HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MENOPAUSE DENGAN AKTIFITAS SEKSUAL IBU PADA MASA MENOPAUSE
DI LINGKUNGAN IV KELURAHAN TITI PAPAN TAHUN 2013
KARYA TULIS ILMIAH
ULFARIANA 125102043
PERNYATAAN PERSETUJUAN SIDANG KTI
NAMA : ULFARIANA
NIM : 125102043
JUDUL : PENGARUH PENGETAHUAN IBU TENTANG
MENOPAUSE TERHADAP AKTIFITAS SEKSUAL IBU PADA MASA MENOPAUSE DI LINGKUNGAN IV KELURAHAN TITI PAPAN TAHUN 2013
Menyatakan bahwa mahasiswa tersebut di atas disetujui untuk mengikuti ujian siding hasil KTI
Medan, Juli 2013
Pembimbing
Dina Indarsita, SST, M.Kes
Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Menopause Dengan Aktifitas Seksual Ibu Pada Masa Menopause Di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Tahun 2013
ABSTRAK
Ulfariana
Latar belakang : Menopause adalah waktu dari kehidupan seorang wanita saat masa haid berakhir. Pada sebagian besar wanita, menopause terjadi antara umur 50 dan 55 tahun. Seksualitas pada paruh baya menghadapi hambatan yang berbeda-beda. Banyak wanita menyadari bahwa dorongan seks mereka berkurang untuk sementara waktu. Faktor yang mempengaruhi fungsi seksual menjadi semakin penting seiring dengan proses penuaan.
Tujuan penelitian : Untuk melihat pengaruh pengetahuan ibu tentang menopause terhadap aktifitas seksual ibu pada masa menopause di Lingkungan IV Keluharan Titi Papan tahun 2013.
Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain penelitian chi square. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 46 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2013 di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Medan Deli.
Hasil : Hasil analisa dengan mencari frekuensi dan presentase menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang menopause mayoritas kurang yaitu 39,1 %. Dan aktifitas seksual responden pada masa menopause mayoritas baik yaitu 69,6 %. Hasil uji statistic diperoleh ada pengaruh yang signifikan pada pengetahuan tentang menopause terhadap aktifitas seksual pada masa menopause (nilai p = 0,009).
Kesimpulan : Dengan mempunyai pengetahuan tentang menopause yang baik, maka dapat mempengaruhi aktifitas seksual pada masa menopause.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian
ini dengan judul “HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MENOPAUSE
DENGAN AKTIFITAS SEKSUAL IBU PADA MASA MENOPAUSE DI
LINGKUNGAN IV KELURAHAN TITI PAPAN TAHUN 2013”. Dimana hasil
penelitian ini merupakan tugas akhir dan menjadi salah satu syarat mencapai gelar
SST di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengakui banyaknya kekurangan dalam tulisan ini sehingga laporan
hasil penelitian ini tidak mungkin penulis sebut sebagai suatu karya yang sempurna.
Kekurangan dan ketidak sempurnaan tulisan ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai
macam rintangan dan halangan yang selalu datang pada diri penulis. Penulis rasakan
semua itu sebagai suatu ujian dan pengalaman yang sangat berharga dalam
kehidupan penulis. Hanya kesabaran, keteguhan dan ketekunan yang penulis coba
lakukan untuk terselesainya karya ini hingga terselesainya laporan hasil penelitian
ini.
Penulis sadar dengan kekurangan diri penulis untuk melakukan banyak hal
sendirian. Mau ataupun tidak, penulis telah melibatkan beberapa orang, kelompok
atau elemen lain untuk membantu, mendukung, dan memberikan saran yang sangat
berharga bagi penulis. Kepada merekalah penulis ucapkan banyak terimakasih.
Beberapa yang dapat penulis sebut telah mempunyai peranan yang sangat besar
dalam penulisan ini penulis akan sebut sebagai berikut:
2. Nur Asnah Sitohang, S. Kep, Ns. M. Kep selaku Ketua Program Studi D-IV
Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. Dina Indarsita, SST, M.Kes selaku dosen pembimbing dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini, yang telah membimbing penulis hingga karya tulis ilmiah ini
dapat selesai.
4. dr.Ichwanul Adenin, SpOG (K) selaku penguji II dalam karya tulis ilmiah ini.
5. Farida Linda Sari Siregar, S.kep, Ns, M.Kep selaku penguji II dalam karya tulis
ilmiah ini.
6. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan
Pendidik Universitas Sumatera Utara.
7. Kepada kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa dan
dukungan selama mengikuti perkuliahan ini.
Akhir kata penulis Ucapkan Terima Kasih atas semua dan apapun yang telah
diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu membalas semua kebaikan
yang selama ini diberikan kepada penulis dan melimpahkan rahmat-Nya.
Medan, Juli 2013
Penulis,
ULFARIANA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATAPENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR SKEMA ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum ... 5
2. Tujuan Khusus ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGETAHUAN 1. Pengertian ... 6
2. Tingkatan Pengetahuan ... 6
B. MENOPAUSE 1. Pengertian ... 7
2. Usia Menopause ... 8
3. Fase Menopause ... 9
4. Penyebab Menopause ... 10
5. Tanda Gejala Menopause ... 11
6. Penanganan Menopause ... 15
C. AKTIFITAS SEKSUAL 1. Aktifitas Seksual Pada Masa Menopause ... 18
2. Penyebab Perubahan Aktifitas Seksual Masa menopause ... 20
BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL
A. Kerangka Konsep ... 24
B. Hipotesis ... 24
C. Defenisi Operasional ... 25
BAB IV METODELOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 26
B. Populasi dan Sampel ... 26
C. Lokasi Penelitian ... 26
D. Waktu Penelitian ... 27
E. Pertimbangan Etik ... 27
F. Instrument Penelitian ... 27
G. Validitas dan Reabilitas ... 28
H. Pengumpulan Data ... 29
I. Analisis Data ... 29
BAB V PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat ... 32
2. Analisa Bivariat ... 34
B. Pembahasan 1. Interprestasi dan Diskusi Hasil... 35
2. Implikasi untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Bidan ... 38
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 39
B. Saran ... 39
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan kerakteristik umur,
pendidikan dan pekerjaan di Lingkungan IV Kelurahan Titi
Papan pada bulan April-Mei Tahun 2013
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang
menopause di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Tahun
2013
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan aktifitas seksual pada masa
menopause di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Tahun
2013
Tabel 5.4 Hubungan pengetahuan ibu tentang menopause dengan
aktifitas seksual ibu pada masa menopause di Lingkungan IV
DAFTAR SKEMA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Penjelasan Responden
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 : Kuesioner
Lampiran 4 : Conten Validity
Lampiran 5 : Master Data Penelitian
Lampiran 6 : Hasil Output Data Penelitian
Lampiran 7 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
Lampiran 8 : Surat Balasan Izin Penelitian
Lampiran 9 : Lembar Konsultasi
Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Menopause Dengan Aktifitas Seksual Ibu Pada Masa Menopause Di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Tahun 2013
ABSTRAK
Ulfariana
Latar belakang : Menopause adalah waktu dari kehidupan seorang wanita saat masa haid berakhir. Pada sebagian besar wanita, menopause terjadi antara umur 50 dan 55 tahun. Seksualitas pada paruh baya menghadapi hambatan yang berbeda-beda. Banyak wanita menyadari bahwa dorongan seks mereka berkurang untuk sementara waktu. Faktor yang mempengaruhi fungsi seksual menjadi semakin penting seiring dengan proses penuaan.
Tujuan penelitian : Untuk melihat pengaruh pengetahuan ibu tentang menopause terhadap aktifitas seksual ibu pada masa menopause di Lingkungan IV Keluharan Titi Papan tahun 2013.
Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain penelitian chi square. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 46 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2013 di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Medan Deli.
Hasil : Hasil analisa dengan mencari frekuensi dan presentase menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang menopause mayoritas kurang yaitu 39,1 %. Dan aktifitas seksual responden pada masa menopause mayoritas baik yaitu 69,6 %. Hasil uji statistic diperoleh ada pengaruh yang signifikan pada pengetahuan tentang menopause terhadap aktifitas seksual pada masa menopause (nilai p = 0,009).
