DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2007. Perihal Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Andrew, C. M. 1986. Central Government and Local Government in Indonesia. Oxford: Oxford University Press.
A.Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2006, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi II.
Amir, Machmud. 1984. “Demokrasi, Undang-undang dan Peran Raakyat”, dalam Prisma No.8 LP3ES. Jakarta.
Apter, David E. 1985. Pengantar Analisa Politik. Jakarta : CV. Rajawali.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta ; Gramedia Pustaka Tama.
Damanik, Jahutar.1985. Hukum Adat Simalungun. Medan: Penerbit Aslan.
Dede Mariana dan Caroline Paskarina. 2008. Demokrasi Dan Politik Desentralisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dwiyanto, Agus. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gajahmada Universiti Press.
Hadiwinata, Bob Sugeng; Schuck, Christoph. 2010. Demokrasi Di Indonesia : Teori Dan Praktik. Yogyakarta ; Graha Ilmu.
Hetifah Sj. Sumarto. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Haris Syamsuddin. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press.
Ida, Laode. 2005. Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia,.Jakarta: Media Indonesia.
Kaloh, J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineke Cipta.
Koirudin. 2005. Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia Format Masa Depan Otonomi Menuju Kemandirian Daerah. Malang: Averroes Press.
Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Martoyo, Susilo. 1999. Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BFTE Press.
Miftah, Thoha. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta ; Penerbit Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nawawi, Hadafi. 1987. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rosidin, Utung. 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia.
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, 2005, Jakarta: Rajawali Pers.
Santosa Pandji. 2008. Administrasi Publik, Teori dan Aplikasi Good Governance. PT Refika Aditama.
Salam, D. 2004. Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Bandung: Djambatan.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Sitepu, P. Anthonius. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sorensen, George. 1993. Demokrasi dan Demokratisasi. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar.
Sujatno. Adi. 2007. Moral Dan Etika Kepemimpinan:Merupakan Landasan Ke Arah Kepemimpinan Yang Baik (Good Governance). Jakarta: Team 4S
Supriatna, Tjhya. 1993. Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah. Jakarta : Bumi Aksara.
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi Dan Politik Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Thompson, Dennis F. 2002. Etika Politik Pejabat Negara. Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Widjaja, H. 2003. Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta : LP3 ES.
Sumber Lain :
Arsip Perpustakaan Pemerintah Kabupaten Simalungun
Undang-Undang No. 28 tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang pemerintah Daerah.
Situs Internet:
www.answer.com
www.bappenas.go.id
www.banyumaskab.go.id
www.kemendagri.go.id
www.kppod.org
www.otonomidaerah.net
BAB III
PERAN J.R SARAGIH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI KABUPATEN SIMALUNGUN
Good governance adalah “mantra” yang diucapkan oleh banyak orang di Indonesia sejak 1993. Kata governance mewakili suatu etika baru yang terdengar
rasional, profesional, dan demokratis, tidak soal apakah diucapkan di kantor Bank
Dunia di Washington, AS atau di kantor LSM yang kumuh di pinggiran Jakarta.
Dengan kata itu pula wakil dari berbagai golongan profesi seolah disatukan oleh
seruan kepada pemerintah yang korup di negara berkembang. “Good governance!”
terkepung oleh seruan dari berbagai pihak, kalangan pejabat pemerintah pun lantas
juga fasih menyebut konsep ini, meski dengan arti dan maksud yang berbeda.
Proses pemahaman umum mengenai governance atau tata pemerintahan mulai
mengemuka di Indonesia sejak tahun 1990-an, dan mulai semakin bergulir pada tahun
1996, seiring dengan interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar sebagai
negara-negara pemberi bantuan yang banyak menyoroti kondisi obyektif
perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah ini seringkali disangkutpautkan
dengan kebijaksanaan pemberian bantuan dari negara donor, dengan menjadikan
masalah isu tata pemerintahan sebagai salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam
Kata governance sering dirancukan dengan government. Akibatnya, negara
dan pemerintah menjadi korban utama dari seruan kolektif ini, bahwa mereka adalah
sasaran nomor satu untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan
internasional mengambil prioritas untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan di
Dunia Ketiga dalam skema good governance mereka. Aktivitis dan kaum oposan,
dengan bersemangat, ikut juga dalam aktivitas ini dengan menambahkan
prinsip-prinsip kebebasan politik sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha perbaikan
institusi negara. Good governance bahkan berhasil mendekatkan hubungan antara
badan-badan keuangan multilateral dengan para aktivis politik, yang sebelumnya
bersikap sinis pada hubungan antara pemerintah negara berkembang dengan
badan-badan ini. Maka, jadilah suatu sintesa antara tujuan ekonomi dengan politik.
Tetapi, sebagaimana layaknya suatu mantra, para pengucap tidak dapat
menerangkan sebab akibat dari suatu kejadian, Mereka hanya mengetahui sebgian,
yaitu bahwa sesuatu yang invisible hand menyukai mantra yang mereka ucapkan.
Pada kasus good governance, para pengucap hanya mengetahui sedikit hal yaitu
bahwa sesuatu yang tidak terbuka dan tidak terkontrol akan mengundang
penyalahgunaan, bahwa program ekonomi tidak akan berhasil tanpa legitimasi,
III.1. Pengertian Good Governance
Good governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah
penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola
urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme,
proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat
mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban
dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.37
Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber
daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan sector
non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor
yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor
lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal
tentang bekerjanya institusi-institusi negara. Governance mengakui bahwa didalam
masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat
yang berbeda
Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial,
governance bukanlah sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga.
Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah satu
aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan oleh negara.
Tetapi harus diingat, dalam konsep governance wewenang diasumsikan tidak
diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus dari pelaku-pelaku
yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja
berdasarkan dominasi pemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah harus
memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenang
yang dibentuk secara kolektif.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks pembangunan, definisi
governance adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk
tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengan demikian, “adalah
mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan
penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama
efisien) dan (relatif) merata.”
Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata
pemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna
mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup
seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan
kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,
Jelas bahwa good governance adalah masalah perimbangan antara negara,
pasar dan masyarakat. Memang sampai saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari
suatu governance lebih banyak berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah
berkewajiban melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi jangka
panjang seperti pendidikan kesehatan dan infrastuktur. Tetapi untuk mengimbangi
negara, suatu masyarakat warga yang kompeten dibutuhkan melalui diterapkannya
sistem demokrasi, rule of law, hak asasi manusia, dan dihargainya pluralisme. Good
governance sangat terkait dengan dua hal yaitu (1) good governance tidak dapat
dibatasi hanya pada tujuan ekonomi dan (2) tujuan ekonomi pun tidak dapat dicapai
tanpa prasyarat politik tertentu.
Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat
pemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk
ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks
ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya
dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah. Harus
kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance juga harus
menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good
governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus
dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini
III.1. 1. Prinsip Utama Good Governance ( Tata Pemerintahan Yang Baik )
UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi
politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan
berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor
publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan
dapat dipercaya. Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik
good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka,
pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab,
birokrasi yang profesional dan aturan hukum.
Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum
bahwa good governance dilandasi oleh empat pilar yaitu accountability, transparency,
predictability, dan participation. Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang
melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi
lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang
dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu
transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat.38
III. 1.1.1. Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni
informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil
yang dicapai.
Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan
yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan
pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan
akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat
berdasarkan pada preferensi publik.
Prinsip ini memiliki dua aspek, yanag pertama adalah komunikasi publik oleh
pemerintah, dan yang kedua adalah hak masyarakat terhadap akses informasi.
Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik
kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi.
Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk membuka
dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus
seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun
informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan
professional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk
menyebarluaskan keputusankeputusan yang penting kepada masyarakat serta
menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut.
Peran media juga sangat penting bagi transparansi pemerintah, baik sebagai
sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai
informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai aksi pemerintah dan
perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi. Jelas, media tidak akan dapat
melakukan tugas ini tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah
maupun pengaruh kepentingan bisnis.
Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan
dari masyarakat dan bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban akan
keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang
jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan
pada siapa informasi tersebut diberikan.
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa, prinsip transparasi paling tidak dapat
diukur melalui sejumlah indikator seperti :
a. mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua
b. mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai
kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik.
c. mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi
maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani.39
Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya
akan membuat pemerintah menjadi bertanggung gugat kepada semua stakeholders
yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik.
III. 1.1.2. Akuntabilitas
Akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip ini. Prinsip ini menuntut dua
hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability), dan (2) konsekuensi
(consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah
berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan
wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah
dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Prof. Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai
“pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka
yang memberi mandat itu.” Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan
menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga
pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan
kondisi saling mengawasi (checks and balances sistem).40 Lembaga pemerintahan
yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif
(MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang
semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar
keempat.
Guy Peter menyebutkan adanya 3 tipe akuntabilitas yaitu :
1) Akuntabilitas keuangan
2) Akuntabilitas administrative
3) Akuntabilitas kebijakan publik41
Paparan ini tidak bermaksud untuk membahas tentang akuntabilitas keuangan,
sehingga berbagai ukuran dan indikator yang digunakan berhubungan dengan
akuntabilitas dalam bidang pelayanan publik maupun administrasi publik.
40
Miriam Budiarjo, 1998. Menggapai Kedaulatan Rakyat, Jakarta: Mizan, hal 78 41
Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh
pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan.
Pengambilan keputusan didalam organisasi-organisasi publik melibatkan
banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil
kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, teknokrat,
birokrat atau administrator, serta para pelaksana di lapangan.
Sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat
secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat
atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis,
serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan
dibawah rule of law. Sedangkan publik accountability didefinisikan sebagai adanya
pembatasan tugas yang jelas dan efisien.
Secara garis besar disimpulkan bahwa akuntabilitas berhubungan dengan
kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya
untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang
berlaku maupun kebutuhan masyarakat. `Akuntabilitas publik menuntut adanya
Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan
maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus
dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal , melalui umpan balik dari para pemakai
jasa pelayanan maupun dari masyarakat.
Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilainilai atau
norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan
dengan pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan sebuah program,
akuntabilitas dari setiap tahapan adalah :
1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk
menjamin akuntabilitas publik adalah :
a) Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia
bagi setiap warga yang membutuhkan
b) Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai
yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders
c) Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah
d) Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi,
dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar
tersebut tidak terpenuhi
e) Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah
ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut.
2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin
akuntabilitas publik adalah :
a) penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media
massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal
b) Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan
caracara mencapai sasaran suatu program
c) Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan
dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat
d) Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang
telah dicapai oleh pemerintah.
e)
III.1.1.3. Partisipasi Masyarakat
Dalam proses pembangunan di segala sektor, aparat negara acapkali
mengikat masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan
yang lebih tinggi. Keputusan-keputusan semacam itu tidak jarang dapat membuka
kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warga negara akibat adanya pendirian
sementara pejabat yang tidak rasional atau adanya program-program yang tidak
mempertimbangkan pendapat rakyat kecil.
Bukan rahasia lagi bahwa di negara kita ini pertimbangan-pertimbangan
ekonomis, stabilitas, dan security sering mengalahkan pertimbangan-pertimbangan
mengenai aspirasi masyarakat dan hak asasi mereka sebagai warga negara.
Pembangunan politis dalam banyak hal telah disubordinasi oleh pembangunan
ekonomis maupun kebijakan-kebijakan pragmatis pejabat tertentu.
Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan kualitas
dan efektivitas layanan publik, dalam mewujudkan kerangka yang cocok bagi
partisipasi, perlu dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu:
a) Partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan
jaringan civil society (inisiatif asosiasi)
b) Partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society
sebagai service provider
d) Faktor-faktor lainnya, seperti transparansi, substansi proses terbuka
dan konsentrasi pada kompetisi.
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat
dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara langsung atau
secara tidak langsung.
Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat
waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Dengan ketersediaan
informasi seperti ini masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan
publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat serta
mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya akan menguntungkan
salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak proporsional.
Pendapat yang mengatakan bahwa partisipasi dapat dilihat melalui
keterlibatan anggota-anggota masyarakat di dalam Pemilu saja, jelas merupakan
pendapat yang kurang lengkap. Masih banyak pola perilaku informal yang dapat
dijadikan patokan dalam menilai tingkat partisipasi dalam suatu masyarakat.
Jika orang bersedia menilai proses politik secara netral maka bentuk-bentuk
perilaku massa berupa protes, aksi pamflet, ataupun pemogokan, sebenarnya juga
tuntutan massa akibat saluran-saluran aspirasi yang sebelumnya ada telah
berkembang. Protes yang disertai aksi-aksi kekerasan terkadang semata-mata
disebabkan oleh keputusasaan, kegusaran, dan terpendamnya konflik internal.
