• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum Annum L.)

( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

OLEH :

DANIEL S SIAHAAN

110304056

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum Annum L.)

( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

OLEH :

DANIEL S SIAHAAN

110304056

AGRIBISNIS

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir. Kelin Tarigan, M.S) (Ir. Thomson Sebayang, M.T) NIP. 194608021973011001 NIP. 195711151986011001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

DANIEL S SIAHAAN (110304056) , dengan judul ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum Annum L.), dibimbing oleh Prof. Dr. Ir Kelin Tarigan, MS dan Ir. Thomson Sebayang, MT

Kabupaten Karo merupakan salah satu sentra penghasil cabai merah terbesar di Sumatera Utara, khususnya Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe dengan luas panen 6.224 ha dan produktivitas mencapai 7,09 ton/ha pada tahun 2013. Luas panen cabai merah di Kabupaten Karo dalam periode 2011 – 2013 lebih besar dibandingkan daerah sentra produksi cabai merah lainnya, yakni Kabupaten Batubara dan Kabupaten Simalungun, namun produktivitasnya paling rendah dibanding kedua kabupaten tersebut.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman cabai merah, untuk menganalisis tingkat efisiensi teknik, harga dan ekonomis usahatani, dan menganalisis profitabilitas yang diperoleh oleh petani di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo. Metode penentuan daerah penelitan ditentukan secara purposive, sementara penentuan sampel dilakukan dengan metode accidental. Data dianalisis dengan analisis regresi berganda melalui fungsi Cobb-Douglas, baik untuk fungsi produksi maupun fungsi biaya. Selanjutnya efisiensi teknik dan harga diestimasi dengan stokastik frontier, sementara efisiensi ekonomis dihitung dari perkalian hasil efisiensi teknis dengan harga.

Dari hasil analisis data diperoleh nilai signifikansi F – hitung 0,000 < 0,005 yang menunjukkan bahwa secara bersama – sama faktor produksi yakni luas lahan (X1), bibit (X2), tenaga kerja (X3), pupuk (X4), pestisida(X5) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah, sedangkan secara parsial hanya variabel luas lahan yang berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah. Nilai koefisien determinasi 0,874 menunjukkan variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variabel luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida sebesar 87,4 %. Tingkat efisiensi teknis mencapai 0,715, tingkat efisiensi harga mencapai 11,3 dan ekonomis mencapai 0,08. Dengan demikian, penggunaan faktor produksi usahatani cabai merah di tidak efisien. Penerimaan rata – rata yang diperoleh petani Rp 78.497.400/MT, pendapatan keluarga Rp 68.448.827,97/MT, dan pendapatan Rp 60.916.989,08/MT.

(4)

RIWAYAT HIDUP

DANIEL S SIAHAAN, lahir di Sianjur pada tanggal 13 Mei 1993. Anak ke

empat dari Ayahanda J. Siahaan dan Ibu P.Silalahi.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah :

1. Tahun 1999 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri no 121241 Pematangsiantar dan tamat tahun 2005.

2. Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Pematangsiantar dan tamat tahun 2008.

3. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pematangsiantar dan tamat tahun 2011.

4. Tahun 2011 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri), Melaksanakan PKL (Praktik Kerja Lapangan) di Kelurahan Kampung Lama, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat pada bulan Agustus – September 2014.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus atas karunia dan berkat–Nya sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) di Desa Sukanalu, Kecamatan

Barusjahe, Kabupaten Karo”.

Pada kesempatan ini dengan tulus hati penulis mengucapkan secara khusus banyak terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT selaku anggota pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih juga kepada :

1. Ibunda tercinta P. Silalahi dan Ayahanda J. Siahaan yang telah memberikan doa dan dukungan, baik secara moril maupun materil dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara

2. Saudara Hotnida Siahaan, Melisha Siahaan, drh. Bolas MP Siahaan, Sarina Siahaan serta keponakan tercinta Selin Alena, Juan, dan Ramelia yang telah memberikan dukungan doa dan motivasinya

3. Oka Nelty dan Keluarga Ompusunggu serta Responden di Desa Sukanalu dan instansi yang bersedia memberi waktu untuk membantu penelitian ini.

(6)

5. Teman – teman seperjuangan Titus Egatama Sembiring, SP, Ismael Limbong, Sri Sinaga, SP, SP, Rut CS Siahaan, SP, Vanny Simanjuntak,SP, Johana Angel, SP Agfanti Sianipar, SP, Novita S Sinaga, SP, Agri Ma Damanik, SP, Ade Rezkika Nasution, SP yang telah memberikan semangat, doa, dan telah membantu dalam penelitian , serta seluruh teman seangkatan Agribisnis 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu

6. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis terbuka dalam menerima kritik, saran, dan masukan yang membangun dari pembaca. Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua.

Medan, Juli 2015

(7)

DAFTAR ISI

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 8

2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.2 Landasan Teori ... 9

2.2.1 Produksi dan Fungsi Produksi ... 9

2.2.2 Fungsi Produksi Frontier ... 16

2.2.3 Efisiensi ... 17

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 28

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 29

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4 Metode Analisis Data ... 30

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 37

3.5.1. Definisi Operasional ... 37

(8)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELIITIAN DAN

KARATERISTIK RESPONDEN ... 40

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 40

4.1.1 Luas dan Letak Geografis ... 40

4.1.2 Keadaan Penduduk ... 40

4.2. Karakteristik Responden ... 43

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

5.1 Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Cabai Merah ... 46

5.2 Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Usahatani ... 47

5.2.1 Uji Asumsi Klasik... 47

5.3 Tingkat Efisiensi Teknik, Harga, dan Ekonomi Cabai Merah ... 55

5.3.1 Efisiensi Teknik ... 56

5.3.2 Efisiensi Harga ... 56

5.3.3. Efisiensi Ekonomis ... 57

5.3.4 Profitabilitas Usahatani Cabai Merah ... 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1. Kesimpulan ... 61

6.2. Saran... 61 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai di Sumatera Utara Tahun 2009-2013

3 1.2 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai

Besar Menurut Kabupaten Sentra, 2011-2013

4

1.3 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Cabai Merah di Kabupaten Karo Tahun 2013

5

3.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah Kecamatan Barusjahe berdasarkan Berdasarkan Desa Tahun 2014

28 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di

Desa Sukanalu Tahun 2014

41 4.2 Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian di Desa Sukanalu

Tahun 2014

41

4.3 Kepala Keluarga Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sukanalu Tahun 2014

42

4.4 Tata Guna Lahan di Desa Sukanalu Tahun 2014 42 4.5 Sarana dan Prasarana di Desa Sukanalu Tahun 2014 43 4.6 Rata – Rata dan Range Responden di Desa Sukanalu, Kecamatan

5.2 Hasil Analisis Uji Autokorelasi 49

5.3 Hasil Uji Multikolinearitas masing-masing Faktor Produksi Usahatani Cabai merah

50 5.4 Nilai Regresi dan Variabel Input Produksi Usahatani Cabai merah 53 5.5 Hasil Tingkat Efisiensi Harga Usahatani Cabai merah di Desa

Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

57 5.6 Total Biaya, Penerimaan, Pendapatan, Family Income dan

Kelayakan Usahatani Cabai Merah

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

2.1 Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata

dan Produksi Marginal 11

2.2 Efisiensi Unit Isoquant 19

2.3 Skema Kerangka Pemikiran 26

5.1 Uji Normalitas Model 48

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo 6 Jumlah Dan Upah Tenaga Kerja Petani Sampel Di Desa Sukanalu,

Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

7 Jumlah dan Total Upah Tenaga Kerja Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

8 Jumlah dan Biaya Pestisida Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

9 Total Biaya Variabel Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

10 Total Biaya Tetap Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

11 Total Biaya, Intensitas Panen, Penerimaan, Pendapatan Keluarga, dan Pendapatan Per Petani Sampel Di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

12 Lampiran 10. Hasil Output Efisiensi Teknik Menggunakan Software Frontier 4.1c, 2014

13 Hasil Output Efisiensi Harga Menggunakan Software Frontier 4.1c, 2014 14 Hasil Analisis Data Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai

(12)

ABSTRAK

DANIEL S SIAHAAN (110304056) , dengan judul ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum Annum L.), dibimbing oleh Prof. Dr. Ir Kelin Tarigan, MS dan Ir. Thomson Sebayang, MT

Kabupaten Karo merupakan salah satu sentra penghasil cabai merah terbesar di Sumatera Utara, khususnya Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe dengan luas panen 6.224 ha dan produktivitas mencapai 7,09 ton/ha pada tahun 2013. Luas panen cabai merah di Kabupaten Karo dalam periode 2011 – 2013 lebih besar dibandingkan daerah sentra produksi cabai merah lainnya, yakni Kabupaten Batubara dan Kabupaten Simalungun, namun produktivitasnya paling rendah dibanding kedua kabupaten tersebut.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman cabai merah, untuk menganalisis tingkat efisiensi teknik, harga dan ekonomis usahatani, dan menganalisis profitabilitas yang diperoleh oleh petani di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo. Metode penentuan daerah penelitan ditentukan secara purposive, sementara penentuan sampel dilakukan dengan metode accidental. Data dianalisis dengan analisis regresi berganda melalui fungsi Cobb-Douglas, baik untuk fungsi produksi maupun fungsi biaya. Selanjutnya efisiensi teknik dan harga diestimasi dengan stokastik frontier, sementara efisiensi ekonomis dihitung dari perkalian hasil efisiensi teknis dengan harga.

Dari hasil analisis data diperoleh nilai signifikansi F – hitung 0,000 < 0,005 yang menunjukkan bahwa secara bersama – sama faktor produksi yakni luas lahan (X1), bibit (X2), tenaga kerja (X3), pupuk (X4), pestisida(X5) berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah, sedangkan secara parsial hanya variabel luas lahan yang berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah. Nilai koefisien determinasi 0,874 menunjukkan variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variabel luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida sebesar 87,4 %. Tingkat efisiensi teknis mencapai 0,715, tingkat efisiensi harga mencapai 11,3 dan ekonomis mencapai 0,08. Dengan demikian, penggunaan faktor produksi usahatani cabai merah di tidak efisien. Penerimaan rata – rata yang diperoleh petani Rp 78.497.400/MT, pendapatan keluarga Rp 68.448.827,97/MT, dan pendapatan Rp 60.916.989,08/MT.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu dari subsektor pertanian di Indonesia yang sedang semarak dikembangkan adalah subsektor hortikultura. Hortikultura merupakan salah satu subsektor penting dalam pembangunan pertanian. Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat (medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants) termasuk didalamnya tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat atau tanaman hias (Departemen Pertanian, 2014).

Kesukaaan masyarakat Indonesia terhadap cabai terbukti dengan kebutuhan perkapita terhadap cabai yang berada pada kisaran 3 kg/kapita/tahun. Apabila jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta, berarti pertahunnya dibutuhkan sebanyak 750.000 ton. Jumlah sebesar ini diduga belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri terutama pada beberapa tahun terakhir ini. Disisi lain, permintaan cabai meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat (Warisni dan Kres, 2010).

(14)

absen karena cabai merupakan bahan pangan yang memang dikonsumsi setiap saat. Dengan demikian, cabai memiliki potensi untuk meraup keuntungan yang tak sedikit (Tosin dan Nurma, 2010).

Cabai merah memiliki luas panen yang paling tinggi diantara jenis komoditi sayuran lainnya. Kendati luas panen cabai merah mengalami penurunan dari tahun ketahun sejak tahun 2007 sampai 2011 namun luas panennya tetap berada diatas angka 100.000 ha setiap tahunnya. Komoditi ini merupakan satu – satunya jenis sayuran yang luas areal panennya mampu menembus angka 100.000 ha dari tahun ke tahu dengan presentase 10 sampai 13 persen diantara komoditi sayuran lainnya. Luas panen tahun 2011, seluas 121. 063 hektar dengan hasil produksi 1.003.085 ton (Direktorat Jenderal Hortikultura)

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2013, Kebutuhan Cabai perkapita Indonesia sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya. Siklus kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang event tertentu, seperti memasuki bulan puasa dan lebaran, natal, dan tahun baru. Pada saat-saat tersebut, permintaan cabai yang tinggi diiringi dengan harga yang melambung.

(15)

satu penghasil cabai terbesar di Indonesia selain Jawa Barat dan Jawa Tenga h. Adapun kontribusi propinsi Sumatera Utara terhadap produksi cabai di Indonesia Menurut Kementrian Pertanian RI pada tahun 2009 – 2013 secara berturut turut adalah 15,8 % , 19,16 %, 22, 25 %, 20,68 %, 15,98 %. Berikut disajikan perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas cabai di Sumatera Utara (tabel 1) mengalami fluktuasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

(16)

Tabel 1.2 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai Besar Menurut Kabupaten Sentra, 2011-2013

Uraian 2011 2012 2013

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2014

(17)

Tabel 1.3 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Cabai Merah di

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2014

(18)

produktivitas cabai merah yang akhirnya akan berpengaruh pula pada profitabilitas petani cabai merah.

1.2 Identifikasi Masalah :

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan) mempengaruhi produksi usahatani cabai di daerah penelitian? 2. Bagaimana tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi

usahatani cabai merah di daerah penelitian?

3. Bagaimana profitabilitas yang diperoleh dari usahatani cabai merah di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian :

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis bagaimana faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan) mempengaruhi produksi usahatani cabai merah di daerah penelitian

2. Untuk menganalisis tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi usahatani cabai merah di daerah penelitian

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi petani untuk meningkatkan motivasi dalam mengembangkan usahataninya sehingga pendapatannya meningkat

2. Sebagai bahan informasi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Dikalangan masyarakat, siapa yang tak kenal cabai? Dibalik rasa pedasnya, cabai merupakan salah satu buah yang begitu kaya manfaat. Orang – orang zaman dahulu sudah menyadari bahwa cabai dengan berbagai jenisnya dapat dimanfaatkan sebagai penguat rasa masakan. Cabai memiliki bermacam – macam jenis, dari cabai besar, cabai keriting, cabai hijau, cabai rawit, cabai paprika, hingga cabai hias. Dari semua jenis cabai diatas, semuanya merupaka cabai untuk dikonsumsi, bahkan cabai hias sekalipun (Agromedia, 2008).

