Lampiran 1. Alat Penelitian
pH meter Refraktometer
Thermometer Bola Duga
Lampiran 1. Alat Penelitian Lanjutan
Pensil underwater Roll Meter
Stasiun 1 Ulangan II LAPORAN LIFEFORM BENTHOS
Nama daerah : P. Janggi1_01 Koordinat X : 1,642428
Deskripsi daerah : Reef Slope Y : 98,601817
Nomor sample : P.Janggi1_01
Tanggal :
Panjang Transek : 1000cm Panjp. Transek : 7 - 8 m Meter
Pemeriksa : Nanda Rizki Nomor site : 1
Tanda : 0
HASIL Hard Corals ( Acropora )
Branching ACB 1 12 1,20 %
Tabulate ACT 0 0 0,00 %
Encrusting ACE 1 11 1,10 %
Submassive ACS 0 0 0,00 %
Digitate ACD 0 0 0,00 %
2,30 % Hard Corals ( Non Acropora )
Branching CB 0 0 0,00 %
Massive CM 2 45 4,50 %
Encrusting CE 6 115 11,50 %
Submassive CS 7 211 21,10 %
Foliose CF 11 232 23,20 %
Mushroom CMR 1 15 1,50 %
Algal Assemblage AA 0 0 0,00 %
0,00 %
Total Benthos 48 100,00 %
Stasiun I Ulangan 3
LAPORAN LIFEFORM BENTHOS
Nama daerah : P. Janggi1_02 Koordinat X : 1,642428 Deskripsi daerah : Reef Slope Y : 98,601817 Nomor sample : P. Janggi1_02
Tanggal :
Panjang Transek : 1000cm P. Transek : 7 - 8 m Meter Pemeriksa : Zufri Wandi Siregar Nomor site : 2
Tanda : 0
HASIL Hard Corals ( Acropora )
Branching ACB 1 8 0,80 %
Tabulate ACT 0 0 0,00 %
Encrusting ACE 0 0 0,00 %
Submassive ACS 0 0 0,00 %
Digitate ACD 0 0 0,00 %
0,80 % Hard Corals ( Non Acropora )
Branching CB 2 35 3,50 %
Massive CM 5 103 10,30 %
Encrusting CE 2 15 1,50 %
Submassive CS 1 11 1,10 %
Foliose CF 2 104 10,40 %
Algal Assemblage AA 0 0 0,00 %
0,00 %
Benthic Totals 25 100,00 %
Stasiun II Ulangan 1
LAPORAN LIFEFORM BENTHOS
Nama daerah : P. Janggi1_03 Koordinat X : 1,642428
Deskripsi daerah : Reef Slope Y : 98,601817
Nomor sample : P. Janggi1_03
Tanggal :
Panjang Transek : 1000cm p. Transek : 7 - 8 m Meter
Pemeriksa : Nanda Rizki Nomor site : 3
Tanda : 0
HASIL Hard Corals ( Acropora )
Branching ACB 8 410 41,00 %
Tabulate ACT 0 0 0,00 %
Encrusting ACE 0 0 0,00 %
Submassive ACS 0 0 0,00 %
Digitate ACD 0 0 0,00 %
41,00 % Hard Corals ( Non Acropora )
Branching CB 0 0 0,00 %
Massive CM 7 262 26,20 %
Encrusting CE 2 44 4,40 %
Submassive CS 0 0 0,00 %
Algal Assemblage AA 0 0 0,00 %
0,00 %
Benthic Totals 27 100,00 %
Stasiun II Ulangan 2
LAPORAN LIFEFORM BENTHOS
Nama daerah : P. Janggi2_01 Koordinat X : 1,643153 Deskripsi daerah : Reef Slope Y : 98,601917 Nomor sample : P.Janggi2_01
Tanggal :
Panjang Transek : 1000cm p. Transek : 7 - 8 m Meter Pemeriksa : Zufri Wandi Siregar Nomor site : 1
Tanda : 0
HASIL Hard Corals ( Acropora )
Branching ACB 7 108 10,80 %
Tabulate ACT 0 0 0,00 %
Encrusting ACE 0 0 0,00 %
Submassive ACS 0 0 0,00 %
Digitate ACD 0 0 0,00 %
10,80 % Hard Corals ( Non Acropora )
Branching CB 0 0 0,00 %
Massive CM 12 352 35,20 %
Encrusting CE 5 101 10,10 %
Submassive CS 3 36 3,60 %
Foliose CF 4 63 6,30 %
Algal Assemblage AA 0 0 0,00 %
0,00 %
Benthic Totals 48 100,00 %
LAPORAN LIFEFORM BENTHOS
Nama daerah : P. Janggi2_02 Koordinat X : 1,643153 Deskripsi daerah : Reef Slope Y : 98,601917 Nomor sample : P. Janggi2_02
Tanggal :
Panjang Transek : 1000cm p. Transek : 7 - 8 m Meter Pemeriksa : Nanda Rizki Nomor site : 2
Tanda : 0
HASIL Hard Corals ( Acropora )
Branching ACB 9 131 13,10 %
Tabulate ACT 0 0 0,00 %
Encrusting ACE 0 0 0,00 %
Submassive ACS 0 0 0,00 %
Digitate ACD 0 0 0,00 %
13,10 % Hard Corals ( Non Acropora )
Branching CB 2 49 4,90 %
Massive CM 16 270 27,00 %
Encrusting CE 0 0 0,00 %
Algal Assemblage AA 0 0 0,00 %
0,00 %
Benthic Totals 59 100,00 %
Stasiun II Uangan 3
LAPORAN LIFEFORM BENTHOS
Nama daerah : P. Janggi3_03 Koordinat X : 0 Deskripsi daerah : Reef Slope Y : 0 Nomor sample : P. Janggi3_03
Tanggal :
Panjang Transek : 1000cm p. Transek : 7 - 8 m Meter Pemeriksa : Zufri Wandi Siregar Nomor site : 3
Tanda : 0
HASIL
Hard Corals ( Acropora )
Branching ACB 6 158 15,80 %
Tabulate ACT 0 0 0,00 %
Encrusting ACE 0 0 0,00 %
Submassive ACS 0 0 0,00 %
Digitate ACD 0 0 0,00 %
15,80 % Hard Corals ( Non Acropora )
Branching CB 4 56 5,60 %
Massive CM 14 269 26,90 %
Encrusting CE 2 19 1,90 %
Submassive CS 3 45 4,50 %
Foliose CF 0 0 0,00 %
Algal Assemblage AA 0 0 0,00 %
0,00 %
Benthic Totals 46 100,00 %
DAFTAR PUSTAKA
Dean A. dan D. Kleine. 2011. Terumbu Karang dan Perubahan Iklim. CoralWatch. Jakarta.