Suatu kebijakan mungkin pada dasarnya bertujuan mulia karena jelas-jelas
akan bermanfaat untuk kepentingan umum. Namun seiring dilaksanakannya
kebijakan tersebut dalam sistem birokrasi yang berjenjang seringkali terjadi
pergeseran dan penyimpangan arah kebijakan tadi.
Bagaimanapun jika para birokrat tidak ingin kehilangan wibawanya dalam
melaksanakan kebijakan-kebijakan publik, para birokrat harus senantiasa
memperhatikan aspirasi-aspirasi masyarakat dan mendukung partisipasi seluruh unsur
kemasyarakatan secara wajar. Setidak-tidaknya ada dua alasan mengapa sistem
partisipatoris dibutuhkan dalam negara demokratis. Pertama, ialah bahwa
sesungguhnya rakyat sendirilah yang paling paham mengenai kebutuhannya. Dan
kedua, bermula dari kenyataan bahwa pemerintahan yang modern cenderung semakin
luas dan kompleks, birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Oleh sebab itu,
untuk menghindari alienasi warga negara, para warga negara itu harus dirangsang dan
dibantu dalam membina hubungan dengan aparat pemerintah.
Dalam rangka penguatan partisipasi publik, beberapa hal yang dapat
a) Mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh publik
b) Menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan
mengumpulkan masukan-masukan dari stakeholders termasuk
aktivitas warga negara dalam kegiatan publik.
c) Mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa layanan publik
seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan bagi kegiatan
masyarakat dan layanan publik.
Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh lapisan masyarakat akan
memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan bagian
yang adil dari manfaat pembangunan.
III.2. Good Governance Dan Otonomi Daerah
Kebijakan desentralisasi dan terjadinya reformasi pemerintahan yang terjadi
di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma penyelenggaraan
pemerintahan dari paradigma sentralistis kearah desentralisasi riel yang ditandai
dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada Daerah. Pemberian otonomi ini
dimaksudkan khususnya untuk lebih memandirikan Daerah serta pemberdayaan
Seiring dengan diberlakukannya dan dilaksanakannya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, jika dilakukan pengkajian
mendalam atas perlunya perubahan mendasar sistem Pemerintahan Daerah itu, maka
pilihan terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah yang seluas-luasnya sudah barang
tentu diperkirakan dapat menjawab semangat reformasi yang sekarang memang
sedang bergulir, lebih dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat, lebih
demokratis dan memenuhi kehendak dan aspirasi masyarakat yang menginginkan
pelayanan prima dari aparatur birokrasi, transparan dan akuntabilitas.
Kondisi nyata saat ini kita masih dalam tahap konsolidasi yang konsentrasinya
masih pada penataan urusan/kewenangan, kelembagaan, kepegawaian, aset,
keuangan, serta penyesuaian-penyesuaian dalam bentuk regulasi dan lain lain.
Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good
government) pada saat ini merupakan prioritas utama dalam penegakkan citra
pemerintah dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah
yang sampai saat ini dianggap masih sangat rendah. Dalam rangka itu, sebagaimana
dituangkan dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara
yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Undang-undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka tindak lanjutnya diperlukan pengembangan dan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya
guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, serta bebas dari KKN
Good Governance (kepemerintahan yan baik) merupakan isu sentral yang
paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan
gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan
penyelenggaraan pemerintah yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat
pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi . Pola
lama penyelenggaraan pemerintahan, kini sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan
masyarakat yang sudah berubah. Oleh kareana itu, tuntutan ini merupakan hal yang
wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan
yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik.42
Desentralisasi atau pendesentralisasian governance merujuk pada suatu upaya
restrukturisasi atau reorganisasi dari kewenangan yang yang menciptakan tanggung
jawab bersama diantara lembaga-lembaga di dalam governance baik di tingkat pusat,
regional maupun lokal sesuai dengan prinsip saling menunjang yang diharapkan pada
akhirnya adalah suatu kualitas dan efektifitas keseluruhan dari sistem governance
tersebut termasuk peningkatan kewenangan dan kemampuan dari governance di
tingkat lokal.
42 Dr. Sedarmayanti, Dra., M.Pd, 2003. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi
Desentralisasi bukan sekedar memindahkan sistem politik dan ekonomi yang
lama dari pusat ke daerah, tetapi pemindahan tersebut harus pula disertai oleh
perubahan kultural menuju arah yang lebih demokratis dan beradab. Melalui
desentralisasi diharapkan akan meningkatkan peluang masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan yang terkait dengan masalah
sosial, politik, ekonomi. Hal ini sangatlah dimungkinkan karena karena lokus
pengambilan keputusan menjadi lebih dekat dengan masyarakat.
Melalui proses ini maka desentralisasi diharapkan akan mampu meningkatkan
penegakan hukum, meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintah dan sekaligus
meningkatkan daya tanggap, transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah.
Beberapa pengalaman empirik memang telah membuktikan bahwa desentralisasi
tidak selalu berbanding lurus dengan terwujudnya good governance. Keberhasilan
beberapa pemerintah daerah dalam membangun kinerja pelayanan publiknya hingga
saat ini masih bisa dihitung dengan jari. Namun demikian pilihan untuk kembali ke
arah sentralisasi tentunya bukanlah pilihan yang bijaksana dan hanya akan bersifat
kontraproduktif belaka.
Pilihan pada desentralisasi sesungguhnya haruslah disikapi dengan penuh
optimisme dan menjadikannya sebagai sebuah tantangan. Caranya adalah melalui
kampanye yang terus menerus akan pentingnya implementasi good governance pada
bertanggung jawab serta keberhasilan good governance di daerah bukanlah suatu hal
yang instan semudah membalikan telapak tangan. Diperlukan komitmen yang kuat,
proses pembelajaran yang terus menerus serta kesabaran kolektif dari segenap
pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah.
Guna menciptakan pemerintahan yang kuat dan pemerintahan yang bersih
(good and clean governance), maka dibutuhkan keikhlasan segenap penyelenggara
pemerintahan untuk beberapa hal, yakni :
1. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap fenomena-fenomena sosial budaya
dan politik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat
2. Mengenal seluk beluk akar permasalahan kesenjangan sosial ekonomi yang
terjadi dalam masyarakat serta mengambil langkah-langkah penanganan yang
bersifat persuasive
3. Meningkatkan pelayanan masyarakat yang lebih baik (pelayanan prima)43
Selanjutnya perlu mengaktualisasikan nilai-nilai kesatuan dan persatuan
dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
tercermin dalam program-program kegiatan yang berwawasan kebangsaan serta
program kerja yang visioner dan mengedepankan skala prioritas terhadap hal-hal
yang perlu segera ditangani. Bersifat responsif dan akomodatif baik dalam setiap
merencanakan program kegiatan maupun disetiap melakukan kegiatan yang
mengandung kepekaan dan keperdulian terhadap rakyat kecil dan penyandang
masalah sosial ditengah situasi perekonomian yang belum kondusif, Dengan
mendorong terwujudnya pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan prakarsa,
kreativitas, dan peran serta masyarakat guna mewujudkan ketahanan masyarakat dan
ketahanan nasional.
