SKRIPSI
HUBUNGAN SEMANTIS ANTARAKLAUSA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK LANGKAT
DIKERJAKAN
O L E H
NAMA : M I R A N I NIM : 040702009
PROGAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN SEMANTIS ANTARAKLAUSA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK LANGKAT
M I R A N I 040702009
Diketahui/ Disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Baharuddin, M.Hum. Drs. Warisman Sinaga , M.Hum.
NIP. 19600107 198803 1007 NIP . 19620716 198803 1002
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH Ketua,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapakan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“ Hubungan Semantis Antaraklausa Dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat “ sebagai tugas akhir dalam menempuh pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Departemen Sastra Daerah, Program
Studi Bahasa dan Sastra Melayu.
Selama penulis menempuh pendidikan,banyak hal yang melintang
yang penulis hadapi, namun karena motivasi yang besar, akhirnya penulis
sampai juga pada akhir pendidikan dan skripsi ini dapat penulis selesaikan.
Meskipun skripsi ini belum sempurna, namun penulis yakin dan berharap.
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa
Bahasa dan Sastra Daerah.
Untuk memudahkan pemahaman isi skripsi ini, penulis membaginya
atas lima bab. Bab pertama merupakan pendahuluan mencakup latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian,dan anggapan dasar. Bab kedua adalah kepustakaan yang
relevan,dan yang dibagi atas teori yang digunakan. Bab ketiga adalah
metode penelitian, metode dasar, lokasi sumber data penelitian, instrumen
mengenai pembahasan yang membicarakan tentang berbagai bentuk
hubungan semantis antarklausa. Bab kelima merupakan kesimpulan dan
saran, yaitu ringkasan tentang uraian yang telah dibicarakan pada bab
pembahasan dan saran-saran kepada pembaca.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangannya karena mengingat waktu dan kemampuan
penulis yang sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran, semoga apa yang telah diuraikan dalam skripsi ini berguna bagi
kita semua. Amin.
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ucapakan pertama sekali sebagai tanda terima kasih atas
selesainya skripsi ini selain ucapan puji dan syukur kepada Ilahi Robbi
Yang Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana dan menguasai jagat raya, yang
menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di permukaan
bumi ini. Selanjutkan shalawat teriring salam penulis panjatkan kepada
junjungan nabi besar Muhammad SAW kekasih Allah yang telah
meninggikan derajat manusia dengan mengangkatnya dari lembah kejahilan
kepada alam ilmu.
Kemudian, ucapan terima kasih di tujukan kepada orang-orang yang
telah banyak membantu penulis, memberikan pengarahan,
dorongan,semangat, bimbingan, bantuan maupun saran yang penulis terima
dari semua pihak, sehingga tiap kesulitan yang dihadapi dapat diatasi.
Pada kesempatan ini dengan keikhlasan hati penulis mengucapakan
terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Yang teristimewa dalam diri penulis ayahanda Harmen Hamdan
dan ibunda Hj.Sumiarsy tercinta, yang selalu memberikan doa,
cinta, kasih sayang, perhatian, bimbingan, serta tidak pernah
mengeluh dalam membiayai pendidikan penulis.
Aryati Harmen, Moch.Dandyacob Harmen, yang telah
memberikan semangat, dan kalian selalu memberikan keceriaan.
2. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A.,Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Sastra USU,Pembantu Dekan I,Pembantu Dekan II,Pembantu
Dekan III, serta seluruh staf dan pegawai di jajaran Fakultas
Sastra USU.
3. Bapak Drs. Baharuddin, M.Hum selaku Ketua Departemen Sastra
Daerah dan sekaligus dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan demi selesainya skripsi ini.
4. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku Sekretaris
Departemen Sastra Daerah dan dosen pembimbing II, serta
penasihat akademik penulis, juga telah banyak membantu,
mengarahkan, dan membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Ka Vivi yang banyak membantu penulis dalam menyiapkan
proses administrasi di Departemen Sastra Daerah.
6. Pak Jamil, Theedy Bear, Rulia pardede, Omah,yang telah banyak
memberikan bantuan dan semangat kepada penulis.
7. Sahabat-sahabat penulis : Segenap kawan-kawan ’04,
abang-abang dan kakak-kakak serta adik-adik stambuk
’02,’03,’05,’06,’07,’08 yang tidak bisa penulis sebutkan satu
dorongan, penulis berharap agar persahabatan kita ini tetap
terjaga.
8. Nadila 08 so thank u beuh!, Mr.Hidayad Ss, Yanfauzi
Siba,....makasi y bebs..
9. Buat Teman aku yang baik ”Herry Gumaza”, terima kasih atas
nasihat juga perhatiannya, sekali lagi I don’t know how to say
thank you for him, because he always help me until the thesis
finish.
Semoga segenap perhatian, dukungan dan bantuan yang telah
diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Sekali lagi penulis ucapkan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian... 9
1.5 Anggapan Dasar ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
2.1 Kepustakaan yang Relevan... 11
2.2 Teori Yang digunakan ... 14
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
3.1 Metodelogi Penelitian ... 20
3.2 Metode Dasar ... 20
3.3 Lokasi dan Sumber Data Penelitian dan Instrumen Penelitian ... 23
3.4 Metode Pengumpulan Data... 24
3.5 Metode Analisa Data ... 25
BAB IV PEMBAHASAN ... 28
4.1 Kalimat Luas Setara... 31
4.2.1 Makna Penambahan... 31
4.2.3 Makna Pemilihan... 34
4.2.4 Makna Penegasan ... 35
4.2.5 Makna Pengurutan... 36
4.2 Kalimat Luas Bertingkat... 37
4.2.1 Hubungan Makna Sebab... 38
4.2.2 Hubungan Makna Akibat... 40
4.2.3 Hubungan Makna Syarat ... 41
4.2.4 Hubungan Makna Tujuan ... 43
4.2.5 Hubungan Makna Waktu ... 45
4.2.5.1 Batasan Waktu Permulaan... 45
4.2.5.2 Kesamaan Waktu ... 46
4.2.5.3 Urutan Waktu... 48
4.2.5.4 Batasan Waktu Akhir... 49
4.2.6 Hubungan Makna Konsesif ... 50
4.2.7 Hubungan Makna Perkecualian... 52
4.2.8 Hubungan Makna Perbandingan... 53
4.2.9 Hubungan Makna Kegunaan ... 55
4.2.10 Hubungan Makna Komplementasi ... 56
4.2.11 Hubungan Makna Atribut ... 58
4.2.12 Hubungan Makna Pengandaian ... 59
KESIMPULAN DAN SARAN... 61
Kesimpulan ... 61
Saran... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Daftar Informan Data Penelitian Daftar Istilah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai antar anggota
masyarakat yang mutlak diperlukan untuk menyampaikan buah
pikiran, perasaan, keinginan, dan perbuatan-perbuatan yang dapat
dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Tanpa bahasa
masyarakat tidak mungkin dapat berkembang. Maka dari itu, bahasa
perlu dibina dan dilestarikan.
Bahasa juga adalah merupakan alat yang mempunyai peranan
penting bagi kehidupan manusia. Karena itu, bahasa sangat erat
hubungannya dengan pemikiran manusia. Sesuai dengan kodrat
manusia, bahasa berkembang sesuai dengan lingkungan yang
dihadapinya sehingga perkembangan bahasa juga ikut serta di
dalamnya. Sebagai bukti nyata dapat kita lihat di dalam dunia ilmu
pengetahuan, perkembangan tidak mungkin di terapkan tanpa bahasa.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang dipakai oleh bangsa
Indonesia. Sesuai dengan yang tertulis di dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 36 Bab XV ayat 1, yang menyatakan bahwa, bahasa
negara adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dalam
keragaman etnis bangsa Indonesia yang terdiri atas beratus-ratus suku
bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat dari budayanya
sendiri ( Pally, 1985:26 ). Salah satu sub-budaya daerah adalah bahasa
daerah yang merupakan investasi kesukuan dan kebangsaan yang tidak
terhitung nilainya. Kekayaan bahasa daerah sekaligus merupakan
kekayaan budaya nasional, sebab bahasa daerah merupakan sumber
memperkaya bahasa nasional.
