• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Fidusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Propinsi Aceh)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Fidusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Propinsi Aceh)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN PENGHAPUSAN JAMINAN

FIDUSIA (STUDI PADA LEMBAGA PENDAFTARAN FIDUSIA

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PROPINSI ACEH)

TESIS

Oleh

GOMSALATI

097011128

/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN PENGHAPUSAN JAMINAN

FIDUSIA (STUDI PADA LEMBAGA PENDAFTARAN FIDUSIA

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PROPINSI ACEH)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

GOMSALATI

097011128

/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN PENGHAPUSAN JAMINAN FIDUSIA (STUDI PADA LEMBAGA PENDAFTARAN FIDUSIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA PROPINSI ACEH)

Nama Mahasiswa : Gomsalati

Nomor Pokok : 097011128

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Chairani Bustami,SH, SpN, MKn) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

3. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

(5)

ABSTRAK

Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia dinyatakan bahwa jaminan fidusia harus dibuat dengan akta Notaril dan harus didaftarkan, untuk menjamin kepastian hukum, dengan demikian kreditur akan mendapatkan kedudukan preferent dari kreditur-kreditur lainnya. Dan mempunyai kekuatan exscutorial apabila debitur wanprestasi, selanjutnya ada juga diatur tentang cara pencoretan jaminan fidusia bagi fidusia-fidusia yang sudah terdaftar di lembaga pendaftaran fidusia yang hutangnya telah lunas. Tetapi di Lembaga Pendaftaran Fidusia Propinsi Aceh tidak pernah sekalipun dilakukan pencoretan terhadap fidusia yang sudah terdaftar dan sudah lunas, sehingga sering terjadi pembebanan-pembebanan kembali terhadap satu benda yang masih terdaftar sebagai benda jaminan fidusia. Oleh karena itu dilakukan pengkajian tentang apakah yang melatar belakangi pembuatan akta jaminan Fidusia

harus Notaril, mengapa jaminan Fidusia tidak pernah dilakukan

pencoretan/penghapusan, hal-hal apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pencoretan/penghapusan fidusia khususnya pada lembaga pendaftaran fidusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia propinsi Aceh.

Penelitian ini bersifat deskriptif, Analitis, menggunakan pendekatan Normatif dan sosiologis dengan alat pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dengan data sekunder, primer, tertier berupa peraturan Perundang-undangan melakukan wawancara, analisis data yang dilakukan secara kwantatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Pembuatan Akte Jaminan Fidusia harus dibuat secara Notaril guna dapat didaftarkan pada lembaga pendaftaran fidusia untuk

menjamin kepastian hukum sehingga kreditur mendapat kedudukan

(6)

demikian juga nasabah selaku pemberi fidusia tidak perduli atas penghapusan/pencoretan tersebut karena menganggap penghapusan/pencoretan tersebut hanyalah tindakan administratif belaka, semuanya itu menjadi hambatan dalam pelaksanaan pencoretan/ penghapusan fidusia khususnya pada lembaga pendaftaran fidusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia Propinsi Aceh.

Disarankan agar para Pihak membuat akta jaminan fidusia secara notaril dan didaftarkan sehingga kreditur mempunyai hak preferent dan mempunyai kekuatan exscutorial apabila debitur wanprestasi. Selanjutnya kepada bank untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 26 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu membuat laporan dan mengirimkan bukti pelunasan hutang debitur dan melampirkan sertifikat fidusianya, dan debitur hendaklah turut aktif secara berkala meminta kepada bank untuk menerbitkan bukti pelunasan hutangnya agar dapat memohonkan sendiri pencoretan fidusianya sehingga benda miliknya benar-benar kembali kepemilikan kepadanya..

Hendaklah pemerintah lebih tegas mengatur tentang batas waktu penghapusan/pencoretan jaminan fidusia tersebut dengan mewajibkan kepada penerima fidusia membuat surat kiasa yang isinya memberi kuasa kepada debitur untuk melakukan pencoretan sendiri tentunya dengan mencantumkan/ memperhatikan batas waktu kuasa (tanggal berlakunya surat kuasa tersebut). Kuasa mana sudah dilampirkan bersamaan dengan pendaftaran fidusianya dan hendaklah pada saaat pendaftaran dibuat catatan “sedang dibebani fidusia” pada buku kepemilikan benda fidusia, sehingga siapapun dapat mengetahui suatu benda sedang dibebani fidusia atau tidak dan hendaknya dapat mendirikan pos-pos tempat pendaftaran fidusia di Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota.

(7)

ABSTRACT

In Law No. 42/1999 on fiduciary, it is stated that fiduciary guarantee must be made based on the notarial document. The fiduciary guarantee must be registered to guarantee the legal certainly that the creditor will get a preferential position compared to the other creditors and have an executorial power when the debtor cannot keep his promise. Also a regulation on how to eliminate the fiduciary guarantee for the one which have been registered and have been paid in the fiduciary registration office. But, in the fiduciary registration office of the province of Aceh, the fiduciary which have been registered and paid were never discarded that repayment still occur frequently for the items which are still registered as fiduciary guarantee. Therefore, it is necessary to do a study on why the fiduciary guarantee act must be made by a public notary, why the fiduciary guarantee act must be made by a public notary, why the fiduciary guarantee which have been registered and paid were never discarded, what constraints were faced in the implementation discarding the fiduciary guarantee especially in the fiduciary registration office of the Ministry of Law and Human Rights, the Province Aceh.

This was an analytical and descriptive study using the normative and sociological approach. The primary data were obtained through interview and the secondary and tertiary data for this study in the form of regulation of legislation were obtained through library research. The data obtained through were quantitatively analyzed.

The result of study showed that the act for fiduciary guarantee must be made by a public notary that it can be registered in the fiduciary registration office to obtain a legal certainly that the creditor can get the preferential power compared to the other creditor and have an executorial power when the debtor cannot keep his promise. It was also found that the fiduciary guarantee were not discarded because the fiduciary receivers, especially the banks did not care about it even though according to law on fiduciary, the bank is a party which must let the debtor know about the payment of his debt. Since it was regarded that there was no more interest on the object guaranteed because the debtor has paid his debt that it was difficult to prove whether or not a fiduciary has been paid and who the first creditor responsible to for the guarantee was unclear because it was very far for them to get to the fiduciary registration office which is located in the capital of the province. The consequence was the repayment for the same items of fiduciary guarantee may probably occur because the fiduciary provider did not care whether or not the guarantee was discarded because to them it was only for administration interest. All of these become the constraints in the implementation of discarding the fiduciary guaranteed especially the one registered in the fiduciary registration office of the Ministry of Law and Human Rights, the province of Aceh.

