• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Kader Dalam Pelaksanaan Posyandu Untuk Memantau Pertumbuhan Balita Di Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Kader Dalam Pelaksanaan Posyandu Untuk Memantau Pertumbuhan Balita Di Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KADER DALAM PELAKSANAAN POSYANDU

UNTUK MEMANTAU PERTUMBUHAN BALITA

DI KABUPATEN BIREUEN

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

T E S I S

Oleh :

I S R A W A T I

NIM : 057012017 / AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

(2)

PERILAKU KADER DALAM PELAKSANAAN POSYANDU

UNTUK MEMANTAU PERTUMBUHAN BALITA

DI KABUPATEN BIREUEN NANGGROE ACEH

DARUSSALAM

2007

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

I S R A W A T I

057012017 / AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

(3)

Judul Tesis : Perilaku Kader Dalam Pelaksanaan Posyandu Untuk Memantau Pertumbuhan Balita di Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam 2007

Nama Mahasiswa : Israwati

Nomor Pokok : 057012017

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Dr. Dra. Ida Yutina, M.Si Dra. Jumirah, M.Kes

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur SPs USU,

Dr. Drs. Surya Utama, MS Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., MSc

Tanggal Lulus : 18 Januari 2008

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 18 Januari 2008

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si

Anggota : 1. Dra. Jumirah, M.Kes

2. Dra. Syarifah, MS

3. drh. Rasmaliah, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PERILAKU KADER DALAM PELAKSANAAN POSYANDU

UNTUK MEMANTAU PERTUMBUHAN BALITA

DI KABUPATEN BIREUEN NANGGROE ACEH

DARUSSALAM

2007

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2008

(I S R A W A T I)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah

memberikan berkat dan karuniaNya yang berlimpah sehingga, penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini, yang mana, merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan. Selama penelitian dan

penyusunan tesis ini yang berjudul : “Perilaku Kader dalam Pelaksanaan Posyandu

untuk Memantau Pertumbuhan Balita di Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh

Darussalam, 2007”, penulis telah banyak mendapatkan bantuan moril maupun

materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, MSi dan Ibu Dra.

Jumirah, MKes yang telah membimbing dari awal sampai selesainya, penulisan tesis

ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Syarifah, MS, dan Drh. Rasmaliah, MKes selaku Dosen Pembanding

tesis.

4. Bapak dr. H. Amren Rahim, MKes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

Bieruen.

(7)

5. Seluruh Dosen dan Staf di Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan,

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Orangtuaku tercinta, Ayahanda Zakaria dan Ibunda Asiyah memberikan limpahan

kasih sayang, perhatian dan do’a restu kepada ananda agar dapat menyelesaikan

pendidikan pascasarjana.

7. Teristimewa buat suamiku tercinta Muklis Abdullah dan ketiga ananda

Syafriandi, Nisfurayyan, M. Haikal yang selama ini telah mendampingi dan terus

berdoa untuk mamanya dalam penyelesaian tesis ini.

8. Teman-teman di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya di

Program Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan yang selama ini telah berjuang

bersama-sama, dan khususnya buat Murniati sahabatku terbaik yang telah

melewati hari-hari bersama yang penuh perjuangan dan memberi dorongan agar

tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi

maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan bersifat

membangun demi kesempurnaan tesis ini dan pengembangan tulisan di masa yang

akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2008

ISRAWATI

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Israwati

Tempat/Tgl. Lahir : Kubu, 13 November 1967

Agama : Islam

Riwayat Pendidikan :

1974 – 1980 : Madrasyah Ibtidaiyah Negeri (MIN)

1980 – 1983 : SMP Negeri I Peusangan – Aceh

1983 – 1986 : Sekolah Perawat Kesehatan Banda Aceh

1994 – 1995 : Sekolah Program Kebidanan

2000 – 2005 : S1 Pendidikan Universitas Al-Muslim Peusangan Aceh

2005 – 2007 : Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pekerjaan :

1986 – 1994 : Staf RSU Zainal Abidin Banda Aceh

1994 – 2007 : Staf Puskesmas Luengdaneun – Bireun

2008 – sekarang : Staf Dinas Kesehatan Pemkot Lhokseumawe

(9)

ABSTRAK

Proses pertumbuhan balita sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan. Di Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pemantauan pertumbuhan balita belum optimal, karena balita yang naik berat badannya (N/D) hanya 43,64%, tingkat partisipasi (D/S) 68,4% yang belum mencapai target (80%).

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor predisposisi (Umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, training), faktor Enabling (keberadaan posyandu, dacin, dan KMS), faktor reinforcing (pembinaan petugas, dukungan lurah) terhadap perilaku kader dalam pemantauan pertumbuhan anak. Jenis penelitian ini adalah survei dengan rancangan cross sectional (potong lintang) dengan jumlah sampel sebanyak 93 orang.

Hasil penelitian menunjukkan perilaku kader pada pelaksanaan posyandu, sebanyak 51,6% dalam kategori baik, 43% kategori sedang, sedangkan 5,4% kategori buruk. Variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kader dalam pelaksanaan posyandu adalah sikap kader (predisposisi), pembinaan petugas puskesmas dan keterlibatan lurah (reinforcing).

Disarankan agar sebagai ujung tombak pelaksanaan posyandu, kader lebih ditingkatkan kapasitasnya melalui pendidikan non-formal, petugas kesehatan lebih meningkatkan perannya dalam membina para kader posyandu untuk lebih meningkatkan kinerja mereka, dan aparat kelurahan agar lebih meningkatkan keaktifannya dalam memotivasi dan mengajak masyarakat berpartisipasi ke posyandu, dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan anak balitanya.

Kata kunci : perilaku kader, posyandu, pertumbuhan balita.

(10)

ABSTRACT

The process of growing in children under five years old is very influential on the quality of human resources in the future. In Bireuen District, Naggroe Aceh Darussalam Province, the monitoring of growth in children under five years old has not optimally done because the increase of their body weight is only 43.64% with level of participation 68.4% which has not yet met the target set (80%).

This survey study with cross-sectional design was conducted to examine the influence of the factors of predisposition (age, education, knowledge, attitude, training), enabling [posyandu (integrated service post), scale and KMS], and

reinforcing [personnel development, support from lurah (head of urban village)] on the cadres’ action in montoring the growth in children under five years old. The samples for this study are 93.

The result of this study reveals that the cadres’ action of posyandu

implementation can be categorized into good category (51.6%), fair category (43%), and poor category (5.4%). The variables that significantly influence the action of cadres in posyandu implementation are cadres’ attitude (predisposition) and community health center (puskesmas) personnel development and the involvement of

lurah (head of urban village) (reinforcing).

It is suggested that, as the spearhead of posyandu implementation, the capacities of cadres should be improved through non-formal education, the health personnel should increase their role in developing the posyandu cadres in order to improve the cadres’ performance, and the staff of kelurahan (urban village office) should be more active in motivating and encouraging the community to participate in activating the posyandu to maintain and improve the health of their children under five years old.

Keywords : Cadres’ attitude, Integrated service post, Growth of children under five years old

(11)

DAFTAR ISI

2.3. Pemantauan Tumbuh Kembang Balita... 22

2.3.1. Pengertian tentang Pertumbuhan dan Perkembangan Balita ... 22

2.3.2. Kegiatan Penimbangan Balita di Posyandu dan Kartu Menuju Sehat (KMS) ... 25

2.4. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan ... 28

2.4.1. Prinsip-prinsip Pendidikan Kesehatan ... 28

2.4.2. Perilaku Kesehatan ... 34

2.5. Landasan Teori ... 35

2.6. Kerangka Konsep dan Variabel Penelitian ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Jenis Penelitian ... 38

3.2. Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian ... 38

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

3.3.1. Populasi ... 38

3.3.2. Sampel ... 39

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1. Uji Validitas dan Realibilitas ... 40

(12)

3.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran ... 42

3.5.1. Aspek Pengukuran ... 45

3.6. Metode Analisa Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 48

4.1.1. Geografis dan Penduduk Kabupaten Bireun ... 48

4.1.2. Gambaran Puskesmas ... 49

4.1.3. Gambaran Posyandu ... 49

4.2. Faktor Prediposisi ... 50

4.2.1. Umur dan Pendidikan ... 50

4.2.2. Pengetahuan ... 51

4.2.3. Sikap ... 54

4.2.4. Pelatihan ... 56

4.3. Faktor Enabling... 57

4.3.1. Posyandu ... 57

4.3.2. Dacin dan KMS ... 57

4.3.3. Pelatihan dan Keterlibatan Lurah ... 58

4.3.4. Pembinaan Petugas Puskesmas ... 59

4.3.5. Perilaku ... 60

4.4. Hasil Uji Statistik ... 62

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1. Faktor Predisposing (Umur, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap dan Pelatihan) terhadap Tindakan Kader dalam Pelaksanaan Posyandu ... 65