(21)

Sebagai salah satu komoditi pertanian yang sangat populer di kalangan masyarakat, cabai merupakan komoditas andalan bagi petani di Indonesia. Cabai merah adalah sayuran buah semusim yang termasuk dalam family terung-terungan (Solanaceae). Dinamakan Cabai merah dikarenakan cabai ini memiliki buah yang besar dengan warna merah. Di Indonesia sendiri, ada banyak nama-nama lokal yang beredar di masyarakat, misalnya di Jawa, dikenal dengan nama Lombok atau Lenkreng, Campli (Sumatera), Capli (Aceh), Lacina (Batak Karo), Cabi (Lampung), dan masih banyak lagi nama cabai yang lainnya. Cabai merah ini terdiri dari beberapa macam diantaranya cabai keriting, cabai tit/ cabai super, cabai hot beauty, dan cabai merah lainnya (Tosin dan Nurma, 2010).

Berdasarkan tingkat kepedasannya cabai dikelompokkan kedalam empat golongan berdasarkan aturan pasar internasional. Cabai berdasarkan tingkat kepedasannya dibagi menjadi cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas, kepedasan pertengahan, kepedasan kurang dan tidak pedas. Masing-masing kelompok cabai memiliki bentuk fisik serta kegunaan yang berbeda-beda (Suyanti, 2007).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Produksi dan Fungsi Produksi

(22)

jumlahnya sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah dan teknologi dianggap tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2005).

Dalam suatu proses produksi sangat perlu diperhatikan faktor-faktor produksi yang ada, tanpa salah satu dari ketiga faktor produksi tersebut proses produksi tidak dapat sejalan. Selain itu, pengaruh suatu manajemen yang baik dapat mendukung proses produksi tersebut. Petani tradisional sekalipun sebenarnya juga butuh manajemen dalam menjalankan usahataninya, tetapi tidak dalam yang betul-betul dengan administrasi yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana (Daniel, 2003).

Kenaikan hasil yang semakin berkurang (La w of diminishing return) merupakan suatu hasil yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari perkaitan antara tingkat produksi dan input produksi yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. La w of diminishing return (LDR) menyatakan apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus-menerus ditambah sebanyak 1 unit, maka mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah sesudah mencapai tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai negatif dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat maksimum kemudian menurun (Sukirno, 2005).

(23)

Tahap I

Input Produksi TP

a. Tahap petama : produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat,

b. Tahap kedua : produksi total pertambahannya semakin lama semakin kecil

c. Tahap ketiga : produksi total semakin lama semakin berkurang

Gambar 2.1 Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata dan Produksi Marginal

Gambar 2.1 menunjukkan hubungan diantara jumlah produksi dan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan produksi teersebut.bentuk total produksi cekung ke atas apabila input produksi masih sedikit digunakan (tahap 1).

TP

Total Produksi

A

B

Input Produksi MP AP

MP dan AP

(24)

Ini berarti input produksi adalah masih kekurangan dibandingkan dengan input produksi lainnya yang dianggap tetap jumlahnya (Sukirno, 2005).

Dalam keadaan seperti itu, produksi marginal bertambah tinggi dan sifat ini dapat dilihat pada kurva MP. Selanjutnya pertambahan penggunaan input produksi tidak akan menambah produksi total secepat seperti sebelumnya. Keadaan ini digambarkan (i) kurva total produksi (TP) yang terus menurun dan (ii) kurva total produksi yang mulai cembung keatas. Sebelum input produksi digunakan pada tahap kedua, MP adalah lebih tinggi daripada AP, maka kurva AP bertambah tinggi. Pada saat input produksi bertambah ketahap II kurva MP memotong kurva AP. Sesudah perpotongan tersebut kurva AP menurun kebawah yang menggambarkan bahwa AP semakin bertambah sedikit. Perpotongan antara kurva AP dan kurva MP adalah menggambarkan permulaan dari tahap kedua. Pada keadaan ini AP mencapai tingkat yang paling tinggi. Pada tahap kedua, penggunaan input produksi dikatakan efisien karena jumlah input produksi yang digunakan sesuai dengan hasil produksi yang maksimal (sukirno, 2005).

(25)

Salah satu model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi Produksi Cobb –Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input (Soekartawi, 2002).

Menurut Soekartawi (2002), Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas antara lain :

1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah diubah kedalam bentuk linear

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas

3. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant atau increasing return to sca le.

4. Decrea sing return to sca le, bila (b1 + b2) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan masukan produksi melebihi proporsi penambahan produksi

5. Consta nt return to sca le , bila (b1 + b2) = 1. Dalam keadaan demikian penambahan masukan − produksi akan proporsional dengan penambahan

(26)

6. Increa sing return to sca le, bila (b1+b2) > 1. Ini artinya bahwa proporsi penambahan masukan produksi – produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar

Secara matematik, persamaan dari fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut :

bn = dugaan slope yang berhubungan dengan variabel Xn

e = bilangan natural (e = 2,782) u = kesalahan (residual)

Logaritma dari persamaan diatas adalah :

Log Y = Log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + ....+ bn log Xn + u

Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear. Oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :

1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol

2. Tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan 3. Tiap variabel X adalah perfect competition

(27)

Mubyarto (1995), mengatakan suatu fungsi produksi akan berfungsi ketika terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi (output). Dalam sektor pertanian terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi (output) yaitu sebagai berikut :

1. Pengaruh Luas Lahan Terhadap Produksi Pertanian

Lahan sebagai salah satu faktor yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan

2. Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Produksi Pertanian

Tenaga kerja merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga sendiri yang terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Tenaga kerja dari dalam keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanain secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang

3. Pengaruh penggunaan pupuk tehadap produksi pertanian

(28)

Sementarai itu pupuk anorganik adalah pupuk yang sudah mengalami proses di pabrik misalnya urea, TSP, dan KCl

4. Pengaruh obat-obatan terhadap produksi pertanian

Obat-obatan dapat menguntungkan usahatani namun disisi lain pestisida dapat merugikan petani. Penggunaan obat-obatan bertujuan untuk mencegah serangan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan turunnya produksi dan kualitas buah.

5. Pengaruh bibit terhadap produksi pertanian

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, sehingga semakin unggul bibit maka semakin baik produksi yang akan dicapai

2.2.2 Fungsi Produksi Frontier

Battese (1992) dalam Kurniawan (2012) menyatakan konsep produksi batas (frontier production function) menggambarkan output maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi factor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu.

(29)

masing-masingnya. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan akan menyediakan ukuran total efisiensi ekonomi. Pengukuran efisiensi ini mengasumsi bahwa fungsi produksi adalah produsen yang efisien secara penuh diketahui. Sejak fungsi produksi tidak diketahui dalam prakteknya, Farrell (1957) menyarankan bahwa fungsi diestimasikan dari data sampel menggunakan non-pa ra metric piece-wise-linea r technology atau fungsi non-parametrik, seperti bentuk Cobb-Douglas. Dengan mempertimbangkan estimasi parameterik frontier dari fungsi produksi Cobb-Douglas, menggunakan data atas sejumlah N sampel dari perusahaan. Model didefinisikan dengan:

 

Yi  Xi

ui

ln , i=1,2, …, n.

dimana ln(Yi) adalah logaritma dari (scalar) output untuk perusahaan ke-i. Xi

adalah vektor baris (K+1), yang elemen pertamanya adalah ”1” dan sisa

elemennya adalah logaritma dari kuantitas input K yang digunakan oleh perusahaan ke-i. Sedangkan =(1, 2, ..., K) adalah vektor kolom (K+1) dari

parameter yang tidak diketahui untuk diestimasikan. Terakhir u1 adalah

random-variabel yang non-negatif, yang berhubungan dengan inefisiensi teknis produksi dari perusahaan dalam industri yang terlibat.

