• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Corporate Governance, Leverage, Kualitas Audit dan Employee Diff Terhadap Manajemen Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek In

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Corporate Governance, Leverage, Kualitas Audit dan Employee Diff Terhadap Manajemen Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek In"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Pembahasan mengenai konsep manajemen laba tidak terlepas dari teori keagenan (agency theory). Jensen & Meckling (1976:5) menjelaskan bahwa hubungan keagenan terjadi ketika satu orang atau lebih (prinsipal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Jika kedua belah pihak mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai, maka diyakini agen tidak akan selalu bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Dalam hal ini, prinsipal (principal) adalah investor atau pemegang saham, sedangkan agen (agent) adalah manajemen yang mengelola perusahaan atau manajer.

Eisenhardt, (1989) mengasumsikan bahwa pada dasarnya manusia memiliki tiga sifat dasar yang dapat digunakan untuk menjelaskan teori keagenan yaitu: (1) Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri, (2) Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang, (3) Manusia selalu menghindari resiko.

(2)

prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat, sedangkan agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi (widyaningdiyah, 2001:91).

Konflik keagenan semakin meningkat karena dalam hubungan keagenan, manajer memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan seperti kreditur dan investor. Asimetri informasi ini terjadi ketika menejer memiliki informasi internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut lebih cepat dibandingkan pihak eksternal. Sehingga prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agen dan prinsipal tidak pernah dapat merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan.

Konflik inilah yang dapat menyebabkan prinsipal melakukan pengawasan terhadap agen sehingga menimbulkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan biaya agensi dalam tiga

jenis:

1) Biaya monitoring (monitoring cost), pengeluaran biaya yang dirancang untuk mengawasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh agen.

2) Biaya bonding (bonding cost), untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal, atau untuk meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika agen benar-benar melakukan tindakan yang tepat.

(3)

2.1.2 Manajemen Laba

2.1.2.1 Defenisi Manajemen Laba

Menurut Sulistyanto, (2008:6) manajemen laba adalah “upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi keuangan perusahaan”. Menurut Sulistiawan (2003) dalam Sulistiawan dkk., (2011: 19) mendefenisikan manajemen laba adalah “aktivitas badan usaha untuk memanfaatkan teknik dan kebijakan akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan” .

Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen berusaha memanipulasi laporan keuangan dengan berbagai cara agar laporan keuangan yang disajikan tetap terlihat bagus dan menarik dimata para stakeholders, padahal informasi tersebut tidak menggambarkan kondisi dan

keadaan perusahaan yang sebenarnya.

2.1.2.2 Alasan Melakukan Manajemen Laba

Pada dasarnya manajemen laba terjadi karena terdapat sejumlah motivasi yang mendorongnya. Alasan-alasan tersebut benar-benar mencerminkan kekuatan yang sering kali bisa dikatakan sebagai pendorong para manajer untuk memanipulasi laba yang dilaporakan. Menurut Yushita (2010:57) Faktor-faktor yang memotivasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba adalah sebagai berikut:

(4)

Adanya asimetri informasi mengenai keuangan perusahaan menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka.

2) Kontrak Hutang Jangka Panjang

Semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggan hutang, manajemen akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat ‘memindahkan’ laba periode mendatang ke periode berjalan, yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami technical defauld (kegagalan dalam pelunasan hutang).

3) Motivasi Politis (political motivation)

Perusahaan besar yang menguasai hajat hidup orang banyak akan cenderung menurunkan labanya untuk mengurangi visibilitasnya, misalnya dengan menggunakan praktik atau prosedur akuntansi, khususnya selama periode kemakmuran tinggi.

4) Motivasi Pajak (taxation motivation)

Salah satu insentif yang dapat memicu manajer untuk melakukan rekayasa laba adalah keinginan untuk meminimalkan pajak atau total pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Hal ini karena laba sering dijadikan landasan untuk mengambil keputusan, menyusun kontrak maupun penilaian kinerja suatu manajer.

5) Pergantian CEO (Chief Executive Officer)

Banyak motivasi yng timbul disekitar waktu penggantian CEO. Contohnya, CEO yang mendekati masa pensiun (tugas akhirnya) akan melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya.

