mengembangkan model pembelajaran IPE dalam kurikulum pendidikan karena mayoritas dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara memiliki persepsi yang baik dan motivasi yang tinggi pada IPE, sehingga apabila diterapkan dapat menimbulkan kesiapan dosen yang lebih baik.

(6)

Title of the Thesis : The Analysis on the Perception, Motivation, and Preparedness of the Instructors of the Faculty of Health Science, University of Sumatera Utara, in Inter-professional Education (IPE)

Name of Student : Winda Yani Sinambela

Std. ID Number : 111101040

Faculty : Nursing

Academic Year : 2014-2015

Abstract

IPE (inter-professional education) is a learning process between two or more disciplines with, from, or about one to another in order to increase the collaboration, service quality, and practical work of each discipline. One of the factors of success in IPE in higher education cannot be separated from the role of instructors as professional and scientific educators whose principal duty is to transform, develop, and propagate science, technology, and art through education, research, and public service. Therefore, instructors should know and realize learning potency in the dynamics of inter-professional group to change into an integrated educational system. The objective of the research was to describe the perception, motivation, and preparedness of the instructors of the Faculty of Health Science, University of Sumatera Utara, by using descriptive analytic design; the samples were taken by using simple random sampling technique. The data were analyzed by using univatriate analysis and descriptive statistic test. The result of the research showed that 83.7% of the respondents’

perception was in good category, 72.1% of the respondents’ motivation was in high category, and 46.5% of the respondents’ preparedness was in high category.

It is recommended that the management of the educational institution develop IPE learning model in the curriculum since the majority of the instructors of the Faculty of Health Science have good perception and high motivation in IPE so that their preparedness will be better if they can apply them.

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya skripsi yang berjudul:

Analisa Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE), dapat

diselesaikan dengan baik.

Selama proses skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan,

dukungan dan doa dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak, baik mulai dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, tentulah akan terasa sangat sulit bagi penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Salbiah, S.Kp., M.Kep., sebagai pembimbing yang telah meluangkan

banyak waktu dan perhatiannya dengan penuh kesabaran dalam memberikan

masukan, arahan, dukungan serta bimbingan dalam proses penyusunan skripsi

ini.

3. Bapak Mula Tarigan, S.Kp., M.Ns. selaku dosen penguji I yang telah

memberikan masukan pada skripsi ini.

4. Ibu Diah Arruum, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen penguji II yang telah

memberi masukan pada skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

(8)

6. Kedua orang tua saya, yakni Bapak saya Agussalim Sinambela dan Ibu saya

Armawaty Siregar yang telah memberikan bantuan, dukungan material dan moral serta doa demi kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan, juga

kakak saya Rizka Wita Sinambela, S.KM dan adik saya Yoni Heriawan

Sinambela yang telah memberikan dukungan dan doa untuk saya.

7. Sahabat – sahabat terbaik saya, Teuku Reza Budiansyah, Jenny F. Tarigan,

Rovina Winata, Rica Lestari, Najmi Usyaira, serta semua teman-teman S1

2011 Fakultas Keperawatan yang telah membantu dan memotivasi dalam

penyusunan skripsi ini.

8. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh

pendidikan dan penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, dan

penulis juga menerima saran yang membangun dari semua pihak untuk hasil yang

lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih

Medan, Juli 2015

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan... iii

Abstrak...

Daftar Lampiran... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang... 1

2. Rumusan Masalah... 5

3. Pertanyaan Penelitian... 5

4. Tujuan Penelitian... 5

5. Manfaat Penelitian... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Dosen ... 7

1.1 Definisi Dosen ... 7

2. IPE ... 7

2.1 Definisi IPE ... 7

2.2 Tujuan IPE ... 8

2.3 Aplikasi Konsep Kurikulum IPE ... 11

2.4 Kompetensi IPE ... 12

2.5 Hambatan IPE ... 13

3. Persepsi ... 14

3.1 Definisi Persepsi ... 14

3.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 14

(10)

4. Motivasi ... 16

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Penelitian ... 23

2. Definisi Operasional ... 24

BAB 4. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 25

2. Populasi dan Sampel ... 25

2.1 Populasi Penelitian ... 25

2.2 Sampel Penelitian ... 25

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4. Pertimbangan Etik ... 27

5. Instrumen Penelitian ... 28

5.1 Kuesioner Penelitian ... 28

6. Validitas dan Realibilitas... 31

7. Pengumpulan Data... 32

8. Analisa Data... 33

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 34

1.1 Karakteristik Responden... 34

(11)

1.3 Motivasi pada IPE... 37

1.4 Kesiapan pada IPE... 39

2. Pembahasan... 40

2.1 Karakteristik Responden... 40

2.2 Persepsi pada IPE... 41

2.3 Motivasi pada IPE... 42

2.4 Kesiapan pada IPE... 44

BAB. 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 46

2. Saran... 47

2.1 Institusi Pendidikan... 47

2.2 Penelitian Selanjutnya... 47 Daftar Pustaka

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Sistem Pendidikan Kesehatan ... 9

2.2 Aplikasi Konsep Kurikulum IPE ... 11

2.3 Kerangka Teori ... 22

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kompetensi IPE ... 13

3.1 Definisi Operasional ... 24

4.1 Instrumen Persepsi ... 29

4.2 Instrumen Motivasi ... 29

4.3 Instrumen Kesiapan ... 30

5.1 Distribusi frekuensi karakteristik demografi dosen FKep dan dosen FK USU (n=43)... 35

5.2 Distribusi frekuensi persepsi dosen FKep dan dosen FK USU (n=43)... 36

5.3 Distribusi frekuensi komponen persepsi dosen FKep dan dosen FK USU (n=43)... 36

5.4 Distribusi frekuensi motivasi dosen FKep dan dosen FK USU (n=43)... 37

5.5 Distribusi frekuensi komponen motivasi dosen FKep dan dosen FK USU (n=43)... 38

5.6 Distribusi frekuensi kesiapan dosen FKep dan dosen FK USU (n=43)... 39

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan tentang Penelitian Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Hasil Reliabilitas Kuesioner Lampiran 5 Hasil Penelitian

Lampiran 6 Master Tabel

Lampiran 7 Jadwal Tentatif Penelitian Lampiran 8 Taksasi Dana

Lampiran 9 Surat Validitas Kuesioner Lampiran 10 Surat Etik Penelitian

Lampiran 11 Surat Uji Reliabilitas Kuesioner

Lampiran 12 Surat Balasan Uji Reliabilitas Kuesioner Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 14 Surat Izin Penelitian

Lampiran 15 Surat Permohonan Selesai Penelitian Lampiran 16 Surat Selesai Penelitian

(15)

Judul : Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada

Interprofessional Education (IPE).

Nama : Winda Yani Sinambela

NIM : 111101040

Fakultas : Keperawatan

Tahun Akademik : 2014/2015

Abstrak

IPE adalah suatu proses pembelajaran antara dua atau lebih disiplin ilmu dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi, kualitas pelayanan, dan praktik disiplin ilmu masing-masing. Salah satu faktor

keberhasilan proses pendidikan interprofessional di perguruan tinggi tidak

terlepas dari peran dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga dosen harus mengenali dan menyadari potensi pembelajaran dalam dinamika kelompok interprofesional untuk mengubah sistem pendidikan yang terintegrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan persepsi, motivasi, dan kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan desain penelitian deskriptif dan teknik

penentuan sampel secara simple random sampling. Data dianalisis secara univariat

dan dengan uji statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan dalam kategori baik sebesar 83.7%. Motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan dalam kategori tinggi sebesar 72.1%. Kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan dalam kategori tinggi sebesar 46.5%. Kepada institusi pendidikan disarankan untuk mulai mengembangkan model pembelajaran IPE dalam kurikulum pendidikan karena mayoritas dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara memiliki persepsi yang baik dan motivasi yang tinggi pada IPE, sehingga apabila diterapkan dapat menimbulkan kesiapan dosen yang lebih baik.