2.2.3 Efisiensi

(30)

Menurut Nicholson (1995), alokasi sumber daya disebut efisien secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lain. Farrel dan Kartasapotra dalam Marhasan 2005 mengklasifikasikan konsep inefisiensi ke dalam efisiensi harga (price or a lloca tive efficiency) dan efisiensi teknis (technical efficiency). Jika diasumsikan usaha tani menggunakan dua jenis input X1 dan X2 untuk memproduksi output tunggal Y seperti terlihap pada gambar 2.4 dengan asumsi constan return to scale maka fungsi frontier dapat dicirikan oleh satu unit isokuan yang efisien. Berdasarkan kombinasi input (X1, X2) untuk memproduksi Y. Efisiensi teknis didefinisikan sebagai rasio OB/OA dalam gambar 2.4. Rasio ini mengukur proporsi aktual (X1,X2) yang dibutuhkan untuk memproduksi Y. Sementara itu efisiensi teknis, 1-OB/OA merupakan ukuran:

1. Proporsi (X1,X2) yang dapat dikurangi tanpa menurunkan output dengan anggapan rasio input X1 dan X2 tetap.

2. Kemungkinan pengurangan biaya dalam memproduksi Y dengan anggapan rasio input X1 dan X2 tetap.

3. Proporsi output yang dapat ditingkatkan dengan anggapan rasio input X1 dan X2 tetap

Jika dimisalkan PP’ rasio harga input atau garis isocost, maka C adalah biaya

(31)

tepat. Efisiensi total dapat didefinisikan sebagai rasio OD/OA. Efisiensi total merupakan efisiensi ekonomi, yaitu hasil dari efisiensi teknik dan harga. Dengan demikian, inefisiensi total adalah 1-OD/OA yang mengukur kemungkinan penurunan biaya akibat pergerakan dari titik A (titik yang diamati) ke titik C (titik biaya minimal).

Gambar 2.2 Efisiensi Unit Isoquant

Sumber : Witono Adiyoga, 1999 dalam Khazanani 2011

Dimana : PP’ : isocost

C : Biaya minimal untuk produksi Y OB/OA : Efisiensi Teknik (ET) OD/OB : Efisiensi Harga (EH)

X2/Y

P U

B C

D

P’ O

A

U’

(32)

OD/OA : Efisiensi Ekonomi (EE)

McEachern (2001) dalam Anandra (2010) menyatakan efisiensi harga atau alokatif menujukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi alokatif tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Bila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan input usaha taninya secara efisien. Efisiensi alokatif ini terjadi bila perusahaan memproduksi output yang paling disukai oleh konsumen.

Menurut Widyananto (2010) konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan biaya artinya suatu proses produksi akan efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.

2.2.4 Usahatani

(33)

Menurut Suratiyah (2006), untuk menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani dapat digunakan tiga macam pendekatan yaitu pendekatan nominal (nominal Approach), pendekatan nilai yang akan datang (future value approach), dan pendekatan nilai sekarang (present value approach).

1. Pendekatan nominal

Dalam penelitian ini, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan nominal. Pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut waktu (time value of money) tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses produksi. Formula menghitung pendapatan nominal adalah sebagai berikut :

Penerimaan – Biaya total = Pendapatan Penerimaan = Py.Y

Py = Harga Produksi (Rp./kg) Y = Jumlah produksi (kg)

Biaya Total = Biaya tetap + Biaya Variabel

(TC) = (FC) + (VC)

2. Pendekatan future Value

Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran dalam proses produksi dibawa ke nanti pada saat panen atau saat akhir proses produksi 3. Pendekatan Present Value

(34)

Soekartawi (1986) menjelaskan beberapa istilah yang terkait dengan pengukuran pendapatan usahatani anatar lain :

a) Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani

b) Pendapatan kotor tunai didefenisikan sebagai nilai mata uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi

c) Pendapatan kotor tidak tunai adalah pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, sperti hasil panen yang dikonsumsi, hasil panen yang digunakan untuk bibit atau makanan ternak, untuk pembayaran, disimpan digudang dan menerima pembayaran dalam bentuk benda

d) Pengeluaran total usahatani didefenisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai

e) Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala pengeluaran untuk keperluan kegiatan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai

(35)

g) Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatni. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoeh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eliyana (2003) yang berjudul Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Fa ktor-Faktor P roduksi pada Usahatani Cabai

Keriting di Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa dari usahatani cabai keriting rata-rata penerimaan Rp 27.763.208 /ha/MT dengan rata-rata biaya total Rp 19.210.672, 10 /ha/MT menghasilkan rata-rata keuntungan Rp 8.552.535,90 /ha/M. Penggunaan benih sebesar 0,10 kg/ha/MT. Penggunaan tenaga kerja sebesar 1345,86 JKO/ha/MT. Penggunaan pupuk kandang sebesar 18.533,33 kg/ha/MT, sedangkan penggunaan pupuk ZA, pupuk KCl dan pupuk SP 36 masingmasing sebesar 233,17 kg/ha/MT; 216,99 kg/ha/MT dan 170,37 kg/ha/MT. Dari perhitungan diperoleh persamaan fungsi produksi Cobb Douglas Y=- 4,656.X10,231.X2 0,319.X3 0,298.X4

0,607

.X5 -0,138.X6 0,0065.X7 0,193. Hasil analisis uji F dapat diketahui bahwa Fhitung

(72,993) lebih besar dari Ftabel (2,42). Hal ini menunjukkan bahwa semua masukan

(36)

produksi yaitu 1,34 yang berarti skala usahatani berada pada kondisi increasing return to scale. Pada kondisi ini skala usaha pada daerah I, sehingga untuk mengetahui efisiensi ekonomi menggunakan biaya minimum. Usahatani cabai keriting dapat dikatakan efisien secara ekonomis apabila NPMx/Px = 1 atau dengan kata lain produk fisik marginal dengan harga masing-masing faktor produksi sama besar. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa rasio perbandingan produk marginal dengan harga dari faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk SP 36 dan pupuk KCl yang digunakan nilainya tidak sama dengan 1 sehingga menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum optimal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hilmi F. Ariwibowo (2013) dengan judul Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Input Produksi Usahatani Jagung di Desa

Sei Mancirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa fungsi produksi Cobb Dougla s Y=4,91 X10,68X20,09X30,039X4 0,131. Hasil analisis uji F

menunjukkan bawa Fhitung (5,65) > Ftabel (2,13). Hal ini menunjukkan bahwa

semua masukan yang terdiri dari luas lahan, bibit, pupuk (urea, Za, NPK) , tenaga kerja, dan obat-obatan yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah. Sedangkan hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa thitung luas lahan (-4,57), pupuk urea (-1,38), pupuk SP36 (0,74), pupuk Za

(-1,52), pupuk NPK (-0,08) , obat-obatan (-1,007), dan tenaga kerja (-2,66) lebih kecil dari ttabel (1,67) berarti bahwa masukan luas lahan, pupuk urea, pupuk ZA, dan

pupuk SP 36 , pupuk NPK benih,obat-obatan, dan tenaga kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah sedangkan t-hitung bibit (3,56) lebih besar dari

(37)

SP36, pupuk ZA, pupuk NPK, gromoxone dan tenaga kerja > 1 artinya penggunaan input produksi belum optimal dan harus ditambah lagi.

