EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN
SUNGAI ULAR DAERAH SINGOSARI
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
EKO WAHYUDI PUTRA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN
SUNGAI ULAR DAERAH SINGOSARI
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
EKO WAHYUDI PUTRA 040308035
TEP
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing
(Ir. Edi Susanto, M.Si) (Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si)
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRACT
Efficiency of water distribution is percentage of water that flow into the rice field compared to the amount of water entering from river. The efficiency can be calculated by multiplying the efficiency of primary, secondary and tertiary channels. Efficiency of water distribution is affected by the seepage, percolation and evaporation. It was found from the research conducted in the irrigation area of Singosari districts Serdang Bedagai that the efficiency of water distribution was 44.24% while the efficiency in the primary channel was 83.85%, the secondary channel was 78.92% and 66.86 % in the tertiary channel. Water loss from the seepage was 0.0000624 mm / day, from the percolation was 4.00 mm / day and from the evaporation was 0.899 mm / day.
Keyword : Efficiency of water distribution, seepage, percolation, evaporation
ABSTRAK
Efisiensi penyaluran air adalah perbandingan dari jumlah air yang dialirkan ke sawah dengan jumlah air yang masuk dari sungai yang dinyatakan dalam persentase. Efisiensi penyaluran air ini dapat dihitung dengan mengalikan efisiensi di saluran primer, sekunder dan tersier. Efisiensi penyaluran air dipengaruhi oleh rembesan, perkolasi dan evaporasi. Dari penelitian yang dilakukan di daerah irigasi Singosari kabupaten Serdang Bedagai diperoleh efisiensi penyaluran air sebesar 44,24 % dimana jumlah efisiensi di saluran primer adalah 83,85 %, di saluran sekunder 78,92% dan di saluran tersier 66,86 %. Kehilangan air yang terjadi dari rembesan sebesar 0,0000624 mm/hari, dari perkolasi sebesar 4,00 mm/hari dan dari evaporasi sebesar 0,899 mm/hari.
RINGKASAN PENELITIAN
Eko Wahyudi Putra, “Efisiensi Penyaluran Air Irigasi di Kawasan Sungai
Ular Daerah Singosari Kabupaten Serdang Bedagai”. Dibawah bimbingan Ir. Edi Susanto, M.Si, sebagai ketua dan Ir. Saipul Bahri Daulay, Msi sebagai
anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai efisiensi penyaluran air di saluran primer, sekunder dan tersier di daerah irigasi Singosari Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur debit pangkal dan debit ujung pada masing-masing saluran sehingga didapat nilai efisiensi penyaluran airnya.
Efisiensi Primer
Pada saluran primer. diperoleh debit di pangkal 0,9374 m3/s setelah air mengalir sampai ke ujung dimana air akan masuk ke saluran sekunder sebesar 0,786 m3/s sehingga terjadi kehilangan air pada saat penyaluran sebesar 0,1514m3/s. Maka efisiensi penyaluran didapat sebesar 83,85 % artinya kehilangan air di saluran sebesar 16,15 %.
Efisiensi Sekunder
Efisiensi Tersier
Pada penelitian ini didapat hasil rata-rata untuk saluran tersier dengan debit pangkal 0,0352 m3/s dan debit ujung 0,0244 m3/s sehingga kehilangan air pada saat penyaluran sebesar 0,0108 m3/s. Maka efisiensinya sebesar 66,86 % artinya kehilangan air disepanjang saluran sebesar 33,24% .
Evaporasi
Evaporasi merupakan penguapan air yang terjadi akibat energi matahari. Berdasarkan pengukuran dari stasiun sampali didapat pada bulan April 2009 rata-rata suhu bola kering sebesar 26,83 °C dan suhu bola basah sebesar 25,68 °C yang menghasilkan nilai evaporasi sebesar 0,899 mm/hari.
Rembesan
Rembesan merupakan faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada saluran melalui dinding saluran. Dari Perhitungan didapat nilai rembesan 0,0000624 mm/hari.
Efisiensi Penyaluran Air Irigasi
Efisiensi Irigasi diperoleh dengan mengalikan antara efisiensi di saluran primer, sekunder dan tersier yaitu :
RIWAYAT HIDUP
Eko Wahyudi Putra dilahirkan di Air Joman 30 Januari 1986, dari pasangan ayahanda Ponimin, SH dan Ibunda Nurhayati dan merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara, beragama Islam.
Tahun 1998 penulis lulus pendidikan di SD Negeri 016532 Punggulan, tahun 2001 lulus pendidikan di SLTPN 1 Air Joman, tahun 2004 lulus pendidikan di SMAN 1 Kisaran, di tahun 2004 menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Program Studi Teknik Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “ Efisiensi Penyaluran Air Irigasi di Kawasan Sungai Ular Daerah Singosari Kabupaten Serdang Bedagai” yang merupakan persyaratan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si sebagai Ketua Pembimbing dan kepada Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, MSi sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah
membantu dalam pembuatan skripsi ini dan terima kasih juga kepada saudara Imam Afandi yang banyak memberikan bantuan selama penelitian di lapangan..