(8)

and executorial power when the debtor cannot keep his promise. The banks are suggested to apply the stipulation in Article 26 of Law on Fiduciary Guarantee such as making a report and sending the proof that the debtor has paid his debt and enclose the certificate of its fiduciary. The debtor should be periodically active to ask the bank to issue the proof that the debtor has finished his debt that he himself can apply for the discarding of his fiduciary that his property really comes back to him as the owner.

The government should be strict on regulating the deadline of discarding the fiduciary guarantee by requiring the fiduciary to make a power of attorney stating that he trust the debtor to discard the fiduciary by himself by putting/paying attention to the deadline of the power attorney. This power of attorney was enclosed when the registration of fiduciary with the written note saying “being responsible to pay for the fiduciary on the book of ownership of the fiduciary item that any one can know whether or not the owner of the item is being responsible to pay the fiduciary. The government is also suggested to establish the posts for the fiduciary. The government is also suggested to establish the posts for the fiduciary registration in the district and cities in the province of Aceh.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah yang Maha Pengasih dan lagi Maha

Penyayang, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya serta kasihNya yang

sangat luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Dalam

penulisan Tesis ini penulis memilih judul “TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN

PENCORETAN JAMINAN FIDUSIA (STUDI PADA LEMBAGA

PENDAFTARAN FIDUSIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK AZASI

MANUSIA PROPINSI ACEH )”.

Penulisan Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam

menyelesaikan studi di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan Tesis ini telah banyak mendapat

bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan

secara khusus kepada Bapak Prof Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua

Komisi Pembimbing dan Ibu HJ. Chairani Bustami, SH, Spn, MKn serta Ibu Dr T.

Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, masing-masing selaku anggota Komisi

Pembimbing yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada

penulis, dalam penulisan Tesis ini.

Tidak lupa pula penulis sampaikan terima kasih yang mendalam dan tulus

secara khusus kepada Bapak Syahril Sofyan, SH, MKn dan Ibu Syafnil Gani SH,

MKn masing-masing selaku Dosen Penguji, yang telah memberikan pengarahan,

(10)

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan

kepada :

1. Bapak Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku ketua Program Studi

Magister Kenotariatan dan ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum

selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga karyawan pada

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari awal hingga selesai.

Secara Khusus penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima

kasih yang tak terhingga kepada Suami tercinta yang telah bersusah payah dengan

penuh pengorbanan, kesabaran, mengizinkan dan mendukung dengan ketulusan dan

kasih sayang serta memberikan doa restu sehingga penulis dapat melanjutkan dan

menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

(11)

Ucapan terima kasih beriring doa juga penulis persembahkan kepada Ayah,

Bunda dan Ananda tercinta yang selalu memberikan dukungan moril, sehingga

penulis dengan lapang dapat menyelesaikan penulisan dan pendidikan di Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada Kakanda dan Adinda

keluarga besarku, keluarga H. Syeh Nurdin dan teman-teman serta sahabatku tujuh

sekawan : Lila Meutia, Netti Sumiati, Adawiyah, Rudi Haposan, Taufik dan Bukhari

Muhammad yang selalu mengingatkan pada saat lupa, memberi semangat dan selalu

memberikan pemikiran, kritik dan saran, dan membantu penulis dalam proses

penulisan tesis baik moril ataupun materil dari awal penulisan hingga selesainya

penulisan tesis ini.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar

selalu dilimpahkan kebaikan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada

semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan ilmu

hukum, khususnya dalam bidang Kenotariatan.

Medan, Agustus 2010

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... viii

DAFTAR ISI... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 8

1. Kerangka Teori ... 8

2. Konsepsi... 19

G. Metode Penelitian ... 22

1. Sifat Penelitian ... 22

2. Jenis Penelitian ... 23

3. Sumber Data ... 23

(13)

5. Analisis Data... 25

BAB II : LATAR BELAKANG PEMBUATAN AKTE JAMINAN FIDUSIA SECARA NOTARIL ... 26

1. Undang-undang Jaminan Fidusia Sebagai Ketentuan yang Mengatur Lembaga Jaminan Fidusia ... 27

A. Pengertian Jaminan Fidusia ... 27

B. Sejarah dan Perkembangan Jaminan Fidusia... 31

C. Ruang Lingkup, Objek dan Subjek Dalam Jaminan Fidusia... 35

2. Jaminan Fidusia Sebagai Jaminan Kebendaan ... 46

A. Hak Kebendaan Dalam Jaminan Fidusia ... 46

B. Jaminan Fidusia Merupakan hak Atas Benda Bukan Tanah ... 48

3. Pembuatan Akte Jaminan Fidusia Harus Notaril ... 51

BAB III : PENGHAPUSAN/PENCORETAN TERHADAP JAMINAN FIDUSIA... 59

A. Beberapa Asas Hukum Dalam Jaminan Fidusia... 59

B. Hapusnya Hutang Pokok Dalam Jaminan Fidusia... 74

(14)

BAB IV : HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN

PENGHAPUSAN/PENCORETAN JAMINAN FIDUSIA... 87

A. Perubahan, Pencoretan atau Penghapusan Daftar Jaminan Fidusia dan Sertifikatnya ... 87

B. Pendaftaran Jaminan Fidusia ... 91

C. Hambatan-hambatan Dalam Pelaksanaan Pencoretan/ Penghapusan Fidusia... 95

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

(15)

ABSTRAK

Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia dinyatakan bahwa jaminan fidusia harus dibuat dengan akta Notaril dan harus didaftarkan, untuk menjamin kepastian hukum, dengan demikian kreditur akan mendapatkan kedudukan preferent dari kreditur-kreditur lainnya. Dan mempunyai kekuatan exscutorial apabila debitur wanprestasi, selanjutnya ada juga diatur tentang cara pencoretan jaminan fidusia bagi fidusia-fidusia yang sudah terdaftar di lembaga pendaftaran fidusia yang hutangnya telah lunas. Tetapi di Lembaga Pendaftaran Fidusia Propinsi Aceh tidak pernah sekalipun dilakukan pencoretan terhadap fidusia yang sudah terdaftar dan sudah lunas, sehingga sering terjadi pembebanan-pembebanan kembali terhadap satu benda yang masih terdaftar sebagai benda jaminan fidusia. Oleh karena itu dilakukan pengkajian tentang apakah yang melatar belakangi pembuatan akta jaminan Fidusia

harus Notaril, mengapa jaminan Fidusia tidak pernah dilakukan

pencoretan/penghapusan, hal-hal apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pencoretan/penghapusan fidusia khususnya pada lembaga pendaftaran fidusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia propinsi Aceh.