(16)

Title of the Thesis : The Analysis on the Perception, Motivation, and Preparedness of the Instructors of the Faculty of Health Science, University of Sumatera Utara, in Inter-professional Education (IPE)

Name of Student : Winda Yani Sinambela

Std. ID Number : 111101040

Faculty : Nursing

Academic Year : 2014-2015

Abstract

IPE (inter-professional education) is a learning process between two or more disciplines with, from, or about one to another in order to increase the collaboration, service quality, and practical work of each discipline. One of the factors of success in IPE in higher education cannot be separated from the role of instructors as professional and scientific educators whose principal duty is to transform, develop, and propagate science, technology, and art through education, research, and public service. Therefore, instructors should know and realize learning potency in the dynamics of inter-professional group to change into an integrated educational system. The objective of the research was to describe the perception, motivation, and preparedness of the instructors of the Faculty of Health Science, University of Sumatera Utara, by using descriptive analytic design; the samples were taken by using simple random sampling technique. The data were analyzed by using univatriate analysis and descriptive statistic test. The result of the research showed that 83.7% of the respondents’

perception was in good category, 72.1% of the respondents’ motivation was in high category, and 46.5% of the respondents’ preparedness was in high category.

It is recommended that the management of the educational institution develop IPE learning model in the curriculum since the majority of the instructors of the Faculty of Health Science have good perception and high motivation in IPE so that their preparedness will be better if they can apply them.

(17)

Medical Error adalah setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan kesehatan yang tidak tepat atau

membahayakan pasien (NCC MERPP, 2012). Di Amerika Serikat, angka kejadian

medical error antara 2.0-14.0% dari jumlah pasien dengan 1.0-2.0%. Medical error diperkirakan mengakibatkan 7000 pasien meninggal per tahun di AS. (Gianiazzi, Corina, Karin, Claudia, & Gisela, 2015). Sedangkan di Indonesia,

dilaporkan sekitar 3.0-6.9% angka kejadian medical error akibat kesalahan tenaga

kesehatan di pelayanan kesehatan (Dwiprahasto, 2010).

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya secara sendiri atau secara

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Levey & Loomba, 1973 dalam

Azwar, 1994).

Pelayanan kesehatan terdiri dari komponen tenaga kesehatan. Menurut

Undang-Undang tentang kesehatan (2009), tenaga kesehatan adalah setiap orang

yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan

dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis

tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga

(18)

kesehatan. Berdasarkan kondisi di lapangan, tenaga kesehatan yang sering

berkolaborasi adalah perawat dan dokter sebagai mitra yang paling penting dalam pelayanan kesehatan.

Keith (2008) menyatakan kunci pelayanan kesehatan yang bermutu adalah

dengan meningkatkan kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan. Kolaborasi

tenaga kesehatan yang efektif berdampak positif dalam penyelesaian berbagai

masalah kesehatan. Salah satu upaya untuk mewujudkan kolaborasi antar tenaga

kesehatan adalah dengan memperkenalkan sejak dini praktik kolaborasi melalui

proses pendidikan (WHO, 2010).

Salah satu upaya untuk memperkenalkan proses pendidikan sejak dini dapat

melalui sebuah kurikulum Interprofessional Education (IPE). Menurut World

Health Organization (WHO, 1988), the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 2002), dan American College of Clinical Pharmacy (ACCP, 2009), IPE adalah sebuah proses pembelajaran antara dua atau lebih disiplin ilmu dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi, kualitas pelayanan, dan praktik disiplin ilmu masing-masing. WHO

merancang program ini dan telah membuat suatu kerangka sistem pendidikan

kesehatan dimana sekelompok group kecil yang berisi mahasiswa kesehatan

dengan berbagai latar belakang belajar bersama untuk membangun sebuah jalinan

komunikasi dan merencanakan perawatan pasien dengan optimal dan menyeluruh,

dengan pembatasan wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bidang

sehingga tidak ada diskriminasi antar profesi.

Hasil penelitian oleh Bruno et al., (2014) di 40 Universitas di dunia, IPE

(19)

antar mahasiswa keperawatan dan kedokteran. Hasil penelitian ini menjadikan

National University of Singapore sebagai pusat pengembangan IPE.

Di Indonesia, penelitian yang dilakukakn pada dosen Program Pendidikan

Dokter, Program Studi Ilmu Keperawatan dan Program Studi Ilmu Gizi Fakultas

Kedokteran Universitas Gajah Mada oleh Aryakhiyati (2011), bahwa dosen dari

ketiga program studi tersebut menunjukkan sikap dan kesiapan yang baik pada

IPE. Hasil ini juga menjadi dasar bagi Fakultas Kedokteran UGM untuk memulai

IPE. Begitu pula riset yang dilakukan oleh Yuniawan (2013) di Universitas

Jendral Soedirman bahwa hasil pengukuran persepsi dan kesiapan dosen Fakultas Kedokteran Unsoed pada IPE dalam kategori baik.

Pengembangan kurikulum IPE belum dikembangkan secara merata di

instansi pendidikan. WHO (2010) mengeluarkan data tentang penerapan IPE pada

tatanan universitas, dari 42 negara menyatakan bahwa sebanyak 24.6% sudah

mendapatkan kurikulum IPE pada tahap akademik. Sementara di Indonesia belum

termasuk di dalamnya, untuk itu perlu adanya sosialisasi tentang metode pembelajaran IPE ini secara menyeluruh di seluruh instansi pendidikan mengingat

sekolah tinggi ilmu kesehatan merupakan penyedia utama calon tenaga kesehatan

yang nantinya diharapkan mempunyai kompetensi yang baik terutama

kemampuan untuk bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya.

Salah satu faktor keberhasilan proses pendidikan interprofessional di

perguruan tinggi tidak terlepas dari peran dosen. Menurut Undang-undang Nomor

14 (2005 dalam Dikti, 2010) mengenai Guru dan Dosen dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan,

(20)

melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga

dosen harus mengenali dan menyadari potensi pembelajaran dalam dinamika kelompok interprofesional untuk mengubah sistem pendidikan yang terintegrasi.

Menurut Hidayat (2008 dalam Yuniawan, 2013), dalam mengubah sistem

pendidikan yang terfragmentasi ke arah yang terintegrasi dibutuhkan tahap

pencairan (unfreezing) yang terdiri dari persepsi, motivasi, dan kesiapan. Komponen presepsi terdiri dari pandangan, kebutuhan, dan pemahaman pada IPE. Komponen

motivasi terdiri dari daya tarik, harapan, dan kemauan pada IPE. Dan komponen

kesiapan terdiri kolaborasi dan peran dan tanggung jawab pada IPE.