Dhahiyat, Y. D. Sinuhaji dan H. Hamdani. 2003. Struktur Komunitas Ikan Karang di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pari Kepulauan Seribu. Iktiologi Indonesia. 3(2) : 87-94.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara. 2014. Laporan Kegiatan Monitoring Kesehatan Karang Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Medan.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science.Townsville Australia.
Estradivari, M. Syahrir, N. Susilo, S. Yusri, S. Timotius. 2007. Terumbu Karang Jakarta.Yayasan Terumbu Karang Indonesia. Jakarta.
Gomez, E. D. and H. T. Yap. 1988. Monitoring Reef Condition. In:Kenchington, R. A., and B. E. T. Hudson. Coral Reef Management Handbook. UNESCO Regional Office for Science and Technology for Southeast Asia (ROSTSEA). Jakarta.
Indarjo, A., W. Wijatmoko dan Musanik. 2004. Kondisi Terumbu Karang di Perairan Panjang Jepara. Ilmu Kelautan. 9(4) : 217-224.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2012. Pengelolaan Sumberdaya Kelatan dan Perikanan. Jakarta.
Keputusan Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Nomor 47 Tahun 2001.Tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang. Jakarta. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 4 Tahun 2001.Tentang
Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. Jakarta.
Marine Aquarium Council dan YayasanAlam Indonesia Lestari. 2008. Panduan Survei Potensi Ekosistem Karang dan Biota Hias. International Finance Corporation.Bali.
Marsuki, I Dg, B. Sadarun dan R. D. Palupi.2013. Kondisi Terumbu Karang dan Kelimpahan Kima di Perairan Pulau Indo. Jurnal Mina Laut. 1 (1) : 61-72.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V. Jakarta.
Nybakken, K. 1988. Marine Biology: An Ecological Approach. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Siringoringo, R. M. dan T. A. Hadi.2013.Kondisi Dan Distribusi Karang Batu (Scleractinia Corals) Di Perairan Bangka.Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis. 5 (2) : 273-285
Sunarto. 1992. Geomorfologi Pantai.Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik UGM. Yogyakarta
Thamrin, 2009. Kondisi Terumbu Karang Pulau Kasiak Pariaman Provinsi Sumatera Barat Pasca Gempa Bumi Padang 30 September 2009. Perikanan dan Kelautan. 18(1) : 22-34.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.
Veron, J. E. N. 1986. Coral of The World. Edited by Mary Stafforf Smith. Australian Institute of Marine Science.Townsvile. Australia. Hlm : 23.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan padan bulan Juni 2015 sampai dengan Juli 2015, bertempat di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara.Analisis data di lakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalahperlengkapan scuba
diving, roll meter, kapal, kamera underwater, GPS, refraktometer, pH meter,
thermometer, stopwatch, bola duga dan alat tulis bawah air. Sedangkan bahan
yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis-jenis terumbu karang yang ada di perairan Pulau Janggi dan data sekunder dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara.
Deskripsi Area
Gambar 4. Pulau Janggi
Stasiun I
Secara geografis stasiun I terdapat pada latitude 1.6424280 dan longitude 98.6019170 atau sama dengan 10 64’24” LU dan 980 60’ 18” BT. Stasiun I merupakan muka pulau yang kearah darat berhadapan dengan daratan dangkal dengan substrat pasir dan kearah laut yang berhadapan langsung dengan Pulau Puteri dan Pulau Mursala.
Stasiun II
Secara geografis stasiun II terdapat pada latitude 1.6424280 dan longitude 98.6009070 atau sama dengan 10 64’ 31” LU dan 980 60’ 19” BT. Stasiun II merupakan belakang Pulau, yang kearah darat berhadapan langsung dengan terbing terjal dan kearah laut berhadapan langsung ke Pulau Nias dan Samudera Hindia.
Prosedur Kerja
Gambar 6. Metode kerja LIT (Estradivari,dkk., 2007)
Prosedur Pengamatan
Disiapkan alat yang dibutuhkan untuk menyelam.Setelah itu ditarik garis transek sejajar garis pantai dengan mengikuti kontur dari pertumbuhan terumbu karang sepanjang 70 m pada batas garis pantai di setiap titik pengamatan. Jarak setiap organisme yang dilalui oleh transek diukur berdasarkan bentuk pertumbuhan dengan tingkat ketelitian 1 cm.Setiap data yang diperlukan dicatat dikertas underwater dan setiap gambar yang penting akan difoto dengan kamera
underwater.
