• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kepala Daerah Dalam Wewujudkan Good Governance

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Kepala Daerah Dalam Wewujudkan Good Governance"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2007. Perihal Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Andrew, C. M. 1986. Central Government and Local Government in Indonesia. Oxford: Oxford University Press.

A.Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2006, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi II.

Amir, Machmud. 1984. “Demokrasi, Undang-undang dan Peran Raakyat”, dalam Prisma No.8 LP3ES. Jakarta.

Apter, David E. 1985. Pengantar Analisa Politik. Jakarta : CV. Rajawali.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta ; Gramedia Pustaka Tama.

Damanik, Jahutar.1985. Hukum Adat Simalungun. Medan: Penerbit Aslan.

Dede Mariana dan Caroline Paskarina. 2008. Demokrasi Dan Politik Desentralisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dwiyanto, Agus. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gajahmada Universiti Press.

Hadiwinata, Bob Sugeng; Schuck, Christoph. 2010. Demokrasi Di Indonesia : Teori Dan Praktik. Yogyakarta ; Graha Ilmu.

Hetifah Sj. Sumarto. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.

Haris Syamsuddin. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press.

Ida, Laode. 2005. Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia,.Jakarta: Media Indonesia.

Kaloh, J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineke Cipta.

(2)

Koirudin. 2005. Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia Format Masa Depan Otonomi Menuju Kemandirian Daerah. Malang: Averroes Press.

Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Martoyo, Susilo. 1999. Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BFTE Press.

Miftah, Thoha. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta ; Penerbit Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadafi. 1987. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Rosidin, Utung. 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia.

Sam M. Chan dan Tuti T. Sam. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, 2005, Jakarta: Rajawali Pers.

Santosa Pandji. 2008. Administrasi Publik, Teori dan Aplikasi Good Governance. PT Refika Aditama.

Salam, D. 2004. Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Bandung: Djambatan.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Sitepu, P. Anthonius. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sorensen, George. 1993. Demokrasi dan Demokratisasi. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar.

Sujatno. Adi. 2007. Moral Dan Etika Kepemimpinan:Merupakan Landasan Ke Arah Kepemimpinan Yang Baik (Good Governance). Jakarta: Team 4S

Supriatna, Tjhya. 1993. Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah. Jakarta : Bumi Aksara.

(3)

Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi Dan Politik Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Thompson, Dennis F. 2002. Etika Politik Pejabat Negara. Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.

Widjaja, H. 2003. Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta : LP3 ES.

Sumber Lain :

Arsip Perpustakaan Pemerintah Kabupaten Simalungun

Undang-Undang No. 28 tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang pemerintah Daerah.

Situs Internet:

www.answer.com

www.bappenas.go.id

www.banyumaskab.go.id

www.kemendagri.go.id

www.kppod.org

www.otonomidaerah.net

(4)

BAB III

PERAN J.R SARAGIH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI KABUPATEN SIMALUNGUN

Good governance adalah “mantra” yang diucapkan oleh banyak orang di Indonesia sejak 1993. Kata governance mewakili suatu etika baru yang terdengar

rasional, profesional, dan demokratis, tidak soal apakah diucapkan di kantor Bank

Dunia di Washington, AS atau di kantor LSM yang kumuh di pinggiran Jakarta.

Dengan kata itu pula wakil dari berbagai golongan profesi seolah disatukan oleh

seruan kepada pemerintah yang korup di negara berkembang. “Good governance!”

terkepung oleh seruan dari berbagai pihak, kalangan pejabat pemerintah pun lantas

juga fasih menyebut konsep ini, meski dengan arti dan maksud yang berbeda.

Proses pemahaman umum mengenai governance atau tata pemerintahan mulai

mengemuka di Indonesia sejak tahun 1990-an, dan mulai semakin bergulir pada tahun

1996, seiring dengan interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar sebagai

negara-negara pemberi bantuan yang banyak menyoroti kondisi obyektif

perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah ini seringkali disangkutpautkan

dengan kebijaksanaan pemberian bantuan dari negara donor, dengan menjadikan

masalah isu tata pemerintahan sebagai salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam

(5)

Kata governance sering dirancukan dengan government. Akibatnya, negara

dan pemerintah menjadi korban utama dari seruan kolektif ini, bahwa mereka adalah

sasaran nomor satu untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan

internasional mengambil prioritas untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan di

Dunia Ketiga dalam skema good governance mereka. Aktivitis dan kaum oposan,

dengan bersemangat, ikut juga dalam aktivitas ini dengan menambahkan

prinsip-prinsip kebebasan politik sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha perbaikan

institusi negara. Good governance bahkan berhasil mendekatkan hubungan antara

badan-badan keuangan multilateral dengan para aktivis politik, yang sebelumnya

bersikap sinis pada hubungan antara pemerintah negara berkembang dengan

badan-badan ini. Maka, jadilah suatu sintesa antara tujuan ekonomi dengan politik.

Tetapi, sebagaimana layaknya suatu mantra, para pengucap tidak dapat

menerangkan sebab akibat dari suatu kejadian, Mereka hanya mengetahui sebgian,

yaitu bahwa sesuatu yang invisible hand menyukai mantra yang mereka ucapkan.

Pada kasus good governance, para pengucap hanya mengetahui sedikit hal yaitu

bahwa sesuatu yang tidak terbuka dan tidak terkontrol akan mengundang

penyalahgunaan, bahwa program ekonomi tidak akan berhasil tanpa legitimasi,

(6)

III.1. Pengertian Good Governance

Good governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah

penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola

urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme,

proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat

mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban

dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.37

Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber

daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan sector

non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor

yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor

lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal

tentang bekerjanya institusi-institusi negara. Governance mengakui bahwa didalam

masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat

yang berbeda

Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial,

governance bukanlah sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga.

(7)

Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah satu

aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan oleh negara.

Tetapi harus diingat, dalam konsep governance wewenang diasumsikan tidak

diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus dari pelaku-pelaku

yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja

berdasarkan dominasi pemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah harus

memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenang

yang dibentuk secara kolektif.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks pembangunan, definisi

governance adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk

tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengan demikian, “adalah

mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan

penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama

efisien) dan (relatif) merata.”

Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata

pemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna

mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup

seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan

kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,

(8)

Jelas bahwa good governance adalah masalah perimbangan antara negara,

pasar dan masyarakat. Memang sampai saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari

suatu governance lebih banyak berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah

berkewajiban melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi jangka

panjang seperti pendidikan kesehatan dan infrastuktur. Tetapi untuk mengimbangi

negara, suatu masyarakat warga yang kompeten dibutuhkan melalui diterapkannya

sistem demokrasi, rule of law, hak asasi manusia, dan dihargainya pluralisme. Good

governance sangat terkait dengan dua hal yaitu (1) good governance tidak dapat

dibatasi hanya pada tujuan ekonomi dan (2) tujuan ekonomi pun tidak dapat dicapai

tanpa prasyarat politik tertentu.

Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat

pemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk

ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks

ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya

dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah. Harus

kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance juga harus

menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good

governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus

dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini

(9)

III.1. 1. Prinsip Utama Good Governance ( Tata Pemerintahan Yang Baik )

UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi

politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan

berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor

publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan

dapat dipercaya. Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik

good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka,

pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab,

birokrasi yang profesional dan aturan hukum.

Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum

bahwa good governance dilandasi oleh empat pilar yaitu accountability, transparency,

predictability, dan participation. Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang

melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi

lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang

dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu

transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat.38

(10)

III. 1.1.1. Transparansi

Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap

orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni

informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil

yang dicapai.

Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan

yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan

pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan

akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat

berdasarkan pada preferensi publik.

Prinsip ini memiliki dua aspek, yanag pertama adalah komunikasi publik oleh

pemerintah, dan yang kedua adalah hak masyarakat terhadap akses informasi.

Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik

kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi.

Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk membuka

dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus

seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun

informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan

(11)

professional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk

menyebarluaskan keputusankeputusan yang penting kepada masyarakat serta

menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut.

Peran media juga sangat penting bagi transparansi pemerintah, baik sebagai

sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai

informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai aksi pemerintah dan

perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi. Jelas, media tidak akan dapat

melakukan tugas ini tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah

maupun pengaruh kepentingan bisnis.

Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan

dari masyarakat dan bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban akan

keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang

jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan

pada siapa informasi tersebut diberikan.

Secara ringkas dapat disebutkan bahwa, prinsip transparasi paling tidak dapat

diukur melalui sejumlah indikator seperti :

a. mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua

(12)

b. mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai

kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik.

c. mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi

maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani.39

Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya

akan membuat pemerintah menjadi bertanggung gugat kepada semua stakeholders

yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik.

III. 1.1.2. Akuntabilitas

Akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip ini. Prinsip ini menuntut dua

hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability), dan (2) konsekuensi

(consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah

berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap

pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan

wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah

dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.

Prof. Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai

“pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka

(13)

yang memberi mandat itu.” Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan

menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga

pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan

kondisi saling mengawasi (checks and balances sistem).40 Lembaga pemerintahan

yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif

(MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang

semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar

keempat.

Guy Peter menyebutkan adanya 3 tipe akuntabilitas yaitu :

1) Akuntabilitas keuangan

2) Akuntabilitas administrative

3) Akuntabilitas kebijakan publik41

Paparan ini tidak bermaksud untuk membahas tentang akuntabilitas keuangan,

sehingga berbagai ukuran dan indikator yang digunakan berhubungan dengan

akuntabilitas dalam bidang pelayanan publik maupun administrasi publik.

40

Miriam Budiarjo, 1998. Menggapai Kedaulatan Rakyat, Jakarta: Mizan, hal 78 41

(14)

Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan

penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh

pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan.

Pengambilan keputusan didalam organisasi-organisasi publik melibatkan

banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil

kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, teknokrat,

birokrat atau administrator, serta para pelaksana di lapangan.

Sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat

secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat

atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis,

serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan

dibawah rule of law. Sedangkan publik accountability didefinisikan sebagai adanya

pembatasan tugas yang jelas dan efisien.

Secara garis besar disimpulkan bahwa akuntabilitas berhubungan dengan

kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya

untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang

berlaku maupun kebutuhan masyarakat. `Akuntabilitas publik menuntut adanya

(15)

Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan

maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus

dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal , melalui umpan balik dari para pemakai

jasa pelayanan maupun dari masyarakat.

Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa

besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilainilai atau

norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan

dengan pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan sebuah program,

akuntabilitas dari setiap tahapan adalah :

1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk

menjamin akuntabilitas publik adalah :

a) Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia

bagi setiap warga yang membutuhkan

b) Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai

yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang

benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders

c) Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah

(16)

d) Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi,

dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar

tersebut tidak terpenuhi

e) Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah

ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut.

2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin

akuntabilitas publik adalah :

a) penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media

massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal

b) Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan

caracara mencapai sasaran suatu program

c) Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan

dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat

d) Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang

telah dicapai oleh pemerintah.

e)

III.1.1.3. Partisipasi Masyarakat

Dalam proses pembangunan di segala sektor, aparat negara acapkali

(17)

mengikat masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan

yang lebih tinggi. Keputusan-keputusan semacam itu tidak jarang dapat membuka

kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warga negara akibat adanya pendirian

sementara pejabat yang tidak rasional atau adanya program-program yang tidak

mempertimbangkan pendapat rakyat kecil.

Bukan rahasia lagi bahwa di negara kita ini pertimbangan-pertimbangan

ekonomis, stabilitas, dan security sering mengalahkan pertimbangan-pertimbangan

mengenai aspirasi masyarakat dan hak asasi mereka sebagai warga negara.

Pembangunan politis dalam banyak hal telah disubordinasi oleh pembangunan

ekonomis maupun kebijakan-kebijakan pragmatis pejabat tertentu.

Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan kualitas

dan efektivitas layanan publik, dalam mewujudkan kerangka yang cocok bagi

partisipasi, perlu dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu:

a) Partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan

jaringan civil society (inisiatif asosiasi)

b) Partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society

sebagai service provider

(18)

d) Faktor-faktor lainnya, seperti transparansi, substansi proses terbuka

dan konsentrasi pada kompetisi.

Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat

dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.

Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara langsung atau

secara tidak langsung.

Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat

waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Dengan ketersediaan

informasi seperti ini masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan

publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat serta

mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya akan menguntungkan

salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak proporsional.

Pendapat yang mengatakan bahwa partisipasi dapat dilihat melalui

keterlibatan anggota-anggota masyarakat di dalam Pemilu saja, jelas merupakan

pendapat yang kurang lengkap. Masih banyak pola perilaku informal yang dapat

dijadikan patokan dalam menilai tingkat partisipasi dalam suatu masyarakat.

Jika orang bersedia menilai proses politik secara netral maka bentuk-bentuk

perilaku massa berupa protes, aksi pamflet, ataupun pemogokan, sebenarnya juga

(19)

tuntutan massa akibat saluran-saluran aspirasi yang sebelumnya ada telah

berkembang. Protes yang disertai aksi-aksi kekerasan terkadang semata-mata

disebabkan oleh keputusasaan, kegusaran, dan terpendamnya konflik internal.

Suatu kebijakan mungkin pada dasarnya bertujuan mulia karena jelas-jelas

akan bermanfaat untuk kepentingan umum. Namun seiring dilaksanakannya

kebijakan tersebut dalam sistem birokrasi yang berjenjang seringkali terjadi

pergeseran dan penyimpangan arah kebijakan tadi.