5.2. Faktor Enabling (Posyandu, Dacin, KMS) terhadap Tindakan Kader dalam Pelaksanaan Posyandu ... 67

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 71

(13)

DAFTAR SINGKATAN

ASI : Air Susu Ib u

AKI : Ang ka Ke ma tia n Ib u

AKB : Ang ka Ke ma tia n Ba yi

BG M : Ba wa h G a ris Me ra h

BKB : Bina Ke lua rg a Ba lita

IMT : Ind e ks Ma sa Tumb uh

ISPA : Infe ksi Sa lura n Pe rna fa sa n Akut

JURIM : Juru Imunisa si

KIA : Ke se ha ta n Ib u d a n Ana k

KB : Ke lua rg a Be re nc a na

KMS : Ka rtu Me nuju Se ha t

KEP : Kura ng Ene rg i Pro te in

KKA : Ka rtu Ke mb a ng Ana k

KK : Ke p a la Ke lua rg a

NAD : Na ng ro e Ac e h Da russa la m

NKKBS : No rma Ke lua rg a Ke c il Ba ha g ia Se ja hte ra

PMT : Pe mb e ria n Ma ka na n Ta mb a ha n

(14)

PPPK : Pe rto lo ng a n Pe rta ma Pa d a Ke c e la ka a n

PKK : Pe nd id ika n Ke se ja hte ra a n Ke lua rg a

PUS : Pa sa ng a n Usia Sub ur

SDM : Sumb e r Da ya Ma nusia

UKM : Usa ha Ke c il Me ne ng a h

UKBM : Usa ha Ke se ha ta n Be rsumb e rd a ya Ma sya ra ka t

WUS : Wa nita Usia Sub ur

(15)

DAFTAR TABEL

Ta b e l 2.1 Pe la ya na n d a n Pe la ksa na Po sya nd u d e ng a n Po la 5 (Lima )

Me ja ...18

Ta b e l 3.1. Distrib usi Sa mp e l Be rd a sa rka n Ke c a ma ta n ... 39

Ta b e l 3.2 Ha sil Uji Re lia b ilita s te rha d a p Va ria b e l Pe ne litia n ... 40

Ta b e l 3.3 De finisi Op e ra sio na l d a n Pe ng ukura n Va ria b e l ... 43

Ta b e l 4.1 Distrib usi Ke c a ma ta n d i Ka b up a te n Bire un Be rd a sa rka n Lua s Wila ya h Jumla h De sa , d a n Jumla h Pe nd ud uk Ta hun 2006 ... 48

Ta b e l 4.2 Distrib usi Puske sma s Be rd a sa rka n Ke c a ma ta n d i Ka b up a te n Bire un ... 49

Ta b e l 4.3 Da ta Po sya nd u d a la m Wila ya h Ke rja Ka b up a te n Bire un ... 50

Ta b e l 4.4 Distrib usi Re sp o nd e n Me nurut Umur d a n Pe nd id ika n ... 51

Ta b e l 4.5 Distrib usi Re sp o nd e n Me nurut Ting ka t Pe ng e ta hua n ... 52

(16)

Ta b e l 4.6 Distrib usi Re sp o nd e n Me nurut Ka te g o ri Ting ka t Pe ng e ta hua n te nta ng Pe ma nta ua n Pe rtumb uha n Ana k

Ba lita ... 53

Ta b e l 4.7 Distrib usi Re sp o nd e n Me nurut Sika p te rha d a p Pe ma nta ua n

Pe rtumb uha n Ana k Ba lita ... 54

Ta b e l 4.8 Distrib usi Re sp o nd e n Me nurut Ka te g o ri Sika p te rha d a p Pe ma nta ua n Pe rtumb uha n Ana k Ba lita ... 56

Ta b e l 4.9 Distrib usi Re sp o nd e n Me nurut Pe rna h Tid a knya Me ng ikuti

Pe la tiha n ... 56

Ta b e l 4.10 Distrib usi Lo ka si Po sya nd u Be rd a sa rka n Ke te rja ng ka ua n d a n Ala t Tra nsp o rta si... 57

Ta b e l 4.11 Distrib usi Po sya nd u Be rd a sa rka n Ke le ng ka p a n Da c in d a n

KMS... 58

Ta b e l 4.12 Distrib usi Re sp o nd e n Be rd a sa rka n Dukung a n Lura h te rha d a p Po sya nd u d a la m Pe ma nta ua n Pe rtumb uha n Ana k Ba lita d i Po sya nd u... 58

Ta b e l 4.13. Distrib usi Re sp o nd e n Be rd a sa rka n Pe mb ina a n Pe tug a s Puske sma s d a la m Pe ma ntua n Pe rtumb uha n Ana k Ba lita d i

Po sya nd u... 59

Ta b e l 4.14 Distrib usi Pe rila ku Ka d e r p a d a Pe la ksa na a n Po sya nd u... 61

(17)

Ta b e l 4.15 Distrib usi Re sp o nd e n Me nurut Ka te g o ri Pe rila ku p a d a Pe la ksa na a n Po sya nd u ... 62

Ta b e l 4.16 Ha sil Ana lisa Re g re si Be rg a nd a ... 63

(18)

DAFTAR GAMBAR

G a mb a r 1 Ske ma Mo d ifika si Te o ri Blum d a n G re e n ... 33

G a mb a r 2.2 Ko nse p Te o ritis Pe rila ku Ka d e r Po sya nd u d a n Fa kto r

De te rmina n Pe rila ku Ka d e r... 36

G a mb a r 2.3 Ke ra ng ka Ko nse p Pe ne litia n... 37

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Posyandu merupakan wadah untuk membangkitkan kembali peran serta

masyarakat dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan balita, yang sangat penting

untuk deteksi awal masalah gizi buruk yang tengah melanda kalangan masyarakat.

Pemantauan pertumbuhan balita, merupakan rangkaian kegiatan rutin di posyandu,

yang dilaksanakan setiap bulan dan berkesinambungan. Pertumbuhan balita dapat

diketahui dari pencatatan hasil penimbangan berat badan balita pada Kartu Menuju

Sehat (KMS) yang akan menggambarkan status gizi balita tersebut. Rangkaian

kegiatan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu meliputi pendaftaran,

penimbangan, pencatatan (KMS) dan penyuluhan sederhana (Departemen Kesehatan

RI, 2002).

Pemantauan pertumbuhan balita selama ini belum berjalan seperti yang

diharapkan, karena kesadaran masyarakat akan peran dan keberadaan posyandu

masih jauh dari harapan. Masyarakat belum menyadari sepenuhnya bahwa posyandu

milik masyarakat yang harus dikembangkan, dan pemberdayaannya adalah dari dan

untuk masyarakat. Untuk pengembangan posyandu, petugas kesehatan atau pihak

Puskesmas diharapkan merupakan pendamping yang akan memotivasi masyarakat

untuk pelaksana kegiatan posyandu (Departemen Kesehatan RI, 2002).

(20)

Tenaga utama pelaksana posyandu adalah kader posyandu, yang kualitasnya

sangat menentukan dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan yang dilaksanakan.

Dengan demikian, kemampuan kader harus dikembangkan untuk berpotensi secara

maksimal, dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan

tugas yang diemban, dalam mengelola posyandu, agar dapat berperan aktif dalam

meningkatkan kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), di ketahui beberapa masalah yang

dihadapi berkenaan dengan kegiatan pemantauan pertumbuhan balita, antara lain

hanya 4% dari 240.000 posyandu pada tahun 2001 yang dikategorikan sebagai

Posyandu mandiri, dan sekitar 46,7 % jadwal buka Posyandu tidak sesuai dengan

keinginan masyarakat, serta 69,0 % jadwal ditentukan oleh Puskesmas. Adapun

jumlah kader yang aktif hanya 43,3 %, dan setiap Posyandu dikelola oleh 1-3 kader.