Prosedur Penelitian
Mengacu pada English, dkk.,(1994) dan Keputusan Kepala Badan Pengendalian DampakLingkungan No.47 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang, maka untukmengetahui kondisi terumbu karang dilakukan survey dengan menggunakan metode Lifeform Line Intersept
Transect(LIT). Survei dilakukan dengan membentangkan tali pengukur atau
sampling dengan posisi bentangan sejajargaris pantai atau mengikuti alur tubir/pinggiran karang. Setiap koloni terumbu karang maupun profilbentik yang dilalui oleh tali pengukur akandiukur panjangnya menurut jenis lifeform-nya.Kategori jenis lifeform yang digunakan dan pengkodeannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategori lifeform yang diukur pada pengamatan Line InterceptTransect
Kategori Life form Kode
Hard Coral
Dead Coral With Alga Other Fauna:
Titik survistasiun pada perairan yang dikaji di wilayah Pulau Janggi berada di 2 titik pengamatan dengan 3 kali ulangan di satu kedalaman.Jumlah titik pengamatan dan pengukuran parameternya diharapkan dapat mewakili kondisi dari sebaran terumbu karang yang ada, terutama untuk hamparan terumbu karang yang terdapat pada Pulau Janggi.
Parameter Kajian
1. Lifeform karang
Lifeform karang merupakan bentuk pertumbuhan biota-biota terumbu
karang yang dimasukkan dalam beberapa kategori. Pengambilan data tidak hanya dilakukan pada terumbu karangnya saja, akan tetapi meliputi seluruh organisme yang berasosiasi dengan ekosistem tersebut (seperti alga, sponge dan biota lainnya).
2. Persentase penutupan karang
Besar persentase tutupan karang mati, karang hidup, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan membandingkan panjang total setiap kategori dengan panjang total transek.
3. Kondisi karang
Pengambilan Data
Pemantauan tutupan karang dilakukan di 2 titik pengamatan dengan 3 kali ulangan di 1 kedalaman. Jumlah titik pengamatan dan pengukuran parameternya diharapkan dapat mewakili kondisi dari sebaran terumbu karang yang ada, terutama untuk hamparan terumbu karang yang terdapat pada Pulau Janggi.Sedangkan data yang didapat dibandingkan dengan data sebelumnya yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara.
Analisis Data
Persentase penutupan terumbu karang untuk masing-masing jenis
lifeform, persentase karang keras hidup, serta indeks kematian karang dihitung
menggunakan rumus Gomez dan Yap (1988) dan Keputusan Kepala Bapedal No.47 Tahun 2001 sebagai berikut :
Li =ni
� � 100%
Keterangan:
Li = persentase penutupan biota ke-i;
ni = panjang total kelompok biota karang ke-i; dan L = panjang total transek garis.
Persentase penutupan terumbu karang keras hidup (hard coral life
coverage, HCL) = Persentase penutupan lifeform Acropora + Non-Acropora,
Kepmenneg LH No. 4 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang yang mengacu pada kriteria yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kategori Kondisi Karang Kategori Kodisi Terumbu
Karang
Persentase Tutupan Karang Keras Hidup
1. Sangat Baik ≥ 75 %
2. Baik 50 % - < 75 %
3. Sedang 25 % - < 50 %
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari penelitian yang dilakukan dilakukan pada bulan juni bertempatan di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah pada stasiun I (depan pulau) persentase tutupan karang Hardcoral Non-acropora sebesar 39,73% dan Hardcoral Acropora sebesar 14,70% (Gambar 7).
Gambar 7. Persentase tutupan karang Stasiun I
Pada lokasi penelitian dan stasiun II (belakang pulau) diperoleh persentase tutupan karang Hardcoral Non-Acropora sebesar 46,20% dan
Hardcoral Acropora 13,23% (Gambar 8). Rata-rata persentase terumbu
karang pada kedua stasiun dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 8. Persentase tutupan karang Stasiun II
14.70%
19.67% Hard Coral Acropora
Hard Coral Nonacropora
Dead Scleractinia
Other Fauna
Gambar 9. Persentase tutupan karang di kedua stasiun
Dari penelititan yang dilakukan diperoleh hasil persentase karang hidup pada stasiun I sebanyak 54,43% (Gambar 10).dan pada stasiun II sebanyak 59,43% (Gambar 11). Hasil perhitungan lifeform karang ditampilkan pada Tabel 3.Jenis-jenis karang yang ada disekitar garis transek dapat dilihat di Gambar 12.Jenis substrat yang terdapat di Pulau Janggi adalah substrat pasir dan
rubble(Gambar 13) dan yang mendominasi adalah substrat pasir.
Tabel 3. Kondisi Lifeform Karang di Lokasi Penelitian
Stasiun I Persentase Kondisi
I 54,43% Baik
II 59,43% Baik
13.97%
42.97% 14.24%
28.09%
0.75%
Hard Coral Acropora
HardCoral Non-Acropora
Dead Scleractinia
Abiotic
Gambar 10. Hasil persentase karang hidup Stasiun I
Gambar 11. Hasil persentase karang hidup Stasiun II 54.43%
9.07% 36.50%
Karang Hidup
Dead Scleractinia
Abiotic
59.43% 19.40%
19.67%
1.50%
Karang Hidup
Dead Scleractinia
Abiotic
`
Coral Enchrusting Dead Coral Algae
Polip Coral Millepora
Cora Submasive Coral Foliose
Coral Masive Coral Acropora
Coral Enchrusting Coral Heliopora
Gambar 13. Substrat Perairan Pulau Janggi
Parameter kualitas air yang diukur di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012 meliputi salinitas, suhu, pH, kecepatan arus dan kedalaman. Hasil parameter yang diamati disajikan pada Tabel 4. Tidak terjadi perubahan drastis pada kualitas air pada tahun 2012 dibanding tahun 2015. Hanya terjadi perbedaan yang sangat kecil, diantaranya pada salinitas, dan kecepatan arus. Diagram perbedaan parameter kualitas air pada tahun 2012 dan 2015 dapat dilihat pada Gambar 14.