6) IPO (Initial Public Offering) Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan sahamnya dipasar modal belum memiliki harga pasar, sehingga terdapat masalah bagaimana menetapkan nilai saham yang ditawarkan. Oleh karena itu, informasi seperti laba bersih dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan, sehingga manajemen perusahaan yang akan go public cenderung melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga lebih tinggi atas sahamnya.

2.1.2.3 Pola Manajemen Laba

Praktek manajemen laba yang dilakukan oleh manajer memiliki beberapa pola yang bergantung pada bentuk intervensi yang dilakukan. Menurut Scott (2000: 306-307), ada empat pola yang digunakan dalam manajemen laba yaitu:

(5)

Pola ini dilakukan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan, dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan.

2) Income Minamization

Dilakukan pada saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya.

3) Income Maximization

Memaksimalkan laba agar memperoleh bonus yang besar. Demikian pula dengan perusahaan yang mendekati suatu pelanggaran kontrak hutang jangka panjang, manajer perusahaan tersebut cendrung untuk memaksimalkan laba.

4) Income smoothing

Merupakan bentuk earning management yang paling sering dilakukan dan paling populer. Lewat income smoothing, manajer menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi.

2.1.2.4 Teknik Manajemen Laba

Menurut Yushita (2010:56) bahwa ada tiga faktor yang dapat dikaitkan dengan munculnya manajemen laba yatiu:

1) Manajemen akrual (accrual manegement).

Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion). 2) Penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib

Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut. 3) Perubahan aktiva secara sukarela

Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akntansi yang ada (Generall Accepted Accounting Principles).

(6)

perusahaan. Karena akrual merupakan perbedaan laba dengan arus kas operasi (Sulistiawan dkk., 2011:51). Makin besar perbedaannya, maka perbedaan itu disebabkan karena aspek akrual atau kebijakan akuntansi. Laba dipengaruhi oleh kebijakan akuntansi sedangkan arus kas oprasional hanya berasal dari transaksi riiil (Sulistiawan dkk., 2011:51). Akrual dapat dibebankan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal accruals atau non discretionary accruals, dan (2) bagian akrual yang merupakan manipulasi data

akuntansi yang disebut dengan abnormal accruals atau discretionary accrual (Luhgianto, 2010:20).

Akrual diskresioner (discretionary accrual ) adalah akrual yang dapat berubah sesuai dengan kebijakan manajemen seperti pertimbangan tentang penentuan umur ekonomis aset tetap atau pertimbangan pemilihan metode depresiasi (Sulistiawan dkk., 2011:51). Akrual nondiskresioner (non discretionary accruals) adalah akrual yang dapat berubah bukan karena

kebijakan atau pertimbangan pihak manajemen, seperti perubahan piutang yang besar karena adanya tambahan penjualan yang signifikan (Sulistiawan dkk., 2011:51). Oleh karena itu, semakin tinggi nilai akrual menunjukkan adanya strategi menaikkan laba dan makin minus nilai akrual menunjukkan adanya strategi menurunkan laba (Sulistiawan dkk., 2011:51).

2.1.3 Corporate Governance

(7)

yang baik (good corporate governance /GCG). Karena sistem corporate governance yang baik memberikan perlingungan efektif kepada para pemegang

saham dan kreditor, sehingga mereka bisa meyakinkan dirinya akan perolehan kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi (Sutedi, 2012:7).

Menurut Sutedi (2012:7) corporate governance (tata kelola perusahaan) adalah “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”. Tujuan corporate governance adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Menurut Siswantaya, (2007:18) sasaran utama corporate governance adalah:

1) Secara internal yaitu adanya sistem dan struktur yang menjamin berjalannya fungsi dari organ-organ perusahaan (RUPS, komisaris dan direksi) secara seimbang. Hal ini berkaitan dengan masalah tersebut antara lain adanya pemenuhan hak-hak pemegang saham secara adil, pengendalian yang efektif oleh dewan komisaris, serta pengelolaan perusahaan yang transparan dan bertanggung jawab oleh direksi.

2) Secara eksternal menyangkut pemenuhan tanggung jawab perusahaan kepada para pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Hal ini terkait dengan bagaimana perusahaan mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tersebut termasuk pemenuhan kewajiban perusahaan untuk taat kepada peraturan yang ada.

