• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. 2014. Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan. Rajawali Pers. Jakarta

. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan. Rajawali Pers. Jakarta

. 2014. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Rajawali Pres. Jakarta

Ahrens, C.D. 2009. Meteorology Today : An Introduction to Weather, Climate, and the Environment. Canada: Cangage Learning.

Aquado, E. & Burt, J.E. 2001. Understanding weather and Climate 2nd ed. New Jersey : Prentice Hall.

Azwar, Azrul. 1995. Pengantar Kesehatan Lingkungan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Data Variasi Iklim. BMKG Provinsi Sumatera Utara.

Badan Pusat Statistik.2014. Tapanuli Tengah Dalam Angka. BPS Kabupaten Tapanuli Tengah.

Bappenas. (2010). Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) Sektor Kesehatan. Author. Jakarta.

Chandra, B., 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC. Jakarta.

(8)

Departemen Kesehatan R.I Dirjen PPM&PLP (1999), Modul Epidemiologi Malaria. Jakarta

Departemen Kesehatan R. I. 2003. Modul Manajemen Malaria, Gebrak Malaria. Jakarta.

Harijanto. 2009. Malaria dari Molekuler ke Klinik Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Hastono, S.P. 2006. Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Indonesia.

Hasyimi. 2010. Mikrobiologi dan Parasitologi. CV. Trans Info Media. Jakarta Timur

Helmian, Rumbiak. 2006. Tesis Analisis Menegemen Lingkungan Terhadap Kejadian Malaria di Kecamatan Biak Timur Kabupaten Biak Numfor-Papua. Megister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro Hermansyah., 2008. Disertasi Model Manajemen Demam Berdarah Dengue

Suatu Analisis Spasial Pasca Tsunami di Wilayah Kota Banda Aceh. .Universitas Indonesia, Depok.

Kartasapoetra, A. G. 2004. Klimatologi:Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. PT.Bumi Aksara. Jakarta

Kurniawan, Rico. 2012. Skripsi Hubungan Perubahan Dan Variasi Iklim Terhadap Kejadian Diare “Studi Kasus Di KotaAdministrasi Jakarta Selatan Tahun 2007-2011” . Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta

Laporan Bulanan Penemuan dan Pengobatan Malaria. 2010-2014. Dinas Kesehatan kabupaten Tapanuli Tengah.

(9)

Marsaulina, Irnawati. 2002. Disertasi Potensi Persawahan Sebagai Habitat Larva Nyamuk Malaria (Anopheles Sp) Serta Kemungkinan Pengendalian Melalui Pola Irigasi Berkala (Suatu Eksperimen) di Desa Sihepeng Kec. Siabu Kab. Mandailing Natal Prov. Sumatera Utara. Kesehatan Lingkungan UI

Marwiyah,Winda. 2011. Skripsi Analisa Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Malaria Tahun 2001-2010 di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara. FKM UNDIP

Miller, G.T. & Spoolman, S.E. (2010). Living in the Environmental, 17th Edition. Canada : Cangage Learning.

Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Klinis Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Oeshger, H. (1993). CO2 and the greenhouse effect: present assessment and perspective. In Lake, J.V., Rock, G.R., & Ackrill (Ed). Environmental Change and Human Health Ciba Fondation Symposium 175 (2-22). Chichester : John Wiley and Sons Ltd.

Oktavia, Lidia. 2015. Skripsi Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara Dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare Di Kota Jakarta Pusat Pada Periode Tahun 2004-2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

PEACE. (2007). Indonesia and Climate Change : Curent Status and Policies. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013. Pedoman Tata Laksana Malaria. Jakarta. Diakses tanggal 20 Februari 201

(10)

Sejati, Kuncoro. 2011. Global Warming, Food, and Water Problems, Solution, and The Changes of World Geopolitical Constellation. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Silver, Jerry. 2008. Global Warming & Climate Change Demystified. RR Donnelley. USA

Slamet, J.S. 2009. Kesehatan Lingkungan. UGM Pres. Yogyakarta.

Soedarto. 1990. Protozoologi Kedokteran. Widya Medica. Jakarta

Soemirat, J., 2010. Epidemiologi Lingkungan. Edisi kedua, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sukowati S. 2008. Masalah Keraga-man Spesies Vektor Malaria dan Cara Pengendalianya di Indo-nesia. Orasi Pengukuhan Pro-fesor Riset Bidang Biologi Ling-kungan. Badan Litbang-kes Depkes. Jakarta.

Sukowati S, Shinta. 2009. Habitat perkembangbiakan dan aktivitas menggigit nyamuk Anopheles sundaicusdan Anopheles subpic-tusdi Purworejo, Jawa Tengah. J Ekol Kes. 8 (1) : 915-925.

Sorontou,Yohanna. 2013. Ilmu Malaria Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Susana, Dewi. 2011. Dinamika Penularan Malaria. UI Press

Sutanto, Inge, dkk. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

(11)

Weaver, Andrew. 2011. Generation Us:The Challenge of Global Warming. Orca Book Publishers. Canada.

World Health Organization (WHO). 2003. World malaria report. WHO Press. Geneva

. 2006. World malaria report. WHO Press. Geneva

. 2013. World malaria report. WHO Press. Geneva

Yasri Analee, dkk., 2001. Basic Environmental Health. Oxford University Press. New York

(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik dengan desain studi ekologi menurut waktu (ecological time trend study). Studi ekologi menurut waktu adalah pengamatan dari waktu ke waktu mengenai korelasi frekuensi angka kesakitan dan kematian karena suatu penyakit tertentu yang terjadi di masyarakat dengan usaha kesehatan atau faktor resiko yang terdapat dimasyarakat (Chandra,B. 2008).

Hasil studi ekologi tidak dapat menjelaskan bahwa ada faktor resiko lain yang ikut berpengaruh terhadap penyakit yang sama karena data individu tidak diperoleh. Namun demikian, hasil studi ini dapat digunakan untuk studi epidemiologi lebih lanjut (Soemirat, 2010).

(13)

et al., 1982 dalam Murti 1997). Dalam penelitian ini diharapkan dapat melihat

kemungkinan adanya hubungan variasi perubahan iklim (suhu, kelembaban, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin) dengan penyakit malaria pada populasi dan waktu tertentu.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tapanuli Tengah yang menjadi salah satu kecamatan yang ada kasus malarianya.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Mei 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3 1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai 2014 yang bersumber dari dokumen atau laporan kasus malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah, data hasil pengukuran temperatur (suhu udara), kelembaban, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin selama tahun 2010-2014 yang bersumber dari Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Sumatera Utara. 3.3.2 Sampel

(14)

3.4 Metode Pengumpulan Data

(15)

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Defenisi Hasil Ukur Alat Ukur Cara Ukur Skala

Ukur selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010-2014

Jumlah kasus Laporan Kasus Malaria Dinas Kesehatan Kabupaten

Suatu keadaan dingin atau panas udara yang diperoleh dari hasil pengukuran per hari selama satu bulan kemudian dirata-ratakan

Keadaan uap air per hari di dalam udara ambient yang diperoleh dari hasil pengukuran harian selama

(16)

2010-Desember 2014)

Hari hujan pertahun

Jumlah hari hujan yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Tengah

Suatu keadaan dingin atau panas yang diperoleh dari hasil

pengukuran per hari selama satu bulan kemudian dirata-ratakan menurut bulan selama lima tahun (Januari 2010-Desember 2014)

Keadaan uap air per hari di dalam udara ambient yang diperoleh dari hasil pengukuran harian selama

(17)

Hari hujan perbulan

(18)

3.6 MetodePengolahan Data

Dalam penelitian pengolahan data secara dilakukan dengan bebarapa tahapan sebagai berikut (Hastono, S. 2006) :

a. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan data, kejelasan data dan

kekonsistenan data sekunder yang telah ditetapkan dan ditentukan. b. Coding, ataupun pengkodean yangmerupakankegiatanmerubah data

berbentukhurufmenjadi databerbentukangka/bilangan.

c. Procesing, yaitu memasukkan data ke komputer untuk selanjutnya

dilakukan proses pengolahan data.

d. Cleanning data, yaitu melakukan pemeriksaan data dan pembersihan

data apakah ada kesalahan atau tidak.