Bagaimanapun jika para birokrat tidak ingin kehilangan wibawanya dalam

melaksanakan kebijakan-kebijakan publik, para birokrat harus senantiasa

memperhatikan aspirasi-aspirasi masyarakat dan mendukung partisipasi seluruh unsur

kemasyarakatan secara wajar. Setidak-tidaknya ada dua alasan mengapa sistem

partisipatoris dibutuhkan dalam negara demokratis. Pertama, ialah bahwa

sesungguhnya rakyat sendirilah yang paling paham mengenai kebutuhannya. Dan

kedua, bermula dari kenyataan bahwa pemerintahan yang modern cenderung semakin

luas dan kompleks, birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Oleh sebab itu,

untuk menghindari alienasi warga negara, para warga negara itu harus dirangsang dan

dibantu dalam membina hubungan dengan aparat pemerintah.

Dalam rangka penguatan partisipasi publik, beberapa hal yang dapat

(20)

a) Mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh publik

b) Menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan

mengumpulkan masukan-masukan dari stakeholders termasuk

aktivitas warga negara dalam kegiatan publik.

c) Mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa layanan publik

seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan bagi kegiatan

masyarakat dan layanan publik.

Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh lapisan masyarakat akan

memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan bagian

yang adil dari manfaat pembangunan.

III.2. Good Governance Dan Otonomi Daerah

Kebijakan desentralisasi dan terjadinya reformasi pemerintahan yang terjadi

di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma penyelenggaraan

pemerintahan dari paradigma sentralistis kearah desentralisasi riel yang ditandai

dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada Daerah. Pemberian otonomi ini

dimaksudkan khususnya untuk lebih memandirikan Daerah serta pemberdayaan

(21)

Seiring dengan diberlakukannya dan dilaksanakannya Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, jika dilakukan pengkajian

mendalam atas perlunya perubahan mendasar sistem Pemerintahan Daerah itu, maka

pilihan terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah yang seluas-luasnya sudah barang

tentu diperkirakan dapat menjawab semangat reformasi yang sekarang memang

sedang bergulir, lebih dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat, lebih

demokratis dan memenuhi kehendak dan aspirasi masyarakat yang menginginkan

pelayanan prima dari aparatur birokrasi, transparan dan akuntabilitas.

Kondisi nyata saat ini kita masih dalam tahap konsolidasi yang konsentrasinya

masih pada penataan urusan/kewenangan, kelembagaan, kepegawaian, aset,

keuangan, serta penyesuaian-penyesuaian dalam bentuk regulasi dan lain lain.

Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good

government) pada saat ini merupakan prioritas utama dalam penegakkan citra

pemerintah dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah

yang sampai saat ini dianggap masih sangat rendah. Dalam rangka itu, sebagaimana

dituangkan dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara

yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Undang-undang Nomor

28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka tindak lanjutnya diperlukan pengembangan dan

(22)

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya

guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, serta bebas dari KKN

Good Governance (kepemerintahan yan baik) merupakan isu sentral yang

paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan

gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan

penyelenggaraan pemerintah yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat

pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi . Pola

lama penyelenggaraan pemerintahan, kini sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan

masyarakat yang sudah berubah. Oleh kareana itu, tuntutan ini merupakan hal yang

wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan

yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik.42

Desentralisasi atau pendesentralisasian governance merujuk pada suatu upaya

restrukturisasi atau reorganisasi dari kewenangan yang yang menciptakan tanggung

jawab bersama diantara lembaga-lembaga di dalam governance baik di tingkat pusat,

regional maupun lokal sesuai dengan prinsip saling menunjang yang diharapkan pada

akhirnya adalah suatu kualitas dan efektifitas keseluruhan dari sistem governance

tersebut termasuk peningkatan kewenangan dan kemampuan dari governance di

tingkat lokal.

42 Dr. Sedarmayanti, Dra., M.Pd, 2003. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi

(23)

Desentralisasi bukan sekedar memindahkan sistem politik dan ekonomi yang

lama dari pusat ke daerah, tetapi pemindahan tersebut harus pula disertai oleh

perubahan kultural menuju arah yang lebih demokratis dan beradab. Melalui

desentralisasi diharapkan akan meningkatkan peluang masyarakat untuk

berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan yang terkait dengan masalah

sosial, politik, ekonomi. Hal ini sangatlah dimungkinkan karena karena lokus

pengambilan keputusan menjadi lebih dekat dengan masyarakat.

Melalui proses ini maka desentralisasi diharapkan akan mampu meningkatkan

penegakan hukum, meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintah dan sekaligus

meningkatkan daya tanggap, transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah.

Beberapa pengalaman empirik memang telah membuktikan bahwa desentralisasi

tidak selalu berbanding lurus dengan terwujudnya good governance. Keberhasilan

beberapa pemerintah daerah dalam membangun kinerja pelayanan publiknya hingga

saat ini masih bisa dihitung dengan jari. Namun demikian pilihan untuk kembali ke

arah sentralisasi tentunya bukanlah pilihan yang bijaksana dan hanya akan bersifat

kontraproduktif belaka.

Pilihan pada desentralisasi sesungguhnya haruslah disikapi dengan penuh

optimisme dan menjadikannya sebagai sebuah tantangan. Caranya adalah melalui

kampanye yang terus menerus akan pentingnya implementasi good governance pada

(24)

bertanggung jawab serta keberhasilan good governance di daerah bukanlah suatu hal

yang instan semudah membalikan telapak tangan. Diperlukan komitmen yang kuat,

proses pembelajaran yang terus menerus serta kesabaran kolektif dari segenap

pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah.

Guna menciptakan pemerintahan yang kuat dan pemerintahan yang bersih

(good and clean governance), maka dibutuhkan keikhlasan segenap penyelenggara

pemerintahan untuk beberapa hal, yakni :

1. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap fenomena-fenomena sosial budaya

dan politik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat

2. Mengenal seluk beluk akar permasalahan kesenjangan sosial ekonomi yang

terjadi dalam masyarakat serta mengambil langkah-langkah penanganan yang

bersifat persuasive

3. Meningkatkan pelayanan masyarakat yang lebih baik (pelayanan prima)43

Selanjutnya perlu mengaktualisasikan nilai-nilai kesatuan dan persatuan

dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang

tercermin dalam program-program kegiatan yang berwawasan kebangsaan serta

program kerja yang visioner dan mengedepankan skala prioritas terhadap hal-hal

(25)

yang perlu segera ditangani. Bersifat responsif dan akomodatif baik dalam setiap

merencanakan program kegiatan maupun disetiap melakukan kegiatan yang

mengandung kepekaan dan keperdulian terhadap rakyat kecil dan penyandang

masalah sosial ditengah situasi perekonomian yang belum kondusif, Dengan

mendorong terwujudnya pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan prakarsa,

kreativitas, dan peran serta masyarakat guna mewujudkan ketahanan masyarakat dan

ketahanan nasional.