Konsep good governance sendiri dalam beberapa tahun belakangan ini banyak
dibicarakan dalam berbagai konteks dan menjadi isu yang paling mengemuka dalam
pengelolaan pemerintahan dan pelayanan kepada publik. Tuntutan ini sebagai akibat
dari pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan dirasakan tidak sesuai lagi bagi
tatanan masyarakat yang telah berubah atau dengan kata lain semakin tidak efektifnya
pemerintahan disamping semakin berkembangnya kualitas demokrasi, hak asasi
manusia dan partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan. Jadi ada tekanan untuk
mendefinisikan ulang terhadap peran-peran pemerintahan dalam hubungannya
dengan masyarakat dan sektor swasta.
Sebagai suatu alternatif pengelolaan pemerintahan, konsep good governance
berakar pada suatu gagasan adanya saling ketergantungan (interdependence) dan
negara, yakni pemerintah, swasta dan civil society dalam menjalankan fungsinya
masing-masing.
III.2.1. Transaparansi Dalam Pemerintahan Daerah
Transparansi merupakan salah satu pilar dalam good governance. Adanya
transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembuatan kebijakan dapat
menjadi entery point bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi sehingga dapat
melakukan check and balance terhadap jalannya pemerintahan.44
Transparansi penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan
pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap beberapa hal berikut:
1. Publikasi dan sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah.
2. Publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang
berbagai perizinan dan prosedurnya.
3. Publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja pemerintah daerah
4. Transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak
proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga.
44
5. Kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur dan benar
terkait penyelengaraan pemerintah daerah.45
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan
terhadap setiap informasi terkait, seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan,
serta kebijakan pemerintah dengan biaya minimal. Penyebarluasan berbagai informasi
yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan kesempatan
kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambil keputusan. Oleh
karena itu, perlu dicatat bahwa informasi ini bukan sekedar tersedia, tapi juga relevan
dan bias dipahami publik. 46
Pemerintah daerah seharusnya perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang
cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas bentuk informasi yang
dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana
cara mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur
pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat.
Instrumen dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak untuk
mendapatkan informasi, sedangkan instrumen pendukung adalah fasilitas database
dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk penyebarluasan produk-produk
dan informasi yang ada di penyelenggara pemerintah, maupun prosedur pengaduan.
45 Hasil wawancara dengan Kabag Humas Pemkab Simalungun, Desyartawaty Purba, SSTP. Pada Senin 11 Maret 2014, di Kantor Bagian Humas Kabupaten Simalungun.
46
Untuk itu adanya Perda Transparansi adalah sebagai produk hukum yang
memberikan jaminan untuk mengatur tentang hak memperoleh akses dan penyebar
luasan informasi kepada publik.
III.2.2. Akuntabilitas Dalam Pemerintahan Daerah
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau
untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan
hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban berdasarkan
kepada pengertian tersebut diatas, maka semua Instansi Pemerintah, Badan dan
Lembaga Negara di Pusat dan Daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing
harus memahami akuntabilitas karena merupakan perwujudan kewajiban suatu
Instansi, Badan dan Lembaga Pemerintah untuk mempertanggungjawaban
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi bersangkutan.
Disamping itu akuntabilitas dapat diinterpretasikan mencakup keseluruhan
aspek tingkah laku seseorang yang mencakup baik perlilaku bersifat pribadi dan
disebut dengan akuntabilitas spiritual maupun perilaku yang bersifat eksternal
terhadap lingkungan dan orang sekeliling.
Pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah Daerah harus
1. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi pemerintah
daerah yang bersangkutan.
2. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan
sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan yang berlaku.
3. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
4. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang
diperoleh
5. Harus jujur, obyektif, transparan dan inovatif sebagai katalisator perubahan
manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan
teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.
Disamping itu, akuntabilitas pemerintah daerah harus pula menyajikan
penjelasan tentang deviasi antara realisasi kegiatan dengan rencana serta keberhasilan
dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaan akuntabilitas pemerintah daerah diperlukan pola
pengkuran kinerja yang dimulai dari perencanaan strategis dan berakhir pada
pengkuran kinerja atas kegiatan, program dan kebijaksanaan yang dilakukan dalam
melaksanakan akuntabilitas ini, diperlukan pula perhatian dan komitmen yang kuat
dari organisasi yang bertanggungjawab di bidang pengawasan dan penilaian
akuntabilitas atas laporan akuntabilitas instansi pemerintah daerah.
Dalam penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah,
perencanaan strategis merupakan langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja
instansi pemerintah. Perencanaan strategik instansi pemerintah memerlukan integrasi
antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lain agar mampu menjawab
tuntutan perkembangan lingkungan strategis, nasional dan global. Analisis terhadap
lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal merupakan langkah yang
sangat penting dalam memperhitungkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan
yang ada.
III.2.3. Partispasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Konsep partisipasi masyarakat akan mengarah pada posisi masyarakat dalam
pemerintahan daerah. Dengan demikian, masyarakat dapat diterjemahkan pada
sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama. Dalam kaitannya dengan
pemerintah daerah, masyarakat tercermin dalam masyarakat kabupaten, kota,
kecamatan maupun desa. Menurut Leach dan Percy Smith. Untuk mendefenisikan
masyarakat melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan pertama merumuskan
dengan pembedaan antara masyarakat perkotaan atau pedesaan atau saling
ketergantungan ekonomis antara kota dan desa, dan mereka tinggal di batas-batas
territorial pemerintah daerah tertentu. Sedangkan pendekatan kedua memusatkan
perhatian pada cara orang mengidentifikasikan dan cara mereka merasakan loyalitas
(affective community), yang tidak menghubungkan masyarakat dalam satu wilayah,
tetapi dalam kontek mobilitas social dan geografis dari banyak orang yang memiliki
beragam identitas dan loyalitas.47
Partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah merujuk pada masyarakat
yang berdiam dan bertempat tinggal dalam suatu batas wilayah pemerintahan daerah
dalam arti melakukan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan serta menerima
pelayanan publik dan mereka merasa menjadi bagian dari pemerintah daerah.48
Pemerintah daerah (local government) dalam penyelenggaraan pemerintahan
di daerah telah diatur dalam perundang-undangan tentang pemerintahan daerah
mendapat dukungan melalui prinsip partisipasi masyarakat yang merupakan sesuatu
hal yang esensial, syarat dan indicator dari demokrasi yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah pada
pasal 1 yang intinya menyebutkan bahwa kewenangan untuk mengatur dan mengurus
pemerintah daerah berdasarkan aspirasi masyarakat.