Keanekaragaman bahasa yang kita miliki menyebabkan bahasa
Indonesia menjadi bahasa yang kaya dengan kosa kata. Adanya
berbagai macam bahasa di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini
tidak memicu terjadinya perpecahan, hal ini dikarenakan adanya
bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia yang menjadi kebudayaan
bangsa yang dapat dibanggakan.
Terdapat kurang lebih 420 jenis bahasa daerah yang tumbuh dan
terus berkembang di Indonesia. Tiap-tiap suku memiliki bahasa daerah
masing-masing sekaligus sebagai lambang identitas daerah (Halim,
1984: 14).
Sebagai upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah
yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia, perlu diadakan
pengkajian khusus tentang perkembangan kata-kata yang berasal dari
bahasa daerah. Data dapat diperoleh dari bahasa di setiap daerah yang
memperkaya perbendaharaan kata-kata satu bahasa daerah yang ada di
Indonesia.
Usaha pengembangan, pembinaan, dan pelestarian bahasa
diharapkan dapat dilakukan dengan sungguh-sungguh secara
sistematis dan terarah. Hal tersebut harus sejalan dengan usaha
peningkatan pengetahuan mengenai bahasa daerah tersebut. Salah satu
cara merealisasikannya adalah melalui penelitian yang efektif tentang
berbagai aspek kebahasaan daerah tersebut.
Dalam buku Politik Bahasa Nasional 1 (Halim, 1984: 22),
menekankan perlunya bahasa daerah dalam rangka pengembangan
bahasa nasional, yakni:
1. Bahasa daerah tetap dibina dan dipelihara oleh masyarakat
pemakainya, yang merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.
2. Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan bahasa nasional serta untuk pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa itu sendiri.
3. Bahasa daerah berbeda dalam struktur kebahasaannya, tetapi
juga berbeda jumlah penutur aslinya.
4. Bahasa-bahasa daerah pada kesempatan tertentu dipakai sebagai
alat penghubung baik lisan maupun tulisan sedangkan daerah tertentu ada yang hanya dipakai secara lisan.
Bahasa Indonesia yang dipakai selama ini berasal dari bahasa
Melayu yang sudah mengalami perkembangan pesat, terutama
sesudah diresmikan menjadi bahasa nasional dan bahasa persatuan.
Bahasa Melayu menjadi bahasa perantara selama berabad-abad
Melayu memperoleh kedudukan sebagai bahasa pengantar dan
bahasa politik oleh kerajaan-kerajaan di nusantara.
Bahasa Melayu dialek Langkat adalah salah satu bahasa daerah
Melayu yang ada di wilayah Melayu Tanjung Pura. Bahasa Melayu
Dialek Langkat mempunyai hak yang sama untuk mendapat
pembinaan karena kedudukan dan fungsi bahasa tersebut masih layak
untuk digunakan.
1. Pada akhir suku kata yang mempunyai fonem /a/ dalam bahasa
Indonesia akan berubah menjadi /e/ dalam bahasa Melayu Dialek
Langkat.
Contoh:
Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat
bunga bungE
buaya buayE
celana celanE
rusa rusE
baca bacE
sama samE
rasa rasE
cerita ceRitE
2. Pada beberapa suku kata yang mempunyai fonem /i/ dalam bahasa
Indonesia akan berubah menjadi fonem /e/ dalam bahasa Melayu
Dialek Langkat.
Contoh:
Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat
air aER
piring piREng
sakit sakEt
main maEn
lusin lusEn
cicit cicEt
ringkik RingkEk
tinggi tinggE
3. Fonem /r/ dalam bahasa Indonesia berbunyi biasa, tetapi dalam
bahasa Melayu Dialek Langkat berubah menjadi r Uvular /R/.
Contoh:
Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat
karang kaRang
kerang kERang
sarang saRang
suara suaRE
turun tuRun
kirim kiRim
tari taRi
dorong doRong
darat daRat
4. Pada beberapa suku kata yang mempunyai fonem /h/ dalam bahasa
Indonesia, maka dalam bahasa Melayu dialek Langkat fonem
tersebut akan hilang.
Contoh:
Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat
hujan ujan
jahit jaEt
hancur ancuR
hitam itam
halau alau
putih putE
didih didE
Bahasa Melayu Dialek Langkat pada hakikatnya sama dengan
bahasa-bahasa yang lain yaitu mempunyai unsur-unsur kebahasaan.
bahasa yang bidangnya disebut fonologi, struktur kata yang bidangnya
disebut morfologi, struktur antar kata dalam kalimat yang disebut
sintaksis, masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik.
Morfologi dan sintaksis bersama-sama biasanya disebut tata bahasa,
tata bahasa menyangkut kata, struktur internal di dalamnya atau
morfologi dan struktur antar kata yang namanya sintaksis. Hal di atas
dalam bahasa Melayu dialek Langkat belum banyak dilakukan. Untuk
itu penulis memberanikan diri mencoba untuk mengangkat sebagian
unsur dari sintaksis yaitu klausa, sebab klausa akan selalu terdapat
dalam komunikasi sehari-hari.
Bahasa Melayu dialek Langkat belum banyak diungkap, belum
dideskripsikan secara tuntas. Penelitian bahasa Melayu dialek
Langkat masih belum banyak dilakukan jika dibandingkan dengan
penelitian bahasa-bahasa daerah lain, seperti bahasa Minangkabau,
bahasa Batak, bahasa Sunda, dan bahasa Jawa. Oleh karena itu,
berbagai macam penelitian bahasa Melayu dialek Langkat perlu
diadakan, khususnya hubungan semantis antarklausa dalam bahasa
Melayu yang terdapat dalam bahasa Melayu dialek Langkat.
Berdasarkan hal di atas penulis memilih judul “Hubungan
Semantis Antar klausa dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat”. Karena dalam pengamatan hubungan semantis antar klausa ada dalam
belum ada diteliti dan penulis merasa perlu mengadakan penelitian
terhadap hubungan semantis antara klausa dalam bahasa Melayu
Dialek Langkat tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah sebenarnya merupakan batasan – batasan
dari ruang lingkup topik yang diteliti. Suatu perumusan masalah
dilakukan karena adanya suatu permasalahan. Agar tidak terjadi
pembahasan yang terlalu luas dalam hubungan antara klausa dalam
bahasa Melayu dialek Langkat ini maka diperlukan suatu perumusan
masalah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah yang akan
dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk klausa dalam bahasa Melayu Dialek
Langkat.
2. Bagaimana Hubungan Semantis antar klausa dalam bahasa
Melayu Dialek Langkat.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas,
1. Bentuk-bentuk klausa dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat.
2. Mengetahui Hubungan Semantis antar klausa dalam bahasa
Melayu dialek Langkat.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tentang hubungan semantis antar klausa dalam
bahasa Melayu Dialek Langkat ini diharapkan dapat memberikan
manfaat dalam upaya melestarikan dan pengembangan pengetahuan
bagi masyarakat pada umumnya.
Lebih khusus manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan terhadap
bahasa Melayu Dialek Langkat.
2. Menambah wawasan pengetahuan dan informasi tentang
bahasa nusantara khususnya bahasa Melayu Dialek Langkat.