Konsep good governance sendiri dalam beberapa tahun belakangan ini banyak

dibicarakan dalam berbagai konteks dan menjadi isu yang paling mengemuka dalam

pengelolaan pemerintahan dan pelayanan kepada publik. Tuntutan ini sebagai akibat

dari pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan dirasakan tidak sesuai lagi bagi

tatanan masyarakat yang telah berubah atau dengan kata lain semakin tidak efektifnya

pemerintahan disamping semakin berkembangnya kualitas demokrasi, hak asasi

manusia dan partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan. Jadi ada tekanan untuk

mendefinisikan ulang terhadap peran-peran pemerintahan dalam hubungannya

dengan masyarakat dan sektor swasta.

Sebagai suatu alternatif pengelolaan pemerintahan, konsep good governance

berakar pada suatu gagasan adanya saling ketergantungan (interdependence) dan

(26)

negara, yakni pemerintah, swasta dan civil society dalam menjalankan fungsinya

masing-masing.

III.2.1. Transaparansi Dalam Pemerintahan Daerah

Transparansi merupakan salah satu pilar dalam good governance. Adanya

transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembuatan kebijakan dapat

menjadi entery point bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi sehingga dapat

melakukan check and balance terhadap jalannya pemerintahan.44

Transparansi penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan

pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap beberapa hal berikut:

1. Publikasi dan sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam

penyelenggaraan pemerintah daerah.

2. Publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang

berbagai perizinan dan prosedurnya.

3. Publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja pemerintah daerah

4. Transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak

proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga.

44

(27)

5. Kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur dan benar

terkait penyelengaraan pemerintah daerah.45

Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan

terhadap setiap informasi terkait, seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan,

serta kebijakan pemerintah dengan biaya minimal. Penyebarluasan berbagai informasi

yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan kesempatan

kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambil keputusan. Oleh

karena itu, perlu dicatat bahwa informasi ini bukan sekedar tersedia, tapi juga relevan

dan bias dipahami publik. 46

Pemerintah daerah seharusnya perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang

cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas bentuk informasi yang

dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana

cara mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur

pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat.

Instrumen dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak untuk

mendapatkan informasi, sedangkan instrumen pendukung adalah fasilitas database

dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk penyebarluasan produk-produk

dan informasi yang ada di penyelenggara pemerintah, maupun prosedur pengaduan.

45 Hasil wawancara dengan Kabag Humas Pemkab Simalungun, Desyartawaty Purba, SSTP. Pada Senin 11 Maret 2014, di Kantor Bagian Humas Kabupaten Simalungun.

46

(28)

Untuk itu adanya Perda Transparansi adalah sebagai produk hukum yang

memberikan jaminan untuk mengatur tentang hak memperoleh akses dan penyebar

luasan informasi kepada publik.

III.2.2. Akuntabilitas Dalam Pemerintahan Daerah

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau

untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan

hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau

berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban berdasarkan

kepada pengertian tersebut diatas, maka semua Instansi Pemerintah, Badan dan

Lembaga Negara di Pusat dan Daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing

harus memahami akuntabilitas karena merupakan perwujudan kewajiban suatu

Instansi, Badan dan Lembaga Pemerintah untuk mempertanggungjawaban

keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi bersangkutan.

Disamping itu akuntabilitas dapat diinterpretasikan mencakup keseluruhan

aspek tingkah laku seseorang yang mencakup baik perlilaku bersifat pribadi dan

disebut dengan akuntabilitas spiritual maupun perilaku yang bersifat eksternal

terhadap lingkungan dan orang sekeliling.

Pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah Daerah harus

(29)

1. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi pemerintah

daerah yang bersangkutan.

2. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan

sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan dan

kebijaksanaan yang berlaku.

3. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan.

4. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang

diperoleh

5. Harus jujur, obyektif, transparan dan inovatif sebagai katalisator perubahan

manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan

teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.

Disamping itu, akuntabilitas pemerintah daerah harus pula menyajikan

penjelasan tentang deviasi antara realisasi kegiatan dengan rencana serta keberhasilan

dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh

karena itu, dalam pelaksanaan akuntabilitas pemerintah daerah diperlukan pola

pengkuran kinerja yang dimulai dari perencanaan strategis dan berakhir pada

pengkuran kinerja atas kegiatan, program dan kebijaksanaan yang dilakukan dalam

(30)

melaksanakan akuntabilitas ini, diperlukan pula perhatian dan komitmen yang kuat

dari organisasi yang bertanggungjawab di bidang pengawasan dan penilaian

akuntabilitas atas laporan akuntabilitas instansi pemerintah daerah.

Dalam penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah,

perencanaan strategis merupakan langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja

instansi pemerintah. Perencanaan strategik instansi pemerintah memerlukan integrasi

antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lain agar mampu menjawab

tuntutan perkembangan lingkungan strategis, nasional dan global. Analisis terhadap

lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal merupakan langkah yang

sangat penting dalam memperhitungkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan

yang ada.

III.2.3. Partispasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Konsep partisipasi masyarakat akan mengarah pada posisi masyarakat dalam

pemerintahan daerah. Dengan demikian, masyarakat dapat diterjemahkan pada

sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama. Dalam kaitannya dengan

pemerintah daerah, masyarakat tercermin dalam masyarakat kabupaten, kota,

kecamatan maupun desa. Menurut Leach dan Percy Smith. Untuk mendefenisikan

masyarakat melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan pertama merumuskan

(31)

dengan pembedaan antara masyarakat perkotaan atau pedesaan atau saling

ketergantungan ekonomis antara kota dan desa, dan mereka tinggal di batas-batas

territorial pemerintah daerah tertentu. Sedangkan pendekatan kedua memusatkan

perhatian pada cara orang mengidentifikasikan dan cara mereka merasakan loyalitas

(affective community), yang tidak menghubungkan masyarakat dalam satu wilayah,

tetapi dalam kontek mobilitas social dan geografis dari banyak orang yang memiliki

beragam identitas dan loyalitas.47

Partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah merujuk pada masyarakat

yang berdiam dan bertempat tinggal dalam suatu batas wilayah pemerintahan daerah

dalam arti melakukan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan serta menerima

pelayanan publik dan mereka merasa menjadi bagian dari pemerintah daerah.48

Pemerintah daerah (local government) dalam penyelenggaraan pemerintahan

di daerah telah diatur dalam perundang-undangan tentang pemerintahan daerah

mendapat dukungan melalui prinsip partisipasi masyarakat yang merupakan sesuatu

hal yang esensial, syarat dan indicator dari demokrasi yang terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah pada

pasal 1 yang intinya menyebutkan bahwa kewenangan untuk mengatur dan mengurus

pemerintah daerah berdasarkan aspirasi masyarakat.