Penelitian ini bersifat deskriptif, Analitis, menggunakan pendekatan Normatif dan sosiologis dengan alat pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dengan data sekunder, primer, tertier berupa peraturan Perundang-undangan melakukan wawancara, analisis data yang dilakukan secara kwantatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Pembuatan Akte Jaminan Fidusia harus dibuat secara Notaril guna dapat didaftarkan pada lembaga pendaftaran fidusia untuk

menjamin kepastian hukum sehingga kreditur mendapat kedudukan

(16)

demikian juga nasabah selaku pemberi fidusia tidak perduli atas penghapusan/pencoretan tersebut karena menganggap penghapusan/pencoretan tersebut hanyalah tindakan administratif belaka, semuanya itu menjadi hambatan dalam pelaksanaan pencoretan/ penghapusan fidusia khususnya pada lembaga pendaftaran fidusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia Propinsi Aceh.

Disarankan agar para Pihak membuat akta jaminan fidusia secara notaril dan didaftarkan sehingga kreditur mempunyai hak preferent dan mempunyai kekuatan exscutorial apabila debitur wanprestasi. Selanjutnya kepada bank untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 26 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu membuat laporan dan mengirimkan bukti pelunasan hutang debitur dan melampirkan sertifikat fidusianya, dan debitur hendaklah turut aktif secara berkala meminta kepada bank untuk menerbitkan bukti pelunasan hutangnya agar dapat memohonkan sendiri pencoretan fidusianya sehingga benda miliknya benar-benar kembali kepemilikan kepadanya..

Hendaklah pemerintah lebih tegas mengatur tentang batas waktu penghapusan/pencoretan jaminan fidusia tersebut dengan mewajibkan kepada penerima fidusia membuat surat kiasa yang isinya memberi kuasa kepada debitur untuk melakukan pencoretan sendiri tentunya dengan mencantumkan/ memperhatikan batas waktu kuasa (tanggal berlakunya surat kuasa tersebut). Kuasa mana sudah dilampirkan bersamaan dengan pendaftaran fidusianya dan hendaklah pada saaat pendaftaran dibuat catatan “sedang dibebani fidusia” pada buku kepemilikan benda fidusia, sehingga siapapun dapat mengetahui suatu benda sedang dibebani fidusia atau tidak dan hendaknya dapat mendirikan pos-pos tempat pendaftaran fidusia di Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota.

(17)

ABSTRACT

In Law No. 42/1999 on fiduciary, it is stated that fiduciary guarantee must be made based on the notarial document. The fiduciary guarantee must be registered to guarantee the legal certainly that the creditor will get a preferential position compared to the other creditors and have an executorial power when the debtor cannot keep his promise. Also a regulation on how to eliminate the fiduciary guarantee for the one which have been registered and have been paid in the fiduciary registration office. But, in the fiduciary registration office of the province of Aceh, the fiduciary which have been registered and paid were never discarded that repayment still occur frequently for the items which are still registered as fiduciary guarantee. Therefore, it is necessary to do a study on why the fiduciary guarantee act must be made by a public notary, why the fiduciary guarantee act must be made by a public notary, why the fiduciary guarantee which have been registered and paid were never discarded, what constraints were faced in the implementation discarding the fiduciary guarantee especially in the fiduciary registration office of the Ministry of Law and Human Rights, the Province Aceh.

This was an analytical and descriptive study using the normative and sociological approach. The primary data were obtained through interview and the secondary and tertiary data for this study in the form of regulation of legislation were obtained through library research. The data obtained through were quantitatively analyzed.

The result of study showed that the act for fiduciary guarantee must be made by a public notary that it can be registered in the fiduciary registration office to obtain a legal certainly that the creditor can get the preferential power compared to the other creditor and have an executorial power when the debtor cannot keep his promise. It was also found that the fiduciary guarantee were not discarded because the fiduciary receivers, especially the banks did not care about it even though according to law on fiduciary, the bank is a party which must let the debtor know about the payment of his debt. Since it was regarded that there was no more interest on the object guaranteed because the debtor has paid his debt that it was difficult to prove whether or not a fiduciary has been paid and who the first creditor responsible to for the guarantee was unclear because it was very far for them to get to the fiduciary registration office which is located in the capital of the province. The consequence was the repayment for the same items of fiduciary guarantee may probably occur because the fiduciary provider did not care whether or not the guarantee was discarded because to them it was only for administration interest. All of these become the constraints in the implementation of discarding the fiduciary guaranteed especially the one registered in the fiduciary registration office of the Ministry of Law and Human Rights, the province of Aceh.

(18)

and executorial power when the debtor cannot keep his promise. The banks are suggested to apply the stipulation in Article 26 of Law on Fiduciary Guarantee such as making a report and sending the proof that the debtor has paid his debt and enclose the certificate of its fiduciary. The debtor should be periodically active to ask the bank to issue the proof that the debtor has finished his debt that he himself can apply for the discarding of his fiduciary that his property really comes back to him as the owner.

The government should be strict on regulating the deadline of discarding the fiduciary guarantee by requiring the fiduciary to make a power of attorney stating that he trust the debtor to discard the fiduciary by himself by putting/paying attention to the deadline of the power attorney. This power of attorney was enclosed when the registration of fiduciary with the written note saying “being responsible to pay for the fiduciary on the book of ownership of the fiduciary item that any one can know whether or not the owner of the item is being responsible to pay the fiduciary. The government is also suggested to establish the posts for the fiduciary. The government is also suggested to establish the posts for the fiduciary registration in the district and cities in the province of Aceh.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional,

merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur

berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Para pelaku ekonomi terus

berusaha mendapatkan dana guna memulai, meneruskan dan mengembangkan

usahanya. Untuk mendapatkan modal yang cepat dan aman cara yang ditempuh

adalah dengan memanfaatkan lembaga pembiayaan terutama Bank.