Ada beberapa dasar yang harus diperhatikan dalam corporate

governance. Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate

governance yaitu (Kaihatu, 2006:2):

1) Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam

(8)

2) Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

3) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

4) Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan

dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5) Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan

setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Adanya penerapan corporate governance, tidak hanya kepentingan para investor saja yang dilindungi, melainkan juga akan dapat mendatangkan banyak manfaat dan keuntungan bagi perusahaan terkait dan juga pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan (Maksum, 2005:8). Berbagai keuntungan yang diperoleh dengan penerapan corporate governance yaitu (Maksum, 2005:8-9):

1) Proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat. 2) Dihindarinya atau sekurang-kurangnya dapat diminimalkannya

tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan.

3) Nilai perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari meningkatnya kepercayaan mereka kepada pengelolaan perusahaan tempat mereka berinvestasi.

4) Bagi para pemegang saham adanya peningkatan kinerja, dengan sendirinya juga akan menaikkan nilai saham mereka dan juga nilai dividen yang akan mereka terima. Bagi negara, hal ini juga akan menaikkan jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan yang berarti akan terjadi peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. 5) Dalam praktik good corporate governance karyawan ditempatkan

(9)

selanjutnya tentu akan dapat pula meningkatkan produktivitas dan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap perusahaan.

6) Tingkat kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan akan meningkat sehingga citra positif perusahaan akan naik. Hal ini tentu saja akan dapat menekan biaya (cost) yang timbul sebagai akibat tuntutan para stakeholders kepada perusahaan.

7) Penerapan corporate governance yang konsisten juga akan meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. Manajemen akan cendrung untuk tidak melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan, karena adanya kewajiban untuk mematuhi berbagai aturan dan prinsip akuntansi yang berlaku dan penyajian informasi secara transparan.

2.1.3.1 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan

investment banking (Siregar dan Utama, 2006). Adanya kepemilikan

institusional disuatu perusahaan memiliki peran yang sangat penting untuk meminimalisir konflik keagenan yang terjadi antara prinsipal dengan agen. Karena keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme

monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer.

Hal ini disebabkan investor institusional dianggap sebagai sophiscated investor sehingga dapat melakukan fungsi monitoring secara lebih efektif dan tidak mudah mempercayai tindakan manipulasi yang dilakukan oleh manajer seperti manajemen laba.

(10)

karena itu, semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga meningkat (Sabrina, 2010).

2.1.3.2 Kepemilikan Manajemen

Kepemilikan manajemen adalah saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya (Susiana dan Herawaty, 2005). Adanya kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan dapat mengurangi masalah keagenan dan menyelaraskan kepentingan antara manajer dan pemilik. Karena jika proporsi kepemilikan saham manajemen meningkat, maka kinerja perusahaan semakin baik. Hal ini disebabkan saat majemen memiliki saham didalam suatu perusahaan, mereka akan memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik.

2.1.3.3 Komisaris Independen

Komisaris independen mempunyai peran penting dalam aktivitas pengawasan perusahaan. Defenisi komisaris independen menurut ketentuan Bapepam dan LK Nomor Kep-643/BL/2012 adalah:

(11)

hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.

Adanya komisaris independen dalam suatu perusahaan berfungsi sebagai penyeimbang dalam pengambilan keputusan, khususnya dalam rangka memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lainnya yang memiliki keterkaitan dengan perusahaan. Komisaris independen juga dapat bertindak menjadi penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal, mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada manajemen (Ujiyantho dan Pramuka, 2007).

2.1.3.4 Komite Audit

Adanya komite audit memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan perusahaan. Karena komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dengan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian (Nasution dan Setiawan, 2007:7). Defenisi komite audit menurut Surat Keputusan Bapepam dan LK Nomor Kep-643/BL/2012 adalah “ komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris”.

Dalam menjalankan tugasnya, komite audit memiliki tugas-tugas dan tanggung jawab yang telah ditetapkan di dalam Surat Keputusan Bapepam dan LK Nomor Kep-643/BL/2012 adalah sebagai berikut:

(12)

lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten atau Perusahaan Publik;

2) Melakukan penelaahan atas ketaatan tehadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik;

3) Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara manajemen dan Akuntan atas jasa yang diberikannya;

4) Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan Akuntan yang didasarkan pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan fee;

5) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal;

6) Melakukan penelaahaan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko dibawah Dewan Komisaris;

7) Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik;

8) Menelaah dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya potensi benturan kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik; dan

9) Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.