Tabel 4. Parameter Kualitas Air di Lokasi Penelitian
Parameter Nilai
Salinitas 29 0/00
Suhu 29 0 C
pH 8
Kecepatan Arus 0,223 m/s
Gambar 14. Perbandingan Kualitas Air Tahun 2012 dan 2015
Dari hasil yang didapatkan pada Stasiun I dan II, di dapatkan perbedaan persentase tutupan karang. Persentase tutupan karang pada stasiun I sebanyak 54,43%, sedangkan pada stasiun II sebanyak 59,43%. Dari hasil tersebut dapat dihitung bahwa perbedaan persentase tutupan karang pada Stasiun I dan II sebanyak 5%.Diagram perbandingan antara Stasiun I dan II dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Perbandingan Persentase Karang antar Stasiun
Salinitas Suhu Kecepatan
Arus Kedalaman pH
Stasiun I Stasiun II
Terjadi kenaikan persentase tutupan karang pada tahun 2015 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 di dapatkan persentase tutupan karang di pulau Janggi yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara sebesar 46,83%. Sedangkan pada tahun 2015 persentase tutupan karang di Pulau Janggi meningkat menjadi 56,93%. Pada kondisi ini dapat dinyatakan terjadi kenaikan persentase tutupan karang sebanyak 10,1%. Diagram perbandingan dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Perbandingan Persentase Tutupan Tahun 2012 dan 2015
Pembahasan
Dari penelitian yang dilakukan dilakukan pada bulan Juni di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah di dapatkan hasil persentase tutupan karang pada stasiun I sebanyak 54,43%, Hardcoral
Non-acropora merupakan persentase terbesar dititik tersebut dengan nilai 39,73%
dengan tutupan terbesarnya adalah Coral Massive (CM), Abiotik adalah persentase kedua terbesar setelah Hardcoral Acropora dengan nilai 36,50%. Yang mendominasi pada katagori abiotik ini adalah pada tutupan
sand.Didapatkan persentase Hardcoral Acropora sebesar 14,70% dengan
tutupan karang yang mendominasi adalah Acropora Branching (ACB), dan
Dead Scleractina sebesar 9,07%. Tidak ditemukan Algae maupun Other Fauna
pada stasiun ini.
Pada Stasiun II diperoleh persentase tutupan sebesar 59,43%. Kategori terbesar oleh Hardcoral Non-acropora dengan nilai persentase sebesar 46,20% yang didominasi oleh Coral Massive (CM). Persentase kedua terbesar sama seperti pada stasiun pertama yaitu abiotik dengan nilai persentase sebesar 19,67% dengan tutupan yang mendominasi adalah sand. Disusul oleh Dead
Scleractinia dengan persentase 19,40%. Sedangkan Hardcoral Acropora yang
didapatkan hanya 13,23% dan tutupan yang mendominasi adalah Acropora
Branching (ACB). Berbeda dengan stasiun I, pada Stasiun II didapatkan Other
Fauna yaitu Sponge sebanyak 1,50%. Tidak ada juga Algae yang didapatkan
pada Stasiun ini.
Dari hasil yang didapatkan pada Stasiun I dan II, di dapatkan perbedaan persentase tutupan karang. Persentase tutupan karang pada stasiun I sebanyak 54,43%, sedangkan pada stasiun II sebanyak 59,43%. Pesentase tutupan karang pada Stasiun II lebih tinggi dibanding pada Stasiun I. Dari hasil tersebut dapat dihitung bahwa perbedaan persentase tutupan karang pada Stasiun I dan II sebanyak 5%.Dapat dilihat secara nyata bahwa kesuburan tutupan karang pada Stasiun II lebih tinggi dibanding Stasiun I yang dilihat dari hasil persentasenya.Ditambahkan lagi dengan didapatkannya Other Fauna yaitu
Perbedaan persentase karang pada stasiun I dan II juga disebabkan karena perbedaan kondisi titik stasiun yang cukup berbeda. Pada stasiun I persentase lifeform lebih rendah karena berhadapan kearah darat terdapat daratan dangkal dengan substrat pasir, dan kearah laut yang berhadapan lansung kepulau Putri dan Mursala sehingga memungkinkan terjadinya kegiatan snorkling,
diving, penangkapan ikan dan tempat kapal berlabuh yang lebih sering
dibandingkan dengan stasiun II yang kondisi lingkungan kearah darat berhadapan lansung dengan tebing terjal dan kearah laut berhadapan dengan Pulau Nias dan Samudera Hindia, karena gelombang yang cukup besar.
Dari hasil persentase tutupan karang Pulau Janggi tahun 2015 didapatkan persentase tutupan karang sebesar 56,93%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan kondisi terumbu karang di Pulau Janggi berada dalam keadaan baik. Hal ini disesuaikan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang yang mengacu pada kriteria karang sangat baik berada pada persentase ≥ 75 %, karang baik pada persentase 50 % - < 75 %, karang sedang berada pada persentase 25 % - < 50 % dan karang rusak berada pada persentase < 25 %. Nilai 56,93% berada diantara 50 % - < 75 %.
tahunnya, dan akan dijadikan pertimbangan bagi Pihak Pengelolaan Pulau Janggi khususnya Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Dari hasil LIT yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 diperoleh persentase tutupan karang sebesar 48,63%. Kondisi karang hidup seperti ini dapat dikategorikan cukup. Hasil persentase dari masing-masing bentuk pertumbuhan adalah Acropora sebesar 8,93%, Non Acroporasebesar 39,70%, Dead coral sebesar 27,50%, Dead coral
algae sebesar 3,03%, Algae sebesar 0,47 %, Rubble sebesar 6,10 % dan Sand
14,27%.
Sedangkan hasil LIT yang didapatkan pada tahun 2015 diperoleh persentase tutupan karang sebesar 56,93%. Kondisi karang hidup seperti ini dikategorikan baik. Hasil persentase dari masing-masing bentuk pertumbuhan adalah Hardcoral Acropora 13,39%, Hardcoral Non-Acropora 42,97%, Dead
Coral 14,24%, Abiotic 28,09% dan Other Fauna 0,75%.