47
Leach dan Percy dalam Kahairul Muluk, 2005. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Malang: Bayumedia Press, hal 44
48
Penyelenggaraan demokrasi dalam pemerintah daerah mempergunakan cara
demokrasi perwakilan, dalam arti bahwa penyelenggaraan pemerintahan tidak
dilaksanakan oleh masyarakat, tetapi dijalankan oleh wakil masyarakat yang dipilih
setiap lima tahun sekali. Wakil masyarakat yang representative dalam hal ini Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bertugas untuk mengatur daerah (policy making).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai delegasi masyarakat memiliki tugas
bersama-sama dengan kepala daerah untuk mengurus pemerintahan daerah.
Dalam demokrasi modern, parisipasi mengikutsertakan berbagai pihak dalam
proses pengembangan masyarakt. Partisipasi yang baik adanya hubungan sejajar
semua pihak dan bertanggung jawab dalam upaya menuju keberhasilan pelaksanaan
program pembangunan. Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hubungan dengan
partisipasi masyarakat dapat dipertanggungjawabkan dalam melaksanakan urusan
pemerintah.
Pertanggungjawaban pelaksanaan pemerintahan daerah diselenggarakan
dalam pembuatan keputusan kebijakan daerah maupun dalam perencanaan
penyusunan program-program pembangunan. Dalam pemerintahan daerah,
pelaksanaan partisipasi masyarakat mampu menyelenggarakan pemerintah daerah
III.3. Implementasi Good Governance Di Kabupaten Simalungun
Era otonomi daerah mengakibatkan bergesernya pusat-pusat kekuasaan dan
meningkatkan operasionaliasi dan berbagai kegiatan yang semula banyak dilakukan
di pemerintah pusat bergeser kepada pemerintah daerah. Konsekuensi logis
pergeseran tersebut harus diiringi dengan meningkatnya good governance di derah.49
Kabupaten Simalungun sebagai sebuah daerah otonom yang diberi wewenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya tentunya memiliki tujuan untuk
menjadi daerah maju dalam segala aspek pembangunan. Pembangunan yang
dilaksanakan di daerah menerapakn prinsip community based development, yakni
pembangunan serta tujuan utama pembangunan itu tumbuh dari masyarakat dan
dilakukan demi masyarakat serta berdasarkan kekuatan masyarakat demi
kesejahteraan masyarakat.50
Asas tranparansi adalah asas keterbukaan yang bererti membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.
49
Sedarmayanti, 2000. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, hal 23
Untuk mewujudkan transparansi dalam pemerintahan di Kabupaten
Simalungun selama masa pemerintahan bupati JR. Saragih, pemerintah daerah
mengambil beberapa kebijakan agar akses informasi yang benar dan jujur dapat
diakses oleh masyarakat umum, antara lain :
1. Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD)
disampaikan melalui Media cetak dan dapat diakses di situs resmi
Kabupaten Simalungun.
2. Peningkatan akses informasi yang baik pada kantor dinas di Pemkab
Simalungun dan kantor camat.
3. Pengumuman tender/lelang proyek Pemerintah Kabupaten
Simalungun
4. Transparansi anggaran di kabupaten Simalungun melalui situs resmi
Pemerintah Kabupaten Simalungun
5. Pemutakhiran data di situs resmi Pemerintah Kabupaten Simalungun
6. Memenuhi permintaan informasi khusus baik bagi para peneliti, media
massa, masyarakat umum dan lain-lain.51
Sementara itu asas akuntabilitas menurut pasal 20 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harsu dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedulatan tertinggi negara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Akuntabilitas adalah suatu perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan organisasi
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik. Maka dapat kiat lihat bahwa Pemerintah Daerah
mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan pertanggungjawaban secara
periodik sebagaimana diatur oleh Undang-Undang.
Di kabupaten Simalungun, prinsip akuntabilitas telah diterapkan bukan hanya
semasa pemerintahan JR. Saragih. Kepala daerah sebelumnya juga telah
melaksanakan hal serupa semasa pemerintahan mereka masing-masing. Pada masa
kepemerintahan Bupati JR. Saragih, setiap unsur pemerintahan yang ada di
Kabupaten Simalungun diwajibkan memberikan pertanggungjawaban kepada
masyarakat lewat Laporan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan pemerintah secara
Rakyat berhak mendapatkan informasi dan pertanggungjawaban dari
penyelenggara pemerintah daerah lewat laporan pertanggungjawaban di depan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai perwakilan masyarakat di pemerintahan.
Hal ini juga memungkinkan bagaimana rakyat untuk menerima ataupun menolak
laporan pertanggungjawaban tersebut, dan berhak untuk mengatakan bahwa
pemerintah daerah tersebut berhasil atau gagal dalam penyelenggaraannya.
Yang menjadi permasalahan pemerintahan kita selama ini dalam prinsip
akuntabilitas adalah bagaimana keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
kebanyakan hanya memperlihatkan keberhasilan penyelenggaraannya saja, sementara
itu yang berkaitan dengan kegagalan penyelenggaraan sangat sedikit bahkan jarang
IV PENUTUP
IV. 1. Kesimpulan
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Meskipun pemerintah daerah berwenang
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah pusat tetap memiliki
hubungan dengan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Otonomi daerah telah memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah
untuk mengelola sumber daya yang ada di daerah. Sumber daya yang ada di daerah
harus digunakan untuk kemajuan daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab
mengelola sumber daya tersebut dan sebaliknya masyarakat juga bertanggung jawab
untuk mengawasi pengelolaan tersebut, karena hal tersebut merupakan salah satu
prinsip pemerintahan yang baik
Penyelenggaraan pemerintah daerah yang baik dapat diukur dengan banyak
kesejahteraan bersama. Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan
impian setiap pihak yang memiliki tujuan baik demi kemajuan bangsa.