Kesimpulan : Dengan mempunyai pengetahuan tentang menopause yang baik, maka dapat mempengaruhi aktifitas seksual pada masa menopause.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan peningkatan usia, banyak terjadi proses perkembangan
dan pertumbuhan pada manusia. Namun pada suatu saat perkembangan dan
pertumbuhan itu akan terhenti pada suatu tahapan, sehingga berikutnya akan
terjadi banyak perubahan yang terjadi pada fungsi tubuh manusia. Perubahan
tersebut biasanya terjadi pada proses menua, kerena pada proses ini banyak
terjadi perubahan fisik maupun psikologis. Perubahan tersebut paling banyak
terjadi pada wanita karena pada proses menua terjadi suatu fase yaitu fase
menopause (Proverawati, 2010).
Menopause seperti tersirat dari namanya adalah waktu dari kehidupan
seorang wanita saat masa haid berakhir. Ini terjadi karena tidak lagi
menghasilkan estrogen yang cukup untuk mempertahankan jaringan yang
responsif dalam suatu cara yang fisiologik aktif. Pada sebagian besar wanita,
menopause terjadi antara umur 50 dan 55 tahun dan rata-rata pada umur 51
tahun, tetapi sebagian wanita mencapai menopausenya pada dasawarsa keempat,
sementara sebagian kecil mungkin masih mengalami haid hingga mereka
berumur 60 tahunan (Hacker, 2001).
Banyak wanita menganggap bahwa menopause memberi semacam
kebebasan bagi hidupnya, baik secara fisik, emosional, seksual dan spiritual.
Mereka antusias karena terbebas dari kehamilan dan menstruasi. Tetapi, ada
bahwa menopause membuat mereka menjadi tidak menarik lagi, kesepian, tidak
berdaya dan tidak berguna (Hutapea, 2005).
Owen (2005) mengatakan banyak wanita yang mengalami symptom
defisiensi estrogen pada saat menstruasi mulai mengalami penurunan. Menstruasi
menjadi semakin jarang dan akhirnya berhenti total. Secara tidak langsung berarti
bahwa menopause merupakan penurunan dalam kehidupan yang tidak bisa
dihindari. Namun tidak demikian kenyataannya, banyak wanita mendapati bahwa
kehidupan masa menopause juga menyenangkan.
Pada sebagian besar masyarakat Barat, sekitar 13 sampai 14 persen
populasi adalah wanita di atas umur 50 tahun. Di Amerika Serikat, ini
menunjukkan bahwa sekitar 33 juta wanita adalah pasca menopause. Kalau
seorang wanita sedang berumur 50 tahun, dia dapat berharap hidup kira-kira 30
tahun lagi dari kehidupannya dalam keadaan kekurangan estrogen, selama waktu
itu dia akan menghadapi meningkatnya masalah yang berkaitan dengan jumlah
hormon seks. Masalah ini bukan saja menyebabkan wanita itu banyak mengalami
kesusahan dan ketidakmampuan tetapi juga membebani sumber daya yang langka
dari sistem pelayanan kesehatan (Hacker, 2001).
Selama beberapa dekade medikalisasi menopause menyebabkan
masyarakat Barat menganggap berhentinya menstruasi merupakan tanda yang
sangat negatif, sebagai datangnya masa kemunduran bukan sebagai
perkembangan kejadian penting yang menjanjikan masa kehidupan positif
dengan kesempatan-kesempatan baru. Banyak wanita yang ragu atau khawatir
diberitahu secara sederhana apakah mereka memilih terapi hormon atau tidak.
alternative seperti modifikasi gaya hidup untuk menurunkan gejala dan faktor
resiko selama dekade terjadinya penyakit setelah menopause (Varney, 2007).
Penurunan fungsi indung telur mengakibatkan menurunnya
hormon-hormon yang berperan pada siklus seksual. Ciri khas dari masa menopause ini
ditandai dengan berakhirnya menstruasi. Seorang wanita dikatakan berada pada
masa ini setelah sekurang-kurangnya dalam 1 tahun tidak mengalami menstruasi.
Masa ini berbeda-beda untuk tiap individu tergantung dari keturunan, kesehatan
secara umum dan pola kehidupan (Proverawati, 2009).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa ini dirasakan oleh seorang
wanita dengan derajat dari yang ringan sampai yang berat. Gangguan yang terjadi
antara lain rasa panas, keringat yang banyak, rasa kedinginan, sakit kepala,
perasaan jantung berdebar-debar. Selain itu tubuh juga mengalami beberapa
perubahan antara lain mengecilnya alat-alat kelamin (indung telur, rahim dan
dinding vagina), osteoporosis (pengeroposan tulang), arthritis (radang sendi),
kekakuan pembuluh darah jantung, gangguan pada proses berkemih, dan
penimbunan lemak (Proverawati, 2009).
Seksualitas pada paruh baya biasanya menghadapi hambatan yang
berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi fungsi seksual menjadi semakin
penting seiring dengan proses penuaan. Terjadi penurunan bertahap dalam
kecepatan dan intensitas respon seksual, sehingga minat dan kapasitas untuk
menikmati seks menurun, dan secara langsung mengganggu kehidupan seksual
wanita (Glasier, 2006).
Banyak wanita yang berada di tengah situasi ini menyadari bahwa
dorongan seks mereka berkurang untuk sementara waktu. Dalam sebuah kajian,
setelah menopause, biasanya dalam bentuk hilangnya hasrat seksual, yang sering
dikaitkan dengan kekeringan vagina, dyspareunia (sakit saat penetrasi dan
hubungan intim), kekejangan yang menyakitkan di dalam otot-otot vagina
(vaginimus), hilangnya sensasi klitorial, dan terganggunya sensasi sentuhan
(Northrup, 2006).
Penelitian sering menunjukkan bahwa terkadang tenaga kesehatan
mempunyai anggapan bahwa manula tidak aktif secara seksual dan tidak
membutuhkan pendidikan serta konseling mengenai kebutuhan kesehatan
reproduksi. Faktanya, beberapa manula masih aktif secara seksual untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dan selalu mempertimbangkan bahwa kehidupan
seksual penting dalam hidup. Beberapa penelitian menunjukkan banyak manula
usia 50 tahun masih aktif secara seksual. Hasil survei aktifitas seksual manula di
Amerika Serikat pada manula usia 60 tahun ke atas menunjukkan aktifitas
seksual yang cukup tinggi bagi manula laki-laki dibandingkan manula perempuan
(Kusmiran, 2011).
Menurut hasil penelitian Departement Obstetri dan Genekologi di
Sumatera, masalah kesehatan yang dihadapi oleh wanita menopause terkait
dengan rendahnya kadar estrogen di dalam sirkulasi darah, sehingga muncul
keluhan nyeri senggama (93,33%), keluhan pendarahan pasca senggama
(84,44%), vagina kering (93,3%) dan keputihan (75,55%) (Hardians, 2005).
Dan pada penelitian Magdalena (2009), mengatakan bahwa pengetahuan
pada ibu usia menopause tentang aktifitas seksual pada usia menopause sebesar
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merasa tertarik untuk
mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas
seksual ibu pada masa menopause.
B. RUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah Hubungan
Pengetahuan Ibu Tentang Menopause Dengan Aktifitas Seksual Ibu Pada
Masa Menopause Di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Tahun 2013.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan ibu tentang
menopause dengan aktifitas seksual ibu pada masa menopause.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang menopause.
b. Untuk mengetahui bagaimana aktifitas seksual ibu pada masa
menopause.
c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang menopause
dengan aktifitas seksual ibu pada masa menopause
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Ibu Menopause
Sebagai sumber informasi dan masukan kepada ibu menopause dalam
2. Bagi Penelitian Kebidanan
Sebagai acuan bagi peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut tentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan 1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan itu melalui : penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkatan Pengetahuan
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumya. Tingkatan penegetahuan ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi sebenarnya. Dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
d. Analisis (analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen- komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan
masih saling berkaitan
e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang
telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penilaian suatu materi berdasarkan
kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian.