Penulis menyadari di dalam pembuatan skripsi masih banyak terdapat kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaannya. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2009
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRACT ... i
RINGKASAN PENELITIAN ... ii
RIWAYAT HIDUP...iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN...ix
Efisiensi Irigasi ... 12
Debit Air ... 13
Pengukuran Debit ... 14
Evaporasi ... 15
Perkolasi...16
Rembesan...17
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19
Bahan dan Alat Penelitian ... 19
Metode Penelitian ... 19
Pelaksanaan Penelitian ... 20
Parameter Penelitian...23
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Jaringan Irigasi ... 24
Lokasi Pengukuran ... 25
Efisiensi Penyaluran Air ... 25
Evaporasi ... 27
Perkolasi ... 28
Efesiensi Penyaluran Irigasi ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Kesimpulan ... 30
Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA...31
DAFTAR TABEL
hal
1. Klasifikasi irigasi...12
2. Efisiensi pada Saluran Primer...26
3. Efisiensi pada Saluran Sekunder...26
4. Efisiensi pada Saluran Tersier...28
5. Lebar permukaan dan kedalaman pada saluran tersier...28
DAFTAR LAMPIRAN
hal
1 Flowchart...33
2 Tabel Tekanan Uap Jenuh...34
3 Tabel Kelembaban………...35
4. Data Perhitungan Saluran Irigasi Singosari...36
5. Perhitungan Evaporasi...38
6. Perhitungan Rembesan...40
7. Gambar Penampang Saluran Irigasi…………...41
8. Gambar Irigasi Singosari...48
ABSTRACT
Efficiency of water distribution is percentage of water that flow into the rice field compared to the amount of water entering from river. The efficiency can be calculated by multiplying the efficiency of primary, secondary and tertiary channels. Efficiency of water distribution is affected by the seepage, percolation and evaporation. It was found from the research conducted in the irrigation area of Singosari districts Serdang Bedagai that the efficiency of water distribution was 44.24% while the efficiency in the primary channel was 83.85%, the secondary channel was 78.92% and 66.86 % in the tertiary channel. Water loss from the seepage was 0.0000624 mm / day, from the percolation was 4.00 mm / day and from the evaporation was 0.899 mm / day.
Keyword : Efficiency of water distribution, seepage, percolation, evaporation
ABSTRAK
Efisiensi penyaluran air adalah perbandingan dari jumlah air yang dialirkan ke sawah dengan jumlah air yang masuk dari sungai yang dinyatakan dalam persentase. Efisiensi penyaluran air ini dapat dihitung dengan mengalikan efisiensi di saluran primer, sekunder dan tersier. Efisiensi penyaluran air dipengaruhi oleh rembesan, perkolasi dan evaporasi. Dari penelitian yang dilakukan di daerah irigasi Singosari kabupaten Serdang Bedagai diperoleh efisiensi penyaluran air sebesar 44,24 % dimana jumlah efisiensi di saluran primer adalah 83,85 %, di saluran sekunder 78,92% dan di saluran tersier 66,86 %. Kehilangan air yang terjadi dari rembesan sebesar 0,0000624 mm/hari, dari perkolasi sebesar 4,00 mm/hari dan dari evaporasi sebesar 0,899 mm/hari.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air adalah segala-galanya bagi kehidupan, juga peradaban bagi manusia, bagi tanaman dan bagi hewan, bagi pertanian, bagi industri dan bagi keseimbangan alam. Persediaan air yang mencukupi pada saat yang tepat dan dengan kualitas yang memadai adalah soal hidup dan mati. Manusia masih mungkin dapat bertahan selama beberapa minggu tanpa makanan, akan tetapi tanpa air ia akan hanya bertahan hidup paling lama 10 hari, demikian halnya dengan tanaman selain dipengaruhi oleh faktor cuaca dan kandungan unsur hara dalam tanah, tanaman hanya dapat hidup dengan subur apabila ia mendapat cukup air. Pemberian air yang mencukupi merupakan faktor penting bagi pertumbuhan tanaman. Setiap tanaman akan mencoba menyerap air secukupnya dari tanah tempatnya tumbuh. Untuk menjamin pertumbuhannya maka perlu dilakukan pengairan buatan yang sesuai dengan kebutuhan (Dumairy, 1992).