Kepala daerah sebagai unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
merupakan kepala daerah otonom yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, kepala daerah
diharapkan dapat menerapkan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan
prinsip-prinsip good governance. Prinsip tersebutlah yang menjadi kunci untuk
mewujudkan pemerintahan yang diharapkan masyarakat.
Kabupaten Simalungun sebagai sebuah daerah otonom sejauh ini telah
menerapkan dan melaksanakan beberapa prinsip utama dalam menjalankan
pemerintahan yang baik. Mewujudkan good governance atau tata kelola
pemerintahan yang baik bukan merupakan hal yang dapat dilakukan dengan mudah.
Dibutuhkan kerja keras dan semangat reformasi birokrasi untuk mewujudkannya.
Pemerintah daerah, masyarakat luas dan para pelaku usaha sangat diharapkan
peranannya untuk mencapai cita-cita pemerintahan yang bersih dan berpihak pada
masyarakat.
Prinsip-prinsip good governance yang saat ini diterapkan di Kabupaten
Simalungun dapat dikatakan memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Hal
penuh terwujudnya pemerintahan yang baik di Simalungun. JR Saragih sebagai
kepala daerah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pelaksanaan
prinsi-prinsip good governance di daerah yang sedang dipimpinnya.
IV. 2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis menyarankan kepala daerah sebagai
kepala pemerintahan di daerah untuk semakin memahami dan melaksanakan otonomi
daerah sebagai instrumen politik yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber
daya yang ada di daerah sehingga dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemajuan masyarakat di daerah. Ketika sumber daya yang ada di daerah dapat
dimaksimalkan dengan baik, penulis percaya bahwa kemakmuran masyarakat yang
selama ini diidam-idamkan dapat tercapai.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sesuai prinsip – prinsip good governance, kepala daerah merupakan figure dan cermin pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, kepala daerah harus mempunyai sikap untuk menjadi teladan dalam
menyelenggarakan pemerintahan di daerah, sehingga partisipasi masyarakat yang
diharapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin ideal karena secara
langsung masyarakat memilik sosok yang dijadikan sebagai panutan dalam
BAB II
DESKRIPSI KABUPATEN SIMALUNGUN DAN PROFIL J.R SARAGIH
II. 1. Deskripsi Kabupaten Simalungun
Sampai sekarang, asal-usul orang Simalungun masih diliputi oleh banyak
misteri, sama halnya dengan asal-usul raja-raja Simalungun yang dibungkus oleh
legenda dan mitos. Sedikit saja sumber yang menjelaskan asal-usul raja-raja tersebut,
itupun tidak mencerminkan asal-usul seluruh marga yang disebut halak Simalungun.
Yang menarik, tidak satupun naskah kuno itu merujuk asal-usul raja-raja Simalungun
dari Toba atau Tapanuli, malah Partikkian Bandar Hanopan mengacu pada
Pagarruyung di Sumatera Barat sebagai asal-usul raja Dolog Silou, Panei dan
Silimakuta.26
Simalungun adalah salah satu suku asli yang terdapat di Provinsi Sumatera
Utara. Terdapat beberapa asal- usul mengenai nenek moyang suku Simalungun, tetapi
sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari luar
Indonesia. Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang, yakni; (1) Gelombang
Pertama (Proto Simalungun), diperkirakan berasal dari Nagore (India) dan
pegunungan Assam (India) menyusuri daerah Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk
selanjutnya menyebrang ke Sumatera Timur dan; (2) Gelombang Kedua (Deutro
Simalungun), datang dari suku-suku disekitar Simalungun yang bertetangga dengan
suku asli Simalungun.27
Dalam perbincangan penulis dengan bapak J P Saragih, tokoh adat
Simalungun sekaligus Dewan Penasehat Partuha Maujana Simalungun, beliau
mengatakan dari hasil penelitiannya, Suku bangsa Simalungun termasuk rumpun
Proto Melayu yang berasal dari Hindia Belakang, diduga dari Nagore (India Selatan).
Berdasar gelombang masuknya ke Simalungun, leluhur suku bangsa Simalungun
kemungkinan besar berasal dari dua keturunan nenek moyang.
Gelombang pertama dari Hindia Belakang melalui Aceh (pesisir timur) dan
sebagian dari Singkel (pesisir barat) yang menurunkan marga asli Simalungun,
Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba (Sisadapur) yang kemudian menurunkan
cabang-cabang marga, sedang gelombang kedua disebut merupakan peleburan
suku-suku bangsa yang kemudian masuk ke Simalungun dan memakai adat dan budaya
Simalungun yang secara populer disebut “namarahap Simalungun” yang berasal dari
Toba, Samosir, Karo, Pakpak dan Jawa.28
Selama berabad-abad nenek moyang suku bangsa Simalungun ini berdiam di
pantai dan setelah masuknya orang-orang Melayu dari Malaka akibat serbuan
27 Pustaha Laklak No 252, Arsip Museum Simalungun, Pematang Siantar.
Portugis tahun 1511 berangsur-angsur mereka terdesak hingga mencapai pedalaman
Sumatera sampai ke pinggiran Danau Toba.
Secara historis, terdapat tiga fase kerajaan yang pernah berkuasa dan
memerintah di Simalungun. Berturut-turut fase itu adalah fase kerajaan yang dua
(harajaon na dua) yakni kerajaan Nagur (marga Damanik) dan Batanghio (Marga
Saragih). Berikutnya adalah kerajaan berempat (harajaon na opat) yakni Kerajaan
Siantar (marga Damanik), Panai (marga Purba Dasuha), Silau (marga Purba Tambak)
dan Tanoh Jawa (marga Sinaga). Terakhir adalah fase kerajaan yang tujuh (harajaon
na pitu) yakni: kerajaan Siantar (Marga Damanik), Panai (marga Purba Dasuha),
Silau (marga Purba Tambak), Tanoh Jawa (marga Sinaga), Raya (marga Saragih
Garingging), Purba (marga Purba Pakpak) dan Silimakuta (marga Purba Girsang).