3. Menambah bahan bacaan dan kepustakaan di Departemen
Sastra Daerah, khususnya Program Studi Bahasa dan Sastra
Melayu, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
4. Melengkapi salah satu syarat ujian dalam menempuh sarjana
1.5 Anggapan Dasar
Anggapan dasar ini merupakan titik tolak pemikiran untuk
penyelidikan tertentu yang sebenarnya dapat diterima tanpa perlu
dibuktikan lagi (Syah, 1993 : 17). Penelitian ini didasarkan pada
suatu landasan pemikiran tertentu yang akan memberikan arah pada
pengumpulan data. Landasan pemikiran ini disebut sebagai anggapan
dasar dari suatu penelitian yang dapat diterima kebenarannya dan
tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam hal ini penulis menganggap bahwa dalam bahasa Melayu
Dialek Langkat akan dijumpai hubungan semantis antar klausa yang
mempunyai bentuk khusus yang berbeda dengan bahasa Indonesia.
Anggapan dasar di atas digunakan untuk membantu penulis dalam
penelitian hubungan semantis antar klausa dalam bahasa Melayu
Dialek Langkat ini dimulai dari mengolah data hingga
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan
Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan
mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil
penelitiannya disertai data-data yang kuat serta buku – buku acuan
yang relevan dengan objek yang diteliti. Untuk dapat mempertahankan
hasil dari suatu karya ilmiah, seorang penulis akan lebih mudah
mempertanggungjawabkannya dengan menyertakan data-data yang
kuat serta buku-buku acuan yang relevan atau yang ada hubungannya
dengan apa yang diteliti.
Penelitian ini didukung referensi yang sesuai seperti buku Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia, karangan Hasan Alwi, ditambah
beberapa buku pendukung lainnya seperti Sintaksis, dan Ilmu Bahasa
Indonesia Sintaksis, karangan Ramlan.
Sesuai dengan judul yang penulis bicarakan yakni hubungan
semantis antar klausa dalam bahasa Melayu Dialek Langkat, tentunya
tidak terlepas dengan apa yang disebut dengan kata dan kalimat.
Namun terlebih dahulu penulis uraikan mengenai pengertian klausa,
Bloomfield (1999:22) mengatakan, “Klausa adalah satuan
sintaksis berupa tuntunan kata-kata berkonstruksi predikatif artinya,
didalam konstruksi itu ada komponen berupa kata, yang berfungsi
sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan
keterangan.”
Tarigan (1986:10) mengatakan, ”Klausa adalah satuan
gramatikal yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat.”
Keraf (1994:181) mengatakan, ”Klausa adalah suatu konstruksi
yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata, yang mengandung
hubungan fungsional subjek,predikat, dan secara fakultatif dapat
diperluas dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan
keterangan-keterangan lain.”
Kridalaksana (1986:24) mengatakan, ”klausa adalah satuan
gramatikal yang berupa kelompok kata sekurang-kurangnya terdiri
dari atas subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi
kalimat.”
Ramlan (1987:89) mengatakan, ”klausa adalah subjek,prediket
(O) (PEL)(KET). tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak
dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh tidak
Chaer (2003:36) mengatakan, ”klausa adalah satuan gramatikal
yang berupa kelompok kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek
dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat.”
Samsuri (1982:58) mengatakan, ”klausa adalah satuan gramatik
yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap,
keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat.”
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:513) tertulis, ”klausa
adalah kalimat tunggal mandiri, menjadi bagian klausa lain atau
bagian dr kalimat majemuk bertingkat; transitif klausa yg verbanya
selalu disertai objek.”
Cahyono (1995:227) mengatakan, ”klausa adalah ilmu yang
mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat.”
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu biasa
juga tidak muncul misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa
Indonesia lisan tidak resmi.
Contoh :
’ Kau nak memanggil siapE? ’
Kamu memanggil siapa?
‘ Teman satu kampus ‘
Contoh pada bahasa tidak resmi :
’ SayE telat la! ’
Saya telat! Æ P-nya dihilangkan.
Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa
bukan kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara
itu kalimat sudah mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan
adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan
bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai
P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.(www.google.com)
2.2 Teori yang Digunakan
Setiap penelitian selalu menggunakan teori yang sesuai dengan
penulisan tersebut. Penelitian akan lebih praktis metode kerjanya
apabila teori yang digunakan mempunyai hubungan langsung dengan
penelitian yang diadakan.
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam
bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang
penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori
diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat
menjadi penuntun kerja bagi penulis.
Penelitian ini menggunakan teori deskriptif analisis. Teori ini
memberikan, menjelaskan, dan memprediksikan fenomena bahasa
yang akan diteliti.(www.google.com)
Dalam buku sintaksis dan hubungan makna antara klausa yang
satu dengan klausa lainnya dalam kalimat luas bertingkat karangan
Ramlan ( 1987: 59 ) mengatakan, bahwa hubungan makna antara
klausa terdiri dari kalimat setara dan kalimat luas bertingkat. dalam
kalimat luas bertingkat terdapat juga hubungan makna yang timbul
sebagai akibat pertemuan antara klausa yang satu dengan yang
lainnya, baik antara klausa inti dengan klausa bawahan. Penggabungan
dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan
makna, dari penelitian yang dilakukan diperoleh 13 hubungan makna
yang antara lain, yaitu :
1. Makna Sebab
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan makna sebab dibentuk dari dua buah klausa yang
digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata
penghubung karena, sebab dan maka (Cahyono, 1995:186).
2. Makna Akibat
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan makna akibat dibentuk dari dua buah klausa yang
digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata
3. Makna Syarat
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan makna syarat dibentuk dari dua buah klausa yang
digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata
penghubung kalau, jika, dan asal (Ramlan, 1987:77).
4. Makna Tujuan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan makna ’tujuan’ dibentuk dari dua buah klausa yang
digabung menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata
penghubung agar, supaya, dan untuk (Cahyono,1995:189).
5. Makna Waktu
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan makna waktu berlangsungnya sesuatu peristiwa dibentuk
dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat,
biasanya dengan bantuan kata penghubung ketika, sesudah, sebelum
dan sejak (Cahyono,1995:190).
6. Makna Kosesif
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan makna kesungguhan dibentuk dari dua buah yang
bantuan kata penghubung meskipun, biarpun, atau sungguhpun.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu peristiwa
atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat
menyatakan peristiwa atau kondisi yang bertentangan untuk terjadinya
peristiwa pada klausa pertama (Ramlan,1987:88).
7. Makna Perkecualian
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan suatu perkecualian, maksudnya menyatakan sesuatu yang
dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa inti. Kata
penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini
secara jelas ialah kata kecuali dan selain. (Cahyono,1995:133).
8. Makna Perbandingan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-kluasanya
menyatakan perbandingan dibentuk dari dua buah klausa, biasanya
dengan bantuan kata penghubung seperti dan bagai
(Cahyono,1995:192).
9. Makna Kegunaan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan kegunaan kata penghubung yang digunakan untuk
menandai hubungan makna ini secara jelas ialah kata untuk, guna, dan
10. Makna Komplementasi (Isi)
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan apa yang dikatakan, dipikirkan, didengar, di sadari, di
yakini, diketahui, di nyatakan, dengan kata singkat dapat dikatakan
bahwa klausa bawahan merupakan isi klausa inti. secara jelas
hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung bahwa
(Ramlan,1987:89)
11. Makna Atribut (Penerang)
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan sesuatu yang diharapkan, ialah dengan terlaksananya atau
dikerjakannya apa yang tersebut pada klausa inti diharapkan akan
terlaksana atau dikerjakan pula apa yang tersebut pada klausa
bawahan. secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata-kata
penghubung agar, supaya, agar supaya, dan biar (Ramlan,1987:72).
12. Makna Pengandaian
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan suatu andaian, suatu syarat yang tidak mungkin
terlaksana bagi klausa inti sehingga apa yang dinyatakan oleh klausa
kata-kata penghubung andaikan, andaikata, seandainya, sekiranya, dan
seumpama (Ramlan,1987:74).