2.4 Kerangka Pemikiran

(38)

Keterangan :

: Menyatakan Hubungan : Menyatakan Pengaruh

Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Cabai

Merah

Faktor Produksi : A. Luas Lahan B. Bibit

C. Tenaga Kerja D. Pupuk

E. Obat - Obatan

Efisiensi Ekonomi

Harga Jual Produksi

Pendapatan Penerimaan

Belum Optimal Optimal

(39)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan landasan teori, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh nyata faktor-faktor produksi (luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida) terhadap hasil produksi usahatani cabai merah di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

2. penggunaan faktor produksi dalam usahatani cabai merah menunjukkan adanya inefisiensi

(40)

BAB III

METODE ANALISIS DATA

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive atau secara sengaja. Pertimbangan ini didasarkan karena Kecamatan Barusjahe merupakan kecamatan dengan produksi cabai terbesar ketiga di Kabupaten Karo dan Desa Sukanalu merupakan desa dengan produksi cabai merah terbanyak di Kecamatan tersebut. Dengan produksi tersebut, perlu diteliti apakah penggunaan faktor produksi sudah efisien atau tidak.

Tabel 3.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah Kecamatan Barusjahe berdasarkan Berdasarkan Desa Tahun 2014

(41)

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah totalitas dari semua obyek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Dalam penelitian ini populasinya adalah petani cabai yang ada di desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, sedangkan penentuan sampel berdasarkan metode accidental sample. Berdasarkan prasurvey yang dilakukan, didapat informasi dari Kepala Balai Penyuluhan Pertanian, jumlah rumah tangga yang berusahatani cabai merah adalah 150 Petani. Metode penentuan besar sampel yang digunakan adalah metode Slovin :

� =

+��

� =

+ 55 , 2

= 60 Petani

Dimana :

n = Besar sampel N = Populasi

E = Batas toleransi kesalahan (error tolerance) 10 % (0,1) Jadi, besar sampel dalam hal ini adalah 60 petani.

3.3 Metode Pengumpulan Data

(42)

3.4 Metode Analisis Data

Data primer yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan metode kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh faktor produksi terhadap jumlah produksi, efisiensi, dan profitabilitas usahatani cabai merah di Sukanalu, Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan SPSS 16 dan Frontier 4.1. Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan alat uji yang sesuai dengan identifikasi masalah sebagai berikut :

a. Untuk identifikasi masalah I diuji dengan fungsi produksi Cobb –Douglas dengan rumus :

Y = b0 X1 b1. X2b2.X3b3.X4b4.X5b5 + u

Dimana :

Y = Produksi Cabai Merah yang dihasilkan dalam satu kali musim tanam (Kg)

b0 = intersep

X1 = luas lahan yang digunakan dalam satu kali masa tanam.

(ha)

X2 = jumlah bibit yang digunakan dalam satu kali masa tanam

(batang)

X3 = jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali

masa tanam (HKP).

X4 = jumlah seluruh pupuk digunakan dalam satu kali masa

tanam (Kg)

X5 = jumlah seluruh pestisida yang digunakan dalam satu kali

(43)

b1-b5 = besaran yang akan diduga u = kesalahan (residual)

Untuk menguji apakah penggunaan beberapa masukan bersama-sama berpengaruh terhadap hasil produksi cabai merah digunakan uji F dengan rumus sebagai berikut :

Fhitung = � / �− / N−k

Dimana :

ESS = Explained Sum of Square (jumlah kuadrat regresi) TSS = Total Sum of Square (jumlah kuadrat total) k = jumlah variabel

N = jumlah sampel Dengan tingkat signifikasi α 5% maka:

1. Jika Fhitung < Ftabel : Hi ditolak berarti input yang berupa lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah

2. Jika Fhitung > Ftabel : Hi diterima berarti input yang berupa lahan, bibit, pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah.

Untuk menguji apakah pengaruh bebas yakni input (Xi) yang digunakan dari usahatani cabai merah secara parsial berpengaruh nyata terhadap hasil produksi digunakan uji-t, dengan rumus sebagai berikut ;

T

hitung

=

(44)

Dimana :

bi = koefisien regresi ke-i

Se = standard error koefisien regresi ke-i Dengan hipotesis :

Hi = bi ≠ 0

Pada tingkat signifikasi α 5% :

1. Jika t-hitung < t-tabel : Hi ditolak berarti masukan ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah

2. Jika t-hitung > t-tabel : Hi diterima berarti masukan ke-i berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah.

Untuk mengetahui seberapa besar variabel yang mempengaruhi menjelaskan variabel yang dipengaruhi digunakan uji determinasi (R2). Masukan pada usahatani cabai merah akan semakin dekat hubungannya dengan hasil produksi cabai merah bila nilai R2 sama dengan atau mendekati satu.

R

2

=

Dimana :

ESS = Explained Sum of Square (jumlah kuadrat regresi) TSS = Total Sum of Square (jumlah kuadrat total)

(45)

sudah efisien atau belum. Uji efisiensi meliputi efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi.

1. Efisiensi Teknis

Salah satu pendekatan dalam kajian fungsi produksi adalah model stochastic production frontier (SPF) (Kirkley et al. 1995). Model SPF diperkenalkan oleh Aigner et al. (1977) dan Meeussen and van der Broeck (1977), dan pertama kali dikemukakan oleh Farrell dalam upaya menjembatani antara teori dan hasil empiris. Persamaan stochastic production frontier diestimasi dengan pendekatan maximum likelihood estimates (MLE) berdasarkan hipotesis bahwa petani selalu memaksimalkan keuntungan dalam setiap aktivitas usaha tani. Keunggulan model SPF yaitu dapat mengakomodir gangguan acak (random noise) yang diakibatkan oleh faktor eksternal pada fungsi produksi yang telah memiliki gangguan acak sebelumnya. Hal tersebut memungkinkan fungsi SPF dapat menjelaskan masalah efisiensi teknik. Oleh karena itu, pendekatan SPF merupakan model yang efektif untuk menghitung efisiensi teknis (Hiariey, 2009)

(46)

mendapatkan efisien teknis (TE) dari usahatani cabai dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :

TE = exp[E( ui | ei )] Dimana :

0 ≤TE≤1

Untuk mengetahui efisiensi teknik maka diperlukan data penggunaan faktor produksi seperti luas lahan, jumlah bibit, jumlah pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan yang sudah dilogaritmanaturalkan terlebih dahulu. Kemudian akan didapat nilai harapan (mean) efisiensi tekniknya dengan menggunakan frontier 4.1. Jika nilai TE semakin mendekati 1 maka usaha tani dapat dikatakan semakin efisien secara teknik dan jika nilai TE semakin mendekati 0 maka usaha tani dapat dikatakan semakin inefisien secara teknik.

2. Efisiensi Harga

Menurut Kurniawan, dkk, 2008, pengukuran efisiensi alokatif dan ekonomis dapat dilakukan dengan menurunkan fungsi biaya dual dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang homogenous. Caranya yaitu dengan meminimumkan fungsi biaya input sehingga diperoleh fungsi biaya dual frontier :

C = f(Y, P1, P2, P3, P4, P5)

(47)

maka usahatani belum efisien, sementara jika EH = 1 maka usatani sudah mencapai tingkat efisien.

3. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis dengan efisiensi harga dari seluruh faktor input, sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat (Nicholson, 2002). Dengan kata lain efisiensi ekonomi akan tercapai jika tercapai efisiensi teknis dan efisiensi harga.

EE = ET.EH Dimana :

EE = Efisiensi Ekonomi ET = Efisiensi Teknik EH = Efisiensi Harga

Jika nilai efisiensi ekonomi sama dengan satu, maka usahatani yang dilakukan sudah mencapai tingkat efisiensi.

c. Untuk identifikasi masalah III yakni profitabilitas petani diuji dengan menggunakan analisis struktur biaya, pendapatan, dan analisis R/C ratio. Untuk mengetahui biaya total, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

TC = TFC + TVC Dimana :

TC = Total Cost /biaya total (Rp/musim tanam)

(48)

TVC = Total Variabel Cost/biaya variabel total (Rp/musim tanam)

Secara matematis, rumus untuk menghitung jumlah penerimaan petani adalah :

TR = Y.Py Dimana :

TR = Total revenue/ penerimaan total (Rp) Y = Jumlah produksi (Kg)

Py = Harga jual cabai merah (Rp)

Secara matematis, rumus untuk menghitung jumlah pendapatan petani adalah :

∏ = TR – TC Dimana :

∏ = Pendapatan petani cabai merah (Rp/musim tanam)

TR = total revenue/ penerimaan total (Rp/musim tanam) TC = total cost /biaya total (Rp/musim tanam)

Perhitungan analisis R/C ratio untuk mengetahui perbandingan tingkat keuntungan dan biaya usahatani, dengan rumus sebagai berikut

R/C = � � �

Jika perbandingan R/C > 1 maka dapat dikatakan usahatani

(49)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk memahami dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1 Definisi

1. Petani adalah orang yang mengusahakan cabai merah baik secara monokultur atau polikultur

2. Efisiensi adalah upaya penggunaan faktor produksi secara optimal untuk mendapatkan produksi yang maksimal

3. Usahatani cabai merah adalah usaha yang dilakukan dalam mengelola cabai merah mulai dari penyediaan input produksi hingga menghasilkan output.

4. Produksi cabai merah adalah hasil panen cabai merah selama satu periode tanam (Kg/musim tanam) dalam satu areal produksi

5. Penerimaan usahatani cabai merah adalah nilai produksi total usahatani cabai yang diukur dengan mengalikan produk fisik cabai merah (yang benar-benar dapat dijual dan tidak termasuk yang dikonsumsi dendiri) per satuan luas lahan usahatani cabai merah dengan harga cabai merah per kg, dan dinyatakan dalam satuan rupiah per meter bujursangkar per musim tanam

6. Pendapatan adalah pendapatan dari usahatani cabai merah yang dhitung dari selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani cabai merah selama satu musim tanam (Rupiah)

(50)

8. Harga produksi cabai merah adalah nilai produk cabai merah per satuan kilogram yang dihasilkan dari usahatani cabai merah dalam satu kali musim tanam yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg)

9. Faktor produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masukan yang digunakan pada usahatani cabai merah yang terdiri dari lahan (ha), bibit (batang), pupuk(kg), tenaga kerja (HKP) dan obat-obatan (kg)

10.Tenaga kerja adalah seluruh tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani cabai merah, selama satu kali musim tanam baik tenaga kerja keluarga, maupaun tenaga kerja luar dan dinyatakan dalam satuan HKP dan upah tenaga kerja adalah Rp/HKP

11.Kelayakan usaha adalah analisis yang dilakukan dengan membandingkan antara penerimaan dan biaya untuk mengetahui layak atau tidaknya usahatani cabai merah di daerah penelitian.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Lokasi penelitian adalah Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo.

2. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015

(51)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARATERISTIK RESPONDEN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Luas dan Letak Geografis

Desa Sukanalu adalah salah satu Desa di Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Luas Desa Sukanalu 7242 Ha atau 15,22 km2 dan berada pada ketinggian ± 1200 meter di atas permukaan laut, sehingga termasuk dataran tinggi dengan curah hujan rata-rata 500 mm / tahun dan suhu udara berkisar antara 14ºC- 26º C. Jarak dari Desa Sukanalu ke Ibu Kota Kecamatan 5 km, jarak ke Ibukota Kabupaten 7 km, sedangkan jarak ke Ibukota propinsi 137 km. Secara administratif Desa Sukanalu mempunyai batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kubu Colia dan Desa Sukajulu 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukadame dan Desa Sinaman 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bulanjahe

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Seberaya dan Desa Tigapanah

4.1.2 Keadaan Penduduk

(52)

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Sukanalu Tahun 2014

No

Sumber: Profil Desa Sukana lu, 2014

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur 15 – 55 tahun adalah 2264 jiwa (67,08 %) dan merupakan usia produktif. Pada kelompok umur 0 – 4 tahun ada sebesar 110 jiwa (3,25 %) merupakan balita. Serta pada kelompok umur 65 + terlihat 220 jiwa (6,58 %).

Tabel 4.2 Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian di Desa Sukanalu

Sumber: Profil Desa Sukana lu, 2014

(53)

cabai, dan lain – lain. Sebahagian lagi bekerja sebagai buruh, sebagai pegawai negeri sipil dan wiraswasta, serta sebagai pedagang.

Tabel 4. 3 Kepala Keluarga Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sukanalu Tahun 2014

Sumber: Profil Desa Sukana lu, 2014

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa persentase jumlah kepala keluarga menurut tingkat pendidikan, antara lain 30,20 % kepala keluarga Desa Sukanalu berada pada tingkat pendidikan sekolah dasar disusul SMP/ SLTP sebesar 23,20 %, dan SMA/ SLTA sebesar 25,05 %, serta wawasan berpikirnya sudah luas.

Tabel 4.4 Tata Guna Lahan di Desa Sukanalu Tahun 2014

No Penggunaan

Sumber: Profil Desa Sukana lu, 2014

(54)

Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana di Desa Sukanalu Tahun 2014

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Pendidikan Sumber : Profil Desa Sukanalu, 2014

4.2 Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, karakteristik sampel merupakan keadaan sosial ekonomi yang terdiri dari umur, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan, dan tingkat pendidikan terakhir, dan jumlah tanggungan.

Tabel 4.6 Rata – Rata dan Range Responden di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

(55)
(56)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Cabai Merah

Sebelum menguji apakah ada tidaknya pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman cabai merah dan efisiensi penggunaan input produksi di daerah penelitian, maka berikut ini diuraikan kondisi nyata penggunaan faktor produksi pada usahatani cabai merah di daerah penelitian.

Tabel 5.1 Rata – Rata Penggunaan Input Produksi pada Usahatani Cabai Merah Per Sekali Musim Tanam

Jenis Input Rata – Rata

Penggunaan

Lahan 0,42 Ha

Bibit 4361,67 Batang

Tenaga Kerja 141 HKP

Pupuk 723,13 Kg

Obat - Obatan 9,9 kg

Sumber : Diola h da ri a na lisis da ta primer ,2015

Bibit yang digunakan petani diperoleh dengan cara dibeli di toko sarana produksi pertanian dan atau menggunakan hasil panen dari usaha tani cabai merah sebelumnya. Penggunaan bibit di daerah penelitian adalah 1 batang dalam 1 m2 lahan. Padahal jika dibandingkan dengan ketentuan jarak tanam bibit yang berlaku yaitu 75 cm dalam barisan dan 50 cm antar barisan (Tosin dan Nurma, 2010). Sehingga untuk penggunaan lahan untuk bibit belum sesuai dengan standar.