Penelitian pada IPE merupakan bentuk riset awal yang penting dan paling

sering dilakukan dibeberapa negara yang telah menerapkan dan mengembangkan

IPE (Yuniawan, 2013). Di USU, sedang dikembangkan penelitian mengenai IPE

oleh Fakultas Keperawatan USU yang didukung oleh Fakultas Kedokteran,

Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas Farmasi USU.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi, motivasi, dan

kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE?

3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE?

2. Bagaimana motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE?

(21)

4. Tujuan Penelitian 4.1 Tujuan Umum

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

persepsi, motivasi, dan kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE.

4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE

berdasarkan pandangan, kebutuhan, dan pemahaman pada IPE.

2. Mengidentifikasi motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE

berdasarkan daya tarik, harapan, dan kemauan pada IPE.

3. Mengidentifikasi kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE

berdasarkan kolaborasi dan peran dan tanggung jawab pada IPE.

5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

5.1Pendidikan Keperawatan

Sebagai bahan referensi untuk perbaikan dan pengembangan IPE di instansi

penddidikan keperawatan.

5.2Pelayanan Keperawatan

Sebagai bahan referensi dan pertimbangan bagi perbaikan pelayanan

keperawatan yang lebih baik.

5.3Penelitian keperawatan

Sebagai sumber data bagi peneliti yang akan melakukan penelitian dengan

(22)

1. Dosen

1.1 Definisi Dosen

Menurut Undang-undang Nomor 14 (2005 dalam Dikti, 2010) mengenai

Guru dan Dosen dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan

dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dosen yang profesional adalah dosen yang

menjalankan tugasnya. Pada bagian kedua mengenai hak dan kewajiban pasal 60

(c), bahwa dosen berkewajiban untuk meningkatkan dan mengembangkan

kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hal tersebut menunjukkan

bahwa dosen memiliki peran strategis dalam pengembangan pendidikan termasuk untuk mengembangkan model pembelajaran interprofesi.

2. IPE

2.1 Definisi IPE

Menurut CAIPE (2002), IPE adalah dua atau lebih profesi belajar dengan,

dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas

pelayanan. IPE merupakan pendekatan proses pendidikan dua atau lebih disiplin

(23)

praktik disiplin masing-masing (ACCP, 2009). IPE terjadi ketika dua atau lebih

mahasiswa profesi kesehatan yang berbeda melaksanakan pembelajaran interaktif bersama dengan tujuan untuk meningkatkan kolaborasi interprofesional dan

meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan pasien.

WHO (2010) menyatakan bahwa banyak sistem kesehatan di negara-negara

di dunia yang sangat terfragmentasi pada akhirnya tidak mampu menyelesaikan

masalah kesehatan di negara itu sendiri. Hal ini kemudian disadari karena

permasalahan kesehatan sebenarnya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan,

dan untuk dapat memecahkan satu persatu permasalahan tersebut atau untuk meningkatkan kualitas kesehatan itu sendiri, tidak dapat dilakukan hanya dengan

sistem uniprofessional. Kontribusi berbagi disiplin ilmu ternyata memberi

dampak positif dalam penyelesaian berbagai masalah kesehatan.

2.2 Tujuan IPE

Secara umum IPE bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal

peran profesi kesehatan yang lain, sehingga diharapkan mahasiswa akan mampu untuk berkolaborasi dengan baik saat proses perawatan pasien. Proses perawatan

pasien secara interprofessional akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

dan meningkatkan kepuasan pasien (Tim CFHC-IPE, 2013). Menurut Cooper

(2001 dalam Fauziah, 2010) tujuan pelaksanaan IPE antara lain: 1) meningkatkan

pemahaman interdisipliner dan meningkatkan kerjasama; 2) membina kerjasama

yang kompeten; 3) membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien; 4)

meningkatkan kualitas perawatan pasien yang komprehensif. WHO (2010) juga menekankan pentingnya penerapan kurikulum IPE dalam meningkatkan hasil

(24)

Gambar berikut menunjukkan bahwa IPE merupakan langkah yang sangat

penting untuk dapat menciptakan kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan profesional sehingga dapat meningkatkan hasil perawatan.

Gambar 2.1 Sistem Pendidikan Kesehatan

Gambar 2.1 memperlihatkan bagaimana IPE memegang peranan penting

yaitu sebagai jembatan agar di suatu negara collaborative practice dapat

dilaksanakan. IPE berdampak pada peningkatan pemahaman tentang peran,

tanggung jawab, dan untuk mengarahkan siswa agar dapat berpikir kritis dan

menumbuhkan sikap profesional (Yuniawan, 2013).

WHO (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang dampak dari

penerapan collaborative practice dalam dunia kesehatan. Hasil dari penelitian

ternyata sangat menjanjikan bukan hanya bagi negara terkait, namun juga apabila

digunakan di negara-negara lain. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa

collaborative practice dapat meningkatkan 1) keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan, 2) penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai, 3)

(25)

pasien. Disamping itu, collaborative practice dapat menurunkan 1) total

komplikasi yang dialami pasien, 2) jangka waktu rawat inap, 3) ketegangan dan

konflik di antara pemberi layanan (caregivers), 4) biaya rumah sakit, 5) rata-rata

clinical error, dan 6) rata-rata jumlah kematian pasien.

Thistlethwaite dan Monica (2010 dalam Yuniawan, 2013), proses IPE

membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai kemudian

menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan yang

berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah atau untuk peningkatan kualitas

kesehatan. IPE harus menjadi bagian dari partisipasi dosen dan mahasiswa terhadap sistem pendidikan tinggi ilmu kesehatan. Dosen dan mahasiswa

merupakan elemen penting dalam IPE serta modal awal untuk terjadinya

collaborative practice di suatu negara. Oleh karena itu, sebagai sesuatu hal yang baru, IPE haruslah pertama-tama dipahami konsep dan manfaatnya oleh para

dosen yang mengajar mahasiswa agar termotivasi untuk mewujudkan IPE dalam

proses pendidikannya (Yuniawan, 2013).

Secara umum IPE mengandung beberapa elemen berikut, yang setidaknya

harus dimiliki agar konsep pembelajaran ini dapat dilaksanakan dalam pendidikan

profesi kesehatan di Indonesia yaitu kolaborasi, komunikasi yang saling

menghormati, refleksi, penerapan pengetahuan dan keterampilan, dan pengalaman

dalam tim interprofesional. Konsep inilah yang seharusnya ditanamkan oleh dosen

kepada mahasiswa sejak awal proses pendidikan. Untuk mampu terlibat dalam

IPE dalam pendidikan kesehatan di Indonesia, dosen setidaknya memahami elemen-elemen yang diperlukan dalam pelaksanaan IPE sehingga mampu

(26)

2.3 Aplikasi Konsep Kurikulum IPE

Kurikulum IPE tidak dapat dipisahkan dari bagian kolaborasi

interprofesional. Interprofessional education dapat meningkatkan kompetensi

tenaga kesehatan terhadap praktik kolaborasi. Kompetensi tersebut meliputi

pengetahuan, sklill, attitute dan perilaku terhadap kolaborasi interprofesi. Hal

tersebut akan membuat tenaga kesehatan lebih mengutamakan bekerjasama dalam

melakukan perawatan pada pasien ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 2.2 Aplikasi Konsep Kurikulum IPE (ACCP, 2009)

2.4 Kompetensi IPE

Proses pembelajaran IPE membutuhkan pengajar (dosen) yang memiliki

kompetensi pembelajaran IPE. Freeth et al., (2005) mengungkapkan kompetensi

(27)

fokus tertentu dari pembelajaran interprofesional di mana staf pendidik

berkontribusi, 3) model peran yang positif, 4) pemahaman yang dalam terhadap metode pembelajaran interaktif dan percaya diri dalam

menerapkannya, 5) kepercayaan dan fleksibilitas untuk menggunakan

perbedaan profesi secara kreatif dalam kelompok, 6) menghargai perbedaan dan

kontribusi unik dari masing-masing anggota kelompok, 7) menyesuaikan

kebutuhan individu dengan kebutuhan kelompok, dan 8) meyakinkan dan

memiliki selera humor dalam menghadapi kesulitan. Kompetensi yang diharapkan

dimiliki oleh mahasiswa dengan metode pembelajaran IPE adalah kemampuan untuk mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk berkolaborasi.