Demikian pula halnya dalam mengurai asal muasal masyarakat Simalungun, yang
banyak berpijak dan tergantung pada aspek diaspora masyarakat Batak (Toba)
sehingga, raja dan kerajaan di Simalungun itu dinyatakan berasal dari Batak (Toba).29
Masyarakat Simalungun dalam ikatan sosialnya terhisab ke dalam organisasi
sosial yang disebut Tolu Sahundulan Lima Saodoran yang mengikat orang
Simalungun dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun. Adapun Tolu
Sahundulan itu terdiri dari : Tondong, Sanina, Boru. Sedangkan Lima Saodoran
terdiri dari: Tondong, Tondong ni Tondong, Sanina, Boru dan Boru ni Boru (Anak
29
Boru Mintori). Menurut D. Kenan Purba, adanya struktur (kerangka susunan)
lembaga adat ini sekaligus memberi gambaran atau besar kecilnya suatu upacara adat
itu menurut besar kecilnya perhelatan adat yang akan dilaksanakan.30
II.1.1. Keadaan Umum
Sesuai amanah PP No. 70 Tahun 1999 tentang: Perpindahan Ibukota Daerah
Kabupaten Simalungun dari Wilayah Daerah Kota Pematangsiantar ke Kecamatan
Raya Kabupaten Simalungun, maka 23 Juni 2008 Perkantoran Pemkab Simalungun
resmi pindah dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya Kecamatan Raya.
- Letak
Kabupaten Simalungun terletak antara 98,320 – 99,350 BT dan 2.360 – 3, 180
LU dengan ketinggian antar 20 – 1400 M diatas permukaan laut. batasan dengan; (1)
Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai; (2) Sebelah Timur,
berbatasan dengan Kabupaten Asahan; (3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan
Kabupaten Samosir; (4) Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Karo dan
berbatasan langsung dengan7 Kab/Kota se-Kawasan Danau Toba
- Demografi
Jumlah Penduduk Tahun 2011: 1.039.244 jiwa;
Luas Wilayah : 438.660 Ha (4,486,60 Km2)
Jumlah Kecamatan : 31 Kecamatan,
1. Kecamatan Siantar
2. Kecamatan Dolok Pardamean
3. Kecamatan Panei
4. Kecamatan Tanah Jawa
5. Kecamatan Hutabayu Raja
6. Kecamatan Jorlang Hataran
7. Kecamatan Dolok Panribuan
8. Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
9. KecamatanPurba
10. KecamatanRaya
11. KecamatanSilimakuta
12. Kecamatan Dolok Silau
14. Kecamatan Silau Kahean
15. Kecamatan Bandar
16. Kecamatan Pematang Bandar
17. Kecamatan Bosar Maligas
18. Kecamatan Ujung Padang
19. Kecamatan Dolok Batu Nanggar
20. Kecamatan Tapian Dolok
21. Kecamatan Sidamanik
22. Kecamatan Gunung Malela
23. Kecamatan Gunung Maligas
24. Kecamatan Bandar Masilam
25. Kecamatan Bandar Huluan
26. Kecamatan Jawa Maraja
27. KecamatanHatonduhon
29. Kecamatan Panombeian Pane
30. Kecamatan Haranggaol Horisan
31. Kecamatan Pematang Silimakuta
- Iklim
Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang suhu tertinggi terdapat pada
bulan Maret - Mei dengan rata- rata 24,8 ºC. Kelembaban udara rata - rata 84 %
dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 87 % dengan
penguapan rata- rata 0,05 MM/hari. Dalam satu tahun rata - rata terdapat 14 hari
hujan, curah hujan terbanyak pada bulan November.31
- Ekonomi
Lahan pertanian yang subur dan luas menjadi modal utama perekonomian
Simalungun dan menjadikan daerah ini lumbung padi terbesar kedua Sumatera Utara
setelah Kabupaten Deli Serdang. Terletak pada ketinggian 369 meter di atas
permukaan laut, Simalungun mampu menarik perhatian masyarakat luar daerah sejak
zaman colonial.
Swasembada pangan Simalungun teruji puluhan tahun dan masih akan terus
berlangsung. Dalam beberapa kesempatan, niat petani menanam padi tidak begitu
31
kuat. Tahun 1995, petani bersemangat menanam kelapa sawit sehingga tidak sedikit
lahan sawah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Alih fungsi lahan
ini tidak mengganggu Simalungun sebagai penghasil beras. Selain padi, daerah ini
juga penghasil utama palawija. Jagung, ubi jalar, ubi kayu, dan kacang tanah
menempati urutan pertama dan kedua produksi terbesar di Sumatera Utara.
Dukungan tenaga kerja pertanian tanaman pangan sangat besar. Kecamatan
Dolok Panribuan dan Tanah Jawa yang berbatasan dengan Kabupaten Asahan di
timur serta delapan kecamatan lainnya di barat merupakan daerah-daerah dengan
tenaga kerja pertanian tanaman pangan lebih dari 50 persen. Kecamatan Dolok Silau
yang berbatasan dengan Kabupaten Karo di barat menjadi penyedia tenaga kerja
pertanian tanaman pangan terbesar (83,4 persen). Sementara Kecamatan Tapian
Dolok yang berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang menjadi daerah dengan
sebaran penduduk merata dalam lapangan pekerjaan: pertanian tanaman pangan,
perkebunan, pertanian lainnya, industri pengolahan, serta jasa.
Potensi perkebunan semakin memantapkan pertanian sebagai sektor unggulan.
Kelapa sawit merupakan produksi perkebunan rakyat terbesar kedua di Sumut setelah
Kabupaten Labuhan Batu. Perkebunan besar dengan lahan hampir 90.000 hektar
kelapa sawit memproduksi sekitar dua juta ton tahun 201132. Karet dan cokelat
32
menjadi pendukung kontribusi perkebunan. Saat ini ada dua badan usaha besar yang
dikelola pemerintah dan swasta.
Dalam menjual hasil panen, petani Simalungun sangat bergantung pada
pedagang dan tengkulak, yang sebagian besar dari luar daerah. Kehadiran industri
besar, seperti PT Good Year Sumatra Plantations yang didirikan tahun 1970, cukup
membantu petani memasarkan hasil panen mereka. Meskipun memiliki perkebunan
sendiri, perusahaan pengolahan karet ini mampu menampung karet hasil perkebunan
rakyat. Setelah diolah menjadi bahan setengah jadi, produknya dijual ke luar daerah
dan ekspor.
Perpaduan pengembangan antara pertanian sebagai sumber bahan baku,
industri sebagai wahana pemberi nilai tambah, dan perdagangan akan menjadikan
Simalungun sebagai daerah agroindustri, agrobisnis, dan juga agrowisata.