B. Menopause 1. Pengertian
Defenisi paling sederhana dari menopause adalah periode menstruasi terakhir
yang dialami oleh wanita. Hal ini terjadi ketika hormon-hormon yang mengontrol
siklus menstruasi berada dalam kadar yang sangat rendah sehingga menstruasi tidak
mungkin terjadi lagi. Sangat sulit dengan pasti kapan menopause terjadi karena
menstruasi dapat menjadi tidak teratur saat usia bertambah tua (Rebacca, 2006).
Menopause adalah peristiwa kehidupan yang normal, bukan suatu penyakit.
Margaret Lock mengemukakan bahwa istilah menopause sebaiknya dibatasi pada
suatu kondisi, tetapi lebih pada perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada
masa tertentu dalam kehidupan wanita (Varney, 2007).
Menopause merupakan masa akhir dari menstruasi yang diikuti berhentinya
fungsi ovarium dan menstruasi secara permanen. Menetapkan sudah mencapai
menopause, berhentinya menstruasi antara 6-12 bulan (Manuaba, 2010).
Menopause adalah haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir. Diagnosis
menopause dibuat setelah terdapat amonorea sekurang-kurangnya selama satu tahun.
Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang, dengan
perdarahan yang berkurang. Umur waktu terjadinya menopause dipengaruhi oleh
keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan (Wiknjosastro, 2007).
2. Usia Menopause
Menopause adalah perhentian mentruasi secara permanen yang disebabkan
oleh kegagalan perkembangan folikel ovarium dengan kadar gonadotropin (FSH,
LH) yang meningkat. Terjadi pada usia rata-rata 51 tahun, dengan kisaran 45-55
tahun (Norwitz, 2007). Morgan (2009) mengatakan 6% wanita mengalami
menopause pada usia 35 tahun, 25% pada usia 44 tahun, dan 75% pada tahun, serta
94% pada usia 55 tahun.
Kapan menopause terjadi pada seorang wanita, tidak ada yang sama pada
setiap orang. DR. Faisal Yatim DTK & H, MPH dalam bukunya Haid Tidak Wajar
dan Menopause, menyebutkan hasil studinya bahwa rata-rata seorang wanita
memasuki masa menopause berbeda pada setiap ras. Misalnya, wanita ras Asia
mengalami menopause pada usia 44 tahun, sementara wanita Eropa sekitar usia 47
tahun. Menurut dr. Icramsyah A. Rahman, SpOG dalam buku Kelanggengan Usia
Umur waktu terjadinya menopause dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan
umum, dan pola kehidupan. Ada kecendrungan dewasa ini untuk terjadinya
menopause pada umur yang lebih tua. Misalnya, pada tahun 1915 menopause
dikatakan terjadi sekitar umur 44 tahun, sedangkan pada tahun 1950 pada umur yang
mendekati 50 tahunan. Penelitian Agoestina dalam tahun 1982 di Bandung
menunjukkan bahwa pada umur 48 tahun, 50% dari wanita Indonesia telah
mengalami menopause (Wiknjosastro, 2007).
Berkat kemajuan teknologi di bidang kesehatan, rata-rata wanita menopause
dapat mencapai usia 46 tahun bahkan lebih. Hal ini berarti harapan hidup seorang
wanita jauh lebih panjang. Oleh karena itu, lebih banyak wanita yang dapat
mengalami masa menopause. Umumnya, wanita akan memasuki periode menopause
di usia 45-55 tahun (Indarti, 2005).
3. Fase Menopause
Tiga fase kehidupan berhubungan dengan menopause :
1. Pramenopause
Periode waktu yang mengarah menuju menopause ketika seorang
wanita melewati stadium reproduktif dalam hidupnya (Norwitz, 2007).
Pramenopause merupakan masa yang menjelaskan tentang tahun-tahun
menjelang masa menopause. Masa transisi ini biasanya memerlukan waktu
4-5 tahun, dan ditandai oleh ketidakteraturan menstruasi. (Morgan, 2009).
Pada tahap ini produksi hormone indung telur (ovarium) menurun dan
berfluktuasi menyebabkan munculnya berbagai gejala. Gejala lebih banyak
dialami wanita pada tahap pramenopause dari pada tahap sesudahnya.
Namun, karena terjadinya pada saat wanita berusia antara 35-45 tahun, maka
2. Menopause
Menopause adalah tahap atau masa yang ditandai dengan berhentinya
haid, yaitu tanggal dari haid terakhir. Disebabkan karena tubuh sudah
kehabisan sel telur dan penurunan oleh hormon estrogen. Hal ini berlangsung
dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena haid tidak lagi teratur, maka
wanita tersebut baru benar-benar yakin bahwa haidnya berhenti setidaknya
selama satu tahun setelah itu (Seri Penyakit Wanita, 2003).
Dwi, (2010) menyebutkan menopause adalah saat haid tetakhir. Pada
fase menopause biasanya berlangsung antara periode 3-4 tahun dengan gejala
berupa perubahan pada fisik dan kejiwaannya semakin terlihat.
3. Pascamenopause
Pasca menopause adalah periode sesudah pasca menopause, yaitu
ketika individu telah mampu menyesuaikan kondisinya, sehingga tidak
mengalami gangguan fisik, hal ini dikarenakan keluhan makin berkurang
dan terjadi pada usia diatas 60-65 tahun (Dwi, 2010). Waktu dalam
kehidupan wanita setelah periode menstruasi berhenti paling tidak satu tahun
setelah menopause (Andrews, 2010).
4. Penyebab
Memasuki usia menopause, persediaan folikel (sel telur) pada indung telur
telah habis, yang terus berkurang dari masa anak-anak dan reproduksi. Berkurangnya
sel telur mengakibatkan menurunnya pembentukan hormon estrogen dan
progesterone, dan hampir semua aktifitas wanita dikendalikan oleh kedua hormon ini
(Indarti, 2005).
Proverawati (2010) mengatakan, menopause disebabkan karena
ovarium berhenti melepaskan sel telur sehingga aktifitas menstruasi berkurang dan
akhirnya berhenti sama sekali. Pada masa ini terjadi penurunan jumlah hormon
estrogen yang sangat penting untuk mempertahankan faal tubuh.
Siklus menstruasi dikontrol oleh dua hormon yang diproduksi di kelenjar
hipifisis yang ada di otak (FSH dan LH) dan dua hormon lagi yang dihasilkan oleh
ovarium (estrogen dan progesteron). Saat pada masa menjelang menopause, FSH dan
LH terus diproduksi oleh kelenjar hipofisis secara normal. Akan tetapi, karena
ovarium semakin tua, maka kedua ovarium tidak dapat merespon FSH dan LH
sebagaimana seharusnya, akibatnya estrogen dan progesterone yang diproduksi juga
semakin berkurang. Menopause terjadi ketika kedua ovarium tidak lagi dapat
menghasilkan hormon-hormon tersebut dalam jumlah yang cukup untuk bisa
mempertahankan siklus menstruasi (Rebecca, 2006).
5. Tanda Gejala Menopause
Saat seorang wanita mengalami menopause, maka tanda serta gejalanya
dapat berbeda-beda tergantung dari setiap individunya. Pada wanita yang tahan
terhadap sakit atau perubahan tidak akan terlalu merasakan gejala-gejala menopause,
tetapi bagi wanita yang sensitiv cendrung mengeluh gejala-gejala menopause (Dwi,
2010).
Menopause jarang terjadi karena hilangnya fungsi ovarium secara
mendadak. Beberapa tahun sebelum menopause, ovarium mulai memperlihatkan
tanda-tanda akan segera mengalami kegagalan. Anovulasi menjadi sering ditemukan,
terdapat produksi estrogen yang tunggal, siklus haid menjadi tidak teratur,
kadang-kadang terdapat haid yang berat atau bukti hyperplasia endometrium, dan terjadi
peningkatan perubahan perasaan dan emosi disertai gejala sindroma prahaid yang
berkeringat terjadi sebelum mereka mencapai menopause. Gejala perimenopause ini
biasanya berlangsung selama 3 sampai 5 tahun sebelum benar-benar kehilangan haid
atau mencapai kadar hormon pasca menopause (Hacker, 2001).