Barr (1998) menjelaskan kompetensi kolaborasi yaitu yaitu: 1) memahami

peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas, 2) bekerja

dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan dan

pengobatan pasien, 3) bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan,

dan memantau perawatan pasien, 4) menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain, 5) memfasilitasi pertemuan interprofesional, dan 6)

memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.

Kompetensi IPE terdiri atas empat bagian yaitu:

Tabel 2.1 Kompetensi IPE (ACCP, 2009)

No. Kompetensi IPE Komponen Kompetensi IPE

1. Kompetensi

pengetahuan

Strategi koordinasi

(28)

2. Kompetensi keterampilan

Pemantauan kinerja secara bersama-sama

3. Kompetensi sikap

Orientasi tim (moral)

Hambatan-hambatan yang mungkin muncul adalah penanggalan akademik,

peraturan akademik, struktur penghargaan akademik, lahan praktek klinik,

masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian profesional, evaluasi,

pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan pengajar

interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan administrasi, tingkat persiapan

peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan, beasiswa, sistem penggajian, dan komitmen terhadap waktu

(ACCP, 2009). Sangat penting untuk mengatasi hambatan-hambatan ini sebagai

persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang lebih baik demi praktik

(29)

3. Persepsi 3.1 Definisi Persepsi

Ben (2009 dalam Yuniawan, 2013) berpendapat bahwa presepsi merupakan

suatu proses atau pandangan dimana seseorang mengorganisasikan dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensorisnya dalam usahanya memberikan suatu

makna tertentu dalam lingkungannya. Persepsi adalah suatu proses

mengorganisasi dan menginterpretasi informasi yang diterima oleh panca indra

sensori, tidak hanya melihat dan mendengar secara fisik saja namun juga terhadap

maksud dari pola sebuah informasi yang didapatkan. Persepsi juga merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima pancaindra,

kemudian stimulus diantar ke otak di mana ia didekode serta diartikan dan

selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari (Maramis, 2006).

3.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Siagian (1999 dalam Tobing, 2007), secara umum terdapat tiga

faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:

1. Diri sendiri

Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi

tentang apa yang dilihatnya, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual seperti

sikap, motif, minat, pengalaman, dan harapan.

2. Sasaran

Sasaran dapat berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran

tersebut berpengaruh terhadap presepsi seseorang yang melihatnya. Hal-hal yang menentukan presepsi seseorang terhadap sasaran adalah gerakan, suara, ukuran,

(30)

3. Situasi

Faktor situasi menjadi faktor ketiga yang dapat mempengaruhi seseorang terhadap persepsinya. Dalam hal ini, tinjauan terhadap persepsi dapat dilihat

secara kontekstual yang berarti dalam situasi tertentu, apabila persepsi muncul

maka akan mendapat perhatian secara langsung oleh seseorang.

3.3 Persepsi pada IPE

Persepsi dosen pada IPE adalah hal yang sangat berpengaruh dalam

pencapaian IPE ke depan karena merupakan suatu pendekatan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan kurikulum IPE (HPEQ-Project, 2011). ACCP (2009)

menyebutkan bahwa komponen persepsi pada IPE terdiri dari:

1. Pandangan: Proses individu menginterpretasikan IPE sebagai sebuah

makna yang berarti.

2. Kebutuhan: Segala sesuatu yang harus dipenuhi dengan cara bekerja

sama secara profesional.

3. Pemahaman: Kemampuan untuk memahami tugas antarprofesi.

4. Motivasi 4.1 Definisi Motivasi

Menurut Manullang (1982 dalam Dahlia, 2010) motivasi adalah pemberian

motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat

(31)

didorong untuk bertindak. Motivasi adalah pengaruh, kekuatan yang

menimbulkan kelakuan.

Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah sesuatu yang bersifat dinamis dan

merupakan suatu proses yang dapat menimbulkan prilaku dalam bentuk kesiapan

untuk mencapai tujuan dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu.

4.2 Teori Motivasi

Beberapa teori tentang motivasi yaitu:

4.2.1 Teori Kebutuhan

Teori kebutuhan Maslow menurut Swansburg (2001 dalam Dahlia, 2010) terdiri dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan

aktualisasi diri. Teori ini didasari oleh asumsi bahwa manusia tidak pernah puas,

artinya jika kebutuhan fisiologis terpenuhi maka individu termotivasi untuk

memenuhi kebutuhan berikutnya.

Begitu pula dengan kebutuhan dosen akan meningkatkan motivasinya dalam

bekerja. Sehingga motivasi harus terus menerus digerakkan secara bebas, melalui rangsangan dan respon yang tidak berhenti pada satu titik pencapaian. Melalui

IPE diharapkan dapat meningkatkan motivasi dosen yang lebih dinamis dan

berkelanjutan.

4.2.2 Teori Harapan

Teori harapan (ekspektasi) yang dikembangkan oleh Vroom (1964 dalam

Erwina, 2007) menyatakan bahwa kuatnya kecendrungan untuk bertindak dalam

suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran

(32)

memotivasi seseorang untuk menjalankan tingkat upaya yang lebih tinggi bila ia

mayakini upaya untuk kinerja yang lebih baik seperti kenaikan gaji, promosi jenjang kerja, dan lain-lain.

4.2.3 Teori Keadilan

Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam (1965 dalam Erwina, 2007)

menyatakan bahwa yang menentukan kinerja seoran pegawai adalah rasa adil atau

tidaknya keadaan di lingkungan kerjanya. Tingkat keadilan itu dapat diukur

dengan rasio antara kerja dan upah yang diterima seorang pegawai lain dalam satu

lingkungan kerja yang sama.

Komponen utama teori ini terdiri dari: 1) masukan (input) yaitu sesuatu yang

bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti

pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah kerja, dan peralatan pribadi yang

digunakan untuk pekerjaannya. 2) hasil (outcome), sesuatu yang dianggap

bernilaioleh pegawai yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti gaji, keuntungan

sampingan, simbol status, fasilitas, penghargaan, serta kemampuan untuk berhasil. 3) perbandingan antara masukan dan hasil, seseorang akan membandingkan

masukan dan hasilnya dengan orang lain (Erwina, 2007).

4.3 Motivasi pada IPE

Menurut Manulang (1982 dalam Dahlia, 2010), teori motivasi dibagi atas 3

bagian; teori kebutuhan, teori keadilan, dan teori harapan (ekspektasi).

(33)

Pada dasarnya teori harapan (ekspektasi) menyatakan bahwa kekuatan dan

kecendrungan untuk bertindak dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil tertentu serta

pada daya tarik hasil tersebut bagi individu. Oleh karena itu, teori ini

mengemukakan tiga variabel berikut ini:

1. Daya tarik: Pentingnya individu mengharapkan outcome dan penghargaan

yang mungkin dapat dicapai dalam bekerja. Variabel ini

mempertimbangkan kebutuhan individu yang tidak terpuaskan.

2. Harapan: Keyakinan individu bahwa dengan menunjukkan kinerja pada

tingkat tertentu aka mencapai outcome yang diinginkan.

3. Kemauan: Dorongan dari dalam diri individu untuk menggunakan

sejumlah upaya tertentu akan menghasilkan kinerja (Erwina, 2007).

Motivasi dosen berdasarkan teori harapan (ekpektasi) sangat diperlukan untuk

kesiapan pencapaian kompetensi IPE.

5. Kesiapan

5.1 Definisi Kesiapan

Kesiapan (readiness) merupakan keseluruhan sifat atau kemauan yang

membuat seseorang beraksi dengan cara tertentu. Kesiapan juga diartikan sebagai

keseluruhan kondisi seseorang atau individu untuk menanggapi atau

mempraktekkan suatu kegiatan yang mana sikap tersebut membuat mental,

(34)

5.2 Kesiapan pada IPE

Menurut Parsell dan Bligh (2009 dalam Yuniawan, 2013), kesiapan dapat dilihat dari antusiasme dosen dan keinginan dosen terhadap penerimaan sesuatu

yang baru. Kesiapan dosen sangat mempengaruhi pelaksanaan IPE. Dosen yang

siap dan mampu untuk menerapkan IPE adalah syarat mutlak dari penerapan IPE.

Kesiapan IPE dapat dilihat dengan dua domain umum yaitu: 1) Kolaborasi, 2)

peran dan tanggung jawab. Kedua domain ini saling berhubungan dalam

membangun kesiapan untuk penerapan IPE.

Peran dan tanggung jawab merupakan suatu hal yang penting karena hal ini menjadi ciri khas profesi yang akan membedakan dengan profesi lain. Pullon

(2008 dalam Fauziah, 2010) menjelaskan peran dan tanggung jawab adalah

komponen kunci dari sebuah profesionalisme yang merupakan bagian integral

dari filosofi pelayanan kesehatan. Peran dan tanggung jawab harus dikembangkan

seiring perkembangan zaman. Ini dapat dilakukan melalui interaksi dengan profesi

lain untuk membentuk dasar pemahaman mengenai interprofesional antar tenaga kesehatan.

Kerja sama dalam kolaborasi merupakan salah satu kompetensi yang harus

dimiliki mahasiswa dalam IPE. Kompetensi kolaborasi meliputi: 1) kekompakan

tim, yaitu kekuatan tim yang membuat anggotanya untuk tetap setia menjadi

bagian sebuah tim yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi

sebuah tim, 2) saling percaya, yaitu sebuah sikap positif dari anggota tim terhadap

anggota yang lainnya, meliputi perasaan, mood dan lingkungan internal kelompok, 3) berorientasi kolektif, maksudnya sebuah keyakinan bahwa

(35)

personal dalam menyelesaikan persoalan, 4) mementingkan kerja sama, yaitu

sikap positif yang ditunjukkan anggota tim dengan mengacu pada bekerja sebagai tim (ACCP, 2009).

Peran dosen dalam IPE diharapkan mampu membentuk peserta didik yang

dapat memahami tugas dan kewenangan masing-masing profesi sehingga akan

muncul tanggung jawab yang sesuai dalam penyelesaian suatu masalah. Peran dan

tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk kesiapan dan

pencapaian kompetensi IPE.

6. IPE dalam Konsep Berubah

Pengembangan IPE di institusi pendidikan kesehatan tidak terlepas dari

konsep berubah. Perubahan merupakan suatu proses di mana terjadinya peralihan

atau perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis.

Perubahan dapat mencakup keseimbangan personal, sosial maupun organisasi

untuk dapat menerapkan ide atau konsep terbaru dalam mencapai tujuan tertentu. Hidayat (2008 dalam Yuniawan, 2013) mengungkapkan bahwa seseorang yang

akan berubah harus memiliki konsep tentang perubahan yang tercantum dalam

tahap proses perubahan agar perubahan tersebut menjadi terarah dan mencapai

tujuan yang ada. Tahapan tersebut meliputi unfreezing, moving dan refreezing.

Tahap Pencairan (unfreezing) merupakan tahap awal. Pada kondisi ini mulai

muncul persepsi terhadap hal yang baru. Persepsi mencakup penerimaan stimulus,

pengorganisasian stimulus dan penterjemahan atau penafsiran stimulus yang telah terorganisir yang akhirnya mempengaruhi pembentukan sikap. Persepsi

(36)

internal terdiri dari karakteristik individu, pengalaman dan pengetahuan.

Sedangkan faktor eksternal yaitu stimulus dan lingkungan sosial. Sikap dapat diartikan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek tertentu, apabila

dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon (Tobing,

2007). Sikap dosen yang positif pada IPE mendorong untuk berperilaku

mendukung sistem IPE yang baru.

Berikutnya merupakan tahap bergerak (moving). Pada tahap ini sudah dimulai

adanya suatu pergerakan ke arah sesuatu yang baru. Tahap ini dapat terjadi

apabila seseorang telah memiliki informasi yang cukup serta kesiapan untuk berubah, juga memiliki kemampuan dalam memahami masalah serta mengetahui

langkah-langkah dalam menyesuaikan masalah atau hambatan dalam penerapan

IPE.

Akhirnya, tahap pembekuan (freezing), yaitu ketika telah tercapai tingkat atau

tahapan yang baru. Proses pencapaian yang baru perlu dipertahankan dan selalu

terdapat upaya mempertahankan perubahan yang telah dicapai. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perubahan yaitu proses penerimaan terhadap model

pembelajaran terintegrasi setelah dilakukan pergerakan dan merasakan adanya

manfaat dari pembelajaran IPE ini.

7. Kerangka Teori

Pengembangan IPE di institusi pendidikan kesehatan tidak terlepas dari

konsep berubah. Sebagai gambaran dalam mengubah sistem pendidikan yang

(37)

Gambar 2.3 Kerangka Teori Langkah 1 Pencairan (Unfreezing) Sistem

Pembelajaran yang Terfragmentasi

Presepsi

Motivasi

Kesiapan

Langkah 2 Bergerak (Moving) Integrasi Sistem Pembelajaran

Langkah 3 Pembekuan (Refreezing) Interprofessional Education

1. Memiliki informasi

2. Memiliki kemampuan

3. Mengetahui langkah menyelesaikan hambatan

1. Kompetensi dalam IPE 2. Manfaat IPE

(38)

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Keterangan :

: Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian

IPE Presepsi Dosen

1. Pandangan pada IPE 2. Kebutuhan pada IPE 3. Pemahaman pada IPE

(ACCP , 2009)

Kesiapan Dosen

1. Kolaborasi pada IPE 2. Peran dan tanggung jawab

pada IPE

(Parsell & Bligh, 2009 dalam Yuniawan, 2013)

Motivasi Dosen

1. Daya tarik pada IPE 2. Harapan pada IPE 3. Kemauan pada IPE

(39)

Komponen presepsi pada IPE terdiri dari pandangan dosen pada IPE,

kebutuhan dosen pada IPE, dan pemahaman dosen pada IPE. Komponen motivasi pada IPE terdiri dari daya tarik dosen pada IPE, harapan dosen pada IPE, dan

kemauan dosen pada IPE. Dan komponen kesiapan pada IPE terdiri dari

kolaborasi dosen pada IPE dan peran dan tanggung jawab dosen pada IPE.

2. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Persepsi Pandangan untuk

mengembangkan IPE

3. Kesiapan Kemauan untuk

(40)

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, jenis penelitian kuantitatif,

dengan metode pengambilan data secara cross sectional artinya pengukuran

variabel hanya dilakukan satu kali pada satu waktu, dan tidak melihat hubungan

sebab akibat berdasarkan perjalanan waktu (Dharma, 2011). Metode ini

digunakan untuk mengetahui persepsi, motivasi, dan kesiapan dosen Fakultas

Ilmu Kesehatan USU pada metode pembelajaran IPE.

2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi Penelitian

Fakultas Ilmu Kesehatan terdiri atas Fakultas Keperawatan, Fakultas

Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, dan Fakultas Psikologi. Berdasarkan kondisi di lapangan, tenaga

kesehatan yang sering berkolaborasi adalah perawat dan dokter sebagai mitra yang paling penting dalam pelayanan kesehatan. Maka dari itu, kriteria inklusi

pada penelitian ini adalah dosen Fakultas Keperawatan (FKep) dan Fakultas

Kedokteran (FK) USU. Sedangkan kriteria ekslusi adalah dosen Fakultas

Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas

Psikologi. Menurut data yang didapatkan oleh peneliti dari direktori USU (2014),

terdapat 28 dosen Fkep yang tersebar di enam departemen, dan 241 dosen FK

(41)

2.2 Sampel Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menentukan jumlah sampel berdasarkan formula Arikunto (2002 dalam Dharma, 2011) sebesar 20%, dimana syarat yang

ditetapkan yaitu jumlah total populasi lebih dari 100 orang telah memenuhi syarat.

Dengan demikian, berdasarkan rumus:

54

didapatkan hasil untuk total sampel berjumlah 54 orang dosen.

Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menggunakan probability

sampling dengan metode random sampling (pengambilan sampel secara acak). Metode tersebut dipilih karena karakteristik populasi cendrung homogen, dan

populasi tidak menyebar secara geografis. Sedangkan cara untuk pengambilan

sampel menggunakan simple random sampling karena n (jumlah sampel) tidak

kurang dari 30 dengan kelebihan sederhana dan mudah dilakukan.

Kriteria sampel penelitian ini adalah: 1) Dosen Fkep atau dosen FK USU, 2)

Bersedia menjadi responden, 3) Bukan termasuk dalam responden uji validitas.

Dari jumlah 54 orang dosen yang menjadi target responden, hanya 47 orang

dosen yang berkenan menjadi responden dan dari kuesioner yang telah dibagikan,

jumlah kuesioner yang berhasil dikumpulkan kembali adalah 43 kuesioner.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Keperawatan dan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Peneliti memilih Fkep dan FK USU sebagai tempat

(42)

berkembang di USU sejak tahun 2014. Penelitian dilakukan pada bulan Maret -

Juni 2015.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini mempertimbangkan tiga aspek penting terkait dengan etik yaitu

Informed Consent, Anonimity, dan Confidentiality. Secara administrasi diawali dari izin atau persetujuan dari institusi pendidikan FKep USU, dan telah disetujui

oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan FKep USU, dilanjutkan dengan

mengajukan surat permohonan penelitian kepada Dekan Fkep dan FK USU.

Setelah mendapat persetujuan dari Dekan FKep dan FK USU, diteruskan kepada Bidang Kepegawaian masing-masing fakultas. Peneliti selanjutnya merekrut calon

responden yang memenuhi kriteria penelitian. Responden yang telah terpilih akan

diberi penjelaan tentang maksud, tujuan, prosedur penelitian yang dilakukan

kepada responden yang telah dipilih. Kemudian peneliti menanyakan kepada

responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Jika responden bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka peneliti

akan memberikan surat persetujuan (Informed Consent) untuk ditanda tangani.

Bila responden tidak bersedia menandatangani Informed Consent, responden

dapat menyampaikan persetujuanya secara lisan. Tetapi apabila responden

menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, peneliti tidak memaksa dan

tetap menghormati hak responden.

Kepada responden yang setuju mengikuti penelitian ini, peneliti akan memberi

kuesioner. Dalam menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak

(43)

pengumpulan data. Peneliti menjamin kerahasiaan (Confidentiality) responden dan data-data responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

5. Instrumen Penelitian 5.1 Kuesioner Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk

mengukur persepsi, motivasi, dan kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU

pada IPE. Pengukuran persepsi menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti

sesuai dengan tujuan penelitian dan kerangka konsep penelitian. Jenis skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Menurut Hidayat (2008 dalam

Fauziah, 2010) skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi

seseorang tentang gejala atau masalah yang ada atau yang dialaminya. Instrumen

ini menggunakan 4 (empat) skala Likert dengan tujuan untuk memudahkan

responden menentukan pilihan jawaban.

Pengukuran motivasi menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti sesuai

dengan tujuan penelitian dan kerangka konsep penelitian. Instrumen ini

menggunakan 4 (empat) skala Likert. Tabel 4.1 Instrumen Persepsi

Komponen Favorable Unfavorable Jumlah

Pandangan pada IPE 1,2,3 10 4

Kebutuhan pada IPE 4,6,11 7 4

Pemahaman pada IPE 5,8,9 3

(44)

Tabel 4.2 Instrumen Motivasi

Pengukuran kesiapan menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian dan kerangka konsep penelitian. Instrumen ini

menggunakan 4 (empat) skala Likert.

Tabel 4.3 Instrumen Kesiapan

Komponen Favorable Unfavorable Jumlah

Kolaborasi pada IPE 25,28,29,31 22 5

Peran dan tanggung jawab pada IPE

23,24,26,32 27,30 6

Jumlah 8 3 11

Menurut Muller (2013) persepsi dikategorikan menjadi baik dan buruk, sehingga data persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE

dikategorikan menjadi baik dan buruk. Data persepsi dosen Fakultas Ilmu

Kesehatan USU pada IPE digolongkan menjadi:

28<X<44 Baik

11<X<27 Buruk

Komponen Favorable Unfavorable Jumlah

Daya tarik pada IPE 12,13 15 3

Harapan pada IPE 16,17,18,20 4

Kemauan pada IPE 14,21 19 2

(45)

Sedangkan data motivasi dan kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU

pada IPE dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Data motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan pada IPE digolongkan menjadi:

30<X<40 Tinggi

20<X<29 Sedang

10<X<19 Rendah (Muller, 2013)

Data kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan pada IPE digolongkan menjadi:

33<X<44 Tinggi

22<X<32 Sedang

11<X<21 Rendah (Tyastuti, Onishi, Ekayanti, & Kitamura, 2014)

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas berarti untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Suatu alat ukur yang valid tidak

sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat tetapi juga harus memberikan

gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa

pengumpulan itu mampu memberikan gambaran mengenai perubahan

sekecil-kecilnya diantara subjek yang satu dengan yang lain (Azwar, 2005).

Ketiga instrumen dimodifikasi oleh peneliti, sehingga perlu dilakukan uji

validitas dan realibilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Uji validitas

yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas isi yaitu uji validitas pada

pakar atau orang yang ahli melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan

(46)

hendak diukur, dan memiliki validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan

kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria. Dikatakan valid

apabila nilai Content Validity Index (CVI) lebih besar dari 0.80 (Dharma, 2011).

Nilai CVI pada penelitian ini adalah 0.81. Maka dari itu dapat dimaknai bahwa

hasil > CVI (0.81 > 0.80).

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya. Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien dengan angka

0 sampai 1.00. Semakin tinggi koefisien mendekati angka 1.00 berarti reliabilitas

instrumen semakin tinggi. Nilai koefisien reliabilitas yang baik adalah 0.7-0.8 (cukup baik), di atas 0.8 (baik).

Selanjutnya untuk menghitung reliabilitas instrumen digunakan rumus Cronbach’s Alpha sebagai berikut:



Uji reliabilitas telah dilakukan pada 30 orang dosen Fakultas Ilmu Kesehatan

pada bulan Maret 2015. Instrumen yang diuji yaitu kuesioner persepsi, motivasi,

dan kesiapan yang berjumlah 32 pernyataan. Dari hasil analisa sistem

(47)

maka didapat nilai reliabilitas 0.852. Dengan demikian, kuesioner tersebut

dinyatakan reliabel karena memiliki nilai reliabilitas > 0.7.

7. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini merupakan data primer, dimana data di

dapat dari hasil pengukuran oleh peneliti. Adapun tahap-tahap pengumpulan data

dimulai dari meminta surat izin dari Institusi Pendidikan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian, kemudian dikirimkan ke

FKep dan FK USU, setelah mendapat izin dari Dekan, kemudian peneliti

melakukan pengumpulan data.

Pengumpulan data dilakukan terlebih dahulu menjelaskan kepada pasien dan

keluarga tentang tujuan dan manfaat penelitian. Jika pasien dan keluarga setuju,

diminta menandatangani informed consent yang disediakan peneliti kemudian

menjelaskan kepada responden tentang cara pengisian kuesioner yang diberikan

peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak dimengerti.

Setelah kuesioner diisi, kuesioner tersebut dikumpulkan kembali dan diperiksa kelengkapannya. Apabila ada yang belum lengkap maka kuesioner tersebut

dilengkapi pada saat itu juga.

8. Analisa Data

Melakukan analisa terhadap suatu penelitian digunakan statistik terapan yang

disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis. Analisa data dalam penelitian

ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu editing untuk memeriksa kelengkapan

(48)

setiap kuesioner diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan

tabulasi data. Pengolahan data dilakukan dengan teknik komputerisasi untuk analisis data deskriptif yaitu analisis distribusi frekuensi dan univariat. Data yang

telah diolah selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

presentase untuk mendeskripsikan data demografi, persepsi, motivasi, dan

(49)

mengenai persepsi, motivasi, dan kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU

pada IPE. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 28 Maret sampai tanggal 24

Juni 2015.

1. Hasil Penelitian 1.1 Karakteristik Dosen

Dari 43 orang dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU, didapatkan karakteristik dosen mencakup jenis kelamin, asal fakultas, pernah mendengar IPE, dan pernah

mendapatkan materi IPE. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, didapatkan

hasil jumlah dosen FKep sebanyak 6 orang (14.0%) dan dosen FK sebanyak 48

orang (86.0%). Data yang menunjukkan jenis kelamin pada dosen FKep dan

dosen FK adalah 13 orang (30.2%) laki-laki dan 30 orang (69.8%) perempuan.

Dosen yang pernah mendengar IPE sebanyak 23 orang (53.5%) dan tidak pernah

mendengar IPE sebanyak 20 orang (46.5%). Dosen yang pernah mendapat materi IPE sebanyak 3 orang (7.0%) dan tidak pernah mendapat materi IPE sebanyak 40

orang (93.0%). Berikut tabel distribusi frekuensi karakteristik demografi dosen

(50)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik demografi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU

Karakteristik Demografi Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin Pernah Mendapat Materi

IPE

Data persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE dideskripsikan

menggunakan rumus persentase dan digolongkan menjadi baik dan buruk

(Fauziah, 2010 dalam Yuniawan, 2013). Berikut tabel distribusi frekuensi persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE.

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan pada IPE

Kategori FKep FK Total

(51)

Untuk mengetahui lebih dalam tentang persepsi dosen Fakultas Ilmu

Kesehatan USU pada IPE, dilakukan analisis pada komponen persepsi IPE yang meliputi pandangan, kebutuhan, dan pemahaman pada IPE.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi komponen persepsi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan pada IPE

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa pandangan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan

baik (85.0%) pada IPE. Kebutuhan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan juga dalam

kategori baik (86.2%). Begitu pula dengan pemahaman dosen Fakultas Ilmu

Kesehatan pada IPE dalam kategori baik sebesar 73.9%. Dari ketiga komponen tersebut, kebutuhan pada IPE berada pada proporsi tertinggi dibanding komponen

persepsi lainnya.

Secara rinci, pandangan dosen FKep pada IPE dalam kategori baik (83.8%),

kebutuhan dosen FKep pada IPE baik (83.3%), dan pemahaman dosen FKep pada

IPE baik (66.7%). Pandangan dosen FK pada IPE dalam kategori baik (86.5%),

kebutuhan dosen FK pada IPE baik (89.2%), dan pemahaman dosen FK pada IPE baik (81.1%). Berdasarkan ketiga komponen persepsi tersebut, komponen

kebutuhan pada IPE merupakan komponen yang lebih tinggi dibanding komponen

lainnya.

1.3 Motivasi pada IPE

Data motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE

(52)

(T), sedang (S), dan rendah (R) (Arikunto, 2010). Berikut tabel distribusi

frekuensi motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE.

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan pada IPE

Kategori FKep FK Total

Tabel 5.4 menunjukkan motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU berada

pada kategori sedang sebesar 69.8%. Secara rinci, motivasi dosen FKep pada IPE

tinggi (66.7%) dan motivasi dosen FK pada IPE sedang (75.7%). Dikarenakan proporsi motivasi dosen FK lebih besar pada kategori sedang (75.7%) dibanding

dosen FKep pada kategori tinggi (66.7%), hal tersebut menyebabkan motivasi

dosen Fakultas Ilmu Kesehatan berada pada kategori sedang (69.8%).

Untuk mengetahui lebih dalam tentang motivasi dosen Fakultas Ilmu

Kesehatan USU pada IPE, dilakukan analisis pada komponen motivasi IPE yang

meliputi daya tarik, harapan, dan kemauan pada IPE.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi komponen motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Komponen

Tabel 5.5 menunjukkan komponen motivasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan

USU pada IPE. Daya tarik dosen Fakultas Ilmu Kesehatan berada pada kategori

sedang (55.8%), harapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan tinggi (71.6%), dan

(53)

Secara rinci, daya tarik dosen FKep tinggi (66.7%), harapan dosen FKep

tinggi (100%), dan kemauan dosen FKep tinggi (66.7%) pada IPE. Daya tarik dosen FK sedang (78.4%), harapan dosen FK tinggi (43.3%), dan kemauan dosen

FKep sedang (59.5%) pada IPE.

1.4 Kesiapan pada IPE

Data kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU pada IPE dideskripsikan

dengan persentase dan digolongkan menjadi tinggi, sedang, dan rendah

(Yuniawan, 2013).