(57)

menggunakan pupuk alami saja dan atau kombinasi pupuk alami dan kimia. Pupuk alami yang banyak digunakan adalah pupuk kandang dan kompos. Sementara pupuk kimia yang digunakan kebanyakan pupuk majemuk, seperti amophos, NPK, urea, Kcl, dll. Menurut Tosin dan Nurma (2010), begitu bedengan terbentuk maka diberi pupuk kandang berupa kotoran kambing, ayam, sapi, atau pupuk yang sudah matang dengan takaran 1 – 1,5 kg/tanaman. Sedangkan penggunaan pupuk kimia menurut Agromeda (2008) seperti Za 650 kg, urea 250 kg, TSP/SP 36 500 kg, KCl 400 kg, dan borat 18 kg per satu hektare. Dosis yang digunakan adalah 200 gram untuk tiap 75 cm panjang bedengan.

(58)

Dalam usahatani cabai merah di daerah penelitian, dari 60 petani responden masih terdapat beberapa yang tidak memasang bedeng, tali dan ajir, dan bahkan mulsa plastik. Menurut Agromedia (2008), pemasangan mulsa plastik hitam perak atau jerami dapat menghambat atau memutus siklus hidup kutu daun, terutama untuk penanaman cabai di dataran menengah hingga tinggi.

5.2. Pengaruh Faktor Produksi terhadap Produksi Usahatani Cabai Merah

5.2.1 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik ini dilakukan untuk melihat apakah hasil estimasi memenuhi dasar linear klasik atau tidak secara kriteria ekonometrika. Uji asumsi klasik ini diuji dalam 4 bagian yaituuji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

(59)

Gambar 5.1 Uji Normalitas Model

b. Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW). Bila nilai Durbin Watson (DW) berada di antara du dan 4-du maka model regresi tersebut dinyatakan bebas dari masalah autokorelasi (Widyananto, 2014). Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas maka di uji melalui hipotesis berikut :

Ho : tidak terdapat autokorelasi pada model regresi yang digunakan H1 : terdapat autokorelasi pada model regresi yang digunakan

(60)

Tabel 5.2 Hasil Analisis Uji Autokorelasi

a. Predictors: (Constant), pestisida, luas lahan, pupuk, tenaga kerja, bibit

b. Dependent Variable: produksi hal ini menunjukkan bahwa model regresi tidak terdapat masalah autokorelasi. c. Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (2003) dalam Widyananto (2010) multikolinearitas berarti ada hubungan linear (korelasi) yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Data yang digunakan adalah penggunaan faktor produksi yang dilogaritmanaturalkan. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Ada atau tidaknya multikolinearitas pada model regresi terlihat dari nilai tolerance dan VIF (Variance Inflaction Factor ). Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas maka diuji melalui hipotesis berikut.

(61)

Kriteria uji dilihat dari nilai tolerance dan nilai VIF (Var iance Inflaction Factor ). Kriteria nilai uji yang digunakan yakni jika nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa model tidak mengalami multikolinearitas dan nilai Tolerance > 0,1 maka tidak terjadi multikolinearitas. Berikut ini ditampilkan tabel hasil uji multikolinieritas masing-masing faktor produksi.

Tabel 5.3 Hasil Uji Multikolinearitas masing-masing Faktor Produksi

Usahatani Cabai merah

Model Collinearity statistics

Tolerance VIF

Luas Lahan 0.295 3.392

Bibit 0.298 3.351

Tenaga Kerja 0.697 1.434

Pupuk 0.796 1.256

Pestisida 0.823 1.215

Sumber : La mpira n 12

Dari tabel 5.3 dapat dilihat nilai tolerance dan VIF faktor produksi lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida masing-masing lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF dari masing-masing faktor produksi lebih kecil dari 10. Hal ini membuktikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada model regresi tersebut.

d. Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Data yang digunakan untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas sama dengan multikolinearitas. Penggunaan faktor produksi yang dilogaritmanaturalkan dan diolah dengan menggunakan SPSS 16.

(62)

melebar kemudian menyempit), maka diindikasikan terdapat masalah heteroskedastisitas, sedangkan jika tidak ditemui pola yang jelas, yaitu titik-titiknya menyebar, maka diindikasikan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Berikut gambar scatterplot yang akan menunjukkan ada atau tidak heteroskedastisitas.

Gambar 5.2 Scatterplot Uji Heteroskedastisitas

Dari gambar di atas, diketahui bahwa titik-titik telah menyebar, tidak membentuk pola tertentu yang mengumpul. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model regresi diindikasikan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

(63)

Hasil estimasi yang diperoleh pengaruh faktor produksi terhadap produksi usahatani cabai merah adalah sebagai berikut :

Tabel 5.4 Nilai Regresi dan Variabel Input Produksi Usahatani Cabai Merah

No.

Input Produksi (Xi)

Unstandardized

Coefficients (B) t-hitung Significant

Constant -821,651 -1,509 0,137 bersama – sama menjelaskan variabel terikat. Nilai R2 adalah positif dengan 0 < R2 < 1. Tabel 5.2.3 menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,874 yang menandakan bahwa variabel terikat (Y) pada model dijelaskan oleh variabel bebas (luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida) secara bersama-sama sebesar 87,4 % dan sisanya sebesar 12,6 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model.

Selain itu diperoleh hasil analisis input produksi yang mempengaruhi produksi dimasukkan ke dalam persamaan fungsi Cobb Douglas sebagai berikut :

Ln Y = –821,651+7702,82LnX1+0,03LnX2 + 6,544 LnX3+0,337LnX4 –0,411LnX5 + eu

Y = 821,651X17702,82X20,03X36,544 X40,337X5– 0,411

(64)

regresi yang diuji sudah memenuhi asumsi klasik. Konstanta negatif umumnya terjadi jika ada rentang yang cukup jauh antara Xi (variabel independen) dan Y (Variabel dependen). Adapun interpretasi secara parsial adalah sebagai berikut :

1) Koefisien regresi sebesar 7702,82 menunjukkan bahwa setiap adanya penambahan luas lahan (X1) sebesar 1 ha, akan menambah produksi sebesar 7702,83 kg. Sebaliknya, setiap adanya pengurangan lahan sebesar 1 ha akan mengurangi produksi sebesar 7702,83 kg

2) Koefisien regresi sebesar 0,03 menunjukkan bahwa setiap adanya penambahan bibit (X2) sebesar 1 batang, akan menambah produksi sebesar 0,03 kg. Sebaliknya, setiap adanya pengurangan lahan sebesar 1 batang akan mengurangi produksi sebesar 0,03 kg

3) Koefisien regresi sebesar 6,544 menunjukkan bahwa setiap adanya penambahan tenaga kerja (X3) sebesar 1 hkp, akan menambah produksi sebesar 6,544 kg. Sebaliknya, setiap adanya pengurangan lahan sebesar 1 hkp akan mengurangi produksi sebesar 6,544 kg

4) Koefisien regresi sebesar 0,337 menunjukkan bahwa setiap adanya penambahan pupuk (X4) sebesar 1 kg, akan menambah produksi sebesar 0,337 kg. Sebaliknya, setiap adanya pengurangan pupuk sebesar 1 kg akan mengurangi produksi sebesar 0,337 kg

(65)

setiap adanya pengurangan pestisida sebesar 1 kg akan menambah produksi sebesar 0,411 kg.

Pengaruh faktor produksi terhadap produksi secara serempak melalui nilai F hitung > F tabel pada taraf kepercayaan 95% (74,773 > 2,54) dan berdasarkan hasil SPSS nilai F – hitung yang diperoleh sebesar 0,000 yang artinya bahwa luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk dan pestisida secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah.

Jika dilihat dari hasil uji-t, diperoleh t – hitung > t – tabel dan nilai signifikansi > 0,05 pada taraf kepercayaan 95%, dapat diketahui bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi hanya luas lahan, sedangkan variabel bibit, tenaga kerja, pupuk dan pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah.

5.3. Tingkat Efisiensi Teknis, Efisiensi Harga, dan Efisiensi Ekonomi pada Usahatani Cabai Merah

(66)

5.3.1. Efisiensi Teknik

Ketut Sukiyono (2004) dalam Widyananto (2010) menyatakan efisiensi teknik digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana seorang petani mengubah masukan menjadi keluaran pada tingkat ekonomi dan teknologi tertentu.

Berdasarkan pengolahan data dengan frontier version 4.1 diketahui nilai rata-rata efisiensi teknisnya mencapai 0,715, nilai efisiensi teknis tersebut berarti bahwa rata-rata petani sampel dapat mencapai 71,5 % dari potensial 100 % produksi yang diperoleh dan kombinasi faktor produksi yang dikorbankan. Nilai rata-rata efisiensi teknik tersebut lebih kecil daripada 1. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi dalam usahatani cabai merah yang dilakukan oleh petani sampel tersebut belum efisien. Masih ada peluang potensi sebesar 28,5 % untuk meningkatkan produksi cabai merah di daerah penelitian, jika nilai efisiensi teknik sudah semakin mendekati 1 maka berarti semakin tinggi tingkat efisiensi teknik yang dicapai dalam usahatani. Namun, jika dilihat dari penggunaan faktor produksi dalam usahatani dari 60 sampel yang diteliti terdapat 22 sampel yang telah mencapai efisiensi secara teknis (lampiran 10).

5.3.2 Efisiensi Harga

(67)

Tabel 5.5 Hasil Tingkat Efisiensi Harga Usahatani Cabai merah di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

Tingkat Efisiensi produksi cabai merah belum efisien. Hasil analisis dengan frontier 4.1c diperoleh nilai rata-rata efisiensi harga 0,1149. Nilai efisiensi harga tersebut menunjukkan bahwa rata-rata petani sampel hanya dapat mencapai 11,49 persen dari potensial produksi yang diperoleh dari kombinasi harga produksi yang dikorbankan. Hal yang terjadi di daerah penelitian adalah petani sering membeli pupuk, bibit, dan pestisida sesuai dengan kemampuan finansial sendiri, bahkan penggunannya masih berdasarkan rekomendasi sesama petani dan penjual sarana produksi. Begitupun untuk penanaman bibit dan jarak tanam, diterapkan berdasarkan luas lahan yang dimiliki, padahal luas lahan tiap petani adalah berbeda. Penggunaan faktor produksi bibit lebih kecil dan jarak tanam lebih besar dari yang dianjurkan.

5.3.3 Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi merupakan perkalian efisiensi teknis dan efisiensi harga/ alokatif. Efisiensi ekonomis sendiri didapat dari hasil perkalian efisiensi teknik dengan efisiensi harga atau dirumuskan sebagai berikut:

EE = ET x EH

(68)

1. EE = 1, maka penggunaan faktor produksi sudah efisien 2. EE >1 , maka penggunaan faktor produksi belum efisien 3. EE< 1, maka penggunaan faktor produksi tidak efisien

Maka, hasil perhitungan efisiensi ekonomi adalah sebagai berikut : EE = 0,715 x 0,1149

EE = 0,082

Dari hasil perhitungan di atas, maka didapat nilai efisiensi ekonomis sebesar 0,008 < 1 (satu) maka penggunaan faktor produksi usahatani di daerah penelitian tidak efisien.

5.4 Profitabilitas Usahatani Cabai Merah

(69)

Tabel 5.6 Total Biaya, Penerimaan, Pendapatan, Family Income dan

Biaya PBB 3.875.000 17,74 150.660,96 735.017 Penyusutan 39.247.466 179,74 1.513.592,98 654.124 2 Biaya Variabel

Bibit 93.639.357 428,84 3.640.721,5 1.560.656 Pupuk 169.941.000 778,28 6.553.837,25 2.832.350 Obat – Obatan 93.639.357 428,84 3.611.236,29 1.560.656 Tenaga Kerja 592.301.500 2.712,58 22.842325,49 9.871.692 3 Total Biaya 1.006.787.655 4610,82 39.144.115 16.779.794 4 Penerimaan 4.709.844.000 21.569,86 183.119.906,68 78.497.400 5 Pendapatan 3.655.019.345 16.379,03 142.108.061,62 60.916.989,08 6 Pendapatan

Keluarga 4.106.929.678 18.808,67 159.678.447,82 68.448.827,97

7 Revenue/Cost 4,6

Sumber : Diola h da ri Da ta Primer,2015

(70)

3.655.019.345 dengan rata – rata pendapatan yang diperoleh adalah Rp 60.916.989,08/ MT. Pendapatan keluarga merupakan pendapatan yang diperoleh petani sampel dengan tanpa memasukkan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), dan biaya bibit serta biaya sewa lahan (oleh sebagian petani) kedalam analisis usahatani.

Gambar

Tabel 1.1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai di Sumatera Utara Tahun 2009-2013 Luas Panen Produksi Produktivitas
Tabel 1.2 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai  Besar Menurut Kabupaten Sentra, 2011-2013
Tabel 1.3 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Cabai Merah di Kabupaten Karo Tahun 2013
Gambar 2.1 Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata dan Produksi  Marginal Gambar 2.1 menunjukkan hubungan diantara jumlah produksi dan jumlah input
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian tampak bahwa kompetensi manajerial kepala sekolah dan pengendalian mutu secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja guru SMK di

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara konformitas dengan aspek risk-taking behavior yaitu exploratory risk behavior pada remaja awal (r = 0.224, p = 0.031 &lt; 0.05),

Berdasarkan analisis data tentang bentuk, fungsi dan, makna numeralia BMDKH, dapat disimpulkan bahwa bentuk numeralia bahasa Melayu dialek Kapuas Hulu khususnya

Saya adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui Gambaran Kepuasan

Tahap pembaharuan pheromone( τ ) global Setalah tahap 1 dan 2 telah selesai untuk mendapatkan satu rute dan setiaplokasi yang dikunjungi telah mengalami pembaharuan

Tujuan Tugas: Mahasiswa mampu menciptakan dan menjelaskan makna visual dari sudut pandang psikologi persepsi. Uraian

Mathematics (is/are) considered a difficult subject for most of school children.. The committee (is/are) having its meeting at Senggigi Beach

Sebagian pastor di Timor - Leste berpikir bahwa ketika ingin merubah atau untuk memperjuangan hak maka seseorang harus terlibat dalam proses politik karena politik sendiri yang