47

Leach dan Percy dalam Kahairul Muluk, 2005. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Malang: Bayumedia Press, hal 44

48

(32)

Penyelenggaraan demokrasi dalam pemerintah daerah mempergunakan cara

demokrasi perwakilan, dalam arti bahwa penyelenggaraan pemerintahan tidak

dilaksanakan oleh masyarakat, tetapi dijalankan oleh wakil masyarakat yang dipilih

setiap lima tahun sekali. Wakil masyarakat yang representative dalam hal ini Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bertugas untuk mengatur daerah (policy making).

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai delegasi masyarakat memiliki tugas

bersama-sama dengan kepala daerah untuk mengurus pemerintahan daerah.

Dalam demokrasi modern, parisipasi mengikutsertakan berbagai pihak dalam

proses pengembangan masyarakt. Partisipasi yang baik adanya hubungan sejajar

semua pihak dan bertanggung jawab dalam upaya menuju keberhasilan pelaksanaan

program pembangunan. Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hubungan dengan

partisipasi masyarakat dapat dipertanggungjawabkan dalam melaksanakan urusan

pemerintah.

Pertanggungjawaban pelaksanaan pemerintahan daerah diselenggarakan

dalam pembuatan keputusan kebijakan daerah maupun dalam perencanaan

penyusunan program-program pembangunan. Dalam pemerintahan daerah,

pelaksanaan partisipasi masyarakat mampu menyelenggarakan pemerintah daerah

(33)

III.3. Implementasi Good Governance Di Kabupaten Simalungun

Era otonomi daerah mengakibatkan bergesernya pusat-pusat kekuasaan dan

meningkatkan operasionaliasi dan berbagai kegiatan yang semula banyak dilakukan

di pemerintah pusat bergeser kepada pemerintah daerah. Konsekuensi logis

pergeseran tersebut harus diiringi dengan meningkatnya good governance di derah.49

Kabupaten Simalungun sebagai sebuah daerah otonom yang diberi wewenang

mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya tentunya memiliki tujuan untuk

menjadi daerah maju dalam segala aspek pembangunan. Pembangunan yang

dilaksanakan di daerah menerapakn prinsip community based development, yakni

pembangunan serta tujuan utama pembangunan itu tumbuh dari masyarakat dan

dilakukan demi masyarakat serta berdasarkan kekuatan masyarakat demi

kesejahteraan masyarakat.50

Asas tranparansi adalah asas keterbukaan yang bererti membuka diri terhadap

hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak

diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan

perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.

49

Sedarmayanti, 2000. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, hal 23

(34)

Untuk mewujudkan transparansi dalam pemerintahan di Kabupaten

Simalungun selama masa pemerintahan bupati JR. Saragih, pemerintah daerah

mengambil beberapa kebijakan agar akses informasi yang benar dan jujur dapat

diakses oleh masyarakat umum, antara lain :

1. Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD)

disampaikan melalui Media cetak dan dapat diakses di situs resmi

Kabupaten Simalungun.

2. Peningkatan akses informasi yang baik pada kantor dinas di Pemkab

Simalungun dan kantor camat.

3. Pengumuman tender/lelang proyek Pemerintah Kabupaten

Simalungun

4. Transparansi anggaran di kabupaten Simalungun melalui situs resmi

Pemerintah Kabupaten Simalungun

5. Pemutakhiran data di situs resmi Pemerintah Kabupaten Simalungun

6. Memenuhi permintaan informasi khusus baik bagi para peneliti, media

massa, masyarakat umum dan lain-lain.51

(35)

Sementara itu asas akuntabilitas menurut pasal 20 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil

akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harsu dapat dipertanggungjawabkan

kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedulatan tertinggi negara sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Akuntabilitas adalah suatu perwujudan kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan organisasi

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban yang

dilaksanakan secara periodik. Maka dapat kiat lihat bahwa Pemerintah Daerah

mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan pertanggungjawaban secara

periodik sebagaimana diatur oleh Undang-Undang.

Di kabupaten Simalungun, prinsip akuntabilitas telah diterapkan bukan hanya

semasa pemerintahan JR. Saragih. Kepala daerah sebelumnya juga telah

melaksanakan hal serupa semasa pemerintahan mereka masing-masing. Pada masa

kepemerintahan Bupati JR. Saragih, setiap unsur pemerintahan yang ada di

Kabupaten Simalungun diwajibkan memberikan pertanggungjawaban kepada

masyarakat lewat Laporan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan pemerintah secara

(36)

Rakyat berhak mendapatkan informasi dan pertanggungjawaban dari

penyelenggara pemerintah daerah lewat laporan pertanggungjawaban di depan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai perwakilan masyarakat di pemerintahan.

Hal ini juga memungkinkan bagaimana rakyat untuk menerima ataupun menolak

laporan pertanggungjawaban tersebut, dan berhak untuk mengatakan bahwa

pemerintah daerah tersebut berhasil atau gagal dalam penyelenggaraannya.

Yang menjadi permasalahan pemerintahan kita selama ini dalam prinsip

akuntabilitas adalah bagaimana keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan

kebanyakan hanya memperlihatkan keberhasilan penyelenggaraannya saja, sementara

itu yang berkaitan dengan kegagalan penyelenggaraan sangat sedikit bahkan jarang

(37)

IV PENUTUP

IV. 1. Kesimpulan

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Meskipun pemerintah daerah berwenang

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah pusat tetap memiliki

hubungan dengan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Otonomi daerah telah memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah

untuk mengelola sumber daya yang ada di daerah. Sumber daya yang ada di daerah

harus digunakan untuk kemajuan daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab

mengelola sumber daya tersebut dan sebaliknya masyarakat juga bertanggung jawab

untuk mengawasi pengelolaan tersebut, karena hal tersebut merupakan salah satu

prinsip pemerintahan yang baik

Penyelenggaraan pemerintah daerah yang baik dapat diukur dengan banyak

(38)

kesejahteraan bersama. Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan

impian setiap pihak yang memiliki tujuan baik demi kemajuan bangsa.

Kepala daerah sebagai unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

merupakan kepala daerah otonom yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, kepala daerah

diharapkan dapat menerapkan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan

prinsip-prinsip good governance. Prinsip tersebutlah yang menjadi kunci untuk

mewujudkan pemerintahan yang diharapkan masyarakat.

Kabupaten Simalungun sebagai sebuah daerah otonom sejauh ini telah

menerapkan dan melaksanakan beberapa prinsip utama dalam menjalankan

pemerintahan yang baik. Mewujudkan good governance atau tata kelola

pemerintahan yang baik bukan merupakan hal yang dapat dilakukan dengan mudah.

