• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Struktur Rangka Atap Baja untuk Berbagai Type

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Perbandingan Struktur Rangka Atap Baja untuk Berbagai Type"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA

UNTK BERBAGAI TYPE

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

M. FAUZAN AZIMA LUBIS

050404041

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA

UNTUK BERBAGAI TYPE

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colliqium Doctum / Ujian Sarjana Teknik Sipil USU

Dikerjakan Oleh :

05 0404 041

M. FAUZAN AZIMA LUBIS

Pembimbing

NIP. 19520901 198112 1 001 Ir.Sanci Barus, MT

Penguji I Penguji II Penguji III

Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT Ir. Syahri Arbeyn Siregar Ir. Robert Panjaitan . NIP19590707 198710 1 001 NIP. 19490928 198103 1 001 NIP. 131 127 009

Mengesahkan :

Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik , Universitas Sumatera Utara

NIP.19561224 198103 1 002 Prof. Dr.-Ing. Johannes Tarigan

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT atas karunia-Nya memberikan pengetahuan, kekuatan, dan kesempatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini disusun untuk melengkepai tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “Studi Perbandingan Struktur Rangka Atap Baja untuk Berbagai Type“.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak bantuan berupa dukungan moril, material, spiritual, maupun administrasi. Oleh karena itu, sudah layaknya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Ing. Johanes Tarigan, Ketua Jurusan Teknik Sipil;

2. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, Koordinator Program Pendidikan S1 Jurusan Teknik Sipil;

3. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, Dosen Pembimbing penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini;

4. Seluruh Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil yang telah mendidik penulis;

5. Pegawai Adminitrasi Jurusan Teknik Sipil; 6. Orang tua, Saudara dan rekan – rekan penulis;

(4)

Walaupun penulis sudah berupaya semaksimal mungkin, namun penulis menyadari kemungkinan masih terdapat kekurangan dan kesilapan di dalam Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis terbuka dan mengharapkan sekali kritikan dan saran yang sifatnya membangun guna memperbaiki tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2010 Hormat Saya Penulis,

NIM : 050404041

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR ISI……… iii

ABSTRAK ……….. viii

DAFTAR NOTASI……….. ix

DAFTAR GAMBAR ...………... xii

DAFTAR TABEL……… xvi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Permasalahan………. 3

1.3 Tujuan……… 4

1.4 Pembatasan Masalah………. 4

1.5 Metodologi……… 4

1.6 Sistematika Penulisan……… 4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN………. 6

2.1 Material Baja……….. 6

2.1.1 Jenis Baja………. 6

2.1.2 Profil Baja……… 6

2.1.2.1 Sumbu Utama……… 8

2.1.2.2 Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan…… 9

2.2 Sifat Bahan……….. 9

2.3 Type Struktur Penyangga Atap Baja ……….………. 13

2.4 Pembebanan Struktur………... 15

2.4.1 Kombinasi Beban Rencana……… 15

2.4.2 Faktor Reduksi Ø untuk Keadaan Kekuatan Batas……. 16

2.5 Batang Tarik ………... 17

2.5.1 Tipe Batang Tarik………. 17

2.5.2 Pembatasan Kelangsingan……… 18

2.5.3 Penampang Efektif……….. 18

2.5.3.1 Sambungan Baut………... 18

2.5.3.2 Sambungan Las………. 20

(6)

2.5.5 Perencanaan Batang Tarik……… 22

2.6 Batang Tekan……….. 23

2.6.1 Bentuk – bentuk Penampang Batang Tekan……… 23

2.6.2 Profil Siku Ganda……… 24

2.6.3 Faktor Panjang Tekuk (Kc)……….. 25

2.6.4 Kelangsingan Batang……… 26

2.6.4.1 Pembatasan Kelangsingan………. 26

2.6.4.2 Faktor Tekuk (ω) dan Kelangsingan…………. 27

2.6.5 Kuat Tekan Rencana……… 29

2.6.6 Perencanaan Batang Tekan………. 29

2.7 Sambungan Struktur Baja……….. 32

2.7.1 Sambungan Baut………. 33

2.7.1.1 Pengurangan Luas akibat Lubang Baut……… 34

2.7.1.2 Tata Letak Baut……… 35

2.7.1.3 Kekuatan Baut……….. 36

2.7.2 Sambungan Las……… 37

2.7.2.1 Tebal Las……….. 38

2.7.2.2 Panjang Las……….. 38

2.7.2.3 Luas Penampang Las (A)……...……….. 39

2.8. Castella Beam...……….. 39

BAB III METODE ANALISIS STRUKTUR……… 43

3.1 Perhitungan Beban...……… 43

3.1.1 Beban Mati (D)……… 43

3.1.1.1 Tidak Pakai Track Staang..……… 44

3.1.1.2 Pakai Track Staang………. 45

3.2 Analisis Struktur dengan Alat Bantu Komputer………. 48

3.2.1 Menentukan Geometri Struktur……… 48

3.2.2 Menentukan Material dan Section……… 49

3.2.3 Menentukan Properti Elemen……… 49

3.2.4 Menentukan Load Case……… 49

3.2.5 Menentukan Beban Joint……….. 50

(7)

3.2.7 Menampilkan Gaya – gaya Elemen………. 50

BAB IV APLIKASI PERANCANGAN……… 52

4.1 Perancangan Struktur Rangka Baja Howe..……… 58

4.1.1 Perancangan Batang Tekan………....………….. 59

4.1.2 Perencanaan Pelat Kopel……….……. 61

4.1.3 Perencanaan Sambungan Buhul………...………. 65

4.1.4 Perencanaan Batang Tarik……….……….... 66

4.2 Perancangan Struktur Rangka Baja Polenciau………. 68

4.2.1 Perancangan Batang Tekan………...………… 69

4.2.2 Pelat Kopel………..………. 71

4.2.3 Perancangan Sambungan Buhul ………..………… 75

4.2.4 Perancangan Batang Tarik………...…………. 76

4.3 Perancangan Struktur Rangka Baja IWF……… 78

4.3.1 Pemilihan Profil……… 78

4.3.2 Sambungan Pada Titik 1…………..……… 79

4.3.3 Sambungan Pada Titik 2……….………. 82

4.3.4 Sambungan Flens………...……….. 86

4.3.5 Sambungan Badan.……….. 87

4.4 Perancangan Struktur Rangka Baja Castella..………. 88

4.4.1 Potongan Profil Castella...……… 89

4.4.2 Sambungan Flens………...……….. 90

4.4.3 Sambungan Badan.………. 91

4.5 Perancangan Struktur Rangka Baja Profil CNP…...………. 92

4.5.1 Pemilihan Profil ………. 92

4.5.2 Sambungan Flens……… 95

4.6 Perhitungan Berat Rangka Baja ……… 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 99

5.1 Kesimpulan………... 99

5.2 Saran……….... 99

(8)

ABSTRAK

Pedoman Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung (PPBBG 1987) adalah standar perancangan struktur baja yang berlaku di Indonesia hingga saat ini. Pada tahun 2002 Badan Standarisasi Nasional mengeluarkan sebuah standar peraturan baru yang disebut dengan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk bangunan Gedung (SNI 03 – 1729 – 2002). Masa berlaku PPBBG 1987 yang sangat lama mengakibatkan sudah mendarah dagingnya konsep perancangan konsep tersebut dikalangan para praktisi sipil di lapangan, sehingga dirasa perlu untuk mengenalkan metode tersebut agar para perencana bangunan baja di Indonesia dapat merancang bangunan baja mereka sesuai standar baru yang berlaku, yaitu SNI 2002.

Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas tata cara perancangan struktur rangka baja (berupa str. Rangka kap), yang terdiri dari perencanaan pembebanan, analisis struktur, perancangan batang tarik dan batang tekan dan perencanaan sambungan struktur rangka baja serta perbandingan antar profil siku, channel, Besi beton, I dan castella sehingga dihasilkan suatu profil yang lebih ekonomis.

Pada aplikasi perhitungan dapat dilihat perbandingan berat struktur antar Rangka Baja dengan Profil yang berbeda, dimana profil CNP dan Besi beton dari segi berat lebih ekonomis dibanding profil siku, dan IWF.