Berdasarkan data yang tercatat pada Profil Usaha Kesehatan Bersumber

Daya Masyarakat 2005, secara kuantitas perkembangan jumlah Posyandu sangat

menggembirakan, karena di setiap desa ditemukan 3-4 Posyandu. Pada saat Posyandu

dicanangkan, jumlah Posyandu tercatat sebanyak 25.000, sedangkan pada tahun 2005

meningkat menjadi 238.699. Namun demikian ditinjau dari aspek kualitas masih

memprihatinkan, karena Posyandu Mandiri baru 2,91% (Profil UKBM 2005).

Di Jakarta Selatan, hingga bulan Desember 2005, diketahui jumlah Posyandu

sebanyak 1.131, yang terdiri dari Mandiri (94 Posyandu), Purnama (428 Posyandu),

Madya (519 Posyandu) dan Pratama (86 Posyandu). Data tersebut menggambarkan

(21)

bahwa program Mandiri di Kotamadya Jakarta Selatan belum mencapai 10%,

tepatnya 8,3% dari seluruh Posyandu (Sumber : www.mediajakartaselatan.com).

Di Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pada 2006 ada

586 posyandu dan semuanya aktif, tetapi Posyandu yang mempunyai sarana memadai

hanya 84 Posyandu (14,3) %). Namun demikian, kader yang aktif hanya 1.365 orang,

sehingga rasio jumlah kader dengan jumlah posyandu belum memadai, dan setiap

posyandu rata-rata hanya memiliki 2-3 orang kader saja. Idealnya, jumlah kader

dalam kegiatan Posyandu adalah 5 orang. Posyandu yang telah memberikan

penghargaan berupa pemberian transpor kepada kader, baru mencapai 40 %. Untuk

penimbangan balita tingkat partisipasi masyarakat yang hadir di Posyandu serta

mempunyai Kartu Menuju Sehat (D/S) masih dikategorikan rendah yaitu hanya

mencapai 68,4 %. Peran kader dalam hal ini diduga memberi kontribusi terhadap

pencapaian yang rendah tersebut.

Selanjutnya, data revitalisasi Posyandu pada tahun 2006 menunjukkan bahwa

jumlah balita yang di bawah garis merah (BGM) pada kartu menuju sehat (KMS), ada

756 balita (5,5%) dari jumlah balita yang ditimbang, sedangkan balita yang naik berat

badannya (N/D) hanya 63,34%. Data ini menunjukkan bahwa pemantauan

pertumbuhan balita di Kabupaten Bireuen belum maksimal (Dinas Kesehatan Kab.

Bireuen, 2006). Anak yang tidak naik berat badannya harus diwaspadai dan dikelola

dengan baik, agar tidak memperburuk status gizi anak.

Para kader posyandu dalam kegiatannya didukung oleh petugas kesehatan,

seperti petugas gizi dan Juru Imunisasi (Jurim). Namun dalam pelaksanaan kegiatan

(22)

Posyandu di Kabupaten Bireuen, yang ada hanya tenaga bidan (Bidan Desa) yang

relatif masih baru.

Dalam penyelenggaraannya, setiap kegiatan posyandu disediakan dana untuk

pemberian makanan tambahan (PMT) balita yaitu sebesar Rp.500 per anak, dan untuk

transpor kader sebesar Rp. 15.000. Uang transpor kader sebesar Rp. 15.000 per

Posyandu oleh kader dinilai masih belum memadai, karena kader Posyandu harus

melaporkan temuannya ke Puskesmas, bila sewaktu - waktu terdapat masalah gizi

pada balita di wilayah Posyandu. Akibatnya, ada balita yang tidak naik berat

badannya selama tiga bulan berturut-turut, tetapi tidak segera dirujuk ke Puskesmas.

Jumlah kader yang relatif minim juga membuat kegiatan pelaksanaan 5 meja di

posyandu, tidak terlaksana dengan baik.

Berdasarkan observasi awal di lapangan masih ada kader yang berumur relatif

usia muda (<17 tahun), dengan gambaran tersebut diasumsikan bahwa kader tersebut

belum berpengalaman/pengetahuan serta keterampilan yang, cukup untuk melakukan

kegiatan Posyandu, sehingga berdampak belum maksimalnya kegiatan pemantauan

pertumbuhan balita dengan adanya balita bawah garis merah (BGM).

Keadaan sosial ekonomi di Kabupaten Bireuen pada saat ini belum

menunjukkan perbaikan yang nyata, sejak kejadian tsunami dan konflik. Struktur

perekonomian Kabupaten Bireuen Bari tahun 2000-2005 relatif tidak berubah, dan

lebih dari 70% ditentukan oleh dua sektor utama yaitu, sektor pertanian dan sektor

perdagangan. Sektor pertanian memberikan kontribusi perekonomian pendapatan

regional Kabupaten Bireuen lebih dari 45%, sedangkan sektor perdagangan

(23)

memberikan kontribusi sebesar 27%. Namun pada tahun 2005, perekonomian

Bireuen mengalami pertumbuhan yang melambat, karena hanya mampu mencapai

pertumbuhan sebesar 2,7%. Pendapatan regional per kapita pada tahun 2005 hanya

mengalami sedikit peningkatan dibanding tahun 2000. Penduduk miskin di

Kabupaten Bireuen berjumlah 8,9%. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bireuen

mempunyai sedikit penduduk miskin yang berada di bawah standar rata-rata

kemiskinan nasional (BPS Kabupaten Bireuen, 2005).

Kemiskinan dan kurang gizi yang saling berkaitan, akan mempengaruhi

pertumbuhan balita, oleh karena itu pemantauan pertumbuhan balita, disertai

perbaikan gizi masyarakat akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan

balita dan juga pada peningkatan produktivitas yang akhirnya akan meningkatkan

pendapatan per kapita (Baliwati dkk. 2002).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk

mengkaji faktor determinan perilaku kader Posyandu dalam pemantauan

pertumbuhan balita di Kabupaten Bireuen.

1.2. Perumusan Masalah

Proses pertumbuhan balita sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya

manusia (SDM) di masa depan. Pertumbuhan balita ini mempunyai kaitan erat

dengan kondisi gizi balita. Namun masalah gizi di Indonesia dewasa ini semakin

memprihatinkan, karena masih dijumpainya kasus BBLR (14%), masalah anemia

balita (48%) dan kurang energi protein (KEP) balita mencapai 27% (Departemen

(24)

Kesehatan RI, 2006). Masalah gizi yang terjadi mungkin merupakan akibat dari

kegiatan pemantauan pertumbuhan balita yang tidak berjalan sepenuhnya, karena

masih banyak ibu yang tidak membawa anaknya ke Posyandu, untuk ditimbang berat

badannya.

Di Kabupaten Bireuen, pemantauan pertumbuhan balita belum optimal,

karena balita yang naik berat badannya (N/D) hanya 43,64%, tingkat partisipasi (D/S)

68,4% yang belum mencapai target (80%), dan jumlah kader yang belum memadai

(< 5 orang). Selain itu, belum seluruh Posyandu memiliki sarana yang memadai,

sedangkan revitalisasi Posyandu baru dimulai tahun 2006. Dari seluruh kader yang

aktif (1365 orang) yang telah dilatih dari program revitalisasi Posyandu relatif masih

sangat sedikit, yaitu 25 orang dari dana Merlin, 150 orang dari dana DIPA, 65 orang

dan dana Save Children (Dinkes Bireuen, 2006).

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka perumusan masalah pada penelitian ini

adalah apakah faktor determinan, seperti faktor presdiposisi (umur, pendidikan,

pengetahuan, sikap, pelatihan), faktor enabling (Posyandu, Dacin, KMS) serta faktor

reinforcing (pembinaan kader dan dukungan lurah terhadap Posyandu) berpengaruh

terhadap perilaku/tindakan kader Posyandu dalam melakukan kegiatan pemantauan

pertumbuhan balita.

(25)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komponen predisposisi yaitu umur, pendidikan,

pengetahuan sikap dan training petugas kader Posyandu di Kabupaten

Bireuen.

2. Mengetahui gambaran komponen enabling yaitu keberadaan Posyandu, Dacin

dan KMS.

3. Mengetahui gambaran komponen reinforcing yaitu pembinaan petugas, dan

dukungan lurah terhadap Posyandu di Kabupaten Bireuen.