Berdasarkan ketentuan Bapepam dan LK Nomor Kep-643/BL/2012, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen.

2.1.4 Leverage

(13)

hutang”. Karena rasio keuangan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja dari suatu perusahaan, sehingga hasil dari rasio keuangan ini akan menunjukkan kesehatan dari suatu perusahaan.

Ukuran ini juga berhubungan dengan keberadaan dan ketat tidaknya suatu persetujuan utang. Menurut Toto (2008:91) bahwa, “semakin besar jumlah utang maka semakin besar potensi perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan kebangkrutan”. Apabila suatu perusahaan pembiayaanya lebih banyak menggunakan utang, hal ini berisiko akan terjadi kesulitan pembayaran dimasa yang akan datang akibat utang lebih besar dari aset yang dimiliki. Sehingga perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah hutang dibandingkan dengan aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan terancam default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya (Widyaningdyah, 2001:93).

Menurut Kasmir (2008:113) adanya pemahaman terhadap rasio leverave dapat memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut:

1) Dapat menilai kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban pihak lainnya;

2) Menilai kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap;

3) Mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap dengan modal;

4) Guna mengambil keputusan penggunaan sumber dana kedepan.

(14)

rasio leverage secara keseluruhan atau sebagian dari masing-masing jenis solvabilitas yang ada (Kasmir, 2008:154). Penggunaan keseluruhan artinya seluruh jenis rasio yang dimiliki perusahaan, sedangkan sebagaian artinya perusahaan hanya menggunakan beberapa jenis rasio yang dianggap perlu untuk diketahui (Kasmir, 2008:154).

Terdapat dua indikator pengukuran yang sering digunakan dalam variabel leverage yaitu debt to total asset ratio dan debt to equity ratio. Rasio hutang terhadap total aktiva (debt to total asset ratio) diukur dengan membagi antara total hutang dengan total aset, sedangkan rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) diukur dengan cara membagi total hutang perusahaan dengan ekuitas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan debt to total asset ratio (debt ratio) dalam mengukur tingkat leverage.

2.1.5 Kualitas Audit

(15)

Kualitas audit merupakan salah satu pertimbangan penting yang dapat digunakan oleh investor untuk menilai kewajaran dari suatu laporan keuangan. Karena para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor (Rini dan Achmad, 2015:5). Oleh karena itu, auditor diharapkan dapat membatasi praktik kecurangan serta membantu menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat umum terhadap laporan keuangan (Rini dan Achmad, 2015:5). Namun demikian, efektivitas dan kemapuan auditor untuk mendeteksi adanya praktek kecurangan tergantung kepada kualitas dan independensi auditor tersebut (Rini dan Achmad, 2015:5). Oleh karena itu, diharapkan auditor yang berkualitas tinggi dapat meningkatkan kepercayaan investor atas laporan keuangan.

Dalam penelitian ini kualitas audit diproksikan dengan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) tempat auditor bekerja. Karena diasumsikan ukuran KAP berpengaruh terhadap hasil audit yang dilakukan oleh auditornya. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam hal pemberian jasa professional bagi praktek akuntan publik (Rini dan Achmad,2015:5). Ukuran KAP dibedakan menjadi dua yaitu KAP big four dan KAP non big four.

(16)

auditor dari KAP Non Big Four (Isnanta, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa kantor akuntan besar mempunyai reputasi yang lebih baik dalam opini publik. Oleh karena itu, menggunakan auditor Big Four akan meningkatkan kualitas audit dan mengurangi probabilitas perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (Brezel et al., 2009:1153). Selain itu terdapat dugaan bahwa auditor yang memiliki reputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini (Widyaningdyah, 2001:93). Berikut adalah KAP yang termasuk dalam KAP big four di Indonesia:

1) Osman Bing Satrio & Eny berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu (DTT).

2) Purwantono, Suherman & Surja berafiliasi dengan Ernst &Young (E&Y).

3) Siddharta & Widjaja berafiliasi dengan Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG).

4) Tanudiredja, Wibisana & Rekan berafiliasi dengan Pricewaterhouse (PwC)

2.1.6 Ukuran Keuangan dan Nonkeuangan (Financial And Nonfinancial Measures)

(17)

(keberhasilan) dari sesuatu yang direncanakan di dalam organisasi tersebut. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Sundari, 2014). Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menekankan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik (Sundari, 2014).

