• Tidak ada hasil yang ditemukan

Obet Eka Ciptadi BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Obet Eka Ciptadi BAB I"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan umumnya dikatakan sebagai proses atau hasil dari krida, cipta, rasa, dan karsa manusia dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya. Alam ini di samping memberikan fasilitas yang indah, juga mendatangkan tantangan yang harus diatasi (Simuh, 2013: 1).

Kemampuan otak manusia untuk membentuk gagasan-gagasan dan konsep-konsep menjadikan mampu membayangkan dirinya sendiri terlepas dari lingkungannya. Hal inilah yang menjadi dasar dari kesadaran akan identitas dan kepribadian dirinya. Akal manusia memiliki kemampuan untuk membayangkan peristiwa-peristiwa yang mungkin menimpa dirinya, baik yang membahagiakan maupun yang dapat membawa kesengsaraan. Sesuatu hal yang paling ditakuti manusia adalah apa yang pasti akan dialaminya, yaitu saat manusia menghadapi maut, yang kemudian merupakan salah satu sebab timbulnya religi (Koentjaraningrat, 1996: 69). Pada pokoknya religi adalah penyerahan diri manusia kepada Tuhan sebagai penyelamat sejati manusia. Dengan kekuatannya sendiri, manusia tidak mampu untuk memperoleh keselamatan dan karena-Nya manusia menyerahkan dirinya ( Driyarkara, 1977: 31)

(2)
(3)

makanan,alatmusik,dansenjata(Endraswara, 2009 : 29).

Dalam perkembangan zaman yang semakin modern, upacara tradisional sebagai wahana budaya leluhur bisa dikatakan masih memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.Upacara tradisional yang memiliki makna filosofis sampai sekarang masih dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat tersebut bahkan takut jika tidak melaksanakan upacara tradisional akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.Dalam sejarah perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada.Oleh karena itu, corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang bermacam-macam. Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda. Hal ini dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan yang lain berbeda.Kebudayaan sebagai cara berpikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam ruang dan waktu.Salah satu budaya yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen. Kebudayaan selalu menyajikan sesuatu yang khas dan unik, karena pada umumnya diartikan sebagai proses atau hasil karya, cipta, rasa, dan karsa manusia dalam menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekitarnya(Muhammad Dawami, 2002: 22).

(4)

padanya dan keturunannya. Mereka percaya bahwa tidak semua usaha manusia dapat berjalan lancar, terkadang menemui tantangan dan hambatan yang sulit dipecahkan. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan akal dan sistem pengetahuan manusia, sehingga masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan mulai dipecahkan secara religi. Ada caraatau mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupanyang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan. Mematuhi norma serta menjunjung tinggi nilai-nilai itu penting bagi warga masyarakat demi kelestarian hidup masyarakat(Purwadi,2005:1).

Didesa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, masih sangat melestarikan tradisi atau adatistiadat leluhur.Di desa Karangbenda ini terdapat beberapa kelompok penganut agama dan kepercayaan yang saling hidup rukun, berdampingan, dan damai.Agama dan kepercayaan yang ada di desa Karangbenda ini adalah Islam, kejawen, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha serta kepercayaan. Pelaksanaan adat istiadat leluhur atau tradisi leluhur yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal. Bahkan masyarakat desa Karangbenda juga sangat toleransi terhadap masyarakat dari luar baik dari desa lain maupun dari masyarakat kabupaten lain, yang akan melaksanakan ritual di Gunung Selok. Berdasarkan fakta tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik penelitian dengan judul Pelaksanaan Adat Istiadat Leluhur atau Tradisi Leluhur Sebagai Wujud Nilai-Nilai Kearifan Lokal di Desa Karangbenda Kecamatan

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah yang akan diteliti pada skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.Pelaksanaanadat istiadat leluhur atau tradisi leluhurdi desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap

2. Nilai-nilai kearifan lokal di desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah menguraikan pelaksanaanadat istiadat leluhur atau tradisi leluhur dengan tanpa memandang latar belakang agama dan kepercayaan, di desa KarangbendaKecamatan Adipala Kabupaten Cilacap,mengungkapnilai-nilai kearifan lokal yang berkembang di desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap.