(9)

DAFTAR NOTASI

Satuan fu = Tegangan Ultimit……….. Mpa fy = Tegangan Leleh………. Mpa Ix = Momen Inersia arah sumbu x……… mm4 Iy = Momen Inersia arah sumbu y……… mm4 E = Modulus Elastisitas……… Mpa

G = Modulus Geser………... Mpa

μ = Angka Perbandingan Poisson

α = Angka Perbandingan Ekspansi………. Per °C

γ = Berat Jenis………. t/m3

σ = Tegangan……… Mpa

ε = Regangan………... mm

ф = Faktor Reduksi

Ae = Luas Penampang Efektif……… mm2 An = Luas Penampang Netto………... mm2 g = Jarak Baut Vertikal………. mm s = Jarak Baut Horizontal……… mm Ag = Luas Penampang Kotor……….. mm2 U = Nilai Faktor

Nu = Gaya Terfaktor……….... kg

Nn = Gaya Nominal………. Kg

Kc/k = Faktor Panjang Tekuk

Lk = Panjang Tekuk……… mm

rmin = jari – jari girasi terkecil……….. mm

ω = factor tekuk

(10)

Td = Kuat Tarik Rencana……… kg Tn = Kuat Tarik Nominal……… kg Vu = Gaya Geser Terfaktor………. kg Tu = Gaya Tarik Terfaktor……….. kg Rd = Kuat Tumpu Rencana………. kg tp = Tebal Pelat……….. mm

d = Diameter Baut……… mm

n = Jumlah Baut

m = Jumlah Bidang Geser

tw = Tebal Efektif………..……… mm

a = Tebal Las……… mm

Ln = Panjang Las Netto………. mm L = Panjang Las Total……….. mm C = Nilai Konstanta

σa = Tegangan Izin Miring……….. Mpa P = Gaya yang Bekerja………. kg

e = Eksentrisitas……… mm

τ = Gaya Geser Tiap Satuan Panjang……… kg/cm

M = Momen……… kg/cm

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Rangka Baja Howe………. 2

Gambar 1.2 Rangka Baja Profil IWF……….. 2

Gambar 1.3 Rangka Baja CNP……… 2

Gambar 1.4 Rangka Baja Castella……… 3

Gambar 1.5 Rangka Baja Polenciau……… 3

Gambar 2.1 Profil Baja……… 7

Gambar 2.2 Sumbu Utama……….. 8

Gambar 2.3 Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan………. 9

Gambar 2.4 Hubungan Tegangan untuk Uji Tarik Pada Baja Lunak………. 11

Gambar 2.5 Tipe Str. Rangka Baja (Konstruksi Rangka Kap)………... 13

Gambar 2.6 Bentuk Tampang Batang Tarik……… 18

Gambar 2.7 Sambungan Baut Zig – zag………. 19

Gambar 2.8 Sambungan Baut………. 19

Gambar 2.9 Sambungan Las……… 20

Gambar 2.10 Bagan Alir Perencanaan Batang Tarik………... 22

Gambar 2.11 Bentuk – bentuk Tampang Penampang Tekan……….. 24

Gambar 2.12 Profil Balik……… 28

Gambar 2.13 Pelat Kopel……… 29

Gambar 2.14 Bagan Alir Perencanaan Batang Tekan………. 31

Gambar 2.15 Sambungan Baut Zig – zag……… 34

Gambar 2.16 Nilai g Pada Penampang Siku……… 35

Gambar 2.17 Baut Dalam Geser……….. 36

Gambar 2.18 Baut Tumpu……… 37

Gambar 2.19 Tebal Las……… 38

Gambar 2.20 Castella Beam……… 40

Gambar 3.1 Gording………. 43

Gambar 3.2 Ikatan Angin……… 47

Gambar 4.1 Rangka Baja Howe……….. 52

Gambar 4.2 Rangka Baja Profil I……… 52

(12)

Gambar 4.4 Rangka Baja Castella……….. 53

Gambar 4.5 Rangka Baja Tipe polenciau atau Rasuk Prancis……… 53

Gambar 4.6 Struktur Atap Seng………. 54

Gambar 4.7 Beban Mati (D) dan Beban Hidup (La) Howe……… 55

Gambar 4.8 Beban Angin Kiri (Wki) dan Angin Kanan (Wka) Howe…….. 55

Gambar 4.9 Beban Mati (D) dan Beban Hidup (La) I, CNP dan Castella…. 56 Gambar 4.10 Beban Angin Kiri (Wki) dan Angin Kanan (Wka) I dan CNP.. 56

Gambar 4.11 Beban Mati (D) dan Beban Hidup (La) Polenciau……… 57

Gambar 4.12 Beban Angin Kiri (wki) dan Angin Kanan (Wka) Polenciau..… 57

Gambar 4.13 Penampang Siku……..……… 61

Gambar 4.14 Jarak Antar Pelat Kopel……….. 61

Gambar 4.15 Jarak Antar Pelat Kopel……….. 62

Gambar 4.16 Sambungan Batang………. 65

Gambar 4.17 Penampang Siku……..……… 71

Gambar 4.18 Jarak Antar Pelat Kopel……….. 71

Gambar 4.19 Jarak Antar Pelat Kopel………... 72

Gambar 4.20 Sambungan Batang………. 75

Gambar 4.21 Struktur Atap dengan Profil IWF……… 78

Gambar 4.22 Sambungan Pada Joint 1……….. 79

Gambar 4.23 Pelat Penyambung……… 80

Gambar 4.24 Las Untuk Sambungan………. 81

Gambar 4.25 Sambungan Pada Joint 2……….. 82

Gambar 4.26 Pelat Penyambung……… 83

Gambar 4.27 Las Untuk Sambungan………. 84

Gambar 4.28 Sambungan Flens………. 86

Gambar 4.29 Las………..……….. 86

Gambar 4.30 Sambungan Badan……… 87

Gambar 4.31 Castella………. 88

Gambar 4.32 Potongan Profil Castella….……….. 89

Gambar 4.33 Sambungan Flens………. 90

Gambar 4.34 Las……… 90

(13)

Gambar 4.36 Potongan CNP..……… 92

Gambar 4.37 Potongan CNP dan Besi Beton……… 92

Gambar 4.38 Keseimbangan……… 93

Gambar 4.39 Keseimbangan……… 94

Gambar 4.40 Sambungan Flens……… 95

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kuat Tarik Batas dan Tegangan Leleh……… 6

Tabel 2.2 Faktor reduksi Untuk keadaan Kekautan Batas………. 16

Tabel 2.3 Nilai Kc Untuk Kolom dengan Ujung – ujung Ideal……….. 26

Tabel 2.4 Ukuran Minimum Las Sudut……….. 38

Tabel 4.1 Perhitungan Gaya Batang Howe……… 58

Tabel 4.2 Perhitungan Pelat Kopel ……...……… 64

Tabel 4.3 Perancangan Panjang Sambungan Las……….. 66

Table 4.4 Perhitungan Dimensi Profil Siku……….………. 67

Tabel 4.5 Perhitungan Gaya Batang Polenciau………. 68

Tabel 4.6 Perhitungan Pelat Kopel……….………. 74

Tabel 4.7 Perencanaan Panjang Sambungan Las………. 76

Tabel 4.8 Perhitungan Dimensi Profil Siku……….……… 77

Tabel 4.9 Perhitungan Gaya Batang I, Catella dan CNP……….. 78

Table 4.10 Perhitungan Dimensi Profil CNP dan Silinder…………..……….. 96

Tabel 4.11 Perhitungan Berat Struktur Rangka Baja Howe………. 97

Tabel 4.12 Perhitungan Berat Struktur Rangka Baja Polenciau..……….. 97

Tabel 4.13 Perhitungan Berat Struktur Rangka Baja I………..……… 98

Tabel 4.14 Perhitungan Struktur Rangka Baja Castella...………. 98

Tabel 4.15 Perhitungan Berat Struktur Rangka Baja CNP………..…………. 98

(15)

ABSTRAK

Pedoman Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung (PPBBG 1987) adalah standar perancangan struktur baja yang berlaku di Indonesia hingga saat ini. Pada tahun 2002 Badan Standarisasi Nasional mengeluarkan sebuah standar peraturan baru yang disebut dengan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk bangunan Gedung (SNI 03 – 1729 – 2002). Masa berlaku PPBBG 1987 yang sangat lama mengakibatkan sudah mendarah dagingnya konsep perancangan konsep tersebut dikalangan para praktisi sipil di lapangan, sehingga dirasa perlu untuk mengenalkan metode tersebut agar para perencana bangunan baja di Indonesia dapat merancang bangunan baja mereka sesuai standar baru yang berlaku, yaitu SNI 2002.

Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas tata cara perancangan struktur rangka baja (berupa str. Rangka kap), yang terdiri dari perencanaan pembebanan, analisis struktur, perancangan batang tarik dan batang tekan dan perencanaan sambungan struktur rangka baja serta perbandingan antar profil siku, channel, Besi beton, I dan castella sehingga dihasilkan suatu profil yang lebih ekonomis.

Pada aplikasi perhitungan dapat dilihat perbandingan berat struktur antar Rangka Baja dengan Profil yang berbeda, dimana profil CNP dan Besi beton dari segi berat lebih ekonomis dibanding profil siku, dan IWF.

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Baja struktur adalah suatu jenis baja yang berdasarkan pertimbangan kekuatan dan sifatnya, cocok sebagai pemikul beban. Baja struktur banyak yang dipakai untuk kolom dan balok pada bangunan bertingkat, sistem penyangga atap, hanggar, jembatan, menara, antena, penahan tanah, pondasi tiang pancang, serta berbagai konstruksi sipil lainnya.

Penggunaan baja dibidang konstruksi sangat diminati karena baja mempunyai beberapa sifat menguntungkan, seperti:

1. mempunyai kekuatan yang cukup tinggi;

2. ukuran batang yang cukup kecil jika dibandingkan dengan konstruksi yang lain;

3. sangat baik digunakan untuk bentang yang panjang; 4. dapat dibongkar dengan cepat serta ringan;

5. pengangkutan elemen struktur mudah dikerjakan.