pelaksanaan pemberian air irigasi dalam bentuk kualitatif. Untuk menguraikan bagian keseluruhan gambaran efisiensi evaluasi kuantitatif dapat dilakukan. Maksud dari konsep tersebut adalah untuk menunjukkan dimana peningkatan dapat dilakukan yang akan menghasilkan pemberian air yang lebih efisien. Pengendalian dan manajemen pemberian air irigasi yang memadai membutuhkan metode yang dapat mengevaluasi pelaksanaan pemberian air irigasi dari waktu air meninggalkan titik pengambilan sampai air tersebut digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. (Hansen dkk, 1992)
Perubahan kondisi lingkungan telah menyebabkan berubahnya kondisi sumber daya air, khususnya air sungai. Permintaan di satu pihak baik untuk keperluan irigasi maupun untuk keperluan lain dan perubahan ketersediaan air dipihak lain telah menghendaki perhatian yang lebih besar terhadap pemekaran air sungai, khususnya dalam hubungan pemanfaatan air untuk irigasi
(Pasandaran, 1991).
merupakan langkah awal dalam usaha pemanfaatan air secara efisien (Syarnadi, 1985).
Mengingat ketersediaan air pengairan dan kepentingan-kepentingan yang harus dipenuhi dengan air pengairan tersebut dan karena ketepatgunaan relatif masih rendah, maka agar pemanfaatan air pengairan dapat memenuhi berbagai kepentingan berbagai pembudidayaan tanaman ketepatgunaan pemanfaatannya perlu ditingkatkan. Ketepatgunaan pengairan adalah suatu daya upaya pemakaian yang benar-benar sesuai bagi keperluan budidaya tanaman dengan jumlah debit air yang tersedia atau dialirkan sampai lahan-lahan pertanaman sehingga pertumbuhan tanaman dapat terjamin dengan baik dengan mencukupkan air pengairan yang tersedia itu (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan irigasi. Penjadwalan irigasi, berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan produksi tanaman. Sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat menurunkan produksi tanaman juga dapat meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam bentuk perkolasi (Raes, 1987).
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai efisiensi penyaluran air di saluran primer, sekunder dan tersier di daerah irigasi Singosari Kabupaten Serdang Bedagai.
Manfaat Penelitian
1. Dapat diketahui besarnya efisiensi dari irigasi yang ada dan jumlah kehilangan air yang terjadi yang mempengaruhi efisiensi.
2. Sebagai bahan penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Daerah Singosari
Daerah Singosari terletak di Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 2° 57” Lintang Utara, 3°16” Lintang Selatan, 98° 27” Bujur Barat dengan luas wilayah 1.900,22 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan kabupaten Simalungun, sebelah timur dengan kabupaten Asahan dan kabupaten Simalungun, serta sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Ketinggian wilayah berkisar 0 – 500 meter di atas permukaan laut. Wilayah kabupaten Serdang Bedagai terdiri dari 11 kecamatan dan 237 desa dan 6 kelurahan. ( Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, 2008).
Tercatat ada 15 (lima belas) sungai (besar & kecil) di daerah kabupaten
Serdang Bedagai yang prioritas untuk pemantauan berdasarkan tingkat kekritisan
ekosistem dan pemanfatan sumber irigasi yaitu : Sungai Ular, Sungai Rambung,
Sungai Belutu, Sungai Padang, Sungai Buluh, Sungai Martebing, Sungai Bedagai,
Sungai Rampah, Sungai Merah/Matapo, Sungai Lagunda, Sungai Nipah, Sungai
Pinang, Sungai Kerapuh, Sungai Perbaungan, dan Sungai Hitam.
(Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, 2008)
Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah dimana semua airnya mengalir ke dalam sungai yang dimaksudkan. Derah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).
Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia di seluruh dunia ini, yakni dengan menyediakan daerah-daerah subur yang umumnya terletak di lembah-lembah sungai dan sumber air sebagai sumber kehidupan yang paling utama bagi manusia. Dalam bidang pertanian sungai berfungsi sebagai sumber air yang penting untuk irigasi
(Sosrodarsono dan Tominaga, 1994).
Daerah aliran sungai (DAS) sesuai dengan pola-polanya dapat dibedakan menjadi :
tersebut, disebelah kirinya dan kanan terdapat pola-pola sungai kecil atau anak-anak sungai.
2) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola radial atau melebar, didaerah aliran sungai ini pun terdapat sungai utama (dengan beberapa anak sungainya), hanya anak-anak sungainya melingkar dan akan bertemu pada satu titik daerah.
3) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola paralel atau sejajar , daerah aliran sungai ini memiliki 2 jalur daerah aliran, yang memang paralel, yang dibagian hilir keduanya bersatu membentuk sungai besar
(Siregar, 1981).
Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar dibagian hilir. Air hujan yang jatuh diatas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil kemudian menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau utama. Daerah dari mana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkap hujan yang biasa disebut dengan daerah aliran sungai (DAS). Dengan demikian DAS dapat dipandang sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan mengumpul kesungai menjadi aliran sungai (Lubis, dkk, 1993)
Sistem Irigasi
dan teratur dan dibuang kesaluran pembuang. Istilah irigasi diartikan suatu bidang pembinaan atas air dari sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia. Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi irifasi, pengembangan daerah rawa, pengendalian banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk dan pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri (Ambler, 1991).
Berdasarkan sudut pandangnya irigasi digolong-golongkan menjadi irigasi aliran dan irigasi aliran dan irigasi angkatan lebih dikenal dengan sebutan irigasi pompa. Irigasi aliran adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya kedalam pertanian atau area persawahan dilakukan dengan cara pengaliran. Sedangkan irigasi angkat adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya ke areal pertanaman dilakukan dengan cara pemompaan bangunan airnya berumah pompa bukan bendungan atau waduk (Dumairy, 1992).
Sebagian besar sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal dari air hujan dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai, yang membawanya ke laut. Jika dimanfaatkan untuk irigasi, sungai dibendung dan dialirkan melalui saluran-saluran buatan ke daerah pertanian, atau air terlebih dahulu ditampung di dalam waduk yang selanjutnya dialirkan secara teratur melalui jaringan irigasi ke daerah pertanian. Adapun faktor-faktor yang menentukan pemilihan metoda pemberian air irigasi adalah : distribusi musiman hujan, kemiringan lereng dan bentuk permukaan lahan, suplay air, rotasi tanaman
Metoda pendistribusian air irigasi dapat dibagi kedalam : 1) Irigasi Permukaan
2) Irigasi Lapisan Bawah 3) Sprinkler
4) Drip atau Trickle (Hakim, dkk., 1986).
Jaringan Irigasi
Dari segi konstruksi jaringan irigasinya, (Pasandaran,1991) mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :
1) Irigasi Sederhana
Adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur dan tidak terukur, sehingga efisiensinya rendah.
2) Irigasi Setengah Teknis
Adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya sedang.
3) Irigasi Teknis
4) Irigasi Teknis Maju
Adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada seluruh jaringan dan diharapkan efisiensinya tinggi sekali.
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi.
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam
penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman.
topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih rendah.
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3) jaringan irigasi teknis.
Tabel 1 Klasifikasi Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Teknis Semi Teknis Sederhana
Bangunan utama Bangunan permanen Bangunan permanen atau semi permanen
Jaringan Saluran Saluran pemberi dan pembuang terpisah
Efisiensi Irigasi
Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari
dengan menggunakan rumus Ec =
Wr Wf
x 100 %, dimana Ec adalah efisiensi
irigasi, Wf adalah jumlah air yang terdapat di areal persawahan atau air yang digunakan oleh tanaman, Wr adalah jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir (Hansen, dkk., 2002).
Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air dan efisiensi penyimpanan air (Dumairy, 1992).
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persentase (Lenka, 1991).
irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah. (Direktorat Jenderal Pengairan,1986)
Debit Air
Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan irigasi bagi lahan-lahan pertanian, debit air di daerah bendung harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran (Induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan pertanaman. Agar supaya penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanaman dapat diatur dengan sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal lahan pertanaman lainnya) maka dalam pelaksanaanya perlu dilakukan pengukuran-pengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali, dengan bantuan pengukuran-pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan selalu dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat petani pemakai air pengairan (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan
Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: 1. Pengukuran debit dengan bendung
2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan lautan obat
3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir
4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus magnetis, pengukur arus gelombang supersonis (Dumairy, 1992).
Pengukuran Debit
Pengukuran global kecepatan aliran dilakukan dengan mengukur waktu pelampung melewati jarak yang terukur. Pelampung digunakan bila pengukuran dengan pengukur arus tidak dapat dilakukan karena sampah, ketidakmungkinan melintasi sungai, bila pengukuran membahayakan karena banjir yang sangat tinggi maupun pada kecepatan yang sangat rendah (Seyhan, 1990).
Alat ukur arus adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran. Apabila alat ini ditempatkan pada suatu titik kedalaman tertentu maka kecepatan aliran pada titik tersebut akan dapat ditentukan berdasarkan jumlah putaran dan waktu lamanya pengukuran. Apabila keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur arus maka pengukuran dapat dilakukan dengan alat pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat mengapung seluruhnya atau sebagian melayang dalam air (Lubis, dkk, 1993)
diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Kecepatan aliran juga bisa diukur dengan menggunakan alat ukur current meter. Alat berbentuk propeller tersebut dihubungkan dengan kotak pencatat (alat monitor yang akan mencatat jumlah putaran selama propeller tersebut berada dalam air) kemudian dimasukkan ke dalam sungai yang akan diukur kecepatan alirannya. Bagian ekor alat tersebut menyerupai sirip dan akan berputar karena gerakan aliran sungai. Tiap putaran ekor tersebut akan mencatat oleh alat monitor, dan kecepatan aliran sungai akan ditentukan oleh jumlah putaran per detik untuk kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan matematik yang khusus dibuat untuk alat tersebut untuk lama waktu pengukuran tertentu (Asdak, 1995).