Berhutang terutama pada Bank tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis,

hal itu bagi kaum pelaku ekonomi adalah mutlak dalam perputaran usahanya.1

Lembaga perbankkan dalam pendistribusian kredit pada masyarakat, selain

diwajibkan oleh undang-undang tentu menerapkan aturan-aturan agar transaksi

pinjam-meminjam itu dapat berlangsung dengan baik, dan saling memuaskan semua

pihak yang terkait, prinsipnya saling membutuhkan dan aman. Untuk itulah dalam

pinjam meminjam ini diterapkan adanya jaminan (collateral) dari pihak yang

berhutang (debitur) dan pembuatan akte secara autentik bagi yang berpiutang

(kreditur).

1 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Jaminan dan Kepailitan, Makalah Pembanding dalam Seminar

(20)

Jaminan sangat penting sekali dalam pemberian kredit dan juga merupakan

suatu keharusan karena bagi perbankan, setiap pemberian kredit yang disalurkan

kepada pengusaha selalu mengandung resiko,oleh karena itu perlu unsur pengamanan

dalam pengembaliannya.Unsur pengamanan (safety) adalah salah satu prinsip dasar

dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability)dan keuntungan

(portability).2

Jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur, akan menjadi tekanan

phsikologis bagi debitur, sehingga debitur selalu membayar hutangnya sesuai dengan

perjanjian antara debitur dengan kreditur, yang mana jika terjadi wanprestasi jaminan

yang diberikan oleh debitur, dapat dijadikan perlunasan hutangnya oleh kreditur

dengan cara menjual atau dengan cara lain yang dibenarkan oleh undang-undang.

Jaminan adalah suatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk

memberikan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya yang dapat

dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.3

Jaminan menurut undang-undang perbankan diberi arti sebagai keyakinan

akan itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi

2 Muchdaryah Sinungan, Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit, Jakarta,

Bina Aksara, 1989, hal. 4.

3 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty

(21)

hutangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan yang

diperjanjikan4.

Dari zaman ketika manusia mengenal pinjam-meminjam, sejak itupula

manusia sudah mengenal tentang jaminan tetapi terbatas pada jaminan kebendaan

yang tetap dan berwujud, yang pada akhirnya dikenal dengan nama gadai,

hipotik/hak tanggungan.

Seiring dengan kebutuhan dana yang dihadapi dalam dunia usaha, kenyataannya para pelaku usaha membutuhkan lembaga jaminan tertentu selain lembaga gadai, hipotik, dan hak tanggungan tersebut. Dimana perusahaan-perusahaan kecil, pertokoan, pengecer, rumah makan, memerlukan kredit untuk memperluas usahanya dengan jaminan barang dagangannya, begitu pula pegawai-pegawai kecil, rumah tangga memerlukan kredit untuk keperluan rumah tangga dengan jaminan alat-alat perkakas rumah tangganya dan perusahaan-perusahaan tembakau dan beras memerlukan kredit untuk perluasan usahanya dengan jaminan pergudangan dan pabrik-pabriknya serta usaha-usaha pertanian juga memerlukan kredit untuk meningkatkan hasil pertaniannya dengan jaminan alat-alat pertaniannya.5

Semuanya itu menimbulkan pula kebutuhan akan adanya lembaga jaminan

lain selain gadai dan jaminan yang diatur dalam Undang-undang hak tanggungan

dibutuhkan pula suatu lembaga jaminan yang memberikan kemungkinan benda

bergerak menjadi jaminan tetapi benda tersebut tetap berada dalam tangan dan tetap

bisa dipakai untuk usaha sipemberi jaminan. Jaminan inilah yang saat ini dikenal

dengan nama Fidusia.

Fidusia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 (selanjutnya

disingkat Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum

4 Ari Sukamti Hutagalung, Transaksi Berjamin, Jakarta, Fakultas Hukum UI, 2005, hal 649.

5 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan

(22)

Jaminan, Liberty Yogyakarta, 1984, hal, 50 dengan UUJF) memberikan batasan dan

pengertian bahwa fidusia adalah sebagai pengalihan hak kepemilikan suatu benda

atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia). Dikatakan

berdasarkan kepercayaan, karena benda yang dijadikan jaminan tersebut tetap berada

ditangan atau di bawah penguasaan pemilik benda, yaitu pihak berhutang/debitur.

Bahwa sekalipun berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Fidusia, dengan

pendaftaran jaminan fidusia, berarti terjadi peralihan kepemilikian benda jaminan

fidusia. Sedangkan dalam pasal 26 Undang-undang Jaminan Fidusia menyatakan

bahwa tindakan selanjutnya setelah pelunasan hutang adalah melakukan pencoretan

fidusia dari buku daftar fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Yang dengan

demikian sertifikat fidusia yang sudah terbit harus dicabut, namun tidak pernah

dicabut karena Undang-Undang Jaminan Fidusia sama sekali tidak ada mengatur

bahwa sertifikat itu harus dicabut atau dikembalikan meskipun kewajiban melaporkan

pencoretan fidusia dibebankan kepada Penerima fidusia.6

Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dilaksanakan

ditempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik

yang berada didalam maupun diluar wilayah Negara Republik Indonesia untuk

memenuhi azas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor

lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia.

6 Hasil Wawancara dengan Taufik, SH, dan Bukhari Muhammad, SH, Notaris Kota

(23)

Ketiga alasan yang menjadi dasar hapusnya jaminan fidusia adalah sesuai dengan

sifat ikutan dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia tergantung pada

adanya piutang yang dijaminkan pelunasannya. Apabila piutang hapus karena

hapusnya hutang atau pelepasan hutang maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang

bersangkutan menjadi hapus.7

Selain itu menurut UUJF menegaskan bahwa terhadap benda yang sudah

dibebani fidusia, tidak dapat dibebani lagi sebelum dihapus. Sedangkan dalam

kenyataannya banyak benda-benda yang sudah dibebani fidusia, sudah didaftar

kemudian sudah dilunasi tetapi tidak dilakukan pencoretan, selanjutnya dibebani

kembali dengan hutang-hutang berikutnya

Keadaan inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian pada

lembaga Pendaftaran Fidusia di Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia

Propinsi Aceh, sebagai lembaga tempat pendaftaran dan penghapusan Fidusia dengan

judul tulisan “Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Fidusia Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia

Propinsi Aceh)”.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka dapatlah dirumuskan

permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah yang melatar belakangi pembuatan akta jaminan fidusia secara Notaril?