Dalam penelitian ini pengolahan data yang dilakaukan hanya mencakup

Editing, Procesing, cleanning data.

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk melihat adanya hubungan antara variasi iklim (temperatur, kelembaban, curah hujan, hari hujan, da kecepatan angin) dengan kejadian penyakit malaria adalah :

3.7.1 Analisis Univariat

(19)

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variable dependen dalam hal ini data kasus malaria dengan variable independen yaitu variasi iklim. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan regresi linier dan uji korelasi untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan, uji korelasi dapat juga untuk mengetahui arah hubungan duavariabel. Hubungan dua variable dapat berpola positif maupun negatif. Hubungan positif terjadi bila kenaikan suatu variable independen diikuti kenaikan variable dependen yang lain, sedangkan hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan suatu variable independen diikuti penurunan variable dependen yang lain.

a. Hubungan temperatur (suhu udara) dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2010-2014.

b. Hubungan kelembaban dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2010-2014.

c. Hubungan curah hujan dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2010-2014.

d. Hubungan jumlah hari hujan dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2010-2014.

e. Hubungan kecepatan angin dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2010-2014.

(20)

mengenai parameter yang digunakan dalam melihat sebuah hubungan dua variabel.

Tabel 3.2 Panduan Analisis Bivariat untuk Melihat Kekuatan dan Kebermaknaan

Hubungan Parameter Nilai Interpretasi

Kekuatan Hubungan/ Korelasi

0,00-0,25 Hubungan sangat lemah/tidak ada hubungan

0,26- 0,50 Hubungansedang 0,51-0,75 Hubungankuat

0,76-1,00 Hubungansangatkuat / sempurna Nilai P< 0,05 Terdapat korelasi yang bermakna

variabel, semakin besar pula nilai variabel lainnya

_ Berlawanan arah, semakin besar nilai suatu variabel semakin kecil nilai variabel lainnya.

Sumber : Hastono,S 2006

(21)
(22)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografis

Tapanuli Tengah merupakan merupakan wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada di 0-1266 m di atas permukaan laut serta terletak pada 1011’00” – 2022’00” Lintang Utara dan 98007’ – 98012’ Bujur Timur. Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki luas 2.194,98 km2, dengan batas wilayah sebagai berikut :

Batas Utara : Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

Batas Selatan : Kabupaten Tapanuli selatan

Batas Timur : Kabupaten Tapanuli Utara

Batas Barat : Samutera Hindia

(23)

4.1.2 Keadaan Demografis

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014 (jiwa)

Tahun Total Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah

2010 311.232 Tengah tahun 2010-2014 bahwa penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan jumlah penduduk tertinggi adalah tahun 2014 yaitu 342.902 jiwa.

Grafik 4.1 Jumlah Penduduk di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2015

(24)

penduduk terendah pada tahun 2010 yaitu 311.232 jiwa, sedangkan jumlah penduduk tertinggi pada tahun 2014 yaitu 342.902 jiwa.

4.2 Gambaran Kasus Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2015

Gambaran kasus malaria tiap bulannya mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data Kasus Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2015

Rata2/tahun 283,75 537,917 576,583 117,5 301,833 IR per 100.000

pend uduk

1.094 2.055 2.170 435 998

Sumber:Laporan Bulanan Penemuan dan Pengobatan Malaria Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

(25)

yaitu 576,583 kasus, sedangkan rata-rata kasus malaria terendah pada tahun 2013 yaitu 117,5 kasus.

IR (Insidence Rate) kasus malaria pada tahun 2010 adalah 1.094/100.000 penduduk, sedangkan pada tahun 2011 terjadi peningkatan hampir 2 kali lipat menjadi 2.055/100.000 penduduk. Akan tetapi dari tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami penurunan yang sangat drastis yaitu dari 2.170/100.000 penduduk menjadi 435/100.000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi kenaikan kasus sehingga IR (Insidence Rate) meningkat menjadi 998/100.000 penduduk.

Grafik 4.2 Rerata Kasus Malaria perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah Periode Tahun 2010-2014

Dari grafik 4.2 dapat dilihat bahwa kasus malaria setiap bulannya di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 mengalami fluktuasi. Rata-rata kasus malaria tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 481,6 kasus, bulan Desember yaitu 479,2 kasus. Sedangkan rata-rata kasus malaria terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 287,2 dan bulan Januari yaitu

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Rata-rata kasus malaria/bulan

(26)

Grafik 4.3 Rerata Kasus Malaria pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah Periode tahun 2010-2014

Dari grafik diatas diketahui bahwa kasus malaria setiap tahunnya di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 mengalami fluktuasi. Rata-rata kasus malaria yang tertinggi pada tahun 2012 yaitu 576,583 kasus, sedangkan rata-rata kasus malaria terendah pada tahun 2013 yaitu 117,5 kasus.

4.3 Gambaran Temperatur Udara di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

Gambaran temperatur udara perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 dilihat dari tabel 4.3.

283,75

537,9166667 576,5833333

117,5

301,8333333

0 200 400 600 800

2010 2011 2012 2013 2014

Rata-rata kasus malaria/tahun

(27)

Tabel 4.3 Data Temperatur Udara di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014 (0C)

Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 Rata2/bulan

Jan 26,2 25,9 26,3 26,9 26,4 26,34

Feb 26,3 26,1 25,8 26,3 26,9 26,28

Mar 26,7 26,2 26,5 27,1 27,1 26,72

Apr 27,2 25,6 26,2 26 25,8 26,16

Mei 27,4 27,1 27,8 27 26,9 27,24

Jun 26,7 26,7 26,1 26,7 26,6 26,56

Jul 26,2 26,2 25,7 26 26,3 26,08

Agt 26,2 26,2 26 26,1 26 26,1

Sep 25,9 26 26 26,1 26 26

Okt 25,9 25,7 26,1 26,1 26,2 26

Nop 25,4 26 26 25,6 26,2 25,84

Des 25,9 26 25,9 26,3 26 26,02

Rata2/tahun 26,3333 26,1417 26,2 26,35 26,3667

Sumber : BMKG (Badan Meteorologi Klimatologidan Geofisika) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014

(28)

Grafik 4.4 Rerata Temperatur udara perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah Periode Tahun 2010-2014.

Grafik 4.4 menunjukkan bahwa rata-rata temperatur udara perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2010 sampai dengan 2014 mengalami penurunan. Rata-rata temperatur udara tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 27,24 0C dan bulan Maret yaitu 26,72 0C, sedangkan rata-rata temperatur udara

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Rata-rata temperatur udara per bulan

(29)

Grafik 4.5 Rerata Temperatur Udara pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah Periode Tahun 2010-2014.

Grafik 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata temperatur udara pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 meningkat. Rata-rata temperatur udara tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu 26,366 0C, sedangkan rata-rata temperatur udara terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu 26,1410C.