13. Makna Cara
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan bagaimana perbuatan yang disebutkan dalam klausa inti
itu dilakukan atau bagaimana peristiwa yang disebutkan dalam klausa
inti itu terjadi. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai
hubungan makna ini secara jelas ialah kata dengan, tanpa, seraya dan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Metodologi berasal dari kata Metode dan logos. Metode artinya
cara tepat untuk melakukan sesuatu : Logos artinya ilmu atau
pengetahuan. Jadi,Metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan
menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan (
Narbuko, 1997 : 1 ).
Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari,
mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai dengan menyusun
laporan ( Narbuko,1997 : 2). Jadi, Metode penelitian adalah ilmu
mengenai jalan yang melewati untuk mencapai pemahaman ( Narbuko,
1997 : 3 ).
Untuk penulisan sebuah karya ilmiah, harus dilandasi oleh
sebuah metode yang tepat karena metode tersebut sangat membantu
penulis dalam menyelesaikan permasalahan.
3.2. Metode Dasar
Metode dasar yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif sinkronis sebagaimana yang diterapkan dalam
jalan mengumpulkan bahan-bahan di lapangan tanpa intervensi.
Setelah itu baru dilakukan tabulasi dan kajian kebahasaan berdasarkan
bahan atau data yang terkumpul dengan cara seobjektif mungkin.
Metode deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk
menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan
data-data dan juga menyajikan data-data dan menginterpretasi data-data (Narbuko,
1997 : 5)
Metode deskriptif lebih menandai terhadap adanya (dan tidak
adanya) pengguna bahasa daripada menandai cara penanganan bahasa
tahap demi tahap, langkah demi langkah (Sudaryanto, 1986 : 62).
Metode dapat bermanfaat (untuk mewujudkan tujuan kegiatan
ilmiah linguistik) haruslah digunakan dalam pelaksanaan yang
kongkret. Untuk itu, metode sebagai cara kerja haruslah dijabarkan
sesuai dengan alat dan sifat alat yang dipakai (Sudarsono, 1986 : 26).
Metode linguistik yang baik haruslah sesuai dengan sifat
objeknya (yaitu bahasa), maka teorilah yang memberitahuakan
mengenai sifat itu misalnya bahasa itu di samping bersifat linier juga
bersifat arbiter dan konvensional, satuan lingualnya kecuali
berhubungan secara struktural juga berhubungan secara sistemik, dan
sebagainya sehingga memungkinkan metode tertentu yang satu dapat
digunakan sebaik-baiknya dan metode tertentu yang lain justru
3.3 Lokasi, Sumber Data dan Instrumen Penelitian
Lokasi penelitian tentang hubungan semantis antarklausa dalam
bahasa Melayu dialek Langkat ini adalah Desa Pulau Banyak,
Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Lokasi ini merupakan
daerah penutur bahasa Melayu Dialek Langkat
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data itu
diperoleh (Arikunto, 1996:114). Artinya, jika peneliti menggunakan
metode wawancara dengan pengumpulan datanya, maka subjeknya
responden dan apabila menggunakan metode observasi dalam
pengumpulan datanya, maka subjeknya berupa benda atau tempat.
Sumber data penulis adalah informan yang memenuhi syarat
yang ditentukan. Kriteria informan terpilih menurut (Mahsun, 1995 :
21-22), adalah:
a. Berjenis kelamin pria atau wanita.
b. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun).
c. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan
di desa tersebut serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.
d. Berpendidikan (minimal tamatan SD dan Sederajat).
e. Berstatus social menengah (tidak rendah atau tidak
tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya.
f. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan dan masarakat
isoleknya.
g. Pekerjaannnya bertani atau buruh.
h. Dapat berbahasa Indonesia.
i. Sehat jasmani dan rohani. Sehat jasmani maksudnya tidak
Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh si
peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya akan lebih baik, dalam arti yang lebih lengkap dan sistematis
sehingga data lebih mudah diolah. Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah alat
perekam suara (tape recorder) alat tulis, dan daftar pertanyaan
(kuesioner).
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah :
1. Metode kepustakaan
penulis melakukan penelitian dengan mencari data dari buku
buku yang berhubungan dengan penulisan sebagai bahan acuan dari
berbagai referensi. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan
dasar-dasar teori yang yang akan dipakai dan untuk mengkaji hasil
penelitian atau informasi yang mendukung penelitian.
2. Metode observasi
penulis turun langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan
pengamatan terhadap tempat, dan peran pemakai bahasa serta perilaku
3. Metode wawancara
Data penelitian ini adalah data lisan dan tulisan. Data tulisan
diperoleh dengan menggunakan metode simak (Sudaryanto, 1993:13)
yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode ini
dikembangkan teknik sadap, yaitu meninjau dan mempelajari secara
langsung kata-kata yang diperoleh dari studi pustaka. Selanjutnya
digunakan teknik catat dengan mencatat data-data tulis yang diperoleh
dari bahan pustaka yang digunakan.
Data lisan diperoleh dari informan yang menggunakan bahasa
Melayu Dialek Langkat di Desa Pulau Banyak. Pengumpulan data
lisan dilakukan dengan metode cakap, yaitu percakapan antara peneliti
dengan penutur sebagai narasumber. Teknik dasar yang digunakan
adalah teknik pancing, yaitu peneliti berusaha memancing seseorang
atau beberapa orang untuk berbicara. Selanjutnya, digunakan teknik
cakap semuka, yaitu percakapan langsung dengan tatap muka antara
peneliti dengan informan.
Teknik ini dilanjuktan dengan teknik rekam dan teknik catat,
yaitu dengan merekam dan mencatat data lisan yang diperoleh dari
informan. penulis melakukan wawancara kepada para penutur yang
dianggap memenuhi syarat sebagai informan untuk dapat
mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik
dicatat. Selama itu juga perekaman dilakukan untuk kepentingan
pengecekan kembali.
4. Metode Kuesioner atau Daftar Pertanyaan
kuesioner yang dibagikan berisikan kosakata dasar yang akan
ditanyakan kepada informan. Tahapan strategi metode pengumpulan
data itu berakhir dengan trankripsi dan tataan data yang sistematis dan
ditandai oleh transkripsi serta tertatanya data secara sistematis
(Sudaryanto, 1986 : 36).
3.5 Metode Analisis Data
Dalam metode analisis data penulis menggunakan metode
deskriptif.
Adapun ciri-ciri metode deskriptif adalah:
1. Memusatkan diri pada permasalahan-permasalahan yang ada
pada masa sekarang dan masalah aktual.
2. Data yang dikumpulkan lalu disusun, dijelaskan dan dianalisis.
(Surakhmad, 1994 : 140).
Metode deskriptif merupakan metode yang berusaha
memberikan gambaran objektif tentang struktur bahasa yang dianalisis
sesuai dengan pemakaian sebenarnya dari bahasa itu oleh masyarakat
bahasanya pada waktu sekarang dan tidak normative
diakronis (memperhitungkan perkembangan dan sejarah struktur
bahasa). Dengan demikian, analisis bahasa Melayu Dialek Langkat ini
akan berusaha memberikan gambaran objektif sesuai dengan keadaan
pemakaian bahasa Melayu Dialek Langkat sekarang.
Sehubungan dengan hal tersebut, Sudaryanto (1986:57)
mengemukakan tiga macam metode yang digunakan dalam
pelaksanaan penelitian bahasa, yaitu:
1. Mengumpulkan Data
Pada tahap pengumpulan data, dialakukan observasi untuk
menentukan dialek yang akan dijadiakn sample penelitian.
Tahap itu diikuti dengan pengumpulan teks tertulis yang
diperoleh dari penutur asli bahasa Melayu dialek Langkat.
Penulis menggunakan data lisan (wawancara) dan data tulis.
Teks tersebut ada yang ditulis.
