EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN
SUNGAI ULAR DAERAH PULAU GAMBAR
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
PAHALA DEDY UDIK BAYU SITORUS
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN
SUNGAI ULAR DAERAH PULAU GAMBAR
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
Oleh :
PAHALA DEDY UDIK BAYU SITORUS 040308032 / TEKNIK PERTANIAN
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknologi pertanian pada Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Edi Susanto, M.Si) (Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si
Ketua Anggota
)
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
PAHALA DEDY UDIK BAYU SITORUS: Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Di Kawasan Sungai Ular Daerah Pulau Gambar Kabupaten Serdang Bedagai, dibimbing oleh EDI SUSANTO dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Efisiensi penyaluran air irigasi adalah perbandingan antara jumlah air yang digunakan oleh tanaman dengan jumlah air yang tersedia dinyatakan dalam persentase. Pada saat penyaluran air mulai dari pintu masuk sampai ke petakan sawah terjadi kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan tersier yang disebabkan oleh evaporasi, rembesan maupun perkolasi. Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi debit air yang tersedia harus cukup untuk disalurkan ke setiap saluran sampai kepetakan. Oleh karena itu diperlukan pengukuran debit agar penyaluran air dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur debit masuk dan debit keluar pada setiap saluran dengan menggunakan bola pelampung, sehingga didapat nilai efisiensi pada saluran primer 80,74%, sekunder 64,84%, dan tersier 84,39%.
Kata Kunci : Efisiensi Penyaluran Air, Kehilangan Air, Evaporasi, Rembesan
ABSTRACT
PAHALA DEDY UDIK BAYU SITORUS: Efficiency of irrigation water distribution in the area of Ular River, Pulau Gambar Serdang Bedagai regency, supervised by EDI SUSANTO and SAIPUL BAHRI DAULAY.
The efficiency of irrigation water distribution is the percentage of water that used by plant compared to those supplied. During distribution of water from intake to the rice field some water was lost especially in the primary, secondary and tertiary channels due to evaporation, seepage and percolation. To comply with irrigation water, enough water should be supplied and distributed to every channel in the rice field. Therefore the discharge should be measured to make water distribution is as efficient as possible. At this research the inflow and outflow discharge in every channel were measured by float ball; efficiency in the primary channel was 80,74 %, in the secondary was 64,84 %, and in the tertiary was 84,39 %.
RIWAYAT PENULIS
Pahala Dedy Udik Bayu Sitorus, dilahirkan di Hutabayu 10 Pebruari 1985,
dari pasangan ayahanda Petrus Sitorus dan Ibunda Deliana br. Sinaga, dan
merupakan anak ke-1 dari 5 bersaudara, beragama Katolik.
Tahun 2004 penulis lulus pendidikan dari SMA swasta Santo Thomas 2,
Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur
ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih
program studi Teknik Pertanian.
Selama perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa
Teknik Pertanian (IMATETA) tahun 2007-2008 dan menjadi ketua UKM
Sepakbola Fakultas Pertanian sekaligus ketua Panitia Liga Pertanian tahun
2007-2008. Penulis telah melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dari tanggal 20 Juli
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “ Efisiensi Penyaluran Air Irigasi di
Kawasan Sungai Ular Daerah Pulau Gambar Kabupaten Serdang Bedagai” yang
merupakan persyaratan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si sebagai Ketua Pembimbing dan
Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang
telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Ungkapan terimakasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan
perhatiannya.
Penulis menyadari di dalam pembuatan skripsi masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan berharap semoga skripsi
ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Nopember 2009
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai... 4
Siklus Hidrologi ... 4
Daerah Aliran Sungai ... 5
Undang-Undang No.11 Tahun 1974 Tentang Pengairan ... 7
Sistem Irigasi ... 7
Jaringan Irigasi ... 9
Efisiensi Irigasi ... 13
Debit Air ... 14
Pengukuran Debit ... 15
Evaporasi ... 16
Perkolasi ... 17
Rembesan... 18
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
Alat dan Bahan Penelitian ... 20
Metode Penelitian ... 20
Pelaksanaan Penelitian ... 21
Parameter Penelitian ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Jaringan Irigasi ... 27
Lokasi Pengukuran Saluran Irigasi ... 27
Efisiensi Primer ... 28
Efisiensi Sekunder ... 30
Efisiensi Tersier ... 31
Evaporasi ... 33
Rembesan... 34
Perkolasi ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 37 Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR TABEL
No.
Hal.
1. Klasifikasi Irigasi ... 12
2. Efisiensi pada Saluran Primer ... 29
3. Efisiensi pada Saluran Sekunder ... 30
4. Efisiensi pada Saluran Tersier ... 32
5. Rembesan pada Saluran Sekunder ... 34
6. Rembesan pada Saluran Tersier ... 35
DAFTAR GAMBAR
No.
Hal.
1. Siklus Hidrologi ... 5
2. Intake Pulau Gambar ... 53
3. Saluran Primer ... 54
4. Saluran Sekunder ... 55
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Diagram Alir Penelitian ... 40
2. Tabel Tekanan Uap Jenuh ... 41
3. Tabel Kelembaban ... 42
4. Data Untuk Menghitung Evaporasi ... 43
5. Data Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Pulau Gambar ... 44
6. Perhitungan Evaporasi ... 47
7. Perhitungan Rembesan ... 48
ABSTRAK
PAHALA DEDY UDIK BAYU SITORUS: Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Di Kawasan Sungai Ular Daerah Pulau Gambar Kabupaten Serdang Bedagai, dibimbing oleh EDI SUSANTO dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Efisiensi penyaluran air irigasi adalah perbandingan antara jumlah air yang digunakan oleh tanaman dengan jumlah air yang tersedia dinyatakan dalam persentase. Pada saat penyaluran air mulai dari pintu masuk sampai ke petakan sawah terjadi kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan tersier yang disebabkan oleh evaporasi, rembesan maupun perkolasi. Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi debit air yang tersedia harus cukup untuk disalurkan ke setiap saluran sampai kepetakan. Oleh karena itu diperlukan pengukuran debit agar penyaluran air dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur debit masuk dan debit keluar pada setiap saluran dengan menggunakan bola pelampung, sehingga didapat nilai efisiensi pada saluran primer 80,74%, sekunder 64,84%, dan tersier 84,39%.
Kata Kunci : Efisiensi Penyaluran Air, Kehilangan Air, Evaporasi, Rembesan
ABSTRACT
PAHALA DEDY UDIK BAYU SITORUS: Efficiency of irrigation water distribution in the area of Ular River, Pulau Gambar Serdang Bedagai regency, supervised by EDI SUSANTO and SAIPUL BAHRI DAULAY.
The efficiency of irrigation water distribution is the percentage of water that used by plant compared to those supplied. During distribution of water from intake to the rice field some water was lost especially in the primary, secondary and tertiary channels due to evaporation, seepage and percolation. To comply with irrigation water, enough water should be supplied and distributed to every channel in the rice field. Therefore the discharge should be measured to make water distribution is as efficient as possible. At this research the inflow and outflow discharge in every channel were measured by float ball; efficiency in the primary channel was 80,74 %, in the secondary was 64,84 %, and in the tertiary was 84,39 %.
PENDAHULUAN
Latar BelakangAir irigasi merupakan sumberdaya pertanian yang sangat strategis. Berbeda
dengan input lain seperti pupuk ataupun pestisida yang dimensi peranannya relatif
terbatas pada proses produksi yang telah dipilih, peranan air irigasi mempunyai
dimensi yang lebih luas. Sumberdaya ini tidak hanya mempengaruhi produktivitas
tetapi juga mempengaruhi spektrum pengusahaan komoditas pertanian. Oleh
karena itu kinerja irigasi bukan hanya berpengaruh pada pertumbuhan produksi
pertanian tetapi juga berimplikasi pada strategi pengusahaan komoditas pertanian
dalam arti luas.
Sekarang ini, seiring dengan pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan
terhadap air irigasi untuk memproduksi pangan (padi) akan terus meningkat. Hal
ini terkait dengan fakta bahwa pertumbuhan produktivitas usahatani padi
mengalami kemandegan sehingga peningkatan luas panen padi masih tetap
merupakan salah satu tumpuan pertumbuhan produksi padi.
Di sisi lain, permintaan air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,
industri, dan untuk memelihara keberlanjutan fungsi sumber daya air itu sendiri
(misalnya penggelontoran sungai), semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi dan perluasan perkotaan.
Dengan demikian kompetisi penggunaan air antar sektor meningkat.
Jadi, tantangan yang dihadapi adalah di satu sisi kebutuhan air irigasi
meningkat, di sisi lain air yang tersedia untuk irigasi justru semakin langka.
Untuk meningkatkan efisiensi, dibutuhkan perbaikan sistem pengelolaan irigasi
dalam semua level; bukan hanya di tingkat akuisisi, distribusi, maupun drainase;
tetapi juga di tingkat usahatani.
Di masa mendatang permintaan air irigasi akan terus meningkat seiring
dengan pertambahan luas tanam padi yang diperlukan. Di sisi lain, volume air
yang harus dialokasikan untuk memenuhi permintaan dari sektor non pertanian
semakin meningkat pula. Implikasinya, pasokan air irigasi semakin langka. Oleh
karena itu peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi harus dilakukan.
Besarnya kehilangan air pada saluran selain dipengaruhi oleh musim, jenis
tanah, keadaan dan panjang saluran juga dipengaruhi oleh karateristik saluran.
Sistem penyaluran air ke areal persawahan menggunakan saluran tanah, dan
mengakibatkan rendahnya efesiensi pengairan. Pendugaan besarnya kehilangan
air pada saluran merupakan langkah awal dalam usaha pcmanfaatan air secara
efisien (Syarnadi, 1985).
Jaringan irigasi Pulau Gambar ini merupakan jaringan irigasi dengan sistem
terbuka. Dimana pada saluran primer dan sekunder telah dilakukan penyemenan
sehingga kehilangan air pada saluran ini diperkirakan kecil karena kehilangan air
hanya dari proses evaporasi. Sedangkan pada saluran tersier masih belum
dilakukan penyemenan sehingga kehilangan airnya besar yaitu selain dari proses
evaporasi juga dari proses perkolasi. Jaringan irigasi Pulau Gambar ini merupakan
jaringan irigasi semi teknis karena konstruksinya hanya pada pintu pengatur pada
Suatu jaringan irigasi diharapkan memiliki tingkat efisiensi teknis yang
tinggi sehingga dapat menyalurkan air secara efektif dan efisien. Nilai efisiensi ini
digunakan untuk menentukan berapa besar air yang diambil dari sumber sehingga
pemberian air pada masing-masing saluran dapat dilakukan sampai kepetakan
sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Sesuai dengan keterangan di atas maka penulis tertarik melakukan
penelitian efisiensi penyaluran air irigasi di jaringan irigasi Pulau Gambar yang
sumber airnya berasal dari sungai ular.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai efisiensi
penyaluran air di saluran primer, sekunder dan tersier di daerah irigasi Pulau
Gambar, Kabupaten Serdang Bedagai.
Manfaat Penelitian
1. Alokasi pemberian air dari masing-masing saluran dapat dilakukan sesuai
dengan kebutuhan tanaman.
2. Sebagai bahan penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai
Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya
hampir sama dengan kabupaten Deli Serdang. Pengamatan stasiun Sampali
menunjukkan rata–rata kelembapan udara per bulan sekitar 84 %, curah hujan
berkisar antara 30 sampai dengan 34 mm per bulan dengan periode tertinggi pada
bulan Agustus–September 2004, hari hujan per bulan berkisar 8–26 mm dengan
periode hari hujan yang besar pada bulan Agustus –September 2004. Rata–rata
kecepatan udara berkisar 1.10 m/dtk dengan tingkat penguapan sekitar 3.74
mm/hari. Temperatur udara per bulan minimum 23.7° C dan maksimum 32.2° C.
Tercatat ada 15 (lima belas) sungai (besar & kecil) di daerah kabupaten
Serdang Bedagai yang prioritas untuk pemantauan berdasarkan tingkat kekritisan
ekosistem dan pemanfatan sumber irigasi yaitu : Sungai Ular, Sungai Rambung,
Sungai Belutu, Sungai Padang, Sungai Buluh, Sungai Martebing, Sungai Bedagai,
Sungai Rampah, Sungai Merah/Matapo, Sungai Lagunda, Sungai Nipah, Sungai
Pinang, Sungai Kerapuh, Sungai Perbaungan, dan Sungai Hitam.
Siklus Hidrologi
Akibat panas yang bersumber dari matahari, maka terjadilah evaporasi,
yaitu penguapan pada permukaan air terbuka / open water dan pada permukaan tanah, dan transpirasi, yaitu penguapan dari permukaan tanah. Uap air hasil
penguapan ini pada ketinggian tertentu akan menjadi awan, kemudian karena
beberapa sebab awan akan berkondensasi menjadi presipitasi (presipitasi = yang
(Martha dan Dipl, Mengenal Dasar-Dasar Hidrologi)
Gambar 1. Siklus Hidrologi
Daerah Aliran Sungai
Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan
peradaban manusia di seluruh dunia ini, yakni dengan menyediakan daerah-daerah
subur yang umumnya terletak di lembah-lembah sungai dan sumber air sebagai
sumber kehidupan yang paling utama bagi manusia. Dalam bidang pertanian
sungai berfungsi sebagai sumber air yang penting untuk irigasi
(Sosrodarsono dan Tominaga, 1994).
Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk
Air hujan yang jatuh di atas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil
menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil kemudian
menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau
utama. Daerah dari mana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkap hujan
yang biasa disebut dengan daerah aliran sungai (DAS). Dengan demikian DAS
dapat dipandang sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan mengumpul
ke sungai menjadi aliran sungai (Lubis, dkk., 1993).
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah dimana semua airnya
mengalir ke dalam sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi oleh
batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini
tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah
sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).
Daerah aliran sungai (DAS) sesuai dengan pola-polanya dapat dibedakan
menjadi :
1) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola bulu burung, di daerah aliran
sungai ini selain terdapat sungai utama, tidak jauh dari sungai utama
tersebut, di sebelah kirinya dan kanan terdapat pola-pola sungai kecil atau
anak-anak sungai.
2) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola radial atau melebar, di daerah
aliran sungai ini pun terdapat sungai utama (besar dengan beberapa anak
sungainya), hanya anak-anak sungainya melingkar dan akan bertemu pada
3) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola paralel atau sejajar , daerah aliran
sungai ini memiliki 2 jalur daerah aliran, yang memang paralel, yang di
bagian hilir keduanya bersatu membentuk sungai besar
(Siregar, 1981).
Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
Undang-Undang No.11 Tahun 1974 tentang pengairan, menjelaskan
bahwa:
- "Air" adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari
sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah,
tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut.
- "Sumber-sumber Air" adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air, baik
yang terdapat di atas, maupun di bawah permukaan tanah.
- "Pengairan" adalah suatu bidang pembinaan atas air, sumber-sumber air,
termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya baik
yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia.
(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
Sistem Irigasi
Irigasi merupakan suatu proses pengaliran air dari sumber air ke sistem
pertanian. Irigasi adalah proses penambahan air untuk memenuhi kebutuhan
lengas tanah bagi pertumbuhan tanaman. Irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya
dan tambak (PP 20/2006). Tindakan intervensi manusia untuk mengubah agihan
air dari sumbernya menurut ruang dan waktu serta mengelola sebagian atau
seluruh jumlah tersebut untuk menaikkan produksi tanaman
(Israelsen dan Hansen, 1980).
Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna
keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah
pertanian yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib
dan teratur dan dibuang kesaluran pembuang. Istilah irigasi diartikan suatu bidang
pembinaan atas air dari sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang
terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia.
Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan
sumber-sumber air yang meliputi irigasi, pengembangan daerah rawa,
pengendalian banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk dan pengaturan
penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri (Ambler, 1991).
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa, dan irigasi tambak. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang
mendapat air dari satu jaringan irigasi. Berdasarkan sudut pandangnya irigasi
digolongkan menjadi irigasi aliran dan irigasi angkatan yang lebih dikenal dengan
sebutan irigasi pompa. Irigasi aliran adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya
ke dalam pertanian atau area persawahan dilakukan dengan cara pengaliran.
Sedangkan irigasi angkat adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya ke areal
pertanaman dilakukan dengan cara pemompaan bangunan airnya berumah pompa
Sebagian besar sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal
dari air hujan dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai,
yang membawanya ke laut. Jika dimanfaatkan untuk irigasi, sungai dibendung dan
dialirkan melalui saluran-saluran buatan ke daerah pertanian, atau air terlebih
dahulu ditampung di dalam waduk yang selanjutnya dialirkan secara teratur
melalui jaringan irigasi ke daerah pertanian. Adapun faktor-faktor yang
menentukan pemilihan metoda pemberian air irigasi adalah : distribusi musiman
hujan, kemiringan lereng dan bentuk permukaan lahan, suplai air, rotasi tanaman
dan permeabilitas tanah lapisan bawah. Metoda pendistribusian air irigasi dapat
dibagi ke dalam :
1) Irigasi Permukaan
2) Irigasi Lapisan Bawah
3) Sprinkler
4) Drip atau Trickle
(Hakim, dkk., 1986).
Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya
yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai
dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan
pembuangannya. Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu
sistem irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk atau primer, saluran
sekunder, dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya. Jaringan tersier
petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang disebut saluran tersier,
saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran pembuang berikut
saluran bangunan turutan serta pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa
yang luas areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier.
Dari segi konstruksi jaringan irigasinya, Pasandaran (1991)
mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :
1) Irigasi Sederhana
Adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan
sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur
sehingga air irigasinya tidak teratur dan tidak terukur, sehingga efisiensinya
rendah.
2) Irigasi Setengah Teknis
Adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat
pengukur pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian
efisiensinya sedang.
3) Irigasi Teknis
Adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan
pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan
sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap,
diharapkan efisiensinya tinggi.
4) Irigasi Teknis Maju
Adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada
Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi. Petak tersier
adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air
irigasi melalui saluran tersier yang sama. Petak tersier terdiri dari beberapa petak
kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian
air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para
petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan
pemerintah. Petak tersier biasanya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya
jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh
terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam
penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis
tanaman.
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani
oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan
bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder
pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas
petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang
bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi
daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang
membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis
tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih rendah.
Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan,
pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan
Tabel 1. Klasifikasi Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Teknis Semi Teknis Sederhana
Bangunan utama Bangunan
permanen
Petak Tersier Dikembangkan
sepenuhnya
Sumber : Direktorat Jenderal Pengairan, 1986
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil
langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer
yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang
saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap
air dari saluran sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
Efisiensi Irigasi
Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari
reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari
dengan menggunakan rumus:
Ec = Wr Wf
x 100 % ... (1)
dimana Ec : efisiensi irigasi
Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir
(Hansen, dkk., 1992).
Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah
air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air
yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal
ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian
air dan efisiensi penyimpanan air (Dumairy, 1992).
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat
berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi.
Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau
yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan
dalam satuan persentase (Lenka, 1991).
Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata
yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang
keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan
sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi
didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di
saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk
operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer.
Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang
saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah
Debit Air
Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir
dari suatu sumber persatu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per
detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1. Pengukuran debit dengan bendung
2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan lautan obat
3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini
untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus
dengan kincir
4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus
magnetis, pengukur arus gelombang supersonis
(Dumairy, 1992).
Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan irigasi bagi lahan-lahan
pertanian, debit air di daerah bendung harus lebih cukup untuk disalurkan ke
saluran-saluran (induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan
pertanaman. Agar penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanaman dapat
diatur dengan sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat
dimanfaatkan seefisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal lahan
pertanaman lainnya) maka dalam pelaksanaanya perlu dilakukan
pengukuran-pengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali, dengan bantuan
pengukuran-pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan selalu
dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak dimasyarakat petani pemakai air
Pengukuran Debit
Pengukuran global kecepatan aliran dilakukan dengan mengukur waktu
pelampung melewati jarak yang terukur. Pelampung digunakan bila pengukuran
dengan pengukur arus tidak dapat dilakukan karena sampah, ketidakmungkinan
melintasi sungai, bila pengukuran membahayakan karena banjir yang sangat
tinggi maupun pada kecepatan yang sangat rendah (Seyhan, 1990).
Alat ukur arus adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran. Apabila alat
ini ditempatkan pada suatu titik kedalaman tertentu maka kecepatan aliran pada
titik tersebut akan dapat ditentukan berdasarkan jumlah putaran dan waktu
lamanya pengukuran. Apabila keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk
melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur arus maka pengukuran
dapat dilakukan dengan alat pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat
mengapung seluruhnya atau sebagian melayang dalam air (Lubis, dkk., 1993).
Pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan
metoda apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam
di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang
diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik
pengamatan lain yang telah ditentukan. Kecepatan aliran juga bisa diukur dengan
menggunakan alat ukur current meter. Alat berbentuk propeler tersebut dihubungkan dengan kotak pencatat (alat monitor yang akan mencatat jumlah
putaran selama propeler tersebut berada dalam air) kemudian dimasukkan ke
dalam sungai yang akan diukur kecepatan alirannya. Bagian ekor alat tersebut
menyerupai sirip dan akan berputar karena gerakan aliran sungai. Tiap putaran
ditentukan oleh jumlah putaran per detik untuk kemudian dihitung dengan
menggunakan persamaan matematik yang khusus dibuat untuk alat tersebut untuk
lama waktu pengukuran tertentu (Asdak, 1995).
Evaporasi
Evaporasi adalah proses melalui mana cairan langsung berubah menjadi uap
dan transpirasi adalah perpindahan dari cairan ke dalam uap melalui metabolisme
tanaman (Dake, 1985).
Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan
bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air. Laju evaporasi sangat
bergantung pada masukan energi yang diterima, maka akan semakin banyak
molekul air yang diuapkan. Transpirasi merupakan penguapan air yang berasal
dari jaringan tumbuhan melalui stomata (Lakitan, 1994).
Evaporasi adalah penguapan dari seluruh air, tanah, salju, es,
tumbuh-tumbuhan, permukaan-permukaan lain ditambah transpirasi. Penggunaan
konsumtif adalah penguapan total dari seluruh daerah ditambah air yang
digunakan langsung dalam pembangunan jaringan tanaman (Linsley, dkk., 1989).
Dilapangan proses evaporasi dan transpirasi terjadi secara bersamaan dan
sulit dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu kehilangan air akibat kedua
proses ini pada umumnya disebut evapotranspirasi, dengan demikian
evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan tanaman
Perkolasi
Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi.
Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan
tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup
permeabel, cukup mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi.
Semakin tinggi tingkat permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya
(Dumairy, 1992).
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) perkolasi dapat berlangsung
secara vertikal dan horizontal. Perkolasi yang berlangsung secara vertikal
merupakan kehilangan air kelapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan yang
berlangsung secara horizontal merupakan kehilangan air kearah samping.
Perkolasi ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah antara lain
permeabilitas dan tekstur tanah. Pada tanah bertekstur liat laju perkolasi mencapai
13 mm/hari, pada tanah bertekstur pasir mencapai 26,9 mm/hari, pada tanah
bertekstur lempung berpasir laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah
bertekstur lempung laju perkolasi mencapai 2-3 mm/hari, pada tanah lempung
berliat mencapai 1-2 mm/hari.
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak
diantara permukaan tanah ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi
adalah laju maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh
kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah
Rembesan
Perembesan air dan kebocoran air pada saluran pengairan pada umumnya
berlangsung ke samping (horizontal) terutama terjadi pada saluran-saluran
pengairan yang dibangun pada tanah-tanah tanpa dilapisi tembok, sedang pada
saluran yang dilapisi kehilangan air sehubungan dengan terjadinya perembesan
dan bocoran tidak terjadi.
Rembesan air dari saluran irigasi merupakan persoalan yang serius. Bukan
hanya kehilangan air, melainkan juga persoalan drainase adalah kerap kali
membebani daerah sekitarnya atau yang lebih rendah. Kadang-kadang air
merembes keluar dari saluran masuk kembali ke sungai yang di lembah dimana
air ini dapat diarahkan kembali, atau masuk ke suatu aquifer yang dipakai lagi. Metode yang sangat umum digunakan dalam pengukuran rembesan adalah metode
inflow-outflow terdiri dari pengukuran aliran yang masuk dan aliran yang keluar dari suatu penampang saluran yang dipilihnya. Ketelitian cara ini meningkat
dengan perbedaan antara hasil banyaknya aliran masuk dan aliran keluar (Hansen,
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan pada bulan Juli - September 2009 di Daerah
Irigasi Pulau Gambar, Kabupaten Serdang Bedagai.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : roll meter,
yang digunakan untuk mengukur kedalaman saluran; bola pelampung, digunakan
sebagai pengukur kecepatan aliran; stopwatch, yang digunakan untuk menghitung waktu yang diperlukan bola pelampung sampai pada titik yang ditentukan; tape,
yang digunakan untuk mengukur lebar saluran; kalkulator, digunakan untuk
perhitungan data; alat tulis.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : data kondisi
irigasi Daerah Pulau Gambar diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Serdang Bedagai, data laju perkolasi untuk daerah jaringan irigasi Pulau Gambar
diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum, dan data kecepatan angin yang diperoleh
dari Badan Meteorologi dan Geofisika.
Metode Penelitian
Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur debit inflow pada pangkal saluran dan debit outflow pada ujung saluran dengan menggunakan Current Meter untuk keadaan alirannya tinggi dan bola pelampung untuk keadaan aliran yang rendah.
Pelaksanaan Penelitian
1. Deskripsi Jaringan Irigasi
2. Kecepatan Aliran
Pada saluran primer dan sekunder kecepatan aliran diukur
menggunakan bola pelampung.
V = D/T ... (2)
Dimana : D = jarak 2 titik yang dilalui (10 m)
T = waktu yang dibutuhkan untuk melalui D
Peralatan utama yang diperlukan untuk mengukur debit dengan
metode pelampung adalah alat ukur kecepatan aliran dan alat ukur
penampang basah.
1. Alat ukur kecepatan aliran
Alat ini dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Pelampung permukaan, yaitu bahan yang dapat mengapung di
permukaan aliran, dapat digunakan sepotong kayu dengan
diameter 14-30 cm, tebal 4 cm, atau bahan lainnya yang dapat
mengapung dan dapat dengan mudah diamati lintasannya.
2) Pelampung tangkai, yaitu bahan pelampung yang sebagian
tenggelam dan sebagian lagi muncul di permukaan aliran, dapat
ujung bagian bawahnya agar dapat melayang pada aliran sungai
dengan posisi tegak dan mudah diamati lintasannya.
2. Alat ukur penampang basah
Alat ini terdiri dari alat ukur lebar dan alat ukur kedalaman aliran.
1) Alat ukur lebar aliran yang dapat digunakan antara lain :
- Kabel ukur lebar
- Meteran
2) Alat ukur kedalaman aliran yang dapat digunakan antara lain :
- Batang duga kedalaman
- Kabel duga kedalaman.
3. Luas Penampang Saluran
Dihitung luas penampang (m2) saluran dengan menggunakan rumus
Trapezoidal :
(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
4. Debit
Dihitung debit air (m3/s) di pangkal dan di ujung dengan rumus :
QP = V.A ... (4)
Dimana : V = kecepatan aliran air (m/dtk)
A = luas penampang (m2)
(Martha dan Dipl, Mengenal Dasar-Dasar Hidrologi)
5. Efisiensi Primer
Pada saluran tersier ini tidak diukur seluruhnya melainkan diambil
beberapa sampel.
Dengan ketentuan :
Tersier hulu : Ts11, Ts12,...., Ts1n
Tersier tengah : Ts21, Ts22,...., Ts2n
Tersier hilir : Ts31, Ts32,...., Ts3n
Dibuat tabel pada setiap bagian tersier dengan mencatat debit inflow
dan debit outflow pada saluran tersier yang diukur. (Sosrodarsono dan Tominaga, 1994).
8. Evaporasi
Prosedur penghitungan evaporasi adalah sebagai berikut :
2) Diukur suhu bola basah dan bola kering pada 3 waktu, yaitu pagi,
siang, dan sore
3) Dihitung suhu dengan rumus :
4) Dilihat pada lampiran 2 tekanan uap jenuh dari suhu bola kering
5) Dihitung selisih antara suhu bola kering dan suhu bola basah lalu
dilihat tabel kelembaban relatif pada lampiran 3 dan disesuaikan
dengan suhu bola basah
6) Dikalikan tekanan uap jenuh dengan kelembaban relatif maka didapat
tekanan uap sebenarnya
7) Dihitung evaporasi dengan menggunakan persamaan empiris
berdasarkan huku m Dalton yaitu :
Eo =0,35
(
es −e)(
0,5+0,54u2)
... (9)Prosedur penghitungan rembesan adalah sebagai berikut :
1) Ditentukan koefisien rembesan (k)
Q = A ( k h/L ) t ... (10)
Dimana :
Q = Volume air yang dikumpulkan
A = Luas penampang melintang contoh tanah
T = Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan air
(Das, 1995).
4) Diukur lebar saluran irigasi
5) Diukur kedalaman saluran irigasi
6) Dihitung nilai rembesan dengan menggunakan rumus :
Q = k (B – 2d) ... (11)
(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
Parameter Penelitian
1. Efisiensi Distribusi
Efisiensi distribusi adalah perbandingan antara air yang disalurkan ke
sawah dengan air yang diambil dari sungai atau bendungan. Efisiensi distribusi
juga merupakan perkalian efisiensi di saluran primer (SP), sekunder (SS) dan
2. Evaporasi
Evaporasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan empiris
berdasarkan huku m Dalton:
Eo = 0,35 (es – e) ( 0,5 + 0,54 u2)
Dimana :
Eo = evaporasi air permukaan bebas (mm/hari)
es = tekanan uap jenuh pada suhu udara (mm/Hg) lihat lampiran 2
ed = tekanan uap aktual dalam udara (mm/Hg) lihat lampiran 3
u2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m diatas permukaan (m/detik).
3. Rembesan
Untuk menghitung rembesan digunakanrumus :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Jaringan IrigasiLetak dan Luas Daerah Irigasi
Secara administratif jaringan irigasi Pulau Gambar terletak di Kabupaten
Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara yang secara Geografis terletak pada
posisi 2°57” LU – 3°16” LU dan 98°33” BT – 99°27” BT.
Jaringan Irigasi Pulau Gambar merupakan jaringan irigasi semi teknis
yang memiliki 1 saluran primer, 2 saluran sekunder dan 14 saluran tersier.
Keadaan Iklim
Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya
hampir sama dengan kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk.
Pengamatan stasiun Sampali menunjukkan rata–rata kelembapan udara per bulan
sekitar 84 %, curah hujan berkisar antara 30 sampai dengan 34 mm per bulan
dengan periodik tertinggi pada bulan Agustus–September 2004, hari hujan per
bulan berkisar 8–26 mm dengan periode hari hujan yang besar pada bulan
Agustus –September 2004. Rata–rata kecepatan udara berkisar 1.10 m/dt dengan
tingkat penguapan sekitar 3.74 mm/ hari. Temperatur udara per bulan minimum
23.7° C dan maksimum 32.2° C.
Lokasi Pengukuran Saluran Irigasi
Pengukuran pada saluran primer dilakukan pada pangkal dan ujung saluran
dengan 2 kali pengukuran karena panjang saluran yang cukup panjang mencapai
4881m. Untuk saluran sekunder dilakukan pengukuran pada 2 saluran
memiliki panjang 513 m. Pada sekunder II dilakukan 2 kali pengukuran untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Untuk saluran tersier, terdapat 4 saluran yang sudah rusak sehingga tidak
dapat lagi berfungsi. Maka dari itu dilakukan pengukuran pada seluruh saluran
tersier yang masih berfungsi yaitu 10 saluran, yaitu dengan mengukur pangkal
saluran dimana air berasal dari saluran dan ujung saluran dimana air akan masuk
ke petakan sawah. Kemudian dilakukan pengukuran kembali dengan mengambil
pangkal saluran setelah air masuk ke petakan sawah kemudian diambil ujung
saluran dimana air akan masuk ke petakan sawah.
Efisiensi Primer
Efisiensi penyaluran irigasi ini merupakan perbandingan antara debit air
dari sumber dengan debit air yang masuk ke petakan. Dalam proses penyaluran air
sampai ke petakan terjadi kehilangan air di sepanjang saluran sehingga air yang
masuk tidak sama dengan air yang keluar. Kehilangan air ini disebabkan oleh
adanya evaporasi yaitu air menguap karena adanya sinar matahari, rembesan yaitu
air yang meresap ke bagian samping saluran disebabkan karena tidak dilapisi
bahan yang kedap air pada dinding saluran, perkolasi yaitu masuknya air ke
bawah saluran karena tanah tidak dilapisi bahan kedap air dan juga kehilangan air
karena kegiatan warga setempat yang memanfaatkan air irigasi untuk keperluan
rumah tangga.
Dari hasil penelitian di lapangan diperoleh hasil pada saluran primer (SP)
Tabel 2. Efisiensi pada saluran primer
Saluran Debit Pangkal
(m3/dtk)
Keterangan : SP = Saluran Primer
Berdasarkan data sekunder yang didapat dari Dinas Pekerjaan Umum
Propinsi Sumatera Utara untuk Daerah Aliran Sungai Ular efisiensi di saluran
primer sebesar 90 %, untuk efisiensi di saluran sekunder sebesar 90 % dan untuk
efisiensi di saluran tersier sebesar 85 %. Sehingga diperoleh efisiensi totalnya
adalah 0,90 x 0,90 x 0,85 = 68,85 %.
Pada saluran primer ini pengukuran luas penampang dilakukan dengan
menggunakan rumus Trapezoidal karena saluran berbentuk trapesium yang dasar
salurannya tidak rata dan memiliki lebar saluran yang dapat dibagi dengan interval
tertentu. Pada pengukuran I, diperoleh debit di pangkal 0,672 m3/dtk dan di ujung,
yaitu pada pintu pembagi 4 sebesar 0,538 m3/dtk. Maka efisiensi penyaluran
diperoleh sebesar 80,060 % artinya kehilangan air di saluran sebesar 19,940 %.
Kemudian pada pengukuran II, diperoleh debit di pangkal 0,226 m3/dtk setelah air
mengalir sampai ke ujung dimana air akan masuk ke saluran sekunder sebesar
0,184 m3/dtk sehingga terjadi kehilangan air pada saat penyaluran sebesar
0,042m3/dtk. Maka efisiensi penyaluran diperoleh sebesar 81,416 % artinya
kehilangan air di saluran sebesar 18,584 %. Dari 2 pengukuran yang dilakukan
pada saluran primer ini, diperoleh efisiensi penyaluran sebesar 80,738 % yang
berarti kehilangan air di saluran sebesar 19,262 %.
Saluran primer pada irigasi Pulau Gambar ini sumber airnya berasal dari
efisiensi pada saluran primer ini dinding dan dasar saluran telah dilapisi bahan
kedap air tetapi ada beberapa bagian dinding saluran yang retak sehingga
menyebabkan hilangnya air. Adapun faktor yang menyebabkan kehilangan air,
yaitu evaporasi sebesar 0,0157 mm/hari. Nilai evaporasi ini dapat bertambah
dipengaruhi oleh luasnya permukaan air pada saluran karena evaporasi terjadi
sinar matahari yang mampu menguapkan air. Rembesan sebesar
0,000135mm/hari, nilai rembesan ini dapat lebih besar jika semakin luas daerah
yang terbasahi air dan juga retaknya dinding saluran. Selain itu disekitar saluran
ditanami tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman yang banyak
memerlukan air, sehingga air yang merembes dari saluran diserap oleh akar
tanaman. Sedangkan perkolasi tidak mempengaruhi kehilangan air pada saluran
primer karena dasar saluran dilapisi bahan kedap air.
Efisiensi Sekunder
Jumlah saluran sekunder pada irigasi Pulau Gambar adalah 2 saluran. Pada
penelitian ini dilakukan pengukuran pada kedua saluran sekunder tersebut, yaitu
pada saluran sekunder I yang memiliki 2 saluran tersier dan saluran sekunder II
yang memiliki 3 saluran tersier.
Dari hasil penelitian di lapangan diperoleh hasil pada saluran sekunder
(SS) sebagai berikut :
Tabel 3. Efisiensi pada saluran sekunder
Saluran Debit Pangkal
Pada saluran sekunder ini pengukuran luas penampang dilakukan dengan
menggunakan rumus Trapezoidal juga karena bentuknya trapesium yang
mempunyai dasar saluran yang tidak rata dan memiliki lebar saluran yang dapat
dibagi dengan interval tertentu. Karena saluran sekunder 2 memiliki 2 pintu
pembagi, maka dilakukan pengukuran di 2 lokasi yang berbeda dengan saluran
yang sama. Diperoleh rata-rata debit di pangkal sebesar 0,112 m3/dtk dan di
ujung sebesar 0,073 m3/dtk sehingga kehilangan airnya sebesar 0,039 m3/dtk.
Maka efisiensi penyalurannya sebesar 64,840 % artinya kehilangan air
disepanjang saluran 35,160 %.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada saluran sekunder
ini adalah evaporasi dengan nilai 0,0157 mm/hari, rembesan pada saluran
sekunder ini didapat nilai rata-rata lebar permukaan air dalam saluran 2,13 m dan
kedalaman air dalam saluran 0,27 m sehingga didapat nilai rembesan sebesar
0,000093 mm/hari.
Perkolasi juga mempengaruhi besarnya kehilangan air pada saluran
sekunder ini karena dasar saluran yang dilapisi bahan kedap air sudah rusak. Nilai
perkolasi untuk daerah irigasi sungai ular yang didapat dari Dinas Pekerjaan
Umum sebesar 4 mm/hari.
Efisiensi Tersier
Pada daerah irigasi Pulau Gambar ini terdiri dari 14 saluran tersier dimana
tidak semua saluran berfungsi dengan baik, sebagian saluran telah rusak sehingga
tidak bisa dipakai lagi, karena lahan dialihfungsikan menjadi tanaman kelapa
Dari hasil penelitian di lapangan diperoleh hasil pada saluran Tersier (ST)
sebagai berikut :
Tabel 4. Efisiensi pada saluran tersier
Saluran Debit Pangkal
(m3/dtk)
Keterangan : ST = Saluran Tersier
Pada saluran tersier pengukuran luas penampang dilakukan dengan
mengalikan lebar saluran dengan tinggi air, karena saluran berbentuk kotak. Pada
penelitian ini diperoleh hasil rata-rata untuk saluran tersier dengan debit pangkal
0,043 m3/dtk dan debit ujung 0,031 m3/dtk sehingga kehilangan air pada saat
penyaluran sebesar 0,012 m3/dtk. Maka efisiensinya sebesar 84,389 % artinya
kehilangan air disepanjang saluran sebesar 15,611 % .
Adapun faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada saluran tersier
yaitu perkolasi 4 mm/hari, evaporasi 0,0157 mm/hari dan rembesan dengan nilai
0,0000178 mm/hari. Perhitungan rembesan pada saluran tersier ini didapat dengan
mengukur 10 bagian pada dinding saluran tersier yang rusak didapat nilai rata-rata
lebar permukaan air dalam saluran 0,73 m dan kedalaman air pada saluran 0,21 m.
Nilai dari masing-masing faktor ini dapat bertambah sesuai dengan keadaan
Pada saluran tersier 5 dan 9 belum semua dilapisi bahan kedap air sehingga
efisiensi yang didapat rendah maka kehilangan airnya besar, sedangkan pada
saluran tersier yang lainnya sudah dilapisi dengan bahan kedap air sehingga
kehilangan airnya dapat ditekan dan menghasilkan efisiensi yang tinggi.
Dari Tabel 4. dapat dilihat saluran dengan efisiensi rendah sekitar
50%-75% merupakan saluran yang tidak dilapisi dengan bahan kedap air sehingga
kehilangan airnya besar karena sepanjang saluran mengalami kehilangan air.
Sedangkan saluran dengan efisiensi tinggi sekitar 75% - 95% merupakan saluran
yang dilapisi bahan kedap air sehingga kehilangan airnya dapat ditekan sekecil
mungkin.
Evaporasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kehilangan air pada saluran
primer ini diantaranya evaporasi, yang terjadi karena adanya energi panas dari
sinar matahari.
Berdasarkan pengukuran dari stasiun sampali didapat pada bulan
September 2009 rata-rata suhu bola kering sebesar 27,01 °C dan suhu bola basah
sebesar 25,04 °C yang menghasilkan nilai evaporasi sebesar 15,7 x 10-3 mm/hari.
Nilai yang dihasilkan sangat kecil hal ini sesuai dengan Lakitan (1994) yang
menyatakan laju evaporasi bergantung pada masukan energi yang diterima,
semakin banyak energi yang diterima maka semakin banyak molekul air yang
diuapkan. Evaporasi pada irigasi Pulau Gambar ini sangat kecil karena energi
Nilai evaporasi ini didapatkan dengan menggunakan persamaan hukum
Dalton dengan menggunakan data yaitu : Suhu udara bola kering dan bola basah
dan kecepatan angin yang diukur 2 m diatas permukaan.
Rembesan
Nilai rembesan pada saluran primer 0,000135 mm/hari dengan kedalaman
air pada saluran 0,56 m dan lebar permukaan air dalam saluran 3,50 m. Dari hasil
pengukuran dilapangan di dapat data untuk perhitungan rembesan pada saluran
sekunder adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Rembesan pada saluran sekunder
Saluran B D
SS1 2,36 0,33
2,15 0,29
SS2 Pengukuran I 2,40 0,34
2,05 0,27
SS2 Pengukuran II 1,98 0,22
1,85 0,18
Rata-rata 2,13 0,27
Pada perhitungan perembesan ini nilai koefisien rembesan pada irigasi
Pulau Gambar ini menurut Nikken Consultant, 1981 adalah 6,8 x 10−7 cm/detik.
Dari perhitungan yang ada pada Lampiran 7. didapat nilai rembesan pada saluran
sekunder adalah 0,000093 mm/hari.
Dari hasil pengukuran dilapangan di dapat data untuk perhitungan
Tabel 6. Rembesan pada saluran tersier
Pada perhitungan perembesan ini nilai koefisien rembesan pada irigasi
Pulau Gambar ini menurut Nikken Consultant, 1981 adalah 6,8 x 10−7 cm/detik.
Dari perhitungan yang ada pada Lampiran 7. didapat nilai rembesan pada saluran
tersier adalah 0,0000178 mm/hari.
Perkolasi
Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah antara lain
permeabilitas dan tekstur tanah. Untuk jaringan irigasi Sungai Ular diperoleh dari
Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 4,0 mm/hari.
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994 pada tanah bertekstur lempung berpasir
laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari.
Efisiensi Penyaluran Air Irigasi
Efisiensi irigasi ini diperoleh setelah masing-masing saluran di dapat
efisiensi. Dari tabel 2, 3, dan 4 dapat dilihat efisiensi setiap saluran. Maka
Tabel 7. Efisiensi Penyaluran Air Irigasi
Saluran Debit Pangkal
(m3/dtk)
Efisiensi Irigasi diperoleh dengan mengalikan antara efisiensi di saluran
primer, sekunder dan tersier yaitu :
80,738 % x 64,840 % x 84,389 % = 44,178 %.
Hal ini sesuai menurut Direktorat Jendral Pengairan (1986) yang
menyatakan efisiensi keseluruhan untuk jaringan irigasi semi teknis sebesar 40% -
50%. Tetapi jika dibandingkan dengan data sekunder yang diperoleh dari Dinas
Pekerjaan Umum, efisiensi keseluruhan sebesar 90% x 90% x 85% = 68,85%,
maka irigasi ini tergolong tidak baik penyalurannya.
Hal ini disebabkan karena pengukuran yang dilakukan oleh Dinas
Pekerjaan Umum pada saat awal pembuatan irigasi sehingga belum terjadi
penyusutan/kerusakan pada saluran. Sedangkan pengukuran pada penelitian ini
dilakukan setelah beberapa tahun pembuatan irigasi, sehingga banyak
penyusutan/kerusakan yang terjadi pada saluran irigasi seperti sedimentasi,
keretakan pada dinding saluran maupun pintu bagi yang rusak atau hilang.
Pada pengukuran dilapangan efisiensi tersier lebih tinggi dari pada
sekunder sedangkan pada data sekunder efisiensi sekunder lebih tinggi dari pada
tersier. Hal ini disebabkan karena banyaknya bagian-bagian saluran yang rusak
baik pada dinding saluran maupun dasar saluran. Selain itu juga pada saat
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan1. Efisiensi saluran primer pada daerah irigasi Pulau Gambar sebesar 80,738 %
artinya kehilangan air disepanjang saluran sebesar 19,262 %.
2. Efisiensi saluran sekunder pada daerah irigasi Pulau Gambar sebesar 64,840%
artinya kehilangan air disepanjang saluran sebesar 35,160 %.
3. Efisiensi saluran tersier pada daerah irigasi Pulau Gambar sebesar 84,389 %
artinya kehilangan air disepanjang saluran sebesar 15,611 %.
4. Efisiensi penyaluran air pada daerah irigasi Pulau Gambar sebesar 44,178 % .
5. Nilai rembesan pada saluran primer 0,000135 mm/hari, sekunder 0,000093
mm/hari dan tersier 0,0000178 mm/hari.
6. Evaporasi merupakan air yang hilang melalui penguapan sebesar 15,7 x 10-3
mm/hari.
Saran
1. Untuk memudahkan dalam pembagian air sebaiknya diperbaiki pintu air yang
rusak.
2. Untuk meningkatkan efisiensi pada daerah irigasi Pulau Gambar ini sebaiknya
dilakukan perbaikan pada saluran yang dianggap banyak terjadi kehilangan
air.
3. Untuk mencukupi kebutuhan air sebaiknya tidak dilakukan pengalihfungsian
tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit karena akan mengakibatkan
DAFTAR PUSTAKA
Ambler, J.S., 1991. Irigasi di Indonesia. LP3ES, Jakarta.Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dake, J.M., 1985. Hidrolika Teknik. Erlangga, Jakarta.
Das, B.M., 1995. Mekanika Tanah. Penerjemah Noor, E.M. dan Indrasurya, B.M. Erlangga, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi. Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada, Bandung.
Dumairy, 1992. Ekonomika Sumberdaya Air. BPFE, Yogyakarta.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H.Balley, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UNILA, Lampung.
Hansen, V.E., O.W. Israelsen, dan G.E. Stringham, 1992. Irrigation Principles and Practices. John Wiley and Sons, New York.
Islami, T., dan Wani, H.U., 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman, IKIP Semarang Press, Semarang.
Kartasapoetra, A.G. dan M. Sutedjo, 1994. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi, Bumi Aksara.
Lakitan, B., 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Lenka, 1991. Irrigation and Drainage. Kalyani Publisher, New Delhi. India.
Linsley, R.K., M.A. Kohler and J.L.H. Paulhus., 1989. Hidrologi untuk Insinyur. Penerjemah Yandi Hermawan. Erlangga, Jakarta.
Lubis, J., Soewarno, dan Suprihadi, B., 1993. Hidrologi Sungai. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Martha J. Ir., dan Dipl W. A. Ir. Mengenal Dasar-Dasar Hidroogi. Penerbit Nova, Bandung.
Pasandaran, E., 1991. Irigasi di Indonesia, Strategi dan Pengembangan. LP3ES, Jakarta
Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, 2008. Profil Wilayah.
Raes, D., 1987. Irrigation Scheduling Information System. Katholike Unuversiteit Leuven, Belgium.
Seyhan, E., 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra hudaya, Jakarta.
Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta.
Sosrodarsono, S., dan M. Tominaga, 1994. Perbaikan dan Pengairan Sungai. Pradnya Paramita, Jakarta.
Sri Harto, B., 1993. Analisa Hidrologi. Gramedia, Jakarta.
Sunaryo, T.M., Tjoek, W dan Aris, H., 2004. Pengelolaan Sumber Daya Air. Bayu Media, Malang.
Lampiran 6. Perhitungan Evaporasi
2. Kelembaban Relatif
Lampiran 7. Perhitungan Rembesan
1. Saluran Primer
• k = 6,8 x 10−7cm/detik = 6,8 x 10−9m/detik
Q = k (B – 2d)
Q = 6,8 x 10−9 (3,5– 2(0,56)) Q = 6,8 x 10−9 (2,38)
Q = 16,184 x 10−9 m3/detik Q = 16,184 x 10−6 l/detik Q = 0,000135 mm/hari
2. Saluran Sekunder
Q = k (B – 2d)
Q = 6,8 x 10−9 (2,13 – 2(0,27)) Q = 6,8 x 10−9 (1,59)
Q = 10,812 x 10−9 m3/detik Q = 10,812 x 10−6 l/detik Q = 0,000093 mm/hari
3. Saluran Tersier
Q = k (B – 2d)
Q = 6,8 x 10−9 (0,73 – 2(0,21)) Q = 6,8 x 10−9 (0,31)