4. Mengetahui perilaku kader Posyandu dalam pelaksanaan posyandu untuk

memantau pertumbuhan balita di Kabupaten Bireuen.

5. Menganalisa pengaruh faktor predisposisi, enabling, reinforcing terhadap

perilaku kader Posyandu dalam pelaksanaan posyandu untuk memantau

pertumbuhan balita di Kabupaten Bireuen.

1.4. Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh faktor deteminan : faktor predisposisi (umur, pendidikan,

pengetahuan, sikap dan training petugas), faktor enabling (keberadaan posyandu,

Dacin KMS) serta faktor reinforcing (pembinaan, dan dukungan lurah terhadap

Posyandu) terhadap perilaku kader Posyandu dalam pelaksanaan posyandu untuk

memantau pertumbuhan balita di Kabupaten Bireuen.

(26)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi perencanaan pelaksanaan program kesehatan yang

mendukung kegiatan posyandu di Kabupaten Bireun.

2. Sebagai masukan perencanaan masukan pelaksanaan kesehatan bagi Provinsi

NAD khususnya Kabupaten Bireuen.

3. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu manajemen kesehatan masyarakat,

terutama yang berkaitan dengan pemberdayaan tenaga kesehatan di

masyarakat.

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Posyandu

Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan

kesehatan masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan untuk

masyarakat dan mempunyai nilai strategi dalam mengembangkan sumber daya

manusia sejak dini. Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat untuk pelayanan

kesehatan dan keluarga berencana, yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh

masyarakat, dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka

pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).

Posyandu memiliki tujuan pokok untuk mempercepat penurunan angka

kematian Ibu dan Anak, meningkatkan pelayanan kesehatan Ibu untuk menurunkan

Indeks Masa Tubuh (IMT), mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia

Sejahtera (NKKBS), meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan

kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang peningkatan

kemampuan hidup sehat. Posyandu juga berperan untuk pendekatan dan pemerataan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dalam usaha meningkatkan cakupan

pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak geografi, dan juga

meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk

swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.

(28)

Sasaran dalam pelayanan kesehatan di Posyandu adalah bayi berusia kurang

dari 1 tahun, anak balita usia 1 sampai 5 tahun, ibu hamil, menyusui, ibu yang berada

dalam masa nifas dan wanita usia subur (WUS). Ada 5 (lima) kegiatan yang

dilakukan di Posyandu atau yang disebut Panca Krida Posyandu, di antaranya adalah

kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, peningkatan gizi, dan

penanggulangan diare.

Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti pos penimbangan, pos

imunisasi, pos keluarga berencana desa, pos kesehatan, dan pos lainnya yang baru

dibentuk. Pembentukan Posyandu memiliki syarat-syarat tertentu, yakni penduduk

RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita, 120 kepala keluarga.

Pembentukan Posyandu juga harus disesuaikan dengan kemampuan petugas

kesehatannya (bidan desa) dan jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu

tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.

Alasan mendirikan Posyandu di satu daerah adalah dapat memberikan

pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan Pertolongan

Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) sekaligus dengan pelayanan KB. Posyandu dari

masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan rasa

memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga

berencana.

Prinsip dasar posyandu merupakan usaha masyarakat yang memadukan

pelayanan profesional dan non profesional oleh masyarakat yang bekerja sama secara

lintas program (KIA, KB gizi, imunisasi, penanggulangan diare) dan lintas sektoral

(29)

Depkes RI, Depdagri/Bangdes, dan BKKBN). Posyandu juga disebut kelembagaan

masyarakat di mana dengan dibentuknya pos desa, kelompok timbang/pos timbang,

pos imunisasi dan pos kesehatan yang mempunyai sasaran penduduk yang sama yaitu

bayi 0-1 tahun, anak balita 1-5 tahun, ibu hamil dan PUS dengan pendekatan yang

digunakan adalah pangembangan dan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

(PKMD) / Primary Health Care (PHC).

Pelaksanaan Posyandu melibatkan petugas Pukesmas, petugas BKKBN,

sebagai penyelenggara pelayanan profesional dan peran serta masyarakat secara aktif

dan positif sebagai penyelenggara pelayanan non profesional secara terpadu dalam

jangka alih teknologi dan swakelola masyarakat. Dari segi petugas Puskesmas

pendekatan yang dipakai adalah pengembangan dan pembinaan PKMD. Perencanaan

terpadu tingkat Puskesmas (mikro planning), dilakukan dengan lokakarya mini serta

melalui sistem 5 meja dan alih teknologi. Kegiatan swadaya masyarakat

mengharapkan adanya kader kesehatan dengan perencanaan melalui musyawarah

masyarakat desa, dengan pelaksanaan melalui sistem 5 meja.

Langkah-langkah pembentukan Posyandu antara lain; (1) persiapan sosial, di

antaranya persiapan masyarakat sebagai pengelola dan pelaksana Posyandu dan

keluarga pemakai jasa Posyandu; (2) perumusan masalah, dengan melakukan survei

mengawas diri dan menyajikan hasil survei dalam bentuk loka karya mini; (minilok)

perencanaan pemecahan masalah, dilakukan dengan menentukan kaderisasi sebagai

pelaksana posyandu, pembentukan pengurus sebagai pengelola Posyandu dan

penyusun rencana kegiatan posyandu; (4) pelaksanaan kegiatan, yaitu kegiatan di

(30)

Posyandu 1 x sebulan atau lebih, pengumpulan dana sehat, serta pencatatan dan

laporan kegiatan posyandu; (5) evaluasi, yaitu mengevaluasi hasil kegiatan yang

sedang berjalan dan hasil kegiatan sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan

(Effendy, 2002).

2.2. Kader Posyandu

Kader Posyandu diartikan sebagai tenaga sukarela yang tertarik dalam bidang

tertentu yang tumbuh dalam masyarakat dan merasa berkewajiban untuk

melaksanakan dan meningkatkan serta membina kesejahteraan termasuk bidang

kesehatan. Kader Posyandu adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau

bekerja keras, mau dan sanggup melaksanakan kegiatan, serta menggerakkan

masyarakat untuk melaksanakan kegiatan (Departemen Kesehatan RI, 2006). Tugas

kader Posyandu adalah melakukan kegiatan bulanan di dalam Posyandu, seperti

mempersiapkan pelaksanaan kegiatan Posyandu, dan cara melaksanakan kegiatan

bulanan di Posyandu.

Kader kesehatan masyarakat seyogyanya membantu pemerintah daerah dan

masyarakat setempat untuk mengambil inisiatif, dan harus memperlihatkan adanya

kemauan untuk setiap kegiatan yang berkaitan dengan upaya membangun

masyarakat. Seyogyanya para kader kesehatan masyarakat selalu mempertimbangkan

hal apa yang dapat diselesaikan di wilayah tersebut dengan menggunakan

sumberdaya lokal milik masyarakat setempat, dan tentu saja dalam batas biaya yang

masih dapat dicapai oleh masyarakat setempat pula. Para kader kesehatan masyarakat

(31)

seyogyanya selalu menyadari bahwa derajat kesehatan masyarakat yang meningkat

atau menurun bukanlah semata-mata karena adanya sumbangan dari sektor lainnya,

seperti : sektor pendidikan, sektor pertanian, sektor komunikasi, sektor pelayanan

masyarakat dan lain-lainnya (WIJO, 1993).

2.2.1. Tugas Kader Posyandu

Cara kader posyandu melaksanakan kegiatan bulanan di Posyandu oleh kader

adalah :

2.2.1.1. Meja 1 : mendaftarkan balita, ibu hamil dan ibu menyusui

Tugas kader di meja 1 adalah mendaftarkan balita ke dalam formulir

pencatatan balita. Bila anak sudah punya KMS, maka berarti bulan lalu anak sudah

ditimbang dan KMS-nya dapat diminta. Namanya dicatat pada secarik kertas dan

diselipkan di KMS, kemudian ibu balita diminta membawa anaknya menuju tempat

penimbangan. Bila anak belum punya KMS, berarti anak baru bulan ini ikut

penimbangan. Maka, kader harus mengambil KMS baru. Kolomnya diisi secara

lengkap. Nama anak dicatat pada secarik kertas, dan diselipkan di KMS. Kemudian

ibu balita diminta membawa anaknya ke tempat penimbangan.