Selain mempunyai beberapa kelebihan, baja juga memiliki beberapa kekurangan, seperti:

1. ukuran penampang yang kecil, sehingga angka kelangsingan besar dan mengakibatkan bahaya tekuk;

2. kurang tahan terhadap suhu tinggi;

(17)

Terlepas dari semua kekurangan dan kelebihannya, baja struktur sangat cocok digunakan pada elemen – elemen truss, seperti kuda – kuda atap, menara antena, maupun struktur jembatan truss. Dalam tugas akhir ini akan dibahas perbandingan perhitungan struktur truss baja yang didasarkan pada peraturan baja.

Gambar 1.1 Rangka Baja Howe

Gambar 1.2. Rangka Baja Profil IWF

(18)

Gambar 1.4. Rangka Baja Castella

Gambar 1.5. Rangka Baja Polenciau

1.2 Permasalahan

Ada permasalahan yang dapat ditinjau dalam menganalisis perbandingan struktur penyangga atap baja sehingga dihasilkan struktur yang ekonomis yaitu antara lain peninjauan dari segi :

• Bobot struktur rangka baja dengan profil yang telah dipilih; • Perencanaan struktur rangka baja;

• Harga (price)

(19)

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk dapat merencanakan dan memilih struktur penyangga atap baja yang lebih ekonomis serta dapat membedakan perencanaan berdasarkan peraturan SNI 2002 dengan peraturan lama.

1.4 Pembatasan masalah

Untuk menyelesaikan tulisan ini, penulis membatasi masalah dengan asumsi – asumsi sebagai berikut :

• Bentang struktur yang diambil 40 m

• Sambungan yang digunakan adalah sambungan baut atau las • Material yang digunakan baja

• Metode ASD

• Profil IWF, Siku, CNP + Baja silinder dan Castella • Tumpuan sendi dan rol

1.5 Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah menggunakan analisis secara sistematis dengan menggunakan beberapa literatur buku – buku dan alat bantu komputer dengan program SAP.

1.6 Sistematika Penulisan

(20)

BAB I. PENDAHULUAN Terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan, Pembatasan Masalah, Metodologi, Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Terdiri dari Material Baja, Pembebanan Struktur, Batang Tarik, Batang Tekan, Sambungan Struktur Baja

BAB III METODE ANALISIS STRUKTUR dengan Alat Bantu Komputer berupa SAP.

BAB IV APLIKASI PERANCANGAN Terdiri dari Perhitungan Beban, Perancangan Struktur Rangka Baja.

(21)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 MATERIAL BAJA 2.1.1 Jenis Baja

Menurut SNI 2002, baja struktur dapat dibedakan berdasarkan kekuatannya menjadi beberapa jenis, yaitu BJ 34, BJ 37, BJ 41, BJ 50, dan BJ 55. Besarnya tegangan leleh (fy) dan tegangan ultimit (fu) berbagai jenis baja struktur sesuai dengan SNI 2002, disajikan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Kuat tarik batas dan tegangan leleh

Jenis Baja

Kuat Tarik Batas (fu) MPa

Tegangan Leleh (fy) MPa

BJ 34 340 210

BJ 37 370 240

BJ 41 410 250

BJ 50 500 290

BJ 55 550 410

Sumber : SNI 2002 2.1.2 Profil Baja

(22)

Pr ofil W dan Pr ofil M

Balok St andar d Am er ik a ( S)

Tiang Tum pu ( HP)

Pr ofil C Pr ofil Sik u ( L) Pr ofil T

Pr ofil O

Gambar 2.1 Profil Baja

Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom. Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi. Profil M mempunyai penampang melintang yang pada dasarnya sama dengan profil W, dan juga mempunyai aplikasi yang sama.

Profil S adalah balok standard Amerika. Profil ini memiliki bidang flens yang miring, dan web yang relative lebih tebal. Profil ini jarang digunakan dalam konstruksi, tetapi masih digunakan terutama untuk beban terpusat yang sangat besar pada bagian flens.

(23)

Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai kemiringan permukaan dalam sekitar 1 : 6. Aplikasinya biasanya digunakan sebagai penampang tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukan rangka (frame opening). Profil siku atau profil L adalah profil yang sangat cocok untuk digunakan sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasa digunakan secara gabungan, yang lebih dikenal sebagai profil siku ganda. Profil ini sangat baik untuk digunakan pada struktur truss.

2.1.2.1 Sumbu Utama

Sumbu utama adalah sumbu yang menghasilkan inersia maksimum atau minimum. Sumbu yang menghasilkan inersia maksimum dinamakan sumbu kuat, dan yang menghasilkan inersia minimum disebut sumbu lemah. Sumbu simetri suatu penampang selalu merupakan sumbu utama, namun sumbu utama belum tentu sumbu simetri (Padosbajayo, 1994).

(A) Profil I (B) Profil Siku

(24)

Sumbu X-X dan Y-Y untuk profil I gambar 2.2 adalah sumbu simetri, karenanya sumbu-sumbu tersebut meruapakan sumbu utama. Sumbu X-X dan Y-Y. Untuk profil siku gambar 2.2 bukan sumbu simetri dan bukan sumbu utama. Sumbu – sumbu utama profil siku adalah sumbu A-A (sumbu kuat) dan sumbu B-B (sumbu lemah).

2.1.2.2 Sumbu bahan dan sumbu bebas bahan

Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen bahan, sedangkan sumbu bebas bahan adalah yang sama sekali tidak memotong elemen bahan atau hanya memotong sebagian elemen bahan. Sumbu X-X untuk gambar 2.3 adalah sumbu bahan. Sedangkan sumbu Y-Y adalah sumbu bebas bahan. Pada profil siku ganda yang disusun saling membelakangi, inersia arah sumbu Y (Iy) dipastikan

akan selalu bernilai lebih besar (lebih dominan) daripada inersia arah sumbu X (Ix),

berapapun jarak antara dua profil tersebut.

sb min sb max

Gambar 2.3. Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan

2.2 SIFAT BAHAN BAJA

(25)

sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan, dalam regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi.

Baja merupakan bahan campuran besi (Fe), 1,7% zat arang atau karbon (C), 1,65% mangan (Mn), 0,6% silicon (Si), dan 0.6% tembaga (Cu). Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku temperatur tinggi untuk menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibersihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran-kotoran lain.

Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut :

a) Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel) yakni lebih kecil dari 0.15%

b) Baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel) yakni 0,15% - 0,29%

c) Baja dengan persentase zat arang sedang (medium carbon steel) yakni 0,3% - 0,59%

d) Baja dengan persentase zat arang tinggi (high carbon steel) yakni 0,6% - 1,7%

(26)

a) Modulus elastisitas (E) berkisar antara 193000 Mpa sampai 207000Mpa. Nilai untuk design lazimnya diambil 210000 Mpa.

b) Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan : G = E/2(1+µ)

Dimana : µ = angka perbandingan poisson

Dengan mengambil µ = 0,30 dan E = 210000 Mpa, akan memberikan G = 810000 Mpa.

c) Koefisien ekspansi (α), diperhitungkan sebesar : α = 11,25 x 10-6 per °C d) Berat jenis baja (γ), diambil sebesar 7,85 t/m3.

Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan menghasilkan bentuk hubungan tegangan dan regangan seperti gambar 2.4 di bawah ini :

σ

A’ M

A

B C

0 ε

Gambar 2.4. hubungan tegangan untuk uji tarik pada baja lunak (sumber : Charles G. Salmon,1986)

Keterangan gambar:

σ = tegangan baja

(27)

A = titik proporsional A’= titik batas elastis B = titik batas plastis M = titik runtuh C = titik putus

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan tegangan dengan regangan masih liniear atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke. Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. Diagram regangan untuk baja lunak umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), σyu dan

daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis (elasticity limit). Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali ke bentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen.

Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0,014.

(28)

sebagai tegangan tarik batas (ultimate tensile strength). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.

Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat mulai meleleh. Sehingga dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap.

2.3 TYPE STRUKTUR PENYANGGA ATAP BAJA (BERUPA STRUKTUR KUDA-KUDA BAJA)

(a)

(b)

(c)

(d)

pp

Gambar 2.5. Type Struktur Rangka Baja (konstruksi Rangka Kap)

(29)

type a akan lebih besar, tetapi sebaliknya dimensi batang tekan akan lebih kecil karena lk lebih kecil.

Gambar b diatas merupakan gambar kuda – kuda yang menggunakan profil I sebagai batang utamanya. Sehingga sangat diperlukan penggunaan profil yang cukup besar untuk menghindari deflection yang besar.

Gambar c diatas merupakan rangka batang yang menggunakan profil silinder biasa pada bagian tengahnya dengan rangka batang naik turun, pada batang atas dan bawah menggunakan profil CNP double.

Gambar d diatas merupakan gambar kuda – kuda profil castella atau honey comb, di mana pada bagian tengah atau di badan profil tersebut dilubangi.

Gambar e diatas disebut type polencieau atau rasuk prancis. Rangka batang terdiri dari dua bagian, yang ditinggikan ditengah, dihubungkan oleh batang tarik (batang t) batang-batang tekan relatif kecil panjang tekuknya sehingga dimensi lebih kecil. Rangka – rangka anak memikul beban setempat sehingga dimensi batang sangat hemat. Sebaliknya batang h dalam gambar e memerlukan dimensi yang cukup besar. Seperti diterangkan dimuka, type rangka ”polencieau” sangat tepat untuk konstruksi aula sederhana serta gudang. (Inti sari Kuliah Konstruksi Baja II, Ir. Patar M. Pasaribu, Dipl Trop, 1992)

(30)

Berdasarkan SNI 2002, struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan dibawah ini :

a) 1,4 D

b) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)

c) 1,2 D + 1,6 (La atau H) + ( γLL atau 0,8 W)

d) 1,2 D + 1,3 W + γLL + 0,5 (La atau H)

e) 1,2 D ± (1,3 W atau 1,0 E)

D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.