7

(24)

2. Kenapa jaminan fidusia tidak dilakukan penghapusan/Pencoretan fidusia oleh

para pihak

3. Apakah hal-hal yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan/penghapusan

Pencoretan Fidusia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari rumusan

masalah yang diajukan. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari

penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang pembuatan akta jaminan fidusia dibuat secara

Notaril

2. Untuk mengetahui mengapa jaminan fidusia tidak dilakukan penghapusan/

pencoretan.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan pelaksanaan pencoretan jaminan fidusia.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan

ilmu pengetahuan hukum jaminan dan khususnya hukum jaminan Fidusia

terutama tentang penghapusan/Pencoretan Jaminan Fidusia serta menambah

(25)

2. Secara praktis bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi

ilmu pengetahuan hukum tentang hukum jaminan fidusia dan diharapkan

penelitian ini juga dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam mempelajari

jaminan fidusia bagi para pihak baik akademis, praktisi hukum, notaris dan

pihak-pihak yang terkait.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian pada kepustakaan, khususnya dilingkungan

perpustakaan Hukum program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada

penelitian yang menyangkut masalah “Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia”. Namun penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasiswa yang

mengangkat tentang jaminan fidusia, namun permasalahan dan bidang kajiannya

sangat jauh berbeda, yaitu :

1. Tesis atas nama NILA WATI, NIM : 037011059, dengan judul, “Dilema Pemberlakuan Pembatasan Jangka Waktu Pendaftaran Fidusia”.

2. Tesis atas nama TAWIL, NIM : 067011008, dengan judul, “ Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Fidusia”.

3. Tesis atas nama RUMIRIS RAMARITO NAINGGOLAN, NIM : 067011078,

dengan judul kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Unit

(26)

4. Tesis atas nama HENDRI, NIM : 067011040, dengan judul, “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Fidusia Dalam Perjanjian Fidusia yang dibuat di

Bawah Tangan”.

5. Tesis atas nama WINSTON, NIM : 067011106, dengan judul, “Aspek-Aspek Hak Perorangan Dan Hak Kebendaan Dalam Jaminan Fidusia”.

6. Tesis atas nama HERU PURNAMA, NIM : 055114072, dengan judul, “Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa Beli Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia”.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.8

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi9 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.10 Menurut Soerjono

8 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994, hal 80. 9 J.J.J.M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid 1

(27)

Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan Ilmu Hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.11

Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi

secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara

logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi

sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.12

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau

petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan

penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif, maka kerangka teori diarahkan

secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami

mengenai jaminan Fidusia dan Penghapusan Jaminan Fidusia, dan mengenai

permasalahan dari Penghapusan itu sendiri.

Adapun teori menurut Maria S.W. Soemarjono, adalah seperangkat preposisi

yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling

berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari

fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variable lainnya dan

menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut.13

Mengenai Penghapusan Jaminan Fidusia dalam penulisan tesis ini juga

menggunakan kerangka teori sebagai pisau analitis yakni pendafataran itu untuk suatu

11 Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, Jakarta : UI Press, 1986, hal. 6.

12 Snelbecker dalam Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja

Rosdakarya, 1993, hal 34-35.

13 Maria S.W. Soemarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta, Gramedia,

(28)

kepastian hukum. Radbruch menyatakan tentang kepastian hukum guna mewujudkan

Legal Order sebagai berikut :

“Eksistensi suatu legal order adalah lebih penting daripada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum,

sementara yang pertama sama - sama diakui oleh seluruhnya adalah

kepastian hukum yakni ketertiban dan ketentraman”14. Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa :

“Kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya,

dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan”15

Menurut Award, sistem diartikan sebagai hubungan yang berlangsung

diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur (An Organized

Functioning Relationship Among Units Or Components)16, selanjutnya

menurut Mariam Darus suatu sistem adalah kumpulan azas-azas yang

terpadu, yang merupakan landasan, diatas mana dibangun tertib hukum.17

Sebagaimana perjanjian hutang lainnya, seperti perjanjian gadai,

hipotik, hak tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu

perjanjian assesoir (perjanjian buntutan), Maksudnya adalah perjanjian

14 Lihat Radbruch, Legal Philosophy dalam Wilk Kurt, dikutip dalam Endang Purwaningsih

”Perkembangan Hukum Intelectual" Property Right Kajian Hukum Terhadap hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komperatif Hukum Paten, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2005, hal. 206.

15

Ibid, hal. 206.

16 Award, Elis M, dalam Ok. Saidin, Aspek Hukum Haki, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa,

2004, hal. 19.

17 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional Bandung :

(29)

assesoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti perjanjian lainnya

yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini yang merupakan perjanjian

pokok adalah perjanjian hutang piutang.18

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

orang lain atau lebih”.

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.19

Jaminan Fidusia adalah sub system hukum jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan tidak dapat terlepas dari hukum benda karena kaitannya sangat erat, terutama dalam jaminan kebendaan. Didalam literatur jaminan selalu dikaitkan dengan hak kebendaan, karena didalam KUHPerdata jaminan merupakan hak kebendaan dan merupakan bagian dari hukum benda yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Apabila melihat sistematika KUHPerdata, maka akan terlihat seolah-olah jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja, karena pengaturan jaminan kebendaan tersebut terdapat dalam Buku II tentang Benda, sedangkan perjanjian jaminan perorangan (Persoonlijke Zekerheidsrechten, personal guaranty) seperti perjanjian penangguhan (Bortoght) di dalam KUH Perdata merupakan suatu jenis perjanjian yang diatur dalam Buku III tentang perikatan.20

18

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung Citra Aditya Bakti 2005, hal. 19.

19 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 1976, hal. 1.

20 Djuhaenan Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain, Bandung

(30)

Dalam keanekaragaman bidang hukum yang mengatur mengenai hukum

benda terdapat beberapa azas umum yang melandasinya. Azas umum dalam

KUHPerdata antara lain:21

1. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan

baru selain yang telah disebut secara limitatif dalam undang-undang. Azas ini

dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan.

2. Asas absolute, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun,

setiap orang harus menghormati hak tersebut.

3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk

menyerahkan bendanya.

4. Asas mengikuti (Droit de suite), bahwa hak kebendaan akan mengikuti bendanya

di tangan siapapun berada.

5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan kepemilikan

6. Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terhadap benda yang dapat

ditentukan.

7. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara

totalitas atau secara keseluruhan dan tidak dapat pada bagian-bagian benda.