Dibutuhkan kerja keras dan semangat reformasi birokrasi untuk mewujudkannya.

Pemerintah daerah, masyarakat luas dan para pelaku usaha sangat diharapkan

peranannya untuk mencapai cita-cita pemerintahan yang bersih dan berpihak pada

masyarakat.

Prinsip-prinsip good governance yang saat ini diterapkan di Kabupaten

Simalungun dapat dikatakan memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Hal

(39)

penuh terwujudnya pemerintahan yang baik di Simalungun. JR Saragih sebagai

kepala daerah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pelaksanaan

prinsi-prinsip good governance di daerah yang sedang dipimpinnya.

IV. 2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas penulis menyarankan kepala daerah sebagai

kepala pemerintahan di daerah untuk semakin memahami dan melaksanakan otonomi

daerah sebagai instrumen politik yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber

daya yang ada di daerah sehingga dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kemajuan masyarakat di daerah. Ketika sumber daya yang ada di daerah dapat

dimaksimalkan dengan baik, penulis percaya bahwa kemakmuran masyarakat yang

selama ini diidam-idamkan dapat tercapai.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sesuai prinsip – prinsip good governance, kepala daerah merupakan figure dan cermin pemerintahan daerah.

Oleh karena itu, kepala daerah harus mempunyai sikap untuk menjadi teladan dalam

menyelenggarakan pemerintahan di daerah, sehingga partisipasi masyarakat yang

diharapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin ideal karena secara

langsung masyarakat memilik sosok yang dijadikan sebagai panutan dalam

(40)

BAB II

DESKRIPSI KABUPATEN SIMALUNGUN DAN PROFIL J.R SARAGIH

II. 1. Deskripsi Kabupaten Simalungun

Sampai sekarang, asal-usul orang Simalungun masih diliputi oleh banyak

misteri, sama halnya dengan asal-usul raja-raja Simalungun yang dibungkus oleh

legenda dan mitos. Sedikit saja sumber yang menjelaskan asal-usul raja-raja tersebut,

itupun tidak mencerminkan asal-usul seluruh marga yang disebut halak Simalungun.

Yang menarik, tidak satupun naskah kuno itu merujuk asal-usul raja-raja Simalungun

dari Toba atau Tapanuli, malah Partikkian Bandar Hanopan mengacu pada

Pagarruyung di Sumatera Barat sebagai asal-usul raja Dolog Silou, Panei dan

Silimakuta.26

Simalungun adalah salah satu suku asli yang terdapat di Provinsi Sumatera

Utara. Terdapat beberapa asal- usul mengenai nenek moyang suku Simalungun, tetapi

sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari luar

Indonesia. Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang, yakni; (1) Gelombang

Pertama (Proto Simalungun), diperkirakan berasal dari Nagore (India) dan

pegunungan Assam (India) menyusuri daerah Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk

(41)

selanjutnya menyebrang ke Sumatera Timur dan; (2) Gelombang Kedua (Deutro

Simalungun), datang dari suku-suku disekitar Simalungun yang bertetangga dengan

suku asli Simalungun.27

Dalam perbincangan penulis dengan bapak J P Saragih, tokoh adat

Simalungun sekaligus Dewan Penasehat Partuha Maujana Simalungun, beliau

mengatakan dari hasil penelitiannya, Suku bangsa Simalungun termasuk rumpun

Proto Melayu yang berasal dari Hindia Belakang, diduga dari Nagore (India Selatan).

Berdasar gelombang masuknya ke Simalungun, leluhur suku bangsa Simalungun

kemungkinan besar berasal dari dua keturunan nenek moyang.

Gelombang pertama dari Hindia Belakang melalui Aceh (pesisir timur) dan

sebagian dari Singkel (pesisir barat) yang menurunkan marga asli Simalungun,

Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba (Sisadapur) yang kemudian menurunkan

cabang-cabang marga, sedang gelombang kedua disebut merupakan peleburan

suku-suku bangsa yang kemudian masuk ke Simalungun dan memakai adat dan budaya

Simalungun yang secara populer disebut “namarahap Simalungun” yang berasal dari

Toba, Samosir, Karo, Pakpak dan Jawa.28

Selama berabad-abad nenek moyang suku bangsa Simalungun ini berdiam di

pantai dan setelah masuknya orang-orang Melayu dari Malaka akibat serbuan

27 Pustaha Laklak No 252, Arsip Museum Simalungun, Pematang Siantar.

(42)

Portugis tahun 1511 berangsur-angsur mereka terdesak hingga mencapai pedalaman

Sumatera sampai ke pinggiran Danau Toba.

Secara historis, terdapat tiga fase kerajaan yang pernah berkuasa dan

memerintah di Simalungun. Berturut-turut fase itu adalah fase kerajaan yang dua

(harajaon na dua) yakni kerajaan Nagur (marga Damanik) dan Batanghio (Marga

Saragih). Berikutnya adalah kerajaan berempat (harajaon na opat) yakni Kerajaan

Siantar (marga Damanik), Panai (marga Purba Dasuha), Silau (marga Purba Tambak)

dan Tanoh Jawa (marga Sinaga). Terakhir adalah fase kerajaan yang tujuh (harajaon

na pitu) yakni: kerajaan Siantar (Marga Damanik), Panai (marga Purba Dasuha),

Silau (marga Purba Tambak), Tanoh Jawa (marga Sinaga), Raya (marga Saragih

Garingging), Purba (marga Purba Pakpak) dan Silimakuta (marga Purba Girsang).

Demikian pula halnya dalam mengurai asal muasal masyarakat Simalungun, yang

banyak berpijak dan tergantung pada aspek diaspora masyarakat Batak (Toba)

sehingga, raja dan kerajaan di Simalungun itu dinyatakan berasal dari Batak (Toba).29

Masyarakat Simalungun dalam ikatan sosialnya terhisab ke dalam organisasi

sosial yang disebut Tolu Sahundulan Lima Saodoran yang mengikat orang

Simalungun dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun. Adapun Tolu

Sahundulan itu terdiri dari : Tondong, Sanina, Boru. Sedangkan Lima Saodoran

terdiri dari: Tondong, Tondong ni Tondong, Sanina, Boru dan Boru ni Boru (Anak

29

(43)

Boru Mintori). Menurut D. Kenan Purba, adanya struktur (kerangka susunan)

lembaga adat ini sekaligus memberi gambaran atau besar kecilnya suatu upacara adat

itu menurut besar kecilnya perhelatan adat yang akan dilaksanakan.30

II.1.1. Keadaan Umum

Sesuai amanah PP No. 70 Tahun 1999 tentang: Perpindahan Ibukota Daerah

Kabupaten Simalungun dari Wilayah Daerah Kota Pematangsiantar ke Kecamatan

Raya Kabupaten Simalungun, maka 23 Juni 2008 Perkantoran Pemkab Simalungun

resmi pindah dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya Kecamatan Raya.