2. Mengklasifikasikan Data
Dalam tahap mengklasifikasikan data dilakukan menurut
persamaan dan perbedaanya. Hasil penyusunan dan
pengklasifikasian berbentuk suatu sistem yang memudahkan
untuk menemukan kembali kata, dan Hubungan semantis
antarklausa pada konstruksi subordinatif dalam bahasa melayu
3. Menganalisis Data
Pada tahap menganalisis data, teks yang telah ditulis disusun
kembali dalam bentuk bagian kalimat, kemudian ditarik
komponen-komponennya yang berupa klausa. Jika komponen-
komponennya yang berupa klausa telah ditemukan, kata itu lalu
dianalisis, kemudian diamati keteraturannya. Dari konstruksi
kata tersebut dirumuskan pola-pola kaidahnya. Penulis akan
menganalisis data Hubungan semantis antar klausa pada
konstruksi subordinatif dalam bahasa dialek Langkat untuk
dapat menganalisis tipe, bentuk, ciri, fungsi, dan makna Klausa
tersebut.
Setelah data–data yang diperlukan terkumpul semua, maka
data–data yang diperlukan dalam penulisan diambil dan data–data
yang tidak diperlukan dibuang. Tahapan metode analisis data berakhir
dengan penemuan kaidah, betapapun sederhananya atau sedikitnya
kaidah itu, dan banyaknya kaidah yang ditemukan bukanlah menjadi
ukuran, karena kerumitan dan banyaknya kaidah tidak selalu menjadi
petunujuk baik kedalaman atau kehebatan telaah. Dengan demikian
dapat dikatakan pula ditemukannya kaidah itu merupakan wujud dari
BAB IV PEMBAHASAN
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau
tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya
kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis harus memiliki
S dan P Ditinjau dari panjang atau pendeknya, sebuah
sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi
panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau
keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat, atau pada
keduanya. (Ramlan, 1987:6) mengatakan, “Kalimat adalah satuan
gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada
akhir naik dan turun.”
Ditinjau dari pola-pola dasar yang dimilikinya, kalimat dapat
dibagi menjadi kalimat inti, kalimat luas, dan kalimat
transformasional. Tiap-tiap kalimat memiliki unsur inti yaitu
sekurang-kurangnya terdiri dari unsur Subjek dan Predikat. Jika salah
satu unsur inti tersebut diperluas maka kalimat tersebut menjadi
kalimat luas. Jadi, kalimat luas merupakan perluasan kalimat inti yang
penggunaannya biasanya sering mengalami kekeliruan dalam hal
Kalimat dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu kalimat
sederhana dan kalimat luas. Kalimat sederhana dibagi atas dua bagian,
yaitu kalimat yang tak berklausa dan kalimat yang berklausa satu.
Adapun kalimat luas adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau
lebih. Kalimat luas itu bermacam-macam. Macam-macam kalimat luas
terdiri atas kalimat luas setara dan kalimat luas tak bertingkat
(Alwi dkk, 1998).
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar
yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
a. Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh:
(1) AdEk menangis. Anjing dipukul.
’Adik menangis. Anjing dipukul.’
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
b. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh:
(2) Budak hendon. Gunong tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
c. Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh:
(3) Abah pengaRang. cek Gu.
’Bapak pengarang. Paman Guru.’
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat
ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti:
adalah, menjadi, merupakan.
d. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh:
(4) Emak ke pasaR. abah daRi kantoR.
’Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.’
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
Suatu bentuk kalimat luas hasil penggabungan atau perluasan
kalimat tunggal sehingga membentuk satu pola kalimat baru di
4.1 Kalimat Luas Setara
Kalimat luas setara ialah struktur kalimat yang di dalamnya
terdapat sekurang-kurangnya dua kalimat dasar dan masing-masing
dapat berdiri sebagai kalimat tunggal disebut kalimat luas setara
(koordinatif). Kalimat berikut terdiri atas dua kalimat dasar.
Contoh :
(5) SayE datang. iE peRgi.
’Saya datang, dia pergi.’
Kalimat itu terdiri atas dua kalimat dasar yaitu saya datang dan
dia pergi. Jika kalimat dasar pertama ditiadakan, unsur dia pergi
masih dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mandiri. Demikian pula
sebaliknya. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama. Itulah
sebabnya kalimat itu disebut kalimat luas setara.
Pengabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas setara ini
memberikan makna yang menyatakan penggabungan :
4.1.1 Makna Penambahan
Kalimat luas serta setara yang hubungan antara
klausa-klausanya menyatakan makna penambahan dibentuk dari dua buah
klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai
dan ’dan’
Contoh :
(6) Selat sunda teRletak di antaRE Pulau SumatRa dengan
pulau dan selat Bali di antaRa pulau jawa dengan pulau
Bali.
‘Selat Sunda terletak antara Pulau Sumatera dengan Pulau
Jawa dan Selat Bali antara Pulau Jawa dengan Pulau
Bali.’
Kalau ada unsur yang sama dari klausa-klausa yang
digabungkan itu, maka unsur yang sama itu dapat disatukan, artinya
unsur yang sama itu hanya ditampilkan satu kali saja.
Contoh :
(7) AdEk belajar bahasE inggrEs, ida bahasE peRancis, dan
Siti bahasE jErman.
‘Adik belajar bahasa Inggris, Ida bahasa Perancis, dan Siti
bahasa Jerman.’
Predikat belajar pada klausa kedua dan ketiga dilesapkan; yang
4.1.2 Makna Pertentangan
Kalimat luas setara yang hubungan anatara klausa-klausanya
menyatakan makna pertentangan dibentuk dari dua buah klausa,
biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :
tapi ‘tetapi’
sedangkan ‘sedangkan’
Contoh :
(8) SayE ingin melanjutkan belajaR ke peRguRuan tinggi
tetapioRang tuE sayE tak mampu membiayainyE.
‘Saya ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi tetapi
orang tua Saya tidak mampu membiayainya.’
(9) Setahon yang kmaRen jalan ni beRsih dan mulos tetapi
Sekarang kotoR dan beRlobang-lobang.
‘Setahun yang lalu jalan ini bersih dan mulus tetapi
(10) Kami beRtigE mendiRikan kemah sedangkan mReka
beRduE menyiapkan makanan.
’Kami bertiga mendirikan kemah sedangkan mereka
berdua menyiapkan makanan.’
4.1.3 Makna Pemilihan
Kalimat luas setara yang hubungan antara klausa-klausanya
menyatakan makna ’pemilihan’ dibentuk dari dua buah klausa;
biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :
atau ’atau’
Contoh :
(11) BaRang-baRang pesanan tuan ni akan tuan ambEk
sendiRi, atau kami yang haRus mengantaRkannyE ke
alamat Tuan?
’Barang-barang pesanan Tuan ini akan Tuan ambil
sendiri, atau kami yang harus mengantarkannya ke
(12) Kau nak menuRuti nasehatku, atau kau dengaRkan sajE
apE katE binikmu?
’Kamu mau menuruti nasihatku, atau kau dengarkan saja
apa kata istrimu?’
(13) Kau haRos cepat beRangkat atau kitE tunggu dulu
kedetangan beliau?
’Kamu harus segera berangkat atau kita tunggu dulu
kedatangan beliau?’
4.1.4 Makna Penegasan
Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya
menyatakan makna ’penegasan’ dibentuk dari dua buah
klausa;biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :
bahkan ’bahkan’
mala ’malah’
apElagi ’apalagi’
Contoh :
(14) BaRang-baRang keRajinan daRi daERah ini suda
dipasaRkan di indonesia, bahkan telah jugE di ekspoR
ke negRi BelandE.
’Barang-barang kerajinan dari daerah itu sudah
dipasarkan di seluruh Indonesia, bahkan telah juga di
ekspor ke Negeri Belanda.’
(15) Pembangonan tak bolE kitE hentikan, bahkan haRos kitE
tingkatkan pelaksanaannyE.