Menurut Kusmiran (2011), gejala-geja pada menopause antara lain :
1. Gejala sistemik : mudah lelah (fatigue), penurunan libido, rasa cemas
(depresi), kesukaran kognitif, nyeri punggung dan kekakuan.
a. Mudah lelah (fatigue)
Rasa lelah sering kali muncul ketika menjelang masa
pramenopause karena terjadi perubahan hormonal pada wanita
yaitu terutama hormone estrogen (Proverawati, 2010).
b. Penurunan libido
Beberapa wanita mengalami penurunan dalam kadar testosterone
mereka selama pramenopause, ini dapat mengakibatkan
hilangnya hasrat seksual. Kekurangan adrenal dapat menjadi
faktor lain (Northrup, 2006). Libido yang rendah mungkin
disebabkan masalah psikologis, biologis, atau social, jadi
membutuhkan penyelidikan aspek-aspek untuk mengetahui
penyebabnya (Proverawati, 2010).
c. Rasa cemas (depresi)
Depresi sering terjadi pada wanita yang berada pada masa
pramenopause. Hal ini terkait dengan penurunan hormone
estrogen sehingga menyebabkan wanita mengalami depresi
ataupun stress. Turunya hormone estrogen menyebabkan
turunnya neurotransmiter di dalam otak, neurotransmiter di
neurotransmiter ini kadarnya rendah, maka akan muncul perasaan
cemas yang merupakan pencetus terjadinya depresi ataupun
stress (Proverawati, 2010).
d. Nyeri tulang dan sendi
Seiring meningkatnya usia maka beberapa organ tidak lagi
mengadakan remodeling, diantaranya tulang. Bahkan mengalami
proses penurunan karena pengaruhdari perubahan organ lain.
Selain itu, dengan bertambahnya usia penyakit yang timbul
semakin beragam. Hal ini tentu saja berkaitan dengan
kebugarandan kesehatantubuh seorang wanita (Kasdu, 2002).
2. Gejala vasomotor (sistem vaskular) : sakit kepala, palpitasi, keringat
malam hari, insomnia dan gangguan tidur, serta hot flashes.
a. Sakit kepala
Kadar hormone yang tidak seimbang ikut menambahkan apa
yang dinamakan migraine mensruasi selama masa pramenopause
dan menopause. Jenis sakit kepala ini biasanya datang tepat
sebelum menstruasi, ketika kadar estrogen maupun progesterone
dapat turun secara drastis (Northrup, 2006).
b. Keringat berlebihan
Cara bekerjanya secara persis tidak diketahui, tetapi pancaran
panas pada tubuh akibat pengaruh hormone yang mengatur
thermostat tubuh pada suhu yang lebih rendah. Akibatnya, suhu
udara yang semula dirasakan nyaman, mendadak menjadi terlalu
panas dan tubuh mulai menjadi panas serta mengeluarkan
c. Insomnia
Beberapa wanita mengalami kesulitan saat tidur, mereka tidak
dapat tidur dengan mudah atau mungkin bagun terlalu dini.
Mereka mungkin perlu pergi ke kamar mandi di tengah malam,
kemudian menemukan mereka tidak dapat kembali tidur. Hot
flashes juga dapat menyebabkan perempuan terbangun dari tidur.
Selain itu kesulitan tidur dapat disebabkan karena rendahnya
kadar serotonin pada masa pramenopause. Kadar serotin
dipengaruhi oleh kadar endorfin (Proverawati, 2010).
d. Hot flashes
Hot flashes adalah rasa panas yang luar biasa pada wajah dan
tubuh bagian atas (seperti leher dan dada). Dengan perabaan
tangan akan terasa adanya peningkatan suhu pada daerah
tersebut. Gejolak panas terjadi karena jaringan-jaringan yang
sensitive atau yang bergantung pada estrogen akan terpengaruh
sewaktu kadar estrogen menurun. Pancaran panas diperkirakan
merupakan akibat dari pengaruh hormone pada bagian otak yang
bertanggung jawab untuk mengatur temperature tubuh (Kasdu,
2002). Gelora panas adalah gejala pramenopause yang paling
umum terjadi, sekitar 70 hingga 85 persen dari semua wanita
pramenopause. Gelora panas itu bisa sangat ringan atau sangat
berat sehingga mengakibatkan kurang tidur dan depresi. Itu
dimulai dengan sensasi hangat yang muncul tiba-tiba dan
selintas, yang kemudian dapat menjadi sangat panas di wajah,
kulit kemerahan dan berkeringat. Pada kebanyakan wanita, gelora
panas sering dimulai tepat sebelum atau selama periode
menstruasi di masa pramenopause (Northrup, 2006).
3. Gejala genitourinary : vagina terasa kering (dryness vaginal), nyeri saat
berhubungan seksual (drypareunia), vagina terasa gatal atau terbakar
serta frekuensi urin meningkat.
a. Vagina kering dan dypareunia
Perubahan pada organ reproduksi, di antaranya pada
daerahvagina sehingga dapat menimbulkan rasa sakit pada saat
berhubungan intim. Selain itu, akibat berkurangnya estrogen
meyebabkan keluhan gangguan pada epitel vagina, jaringan
penunjang, dan elastisitas dinding vagina. Padahal epitel vagina
mengandung banyak reseptor estrogen yang sangat membantu
mengurangi rasa sakit dalam berhungan seksual (Kasdu, 2002).
Hormone estrogen mempunyai pengaruh besar dalam
mengoptimalkan fungsi organ reproduksi. Berkurangnya
hormone tersebut saat menopause menjadikan liang vagina
berkurang elastisitasnya, lipatan-lipatan kulit disekitarnya
menghilang, dindingnya mengalami penipisan, dan terjadi
kekeringan sehingga memudahkan timbulnya perlukaan (Indarti,
2005).
b. Gejala perkemihan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada seluruh organ-organ
kewanitaan terjadi pula pada saluran perkemihan. Uretra yang
tubuh mengalami penipisan dan pengurangan elastisitas yang
menyebabkan wanita menopause rentan terkena infeksi saluran
kencing (Dwi, 2010). Ketika usia bertambah tua, air seni sering
tidak dapat ditahan pada saat bersin atau batuk. Hal ini akibat
estrogen yang menurun sehingga salah satu dampaknya adalah
inkontinensia urin (tidak dapat mengendalikan fungsi kandung
kemih). Dinding serta lapisan otot polos uretra juga mengandung
banyak reseptor estrogen. Kekurangan estrogen menyebabkan
terjadinya gangguan penutupan uretra dan perubahan pola aliran
urin menjadi abnormal sehingga mudah terjadi infeksi pada
saluran kemih bagian bawah (Kasdu, 2002).
6. Penanganan Menopause
Cara mengatasi keluhan menopause antara lain adalah :
1. Berbagai keluhan yang muncul akibat perubahan-perubahan
menjelang menopause dapat diatasi dengan pemberian obat yang
bersifat menggantikan fungsi hormone estrogen. Hal ini bertujuan
untuk memperbaiki sel-sel yang mengalami kemunduran.
2. Mengkonsumsi vitamin yang berfungsi menghambat proses penuaan.
3. Olahraga yang cukup dan sesuai dengan usianya adalah salah satu
cara untuk menyehatkan fisik. Dengan olahraga tubuh akan terhindar
dari penyakit-penyakit yang rentan dihadapi oleh para lansia.
4. Makan dengan menu seimbang dan sesuai kebutuhan, hindari
makanan berlemak. Perbanyak makan sayuran dan buah-buahan yang
5. Melakukan hobi yang dapat mendukung kesehatan bisa membuat
perhatian teralihkan dari keluhan-keluhan menopause.
6. Bersosialisasi dengan lingkungan dan tetaplah berkarya agar wanita
menopause dapat mempertahankan rasa percaya dirinya.
7. Berkonsultasi dengan orang yang pakar dalam masalah menopause
dan berkomunikasi dengan suami serta keluarga agar mereka dapat
memberikan support yang baik.
8. Zat gizi yang dapat membantu mengurangi keluhan menopause antara
lain :
a. Asam lemak omega 3 yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
depresi.
b. Asam folat yang berfungsi untuk mencegah terjadinya depresi.
c. Zat besi untuk meningkatkan hemoglobin darah.
d. Kalsium untuk mengurangi keluhan hot flashes dan osteoporosis.
e. Vitamin D untuk mengurangi keluhan kulit dan tulang (Dwi,
2010).
