TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN PENGHAPUSAN JAMINAN
FIDUSIA (STUDI PADA LEMBAGA PENDAFTARAN FIDUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
PROPINSI ACEH)
TESIS
Oleh
GOMSALATI
097011128
/MKn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN PENGHAPUSAN JAMINAN
FIDUSIA (STUDI PADA LEMBAGA PENDAFTARAN FIDUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
PROPINSI ACEH)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
GOMSALATI
097011128
/MKn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN PENGHAPUSAN JAMINAN FIDUSIA (STUDI PADA LEMBAGA PENDAFTARAN FIDUSIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA PROPINSI ACEH)
Nama Mahasiswa : Gomsalati
Nomor Pokok : 097011128
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua
(Chairani Bustami,SH, SpN, MKn) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Telah diuji pada
Tanggal : 19 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
3. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum
ABSTRAK
Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia dinyatakan bahwa jaminan fidusia harus dibuat dengan akta Notaril dan harus didaftarkan, untuk menjamin kepastian hukum, dengan demikian kreditur akan mendapatkan kedudukan preferent dari kreditur-kreditur lainnya. Dan mempunyai kekuatan exscutorial apabila debitur wanprestasi, selanjutnya ada juga diatur tentang cara pencoretan jaminan fidusia bagi fidusia-fidusia yang sudah terdaftar di lembaga pendaftaran fidusia yang hutangnya telah lunas. Tetapi di Lembaga Pendaftaran Fidusia Propinsi Aceh tidak pernah sekalipun dilakukan pencoretan terhadap fidusia yang sudah terdaftar dan sudah lunas, sehingga sering terjadi pembebanan-pembebanan kembali terhadap satu benda yang masih terdaftar sebagai benda jaminan fidusia. Oleh karena itu dilakukan pengkajian tentang apakah yang melatar belakangi pembuatan akta jaminan Fidusia
harus Notaril, mengapa jaminan Fidusia tidak pernah dilakukan
pencoretan/penghapusan, hal-hal apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pencoretan/penghapusan fidusia khususnya pada lembaga pendaftaran fidusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia propinsi Aceh.
Penelitian ini bersifat deskriptif, Analitis, menggunakan pendekatan Normatif dan sosiologis dengan alat pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dengan data sekunder, primer, tertier berupa peraturan Perundang-undangan melakukan wawancara, analisis data yang dilakukan secara kwantatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Pembuatan Akte Jaminan Fidusia harus dibuat secara Notaril guna dapat didaftarkan pada lembaga pendaftaran fidusia untuk
menjamin kepastian hukum sehingga kreditur mendapat kedudukan
demikian juga nasabah selaku pemberi fidusia tidak perduli atas penghapusan/pencoretan tersebut karena menganggap penghapusan/pencoretan tersebut hanyalah tindakan administratif belaka, semuanya itu menjadi hambatan dalam pelaksanaan pencoretan/ penghapusan fidusia khususnya pada lembaga pendaftaran fidusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia Propinsi Aceh.
Disarankan agar para Pihak membuat akta jaminan fidusia secara notaril dan didaftarkan sehingga kreditur mempunyai hak preferent dan mempunyai kekuatan exscutorial apabila debitur wanprestasi. Selanjutnya kepada bank untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 26 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu membuat laporan dan mengirimkan bukti pelunasan hutang debitur dan melampirkan sertifikat fidusianya, dan debitur hendaklah turut aktif secara berkala meminta kepada bank untuk menerbitkan bukti pelunasan hutangnya agar dapat memohonkan sendiri pencoretan fidusianya sehingga benda miliknya benar-benar kembali kepemilikan kepadanya..
Hendaklah pemerintah lebih tegas mengatur tentang batas waktu penghapusan/pencoretan jaminan fidusia tersebut dengan mewajibkan kepada penerima fidusia membuat surat kiasa yang isinya memberi kuasa kepada debitur untuk melakukan pencoretan sendiri tentunya dengan mencantumkan/ memperhatikan batas waktu kuasa (tanggal berlakunya surat kuasa tersebut). Kuasa mana sudah dilampirkan bersamaan dengan pendaftaran fidusianya dan hendaklah pada saaat pendaftaran dibuat catatan “sedang dibebani fidusia” pada buku kepemilikan benda fidusia, sehingga siapapun dapat mengetahui suatu benda sedang dibebani fidusia atau tidak dan hendaknya dapat mendirikan pos-pos tempat pendaftaran fidusia di Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota.
ABSTRACT
In Law No. 42/1999 on fiduciary, it is stated that fiduciary guarantee must be made based on the notarial document. The fiduciary guarantee must be registered to guarantee the legal certainly that the creditor will get a preferential position compared to the other creditors and have an executorial power when the debtor cannot keep his promise. Also a regulation on how to eliminate the fiduciary guarantee for the one which have been registered and have been paid in the fiduciary registration office. But, in the fiduciary registration office of the province of Aceh, the fiduciary which have been registered and paid were never discarded that repayment still occur frequently for the items which are still registered as fiduciary guarantee. Therefore, it is necessary to do a study on why the fiduciary guarantee act must be made by a public notary, why the fiduciary guarantee act must be made by a public notary, why the fiduciary guarantee which have been registered and paid were never discarded, what constraints were faced in the implementation discarding the fiduciary guarantee especially in the fiduciary registration office of the Ministry of Law and Human Rights, the Province Aceh.
This was an analytical and descriptive study using the normative and sociological approach. The primary data were obtained through interview and the secondary and tertiary data for this study in the form of regulation of legislation were obtained through library research. The data obtained through were quantitatively analyzed.