26,33333333

26,14166667 26,2

26,35 26,36666667

26 26,05 26,1 26,15 26,2 26,25 26,3 26,35 26,4

2010 2011 2012 2013 2014

Rata-rata temperatur udara per tahun

(30)

4.4 Gambaran Kelembaban Udara di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

Gambaran Kelembaban udara perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Kelembaban Udara di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014(%)

Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 Rata2/bulan

Jan 84 83 80 80 80 81,4

Feb 83 80 80 80 80 80,6

Mar 84 81 80 80 85 82

Apr 85 83 81 83 87 83,8

Mei 83 80 80 81 85 81,8

Jun 83 82 80 79 84 81,6

Jul 84 80 81 80 86 82,2

Agt 84 84 83 82 85 83,6

Sep 86 80 83 81 82 82,4

Okt 84 84 85 83 84 84

Nop 87 84 84 85 83 84,6

Des 83 84 85 82 86 84

Rata2/tahun 84,167 82,083 81,833 81,333 83,917

Sumber: BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014

(31)

Februari yaitu 80,6% dan bulan Januari yaitu 81,4%. Rata-rata kelembaban udara tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu 84,166%, sedangkan rata-rata kelembaban udara terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 81,333%.

Grafik 4.6 Rerata Kelembaban Udara perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah Periode Tahun 2010-2014

Grafik 4.6 menunjukkan bahwa rata-rata kelembaban udara perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah periode tahun 2010 sampai tahun 2014 berfluktuasi. Rata-rata kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Nopember yaitu 84,6%, Oktober yaitu 84%, dan bulan April yaitu 83,8%, sedangkan rata-rata kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Februari yaitu 80,6% dan bulan Januari yaitu

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Rata-rata kelembaban per bulan

(32)

Grafik 4.7 Rerata Kelembaban Udara pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

Grafik 4.7 Rerata Kelembaban Udara pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah periode tahun 2010 sampai tahun 2014 mengalami penurunan. Rata-rata kelembaban udara tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu 84,166%, sedangkan rata-rata kelembaban udara terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 81,333%.

84,16666667

82,08333333

81,83333333

81,33333333

83,91666667

79,5 80 80,5 81 81,5 82 82,5 83 83,5 84 84,5

2010 2011 2012 2013 2014

Rata-rata kelembaban per tahun

(33)

4.5 Gambaran Curah Hujan di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

Gambaran curah hujan perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Data Curah Hujan di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014 (mm)

Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 Rata2/bulan Jan 392,6 301,1 112,3 210,9 338,2 271,02

Feb 426,9 268,9 478,3 190,3 24,9 277,86

Mar 685,4 417,5 322,5 203,1 131,8 352,06 Apr 353,6 491,4 448,7 375,1 481,1 429,98 Mei 412,7 205,7 195,8 310,1 268,4 278,54 Jun 424,3 155,4 284,7 146,6 302,3 262,66 Jul 362,8 231,1 475,1 134,2 227,1 286,06

Agt 412 412 359 423,6 324,8 386,28

Sep 496,3 323 460,5 286,4 423 397,84

Okt 356 709,9 280,8 525,7 221,5 418,78

Nop 810,5 824 657 604,7 712,5 721,74

Des 330,6 957,7 682 273 267,4 502,14

Rata2/tahun 455,308 441,475 396,392 306,975 310,25

Sumber : BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014

(34)

tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu 455,303 mm, sedangkan rata-rata curah hujan yang terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 308,975 mm.

Grafik 4.8 Rerata Curah Hujan perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

Grafik 4.8 menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 mengalami kenaikan. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember yaitu 721,74 mm, sedangkan rata-rata curah hujan yang terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 262,66 mm.

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Rata-rata curah hujan per bulan

(35)

Grafik 4.9 Rerata Curah Hujan pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

Grafik 4.9 menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 mengalami penurunan. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu 455,303 mm, sedangkan rata-rata curah hujan yang terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 308,975 mm.

4.6 Gambaran Hari Hujan di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

Gambaran hari hujan perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4.6.

455,3083333 441,475

396,3916667

306,975 310,25

0 100 200 300 400 500

2010 2011 2012 2013 2014

Rata-rata Curah Hujan per tahun

(36)

Tabel 4.6 Data Hari Hujan di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014 (Hari)

Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 Rata2/bulan

Jan 18 17 16 12 15 15,6

Feb 23 12 24 13 10 16,4

Mar 21 20 12 14 11 15,6

Apr 21 25 26 20 21 22,6

Mei 16 14 18 19 25 18,4

Jun 17 19 19 13 18 17,2

Jul 21 8 19 15 20 16,6

Agt 17 17 19 21 21 19

Sep 18 21 19 15 17 18

Okt 20 24 24 25 24 23,4

Nop 28 23 27 28 30 27,2

Des 24 24 29 20 26 24,6

Rata2/tahun 20,333 18,666 21 17,916 19,833

Sumber: BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014

Dari tabel tersebut diketahui bahwa Rata-rata hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember yaitu 27,2 hari dan bulan Desember yaitu 24,6 hari, sedangkan rata-rata hari hujan yang terendah terjadi pada bulan Maret 15,6 hari.

(37)

Grafik 4.10 Rerata Hari Hujan perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah Periode Tahun 2010-2014

Grafik 4.10 menunjukkan bahwa rata-rata hari hujan perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 mengalami kenaikan. Rata-rata hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember yaitu 27,2 hari dan bulan Desember yaitu 24,6 hari, sedangkan rata-rata hari hujan yang terendah terjadi pada bulan Maret 15,6 hari.

15,6 16,4 15,6 22,6

18,4

17,2 16,6 19

18 23,4

27,2

24,6

0 5 10 15 20 25 30

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Rata-rata hari hujan per bulan

(38)

Grafik 4.11 Rerata hari Hujan pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah Periode Tahun 2010-2014

Grafik 4.11 menujukkan bahwa rata-rata hari hujan pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 berfluktuasi. Rata-rata hari hujan tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu 21 hari, sedangkan rata-rata hari hujan yang terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 17,91 hari.

4.7 Gambaran Kecepatan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

Gambaran kecepatan angin perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4.7.

20,33333333

Rata-rata hari hujan per tahun

(39)

Tabel 4.7 Data Kecepatan Angin di 4.6 Gambaran Hari Hujan di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014 (Knot)

Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 Rata2/bulan

Jan 7 6 6 6 6 6,2

Feb 6 6 6 8 7 6,6

Mar 7 6 6 7 8 6,8

Apr 6 5 7 7 7 6,4

Mei 6 6 6 7 7 6,4

Jun 7 7 7 9 7 7,4

Jul 8 7 7 7 8 7,4

Agt 7 7 7 8 7 7,2

Sep 6 6 7 8 8 7

Okt 7 6 6 7 5 6,2

Nop 6 6 6 7 7 6,4

Des 6 7 7 7 6 6,6

Rata2/tahun 6,583333 6,25 6,5 7,333333 6,916667

Sumber: BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014

(40)

Grafik 4.12 Rerata Kecepatan Angin perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah Periode 2010-2014

Grafik 4.12 menujukkan bahwa rata-rata kecepatan angin perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 berfluktuasi. Rata-rata kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Juni dan Juli yaitu 7,4 Knot, sedangkan rata-rata kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Januari dan Oktober yaitu 6,2 Knot.

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Rata-rata kecepatan angin per bulan

(41)

Grafik 4.13 Rerata Kecepatan Angin pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah Periode Tahun 2010-2014

Grafik 4.13 menujukkan bahwa rata-rata kecepatan angin pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 mengalami kenaikan. Rata-rata kecepatan angin tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 7,333 knot, sedangkan rata-rata kecepatan angin terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu 6,25 knot.