Evaporasi
Evaporasi adalah proses melalui mana cairan langsung berubah menjadi uap dan transpirasi adalah perpindahan dari cairan ke dalam uap melalui metabolisme tanaman (Dake, 1985).
Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air. Laju evaporasi sangat bergantung pada masukan energi yang diterima, maka akan semakin banyak
molekul air yang diuapkan. Transpirasi merupakan penguapan air yang berasal dari jaringan tunbuhan melalui stomata (Lakitan, 1994).
konsumtif adalah penguapan total dari seluruh daerah ditambah air yang digunakan langsung dalam pembangunan jaringan tanaman (Linsley, dkk., 1989).
Mengingat evaporasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka adalah sulit untuk menghitung evaporasi dengan suatu rumus. Akan tetapi kesulitan itu telah mendorong orang-orang untuk mengemukakan banyak rumus.
Rumus empiris Penman :
E = 0.35(ea – ed) ( 1 + V/100 )...(1)
E : evaporasi (mm/hari)
ea : tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/hg)
ed : tekanan uap sebenarnya (mm/hg)
V : kecepatan angin pada ketinggian 2 meter di atas permukaan tanah
( mil/jam) (Sosrodarsono dan Takeda, 2003)
Di lapangan proses evaporasi dan transpirasi terjadi secara bersamaan dan sulit dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu kehilangan air akibat kedua proses ini pada umumnya disebut evapotranspirasi, dengan demikian evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan tanaman
(Islami dan Wani, 1995).
Perkolasi
Semakin tinggi tingkat permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya (Dumairy, 1992).
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah (Soemarto, 1995).
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) perkolasi dapat berlangsung secara vertikal dan horizontal. Perkolasi yang berlangsung secara vertikal merupakan kehilangan air kelapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan yang berlangsung secara horizontal merupakan kehilangan air kearah samping. Perkolasi ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah antara lain permeabilitas dan tekstur tanah. Pada tanah bertekstur liat laju perkolasi mencapai 13 mm/hari, pada tanah bertekstur pasir mencapai 26,9 mm/hari, pada tanah bertekstur lempung berpasir laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah bertekstur lempung laju perkolasi mencapai 2-3 mm/hari, pada tanah lempung berliat mencapai 1-2 mm/hari.
Rembesan
Rembesan air dari saluran irigasi merupakan persoalan yang serius. Bukan hanya kehilangan air, melainkan juga persolan drainase adalah kerap kali membebani daerah sekitarnya atau yang lebih rendah. Kadang-kadang air merembes keluar dari saluran masuk kembali ke sungai yang dilembah dimana air ini dapat diarahkan kembali, atau masuk ke suatu aquifer yang dipakai lagi. Metode yang sangat umum digunakan dalam pengukuran rembesan adalah metode
inflow-outflow terdiri dari pengukuran aliran yang masuk dan aliran yang keluar
dari suatu penampang saluran yang dipilihnya. Ketelitian cara ini meningkat dengan perbedaan antara hasil banyaknya aliran masuk dan aliran keluar
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret s/d Mei 2009 di Daerah Irigasi Singosari Kabupaten Serdang Bedagai.
Alat dan Bahan penelitan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Roll meter
Digunakan untuk mengukur kedalaman saluran.
2. Stopwatch
Digunakan untuk menghitung waktu yang diperlukan bola pelampung sampai pada titik yang ditentukan.
3. Bola pelampung
Digunakan sebagai alat pengukur kecepatan aliran air.