The result of study showed that the act for fiduciary guarantee must be made by a public notary that it can be registered in the fiduciary registration office to obtain a legal certainly that the creditor can get the preferential power compared to the other creditor and have an executorial power when the debtor cannot keep his promise. It was also found that the fiduciary guarantee were not discarded because the fiduciary receivers, especially the banks did not care about it even though according to law on fiduciary, the bank is a party which must let the debtor know about the payment of his debt. Since it was regarded that there was no more interest on the object guaranteed because the debtor has paid his debt that it was difficult to prove whether or not a fiduciary has been paid and who the first creditor responsible to for the guarantee was unclear because it was very far for them to get to the fiduciary registration office which is located in the capital of the province. The consequence was the repayment for the same items of fiduciary guarantee may probably occur because the fiduciary provider did not care whether or not the guarantee was discarded because to them it was only for administration interest. All of these become the constraints in the implementation of discarding the fiduciary guaranteed especially the one registered in the fiduciary registration office of the Ministry of Law and Human Rights, the province of Aceh.
and executorial power when the debtor cannot keep his promise. The banks are suggested to apply the stipulation in Article 26 of Law on Fiduciary Guarantee such as making a report and sending the proof that the debtor has paid his debt and enclose the certificate of its fiduciary. The debtor should be periodically active to ask the bank to issue the proof that the debtor has finished his debt that he himself can apply for the discarding of his fiduciary that his property really comes back to him as the owner.
The government should be strict on regulating the deadline of discarding the fiduciary guarantee by requiring the fiduciary to make a power of attorney stating that he trust the debtor to discard the fiduciary by himself by putting/paying attention to the deadline of the power attorney. This power of attorney was enclosed when the registration of fiduciary with the written note saying “being responsible to pay for the fiduciary” on the book of ownership of the fiduciary item that any one can know whether or not the owner of the item is being responsible to pay the fiduciary. The government is also suggested to establish the posts for the fiduciary. The government is also suggested to establish the posts for the fiduciary registration in the district and cities in the province of Aceh.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah yang Maha Pengasih dan lagi Maha
Penyayang, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya serta kasihNya yang
sangat luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Dalam
penulisan Tesis ini penulis memilih judul “TINJAUAN ATAS PELAKSANAAN
PENCORETAN JAMINAN FIDUSIA (STUDI PADA LEMBAGA
PENDAFTARAN FIDUSIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK AZASI
MANUSIA PROPINSI ACEH )”.
Penulisan Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
menyelesaikan studi di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan Tesis ini telah banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan
secara khusus kepada Bapak Prof Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua
Komisi Pembimbing dan Ibu HJ. Chairani Bustami, SH, Spn, MKn serta Ibu Dr T.
Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, masing-masing selaku anggota Komisi
Pembimbing yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada
penulis, dalam penulisan Tesis ini.
Tidak lupa pula penulis sampaikan terima kasih yang mendalam dan tulus
secara khusus kepada Bapak Syahril Sofyan, SH, MKn dan Ibu Syafnil Gani SH,
MKn masing-masing selaku Dosen Penguji, yang telah memberikan pengarahan,
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku ketua Program Studi
Magister Kenotariatan dan ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum
selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga karyawan pada
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari awal hingga selesai.
Secara Khusus penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada Suami tercinta yang telah bersusah payah dengan
penuh pengorbanan, kesabaran, mengizinkan dan mendukung dengan ketulusan dan
kasih sayang serta memberikan doa restu sehingga penulis dapat melanjutkan dan
menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Ucapan terima kasih beriring doa juga penulis persembahkan kepada Ayah,
Bunda dan Ananda tercinta yang selalu memberikan dukungan moril, sehingga
penulis dengan lapang dapat menyelesaikan penulisan dan pendidikan di Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada Kakanda dan Adinda
keluarga besarku, keluarga H. Syeh Nurdin dan teman-teman serta sahabatku tujuh
sekawan : Lila Meutia, Netti Sumiati, Adawiyah, Rudi Haposan, Taufik dan Bukhari
Muhammad yang selalu mengingatkan pada saat lupa, memberi semangat dan selalu
memberikan pemikiran, kritik dan saran, dan membantu penulis dalam proses
penulisan tesis baik moril ataupun materil dari awal penulisan hingga selesainya
penulisan tesis ini.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar
selalu dilimpahkan kebaikan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan ilmu
hukum, khususnya dalam bidang Kenotariatan.
Medan, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... viii
DAFTAR ISI... ix
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Keaslian Penelitian ... 7
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 8
1. Kerangka Teori ... 8
2. Konsepsi... 19
G. Metode Penelitian ... 22
1. Sifat Penelitian ... 22
2. Jenis Penelitian ... 23
3. Sumber Data ... 23
5. Analisis Data... 25
BAB II : LATAR BELAKANG PEMBUATAN AKTE JAMINAN FIDUSIA SECARA NOTARIL ... 26
1. Undang-undang Jaminan Fidusia Sebagai Ketentuan yang Mengatur Lembaga Jaminan Fidusia ... 27
A. Pengertian Jaminan Fidusia ... 27
B. Sejarah dan Perkembangan Jaminan Fidusia... 31
C. Ruang Lingkup, Objek dan Subjek Dalam Jaminan Fidusia... 35
2. Jaminan Fidusia Sebagai Jaminan Kebendaan ... 46
A. Hak Kebendaan Dalam Jaminan Fidusia ... 46
B. Jaminan Fidusia Merupakan hak Atas Benda Bukan Tanah ... 48
3. Pembuatan Akte Jaminan Fidusia Harus Notaril ... 51
BAB III : PENGHAPUSAN/PENCORETAN TERHADAP JAMINAN FIDUSIA... 59
A. Beberapa Asas Hukum Dalam Jaminan Fidusia... 59
B. Hapusnya Hutang Pokok Dalam Jaminan Fidusia... 74
BAB IV : HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN
PENGHAPUSAN/PENCORETAN JAMINAN FIDUSIA... 87
A. Perubahan, Pencoretan atau Penghapusan Daftar Jaminan Fidusia dan Sertifikatnya ... 87
B. Pendaftaran Jaminan Fidusia ... 91
C. Hambatan-hambatan Dalam Pelaksanaan Pencoretan/ Penghapusan Fidusia... 95
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 99
A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 100
ABSTRAK
Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia dinyatakan bahwa jaminan fidusia harus dibuat dengan akta Notaril dan harus didaftarkan, untuk menjamin kepastian hukum, dengan demikian kreditur akan mendapatkan kedudukan preferent dari kreditur-kreditur lainnya. Dan mempunyai kekuatan exscutorial apabila debitur wanprestasi, selanjutnya ada juga diatur tentang cara pencoretan jaminan fidusia bagi fidusia-fidusia yang sudah terdaftar di lembaga pendaftaran fidusia yang hutangnya telah lunas. Tetapi di Lembaga Pendaftaran Fidusia Propinsi Aceh tidak pernah sekalipun dilakukan pencoretan terhadap fidusia yang sudah terdaftar dan sudah lunas, sehingga sering terjadi pembebanan-pembebanan kembali terhadap satu benda yang masih terdaftar sebagai benda jaminan fidusia. Oleh karena itu dilakukan pengkajian tentang apakah yang melatar belakangi pembuatan akta jaminan Fidusia
harus Notaril, mengapa jaminan Fidusia tidak pernah dilakukan
pencoretan/penghapusan, hal-hal apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pencoretan/penghapusan fidusia khususnya pada lembaga pendaftaran fidusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia propinsi Aceh.
