Barda Nawawi, Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan
Pengembangan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Dikdik, M Arief Mansur, Urgensi perlindugan Korban Kejahatan Antara Norma
dan Realita, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.
Dikdik. M, Arief Mansyur, Elitaris Gultom, Cyberlaw, Aspek Hukum Teknologi
Informasi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005.
Gosita, Arif, Masalah Korban Kejahatan, UniversitasTrisakti, Jakarta, 2007.
Kaligis, O.C, Penerapan undang-undang nomor 11 tahun 2008, Yarsif
Watampone, Jakarta, 2012.
Mas Wigaranto Roes Setyadi, “Teknologi Informasi dan komunikasi dan
Perananya Dalam Proses Perubahan Sosial”,
R.Sonarto soerodibroto, KUHP Dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi dan Hoge
Raad, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.
Sitompul, Josua,Cyberspace Cybercrime Cyberlaw, PT.Tatanusa, Jakarta, 2012.
Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan III, UI-Press,
Jakarta,2006.
Taufiq Mustakim, Pembunuhan yang Dilakukan oleh Orang Tua Terhadap Anak
Ditinjau dari Psikologi Kriminal, Medan, Skripsi Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, 2008
Widodo, Memerangi Cybercrime Karakteristik Motivasi dan Srategi
Wisnubroto, Aloysius, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan
Penyalahgunaan Komputer, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1999.
B. UNDANG-UNDANG
Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme
Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik ,
Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
C. INTERNET
“Aktivitas Kejahatan Cyber di Indonesia Meningkat Tajam”,
http://tekno.kompas.com, diakses pada 8 Juli 2014.
Balianzahab.wordpress.com/artikel/penegakan-hukum-positif-di-indonesia-terhadap-cybercrime diakses tanggal 15 september 2014.
Dewipurwatinikadek.blogspot.com/2012/06/v-behavioruldefaultmlo.html, diakses
pada 15 September 2014.
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2012/06/27/kebijakan-hukum-
pidana-terhadap-kejahatan-penyalahgunaan-informasi-data-di-dunia-maya/, diakses pada 17 Agustus 2014.
http://conventions.coe.int/Treaty/Commun/ChercheSig.asp?NT=185&CL=NG,
Kehidupan masyarakat modern yang serba cepat menjadikan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak,
menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya
kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfaatkan untuk
kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia saja disisi lain teklonogi
informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan
tindakan kejahatan, seperti maraknya proses prostisusi, perjudian di dunia maya
(internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data perusahaan
lewat internet, kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi
informasi dan komunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan
transaksi elektronik. Itulah alasanya pemerintah Indonesia mengesahkan
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk
mengatur penggunaan teknologi informasi secara luas dan terarah, demi
terciptanya masyarakat elektronik yang selalu menerapakan moral dan etika dalam
seluruh aspek kehidupanya16
Adapun motivasi pelaku cybercrime, motivasi pelaku cybercrime sangat
bervariasi, tergantung pada bentuk kejahatan yang di lakukan dan karakteristik
pribadi pelaku kejahatan ini, di sebabkan oleh beberapa faktor untuk melakukan
16
kejahatan internet, berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan kejahatan
internet:
A. Faktor Akses Internet Yang Tidak Terbatas
Pada zaman sekarang ini internet bukanlah hal yang langka lagi, karena
semua orang telah memanfaatkan fasilitas internet. dengan menggunakan internet
kita diberikan kenyamanan kemudahan dan mengakses segala sesuatu tanpa ada
batasanya, dengan kenyamanan itulah yang merupakan faktor utama bagi
sebagian oknum untuk melakukan tindak kejahatan cybercrime dengan
mudahnya.17
Internet adalah jaringan komputer yang terhubung secara internasional
dan tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini meliputi jutaan pesawat komputer yang
terhubung satu dengan yang lainya dengan memanfaatkan jaringan telepon (baik
kabel maupun gelombang elektromagnetik). Jaringan jutaan komputer ini
memungkinkan berbagai aplikasi dilaksanakan antar komputer dalam jaringan
internet dengan dukungan software dan hardware yang dibutuhkan. Untuk
bergabung dalam jaringan ini, satu pihak (dalam hal ini provider) harus memiliki
program aplikasi serta bank data yang menyediakan informasi dan data yang dapat
diakses oleh pihak lain yang tergabung dalam internet.18
Pihak yang telah tergabung dalam jaringan ini akan memiliki alamat
tersendiri (bagaikan nomor telepon) yang dapat dihubungi melalui jaringan
17
Rutinitasin formatika.blogspot.com/2012/03/tugas-paper-komputer-dan-masyarakat.html diakses pada 15 September 2014.
18
internet. Provider inilah yang menjadi server bagi pihak-pihak yang memiliki
personal komputer (PC) untuk menjadi pelanggan ataupun untuk mengakses
internet.
Sejalan dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi internet juga
semakin maju. Internet adalah jaringan komputer yang dapat menghubungkan
suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga
dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri.
Pada tahun 1999, jumlah komputer yang telah dihubungkan dengan
internet di seluruh dunia mencapai lebih dari 40 juta dan jumlah ini terus
bertambah setiap hari. Saat ini jumlah situs web mencapai jutaan, bahkan
mungkin trilyunan, isinya memuat bermacam-macam topik.
B. Faktor Kelalaian Pengguna Komputer
Hal ini merupakan salah satu penyebab utama kejahatan komputer.
Seperti kita ketahui orang-orang menggunakan fasilitas internet selalu memasukan
semua data-data penting ke dalam internet. sehingga memberikan kemudahan bagi
sebagian oknum untuk melakukan kejahatan. Mudah dilakukan dengan resiko
keamanan yang kecil dan tidak diperlukan peralatan yang super modern inilah
yang merupakan faktor pendorong terjadinya kejahatan di dunia maya, karena
seperti kita ketahui bahwa internet merupakan sebuah alat yang dengan mudahnya
kita gunakan tanpa memerlukan alat-alat khusus dalam mengunakanya. Namun
pendorong utama tindak kejahatan di internet yaitu susahnya melacak orang yang
Para pelaku merupakan orang yang pada umunya cerdas, mempunyai
rasa ingin tahu yang besar, dan fanatik akan teknologi komputer. Hal ini
merupakan faktor yang sulit untuk dihindari, karena kelebihan atau kecerdasan
dalam mengakses internet yang dimiliki seseorang di zaman sekarang ini banyak
yang disalah gunakan demi mendapatkan keuntungan semata, sehingga sulit untuk
dihindari.
C. Faktor Sistem Keamanan Jaringan Yang Lemah
Seperti kita ketahui bahwa orang-orang dalam menggunakan fasilitas
intenet kebanyakan lebih mementingkan desain yang dimilikinya dengan
menyepelekan tingkat keamananya, sehingga dengan lemahnya sistem keamanan
jaringan tersebut menjadi celah besar sebagian oknum untuk melakukan tindak
kejahatan. Pada era global seperti sekarang ini, keamanan sistem informasi
berbasis internet menjadi suatu keharusan untuk lebih diperhatikan karena
jaringan internet yang sifatnya publik dan global pada dasarnya tidak aman. Pada
saat data terkirim dari suatu komputer ke komputer yang lain yang berarti akan
memberi kesempatan pada user tersebut untuk mengambil alih satu atau beberapa
komputer. Kecuali suatu komputer terkunci di dalam suatu ruangan yang
mempunyai akses terbatas komputer tersebut tidak terhubung keluar dari ruangan
itu, maka komputer tersebut tidak terhubung ke luar dari ruangan itu, maka
komputer tersebut akan aman. Pembobolan sistem keamanan di internet terjadi
hampir tiap hari di seluruh dunia. Akhir-akhir kita banyak mendengar masalah
dikenal dengan cybercrime/cybersecurity adalah suatu bentuk kejahatan virtual
dengan memanfaatkan media komputer yang terhubung ke internet, dan
mengeksploitasi komputer lain yang terhubung juga pada internet. Adanya
lubang-lubang keamanan pada sistem operasi menyebabkan kelemahan dan
terbukanya lubang yang dapat digunakan para hacker, cracker, dan script kiddies
untuk menyusup ke dalam komputer tersebut.19
1. Segi teknis
D. Faktor Lingkungan
Faktor yang menimbulkan tindak pidana kejahatan internet disebabkan
oleh dua hal, yaitu :
Keberhasilan teknologi tersebut menghilangkan batas wilayah negara
menjadikan dunia ini menjadi begitu sempit, keterhubungan antara jaringan yang
satu dengan yang lain memudahkan bagi si pelaku untuk melakukan aksinya.