8. Asas pelekatan (asesi), yaitu azas yang melekatkan benda pelengkap pada benda

pokoknya.

21

(31)

9. Asas besit merupakan title sempurna, azas ini berlaku bagi benda bergerak dan

terdapat dalam pasal 1977 KUHPerdata. Azas ini hanya berlaku bagi benda

bergerak tidak atas nama ataupun tidak terdaftar.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menyebutkan azas-azas umum itu sebagai

berikut :22

1. Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan hukum benda merupakan hukum

pemaksa, jadi tidak dapat disampingi.

2. Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat

dipindahkan.

3. Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya

dapat menjadi milik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan

4. Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek.

5. Asas tidak dapat dipisahkan, yang berhak tidak dapat memindah tangankan

sebagian wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada padanya.

6. Asas prioritas, semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan

wewenang-wewenang dari egeindom meskipun luasnya berbeda.

7. Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda

milik orang lain, tidak dapat seseorang untuk kepentingannya memperoleh hak

gadai atas barang miliknya sendiri.

22

(32)

8. Perlakuan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan. Aturan

mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring

9. Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanannya dan

penyerahannya harus dengan pendaftaran di dalam register umum.

10. Sifat perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan benda hak

kebendaan.

Pengertian hukum jaminan sendiri tidak dapat ditemukan dalam peraturan

yang ada namun untuk menemukan rumusan hukum jaminan harus menelaahnya dari

arti dan fungsi jaminan itu sendiri. Oleh karena tidak dapat menemukan rumusan

tentang arti hukum jaminan di dalam literatur, maka hukum jaminan kiranya

dirumuskan sebagai berikut :

“Perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau

pelaksanaan suatu prestasi”.23

Dalam rumusan ini tercakup pengertian jaminan kebendaan dan jaminan

perorangan (jaminan pihak ketiga). Satrio juga memberikan rumusan tentang hukum

jaminan yaitu :

“Peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan – jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.”24

23 Djuhaendah hasan, Op.Cit, hal. 231. 24

(33)

Jadi hukum jaminan mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Mariam

darus juga mengemukakan pengertian jaminan adalah :

“Suatu tanggungan yang dibebankan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu

perikatan”25.

Lembaga jaminan ini diberikan untuk kepentingan kreditur guna menjamin

dananya melalui suatu perikatan khusus yang bersifat assesoir dari perjanjian pokok

(Perjanjian kredit atau pembiayaan) oleh debitur dan kreditur.

Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian

akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh

penjamin debitur.26 Jelas bahwa jaminan berfungsi untuk memberikan perlindungan

bagi kreditur yang meminjamkan uangnya, perlindungan yang dimaksud adalah

adanya kepastian hukum dan rasa aman bagi kreditur bahwa uang yang

dipinjamkannya akan dilunasi oleh debitur, apabila ternyata tidak dilunasi oleh

debitur, maka kreditur dapat menjual barang jaminan tersebut sebagai upaya

pelunasan hutang.

Dalam Pasal 1 butir 1 UUJF telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan

25 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit

26

(34)

dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam

penguasaan pemilk benda”.

Sedangkan pengertian jaminan fidusia menurut UUJF Pasal 1 butir 2 adalah

hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud

dan benda tidak bergerak, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam

penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur

lainnya.

Pada prinsipnya, system hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan dan

jaminan perorangan. Jaminan kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai

ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu

dan mempunyai sifat melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan.

Karakter kebendaan pada jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal

20, Pasal 27 UUJF. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa jaminan Fidusia

memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang kuat dan akan digemari oleh para

pemakainya.27

Jaminan Fidusia juga menganut azas droit de suite, yaitu jaminan fidusia tetap

mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda

27

(35)

tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek

Jaminan fidusia.

Sebagai hak kebendaan, Jaminan fidusia mempunyai hak didahulukan

terhadap kreditur lain (Droit de Preference) untuk mengambil pelunasan piutangnya

atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi

kepailitan pada debitur. Pemegang fidusia merupakan kreditur separatis sebagaimana

yang dicantumkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan. Pengakuan hak

separatis akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditur pemegang Fidusia.28

Beberapa prinsip utama dalam Jaminan fidusia yakni :

a. Pemegang fidusia berfungsi sebagai jaminan bukan sebagai pemilik sebenarnya b. Pemegang Fidusia berhak mengeksekusi barang jaminan jika ada wanprestasi dari

debitur,

c. Objek jaminan fidusia wajib dikembalikan kepada pemberi fidusia jika hutang sudah dilunasi,

d. Jika hasil eksekusi barang fidusia melebihi jumlah hutang, maka sisanya harus dikembalikan kepada pemberi Fidusia.29

Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya

penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali.

Dengan demikian dari apa yang telah disampaikan diatas maka Jaminan

Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian piutang

dan hal ini disebutkan didalam Pasal 4 UUJF yaitu: ”Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para

28 Ibid, hal. 29. 29

(36)

pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Perjanjian yang dapat menimbulkan hutang piutang dapat berupa perjanjian pinjam meminjam maupun perjanjian lainnya.

Berkaitan dengan azas dari Jaminan Fidusia tersebut bahwa objek Jaminan

Fidusia mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya jika debitur cidera janji.

Obyek yang terdapat didalam jaminan fidusia meliputi :

a. Benda dapat dimiliki dan dapat dialihkan b. Benda berwujud dan tidak berwujud,

c. Benda bergerak dan tidak bergerak (yang dapat diikat dengan hak Tanggungan, hipotik ),

d. Benda yang sudah ada maupun benda yang akan ada, e. Benda persediaan(Stok barang dagangan)30

Berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata, maka semua benda milik debitur, bergerak

atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian

hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Akan tetapi, Pihak kreditor umumnya tidak puas dengan jaminan umum

berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata tersebut, dengan alasan sebagai berikut :

1. Benda tidak khusus.

Dalam hal ini didalam Pasal 1131 KUH Perdata tidak menunjuk terhadap suatu

barang khusus tertentu, tetapi menunjuk terhadap semua barang milik debitur

2. Benda tidak diblokir

Jika dibuat jaminan hutang khusus, maka dapat ditentukan bahwa benda tersebut

tidak dapat dialihkan kecuali izin pihak kreditur.

30

(37)

3. Jaminan tidak mengikuti benda

Apabila benda obyek jaminan hutang dialihkan kepada pihak lain oleh debitor,

maka hak kreditur tetap melekat pada benda tersebut, terlepas ditangan siapapun

benda tersebut berada.