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara melakukan monitoring karang pada tahun 2012 hanya dengan 1 titik pengamatan, sedankan pada penelitian ini dilakukan pengamatan di 2 titik. Sehingga perbedaan hasil persentase yang cukup berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah titik stasiun pengamatan tersebut.
Faktor lain yang menyebabkan naiknya persentase terumbu karang pada tahun 2015 dibanding 2012 adalah ditetapkannya kawasan Pulau Mursala sebagain Kawasan Konservasi Laut. Dengan ditetapkannya Kawasan Pulau Mursala sebagai Kawasan Konsevasi Laut, menyebabkan berkurangnya kegiatan penangkapan ikan deduktif dan kegiatan lain yang merusak ekosistem terumbu karang di Kawasan Pulau Mursala dan juga dilakukannya kegiatan konservasi terumbu karang di pulau Mursala seperti kegiatan transplantasi termbu karang.
Dibandingkan dengan hasil pengamatan kualitas air oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012, tidak terdapat jauh perbedaan kualitas air.Hanya pada salinitas dan kecepatan arus. Didapatkan salinitas air laut Pulau Janggi pada tahun 2012 adalah 300/00 sedangkan pada tahun 2015 didapatkan 29 0/00. Sedangkan kecepatan arus pada 2012 adalah 0,25 m/s sedangkan pada tahun 2015 didapatkan 0,223 m/detik. Hal ini bisa saja disebabkan oleh pengambilan data pada bulan yang berbeda, akan tetapi hasil yang didapatkan tidak terlalu jauh berbeda.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara (2012) jenis substrat yang terdapat dipulau Janggi pada saat pengamatan adalah substrat pasir dan rubble, juga terdapat substrat karang yang ditumbuhi algae, akan tetapi pada pengamatan 2015 tidak ditemukan substrat karang yang ditumbuhi algae diperairan tersebut, jenis substrat yang terdapat di Pulau Janggi adalah substrat sand dan rubbledan yang mendominasi adalah substrat sand.
Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan kategori lifeform karang yang didapatkan di Pulau Janggi meliputi Acropora Branching, Acropora
Encrusting, Coral Massive, Coral Submassive, Coral Foliose, Coral Mushroom,
dan Sponge. Sedangkan komponen abiotik yang ditemukan disekitar garis transek meliputi kategori Dead Coral, Sand dan Rubble.Tidak ada ditemukan kategori Algae di kedua stasiun penelitian.
karena terumbu karang yang berada dipulau Janggi dapat ditemukan disepanjang pantai, di kedalaman yang tidak terlalu meuju laut lepas, bahkan sudah sapat ditemukan dikedalaman kurang dari 7 meter. Hal ini didukung oleh literatur Nybakken (1988) yang menyatakan bahwa Terumbu Karang Tepi (Fringing
Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat disepanjang pantai dan dalamnya
tidak lebih dari 40 meter.Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan kearah laut terbuka.
Dari pengamatan lapangan yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa Pulau Janggi merupakan pulau kecil, karena luasnya hanya ± 1 km2.Dapat dikatakan bahwa luas Pulau Janggi tidak lebih dari 2.000 km2.Sehinnga dapat dipastikan bahwa pulau Janggi merupakan pulau kecil. Hal ini disesuaikan dengan Undang – Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometerpersegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan persentase tutupan karang di Pulau Janggi adalah 56,93%, dimana didapatkan stasiun I sebesar 54,43% dan stasiun II sebesar 59,43%.
2. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekosistem terumbu karang di Pulau Janggi dapat dikategorikan kedalam kategori baik, dan didominasi oleh Hard Coral Non-Acropora yaitu Coral Massive.
Saran
1. Diharapkan adanya pengamatan lanjut mengenai kelimpahan ikan dan makrozoobethos di perairan Pulau Janggi untuk penyempurnaan data mengenai ekosistem Pulau Janggi.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Pulau Kecil
Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometerpersegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati; sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumberdaya hayati meliputi ikan, terumbu karang,padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumberdaya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineraldasar laut; sumberdaya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan danperikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempatinstalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir (UU No. 27 Tahun 2007).
Morfologi pulau didefinisikan merupakan perubahan bentuk fisik pulauyang disebabkan oleh beberapa faktor baik alami maupun buatan.Berbicara tentang morfologi pulau, perkembangan pantai merupakansalah satu aspek yang memungkinkan terjadinya perubahan morfologi pulau.Seperti halnya dengan bentuk lahan lainnya, pantaipun dapat mengalamiperubahan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan romanpermukaan bumi di daerah pantai adalah sebagai berikut:
2. Sifat bagian daratan yang mendapat pengaruh proses-proses marin. Jadi apakah berupa daratan rendah, curam, landai dan bagaimana sifat batuannya (Sunarto, 1992).
Menurut Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, karakteristik Pulau-Pulau Kecil adalah sebagai berikut :
1. Terpisah dari pulau besar.
2. Sangat rentan terhadap perubahan yang disebabkan alam dan/atau disebabkan manusia.
3. Memiliki keterbatasan daya dukung pulau.
4. Apabila berpenghuni, penduduknya mempunyai kondisi sosial dan budaya yang khas.
5. Ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau, baik pulau induk maupun kontinen.
Karakteristik Pulau Janggi
Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu berada pada daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0 – 150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2 % sampai lebih dari 40 % .Pulau Jonggi secara geografis terletak pada titik koordinat 010 38’ 31” LU dan 980 36’ 09”Pulau ini secara administratif terletak di Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah. Topografi pulau ini secara umum berupa pulau berbentuk tebing terjal dan didominasi vegetasi tanaman tingkat tinggi. Pulau ini merupakan pulau tidak berpenduduk (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, 2012).