L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut.

La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.

H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.

W adalah beban angin.

E adalah beban gempa, yang ditemukan menurut SNI 03 – 1726 – 2002, atau penggantinya.

γL γL= 0,5 bila L < 5 kPa, dan γL = 1 bila L ≥ 5 kPa

(31)

Untuk berbagai pertimbangan keamanan, nilai daya dukung nominal komponen struktur (Nn) harus dikalikan suatu faktor reduksi. Nilai faktor reduksi ini untuk setiap kondisi struktur. Menurut SNI 2002, nilai – nilai faktor reduksi Ø disajikan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Faktor reduksi Ø untuk keadaan kekuatan batas Sumber SNI 2002

Kapasitas Rencana Untuk Faktor Reduksi ø Komponen yang memikul lentur :

• Balok

• Pelat badan yang memikul geser • Pelat badan pada tumpuan • pengaku

0,9 0,9 0,9 0,9 Komponen yang memikul gaya tekan aksial :

• Kuat penampang

• Kuat komponen struktur

0,85 0,85 Komponen yang memikul gaya tarik aksial :

• Terhadap kuat tarik leleh • Terhadap kuat tarik fraktur

0,9 0,75 Komponen yang menerima aksi – aksi kombinasi :

• Kuat lentur atau geser • Kuat tarik

• Kuat tekan

0,9 0,9 0,85 Komponen yang menerima aksi – aksi kombinasi :

• Kuat tekan

• Kuat tumpu beton

• Kuat lentur dengan distribusi tegangan plastik • Kuat lentur dengan distribusi tegangan elastik

0,85 0,6 0,85

0,9 Sambungan baut :

• Baut yang memikul geser • Baut yang memikul tarik

• Baut yang memikul kombinasi tarik dan geser • Lapis yang memikul tumpu

0,75 0,75 0,75 0,75 Sambungan las :

• Las tumpul penetrasi penuh

• Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian • Las pengisi

0,9 0,75 0,75

(32)

Batang tarik adalah batang yang mendukung tegangan tarik yang diakibatkan oleh bekerjanya gaya tarik pada ujung-ujung batang. Kestabilan batang ini sangat baik sehingga tidak perlu lagi ditinjau dalam perencanaan. Batang tarik biasa digunakan pada struktur rangka atap, struktur jembatan rangka, struktur jembatan gantung, pengikat gording, dan penggantung balkon. Pemanfaatan batang tarik juga telah dikembangkan untuk sistem dinding, struktur atap gantung, dan batang prategangan struktur rangka batang bentang panjang.

2.5.1 Tipe Batang Tarik

Terdapat beberapa tipe batang tarik yang biasa digunakan, seperti tali kawat, batang bulat dengan ujung bandul berulir, batang mata, dan plat sambungan pasak. Batang – batang tersebut merupakan batang tarik efisiensi tinggi namun tidak dapat mendukung beban tekan. Selain tipe diatas, terdapat juga profil – profil struktural dan profil tersusun yang dapat dilihat pada gambar 2.6. Batang tarik tipe ini terutama dipakai dalam struktur rangka batang (truss). Batang tarik tersusun digunakan bila :

a. Kapasitas tarik tunggal tidak memadai b. Kekakuan profil tunggal tidak memadai

c. Detail sambungan memerlukan bentuk tampang lintang tertentu

Batang Bulat Plat Strip

Siku Siku Ganda

Kanal Kanal Ganda

(33)

Penampang W (sayap lebar)

Penampang S

(standar Amerika) Penampang Boks Tersusun

Gambar 2.6. Bentuk tampang batang tarik Sumber : Padosbajayo, 1994. 2.5.2 Pembatasan Kelangsingan

Menurut SNI 2002, pembatasan kelangsingan untuk batang – batang yang direncanakan terhadap tarik dibatasi sebesar 240 untuk batang primer, dan 300 untuk batang sekunder.

2.5.3 Penampanag Efektif

Luas penampang efektif Ae pada komponen yang mengalami gaya tarik ditentukan pada SNI 2002 sebagai berikut :

Ae = An . U

Dengan An = Luas tampang netto U = nilai faktor

2.5.3.1 Sambungan Baut

(34)

hg g

S

Gambar 2.7 Sambungan baut zig - zag

∑ ∑

+ 

− =

g s d

h hn g

4

2

Dengan d adalah diameter lubang baut, dengan ketentuan : a) d > db + 2 mm, untuk db < 24 mm.

b) d < db + 3 mm, untuk db > 24 mm.

db adalah diameter nominal baut.

Luas tampang netto An = hn . t , dengan nilai hn diambil yang terkecil dari kemungkinan keretakan plat, dan t adalah tebal plat.

Yang perlu diperhatikan dalam sambungan baut adalah bahwa dalam suatu potongan, jumlah luas lubang tidak boleh lebih dari 15 % dari luas penampang utuh. Sedang nilai faktor U menurut SNI 2002 dihitung sebagai berikut :

L

[image:34.595.160.485.115.226.2]

= e

(35)

9 , 0 1− ≤ =

L x U

Dengan : x = eksentrisitas sambungan

L = Panjang sambungan antara batang tarik dengan komponen sambungan.

2.5.3.2 Sambungan Las Menurut SNI 2002,

a. Bila gaya tarik hanya disalurkan oleh pengelasan memanjang ke komponen struktur yang bukan plat, atau oleh pengelasan memanjang atau melintang : A = Ag

= luas penampang kotor komponen struktur (mm2). b. Bila gaya tarik hanya disalurkan oleh pengelasan melintang.

A = jumlah luas dari penampang – penampang bersih yang dihubungkan secara langsung (mm2).

U = 1,0

c. Bila gaya tarik disalurkan ke sebuah komponen plat oleh pengelasan sepanjang dua sisi pada ujung plat, dengan ℓ ≥ w dan :

ℓ ≥ 2w U = 1,0

2w > ≥ 1,5 w U = 0,87 1,5w ≥ ≥ w U = 0,75

L W

(36)

2.5.4 Kuat Tarik Rencana

Pada SNI 2002, komponen struktur yang memikul gaya aksial tarik terfaktor Nu, harus memenuhi persyaratan :

Nu ≤ Nn

Dengan Nn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai harga terkecil diantara perhitungan dibawah ini:

Ag =

An = Ag . U

Dengan : Ag = luas penampang kotor ( mm2) An = luas netto penampang (mm2) U = koefisien reduksi

σpr = tegangan profil (Mpa)

Untuk batang tarik yang mempunyai lubang, misalnya untuk penempatan baut, maka luas penampangnya tereduksi, dan dinamakan Luas Netto (An). Lubang

(37)

2.5.5 Perencanaan Batang Tarik

tidak

Ya

Tidak Ya

[image:37.595.126.519.99.695.2]

Tidak

Gambar 2.10 Bagan alir perencanaan batang tarik

240

min

r KL

(batang primer)

300

min

r KL

(batang sekunder)

ℓ ≥ 2w → U = 1,0

2w > ℓ ≥ 1,5 → U = 0,87 1,5w ≥ ≥ w → U = 0,75

hn = hg - +

An = hn . t U = 1 - ≤ 0,9 An = Ag . U Sambungan

Baut

An = Ag . U

Input : Nu, mutu baja Mulai

Pilih Profil Data profil tunggal A

Pilih siku ganda Agab = 2A

Nn =

Nu ≤ Nn

(38)

2.6 BATANG TEKAN

Batang tekan (compression member) adalah elemen struktur yang mendukung gaya tekan aksial. Batang tekan banyak dijumpai pada struktur bangunan sipil seperti gedung, bangunan, dan menara. Pada struktur gedung, batang tekan sering dijumpai sebagai kolom, sedangkan pada struktur rangka batang (jembatan atau kuda – kuda) dapat berupa batang tepi, batang diagonal, batang vertikal, dan batang – batang pengekang (bracing).

Berdasarkan kelangsingannya, batang tekan atau kolom dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu kolom langsing (slender column), kolom sedang (medium

column), dan kolom gemuk/pendek (stoky column). Berbeda dengan batang tarik,

kestabilan batang tekan kurang baik dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan. Batang akan mengalami kegagalan akibat tekuk (buckling). Batang gemuk akan mengalami kegagalan akibat tekuk dengan tegangan normal cukup besar, sedang tegangan lenturnya masih kecil. Hal yang sebaliknya akan terjadi pada batang langsing. Tampak di sini bahwa kuat tekan kolom dipengaruhi oleh kelangsingan. Semakin langsing suatu kolom, kuat tekannya semakin kecil.

2.6.1 Bentuk – Bentuk Penampang Batang Tekan

(39)
[image:39.595.113.515.83.330.2]

Gambar 2.11 Bentuk – bentuk tampang penampang tekan Sumber : Padosbajayo, 1994

2.6.2 Profil Siku Ganda

Profil siku ganda adalah gabungan dua buah profil siku, di mana antara profil yang satu dengan profil yang lain dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan. Untuk membentuk profil siku ganda diperlukan penghubung yang berupa pelat kopel. Hubungan profil dengan penghubungnya dapat dilaksanakan dengan baut, paku keling, atau las. Profil siku ganda sering digunakan pada konstruksi kuda – kuda.