II.1.2. Pemerintahan
Dari catatan pejabat-pejabat kolonial Belanda nama “Simalungun” boleh
disebut relatif baru, pada ekspedisi Controleur Labuhan Deli, JAM van Cats Baron de
Raet pada 28 Desember 1866, daerah ini masih disebut Timoerlanden (Tanah Timur)
(Tideman, 1922:211-213). Sedangkan JA Kroesen controleur Labuhan Ruku dalam
laporannya tahun 1890 menyebut Simeloengoen. Orang Karo hingga abad XX masih
Secara tertib administrasi kolonial Belanda, baru sejak 12 Desember 1906
nama Simeloengoen” dikukuhkan dengan dibentuknya Afdeeling Simeloengoen en
Karolanden dalam lingkup Provinsi Oostkust Sumatra yang berkedudukan di Medan,
yang pengesahannya dilakukan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan Lembaran
Negara (Staatsblad) No. 531 tahun 1906 di Batavia (Staatsblad No. 531). Pada tahun
1907 ketujuh raja-raja Simalungun meneken pernyataan takluk pada Belanda dengan
Korte Verklaring. Lantas Simalungun dibagi atas tujuh daerah swapraja atau
landschap yang berpemerintahan sendiri (otonom)
Dasar hukum pembentukan Kabupaten Simalungun adalah Undang – Undang
No 7 Tahun 1956 yang beribukota di Pematang Siantar. Pada tanggal 28 Juni 2008,
ibukota Kabupaten Simalungun resmi pindah ke Pematang Raya dan Pematang
Siantar resmi menjadi daerah otonom baru.33
Bupati Simalungun saat ini adalah Dr. Jopinus Ramli Saragih, S.H , M.M
yang sedang bertugas untuk masa bakti 2010–2015 dengan Wakil Bupatinya adalah
Hj. Nuriaty Damanik, S.H, dan Drs. Gidion Purba M.Si, sebagai Sekretaris Daerah.
Pasangan ini menggantikan Bupati dan Wakil Bupati Simalungun sebelumnya, H
Zulkarnaen Damanik dan Pardamean Siregar.
33
Gambar II.1
Lambang Kabupaten Simalungun
Sumber : kemendagri.go.id
- Arti Lambang Kabupaten Simalungun
1. Lambang berbentuk perisai terbagi lima petak dengan dasar lambing hijau
lahan
2. Bagian dari atsa lambing digambarkan hiou Suri-suri dengan warna hitam
yang bersuat (bersifat) putih, pada hiou Suri_suri bagian atas tertulis nama
Daerah Simalungun dengan tulisan warna putih.
3. Petak kiri atas dan bawah kanan dengan warna merah darah.
4. Petak kiri bawah dan kanan atas dengan warna putih.
6. Gambar pada petak kiri bawah setangkai padi dengan 17 butir, warna kuning
emas.
7. Gambar pada petak kiri atas daun dengan jumlah 8 helai dengan warna hijau.
8. Gambar pada letak kanan atas Bukit Barisan berpuncak dan dua puncak di
tengah lebih tinggi dari yang disampingnya dengan warna biru dan sebelah
bawah gelombang danau empat baris warna biru muda.
9. Gambar petak kanan bawah, bunga kapas 5 kuntum dengan warna putih dan
kelopak bunga warna hijau.
10.Gambar pada petak tengah rumah balai adat dengan susunan galang 10, 7
anak tangga, jerjak 8 sebelah, tiang 4, sudut atap lima dan pada rabung atas
sedang gambar kepala kerbau dengan atap hitam dan galang warna putih.
11.Garis batas-batas petak dengan warna hitam dan sebelah luar perisai tepi hiou
Suri-suri ditambah dengan garis putih.
12.Pita sebelah bawah perisai dengan warna putih tepinya warna hitam tempat
menuliskan semboyan lambing.
13.Semboyan lambing HABONARON DO BONA dalam bahasa daerah
Simalungun yang artinya kebenaran adalah pokok.
1. Lambang berbentuk perisai adalah menggambarkan kekuatan dan pertahanan
membela kepentingan daerah dan Negara.
2. Bilangan-bilangan pada bagian-bagian lambing adalah simbolik yang
menggambarkan kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Padi dan Kapas kebutuhan pokok untuk mencapai kemakmuran dan keadilan.
4. Daun teh adalah penghasilan yang utama dari daerah Simalungun.
5. Gunung dan Danau adalah menggambarkan keindahan alamnya.
6. Gelombang danau menggambarkan dinamika masyarakat.
7. Rumah Balai adalah spesifik daerah yang menggambarkan adat kebudayaan
dan kesenian daerah.34
Gambar II.2
Bagan Struktur Pemerintahan di Kabupaten Simalungun
Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Kab. Simalungun
Dari gambar diatas dapat kita dapat lihat bagaimana hubungan antar
lembaga/dinas di kabupaten Simalungun. Garis vertikal menggambarkan hubungan
antara atasan dan bawahan, sedangkan garis horizontal menggambarkan posisi yang
sejajar. Bisa dilihat antara Bupati/Wakil Bupati memiliki hubungan yg sejajar dengan
DPRD yang artinya antara 2 lembaga ini tidak ada yang boleh mendominasi dan
mengintervensi satu sama lain. Kedua lembaga ini seharusnya saling bekerjasama
sesuai dengan fungsinya. Bupati sebagai Eksekutif dan DPRD sebagai Legislatif.
Dibawah Bupati Simalungun ada Sekretaris daerah yang memiliki
pertanggung jawaban tugas langsung ke Bupati Simalungun, dan memiliki hubungan
juga memiliki pertanggung jawaban langsung kepada Bupati. Dinas-dinas ini
memiliki posisi yang sama. Dimana sesama dinas tidak dibenarkan untuk mengambil
tugas dari dinas lain, kecuali atas perintah atasa, dalam hal ini adalah Bupati
Simalungun. Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas (Kadis).
Kemudian dibawah Dinas ada Bagian, dimana tugas dari bagaian ini adalah
bagian dari spesifikasi tugas dinas. Hal ini agar tidak terjadi tumpang tindih tugas.
Bagian dipimpin oleh seorang Kepala Bagian (Kabag). Dan dibawah nya
berturut-turut adalah kantoryang dipimpin oleh seorang Kepala kantor (Kakan) dan
dibawahnya ada Kecamatan dan Kelurahan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Simalungun
Tahun 2010-2015 yang merupakan tahapan kedua dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah tahun 2005-2025 berorientasi pada pembangunan dan peningkatan
kompetensi segenap sumber daya yang ada di Kabupaten Simalungun. Dalam rangka
mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan tantangan ke
depan dengan memperhitungkan peluang yang ada, untuk mencapai masyarakat dan
daerah Kabupaten Simalungun yang makmur perekonomian, adil, nyaman, taqwa,
aman dan berbudaya, maka rumusan Misi Kabupaten Simalungun dalam rangka
pencapaian visi Kabupaten Simalungun 2015 ditetapkan dalam ditetapkan dalam 5