Pengobatan utama pada menopause adalah dengan memberikan terapi
hormone estrogen dari luar atau dikenal dengan Hormone Replacement
Therapy (HRT). Prinsip pemberiannya adalah antara lain :
1. Wanita yang masih memiliki uterus, diberikan kombinasi estrogen
dan progesterone, penambahan progesterone ini bertujuan untuk
menghindari resiko terkena kanker endometrium.
2. Wanita yang sudah tidak memiliki uterus, diberikan estrogen saja
secara continue.
4. Wanita yang masih menginginkan terjadinya menstruasi diberikan
diberikan secara continue.
5. Jenis estrogen dan progesterone yang diberikan adalah yang bersifat
alamiah.
6. Awal pemberian harus diberikan dengan dosis rendah (Dwi, 2010).
C. Aktifitas Seksual
Walaupun reproduksi adalah tujuan mendasar dari aktifitas seksual, namun perilaku seksual memiliki banyak fungsi lain. Yang paling mendasar dari perilaku
seksual adalah kenikmatan atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi
kenikmatan sensual dan kenikmatan khas sensual yang berkaitan dengan orgasme
(Glasier, 2006).
Oleh karena itu, dalam hubungan seksual bukan hanya alat kelamin dan
daerah erogen yang ikut berperan tetapi juga psikologis dan emosi. Hubungan
seksual dianggap normal bila hubungan heteroseksual dikaitkan dengan norma,
agama, budaya, dan pengetahuan manusia yang harmonis dibarengi dengan rasa cinta
(Manuaba, 1999).
Freud menyatakan aktifitas seksual adalah naluri asasi manusia, dan harus dapat dinikmati kedua belah pihak. Aktifitas seksual seharusnya tidak hanya sekedar
tindakan bersenggama secara fisik, tetapi melibatkan pula emosi kedua pasangan.
Jadi, kedua belah pihak perlu memahami dan sepenuhnya melibatkan diri dalam
tindakan seksual, demi mengembangkan hubungan mereka (Jones, 2005).
Frekuensi koitus menurun cepat dari rata-rata maksimum empat kali
sebulan pada usia 70 tahun, dan sekali sebulan antara usia 75 hingga 79 tahun
(Hutapea, 2005).
1. Aktifitas Seksual Pada Masa Menopause
Jones (2005) mengatakan, bahwa mitos tentang kemampuan dan gairah
wanita akan hilang ketika memasuki usia lanjut tidak benar. Karena tubuh dan
pikiran dapat menerima seksualitas sepanjang hidup, sejak lahir hingga kematian.
Gagasan bahwa hanya orang muda yang dapat menikmati gairah seks tidak adil bagi
wanita lansia yang seksualitasnya sering meningkat.
Aktifitas seksual tidak berakhir karena menopause. Namun, wanita dan
pasangannya mungkin mengubah cara mereka mengungkapkan seksualitas selama
dan setelah menopause. Hal ini bergantung kepada perubahan fisik, perubahan pada
pasangan, dan mitos serta pesan budaya. Untuk individu yang melihat proses
penuaan sebagai suatu kehilangan, seksualitas dapat menjadi sulit untuk digabungkan
ke dalam apa yang mereka persepsikan sebagai identitas yang tidak terlalu menarik
(Bobak, 2005).
Pada saat wanita mengalami menopause, sering muncul rasa khawatir
terhadap dirinya, banyak wanita akan merasa takut kehilangan pasangannya karena
tidak dapat mengandung dan melahirkan lagi. Perasaan takut ini akan hilang secara
perlahan bila wanita menopause mengalami hubungan seksual yang tenang (Dwi,
2010).
Aktifitas hubungan seksual di usia menopause bagi sebagian wanita
mengalami perubahan berupa penurunan aktifitas hubungan seksual hal ini dikaitkan
dengan penurunan fungsi seksual yang berupa kekeringan vagina, dsypareuni
vagina, berkurangnya pelendiran (lubrikasi) saat bersenggama, hilangnya sensasi
klitoris dan terganggunya sensasi sentuhan (Northtrup, 2006).
Menurut dr. Naek L Tobing, dalam tulisannya tentang Aspek Psikoseksual
Wanita dalam Masa Menopause, hal yang menberikan dampak negative adalah
menurunnya kecantikan sehingga dapat menimbulkan penurunan ketertarikan suami
dan mungkin bisa menurunkan gairah seksual. Namun, gangguan seksual sifatnya
sangat individual (Kasdu, 2002). Bahkan dalam sebuah kajian yang dilakukan
belakangan ini di University of Chicago menyatakan bahwa sangat lazim bagi
pasangan untuk melakukan hubungan seksual tiga kali setiap bulan dan mereka
sudah puas dengan itu (Northtrup, 2006).
Seks dapat dinikmati untuk berbagai alasan seperti perasaan feminine,
menurunkan keteganagan, perbaikan tidur, sebagai penyaluran emosi, dan untuk
perasaan intimasi. Pandangan terbaru yang menyebabkan wanita dan praktisi
menyerah adalah bahwa sejak terjadi penurunan kadar estrogen pada wanita, aktifitas
seksual dianggap menjadi tidak nyaman, sebagai beban, atau setidaknya tidak
menyenangkan. Hal ini terus berlanjut dengan ide bahwa wanita yang telah melewati
masa reproduktifnya berpotensi kehilangan keinginan dan hasrat seksual. Bagi
banyak pasangan, seks terus meningkat dengan perubahan proses penuaan dan gaya
hidup baik pada pria dan wanita. Dengan memiliki waktu luang yang lebih banyak,
anak-anak sudah meninggalkan rumah, dan perubahan tanggung jawab, seks dapat
menjadi petualangan yang sangat menyenangkan (Varney, 2007).
Fungsi seksual yang memuaskan adalah bagian integral kesehatan dan
kesejahteraan wanita di usia berapa pun. Banyak mitos tentang seks dan proses
penuaan. Stereotip pada budaya barat sering kali membatasi komunikasi tentang seks
mereka mengalami masa transisi menopause. Selama bertahun-tahun telah menjadi
anggapan bahwa semakin tua usia wanita, minat seks dan responsive wanita akan
menurun (Varney, 2007).
Dalam sebuah penelitian mengenai seksualitas di AS, ditemukan bahwa
gairah dan dorongan seksual tidak berubah dalam 60% wanita dan 20% mengalami
penurunan dorongan seksual serta 20% lainnya mengalami peningkatan gairah
seksual. Kebanyakan wanita menikmati persenggamaan dengan baik di usia lanjut.
Ketika bertambah tua, wanita menemukan bahwa aktivitas seksual mempunyai
variasi yang lebih besar, kepelikan lebih besar, dan kenikmatan yang lebih besar.
Bagi banyak orang, seks tidak hanya sekedar hubungan kelamin tetapi meluas
mencakup kontak tubuh, sentuhan dan pelukan, termasuk juga senggama (Jones,
2005).
2. Penyebab Perubahan Aktifitas Pada Masa Menopause
Pada usia menopause tidak ada halangan untuk meningkatkan hubungan
seksual, hanya saja frekuensinya makin berkurang. Masalah hubungan seksual yang
dihadapi pada usia menopause adalah keinginan seksual sudah berkurang, karena
daerah erogen (erotic) kurang sensitiv sehingga memerlukan rangsangan intensif,
karena agak sulit dapat mencapai orgasme (Manuaba, 1999).
Gairah atau hasrat seksual secara perlahan-lahan akan menurun sesuai
dengan usia. Apalagi beberapa penyakit menurunkan gairah seksual, seperti diabetes
dan ginjal serta akibat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat darah tinggi.
Faktor psikologis, misalnya pekerjaan, anak-anak, maupun perkawinannya sendiri
dapat mengganggu gairah seksual. Pada pria, misalnya tidak dapat ereksi atau
salah satu pasangan yang terganggu, otomatis mempengaruhi pihak suami atau istri
dalam menikmati hubungan seksualnya (Kasdu, 2002).
Dengan makin meningkatnya usia, maka makin sering dijumpai gangguan
seksual pada wanita, yang diakibatkan dari kekurangan hormon estrogen. Penelitian
membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting untuk
mempertahankan kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan (Baziad, 2003).