6,583333333

6,25

6,5

7,333333333

6,916666667

5,6 5,8 6 6,2 6,4 6,6 6,8 7 7,2 7,4 7,6

2010 2011 2012 2013 2014

Rata-rata kecepatan angin per tahun

(42)

4.8 Analisis Normalitas Data

Uji normalitas pada sebuah data dimaksudkan untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak, sehingga dapat menentukan jenis uji statistik yang dapat digunakan dalam analisis bivariat. Suatu data berdistribusi normal apabila dalam uji normalitas Shapiro-Wilk menunjukan (Sunyoto, 2011) :

a. Distribusi data normal apabila nilai signifikansi (p > 0,05)

b. Distribusi data tidak normal apabila nilai signifikansi (p < 0,05)

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Per Bulan Selama Periode Tahun 2010-2014

Variabel Hasil Uji Keterangan

Kasus Malaria 0,080 Normal

Temperatur Udara 0,066 Normal

Kelembaban Udara 0,398 Normal

Curah Hujan 0,097 Normal

Hari Hujan 0,079 Normal

Kecepatan angin 0,134 Normal

Tabel 4.8 menunjukan bahwa semua variabel- penelitian dilihat perbulan dari tahun 2004 sampai tahun 2013 berdistribusi normal.

Tabel 4.9 Hasil Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Per Tahun Selama Periode Tahun 2010-2014

Variabel Hasil Uji Keterangan

Kasus Malaria 0,609 Normal

Temperatur Udara 0,159 Normal

Kelembaban Udara 0,519 Normal

Curah Hujan 0,204 Normal

(43)

Tabel 4.9 menunjukan bahwa semua variabel- penelitian dilihat pertahun dari tahun 2004 sampai tahun 2013 berdistribusi normal.

4.9 Analisis Korelasi Data

Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Per Bulan Periode Tahun 2010-2014

Kelembaban 0,507 0,215 Tidak Signifikan

Curah Hujan 0,299 0,328 Tidak Signifikan

Hari Hujan 0,233 0,372 Tidak Signifikan

Kecepatan Angin 0,433 0,250 Tidak Signifikan

Hasil uji korelasi data Temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin dengan kasus malaria perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada tabel 4.10. Berdasarkan klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa variabel Temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dengan kasus malaria.

Tabel 4.11 Hasil Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Per Tahun Periode Tahun 2010-2014

Kelembaban 0,978 -0,018 Tidak Signifikan

Curah Hujan 0,322 0,564 Tidak Signifikan

Hari Hujan 0,391 0,500 Tidak Signifikan

Kecepatan Angin 0,053 0,874 Tidak Signifikan

(44)

Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada tabel 4.10. Berdasarkan klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa variabel Temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dengan kasus malaria.

Hasil uji korelasi data bahwa kelembaban udara, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin dengan kasus malaria pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada tabel 4.11. Berdasarkan klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa variabel kelembaban udara, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dengan kasus malaria. Hanya variabel temperatur yang berkorelasi secara signifikan dengan kejadian malaria di daerah penelitian.

4.10 Gambaran Korelasi Rerata Kasus Malaria Pertahun dengan Temperatur Udara Pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengan Tahun 2010-2014

26,1 26,15 26,2 26,25 26,3 26,35 26,4

(45)

Grafik 4.16 Hubungan Temperatur Udara dengan Kejadian Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

Berdasarkan grafik 4.16 dapat dilihat hubungan antara temperatur udara pertahun dengan kejadian malaria pertahunnya. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara temperatur udara dengan kejadian malaria dan berpola negatif yang artinya semakin tinggi temperatur udara maka kasus malaria semakin rendah atau sebaliknya.

4.10 Analisis Regresi Linier Sederhana

(46)

Berikut adalah persamaan regresi linier sederhana variabel temperatur udara yang dilihat pertahun selama tahun 2010 sampai 2014.

a. Hasil analisis regresi linier sederhana variabel temperatur udara dengan kasus malaria

Variabel r R2 Persamaan Regresi P value

Temperatur

Udara 0,886 0,785

Y= 45086,663+(-1702,053)X1

0,045

Keterangan : Y = kasus malaria X1= Rata-rata temperatur udara

(47)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Kasus Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah pada Tahun 2010-2014

Penyakit malaria selalu ada sepanjang tahun di Kabupaten Tapanuli Tengah, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kasus malaria selalu berfluktuasi dari bulan ke bulan dan dari tahaun ke tahun. Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan selama 5 (lima) tahun terakhir jika dilihat dari jumlah kasus perbulannya, diketahui bahwa rata-rata kasus malaria tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 481,6 kasus, bulan Desember yaitu 479,2 dan pada bulan Nopember yaitu 403,2 kasus. Rata-rata kejadian malaria yang terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 287, 2.

Kasus tertinggi terjadi pada bulan Juni, Desember dan bulan Nopember hal tersebut dapat dikarenakan pada bulan Juni merupakan pertengahan tahun dimana pada bulan tersebut menjadi masa peralihan dari musim panas yang terjadi mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Juni sedangkan cuaca pada bulan Juni termasuk tinggi terlihat dari data Temperatur udara perbulan yaitu 26,56 0C, temperatur tersebut merupakan temperatur optimum untuk pertumbuhan nyamuk

(48)

Kasus malaria tinggi pada bulan kasus yang drastis pada tahun 2013 dikarenakan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah mengadakan program Pemberantasan malaria yaitu Program Pembagian Kelambu secara menyeluruh disetiap Puskesmas, Pengobatan OAM (Obat Anti Malaria) ditambah dengan adanya Gotong Royong untuk membersihkan lingkungan di daerah endemis malaria. (Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah, 2014).

Berdasarkan Riset Kesehatan dasar (Riskesdas, 2013), Insiden Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah 1,9 persen menurun dibanding tahun 2007 (2,9%). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur. Di kawasan lain angka malaria dilaporkan masih cukup tinggi antara lain di Propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bengkulu dan Riau.

Menurut Ditjen PP dan PL Kepmenkes RI tahun 2012, Annual Parasite

Insidence (API) Nasional tahun 2011 adalah 1,75‰. Provinsi dengan API

tertinggi adalah Papua Barat 32,25‰, Papua 23,34‰ dan NTT 14,75‰. Masih

terdapat 11 Provinsi lagi dengan angka API diatas angka nasional seperti Maluku 3,97‰, Sulawesi Tengah 3,08‰, Bengkulu 3,02‰, Sulawesi Utara 2,52‰, Maluku Utara 2,37‰, Kalimantan Selatan 2,29‰, Bangka Belitung 2,28‰, Kalimantan Barat 1,91‰, dan Gorontalo 1,90‰ (Kepmenkes RI, 2012).

5.2 Temperatur Udara

(49)

temperatur udara maka kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah semakin rendah atau sebaliknya.Berdasarkan tingkat signifikan antara temperatur udara dengan kejadian kasus malaria menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat korelasi yang signifikan.

Sedangkan hubungan temperatur udara dengan kejadian malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah pada Tahun 2010-2014 apabila dilihat dari data pertahunnya menunjukkan korelasi yang sangat kuat (sempurna) dan berpola negatif yang berarti semakin tinggi temperatur udara maka kejadian malaria akan semakin rendah atau sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikansi menunjukkan bahwa secara statistik terdapat korelasi yang signifikan antara temperatur udara dengan kejadian malaria pertahunnya (p=0,045).

Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel temperatur udara berhubungan dengan jumlah kasus malaria secara signifikan dengan koefisien sebesar -1702,053. Artinya, jumlah kasus malaria diprediksikan akan berkurang sebesar 1702,053 jika nilai temperatur udara naik satu satuan. Dengan kata lain jika nilai temperatur udara naik atau turun sebesar satu satuan, maka mengakibatkan perubahan jumlah kasus malaria naik atau turun sebesar 1702,053.

(50)

Pada tahun 2011 rata-rata temperatur udara menurun sebesar 0,19 0C sehingga menjadi 26,14 0C rata-rata kasus malaria pada tahun tersebut juga mengalami peningkatan menjadi 537,92 kasus. Begitu juga dengan perbandingan di tahun 2012-2014. Penurunan suhu sebesar satu satuan memperanguruhi peningkatan kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah.

Kabupaten Tapanuli Tengah adalah suatu daerah yang memiliki wisata pantai yang menarik sehingga banyak wisatawan yang datang baik itu dari luar kota maupun dari luar negeri, sehingga mobilitas di Kabupaten ini cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan meningkatnya gas rumah kaca sehingga suhu udara meningkat, selain itu karena daerah tersebut merupakan daerah yang mempunya pantai yang luas daerah tersebut juga panas. Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan tempat dengan suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk Anopheles yaitu suhu lingkungan yang dianggap kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan gametosit di dalam perut nyamuk berkisar antara 25-300C (Sorontou, 2013).

]Perubahan temperatur udara rendah ke tinggi akan memperluas distribusi vektor, meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan parasit menjadi efektif sehingga secara tidak langsung akan menjadi jalur transmisi bagi vektor penyakit malaria.

(51)

Tingkat gas rumah kaca yang lebih tinggi menghasilkan suhu lebih tinggi. Perbedaan antara tingkat karbon dioksida tinggi dan rendah tidak seperti diungkapkan di beberapa dekade mendatang karena akan menjelang akhir abad kedua puluh satu. tahun 2010-an, suhu rata-rata global diperkirakan akan meningkat 0,5-1,0 0C ( 0,9-1,8 0F ) terlepas dari konsentrasi karbon dioksida itu sendiri. Ada perbedaan yang jauh lebih tinggi suhu pada akhir abad untuk konsentrasi yang berbeda ( Silver, J. 2008) .

5.3 Kelembaban Udara

Hubungan kelembaban udara dengan kejadian malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah perbulan periode tahun 2010-2014 memiliki korelasi yang sangat lemah dan berpola positif artinya semakin tinggi kelembaban udara maka kasus malaria semakin tinggi juga atau sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikan menunjukkan secara statistik tidak berkorelasi secara signifikan.

Hasil analisis rata-rata kelembaban udara pertahun dengan kejadian malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010 sampai 2014, diketahui bahwa kelembaban udara dengan kejadian malaria memiliki korelasi yang sangat lemah dan berpola negatif yang berarti semakin tinggi kelembaban udara maka semakin rendah kejadian penyakit malaria atau sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikan menunjukkan bahwa secara statistik tidak berkorelasi sihnifikan.

(52)

tinggi rata-rata kelembaban udara tiap bulannya adalah 82,66%, sehingga pada kelembaban ini bukan merupakan kelembaban optimum untuk pertumbuhan nyamuk Anopheles. Dengan demikian kelembaban udara tidak berhubungan dengan kejdian malaria di Kabupaten tapanuli Tengah tahun 2010-2014.

Menurut Sorontou (2013) kelembaban optimum untuk pertumbuhan nyamuk Anopheles adalah antara 60-80%. Sehingga perkembangan nyamuk bisa lebih banyak dan penularannya juga lebih tinggi karena kelembaban udara yang rendah dapat memperpendek umur nyamuk Anopheles, kelembaban 63% adalah angka terendah yang memungkinkan adanya penularan, kecepatan berkembang biak, dan mempengaruhi kebiasaan menggigit dari nyamuk.

5.4 Curah Hujan

Berdasarkan hasil uji korelasi curah hujan dengan kejadian malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2010-2014 apabila dilihat perbulannya memiliki korelasi yang sedang dan berpola positif artinya jika curah hujan bertambah akan menambah kejadian malaria. Berdasarkan tingkat signifikansi antara curah hujan dengan kejadian kasus malaria menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat korelasi yang signifikan (p>0,05). Hasil uji korelasi curah hujan dengan kejadian malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah dilihat dari rata-rata pertahun periode tahun 2010-2014 tidak berkorelasi secara signifikan.

(53)

malaria di daerah tersebut. Penelitian tersebut menggunakan Rank Spearman’s

dengan hasil hubungan curah hujan sangan lemah dan berpola negatif.

Berdasarkan dara kasus malaria diketahui bahwa rata-rata kasus malaria tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 481,6 kasus sedangkan curah hujan pada bulan tersebut adalah tinggi yaitu 262,66 mm. Selain itu pada bulan April curah hujan di Tapanuli Tengah sangat tinggi ini berpengaruh pada adanya tempat-tempat perindukan nyamuk dan kenapa pada bulan Juni terjadi peningkatan kasus itu disebabkan masa inkubasi parasit Plasmodium malariae 18-40 hari. Selain itu parasit Plasmodium yang banyak ditemukan di daerah Tapanuli Tengah adalah parasit Plasmodium falsiparum. Suhu yang normal di Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu dengan rata-rata 26,2 0C Sehingga dari perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa hubungan antara curah hujan dengan kejadian malaria memiliki hubungan yang lemah.

(54)

5.5 Hari Hujan

Berdasarkan hasil uji korelasi hari hujan dengan kejadian malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2010-2014 apabila dilihat perbulannya memiliki korelasi yang sedang dan bernilai positif artinya jika hari hujan bertambah akan menambah kejadian malaria. Berdasarkan tingkat signifikansi antara hari hujan dengan kejadian kasus malaria menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat korelasi yang signifikan (p>0,05).

Berdasarkan hasil uji korelasi hari hujan dengan kejadian malaria di Kabuapaten Tapanuli Tengah pada tahun 2010-2014 dilihat dari rata-rata data pertahun diketahui bahwa hubungan hari hujan dengan kejadian malaria tidak terdapat korelasi yang signifikan (p>0,05).

Berdasarkan data kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010-2014 diketahui bahwa rata-rata kasus malaria tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 481,6 kasus, sedangkan rata-rata jumlah hari hujan pada bulan tersebut termasuk jumlah hari hujan yang sedang yaitu 17,2. Rata-rata hari hujan yang tertinggi terjadi pada bulan Nopember yaitu 27,2 hari. Dari hasil uji diketahui bahwa hubungan antara hari hujan dengan kejadian malaria adalah berpola postif sehingga dari data tersebut dapat diketahui hubungan hari hujan dengan kejadian malaria lemah dan tidak berkorelasi secara signifikan.

(55)

oleh perubahan iklim seperti global warming. Perubahan iklim dapat juga merubah pola hujan yang bisa menyebabkan terjadinya banyak tempat untuk perindukan nyamuk. Vektor borne diseases yang menjadi perhatian terkait dengan perubahan iklim adalah penyakit malaria, demam berdarah dengue, dan yellow

fever. Selainitu, perubahan iklim juga berdampak terdahap penyakit-penyakit

yang ditularkan melalui hewan pengerat (rodent-borne diseases) dan penyakit diare. (WHO, 2003;Heines, dkk 2006).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Marwiyah (2011), dimana tidak ada hubungan antara hari hujan dengan kejadian malaria di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara. Hasil uji korelasi menggunakan rank spearman’s didapatkan hubungan yang sangat lemah.