Terumbu Karang
Gambar 2. Morfologi Terumbu Karang (Dean dan Kleine, 2011)
Terumbu karang adalah salah satu ekosistem di laut yang sangat penting.Perairan terumbu karang banyak dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu karang sebagai daerah penyedia makanan, daerah perkembangan, daerah asuhan, dan daerah perlindungan.Terumbu karang yang telah rusak memerlukan waktu yang lama sekali untuk kembali kepada keadaan semula. Kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh badai dan topan memerlukan waktu 25-30 tahun untuk pulih (Dhahiyat, dkk., 2003).
Tipe Formasi Terumbu Karang
Nybakken (1988) mengelompokkan formasi terumbu karang (seperti terlihat pada gambar) menjadi tiga katagori sebagai berikut:
a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat disepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan kearah laut terbuka (Gambar 3a). b. Terumbu karang penghalang (Barrier Reef), berada jauh dari pantai yang
Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai (Gambar 3b).
c. Atol, merupakan karang bentuk melingkar seperti cincin yang mucul dari perairan dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah (Gambar 3c).
Gambar 3. Tipe Formasi Terumbu Karang a. Fringing Reef, b. Barrier Reef c. Atol (Veron, 1986).
Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang
Pertumbuhan terumbu karang di perairan dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu, salinitas, cahaya dan kecerahan suatu perairan (intensitas cahaya), serta kondisi arus perairan dan substratnya.Suhu optimumuntuk terumbu adalah 250C - 300C.Perubahan salinitas yang menyimpang hingga 32 - 350/00 berpengaruh terhadap karang hermatipik yang sangat sensitif, walaupun umumnya hewan karang hidup subur pada salinitas air laut 340/00 – 360/00, yaitu laut dalam yang jarang atau hampir tidak pernah
(a) Fringing Reef (b) Barrier Reef
(c) Atol
a b
mengalami perubahan salinitas cukup besar. Cahayadiperlukan oleh alga simbiotik zooxanthellae dalam proses fotosintesis guna memenuhi kebutuhan oksigen biota terumbu karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan karang menghasilkan kalsium karbonat pembentuk terumbu akan berkurang pula.Pengaruh sedimentasi terhadap hewan karang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Sedimen akan mematikan secara langsung karang bila ukuran sedimen cukup besar atau banyak sehingga menutup polip karang. Pengaruh tidak langsung adalah menurunnya penetrasi cahaya matahari yang penting untuk proses fotosintesis zooxanthellae(Mellawati, 2012).
Kerusakan Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem sangat rapuh, dan umumnya ditemukan di perairan dangkal laut tropis dengan perairan yang jernih dan hangat.Salah satu daerah penyebaran terumbu karang adalah disepanjang bagian barat pesisir Pulau Sumatera.Pada akhir-akhir ini, ekosistem yang terkenal dengan keanekaragaman dan kesuburannya yang sangat tinggi ini semakin terancam dengan perubahan berbagai faktor lingkungan (Thamrin, 2009).
dapat menjadi sesuatu hal yang biasa dibeberapa daerah.Selama peristiwa pemutihan, karang kehilangan 60–90% dari jumlah zooxanthellaenya dan zooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50–80% dari pigmen fotosintesinya.Ketika penyebab masalah itu disingkirkan, karang yang terinfeksi dapat pulih kembali, tetapi jumlah zooxanthellae kembali normal, tetapi hal ini tergantung dari durasi dan tingkat gangguan lingkungan. Gangguan yang panjang dapat membuat kematian sebagian atau keseluruhan tidak hanya kepada individu koloni tetapi juga terumbu karang secara luas (Westmacott, dkk., 2000).
Fungsi Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu Karang merupakan ekosistem ke-2 yang paling beragam di muka bumi. Ekosistem ini memberikan banyak sekali manfaat penting bagi kehidupan manusia diantaranya; menyediakan substansi material obat-obatan, sebagai pelindung fisik pantai dari hantaman gelombang dan arus yang kuat, tempat melakukan berbagai aktifitas wisata bahari, sebagai sumber penghidupan dan pensuplai makanan bagi sebagian nelayan dan tempat dihasilkannya berbagai organisme laut yang dapat diambil oleh nelayan untuk dijual sebagai komoditi ekspor (Marine Aquarium Council dan YayasanAlam Indonesia Lestari, 2008)
Monitoring Karang
Dalam monitoring karang yang dilakukan oleh dinas kelautan dan perikanan Prov. Sumatera Utara diperairan laut Pulau Jonggi pada tahun 2014 dilakukan monitoring karang di sisi bagian selatan tepatnya di koordinat -00 09’06.86” LU dan 98026’12.82” BT, vegetasi pantai terdiri dari pohon kelapa dan tumbuhan pantai. Pengamatan karang dilakukan sekitar 1.000 m ke arah laut. Substrat atau dasar perairan terdiri dari karang mati yang ditumbuhi alga, pasir dan pecahan karang (rubble). Dari hasil LIT diperoleh persentase tutupan karang hidup yang rendah yaitu sebesar 48.63 %. Kondisi karang hidup seperti ini dapat dikategorikan ”cukup”. Hasil persentase dari masing-masing bentuk pertumbuhan adalah Acropora sebesar 8.93 %, Non Acropora sebesar 39.70 %, Dead coral sebesar 27.50 %, Deadcoral algae sebesar 3.03 %, Algae sebesar 0.47 %, Rubble sebesar 6.10 %dan Sand 14,27 % (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, 2014).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir 81.000 km yang dilindungi oleh ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan ekosistem mangrove. Luas ekosistem terumbu karang Indonesia diperkirakan mencapai 75.000 km2 yaitu sekitar 12% sampai 15% terumbu karang dunia. Dengan ditemukannya 362 spesies scleractinia (karang batu) yang termasuk dalam 76 negara, Indonesia merupakan episenter dari sebaran karang batu dunia (Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2012).
sumberdaya ekosistemterumbu. Perusakan ini menjadi kekhawatiran akan punahnya biota laut di pulau kecil dan terganggunyakeseimbangan ekologi yang selanjutnya berpengaruh terhadap berkurangnya populasi ikan (Indarjo, dkk., 2004).