Indarti (2005), juga mengatakan bahwa hormon estrogen mempunyai pengaruh besar
dalam mengoptimalkan fungsi organ reproduksi. Berkurangnya hormon tersebut
menjadikan liang vagina berkurang elastisitasnya, dindingnya mengalami penipisan
dan terjadi kekeringan sehingga memudahkan timbulnya perlukaan. Dan alasan
tersebut yang membuat wanita menopause sering tidak nyaman saat melakukan
aktifitas seksual.
Dispareunia (hubungan seksual yang menimbulkan rasa nyeri) dapat terjadi
karena vagina menjadi lebih kecil, dinding vagina menjadi lebih tipis dan lebih
kering dan lubrikasi selama stimulasi seksual berlangsung lebih lama (Bobak, 2005).
Vagina adalah organ yang paling peka terhadap estrogen, dan vagina memberi
respons terhadap hormon ini dengan menghasilkan suatu epitel basah yang tebal,
dengan suatu sekret asam (pH 4,0). Tiadanya estrogen akan menghasilkan epitel tipis
yang kering dengan secret basa (pH 7,0). Diameter vagina pasca menopause
menyusut, mudah pecah dan robek, dan menyebabkan dispereunia yang hebat.
Pasangan sering menghindari hubungan seksual karena rasa yang sangat tidak enak
(Hacker, 2001).
Terganggunya aktifitas seksual di usia menopause juga dipengaruhi karena
kelelahan fisik setelah beraktifitas, bergejolak panas, jantung berdebar-debar,
sebagainya. Akibat dari gangguan tersebut maka tidak jarang wanita di usia
menopause tidak dapat menikmati hubungan seksual (Baziad, 2003).
Para peneliti melaporkan, wanita yang keinginan seksualnya berkurang
selama menopause lebih banyak melaporkan gangguan tidur, keringat malam dan
depresi. Menurut studi yang dipublikasikan pada edisi Juni 2007, American Journal
of Obstetrics and Genecology, 341 partisipan peri dan pasca menopause dalam uji
acak terapi alternatif menopause, 64% melaporkan libido berkurang, 18% dengan
depresi yang sedang sampai berat dan 43% mengalami kualitas tidur yang jelek
(Proverawati,2010).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan penurunan libido pada wanita usia
pertengahan begitu kompleks, termasuk depresi, gangguan tidur dan keringat malam
hari. Keringat malam dapat mengganggu tidur dan kekurangan tidur mengurasi
energi untuk yang lain, termasuk aktifitas seksual (Proverawati, 2010).
Terdapat bukti ekstensif bahwa sulih estrogen dapat bermanfaat untuk
masalah kekeringan vagina dan dispareunia pasca menopause dengan revisi vaginitis
atrofik. Efek estrogen terhadap libido tidak jelas. Namun, terapi androgen
dipertimbangkan aman dan efektif untuk menurunkan libido jika digunakan dalam
kadar dosis yang sesuai pada wanita yang menjalani menopause alami (Varney,
2007)
3. Langkah untuk mempertahankan aktifitas seksual
a. Komunikasi
Berbicara santai mengenai perubahan-perubahan seksual akan menjadi hal
yang sangat penting. Memberitahu pasangan tentang apa yang sedang terjadi
pada diri anda.
Pada usia setengah baya, wanita dapat mengatur suasana hatinya, bahkan
jika hasrat itu tidak muncul secara spontan seperti biasanya
c. Keintiman
Jangan tergesa-gesa untuk menjalin hubungan pribadi. Tidak ada yang lebih
kondusif bagi kehidupan seks yang baik dari pada kemampuan untuk
berbagi pikiran dan perasaan dengan seorang pasangan secara teratur.
d. Teknik
Dibutuhkan keterampilan dan teknik untuk mengetahui apa yang dapat
merangsang pasangan anda dan apa yang merangsang abgi anda. Belajar
untuk menyenangkan diri sendiri hingga mencapai orgasme merupakan
keterampilan yang sangat berharga jika menyangkut hubungan intim dengan
suami.
e. Variasi seksual
Baik anda maupun pasangan perlu menjelajahi diri sendiri untuk
menambahkan kreatifitas dan sesuatu yang baru dalam hubungan intim.
f. Romantisme
Perlu mempelajari bagaimana menunjukkan cinta satu sama lain dengan cara
yang konkret. Bunga, kartu, pergi berduaan di malam hari, dan sebagainya
semuanya merupakan bagian dari apa yang perlu dilakukan untuk
menghidupkan kembali romantisme.
g. Citra tubuh
Banyak yang merasa tidak puas dengan tubuh sendiri karena telah terbiasa
membandingkan dengan gambar model yang sempurna. Jika merasa tidak
puas dengan tubuh sendiri, sangat sulit untuk hadir sepenuhnya dalam
h. Sensualitas
Untuk meningkatkan libido, harus bersedia mengendurkan diri dan
melibatkan seluruh indra dalam hubungan intim.
i. Gairah
Dr. Love menggambarkan gairah sebagai kemampuan untuk
menggabungkan perasaan terangsang yang mendalam dengan cinta kepada
BAB III
KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL
A. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, ingin diketahui lebih jauh hubungan pengetahuan
ibu tentang menopause dengan aktifitas seksual pada ibu pada masa menopause,
sehingga timbul kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
B. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yaitu
ada hubungan pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas seksual
ibu pada masa menopause di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Tahun
2013.
Aktifitas seksual Pengetahuan Tentang
C. Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional
Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Pengetahuan
ibu tentang menopause
Segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang masa menopause, meliputi : - Pengertian menopause - Usia menopause - Fase menopause - Penyebab menopause - Tanda gejala
menopause - Penanganan menopause - Aktifitas seksual pada masa menopause
Kuesioner • Baik : bila skor > 76%
• Cukup :
bila skor > 51% - 75%
• Kurang : bila skor < 50%
• Baik
• Cukup
• Kurang
Ordinal
2 Aktifitas Seksual
Kegiatan hubungan intim yang dapat dinikmati oleh kedua belah pihak pasangan suami istri, tidak sekedar bersenggama tetapi juga
melibatkan emosi.
Kuesioner • Baik : bila poin yang di dapat > 15 - 20
• Kurang baik : bila poin yang di dapat < 15
• Baik
• Kurang baik
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini bersifat analitik. Sedangkan menurut waktunya
penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana subjek diobservasi
satu kali saja pada waktu bersamaan (Arikunto, 2010).
B. Populasi Dan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang sudah menopause di
Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli Tahun 2013.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari wanita menopause di
Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli. Penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling, dengan kriteria ibu yang sudah
menopause dan masih mempunyai suami yang berjumlah 46 orang
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan IV Kelurahan Titi
Papan Kecamatan Medan Deli dengan pertimbangan lokasi ini mudah
terjangkau oleh peneliti, adanya populasi yang mencukupi untuk dijadikan
responden, serta lokasi ini belum pernah ada penelitian yang sama
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013 s/d Mei 2013.
E. Pertimbangan Etik
Peneliti melakukan pertimbangan etik yaitu dengan menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian kepada responden serta memberitahukan bahwa
tidak ada pengaruh negative yang tejadi selama pengumpulan data. Jika
responden bersedia maka responden harus menangatangani lembar
persetujuan menjadi responden (Informed Consent). Dan bila responden
menolak maka responden mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari
penelitian karena responden tersebut sifatnya sukarela.
Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan identitas responden pada
lembar pengumpulan data (Kuesioner) hanya diberi nomor kode yang akan
digunakan, sehingga kerahasiaan identitas informasi yang diberikan tetap
terjaga.
F. Instrument Penelitian
Alat pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner yang
disusun berdasarkan literature yang ada dan dikonsultasikan kepada
pembimbing. Kuesioner terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berupa data
demografi (umur, pendidikan, pekerjaan). Bagian kedua berupa kuesioner
tentang pengetahuan, yang terdiri dari 20 pertanyaan, jawaban yang salah
akan mendapat nilai 0 (nol), dan jawaban yang benar akan mendapatkan nilai
Untuk menentukan nilai digunakan rumus : Skor yang diperoleh x 100
Skor tertinggi
Baik : bila skor > 76%
Cukup : bila skor > 51% - 75%
Kurang : bila skor < 50%
Bagian ketiga berupa kuesioner tentang aktifitas, yang terdiri dari 10
pertanyaan dengan pilihan jawaban Ya dan Tidak. Dengan poin tertinggi
bernilai 20 poin. Baik bila poin yang di dapat > 15 – 20 poin, kurang baik bila
poin yang di dapat < 15 poin.