- Letak

Kabupaten Simalungun terletak antara 98,320 – 99,350 BT dan 2.360 – 3, 180

LU dengan ketinggian antar 20 – 1400 M diatas permukaan laut. batasan dengan; (1)

Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai; (2) Sebelah Timur,

berbatasan dengan Kabupaten Asahan; (3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan

Kabupaten Samosir; (4) Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Karo dan

berbatasan langsung dengan7 Kab/Kota se-Kawasan Danau Toba

- Demografi

Jumlah Penduduk Tahun 2011: 1.039.244 jiwa;

(44)

Luas Wilayah : 438.660 Ha (4,486,60 Km2)

Jumlah Kecamatan : 31 Kecamatan,

1. Kecamatan Siantar

2. Kecamatan Dolok Pardamean

3. Kecamatan Panei

4. Kecamatan Tanah Jawa

5. Kecamatan Hutabayu Raja

6. Kecamatan Jorlang Hataran

7. Kecamatan Dolok Panribuan

8. Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

9. KecamatanPurba

10. KecamatanRaya

11. KecamatanSilimakuta

12. Kecamatan Dolok Silau

(45)

14. Kecamatan Silau Kahean

15. Kecamatan Bandar

16. Kecamatan Pematang Bandar

17. Kecamatan Bosar Maligas

18. Kecamatan Ujung Padang

19. Kecamatan Dolok Batu Nanggar

20. Kecamatan Tapian Dolok

21. Kecamatan Sidamanik

22. Kecamatan Gunung Malela

23. Kecamatan Gunung Maligas

24. Kecamatan Bandar Masilam

25. Kecamatan Bandar Huluan

26. Kecamatan Jawa Maraja

27. KecamatanHatonduhon

(46)

29. Kecamatan Panombeian Pane

30. Kecamatan Haranggaol Horisan

31. Kecamatan Pematang Silimakuta

- Iklim

Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang suhu tertinggi terdapat pada

bulan Maret - Mei dengan rata- rata 24,8 ºC. Kelembaban udara rata - rata 84 %

dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 87 % dengan

penguapan rata- rata 0,05 MM/hari. Dalam satu tahun rata - rata terdapat 14 hari

hujan, curah hujan terbanyak pada bulan November.31

- Ekonomi

Lahan pertanian yang subur dan luas menjadi modal utama perekonomian

Simalungun dan menjadikan daerah ini lumbung padi terbesar kedua Sumatera Utara

setelah Kabupaten Deli Serdang. Terletak pada ketinggian 369 meter di atas

permukaan laut, Simalungun mampu menarik perhatian masyarakat luar daerah sejak

zaman colonial.

Swasembada pangan Simalungun teruji puluhan tahun dan masih akan terus

berlangsung. Dalam beberapa kesempatan, niat petani menanam padi tidak begitu

31

(47)

kuat. Tahun 1995, petani bersemangat menanam kelapa sawit sehingga tidak sedikit

lahan sawah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Alih fungsi lahan

ini tidak mengganggu Simalungun sebagai penghasil beras. Selain padi, daerah ini

juga penghasil utama palawija. Jagung, ubi jalar, ubi kayu, dan kacang tanah

menempati urutan pertama dan kedua produksi terbesar di Sumatera Utara.

Dukungan tenaga kerja pertanian tanaman pangan sangat besar. Kecamatan

Dolok Panribuan dan Tanah Jawa yang berbatasan dengan Kabupaten Asahan di

timur serta delapan kecamatan lainnya di barat merupakan daerah-daerah dengan

tenaga kerja pertanian tanaman pangan lebih dari 50 persen. Kecamatan Dolok Silau

yang berbatasan dengan Kabupaten Karo di barat menjadi penyedia tenaga kerja

pertanian tanaman pangan terbesar (83,4 persen). Sementara Kecamatan Tapian

Dolok yang berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang menjadi daerah dengan

sebaran penduduk merata dalam lapangan pekerjaan: pertanian tanaman pangan,

perkebunan, pertanian lainnya, industri pengolahan, serta jasa.

Potensi perkebunan semakin memantapkan pertanian sebagai sektor unggulan.

Kelapa sawit merupakan produksi perkebunan rakyat terbesar kedua di Sumut setelah

Kabupaten Labuhan Batu. Perkebunan besar dengan lahan hampir 90.000 hektar

kelapa sawit memproduksi sekitar dua juta ton tahun 201132. Karet dan cokelat

32

(48)

menjadi pendukung kontribusi perkebunan. Saat ini ada dua badan usaha besar yang

dikelola pemerintah dan swasta.

Dalam menjual hasil panen, petani Simalungun sangat bergantung pada

pedagang dan tengkulak, yang sebagian besar dari luar daerah. Kehadiran industri

besar, seperti PT Good Year Sumatra Plantations yang didirikan tahun 1970, cukup

membantu petani memasarkan hasil panen mereka. Meskipun memiliki perkebunan

sendiri, perusahaan pengolahan karet ini mampu menampung karet hasil perkebunan

rakyat. Setelah diolah menjadi bahan setengah jadi, produknya dijual ke luar daerah

dan ekspor.

Perpaduan pengembangan antara pertanian sebagai sumber bahan baku,

industri sebagai wahana pemberi nilai tambah, dan perdagangan akan menjadikan

Simalungun sebagai daerah agroindustri, agrobisnis, dan juga agrowisata.

II.1.2. Pemerintahan

Dari catatan pejabat-pejabat kolonial Belanda nama “Simalungun” boleh

disebut relatif baru, pada ekspedisi Controleur Labuhan Deli, JAM van Cats Baron de

Raet pada 28 Desember 1866, daerah ini masih disebut Timoerlanden (Tanah Timur)

(Tideman, 1922:211-213). Sedangkan JA Kroesen controleur Labuhan Ruku dalam

laporannya tahun 1890 menyebut Simeloengoen. Orang Karo hingga abad XX masih

(49)

Secara tertib administrasi kolonial Belanda, baru sejak 12 Desember 1906

nama Simeloengoen” dikukuhkan dengan dibentuknya Afdeeling Simeloengoen en

Karolanden dalam lingkup Provinsi Oostkust Sumatra yang berkedudukan di Medan,

yang pengesahannya dilakukan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan Lembaran

Negara (Staatsblad) No. 531 tahun 1906 di Batavia (Staatsblad No. 531). Pada tahun

1907 ketujuh raja-raja Simalungun meneken pernyataan takluk pada Belanda dengan

Korte Verklaring. Lantas Simalungun dibagi atas tujuh daerah swapraja atau

landschap yang berpemerintahan sendiri (otonom)

Dasar hukum pembentukan Kabupaten Simalungun adalah Undang – Undang

No 7 Tahun 1956 yang beribukota di Pematang Siantar. Pada tanggal 28 Juni 2008,

ibukota Kabupaten Simalungun resmi pindah ke Pematang Raya dan Pematang

Siantar resmi menjadi daerah otonom baru.33

Bupati Simalungun saat ini adalah Dr. Jopinus Ramli Saragih, S.H , M.M

yang sedang bertugas untuk masa bakti 2010–2015 dengan Wakil Bupatinya adalah

Hj. Nuriaty Damanik, S.H, dan Drs. Gidion Purba M.Si, sebagai Sekretaris Daerah.