Kemudian, tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan yang lebih kuat
daripada yang lain. Kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk
melakukan perbuatanya.
2. Segi sosial ekonomi
Kemudahan dalam melakukan komunikasi secara global di interenet
mendorong banyak pengguna internet untuk menjalankan kegiatan ekonomi
melalui media internet. Faktor ingin memperoleh keuntungan dengan cara dan
19
mudah mengurangi ketakutan para penggunananya untuk melakukan tindakan
yang bersifat melawan hukum.
Tudingan penyebab maraknya aktivitas cyberfraud di Indonesia adalah
longgarnya peraturan pengguanaan fasilitas warung internet (warnet), sehingga
para carder dapat dengan leluasa melakukan transaksi kartu kredit ilegal secara
online di warnet menetapkan peraturan yang tegas bagi pelangganya misalnya
menitipkan kartu tanda penggenal. Demikian juga hanya sedikit warnet yang
menyimpan data atau log aktivitas para pelanggan warnet mereka ketika surfing di
internet.
Tidak seperti kejahatan pada umumnya terhadap orang atau barang
seperti pembakaran rumah, perampokan, dan pembunuhan, kejahatan dunia maya
merupakan kejahatan yang mengandalkan skill atau keterampilan. Pada
negara-negara industri, orang-orang yang memiliki kemampuan teknologi informasi lebih
mudah mendapatkan pekerjaan yang bergengsi. Sejumlah besar serangan cyber
berasal dari Eropa Timur dan Rusia karena pelajar pada negara ini mempunyai
kemampuan matematika, fisika dan komputer yang baik tetapi kesulitan mencari
pekerjaan. Faktor ekonomi dari negara-negara pecahan Uni Soviet hanya sedikit
menyediakan lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan
komputer.20
20
Terdapat faktor-faktor pendorong pertumbuhan kejahatan internet yaitu:
a. Kesadaran hukum masyarakat
Sampai saat ini, kesadaran hukum masyarakat Indonesia dalam merespon
aktifitas cybercrime masih dirasakan kurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh
kurangnya pemahaman dan pengetahuan (lock of information) masyarakat
terhadap jenis kejahatan internet cybercrime. Jika masyarakat memiliki
pemahaman yang benar akan tindak pidana cybercrime maka baik secara langsung
maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk pola penataan. Pola
penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman pidana yang
dikenakan bila melakukan perbuatan cybercrime atau pola penataan ini tumbuh
atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat hukum. Masyarakat dan
penegak hukum saat ini masih memberi perhatian yang sangat besar terhadap
kejahatan konvensional. Pada kenyataanya para pelaku kejahatan komputer masih
terus melakukan aksi kejahatanya. Hal ini disebabkan karena rendahnya faktor
pengetahuan tentang penggunaan intenet yang lebih dalam pada masyarakat.
b. Faktor keamanan
Rasa aman tentu akan dirasakan oleh pelaku kejahatan ini pada saat
melaksanakan aksinya. Hal ini tidak lain karena internet lazim dipergunakan di
tempat-tempat yang relatif tertutup, seperti di rumah, kamar, tempat kerja,
perpustakaan bahkan di warung internet (warnet). Aktivitas yang dilakuan oleh
pelaku di tempat-temapt tersebut sulit untuk di ketahui pihak luar.
Akibatnya, pada saat sedang melakukan tindak pidana/kejahatan sangat
menggunakan komputer untuk keperluan biasa, padahal sebenarnya ia melakukan
kejahatan. Kondisi ini akan membuat pelaku menjadi sesemakin berani. Selain itu,
apabila pelaku telah melakukan tindak pidana, maka dapat dengan mudah pula
pelaku dapat menghapus semua jejak kejahatan yang telah dilakukan mengingat
internet menyediakan fasilitas untuk menghapus data/file yang ada.21
Dorongan kepada seseorang untuk melakukan tindak kejahatan di
internet sangat banyak, antara pelaku dan korban tidak perlu berada pada ruang
dan waktu yang sama, seringkali korban dan pelaku dan pelaku tidak saling
mengenal, semakin mudahnya penggunaan internet melalui tampilan program
yang user friendly dan pelaku kejahatan ini tidak merasa berbuat kesalahan besar,
karena mereka bermain di dunia maya, pelaku kejahatan tersebut seringkali usil
dan merasa tidak berdosa, juga rasa ingin menampilkan kelucuan, misalnya dalam
kasus blogger yang sering dijumpai di internet, kasus ini belum tentu dapat
dianggap sebagai kejahatan.
E. Faktor Individu
22
21
Dikdik. M, Arief Mansyur, Elitaris Gultom, Cyberlaw, Aspek Hukum Teknologi Informasi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005, Halaman 91.
22
Upaya atau kebijakan untuk melakukan Pencegahan dan
Penanggulanggan Kejahatan (PPK) adalah termasuk dalam kebijakan kriminal.
Kebijakan kriminal ini tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas yaitu
kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk
melindungi masyarakat yang disebut social defence policy.23
Dengan demikian maka apabila kebijakan yang dipergunakan dalam
menaggulangi kejahatan adalah kebijakan kriminal maka jalan yang harus
ditempuh adalah dengan menggunakan kebijakan penal atau kebijakan hukum
pidana. Khususnya yudikatif/aplikatif harus memerhatikan dan mengarah pada
tercapainya kebijakan sosial itu.
Dalam melakukan Pencegahan dan Penagulangan Kejahatan (PPK) harus
ada keseimbangan antara kebijakan penal/kebijakan hukum pidana sosial atau non
penal aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content,
computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam
cyberspace.
Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini
agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan
tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara
pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini beberapa cara penanggulangannya:
23
A. Upaya Pre-entif
Upaya Pre-entif merupakan suatu upaya dari Polri untuk mecegah secara
dini agar tidak tejadi kejahatan, sistem ini dapat dilakukan:
a. Bersifat moralitas yaitu bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh
agama untuk lebih menyebarkan norma-norma agama, kesusilaan kepada
masyarakat sehingga mereka dapat mengekang nafsu untuk berbuat jahat.
b. Pembimbing disiplin terhadap anak-anak remaja, usaha ini Polri memberi
bimbingan maupun penyuluhan ke sekolah-sekolah tingkat SLTP dan SLTA
maupun perguruan tinggi dan dapat berbentuk ceramah-ceramah mengenai
kejahatan yang dipandang perlu agar dapat menjaga diri.24
c. Pengamanan sistem yang kuat
1. Sebuah sistem keamanan berfungsi untuk mencegah adanya perusakan
bagian dalam sistem karena dimasuki atau di akses oleh pemakai lain tanpa
persetujuan pemilik, pengamanan sistem secara terintegrasi sangat
diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan sebuah situs
intenet.25
2. Membangun sebuah keamanan sistem merupakan sebuah langkah-langkah
yang utaman dan terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan
dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized
acttions yang merugikan.
24
Ediwarman, Penegak Hukum Pidana dalam Perspektif Kriminologi, Genta Publishing, Yogjakarta, 2014. Halaman. 28.
25
3. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi
sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan
data.
4. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melalui jaringan juga dapat
dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP (File Tranfer Protocol),
SMTP (Simple Mail Tranfer Protocol) , Telnet (Telelcommunication
network) dan pengamanan Web Server.26
5. Berbagai perangkat lunak keamanan sistem meliputi :
a. Internet Firewall
Jaringan komputer yang terhubung ke internet perlu dilengkapi dengan
internet firewall. Internet firewall berfungsi untuk mencegah akses dari
pihak luar ke sistem internal. Dengan demikian data-data yang berada
dalam jaringan komputer tidak dapat diakses oleh pihak-pihak luar yang
tidak bertanggung jawab. Firewall bekerja dengan 2 cara: menggunakan
filter dan proxy. Firewall filter menyaring komunikasi agar terjadi
seperlunya saja, hanya aplikasi tertentu saja yang bisa lewat dan hanya
komputer dengan identitas tertentu saja yang bisa berhubungan. Firewall
proxy berarti mengizinkan pemakai dari dalam untuk mengakses internet
seluas-luasnya, namun dari luar hanya dapat mengakses satu komputer
tertentu saja.
26
b. Kriptografi
Kriptografi adalah seni menyandikan data. data yang akan dikirim
disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Pada
komputer tujuan, data tersebut dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga
dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Data yang disandikan
dimaksudkan agar apabila ada pihak-pihak yang menyadap pengiriman
data, pihak tersebut tidak dapat mengerti isi data yang dikirim karena
masih berupa kata sandi. Dengan demikian keamanan data dapat dijaga.
ada dua proses yang trjadi dalam kriptografi, yaitu proses
mengembalikan data sandi, sedangkan proses dekripsi adalah proses
mengembalikan data sandi menjadi data aslinya. Data asli atau data yang
akan disandikan disebut dengan plain text, sedangkan data hasil
penyadian disebut cipher text. Proses enkripsi terjadi di komputer
pengirim sebelum data tersebut dirimkan, sedangkan proses deskripsi
terjadi di komputer penerima sesaat setelah data diterima sehingga si
penerima dapat mengerti data yang dikirim.
c. Secure Socket Layer (SSL)
Jalur pengiriman data melalui internet melalui banyak transisi dan
dikuasai oleh banyak orang. Hal ini menyebabkan pengiriman data
melalui internet rawan oleh penyadapan. Maka dari itu, browser di
lengkapi dengan Secure Socket Layer yang berfungsi untuk menyandikan
data. Dengan cara ini, komputer-komputer yang berada di antara
B. Upaya Preventif
Upaya preventif adalah suatu perbuatan atau upaya untuk mencegah
terjadinya kejahatan yang dilakukan jauh sebelum kejahatan itu terjadi dengan
melibatkan sel-sel organisasi kemasyarakatan agar dapat diberdayakan secara
bersama-sama dalam rangka pengawasan terhadap kelompok atau orang-orang
yang berpotensi melakukan tindak kejahatan. Metode ini dapat dilakukan setelah
mengetahui telebih dahulu faktor-faktor atau sebab-sebab terjadinya kejahatan
tersebut.
Hoefnagels berpendapat bahwa pencegahan dengan tanpa menggunkan
pidana dilakukan dengan melaksanakan kebijakan sosial, perencanaan dan
pengembanagan kesehatan mental masyarakat, perbaikan kesehatan mental secara
nasional, upaya menciptakan kesejahteraan sosial dan kesejahteraan anak-anak,
serta penerapan hukum administrasi dan hukum perdata. langkah-langkah
sebagaimana dikemukakan Hoefnagels ini dapat dilakukan oleh Indonesia karena
selaras dengan kebijakan internasional, konsepsi kebijakan kriminal, dan
karakteristik cybercrime dan pelakunya. Jabaran berikut akan mengambarkan
relevansi karakteristik cybercrime dengan kebijakan non-penal.27
Berkaitan dengan upaya memerangi cybercrime, Internastional
Telecommunication Unition (ITU) mengemukakan bahwa ada 5 agenda yang
harus dilakukan dalam rangka kerjasama, The Global Cybersecurity Agenda has
seven, main strategic goals, bulit on five work areas: Legal Measures; Technical
27
and Procdural Measures; Technical and procedural Measures; Organizational
Structures; Capacity Buliding; andInternational Coorperation.
Berkaitan dengan upaya memerangi cybercrime, sebelum Covention on
Cybercrime ditandatangani tahun 2001 dan diberlakukan tahun 2005, dalam
rangka penanggulanganya cybercrime, negara-negara yang tergabung dalam The
G-8 membuat kesepakatan dalam suatu komunike bersama (joint communique),
tanggal 9 dan 10 Desember 1997 dalam rangka the meeting of justiceand interior
ministers of the eight. Komunikasi bersama berisi 10 asas penuntutan dan
pemidanaan pelaku cybercrime (cybercrime) dalam rangka kerjasama
internasional. Sepuluh asas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada tempat perlindungan yang aman bagi pelaku penyalahgunaan
teknologi informasi.
2. Penyidikan dan penuntutan high-tech crime internasional harus
dikoordinasikan antar negara yang menaruh perhatian terhadap kejahatan
tersebut, tanpa melihat dimana lokasi terjadinya kerugian akibat tindak
pidana dibidang teknologi informasi tersebut.
3. Aparat penegak hukum dilatih dan dilengkapi dengan fasilitas yang
memadai dalam menghadapi high-tech crimes.
4. Sistem hukum harus memberikan izin perlindungan terhadap
kerahasiaan,integritas serta keberadaan data dan sistem komputer dari
perbuatan yang tidak sah, dan menjamin bahwa pelaku penyalahgunaan
5. Sistem hukum harus memberikan izin perlindungan dan akses yang cepat
terhadap data elektronik agar penyidikan kejahatan tersebut dapat berhasil.
6. Pengaturan mutual assistence harus dapat menjamin pengumpulan dan
pertukaran alat-alat bukti secara tepat waktu, yaitu dalam kasus-kasus
yang berkaitan high-tech crimes;
7. Akses elektronik lintas batas oleh penegak hukum terhadap kebenaran
informasi yang bersifat umum tidak memerlukan pengesahan dari negara
dimana tempat data tersebut berada.
8. Standar forensik untuk mendapatkan dan membuktikan keaslian data
elektronik dalam rangka penyidikan tindak pidana dan penuntutan harus
dikembangkan dan digunakan secara optimal.
9. Untuk kepentingan praktis, sistem informasi dan telekomunikasi harus
didesain untuk membantu mencegah dan mendeteksi penyalahgunaan
jaringan komputer, serta harus dapat memfasilitasi pencarian penjahat dan
pengumpulan alat buktinya.
10.Bekerja di lingkungan kejahatan dengan teknologi tinggi (high-tech crime)
harus berkoordinasi dengan pekerjaan di era informasi yang relevan untuk
menghindari duplikasi kebijakan,
Selanjutnya dalam rangka penanngulangan cybercrime, negara-negara
G-8 mencanangkan Rencana Aksi Global, yaitu sebagai berikut :
a. Pengunaan jaringan personilia yang berpengatahuan tinggi menjamin
crimes, transnasional, dan mendesain point of contact yang selalu siap
selama 24 jam.
b. Mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin bahwa jumlah
personalia penegak hukum yang terlatih mencukupi dalam rangka
menjalankan tugas memerangi high-tech crimes dan membantu badan
penegak hukum di negara lain.
c. Meninjau sistem hukum yang ada untuk menjamin bahwa telah terjadi
kriminalisasi yang memadai terhadap kejahatan penyalahgunaan sistem
telekomunikasi dan komputer serta mempromosikan tentang penyidikan
terhadap high-tech crimes.
d. Menimbang berbagai isu yang ditimbulkan oleh high-tech crimes
sepanjang relevan pada saat mengadakan negosiasi tentang perjanjian
mutual assiteance.
e. Melanjutkan pemeriksaan dan pengembangan solusi yang dapat dilakukan
dengan cara pengembangan alat-alat bukti sebelum melaksanakan dan
memenuhi mutual asisitance, penyelidikan lintas batas, dan penelusuran
data komputer yang ada pada tempat data yang belum diketahui.