5.6 Kecepatan Angin

Berdasarkan hasil uji korelasi kecepatan angin dengan kejadian malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2010-2014 apabila dilihat perbulannya memiliki korelasi yang lemah dan bernilai positif artinya jika kecepatan angin meningkat akan mengakibatkan kenaikan kasus malaria atau sebaliknya. Berdasarkan tingkat signifikansi antara kecepatan angin dengan kejadian kasus malaria menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat korelasi yang signifikan (p>0,05).

(56)

berdasarkan tingkat signifikani menunjukkan secara statistik tidak terdapat korelasi yang signifikan (p>0,05).

Data kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun 2010-2014 diketahui bahwa rata-rata kasus tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 481,6 kasus dan rata-rata kecepatan angin pada bulan tersebut adalah 7,4 Knot. Sedangkan untuk rata-rata kasus malaria pertahun tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu 576,58 kasus dan kecepatan angin pada tahun tersebut adalah 6,5 Knot. Dapat diketahui bahwa hubungan antara kasus malaria perbulan dan hubungan rata-rata kasus malaria pertahunnya tidak berkorelasi signifikan.

(57)

Adanya program pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dalam memberantas malaria juga merupakan salah satu faktor penting kenapa kecepatan angin tidak berhubungan dengan kejadian malaria di tempat tersebut, baik itu penggunaan kelambu, pembersihan lingkungan dan sosialisasi di masyarakat (Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah, 2014)

Untuk infeksi karena vektor penyakit, distribusi dan peningkatan organisme vektor dan penjamu (host) dipengaruhi oleh faktor fisik seperti angin serta faktor biotik seperti vegetasi, spesies penjamu, predator, kompetitior, parasit dan intervensi manusia. Hal ini dapat meningkatkan kejadian malaria karena penularan tidak langsung yang disebabkan vector borne disease (WHO, 2003).

(58)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tapanuli Tengah, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Rata-rata kasus malaria perbulan tertinggi pada bulan Desember yaitu 479,2 kasus dan terendah pada bulan Juli yaitu 287,2 kasus. Rata-rata kasus malaria pertahun tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu 576,583 kasus dan terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 117,5 kasus.

2. Rata-rata temperatur udara perbulan tertinggi pada bulan Mei yaitu 27,24 0

C, dan terendah pada bulan Nopember yaitu 25,84 0C. Rata-rata temperatur udara pertahun tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu 26,366 0

C dan terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 26,14 0C.

3. Rata-rata kelembaban udara perbulan tertinggi pada bulan Nopember yaitu 84,6 % dan terendah pada bulan Februari yaitu 80,6 %. Kelembaban udara pertahun tertinggi pada tahun 2010 yaitu 84,167 % dan terendah terjadi tahun 2013 yaitu 81,333 %.

(59)

hari hujan pertahun tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu 21 hari dan terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 17,916 hari.

6. Rata-rata kecepatan angin perbulan tertinggi pada bulan Juni dan Juli yaitu 7,4 Knot, sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Januari dan Oktober yaitu 6,2 Knot. Rata-rata kecepatan angin pertahun tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 7,33 Knot dan terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu 6,25 Knot.

7. Ada hubungan kuat yang signifikan (p = 0,045) dan hubungan sangat kuat (sempurna) (r = - 0,886), berpola negatif antara variabel temperatur udara dengan kejadian malaria pertahunn di Kabupaten Tapanuli tengah tahun 2010-2014.

6.2Saran

1. Dinas Kesehatan bekerjasama dengan pihak Puskesmas, Poskesdes, dan Polindes untuk melakukan sosialisasi tentang malaria dan pentingnya menjaga sanitasi lingkungan kepada masyarakat sebagai tindakan preventif malaria.

2. Dinas Kesehatan lebih memperhatikan data iklim yang sudah dirangkum oleh Stasiun BMKG Pinangsori untuk membuat suatu pencegahan pada bulan April dan Mei agar peningkatan kasus pada bulan Juni tidak terjadi. Kemudian waspada pada bulan Oktober agar bulan November dan Desember tidak terjadi peningkatan kasus.

(60)
(61)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Malaria

Menurut Zulkoni (2010), malaria berasal dari kata Italia yaitu mal artinya buruk dan area artinya udara. Jadi secara harfiah malaria berarti penyakit yang sering terjadi pada daerah dengan udara buruk akibat lingkungan yang buruk.

Abad ke-19, Laveran menemukan “bentuk pisang” (banana form) dalam

darah seorang penderita malaria. Setelah itu, diketahui bahwa malaria disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk (Ross,1897) yang banyak terdapat di daerah rawa (Sorontou, 2013).

Penyakit malaria telah diekanal sejak tahun 1753 dan 1880. Parasit penyabab penyakit malaria ditemukan oleh Laveran. Tahun 1883, morfologi

Plasmodium mulai dipelajari, dengan menggunakan larutan metilen biru untuk

mewarnai parasit malaria. Tahun 1885, Golgi menjelaskan siklus hidup

Plasmodium, yakni siklus skizogoni eritrosik yang disebut siklus golgi. Siklus

parasit tersebut dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Bignami (1989). Sorontou (2013) yang mengutip pendapat Manson membuktikan bahwa nyamuk adalah vektor yang menularkan penyakit malaria. Tahun 1984-1954, siklus skizogoni praeritrositik Plasmodium diteliti kembali secara mendalam, dan ditemukan bahwa malaria pada manusia disebabkan oleh empat spesies

Plasmodium, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium

(62)

Plasmodium merupakan jenis genus protozoa parasit. Penyakit yang

disebabkan oleh genus ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini senantiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya, yaitu vektor nyamuk dan inang vertebrata. Sekurang-kurangnya 10 spesies menjangkiti manusia. Spesies lainnya menjangkiti hewan lain, termasuk burung, reptilia, dan hewan pengerat (Achmadi, 2014).

Menurut Zulkoni (2010), Plasmodium yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia terdapat 4 jenis, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,

Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Wilayah tropis merupakan daerah

endemik malaria, meskipun penyakit ini dapat dijumpai di daerah-daerah yang terletak diantara 40o Lintang Selatan dan 60o Lintang Utara. Daerah persebaran

Plasmodium ovale lebih terbatas, yaitu Afrika Timur, Afrika Barat, Filipina dan

Irian Jaya.

2.1.1 Gejala Klinis Malaria

Menurut Sorontou (2013), Gejala klinis utama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium malaria yang menginfeksi manusia adalah demam, anemia, dan splenomegali.

2.1.1.1 Demam

(63)

bermacam-atau limfosit yang mengeluarkan bermacam-macam sitokin, antara lain TNF

(Tumor Necrosis Factor). TNF dapat dibawa aliran darah ke hipotalamus yang

merupakan pusat pengatur suhu dan terjadi demam.

Proses skizoni pada keempat Plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda. Skizon setiap kelompok menjadi matang setiap 48 jam pada malaria vivax (tersiana) dan malaria falciparum sehingga periodisitas demamnya bersifat tersiana. Skizon menjadi matang setiap 50 jam pada malaria ovale, sedangkan skizon menjadi matang dengan interval 72 jam pada malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae. Demam pada Plasmodium

falciparum dapat terjadi setiap hari, sedangkan Plasmodium vivax dan

Plasmodium ovale dalam satu hari, dan Plasmodium malariae dalam 2 hari.

Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan pertama (firts

attack). Setiap serangan terjadi atas beberapa serangan demam yang timbulnya

secara periodik, bersamaan dengan spoorulasi. Timbulnya demam bergantung juga pada jumlah parasit (pyrogenic level, fever therhold). Berat infeksi pada individu ditentukan dengan hitung jumlah parasit (parasite count) pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermitten (febris continu). Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodormal, yaitu lesu, sakit kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang diesertai dengan mual dan muntah. Serangan demam yang khas terdiri dari beberapa stadium, yaitu :

(64)

muntah. Kejang-kejang sering menyertai gejala ini pada anak. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam.

2. Stadium puncak demam, dimulai saat klien merasa dingin sekali, kemudian berubah menjadi panas sekali. Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala semakin hebat, disertai mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali, terutama pada saat suhu tubuh naik sampai 41 0C (106 0F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2 samapi 6 jam.

3. Stadium berkeringat, stadium berkeringat ini dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah. Suhu tubuh turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur dengan nyenyak, dan saat terbangun penderita merasa lemah, meskipun sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam. Setelah itu, terjadi stadium apireksia. Lama serangan untuk gejala demam ini untuk setiap spesies malaria tidak sama. Gejala infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama biasanya disebut relaps.

(65)

periode laten klinis, walaupun ada mungkin parasitemia (parasit di dalam darah) dan parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi. Akan tetapi, stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati. Serangan demam semakin lama semakin berkurang beratnya kerana tubuh manusia dapat beradaptasi dengan adanya parasit di dalam darah dan respons imun (Sorontou, 2013).

Gejala klinis malaria lainnya adalah badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat, nafsu makan menurun, mual-mual yang kadang-kadang juga muntah, sakit kepala yang berat dan terus-menerus khususnya infeksi Plasmodium falciparum, jika gejala menahun terjadi pembesaran limpa. Pada anak-anak, makin muda usia gejala klinisnya makin tidak jelas, yang menonjol adalah mencret (diare dan pucat karena anemia karena adanya riwayat/kunjungan ke/ berasal dari daerah endemis malaria) (Depkes RI, 1999).

2.1.1.2 Anemia

Anemia pada penderita malaria terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah. Anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale yang hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 21/2 dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium Malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Anemia yang disebabkan oleh

Plasmodium ovale, Plasmodium vivax, dan Plasmodium malariae umumnya

(66)

Derajad anemia tergantung pada spesies parasit Plasmodium yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria kronis. Jenis anemia yang disebabkan oleh penyakit malaria adalah anemia hemolitik, anemia hormokrom, dan anemia normositik. Pada serangan akut hemoglobin turun secara mendadak (Sorontou, 2013).

2.1.1.3 Splenomegali

Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Plasmodium yang menginfeksi organ ini dapat difagosit oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini dapat menyebabkan limpa membesar. Pembesaran limpa merupakan gejala khas terutama pada malaria kronis. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan sinusoid hati. Eritrosit yang tampaknya normal dan mengandung parasit dan granula hemozoid tampak dalam histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid hati. Pada malaria kronis, jaringan ikat semakin bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras (Sorontou, 2013).

2.1.2 Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium (lihat Tabel 2.1).

(67)

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Jenis Plasmodium Masa Inkubasi (rata-rata)

P. Falciparum 9-14 hari (12)

P. Ovale 16-18 hari (17)

P. Vivax 12-17 hari (15)

P. Malariae 18-40 hari (28)

P. Knowlesi 10-12 hari (11)

Sumber: Permenkes RI No. 5 Tahun 2013

2.1.3 Cara Penularan Penyakit Malaria

Penularan penyakit malaria terjadi secara alamiah dan tidak alamiah: 1. Penularan secara alamiah, malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles

betina. Jumlah nyamuk Anopheles sebanyak 80 spesies, dan kurang dari 16 spesies menjadi vektor penyebar malaria di Indonesia. Bila nyamuk

Anopheles betina yang berinfeksi malaria yang mengandung sporozoid

menggigit manusia sehat, orang tersebut akan menderita malaria.

2. Malaria bawaan (kongenital) terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria dan penularannya melalui plasenta atau tali pusat. Secara mekanik, penularan terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik dan hal ini banyak terjadi pada para morfinis. Penularan peroral atau melalui mulut merupakan cara penularan yang pernah dibuktikan pada burung dan ayam. Pada umumnya, penularan pada manusia juga berasal dari masusia lain yang sakit malaria. Baik asimtomatik maupun simtomatik (Sorontou, 2013).

2.1.4 Pencegahan Malaria

(68)

1. Mengobati penderita dan penduduk yang peka dan pendiam di daerah endemik

2. Mengobati karier malaria menggunakan primakuin, karena agens tersebut mampu memberantas bentuk gametosit malaria, akan tetapi hindari penggunaan obat tersebut secara massal karena efek sampingnya

3. Memberi pengobatan profilaksis pada individu yang akan memasuki daerah endemis malaria

4. Memberantas nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penularannya menggunakan insektisida

5. yang sesuai, dengan cara memusnahkan sarang nyamuk Anopheles

6. Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu jika tidur, atau menggunakan repelent yang diusapkan pada kulit, jika berada diluar rumah pada malam hari (Sorontou, 2013).

2.2 Epidemilogi Malaria

(69)

Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut. Setelah ditemukannya insektisida DDT dalam tahun 1936-1939 maka pada tahun 1955-1969 diintensifkan. Namun usaha tersebut hanya berhasil disebagian belahan dunia. Terbatasnya pengetahuan mengenai biologi parasit, vektor, ekologi manusia dan lingkungan menjadi hambatan untuk menanggulangi malaria (Harijanto, 2009).Pendekatan epidemiologi malaria menggunakan interaksi antara tiga faktor:

Host (penjamu), agens (plasmodium), dan environment (lingkungan). Host terbagi

atas dua bagian yakni host definitif yaitu nyamuk Anopheles betina sebagai vektor, dan host intermediated, yakni manusia. Faktor-faktor yang memengaruhi

host intermediated adalah usia, jenis kelamin, ras, sosial, status, riwayat penyakit

sebelumnya, cara hidup, hereditas atau keturunan, status gizi, dan tingkat imunitas. Faktor tersebut penting diketahui karena memengaruhi risiko untuk terpajan oleh sumber penyakit atau penyakit (Sorontou, 2013).

2.2.1 Penjamu Perantara (Manusia)

(70)

penjamu intermediated (manusia) adalah usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas (keturunan), status gizi, dan tingkat imunitas.

a. Usia, merupakan faktor yang penting bagi manusia untuk terjadinya penyakit. Penyakit malaria lebih sering menyerang anak-anak dan lanjut usia, karena mereka lebih rentan terhadap penyakit malaria. Selain itu daya imunitas anak belum sempurna, sedang pada lanjut usia, daya imunitas tubuhnya menurun.

b. Jenis kelamin, penyakit malaria dapat menyerang baik laki-laki maupun perempuan, tanpa terkecuali. Akan tetapi, penyakit malaria yang menginfeksi ibu hamil, terutama parasit malaria falsiparum dapat menyebabkan anemia berat dengan kadar hemoglobin yang kurang dari 5%.

c. Ras, pengaruh perbedaan ras terhadap timbulnya penyakit biasanya disebabkan oleh perbedaan cara hidup, kebiasaan sosial, dan nilai-nilai sosial serta terkadang keturunan dan daerah tempat tinggal.

d. Riwayat penyakit sebelumnya, bagi mereka yang pernah menderita penyakit malaria dan tidak berobat sampai sembuh, penyakit malaria ini akan kambuh atau relaps bila kondisi tubuh menurun.