4. Tidak ada kedudukan preferensi dari Kreditur.

Berbeda dengan jaminan umum yang didasarkan atas Pasal 1131 KUHPerdata,

maka terhadap pemegang jaminan hutang yang khusus oleh hukum diberikan hak

preferensi, artinya krediturnya diberikan kedudukan yang lebih tinggi

(didahulukan) pembayaran hutangnya yan diambil dari hasil penjualan benda

jaminan hutang.31

Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang

dibebani dengan jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang

terletak di Indonesia. Pendaftaran memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang

tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia, selain itu Pendaftaran

Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari azas publisitas dan kepastian hukum.32

Hak kebendaan dari jaminan Fidusia baru lahir sejak dilakukannya

pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan sebagai buktinya adalah

diterbitkannya Sertifkat Jaminan Fidusia.

Pendaftaran Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaril, Pendaftaran fidusia

yang tidak dibuat dengan akta notaril maka aktanya tidak dapat didaftarkan. Secara

31 Ibid, hal. 138. 32

(38)

teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum (Formalitas Causa)

dan sebagai alat bukti (Probationis Causa).33

Dengan demikian akta yang dibuat di bawah tangan akan mengakibatkan

jaminan fidusia ini tidak dapat didaftarkan karena akta di bawah tangan tidak

mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat karena tanda tangan pada akta di

bawah tangan masih bisa dipungkiri. Akta di bawah tangan juga tidak mempunyai

kekuatan hukum dan kepastian hukum.

Jaminan Fdusia bersifat hak kebendaan, itu dibuktikan dengan adanya

kewajiban untuk mendaftarkan fidusianya, dan memiliki hak di dahului atas

benda-benda tertentu.Jaminan itu hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan

tertenu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan

debitur seumumnya.

Pendaftaran dilakukan setelah akta Jaminan Fidusia telah ditandatangani oleh

para pihak pada Kantor Pendaftaran Fidusia ditempat kedudukan pihak pemberi

fidusia. Terhadap objek jaminan Fidusia yang berada diluar wilayah Indonesia,

Pendaftarannya tetap dilakukan dimana kedudukan pemberi fidusia. Untuk

selanjutnya dilakukan penghapusannya ditempat mana fidusia itu didaftarkan.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi

33

(39)

dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.34

Konsep berasal dari bahasa latin, Conceptus yang memiliki arti sebagai suatu

kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.35

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan

pengertian atau penafsiran yang berbeda dari suatu istilah yang dipakai untuk

ditemukannya suatu kebenaran dengan substansi yang diperlukan.36

Maka dalam penelitian ini disusun beberapa defenisi operasional dari

konsep-konsep yang akan digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian yakni:

- Jaminan adalah suatu hak atas suatu benda debitur yang hak kepemilikannya

dipegang oleh kreditur sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur,

untuk kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi

oleh debitur atau oleh penjamin debitur.

- Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan, yang mana hak kepemilikannya dipegang oleh kreditur,

sedangkan bendanya masih dikuasai debitur.

- Benda Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan

dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar

34 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal

3.

35 Qomaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah,

Jakarta Bumi Aksara, 2000, hal 122.

36 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Universitas Airlangga, Cetakan I, 2005, hal.

(40)

maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak, yang tidak

dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotik.

- Benda terdaftar adalah benda yang didaftarkan kepada instansi tertentu yang

memiliki dengan bukti tertentu bisa berupa sertifikat ataupun tanda bukti lain.

- Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau

karena ditentukan undang-undang.

- Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat

dipindakan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang.

- Benda bukan tanah adalah benda selain tanah baik yang sifatnya bergerak

maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik terdaftar

ataupun tidak.

- Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam

bentuk mata uang rupiah.

- Piutang adalah hak yang dimiliki oleh kreditur untuk menerima pembayaran

atas pelunasan hutang debitur.

- Pemberi Jaminan Fidusia adalah orang atau badan usaha baik berbadan hukum

atau tidak yang memiki benda yang akan dijadikan sebagai benda jaminan

dalam perjanjian jaminan Fidusia.

- Penerima Jaminan Fidusia adalah perorangan, Bank atau lembaga pembiayaan

(41)

fidusia kepada penerima fidusia yang mana pembayarannya dijamin dengan

benda jaminan fidusia dan harta kekayaan lainnya dari pemberi jaminan

fidusia

- Akta jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan

fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan pelunasan piutangnya.

- Jaminan kebendaan adalah merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu

yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi

pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitur melakukan cidera janji.

- Pendaftaran jaminan fidusia adalah Pendaftaran jaminan fidusia yang

dilakukan dikantor pendaftaran fidusia ditempat kedudukan pemberi fidusia.

- Kantor Pendaftaran fidusia adalah merupakan bagian dalam lingkungan

Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dan bukan

merupakan institusi yang mandiri. Kantor pendaftaran fidusia untuk pertama

kali didirikan di Jakarta dan secara bertahap, sesuai kebutuhan didirikan di

ibukota Propinsi di seluruh wilayah Republik Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskripsi analitis maksudnya adalah penelitian ini

merupakan penelitian yang menggambarkan, menelaah menjelaskan serta

menganalisa permasalahan dalam pendaftaran jaminan fidusia, yang dihubungkan

(42)

Penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan pendekatan

dan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat

dipecahkan.37

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu hukum

tertentu dengan jalan menganalisanya.38

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian hukum ini dilakukan pendekatan normatif (yang

berkaitan dengan sinkronisasi hukum) dan sosiologis (yang berkaitan dengan

efektifitas hukum).39 Digabungkannya pendekatan normatif (legal resereach) dan

empiris atau sosiologis secara sekaligus dimaksudkan untuk lebih mendapatkan hasil

penelitian yang lebih memadai, sebab dengan cara ini akan diperoleh data baik dari

segi prakteknya maupun teori ilmiahnya.

3. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari hasil penelitian

kepustakaan. Dari penelitian kepustakaan dikumpulkan data sekunder yang meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :

37 M. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal 13. 38 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 43.

39 Bambang Sunggono; Metode Penelitian Hukum, Penerbit PT. Grafindo Persada, Jakarta,

(43)

1. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat yakni norma (dasar),

peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

perjanjian, jaminan kebendaan, jaminan fidusia dan tata cara pendaftaran fidusia.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan

hukum primer antara lain: tukisan atau pendapat para ahli hukum yang berkaitan

dengan perjanjian, hukum perjanjian, dan fidusia

3. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yng memberikan penjelasan tentang

bahan hukum primer dan sekunder.