4. Tape
Digunakan untuk mengukur lebar saluran. 5. Kalkulator
Digunakan untuk perhitungan 6. Alat Tulis
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Deskripsi jaringan irigasi Singosari diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Serdang Bedagai
3. Data kecepatan angin pada ketinggian 2 m diatas permukaan, suhu bola kering dan bola basah diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
Pelaksanaan Penelitian
1. Deskripsi jaringan irigasi
a) Letak dan luas daerah irigasi b) Keadaan iklim
2. Lokasi Pengukuran
3. Efisiensi Penyaluran Air Irigasi
a) Kecepatan aliran
Kecepatan aliran (m/s) diukur dengan menggunakan bola pelampung dengan menggunakan rumus :
V =
Waktu Panjang
... (2)
b) Luas penampang saluran
Untuk saluran primer dan sekunder luas penampang (m2) saluran dihitung dengan menggunakan rumus
A = b.h + z.h2 ... (3)
Dimana : b = panjang dasar saluran h = Tinggi air
sedangkan untuk mengukur luas penampang pada saluran tersier menggunakan rumus :
A = 2 (Luas Segitiga) + Luas Persegi Panjang ... ….4) c) Debit
Dihitung debit air (m3/s) di pangkal dan di ujung dengan rumus :
Q = V.A ... ....(5) Dimana :
V = kecepatan aliran air (m/s) A = luas penampang (m2)
d) Efisiensi Penyaluran Air
Dihitung dengan menggunakan persamaan Ec =
Wr Wf
x 100 %,...(6)
Ec = efisiensi irigasi
Wf = jumlah air yang terdapat di areal persawahan
Wr = adalah jumlah air yang tersedia
4. Evaporasi
Prosedur penghitungan evaporasi adalah sebagai berikut :
1) Dicari data kecepatan angin pada ketinggian 2 m diatas permukaan, suhu bola kering dan bola basah pada Badan Meteorologi dan Geofisika
5) Dihitung selisih antara suhu bola kering dan suhu bola basah lalu dilihat tabel kelembababan relatif pada lampiran 3 dan disesuaikan dengan suhu bola basah
6) Dikalikan tekanan uap jenuh dengan kelembaban relatif maka didapat tekanan uap sebenarnya
7) Dihitung evaporasi dengan menggunakan persamaan empiris menggunakan metode Penman pada Persamaan (1)
9. Rembesan
Prosedur penghitungan rembesan adalah sebagai berikut : 4) Diukur lebar saluran irigasi
5) Diukur kedalaman saluran irigasi
6) Dihitung nilai rembesan dengan menggunakan rumus :
Q = k (B – 2d) ... ....(7) Dimana : Q = perembesan per satuan panjang (L3/T/L)
k = koeffisien perembesan (L/T)
Parameter Penelitian
1. Efisiensi Penyaluran Total
Ec = Ep x Es x Ets ... (8)
2. Evaporasi
Evaporasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan empiris berdasarkan metode Penmann seperti pada persamaan (1)
3. Rembesan
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Jaringan Irigasi
a. Letak dan Luas Daerah Irigasi
Secara administratif jaringan irigasi Singosari terletak di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara dan secara Geografis terletak pada posisi 2° 57” Lintang Utara, 3°16” Lintang Selatan, 98° 27” Bujur Barat.
Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air pada jaringan irigasi ini bersumber dari sungai Ular, luas jaringan irigasi Singosari ini 880 ha, mengairi 3 desa yaitu : Ujung Rambung, Cilawan dan Wonosari. Jaringan Irigasi Singosari merupakan jaringan irigasi semi teknis yang memiliki 1 saluran primer, 2 saluran sekunder dan 11 saluran tersier.
b. Keadaan Iklim
2. Lokasi Pengukuran
Pengukuran pada saluran primer dilakukan pada pangkal dan ujung saluran. untuk saluran sekunder diambil sampel sekunder I sebanyak 2 kali pengukuran dan sekunder II sebanyak 1 kali pengukuran.
Sedangkan untuk saluran tersier tidak diukur semuanya, yaitu dengan mengukur pangkal saluran dimana air berasal dari saluran sekunder dan ujung saluran dimana air akan masuk ke petakan sawah. Kemudian dilakukan pengukuran kembali dengan mengambil pangkal saluran setelah air masuk ke petakan sawah kemudian diambil ujung saluran dimana air akan masuk ke petakan sawah.
3. Efisiensi Penyaluran Air
Dari hasil penelitian di lapangan diperoleh hasil pada saluran primer sebagai berikut :
Tabel 2. Efisiensi pada saluran primer
Saluran Debit Pangkal (m3/dtk)
Pada saluran primer ini diperoleh debit di pangkal 0,9374 m3/dtk setelah air mengalir sampai ke ujung dimana air akan masuk ke saluran sekunder sebesar 0,786 m3/dtk sehingga terjadi kehilangan air pada saat penyaluran sebesar 0,1514 m3/dtk. Maka efisiensi penyaluran didapat sebesar 83,85 % artinya kehilangan air di saluran sebesar 16,15 %.
Dari hasil penelitian di lapangan diperoleh hasil pada saluran sekunder sebagai berikut :
Tabel 3. Efisiensi pada saluran sekunder
Saluran Debit Pangkal (m3/dtk)
Dari hasil penelitian di lapangan diperoleh hasil pada saluran Tersier sebagai berikut :
Tabel 4. Efisiensi pada saluran tersier
Saluran Debit Pangkal (m3/dtk)
Total 0,3524 0,244 0,1084 668,57
Rata-rata 0,0352 0,0244 0,0108 66,86
Pada saluran tersier pengukuran luas penampang dilakukan dengan menjumlahkan 2 kali luas segitiga dengan luas persegi panjang karena pada saluran tidak diketahui besarnya talud. Pada penelitian ini didapat hasil rata-rata untuk saluran tersier dengan debit pangkal 0,0352m3/dtk dan debit ujung 0,0244
m3/dtk sehingga kehilangan air pada saat penyaluran sebesar 0,0108m3/dtk. Maka efisiensinya sebesar 66,86% artinya kehilangan air disepanjang saluran sebesar 33,14% .