Penelitian ini bersifat deskriptif, Analitis, menggunakan pendekatan Normatif dan sosiologis dengan alat pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dengan data sekunder, primer, tertier berupa peraturan Perundang-undangan melakukan wawancara, analisis data yang dilakukan secara kwantatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Pembuatan Akte Jaminan Fidusia harus dibuat secara Notaril guna dapat didaftarkan pada lembaga pendaftaran fidusia untuk
menjamin kepastian hukum sehingga kreditur mendapat kedudukan
demikian juga nasabah selaku pemberi fidusia tidak perduli atas penghapusan/pencoretan tersebut karena menganggap penghapusan/pencoretan tersebut hanyalah tindakan administratif belaka, semuanya itu menjadi hambatan dalam pelaksanaan pencoretan/ penghapusan fidusia khususnya pada lembaga pendaftaran fidusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia Propinsi Aceh.
Disarankan agar para Pihak membuat akta jaminan fidusia secara notaril dan didaftarkan sehingga kreditur mempunyai hak preferent dan mempunyai kekuatan exscutorial apabila debitur wanprestasi. Selanjutnya kepada bank untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 26 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu membuat laporan dan mengirimkan bukti pelunasan hutang debitur dan melampirkan sertifikat fidusianya, dan debitur hendaklah turut aktif secara berkala meminta kepada bank untuk menerbitkan bukti pelunasan hutangnya agar dapat memohonkan sendiri pencoretan fidusianya sehingga benda miliknya benar-benar kembali kepemilikan kepadanya..
Hendaklah pemerintah lebih tegas mengatur tentang batas waktu penghapusan/pencoretan jaminan fidusia tersebut dengan mewajibkan kepada penerima fidusia membuat surat kiasa yang isinya memberi kuasa kepada debitur untuk melakukan pencoretan sendiri tentunya dengan mencantumkan/ memperhatikan batas waktu kuasa (tanggal berlakunya surat kuasa tersebut). Kuasa mana sudah dilampirkan bersamaan dengan pendaftaran fidusianya dan hendaklah pada saaat pendaftaran dibuat catatan “sedang dibebani fidusia” pada buku kepemilikan benda fidusia, sehingga siapapun dapat mengetahui suatu benda sedang dibebani fidusia atau tidak dan hendaknya dapat mendirikan pos-pos tempat pendaftaran fidusia di Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota.
ABSTRACT
In Law No. 42/1999 on fiduciary, it is stated that fiduciary guarantee must be made based on the notarial document. The fiduciary guarantee must be registered to guarantee the legal certainly that the creditor will get a preferential position compared to the other creditors and have an executorial power when the debtor cannot keep his promise. Also a regulation on how to eliminate the fiduciary guarantee for the one which have been registered and have been paid in the fiduciary registration office. But, in the fiduciary registration office of the province of Aceh, the fiduciary which have been registered and paid were never discarded that repayment still occur frequently for the items which are still registered as fiduciary guarantee. Therefore, it is necessary to do a study on why the fiduciary guarantee act must be made by a public notary, why the fiduciary guarantee act must be made by a public notary, why the fiduciary guarantee which have been registered and paid were never discarded, what constraints were faced in the implementation discarding the fiduciary guarantee especially in the fiduciary registration office of the Ministry of Law and Human Rights, the Province Aceh.
This was an analytical and descriptive study using the normative and sociological approach. The primary data were obtained through interview and the secondary and tertiary data for this study in the form of regulation of legislation were obtained through library research. The data obtained through were quantitatively analyzed.
The result of study showed that the act for fiduciary guarantee must be made by a public notary that it can be registered in the fiduciary registration office to obtain a legal certainly that the creditor can get the preferential power compared to the other creditor and have an executorial power when the debtor cannot keep his promise. It was also found that the fiduciary guarantee were not discarded because the fiduciary receivers, especially the banks did not care about it even though according to law on fiduciary, the bank is a party which must let the debtor know about the payment of his debt. Since it was regarded that there was no more interest on the object guaranteed because the debtor has paid his debt that it was difficult to prove whether or not a fiduciary has been paid and who the first creditor responsible to for the guarantee was unclear because it was very far for them to get to the fiduciary registration office which is located in the capital of the province. The consequence was the repayment for the same items of fiduciary guarantee may probably occur because the fiduciary provider did not care whether or not the guarantee was discarded because to them it was only for administration interest. All of these become the constraints in the implementation of discarding the fiduciary guaranteed especially the one registered in the fiduciary registration office of the Ministry of Law and Human Rights, the province of Aceh.
and executorial power when the debtor cannot keep his promise. The banks are suggested to apply the stipulation in Article 26 of Law on Fiduciary Guarantee such as making a report and sending the proof that the debtor has paid his debt and enclose the certificate of its fiduciary. The debtor should be periodically active to ask the bank to issue the proof that the debtor has finished his debt that he himself can apply for the discarding of his fiduciary that his property really comes back to him as the owner.
The government should be strict on regulating the deadline of discarding the fiduciary guarantee by requiring the fiduciary to make a power of attorney stating that he trust the debtor to discard the fiduciary by himself by putting/paying attention to the deadline of the power attorney. This power of attorney was enclosed when the registration of fiduciary with the written note saying “being responsible to pay for the fiduciary” on the book of ownership of the fiduciary item that any one can know whether or not the owner of the item is being responsible to pay the fiduciary. The government is also suggested to establish the posts for the fiduciary. The government is also suggested to establish the posts for the fiduciary registration in the district and cities in the province of Aceh.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional,
merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Para pelaku ekonomi terus
berusaha mendapatkan dana guna memulai, meneruskan dan mengembangkan
usahanya. Untuk mendapatkan modal yang cepat dan aman cara yang ditempuh
adalah dengan memanfaatkan lembaga pembiayaan terutama Bank.