2.2.1.2. Meja 2: menimbang balita

Tugas kader di meja 2 adalah menimbang balita. Kader harus menyiapkan

dacin dan anak ditimbang. Hasil penimbangan berat anak dicatat pada secarik kertas,

(32)

dan diselipkan ke dalam KMS. Selesai ditimbang anak dipersilahkan ke meja 3

bersama ibunya untuk dicatat hasil penimbangannya.

2.2.1.3. Meja 3 : mencatat hasil penimbangan

Pada meja 3 kader mencatat dan memindahkan hasil penimbangan anak dari

secarik kertas ke KMS-nya.

2.2.1.4. Meja 4: menyuluh ibu berdasarkan hasil penimbangan anaknya

Penyuluhan harus diberikan oleh kader yang didampingi petugas kesehatan

untuk semua balita. Ibu balita diberikan penyuluhan tentang (Departemen Kesehatan

RI, 2006):

1. Pentingnya menimbang balita setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan

balita. Balita yang di bawah garis merah (BGM) harus dirujuk ke tenaga

kesehatan.

2. Pentingnya ASI saja (ASI Eksklusif) sampai anak umur 6 bulan.

3. Pentingnya pemberian makanan pendamping ASI bagi anak benunur > 6

bulan.

4. Pentingnya ibu memberikan ASI sampai anak berumur 2 tahun.

5. Pentingnya imunisasi lengkap untuk pencegahan penyakit pada balita.

6. Pentingnya pemberian vitamin A untuk mencegah kebutaan dan daya tahan

tubuh anak. Setiap bulan Februari dan Agustus, bayi 6-12 bulan dan anak

balita 1-5 tahun diberi satu kapsul vitamin A.

(33)

7. Pentingnya latihan/stimulasi perkembangan anak balita di rumah.

8. Tentang bahaya diare bagi balita. ASI terus diberikan seperti biasa walaupun

anak sedang mencret.

9. Tentang bahaya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), balita batuk pilek

dengan nafas sesak atau sukar bemafas harus dirujuk ke tenaga kesehatan.

10.Tentang demam pada balita sering merupakan tanda-tanda malaria, campak,

demam berdarah, dapat membahayakan jiwa anak.

2.2.1.5. Meja 5: Pelayanan Kesehatan dan KB

Tugas kader di meja 5 adalah memberikan pelayanan kesehatan lainnya dan

KB bersama dengan petugas kesehatan, seperti imunisasi, pemberian tablet besi,

pelayanan KB.

Kader perlu berkonsultasi kepada petugas kesehatan di posyandu atau

mengirim penderita ke Puskesmas, apabila kader menemui kondisi di bawah ini

(Departemen Kesehatan RI, 2006):

1. Balita yang berat badannya 3 kali berturut-turut tidak naik

2. Balita yang berat badannya berada di bawah garis merah (BGM)

3. Balita yang sakit dengan keluhan batuk/sukar bemafas, demam dan sakit

telinga

4. Balita yang mencret, lemah dan tidak mau minum, tidak kencing selama

setengah hari, mencretnva banyak dan sering, mencretnya lebih dari sehari

semalam, mencretnya mengandung darah dan muntah terus menerus.

(34)

5. Anak yang menderita buta senja atau mata keruh.

6. Balita dengan penyimpangan pertumbuhan atau perkembangan terhambat

dengan Kartu Kembang Anak (KKA).

7. Ibu yang pucat, sesak nafas, bengkak di kaki terutama ibu hamil.

8. Ibu hamil yang menderita pendarahan, pusing kepala yang terus menerus.

Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab terhadap masyarakat

setempat dan pimpinan yang ditunjuk oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan.

Diharapkan mereka melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh pembimbing dalam

jaringan kerja dari sebuah tim kesehatan.

Para kader kesehatan masyarakat itu mungkin saja bekerja secara penuh (full

time) atau setengah hari (part time), mereka tidak dibayar dengan uang atau bentuk

lainnya oleh masyarakat setempat atau oleh Pusat Kesehatan Masyarakat, seperti

yang terdapat di Sumatera Barat, para kader kesehatan masyarakat tidak dibayar

dengan uang. Umumnya, masyarakat setempat menyediakan sebuah rumah atau

sebuah kamar serta beberapa peralatan secukupnya yang dirasa sudah memenuhi

persyaratan untuk dilakukannya suatu pelayanan kesehatan.

2.2.2. Pelaksanaan Kegiatan Posyandu

Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi

masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat, oleh masyarakat dan untuk

masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapat

pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar.

(35)

Tujuan dari kegiatan yang dilakukan di posyandu atau disebut Sapta Krida

Posyandu, di antaranya adalah meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak,

keluarga berencana, imunisasi, peningkatan gizi, penanggulangan diare, sanitasi

dasar, dan penyediaan obat esensial.

Posyandu dikelola oleh pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal

dari kader Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), tokoh masyarakat formal dan

informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut.

Lokasi atau letak Posyandu harus ditempat yang mudah didatangi oleh

masyarakat, dan ditentukan sendiri oleh masyarakat. Tempat yang telah ditentukan

untuk pembentukan Posyandu merupakan ruangan sendiri, atau bila tidak

memungkinkan, dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW

atau pos lainnya.

Persiapan pelaksanaan kegiatan Posyandu, adalah (Departemen Kesehatan RI,

2006) :

1. Sehari sebelumnya semua ibu hamil, ibu menyusui, ibu balita diberitahu akan

ada kegiatan di Posyandu

2. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan

3. Pembagian tugas kepada para kader, dibantu ibu-ibu lain.

Pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh Posyandu di antaranya

pemeliharaan kesehatan bayi dan balita dengan melakukan penimbangan bulanan,

pemberian makanan tambahan bagi yang berat badannya kurang, memberikan

imunisasi bayi 3-14 bulan, pemberian oralit untuk mengurangi diare, juga pengobatan

(36)

penyakit sebagai pertolongan pertama untuk pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu

menyusui dan pasangan usia subur,

Posyandu melakukan kegiatan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan

kehamilan dan nifas, pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil

penambah darah. Selain itu, untuk memelihara kesehatan ibu hamil dan nifas serta

pasangan usia subur, Posyandu juga melaksanakan imunisasi tetanus texoid (TT)

untuk ibu hamil, melakukan penyuluhan kesehatan dan KB, pemberian alat

kontrasepsi KB, pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama pada kecelakaan.

Dalam pelaksanaan di Posyandu menggunakan sistem lima meja yang dapat

dijelaskan pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1. Pelayanan dan Pelaksana Posyandu dengan Pola 5 (Lima) Meja

Meja Kegiatan Pelaksana

I Pendaftaran dan pencatatan Pelaksana

II Penimbangan Kader

III Pengisian KMS Kader

IV

Penyuluhan kesehatan dan pelayanan, Pemberian Makanan Tambahan (PMT), oralit, Vit A, Tablet zat besi, KB.

Kader

V

Pemberian imunisasi pemeriksaan kehamilan, kesehatan dan pengobatan, serta pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan.

Kader atau kader bersama petugas kesehatan

(dokter,bidan, d1l)

Untuk merumuskan angka kematian bayi dan anak balita serta menurunkan

angka kelahiran berdasarkan angka Instruksi Bersama Menteri Kesehatan dan Kepala

BKKBN Nomor : 06/Menkes/Inst/1981–22/HK.010/1981 dan Nomor : 264/ MenKes/

(37)

InsNI/I 983-26/HK.0 I I /E.3/1983, keterpaduan kegiatan pelayanan KB kesehatan

mulai operasionalkan. Di tingkat desa, kegiatan keterpaduan KB-Kes ini diwujudkan

dalam bentuk Pos pelayanan Terpadu atau Posyandu (Aritonang, 1996).

Keterpaduan diartikan sebagai penyatuan secara serasi dan dinamis kegiatan

dari paling sedikit dua program, untuk saling mendukung pencapaian tujuan dan

sasaran yang disepakati bersama. Wujud keterpaduan, dapat berupa keterpaduan

dalam aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan, aspek petugas penyelenggara, dan aspek

dana. Kegiatan yang dipadukan ialah kegiatan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), KB,

Gizi, Imunisasi, dan Penanggulangan Diare.