’Pembangunan tidak boleh kita hentikan, bahkan harus
kita tingkatkan pelaksanaannya.’
(16) Budak-budak tu memang nakal la, apElagi kalok tak de
emaknyE.
’Anak-anak itu memang nakal, apalagi kalau tidak ada
ibunya.’
(17) DaeRah ni hawanyE sejok sangat, lagipulE
pemandangannya sElEntEn.
’Daerah ini hawanya dingin, lagipula pemandangannya
4.1.5 Makna Pengurutan
Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’pengurutan’ atau ’pengaturan’ dibentuk dari dua
buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung
lalu ’lalu’
kemudian ’kemudian’
Contoh :
(18) Kami tengok dulu ke kiRi dan ke kanan, lalu segeRa
beRlaRi menyebeRangi jalan yang RamE tu.
’Kami menoleh dulu ke kiri dan ke kanan, lalu segera
berlari menyeberangi jalan yang ramai itu.’
(19) Pak Tono siapkan pondok-pondok tempat tinggal,
kemudian baRulah mRekE menyiapkan lahan peRtanian.
’Pak Tono menyiapkan pondok-pondok tempat tinggal,
kemudian barulah mereka menyiapkan lahan pertanian.’
4.2. Kalimat Luas Bertingkat
Kalimat luas bertingkat ialah kalimat yang mengandung satu
kalimat dasar yang berfungsi sebagai pengisi salah satu unsur kalimat
inti itu misalnya keterangan, subjek, atau objek dapat disebut sebagai
kalimat luas bertingkat jika di antara kedua unsur itu digunakan
konjungtor. Konjungtor inilah yang membedakan struktur kalimat luas
bertingkat dari kalimat setara.
Kalimat luas bertingkat dibentuk dari dua buah klausa, yang
digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung
sebab, kalau, meskipun, dan sebagainya.
dalam kalimat luas terdapat juga hubungan makna yang timbul
sebagai pertemuan antara klausa yang satu dengan klausa yang
lainnya, baik antara klausa inti dengan klausa inti, maupun antara
klausa inti dengan klausa bawahan. Penggabungan dua buah klausa
menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan makna yang, antara
lain, menyatakan :
4.2.1 Hubungan Makna Sebab
Terdapat hubungan makna sebab apabila klausa bawahan
menyatakan sebab atau alasan terjadinya peristiwa atau dilakukannya
tindakan yang tersebut dalam klausa inti. hubungan makna ini secara
kaRna ’karena’
sebab ’sebab’
makE ’maka’
Klausa pertama (klausa bebas) sebagai induk kalimat
menyatakan sesuatu peristiwa yang terjadi sebagai akibat dari
terjadinya peristiwa pada klausa kedua (klausa yang tidak bebas) yang
menjadi anak kalimat pada kalimat bertingkat itu.
Contoh:
(20) BanjiR seRing melanda kota kami kaRna got-got
aiRnyE penoh dengan sampah dan kotoRan.
’Banjir sering melanda kota kami karena
saluran-saluran airnya penuh dengan sampah dan kotoran.’
(21) HaRga jual baRang-baRang ni teRpaksE dinaikkan
sebab biayE pRoduksi dan ongkos keJe jugE baEk.
’Harga jual barang-barang ini terpaksa dinaikkan sebab
biaya produksi dan ongkos kerja juga baik.’
Anak kalimat dan induk kalimat pada kalimat bertingkat ini
kalimat maka di muka induk kalimat dapat pula ditempatkan kata
penghubung maka
Contoh :
(22) KaRna tak pande beRenang, make akhirnyE iE teRseret
aRus.
’Karena tidak pandai berenang, maka akhirnya dia
terseret arus.’
4.2.2 Hubungan Makna Akibat
Terdapat hubungan makna akibat apabila klausa bawahan
menyatakan akibat dari apa yang dinyatakan pada klausa inti. secara
jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung sebagai
berikut :
hinggE ’hingga’
sehinggE ’sehingga’
sampE ’sampai’
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya
sesuatu peristiwa yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pada
klausa kedua.
Contoh :
(23) Tukang copet tu dipukuli oRang Ramai sampE mukEnyE
babak beloR.
’Tukang copet itu dipukuli orang ramai sampai mukanya
babak belur.’
(24) IE sukE sekali beRjudi hinggE haRta bendanyE abEs dan
utangnyE menumpok.
’Dia suka sekali berjudi hingga harta bendanya habis dan
hutangnya menumpuk.’
(25) Penumpang kRetE api tu sesak sehinggE ntok meletakkan
sebelah kaki pun sukaR.
’Penumpang kereta api itu penuh sesak sehingga untuk
(26) Engkou seperti Mira sajE, makan siket sampe-sampe
kekasihnyE memintE bibi masak yang sedikEt sEdap nE.
’Engkau seperti Mira saja, makan sedikit sampai-sampai
kekasihnya meminta bibi memasak yang sedikit enak.’
4.2.3 Hubungan Makna Syarat
Hubungan Makna syarat terjadi dalam kalimat yang klausa
sematan nya menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut dalam
klausa utama.secara jelas hubungan ini ditandai dengan kata
penghubung sebagai berikut :
jikE ’jika’
jikE la ’jikalau’
andE ’andai ’
apobilE ’apabila’
kalo ’kalau’
asalkan ’asalkan’
bilEmanE ’bilamana’
asal ’asal’
Contoh :
(27) Kami ndak lalu ke pantE, jikE aRi tak ujan.
’Kami akan pergi ke pantai, jika hari tidak hujan.’
(28) JikE la aku dapat lulus daRi SMA, aku kan mlanjutkan
plajaRanku ke Fakultas SastRa.
’Jikalau aku dapat lulus dari SMA, aku akan melanjutkan
pelajaranku ke fakultas Sastra.’
(29) SayE Endak datang, andE sehat.
’Saya akan datang, andai sehat.’
(30) SayE membeli baju itu, apabilE sayE udah gajian.
‘Saya membeli baju itu, apabila saya sudah gajian.’
(31) Gina akan kasi pinjam uang, asalkan dikembalikan
secepatnyE.
’Gina akan meminjamkan uang, asalkan dikembalikan
secepatnya.’
(32) Bilemane ujan tuRon agak deRas, daeRah tu tentunyE
teRgenang aE.
’Bilamana hujan turun agak lebat, daerah itu tentu
(33) Lia jugE lenten asal tak teRlalu banyak makan coklat dan
minum es krem.
’Lia juga cantik asal tak terlalu banyak makan coklat dan
minum es krim.’
(34) SejutE RasE beRgulatan dalam dadanyE manEkalE
melihat betapE pucatnyE wajah peRempuan yang lunglai
tu.
’Sejuta rasa bergulatan dalam dadanya manakala melihat
betapa pucatnya muka perempuan yang lunglai itu.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna syarat
dengan masing-masing induknya.
4.2.4 Hubungan Makna Tujuan
Hubungan Makna Tujuan terdapat dalam kalimat yang
menyatakan tujuan ialah dengan terlaksananya atau dikerjakannya apa
yang tersebut pada klausa inti tujunnya untuk dikerjakan pada klausa
bawahan. secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata
penghubung sebagai berikut :
nak ’agar’
supayE ‘supaya’
biaR ‘biar’
Contoh :
(35) Agung di pondokkE AbahnyE diPonorogo, nak dapat
menjadi oRang yang taat beRibadah.
’Agung di pondokkan Ayahnya diPonoRogo, agar dapat
menjadi orang yang taat beribadah.’
(36) SeRinglah lalu menengok oRang pesta supaye tau adat
oRang.
’Seringlah pergi melihat pesta supaya tahu adat orang.’
(37) AdEk Rajin-Rajinlah belajaR memasak diRumah nenek,
biaR tau Resep yang sedap.
’Adik rajin-rajinlah belajar memasak dirumah nenek, biar
tahu resep yang enak.’