f. Mengembangkan prosedur cepat untuk memperoleh lalu lintas data dari
seluruh jaringan dan mata rantai komunikasi serta mengkaji berbagai
jalan agar secara cepat dapat menyebarluaskan data tersebut tersebut
g. Bekerjasama dengan industri untuk menjamin bahwa teknologi baru dapat
memfasilitasi usaha menerangi high-tech crimes dengan cara melindungi
dan mengumpulkan bukti-bukti yang membahayakan.
h. Menjamin bahwa dalam kasus-kasus penting beberapa pihak akan saling
menerima dan menggapi untuk memberikan bantuan,jika diperlukan
termasuk permintaan yang berkaitan dengan high-tech crimes melalui
sarana komunikasi yang cepat dan dipercaya, misalnya voice, faximile
atau e-mail dengan konfirmasi tertulis sebagai tindak lanjutnya.
i. Meningkatkan peranan lembaga-lembaga internasional yang diakui di
bidang telekomunikasi dan teknologi informasi untuk melanjutkan
penyediaan di lingkungan sektor publik dan privat, standar bagi teknologi
komunikasi dan proses data yang aman dan dapat dipercaya.
j. Mengembangkan dan menggunakan standar forensik yang cocok untuk
mendapatkan dan membuktikan keaslian data elektronik yang digunakan
dalam rangka penyidikan.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional perlu mengikuti
kebijakan beberapa negara maju tersebut untuk melakukan pencegahan
cybercrime. Hal ini sudah mulai dilakukan sejak tahun 2002, misalnya melalui
kesepakatan antarnegara anggota ASEAN untuk mengimplementasikan ketentuan
Convention onCybercrime, yang di dalamnya juga mengatur tentang upaya
Pencegahan cybercrime dengan cara tanpa menggunakan pidana di
Indonesia dapat dilakukan dengan cara peningkatan kerjasama internasional, dan
meningkatkan pengelolaan dan pengamanan jaringan komputer.
1. Kerjasama Internasional (International Coorperation)
Convention on Cybercrime mengatur, bahwa kerjasama internasional
perlu dilakukan dalam rangka penaggulangan cybercrime, misalnya melalui
perjanjian ekstradisi, kerjasama dalam penentuan ukuran kejahatan (mutual
assistance in criminal matters), pemberian informasi secara spontan ,dan
pembentukan jaringan yang dikelola oleh tenaga-tenaga profesional dalam rangka
menjamin terselenggaranya bantuan secepatnya untuk investigasi dan peradilan
dalam rangka pengumpulan alat bukti elektronik. Bantuan-bantuan tersebut juga
meliputi pemberian fasilitas atau bantuan lain, sepanjang diizinkan oleh hukum
nasional masing-masing negara. Untuk itu juga perlu diatur tentang
pertanggungjawaban korporasi (corporate liability), baik dalam hukum pidana
maupun hukum perdata dan hukum administrasi. Hal ini diuraikan secara lengkap
dalam Bab III Convention onCybercrime tentang kerjasama internasional.
Hukum Pidana material, hukum pidana formil dan kerjasama dalam
pemberantasan cybercrime di Indonesia perlu ditingkatkan terus-menerus, karena
selama ini kerjasama antarnegara selalu terhambat dibandingkan dengan
kecepatan teknologi dan kecanggihan teknik kejahatan di dunia maya. Hanya
sedikit negara-negara yang mempunyai hukum yang memadai untuk
menyelesaikan masalah. Untuk memecahkan semuanya perlu peraturan
Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjadi
modal besar bagi penyelesaian cybercrime di Indonesia.
Dalam kaitanya dengan upaya penanggulangan cybercrime melalui
sarana non-penal, Muladi berpendapat sebagai berikut:
1. Perlu dirumuskan secara profesional penyusunan kode etik, code of
conduct and of practice tentang penggunaan teknologi informatika.
2. Perlu kerja sama antarsemua pihak yang terkait termasuk kalangan
industri untuk mengembangkan preventive technology menghadapi
cybercrime. Sebagai contoh adalah pengembangan cyber patroll
software yang dapat digunakan oleh Internet Service Provider (ISP)
atau Internet Content Provider (ICP) untuk menayring atau memblok
akses ke situs tertentu secara otomatis apabila situs tersebut telah
masuk dalam blacklist. hal ini didasarkan fakta bahwa internet
memang bukan merupakan jaringan yang aman.
C. Upaya Represif
Upaya represif dilakukan setelah terjadinya peristiwa pidana, yaitu upaya
penegakan hukum terhadap mereka yang terlibat dalam tindak pidana kejahatan.
Seseorang yang telah melakukan tindak pidana akan menjalani proses
pemeriksaan yang akhirnya akan menerima vonis dari hakim yang apabila terbukti
bersalah akan dijatuhi hukuman dengan mengasingkanya dari lingkungan
masyarakat ke suatu tempat yang disebut Lembaga Pemasyarakatan. Pemberian
kejahtan agar tidak campur dengan lingkungan masyarakat guna melindungi
ketentrataman masyarakat. Jadi hukuman berupa pidana adalah sesuatu yang
harus ada sebagai konsekuensi logis dilakukanya kejahatan karena sudah barang
tentu setiap kejatan harus dijatuhi hukuman.
Dengan demikian dijatuhkanya hukuman berupa pidana adalah
merupakan maksud daripada usaha penaggulangan kejahatan dengan cara represif.
Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan
(treatment) dan penghukuman (punishment). Lebih jelasnya uraiannya sebagai
berikut ini :28
1. Perlakuan (treatment)
Dalam penggolongan perlakuan, penulis tidak membicarakan perlakuan
yang pasti terhadap pelanggar hukum, tetapi lebih menitikberatkan pada berbagai
kemungkinan dan bermacam-macam bentuk perlakuan terhadap pelanggar hukum
sesuai dengan akibat yang ditimbulkannya.
Perlakuan berdasarkan penerapan hukum, yang membedakan dari segi
jenjang berat dan ringannya suatu perlakuan, yaitu :
a. Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana, artinya
perlakuan yang paling ringan diberikan kepada orang yang belum telanjur
melakukan kejahatan. Dalam perlakuan ini, suatu penyimpangan dianggap belum
begitu berbahaya sebagai usaha pencegahan.
2
b. Perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung, artinya
tidak berdasarkan putusan yang menyatakan suatu hukum terhadap si pelaku
kejahatan.
Adapun yang diharapkan dari penerapan perlakuan-perlakuan ini ialah
tanggapan baik dari pelanggar hukum terhadap perlakuan yang diterimanya.
Perlakuan ini dititikberatkan pada usaha pelaku kejahatan agar dapat kembali
sadar akan kekeliruannya dan kesalahannya, dan dapat kembali bergaul di dalam
masyarakat seperti sedia kala.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perlakuan ini mengandung dua tujuan
pokok, yaitu sebagai upaya pencegahan dan penyadaran terhadap pelaku
kejahatan agar tidak melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi dimaksudkan agar si
pelaku kejahatan ini di kemudian hari tidak lagi melakukan pelanggaran hukum,
baik dari pelanggaran-pelanggaran yang mungkin lebih besar merugikan
masyarakat dan pemerintah.
2. Penghukuman (punishment)
Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan
perlakuan (treatment), mungkin karena kronisnya atau terlalu beratnya kesalahan
yang telah dilakukan, maka perlu diberikan penghukuman yang sesuai dengan
perundang-undangan dalam hukum pidana.
Oleh karena Indonesia sudah menganut sistem pemasyarakatan, bukan
lagi sistem kepenjaraan yang penuh dengan penderitaan, maka dengan sistem
yang semaksimal mungkin (bukan pembalasan) dengan berorientasi pada
pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.