Nilai – nilai yang terdapat pada tabel profil baja, seperti A, IX, dan IY

merupakan data untuk profil tunggal. Pada penggabungan dua profil tunggal, maka nilai – nilai tersebut tidak berlaku lagi. Nilai karakteristik profil siku ganda didapat dengan rumus berikut :

Agab = 2A

(40)

Iy gab = 2 (Iy + A( a)2 ).

a = x +2e ; dengan x = jarak diantara dua profil

e dan h diperoleh dari tabel profil tunggal baja 2.6.3 Faktor Panjang Tekuk (Kc)

Kuat tekan batang dapat diketahui setelah kelangsingan batang tersebut diketahui, sedangkan kelangsingan batang dapat diketahui setelah faktor tekuknya diketahui. Menurut Padosbajayo (1994), secara umum dapat dikemukakan bahwa faktor panjang tekuk untuk kolom portal yang tidak bergoyang lebih kecil atau sama dengan 1 (Kc ≤ 1), sedangakan faktor panjang tekuk untuk kolom yang bergoyang lebih besar dari 1 (Kc > 1).

(41)
[image:41.595.107.519.138.516.2]

Tabel 2.3 Nilai Kc untuk kolom dengan ujung – ujung yang ideal

Sumber : SNI 2002

Garis terputus menunjukkan diagram kolom tertekuk

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

Nilai Kc teoris 0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0

Nilai kc yang

dianjurkan untuk kolom yang mendekati kondisi ideal

0,65 0,8 1,2 1,0 2,1 2,0

Kode ujung

Sistem rangka batang (truss) adalah struktur yang terbentuk dari elemen – elemen batang lurus, dimana sambungan antar ujung – ujung batang diasumsikan sendi sempurna. Struktur seperti ini dapat dipandang sebagai struktur pada gambar, dimana nilai Kc adalah 1.

2.6.4 Kelangsingan Batang

2.6.4.1 Pembatasan Kelangsingan

Menurut SNI 2002, batang – batang yang direncanakan terhadap tekan angka perbandingan kelangsingan λ dibatasi sebesar 200.

Jepit

Ujung Bebas

Rol tanpa putaran sudut

(42)

Dengan L = panjang batang

Kc = faktor panjang tekuk (bernilai 1 untuk truss) imin = jari – jari girasi terkecil

Untuk batang – batang yang direncanakan terhadap tarik, angka perbandingan kelangsingan dibatasi sebesar 300 untuk batang sekunder dan sebesar 240 untuk batang primer. Batang – batang yang ditentukan oleh gaya tarik, namun dapat berubah menjadi tekan yang tidak dominan pada kondisi pembedaan yang lain, tidak perlu memenuhi batas kelangsingan batang tekan (Sumber : SNI 2002).

2.6.4.2 Faktor Tekuk (ω) dan kelangsingan

Nilai faktor tekuk bergantung kepada nilai λ. Menurut SNI 2002,

didefinisikan :

→ Nn =

faktor tekuk ω mempunyai nilai yang diambil dari tabel peraturan baja.

1) Melentur ke sumbu x Ix gab = 2 Ixo

λx = → ix =

2) Melentur ke sumbu y Iy gab = 2 { Iyo + A . a2}

λy = → iy =

3) Melentur ke sumbu ideal

(43)

Batang Tekan dengan Koppel Balik

sb min sb max

e

e

b

[image:43.595.114.511.208.751.2]

a

Gambar 4.12 Profil balik 1) Melentur ke sumbu x

Ix gab = 2 { Ixo + A . (a/2 + ey)2} ; λx = → ix =

Nn = →

2) Melentur ke sumbu y

Iy gab = 2 { Iyo + A . (b/2 + ex)2} : λy = → iy =

Nn = →

3) Melentur ke sumbu ideal

Iext = ; tgn2α =

Imax = ; Imin =

Imin = λmin =

λomin =

(44)

Pelat kopel 2.6.5 Kuat Tekan Rencana

Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentrik akibat beban luar terfaktor Nu menurut SNI 2002 harus memenuhi persamaan :

Nu ≤ Nn

Dengan Nn = kuat tekan nominal komponen struktur.

Nn =

Ag = ω = 1,5 s/d 5.

2.6.6 Perencanaan Batang Tekan

Batang tekan merupakan batang yang lemah pada struktur baja. Batang ini lemah karena rawan akan terjadinya kegagalan struktur akibat tekuk (buckling). Kestabilan batang tekan ini kurang baik sehingga harus benar – benar diperhatikan pada saat perencanaan.

[image:44.595.234.428.545.672.2]

Pada umumnya, luas penampang yang dibutuhkan cukup besar sehingga ukuran profil yang tersedia tidak mencukupi lagi, maka dibuat dari gabungan beberapa profil, yang diikat oleh pelat koppel.

(45)

nilai λ1≤ 50, sehingga digunakan λi maks = 50

λi = , n =

dimana : n = jumlah medan, ganjil Lk = panjang batang

Kestabilan Pelat Kopel

.

dimana : a = jarak sumbu element batang tersusun ip = momen inersia pelat kopel

imin = inersia momen min batang tunggal terhadap sb. Minimum

(46)

Bagan alir untuk perencanaan batang tekan disajikan pada gambar di bawah ini :

Tidak

[image:46.595.141.516.113.730.2]

Tidak

Gambar 2.14. Bagan Alir Perencanaan Batang Tekan

Selesai Profil aman

Nu ≤ Nn

Nn = Agab . σpr/ ω

200

min

r KL

Pilih siku ganda Agab = 2A Pilih Profil

Data profil tunggal A, rx, ry Input : Nu, mutu baja

(47)

2.7 Sambungan Struktur Baja

Sambungan dalam struktur baja merupakan bagian yang penting yang harus diperhitungkan secara cermat dalam perencanaannya, karena kegagalan pada struktur sambungan dapat mengakibatkan kegagalan pada keseluruhan struktur. Pada prinsipnya, struktur sambungan diperlukan apabila:

a) Batang standar tidak cukup panjang

b) Sambungan yang dibuat untuk menyalurkan gaya dari yang satu ke bagian yang lainnya, misalnya pada sambungan antara balok dan kolom

c) Sambungan pada struktur rangka batang, dimana batang – batang penyusun saling membentuk keseimbangan pada satu titik

d) Pada tempat dimana terdapat perubahan dimensi penampang lintang batang, akibat perubahan besarnya gaya batang

Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung) dan alat penyambung (baut pengencang dan las). Adapun perencanaan sambungan struktur baja harus memenuhi syarat – syarat yang harus diperhatikan, seperti :

a. Kuat, aman dan ekonomis

b. Mudah dilaksanakan, baik saat pabrikasi maupun saat pemasangan

c. Sebaiknya dihindari pemasangan beberapa alat sambung yang berbeda pada satu titik sambungan, dikarenakan kekakuan yang berbeda dari berbagai macam alat sambung

(48)

e. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kapasitas deformasi sambungan

f. Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya – gaya yang bekerja padanya (Padosbajayo, 1994)

Pada struktur rangka batang, sambungan diperlukan pada joint – joint pertemuan antar batang. Komponen struktur yang menyalurkan gaya – gaya pada sambungan, sumbu netralnya harus direncanakan untuk bertemu pada satu titik. Bila terdapat eksentrisitas pada sambungan, komponen struktur dan sambungannya harus dapat memikul momen yang diakibatkannya.

Berdasarkan sifat sambungannya, sambungan dapat diklasifikasikan menjadi sambungan kaku, sambungan semi kaku, dan sambungan sendi. Sedangkan berdasarkan jenis alat penyambungannya, sambungan baja dapat dibedakan menjadi sambungan baut dan sambungan las (SNI 2002).

2.7.1 Sambungan Baut

Jenis baut yang biasa digunakan di Indonesia adalah baut hitam dan baut mutu tinggi. Menurut SNI 2002, sambungan baut berdasarkan tipe keruntuhannya dapat direncanakan sebagai :

a. Sambungan tipe tumpu, adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan atau baut mutu tinggi yang dikencangan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang disyaratkan, yang kuat rencananya dialurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada bagian – bagian yang disambungankan

(49)

minimum yang disyaratkan sedemikian rupa sehingga gaya – gaya geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak

2.7.1.1 Pengurangan Luas Akibat Lubang Baut

Untuk keperluan pemasangan baut, maka profil baja perlu dilubangi. Lubang – lubang tersebut bagi profil baja merupakan suatu perlemahan yang harus diperhitungkan dalam perencanaan. Adapun besarnya luas tampang netto (An) suatu

profil baja yang berlubang, menurut SNI 2002 dapat dihitung dengan rumus berikut :

hg g

S

Gambar 2.15. Sambungan Baut Zig – Zag hn = hg –

dengan d adalah diameter lubang baut, dengan ketentuan : a) d > db +2 mm, untuk db < 24 mm

b) d < db + 3 mm, untuk db > 24 mm

db adalah diameter nominal baut

(50)

g1

g2

g = g1 + g2 - t

t

d1

d2

1,5d1 3d1

h

Gambar 2.16 Nilai g pada penampang siku

Luas tampang netto An = hn . t, dengan nilai hn dipilih dari irisan penampang

yang menghasilkan pengurangan luas yang maksimum, hn = h – d1, d1 > d2 dan t

adalah tebal plat.