(38) BaEk buRok yang dihadapi agaR supayE tak lupE
kepadE Tuhan.
’Baik buruk yang dihadapi agar supaya tidak lupa kepada
Tuhan.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna tujuan
4.2.5 Hubungan Makna Waktu
Hubungan makna waktu terjadi jika sematan menyatakan waktu
terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa
utama. Hubungan waktu itu dapat dibedakan lagi menjadi batas waktu
permulaan, kesamaan waktu, urutan waktu, dan batas akhir waktu
terjadinya peristiwa atau keadaan. Masing-masing makna akan
dijelaskan dibawah ini :
4.2.5.1 Batas waktu Permulaan
Hubungan makna batas waktu permulaan dalam bahasa
melayu ditandai oleh konjungsi, yaitu :
sEjak ’sejak’
sEjak daRi ’sejak dari’
sEmEnjak ’semenjak’
Dalam hubungan makna ini, klausa anak mengandung makna batas
waktu permulaan terjadinya peristiwa yang dinyatakan klausa induk.
Dengan kata lain, klausa anak menyatakan batas waktu permulaan
Contoh :
(39) SEjak adEknyE sakEt. iE tlah jaRang kEsEkolah.
’Sejak adiknya sakit, dia telah jarang kesekolah.’
(40) SEjak daRi haRi sEnEn, ema tak pulang keRhomah.
’Sejak dari hari senin, ema tidak pulang kerumah.’
(41) ’SEmEnjak adE diRimu, dunia teRasa menawan.’
Semenjak ada dirimu, dunia teRrasa indahnya.
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna
batas waktu permulaan dengan masing-masing klausa induknya,
misalnya, pada contoh (1)
klausa anak ’sEjak adEknyE sakEt – sejak adikya sakit’ menunjukkan
waktu permulaan terjadinya peristiwa pada klausa induk yaitu ’iE tlah
jaRang kesekolah-dia telah jarang kesekolah’.
4.2.5.2 Kesamaan Waktu
Hubungan makna kesamaan waktu dalam bahasa melayu
ditandai dengan konjungsi, yaitu :
ketikE ’ketika’
manEkalE ’manakala’
selamE ’selama’
sambEl ’sambil’
sEmEntarE ’sementara’
sElagi ’selagi’
sEwaqhtu ’sewaktu’
begitu ’begitu’
Dalam hubungan makna ini, klausa anak menyatakan makna kesamaan
waktu terjadinya peristiwa yang dinyatakan pada klausa induk.
Contoh :
(42) KetikE ujan REda iE lalu.
’Ketika hujan reda dia pergi.’
(43) ManEkalE suasana hati ni sEdEh AndRi datang
menghiboR.
’Manakala suasana hati sedih Andri datang menghibur.’
(44) SelamE Engkau masih disini aku tEmani.
’Selama kau masih disini aku temani.’
(45) SambEl mengupas bawang adEk menangEs.
’Sambil mengupas bawang adik menangis.’
(46) Tenga beRjalan iE ikut.
’Tengah berjalan dia ikut.’
(47) SEmEntaRE emak buatkan kue kami cumE liat.
’Sementara ibu membuat kue kami melihat.’
(48) SElagi masakan kaka’ angEt. emak menggoReng ikan.
(49) Sewaktu gembiRe, ingatlah susEh.
’Sewaktu senang, ingat susah.’
(50) Begitu Andi jempot, emak keluaR.
’Begitu Andi jemput, ibu keluar ’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna
kesamaan waktu dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.5.3 Urutan Waktu
Hubungan makna urutab waktu dalam bahasa melayu ditandai
dengan konjungsi, yaitu :
sehabEs ’sehabis’
sebelun ’sebelum’
stelah ’setelah’
sesuda ’sesudah’
slesei ’selesai’
menjelang ’menjelang’
Dalam hubungan makna ini, klausa anak menyatakan makna urutan
Contoh :
(51) SehabEs makan, iE lalu tidoR.
’Sehabis makan, dia pergi tidur.’
(52) Sebelun makan, kami bedoa.
’Sebelum makan, kami berdoa.’
(53) Stelah mencuci pakaian. iE menyapu.
’Setelah mencuci pakaian, dia menyapu.’
(54) Sesuda buang sampah, Ita beRnyanyi.
’Sesudah membuang sampah, Ita bernyanyi.’
(55) Slesei sidang meja hijo, Abah tilpun.
’Selesai sidang meja hijau, ayah telepon.’
(56) Menjelang Idul Adha, Emak membeRsihkan Rumah.
’Menjelang Idul Adha, ibu memberRsihkan rumah.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna urutan
waktu dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.5.4. Batas Waktu akhir
Hubungan makna batas waktu akhir dalam konstruksi subordinatif bahasa melayu ditandai dengan konjungsi yaitu :
sampE ’sampai’
Dalam hubungan makna ini, klausa anak menyatakan batas waktu
akhir terjadinya peristiwa yang dinyatakan pada klausa induk.
Contoh :
(57) SayE menanti disini sampE iE tibE.
‘Saya menanti disini sampai dia tiba.’
(58) Bibik mencaRi aRoma tak sEdap hinggE ke kamaR
mandi.
’Bibi mencari aroma bau hingga ke kamar mandi.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna batas
waktu akhir dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.6 Hubungan Makna Konsesif
Hubungan Makna Konsesif terdapat dalam kalimat yang klausa
sematannya memuat pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang
dikatakan prosa utama. Hubungan Makna Kosesif dalam konstruksi
subordinatif bahasa Melayu Langkat ditandai oleh konjungsi
subordinatif, yaitu :
walopun ’walaupun’
meskipun ’meskipun’
sakalipun ’sekalipun’
kendatipun ’kendatipun’
sunggohpun ’sungguhpun’
Dalam hubungan makna ini klausa anak mengandung
pernyataan tidak akan mengubah apa dinyatakan dalam klausa induk.
Contoh :
(59) Walaupun iE jauh, awak selalu menunggunyE.
’Walaupun dia jauh, aku selalu menunggunya.’
(60) Meskipun Arif degel, Emak sangat menyayanginyE.
’Meskipun Arif nakal, ibu sangat menyayanginya’
(61) Sakalipun pakcik menjemput, Abah tetap tak lalu.
’Sekalipun paman menjemput, Ayah tetap tidak pergi.’
(62) BiaRpun gadis itu gemok, tapi ie tetap lawa.
’Biarpun gadis itu gendut, tapi ia tetap cantik.’
(63) Kendatipun sepeRti itu, iE tetap sodaRanyE.
’Kendatipun seperti itu, dia tetap saudaranya.’
(64) Sunggohpun RasE Rindu itu uda menggodE. iE tetap
beRosaha menahannyE.
’Sungguhpun rasa rindu itu sudah menggoda, dia tetap
berusaha menahannya.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna
tersebut memuat peristiwa atau tindakan yang tidak terpengaruh oleh
pernyataan pada klausa induk.
4.2.7 Hubungan Makna Perkecualian
Terdapat hubungan makna perkecualian apabila klausa bawahan
menyatakan suatu perkecualian, maksudnya menyatakan sesuatu yang
dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa inti. kata
penghubung yang digunakan untuk menandai makna ini secara jelas
ialah sebagai berikut :
kecuali ’kecuali’
selaEn ’selain’
hanyE ’hanya’
Contoh :
(65) Tak adE yang bisE dikeRjakan lagi kecuali menangEs.
’Tidak ada yang bisa dikerjakan lagi kecuali
menangis.’
(66) Arip tak melakukan dansa dengan sepenohnyE selaEn
skedaR melangkahkan kaki agaR tak teRpijak.
’Arip tidak melakukan dansa dengan sepenuhnya selain
(67) SemuE oRang sudah hadiR hanyE Siti dan Adi belum
nampak batang idongnyE.