Seiring dengan tujuan dari pidana penjara sekarang, Sahardjo
menyatakan bahwa tujuan dari pemasyarakatan yang mengandung makna bahwa
tidak hanya masyarakat yang diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh
terpidana, tetapi juga orang-orang yang menurut Sahardjo telah tersesat diayomi
oleh pohon beringin dan diberikan bekal hidup sehingga menjadi kaula yang
berfaedah di dalam masyarakat Indonesia.29
Upaya reformatif ini meliputi antara lain :
D. Upaya Reformatif
Upaya reformatif adalah bentuk usaha untuk merubah kembali seseorang
yang telah melakukan kejahatan dan kejahatan itu tidak akan terulang kembali
apabila dia telah kembali ke masyarakat, upaya reformatif atau pembinaan
terhadap narapidana ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya peran serta
langsung dari masyarakat untuk menerima kembali bekas narapidana tersebut
dalam lingkunganya seperti masyarakat lainya serta memberi kesempatan bagi
mereka untuk menjadi manusia yang lebih berguna dalam menjalani kehidupanya.
30
a. Pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan sesuai dengan konsep lembaga,
bahwa istilah hukuman penjara telah tergeser titik beratnya kepada
pembinaan. Maka dalam lembaga pemasyarakatan perlu kegiatan
29
Loc.Cit.
30
i. Pembinaan ketrampilan;
ii. Pembinaan agama dan moral;
iii. Pembinaan mental dan spiritual;
b. Pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan :
i. Belajar di tempat latihan kerja milik industri atau dinas lain (Balai
Latihan Kerja);
ii. Mengadakan pengawasan secara terpadu terhadap perkembangan jiwa
ataupun tingkah laku dari pelaku khususnya yang oleh kelainan jiwa;
iii. Beribadah dengan sembahyang di Mesjid, Gereja untuk meningkatkan
tumbuh kembang iman pelaku.
iv. Mengaktifkan para pelaku dengan berbagai bidang kegiatan seperti
olahraga dan seni yang bertujuan untuk membebaskan pelaku dari derita
batin yang menghantui pikiranya pikiranya sebagai akibat dari
perbuatanya.
Selain upaya-upaya penanggulangan yang telah di sebutkan diatas, untuk
tercapainya hal-hal di atas bukanlah mudah dan bukan pula hanya tanggungjawab
petugas semata, melainkan adalah tanggungjawab semua pihak termasuk penulis
CONTOH KASUS KEJAHATAN INTERNET DAN ANALISISNYA
A.Posisi Kasus
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Wonogiri No:76/Pid.B/2012/PN.Wng
yang mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan
pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara
terdakwa:
Nama : DODI RUDIA ATMA Bin GITO
Tempat lahir : Wonogiri
Umur/Tanggal lahir : 21/25 Mei 1993
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarnegaraan : Indonesia
Tempat Tinggal : Tukluk Rt. 02/Rw. 15 Desa Kerjolor Kecamatan
Ngadijoro Kabupaten Wonogiri.
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Bahwa Ia terdakwa DODI RUDIA ATMA Bin GITO pada hari Sabtu tanggal 25
Februari 21012 bertempat di Jalan Manyar Bauresan Rt.03, Rw.01, Kelurahan
Giritirto, kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri atau setidak-tidaknya
ditempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Wonogiri
yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan
kebohongan, menggerakan orang lain yaitu saksi Feri Eko Santoso untuk
menyerahkan barang sesuatu berupa SPM Yamaha Vixion Nopol AD 6074 JP
kepadanya atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, dan
perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :---
-Awalnya Terdakwa membuat akun jejaring sosial Facebook dengan nama Tasya
Nur Anisa jenis kelamin perempuan dan dengan profile seorang wanita,
selanjutnya pada hari Rabu tanggal 22 februari 2012 Terdakwa mencari-cari nama
di akun facebook dengan nama VIXION kemudian diantaranya muncul nama
EKO VIXION (nama facebook saksi Feri Eko santoso) dan Terdakwa dengan
menggunakan nama Tasya lewat jejaring sosial Facebook tersebut kemudian
meminta pertemanan dengan EKO VIXION yang kemudian disetujui oleh saksi
EKO, selanjutnya antara Terdakwa yang menggunakan nama “Tasya” sering
berhubungan lewat Facebook dengan saksi EKO dan kemudian saling tukar
nomor HP dan mreka kemudian sering komunikasi lewat SMS, selanjutnya pada
hari Sabtu pagi tanggal 25 Februari 2012 Terdakwa yang menggunakan nama
“TASYA” yang mengaku beralamat di Pencil Wonogiri janjian untuk ketemuan
dengan saksi EKO di depan mesjid Gudangseng Wonogiri janjian untuk ketemuan
dengan saksi EKO di sms oleh Terdakwa yang mengaku sebagai kakak dari
“TASYA” menanyakan apakah saksi EKO jadi atau tidak akan ketmuan dengan
adiknya yang bernama Tasya kalau jadi akan ditunggu di lampu merah
Gudangseng dan saksi EKO mengatakan jadi, selanjutnya sekitar pukul 12.00
WIB saksi Eko ditemani saksi Agung Setyawan menunggu Tasya di toko pakan
Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri dan tidak berapa lama kemudian
Terdakwa datang dan mengaku sebagai kakak dari “TASYA” dan merekapun
ngobrol-ngobrol sambil menunggu kedatangan Tasya, selanjutnya sekitar pukul
13.00 WIB Terdakwa meminjam sepeda motor Merk Yamaha Vixion Nopol AD
6074 JP milik saksi EKO dengan alasan akan menjemput pacar terdakwa di Pasar
Wonogiri dan Terdakwa meminta kepada saksi EKO untuk tetap menunggu
“TASYA” ditempat tersebut, selanjutnya Terdakwa tidak datang-datang kembali
padahal jarak pasar dan tempat menunggu cukup dekat dan saat dihubungi lewat
HP “TASYA” ataupun HP terdakwa tidak aktif, dan saksi kemudian selalu
menghubungi nomor Terdakwa dan kemudian dijawab melalui SMS bahwa motor
saksi ditangkap/ kena tilang di pasar Wonogiri setelah di cek tidak ada dan
Terdakwa kemudian mengatakan motor ada di Lantas Wonogiri dan Kemudian di
cek di lantas juga tidak ada hingga kemdian pada hari Senin tanggal 27 februari
2012 disepakati untuk ketemuan dan akan mengambil motor yang ternyata
Terdakwa datang tidak membawa motor saksi EKO sehingga terdakwa kmudian
ditangkap oleh saksi EKO dan teman-temanya kemudian diserahkan kepada pihak
yang berwajib untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya, dan akibat
perbuatan Terdakwa tersebut saksi Mama Belgi menderita kerugian sebesar Rp
15.500.000,00 (lima belas juta lima ratus ribu rupiah).
---Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378
ATAU KEDUA:
Bahwa ia terdakwa DODI RUDIA ATMA Bin GITO pada hari Sabtu tanggal 25
Februari 2012 sekira pukul 13.00 WIB. Atau pada waktu lain dalam bulan
februari 2012 sekitar pukul 13.00 WIB atau pada waktu lain yang masih termasuk
daerah hukum Pengadilan Negeri Wonogiri yang berwenang memeriksa dan
mengadili perkara ini, dengan sengaja atau melawan hukum mengaku sebagai
milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan, dan
perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :
-Awalnya Terdakwa membuat akun jejaring sosial Facebook dengan nama Tasya
Nur Anisa jenis kelamin perempuan dan dengan gambar profile seorang wanita,
selanjutnya pada hari Rabu tanggal 22 februari 2012 terdakwa mencari-cari nama
di akun facbook dengan nama VIXION kemudian diantaranya muncul nama EKO
VIXION (nama facebook saksi Feri Eko Santoso) dan Terdakwa dengan
menggunakan nama Tasya lewat jejaring sosial Facebook tersebut kemudian
meminta pertemanan dengan EKO VIXION yang kemudian disetujui oleh saksi
EKO, selanjutnya antara Terdakwa yang menggunakan nama Tasya sering
berhubungan lewat Facebook dengan saksi EKO dan mereka kemudian saling
tukar nomor HP dan mereka kemudian sering komunikasi lewat SMS, selanjutnya
pada hari Sabtu pagi tanggal 25 februari 2012 Terdakwa (Tasya) yang mengku
beralamat di Pencil Wonogiri janjian untuk ketemuan dengan saksi EKO di depan
mesjid Gudanseng Wonogiri dan sekitar pukul 10.30 saksi EKO di sms oleh
EKO jadi atau tidak akan ketemuan dengan adiknya yang bernama Tasya kalau
jadi akan ditunggu di lampu merah Gudanseng dan saksi EKO mengatakan jadi,
selanjutnyasekitar pukul 12.00 WIB saksi Eko ditemani saksi Agung Setyawan
menunggu Tasya di toko pakan burung di Jalan Manyar 1 Rt.03, Rw.01 Baresan
Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri dan tidak berapa
lama kemudian terdakwa datang dan mengaku sebagai kakak dari Tasya dan
merekapun ngobrol-ngobrol sambil menunggu kedatangan Tasya, selanjutnya
sekitar pukul 13.00 WIB Terdakwa meminjam sepeda motor Merk Yamaha Nopol
AD 6074 JP milik saksi EKO dengan alasan akan menjemput pacar terdakwa di
Pasar Wonogiri dan Terdakwa meminta kepada saksi EKO untuk tetap menunggu
“Tasya” ditempat tersebut selanjutnya Terdakwa tidak datang-datang kembali dan
saat dihubungi lewat HP “Tasya” ataupun HP terdakwa tidak aktif, dan saksi
kemudian selalu menghubungi nomor Terdakwa dan dijawab melalui SMS bahwa
motor saksi ditangkap / kena tilang di pasar Wonogiri dan kemudian di cek juga
tidak ada hingga kemudian pada hari Senin tanggal 27 februari 2012 disepakati
untuk ketemuan dan akan mengambil motor ternyata Terdakwa datang tidak
membawa motor saksi EKO sehingga terdakwa kemudian ditangkap oleh saksi
EKO dan teman-temanya kemudian diserahkan kepada pihak yang berwajib untuk
mempertanggung jawabkan perbuatanya, dan akibat perbuatan Terdakwa tersebut
saksi Mama Belgi menderita kerugian sebesar Rp 15.500.000,00 (lima belas juta
lima ratus ribu rupiah)---Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan
Menimbang, bahwa atas dakwaan tersebut, terdakwa menyatakan telah mengerti
isi dan maksudnya dan terdakwa tidak mengajukan keberatan (eksepsi);
Menimbang, bahwa dalam upaya membuktikan dakwaanya Penuntut Umum di
persidangan telah menghadirkan dan menghadapkan saksi kepersidangan dan
telah memberikan keteranganya dibawah sumpah masing-masing yaitu :
1. Feri Eko Santoso
2. Agung Setiawan
3. Marwanto
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah
fakta-fakta hukum yang diperoleh dapat diterapkan kedalam perbuatan terdakwa,
maka selanjutnya dakwaan Jaksa Penuntut Umum akan dibuktikan ;
Menimbang,bahwa terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan
dakwaan berbentuk Alternatif yaitu melanggar Pasal 378 KUHP atau kedua Pasal
372 KUHP;
Menimbang, bahwa setelah mencermati fakta-fakta yang diperoleh di
persidangan,
Majelis Hakim berpendapat dakwaan yang paling tepat dan sesuai yang dilakukan
oleh terdakwa adalah dakwaan Kesatu yaitu melanggar Pasal 378 KUHP, yang
unsur-unsurnya terdiri dari :
1. Barang Siapa ;
2. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
Menggunakan nama palsu, atau keadaan palsu dengan akal dan tipu muslihat
maupun dengan rangkaian kata-kata bohong membujuk orang supaya memberikan
sesuatu barang, membuat hutang atau menghapus piutang;
Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut, Majelis Hakim akan
mempertimbangkanya sebagai berikut :
Ad. 1. Barang siapa ;
Menimbang bahwa yang dimaksud dengan “Barang Siapa” adalah setiap orang
atau siapa saja baik secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama atau badan
hukum yang merupakan subyek hukum yang dihadapkan dan didakwa kedepan
persidangan karena diduga telah melakukan perbuatan pidana;
Menimbang,bahwa dari fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan
ternyata bahwa subyek hukum yang dihadapkan dan di dakwa telah melakuakn
suatu tindak pidana tersebut, adalah subyek hukum yang identitasnya diuraikan
didalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum;
Menimbang,bahwa selama pemeriksaan berlangsung terdakwa DODI RUDIA
ATMA Bin GITO adalah subyek hukum yang dipandang cakap dan mampu untuk
mempertanggyngjawabkan akibat dari perbuatan yang didakwakan kepadanya
menurut hukum pidana karena terdakwa sehat jasmani dan rohani;
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “Barang Siapa” dinyatakan telah
Ad. 2. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak;
Menimbang bahwa yang dimaksud dengan “menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hak” adalah adanya suatu perbuatan yang aktif yang
dilakukan oleh pelaku dengan tidak didasarkan pada haknya melainkan dengan
melanggar hak orang lain dan bertentangan dengan aturan hukum dengan
kesengajaan melakukan perbuatan yang bertujuan memberikan kerugian bagi
korban;
Menimbang bahwa dari fakta-fakta hukum yang diperoleh dipersidangan
menerangkan bahwa perbuatan terdakwa yang dengan sengaja mengaku dengan
mengaku sebagai kakak “Tasya” teman facebook saksi Feri Eko Santoso yang
kemudian janjian ketemuan pada hari sabtu. Tanggal 25 februari 2012 sekira
pukul 13.00 WIB. Bertempat di jalan Manyar Bauresan RT.03 RW.01, Kelurahan
Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri dan setelah ketemuan
terdakwa telah meminjam sepeda motor Yamaha Vixion Nopol AD 6074 JP
kepada saksi saksi Feri Eko;
Menimbang, bahwa terdakwa hanya berpura-pura pinjam karena sebenarnya
Terdakwa mempunyai maksud untuk memiliki sepeda motor Yamah Vixion milik
saksi Feri Eko Santoso;
Menimbang, bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut saksi Mama Belgi
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “Dengan maksud hendak
menguntungkan diri sendiri sendiri atau orang lain dengan melawan hak” telah
terepenuhi oleh terdakwa;
Ad. 3. Menggunakan nama palsu, atau keadaan palsu dengan akal dan tipu
muslihat maupun dengan rangkaian kata-kata bohong membujuk orang supaya
memberikan sesuatu barang, membuat hutang atau menghapus piutang;
Menimbang, bahwa apabila dalam suatu unsur terdapat beberapa elemen unsur
maka apabila salah satu elemen unsur sudah dapat dibuktikan,terhadap elemen
unsur yang lain tidak harus dibuktikan seluruhnya;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “membujuk orang lain” adalah
melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang lain sehingga orang itu
menurutinya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang
sebenarnya ia tidak akan berbuat demikian untuk itu;
Menimbang,bahwa dari fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan
dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta barang bukti
menerangkan bahwa awalnya terdakwa membuat akun jejaring sosial Facebook
dengan nama Tasya Nur Anisa jenis kelamin perempuan dan dengan gambar
profile seorang wanita, selanjutnta pada hari Rabu, tanggal 22 februari 2012
terdakwa mencari-cari nama di akun facebook dengan nama VIXION kemudian
diantaranya muncul nama EKO VIXION (nama facebook saksi Feri Eko Santoso)
dan terdakwa dengan mengunakan nama Tasya lewat jejaring sosial Facebook
tersebut kemudian meminta pertemanan dengan EKO VIXION yang kemudian
Menimbang,bahwa selanjutnya antara Terdakwa yang menggunakan nama
“TASYA” sering berhubungan lewat Facebook dengan saksi EKO dan mereka
kemudian saling tukar nomor HP dan mereka kemudian sering komunikasi lewat
SMS;
Menimbang bahwa selanjutnya pada hari Sabtu pagi< tanggal 25 februari 2012
Terdakwa yang menggunakan nama “TASYA” yang mengaku beralamat di pencil
Wonogiri janjian untuk ketemuan dengan saksi Eko di depan mesjid Gudang seng
dan saksi Eko mengatakan jadi;
Menimbang, bahwa selanjutnya sekitar pukul 12.00 WIB saksi Eko ditemani saksi
Agung Setyawan menunggu Tasya di toko pakan burung di Jalan Manyar 1 RT.