D.Manfaat Penelitian

(6)

Mendapatkan pengetahuan langsung tentang adat istiadat atau tradisi leluhur yang berkembang di desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap. Memberikan wacana yang positif dan lebih memperkenalkan lokasi sehingga masyarakat luar daerah akan tertarik untuk mengunjungi.Dapat memberikan informasi yang benar tentangdesa Karangbenda. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi bagi pegambil kebijakan agar dapat menjadikan kearifan lokal yang dimiliki oleh setiap daerah di Indonesia sebagai bahan untuk dapat memahami budaya yang mereka miliki.

(7)

E.Kajian Pustaka dan Penelitian yang Relevan

1. Kajian Pustaka a. Pelaksanaan

(8)

b. Adat Istiadat Leluhur atau Tradisi Leluhur

Adat istiadat merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat ketika melaksanakan pesta, berkesenian, hiburan, berpakaian, olah raga, dsb. Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi kegenerasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat (Poerwodarminto, 1989 :5-6).Adat istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib.Ada pula yang menganggap adat istiadat sebagai peraturan sopan santun yang turun temurun.Pada umumnya, adat istiadat merupakan tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci atau sakral, dan berhubungan dengan tradisi rakyat yang telah turun temurun, sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi rakyat (Djumransjah, 2007 : 29).

Tradisi berasal dari bahasa Latin yaitutraditionyang maksudnyaditeruskanatau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah

(9)

orang-orang melalui pikiran dan imaginasi orang-orang yang diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya (Purwadi, 2007 : 33).

Dalam pengertian paling sederhana, tradisi diartikan sebagai sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecendrungan untuk berbuat sesuatu mengulang sesuatu menjadi kebiasaan. Secara teoritis, budaya sebagai tradition; seluruh kepercayaan, anggapan, dan tingkah laku melembaga yang diwariskan dan diteruskan dari generasi ke generasi yang memberikan kepada masyarakatnya sistem norma untuk dipergunakan menjawab tantangan pada setiap perkembangan sosial (Koentjaraningrat,1996 : 28). Bersifat dinamis bila tidak dapat menjawab tantangan zaman, akan berubah secara wajar atau lenyap dengan sendirinya. Dalam tradisi atau tindakan orang Jawa selalu berpegang dalam dua hal yaitu kepada pandangan hidupnya atau falsafah hidupnya yang religius dan mistis, pada sikap hidupnya yang etis dan menjunjung tinggi moral atau derajat hidupnya. Pandangan hidupnya yang selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang secara rohaniah atau mistis dan magis, dengan menghormati arwah nenek moyang atau leluhurnya serta kekuatan-kekuatan yang tidak tampak oleh indera manusia (Herusatoto, 2008 : 25).

(10)

hidup yang selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniah mistis dan magis dengan menghormati nenek moyang leluhur serta kekuatan yang tidak tampak oleh panca indera manusia (Herusatoto, 2008 : 37).

Ternyata tradisi dan budaya jawa tidak hanya memberikan warna dalam percaturan kenegaraan Indonesia, melainkan juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-praktek keagaman. Masyarakat Jawa memiliki tradisi dan budaya yang sangat variatif dan banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hindu dan Budha yang terus bertahan hingga sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan atau agama yang berbeda, seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya.

(11)

Kejawen adalah sebuah kepercayaaan atau barangkali boleh dikatakan agama yang terutama dianut oleh masyarakat suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Pulau Jawa.Kata kejawen berasal dari bahasa Jawa, yang artinya segala yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa.Penamaan kejawen bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa.Dalam konteks umum, kejawen merupakan bagian dari agama lokal Indonesia.Kejawen adalah jati diri Jawa, pemakain sumber-sumber ajaran berupa serat wirid merupakan perilaku kejawen yang paling menonjol.Serat wirid menurut ngelmu tuwa adalah suatu yang biasa ditaati oleh masyarakat kejawen.Dalam buku yang berjudul Mistik Kejawen dijelaskan bahwa,dalam kehidupan kejawen akan mengikuti idialisme tertentu (Endraswara, 2006 : 27).

(12)

Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap, serta filosofi orang-orang Jawa. Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannnya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku mirip dengan ibadah. Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep keseimbangan. Dalam pandangan demikian, kejawen memiliki kemiripan dengan konfusianisme yaitu paham yang berintikan nilai-nilai moral kebaikan kepada penganutnya, namun tidak sama pada ajaran-ajarannya (Suyono, 2007: 37).

(13)

setiap tahun harus dibersihkan pada hari Jum‟at Kliwon bulan Sura dengan

upacara siraman.Ketiga, orang Jawa percaya terhadap roh leluhur dan roh halus yang berada di sekitar tempat tinggal mereka.Dalam kepercayaan mereka, roh halus tersebut dapat mendatangkan keselamatan apabila mereka dihormati dengan melakukan selamatan dan sesaji pada waktu-waktu tertentu (Kodiran,1971: 46).

(14)

mengontrol, dan membatasi tindak-tanduk para pemeluknya, memberlakukan pelbagai pranata dan norma serta menuntut agar para pemeluknya bertingkah laku menurut pranata dan norma yang telah digariskan (Giddens, 1989: 453).

(15)
(16)
(17)

akan dianugerahi keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama tersebut, maka timbullah sikap fanatismeyang berlebihan (Ali Masrur, 2004 : 14).

Sebenarnya kerukunan antarumat beragama dan kepercayaan banyak manfaatnya, antara lain terciptanya suasana yang damai dalam bermasyarakat, toleransi antarumat beragama meningkat, menciptakan rasa aman bagi agama-agama minoritas dalam melaksanakanibadahnya masing-masing, dan meminimalisasi konflik yang terjadi dengan mengatasnamakan agama.

3. Nilai

Nilai artinya sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Purwadarminta, 1999: 677). Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Pada hakekatnya nilai akan memberikan pengaruh dalam kehidupan sosial manusia sehari-hari. Sumber nilai dalam kehidupan manusia yaitu nilai Illahi (nilai religi) yaitu nilai yang dititahkan Tuhan YME melalui para rasul-Nya yang berbentuk takwa, iman, adil yang diabadikan dalam wahyu Illahi; dan nilai insani yaitu nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup berkembang dari peradaban manusia.

(18)

antara yang satu dengan yang lainnya, derajat masing-masing, dan prinsip-prinsip yang harus dipakai dalam mengadakan pilihan (Sulaeman, 1998:23-28). Keputusan untuk memilih nilai-nilai dipengaruhi oleh bermacam-macam nilai tradisional. Nilai-nilai luhur terdiri dari nilai religius atauspiritual dan nilai moral. Nilai ini masih dibagimenjadi beberapa bagian,yaitu nilai religius, terdiri dari dua hal yaitu ajaran tentangTuhan,meliputiTuhan sebagaicausa prima (Tuhanmerupakansumber dari segala sesuatu), kekuasaanTuhan,manusia dihadapanTuhan,keberadaan Tuhan, dzat hidup dari Tuhan, sifat-sifat Tuhan;dan ajaran tentang kewajiban manusia terhadap Tuhan, meliputi menyembah dan mendekatkan diri kepada Tuhan, mengagungkan nama Tuhan dan berbakti kepada Tuhan, menjalankan tataran sembah, sedangkan nilai moral, terdiri dari hubungan manusia dengan diri sendiri, meliputi hokum karma,tujuan hidup, keingin tahuan manusia, sopan santun, hubungan manusia dengan sesama, meliputi memayu hayuning bawana,prinsiptolong-menolong,keteladanan,berbakti,dan hubungan

manusia dengan melestarikan alam (Putra, 2012:419-427). 4. Kearifan Lokal

(19)

genius juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang (Ayatrohaedi,1986:40-41).Kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikanpegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal (Ridwan, 2008: 63-65).

(20)
(21)

Sesuai dengan definisitersebut di atas, dapat dipahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat (Sarjono, 1999: 45).

b. Penelitian yang Relevan

Dalam konteks penelitian tentang adat istiadat Jawa atau tradisi leluhur merupakan kajian yang sangat menarik, karena berbagai macam aliran yang ada di dalamnya, mulai dari yang terkait dengan budaya sampai pada hal-hal yang mengarah kepada substansi dalam agama. Dalam konteks budaya di Jawa, penelitian Ridwan, dkk (2008) dengan Islam Kejawen ; sistem keyakinan dan ritual anak cucu ki Bonokeling di dalam kelompok Islam Kejawen yang menjadi ciri khas adalah upacara selamatan yang jumlah ragamnya sangat banyak sesuai kebutuhan dan momentum tertentu pada masing-masing bulan dalam Jawa. Penelitian Agus Sutiyono (2008) dengan judul budaya “macanan” di Adipala

(22)

dilakukan pada hari itu.Penelitian Agus Sutiyono (2014) dengan judul kearifan budaya Jawa pada ritual keagamaan Komunitas Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) di desa Adipala dan Daun Lumbung Cilacap, terdapatkeunikan sekelompok orang yang mempunyai keyakinan dalam ajaran Islam dengan kuat dan kokoh mempertahankan budaya yang selama ini menjadi perilakunya sementara masyarakat yang lain memandang apa yang dilakukan dalam budaya kelompok HPK tidak umum di tengah-tengah masyarakat. Namun demikian sampai sekarang eksistensi kelompok ini masih tetap terjaga kelestariannya. Komunitas ini seolah mengajarkan kepada kita akan keteguhan dalam alam demokrasi. Dengan mendalami pola kehidupan mereka dalam lingkungan masyarakat yang berbeda pada posisi minoritas, akan bisa menjadi inspirasi bagi kita bahwa hidup merupakan perjuangan dengan tetap mengedepankan toleransi yang tinggi untuk bisa eksis di tengah masyarakat.

c. Kerangka Teoritis dan Pendekatan

1. Kerangka Teoritis

(23)

sosial.Menurut teori interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia yang menggunakan simbol-simbol, mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Disamping itujuga, pengaruh yang ditimbulkan dari penafsiran simbol-simbol tersebut terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial.Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif ini menyarakan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendiri yang menentukan perilaku manusia. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan dalam proses interaksi, dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru merupakan subtansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial (Dedi Mulyana, 2002 : 68-70).

(24)

yang ditimbulkan dari penafsiran simbol-simbol tersebut terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial (Berger. 2004 : 14).

Secara ringkas teori interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut, pertama individu merespons suatu situasi simbolik, mereka merespon lingkungan termasuk obyek fisik berupa benda dan obyek sosial berupa perilakumanusia berdasarkan media yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka, kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melihat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa, negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai segala sesuatu bukan hanya obyek fisik, tindakan atau peristiwa bahkan tanpa kehadiran obyek fisik, tindakan atau peristiwa itu,namun juga gagasan yang abstrak, ketiga, makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial, perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri (Alex Sobur, 2004 : 199).

2. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan untuk mengkaji mengenai pelaksanaan adat istiadat leluhur atau tradisi leluhur sebagai wujud nilai-nilai kearifan lokal di desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, menggunakan pendekatan antropologi dan pendekatan sosiologis.

(25)

sebagai makhluk, baik di masa lampau maupun sekarang, baik sebagai organisme biologis maupun sebagai makhluk berbudaya. Oleh karena itu, kajiannya meliputi sifat-sifat khas fisik manusia serta sifat-sifat khas budaya yang dimiliki oleh manusia (Koentjaraningrat , 1987 : 1).

Secara sempit sosiologi didefinisikan sebagai ilmu tentang perilaku sosial ditinjau dari kecenderungan individu-individu dengan individu lain dengan memperhatikan simbol-simbol interaksi. Jadi yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis ialah sebuah pendekatan dimana peneliti menggunakan logika-logika dan teori-teori sosiologi baik teori klasik maupun modern untuk menggambarkan fenomena sosial keagamaan.Rekonstruksi peristiwa yang menggunakan pendekatan sosiologi didalamnya akan terungkap segi-segi sosial dari peristiwa itu. Hasil konstruksinya dapat kategorikan sebagai sejarah sosial.Sebab, pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial, dan sebagainya (Hamid dkk, 2011: 95).

(26)

daerah yang sama. Dengan menggunakan pendekatan antropologi, peneliti berharap mampu meneliti tentang adat istiadat leluhur atau tradisi leluhur di desa Karangbenda, bagaimana pelaksanaan adat istiadat leluhur atau tradisi leluhur di desa Karangbenda, dan nilai-nilai kearifan lokal apa saja di desa Karangbenda tersebut.

d. Metode Penelitian

Pada penelitian tentang pelaksanaan adat istiadat leluhur atau tradisi leluhur sebagai wujud nilai-nilai kearifan lokal di desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, peneliti menggunakan metode historis.Penelitian dengan menggunakan metode historis untuk memperkaya pengetahuan peneliti tentang bagaimana dan mengapa suatu kejadian masa lalu dapat terjadi serta proses bagaimana masa lalu itu menjadi masa kini, pada akhirnya, diharapkan meningkatnya pemahaman tentang kejadian masa kini serta memperolehnya dasar yang lebih rasional untuk melakukan pilihan-pilihan di masa kini.Secara singkat metode historis digunakan untuk memahami masa lalu, dan mencoba memahami masa kini atas dasar persitiwa atau perkembangan di masa lampauMetode historis adalah proses kerja untuk menuliskan kisah-kisah masa lalu berdasarkan jejak-jejak yang ditinggalkan, dengan langkah sebagai berikut; (1) pengumpulan sumber data//heuristik, (2) kritik sumber/verivikasi, (3) interpretasi, (4) historiografi (Priyadi, 2013:111).

1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

(27)

berupa sumber benda, sumber tulisan, maupun sumber lisan. Sumber sejarah tidak selalu tersedia dengan mudah sehingga untuk memperolehnya harus bekerja keras mencarinya, khususnya artifact, baik pada situs-situs sejarah maupun lembaga museum, atau mencari data sejarah lisan yang menyangkut para pelaku dan penyaksi sejarah.Sejarawan harus mencari sebanyak-banyaknya pelaku sejarah yang terlibat. Pencarian tersebut melibatkan seseorang atau beberapa pelaku yang mengetahui ada pelaku yang lain yang perlu diwawancarai (Priyadi, 2013:112) Dalam kegiatan pengumpulan sumber, peneliti menggunakan teknik interaktif dan non interaktif.Teknik interaktif dilakukan dengan pengamatan/observasi danwawancara, Observasi atau pengamatan langsung dilakukan untuk memperoleh fakta nyata yang berhubungan dengan fokus penelitian, hal-hal yang berkaitan kemudian dilakukan pencatatan. Pengamatan (observasi) merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap suatu gejala yang tampakpadaobjekpenelitian( Prastowo,2011:220).Dalam kegiatan observasi ini peneliti tidak menyatu dengan yang diteliti tetapi hanya sekedar sebagai pengamat.Adapun manfaat dari observasi adalah peneliti akan lebih mampu memahami konteks datadalam keseluruhan situasi sosial, akan diperoleh pengalaman langsung, dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, dan dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap karena bersifat sensitif (Sugiyono, 2016 : 227).

(28)

tertentu (Prastowo,2011:145).Wawancara dilakukan kepada tokoh pemerintah desa, tetua desa, pemuka agama,tokoh penganut kepercayaan, dan warga masyarakat desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap yang telah dipilih sebagai informan yang mengetahui tentang permasalahan penelitian ini,sekaligus merupakan sumber data yang akan diungkapkan. Hal ini berguna untuk menggali dan memperoleh informasi yang lengkap dan lebih objektif sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam kegiatan wawancara ini dikondisikan suatu sikap kekeluargaan sehingga memberi kesempatan bagi peneliti untuk mengetahui segala sesuatu dibalik tingkah seseorang. Selain itu, dalam wawancara tersebut tidak menutup kemungkinan peneliti berusaha mengetahui motif, respon emosional,dan proses-prosessosial yang dapat dilihat pada pengalaman manusia dan keadaan social yang terdapat di sekitarnya. Melalui suasana kekeluargaan, diharapkan dapat mendukung kadar representatifdatayang diperoleh.Olehsebabitu,dalamwawancaratersebutperlu diperhatikan waktu yang

tepat.Mungkin pada saat dimintai keterangan,

pandanganataupendapatpadasituasiyangsedangbanyakwaktuluang.Selain

(29)

hasil wawancara termasuk analisis domain dan komponen, didukung hasil observasi non partisipan kemudian bahan-bahan ditulis dalam laporan etnografi (Sugiyono, 2016 : 235).

Sedangkan teknik noninteraktif dilakukan dengan analisis dokumen. Pengertian dari dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Bentuknya berupa tulisan seperti catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, dan kebijakan. Sedangkan yang berbentuk gambar meliputi foto, gambar hidup, sketsa, patung, bangunan, dan film(Sugiyono,2016:239).Kegiatan analisis dokumen dilakukan untuk mendapatkan data yang bersumber dari data-data tertulis berupa buku, majalah, surat kabar, notulen rapat, transkrip, dan agenda. Dalam penelitian ini, analisis dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data-data terkait fokus penelitian yaitu mengenai pelaksanaan adat istiadat leluhur atau tradisi leluhur, dan ritual yang dilakukan oleh masyarakat di desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, yang dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan antarumat beragama dan kepercayaan,sehingga terbentuk nilai-nilai kearifan lokal dan data lain yang sudah tertulis yang dapat mendukung data dalam penelitian ini.

2. Verifikasi (Kritik Sumber)

(30)

yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern (Dudung, Abdurahman, 2007: 68).Kegiatan verifikasi untuk menilai apakah data itu asli atau selanjutnya dapat dipercaya. Terdapat dua hal yang dituntut, yaitu keotentikan melalui kritik ekstern dan kekredibilitasan mengkritisi hal-hal berkaitan dengan isi data (Priyadi, 2013: 118).

Kritik internal ditujukan terhadap isi dari suatu sumber sejarah.Apakah isi yang ada dalam sumber itu memang dapat dipercaya atau tidak.Untuk itu yang harus dilakukan adalah membandingkan kesaksian antar berbagai sumber (cross examination).Kritik Eksternal ditujukan untuk menjawab asli atau tidaknya sebuah sumber sejarah.Kritik ekstern terhadap data atau sumber sejarah lisan ditinjau dari umur para pelaku dan penyaksi sebagai informan kunci.Intinya, informan pernah hidup pada masa tertentu harus sesuai dengan kesaksian pada masa tertentu juga.Informan disebut otentik kalau daya ingatnya masih sehat atau belum pikun, atau secara fisik masih sehat. Ia tidak berubah menjadi buta atau tuli ketika umurnya semakin tua (Priyadi, 2013: 119).

Pada dasarnya pengumpulan sumber (heuristik), dan kritik (verifikasi) sumber, bukanlah merupakan dua langkah kegiatan yang terpisah secara sekat satu dengan lainnya.Bersamaan dengan ditemukannya sumber sejarah sekaligus dilakukan uji verifikasi sumber (Daliman, 2012: 64).

3. Interpretasi

(31)

heuristik dan kritik sumber seperti yang sudah dijelaskan, peneliti memasuki langkah selanjutnya, yaitu penafsiran atau interprestasi. Interpretasi adalah proses dimana sejarawan melakukan penafsiran terhadap data yang diperoleh. Dalam penulisan sejarah ada dua komponen, yaitu fakta sejarah dan interprestasi. Fakta sejarah cenderung akan diam dan yang tidak didasarkan fakta merupakan fenomena spekulatif (Priyadi, 2013:121).Interpretasi adalah upaya penafsiran atas fakta-fakta sejarah dalam kerangka rekonstruksi realitas masa lampau. Fakta-faktas yang jejak-jejaknya masih tampak dalam berbagai peninggalan dan dokumen hanyalah merupakan sebagian dari fenomena realitas masa lampau, dan yang harus disadari bahwa fenomena itu bukan realitas masa lampau itu sendiri.Tugas interpretasi adalah memberikan penafsiran dalam kerangka memugar suatu rekonstruksi masa lampau (Daliman, 2012: 83).

Dalam menginterpretasikan fakta sejarah, sejarawan berusaha mendeskripsikan secara detail fakta-fakta yang disebut analisis.Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif-naturalistik. Dalam proses analisis kualitatif ada beberapa langkah utama yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Sugiyono, 2016 : 69). Analisisnya dilakukan dalam bentuk interaktif dari ketiga komponen utama tersebut.Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

(32)

apapun dari peneliti. Langkah selanjutnya, melakukan catatan refleksi yang merupakan catatan peneliti yang berisi komentar, penafsiran maupun analisis.

Kedua, reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian terhadap penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang diambil dari lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data yang tidak diperlukan sesuai fokus permasalahan. Hal ini perlu dilakukan mengingat data yang diperoleh banyak, kompleks, dan rumit. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2016 : 370).

Ketiga, penyajian data dilakukan dengan menggunakan kata-kata verbal (bukan angka) disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif dari catatan lapangan. Selain itu penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori, flowchart, dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan dan tersusun dalam pola, sehingga akan semakin mudah dipahami (Sugiyono, 2016 : 373).

(33)

komponen-komponen yang disajikan dari pola-pola keteraturan penjelasan, konfigurasi hubungan sebab-akibat dan proposisi penelitian. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan peninjauan kembali terhadap penyajian data dan catatan lapangan melalui diskusi dengan beberapa person yang dianggap kompeten. Diskussi ini dilakukan agar fakta-fakta yang sudah diperoleh akan menampilkan jaringan antarfakta sehingga fakta-fakta itu saling bersinergi. Fakta yang satu akan menjelaskan kedudukan fakta yang lain (Priyadi, 2013: 121).

4. Historiografi

Langkah terakhir dalam metode sejarah, yaitu penulisan sejarah atau sering disebut historiografi, yaitu penulisan atau penyusunan cerita sejarah.Pada tahap penulisan, peneliti menyajikan laporan hasil penelitian dari awal hingga akhir, yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab.Pada hakikatnya, penyajian historiografi meliputi, (1) pengantar, (2) hasil penelitian, dan (3) simpulan.Historiografi harus memperhatikan aspek kronologis, periodesasi, serialisasi, dan kausalitas, sedangkan pada penelitian antropologi tidak boleh mengabaikan aspek holistik (menyeluruh), (Priyadi, 2011: 92).

Penulisan sejarah (historiografi) menjadi sarana mengkomunikasikan hasil – hasil penelitian yang diungkap, diuji (verifikasi) dan diinterpretasikan. Kalau penelitian sejarah bertugas merekonstruksi sejarah masa lampau, maka rekonstruksi itu hanya akan menjadi eksis apabila hasil-hasil penelitian tersebut ditulis (Daliman, 2012: 83).

(34)

Laporan ini merupakan langkah yang sangat penting karena dengan laporan itu syarat keterbukaan ilmu pengetahuan dan penelitian dapat terpenuhi. Di samping itu, melalui laporan hasil penelitian dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang proses penelitian yang telah dilakukan. Pada tahap penulisan, peneliti menyajikan laporan hasil penelitian dari awal hingga akhir, yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab.Pada hakikatnya, penyajian historiografi meliputi, (1) pengantar, (2) hasil penelitian, dan (3) simpulan(Priyadi. 2011: 92).

H. Sistematika Penyajian

Penyusunan yang dilakukan dalam sebuah penelitian secara ilmiah harus sesuai dengan sistematika penulisan yang telah ditentukan.Tujuan dari sistematika penyajian ini adalah agar peneliti yang dilakukan dan hasil yang di peroleh dapat sistematik dan terinci dengan baik.

Adapun sistematika dalam penelitian ini, peneliti membagi dalam beberapa bagian yaitubagian awal, bagian isi, dan bagian penutup.

Bagian awal meliputi halaman judul, persetujuan, pengesahan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar grafik, daftar gambar, dan lampiran.

Bagian IsiBagian ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu bab pertama pendahuluan, bab kedua merupakan rumusan masalah pertama, bab ketiga merupakan rumusan masalah kedua, dan bab empat penutup.

(35)

penelitian, kajian pustaka, kerangka teoritis dan pendekatan, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab kedua membahas rumusan masalah yang pertama, yaitu mengenai pelaksanaan adat istiadat atau tradisi leluhur di desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, yaitu kondisi desa Karangbenda, tradisi kehamilan sampai dengan kelahiran, selamatan setelah kematian, tradisi nyadran, dan tradisi Suran, serta ritual pada bulan Sura, ritual setiap malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon yang pelaksanaan kegiatannya di Gunung Selok.

Bab ketiga membahas rumusan masalah yang kedua, yaitu nilai-nilai kearifan lokal di desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, yaitu uraian secara umum bentuk dan nilai kearifan lokal, nilai dasar kearifan lokal masyarakat desa Karangbenda, dan nilai-nilai dari kegiatan tradisi dan ritual masyarakat desa Karangbenda.

Gambar

gambar hidup, sketsa, patung, bangunan, dan film(Sugiyono,2016:239).Kegiatan

Referensi

Dokumen terkait

Observasi langsung mikrostruktur menggunakan TurboMAP yang melewati sebuah halangan berupa “bukit” di perairan paparan kontinen pesisir pantai Jogashima, Teluk

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Ketidakadilan dalam kekayaan, contohnya : ketidakadilan dalam pembagian kekayaan yang berinteraksi dengan biaya dan keuntungan relative yang digabungkan dengan

dan pokok pikiran  pokok pikiran yang terkandung yang terkandung dalam Pembukaan dalam Pembukaan Undang-Undang Undang-Undang Dasar Negara Dasar Negara Republik Indonesia

Berdasarkan frekuensi dan interval nada yang diperoleh ketika ditempatkan dalam garis para nada, memang terjadi ben- tuk sistem notasi yang tidak lazim, tapi ini- lah keunikan

Karya tulis ini disusun berdasarIo;:an hasil peneli tian mengenai inang spesifik parasit Myxosporea pada ikan-ikan kultur di Jawa Barat.. Pada kesempatan ini

Dalam mengukur parameter clarity, saya dibantu oleh beberapa teman sebagai penerima suara yang mendengarkan di posisi tengah dan sisi sisi aula barat ( posisi pendengar dan penonton

Permukaan yang berada pada dinding samping sangat berguna untuk mengarahkan pantulan bunyi dari panggung ke penonton, serta agar para pemain dapat mendengar bunyi