Berhutang terutama pada Bank tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis,
hal itu bagi kaum pelaku ekonomi adalah mutlak dalam perputaran usahanya.1
Lembaga perbankkan dalam pendistribusian kredit pada masyarakat, selain
diwajibkan oleh undang-undang tentu menerapkan aturan-aturan agar transaksi
pinjam-meminjam itu dapat berlangsung dengan baik, dan saling memuaskan semua
pihak yang terkait, prinsipnya saling membutuhkan dan aman. Untuk itulah dalam
pinjam meminjam ini diterapkan adanya jaminan (collateral) dari pihak yang
berhutang (debitur) dan pembuatan akte secara autentik bagi yang berpiutang
(kreditur).
1 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Jaminan dan Kepailitan, Makalah Pembanding dalam Seminar
Jaminan sangat penting sekali dalam pemberian kredit dan juga merupakan
suatu keharusan karena bagi perbankan, setiap pemberian kredit yang disalurkan
kepada pengusaha selalu mengandung resiko,oleh karena itu perlu unsur pengamanan
dalam pengembaliannya.Unsur pengamanan (safety) adalah salah satu prinsip dasar
dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability)dan keuntungan
(portability).2
Jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur, akan menjadi tekanan
phsikologis bagi debitur, sehingga debitur selalu membayar hutangnya sesuai dengan
perjanjian antara debitur dengan kreditur, yang mana jika terjadi wanprestasi jaminan
yang diberikan oleh debitur, dapat dijadikan perlunasan hutangnya oleh kreditur
dengan cara menjual atau dengan cara lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
Jaminan adalah suatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk
memberikan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya yang dapat
dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.3
Jaminan menurut undang-undang perbankan diberi arti sebagai keyakinan
akan itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
2 Muchdaryah Sinungan, Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit, Jakarta,
Bina Aksara, 1989, hal. 4.
3 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty
hutangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan4.
Dari zaman ketika manusia mengenal pinjam-meminjam, sejak itupula
manusia sudah mengenal tentang jaminan tetapi terbatas pada jaminan kebendaan
yang tetap dan berwujud, yang pada akhirnya dikenal dengan nama gadai,
hipotik/hak tanggungan.
Seiring dengan kebutuhan dana yang dihadapi dalam dunia usaha, kenyataannya para pelaku usaha membutuhkan lembaga jaminan tertentu selain lembaga gadai, hipotik, dan hak tanggungan tersebut. Dimana perusahaan-perusahaan kecil, pertokoan, pengecer, rumah makan, memerlukan kredit untuk memperluas usahanya dengan jaminan barang dagangannya, begitu pula pegawai-pegawai kecil, rumah tangga memerlukan kredit untuk keperluan rumah tangga dengan jaminan alat-alat perkakas rumah tangganya dan perusahaan-perusahaan tembakau dan beras memerlukan kredit untuk perluasan usahanya dengan jaminan pergudangan dan pabrik-pabriknya serta usaha-usaha pertanian juga memerlukan kredit untuk meningkatkan hasil pertaniannya dengan jaminan alat-alat pertaniannya.5
Semuanya itu menimbulkan pula kebutuhan akan adanya lembaga jaminan
lain selain gadai dan jaminan yang diatur dalam Undang-undang hak tanggungan
dibutuhkan pula suatu lembaga jaminan yang memberikan kemungkinan benda
bergerak menjadi jaminan tetapi benda tersebut tetap berada dalam tangan dan tetap
bisa dipakai untuk usaha sipemberi jaminan. Jaminan inilah yang saat ini dikenal
dengan nama Fidusia.
Fidusia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 (selanjutnya
disingkat Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum
4 Ari Sukamti Hutagalung, Transaksi Berjamin, Jakarta, Fakultas Hukum UI, 2005, hal 649.
5 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan
Jaminan, Liberty Yogyakarta, 1984, hal, 50 dengan UUJF) memberikan batasan dan
pengertian bahwa fidusia adalah sebagai pengalihan hak kepemilikan suatu benda
atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia). Dikatakan
berdasarkan kepercayaan, karena benda yang dijadikan jaminan tersebut tetap berada
ditangan atau di bawah penguasaan pemilik benda, yaitu pihak berhutang/debitur.
Bahwa sekalipun berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Fidusia, dengan
pendaftaran jaminan fidusia, berarti terjadi peralihan kepemilikian benda jaminan
fidusia. Sedangkan dalam pasal 26 Undang-undang Jaminan Fidusia menyatakan
bahwa tindakan selanjutnya setelah pelunasan hutang adalah melakukan pencoretan
fidusia dari buku daftar fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Yang dengan
demikian sertifikat fidusia yang sudah terbit harus dicabut, namun tidak pernah
dicabut karena Undang-Undang Jaminan Fidusia sama sekali tidak ada mengatur
bahwa sertifikat itu harus dicabut atau dikembalikan meskipun kewajiban melaporkan
pencoretan fidusia dibebankan kepada Penerima fidusia.6
Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dilaksanakan
ditempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik
yang berada didalam maupun diluar wilayah Negara Republik Indonesia untuk
memenuhi azas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor
lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia.
6 Hasil Wawancara dengan Taufik, SH, dan Bukhari Muhammad, SH, Notaris Kota
Ketiga alasan yang menjadi dasar hapusnya jaminan fidusia adalah sesuai dengan
sifat ikutan dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia tergantung pada
adanya piutang yang dijaminkan pelunasannya. Apabila piutang hapus karena
hapusnya hutang atau pelepasan hutang maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang
bersangkutan menjadi hapus.7
Selain itu menurut UUJF menegaskan bahwa terhadap benda yang sudah
dibebani fidusia, tidak dapat dibebani lagi sebelum dihapus. Sedangkan dalam
kenyataannya banyak benda-benda yang sudah dibebani fidusia, sudah didaftar
kemudian sudah dilunasi tetapi tidak dilakukan pencoretan, selanjutnya dibebani
kembali dengan hutang-hutang berikutnya
Keadaan inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian pada
lembaga Pendaftaran Fidusia di Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia
Propinsi Aceh, sebagai lembaga tempat pendaftaran dan penghapusan Fidusia dengan
judul tulisan “Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Fidusia Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia
Propinsi Aceh)”.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapatlah dirumuskan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah yang melatar belakangi pembuatan akta jaminan fidusia secara Notaril?