Kegiatan Posyandu diharapkan dapat mencakup sasaran, yaitu bayi, anak

balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan. wanita PUS (Pasangan Usia Subur). Sasaran ini

memperoleh pelayanan sesuai dengan kondisinya masing-masing. Misalnya bayi, dan

anak balita ditimbang berat badannya dan diisikan ke KMS, mendapatkan imunisasi,

diberi oralit bila menderita diare, dan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas

bila menderita sakit. Ibu hamil mendapatkan pelayanan kesehatan untuk mengurangi

faktor risiko, seperti menderita anemia gizi, dan senantiasa dipantau pertambahan

berat badan (BB) anak. Sasaran PUS adalah mendapatkan informasi dan pelayanan

kontrasepsi bila menggunakan alat KB. Skema kegiatan Posyandu dapat dilihat di

bawah ini, di mana pada skema tersebut terlihat berbagai peran orang-orang yang

terlibat dalam kegiatan Posyandu (Aritonang, 1996).

(38)

2.2.3. Revitalisasi Posyandu

Revitalisasi Posyandu dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan fungsi

dan kinerja Posyandu sehingga mampu mempertahankan dan meningkatkan status

kesehatan, gizi ibu dan anak dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian

Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

Revitalisasi Posyandu dimulai tahun 1999, dan agar pelaksanaannya berjalan

dengan baik, diperlukan peran serta aktif masyarakat sesuai kemampuannya.

Kegiatan utama dalam revitalisasi posyandu adalah perbaikan gizi, kesehatan ibu dan

anak- (KIA), keluarga berencana. (KB), imunisasi, dan penanggulangan diare.

Kegiatan khusus yang tercakup dalam perbaikan gizi adalah pemantauan

pertumbuhan Balita, pemberian MP-ASI, pemberian Kapsul Vitamin A, dan

Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Di samping kegiatan utama, ada kegiatan

pelayanan pengembangan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan,

seperti kelompok bermain, Bina Keluarga Balita, kesehatan lingkungan, dan

sebagainya.

Sasaran revitalisasi posyandu adalah seluruh Posyandu, dan prioritas utama

adalah Posyandu Pratama dan Madya. Sasaran revitalisasi posyandu mulai dari tahun

1999 sampai 2005 dilaksanakan secara bertahap sampai seluruh Posyandu dapat

direvitalisasi, dengan rincian tahun 1999 sasarannya 50 % dari total Posyandu, dan

tahun 2001 posyandu yang direvitalisasi 50% (sisanya), dilanjutkan tahan 2005 untuk

semua Posyandu (Departemen Kesehatan RI, 2006).

(39)

Revitalisasi Posyandu masuk ke dalam Rencana Aksi Nasional (RAN)

Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009. Setiap Posyandu harus

ditingkatkan untuk mendukung penurunan masalah gizi, yang - akhirnya juga akan

menurunkan AKI dan AKB. Dalam RAN disebutkan bahwa harapan yang akan

dicapai pada tahun 2009 adalah menurunkan masalah gizi buruk sampai kepada 5 %

dan masalah gizi kurang setinggi-tingginya hanya 20 % (Pemerintah RI dan WHO,

2004).

Beberapa pokok kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan revitalisasi

posyandu, antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2006) :

1. Pelatihan/orientasi petugas Puskesmas dan lintas sektor

2. Pelatihan ulang kader

3. Pembinaan dan pendampingan kader

4. Penyediaan sarana terutama dacin, KMS/Buku KIA, panduan Posyandu,

media KIE, sarana pencatatan.

5. Penyediaan biaya operasional

6. Pemberdayaan ekonomi kader melalui penyediaan modal usaha kader melalui

Usaha Kecil Menengah (UKM).

Strategi yang dilakukan untuk menjalankan pokok-pokok kegiatan dalam

revitalisasi Posyandu, antara lain :

(40)

1. Pengelompokan kegiatan Posyandu (minimal & pengembangan)

2. Pemberdayaan kader

3. Pemenuhan fasilitas operasional Posyandu

4. Mobilisasi sumberdaya masyarakat

a. Meningkatkan kembali kelompok kerja nasional (Pokjanal) Posyandu

b. Meningkatkan frekuensi dan kualitas pembinaan

2.3. Pemantauan Pertumbuhan Balita

2.3.1. Pengertian tentang Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

Kata pertumbuhan sering dikaitkan dengan perkembangan sehingga ada

istilah tumbuh-kembang. Secara singkat pertumbuhan dapat diartikan sebagai

bertambahnya ukuran fisik dari waktu ke waktu, sedangkan perkembangan diartikan

sebagai bertambahnya fungsi tubuh yaitu pendengaran, penglihatan, kemampuan

bicara, kecerdasan dan tanggungjawab.

Setiap anak yang dilahirkan, memiliki garis pertumbuhan normal

masing-masing. Garis pertumbuhan normal ini, ada yang berada di garis median, yang lebih

rendah dan ada yang lebih tinggi (growth trajectory). Ada anak yang berat badannya

berada di bawah garis merah (BGM), atau pada pita kuning, dan ada yang terletak

pada pita hijau, tetapi garis pertumbuhan mereka mengikuti garis pertumbuhan

normal (Departemen Kesehatan RI, 2002).

Menurut Soetjiningsih (1994), istilah pertumbuhan sebenarnya mencakup dua

peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu

(41)

pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah

perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sebagian orang maupun

individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang dan

keseimbangan metabolik. Di sisi lain, perkembangan (development) adalah

bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan. Departemen Kesehatan (2006) menyatakan, secara sederhana arti

pertumbuhan adalah anak yang diberi cukup makanan sehat dan tidak sakit, sehingga

anak akan bertambah umurnya, makin bertambah berat, dan bertambah tinggi, makin

bertambah besar, bertambah pula kepandaian/keterampilannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan terdiri dari 2 (dua) faktor

utama yaitu, faktor internal dan faktor eksternal (Soetjiningsih, 1994). Faktor internal

merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan. Faktor internal, antara

lain termasuk berbagai faktor bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin,

obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila potensi genetik ini dapat berinteraksi

dalam lingkungan yang baik dan optimal, maka akan menghasilkan pertumbuhan

yang optimal. Faktor eksternal adalah lingkungan, yang sangat menentukan

tercapainya potensi genetik yang optimal. Apabila kondisi lingkungan buruk maka

potensi genetik yang optimal tidak akan tercapai. Faktor lingkungan terbagi menjadi

pranatal dan pascanatal. Pranatal adalah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

sewaktu dalam kandungan. Pascanatal adalah faktor lingkungan biologis (ras, jenis

kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, penyakit, dsb), lingkungan fisik (sanitasi

(42)

rumah, georafis, dsb), faktor psikososial (motivasi, stress, perhatian orang tua), faktor

keluarga dan adat istiadat.

Pemantauan pertumbuhan anak sangat diperlukan mengingat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan sangat banyak. Pemantauan pertumbuhan anak

sebaiknya dilakukan setiap bulan secara teratur, untuk mendeteksi terjadinya gagal

tumbuh (gangguan pertumbuhan). Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam waktu

singkat dan dapat pula terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan

dalam waktu singkat sering terjadi pada penurunan berat badan sebagai akibat

menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare dan infeksi saluran pernafasan, atau

karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Gangguan pertumbuhan dalam

waktu yang lama dapat terlihat pada hambatan pertambahan tinggi badan

(Departemen Kesehatan RI, 2002).

Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan gizi yang cukup peka untuk

dipergunakan menilai kesehatan anak, terutama anak bayi dan balita. Pemantauan

pertumbuhan anak dapat dilakukan di Posyandu, sebagai sarana yang paling, dekat di

masyarakat. Kegiatan bulanan Posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan

memantau berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS),

memberikan konseling gizi dan memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar.

Untuk melaksanakan pemantauan pertumbuhan balita, dilakukan penimbangan balita

setiap bulan. Pemantauan pertumbuhan anak setiap bulan dapat mengontrol

perubahan Berat Badan (BB) anak, agar anak tetap terjamin dapat tumbuh optimal.

(43)

2.3.2. Kegiatan Penimbangan Balita di Posyandu dan Kartu Menuju Sehat (KNS)

Kartu menuju sehat untuk balita (KMS-balita) adalah alat yang sederhana dan

murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.

Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu

dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan,

termasuk bidan dan dokter (Departemen Kesehatan RI, 2002).

KMS-balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk

memantau pertumbuhan anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidakseimbangan

pemberian makan pada anak.

KMS-balita juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas

kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi

kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan

kesehatannya.