Alub ≤ 15 % Ag

Yang perlu diperhatikan dalam sambungan baut adalah bahwa dalam suatu potongan, jumlah luas lubang tidak boleh lebih dari 15% dari luas penampang utuh.

2.7.1.2 Tata Letak Baut

Jarak antar pusat lubang baut tidak boleh kurang dari 3 kali diameter nominal baut. Sedangkan jarak minimum dari pusat baut ke tepi pelat atau pelat sayap profil tidak boleh kurang 1,5 kali diameter nominal baut (SNI 2002)

(51)

2.7.1.3 Kekuatan Baut

a) Baut dalam geser → lihat gambar 2.17

Kuat geser rencana dari satu baut dihitung sebagai berikut :

Tunggal → Vd = Ab. τb = Ab. 0,6 . σb ; τb = 0,6 . σb

Ganda → Vd = 2 . Ab. τb = 1,2 . Ab. σb

dengan Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

σb adalah tegangan baut.

t1 t2

Tunggal

t1 t2

ganda t

Gambar 2.17 Baut dalam geser

b) Baut yang memikul gaya tarik

Kuat tarik rencana satu baut dihitung sebagai berikut : Td = Ab. σt

dengan Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

(52)

t1 < t2

Tunggal t1 < t2< t

ganda t2

t1 t1

t2

t

Gambar 2.18 Baut tumpu

c) Kuat Tumpu

Apabila persyaratan tentang tata letak baut terpenuhi, dan ada lebih dari satu baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dapat dihitung sebagai berikut :

Rd = d .tp .σds ; σds → 1,2 σpr→1,5d ≤ s < 2d (antar baut)

→ 1,5 σpr→ s1≥ 2d (baut ke tepi)

dengan d adalah diameter nominal baut

tp adalah tebal plat ; yang terkecil antara ti dan t2 atau t dan (ti + t2)

σpr adalah tegangan profil.

2.7.2 Sambungan Las

(53)

2.7.2.1 Tebal Las

Penentuan tebal las didasarkan pada dimensi profil baja yang disambungkan. Tebal las (a) harus memenuhi ketentuan di bawah ini :

S2

a

S1

s

s

[image:53.595.182.455.166.344.2]

a = 0,707 . s

Gambar 2.19 Tebal Las (sumber : Padosbajayo, 1992) Tabel 2.4 Ukuran Minimum Las Sudut (Sumber : SNI 2002)

Tebal bagian paling tebal, t (mm) Tebal minimum las sudut, tw (mm)

t ≤ 7 3

7 < t ≤ 10 4

10 < t ≤ 15 5

15 < t 6

2.7.2.2 Panjang Las

Pengertian panjang las meliputi dua pengertian, yaitu panjang las total (L) dan panjang las netto (Ln). Panjang total adalah panjang yang sebenarnya dari

sambungan las tersebut

(54)

direduksi. Pengurangan panjang ini diakibatkan oleh adanya perlemahan las pada saat pelaksanaan. Menurut SNI 2002, didefinisikan :

Ln = L – 3a

Sedangkan struktur las harus memenuhi syarat panjang netto antara 10 sampai 40 kali tebal las, atau 10a ≤ Ln≤ 40a.

2.7.2.3 Luas Penampang (A)

Luas penampang las adalah perkalian antara panjang las netto (Ln) dan

bidang geser las (a). Menurut SNI 2002, luas penampang las ini harus lebih besar atau sama dengan dari pembagian antara gaya yang bekerja (P) dan tegangan geser (τa).

A = Ln . a ≥

2.8 Castella Beam

Profil Castella ini merupakan profil IWF standard yang bagian badan nya di potong sedemikian rupa. Dapat dilihat pada gambar 2.20, dua bagian balok IWF yang dipotong pada bagian tengahnya dilas bersama – sama, sehingga membentuk 1,5 D dari Balok IWF yang dibentuk.

Peningkatan biaya atas fabrikasi pemotongan dan terjadi pengurangan berat dibandingkan dengan balok solid IWF . Balok castella dapat digunakan pada rentang yang panjang, seperti pada atap.

(55)

Balok castella yang biasa digunakan dalam pembangunan bangunan dan sejenisnya, dari tipe umum memiliki web antara dua flens, di mana web tidak kontinyu tetapi biasanya heksagonal lubang di dalamnya. secara tradisional terbuat dari standard universal IWF. balok IWF memiliki kedalaman web yang dua pertiga web yang diinginkan ketinggian Castella. Web kemudian dipotong, misalnya menggunakan burner oxy-acetylene, di baris yang terus-menerus mendefinisikan serangkaian garis-garis yang sama berlubang pada sisi lain, sama jarak sejajar dengan centreline dari web, masing-masing pasangan yang berdekatan memiliki garis yang sama bergabung dengan garis yang lebih lanjut adalah dua kali panjang garis yang sama dan cenderung ke centreline dari web, alternatif garis lebih lanjut berada di sudut yang sama dan berlawanan dengan centreline dari web. Kedua bagian balok kemudian dipisahkan dan bergerak relatif terhadap satu sama lain dengan jarak cukup untuk mendekatkan garis yang sama, dan setelah itu berdekatan garis sama bagian dari web yang dilas kembali bersama lagi. Hal ini menghasilkan berkas satu setengah kali kedalaman asli balok universal, tetapi memiliki bobot yang sama karena kenyataan bahwa sekarang ada sejumlah lubang heksagonal di web.

1.5 D D

1.08 D

0.83 D

0.25D

0.25

[image:55.595.120.521.496.740.2]

D

(56)

Castella dikenal hanya dibuat dengan castellations heksagonal atau persegi. Bentuk square dihindari struktural kinerja yang kurang baik daripada castellations heksagonal. Bahkan tiang-tiang castella tradisional dengan castellation heksagonal memiliki batas struktural yang lebih rendah karena adanya sudut-sudut yang berdekatan bentuk heksagonal atas dan bawah flens.

Menurut penemuan yang sekarang ada disediakan metode menghasilkan balok castella yang terdiri dari langka h-langkah untuk mengambil berkas universal, membuat kontinu pertama dipotong sepanjang web, membuat memotong kedua web di sepanjang garis tengah berbeda dari garis memotong pertama, seperti untuk menentukan bagian-bagian bujursangkar berbaring di sisi lain dari web centreline dan setidaknya sebagian bergabung lengkung bagian ujung yang paling dekat berbatasan bujursangkar bagian, memisahkan bagian memotong batang, dan pengelasan pada bagian garis tengah bersama-sama di daerah yang dibentuk oleh bujursangkar penjajaran dari dua bagian.

Pemotongan adalah lebih baik dicapai dengan menggunakan oxy-acetylene pembakar seperti produksi tradisional castella berseri-seri. Penggunaan pendekatan pemotongan ganda penemuan bentuk memungkinkan untuk diproduksi yang sampai sekarang tidak mungkin. Secara khusus, balok castella dapat diproduksi dengan lingkaran atau lubang berbentuk oval. Hal ini penting untuk alasan aesthic sejak banyak bangunan tiang tersebut tidak tercakup oleh langit-langit palsu tetapi yang tersisa pada tampilan.

(57)

dan akan diperlemah oleh materi hilang. Metode penemuan lubang tersebut memungkinkan dapat dihasilkan dari balok universal mengarah ke castella lebih mendalam daripada yang asli balok universal IWF, dan begitu kuat daripada berkas aslinya.

(58)

BAB III

METODE ANALISIS STRUKTUR

Untuk dapat menghitung kebutuhan profil suatu struktur rangka batang, perlu diketahui gaya–gaya dalam yang diderita oleh batang – batang struktur tersebut akibat adanya gaya (beban) dari luar. Gaya dalam yang dimaksud menyangkut jenisnya, apakah tekan, tarik, momen dan juga besarnya gaya – gaya tersebut. Untuk dapat mengetahui hal tersebut, perlu dilakukan analisis struktur. Ada banyak metode Analisis Struktur yang bisa digunakan, metode yang banyak digunakan saat ini yaitu metode joint, metode Cremona, metode Ritter, dan Analisis Struktur dengan menggunakan alat bantu komputer (program SAP). Dalam Tugas Akhir ini menggunakan alat bantu komputer berupa SAP untuk mencari analisa struktur.