7
2. Kenapa jaminan fidusia tidak dilakukan penghapusan/Pencoretan fidusia oleh
para pihak
3. Apakah hal-hal yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan/penghapusan
Pencoretan Fidusia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari rumusan
masalah yang diajukan. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari
penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang pembuatan akta jaminan fidusia dibuat secara
Notaril
2. Untuk mengetahui mengapa jaminan fidusia tidak dilakukan penghapusan/
pencoretan.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan pelaksanaan pencoretan jaminan fidusia.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan hukum jaminan dan khususnya hukum jaminan Fidusia
terutama tentang penghapusan/Pencoretan Jaminan Fidusia serta menambah
2. Secara praktis bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi
ilmu pengetahuan hukum tentang hukum jaminan fidusia dan diharapkan
penelitian ini juga dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam mempelajari
jaminan fidusia bagi para pihak baik akademis, praktisi hukum, notaris dan
pihak-pihak yang terkait.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian pada kepustakaan, khususnya dilingkungan
perpustakaan Hukum program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada
penelitian yang menyangkut masalah “Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia”. Namun penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasiswa yang
mengangkat tentang jaminan fidusia, namun permasalahan dan bidang kajiannya
sangat jauh berbeda, yaitu :
1. Tesis atas nama NILA WATI, NIM : 037011059, dengan judul, “Dilema Pemberlakuan Pembatasan Jangka Waktu Pendaftaran Fidusia”.
2. Tesis atas nama TAWIL, NIM : 067011008, dengan judul, “ Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Fidusia”.
3. Tesis atas nama RUMIRIS RAMARITO NAINGGOLAN, NIM : 067011078,
dengan judul kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Unit
4. Tesis atas nama HENDRI, NIM : 067011040, dengan judul, “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Fidusia Dalam Perjanjian Fidusia yang dibuat di
Bawah Tangan”.
5. Tesis atas nama WINSTON, NIM : 067011106, dengan judul, “Aspek-Aspek Hak Perorangan Dan Hak Kebendaan Dalam Jaminan Fidusia”.
6. Tesis atas nama HERU PURNAMA, NIM : 055114072, dengan judul, “Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa Beli Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia”.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.8
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi9 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.10 Menurut Soerjono
8 M. Solly Lubis, “Filsafat Ilmu dan Penelitian”, Bandung : Mandar Maju, 1994, hal 80. 9 J.J.J.M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid 1
Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan Ilmu Hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.11
Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi
secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara
logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi
sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.12
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau
petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan
penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif, maka kerangka teori diarahkan
secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami
mengenai jaminan Fidusia dan Penghapusan Jaminan Fidusia, dan mengenai
permasalahan dari Penghapusan itu sendiri.
Adapun teori menurut Maria S.W. Soemarjono, adalah seperangkat preposisi
yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling
berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari
fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variable lainnya dan
menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut.13
Mengenai Penghapusan Jaminan Fidusia dalam penulisan tesis ini juga
menggunakan kerangka teori sebagai pisau analitis yakni pendafataran itu untuk suatu
11 Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, Jakarta : UI Press, 1986, hal. 6.
12 Snelbecker dalam Lexy J Moleong, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1993, hal 34-35.
13 Maria S.W. Soemarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta, Gramedia,
kepastian hukum. Radbruch menyatakan tentang kepastian hukum guna mewujudkan
Legal Order sebagai berikut :
“Eksistensi suatu legal order adalah lebih penting daripada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum,
sementara yang pertama sama - sama diakui oleh seluruhnya adalah
kepastian hukum yakni ketertiban dan ketentraman”14. Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa :
“Kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya,
dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan”15
Menurut Award, sistem diartikan sebagai hubungan yang berlangsung
diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur (An Organized
Functioning Relationship Among Units Or Components)16, selanjutnya
menurut Mariam Darus suatu sistem adalah kumpulan azas-azas yang
terpadu, yang merupakan landasan, diatas mana dibangun tertib hukum.17
Sebagaimana perjanjian hutang lainnya, seperti perjanjian gadai,
hipotik, hak tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu
perjanjian assesoir (perjanjian buntutan), Maksudnya adalah perjanjian
14 Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk Kurt, dikutip dalam Endang Purwaningsih
”Perkembangan Hukum Intelectual" Property Right Kajian Hukum Terhadap hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komperatif Hukum Paten, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2005, hal. 206.
15
Ibid, hal. 206.
16 Award, Elis M, dalam Ok. Saidin, “Aspek Hukum Haki”, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa,
2004, hal. 19.
17 Mariam Darus Badrulzaman, “Mencari Sistem Hukum Benda Nasional” Bandung :
assesoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti perjanjian lainnya
yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini yang merupakan perjanjian
pokok adalah perjanjian hutang piutang.18
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
orang lain atau lebih”.
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal.19
Jaminan Fidusia adalah sub system hukum jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan tidak dapat terlepas dari hukum benda karena kaitannya sangat erat, terutama dalam jaminan kebendaan. Didalam literatur jaminan selalu dikaitkan dengan hak kebendaan, karena didalam KUHPerdata jaminan merupakan hak kebendaan dan merupakan bagian dari hukum benda yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Apabila melihat sistematika KUHPerdata, maka akan terlihat seolah-olah jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja, karena pengaturan jaminan kebendaan tersebut terdapat dalam Buku II tentang Benda, sedangkan perjanjian jaminan perorangan (Persoonlijke Zekerheidsrechten, personal guaranty) seperti perjanjian penangguhan (Bortoght) di dalam KUH Perdata merupakan suatu jenis perjanjian yang diatur dalam Buku III tentang perikatan.20
18
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung Citra Aditya Bakti 2005, hal. 19.