KMS-balita berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak,

imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan

anak, pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI, pemberian makanan

anak dan rujukan ke Puskesmas/Rumah sakit. KMS-balita juga berisi pesan-pesan

penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tentang kesehatan anaknnya

Beberapa manfaat KMS-balita antara lain :

1. Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara

lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi,

(44)

penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan

pemberian ASI eksklusif, dan makanan pendamping ASI.

2. Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak.

3. Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk

menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.

4. KMS juga sebagai alat penyuluhan gizi kepada ibu, berdasarkan pertumbuhan

dan perkembangan anaknya (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Pada penimbangan pertama, dianjurkan ibu datang bulan depan, agar anaknya

ditimbang kembali. Jika bulan lalu anak tidak ditimbang, beri penyuluhan pada

ibunya, agar anak ditimbang secara teratur setiap bulan. Bila berat badan anak naik

beri pujian pada ibunya; bila berat badan anak tidak naik, berikan penyuluhan kepada

ibu tentang gizi yang baik. Diharapkan ibu dapat menjadi anggota, kelompok Bina

Keluarga Balita (BKB).

Agar KMS-Balita dapat dipakai untuk melakukan tindak lanjut pelayanan

kesehatan dan gizi secara tepat, maka KMS harus diisi secara benar dengan

mempertimbangkan beberapa masalah yang sering timbul, yaitu :

1. Ketidakakuratan pencatatan umur anak

2. Kesulitan memperoleh informasi tanggal/bulan lahir

3. Kesalahanan penimbangan

4. Kesalahan penempatan titik berat badan pada grafik

5. Kesulitan memahami arti pita warna pertumbuhan

(45)

6. Kesulitan menginterprestasikan grafik pertumbuhan anak

7. Kesulitan melakukan tindakan yang efektif

KMS dipergunakan untuk memantau kesehatan gizi anak di Pusat Kesehatan

Masyarakat (Puskesmas) atau pos pelayanan terpadu (Posyandu). Anak sehat

digambarkan dengan jalur berat badan yang berwarna hijau. Pada pemeriksaan yang

berturut-turut, basil penimbangan menunjukkan suatu grafik pertumbuhan anak yang

dicatat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Kalau garis grafik menurun keluar dari

jalur hijau, berarti ada gangguan pertumbuhan anak tersebut dan hal ini merupakan

petunjuk adanya gangguan kesehatan pada anak tersebut. Harus ditelusuri lebih

lanjut, penyebab kurva pertumbuhan tersebut menurun, keluar dari jalur hijau. Kurva

pertumbuhan anak dapat pula naik terus dan keluar dari jalur hijau ke sebelah atas. Ini

pun menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi anak melebihi yang diperlukan

oleh tubuh yang sehat dan normal. Maka kuantitas susunan hidangan anak tersebut,

harus ditinjau kembali, sesuai dengan kebutuhannya. Di Indonesia, pada umumnya

penyimpangan kurva pertumbuhan anak itu menuju ke arah bawah, dan tidak banyak

yang keluar dari jalur hijau ke arah atas. Jadi kurva pertumbuhan anak yang baik

kesehatannya, akan terus terdapat di dalam jalur hijau.

Di bawah jalur hijau terdapat jalur yang diberi warna kuning. Ini

menunjuk-kan daerah KEP ringan, jadi anak mulai memperlihatmenunjuk-kan gangguan pertumbuhan

ringan, yang menggambarkan pula adanya gangguan kesehatan. Anak perlu

dikonsultasikan kepada seorang dokter untuk diperiksa dan diperbaiki gizinya, atau

memerlukan perawatan kesehatan. Bila kondisi anak lebih jelek lagi, maka garis

(46)

kurva pertumbuhan anak akan lebih menurun masuk ke daerah di bawah garis merah,

yang merupakan batas bawah dari jalur kuning. Daerah di bawah garis merah ini

menunjukan KEP berat, pada kondisi ini anak sudah jelas menderita gizi kurang

dan/atau terganggu kesehatannya. Oleh karena itu anak memerlukan pemeriksaan dan

penanganan medis yang lebih teliti dan bersungguh-sungguh, bahkan mungkin anak

ini perlu dirawat di rumah sakit.

Kartu Menuju Sehat (KMS) dapat berfungsi sebagai alat bagi ibu atau mereka

yang bertanggung jawab atas pemeliharaannya akan segera mengetahui kondisi

kesehatan anak tersebut. Kurva pertumbuhan masih tetap di dalam jalur hijau, anak

tersebut ada dalam kondisi kesehatan gizi baik, dan bila menurun ke daerah jalur

kuning, anak memerlukan perhatian lebih banyak dan sebaiknya dikonsultasikan

kepada seorang dokter atau dibawa ke Puskesmas, sedangkan bila kurva pertumbuhan

anak sudah turun ke bawah garis merah, berarti anak tersebut sudah masuk ke dalam

kondisi kesehatan yang buruk dan perlu penanganan kesehatan yang serius,

(Soediaoetama, 1991).

2.4. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan

2.4.1. Prinsip-Prinsip Pendidikan Kesehatan

Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan itu

penting untuk menunjang program-program kesehatan lain, tetapi pada kenyaannya

pengakuan ini tidak didukung oleh kenyataan. Program-program pelayanan kesehatan

(47)

kurang melibatkan pendidikan kesehatan, meskipun ada tetapi kurang efektif.

Argumentasi yang dikemukakan untuk hal ini adalah karena pendidikan kesehatan itu

tidak segera dan tidak jelas memperlihatkan hasilnya. Dengan perkataan lain

pendidikan kesehatan itu tidak segera membawa manfaat bagi masyarakat, yang dapat

dengan mudah dilihat atau diukur, karena pendidikan adalah behavior investment

jangka panjang. Hasil investment pendidikan kesehatan baru dapat dilihat beberapa

tahun kemudian. Dalam waktu yang pendek (immediate impact) pendidikan

kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat,

sedangkan peningkatan pengetahuan saja, belum berpengaruh langsung terhadap

indikator kesehatan.

Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku, sebagai hasil

jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya

perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan

masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. Hal ini berbeda

dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan yang dapat

langsung memberikan hasil (immediate impact) terhadap penurunan kesakitan.

Menurut H.L. Blum di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang sudah

maju, lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan, dan

berturut-turut disusul oleh perilaku, memberikan andil nomor dua, pelayanan

kesehatan, dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap suatu

kesehatan (Notoatmodjo,2002).

(48)

Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap status kesehatan

di negara-negara berkembang terutama di Indonesia, belum ada penelitiannya. Bila

dilakukan penelitian, mungkin perilaku mempunyai kontribusi yang lebih besar. Hasil

penelitian yang dilaksanakan di Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur tentang status

gizi anak balita menggunakan analisis stepwise, terbukti variabel perilaku merupakan

yang penting. Meskipun variabel ekonomi di sini belum mewakili seluruh variabel

lingkungan, tetapi paling tidak pengaruh perilaku lebih besar daripada variabel lain.

Selanjutnya Green dan Marshall (2005) menjelaskan bahwa perilaku itu

dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni : faktor-faktor

predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factor)

dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factor). Oleh sebab

itu, pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan

kepada ketiga faktor pokok tersebut.

Faktor predisposisi adalah faktor yang dapat mempermudah atau

mempredisposisikan terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat.

Beberapa komponen yang termasuk faktor predisposisi yang berhubungan langsung

dengan perilaku, antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan

menyadari kemampuan dan keperluan seseorang atau masyarakat terhadap apa yang

dilakukannya. Hal ini berkaitan dengan motivasi dari individu atau kelompok untuk

melakukan sesuatu tindakan (Green dan Marshall, 2005).

(49)

Sebagai contoh perilaku ibu untuk memeriksakan kehamilannya akan lebih

baik, jika ibu tahu apa manfaat periksa kehamilan, tahu siapa dan di mana periksa

hamil tersebut dilakukan. Demikian pula, perilaku tersebut akan dipermudah jika ibu

yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif terhadap periksa hamil.

Kepercayaan, tradisi, sistem, nilai di masyarakat setempat juga dapat mempermudah

(positif) atau mempersulit (negatif) perilaku seseorang. Kepercayaan bahwa orang

hamil tidak boleh keluar rumah, dengan sendirinya akan menghambat perilaku

periksa hamil (negatif). Tetapi kepercayaan bahwa orang hamil harus banyak jalan

mungkin merupakan faktor positif bagi perilaku ibu hamil tersebut (Notoatmodjo,

2005).