3.1 Perhitungan Beban 3.1.1 Beban Mati (D)

Berat seng = 4,54 kg/m2 (dari agent seng, lihat di lampiran) Dengan memakai spandeck TCT 0,50

Jarak gording = (dari agent seng, lihat di lampiran) Jarak gading – gading kap = 6 m.

q sin a

q cos a q

[image:58.595.243.383.585.715.2]

a

(59)

3.1.1.1 Tidak Pakai Track Staang

1. Akibat muatan sisi kiri dan kanan gording

Muatan yang diperlukan = 4,54 kg/m2 x 1,3 m = 5,902 kg/m Berat gording = q kg/m

Q total = (5,902 + q) kg/m

Mx = 1/8 . (5,902 + q) . cos 30 . 62 = (23,00 + 3,897 q) kgm My = 1/8 . (5,902 + q) . sin 30 . (6)2 = (13,28 + 2,25 q) kgm

2. Akibat angin

W = C . g . A Dimana :

C = Koefisien tergantung kemiringan atap W = Gaya akibat angin untuk luas A (m2)

g = Tekanan angin (kg/m2) minimum = 80 kg/m2

α = 30° C1= 0,02 α – 0,4 ; C2 = - 0,4

= 0,02 . 30 – 0,4 = 0,2 W1 (Tekan) gording = 0,2 . 80 kg/m2 . 6 m . 1,3 m

= 124,8 kg

W2 (Hisap) gording = -0,4 . 80 kg/m2 .6 m . 1,3 m

= -249,6 kg

(60)

3 Akibat muatan tak terduga

Mx = ¼ .100 cos 30 . 6 = 129,9 kgm My = ¼ .100 sin 30 . (6) = 75 kgm

Kombinasi yang menentukan ”muatan sisi kiri dan kanan + muatan angin + muatan tak terduga”

Mx = (714,5 + 3,897 q) kgm My = ( 88,28 + 2,25 q) kgm

Digunakan gording dengan berat = 11,0 kg/m

Wx = 65,2 cm3 ; Wy = 19,8 cm3 (CNP 150 . 75 . 20 .4,5)

σ terjadi = +

...ok!

Wx terjadi = = = 60,83 cm3 Wx profil ...ok!

3.1.1.2 Pakai Track Staang

1. Akibat muatan sisi kiri dan kanan gording

Muatan yang diperlukan = 4,54 kg/m2 x 1,3 m = 5,902 kg/m Berat gording = q kg/m

Q total = (5,902 + q) kg/m

(61)

2. Akibat angin

W = C . g . A Dimana :

C = Koefisien tergantung kemiringan atap W = Gaya akibat angin untuk luas A (m2)

g = Tekanan angin (kg/m2) minimum = 80 kg/m2

α = 30° C1= 0,02 α – 0,4 ; C2 = - 0,4

= 0,02 . 30 – 0,4 = 0,2 W1 (Tekan) gording = 0,2 . 80 kg/m2 . 6 m . 1,3 m

= 124,8 kg

W2 (Hisap) gording = -0,4 . 80 kg/m2 .6 m . 1,3 m

= -249,6 kg

Angin datang = Mx = 1/8 . 124,8 .62 = 561,6 kgm ; My = 0 Angin pergi = Mx = 1/8 . -249,6 . (6/3)2 = 124,8 kgm ; My = 0

3. Akibat muatan tak terduga

Mx = ¼ .100 cos 30 . 6 = 129,9 kgm My = ¼ .100 sin 30 . (6/3) = 25 kgm

Kombinasi yang menentukan ”muatan sisi kiri dan kanan + muatan angin + muatan tak terduga”

(62)

Digunakan gording dengan berat = 6,76 kg/m

Wx = 39,2 cm3 ; Wy = 9,8 cm3 (CNP 150 . 50 . 20 .3,2)

σ terjadi = +

...ok!

Wx terjadi = = = 44,67 cm3 Wx profil ...ok!

5 m 5 m 5 m 5 m

P5

P4

P3

P2

P1 12

[image:62.595.108.496.80.751.2]

m

Gambar 3.2 Ikatan Angin

P1 = ( ½ .2,5 1,5) x 80 = 100 kg ; P4 = ( ) x 5 x 80 = 3600 kg

P2 = ( ) x 5 x 80 = 1400 kg ; P5 = ( ) x 2,5 x 80 = 2250 kg

P3 = ( ) x 5 x 80 = 2400 kg

A1 = 4,16 mm2 (d = 2,25 mm → 0,5 kg)

A2 = 58,3 mm2 (d = 8,62 mm → 5 kg)

A3 = 100 mm2 (d = 11,3 mm → 8,3 kg)

A4 = 150 mm2 (d = 13,8 mm → 14 kg)

(63)

Berat ikatan angin = 16/37 x (0,5+5+8,3+14+8) = 15,48 kg

G1 (berat gording) = 6,76 kg/m . 6 = 40,26 kg

G2 (berat atap seng) = 4,54. 1,3 . 6 = 35,41 kg

G3 (berat sendiri kuda – kuda) = (40 + 6) . 1,3 = 58,5 kg

G4 (ikatan angin) = 15,48 kg

G total = 149,65 kg

3.2 ANALISIS STRUKTUR DENGAN ALAT BANTU KOMPUTER

Perkembangan teknologi mengakibatkan penggunaan komputer yang semakin luas, termasuk dibuatnya program – program aplikasi yang didapat membantu manusia menyelesaikan berbagai persoalan. Berbagai paket software komputer untuk keperluan analisis struktur telah dibuat oleh para ahli dan telah tersedia dipasaran secara luas, yang menawarkan berbagai kemudahan dalam penggunaannya. Program ini terutama sangat berguna untuk melakukan perhitungan struktur yang mempunyai ratusan batang, sehingga tidak efektif jika diadakan perhitungan secara manual.

(64)

BAB IV

APLIKASI PERANCANGAN

Struktur rangka baja (berupa kap) menerima beban luar akibat beban mati, beban hidup dan beban angin dari sisi kanan dan kiri. Akan dirancang dimensi profil yang ekonomis untuk dapat melayani gaya – gaya akibat kombinasi beban luar yang bekerja pada rangka baja tersebut.

Dalam perancangan struktur rangka baja ini, ada 5 model rangka baja yang akan dibandingkan dengan bentang yang sama, yaitu 40 m. Adapun bentuk struktur baja tersebut adalah :

30 1 2 0 0 1 12 11 3 2 16 15 9 8 7 2 3 1 13 18 14 19 15

4 5 6 7 8

12 11 10 5 4 6 17 21 16 20 9 10

5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 13

14

22 23

24 25 26

27 28

[image:64.595.113.522.379.731.2]

29

Gambar 4.1 Rangka Baja Howe

40000 12 00 0 1 3 2 1

(65)

40000

12

00

0

Gambar 4.3 Rangka Baja dengan profil silinder dan CNP

40000 1

3

2

1 2 12000

Gambar 4.4 Rangka Baja Castella

12500 15000 12500

12 00 0 1 11 10 9 3 12 13 14 2 8 7 6 5 4 15 16 10 1 15 16 17 25 2 9 8 7 26 19 27 28 20 18 21 11 12 13 23 22 24 14 6 5 4 3 29

(66)

Konstruksi atap dengan jarak struktur rangka baja adalah 6 m. digunakan bahan penutup atap berupa seng dengan berat adalah 4,54 kg/m2. Gording di letakkan pada buhul luar menggunakan profil kanal dengan berat 6,76 kg/m.

Gording

Seng

Batang

Struktur

Paku

1,30 m

(67)

Kondisi pembebanan secara lengkap disajikan pada gambar – gambar di bawah ini :

149,65

149,65

149,65

149,65

149,65 149,65

149,65

149,65

149,65

[image:67.595.115.527.381.693.2]

149,65

Gambar 4.7 Beban Mati (D) dan Beban Hidup (La) (kg) Howe

124,8 249,6

124,8

124,8

124,8

124,8

249,6 249,6

249,6 249,6

249,6

249,6

249,6

249,6

249,6 124,8

124,8

124,8

124,8

124,8

(68)

3,21

3,21

3,21 3,21

[image:68.595.113.524.336.570.2]

3,21

Gambar 4.9 Beban Mati (D) (kg/m) I, CNP dan Castella

96

96 192

192

96 96

192

96 192

96 192

(69)

149.65

149.65

149.65

149,65

149,65

149,65

149,65

149,65

[image:69.595.115.512.374.651.2]

149,65

Gambar 4.11 Beban Mati (D) dan Beban Hidup (La) (kg)Polenciau

124,8 249,6

124,8

124,8

124,8

124,8

124,8

124,8

124,8

124,8

124,8 249,6

249,6 249,6

249,6

249,6

249,6

249,6

249,6

249,6

(70)

Selanjutnya Analisis struktur dihitung dengan memakai alat bantu komputer yaitu dengan mempergunakan Program SAP 2000.

4.1 Perancangan Struktur Rangka Baja Howe

[image:70.595.141.425.250.751.2]

Hasil perhitungan analisis struktur rangka baja type Howe untuk jenis kombinasi pembebanan, disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 Perhitungan Gaya Batang (kg) Howe

Btg Comb.1 Comb.2 Gaya maksimum

1 6892.17 -1826.68 6892.17

2 5878.25 -1223.07 5878.25

3 4744.19 -692.37 4744.19

4 4720.56 -689.61 4720.56

5 3046.68 1041.07 3046.68

6 3043.87 1062.78 3043.87

7 2510.12 2197.88 2510.12

8 1860.33 3258.06 3258.06

9 -1404.23 -1815.88 -1815.88

10 -3631.49 -1334.82 -3631.49

11 -4451.86 -1272.54 -4451.86

12 -4177.46 -1875.93 -4177.46

13 -1920.82 -1295.33 -1920.82

14 -1432.9 -3517.22 -3517.22

15 -1361.9 -4350.91 -4350.91

16 -1915.9 -4124.33 -4124.33

17 -1232.62 641.8 -1232.62

18 1489.43 -879.51 1489.43

19 -1857.3 922.5 -1857.3

20 2187.14 -1058.07 2187.14

21 -3.77 14.4 14.4

22 -2298.79 1180.14 -2298.79

23 1080.11 996.99 1080.11

24 1089.81 -2326.61 -2326.61

(71)

26 -1045.47 2169.88 2169.88

27 916.55 -1845.62 -1845.62

28 -877.17 1488.62 1488.62

29 625.25 -1217.66 -1217.66

4.1.1 Perancangan Batang Tekan 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, & 16, Panjang Batang = 583,1 cm

Tekan maksimum (Nu) = 4451,86 kg ; ω = 1,5 s/d 5

Ag ≥ cm2

Ag = cm2 untuk 1 buah profil.