Pasangan ini menggantikan Bupati dan Wakil Bupati Simalungun sebelumnya, H

Zulkarnaen Damanik dan Pardamean Siregar.

33

(50)
[image:50.612.267.375.187.330.2]

Gambar II.1

Lambang Kabupaten Simalungun

Sumber : kemendagri.go.id

- Arti Lambang Kabupaten Simalungun

1. Lambang berbentuk perisai terbagi lima petak dengan dasar lambing hijau

lahan

2. Bagian dari atsa lambing digambarkan hiou Suri-suri dengan warna hitam

yang bersuat (bersifat) putih, pada hiou Suri_suri bagian atas tertulis nama

Daerah Simalungun dengan tulisan warna putih.

3. Petak kiri atas dan bawah kanan dengan warna merah darah.

4. Petak kiri bawah dan kanan atas dengan warna putih.

(51)

6. Gambar pada petak kiri bawah setangkai padi dengan 17 butir, warna kuning

emas.

7. Gambar pada petak kiri atas daun dengan jumlah 8 helai dengan warna hijau.

8. Gambar pada letak kanan atas Bukit Barisan berpuncak dan dua puncak di

tengah lebih tinggi dari yang disampingnya dengan warna biru dan sebelah

bawah gelombang danau empat baris warna biru muda.

9. Gambar petak kanan bawah, bunga kapas 5 kuntum dengan warna putih dan

kelopak bunga warna hijau.

10.Gambar pada petak tengah rumah balai adat dengan susunan galang 10, 7

anak tangga, jerjak 8 sebelah, tiang 4, sudut atap lima dan pada rabung atas

sedang gambar kepala kerbau dengan atap hitam dan galang warna putih.

11.Garis batas-batas petak dengan warna hitam dan sebelah luar perisai tepi hiou

Suri-suri ditambah dengan garis putih.

12.Pita sebelah bawah perisai dengan warna putih tepinya warna hitam tempat

menuliskan semboyan lambing.

13.Semboyan lambing HABONARON DO BONA dalam bahasa daerah

Simalungun yang artinya kebenaran adalah pokok.

(52)

1. Lambang berbentuk perisai adalah menggambarkan kekuatan dan pertahanan

membela kepentingan daerah dan Negara.

2. Bilangan-bilangan pada bagian-bagian lambing adalah simbolik yang

menggambarkan kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Padi dan Kapas kebutuhan pokok untuk mencapai kemakmuran dan keadilan.

4. Daun teh adalah penghasilan yang utama dari daerah Simalungun.

5. Gunung dan Danau adalah menggambarkan keindahan alamnya.

6. Gelombang danau menggambarkan dinamika masyarakat.

7. Rumah Balai adalah spesifik daerah yang menggambarkan adat kebudayaan

dan kesenian daerah.34

Gambar II.2

Bagan Struktur Pemerintahan di Kabupaten Simalungun

(53)

Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Kab. Simalungun

Dari gambar diatas dapat kita dapat lihat bagaimana hubungan antar

lembaga/dinas di kabupaten Simalungun. Garis vertikal menggambarkan hubungan

antara atasan dan bawahan, sedangkan garis horizontal menggambarkan posisi yang

sejajar. Bisa dilihat antara Bupati/Wakil Bupati memiliki hubungan yg sejajar dengan

DPRD yang artinya antara 2 lembaga ini tidak ada yang boleh mendominasi dan

mengintervensi satu sama lain. Kedua lembaga ini seharusnya saling bekerjasama

sesuai dengan fungsinya. Bupati sebagai Eksekutif dan DPRD sebagai Legislatif.

Dibawah Bupati Simalungun ada Sekretaris daerah yang memiliki

pertanggung jawaban tugas langsung ke Bupati Simalungun, dan memiliki hubungan

(54)

juga memiliki pertanggung jawaban langsung kepada Bupati. Dinas-dinas ini

memiliki posisi yang sama. Dimana sesama dinas tidak dibenarkan untuk mengambil

tugas dari dinas lain, kecuali atas perintah atasa, dalam hal ini adalah Bupati

Simalungun. Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas (Kadis).

Kemudian dibawah Dinas ada Bagian, dimana tugas dari bagaian ini adalah

bagian dari spesifikasi tugas dinas. Hal ini agar tidak terjadi tumpang tindih tugas.

Bagian dipimpin oleh seorang Kepala Bagian (Kabag). Dan dibawah nya

berturut-turut adalah kantoryang dipimpin oleh seorang Kepala kantor (Kakan) dan

dibawahnya ada Kecamatan dan Kelurahan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Simalungun

Tahun 2010-2015 yang merupakan tahapan kedua dari Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah tahun 2005-2025 berorientasi pada pembangunan dan peningkatan

kompetensi segenap sumber daya yang ada di Kabupaten Simalungun. Dalam rangka

mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan tantangan ke

depan dengan memperhitungkan peluang yang ada, untuk mencapai masyarakat dan

daerah Kabupaten Simalungun yang makmur perekonomian, adil, nyaman, taqwa,

aman dan berbudaya, maka rumusan Misi Kabupaten Simalungun dalam rangka

pencapaian visi Kabupaten Simalungun 2015 ditetapkan dalam ditetapkan dalam 5

Gambar

Gambar II.1
Tabel II.2
Tabel II.3
Tabel II.4

Referensi

Dokumen terkait

KI%'% Mengolah, menalar an menyaji alam ranah konkret an ranah a.strak terkait engan pengem.angan ari yang ipelajarinya i sekolah se0ara maniri, .ertinak

Dan alasan beliau adalah dalam menanamkan serta menumbuhkan nilai tawadhu’ juga dapat melalui cara mengingatkan peserta didik agar selalu mengingat Allah dan tidak lupa

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan pembelajaran serta hasil

Jadi, Pendidikan Profetik adalah proses transfer pengetahuan ( knowledge ) dan nilai ( values ) kenabian yang bertujuan untuk membangun akhlak, moral serta

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Tesis Prilaku Politik

The analysis of English for Vocational High School III textbook showed that 66.67% indicators demanded on the curriculum and 41.67% types of communicative activities

perangkat pembelajaran yang bercirikan: a) Silabus yang sesuai dengan kurikulum; b) RPP yang kegiatan intinya sesuai dengan model pembelajaran direct instruction; c)

Ketua Wakil Ketua I Bidang Akademik. Jumat