Perairan Pulau Mursala Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara memiliki terumbu karang yang eksotik, sehingga berpotensi untuk kegiatan wisata bahari, dan daerah penangkapan jenis-jenis ikan karang .Untuk mencegah kerusakan, perlu diatur daerah penangkapan ikan yang diperbolehkan serta daerah dimana kapal-kapal penangkap ikan boleh melabuhkan kapalnya.
Pengembangan pariwisata dikawasan Pulau Mursala harus mengikuti kaidah–kaidah ekologis, khususnya tingkat pembangunan secara keseluruhan tidak boleh melebihi daya dukung (carring capacity) suatu pulau.Dampak negatif pembangunan (cross–sectoral impacts) hendaknya ditekan seminimal mungkin sesuai dengan kemampuan ekosistem pulau tersebut untuk menenggangnya (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, 2012).
Rumusan Permasalahan
Ekosistem pesisir Pulau Janggi memiliki hamparan terumbu karang yang berpotensi untuk kegiatan perikanan dan pariwisata bahari.Tekanan terhadap sumberdaya terumbu karang akibat aktivitas manusia dapat menyebabkan degradasi terumbu karang.Untuk melihat kodisi terumbu karang dan jenis ikan karang yang ada di Pulau Janggi maka perlu dilakukan pengamatan secara mendalam, sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Berapa persentase tutupan karang di Pulau Janggi? 2. Bagaimana kondisi terumbu karang di Pulau Janggi?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalahsebagai berikut.
1. Mengetahui persentase tutupan karang di Pulau Janggi.
2. Mengetahui kondisiekosistem terumbu karang di Pulau Janggi.
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Pulau Janggi merupakan bagian dari Pulau Mursala yang memiliki potensi kegiatan pariwisata dan perikanan.Analisis tutupan karang merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui persentase lifeform karang yang terdapat di suatu perairan dan selanjutnya dapat di tentukan kondisi karang hidup yang ada di perairan tersebut.Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis tutupan karang untuk mengetahui kondisi karang hidup yang ada di Pulau Janggi agar diketahui cara pengelolaan yang tepat untuk masa yang akan datang oleh pihak terkait. Kelimpahan ikan karang juga menentukan baik tidaknya suatu ekosistem terumbu karang sehingga perlu diketahui bagaimana kelimpahan ikan karang di Pulau Janggi.Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kondisi Ekosistem
Terumbu Karang
Kegiatan Wisata Bahari Kegiatan Perikanan
Ekosistem Pesisir Pulau Janggi
Tutupan Karang Jenis Karang
Terumbu Karang
Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan
ABSTRAK
NANDA RIZKI. Studi Tutupan Karang di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh HASAN SITORUS dan ZULHAM A. HARAHAP.
Pulau Janggi diKecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu pulau kecil dan merupakan bagian dari Pulau Mursala sebagai pulau induknya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat persenta setutupan karang dan kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Janggi. Metode penelitian yang digunakandalampenelitianiniadalahmetode survey dengan menggunakan Line Intercept Transect (LIT) di dua stasiun penelitian, memilikigaristranseksepanjang 70 meter setiap stasiunnya, dengan3 kali ulangan disetiap transek. Pedoman pengukuran kondisi karang mengacup ada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup No. 47 Tahun 2001. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni s/d Juli2015. Hasil penelitian menunjukkan kondisi terumbu karang di Pulau Janggi termasuk kedalam kategori baik dengan persentase tutupan karang sebesar57,68%. Hasil yang diperoleh meningkat dari monitoring tahun 2012 yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara (46,83%).Persentase tutupan karang terbesar yang didapatkan adalah termasuk kedalam kategori Hardcoral Non-acropor adengan persentase tutupan 40% pada stasiun I dan 46% pada stasiun II, yang didominasioleh Coral Massive (CM).
ABSTRACT
NANDA RIZKI. Study of Lifeform Coral in Janggi Island Tapian Nauli District of Tapanuli Tengah, Sumaterea Utara. Under Academic Supervision by HASAN SITORUS and ZULHAM A. HARAHAP.
Janggi Island atTapian Nauli subdistrict of Tapanuli Tengah District is one small island and a part of Mursala Island as the main island. The aims of the study are to analize the percentage of coral covered area and the condition of coral reefs ecosystem in the Janggi Island. The research used survey method by using Line Intercept Transect (LIT) in two research stations with line transect 70 meters and three replication in each transect.. Guidelines for measuring the condition of coral refers to Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup No. 47 of 2001. The results showed the condition of coral reefs in the Janggiisland included in both categories with the percentage of lifeform coral amounting to 57.68%, the results obtained in 2012 increased from monitoring conducted by Department of Marine Fisheries in Sumatera Utara (46.83%). The lifeform coral percentage obtained were included into the category HardcoralNonacropora to cover a percentage of 40% at the first station and 46% in the second station, which was dominated by Coral Massive (CM).
STUDI TUTUPAN KARANG DI PULAU JANGGI KECAMATAN
TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI
TENGAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
NANDA RIZKI
110302035
Skripsi sebagai satu diantara Beberapa Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Studi Tutupan Karang di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara
Nama : Nanda Rizki
NIM : 110302035
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Hasan Sitorus, MS Zulham Apandy Harahap, S. Kel, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui :
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama : Nanda Rizki
NIM : 1103020345
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Studi Tutupan Karang di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah
Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum
dijadikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam bagian akhir skripsi ini.
Medan, Maret2016
ABSTRAK
NANDA RIZKI. Studi Tutupan Karang di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh HASAN SITORUS dan ZULHAM A. HARAHAP.
Pulau Janggi diKecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu pulau kecil dan merupakan bagian dari Pulau Mursala sebagai pulau induknya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat persenta setutupan karang dan kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Janggi. Metode penelitian yang digunakandalampenelitianiniadalahmetode survey dengan menggunakan Line Intercept Transect (LIT) di dua stasiun penelitian, memilikigaristranseksepanjang 70 meter setiap stasiunnya, dengan3 kali ulangan disetiap transek. Pedoman pengukuran kondisi karang mengacup ada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup No. 47 Tahun 2001. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni s/d Juli2015. Hasil penelitian menunjukkan kondisi terumbu karang di Pulau Janggi termasuk kedalam kategori baik dengan persentase tutupan karang sebesar57,68%. Hasil yang diperoleh meningkat dari monitoring tahun 2012 yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara (46,83%).Persentase tutupan karang terbesar yang didapatkan adalah termasuk kedalam kategori Hardcoral Non-acropor adengan persentase tutupan 40% pada stasiun I dan 46% pada stasiun II, yang didominasioleh Coral Massive (CM).
ABSTRACT
NANDA RIZKI. Study of Lifeform Coral in Janggi Island Tapian Nauli District of Tapanuli Tengah, Sumaterea Utara. Under Academic Supervision by HASAN SITORUS and ZULHAM A. HARAHAP.
Janggi Island atTapian Nauli subdistrict of Tapanuli Tengah District is one small island and a part of Mursala Island as the main island. The aims of the study are to analize the percentage of coral covered area and the condition of coral reefs ecosystem in the Janggi Island. The research used survey method by using Line Intercept Transect (LIT) in two research stations with line transect 70 meters and three replication in each transect.. Guidelines for measuring the condition of coral refers to Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup No. 47 of 2001. The results showed the condition of coral reefs in the Janggiisland included in both categories with the percentage of lifeform coral amounting to 57.68%, the results obtained in 2012 increased from monitoring conducted by Department of Marine Fisheries in Sumatera Utara (46.83%). The lifeform coral percentage obtained were included into the category HardcoralNonacropora to cover a percentage of 40% at the first station and 46% in the second station, which was dominated by Coral Massive (CM).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 8 Juni1993 dari Ayah Muyung Brahmana dan Ibu Iriani br. Tarigan. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) Negeri 047223 Medan tahun 1999-2004 dan SD Negeri 040572 pada tahun 2004-2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Tiga Binanga pada tahun 2005 – 2008 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1Tiga Binanga pada tahun 2008 – 2011. Penulis diterima di program studi Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (MSP FP USU) pada tahun 2011 melalui jalur ujian tertulis Seleksi Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (SMBPTN).
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Tutupan Karang di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih sebesarnya kepada :
1. Ayahanda Muyung Brahmana, Ibunda Iriani br. Tarigan, Nenek Rukiyah br Pinem dan saudara laki-laki saya M Jan Bramja Brahmana yang telah memberikan dukungan materi, kasih saying dan doa kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. HasanSitorus, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Zulham Aphandi S. Kel, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah member bimbingan dalam menyelesaikan skripsi.
3. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si selaku Kepala Program Studi Manajemen Sumber daya Perairan Fakultas Pertanian USU yang telah member banyak bimbingan dan masukan ilmu dalam perkuliahan, dan penyusunan skripsi. 4. Seluruh Staf dan Pegawai di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sumatera Utara, khususnya Ibu Dewi dan Bapak Zulfri yang telah membantu penulis dalam melakukan transek dalam pengamatan lapangan.
6. Tata Usaha dosen Program Studi Manajemen Sumber daya Perairan Fakultas Pertanian USU Nur Aisah yang telah membantu dalam pengurusan berkas skripsi saya.
7. Yenni Ningsih, Arief Rahman Hakim, Joshua Lee Plant, Cameron Whelan, Iqra Ahmad, Meia Ester Sella Ginting S.Pi, Fretty J.M Simbolon,S.Pi Camelina Simbolon, Bernas D. Siregar, Roni M. Sinaga, Muhammad Dafikri, Lihardo Sinaga dan Fadil Muhammad yang telah membantu dan member semangat yang besar kepada saya.
8. Mahasiswa Manajemen Sumber daya Perairan khususnya 2011 dan rekan mahasiswa yang telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Manajemen Sumber daya Perairan.
Medan, Maret2016
DAFTAR ISI
Karakteristik Pulau Kecil ... 5Karakteristik Pulau Janggi ... 6
Terumbu Karang ... 7
Tipe Formasi Terumbu Karang ... 8
Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang ... 9
Kerusakan Terumbu Karang ... 10
Fungsi Ekosistem Terumbu Karang ... 11
Monitoring Karang ... 12
METODE PENELITIAN Waktu dan TempatPenelitian ... 14
Alat dan Bahan ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 30 Saran ... 30
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. KerangkaPemikiran ... 4
2. MorfologiTerumbuKarang ... 8
3. TipeFormasiTerumbuKarang ... 9
4. PulauJanggi ... 15
5. PetaLokasiPulauJanggi ... 15
6. MetodeKerja LIT ... 16
7. Persentase tutupan karang Stasiun I ... 21
8. Persentase tutupan karang Stasiun II ... 21
9. Hasil persentase karang hidup Stasiun I ... 22
10. Hasil persentase karang hidup Stasin II ... 22
11. Perbandingan Kualitas Air Tahun 2012 dan 2015 ... 23
12. Perbandingan Persentase Karang antar Stasiun ... 24
13. Perbandingan Persentase Tutupan Tahun 20122 dan 2015 ... 25
14. Substrat Perairan Pulau Janggi ... 26
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Kategori life form dengan metode LIT ... 17
2. Kategori Kondisi Karang ... 20
3. Hasil Perhitungan Life form Karang ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman