• Tidak ada hasil yang ditemukan

Museum Batik Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Museum Batik Jawa Barat"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Ghania Aziza Haniff

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Cimahi, 12 Februari 1991

Kewarganegaraan : Indonesia

Status perkawinan : Belum Kawin

Tinggi, berat badan : 160 cm, 50 kg

Kesehatan : Baik

Agama : Islam

Alamat lengkap : Jl. Terusan No. 48 – A RT 002/RW 002 Cimahi 40525

Telepon, HP : 085316504933

E-mail : saiah_ghaniyya@yahoo.com

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

» Formal

(4)

 2006 – 2009 : MAN 1 Bandung (Program IPA)  2009 – 2013 : Universitas Komputer Indonesia

(Program Studi Desain Interior)

KEMAMPUAN

 Kemampuan Teknik Komputer :

Ms. Word, Ms. Excel, Ms. Power Point, AutoCAD, Autodesk 3DS Max

+ V-ray, Google SketchUp + V-ray, Corel Draw, Flash.

 Kemampuan Internet

Bandung , 17 Februari 2014

Hormat saya,

(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

MUSEUM BATIK JAWA BARAT

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah DI 38309 Tugas Akhir

Semester ganjil tahun akademik 2013/14

Oleh:

Ghania Aziza Haniff

52009019

PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia serta rahmat

maupun berkah–Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pengantar tugas akhir ini tepat waktu.

Laporan ini disusun guna memenuhi mata kuliah Tugas Akhir dan

sebagai syarat bagi kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu

(S1) serta sebagai pedoman untuk mengetahui tentang perbatikan di wilayah

Jawa Barat.

Laporan Pengantar Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Ibu Tiara Isfiaty, M.Sn., selaku koordinator Tugas Akhir dan

dosen pembimbing yang telah memberikan wawasan dan

masukan positif bagi terselesaikannya Laporan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Cherry Dharmawan, M.Sn., selaku dosen wali.

3. Para dosen program studi Desain Interior Unikom, yang telah

mendidik penulis selama masa perkulihan berlangsung.

4. Orangtua, mamah dan bapak yang telah memberikan dukungan

moril maupun materi serta doa yang selalu dipanjatkannya bagi

kemajuan dan kesuksesan penulis.

(7)

iv

6. Keluarga besar penulis, terima kasih atas segala doa dan

dukungannya.

7. Gilang Devi Pratama, yang telah menyemangati dan

memberikan dukungan terhadap penulis selama proses Tugas

Akhir dan selama masa perkuliahan berlangsung.

8. Rekan-rekan program studi Desain Interior Unikom angkatan

2009, yang telah menemani selama masa perkuliahan

berlangsung.

Penulis menyadari bahwa Laporan Pengantar Tugas Akhir ini belum

dapat dikatakan sempurna, untuk itu diperlukan kritik dan saran sebagai

acuan dalam membuat karya yang lebih baik. Penulis berharap agar

sekiranya Laporan Pengantar Tugas Akhir ini dapat berguna bagi pembaca

pada umumnya, terutama bagi penulis sendiri.

(8)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Fokus Permasalahan ... 4

1.3 Permasalahan Perancangan ... 5

1.4 Maksud dan Tujuan Perancangan ... 6

BAB II TINJAUAN TEORI dan DATA MUSEUM BATIK JAWA BARAT ... 7

2.1 Tinjauan Museum Batik... 7

2.1.1 Pengertian Museum... 7

2.1.2 Klasifikasi Batik ... 7

(9)

vi

2.2 Batik ... 11

2.2.1 Pengertian Batik ... 11

2.2.2 Tinjauan Batik Jawa Barat ... 12

2.2.3 Klasifikasi Batik Berdasarkan Pembagian Daerah ... 15

2.2.4 Klasifikasi Batik Berdasarkan Teknik Pembuatannya ... 27

2.2.5 Makna Simbolis pada Batik Jawa Barat... 30

2.2.6 Fungsi Batik ... 32

2.2.7 Alat dan Bahan pada Proses Membatik... 33

2.2.8 Karakteristik Batik... 35

2.3 Tinjauan Museum Batik Jawa Barat ... 35

2.4 Eklektik... 36

2.5 Studi Antropometri ... 37

2.6 Studi Lapangan dan Studi Banding ... 43

BAB III Konsep Perancangan Museum Batik Jawa Barat ... 50

3.1 Deskripsi Proyek ... 50

3.2 Jenis Museum Batik ... 50

3.3 Profil Museum Batik Jawa Barat ... 51

3.3.1 Visi Museum Batik Jawa Barat ... 51

3.3.2 Misi Museum Batik Jawa Barat ... 52

3.3.3 Tujuan Museum Batik Jawa Barat ... 52

(10)

vii

3.5 Bentuk Kegiatan Museum Batik Jawa Barat ... 54

3.6 Jam Kerja Museum Batik Jawa Barat ... 57

3.7 Struktur Organisasi Museum Batik Jawa Barat ... 58

3.8 Tinjauan Organisasi Pengelola Museum Batik Jawa Barat ... 58

3.9 Koleksi Museum Batik Jawa Barat ... 60

3.9.1 Data Koleksi Museum Batik Jawa Barat ... 60

3.9.2 Klasifikasi Koleksi Museum Batik Jawa Barat ... 60

3.10 Alur Sirkulasi Museum Batik Jawa Barat ... 62

3.11 Storyline Museum Batik Jawa Barat ... 64

3.12 Program Aktivitas Fasilitas ... 67

3.13 Zoning dan Blocking ... 78

BAB IV KONSEP PERANCANGAN MUSEUM BATIK JAWA BARAT... 82

4.1 Tema... 82

4.2 Penggayaan... 83

4.3 Konsep Bentuk... 84

4.4 Konsep Furnitur... 86

4.5 Media Display... 86

4.6 Konsep Warna... . 88

4.7 Konsep Material... 89

4.8 Konsep Pencahayaan... 91

4.9 Konsep Penghawaan... 91

(11)

viii

4.11 Konsep Storyline... 93

DAFTAR PUSTAKA

(12)

Daftar Pustaka

Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta: Yayasan

Harapan Kita / BP 3 TMII

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992, Kecil Tetapi Indah,

Pedoman Pendirian Museum, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993, Pedoman Teknis

Pembuatan Sarana Pameran di Museum, Jakarta.

Neufert, Ernst. 2000, Data Arsitek Jilid 1, Jakarta: Erlangga

Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang Interior,

Jakarta: Erlangga

Pradito, Didit. Herman Jusuf & Saftiyaningsih ken Atik. 2010, The Dancing

Peacock – Colours and Motifs of Priangan Batik, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Ramdhan, Iwet. 2013, Cerita Batik Iwet Ramadhan, Tangerang: Literati

Ratna, Biliq & Friend. 2009, Padu Padan Batik, Jakarta: Kriya Pustaka

Rini, Farda Puspa. 2011, Batik Center Perancangan Tat Ruang Ideal

Untuk Kain Batik pada Fasilitas Batik Center Tugas Akhir ITB,

Bandung

Wulandari, Ari. 2011, Batik Nusantara – Makna Filosofis, Cara Pembuatan

dan Industri Batik, Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Internet

http://balareabatikjabar.org [17 Oktober 2013]

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Industri penghasil batik dapat ditemukan di berbagai daerah,

baik di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur maupun luar Pulau

Jawa, baik dalam skala industri rumah tangga, industri menengah

maupun industri besar. Jawa Barat sebagai salah satu dari daerah

industri batik, memiliki nama tersendiri untuk batik yang berasal

maupun dihasilkan dari daerah di wilayah Jawa Barat, yaitu Batik

Priangan. Nama Batik Priangan itu sendiri berasal dari kata

parahyangan, yang berarti warga kahyangan atau tempat tinggal para

dewa.

Batik khususnya di Jawa Barat dapat dikelompokkan ke dalam

dua golongan, yaitu batik pesisiran dan batik pedalaman (Pradito,

Didit. Herman Jusuf & Saftiyaningsih Ken Atik. 2010:3). Istilah batik

pesisiran digunakan pada berbagai batik dari daerah yang berada di

pesisir utara Pulau Jawa ataupun yang ragam hiasnya mendapat

pengaruh dari budaya asing dan budaya jawa, seperti Kota

Indramayu, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut. Penggunaan

istilah batik pedalaman mengacu pada berbagai batik dengan ciri – ciri khusus yang tidak ditemukan pada Batik Keraton dan Batik Pesisiran.

(14)

2 Banjar, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Bandung, Kab, Bandung,

Kab. Bandung Barat, Cimahi, Subang, Cianjur, Bogor dan Bekasi.

Di daerah yang tergolong lama dalam industri penghasil batik

Jawa Barat seperti Indramayu, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya dan

Garut masih terdapat industri batik yang memproduksi kain batik

Priangan tradisional. Batik Priangan tradisional umumnya diproses

melalui teknik pembuatan dengan canting tulis, sehingga batik yang

dihasilkan disebut batik tulis. Membatik dalam hal ini batik tulis,

bukanlah sekedar kegiatan menggambar corak atau motif pada kain

lalu memberinya warna tanpa ada maksud dan makna dalam

pembuatannya, namun dalam sebuah batik terdapat unsur – unsur kebudayaan atau tradisi budaya, sejarah, makna filosofis atau nilai – nilai religius yang mendasarinya, sehingga batik dipandang dan

dianggap sebagai sesuatu yang agung sesuai kompleksitasnya. Hal

ini pula lah yang menjadikan batik tulis tradisional dianggap memiliki

unsur – unsur sakral maupun religi. Namun batik tetaplah sehelai kain yang dapat rentan akan berbagai faktor seperti usia, kelembaban dan

suhu. Untuk itu diperlukan perawatan yang tepat pada kain batik

dalam hal penyimpanan dan perawatannya.

Pembuatan batik dengan canting tulis dapat selesai dalam

kurun waktu beberapa bulan sesuai kerumitan ragam hiasnya,

sehingga batik tulis tidak dijual secara massal. Pada batik tulis, ragam

(15)

3 di bagian depan dan belakang kainnya, umumnya pada batik tulis

terdapat tulisan tangan dari inisial nama pembatik. Batik tulis memiliki

kisaran harga jual yang tinggi dipasaran dan umumnya digunakan

oleh kalangan menengah ke atas. Batik Cap merupakan batik yang

teknik pembuatannya mendapat pengaruh dari bangsa asing guna

memenuhi permintaan akan batik yang terus meningkat dalam waktu

yang singkat dengan jumlah yang banyak.

Berbagai tahapan dalam pembuatan batik, khususnya batik

tulis tentunya memerlukan keterampilan yang umumnya dipelajari

secara turun – temurun, sehingga aktivitas membatik tergolong sebagai tradisi budaya yang perlu untuk didokumentasikan sehingga

bisa menjadi aset budaya bangsa. Aktivitas membatik yang tergolong

sebagai tradisi budaya mengalami perubahan dan perkembangan dari

waktu ke waktu, baik dari ragam teknik pembuatannya, ragam hiasnya

dan fungsinya tidak lagi secara tradisional yang sebatas pada

kebutuhan sandang tetapi sudah meluas pada perlengkapan

penunjang kebutuhan rumah tangga hingga beragam aksesoris

penunjang penampilan. Beragam buku mengenai perbatikan pun

sudah banyak dijual dipasaran, sehingga dengan ini batik dapat

dikatakan mengalami transformasi budaya akibat adanya perubahan

dan perkembangan fungsi maupun sifatnya.

Sejalan dengan dikukuhkannya batik sebagai warisan budaya

(16)

4 ilmu pengetahuan dan budaya (UNESCO) juga dilihat dari eksistensi

Batik Priangan yang mulai berkembang serta kompleksitas batik

dengan nilai dan tradisi budaya yang terkandung didalamnya,

sekiranya diperlukan pendokumentasian dalam wujud berupa sebuah

museum yang dapat menjadi sarana pelestarian, sarana pendidikan

dan sarana rekreasi dalam satu tempat yang ruang lingkupnya khusus

batik.

Museum berfungsi untuk dapat melindungi hasil dari

kebudayaan melalui kegiatan merawat benda hasil kebudayaan

manusia. Museum Batik dapat menjadi tempat yang tepat bagi

aktivitas memamerkan, merawat, serta mendokumentasikan berbagai

hal mengenai Batik Jawa Barat, terlebih yang lokasinya berada di

Kota Bandung sebagai Ibukota dari Jawa Barat. Selain itu ditambah

belum adanya museum batik di Kota Bandung, sementara minat

masyarakat terhadap batik semakin meningkat dengan munculnya

berbagai industri penghasil batik di Kota Bandung, adanya komunitas

pecinta Batik terbesar di Jawa Barat yaitu Balarea Batik Jabar, bahkan

Jawa Barat sendiri sudah memiliki duta batik Jawa Barat.

1.2 Fokus Permasalahan

1. Diperlukan tempat atau sarana sebagai bentuk

pendokumentasian mengenai perbatikan di wilayah

(17)

5 2. Batik Jawa Barat terbagi ke dalam dua golongan, yaitu

batik pesisiran dan batik pedalaman.

3. Batik dapat rentan akan berbagai faktor seperti usia,

kelembaban dan suhu.

4. Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang diakui

oleh badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan

dan budaya (UNESCO).

1.3 Permasalahan Perancangan

1. Bagaimana merancang fasilitas yang dapat

mengakomodir seluruh kegiatan pada Museum Batik

Jawa Barat yang bersifat edukatif dan rekreatif?

2. Bagaimana merancang area pamer agar efektif dan

mempermudah pengunjung dalam melihat benda pamer

serta mengetahui penggolongan Batik Jawa Barat?

3. Bagaimana sistem perawatan yang akan diterapkan

pada materi pamer yang dapat rentan oleh usia,

kelembaban dan suhu?

4. Bagaimana menerapkan teknik pengamanan yang tepat

untuk mengamankan museum dari bahaya kriminalitas

dan kebakaran, mengingat koleksi pamernya didominasi

oleh kain batik yang merupakan warisan budaya

(18)

6 1.4 Maksud dan Tujuan Perancangan

1.4.1 Maksud

Merancang sebuah museum sebagai lembaga

yang memberikan pengetahuan mengenai sejarah Batik

Jawa Barat, perkembangan Batik Jawa Barat,

keanekaragaman motif dan ragam hias khas wilayah

Jawa Barat hingga kegunaan atau fungsi dari batik itu

sendiri.

1.4.2 Tujuan

Menyediakan berbagai fasilitas dalam hal

pelestarian, penelitian, pendokumentasian dan

pengembangan kebudayaan Batik Jawa Barat yang

bersifat rekreatif dan edukatif guna memperluas

wawasan masyarakat mengenai perbatikan di Jawa

(19)

7

BAB II TINJAUAN TEORI dan DATA MUSEUM BATIK JAWA BARAT

2.1 Tinjauan Museum

2.1.1 Pengertian Museum

Beberapa pengertian mengenai museum:

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, museum

merupakan gedung yang digunakan sebagai tempat untuk

pameran tetap benda – benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu; tempat

menyimpan barang kuno (Departemen Pendidikan Nasional,

2008)

Menurut International Council of Museums (ICOM) suatu

badan kerjasama profesional dibidang permuseuman dari

seluruh dunia, museum diartikan sebagai sebuah lembaga

yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani

masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum, yang

mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuan – tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda – benda bukti material manusia dan lingkungannya (Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1993)

2.1.2 Klasifikasi Museum

Berdasarkan kedudukannya, museum terbagi menjadi

(20)

8

1) Museum Nasional

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan

berkaitan dengan bukti material manusia atau

lingkungannya yang bernilai nasional.

2) Museum Provinsi

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan

berkaitan dengan bukti material manusia atau

lingkungannya dari wilayah provinsi dimana museum

tersebut berada.

3) Museum Lokal

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan

berkaitan dengan bukti material manusia atau

lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya

dimana museum tersebut berada.

Berdasarkan status kepemilikannya:

1) Museum Pemerintah

Merupakan museum yang diselenggarakan dan

dikelola oleh pemerintah. Museum ini dibagi lagi dalam

museum yang dikelola oleh pemerintah Pusat dan yang

(21)

9

2) Museum Swasta

Merupakan museum yang diselenggarakan dan

dikelola oleh swasta.

Berdasarkan koleksi yang dimiliki:

1) Museum Umum

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya

yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin

ilmu dan teknologi.

2) Museum Khusus

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya

yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang

ilmu atau suatu cabang teknologi (Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).

2.1.3 Persyaratan Museum

Museum memiliki beberapa persyaratan yaitu:

1) Lokasi Museum

a. Lokasi museum harus strategis, dimana dapat

dengan mudah dijangkau oleh umum.

b. Lokasi museum bersifat sehat. Sehat disini berarti

lokasi tidak terletak di daerah industri yang

berpolusi, bukan daerah yang berlumpur atau

(22)

10

2) Bangunan Museum

Secara fungsional diperlukan bangunan museum

dengan ukuran minimal yang terdiri dari:

a. Bangunan Pokok: Pameran tetap, pameran

temporer, auditorium, kantor administrasi,

perpustakaan, laboratorium konservasi, studio

preparasi, storage.

b. Bangunan Penunjang: Pos keamanan, kafetaria,

museum shop, loket, lobby, toilet, area parkir.

3) Koleksi Museum

Koleksi museum harus didasarkan pada

persyaratan yang telah ditentukan, seperti:

a. Memiliki nilai sejarah dan ilmiah (termasuk nilai

estetika).

b. Dapat diidentifikasikan mengenai wujudnya

(morfologi), tipenya (tipologi), gayanya (style),

fungsinya, maknanya, asalnya secara historis dan

geografis, genusnya (dalam orde biologi atau

periodenya dalam geologi khususnya untuk

benda – benda sejarah dalam dan teknologi). c. Dapat dijadikan dokumen, dalam arti sebagai

bukti kenyataan dan kehadirannya (realitas dan

eksistensinya) bagi penelitian ilmiah.

(23)

11

e. Merupakan benda asli, replika atau reproduksi

yang sah menurut persyaratan museum.

4) Peralatan Museum

Peralatan museum adalah setiap alat atau benda

bergerak yang diperlukan atau dipergunakan untuk

melaksanakan kegiatan – kegiatan administratif dan teknis permuseuman. Peralatan museum dibagi dua

jenis, yaitu peralatan kantor dan peralatan teknis

permuseuman.

5) Organisasi dan Ketenagaan

Faktor ketenagaan merupakan yang terpenting

dari suatu organisasi. Tenaga – tenaga ahli yang dipersiapkan untuk mengelola sebuah museum sekurang

– kurangnya terdiri dari kepala museum, bagian

administrasi, pengelola koleksi (kurator), bagian

perawatan (konservasi), bagian penyajian (preparasi),

bagian pelayanan masyarakat dan bimbingan edukasi,

serta pengelola perpustakaan (Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1993).

2.2 Batik

2.2.1 Pengertian Batik

(24)

12

Kata batik dalam istilah Bahasa Jawa berasal dari akar

kata “tik”, mempunyai pengertian yang berhubungan dengan

suatu pekerjaan halus, lembut, dan kecil, yang mengandung

unsur keindahan. Secara etimologis, berarti menitikkan malam

dengan canting sehingga membentuk corak yang terdiri atas

susunan titikan dan garisan. Berdasarkan kata benda, berarti

menggambarkan corak di atas kain dengan menggunakan

canting sebagai alat gambar dan malam sebagai zat perintang

(Anas,B. 1997:3).

Dalam Bahasa Jawa, batik ditulis dengan bathik,

mengacu pada huruf Jawa “tha”yang menunjukkan bahwa batik

adalah rangkaian dari titik – titik yang membentuk gambaran tertentu (Wulandari, 2011:4).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa batik adalah sebuah teknik merintang warna di atas kain

dengan menggunakan malam atau lilin.

2.2.2 Tinjauan Batik Jawa Barat

Batik Jawa Barat atau yang juga dikenal sebagai Batik

Priangan adalah istilah yang digunakan untuk memberikan

identitas pada berbagai batikan yang dihasilkan dan

berlangsung di Priangan, daerah di wilayah Jawa Barat yang

penduduknya berbahasa dan berbudaya Sunda (Pradito,dkk.

(25)

13

yang memiliki arti warga kahyangan atau tempat tinggal para

dewa (Pradito,dkk. 2010:5).

Berbagai daerah di wilayah Jawa Barat yang menjadi

daerah industri batik yaitu Indramayu, Cirebon, Ciamis,

Tasikmalaya, Garut, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Banjar,

Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat,

Cimahi, Subang, Cianjur, Bogor dan Bekasi. Daerah yang

tergolong sudah lama dalam industri batik di Jawa Barat yaitu

Indramayu, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut. Pada

abad ke – 20, kegiatan membatik berkembang di Cirebon (Trusmi), Indramayu (Paoman), Ciamis (Cikoneng), dan Garut

(Tarogong); yang masing – masing tempat memiliki corak khas, sehingga timbul sebutan Dermayon, Trusmian, Garutan, dll

(Rosidi, dkk. 2000:107). Daerah – daerah yang telah lama menjadi industri batik di Jawa Barat tersebut juga merupakan

bagian dari golongan Batik Pesisiran.

Batik Pesisiran merupakan batik yang lahir dan

berkembang di wilayah pesisiran atau kawasan pelabuhan,

tepatnya di pesisir utara Pulau Jawa. Letaknya yang berada di

kawasan pelabuhan tersebut menjadikan wilayah itu sebagai

jalur perdagangan berbagai bangsa asing, sehingga

kebudayaan bangsa asing pun turut mempengaruhi ragam hias

batik pesisiran melalui komunikasi antara warga pesisiran

(26)

14

bangsa tersebut adalah Cina, Jepang, Arab dan Belanda. Kini

dengan perkembangan zaman serta kemajuan teknologi, Batik

Priangan atau Jawa Barat kian berkembang pesat di hampir

seluruh wilayah Priangan itu sendiri, seperti yang sudah ada

dan berkembang di daerah yang tergolong baru dalam industri

Batik Jawa Barat yaitu kota Cimahi, Subang, Cianjur,

Sukabumi, Bogor, Bekasi dan kota lainnya yang berada di

daerah Jawa Barat.

Ragam hias Batik Priangan terbagi atas tampilan yang

bersifat geometris dan non – geometris. Tampilan geometris seperti garis miring, silang dan bentuk anyaman, sedangkan

tampilan non – geometris lebih dinamis. Batik Priangan (khususnya Batik Tasikmalaya, Batik Garut, dan Batik Ciamis)

banyak menggunakan ragam hias non – geometris seperti penggunaan ragam hias dengan menggambarkan flora dan

fauna di sekitarnya pada kain Batik Garut maupun penggunaan

bentukan abstrak – realistik berupa hewan bersayap dan tumbuhan pada kain Batik Tasik (Sunarya, 2012:135). Warna – warna dan ragam hias Batik Priangan hampir selalu

menampilkan semangat kesederhanaan, apa adanya, terbuka

dan komunikatif, serta pluralis. Secara keseluruhan pesan yang

didapat saat melihat selembar Batik Priangan adalah kesan

cantik-molek, bahkan sedikit genit, yang selaras dengan citra

(27)

15

2.2.3 Klasifikasi Batik Berdasarkan Pembagian Daerah

Batik khususnya di Jawa Barat dapat dikelompokkan ke

dalam dua golongan, yaitu Batik Pesisiran dan Batik

Pedalaman (Pradito, dkk. 2010:3).

1) Batik Priangan Dalam Golongan Batik Pesisiran:

Daerah yang termasuk ke dalam Batik Pesisiran

adalah daerah – daerah di Jawa Barat yang berada di pesisir utara Pulau Jawa dan yang telah menjadi daerah

industri batik sejak lama di daerah Jawa Barat, sehingga

dapat disebut pula batik tradisional Jawa Barat.

Golongan ini mendapat pengaruh dari berbagai bangsa

asing. Daerah – daerah tersebut:  Indramayu

Batik Indramayu diperkirakan mulai muncul

pada tahun 1527 saat masa kekuasan Kerajaan

Islam Demak, dimana banyak perajin batik dari

Lasem hijrah ke Indramayu. Indramayu memiliki

beberapa desa penghasil batik khas Indramayu,

namun yang dikenal secara luas adalah Desa

Paoman. Teknik pembatikan yang dipakai

umumnya batik tulis. Ragam hias Batik

Indramayu, mendapat pengaruh dari gaya

perpaduan Budaya Cina dan Islam. Ragam

(28)

16

(a) (b)

Gambar 2.1 (a) Motif Ganggengan ( non – geometris), (b) Motif Obar

Abir (bersifat geometris)

Sumber: Anas,B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta:

Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII

 Cirebon

Daerah pembatikan terletak di desa Trusmi

dan Kalitengah. Batik Cirebon pun mendapat

pengaruh dari perpaduan budaya Cina, Eropa,

Arab dan Hindu. Batik Cirebon memiliki dua ciri

yang menonjol, yaitu Batik Kraton dan Batik

Bang-biron. Batik Kraton Cirebon terdiri dari Kraton

Kasepuhan dan Kraton Kanoman. Batik Kraton

Cirebon memiliki ciri khas warna putih (dasar),

biru (indigo) dan cokelat (soga). Ragam hiasnya

bayak terkait dengan mitologi yang berkembang di

Kota Crebon. Batik Bang-biron merupakan batik

yang melalui proses pewarnaan melalui celupan

(29)

17

(a) (b)

Gambar 2.2 (a) Corak Paksi Naga Liman, (b) Corak ayam Alas

Gunung Jati (Karaton Kasepuhan Cirebon)

Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke –8,

Jakarta: Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII

 Ciamis

Pada tahun 1939, Kabupaten Ciamis telah

mendirikan koperasi Rukun Batik dengan ratusan

pengrajin batik tulis. Motif Batik Ciamis sering

disebut Batik Ciamisan. Ragam hias batik

Ciamisan menggambarkan flora – fauna serta elemen – elemen lain di lingkungan alam Ciamis. Motif – motif Batik Ciamis antara lain kumeli, kurung hayam, parang rusak, rereng keris, rereng

useup, alam pangandaran dan lainnya.

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Rereng Useup, (b) Rereng Suliga

Sumber: Pradito, dkk. 2010, The Dancing Peacock, Jakarta:

(30)

18

 Tasikmalaya

Pada tahun 1938 telah berdiri Koperasi Mitra

Batik di Tasikmalaya dan pada tahun 1948 telah

terbentuk Gabungan Koperasi Batik Indonesia. Pusat

batik di Tasikmalaya tersebar di Desa Sukapura

(Kecamatan Sukaraja), Kecamatan Indihiang dan

Kecamatan Cipedes. Batik Tasikmalaya dipengaruhi

oleh Batik Keraton (Solo dan Yogya) dan Keraton

Cirebon, selain itu dipengaruhi juga oleh letak

geografis, adat istiadat dan keseharian. Penamaan

corak pun turut dipengaruhi oleh Batik Keraton solo

dan Yogya, seperti kata lereng menjadi rereng.

(a) (b)

Gambar 2.4 (a) Motif Rereng Cucuk Gelung, (b) Motif Sente

Taleus

Sumber: Pradito, dkk. 2010, The Dancing Peacock, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

 Garut

Motif Batik Garut sering disebut sebagai Batik

Garutan. Warna khas Batik Garut adalah warna

(31)

19

biru tua, merah tua, hijau tua serta ungu tua. Motif

Garutan mendapat inspirasi dari flora serta fauna.

Motif Garutan pun mendapat pengaruh dari Keraton

Yogya dan Solo, daerah Cirebon, Indramayu serta

Bangsa Cina.

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) Motif Buluh Hayam (b) Isuk Sore Buluh Hayam

Sumber: Pradito, dkk. 2010, The Dancing Peacock, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

2) Batik Priangan Dalam Golongan Batik Pedalaman:

Penyebutan Batik Pedalaman mengacu pada

berbagai batik dengan ciri – ciri khusus yang tidak ditemukan pada Batik Keraton dan Batik Pesisiran. Batik

Pedalaman mengutamakan unsur – unsur lokal dan ciri khas kedaerahan.

 Kuningan

Beberapa motif Batik Kuningan pada tahun 2011

diresmikan melalui lomba cipta desain Batik Kuningan.

Batik Kuningan dikenal dengan sebutan Batik

(32)

20

yang menjadi tempat diproduksinya Batik Paseban

Kuningan. Warna – warna yang terdapat pada Batik Kuningan adalah merah hati, biru tua dan hitam.

Gambar 2.6 Motif Ikan Dewa

Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Majalengka

Batik Majalengka lahir dari inisiatif seorang

seniman bordir bernama Herry Suhersono yang ingin

melestarikan dan memperkenalkan kekhasan Kota

Majalengka melalui batik, sebab Kota majalengka

sendiri pada awalnya bukan daerah penghasil batik.

Motif Batik Majalengka terinspirasi dari legenda serta

flora dan fauna ciri khas daerah tersebut.

(a) (b)

Gambar 2.7 (a) Motif Simbar Kencana, (b) Motif Buah Maja

(33)

21

 Sumedang

Pada tahun 1999, muncul batik khas Kota

Sumedang yang dikenal dengan nama Batik

Kasumedangan. Ragam hias batik ini terinspirasi dari

letak geografis, kondisi sosial – ekonomi dan budaya masyarakat Kota Sumedang itu sendiri.

Gambar 2.8 Motif Lingga

Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Banjar

Tahun 2011 merupakan tahun diresmikannya Batik

Kota Banjar. Pengembangan batik ini dibiayai

sepenuhnya oleh Dekranasda Kota Banjar. Motif

Bunga Tarum dan Ebeg (kuda lumping) merupakan

motif awal yang telah diresmikan.

Gambar 2.9 Motif Bunga Tarum

(34)

22

 Bandung

Batik Kota Bandung berkembang dengan

mengutamakan desain batik yang modern dan

kontemporer. Ada beberapa daerah pengembangan

batik Bandung. Diantaranya berada di daerah

Cigadung. Di daerah ini ada beberapa tokoh yang

berkiprah dalam pengembangan Batik Jawa Barat.

Adapula industri kerajinan batik yang berada di daerah

Sarijadi dan Bojong Koneng.

(a) (b)

Gambar 2.10 (a) Motif Patrakomala Cangkurileung, (b)

Motif Binari Kawung

Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Kab. Bandung

Motif – motif Batik Kabupaten Bandung dikenal dengan nama batik Pakuan Pajajaran, sebab

(35)

23

(a) (b)

Gambar 2.11 (a) Motif Ragen Panganten, (b) Motif Jalak Harupat

Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Kab. Bandung Barat

Lembang merupakan daerah dimana batik

Kabupaten Bandung Barat ini berkembang. Batik

Lembang ini lahir melalui inisiatif seorang kolektor

batik pada tahun 2007, yang berawal dari menjual

batik dari berbagai daerah kemudian dengan mulai

memproduksi Batik Lembang yang motifnya

terinspirasi dari lingkungan alam daerah Lembang.

(a) (b)

Gambar 2.12 (a) Motif Papatong Pucuk Teh, (b) Motif Kawung

Stroberi

(36)

24

 Cimahi

Batik Cimahi lahir melalui suatu kompetisi yang

diadakan oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah

(Dekranasda) kota Cimahi. Melalui tahap seleksi,

akhirnya dipilih lima motif yang dinilai sesuai untuk

dijadikan motif Batik Cimahi. Motif Batik Cimahi

mengacu pada kondisi daerah serta lingkungan Kota

Cimahi itu sendiri. Kelima motif itu adalah motif

Cireundeu, Ciawitali, Curug Cimahi, Pusdik, dan motif

Rereng Kujang.

Gambar 2.13 Motif Ciawitali

Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Subang

Motif Batik Subang pun mengikuti kondisi

lingkungan dan alam di wilayah Subang. Salah satu

motif Batik Subang yang dikenal dengan nama

Ganasan pun terinspirasi dari buah nanas, yaitu buah

yang tumbuh subur dan dijadikan lambang Kota

(37)

25

Gambar 2.14 Motif Batik Ganasan

Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Cianjur

Motif Batik Cianjur terinspirasi dan berasal dari ciri

khas Kota Cianjur sendiri yang merupakan penghasil

beras, sehingga motif batiknya pun dikenal dengan

sebutan beasan. Motif Batik Cianjur lainnya yaitu motif

Kecapi suling dan Ayam pelung.

Gambar 2.15 Motif Beasan

Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Bogor

Batik Kota Bogor berawal dari kreasi seorang pria

asal Kota Yogyakarta yang sudah menetap di Kota

Bogor selama dua puluh lima tahun, hingga pada

tahun 2008 ia mulai berkreasi dan mengembangkan

(38)

26

lingkungan alam, sosial, budaya, ekonomi, juga

mengacu pada Kerajaan Pakuan Pajajaran.

Gambar 2.16 Motif Kujang Kijang

Sumber: http://balareabatikjabar.org  Bekasi

Tahun 2010 merupakan tahun berdirinya Batik

Bekasi atas gagasan seorang warga Kota Bekasi

keturunan Betawi bernama R. Emma Damayanti. Motif

batik khas Bekasi dilatarbelakangi oleh Kebudayaan

Betawi. Motif – motif Batik Bekasi antara lain motif Ondel – ondel, Si Pitung, Buah Kecapi dan Tari

Balntek.

(a) (b)

Gambar 2.17 (a) Motif Ondel – ondel, (b) Motif Si Pitung

(39)

27

2.2.4 Klasifikasi Batik Berdasarkan Teknik Pembuatannya

1) Batik Tulis

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,

batik tulis diartikan sebagai batik yang dibuat dengan

tangan (bukan dengan cap); (Departemen Pendidikan

Nasional, 2008).

Disebut batik tulis karena perintang warnanya

dibubuhkan dengan cara seperti menulis dengan

menggunakan alat bernama canting (Ramadhan, Iwet.

2013:22).

Proses membuat batik dengan canting sudah

dilakukan sejak lama. Daerah – daerah yang tergolong sudah lama dalam industri penghasil batik umumnya

selalu menggunakan teknik ini dalam proses membatik

terutama pada Batik Keraton dan akhirnya berkembang

ke wilayah pesisiran. Kain yang menggunakan canting

dalam proses membatiknya dianggap memiliki nilai seni

tinggi akibat kerumitan, kerajinan dan kehalusan ragam

hiasnya.

Tabel 2.1 Ciri Khas Batik Tulis

No. Ciri Khas

1. Tidak ada batik tulis yang kembar, dibuat hanya satu

(40)

28

2. Warna dan motifnya bolak – balik sama atau tembus. Hal

ini dikarenakan setelah bagian depan dicanting, bagian

belakang kemudian dicanting lagi.

3. Umumnya memiliki ukuran 2 x 1,25 meter.

4. Terdapat inisial tulisan tangan nama pembatik di ujung

kain.

Sumber: Ramadhan, Iwet. Cerita Batik Iwet Ramadhan, Literati,

Tangerang, 2013.

Gambar 2.18 Batik Tulis

Sumber: Dokumen Pribadi

2) Batik Cap

Batik Cap merupakan kain batik yang

penggambaran motifnya dilakukan dengan

menggunakan canting cap (Pradito, dkk. 2010:3)

Penggunaan teknik cap pada kain batik berawal

dari adanya pengaruh budaya asing ke daerah pesisir

utara Jawa. Batik cap mulai berkembang di Indonesia

setelah terjadi peningkatan permintaan akan kain batik

pada pertengahan abad XIX, pada saat itu produsen

(41)

29

dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat

(Ramadhan, Iwet. 2013:24).

Batik cap memiliki fungsi sebagai bahan sandang

dan perlengkapan kebutuhan rumah tangga. Untuk

sandang, batik cap diperkenalkan ke pasaran sebagai

selendang, sarung, kain panjang, ikat kepala, pakaian,

hingga seragam sekolah seperti di Kota Cimahi. Untuk

kebutuhan rumah tangga, batik cap diaplikasikan pada

taplak, sarung bantal, sprei dan lain sebagainya.

Tabel 2.2 Ciri Khas Batik Cap

No. Ciri Khas

1. Motifnya cenderung berulang, tidak banyak memiliki detail.

2.

Warnanya bolak – balik tidak sama, bagian belakangnya

cenderung memiliki warna yang lebih redup atau tipis.

3. Diproduksi secara massal.

4. Dijual per lembar dengan ukuran standar kain potong.

5. Tidak melalui proses yang lama seperti halnya batik tulis.

Sumber: Ramadhan, Iwet. Cerita Batik Iwet Ramadhan, Literati,

Tangerang, 2013.

Gambar 2.19 Batik Cap

(42)

30

2.2.5 Makna Simbolis Pada Batik Jawa Barat

Setiap motif dan ragam hias pada sebuah batik, pasti

memiliki kandungan makna atau nilai didalamnya, begitu pun

pada Batik Jawa Barat. Namun secara umum, Batik Jawa Barat

tidak membatasi pemakaian kain batik untuk digunakan oleh

kalangan tertentu maupun dalam keadaan tertentu,

sebagaimana Batik Keraton Yogya dan Solo yang dapat

digunakan hanya pada acara – acara tertentu oleh kalangan keluarga keraton, bangsawan atau kalangan tertentu lainnya.

Pada Batik tradisional Jawa Barat seperti Indramayu,

Cirebon serta Tasikmalaya terdapat beberapa makna simbolis

dalam motif atau ragam hias batiknya. Untuk daerah atau Kota

Ciamis dan Garut, tidak terdapat ungkapan makna simbolis

pada berbagai batikan yang dihasilkannya. Motif dan warna

Batik Ciamis tidak mengandung makna filosofi, perlambang,

disakralkan, ataupun menunjukkan suatu status sosial tertentu

(Pradito, dkk. 2010:20). Batik Garut tak mengenal apa yang

disebut motif larangan karena motif dibuat semata – mata untuk kebutuhan sandang sehari – hari, yang dikenakan sebagai sinjang (kain panjang), yang tidak dikaitkan dengan ajaran

agama atau kepercayaan tertentu (Pradito, dkk. 2010:32).

Daerah – daerah yang dianggap memiliki makna simbolis antara lain Indramayu, Cirebon dan Tasikmalaya

(43)

31

penolak bala atau malapetaka. Cirebon memiliki motif mega

mendung yang berarti satu bentuk tanda cinta dari Sunan

Gunung Djati kepada Putri Ong Tien yang berasal dari Cina

untuk dinikahinya, sebab motif mega mendung merupakan

ornamen yang banyak terdapat pada guci – guci Cina pada saat itu di Cirebon. Motif mega mendung pun dianggap sebagai

simbol cinta, harapan, simbol kebahagiaan dan rezeki. Pada

Batik Tasikmalaya, terdapat beberapa motif yang dipercaya

sebagian masyarakat Tasikmalaya dapat membawa

keberuntungan, contohnya motif pisang bali yang biasa

digunakan kaum pedagang.

Gambar 2.20 Motif Burung Hong, simbol penolak bala

Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta:

Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII

Gambar 2.21 Motif Mega Mendung, simbol kebahagiaan

Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta:

(44)

32

Gambar 2.22 Moti Pisan Bali, simbol Keberuntungan

Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta:

Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII

2.2.6 Fungsi Batik

Fungsi batik terus berkembang seiring kemajuan jaman.

Batik tidak hanya tampil sebagai kebutuhan sandang, tetapi kini

batik sudah digunakan atau diaplikasikan pada berbagai

kebutuhan rumah tangga seperti sprei, tirai maupun hiasan

dinding. Batik pun digunakan sebagai bahan bagi pembuatan

aksesoris seperti tas, dompet, topi hingga mukena yang

merupakan peralatan ibadah umat Islam. Dari berbagai jenis

barang tersebut, fungsi batik yang utama atau fungsi batik

secara tradisional tetaplah sebagai kebutuhan sandang.

Tabel 2.3 Fungsi Batik Secara Tradisional

No. Fungsi Gambar

1. Kain Panjang, ialah kain berbentuk empat

persegi panjang yang dililitkan mengelilingi

pinggang. Kain ini digunakan pria maupun

wanita.

2. Sarung, telah lazim digunakan di seluruh

Kepulauan Indonesia dan merupakan kostum

asli masyarakat melayu.

3. Dodot, ialah dua lembar kain batik yang

dijahit secara bersamaan. Hanya digunakan

(45)

33

4. Selendang. Dikenakan pada bahu dan dapat

pula digunakan untuk menggendong bayi

atau membawa keperluan ke pasar.

5. Kemben, sebagai penutup badan bagian

dada.

6. Ikat kepala, digunakan hanya oleh pria.

Berbentuk bujur sangkar serta

pemakaiannya diikatkan seperti serban.

Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta:

Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII.

2.2.7 Alat dan Bahan Pada Proses Membatik

Pada tahap ini, alat dan bahan yang dijelaskan

mengenai perlengkapan membatik tulis.

Tabel 2.4 Alat dan Bahan Pada Proses Membatik

No. Alat / Bahan Fungsi Gambar

1. Gawangan Menyangkutkan dan

(46)

34

4. Kompor Kompor yang

digunakan adalah

kompor berbahan bakar

minyak tanah.

5. Taplak Kain untuk menutup

paha pembatik agar

tidak terkena tetesan

malam panas.

6. Saringan

Malam / lilin

Untuk menyaring

malam / lilin panas.

7. Canting Untuk menuliskan pola

batik dengan cairan

malam.

8. Mori Bahan baku batik yang

terbuat dari katun.

9. Malam / lilin Bahan dasar untuk

membatik.

10. Dhingklik Tempat duduk untuk

membatik.

Sumber: Wulandari, Ari. 2011, Batik Nusantara, Yogyakarta: Andi

(47)

35

2.2.8 Karakteristik Batik

Batik, khusunya batik tulis memiliki karakteristik yang

dapat rentan dan mudah mengalami kerusakan secara fisik

maupun kimiawi, seperti:

1. Rentan terhadap cahaya

Cahaya alami maupun cahaya buatan. Cahaya alami

seperti terkena pancaran radiasi sinar matahari secara terus

menerus, contohnya dijemur dibawah sinar matahari

langsung, karena panas secara tidak langsung dapat

merusak serat kain dan memudarkan warna pada kain.

2. Rentan terhadap debu

Debu memiliki partikel yang tajam serta dapat memotong

serat – serat kain.

3. Rentan terhadap serangga dan jamur

4. Rentan terhadap kelembaban dan suhu

Gambar 2.23 Kain Batik yang Mengalami Kerusakan

Sumber: Dokumen Pribadi

2.3 Tinjauan Museum Batik Jawa Barat

Museum Batik Jawa Barat dapat diartikan sebagai sebuah

(48)

36

berbagai objek yang berkaitan dengan batik yang terdapat di Jawa

Barat baik melalui sejarah hingga perkembangan Batik Jawa Barat itu

sendiri. Museum ini mencakup berbagai koleksi dua dimensi dan tiga

dimensi terkait Batik Jawa Barat. Berbagai hal diatas diharapkan

mampu menjadikan museum ini sebagai wadah apresiasi dan pusat

dokumentasi informasi yang bersifat edukatif – rekreatif.

2.4 Eklektik

Eklektik berasal dari bahasa Yunani yaitu ekleigen yang artinya

memilih sesuatu. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,

eklektik juga diartikan bersifat memilih yang terbaik dari berbagai

sumber mengenai orang, gaya atau metode. Dalam sejarah

perkembangan arsitektur, istilah eklektisme digunakan untuk

menandai gejala pemilihan atau pencampuran berbagai gaya pada

abad XIX, masa berakhirnya klasikisme (www.arsitektur.tripod.com).

Penggayaan eklektisme sudah muncul sejak zaman Renaisans

dimana elemen romawi digabungkan dengan unsur lain. Penggayaan

ini dapat memadukan unsur modern dengan aksen tradisional atau

menghadirkan unsur budaya barat dan timur secara bersama – sama. Gaya ini dapat dipadukan dengan budaya atau desain etnik yang ada

di berbagai daerah di Indonesia. Ciri – ciri gaya eklektik yaitu dinamis, ekspresif, terdapat pengulangan bentuk, selain itu dapat memadukan

atau menggabungkan sifat material alami dengan material hasil

(49)

37

2.5 Studi Antropometri

Studi antropometri berkaitan dengan ukuran dimensi tubuh

manusia yang akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis

dalam melakukan aktivitas. Hal tersebut dilakukan untuk menunjang

kemudahan pemakaian, kenyaman dan keamanan penggunanya.

Faktor – faktor yang mendasari tingkat kenyamanan secara antropometrik berkaitan dengan sikap atau posisi tubuh manusia

(pengunjung) saat melakukan aktivitas di museum, yaitu:

1. Faktor pandangan

Gambar 2.24 Jarak Pengamat Terhadap Objek

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang

Interior, Jakarta: Erlangga

Dari gambar diatas dapat diperoleh pernyataan bahwa

pandangan dari mata manusia yang dapat mengenali warna

ataupun membedakan warna secara optimal terhadap objek

yang dilihat adalah 30° ke arah kanan, 30° ke arah kiri, 30° ke

arah atas serta 30° ke arah bawah. Jarak display dari mata

pengamat dapat bervariasi sesuai besar materi display serta

pencahayaannya (Panero & Zelnik, 2003:293).

Museum Batik Jawa Barat tidak hanya dikunjungi oleh

(50)

38

kemungkinan bahwa penyandang cacat pun akan berkunjung

ke museum ini.

Gambar 2.25 Ukuran Modul Kursi Roda

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang

Interior, Jakarta: Erlangga

Gambar 2.26 Jangkauan Jarak Pengguna Alat Bantu

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang

Interior, Jakarta: Erlangga

2. Faktor pencahayaan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada

pencahayaan dalam sebuah ruang pamer dengan objek pamer

berupa batik yang merupakan sebuah tekstil, dikarenakan

tekstil dapat rentan terhadap berbagai macam hal seperti

cahaya, kelembaban, suhu dan lain – lain. Macam – macam penerangan dalam ruang bagian dalam menurut Ernst Neufert,

yaitu:

(51)

39

Diutamakan untuk penerangan umum ruang

kerja, rapat, lalu lintas publik dan zona sirkulasi.

Beberapa jenis lampu pada penerangan simetris

langsung:

- Lampu sorot – lampu raster:

Dipasang pada dinding untuk penerangan yang

merata.

- Lampu sorot dengan rel:

Penerangan dinding yang merata dengan bagian

ruang. Kuat penerangan mencapai 500 lux.

Contohnya lampu pijar halogen.

- Lampu sorot untuk instalasi langit – langit:

Mengarah langsung ke arah dinding, contohnya

lampu halogen dan lampu pijar.

- Lampu sorot terarah cahaya mengarah ke bawah:

Lampu yang dapat digunakan adalah lampu pijar

halogen, terutama lampu halogen voltase rendah.

Gambar 2.27 Jenis – jenis Penerangan Langsung

(52)

40

 Penerangan tidak langsung

Beberapa jenis lampu yang umumnya digunakan

dalam sistem penerangan tidak langsung:

- Lampu sorot langit – langit, lampu sorot lantai:

Untuk penerangan bidang langit – langit atau bidang lantai.

- Lampu dinding:

Untuk penerangan dinding dekorasi, dapat juga

untuk penerangan langit – langit atau lantai.

- Lampu sorot dinding – rel aliran:

Merupakan lampu yang umumnya dipasang di

ruang pameran dan museum. Tingkat penerangan

vertikal sebesar 50 lux, 150 lux dan 300 lux,

contoh lampu yang umumnya digunakan adalah

lampu pijar.

- Lampu sorot rel aliran

Gambar 2.28 Jenis – jenis Penerangan Tidak Langsung

Sumber: Neufert, Ernst. Data Arsitek Jilid 1, Jakarta: Erlangga

(53)

41

Ketentuan penerangan yang dibutuhkan dalam

pembuatan tekstil, pengolahan tekstil dan memamerkan tekstil,

yaitu:

 Tempat pencelupan 200 En / 1 x

 Mewarnai 300 En / 1 x

 Tes warna 1000 En / 1 x

 Menjahit 750 En / 1 x

 Cahaya alami, dapat menggunakan sistem cahaya dari

samping maupun dari atas. Cahaya sebaiknya bersifat

pantulan atau bias agar tidak merusak koleksi atau

mengganggu pengunjung.

 Cahaya buatan, menggunakan pantulan spotlight

sebaiknya bersifat tidak langsung.

 Jarak ideal antara penerangan dengan materi pamer

adalah sebesar kurang lebih 40 cm. (Rini, Farda Puspa.

2011, Batik Center – Perancangan Tata Ruang Ideal

Untuk Kain Batik pada Fasilitas Batik Center, Tugas

Akhir ITB).

3. Faktor Display

Idealnya, tinggi sisi atas display harus berkaitan dengan

tinggi mata pengamat. Satu solusi untuk menjadikan display ini

berada dalam jangkauan serta bidang pandang dari pengamat

(54)

42

melalui pengadaan platform yang dinaikkan. Jika seorang

pengamat berada dalam posisi duduk, permasalahan menjadi

lebih mudah. Variabel tinggi mata orang yang bertubuh tinggi

dan pendek duduk, sedikit saja perbedaannya terukur dari

permukaan kursi. Perbedaan tinggi mata pada posisi berdiri

kira-kira sebesar 30,5 cm, sedangkan perbedaan tinggi mata

pada posisi duduk besarnya kurang dari 15,2 cm. (Panero &

Zelnik, 2003: 294).

Gambar 2.29 Posisi Pengamat Terhadap Display

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang

Interior, Jakarta: Erlangga

4. Faktor Sirkulasi

Faktor sirkulasi disini membahas tentang zona yang

terbentuk saat melakukan kegiatan jalan kaki antara manusia

normal dengan yang memiliki cacat tubuh saat berada di

koridor maupun saat mengantri. Besar jarak langkah kaki dapat

bervariasi pada masing – masing individu sesuai dengan faktor – faktor psikologi, fisiologi dan budaya, jenis kelamin, usia dan

(55)

43

jarak langkah sebesar 91,4 cm. Pada koridor dan lalu lintas

pejalan kaki yang terdiri dari dua jalur, disarankan pengguna

jarak bersih sebesar 91,4 x 172,7 cm. Koridor selebar 137, 2

cm akan memungkinkan seseorang tanpa cacat tubuh untuk

berjalan berdampingan atau melewati orang yang berkursi roda

(Panero & Zelnik, 2003:270).

Gambar 2.30 Zona Sirkulasi

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang

Interior, Jakarta: Erlangga

2.6 Studi Lapangan dan Studi Banding

Dalam proyek Tugas Akhir ini, Museum Batik Jawa Barat

merupakan proyek yang bersifat fiktif, sehingga dalam perencanaan

dan perancangannya dilakukan studi lapangan dan studi banding

untuk mendapatkan data perbandingan sebagai pertimbangan dalam

perancangan dan peningkatan museum.

(56)

44

1) Museum Tekstil (Jl. K.S. Tubun No. 2–4 Jakarta Barat)

Museum ini khusus memamerkan beragam jenis tekstil

asli Indonesia dan beragam benda yang berhubungan dengan

dunia pertekstilan. Saat ini koleksi Museum Tekstil berjumlah

1914 koleksi yang terdiri dari wastra, busana dan peralatan

tekstil. Salah satu jenis tekstil yang mendominasi koleksi

Museum Tekstil ini adalah batik. Fasilitas Museum Tekstil

Jakarta terdiri dari:

 Gedung Utama (Area pamer)

Gedung Utama terletak di bagian depan,

digunakan untuk memamerkan beragam tekstil

Indonesia baik tekstil koleksi museum, kolektor, desainer

maupun masyarakat pecinta tekstil.

Gambar 2.31 Gedung Utama

Sumber: Dokumen Pribadi  Galeri Batik

Digunakan sebagai area pamer untuk koleksi

batik dari berbagai daerah di Indonesia. Pengelolaan

(57)

45

Gambar 2.32 Galeri Batik

Sumber: Dokumen Pribadi

 Gedung Workshop Center (Pendopo)

Digunakan untuk menunjang berbagai aktivitas

pelatihan membatik, khususnya batik tulis.

Gambar 2.33 Pendopo

Sumber: Dokumen Pribadi

 Taman Pewarna Alam

Berfungsi untuk melestarikan dan mengenalkan

kepada masyarakat tentang pohon -pohon yang dapat

digunakan sebagai bahan baku pewarna alam.

Gambar 2.34 Taman Pewarna Alam

(58)

46

 Perpustakaan

Berfungsi untuk memberikan pelayanan data dan

informasi kepada para pengunjung, sebagai sarana

untuk mengenal lebih jauh tentang pertekstilan

Indonesia.

Gambar 2.35 Perpustakaan

Sumber: Dokumen Pribadi

 Ruang Laboratorium dan Konservasi

Ruang ini berfungsi untuk merawat barang koleksi

dari berbagai macam pengaruh atau kerusakan secara

kimiawi maupun alami.

 Ruang Penyimpanan (Storage)

Ruang ini dikhususkan bagi tempat penyimpanan

barang – barang koleksi.

 Ruang Multimedia (Auditorium)

Difungsikan sebagai tempat pemutaran film

dokumenter mengenai seluk beluk pertekstilan Indonesia

dan ruang seminar.

 Fasilitas Penunjang: Gerai cinderamata, mushalla, toilet

(59)

47

Contoh display pada Museum Tekstil Jakarta:

Gambar 2.36 Display pada Museum Tekstil Jakarta

Sumber: Dokumen Pribadi

Studi Banding:

1) Muzium Tekstil Negara (National Tekstil Museum)

Museum ini bertempat di Jalan Hishamuddin, Kuala

Lumpur. Museum ini menampilkan koleksi – koleksi tekstil khas Malaysia dari zaman pra sejarah hingga saat ini. Terdapat lima

galeri yang menampilkan tekstil yang berupa kain dan pakaian

hingga aksesoris penunjangnya, yaitu:

 Galeri Pohon Budi, memamerkan sejarah tekstil dan

(60)

48

Gambar 2.37 Galeri Pohon Budi

Sumber: www.muziumtekstilnegara.gov.my

 Galeri Pelangi, memamerkan koleksi tekstil dengan

keanekaragaman motif dan warnanya.

Gambar 2.38 Galeri Pelangi

Sumber: www.muziumtekstilnegara.gov.my

 Galeri Teluk Berantai, memamerkan kekayaan,

kehalusan dan keindahan koleksi warisan melayu.

Gambar 2.39 Galeri Teluk Berantai

Sumber: www.muziumtekstilnegara.gov.my

 Galeri Ratna Sari, memamerkan beragam aksesoris

(61)

49

Gambar 2.40 Galeri Ratna Sari

Sumber: www.muziumtekstilnegara.gov.my

 Galeri Saindera, merupakan galeri pamer sementara.

Gambar 2.41 Galeri Saindera

(62)

50

BAB III KONSEP PERANCANGAN MUSEUM BATIK JAWA BARAT

3.1 Deskripsi Proyek

 Judul Proyek : Museum Batik Jawa Barat

 Lokasi : Bandung, Jawa Barat

 Batas Proyek :

Utara: Jl. Setraria

Selatan: Hotel Hasanah

Timur: Setrasari Plaza

Barat: Jl. Lemah Nendeut

 Sifat Proyek : Fiktif

 Status Kepemilikan : Museum Pemerintah

 Pengelola : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

 Orientasi Proyek : Edukasi, rekreasi dan komersil

 Sasaran Pengguna : Ilmuwan, pelajar, pecinta batik,

pengusaha batik, desainer batik dan

wisatawan umum.

3.2 Jenis Museum Batik

 Berdasarkan kedudukannya Museum Batik Jawa Barat

termasuk dalam jenis museum provinsi, karena koleksinya

berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material

(63)

51

museum tersebut berada. Seperti yang diketahui bahwa Jawa

Barat merupakan sebuah provinsi.

 Dilihat dari koleksi yang dimiliki, Museum Batik Jawa Barat ini

termasuk dalam jenis museum khusus, sebab koleksinya hanya

terdiri dari kumpulan berbagai objek yang berkaitan dengan

Batik Jawa Barat.

 Berdasarkan status kepemilikannya termasuk ke dalam jenis

museum pemerintah, karena diselenggarakan dan dikelola oleh

pemerintah daerah.

3.3 Profil Museum Batik Jawa Barat

Museum Batik Jawa Barat merupakan sebuah lembaga milik

pemerintah yang berfungsi sebagai pusat dokumentasi informasi

mengenai perbatikan di wilayah Jawa Barat. Museum ini bertugas untuk

memamerkan, mengumpulkan, merawat dan meneliti berbagai objek

yang berkaitan dengan Batik Jawa Barat serta menjadi tempat tujuan

wisata yang dapat memperluas pengetahuan masyarakat mengenai

keanekaragaman Batik Jawa Barat, untuk itu museum batik ini bersifat

edukatif – rekreatif.

3.3.1 Visi Museum Batik Jawa Barat

Menjadikan Museum Batik Jawa Barat sebagai sebuah

wadah dalam melestarikan dan mengembangkan Batik Jawa

Barat serta sebagai pusat informasi yang perlu dipelihara

(64)

52

3.3.2 Misi Museum Batik Jawa Barat

 Memberikan informasi mengenai keanekaragaman Batik

Jawa Barat.

 Mendorong minat perajin batik untuk dapat melestarikan

motif – motif lama serta dapat menghasilkan motif – motif baru.

 Mengkomunikasikan mengenai Batik Jawa Barat kepada

masyarakat luas dengan melakukan penyajian informasi

yang bersifat rekreatif – edukatif. 3.3.3 Tujuan Museum Batik Jawa Barat

 Meningkatnya minat masyarakat untuk berkunjung ke

museum.

 Meningkatnya minat masyarakat untuk mengetahui

informasi mengenai keanekaragaman Batik Jawa Barat.

 Terwujudnya Museum Batik Jawa Barat sebagai pusat

informasi mengenai perbatikan di Jawa Barat yang

bersifat rekreatif – edukatif. 3.4 Pengguna Museum Batik Jawa Barat

Museum Batik Jawa Barat merupakan sebuah wadah untuk

berbagai kegiatan perbatikan seperti pengembangan, penelitian,

pendokumentasian dan pelestarian batik yang sifatnya terbuka bagi

dunia ilmu pengetahuan. Dalam hal ini tentunya akan ada banyak pihak

yang dapat terlibat dalam penggunaan fasilitasnya, baik pengelola atau

(65)

53

Tabel 3.1 Pengunjung Museum Batik Jawa Barat

No. Faktor Keterangan

1. Umur - Semua Umur (anak – anak, remaja dan dewasa).

- Rekreasi atau hiburan.

- Mengikuti pelatihan membatik tulis.

- Mengikuti pelatihan membatik cap.

- Berkunjung ke toko souvenir.

- Mengikuti seminar atau menonton film dokumenter di

auditorium.

- Mencari referensi di perpustakaan.

- Menyaksikan acara peragaan busana.

5. Sasaran

Pengguna

- Kalangan Pekerja: desainer batik, pengusaha batik,

perajin batik, dll.

- Kalangan Pendidikan: pelajar, mahasiswa, guru,

dosen, ilmuwan.

- Pengunjung dalam negeri (lokal / Nasional) dan

pengunjung luar negeri.

(66)

54

Tabel 3.2 Pengelola Museum Batik Jawa Barat

No. Area Aktivitas Pengguna

1. Front office - Menjual tiket museum

- Memberikan informasi

- Memandu pengunjung

- Menjaga keamanan

museum.

- Pegawai area loket.

- Pegawai area informasi.

- Pembina atau tour guide.

- Penjaga keamanan atau

satpam.

2. Back office - Mengelola museum

- Menjalankan tugas

- Memberikan pelatihan

- Meneliti

- Mengelola sarana teknis

- Mengelola kebersihan

- Pimpinan museum

- Pegawai administrasi, dll.

- Perajin batik.

- Ilmuwan.

- Teknisi.

- Cleaning Service.

Sumber: Dokumen Pribadi

3.5 Bentuk Kegiatan Museum Batik Jawa Barat

Bentuk kegiatan yang akan diwadahi di Museum Batik Jawa

Barat ini, seperti:

1. Eksibisi atau Pameran

Bertujuan untuk memamerkan keanekaragaman Batik

Jawa Barat berupa materi pamer yang bersifat dua dimensi dan

tiga dimensi. Ruang pamer itu sendiri terbagi ke dalam

beberapa area sesuai alur storyline yang ditetapkan.

2. Edukasi atau pendidikan

a. Perpustakaan

Bertujuan untuk menyediakan informasi dari

(67)

55

dengan koleksi museum berupa literatur, atau pun film

dokumenter.

b. Auditorium

Menyediakan fasilitas ruang untuk keperluan

diskusi, seminar atau pemutaran film dokumenter yang

terbuka untuk umum.

c. Workshop membatik

Menyediakan fasilitas pelatihan yang terbuka bagi

pengunjung yang ingin mengetahui dan belajar dalam

proses pembuatan batik, terutama pembuatan batik tulis

dan batik cap.

d. Koleksi dan Perawatan

Upaya melestarikan dan memelihara koleksi dari

bahaya kehancuran baik secara alami maupun secara

kimiawi, meliputi bagian konservasi, preparasi dan

kuratorial.

e. Area Fashion Show atau Peragaan Busana

Menyediakan area bagi para desainer batik yang

ingin menampilkan karya – karya hasil rancangannya melalui berbagai busana berbahan dasar batik yang

diperagakan kepada desainer batik, kolektor batik

(68)

56

f. Area Berkumpul Pecinta Batik

Merupakan area yang disediakan bagi para

komunitas pecinta batik, khususnya Batik Jawa Barat

untuk dapat berbagi informasi ataupun merancang motif

batik baru.

g. Area Multimedia

Merupakan area yang dilengkapi dengan

perangkat elektronik seperti komputer, untuk digunakan

pengunjung dalam tujuannya mencari informasi.

3. Penunjang

a. Toko Souvenir

Menyediakan berbagai barang yang berhubungan

dengan museum dan Batik Jawa Barat itu sendiri yang

dapat dijadikan sebagai cinderamata pagi pengunjung,

seperti kain Batik Jawa Barat, aksesoris, dan lain – lain. b. Kafetaria

Sebagai area istirahat yang menyediakan makan

dan minum bagi pengunjung maupun pengelola

museum.

c. Toilet

Toilet umum bagi pria maupun wanita,

diperuntukkan untuk pengelola maupun pengunjung

(69)

57

d. Mushalla

Sebagai area ibadah bagi pengelola maupun

pengunjung museum yang beragama Islam.

e. Area Parkir

Menyediakan area parkir bagi pengelola dan

pengunjung museum.

3.6 Jam Kerja Museum Batik Jawa Barat

1. Kantor Administrasi dan Pelestarian Batik:

Hari Selasa – Jumat: 08.00 – 15.00 WIB.

2. Pameran, Perpustakaan, Workshop, Kafetaria, Toko souvenir:

Hari Selasa – Minggu: 09.00 – 15.00 WIB. 3. Auditorium:

(70)

58

3.7 Struktur Organisasi Museum Batik Jawa Barat

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Museum Batik Jawa Barat

Sumber: Dokumen Pribadi

3.8 Tinjauan Organisasi pengelola Museum Batik Jawa Barat

1. Kepala Museum

Sebagai seseorang yang bertanggung jawab, mengurus dan

memiliki wewenang atas operasional museum secara umum.

2. Wakil Kepala Museum

(71)

59

3. Kepala Bidang Tata Usaha dan Umum

Mengepalai dan mengatur urusan administrasi museum.

 Bagian Kepegawaian

 Bagian Keuangan

 Bagian Kearsipan

 Bagian Humas

 Bagian Komersil

4. Kepala Bidang Pameran dan Edukasi

Memberikan penjelasan dan bimbingan kepada pengunjung

museum terkait dengan koleksi museum.

 Bagian Edukasi: Menangani bagian pendidikan seperti

perpustakaan, workshop, dan auditorium.

 Bagian Pameran: Menangani berbagai hal mengenai

pameran tetap, pameran temporer dan juga objek

pamer.

5. Kepala Bidang Koleksi dan Konservasi

Menangani hal – hal yang berkaitan dengan koleksi museum.

 Bagian Kuratorial: mengurusi berbagai hal yang

berkaitan dengan pengelolaan koleksi di bidang

administrasi dan penelitiannya.

 Bagian Preparasi: mengurusi penataan dan penyajian

Gambar

Gambar 2.4 (a) Motif Rereng Cucuk Gelung, (b) Motif Sente
Gambar 2.6 Motif Ikan Dewa
Gambar 2.11 (a) Motif Ragen Panganten, (b) Motif Jalak Harupat
Gambar 2.20 Motif Burung Hong, simbol penolak bala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Batik Jawa Barat sudah diakui UNESCO sebagai budaya resmi Indonesia, namun kalangan mahasiswa kurang memiliki minat, dan mencintai batik itu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan (1) bentuk motif batik bokong semar, (2) warna batik bokong semar, (3) makna simbolik batik bokong semar Paoman

Dan juga dengan adanya sanggar batik Jawa Barat anak ini, anak-anak dapat mengetahui mengenai budaya Indonesia terutama batik Jawa Barat dan mereka pun lebih mencintai

Perancangan Pusat Batik Jawa Barat di Kota Bandung diharapkan dapat menjadi wadah kreativitas desainer batik Jawa Barat yang tepat karena selain menyediakan galeri dan

Maka dari itu, tujuan dari perancangan ini adalah untuk mengenalkan jenis-jenis corak batik Jawa Barat dan makna batik tersebut kepada anak Sekolah Dasar melalui media

577 Sungai Sungai di Garut dengan latar belakang gunung Garut, Jawa

32.07.280.01.066 MAMAN SUPRIAMAN Ciamis, 12 April 1960 L SLTA √ Kantor Jawa Barat Ciamis Kawali Karangpawitan Jln Nangela Desa Karangpawitan Anggota. Rumah Jawa Barat Ciamis

Secara keseluruhan tingkat partisipasi pengrajin batik dalam mengelola limbah industri batik di Desa Trusmi Kulon Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon tergolong