Adanya kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar yang objektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan (Sundari, 2014). Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien. Kinerja ini harus dinilai secara formal dengan menggunakan ukuran-ukuran dari suatu sistem pengukuran-ukuran kinerja. Kinerja organisasi terdiri dari kinerja keuangan dan kinerja non keuangan . kinerja keuangan adalah kinerja (keberhasilan) yang dinilai berdasarkan ukuran-ukuran angka dalam satuan nilai uang, dengan cara membandingkan realisasi keuangan berdasarkan anggarannya. Sedangkan kinerja nonkeuangan adalah kinerja (keberhasilan) yang dinilai tidak berdasarkan ukuran-ukuran angka dalam satuan uang.

(18)

pengukurannya. Namun, ternyata pengukuran dengan rasio keuangan saja sangat tidak relevan, karena perkembangan perusahaan yang semakin kompleks dan ukuran-ukuran keuangan tidak dapat memberikan gambaran yang riil mengenai keadaaan perusahaan (Sundari, 2014). Berdasarkan penelitian Chow dan Stade, (2006:2) terdapat tiga jenis pengukuran kinerja yaitu ukuran keuangan (financial measures), ukuran non keuangan (nonfinancial measures) dan ukuran subjektif

(subjective measures). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ukuran

nonkeuangan (nonfinancial measures) terbukti lebih baik dibandingkan dengan ukuran keuangan (financial measures) dalam membantu perusahaan mengimplementasikan strateginya.

(19)

2.1.7 Employee Diff

Pendeteksian kecurangan laporan keuangan dengan menggunakan rasio keuangan saja adalah tidak efektif karena hanya akan menghasilkan salah klasifikasi yang tinggi. Hal ini disebabkan rasio-rasio keuangan berasal dari data laporan keuangan yang mungkin saja telah dimanipulasi oleh pihak manajemen. Menurut Brazel et al., (2009) setiap ukuran keuangan memiliki hubungan dengan ukuran nonkeuangan. Oleh karena itu, Brazel et al., (2009) meneliti ukuran-ukuran nonkeuangan yang tersedia di publik seperti jumlah gerai ritel, jumlah gedung dan jumlah karyawan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian Brazel et al., (2009) menunjukkan bahwa perbedaan antara ukuran keuangan dan

nonkeuangan secara efektif dapat digunakan untuk menilai adanya risiko kecurangan

(20)

dibuat oleh perusahaan publik/emiten harus mengungkapkan jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-rata jumlah karyawan selama periode yang bersangkutan. Sehingga data yang dimaksud yaitu jumlah karyawan tersedia untuk publik (Alfiah, 2013).

Adanya pemahaman atas variabel employee diff dapat memberikan peringatan kepada berbagai pihak (seperti direktur, kreditur, investor dan auditor) tentang probabilitas terjadinya kecurangan laporan keuangan. Adanya pemahaman ini akan membatu meminimalisir adanya praktek manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Employee Diff adalah variabel yang digunakan untuk mengukur perbedaan persentase perubahan dalam pendapatan dengan persentase perubahan jumlah karyawan (Brazel et al., 2009:1150). Hasil penelitian Brazel et al., (2009), menunjukkan employee diff untuk perusahaan yang melakukan kecurangan secara signifikan lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu sebagai acuan bagi penulis dalam melakukan penelitian. Berikut beberapa penelitian yang dilakukan oleh para peneliti menjadi landasan dasar pengujian hipotesis dalam penelitian yang dilakukan oleh:

1) Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010)

(21)

kepemilikan manajemen, komie audit, komisaris independen, independensi auditor, leverage, kualitas audit, profitabilitas dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage, kualitas audit dan profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba.

2) Raudhatul Husni (2013)

Penelitian ini berjudul “Pengaruh mekanisme good corporate governance, leverage dan profitabilitas terhadap manajemen laba (studi empiris

perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010)”. Penelitian ini bertujan untuk menguji pengaruh good corporate governance yang meliputi: (kepemilikan institusional, komisaris

independen, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit), serta leverage dan profitabilitas terhadap manajemen laba. Metode analisis dari penelitian ini menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

3) Eva Noor Alfiah (2013)

Penelitian ini berjudul “Analisis penggunaan leverage, kualitas audit dan employee diff dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan (studi

empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indoneisa tahun 2007-2011)”. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh leverage, kualitas audit dan employee diff dalam mendeteksi kecurangan

(22)

berganda. Hasil penelitian menunjukkan hanya leverage yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. 4) Robert Jao dan Gagaring Pagalung (2011)

Penelitinan ini berjudul “Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia”.

(23)

Tabel 2.1

Variabel Independen Metode Penelitian

• Independensi Auditor

(24)

No Peneliti (Tahun)

Judul Variabel

Dependen

Variabel Independen Metode Penelitian Laba (Studi empiris pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010)

• Ukuran Perusahaan

Leverage

(25)

2.3 Kerangka Konseptual

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel dependen adalah manajemen laba dengan variabel independen berupa kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, komisaris independen, komite audit, leverage, kualitas audit dan employee diff. kerangka konseptual dapat digambarkan seperti dibawah ini:

(26)

2.4 Pengembangan Hipotesis Penelitian

2.4.1 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Adanya kepemilikan institusional disuatu perusahaan memiliki peran yang sangat penting untuk meminimalisir konflik keagenan yang terjadi antara prinsipal dengan agen. Karena keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional dianggap sebagai sophiscated investor sehingga dapat melakukan fungsi monitoring secara lebih efektif dan tidak mudah mempercayai tindakan manipulasi yang dilakukan oleh manajer seperti manajemen laba.

Adanya pengawasan yang dilakukan investor institusional secara optimal terhadap kinerja manajer, maka manajer akan lebih berhati – hati dalam mengambil keputusan atau dengan kata lain pengawasan yang dilakukan investor institusional dapat mengurangi perilaku opportunistic manajer sehingga manajer dapat memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja. Oleh karena itu, semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga meningkat (sabrina, 2010).

(27)

Herawaty (2010) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H1: Kepemilikan Institusional memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

2.4.2 Pengaruh Kepemilikan Manajemen Terhadap Manajemen Laba Adanya kepemilikan manjemen dalam suatu perusahaan dapat mengurangi masalah keagenan dan menyelaraskan kepentingan antara manajer dan pemilik. Karena jika proporsi kepemilikan saham manajemen meningkat, maka kinerja perusahaan semakin baik. Hal ini disebakan karena saat manajemen memiliki saham didalam suatu perusahaan, mereka akan memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ross et al., (1999) dalam Sabrinna (2010) menyatakan bahwa semakin besar

kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan cendrung berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingan dirinya sendiri.

Hasil penelitian Jao dan Pagalung (2011) menyatakan bahwa Kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang dihasilkan oleh Guna dan Herawaty (2010) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manjemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

(28)

2.4.3 Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba

Adanya komisaris independen dalam sutu perusahaan berfungsi sebagai penyeimbang dalam pengambil keputusan khususnya dalam rangka memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lainnya yang memiliki keterkaitan dengan perusahaan. Selain itu, komisaris independen bertindak untuk menyelaraskan pendapat agar tidak terjadi perselisihan antara manajer dan tentunya mengontrol pelaporan keuangan dan dipastikan tidak ada monopoli sehingga tidak menimbulkan manajemen laba.

Komisaris independen juga dapat bertindak menjadi penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal, mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada manajemen (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Oleh karena itu, diharapkan dengan semakin tingginya proporsi komisaris independen didalam suatu perusahaan dapat mengurangi adanya perilaku manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen.

Hasil penelitian Jao dan Pagalung (2011) menyatakan bahwa Komisaris independen mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dihasilkan oleh Guna dan Herawaty (2010) yang menyatakan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

(29)

2.4.4 Pengaruh Komite Audit Terhadap Manajemen Laba

Adanya komite audit memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan perusahaan. Karena komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dengan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian (Nasution dan Setiawan, 2007:7). Sehingga komite audit diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap tindakan manajemen yang memungkinkan untuk melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan. Defenisi komite audit menurut Surat Keputusan Bapepam dan LK Nomor Kep-643/BL/2012 adalah “ komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris”.

Hasil penelitian yang dihasilkan oleh Husni (2013) yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan hasil penelitian yang berbeda diperoleh dari Guna dan Herawaty (2010) yang menyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H4: Komite Audit memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen

laba.

2.4.5 Pengaruh Leverage Terhadap Manajemen Laba

(30)

mengalami kesulitan keuangan dan kebangkrutan”. Apabila suatu perusahaan pembiayaanya lebih banyak menggunakan utang, hal ini berisiko akan terjadi kesulitan pembayaran dimasa yang akan datang akibat utang lebih besar dari aset yang dimiliki. Sehingga perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah hutang dibandingkan dengan aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan terancam default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada

waktunya (Widyaningdyah, 2001:93).

Berdasarkan hasil penelitian Widyaningdyah (2001) menyatakan bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian yang

sama juga dihasilkan oleh Guna dan Herawaty (2010). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H5: Leverage memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 2.4.6 Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba

(31)

Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) dibedakan menjadi dua yaitu KAP Big Four dan KAP Non Big Four. Auditor yang bekerja di KAP Big Four

dianggap lebih berkualitas karena auditor tersebut dibekali oleh serangkaian pelatihan dan prosedur serta memiliki program audit yang dianggap lebih akurat dan efektif dibandingkan dengan auditor dari KAP Non Big Four (Isnanta, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa KAP big four mempunyai reputasi yang lebih baik dalam opini publik. Oleh karena itu, menggunakan auditor Big Four akan meningkatkan kualitas audit dan mengurangi probabilitas perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1153). Selain itu, terdapat dugaan bahwa auditor yang memiliki reputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini (Widyaningdyah, 2001:93).

Hasil penelitian Guna dan Herawaty (2010) menyatakan bahwa kualitas audit berpegaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H6: Kualitas Audit memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

2.4.7 Pengaruh Employee Diff Terhadap Manajemen Laba

(32)

digunakan untuk menilai adanya risiko kecurangan. Oleh karena itu, Brazel et al., (2009) meneliti apakah ukuran nonkeuangan yang tersedia untuk publik

seperti jumlah retail, jumlah cabang dan jumlah karyawan, dapat digunakan untuk membantu mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud).

Hasil penelitian Brazel et al., (2009) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara ukuran keuangan (revenue growth) dengan ukuran nonkeuangan (employee growth) bagi perusahan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian Brazel et al., (2009), menunjukkan employee diff untuk perusahaan yang melakukan kecurangan secara signifikan lebih besar

dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan. Perbedaan ini (employee diff) berhubungan positif dengan kecurangan laporan keuangan.

Berdasarkan penelitian yang dihasilkan oleh Alfiah (2013) menyatakan bahwa employee diff memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Dimana kecurangan dalam penelitian Alfiah (2013) diproksikan dengan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H7: Employee diff memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 2.4.8 Pengaruh Corporate Governance, Leverage, Kualitas Audit dan

Employee Diff Terhadap Manajemen Laba

Hipotesis yang diajukan untuk melihat ada tidaknya pengaruh corporate governance (meliputi kepemilikan Institusional, kepemilikan manajemen,

(33)

diff secara simultan terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut,

maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Amati sampel secara keseluruhan, berurutan dari kiri ke kanan untuk mengetahui penampakan keseluruhan ( overall ).. Anda boleh mengulang sesering yang

1. Didapatkan hasil perhitungan dari perencanaan sistem hidrolik adalah dengan daya motor sebesar 0,56 kW, kapasitas pompa sebesar 18,85 lpm atau 13,76 cc/rev, dan tekanan

Dari seluruh pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH, kecepatan putar dan konsentrasi imidazoline terhadap laju korosi pada baja AISI 1045 didapatkan hasil bahwa

Jika Penawar yang Berjaya ingkar dalam mematuhi mana-mana syarat di atas atau membayar apa-apa wang yang harus dibayar, maka Pihak Pemegang Serahhak/Pemberi Pinjaman boleh (tanpa

a) Cash ratio menunjukkan keadaan yang kurang baik karena kas yang dimiliki perusahaan tidak mencukupi untuk membayar utang lancar perusahaan. b) Acid test ratio dari

Tidak ada perbedaan dalam kemandirian personal hygiene anak usia prasekolah berdasarkan pola asuh permisif, otoriter dan demokratis di Dusun Turi Sidorejo Ponjong

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian efek ekstrak etanol daun kemuning (Murraya paniculata L.Jack) selanjutnya disingkat EEDK, terhadap kadar kolesterol total sudah

keterlaksanaan tahapan inkuiri, lembar penilaian oleh guru dan dosen terhadap. aspek-aspek yang terkait dengan kesesuaian konsep, tata bahasa, tata