Dicoba profil 100.100.10

A = 19,2 cm2 Iη = 73,3 cm4 iη = 1,95 cm h = 100 mm Iξ = 280 cm4 iξ = 3,82 cm e = 2,82 cm

Ix = Iy = 177 cm4 ix = iy = 3,04 cm

Menentukan Medan Ekonomis

λ = ; Kc = 1, karena pertemuan batang dianggap sendi – sendi.

λ = n = 3,84 ; diambil n = 5 (ganjil)

Kontrol Kelangsingan

λ1 =

(72)

Melentur ke Sumbu x – x Ixt = 2 . Ixo = 2 . 177 = 354 cm4

ixt =

λx = = 191,8 < 200 ...ok!

dari tabel PBBI’84 dengan λx = 191,8 ;diperoleh ω = 3,02 < ωrencana ... ok!

σx = = = 350,12 kg/cm2< σpr ...ok!

Melentur ke Sumbu y – y Iyt = 2 (Iyo + A . a2)

= 2 (177 + 19,2 . (2,82 + 0,5)2) = 777,26 cm4

iyt =

λy = = 129,58 > 1,2 λ1 ...ok!

Melentur ke Sumbu ideal

λiy =

= = 135,14 → diperoleh ω = 2,71

(73)

160

160 116,2

4.1.2. Perencanaan Pelat Kopel

10

33,2

Gambar 4.13 Penampang siku

nilai λ1≤ 50, sehingga digunakan λ1maks = 50

λ1 = →

n ≥ = 3,84 medan, dipakai jumlah medan = 5

L1 =

Cek syarat :

λ1≤ 50

λ1 = ...OK

λy ≥ 1,2 λ1

129,58 > 1,2 . 38,36

129,58 > 46,03 ...ok!

λiy≥ 1,2 λ1

λiy =

(74)

33,2 10

3

0

3

0

6

0

33,2 135,14 > 1,2 . 38,36

135,14 > 46,03 ...ok!

Kestabilan Kopel Pelat

Merencanakan dimensi pelat kopel dan sambungan baut dipakai tebal pelat t = 1 cm

.

2 .

h ≥ 10,38 cm → dicoba pelat kopel h = 120 mm gaya lintang Du = 0,02 Nu

= 0,02 . 4451,86 = 89,04 kg S = A (0,5 x + e)

= 19,2 (0,5 . 1 + 2,82) = 63,74 cm3

L =

Jarak baut

1,5 . 20 ≤ U ≤ 5,5 . 20 30 ≤ U ≤ 110

Dicoba U = 60 mm

U1≥ 1,5 . 20

U1≥ 30 → dicoba U1 = 30 mm

[image:74.595.358.508.484.670.2]

Gaya geser dipindahkan ke pusat baut

(75)

Momen yang terjadi :

ΣM = 0 → L . a = N . s

N = = 4138,22 kg

M = ½ . N . s = 0,5 . 4138,22 . 6 = 12414,67 kgm

Cek kekakuan pelat kopel

A netto = (12 – 2 . 2) . 1 = 8 cm2

I netto = 1/12 . 1 . 123 – 2 . 1/12 . 1 . 23 – 2 . 1 . 2 . 3 2 = 106,67 cm4

W netto = = 17,78 cm3

V =

f =

σi =

Kekuatan Baut

Rpk =

Pds = d . t . σds

= 2,0 . 1,0 . 1,6 . 1600 = 5120 kg/cm2 > Rpk ...ok! Pqs = ¼ . π . d2. τ

(76)

Perhitungan pelat kopel selanjutnya disajikan pada tabel dibawah ini : Tabel 4.2. Perhitungan Pelat Kopel Untuk Batang Tekan

Batang Profil

Panjang Batang (cm)

Jarak antar profil (cm)

Jumlah medan

L1

(cm) λ1

Pelat t (cm)

Jumlah baut

h (cm) 9,10,11,12,

13,14,15,16 100.100.10 583,1 1 5 116,62 38,36 1 2 12

(77)

4.1.3 Perencanaan Sambungan Buhul

Perencanaan sambungan las (profil siku 100.100.10; e = 28,2 mm) Mutu las = 2400 kg/cm2 , tebal las (a) = 0,707 . 10 = 7,07 mm Gaya batang = 4177,46 kg → untuk 1 siku 100.100.10 memikul

→ ½ . 4177,46 = 2088,73 kg

Siku 100.100.10

Pelat 10 mm Batang 12

Pc Pa

Pa

Pc 100 28,2

71,8

[image:77.595.165.472.254.502.2]

P = 417 7,46 kg

Gambar 4.16 Sambungan Batang

Pa = kg

Pc = = 589,02 kg

Panjang las sisi A

Lnetto = = = 0,884 cm

Panjang las sisi C

(78)
[image:78.595.119.517.141.241.2]

Hasil selengkapnya dari perancangan sambungan las disajikan pada tabel berikut : Tabel 4.3 Perancangan Panjang Sambungan Las

Batang Pa (kg) Pc (kg) La (cm) Lc (cm)

1 1490,27 226,71 1,12 0,88

9 1452,24 509,2 1,45 0,34

12 1499,71 589,02 0,88 0,35

17 1826,11 717,19 1,17 0,46

18 1723,49 460,02 1,98 0,56

19 1909,18 142,6 1,87 0,61

4.1.4 Perancangan Batang Tarik 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 & 8

Panjang Batang = 500 cm ; Tarik maksimum (Nu) = 6892,17 kg

Ag = cm2

Ag = cm2 untuk 1 buah profil.

Dicoba profil ┴ 90.90.9

A = 15,5 cm2 Iη = 47,8 cm4 iη = 1,76 cm h = 90 mm Iξ = 184 cm4 iξ = 3,45 cm e = 2,54 cm

Ix = Iy = 116 cm4 ix = iy = 2,74 cm

Kontrol Kelangsingan

λx = = 182,48 < 200 ...ok!

diameter paku

Flob ≤ 15% Ag d t ≤ 0,15 . 15,5 . t

(79)

Kontrol Tegangan

Anet = 15,5 – (2,0 + 0,5) = 13 cm2

f = < σpr ...ok!

[image:79.595.121.538.259.483.2]

Hasil selengkapnya mengenai perhitungan pemilihan profil siku disajikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4 Perhitungan Dimensi Profil Siku

Batang Panjang

(cm) Sifat

Gaya (kg)

Profil Siku

(mm) Keterangan 1,2,3,4,5,

6,7,8 500 Tarik 6892,17 ┴ 90.90.9 Ok

9,10,11,12,

13,14,15,16 583,1 Tekan 4451,86 ┴ 100.100.10 Ok 17,19, 27,

29 600 Tekan 1857,3 ┴ 100.100.10 Ok

18,28 781 Tarik 1489,43

Gambar

Gambar 2.8 Sambungan baut.
Gambar 2.10 Bagan alir perencanaan batang tarik
Gambar 2.11 Bentuk – bentuk tampang penampang tekan
Tabel 2.3 Nilai Kc untuk kolom dengan ujung – ujung yang ideal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rangka atap baja ringan dan rangka atap pryda memiliki keunggulan dan kerugian masing-masing diantaranya rangka atap baja ringan memiliki berat yang lebih ringan dibandingkan

Constraint yang paling menentukan dalam kasus ini (optimasi struktur rangka kuda-kuda atap baja) adalah angka kelangsingan batang, bukan.. faktor

ANALISIS PERBANDINGAN PEMAKAIAN BAJA KANAL DAN BAJA SIKU STRUKTUR JEMBATAN PIPA AIR. Efisiensi perancangan jembatan rangka baja salah satunya dipengaruhi oleh pemilihan

fabrikasi kuda-kuda rangka atap baja ringan dan rangka atap kayu diketahui bahwa panjang bahan yang diperlukan untuk membuat rangka atap kayu lebih banyak daripada

Perkuliahan struktur baja I berisikan pengenalan baja sebagai bahan struktur; pengenalan berbagai metode perancangan struktur baja; perencanaan batang tarik dan batang tekan;

Tugas Akhir ini akan membahas tentang perencanaan rangka atap

fabrikasi kuda-kuda rangka atap baja ringan dan rangka atap kayu diketahui bahwa panjang bahan yang diperlukan untuk membuat rangka atap kayu lebih banyak daripada

Contohnya untuk berbagai produk struktur seperti rangka atap baja ringan haruslah menggunakan baja ringan dengan tegangan tarik tinggi (G550).Namun untuk berbagai produk