G. Validitas Dan Reabilitas 1. Uji Validitas
Sebelum mengumpulkan data, dilakukan uji coba dengan cara
menguji validitas dengan uji validitas dan sudah dikonsultasikan kepada
pembimbing dan sudah di konten validity oleh Dr.dr.M.Fidel Ganis
Siregar, M.Ked(OG)SpOG-K. Nilai koefisien dari instrument penelitian
yang telah di konten validity pada pertanyaan pengetahuan adalah 0,92
dan untuk nilai koefisien aktifitas seksual adalah 0,84.
Riwidikdo (2008) mengatakan, validitas didefenisikan sebagai ukuran
seberapa cermat suatu test melakukan fungsi ukurnya. Untuk dikatakan
valid, test harus mengukur sesuatu dan melakukannya dengan cermat.
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrument
2. Uji Reliabilitas
Pengujian reabilitas instrument dapat dilakukan secara eksternal
maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan
test-retest (stability), equivalent dan penggabungan keduanya. Secara internal
reabilitas instrument dapat di uji dengan menganalisis konsistensi
butir-butir yang ada pada instrument dengan teknik tertentu. Menurut Djemari,
kuesioner atau angket dikatakan reliable jika memiliki nilai alpa minimal
0,7 (Riwidikdo, 2008).
Uji reabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha
croabanch dengan bantuan program SPSS, jika didapatkan r hasil > dari r
tabel maka instrument dinyatakan reliable dan jika hasil < dari r tabel
maka instrument dinyatakan tidak reliable. Nilai r tabel adalah 0,632 dan
nilai dari Alpha croabanch instrument adalah 0,940.
H. Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data akan dilaksanakan sebagai berikut : saat
pengumpulan data melakukan pendekatan kepada calon responden dengan
melakukan kunjungan rumah pada siang hingga sore hari dan pengumpulan
data juga akan dibantu oleh ibu PKK dan kader untuk memperlancar proses
pengumpulan data. Setelah peneliti menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian ini kepada responden, maka calon responden akan menandatangani
lembar persetujuan (informed consent) jika bersedia menjadi responden.
Menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden dan
selanjutnya responden mengisi lembar kuesioner dengan jujur serta mengisi
kuesioner, dan menjelaskan jika ada pertanyaan yang kurang jelas. Waktu
untuk mengisi kuesioner adalah 30 menit untuk setiap responden.
I. Analisis Data
Setelah seluruh data terkumpul, maka analisis data akan dilakukan
melalui pengolahan data yang mencakup tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Editing
Pada tahap ini dilakukan untuk memeriksa atau mengecek
kelengkapan data pada instrument penelitian, apakah telah diisi sesuai
dengan petunjuk yang telah diberikan sebelumnya.
2. Coding
Memberikan tanda kode terhadap jawaban-jawaban kuesioner
yang telah diisi oleh responden untuk mempermudah pengolahan data
selanjutnya.
3. Tabulating
Dimana pada tahap ini peneliti memindahkan data jawaban
kuesioner yang telah diberi kode ke dalam tabel pengolahan data.
4. Cleaning
Pada tahap ini peneliti melakukan pemeriksaan kembali data
yang telah dimasukkan ke dalam tabel dengan data pada instrumen
untuk melihat apakah ada kesalahan atau tidak.
Analisis data hasil penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian.
a. Analisis data Univariat
Data demografi bersifat kategori dan hanya dicari presentase
dan frekuensinya. Sedangkan data numerik hasil analisis pengetahuan
ibu tentang menopause terhadap aktifitas seksual dicari frekuensi serta
persentasenya, disajikan dalam bentuk tabel. Untuk pengetahuan akan
dibuat kategori baik, cukup, kurang dan untuk aktifitas seksual
dikategorikan baik dan kurang baik.
b. Analisis data Bivariat
Hubungan pengetahuan ibu tentang menopause dengan
aktifitas seksual ibu pada masa menopause dianalisis dengan menguji
hipotesis penelitian, kemudian ditarik kesimpulan dari hasil
penelitian.
Analisis ini digunakan untuk menganalisis adanya hubungan
pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas seksual ibu pada
masa menopause. Hipotesis menggunakan uji Chi Square, dengan
taraf signitifikan 95%. Taraf signitifikan (α = 0,05), pedoman dalam
menerima hipotesis : jika data probabilitas (p) < 0,05 maka H0
ditolak, apabila (p) > 0,05 maka H0 gagal ditolak. Data disajikan
dalam bentuk tabel agar dapat dengan mudah melihat hubungan
pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas seksual ibu pada
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
Analisis univariat ini bertujuan mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti yakni data demografi ibu menopause meliputi
umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan aktifitas seksual.
Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa mayoritas
responden berumur 50-54 tahun sebanyak 24 orang (52,2%),
berpendidikan SD sebanyak 18 orang (39,1%), dan memiliki pekerjaan
[image:47.595.109.531.497.707.2]Ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 22 orang (47,8%).
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kerakteristik Umur, Pendidikan dan Pekerjaan di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan pada Bulan April-Mei
Tahun 2013
Karakteristik Frekuensi Presentasi (%)
Umur 45-49 50-54 55-59 60-64
Pendidikan SD SMP SMA PT 6 24 10 6 18 12 11 5 13,0 52,2 21,7 13,0 39,1 26,1 23,9 10,9
Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa mayoritas
pengetahuan responden tentang menopause berpengetahuan kurang
[image:48.595.108.528.210.307.2]sebanyak 18 orang (39,1%).
Tabel 5.2
Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang menopause di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan pada Bulan April-Mei Tahun 2013
Karakteristik Frekuensi Presentasi (%)
Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total 18 14 14 46 39,1 30,4 30,4 100
Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas
responden mempunyai aktifitas seksual pada masa menopause baik sebanyak 32
orang (69,6%).
Tabel 5.3
Distribusi responden berdasarkan aktifitas seksual pada masa menopause di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan pada Bulan April-Mei Tahun 2013
Karakteristik Frekuensi Presentasi (%)
Aktifitas seksual Kurang baik Baik Total 14 32 46 30,4 69,6 100
2. Analisa Bivariat
Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan
dengan menggunakan uji statistik Chi-Square yaitu untuk menganalisis hubungan
pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas seksual ibu pada masa
[image:48.595.106.533.487.569.2]Hasil penelitian pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 46 responden,
yang mempunyai aktifitas seksual yang baik dan pengetahuan yang baik
sejumlah 13 orang (92,9%) dan responden yang mempunyai aktifitas seksual
kurang baik dan pengetahuan yang kurang sejumlah 10 orang (55,6%).
Hasil uji statistic diperoleh nilai P = 0,009, maka dapat disimpulkan ada
hubungan pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas seksual ibu pada
[image:49.595.109.531.333.498.2]masa menopause.
Tabel 5.4
Hubungan pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas seksual ibu pada masa menopause di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan pada Bulan
April-Mei Tahun 2013 Pengetahuan
responden
Aktifitas seksual Total % P Value Kurang baik Baik
f % f %
Kurang Cukup Baik 10 3 1 55,6 21,4 7,1 8 11 13 41,4 78,6 92,6 18 14 14 100 100 100 0,009
Total 14 30,4 32 69,6 46 100
B. Pembahasan
1. Interprestasi dan diskusi hasil
a. Pengetahuan responden
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari
46 responden, ada 18 orang (39,1%) yang berpengetahuan kurang.
Berdasarkan dari hasil uji tabel silang, didapatkan bahwa mayoritas
responden yang berpengetahuan kurang tersebut adalah yang berumur
45-49 tahun sebanyak 5 orang (10,9%) dan berumur 50-54 tahun sebanyak 5
dan yang berpekerjaan IRT sebanyak 9 orang (19,6%). Dan pada
penelitian yang dilakukan oleh Magdalena (2009), jumlah ibu-ibu yang
berpengetahuan kurang sebanyak 33 orang ( 32,0%).