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan pada IPE

Kategori FKep FK Total

Tabel 5.6 menunjukkan distribusi frekuensi kesiapan dosen Fakultas Ilmu

Kesehatan USU pada IPE dalam kategori sedang sebesar 53.5%. Secara rinci,

kesiapan dosen FKep pada IPE tinggi (83.3%) dan kesiapan dosen FK pada IPE

sedang (59.5%).

Untuk mengetahui lebih dalam tentang kesiapan dosen Fakultas Ilmu

Kesehatan USU pada IPE, dilakukan analisis terhadap komponen kesiapan IPE

yang meliputi kolaborasi, peran dan tanggung jawab pada IPE.

(54)

Sumber: Data Primer

Tabel 5.7 menunjukkan komponen kolaborasi dosen Fakultas Ilmu Kesehatan

USU pada IPE sedang (51.8%) dan komponen peran dan tanggung jawab juga

berada pada kategori sedang (68.2%). Secara rinci, komponen kolaborasi dosen

FKep tinggi (66.7%) dan komponen peran dan tanggung jawab dosen FKep tinggi

(50.0%). Komponen kolaborasi dosen FK sedang (70.3%) dan komponen peran

dan tanggung jawab dosen FK juga sedang (86.5%). Dikarenakan proporsi dosen

FK lebih dominan dibandingkan FKep, maka hasil komponen kesiapan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan berada pada kategori sedang.

2. Pembahasan 2.1 Persepsi pada IPE

Persepsi adalah suatu proses mengorganisasi dan menginterpretasi informasi

yang diterima oleh panca indra sensori, tidak hanya melihat dan mendengar secara fisik saja namun juga terhadap maksud dari pola sebuah informasi yang

didapatkan. Persepsi juga merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus

(rangsangan) yang diterima pancaindra, kemudian stimulus diantar ke otak di

mana ia didekode serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan pengalaman

yang disadari (Maramis, 2006). Menurut Siagian (1999 dalam Tobing, 2007),

secara umum terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu

diri sendiri, sasaran, dan situasi.

Faktor diri sendiri yaitu apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya, ia dipengaruhi oleh

karakteristik individual seperti sikap, motif, minat, pengalaman, dan harapan.

(55)

tersebut berpengaruh terhadap presepsi seseorang yang melihatnya. Hal-hal yang

menentukan presepsi seseorang terhadap sasaran adalah gerakan, suara, ukuran, dan ciri-ciri seseorang. Dan faktor situasi menjadi faktor ketiga yang dapat

mempengaruhi seseorang terhadap persepsinya. Dalam hal ini, tinjauan terhadap

persepsi dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi tertentu,

apabila persepsi muncul maka akan mendapat perhatian secara langsung oleh

seseorang (Siagian, 1999 dalam Tobing, 2007). Faktor-faktor persepsi tersebut

sangat berpengaruh dalam pencapaian IPE ke depan karena merupakan suatu

pendekatan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan kurikulum IPE (HPEQ-Project, 2011).

Dalam pelaksanaan kurikulum IPE, ACCP (2009) menyebutkan terdapat tiga

komponen persepsi yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang, dalam hal ini

dosen FKep dan dosen FK USU. Tiga komponen persepsi tersebut yaitu

pandangan, kebutuhan, dan pemahaman pada IPE.

Hasil pengukuran persepsi menunjukkan bahwa dosen Fakultas Ilmu Kesehatan USU mempunyai persepsi yang baik (81.4%) pada IPE. Secara rinci,

persepsi dosen FKep baik (66.7%) dan persepsi dosen FK juga baik (83.8%).

Hasil komponen kebutuhan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan pada IPE

menunjukkan hasil tertinggi (86.2%). Secara rinci, komponen pandangan dosen

FKep pada IPE tertinggi (83.8%) dan komponen kebutuhan dosen FK tertinggi

(89.2%) dibanding komponen lainnya.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa dosen FKep memiliki pandangan yang baik pada IPE sebagai suatu sistem pembelajaran bersama antar mahasiswa

(56)

antar tenaga kesehatan, merupakan sistem pembelajaran yang bagus, dan IPE akan

mengalami hambatan bila di terapkan di USU.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dosen FK membutuhkan

kontribusi dosen dari profesi lain dalam mengajar, membutuhkan IPE agar dapat

membuat mahasiswa program studi ilmu-ilmu kesehatan lebih berkompeten dan

dapat berkomunikasi terapetik lebih baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniawan (2013) menyatakan bahwa

mayoritas dosen FKIK Unsoed memiliki persepsi baik terhadap IPE dan tidak ada

nilai persepsi yang buruk. Penelitian yang dilakukan oleh Netherwood dan Ruth (2014) didapatkan hasil bahwa dosen cendrung memiliki persepsi yang baik pada

IPE. Begitu pula dengan Cameron et al (2009, dalam Fauziah 2010) menunjukkan

peserta IPE Faculty Development Course in May 2006 mempunyai persepsi yang

baik terhadap IPE, dan pemahaman terhadap IPE mempunyai persentase terendah.

Menurut Hall (2005) tingginya kebutuhan pada IPE disebabkan tingginya

tingkat kebutuhan berkolaborasi antar profesi kesehatan. Oleh karena itu penerapan IPE dalam sistem pembelajaran sangat diharapkan demi tujuan

meningkatkan kompetensi masing-masing profesi berdasarkan kompetensinya

(Fauziah, 2010).

2.2 Motivasi pada IPE

Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan

(Wijono, 2010 dalam Halawa, 2014). Motivasi juga sering diartikan sebagai

dorongan. Dorongan tersebut merupakan gerakan untuk melakukan sesuatu dari

jiwa dan jasmaniah. Sehingga juga disebut suatu drifing force yang menggerakkan

Gambar

Tabel Halaman
Gambar 2.1 Sistem Pendidikan Kesehatan
Gambar 2.2 Aplikasi Konsep Kurikulum IPE (ACCP, 2009)
Gambar 2.3 Kerangka Teori
+7

Referensi

Dokumen terkait

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan Mengubah Undang-Undang Darurat Nomor

Tugas Akhir dengan judul “ Aplikasi Pengelolaan Toko Sepatu berbasis Android Web Service ”.. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas

Selain dari keistimewaan, PBK menurut Nasution (1994) mempunyai sejumlah benefit, yaitu: (1) komputer dapat membantu peserta didik dan pendidik

faktor predisposisi anemia pada ibu hamil, yang meliputi: jarak kehamilan, paritas, status gizi, pendidikan, pengetahuan, penghasilan, dan penyakit. Pengambilan

Atas dukungan dan upaya masyarakat di Sulawesi Tengah, Pemerintah Daerah, Rektor UNHAS, Rektor IKIP Ujung Pandang serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, akhirnya status

Kewenangan pembentukan peraturan daerah untuk pemenuhan hak anak dalam perspektif ilmu perundang-undangan harus beranjak dari pandangan untuk mewujudkan pengayoman bagi

Daftar tabel memuat nomor urut tabel, judul tabel, nomor halaman letak tabel. Judul tabel yang memerlukan lebih dari 2 baris diketik dengan spasi tunggal, antara judul tabel yang

Terdapat beberapa penelitian lain antara lain Fransisca (2008) dan Meilyta (2002) yang meneliti tentang faktor yang mempengaruhi harga properti pada daerah Surabaya Barat yaitu