19 R. Subekti,” Hukum Perjanjian”, Jakarta : Intermasa, 1976, hal. 1.
20 Djuhaenan Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain, Bandung
Dalam keanekaragaman bidang hukum yang mengatur mengenai hukum
benda terdapat beberapa azas umum yang melandasinya. Azas umum dalam
KUHPerdata antara lain:21
1. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan
baru selain yang telah disebut secara limitatif dalam undang-undang. Azas ini
dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan.
2. Asas absolute, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun,
setiap orang harus menghormati hak tersebut.
3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk
menyerahkan bendanya.
4. Asas mengikuti (Droit de suite), bahwa hak kebendaan akan mengikuti bendanya
di tangan siapapun berada.
5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan kepemilikan
6. Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terhadap benda yang dapat
ditentukan.
7. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara
totalitas atau secara keseluruhan dan tidak dapat pada bagian-bagian benda.
8. Asas pelekatan (asesi), yaitu azas yang melekatkan benda pelengkap pada benda
pokoknya.
21
9. Asas besit merupakan title sempurna, azas ini berlaku bagi benda bergerak dan
terdapat dalam pasal 1977 KUHPerdata. Azas ini hanya berlaku bagi benda
bergerak tidak atas nama ataupun tidak terdaftar.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menyebutkan azas-azas umum itu sebagai
berikut :22
1. Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan hukum benda merupakan hukum
pemaksa, jadi tidak dapat disampingi.
2. Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat
dipindahkan.
3. Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya
dapat menjadi milik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan
4. Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek.
5. Asas tidak dapat dipisahkan, yang berhak tidak dapat memindah tangankan
sebagian wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada padanya.
6. Asas prioritas, semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan
wewenang-wewenang dari egeindom meskipun luasnya berbeda.
7. Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda
milik orang lain, tidak dapat seseorang untuk kepentingannya memperoleh hak
gadai atas barang miliknya sendiri.
22
8. Perlakuan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan. Aturan
mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring
9. Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanannya dan
penyerahannya harus dengan pendaftaran di dalam register umum.
10. Sifat perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan benda hak
kebendaan.
Pengertian hukum jaminan sendiri tidak dapat ditemukan dalam peraturan
yang ada namun untuk menemukan rumusan hukum jaminan harus menelaahnya dari
arti dan fungsi jaminan itu sendiri. Oleh karena tidak dapat menemukan rumusan
tentang arti hukum jaminan di dalam literatur, maka hukum jaminan kiranya
dirumuskan sebagai berikut :
“Perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau
pelaksanaan suatu prestasi”.23
Dalam rumusan ini tercakup pengertian jaminan kebendaan dan jaminan
perorangan (jaminan pihak ketiga). Satrio juga memberikan rumusan tentang hukum
jaminan yaitu :
“Peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan – jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.”24
23 Djuhaendah hasan, Op.Cit, hal. 231. 24
Jadi hukum jaminan mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Mariam
darus juga mengemukakan pengertian jaminan adalah :
“Suatu tanggungan yang dibebankan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu
perikatan”25.
Lembaga jaminan ini diberikan untuk kepentingan kreditur guna menjamin
dananya melalui suatu perikatan khusus yang bersifat assesoir dari perjanjian pokok
(Perjanjian kredit atau pembiayaan) oleh debitur dan kreditur.
Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian
akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh
penjamin debitur.26 Jelas bahwa jaminan berfungsi untuk memberikan perlindungan
bagi kreditur yang meminjamkan uangnya, perlindungan yang dimaksud adalah
adanya kepastian hukum dan rasa aman bagi kreditur bahwa uang yang
dipinjamkannya akan dilunasi oleh debitur, apabila ternyata tidak dilunasi oleh
debitur, maka kreditur dapat menjual barang jaminan tersebut sebagai upaya
pelunasan hutang.
Dalam Pasal 1 butir 1 UUJF telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
25 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit
26
dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilk benda”.
Sedangkan pengertian jaminan fidusia menurut UUJF Pasal 1 butir 2 adalah
hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
dan benda tidak bergerak, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur
lainnya.
Pada prinsipnya, system hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan dan
jaminan perorangan. Jaminan kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai
ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu
dan mempunyai sifat melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan.
Karakter kebendaan pada jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal
20, Pasal 27 UUJF. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa jaminan Fidusia
memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang kuat dan akan digemari oleh para
pemakainya.27
Jaminan Fidusia juga menganut azas droit de suite, yaitu jaminan fidusia tetap
mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda
27
tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek
Jaminan fidusia.
Sebagai hak kebendaan, Jaminan fidusia mempunyai hak didahulukan
terhadap kreditur lain (Droit de Preference) untuk mengambil pelunasan piutangnya
atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi
kepailitan pada debitur. Pemegang fidusia merupakan kreditur separatis sebagaimana
yang dicantumkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan. Pengakuan hak
separatis akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditur pemegang Fidusia.28
Beberapa prinsip utama dalam Jaminan fidusia yakni :
a. Pemegang fidusia berfungsi sebagai jaminan bukan sebagai pemilik sebenarnya b. Pemegang Fidusia berhak mengeksekusi barang jaminan jika ada wanprestasi dari
debitur,
c. Objek jaminan fidusia wajib dikembalikan kepada pemberi fidusia jika hutang sudah dilunasi,
d. Jika hasil eksekusi barang fidusia melebihi jumlah hutang, maka sisanya harus dikembalikan kepada pemberi Fidusia.29
Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya
penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali.
Dengan demikian dari apa yang telah disampaikan diatas maka Jaminan
Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian piutang
dan hal ini disebutkan didalam Pasal 4 UUJF yaitu: ”Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para
28 Ibid, hal. 29. 29
pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Perjanjian yang dapat menimbulkan hutang piutang dapat berupa perjanjian pinjam meminjam maupun perjanjian lainnya.
Berkaitan dengan azas dari Jaminan Fidusia tersebut bahwa objek Jaminan
Fidusia mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya jika debitur cidera janji.
Obyek yang terdapat didalam jaminan fidusia meliputi :
a. Benda dapat dimiliki dan dapat dialihkan b. Benda berwujud dan tidak berwujud,
c. Benda bergerak dan tidak bergerak (yang dapat diikat dengan hak Tanggungan, hipotik ),
d. Benda yang sudah ada maupun benda yang akan ada, e. Benda persediaan(Stok barang dagangan)30
Berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata, maka semua benda milik debitur, bergerak
atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian
hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Akan tetapi, Pihak kreditor umumnya tidak puas dengan jaminan umum
berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata tersebut, dengan alasan sebagai berikut :
1. Benda tidak khusus.
Dalam hal ini didalam Pasal 1131 KUH Perdata tidak menunjuk terhadap suatu
barang khusus tertentu, tetapi menunjuk terhadap semua barang milik debitur
2. Benda tidak diblokir
Jika dibuat jaminan hutang khusus, maka dapat ditentukan bahwa benda tersebut
tidak dapat dialihkan kecuali izin pihak kreditur.
30
3. Jaminan tidak mengikuti benda
Apabila benda obyek jaminan hutang dialihkan kepada pihak lain oleh debitor,
maka hak kreditur tetap melekat pada benda tersebut, terlepas ditangan siapapun
benda tersebut berada.
4. Tidak ada kedudukan preferensi dari Kreditur.
Berbeda dengan jaminan umum yang didasarkan atas Pasal 1131 KUHPerdata,
maka terhadap pemegang jaminan hutang yang khusus oleh hukum diberikan hak
preferensi, artinya krediturnya diberikan kedudukan yang lebih tinggi
(didahulukan) pembayaran hutangnya yan diambil dari hasil penjualan benda
jaminan hutang.31
Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang
dibebani dengan jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang
terletak di Indonesia. Pendaftaran memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang
tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia, selain itu Pendaftaran
Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari azas publisitas dan kepastian hukum.32
Hak kebendaan dari jaminan Fidusia baru lahir sejak dilakukannya
pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan sebagai buktinya adalah
diterbitkannya Sertifkat Jaminan Fidusia.
Pendaftaran Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaril, Pendaftaran fidusia
yang tidak dibuat dengan akta notaril maka aktanya tidak dapat didaftarkan. Secara
31 Ibid, hal. 138. 32
teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum (Formalitas Causa)
dan sebagai alat bukti (Probationis Causa).33
Dengan demikian akta yang dibuat di bawah tangan akan mengakibatkan
jaminan fidusia ini tidak dapat didaftarkan karena akta di bawah tangan tidak
mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat karena tanda tangan pada akta di
bawah tangan masih bisa dipungkiri. Akta di bawah tangan juga tidak mempunyai
kekuatan hukum dan kepastian hukum.
Jaminan Fdusia bersifat hak kebendaan, itu dibuktikan dengan adanya
kewajiban untuk mendaftarkan fidusianya, dan memiliki hak di dahului atas
benda-benda tertentu.Jaminan itu hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan
tertenu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan
debitur seumumnya.
Pendaftaran dilakukan setelah akta Jaminan Fidusia telah ditandatangani oleh
para pihak pada Kantor Pendaftaran Fidusia ditempat kedudukan pihak pemberi
fidusia. Terhadap objek jaminan Fidusia yang berada diluar wilayah Indonesia,
Pendaftarannya tetap dilakukan dimana kedudukan pemberi fidusia. Untuk
selanjutnya dilakukan penghapusannya ditempat mana fidusia itu didaftarkan.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi
33
dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.34
Konsep berasal dari bahasa latin, Conceptus yang memiliki arti sebagai suatu
kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.35
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan
pengertian atau penafsiran yang berbeda dari suatu istilah yang dipakai untuk
ditemukannya suatu kebenaran dengan substansi yang diperlukan.36
Maka dalam penelitian ini disusun beberapa defenisi operasional dari
konsep-konsep yang akan digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian yakni:
- Jaminan adalah suatu hak atas suatu benda debitur yang hak kepemilikannya
dipegang oleh kreditur sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur,
untuk kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi
oleh debitur atau oleh penjamin debitur.
- Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan, yang mana hak kepemilikannya dipegang oleh kreditur,
sedangkan bendanya masih dikuasai debitur.
- Benda Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar
34 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal
3.
35 Qomaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah,
Jakarta Bumi Aksara, 2000, hal 122.
36 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Universitas Airlangga, Cetakan I, 2005, hal.
maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak, yang tidak
dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotik.
- Benda terdaftar adalah benda yang didaftarkan kepada instansi tertentu yang
memiliki dengan bukti tertentu bisa berupa sertifikat ataupun tanda bukti lain.
- Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau
karena ditentukan undang-undang.
- Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat
dipindakan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang.
- Benda bukan tanah adalah benda selain tanah baik yang sifatnya bergerak
maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik terdaftar
ataupun tidak.
- Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam
bentuk mata uang rupiah.
- Piutang adalah hak yang dimiliki oleh kreditur untuk menerima pembayaran
atas pelunasan hutang debitur.
- Pemberi Jaminan Fidusia adalah orang atau badan usaha baik berbadan hukum
atau tidak yang memiki benda yang akan dijadikan sebagai benda jaminan
dalam perjanjian jaminan Fidusia.
- Penerima Jaminan Fidusia adalah perorangan, Bank atau lembaga pembiayaan
fidusia kepada penerima fidusia yang mana pembayarannya dijamin dengan
benda jaminan fidusia dan harta kekayaan lainnya dari pemberi jaminan
fidusia
- Akta jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan
fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan pelunasan piutangnya.
- Jaminan kebendaan adalah merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu
yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi
pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitur melakukan cidera janji.
- Pendaftaran jaminan fidusia adalah Pendaftaran jaminan fidusia yang
dilakukan dikantor pendaftaran fidusia ditempat kedudukan pemberi fidusia.
- Kantor Pendaftaran fidusia adalah merupakan bagian dalam lingkungan
Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dan bukan
merupakan institusi yang mandiri. Kantor pendaftaran fidusia untuk pertama
kali didirikan di Jakarta dan secara bertahap, sesuai kebutuhan didirikan di
ibukota Propinsi di seluruh wilayah Republik Indonesia.
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskripsi analitis maksudnya adalah penelitian ini
merupakan penelitian yang menggambarkan, menelaah menjelaskan serta
menganalisa permasalahan dalam pendaftaran jaminan fidusia, yang dihubungkan
Penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan pendekatan
dan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat
dipecahkan.37
Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode
sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu hukum
tertentu dengan jalan menganalisanya.38
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian hukum ini dilakukan pendekatan normatif (yang
berkaitan dengan sinkronisasi hukum) dan sosiologis (yang berkaitan dengan
efektifitas hukum).39 Digabungkannya pendekatan normatif (legal resereach) dan
empiris atau sosiologis secara sekaligus dimaksudkan untuk lebih mendapatkan hasil
penelitian yang lebih memadai, sebab dengan cara ini akan diperoleh data baik dari
segi prakteknya maupun teori ilmiahnya.
3. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari hasil penelitian
kepustakaan. Dari penelitian kepustakaan dikumpulkan data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :
37 M. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal 13. 38 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 43.
39 Bambang Sunggono; Metode Penelitian Hukum, Penerbit PT. Grafindo Persada, Jakarta,
1. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat yakni norma (dasar),
peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
perjanjian, jaminan kebendaan, jaminan fidusia dan tata cara pendaftaran fidusia.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan
hukum primer antara lain: tukisan atau pendapat para ahli hukum yang berkaitan
dengan perjanjian, hukum perjanjian, dan fidusia
3. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yng memberikan penjelasan tentang
bahan hukum primer dan sekunder.
4. Teknik dan alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data penelitian ini diperoleh
dengan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan cara yaitu :
a. Studi kepustakaan (Library research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan
melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
b. Wawancara
Pedoman wawancara dengan nara sumber yang hanya berperan sebagai
disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai
pendukung penelitian hukum normatif dalam penyusunan tesis ini.
5. Analisis Data
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan
evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk
selanjutnya diadakan pengelompokan data yang sejenis untuk kepentingan analisis
dan penulisan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kuantitatif yaitu yang dilakukan terhadap data yang berupa informasi, uraian dalam
bentuk bahasa prosa yang kemudian dikaitkan dengan data lainnya.40
Adapun sumber data yang berupa hokum yang diperoleh dari studi
kepustakaan, aturan perundang-undangan dan artikel dimaksud diuraikan dan
dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih
sistematis. Data primer dan data sekunder yang diperoleh akan dianalisis dengan
menggunakan metode analisis kuantatif dengan logika deduktif yakni berfikir dari
hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan
perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas
permasalahan yang diidentifikasi.
40 Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1999,
BAB II
LATAR BELAKANG PEMBUATAN AKTE JAMINAN FIDUSIA SECARA NOTARIL
1. Undang-Undang Jaminan Fidusia Sebagai Ketentuan Yang Mengatur Lembaga Jaminan Fidusia
A. Pengertian Jaminan Fidusia
Sebagai suatu lembaga jaminan, pengertian fidusia telah ditemukan dan
dikenal dalam masyarakat hukum Romawi dengan nama fidusia cum creditore
contracta, yaitu janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor di mana diperjanjikan
debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditornya sebagai
jaminan utang dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali
kepemilikan atas suatu benda tersebut kepada debitor bilamana utangnya sudah
dilunasi.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
membedakan definisi fidusia dengan jaminan fidusia. Dalam Pasal 1 angka 1
disebutkan ”fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Kemudian Pasal 1 butir 2
menyebutkan, ”jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada
dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap
kreditor lainnya”.
Rumusan yang membedakan pengertian fidusia dengan jaminan fidusia
menimbulkan anggapan bahwa Undang-U ndang Nomor 42 Tahun 1999 telah
memberikan nama baru bagi lembaga hak jaminan yang semula dikenal sebagai
fidusia, yaitu jaminan fidusia.41 Rupanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
membedakan antara fidusia sebagai suatu perbuatan hukum pengalihan hak
kepemilikan atas dasar kepercayaan dengan fidusia sebagai suatu lembaga jaminan.
Akan tetapi pembedaan ini masih dapat dipertanyakan konsistensinya jika melihat
ternyata Undang-Undang ini menyebut pemberi fidusia terhadap pihak yang memberi
jaminan fidusia dan penerima fidusia terhadap kreditor selaku pihak yang menerima
jaminan fidusia.42 Apalagi jika kemudian kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 33
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang berbunyi, ”setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang
menjadi objek jaminan fidusia apabila kreditor cedera janji, batal demi hukum.”
Sehingga berkaitan dengan hal di atas Bachtiar Sibarani mengatakan :
ternyata pemakaian istilah dan pengertian fidusia dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tidak berguna sama sekali. Artinya sekiranya istilah dan arti fidusia dihilangkan maka pengikatan dan eksekusi pengikatan barang bergerak yang dalam penguasaan pemiliknya tidak terpengaruh. Oleh karena itu sesuai dengan materi yang diatur didalamnya, maka judul yang cocok
41 Arie Sukanti Hutagalung, Op.Cit, hal. 728. 42
untuk Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah tentang Hak Tanggungan Atas Barang Bergerak. Kalau mau judul itu dapat ditambah dengan perkataan ”di luar gadai” atau ”Yang dikuasai oleh pemilik”.43
Unsur yang terkadung dalam rumusan jaminan fidusia sebagaimana bunyi
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahuun 1999 adalah :
a. Hak jaminan;
b. Benda bergerak;
c. Benda
d. Tidak bergerak, khususnya bangunan;
e. Tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan;
f. Sebagai agunan;
g. Untuk pelunasan utang;
h. Kedudukan yang diutamakan.
Unsur hak jaminan dalam jaminan fidusia adalah hak yang memberikan
kepada kreditor suatu kedudukan yang lebih baik dari kreditor lain yang tidak
memperjanjikan hak jaminan, baik hak jaminan kebendaan maupun jaminan hak
pribadi. Hak jaminan yang demikian ini biasa disebut dengan hak preferen atau dalam
Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia disebut dengan hak yang diutamakan (Pasal
1 sub 2) dan hak yang didahulukan (Pasal 27).
43