4. Teknik dan alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya

serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data penelitian ini diperoleh

dengan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan cara yaitu :

a. Studi kepustakaan (Library research)

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan

melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

b. Wawancara

Pedoman wawancara dengan nara sumber yang hanya berperan sebagai

(44)

disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai

pendukung penelitian hukum normatif dalam penyusunan tesis ini.

5. Analisis Data

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan

evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk

selanjutnya diadakan pengelompokan data yang sejenis untuk kepentingan analisis

dan penulisan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kuantitatif yaitu yang dilakukan terhadap data yang berupa informasi, uraian dalam

bentuk bahasa prosa yang kemudian dikaitkan dengan data lainnya.40

Adapun sumber data yang berupa hokum yang diperoleh dari studi

kepustakaan, aturan perundang-undangan dan artikel dimaksud diuraikan dan

dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih

sistematis. Data primer dan data sekunder yang diperoleh akan dianalisis dengan

menggunakan metode analisis kuantatif dengan logika deduktif yakni berfikir dari

hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan

perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas

permasalahan yang diidentifikasi.

40 Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1999,

(45)

BAB II

LATAR BELAKANG PEMBUATAN AKTE JAMINAN FIDUSIA SECARA NOTARIL

1. Undang-Undang Jaminan Fidusia Sebagai Ketentuan Yang Mengatur Lembaga Jaminan Fidusia

A. Pengertian Jaminan Fidusia

Sebagai suatu lembaga jaminan, pengertian fidusia telah ditemukan dan

dikenal dalam masyarakat hukum Romawi dengan nama fidusia cum creditore

contracta, yaitu janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor di mana diperjanjikan

debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditornya sebagai

jaminan utang dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali

kepemilikan atas suatu benda tersebut kepada debitor bilamana utangnya sudah

dilunasi.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

membedakan definisi fidusia dengan jaminan fidusia. Dalam Pasal 1 angka 1

disebutkan ”fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan

tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Kemudian Pasal 1 butir 2

menyebutkan, ”jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

(46)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada

dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu

yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap

kreditor lainnya”.

Rumusan yang membedakan pengertian fidusia dengan jaminan fidusia

menimbulkan anggapan bahwa Undang-U ndang Nomor 42 Tahun 1999 telah

memberikan nama baru bagi lembaga hak jaminan yang semula dikenal sebagai

fidusia, yaitu jaminan fidusia.41 Rupanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

membedakan antara fidusia sebagai suatu perbuatan hukum pengalihan hak

kepemilikan atas dasar kepercayaan dengan fidusia sebagai suatu lembaga jaminan.

Akan tetapi pembedaan ini masih dapat dipertanyakan konsistensinya jika melihat

ternyata Undang-Undang ini menyebut pemberi fidusia terhadap pihak yang memberi

jaminan fidusia dan penerima fidusia terhadap kreditor selaku pihak yang menerima

jaminan fidusia.42 Apalagi jika kemudian kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 33

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang berbunyi, ”setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang

menjadi objek jaminan fidusia apabila kreditor cedera janji, batal demi hukum.”

Sehingga berkaitan dengan hal di atas Bachtiar Sibarani mengatakan :

ternyata pemakaian istilah dan pengertian fidusia dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tidak berguna sama sekali. Artinya sekiranya istilah dan arti fidusia dihilangkan maka pengikatan dan eksekusi pengikatan barang bergerak yang dalam penguasaan pemiliknya tidak terpengaruh. Oleh karena itu sesuai dengan materi yang diatur didalamnya, maka judul yang cocok

41 Arie Sukanti Hutagalung, Op.Cit, hal. 728. 42

(47)

untuk Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah tentang Hak Tanggungan Atas Barang Bergerak. Kalau mau judul itu dapat ditambah dengan perkataan ”di luar gadai” atau ”Yang dikuasai oleh pemilik”.43

Unsur yang terkadung dalam rumusan jaminan fidusia sebagaimana bunyi

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahuun 1999 adalah :

a. Hak jaminan;

b. Benda bergerak;

c. Benda

d. Tidak bergerak, khususnya bangunan;

e. Tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan;

f. Sebagai agunan;

g. Untuk pelunasan utang;

h. Kedudukan yang diutamakan.

Unsur hak jaminan dalam jaminan fidusia adalah hak yang memberikan

kepada kreditor suatu kedudukan yang lebih baik dari kreditor lain yang tidak

memperjanjikan hak jaminan, baik hak jaminan kebendaan maupun jaminan hak

pribadi. Hak jaminan yang demikian ini biasa disebut dengan hak preferen atau dalam

Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia disebut dengan hak yang diutamakan (Pasal

1 sub 2) dan hak yang didahulukan (Pasal 27).

43

Referensi

Dokumen terkait

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Isah Nurdianah, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: “Analisis Pengaruh Inovasi Produk, Lokasi Usaha Dan Orientasi Pasar

Berdasarkan pengamatan tingkat curah hujan bulanan di Kota Palembang serta jumlah kasus DBD setiap bulan yang dirawat di tiga RS di Palembang selama tahun 2004 sampai dengan

Dari gambar 5 dapat dijelaskan bahwa kegiatan yang dimasukkan dalam lingkup Sistem Informasi E-Office Agenda Promosi yaitu : 1 Proses input data Agenda dan Penugasan

Berdasarkan hal tersebut, penulis merancang Aplikasi Pengenalan Fosil-Fosil Purba di Museum Purbakala Sangiran berbasis Android, untuk mempermudah dalam mengenal

Pada grafika komputer, gambar dua dimensi dihasilkan komputer melalui proses yang dapat dianalogikan dengan proses pembentukan gambar pada sistem kamera, mikroskop,

Sedangkan menyangkut aparatur hukum adalah Sumber Daya Manusia yang merupakan salah satu permasalahan dalam penerapan dan penegakan hukum di Mahkamah Syar’iyah.. Hal mana

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pelayanan Informasi Publik Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah;1. Peraturan Gubernur Jawa

Guru menggerakkan pion kekotak berikutnya dijalur papan ular tangga sesuai jumlah angka pada dadu, kemudian menyebutkan gambar yang ada pada jalur papan ular tangga dimana pion