’Semua orang sudah hadir hanya Siti dan Adi belum
keliatan batang hidungnya.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan perkecualian
dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.8 Hubungan Makna Perbandingan
Hubungan Makna Perbandingan memperlihatkan kemiripan
antara pernyataan yang diutarakan dalam klausa utama dan klausa
sematan, dan anggapan bahwa isi klausa utama lebih baik dari pada isi
klausa sematan.
Hubungan makna perbandingan dalam bahasa melayu ditandai oleh
konjungsi sebagai berikut :
daRipadE ’daripada’
speRti ’seperti’
sEolEh-olEh ’seolah-olah’
sErupE ’serupa’
seakan-akan ’seakan-akan’
Contoh :
(68) SayE lebeh gemaR makan nasi dengan ikan goReng
daripadE Roti bakaR.
’Saya lebih suka makan nasi dengan ikan goreng
daripada roti bakar.’
(69) DaRah sayE bERdesiR sepeRti akan putos tali jantong.
’Darah saya berdesir seperti akan putus tali jantung.’
(70) Anton tak tampak glisah stelah mencontek, seolah-olah
iE mampu mengeRjakan soal-soal itu sendiRi.
’Anton tidak keliatan gelisah setelah mencontek,
seolah-olah dia
mampu mengerjakan soal-soal itu sendiri.’
(71) JeRok mandaRin seRupa denagn jeRok biasE.
’Jeruk mandarin serupa dengan jeruk biasa.’
(72) MendengaRkan Sita beRbicaRa seakan-akan iE sedang
mengaRang.
’Mendengarkan Sita berbicara seakan-akan dia sedang
mengarang cerita.’
(73) BeRlibuR ke pRapat seRasE sedang beRada di pulo
bali.
’Berlibur ke Prapat serasa sedang berada di pulau
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan perbandingan
dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.9 Hubungan Makna Kegunaan
Terdapat hubungan makna kegunaan apabila klausa bawahan
menyatakan kegunaan,menjawab pertanyaan untuk apa kata
penghubung yang di gunakan untuk menandai hubungan makna.
Hubungan makna kegunaan dalam bahasa melayu, kata penghubung
yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini sebagai berikut :
untok ‘untuk’
gunE ‘guna’
buat ‘buat’
Contoh :
(74) IE disuRoh lalu ke kedEi untok bli obat EmaknyE.
’Dia disuruh pergi kepasar untuk membeli obat
ibunya.’
(75) Hakim mEnandatangkan saksi gunE dimintai
kEtERangan.
’Hakim menandatangkan saksi guna dimintai
ketarangan.’
(76) IE bekeRja keRas buat mencapai citE-citEnyE.
(77) IE diangkat menjadi mendoR untok memimpEn
bebeRapa pekeRja lainnya.
’Dia diangkat menjadi mandor untuk memimpin
beberapa pekerja lainnya.’
(78) Banyak negaRa yang dikunjunginya buat mempeRoleh
kepuasan hidop.
’Banyak negara yang dikunjunginya buat memperoleh
kepuasan hidup.’
(79) Awak lalu ke kantoR pusat menemui pegawE-pegawE
tERtinggi gunE mEnERima petunjuk sElanjutnyE.
’Aku pergi ke kantor pusat menemui pegawai-pegawai
tertinggi guna menerima petunjuk selanjutnya.’
(80) Rumah-Rumah semrawut tu akan di bongkaR untuk di
jadikan tempat pembangunan Rumah flat lainnyE.
’Rumah-rumah semrawut itu akan di bongkar untuk
dijadikan lokasi pembangunan rumah flat lainnya.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna
4.2.10 Hubungan Makna Komplementasi
Terdapat hubungan makna komplementasi apabila klausa
bawahan menyatakan apa yang dikatakan, dipikirkan, didengar,
disadari, diyakini, diketahui ditanyakan dalam klausa inti, atau dengan
singkat dapat dikatakan bahwa klausa bawahan merupkan klausa inti.
Secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung
sebagai berikut :
bahwE ’bahwa’
kalok ’kalau’
kalau-kalau ’kalau-kalau’
Contoh :
(81) SayE tau bahwE engkou ni dendam ke sayE.
’Saya tahu bahwa kamu dendam kepada saya.’
(82) WalikotE menegaskan bahwE pialE adipuRe tak dapat
diRaih lagi tanpa dukongan sluRuh waRga kotE.
’Walikota menegaskan bahwa piala adipura tidak dapat
diraih lagi tanpa dukungan seluruh warga kota.’
(83) Aku baRu sadaR kalok daRi suRat-suRat oRang akan
dapat tahu pRibadi sEsEoRang.
’Aku baru sadar kalau dari surat-surat orang akan dapat
(84) SEbEntaR-sEbEntaR MokaR mEndEkati aku untuk
menanyEkan kalau-kalau aku mEmERlukan sEsuatu.
’Sebentar-sebentar Mokar mendekati aku untok
menanyakan kalok-kalok aku memerlukan sesuatu.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna
komplementasi dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.11 Hubungan Makna Atribut
Hubungan Makna Atribut terjadi bilamana klausa sematan menyatakan suatu keadaan atau perbuatan yang dialami atau dilakukan
oleh acuan nominal tertentu pada klausa utama. Hubungan makna
atributif dalam konstruksi subordinatif bahasa melayu Langkat
ditandai oleh konjungsi subordinatif, yaitu :
yang ’yang’
di manE ’di manE’
daRi manE ’daRi manE’
tEmpat ’tempat’
Dalam hubungan makna ini, klausa anak mewatasi makna atau
Contoh :
(86) AdEknya yang dEgEl itu sangat disayanginyE.
’Adiknya yang nakal itu sangat disayanginya.’
(87) Kami arus menabong untuk waktu-waktu libuRan di
nEgERinya, dimanE kEhidupan amat mahal.
’Kami harus menabung untuk waktu-waktu liburan di
negeRinya, dimana kehidupan amat mahal.’
(88) Waktu-waktuku diluaR sEkolah kuhabEskan di gEdong
kecik, darimana oRang sElalu dapat mEndEngaRkan
suaRa gamElan yang lEmbut dan sEmangat.
’waktu-waktuku diluar sekolah kuhabiskan di gedung
kecil, darimana orang selalu dapat mendengarkan
suara gamelan yang halus dan semangat.’
(89) Di sudot teRdapat lEmari kEciK, tEmpat Karmila
meletakkan alat-alat operasi untok dapat menolong
Popi.
’Di sudut terdapat lemari kecil, tempat Karmila
meletakkan alat-alat operasi untuk menolong Popi.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna atribut
4.2.12 Hubungan Makna Pengandaian
Hubungan makna pengandaian apabila klausa bawahan
menyatakan suatu andaian, suatu syarat yang tidak mungkin terlaksana
bagi klausa inti sehingga apa yang dinyatakan oleh klausa inti juga
tidak mungkin terlaksana. hubungan makna ini secara jelas ditandai
dengan kata-kata penghubung sebagai berikut :
andEkatE ’andaikata’
seandainyE ’seandainya’
andEkan ’andaikan’
sekiranyE ’sekiranya’
sEumpama ’seumpama’
Contoh :
(90) SayE mohon maaf, andEkatE teRjadi ksalahan yang
ndak di sengajE.
’Saya minta maaf, andaikata terjadi kesalahan yang
tidak disengaja.’
(91) Rika akan datang, seandainyE semuE ikod.
’Rika akan datang, seandainya semua ikut.’
(92) SayE Endak datang, andEkan sayE sEhat.
(93) SekiRanyE haRga emas muRah, makcik akan
membelinyE.
’Sekiranya harga emas murah,bibi akan membelinya.’
(94) SeumpamE tiket muRE, bERangkatlah sayE kE
SingaporE.
’SeumpamE tiket murah,berangkatlah saya ke
SingapoRe.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna
pengandaian dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.13Hubungan Makna Cara
Terdapat hub