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan itu melalui :
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, usia dan sumber
informasi (Notoatmodjo, 2003). Hal ini sama dengan menurut pendapat
Wied Hary A (1996) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang antara lain adalah faktor pendidikan. Tingkat
pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin
tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya
(Hendra AW, 2008).
b. Aktifitas seksual pada masa menopause
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari
46 responden, 32 orang (69,6%) mempunyai aktifitas seksual yang baik.
Berdasarkan dari hasil uji tabel silang, didapatkan bahwa mayoritas
responden yang beraktifitas sesksual baik tersebut adalah yang berumur
50-54 tahun sebanyak 24 orang (52,2%), yang berpendidikan SMA
sebanyak 10 orang (21,7%), dan yang pekerjaan IRT sebanyak 13 orang
(28,3%).
Menurut Bambang (2003), wanita masa menopause masih melakukan
berhentinya hubungan seksual adalah karena ketiadaan pasangan. Hal ini
sama dengan pendapat Manuaba (1999) yang mengatakan bahwa pada
usia lanjut bukanlah halangan untuk melakukan hubungan seksual, hanya
frekuensinya tentu makin berkurang. Dan karena sudah tidak takut akan
hamil, kepuasan seks dapat meningkat. Freud menyatakan aktifitas
seksual adalah naluri asasi manusia, dan harus dapat dinikmati kedua
belah pihak. Aktifitas seksual seharusnya tidak hanya sekedar
tindakan bersenggama secara fisik, tetapi melibatkan pula emosi kedua
pasangan. Jadi, kedua belah pihak perlu memahami dan sepenuhnya
melibatkan diri dalam tindakan seksual, demi mengembangkan hubungan
mereka (Jones, 2005). Hal ini juga sesuai dengan penelitian Nuharta
(2011) yang mengatakan bahwa sikap suami tentang aktifitas seksual
pada istri menopause bersikap positif.
c. Hubungan pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas seksual
pada masa menopause
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari
14 responden yang berpengetahuan baik ada 13 orang (92,9%) yang
mempunyai aktifitas seksual baik pada masa menopause, dan dari 18
responden yang berpengetahuan kurang ada 10 orang (55,6%) yang
mempunyai aktifitas seksual kurang baik pada masa menopause. Hasil
analisis statistic dengan menggunakan uji Chi-Square pada tingkat
kepercayaan 95% disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu
tentang menopause dengan aktifitas seksual ibu pada masa menopause p
Berdasarkan penelitian ini, menurut peneliti pengetahuan responden
tentang menopause sangat berpengaruh terhadap akttifitas seksual pada
masa menopausenya. Hal ini dikarenakan, jika responden sudah
mengetahui tanda gejala,keluhan yang biasa terjadi serta penanganan
yang dapat dilakukan pada masa menopause, maka responden sudah
dapat mempersiapkan atau mengatasi masalah yang akan timbul pada
masa menopause. Sehingga hubungan seksual pada masa menopause
dapat lebih menyenangkan.
Hal ini sesuai dengan teori menurut Kasdu (2002), yang mengatakan
akibat perubahan dari haid lagi, otomatis terjadi perubahan pada organ
reproduksi wanita. Tidak heran apabila kemudian muncul berbagai
keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan organ reproduksinya
maupun organ tubuh pada umumnya. Keluhan ini sifatnya sangat
individual yang dipengaruhi oleh social budaya, pendidikan, lingkungan
dan ekonomi. Dan ada baiknya jika seorang wanita sudah mempersiapkan
diri menghadapi masa menopause dengan pengetahuan yang memadai.
Aktifitas seksual tidak berakhir karena menopause. Namun, wanita
dan pasangannya mungkin mengubah cara mereka mengungkapkan
seksualitas selama dan setelah menopause. Hal ini bergantung kepada
perubahan fisik, perubahan pada pasangan, dan mitos serta pesan budaya.
Untuk individu yang melihat proses penuaan sebagai suatu kehilangan,
seksualitas dapat menjadi sulit untuk digabungkan ke dalam apa yang
mereka persepsikan sebagai identitas yang tidak terlalu menarik (Bobak,
2. Implikasi untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Bidan
a. Untuk Asuhan Kebidanan
Penelitian ini memberikan informasi kepada pelayanan
kebidanan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu
menopause tentang perubahan yang terjadi pada masa menopause
serta penanganan yang dapat dilakukan pada masa menopause.
b. Untuk Pendidikan Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi tambahan bagi
pengembangan ilmu kebidanan khususnya tentang aktifitas seksual
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013
yang berjudul hubungan pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas
seksual ibu pada masa menopause di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan
Tahun 2013 pada 46 orang responden dapat disimpulkan :
1. Sebagian besar responden mempunyai pengetahuan kurang tentang
menopause sebanyak 18 orang (39,1%)
2. Sebagian besar responden mempunyai aktifitas seksual yang baik pada
masa menopause sebanyak 32 orang (69,6%)
3. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang menopause dengan aktifitas
seksual ibu pada masa menopause di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan
Tahun 2013 (p = 0,009)
B. Saran
1. Diharapkan kepada seluruh ibu-ibu khususnya ibu menopause agar
menambah pengetahuan tentang menopause, yaitu pengertian menopause,
tanda gejala menopause, serta penganganan yang dapat dilakukan dengan
cara menambah sumber informasi tentang menopause agar nantinya dapat
menangani keluhan pada masa menopause
2. Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk selalu memberikan informasi
3. Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, G. 2010. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Bambang, AR. 2003. Mengatasi Gejala Menopause Secara Medis dan Alami Hidup Sehat dengan Menopause. Jakarta : Nirmala
Baziad, A. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prowirahardjo
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Dwi, W.V., & Fitrah. 2010. Memahami Kesehatan Pada Lansia. Jakarta : Trans Info
Media.
Glasier, A., & Gebbie, A. 2006. Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC.
Hacker, N.F. 2001. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC.
Hutapea, R. 2005. Sehat & Ceria Di Usia Senja. Jakarta : Asdi Mahasatya.
Indarti, J. 2005. Panduan Kesehatan Wanita. Jakarta : Puspa Swara.
Jones, D.L. 2005. Setiap Wanita. Jakarta : Delapratasa Publishing.
Kasdu, D. 2002. Kiat Sehat Dan Bahagia Di Usia Menopause. Jakarta : Puspa
Swara.
Kusmiran, E. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita. Jakarta : Salemba
Medika.
Magdalena, A. (2009). Pengetahuan Ibu Usia Menopause Tentang Aktifitas Seksual Pada Usia Menopause Di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kecamatan Medan Johor. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Manuaba, I. A., dkk. 2010. Buku Ajar Penuntun Kuliah Genekologi. Jakarta : Trans Info Media.
Manuaba, I.B. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan.
Morgan, G., & Hamilton, C. 2009. Obstetri Dan Ginekologi Panduan Praktik.
Jakarta : EGC.
Northrup, C. 2006. Bijak Di Saat Menopause. Bandung : Q-Press.
Norwitz, E., & Schorge, J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Jakarta :
Erlangga.
Nuharta, E. 2011. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Suami Tentang Aktifitas Seksual Pada Istri Menopause Di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Owen, E. 2005. Panduan Kesehatan Bagi Wanita. Jakarta : Prestasi Pustaka
Publisher.
Proverawati, A. 2010. Menopause Dan Sindrom Premenopause. Yogyakarta : Nuha Medika.
Proverawati, A., & Maisaroh, S. 2009. Menarche, Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta : Nuha Medika.
Riwidikdo, H. 2008. Statistic Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press.
Rebecca & Brown, P. 2006. Menopause. Jakarta : Erlangga.
Seri Penyakit Wanita. 2003. Hidup Sehat Dengan Menopause. Jakarta : Buku Populer Nirmala.
Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prowirahardjo
Hardians, dkk. (2005). Kondisi Fisik Menopause. Dikutip November 2012. http :
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN
Saya yang bernama Ulfariana (Nim:125102043) adalah mahasiswa
DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat
ini saya sedang melakukan pene