4. Evaporasi
5. Rembesan
Pengukuran rembesan dihitung menggunakan rumus Q = k (B – 2d). Pada perhitungan perembesan ini nilai koefisien rembesan pada irigasi Singosari ini menurut Nikken Consultant, 1981 adalah 6,8 x 107 cm/detik. Khusus untuk rembesan ini yang dihitung hanya pada saluran tersier saja karena pada saluran tersier bangunannya masih belum sempurna. Dari hasil pengukuran dilapangan diperoleh data untuk perhitungan rembesan pada saluran tersier adalah sebagai berikut :
Tabel 5. lebar permukaan dan kedalaman pada saluran tersier
Saluran B D
Untuk ST 10 dan 11 bentuk bangunannya sudah terbuat dari batu yang di semen halus sehingga rembesan tidak perlu dihitung. Dari perhitungan yang ada pada lampiran 10 didapat nilai rembesan pada saluran tersier adalah 3,064 x 103cm3/dtk atau 0,0000264 mm/hari.
6. Perkolasi
7. Efisiensi Penyaluran air Irigasi
Efisiensi penyaluran irigasi ini diperoleh setelah masing-masing saluran di dapat efisiensi, dari tabel 2, 3, dan 4 dapat dilihat efisiensi setiap saluran. Maka efisiensi pada irigasi Singosari ini adalah ;
Tabel 6. Efisiensi Irigasi
Saluran Debit Pangkal (m3/dtk)
Debit Ujung (m3/dtk)
Kehilangan Air
(m3/dtk) Efisiensi (%)
Primer 0,9374 0,786 0,1514 83,85
Sekunder 0,265 0,209 0,0563 78,92
Tersier 0,0352 0,0244 0,0108 66,86
Rata-Rata 0,4126 0,3398 0,0728
Efisiensi penyaluran Irigasi diperoleh dengan mengalikan antara efisiensi di saluran primer, sekunder dan tersier yaitu :
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Efisiensi penyaluran air irigasi di Singosari adalah sebesar 44,244 % 2. Efisiensi di saluran primer, sekunder dan tersier sebesar 83,85 %, 78,92 %
dan 66,86 %
3. Jumlah Kehilangan air rata-rata selama penyaluran adalah sebesar 0,0728
m3/dtk
4. Jumlah kehilangan air dari faktor rembesan, evaporasi dan perkolasi adalah sebesar 0,0000624 mm/hari, 0.899 mm/hari dan 4,00 mm/hari 5. Jumlah kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier adalah
sebesar 0,1514 m3/dtk, 0,0563 m3/dtk dan 0,0108 m3/dtk Saran
1. Perlu dilakukan perbaikan dan perawatan terhadap jaringan irigasi Singosari agar didapatkan efisiensi irigasi yang lebih tinggi.
2. Kepada dinas dan instansi yang terkait perlu dilakukan pembenahan dan pengadaan data yang berhubungan dengan jaringan irigasi dan data penunjang lainnya untuk peningkatan produksi pertanian.
Lampiran 2. Tabel Tekanan Uap Jenuh
0°C p (mmHg)
-60 0,0008 -40 0,096 -20 0,783 -10 1,964 -1 4,22 0(air+es+uap) 4,58
10 9,21 20 17,55 30 31,86 40 55,4 50 92,6 60 149,6 80 355,4 100 760,0 (1 atm)
Lampiran 3. Tabel Kelembaban
Pembacaan thermometer
bola basah
Selisih antara thermometer bola kering dan bola basah
Lampiran 4. Data Perhitungan Saluran Irigasi Singosari
DATA
PRIMER
SEKUNDER
SEKUNDER I SEKUNDER II
Pengukuran I Pengukuran II
Pangkal Ujung Pangkal Ujung Pangkal Ujung Pangkal Ujung
b (m) 3 2 1 1 1 1 1 1
DATA
TERSIER 5 TERSIER 6 TERSIER 4
Pangkal Ujung
Pengukuran I Pengukuran II
Pangkal Ujung Pangkal Ujung Pangkal Ujung
Alas (m) 0,30 0,25 0,20 0,15 0,30 0,24 0,24 0,18 Panjang (m) 0,60 0,50 0,30 0,20 0,55 0,42 0,42 0,34 h rata-rata
(m) 0,24 0,21 0,28 0,20 0,25 0,24 0,20 0,20
Luas (A) m2 0,216 0,158 0,140 0,070 0,208 0,158 0,122 0,104 Kec (V) m/s 0,198 0,186 0,191 0,185 0,236 0,227 0,221 0,206 Debit (m3/s) 0,0428 0,0294 0,0267 0,0138 0,0497 0,0359 0,0269 0,0214
DATA
TERSIER 9 TERSIER 10 TERSIER 11
Pangkal Ujung Pangkal Ujung Pangkal Ujung
Alas (m) 0,15 0,15 0,20 0,15 0,25 0,25
Panjang (m) 0,25 0,20 0,50 0,40 0,70 0,60
h rata-rata (m) 0,15 0,10 0,21 0,22 0,25 0,23
Luas (A) m2 0,060 0,035 0,152 0,121 0,238 0,176
Kec (V) m/s 0,243 0,211 0,141 0,132 0,132 0,119
Lampiran 5 Perhitungan Evaporasi Rumus empiris Penman :
E = 0.35(ea – ed) ( 1 + V/100)
Dari data BMG diketahui bahwa suhu bola kering dan bola basah rata-rata adalah 26,83 °C dan 25,68 °C
1. Tekanan uap jenuh (ed) dapat dicari dengan melalui tabel tekanan uap
jenuh dengan menggunakan rumus interpolasi
2. Kelembaban Relatif
Untuk memudahkan mencari kelembaban relatif maka suhu bola basah dibulatkan menjadi 26°C
26,83 – 26 = 0,83
kelembaban relative = 93,16 % maka tekanan uap sebenarnya ed = 27,32 x 93,16 % = 25,45
Evaporasi
E = 0.35(ea – ed) ( 1 + V/100)
Lampiran 6. Perhitungan Rembesan
Saluran Tersier
k = 6,8 x 107cm/detik = 6,8 x 109m/detik
untuk B = 1 dan d = 0,235 (rata-rata dari seluruh tersier) Q = k (B – 2d)
Q = 6,8 x 109(1,0 – 2(0,235)) Q = 6,8 x 109 (0,53)
Lampiran 7 Gambar Penampang Saluran Irigasi
Gambar Penampang saluran Primer
PANGKAL
z h
b
b = 3m z = 1 m h = 0,68 m UJUNG
z h
b
Lampiran 8 Gambar Irigasi Singosari
Gambar Intake Irigasi Singosari
Gambar Saluran Primer
Gambar Saluran Sekunder 1
Gambar Saluran Tersier 2 A
DAFTAR PUSTAKA
Ambler, J.S., 1991. Irigasi di Indonesia. LP3ES, Jakarta.
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Chow, V. T, dan E.V. N. Rosalina, 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Erlangga, Jakarta.
Dake, J.M., 1985. Hidrolika Teknik. Erlangga, Jakarta.
Das, B.M., 1995. Mekanika Tanah. Penerjemah Noor, E.M. dan Indrasurya, B.M. Erlangga, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi. Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada, Bandung.
Dumairy, 1992. Ekonomika Sumberdaya Air. BPFE, Yogyakarta. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan
H.H. Balley, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UNILA, Lampung.
Hansen, V.E., O.W. Israelsen, dan G.E. Stringham, 1992. Irrigation Principles and Practices. John Wiley and Sons, New York.
Islami, T., dan Wani, H.U., 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman, IKIP Semarang Press, Semarang.
Kartasapoetra, A.G. dan M. Sutedjo, 1994. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi, Bumi Aksara.
Lakitan, B., 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lenka, 1991. Irrigation and Drainage. Kalyani Publisher, New Delhi. India.
Linsley, R.K. dan J. Franzini, 1991. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah Djoko Sasongko. Erlangga, Jakarta.
Linsley, R.K., M.A. Kohler and J.L.H. Paulhus., 1989. Hidrologi untuk Insinyur. Penerjemah Yandi Hermawan. Erlangga, Jakarta.
Lubis, J., Soewarno, dan Suprihadi, B., 1993. Hidrologi Sungai. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, 2008. Profil Wilayah. http://www.sergaikab.go.ig/Indonesia/index.php?option=com_content&tas
(Agustus 2008).
Raes, D., 1987. Irrigation Scheduling Information System. Katholike Unuversiteit Leuven, Belgium.
Seyhan, E., 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra hudaya, Jakarta. Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta.
Sosrodarsono, S., dan M. Tominaga, 1994. Perbaikan dan Pengairan Sungai. Pradnya Paramita, Jakarta
Sosrodarsono, S., dan K. Takeda, 2003. Hidrologi untuk pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.
SriHarto, Br., 1993. Analisa Hidrologi. Gramedia, Jakarta.
Sunaryo, T.M., Tjoek, W dan Aris, H., 2004. Pengelolaan Sumber Daya Air. Bayu Media, Malang.