(71)

f. Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi erat hubungannya dengan cara hidup. Apabila keadaan sosial ekonominya cukup, cara memilih sandang, papan dan panganpun cukup. Dengan demikian individu tersebut tidak mudah terinfeksi oleh parasit malaria.

g. Hereditas, pengaruh faktor keturunan berkaitan dengan ras atau golongan etnis.

h. Status gizi, faktor gizi sangat mempengaruhi penderita yang terinfeksi oleh parasit malaria. Individu yang memiliki gizi baik akan mempunyai daya imunitas tubuh yang kuat sehingga parasit dapat mati di dalam tubuh. Sebaliknya, jika gizinya buruk, parasit malaria akan berkembang dengan cepat di dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian, terutama malaria berat.

i. Imunitas, faktor imunitas sangat mempengaruhi serangan penyakit malaria, karena bila imunitasnya baik atau sempurna, penyakit malariapun tidak akan berkembang.

Faktor manusia lainnya adalah angka kematian yang tinggi akibat malaria, angka kesembuhan sesudah menderita malaria, status kekebalan populasi terhadap penyakit ini, dan lingkungan hidup serta cara hidup penduduk di daerah malaria (Sorontou,2013).

2.2.2 Host Definitif (Nyamuk Anhopeles)

(72)

dari 2000-2500 m. Sebagian besar nyamuk ditemukan di dataran rendah (Sorontou, 2013).

Faktor yang harus mempengaruhi nyamuk dan harus diperhatikan adalah tempat berkembang biak nyamuk (breeding places), panjang umur nyamuk, dan efektivitas sebagai vektor penular, serta jumlah spoorozoit yang diinokulasi setiap kali menghisap darah penderita donor maupun resipien. Efektivitas vektor untuk menularakan malaria ditentukan oleh kepadatan vektor dekat permukiman manusia, kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilik, frekuensi menghisap darah yang bergantung pada suhu, jika suhu panas nyamuk akan sering menggigit manusia, lamanya sporogoni (berkembanganya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi infektif), laman Nyamuk di seluruh dunia meliputi kira-kira 2000 spesies, sedangkan hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan cara menginfeksinya berdea-beda tergantung pada spesiesnya. Kebiasaan nyamuk Anopheles betina menggigit pada waktu senja dan subuh, dengan jumlahnya yang berdeda-beda bergantung pada spesiesnya (Sorontou, 2013).

Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk dapat dibagi menjadi : 1. Endofili, kesukaan nyamuk tinggal dalam rumah atau bangunan 2. Eksofili, kesukaan nyamuk tinggal di luar rumah

3. Endofagi, menggigit dalam rumah atau bangunan 4. Eksofagi, menggigit di luar rumah atau bangunan 5. Antripofili, suka menggigit manusia

(73)

Jarak terbang nyamuk terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya (bleeding place). Apabila kecepatan angin kuat, nyamuk dapat terbawa sejauh 30 km. Nyamuk dapat tebawa pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan penyakit malaria ke daerah yang non endemik (Sorontou, 2013).

2.2.2.1Vektor

Nyamuk jenis ini yang dapat menularkan malaria dalah kira-kira 60 spesies. Di Indonesia menurut pengamatan terakhir ditemukan kembali 80 spesies , sedangkan yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 16 spesies dengan tempat perindukannya yang berbeda-beda. Di Jawa dan Bali Anopheles

sundaicus dan Anopheles aconitus merupakan vektor utama, sedangkan

Anopheles subpictus dan Anopheles maculatus merupakan vektor sekunder.

Vektor penting yang ditemukan di Sumatera adalah Anhopeles

sundaicus, Anopheles maculatus, dan Anopheles nigerrimus, sedangkan

sinensis dan letifer merupakan vektor yang tidak penting. Anopheles

sundaicus dan Anopheles subpictus banyak terdapat di daerah pantai,

sedangkan Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus banyak terdapat di daerah pedalaman (Sorontou, 2013).

(74)

malaria. Mereka memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dll (Harijanto, 2009).

Menurut Achmadi (2005), peran nyamuk sebagai vektor penular malaria tergantung kepada beberapa faktor antara lain:

1. Umur nyamuk

Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk menjadi sporosoit yakni bentuk parasit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5-10 hari), maka dapat dipastikan bahwa nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor. 2. Peluang kontak dengan manusia

Tidak selamanya nyamuk memiliki kesempatan kontak dengan manusia, apalagi nyamuk di daerah hutan. Namun harus diwaspadai pada nyamuk yang memiliki sifat zoofilik, meskipun lebih suka menghisap darah binatang, bila tidak dijumpai ternak juga menggigit manusia. Pada kesempatan inilah nyamuk yang siap dengan sporozit dengan kelenjar ludahnya, menular ke manusia. Peluang kontak dengan manusia, merupakan kesempatan untuk menularkan atau menyuntikkan sporozoit ke dalam darah manusia.

3. Frekuensi menggigit seekor nyamuk

Semakin sering seekor nyamuk yang mengandung menggigit, maka semakin besar kemungkinan dia menularkan penyakit malaria.

(75)

Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu biasanya melebihi kapasitas perut nyamuk itu sendiri, perut biasanya meletus dan mati karenanya.

5. Ketersediaan manusia di sekitar nyamuk

Nyamuk memiliki kebiasaan menggigit di luar maupun di dalam rumah pada malam hari. Setelah menggigit, beristirahat di dalam rumah maupun di luar rumah.

6. Kepadatan nyamuk

Umur nyamuk serta pertumbuhan gametosit di dalam perutnya, dipengaruhi suhu. Suhu lingkungan yang dianggap kondusif berkisar antara 25-30 0C dan kelembaban udara 60-80 %. Kalau kepadatan populasi nyamuk terlalu banyak, sedangkan ketersediaan pakan misalnya populasi hewan atau manusia di sekitar tidak ada, maka akan merugikan populasi nyamuk itu sendiri. Sebaliknya bila pada satu wilayah populasi cukup padat, maka akan meninggalkan kapasitas vektorial yang kemungkinan nyamuk terinfeksi akan lebih banyak.

7. Lingkungan

Gambar

Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.2 Panduan Analisis Bivariat untuk Melihat Kekuatan dan Kebermaknaan Hubungan Parameter Nilai Interpretasi
Grafik 4.1 Jumlah Penduduk di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2015
Tabel 4.2 Data Kasus Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik variabel keberadaan genangan air di sekitar rumah kurang dari 500 meter, tidak memiliki pengaruh yang signi fi kan dengan kejadian filariasis limfatik, tidak

[r]

(1) Bagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal.. 55 huruf c merupakan unit pelayanan

Ekspor nonmigas bulan Januari 2017 terjadi pada beberapa golongan barang, nilai terbesar adalah golongan lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$144,54 juta diikuti golongan karet

Wakil direktur dan kepala pusat penelitian, pengabdian kepada. masyarakat, dan penjaminan mutu wajib

 Ekonomi Sumatera Barat triwulan IV-2016 bila dibandingkan triwulan IV-2015 ( y-on-y ) tumbuh sebesar 4,86 persen melambat bila dibandingkan periode yang sama

Subbagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75. huruf b mempunyai tugas melakukan

 Nilai ITK di Sumatera Barat pada triwulan I - 2017 diperkirakan sebesar 101,38 artinya kondisi ekonomi akan mengalami peningkatan dengan tingkat optimisme konsumen menurun