03, RW. 01 Bauresan Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten
Wonogiri dan tidak berapa lama kemudian Terdakwa datang dan mengaku
sebagai kakak dari “TASYA” dan merekapun ngobrol-ngobrol sambil menunggu
kedatangan Tasya;
Menimbang, bahwa kemudian Terdakwa tidak datang-datang kembali padahal
jarak pasar dan tempat menunggu cukup dekat dan saat dihubungi lewat HP
“TASYA” ataupun HP terdakwa tidak aktif, dan saksi kemudian selalu
menghubungi nomor Terdakwa dan kemudian dijawab melalui SMS bahwa motor
saksi ditangkap/kena tilang di pasar Wonogiri setlah di cek tidak ada dan
Terdakwa kemudian mengatakan motor ada di Lantas Wonogiri dan kemudian di
cek di Lantas juga tidak ada hingga;
Menimbang, bahwa kemudian pada hari senin, tanggal 27 Februari 2012
datang tidak membawa motor saksi EKO sehingga terdakwa kemudian ditangkap
oelh saksi EKO dan teman-temanya;
Menimbang, bahwa kemudian diserahkan kepada pihak yang berwajib untuk
mempertanggung jawabkan perbuatanya, dan akibat perbuatan Terdakwa tersebut
saksi Mama Belgi menderita kerugian sebesar Rp 15.500.000,00 (lima belas juta
ratus ribu rupiah);
Menimbang,bahwa dengan demikian unsur “Dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat, atapun rangkaian kebohongan,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau
supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang” dinyatakan telah
terpenuhi oleh perbuatan terdakwa;
Menimbang, bahwa oleh karena seluruh unsur-unsur dakwaan Kesatu telah
terpenuhi maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara
sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam
dakwaan Kesatu Jaksa Penuntut Umum tersebut dan karenanya terdakwa harus
dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatanya sebagaimana ditentukan dalam
amar putusan ini (Pasal 193 KUHAP);
Menimbang, bahwa dikaitkan dengan tujuan pemidanaan yang bukan semata-mata
sebagai pembalasan atas perbuatan terdakwa melainkan bertujuan untuk membina
dan mendidik agar terdakwa menyadari dan menginflasi kesalahanya sehingga
menjadi anggota masyarakat yang baik dikemudian hari;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa telah dinyatakan terbukti secara sah dan
huruf “i” dan Pasal 222 ayat (1) KUHAP,maka terdakwa harus dibebani
membayar biaya perkara yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam amar
putusan ini;
Menimbang, bahwa mengenai barang bukti akan ditentukan statusnya dalam amar
putusan ini;
B.Pertimbangan Hukum
Berdasarkan fakta-fakta yang ada, maka dengan demikian perbuatan terdakwa
telah memenuhi unsur-unsur pasal yang di dakwakan oleh jaksa yaitu:
i. Adanya keterangan saksi.
ii. Adanya keterangan terdakwa.
iii. Menetapkan barang bukti berupa kendaraan bermotor merk Yamaha
Vixion Nopol AD 6074 JP warna biru, dikembalikan kepada saksi Feri
Eko Santoso.
Hal-hal yang memberatkan:
i. Perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat.
ii. Terdakwa sudah pernah dihukum.
Hal-hal yang meringankan:
i. Terdakwa mengaku bersalah dan menyesali perbuatanya.
Putusan Hakim:
Setelah mendengar keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, tuntutan
Jaksa Penuntut Umum dan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan
terbukti bersalah dan menyakinkan telah melakukan kejahatan seperti yang
didakwakan kepadanya oleh jaksa penuntut umum yang melanggar pasal 378
KUHPidana yaitu .
1. Melakukan penipuan dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang,
diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun
Oleh karena itu menghukum terdakwa dengan hukuman penjara 1 tahun
dengan membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus
rupiah)
C. Analisis Kasus
Setelah membaca isi putusan Pengadilan Negeri Wonogiri No:
76/Pid.B/2012/PN. Wng, yang dikeluarkan melalui proses pengadilan pada hari
Senin, tanggal 25 Juni 2012, maka penulis turut membenarkan bahwa terdakwa
DODI RUDIA ATMA telah melakukan tindak pidana penipuan.
Terdakwa melakukan tindak pidana penipuan yang diatur dalam pasal
378 KUHP sebagaimana pertimbangan hakim karena pelaku melakukan suatu
perbuatan melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan dengan membuat akun palsu
di jejaring sosial Facebook dengan:
1. Tipu muslihat
3. Nama palsu
Maka demikian unsur dalam pasal 378: dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau
supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang” dinyatakan telah
terpenuhi oleh perbuatan terdakwa.
Yang dimaksud tipu muslihat merupakan perbuatan yang menyesatkan
yang dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang
keliru dan memaksa orang untuk menerimanya.31
Terdakwa Dodi Rudia Atma membuat akun palsu di jejaring sosial
Facebook yang telah dipercayai oleh korban Feri Eko Santoso. Maka selanjutnya
Terdakwa yang memakai akun palsu yang bernama “TASYA” sering
berhubungan lewat Facebook dengan korban Feri Eko Santoso dan kemudian
mereka saling tukar nomor HP dan mereka kemudian sering saling komunikasi
lewat SMS, selanjutnya terdakwa yang mengaku beralamat di Pencil Wonogiri
janjian untuk ketemuan dengan korban Feri Eko Santoso di depan mesjid Gudang
Seng Wonogiri dan kemudian terdakwa yang mengaku sebagai kakaknya
“TASYA” menanyakan kepada korban Feri Eko Santoso jadi atau tidak untuk
bertemu dengan adiknya lalu korban mengatakan jadi, lalu korban datang dengan
ditemani Agung Setyawan ditempat yang telah ditentukan tidak berapa lama
kemudian Terdakwa datang dan mengaku sebagai kakak “TASYA” dan mereka
pun mengobrol-ngobrol. Kemudian terdakwa meminjam sepeda motor Merk
31
Yamaha Vixion AD 6074 milik korban dengan alasan menjemput pacarnya
sedangkan korban menunggu ditempat tersebut, namun selanjutnya terdakwa tidak
datang-datang.
Terdakwa telah melakukan rangkaian kebohongan dimana kebohongan
yang satu ditutupi dengan kebohongan yang lain mulai disadari oleh korban
setelah sepeda motor yang dipinjam oleh terdakwa tak kunjung dikembalikan oleh
terdakwa. Terdapat rangkaian kebohongan, dimana kebohongan memiliki
hubungan dengan kebohongan yang lainnya yang dilakukan oleh terdakwa,
sehingga menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu
kebenaran.
Kasus ini diklasifikasikan sebagai kasus kejahatan internet karena
terdakwa menggunakan media internet yaitu jejaring sosial Facebook dalam
melakukan aksinya. Tindak pidana penipuan bukan hal baru sebagai kejahatan
yang sering terjadi di masyarakat. Namun, modus penipuan yang dilakukan
terdakwa adalah dengan menggunakan media interenet yaitu dengan mengunakan
jejaring sosial Facebook dengan cara mengadakan hubungan dengan korbanya
menggunakan akun palsu dimana korban tertipu dengan akun palsu yang di buat
terdakwa.
Penipuan secara online pada prinsipnya sama dengan penipuan
konvensional, yang membedakan hanya pada sarana perbuatannya yakni
menggunakan sistem elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi).
sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).32
Dalam putusan kasus ini, putusannya tidak hanya bersifat fakultatif,
namun juga limitatif, karena dalam putusan ini tidak hanya diberikan sanksi
berupa hukuman penjara selama 1 (satu) tahun kepada terdakwa, tetapi juga
pengembalian barang bukti berupa kendaraan bermotor Merk Yamaha Vixion
Nomor Polisi AD 6074 JP warna biru kepada korban.
32
www.hukumonline.com/klinik/detail/cara-penyidik-melacak-pelaku-penipuan-dalam-PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Pengaturan hukum yang mengatur perlindungan terhadap korban kejahatan
internet diatur dalam KUHP yakni pada pasal 362 KUHP, 378 KUHP, 335
KUHP, 311 KUHP, 303 KUHP, 282 KUHP, 406 KUHP dan Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal
5, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34,
pasal 35, pasal 36, pasal 38, pasal 39, pasal 40, pasal 41, pasal 42, pasal 43,
pasal 44, pasal 45, pasal 52, pasal 53, pasal 54, serta dalam Undang-Undang
No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pada pasal 72 ayat (3), Undang-Undang
No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi pada pasal 22, Undang-Undang
No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Undang-Undang No 25
Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 15 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang pada pasal 2 ayat 1 huruf q, pasal 38 huruf b,
Undang-Undang No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme pada
pasal 27 huruf b
2. Penyebab kejahatan internet di sebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Akses Internet Yang Tidak Terbatas
b. Faktor Kelalaian Pengguna Komputer
c. Faktor Sistem Keamanan Jaringan Yang Lemah
d. Faktor Lingkungan
3. Upaya-upaya dalam penanggulangan korban kejahatan internet adalah:
a. Upaya Pre-entif, salah satunya dengan cara melakukan pengamanan
sistem yang kuat.
b. Upaya Preventif, yakni dengan melaksanakan kebijakan sosial,
perencanaan dan pengembangan kesehatan mental masyarakat, perbaikan
kesehatan mental secara nasional, upaya menciptakan kesejahteraan sosial
dan kesejahteraan anak-anak serta penerapan hukum administrasi dan
hukum perdata.
c. Upaya Represif dilakukan dengan 2 cara yakni:
1. Perlakuan (treatment), dengan tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana
dan dengan menerapkan sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung.
2. Penghukuman (punishment) dilakukan dengan memberi penghukuman
yang sesuai dengan perundang-undangan dalam hukum pidana.
d. Upaya Reformatif
Dengan melakukan pembinaan dan melibatkan peran serta masyarakat
untuk menerima kembali bekas narapidana tersebut dalam lingkunganya
dan memberi kesempatan bagi mereka untuk menjadi manusia yang lebih
berguna dalam menjalani kehidupanya.
B. Saran
1. Berkaitan dengan upaya memerangi cybercrime, pemerintah Indonesia perlu
terus meningkatkan kerjasama antarnegara dan antar-pemegang peran (stake
perkembangan teknologi informasi, baik melalui kerjasama bilateral maupun
multirateral, misalnya melalui pelatihan para penegak hukum dengan
kepolisian Negara Australia dan Federal Berau Investigation (FBI) Amerika
Serikat, dan kepolisian negara-negara sahabat lainya sebagaimana dilakukan
saat ini.
2. Indonesia membutuhkan Badan Penyelidikan Khusus yang mengungkap
kejahatan melalui media internet karena aparat penegak hukum yang akan
memeriksa pelaku kejahatan ini haruslah menguasai kegiatan dalam media
internet itu sendiri.
3. Pemerintah harus mengkaji ulang proses dalam pembentukan Undang-undang
dan peraturan khususnya mengenai cybercrime agar fleksibel karena
menyangkut perubahan teknologi yang sangat cepat berubah sehingga dapat
Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku
masyarakat dan peradaban manusia secara global. Selain itu, perkembangan
teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa
batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan
berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang
bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi arena efektif
perbuatan melawan hukum.10
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan
Hukum Cyber, yang diambil dari kata cyber law adalah istilah hukum yang
terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum
dunia maya (virtual world law) dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut
lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi
berbaris virtual. Istilah hukum cyber digunakan dalam tulisan ini dilandasi
pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan dunia maya
10
http://www.setkab.go.id/artikel-6249-upaya-pemerintah-melawan-cybercrime.html diakses pada 22 juli 2014.
akan cukup
menghadapi persoalan jika harus membuktikan suatu persoalan yang
Melihat fakta hukum sebagaimana yang ada pada saat ini, dampak
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah disalahgunakan
sebagai sarana kejahatan ini menjadi teramat penting untuk diantisipasi bagaimana
kebijakan hukumnya, sehingga cyber crime yang terjadi dapat dilakukan upaya
penanggulangannya dengan hukum pidana, termasuk dalam hal ini adalah
mengenai sistem pembuktiannya. Dikatakan teramat penting karena dalam
penegakan hukum pidana dasar pembenaran seseorang dapat dikatakan bersalah
atau tidak melakukan tindak pidana, di samping perbuatannya dapat dipersalahkan
atas kekuatan undang-undang yang telah ada sebelumnya (asas legalitas), juga
perbuatan yang didukung oleh kekuatan bukti yang sah dan kepadanya dapat
dipertanggungjawabkan (unsur kesalahan). Pemikiran demikian telah sesuai
dengan penerapan asas legalitas dalam hukum pidana (KUHP) kita, yakni
sebagaimana dirumuskan secara tegas dalam Pasal I ayat (1) KUHP nullum
delictum nulla poena sine praevia lege poenali
Bertolak dari dasar pembenaran sebagaimana diuraikan di atas, bila
dikaitkan dengan cybercrime
atau dalam istilah lain dapat
dikenal dengan tiada pidana tanpa kesalahan.
,
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat internet,
undang-undang yang diharapkan (
maka unsur membuktikan dengan kekuatan alat
bukti yang sah dalam hukum acara pidana merupakan masalah yang tidak kalah
pentingnya untuk diantisipasi di samping unsur kesalahan dan adanya perbuatan
pidana.
ius konstituendum) adalah perangkat hukum
termasuk dampak negatif penyalahgunaan internet dengan berbagai motivasi yang
dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat
ini, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus atau cyber law yang
mengatur mengenai cybercrime. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang
berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk
kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:11
A. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kebijakan hukum pidana adalah penerapan hukum pidana untuk
menangulangi kejahatan pengertian kebijakan hukum pidana sama dengan
kebijakan penal (penal policy), sehingga pengertian kebijakan hukum pidana
terhadap cybercrime adalah penerapan hukum pidana untuk menanggulangi
cybercrime.
Berikut ini penjelasan secara hukum kejahatan cybercrime:
1. Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding.
Untuk menangani kasus carding diterapkan pasal 362 KUHP yang
dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik
orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang
diambil dengan menggunakan software setelah card generator di internet untuk
melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang
11
Balianzahab.wordpress.com/artikel/penegakan-hukum-positif-di-indonesia-terhadap-dikrimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata
ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.12
2. Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
Penipuan secara online pada prinsipnya sama dengan penipuan
konvensional, yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni
menggunakan sistem elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi).
Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama
sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).13
3. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan
yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa
korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini
adalah Pasal 378 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan
rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu
benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
Akhirnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 335 ayat
(1)
12
http://kelompokcarding.blogspot.com/2012/11/undang-undang-dan-cara-pencegahan-html, diakses pada 8 Juli 2014.
13
www.hukumonline.com/klinik/detail/cara-penyidik-melacak-pelaku-penipuan-dalam-jual-beli-online, diakses pada 8 Juli 2014.
menyenangkan dan Pasal 21 ayat (4)
Sehingga Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP selengkapnya
berbunyi,
tentang KUHAP. MK
membatalkan frasa perbuatan tidak menyenangkan dalam Pasal 335 KUHP, tetapi
MK tak membatalkan Pasal 335 ayat (1) KUHP dan Pasal 21 ayat (4) KUHAP
sebagai pasal yang bisa dilakukan penahanan.
MK menyatakan bahwa frasa, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan
yang tak menyenangkan dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua
MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 1/PUU-XI/2013 di
ruang sidang MK.
“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai
kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu
sendiri maupun orang lain.”14
4. Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan
menggunakan media internet, modusnya adalah pelaku menyebarkan email
kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau
mengirimkan email ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita
tersebut.
5. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang
dilakukan secara online di internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
14