• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Semantis Antaraklausa Dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Semantis Antaraklausa Dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN SEMANTIS ANTARAKLAUSA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK LANGKAT

DIKERJAKAN

O L E H

NAMA : M I R A N I NIM : 040702009

PROGAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

HUBUNGAN SEMANTIS ANTARAKLAUSA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK LANGKAT

M I R A N I 040702009

Diketahui/ Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Baharuddin, M.Hum. Drs. Warisman Sinaga , M.Hum.

NIP. 19600107 198803 1007 NIP . 19620716 198803 1002

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH Ketua,

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapakan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Hubungan Semantis Antaraklausa Dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat “ sebagai tugas akhir dalam menempuh pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Departemen Sastra Daerah, Program

Studi Bahasa dan Sastra Melayu.

Selama penulis menempuh pendidikan,banyak hal yang melintang

yang penulis hadapi, namun karena motivasi yang besar, akhirnya penulis

sampai juga pada akhir pendidikan dan skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Meskipun skripsi ini belum sempurna, namun penulis yakin dan berharap.

skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa

Bahasa dan Sastra Daerah.

Untuk memudahkan pemahaman isi skripsi ini, penulis membaginya

atas lima bab. Bab pertama merupakan pendahuluan mencakup latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian,dan anggapan dasar. Bab kedua adalah kepustakaan yang

relevan,dan yang dibagi atas teori yang digunakan. Bab ketiga adalah

metode penelitian, metode dasar, lokasi sumber data penelitian, instrumen

(4)

mengenai pembahasan yang membicarakan tentang berbagai bentuk

hubungan semantis antarklausa. Bab kelima merupakan kesimpulan dan

saran, yaitu ringkasan tentang uraian yang telah dibicarakan pada bab

pembahasan dan saran-saran kepada pembaca.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan

masih banyak kekurangannya karena mengingat waktu dan kemampuan

penulis yang sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran, semoga apa yang telah diuraikan dalam skripsi ini berguna bagi

kita semua. Amin.

Penulis

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ucapakan pertama sekali sebagai tanda terima kasih atas

selesainya skripsi ini selain ucapan puji dan syukur kepada Ilahi Robbi

Yang Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana dan menguasai jagat raya, yang

menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di permukaan

bumi ini. Selanjutkan shalawat teriring salam penulis panjatkan kepada

junjungan nabi besar Muhammad SAW kekasih Allah yang telah

meninggikan derajat manusia dengan mengangkatnya dari lembah kejahilan

kepada alam ilmu.

Kemudian, ucapan terima kasih di tujukan kepada orang-orang yang

telah banyak membantu penulis, memberikan pengarahan,

dorongan,semangat, bimbingan, bantuan maupun saran yang penulis terima

dari semua pihak, sehingga tiap kesulitan yang dihadapi dapat diatasi.

Pada kesempatan ini dengan keikhlasan hati penulis mengucapakan

terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Yang teristimewa dalam diri penulis ayahanda Harmen Hamdan

dan ibunda Hj.Sumiarsy tercinta, yang selalu memberikan doa,

cinta, kasih sayang, perhatian, bimbingan, serta tidak pernah

mengeluh dalam membiayai pendidikan penulis.

(6)

Aryati Harmen, Moch.Dandyacob Harmen, yang telah

memberikan semangat, dan kalian selalu memberikan keceriaan.

2. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A.,Ph.D. selaku Dekan Fakultas

Sastra USU,Pembantu Dekan I,Pembantu Dekan II,Pembantu

Dekan III, serta seluruh staf dan pegawai di jajaran Fakultas

Sastra USU.

3. Bapak Drs. Baharuddin, M.Hum selaku Ketua Departemen Sastra

Daerah dan sekaligus dosen pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan demi selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku Sekretaris

Departemen Sastra Daerah dan dosen pembimbing II, serta

penasihat akademik penulis, juga telah banyak membantu,

mengarahkan, dan membimbing penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Ka Vivi yang banyak membantu penulis dalam menyiapkan

proses administrasi di Departemen Sastra Daerah.

6. Pak Jamil, Theedy Bear, Rulia pardede, Omah,yang telah banyak

memberikan bantuan dan semangat kepada penulis.

7. Sahabat-sahabat penulis : Segenap kawan-kawan ’04,

abang-abang dan kakak-kakak serta adik-adik stambuk

’02,’03,’05,’06,’07,’08 yang tidak bisa penulis sebutkan satu

(7)

dorongan, penulis berharap agar persahabatan kita ini tetap

terjaga.

8. Nadila 08 so thank u beuh!, Mr.Hidayad Ss, Yanfauzi

Siba,....makasi y bebs..

9. Buat Teman aku yang baik ”Herry Gumaza”, terima kasih atas

nasihat juga perhatiannya, sekali lagi I don’t know how to say

thank you for him, because he always help me until the thesis

finish.

Semoga segenap perhatian, dukungan dan bantuan yang telah

diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Sekali lagi penulis ucapkan

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian... 9

1.5 Anggapan Dasar ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Kepustakaan yang Relevan... 11

2.2 Teori Yang digunakan ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Metodelogi Penelitian ... 20

3.2 Metode Dasar ... 20

3.3 Lokasi dan Sumber Data Penelitian dan Instrumen Penelitian ... 23

3.4 Metode Pengumpulan Data... 24

3.5 Metode Analisa Data ... 25

BAB IV PEMBAHASAN ... 28

4.1 Kalimat Luas Setara... 31

4.2.1 Makna Penambahan... 31

(9)

4.2.3 Makna Pemilihan... 34

4.2.4 Makna Penegasan ... 35

4.2.5 Makna Pengurutan... 36

4.2 Kalimat Luas Bertingkat... 37

4.2.1 Hubungan Makna Sebab... 38

4.2.2 Hubungan Makna Akibat... 40

4.2.3 Hubungan Makna Syarat ... 41

4.2.4 Hubungan Makna Tujuan ... 43

4.2.5 Hubungan Makna Waktu ... 45

4.2.5.1 Batasan Waktu Permulaan... 45

4.2.5.2 Kesamaan Waktu ... 46

4.2.5.3 Urutan Waktu... 48

4.2.5.4 Batasan Waktu Akhir... 49

4.2.6 Hubungan Makna Konsesif ... 50

4.2.7 Hubungan Makna Perkecualian... 52

4.2.8 Hubungan Makna Perbandingan... 53

4.2.9 Hubungan Makna Kegunaan ... 55

4.2.10 Hubungan Makna Komplementasi ... 56

4.2.11 Hubungan Makna Atribut ... 58

4.2.12 Hubungan Makna Pengandaian ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN... 61

Kesimpulan ... 61

Saran... 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN : Daftar Informan Data Penelitian Daftar Istilah

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai antar anggota

masyarakat yang mutlak diperlukan untuk menyampaikan buah

pikiran, perasaan, keinginan, dan perbuatan-perbuatan yang dapat

dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Tanpa bahasa

masyarakat tidak mungkin dapat berkembang. Maka dari itu, bahasa

perlu dibina dan dilestarikan.

Bahasa juga adalah merupakan alat yang mempunyai peranan

penting bagi kehidupan manusia. Karena itu, bahasa sangat erat

hubungannya dengan pemikiran manusia. Sesuai dengan kodrat

manusia, bahasa berkembang sesuai dengan lingkungan yang

dihadapinya sehingga perkembangan bahasa juga ikut serta di

dalamnya. Sebagai bukti nyata dapat kita lihat di dalam dunia ilmu

pengetahuan, perkembangan tidak mungkin di terapkan tanpa bahasa.

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang dipakai oleh bangsa

Indonesia. Sesuai dengan yang tertulis di dalam Undang-Undang

Dasar 1945 pasal 36 Bab XV ayat 1, yang menyatakan bahwa, bahasa

negara adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dalam

(11)

keragaman etnis bangsa Indonesia yang terdiri atas beratus-ratus suku

bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat dari budayanya

sendiri ( Pally, 1985:26 ). Salah satu sub-budaya daerah adalah bahasa

daerah yang merupakan investasi kesukuan dan kebangsaan yang tidak

terhitung nilainya. Kekayaan bahasa daerah sekaligus merupakan

kekayaan budaya nasional, sebab bahasa daerah merupakan sumber

memperkaya bahasa nasional.

Keanekaragaman bahasa yang kita miliki menyebabkan bahasa

Indonesia menjadi bahasa yang kaya dengan kosa kata. Adanya

berbagai macam bahasa di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini

tidak memicu terjadinya perpecahan, hal ini dikarenakan adanya

bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia yang menjadi kebudayaan

bangsa yang dapat dibanggakan.

Terdapat kurang lebih 420 jenis bahasa daerah yang tumbuh dan

terus berkembang di Indonesia. Tiap-tiap suku memiliki bahasa daerah

masing-masing sekaligus sebagai lambang identitas daerah (Halim,

1984: 14).

Sebagai upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah

yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia, perlu diadakan

pengkajian khusus tentang perkembangan kata-kata yang berasal dari

bahasa daerah. Data dapat diperoleh dari bahasa di setiap daerah yang

(12)

memperkaya perbendaharaan kata-kata satu bahasa daerah yang ada di

Indonesia.

Usaha pengembangan, pembinaan, dan pelestarian bahasa

diharapkan dapat dilakukan dengan sungguh-sungguh secara

sistematis dan terarah. Hal tersebut harus sejalan dengan usaha

peningkatan pengetahuan mengenai bahasa daerah tersebut. Salah satu

cara merealisasikannya adalah melalui penelitian yang efektif tentang

berbagai aspek kebahasaan daerah tersebut.

Dalam buku Politik Bahasa Nasional 1 (Halim, 1984: 22),

menekankan perlunya bahasa daerah dalam rangka pengembangan

bahasa nasional, yakni:

1. Bahasa daerah tetap dibina dan dipelihara oleh masyarakat

pemakainya, yang merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

2. Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya dapat dimanfaatkan

untuk pengembangan bahasa nasional serta untuk pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa itu sendiri.

3. Bahasa daerah berbeda dalam struktur kebahasaannya, tetapi

juga berbeda jumlah penutur aslinya.

4. Bahasa-bahasa daerah pada kesempatan tertentu dipakai sebagai

alat penghubung baik lisan maupun tulisan sedangkan daerah tertentu ada yang hanya dipakai secara lisan.

Bahasa Indonesia yang dipakai selama ini berasal dari bahasa

Melayu yang sudah mengalami perkembangan pesat, terutama

sesudah diresmikan menjadi bahasa nasional dan bahasa persatuan.

Bahasa Melayu menjadi bahasa perantara selama berabad-abad

(13)

Melayu memperoleh kedudukan sebagai bahasa pengantar dan

bahasa politik oleh kerajaan-kerajaan di nusantara.

Bahasa Melayu dialek Langkat adalah salah satu bahasa daerah

Melayu yang ada di wilayah Melayu Tanjung Pura. Bahasa Melayu

Dialek Langkat mempunyai hak yang sama untuk mendapat

pembinaan karena kedudukan dan fungsi bahasa tersebut masih layak

untuk digunakan.

1. Pada akhir suku kata yang mempunyai fonem /a/ dalam bahasa

Indonesia akan berubah menjadi /e/ dalam bahasa Melayu Dialek

Langkat.

Contoh:

Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat

bunga bungE

buaya buayE

celana celanE

rusa rusE

baca bacE

sama samE

rasa rasE

cerita ceRitE

(14)

2. Pada beberapa suku kata yang mempunyai fonem /i/ dalam bahasa

Indonesia akan berubah menjadi fonem /e/ dalam bahasa Melayu

Dialek Langkat.

Contoh:

Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat

air aER

piring piREng

sakit sakEt

main maEn

lusin lusEn

cicit cicEt

ringkik RingkEk

tinggi tinggE

3. Fonem /r/ dalam bahasa Indonesia berbunyi biasa, tetapi dalam

bahasa Melayu Dialek Langkat berubah menjadi r Uvular /R/.

Contoh:

Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat

karang kaRang

kerang kERang

sarang saRang

suara suaRE

(15)

turun tuRun

kirim kiRim

tari taRi

dorong doRong

darat daRat

4. Pada beberapa suku kata yang mempunyai fonem /h/ dalam bahasa

Indonesia, maka dalam bahasa Melayu dialek Langkat fonem

tersebut akan hilang.

Contoh:

Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat

hujan ujan

jahit jaEt

hancur ancuR

hitam itam

halau alau

putih putE

didih didE

Bahasa Melayu Dialek Langkat pada hakikatnya sama dengan

bahasa-bahasa yang lain yaitu mempunyai unsur-unsur kebahasaan.

(16)

bahasa yang bidangnya disebut fonologi, struktur kata yang bidangnya

disebut morfologi, struktur antar kata dalam kalimat yang disebut

sintaksis, masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik.

Morfologi dan sintaksis bersama-sama biasanya disebut tata bahasa,

tata bahasa menyangkut kata, struktur internal di dalamnya atau

morfologi dan struktur antar kata yang namanya sintaksis. Hal di atas

dalam bahasa Melayu dialek Langkat belum banyak dilakukan. Untuk

itu penulis memberanikan diri mencoba untuk mengangkat sebagian

unsur dari sintaksis yaitu klausa, sebab klausa akan selalu terdapat

dalam komunikasi sehari-hari.

Bahasa Melayu dialek Langkat belum banyak diungkap, belum

dideskripsikan secara tuntas. Penelitian bahasa Melayu dialek

Langkat masih belum banyak dilakukan jika dibandingkan dengan

penelitian bahasa-bahasa daerah lain, seperti bahasa Minangkabau,

bahasa Batak, bahasa Sunda, dan bahasa Jawa. Oleh karena itu,

berbagai macam penelitian bahasa Melayu dialek Langkat perlu

diadakan, khususnya hubungan semantis antarklausa dalam bahasa

Melayu yang terdapat dalam bahasa Melayu dialek Langkat.

Berdasarkan hal di atas penulis memilih judul “Hubungan

Semantis Antar klausa dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat”. Karena dalam pengamatan hubungan semantis antar klausa ada dalam

(17)

belum ada diteliti dan penulis merasa perlu mengadakan penelitian

terhadap hubungan semantis antara klausa dalam bahasa Melayu

Dialek Langkat tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah sebenarnya merupakan batasan – batasan

dari ruang lingkup topik yang diteliti. Suatu perumusan masalah

dilakukan karena adanya suatu permasalahan. Agar tidak terjadi

pembahasan yang terlalu luas dalam hubungan antara klausa dalam

bahasa Melayu dialek Langkat ini maka diperlukan suatu perumusan

masalah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah yang akan

dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk klausa dalam bahasa Melayu Dialek

Langkat.

2. Bagaimana Hubungan Semantis antar klausa dalam bahasa

Melayu Dialek Langkat.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas,

(18)

1. Bentuk-bentuk klausa dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat.

2. Mengetahui Hubungan Semantis antar klausa dalam bahasa

Melayu dialek Langkat.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang hubungan semantis antar klausa dalam

bahasa Melayu Dialek Langkat ini diharapkan dapat memberikan

manfaat dalam upaya melestarikan dan pengembangan pengetahuan

bagi masyarakat pada umumnya.

Lebih khusus manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan terhadap

bahasa Melayu Dialek Langkat.

2. Menambah wawasan pengetahuan dan informasi tentang

bahasa nusantara khususnya bahasa Melayu Dialek Langkat.

3. Menambah bahan bacaan dan kepustakaan di Departemen

Sastra Daerah, khususnya Program Studi Bahasa dan Sastra

Melayu, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

4. Melengkapi salah satu syarat ujian dalam menempuh sarjana

(19)

1.5 Anggapan Dasar

Anggapan dasar ini merupakan titik tolak pemikiran untuk

penyelidikan tertentu yang sebenarnya dapat diterima tanpa perlu

dibuktikan lagi (Syah, 1993 : 17). Penelitian ini didasarkan pada

suatu landasan pemikiran tertentu yang akan memberikan arah pada

pengumpulan data. Landasan pemikiran ini disebut sebagai anggapan

dasar dari suatu penelitian yang dapat diterima kebenarannya dan

tidak perlu dibuktikan lagi.

Dalam hal ini penulis menganggap bahwa dalam bahasa Melayu

Dialek Langkat akan dijumpai hubungan semantis antar klausa yang

mempunyai bentuk khusus yang berbeda dengan bahasa Indonesia.

Anggapan dasar di atas digunakan untuk membantu penulis dalam

penelitian hubungan semantis antar klausa dalam bahasa Melayu

Dialek Langkat ini dimulai dari mengolah data hingga

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan

mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil

penelitiannya disertai data-data yang kuat serta buku – buku acuan

yang relevan dengan objek yang diteliti. Untuk dapat mempertahankan

hasil dari suatu karya ilmiah, seorang penulis akan lebih mudah

mempertanggungjawabkannya dengan menyertakan data-data yang

kuat serta buku-buku acuan yang relevan atau yang ada hubungannya

dengan apa yang diteliti.

Penelitian ini didukung referensi yang sesuai seperti buku Tata

Bahasa Baku Bahasa Indonesia, karangan Hasan Alwi, ditambah

beberapa buku pendukung lainnya seperti Sintaksis, dan Ilmu Bahasa

Indonesia Sintaksis, karangan Ramlan.

Sesuai dengan judul yang penulis bicarakan yakni hubungan

semantis antar klausa dalam bahasa Melayu Dialek Langkat, tentunya

tidak terlepas dengan apa yang disebut dengan kata dan kalimat.

Namun terlebih dahulu penulis uraikan mengenai pengertian klausa,

(21)

Bloomfield (1999:22) mengatakan, “Klausa adalah satuan

sintaksis berupa tuntunan kata-kata berkonstruksi predikatif artinya,

didalam konstruksi itu ada komponen berupa kata, yang berfungsi

sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan

keterangan.”

Tarigan (1986:10) mengatakan, ”Klausa adalah satuan

gramatikal yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat.”

Keraf (1994:181) mengatakan, ”Klausa adalah suatu konstruksi

yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata, yang mengandung

hubungan fungsional subjek,predikat, dan secara fakultatif dapat

diperluas dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan

keterangan-keterangan lain.”

Kridalaksana (1986:24) mengatakan, ”klausa adalah satuan

gramatikal yang berupa kelompok kata sekurang-kurangnya terdiri

dari atas subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi

kalimat.”

Ramlan (1987:89) mengatakan, ”klausa adalah subjek,prediket

(O) (PEL)(KET). tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak

dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh tidak

(22)

Chaer (2003:36) mengatakan, ”klausa adalah satuan gramatikal

yang berupa kelompok kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek

dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat.”

Samsuri (1982:58) mengatakan, ”klausa adalah satuan gramatik

yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap,

keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat.”

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:513) tertulis, ”klausa

adalah kalimat tunggal mandiri, menjadi bagian klausa lain atau

bagian dr kalimat majemuk bertingkat; transitif klausa yg verbanya

selalu disertai objek.”

Cahyono (1995:227) mengatakan, ”klausa adalah ilmu yang

mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat.”

Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu biasa

juga tidak muncul misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa

Indonesia lisan tidak resmi.

Contoh :

’ Kau nak memanggil siapE? ’

Kamu memanggil siapa?

‘ Teman satu kampus ‘

(23)

Contoh pada bahasa tidak resmi :

’ SayE telat la! ’

Saya telat! Æ P-nya dihilangkan.

Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa

bukan kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara

itu kalimat sudah mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan

adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan

bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai

P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.(www.google.com)

2.2 Teori yang Digunakan

Setiap penelitian selalu menggunakan teori yang sesuai dengan

penulisan tersebut. Penelitian akan lebih praktis metode kerjanya

apabila teori yang digunakan mempunyai hubungan langsung dengan

penelitian yang diadakan.

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam

bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang

penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori

diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat

menjadi penuntun kerja bagi penulis.

Penelitian ini menggunakan teori deskriptif analisis. Teori ini

(24)

memberikan, menjelaskan, dan memprediksikan fenomena bahasa

yang akan diteliti.(www.google.com)

Dalam buku sintaksis dan hubungan makna antara klausa yang

satu dengan klausa lainnya dalam kalimat luas bertingkat karangan

Ramlan ( 1987: 59 ) mengatakan, bahwa hubungan makna antara

klausa terdiri dari kalimat setara dan kalimat luas bertingkat. dalam

kalimat luas bertingkat terdapat juga hubungan makna yang timbul

sebagai akibat pertemuan antara klausa yang satu dengan yang

lainnya, baik antara klausa inti dengan klausa bawahan. Penggabungan

dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan

makna, dari penelitian yang dilakukan diperoleh 13 hubungan makna

yang antara lain, yaitu :

1. Makna Sebab

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan makna sebab dibentuk dari dua buah klausa yang

digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata

penghubung karena, sebab dan maka (Cahyono, 1995:186).

2. Makna Akibat

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan makna akibat dibentuk dari dua buah klausa yang

digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata

(25)

3. Makna Syarat

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan makna syarat dibentuk dari dua buah klausa yang

digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata

penghubung kalau, jika, dan asal (Ramlan, 1987:77).

4. Makna Tujuan

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan makna ’tujuan’ dibentuk dari dua buah klausa yang

digabung menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata

penghubung agar, supaya, dan untuk (Cahyono,1995:189).

5. Makna Waktu

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan makna waktu berlangsungnya sesuatu peristiwa dibentuk

dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat,

biasanya dengan bantuan kata penghubung ketika, sesudah, sebelum

dan sejak (Cahyono,1995:190).

6. Makna Kosesif

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan makna kesungguhan dibentuk dari dua buah yang

(26)

bantuan kata penghubung meskipun, biarpun, atau sungguhpun.

Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu peristiwa

atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat

menyatakan peristiwa atau kondisi yang bertentangan untuk terjadinya

peristiwa pada klausa pertama (Ramlan,1987:88).

7. Makna Perkecualian

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan suatu perkecualian, maksudnya menyatakan sesuatu yang

dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa inti. Kata

penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini

secara jelas ialah kata kecuali dan selain. (Cahyono,1995:133).

8. Makna Perbandingan

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-kluasanya

menyatakan perbandingan dibentuk dari dua buah klausa, biasanya

dengan bantuan kata penghubung seperti dan bagai

(Cahyono,1995:192).

9. Makna Kegunaan

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan kegunaan kata penghubung yang digunakan untuk

menandai hubungan makna ini secara jelas ialah kata untuk, guna, dan

(27)

10. Makna Komplementasi (Isi)

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan apa yang dikatakan, dipikirkan, didengar, di sadari, di

yakini, diketahui, di nyatakan, dengan kata singkat dapat dikatakan

bahwa klausa bawahan merupakan isi klausa inti. secara jelas

hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung bahwa

(Ramlan,1987:89)

11. Makna Atribut (Penerang)

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan sesuatu yang diharapkan, ialah dengan terlaksananya atau

dikerjakannya apa yang tersebut pada klausa inti diharapkan akan

terlaksana atau dikerjakan pula apa yang tersebut pada klausa

bawahan. secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata-kata

penghubung agar, supaya, agar supaya, dan biar (Ramlan,1987:72).

12. Makna Pengandaian

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan suatu andaian, suatu syarat yang tidak mungkin

terlaksana bagi klausa inti sehingga apa yang dinyatakan oleh klausa

(28)

kata-kata penghubung andaikan, andaikata, seandainya, sekiranya, dan

seumpama (Ramlan,1987:74).

13. Makna Cara

Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan bagaimana perbuatan yang disebutkan dalam klausa inti

itu dilakukan atau bagaimana peristiwa yang disebutkan dalam klausa

inti itu terjadi. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai

hubungan makna ini secara jelas ialah kata dengan, tanpa, seraya dan

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

Metodologi berasal dari kata Metode dan logos. Metode artinya

cara tepat untuk melakukan sesuatu : Logos artinya ilmu atau

pengetahuan. Jadi,Metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan (

Narbuko, 1997 : 1 ).

Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari,

mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai dengan menyusun

laporan ( Narbuko,1997 : 2). Jadi, Metode penelitian adalah ilmu

mengenai jalan yang melewati untuk mencapai pemahaman ( Narbuko,

1997 : 3 ).

Untuk penulisan sebuah karya ilmiah, harus dilandasi oleh

sebuah metode yang tepat karena metode tersebut sangat membantu

penulis dalam menyelesaikan permasalahan.

3.2. Metode Dasar

Metode dasar yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif sinkronis sebagaimana yang diterapkan dalam

(30)

jalan mengumpulkan bahan-bahan di lapangan tanpa intervensi.

Setelah itu baru dilakukan tabulasi dan kajian kebahasaan berdasarkan

bahan atau data yang terkumpul dengan cara seobjektif mungkin.

Metode deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk

menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan

data-data dan juga menyajikan data-data dan menginterpretasi data-data (Narbuko,

1997 : 5)

Metode deskriptif lebih menandai terhadap adanya (dan tidak

adanya) pengguna bahasa daripada menandai cara penanganan bahasa

tahap demi tahap, langkah demi langkah (Sudaryanto, 1986 : 62).

Metode dapat bermanfaat (untuk mewujudkan tujuan kegiatan

ilmiah linguistik) haruslah digunakan dalam pelaksanaan yang

kongkret. Untuk itu, metode sebagai cara kerja haruslah dijabarkan

sesuai dengan alat dan sifat alat yang dipakai (Sudarsono, 1986 : 26).

Metode linguistik yang baik haruslah sesuai dengan sifat

objeknya (yaitu bahasa), maka teorilah yang memberitahuakan

mengenai sifat itu misalnya bahasa itu di samping bersifat linier juga

bersifat arbiter dan konvensional, satuan lingualnya kecuali

berhubungan secara struktural juga berhubungan secara sistemik, dan

sebagainya sehingga memungkinkan metode tertentu yang satu dapat

digunakan sebaik-baiknya dan metode tertentu yang lain justru

(31)

3.3 Lokasi, Sumber Data dan Instrumen Penelitian

Lokasi penelitian tentang hubungan semantis antarklausa dalam

bahasa Melayu dialek Langkat ini adalah Desa Pulau Banyak,

Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Lokasi ini merupakan

daerah penutur bahasa Melayu Dialek Langkat

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data itu

diperoleh (Arikunto, 1996:114). Artinya, jika peneliti menggunakan

metode wawancara dengan pengumpulan datanya, maka subjeknya

responden dan apabila menggunakan metode observasi dalam

pengumpulan datanya, maka subjeknya berupa benda atau tempat.

Sumber data penulis adalah informan yang memenuhi syarat

yang ditentukan. Kriteria informan terpilih menurut (Mahsun, 1995 :

21-22), adalah:

a. Berjenis kelamin pria atau wanita.

b. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun).

c. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan

di desa tersebut serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.

d. Berpendidikan (minimal tamatan SD dan Sederajat).

e. Berstatus social menengah (tidak rendah atau tidak

tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya.

f. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan dan masarakat

isoleknya.

g. Pekerjaannnya bertani atau buruh.

h. Dapat berbahasa Indonesia.

i. Sehat jasmani dan rohani. Sehat jasmani maksudnya tidak

(32)

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh si

peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya akan lebih baik, dalam arti yang lebih lengkap dan sistematis

sehingga data lebih mudah diolah. Instrumen yang digunakan untuk

mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah alat

perekam suara (tape recorder) alat tulis, dan daftar pertanyaan

(kuesioner).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah :

1. Metode kepustakaan

penulis melakukan penelitian dengan mencari data dari buku

buku yang berhubungan dengan penulisan sebagai bahan acuan dari

berbagai referensi. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan

dasar-dasar teori yang yang akan dipakai dan untuk mengkaji hasil

penelitian atau informasi yang mendukung penelitian.

2. Metode observasi

penulis turun langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan

pengamatan terhadap tempat, dan peran pemakai bahasa serta perilaku

(33)

3. Metode wawancara

Data penelitian ini adalah data lisan dan tulisan. Data tulisan

diperoleh dengan menggunakan metode simak (Sudaryanto, 1993:13)

yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode ini

dikembangkan teknik sadap, yaitu meninjau dan mempelajari secara

langsung kata-kata yang diperoleh dari studi pustaka. Selanjutnya

digunakan teknik catat dengan mencatat data-data tulis yang diperoleh

dari bahan pustaka yang digunakan.

Data lisan diperoleh dari informan yang menggunakan bahasa

Melayu Dialek Langkat di Desa Pulau Banyak. Pengumpulan data

lisan dilakukan dengan metode cakap, yaitu percakapan antara peneliti

dengan penutur sebagai narasumber. Teknik dasar yang digunakan

adalah teknik pancing, yaitu peneliti berusaha memancing seseorang

atau beberapa orang untuk berbicara. Selanjutnya, digunakan teknik

cakap semuka, yaitu percakapan langsung dengan tatap muka antara

peneliti dengan informan.

Teknik ini dilanjuktan dengan teknik rekam dan teknik catat,

yaitu dengan merekam dan mencatat data lisan yang diperoleh dari

informan. penulis melakukan wawancara kepada para penutur yang

dianggap memenuhi syarat sebagai informan untuk dapat

mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik

(34)

dicatat. Selama itu juga perekaman dilakukan untuk kepentingan

pengecekan kembali.

4. Metode Kuesioner atau Daftar Pertanyaan

kuesioner yang dibagikan berisikan kosakata dasar yang akan

ditanyakan kepada informan. Tahapan strategi metode pengumpulan

data itu berakhir dengan trankripsi dan tataan data yang sistematis dan

ditandai oleh transkripsi serta tertatanya data secara sistematis

(Sudaryanto, 1986 : 36).

3.5 Metode Analisis Data

Dalam metode analisis data penulis menggunakan metode

deskriptif.

Adapun ciri-ciri metode deskriptif adalah:

1. Memusatkan diri pada permasalahan-permasalahan yang ada

pada masa sekarang dan masalah aktual.

2. Data yang dikumpulkan lalu disusun, dijelaskan dan dianalisis.

(Surakhmad, 1994 : 140).

Metode deskriptif merupakan metode yang berusaha

memberikan gambaran objektif tentang struktur bahasa yang dianalisis

sesuai dengan pemakaian sebenarnya dari bahasa itu oleh masyarakat

bahasanya pada waktu sekarang dan tidak normative

(35)

diakronis (memperhitungkan perkembangan dan sejarah struktur

bahasa). Dengan demikian, analisis bahasa Melayu Dialek Langkat ini

akan berusaha memberikan gambaran objektif sesuai dengan keadaan

pemakaian bahasa Melayu Dialek Langkat sekarang.

Sehubungan dengan hal tersebut, Sudaryanto (1986:57)

mengemukakan tiga macam metode yang digunakan dalam

pelaksanaan penelitian bahasa, yaitu:

1. Mengumpulkan Data

Pada tahap pengumpulan data, dialakukan observasi untuk

menentukan dialek yang akan dijadiakn sample penelitian.

Tahap itu diikuti dengan pengumpulan teks tertulis yang

diperoleh dari penutur asli bahasa Melayu dialek Langkat.

Penulis menggunakan data lisan (wawancara) dan data tulis.

Teks tersebut ada yang ditulis.

2. Mengklasifikasikan Data

Dalam tahap mengklasifikasikan data dilakukan menurut

persamaan dan perbedaanya. Hasil penyusunan dan

pengklasifikasian berbentuk suatu sistem yang memudahkan

untuk menemukan kembali kata, dan Hubungan semantis

antarklausa pada konstruksi subordinatif dalam bahasa melayu

(36)

3. Menganalisis Data

Pada tahap menganalisis data, teks yang telah ditulis disusun

kembali dalam bentuk bagian kalimat, kemudian ditarik

komponen-komponennya yang berupa klausa. Jika komponen-

komponennya yang berupa klausa telah ditemukan, kata itu lalu

dianalisis, kemudian diamati keteraturannya. Dari konstruksi

kata tersebut dirumuskan pola-pola kaidahnya. Penulis akan

menganalisis data Hubungan semantis antar klausa pada

konstruksi subordinatif dalam bahasa dialek Langkat untuk

dapat menganalisis tipe, bentuk, ciri, fungsi, dan makna Klausa

tersebut.

Setelah data–data yang diperlukan terkumpul semua, maka

data–data yang diperlukan dalam penulisan diambil dan data–data

yang tidak diperlukan dibuang. Tahapan metode analisis data berakhir

dengan penemuan kaidah, betapapun sederhananya atau sedikitnya

kaidah itu, dan banyaknya kaidah yang ditemukan bukanlah menjadi

ukuran, karena kerumitan dan banyaknya kaidah tidak selalu menjadi

petunujuk baik kedalaman atau kehebatan telaah. Dengan demikian

dapat dikatakan pula ditemukannya kaidah itu merupakan wujud dari

(37)

BAB IV PEMBAHASAN

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau

tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya

kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis harus memiliki

S dan P Ditinjau dari panjang atau pendeknya, sebuah

sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi

panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau

keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat, atau pada

keduanya. (Ramlan, 1987:6) mengatakan, “Kalimat adalah satuan

gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada

akhir naik dan turun.”

Ditinjau dari pola-pola dasar yang dimilikinya, kalimat dapat

dibagi menjadi kalimat inti, kalimat luas, dan kalimat

transformasional. Tiap-tiap kalimat memiliki unsur inti yaitu

sekurang-kurangnya terdiri dari unsur Subjek dan Predikat. Jika salah

satu unsur inti tersebut diperluas maka kalimat tersebut menjadi

kalimat luas. Jadi, kalimat luas merupakan perluasan kalimat inti yang

penggunaannya biasanya sering mengalami kekeliruan dalam hal

(38)

Kalimat dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu kalimat

sederhana dan kalimat luas. Kalimat sederhana dibagi atas dua bagian,

yaitu kalimat yang tak berklausa dan kalimat yang berklausa satu.

Adapun kalimat luas adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau

lebih. Kalimat luas itu bermacam-macam. Macam-macam kalimat luas

terdiri atas kalimat luas setara dan kalimat luas tak bertingkat

(Alwi dkk, 1998).

Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar

yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.

a. Pola kalimat I = kata benda-kata kerja

Contoh:

(1) AdEk menangis. Anjing dipukul.

’Adik menangis. Anjing dipukul.’

Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”

b. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat

Contoh:

(2) Budak hendon. Gunong tinggi.

(39)

Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”

c. Pola kalimat III = kata benda-kata benda

Contoh:

(3) Abah pengaRang. cek Gu.

’Bapak pengarang. Paman Guru.’

Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat

ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti:

adalah, menjadi, merupakan.

d. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial

Contoh:

(4) Emak ke pasaR. abah daRi kantoR.

’Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.’

Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial

Suatu bentuk kalimat luas hasil penggabungan atau perluasan

kalimat tunggal sehingga membentuk satu pola kalimat baru di

(40)

4.1 Kalimat Luas Setara

Kalimat luas setara ialah struktur kalimat yang di dalamnya

terdapat sekurang-kurangnya dua kalimat dasar dan masing-masing

dapat berdiri sebagai kalimat tunggal disebut kalimat luas setara

(koordinatif). Kalimat berikut terdiri atas dua kalimat dasar.

Contoh :

(5) SayE datang. iE peRgi.

’Saya datang, dia pergi.’

Kalimat itu terdiri atas dua kalimat dasar yaitu saya datang dan

dia pergi. Jika kalimat dasar pertama ditiadakan, unsur dia pergi

masih dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mandiri. Demikian pula

sebaliknya. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama. Itulah

sebabnya kalimat itu disebut kalimat luas setara.

Pengabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas setara ini

memberikan makna yang menyatakan penggabungan :

4.1.1 Makna Penambahan

Kalimat luas serta setara yang hubungan antara

klausa-klausanya menyatakan makna penambahan dibentuk dari dua buah

klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai

(41)

dan ’dan’

Contoh :

(6) Selat sunda teRletak di antaRE Pulau SumatRa dengan

pulau dan selat Bali di antaRa pulau jawa dengan pulau

Bali.

‘Selat Sunda terletak antara Pulau Sumatera dengan Pulau

Jawa dan Selat Bali antara Pulau Jawa dengan Pulau

Bali.’

Kalau ada unsur yang sama dari klausa-klausa yang

digabungkan itu, maka unsur yang sama itu dapat disatukan, artinya

unsur yang sama itu hanya ditampilkan satu kali saja.

Contoh :

(7) AdEk belajar bahasE inggrEs, ida bahasE peRancis, dan

Siti bahasE jErman.

‘Adik belajar bahasa Inggris, Ida bahasa Perancis, dan Siti

bahasa Jerman.’

Predikat belajar pada klausa kedua dan ketiga dilesapkan; yang

(42)

4.1.2 Makna Pertentangan

Kalimat luas setara yang hubungan anatara klausa-klausanya

menyatakan makna pertentangan dibentuk dari dua buah klausa,

biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :

tapi ‘tetapi’

sedangkan ‘sedangkan’

Contoh :

(8) SayE ingin melanjutkan belajaR ke peRguRuan tinggi

tetapioRang tuE sayE tak mampu membiayainyE.

‘Saya ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi tetapi

orang tua Saya tidak mampu membiayainya.’

(9) Setahon yang kmaRen jalan ni beRsih dan mulos tetapi

Sekarang kotoR dan beRlobang-lobang.

‘Setahun yang lalu jalan ini bersih dan mulus tetapi

(43)

(10) Kami beRtigE mendiRikan kemah sedangkan mReka

beRduE menyiapkan makanan.

’Kami bertiga mendirikan kemah sedangkan mereka

berdua menyiapkan makanan.’

4.1.3 Makna Pemilihan

Kalimat luas setara yang hubungan antara klausa-klausanya

menyatakan makna ’pemilihan’ dibentuk dari dua buah klausa;

biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :

atau ’atau’

Contoh :

(11) BaRang-baRang pesanan tuan ni akan tuan ambEk

sendiRi, atau kami yang haRus mengantaRkannyE ke

alamat Tuan?

’Barang-barang pesanan Tuan ini akan Tuan ambil

sendiri, atau kami yang harus mengantarkannya ke

(44)

(12) Kau nak menuRuti nasehatku, atau kau dengaRkan sajE

apE katE binikmu?

’Kamu mau menuruti nasihatku, atau kau dengarkan saja

apa kata istrimu?’

(13) Kau haRos cepat beRangkat atau kitE tunggu dulu

kedetangan beliau?

’Kamu harus segera berangkat atau kita tunggu dulu

kedatangan beliau?’

4.1.4 Makna Penegasan

Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya

menyatakan makna ’penegasan’ dibentuk dari dua buah

klausa;biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :

bahkan ’bahkan’

mala ’malah’

apElagi ’apalagi’

(45)

Contoh :

(14) BaRang-baRang keRajinan daRi daERah ini suda

dipasaRkan di indonesia, bahkan telah jugE di ekspoR

ke negRi BelandE.

’Barang-barang kerajinan dari daerah itu sudah

dipasarkan di seluruh Indonesia, bahkan telah juga di

ekspor ke Negeri Belanda.’

(15) Pembangonan tak bolE kitE hentikan, bahkan haRos kitE

tingkatkan pelaksanaannyE.

’Pembangunan tidak boleh kita hentikan, bahkan harus

kita tingkatkan pelaksanaannya.’

(16) Budak-budak tu memang nakal la, apElagi kalok tak de

emaknyE.

’Anak-anak itu memang nakal, apalagi kalau tidak ada

ibunya.’

(17) DaeRah ni hawanyE sejok sangat, lagipulE

pemandangannya sElEntEn.

’Daerah ini hawanya dingin, lagipula pemandangannya

(46)

4.1.5 Makna Pengurutan

Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’pengurutan’ atau ’pengaturan’ dibentuk dari dua

buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung

lalu ’lalu’

kemudian ’kemudian’

Contoh :

(18) Kami tengok dulu ke kiRi dan ke kanan, lalu segeRa

beRlaRi menyebeRangi jalan yang RamE tu.

’Kami menoleh dulu ke kiri dan ke kanan, lalu segera

berlari menyeberangi jalan yang ramai itu.’

(19) Pak Tono siapkan pondok-pondok tempat tinggal,

kemudian baRulah mRekE menyiapkan lahan peRtanian.

’Pak Tono menyiapkan pondok-pondok tempat tinggal,

kemudian barulah mereka menyiapkan lahan pertanian.’

4.2. Kalimat Luas Bertingkat

Kalimat luas bertingkat ialah kalimat yang mengandung satu

(47)

kalimat dasar yang berfungsi sebagai pengisi salah satu unsur kalimat

inti itu misalnya keterangan, subjek, atau objek dapat disebut sebagai

kalimat luas bertingkat jika di antara kedua unsur itu digunakan

konjungtor. Konjungtor inilah yang membedakan struktur kalimat luas

bertingkat dari kalimat setara.

Kalimat luas bertingkat dibentuk dari dua buah klausa, yang

digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung

sebab, kalau, meskipun, dan sebagainya.

dalam kalimat luas terdapat juga hubungan makna yang timbul

sebagai pertemuan antara klausa yang satu dengan klausa yang

lainnya, baik antara klausa inti dengan klausa inti, maupun antara

klausa inti dengan klausa bawahan. Penggabungan dua buah klausa

menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan makna yang, antara

lain, menyatakan :

4.2.1 Hubungan Makna Sebab

Terdapat hubungan makna sebab apabila klausa bawahan

menyatakan sebab atau alasan terjadinya peristiwa atau dilakukannya

tindakan yang tersebut dalam klausa inti. hubungan makna ini secara

(48)

kaRna ’karena’

sebab ’sebab’

makE ’maka’

Klausa pertama (klausa bebas) sebagai induk kalimat

menyatakan sesuatu peristiwa yang terjadi sebagai akibat dari

terjadinya peristiwa pada klausa kedua (klausa yang tidak bebas) yang

menjadi anak kalimat pada kalimat bertingkat itu.

Contoh:

(20) BanjiR seRing melanda kota kami kaRna got-got

aiRnyE penoh dengan sampah dan kotoRan.

’Banjir sering melanda kota kami karena

saluran-saluran airnya penuh dengan sampah dan kotoran.’

(21) HaRga jual baRang-baRang ni teRpaksE dinaikkan

sebab biayE pRoduksi dan ongkos keJe jugE baEk.

’Harga jual barang-barang ini terpaksa dinaikkan sebab

biaya produksi dan ongkos kerja juga baik.’

Anak kalimat dan induk kalimat pada kalimat bertingkat ini

(49)

kalimat maka di muka induk kalimat dapat pula ditempatkan kata

penghubung maka

Contoh :

(22) KaRna tak pande beRenang, make akhirnyE iE teRseret

aRus.

’Karena tidak pandai berenang, maka akhirnya dia

terseret arus.’

4.2.2 Hubungan Makna Akibat

Terdapat hubungan makna akibat apabila klausa bawahan

menyatakan akibat dari apa yang dinyatakan pada klausa inti. secara

jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung sebagai

berikut :

hinggE ’hingga’

sehinggE ’sehingga’

sampE ’sampai’

(50)

Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya

sesuatu peristiwa yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pada

klausa kedua.

Contoh :

(23) Tukang copet tu dipukuli oRang Ramai sampE mukEnyE

babak beloR.

’Tukang copet itu dipukuli orang ramai sampai mukanya

babak belur.’

(24) IE sukE sekali beRjudi hinggE haRta bendanyE abEs dan

utangnyE menumpok.

’Dia suka sekali berjudi hingga harta bendanya habis dan

hutangnya menumpuk.’

(25) Penumpang kRetE api tu sesak sehinggE ntok meletakkan

sebelah kaki pun sukaR.

’Penumpang kereta api itu penuh sesak sehingga untuk

(51)

(26) Engkou seperti Mira sajE, makan siket sampe-sampe

kekasihnyE memintE bibi masak yang sedikEt sEdap nE.

’Engkau seperti Mira saja, makan sedikit sampai-sampai

kekasihnya meminta bibi memasak yang sedikit enak.’

4.2.3 Hubungan Makna Syarat

Hubungan Makna syarat terjadi dalam kalimat yang klausa

sematan nya menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut dalam

klausa utama.secara jelas hubungan ini ditandai dengan kata

penghubung sebagai berikut :

jikE ’jika’

jikE la ’jikalau’

andE ’andai ’

apobilE ’apabila’

kalo ’kalau’

asalkan ’asalkan’

bilEmanE ’bilamana’

asal ’asal’

(52)

Contoh :

(27) Kami ndak lalu ke pantE, jikE aRi tak ujan.

’Kami akan pergi ke pantai, jika hari tidak hujan.’

(28) JikE la aku dapat lulus daRi SMA, aku kan mlanjutkan

plajaRanku ke Fakultas SastRa.

Jikalau aku dapat lulus dari SMA, aku akan melanjutkan

pelajaranku ke fakultas Sastra.’

(29) SayE Endak datang, andE sehat.

’Saya akan datang, andai sehat.’

(30) SayE membeli baju itu, apabilE sayE udah gajian.

‘Saya membeli baju itu, apabila saya sudah gajian.

(31) Gina akan kasi pinjam uang, asalkan dikembalikan

secepatnyE.

’Gina akan meminjamkan uang, asalkan dikembalikan

secepatnya.’

(32) Bilemane ujan tuRon agak deRas, daeRah tu tentunyE

teRgenang aE.

’Bilamana hujan turun agak lebat, daerah itu tentu

(53)

(33) Lia jugE lenten asal tak teRlalu banyak makan coklat dan

minum es krem.

’Lia juga cantik asal tak terlalu banyak makan coklat dan

minum es krim.’

(34) SejutE RasE beRgulatan dalam dadanyE manEkalE

melihat betapE pucatnyE wajah peRempuan yang lunglai

tu.

’Sejuta rasa bergulatan dalam dadanya manakala melihat

betapa pucatnya muka perempuan yang lunglai itu.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna syarat

dengan masing-masing induknya.

4.2.4 Hubungan Makna Tujuan

Hubungan Makna Tujuan terdapat dalam kalimat yang

menyatakan tujuan ialah dengan terlaksananya atau dikerjakannya apa

yang tersebut pada klausa inti tujunnya untuk dikerjakan pada klausa

bawahan. secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata

penghubung sebagai berikut :

nak ’agar’

supayE ‘supaya’

biaR ‘biar’

(54)

Contoh :

(35) Agung di pondokkE AbahnyE diPonorogo, nak dapat

menjadi oRang yang taat beRibadah.

’Agung di pondokkan Ayahnya diPonoRogo, agar dapat

menjadi orang yang taat beribadah.’

(36) SeRinglah lalu menengok oRang pesta supaye tau adat

oRang.

’Seringlah pergi melihat pesta supaya tahu adat orang.

(37) AdEk Rajin-Rajinlah belajaR memasak diRumah nenek,

biaR tau Resep yang sedap.

’Adik rajin-rajinlah belajar memasak dirumah nenek, biar

tahu resep yang enak.’

(38) BaEk buRok yang dihadapi agaR supayE tak lupE

kepadE Tuhan.

’Baik buruk yang dihadapi agar supaya tidak lupa kepada

Tuhan.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna tujuan

(55)

4.2.5 Hubungan Makna Waktu

Hubungan makna waktu terjadi jika sematan menyatakan waktu

terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa

utama. Hubungan waktu itu dapat dibedakan lagi menjadi batas waktu

permulaan, kesamaan waktu, urutan waktu, dan batas akhir waktu

terjadinya peristiwa atau keadaan. Masing-masing makna akan

dijelaskan dibawah ini :

4.2.5.1 Batas waktu Permulaan

Hubungan makna batas waktu permulaan dalam bahasa

melayu ditandai oleh konjungsi, yaitu :

sEjak ’sejak’

sEjak daRi ’sejak dari’

sEmEnjak ’semenjak’

Dalam hubungan makna ini, klausa anak mengandung makna batas

waktu permulaan terjadinya peristiwa yang dinyatakan klausa induk.

Dengan kata lain, klausa anak menyatakan batas waktu permulaan

(56)

Contoh :

(39) SEjak adEknyE sakEt. iE tlah jaRang kEsEkolah.

Sejak adiknya sakit, dia telah jarang kesekolah.’

(40) SEjak daRi haRi sEnEn, ema tak pulang keRhomah.

Sejak dari hari senin, ema tidak pulang kerumah.’

(41) ’SEmEnjak adE diRimu, dunia teRasa menawan.’

Semenjak ada dirimu, dunia teRrasa indahnya.

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna

batas waktu permulaan dengan masing-masing klausa induknya,

misalnya, pada contoh (1)

klausa anak ’sEjak adEknyE sakEt – sejak adikya sakit’ menunjukkan

waktu permulaan terjadinya peristiwa pada klausa induk yaitu ’iE tlah

jaRang kesekolah-dia telah jarang kesekolah’.

4.2.5.2 Kesamaan Waktu

Hubungan makna kesamaan waktu dalam bahasa melayu

ditandai dengan konjungsi, yaitu :

ketikE ’ketika’

manEkalE ’manakala’

selamE ’selama’

sambEl ’sambil’

(57)

sEmEntarE ’sementara’

sElagi ’selagi’

sEwaqhtu ’sewaktu’

begitu ’begitu’

Dalam hubungan makna ini, klausa anak menyatakan makna kesamaan

waktu terjadinya peristiwa yang dinyatakan pada klausa induk.

Contoh :

(42) KetikE ujan REda iE lalu.

Ketika hujan reda dia pergi.’

(43) ManEkalE suasana hati ni sEdEh AndRi datang

menghiboR.

Manakala suasana hati sedih Andri datang menghibur.’

(44) SelamE Engkau masih disini aku tEmani.

Selama kau masih disini aku temani.’

(45) SambEl mengupas bawang adEk menangEs.

Sambil mengupas bawang adik menangis.’

(46) Tenga beRjalan iE ikut.

Tengah berjalan dia ikut.’

(47) SEmEntaRE emak buatkan kue kami cumE liat.

Sementara ibu membuat kue kami melihat.’

(48) SElagi masakan kaka’ angEt. emak menggoReng ikan.

(58)

(49) Sewaktu gembiRe, ingatlah susEh.

Sewaktu senang, ingat susah.’

(50) Begitu Andi jempot, emak keluaR.

Begitu Andi jemput, ibu keluar ’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna

kesamaan waktu dengan masing-masing klausa induknya.

4.2.5.3 Urutan Waktu

Hubungan makna urutab waktu dalam bahasa melayu ditandai

dengan konjungsi, yaitu :

sehabEs ’sehabis’

sebelun ’sebelum’

stelah ’setelah’

sesuda ’sesudah’

slesei ’selesai’

menjelang ’menjelang’

Dalam hubungan makna ini, klausa anak menyatakan makna urutan

(59)

Contoh :

(51) SehabEs makan, iE lalu tidoR.

Sehabis makan, dia pergi tidur.’

(52) Sebelun makan, kami bedoa.

Sebelum makan, kami berdoa.’

(53) Stelah mencuci pakaian. iE menyapu.

Setelah mencuci pakaian, dia menyapu.’

(54) Sesuda buang sampah, Ita beRnyanyi.

Sesudah membuang sampah, Ita bernyanyi.’

(55) Slesei sidang meja hijo, Abah tilpun.

Selesai sidang meja hijau, ayah telepon.’

(56) Menjelang Idul Adha, Emak membeRsihkan Rumah.

’Menjelang Idul Adha, ibu memberRsihkan rumah.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna urutan

waktu dengan masing-masing klausa induknya.

4.2.5.4. Batas Waktu akhir

Hubungan makna batas waktu akhir dalam konstruksi subordinatif bahasa melayu ditandai dengan konjungsi yaitu :

sampE ’sampai’

(60)

Dalam hubungan makna ini, klausa anak menyatakan batas waktu

akhir terjadinya peristiwa yang dinyatakan pada klausa induk.

Contoh :

(57) SayE menanti disini sampE iE tibE.

‘Saya menanti disini sampai dia tiba.’

(58) Bibik mencaRi aRoma tak sEdap hinggE ke kamaR

mandi.

’Bibi mencari aroma bau hingga ke kamar mandi.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna batas

waktu akhir dengan masing-masing klausa induknya.

4.2.6 Hubungan Makna Konsesif

Hubungan Makna Konsesif terdapat dalam kalimat yang klausa

sematannya memuat pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang

dikatakan prosa utama. Hubungan Makna Kosesif dalam konstruksi

subordinatif bahasa Melayu Langkat ditandai oleh konjungsi

subordinatif, yaitu :

walopun ’walaupun’

meskipun ’meskipun’

sakalipun ’sekalipun’

(61)

kendatipun ’kendatipun’

sunggohpun ’sungguhpun’

Dalam hubungan makna ini klausa anak mengandung

pernyataan tidak akan mengubah apa dinyatakan dalam klausa induk.

Contoh :

(59) Walaupun iE jauh, awak selalu menunggunyE.

Walaupun dia jauh, aku selalu menunggunya.’

(60) Meskipun Arif degel, Emak sangat menyayanginyE.

’Meskipun Arif nakal, ibu sangat menyayanginya’

(61) Sakalipun pakcik menjemput, Abah tetap tak lalu.

Sekalipun paman menjemput, Ayah tetap tidak pergi.’

(62) BiaRpun gadis itu gemok, tapi ie tetap lawa.

Biarpun gadis itu gendut, tapi ia tetap cantik.’

(63) Kendatipun sepeRti itu, iE tetap sodaRanyE.

’Kendatipun seperti itu, dia tetap saudaranya.’

(64) Sunggohpun RasE Rindu itu uda menggodE. iE tetap

beRosaha menahannyE.

Sungguhpun rasa rindu itu sudah menggoda, dia tetap

berusaha menahannya.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna

(62)

tersebut memuat peristiwa atau tindakan yang tidak terpengaruh oleh

pernyataan pada klausa induk.

4.2.7 Hubungan Makna Perkecualian

Terdapat hubungan makna perkecualian apabila klausa bawahan

menyatakan suatu perkecualian, maksudnya menyatakan sesuatu yang

dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa inti. kata

penghubung yang digunakan untuk menandai makna ini secara jelas

ialah sebagai berikut :

kecuali ’kecuali’

selaEn ’selain’

hanyE ’hanya’

Contoh :

(65) Tak adE yang bisE dikeRjakan lagi kecuali menangEs.

’Tidak ada yang bisa dikerjakan lagi kecuali

menangis.’

(66) Arip tak melakukan dansa dengan sepenohnyE selaEn

skedaR melangkahkan kaki agaR tak teRpijak.

’Arip tidak melakukan dansa dengan sepenuhnya selain

(63)

(67) SemuE oRang sudah hadiR hanyE Siti dan Adi belum

nampak batang idongnyE.

’Semua orang sudah hadir hanya Siti dan Adi belum

keliatan batang hidungnya.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan perkecualian

dengan masing-masing klausa induknya.

4.2.8 Hubungan Makna Perbandingan

Hubungan Makna Perbandingan memperlihatkan kemiripan

antara pernyataan yang diutarakan dalam klausa utama dan klausa

sematan, dan anggapan bahwa isi klausa utama lebih baik dari pada isi

klausa sematan.

Hubungan makna perbandingan dalam bahasa melayu ditandai oleh

konjungsi sebagai berikut :

daRipadE ’daripada’

speRti ’seperti’

sEolEh-olEh ’seolah-olah’

sErupE ’serupa’

seakan-akan ’seakan-akan’

(64)

Contoh :

(68) SayE lebeh gemaR makan nasi dengan ikan goReng

daripadE Roti bakaR.

’Saya lebih suka makan nasi dengan ikan goreng

daripada roti bakar.’

(69) DaRah sayE bERdesiR sepeRti akan putos tali jantong.

’Darah saya berdesir seperti akan putus tali jantung.’

(70) Anton tak tampak glisah stelah mencontek, seolah-olah

iE mampu mengeRjakan soal-soal itu sendiRi.

’Anton tidak keliatan gelisah setelah mencontek,

seolah-olah dia

mampu mengerjakan soal-soal itu sendiri.’

(71) JeRok mandaRin seRupa denagn jeRok biasE.

’Jeruk mandarin serupa dengan jeruk biasa.’

(72) MendengaRkan Sita beRbicaRa seakan-akan iE sedang

mengaRang.

’Mendengarkan Sita berbicara seakan-akan dia sedang

mengarang cerita.’

(73) BeRlibuR ke pRapat seRasE sedang beRada di pulo

bali.

’Berlibur ke Prapat serasa sedang berada di pulau

(65)

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan perbandingan

dengan masing-masing klausa induknya.

4.2.9 Hubungan Makna Kegunaan

Terdapat hubungan makna kegunaan apabila klausa bawahan

menyatakan kegunaan,menjawab pertanyaan untuk apa kata

penghubung yang di gunakan untuk menandai hubungan makna.

Hubungan makna kegunaan dalam bahasa melayu, kata penghubung

yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini sebagai berikut :

untok ‘untuk’

gunE ‘guna’

buat ‘buat’

Contoh :

(74) IE disuRoh lalu ke kedEi untok bli obat EmaknyE.

’Dia disuruh pergi kepasar untuk membeli obat

ibunya.’

(75) Hakim mEnandatangkan saksi gunE dimintai

kEtERangan.

’Hakim menandatangkan saksi guna dimintai

ketarangan.’

(76) IE bekeRja keRas buat mencapai citE-citEnyE.

(66)

(77) IE diangkat menjadi mendoR untok memimpEn

bebeRapa pekeRja lainnya.

’Dia diangkat menjadi mandor untuk memimpin

beberapa pekerja lainnya.’

(78) Banyak negaRa yang dikunjunginya buat mempeRoleh

kepuasan hidop.

’Banyak negara yang dikunjunginya buat memperoleh

kepuasan hidup.’

(79) Awak lalu ke kantoR pusat menemui pegawE-pegawE

tERtinggi gunE mEnERima petunjuk sElanjutnyE.

’Aku pergi ke kantor pusat menemui pegawai-pegawai

tertinggi guna menerima petunjuk selanjutnya.’

(80) Rumah-Rumah semrawut tu akan di bongkaR untuk di

jadikan tempat pembangunan Rumah flat lainnyE.

’Rumah-rumah semrawut itu akan di bongkar untuk

dijadikan lokasi pembangunan rumah flat lainnya.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna

(67)

4.2.10 Hubungan Makna Komplementasi

Terdapat hubungan makna komplementasi apabila klausa

bawahan menyatakan apa yang dikatakan, dipikirkan, didengar,

disadari, diyakini, diketahui ditanyakan dalam klausa inti, atau dengan

singkat dapat dikatakan bahwa klausa bawahan merupkan klausa inti.

Secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung

sebagai berikut :

bahwE ’bahwa’

kalok ’kalau’

kalau-kalau ’kalau-kalau’

Contoh :

(81) SayE tau bahwE engkou ni dendam ke sayE.

’Saya tahu bahwa kamu dendam kepada saya.’

(82) WalikotE menegaskan bahwE pialE adipuRe tak dapat

diRaih lagi tanpa dukongan sluRuh waRga kotE.

’Walikota menegaskan bahwa piala adipura tidak dapat

diraih lagi tanpa dukungan seluruh warga kota.’

(83) Aku baRu sadaR kalok daRi suRat-suRat oRang akan

dapat tahu pRibadi sEsEoRang.

’Aku baru sadar kalau dari surat-surat orang akan dapat

(68)

(84) SEbEntaR-sEbEntaR MokaR mEndEkati aku untuk

menanyEkan kalau-kalau aku mEmERlukan sEsuatu.

’Sebentar-sebentar Mokar mendekati aku untok

menanyakan kalok-kalok aku memerlukan sesuatu.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna

komplementasi dengan masing-masing klausa induknya.

4.2.11 Hubungan Makna Atribut

Hubungan Makna Atribut terjadi bilamana klausa sematan menyatakan suatu keadaan atau perbuatan yang dialami atau dilakukan

oleh acuan nominal tertentu pada klausa utama. Hubungan makna

atributif dalam konstruksi subordinatif bahasa melayu Langkat

ditandai oleh konjungsi subordinatif, yaitu :

yang ’yang’

di manE ’di manE’

daRi manE ’daRi manE’

tEmpat ’tempat’

Dalam hubungan makna ini, klausa anak mewatasi makna atau

(69)

Contoh :

(86) AdEknya yang dEgEl itu sangat disayanginyE.

’Adiknya yang nakal itu sangat disayanginya.’

(87) Kami arus menabong untuk waktu-waktu libuRan di

nEgERinya, dimanE kEhidupan amat mahal.

’Kami harus menabung untuk waktu-waktu liburan di

negeRinya, dimana kehidupan amat mahal.’

(88) Waktu-waktuku diluaR sEkolah kuhabEskan di gEdong

kecik, darimana oRang sElalu dapat mEndEngaRkan

suaRa gamElan yang lEmbut dan sEmangat.

’waktu-waktuku diluar sekolah kuhabiskan di gedung

kecil, darimana orang selalu dapat mendengarkan

suara gamelan yang halus dan semangat.’

(89) Di sudot teRdapat lEmari kEciK, tEmpat Karmila

meletakkan alat-alat operasi untok dapat menolong

Popi.

’Di sudut terdapat lemari kecil, tempat Karmila

meletakkan alat-alat operasi untuk menolong Popi.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna atribut

(70)

4.2.12 Hubungan Makna Pengandaian

Hubungan makna pengandaian apabila klausa bawahan

menyatakan suatu andaian, suatu syarat yang tidak mungkin terlaksana

bagi klausa inti sehingga apa yang dinyatakan oleh klausa inti juga

tidak mungkin terlaksana. hubungan makna ini secara jelas ditandai

dengan kata-kata penghubung sebagai berikut :

andEkatE ’andaikata’

seandainyE ’seandainya’

andEkan ’andaikan’

sekiranyE ’sekiranya’

sEumpama ’seumpama’

Contoh :

(90) SayE mohon maaf, andEkatE teRjadi ksalahan yang

ndak di sengajE.

’Saya minta maaf, andaikata terjadi kesalahan yang

tidak disengaja.’

(91) Rika akan datang, seandainyE semuE ikod.

’Rika akan datang, seandainya semua ikut.’

(92) SayE Endak datang, andEkan sayE sEhat.

(71)

(93) SekiRanyE haRga emas muRah, makcik akan

membelinyE.

Sekiranya harga emas murah,bibi akan membelinya.’

(94) SeumpamE tiket muRE, bERangkatlah sayE kE

SingaporE.

SeumpamE tiket murah,berangkatlah saya ke

SingapoRe.’

Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna

pengandaian dengan masing-masing klausa induknya.

4.2.13Hubungan Makna Cara

Terdapat hub

Referensi

Dokumen terkait

Pada periode bersih gulma diketahui bahwa tanaman kedelai membutuhkan pengendalian gulma selama 6 MST agar dominasi tanaman tercapai sehingga kehilangan hasil

Including Battery Isolation, Emergency Stop, Starter Motor Isolation and any other emergency function such as Fire Suppression Activation or Pressure Release

Daftar hadir dibawa oleh tutor pada setiap pertemuan.. Mengetahui

Kepemimpinan di organisasi kemahasiswaan UNY sebagian besar lebih didasarkan pada faktor jenis kelamin laki-laki dibanding perempuan, karena laki- laki dipandang lebih

Berkaitan dengan pengembangan Situs Wotanngare telah dilakukan penelitian awal dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta pada bulan Juni 2012 diperoleh informasi bahwa

Demikianlah seharusnya perkawinan ideal, suatu perkawinan yang dibangun dengan menjunjung tinggi prinsip muasyarah bi al-ma’ruf (saling memperlakukan dengan baik). Isu lain yang

Adapun bentuk pertanggungjawaban Notaris terhadap hal tersebut yaitu berdasarkan Pasal 52 ayat (3) UUJN yang menentukan bahwa “Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud

Hasil penelitian antara Motivasi, Kepemimpinan, Komitmen Organisasi dan Lingkungan kerja berpengaruh terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai Pada Badan Pemberdayaan