Pada umumnya, faktor enabling memudahkan penampilan seseorang atau

masyarakat untuk melakukan suatu tindakan. Faktor ini meliputi sumber-sumber daya

pelayanan kesehatan dan masyarakat yaitu ketersediaan, kemudahan, dan

kesanggupan. Termasuk juga keadaan fasilitas orang untuk bertindak seperti

ketersediaan transportasi atau ketersediaan program kesehatan. Faktor enabling juga

meliputi keterampilan orang, organisasi, atau masyarakat untuk melaksanakan

perubahan perilaku (Green dan. Marshall, 2005).

Faktor enabling menjadi target langsung dari organisasi masyarakat atau

perkembangan organisasi dan intervensi training dalam suatu program dan terdiri

dari sumber daya dan keahlian baru yang diperlukan untuk melakukan tindakan

kesehatan dan tindakan kemasyarakatan yang diperlukan untuk mengubah

lingkungan. Sumber daya meliputi organisasi, individu dan kemudahan dari fasilitas

(50)

pelayanan kesehatan, sekolah dan klinik. Keahlian kesehatan per orangan seperti

pendidikan kesehatan sekolah, merupakan tindakan kesehatan khusus. Keahlian

dalam rnempengaruhi masyarakat, digunakan untuk tindakan sosial dan perubahan

masyarakat dalam melakukan tindakan kesehatan (Green dan Marshall, 2005).

Menurut Notoatmodjo (2005), faktor enabling adalah faktor pemungkin atau

pendukung seperti fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang

memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sebagai contoh, untuk

terjadinya perilaku ibu periksa hamil, maka diperlukan bidan atau dokter, fasilitas

periksa hamil seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik, Posyandu, dan sebagainya.

Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih

diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku

tersebut.

Faktor reinforcing adalah konsekuensi dari determinan perilaku, dengan

adanya umpan balik (feedback) dan dukungan sosial. Faktor reinforcing meliputi

dukungan sosial, pengaruh dan informasi serta feedback oleh tenaga kesehatan.

Dalam pengembangan program kesehatan, sumber daya yang mendukung sangat

tergantung pada tujuan dan jenis program. Dalam program kesehatan kerja, sumber

daya manusia adalah pekerja, supervisor, pemimpin; dan anggota keluarganya dapat

menjadi penguat program. Dalam perencanaan perawatan pasien, sebagai penguat

(reinforcement) adalah perawat pasien, dan anggota keluarganya (Green dan Marshall

2005).

(51)

Reinforcing dapat positif atau negatif, tergantung dari sikap dan perilaku

orang di dalam lingkungannya. Sebagai contoh, dalam program kesehatan sekolah

yang menjadi penguat adalah guru, administrasi sekolah, orang tua murid, dan

sekoalah-sekolah yang sama, yang dapat saling mempengaruhi (Green dan Marshall,

2005).

Pendapat Blum dan Green dapat dimodifikasi sebagai berikut :

Keturunan

Pelayanan Status

Lingkungan

Kesehatan Kesehatan

Perilaku

Gambar 1: Skema Modifikasi Teori Blum dan Green Predisposing Factors

(pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai dan sebagainya)

Enabling Factors

(ketersediaan sumber-sumber/fasilitas)

Reinforcing Factors

(sikap dan perilaku petugas)

Israwati : Perilaku Kader Dalam Pelaksanaan Posyandu Untuk Memantau Pertumbuhan Balita di Kabupaten..., 2007 USU e-Repository © 2008

(52)

Dari skema tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, peranan

pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku, sehingga perilaku

individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Dengan

perkataan lain pendidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk menyediakan kondisi

psikologis dari sasaran, agar mereka berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai-nilai

kesehatan.

2.4.2. Perilaku Kesehatan

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas

organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu

aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia mempunyai

bentangan yang sangat lugas, mencakup : berbicara, berjalan, bereaksi, berpakaian,

dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, persepsi dan emosi

juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat

dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tesebut baik

dapat diamati secara langsung atau tidak langsung.

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut

dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat

dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku

makhluk hidup, termasuk perilaku manusia. Heriditas atau faktor keturunan adalah

merupakan konsep dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk itu untuk

selanjutnya. Di sisi lain, lingkungan adalah merupakan kondisi atau lahan untuk

(53)

perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor

tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning

process).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons

dan stimulus atau. peransangan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif

(pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata).

Adapun stimulus atau ransangan di sini terdiri 4 (empat) unsur pokok, yakni sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan.

2.5. Landasan Teori

Perilaku kader dalam melakukan kegiatan di posyandu sangat mempengaruhi

masalah kesehatan dan gizi yang terjadi di masyarakat. Perilaku kader posyandu

didukung oleh faktor determinan seperti faktor predisposisi, faktor enabling dan

faktor reinforcing, seperti yang tertera pada Gambar 2.2

(54)

Faktor Predisposisi

- Umur

- Pendidikan - Pengetahuan

Faktor Reinforcing

- Pembinaan Petugas

Faktor Enabling

- Posyandu - Dacin

- Peranan Tokoh Masyarakat/Lurah

- KMS

- Sikap - Training

Lingkungan Pelayanan

Kesehatan

Tindakan/Perilaku

Status Kesehatan

Gambar 2.2. Konsep Teoritis Perilaku Kader Posyandu dan Faktor Determinan Perilaku Kader.

2.6. Kerangka Konsep dan Variabel penelitian

Variabel penelitian terbagi menjadi variabel independen dan variabel

dependen. Variabel independen adalah faktor predisposisi yaitu umur, pendidikan,

pengetahuan, sikap dan pelatihan, faktor enabling yaitu :keberadaan posyandu, dacin,

KMS, dan faktor reinforcing yaitu pembinaan, dan dukungan lurah terhadap

posyandu. Variabel dependen adalah perilaku kader yang berupa tindakan kader

dalam melakukan pemantauan pertumbuhan balita.

(55)

Gambar dari konsep penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada

Gambar 2.3

Faktor Predisposisi: • Umur

• Pendidikan

• Pengetahuan

• Sikap

• Training

Faktor Enabling • Posyandu

• Dacin

• KMS

Faktor Reinforcing : • Pembinaan Petugas

• Dukungan Lurah Terhadap Posyandu

Perilaku Kader

Gambar : 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk observasional dengan rancangan cross sectional

(potong lintang), yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor independen

dengan faktor dependen, yang diobservasi sekaligus pada saat yang sama, atau tiap

subjek hanya diobservasi satu kali saja.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung selama 8 (delapan) bulan dari Januari tahun 2007

sampai November 2007, dengan mengambil tempat di Puskesmas wilayah kerja

Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, karena daerah ini mempunyai masalah gizi

balita.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh kader yang ada di Kabupaten Bireuen yang masih

aktif dalam pelaksanaan kegiatan posyandu. Jumlah populasi ada sekitar 1365 orang.

Gambar

Tabel 4.16 Hasil Analisa Regresi Berganda ..................................................
Gambar 2.3 Kerangka Ko nsep Penelitian..........................................................
Tabel 2.1. Pelayanan dan Pelaksana Posyandu dengan Pola 5 (Lima) Meja
Gambar 1: Skema Modifikasi Teori Blum dan Green
+7

Referensi

Dokumen terkait

pendapatan asli daerah dan belanja tidak langsung terhadap kemiskinan. melalui pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali tahun

[r]

Public policy: Pengertian Pokok untuk Memahami dan Analisa Kebijakan Pemerintah , Surabaya: Airlangga University Press.. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, teori,

Studi Perbandingan Antara Metoda Neslerisasi Dengan Metoda Elektroda Selektif-Ion Untuk Penentuan Nitrogen-Amonia Di Dalam Air.. Cotton dan

As we have witnessed with respect to the scholars of the divine religions in the past, too, unfortunately, today, we see that certain researchers and scientists are still hiding

Perawat merupakan faktor yang mempunyai peran penting pada pengelolaan stres khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar

Maka berdasarkan pada uraian tersebut diketahui bahwa 7P atau bauran pemasaran, yaitu tujuh marketing mix antara sebelum dan setelah larangan parkir Toko Oleh-Oleh

transfer terknologi, maka dari itu muncul beberapa pertanyaan penelitan yaitu “Apakah Sekolah Lapang Kakao (SLK) yang dilaksankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat