• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Ibu yang Memiliki Anak Autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengalaman Ibu yang Memiliki Anak Autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1 INFORMED CONSENT

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Nama Peneliti : Ayu My Lestari Saragih

NIM : 121101100

Instansi Peneliti : Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian : Pengalaman Ibu yang Memiliki Anak Autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai

Peneliti adalah mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Saudara telah diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ini sepenuhnya bersifat sukarela. Saudara boleh memutuskan untuk berpartisipasi atau mengajukan keberatan atas penelitian ini kapanpun saudara inginkan tanpa ada konsekuensi dan dampak tertentu. Sebelum saudara memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan untuk ikut serta dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Penelitian ini adalah salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar-mengajar di program studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengalaman ibu yang memiliki anak autis.

(2)

saudara mengijinkan, peneliti akan menggunakan alat perekam suara untuk merekam yang saudara katakan. Wawancara akan dilakukan minimal satu kali selama kurang lebih 60 menit.

3. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko. Apabila saudara merasa tidak aman saat wawancara, saudara boleh tidak menjawab atau mengundurkan diri dari penelitian ini.

4. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin kerahasiaannya. Peneliti akan memberikan hasil penelitian ini kepada saudara jika saudara menginginkannya. Hasil penelitian ini akan diberikan kepada institusi tempat peneliti belajar dan pelayanan kesehatan setempat dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas.

5. Jika ada yang belum jelas, silahkan saudara tanyakan pada peneliti.

6. Jika saudara sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, silahkan saudara menandatangani lembar persetujuan yang akan dilampirkan.

Peneliti,

(3)

Lampiran 2 INFORMED CONSENT

LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPAN Saya yang bertandatangan di bawahini :

Nama :... Umur :...

Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan penelitian ini dan setelah mendapatkan jadwal dan pertanyaan terkait penelitian ini, maka saya memahami tujuan penelitian ini dan pertanyaan terkait penelitian ini, maka saya memahami tujuan penelitian ini yang nantinya akan bermanfaat bagi ibu yang memiliki anak autis.

Saya sangat memahami bahwa keikutsertaan saya menjadi partisipan pada penelitian ini sangat bermanfaat. Dengan menandatangi surat persetujuan ini, berarti saya menyatakan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini tanpa paksa dan bersifat sukarela.

Medan, …………....2016 Partisipan

(4)

Lampiran 3 DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN

Petunjuk pengisian: isilah data dibawah ini dengan tepat dan benar. DataIbu

Nama / Inisial : ... Usia : ... Agama : ... Pendidikan terakhir : ... Pekerjaan : ... Alamat : ... Tlp : ... Data anak

(5)

Lampiran 4 Panduan Wawancara

Pengalaman Ibu yang Memiliki Anak Autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai

1. Bagaiman perasaan ibu saat memiliki anak yang menderita autis? 2. Bagaimana cara ibu mengasuh anak dengan autis?

3. Kendala apa saja yang pernah ibu alami selama merawat anak dengan autis? 4. Bagaimana cara ibu menghadapi kendala tersebut?

(6)
(7)
(8)
(9)

JADWAL PENELITIAN

Jenis Kegiatan

September Oktober November Desember Januari februari Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

(10)

Lampiran 8

ANGGARAN DANA

NO KEGIATAN BIAYA

1 Menyiapkan proposal sampai sidang proposal

 Biaya internet dan pulsa modem

 Kertas A4 80 gr 2 rim

 Fotokopi sumber-sumber daftar pustaka

 Memperbanyak proposal

 Sidang proposal

Rp. 50.000,00 Rp. 80.000,00 Rp. 50.000,00 Rp. 50.000,00 Rp. 150.000,00 2 Pengumpulan data dan analisa data

 Izin penelitian dan ethical clearence Fakultas Keperawatan USU

 Fotokopi KDD dan informed consent

 Cinderamata

Rp. 100.000,00

Rp. 10.000,00 Rp. 150.000,00 3 Pengumpulan laporan skripsi

 Kertas A4 80 gr 2 rim

 Penjilidan

 Fotokopi laporan penelitian

 Sidang skripsi

(11)
(12)

Lampiran 10 Analisa Data Lanjutan

Partisipan 1-8

“Pengalaman Ibu yang Memiliki Anak Autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai”

No. Line Koding Kategori Sub Tema Tema

1. Nangis ajalah, nangis terus apalagi ini anak pertama, laki lagi.

P1.L15 Ibu menangis mengetahui anaknya autis

Ibu merasa sedih dan menangis mengetahui kayaknya sampai dua minggu gitu

P1.L17 Ibu menangis sampai 2 minggu sedih mengetahui anaknya autis 1.2 ya rasanya gimana lah ya,

sedih lah. Apalagi kan ini anak satu-satunya.

P2.L19 Ibu merasa sedih mengetahui anaknya autis 1.3 iya nagis, malam-malam gitu. P2.L101 Ibu menangis

melihat anaknya 1.4 sedih, karna kan keknya anak

saya sendiri disitu yang autis, anak-anak yang lain kan keknya nggak ada.

P3.L 16-17

Ibu merasa sedih mengetahui hanya anaknya yang autis 1.5 paling kalo sholat ajalah

nangis gitu kan kalo doa gitu apalah salah ku ya Allah ya gitu aja kok kaya gini anakku

P4.L 81-82

Ibu menangis saat sholat

(13)

ga sedih dua-duanya kaya gitu

memiliki 2 anak dan dua-duanya autis

1.7 Kadang mikir ya kok anak saya bisa kek gini yah gitu, apa salah saya gitu, kadang mikir kek gitulah

P1.L Ibu merasa tak percaya memiliki anak autis

Ibu merasa tidak percaya memiliki anak autis

1.8 mikirin apa salah saya gitu sampai punya anak kek gitu

P3.L 147-149

Rasa tidak percaya memiliki anak autis

1.9 perasaan sedih kadang2 kenapa ya gitu banyaknya orang kok kita dikasih seperti itu gitu kalau dia autis. Zaman-zaman dulu kan langka punya anak autis, saya kira karena terlambat ngomong ntah apa jadi setelah 3 tahun lah dokter bilang.

P3.L 9 Tidak tahu mengenai autis

Ibu bingung dan tidak mengerti tentang autis

1.11 ya kaya mana autis kan karna kita belum paham autis itu yang kaya mana gitu.

P6.L 42 Kurang emahaman mengenai autis 1.12 dulukan ibukan emang engga

paham ya kan namanya anak kaya gitu

P8.L 7-8 Ibu tidak

(14)

kita juga engga inikan

1.13 reaksinya bingunglah ya autis ya apa ga ngerti

P8.L 25 Ibu merasa bingung

bagaimana autis 1.14 sebab selaku orang tua

mungkin belom begitu paham tentang anak autis

P8.L 120-1.16 ya dulu stres karna gimana

ya, inikan dulu lasak kali, aktif la gitu, jadi ya stres dan capek ngurus dia

P2.L 97 Ibu merasa stres karena anak lasak

1.17 ya sebenernya stres sih ya stres kalo ngadepin yang kaya gini sehari-hari kalo pas baik yaenak kalo pas lagi kek mana lagi pas bandel aduh kalo stres ya bisa nangis

P6.L 173-174

Ibu merasa stres menghadapi anak

1.18 anak kaya gini ngurus kaya gini stres, emosi kita bikin nya.

P7.L 21-22

Ibu merasa stres dan emosi suntuk kalo jaga anak autis P7.L

118-119

Ibu merasa suntuk 1.19 iya ya namanya juga kan

takutlah gitu sama masa depannya nanti gimana, karna kan nanti kan kita nggak

P2.L 103 Ibu khawatir masa depan anak

(15)

muda trus. Nanti kalau besar yang jaga siapa. Apalagi kan ini cuma satu-satunya. Nggak ada adekny, nggak ada bangnya, gitu aja sedihnya. 1.20 karna kan nanti kan kita

nggak muda trus. Nanti kalau besar yang jaga siapa. Apalagi

kan ini cuma satu-satunya. Nggak ada adekny, nggak ada bangnya, gitu aja sedihnya.

P2.L 104-105

Ibu khawatir siapa yang menaga nantinya

1.21 nggak, beban nanti pada saat saya udah nggak ada lagi.

P3.L 119 Ibu

mengkhawatirkan masa depan anak 1.22 kek mana nanti kedepannya

dia itu gmana gitu kalo dia ga bisa jaga diri dia sendiri

P6.L 61 Ibu khawatir masa depan anak

1.23 iya 2 setengah tahun udah gitu kan di bilang orang sekolah apalah SLB apa ya kan Cuma kami pun bayangin sekolah SLB itu pun ga ngerti juga yakan takutnya itu disana anak kita dipukul entah apa rupanya diSLB itu

P8.L 19-21

(16)

kan dipisah2 gitukan anaknya.

2 inikan dulu lasak kali, aktif la gitu, jadi ya stres dan capek ngurus dia

P2.L 97 Ibu merasa capek Ibu merasa capek dalam merawat anak

Masalah fisik

2.1 awak cape ngikuti dia P4.L 28-29

Ibu merasa capek 2.1 kita merawatnya susah kan

jadi merasa capek karena dulunya itu kan dia lasaknya minta ampun

P5.L 92-93

Ibu merasa capek merawat

2.3 kadang-kadang cape tapi kalo udah cape malah takbiarin.

P6.L 158-159

Ibu merasa capek menjaga anak 3 yah kita juga yah udah

menerima apa adanya lah, nggak lagi jadi beban kalo sekarang mah, udah iklas lah.

P6.L Menerima

keadaan anak dan iklas memiliki

emang ini udah dikasih sama Allah kaya gini gitu aja lah 3.2 berpikiran positif ajalah gitu,

berbesar hati ya kan kalo sekarang ini terus terang seikhlas2 nya punya anak indri

P8.L 197-198

Berpikir positif dan berbesar hati menerima

(17)

3.3 Nggak usah diribetin sekarang mah, nggak usah ambil pusing, udah dikasih sama yang diatas begini ya kita

terima

P2.L 148 Ibu tidak ambil pusing

4 ya syukur dia lebih baik dari kawannya gitu aja,

P4.L 84 Bersyukur anak masih lebih baik dari teman-temannya

Ibu merasa bersyukur

4.1 Ya disyukurin aja kadang ada yang lebih bawah dari kita yang lebih dari ini pun ada kan anak kita masih bisa berjalan , bisa makan bisa apa adakan yang tergeletak sama sekali ga ada

perkembangannya itu kan ada juga. Ya kita masih bersyukur juga sih walaupun kaya gini bisa tetep becanda-becanda

P6.L 188-192

Bersyukur karena masih ada yang lebih bawah dari anaknya

4.2 malah istilahnya ada kebanggaan malah pun sekarang gitu

P8.L 206-207

Merasa bangga punya anak 5 Lebih baiklah, maksudnya

mungkin istilahnya orang bilang kita dapat anak seperti

(18)

156-itu karena ada salah dulunya. Makanya sekarang harus menjadi lebih baik lah dan lebih sabar.

5.1 makin sabar dan sabar, dan hiburan anak kek gitu, hiburan lah karena kan dulu menghadapi dia kek gitu dan sekarang udah kek gini. Anak kek gini kan kadang ada lucu-lucuny juga, jadikan ketawa, jadi senang kita nengoknya.

P3.L 166 Ibu mendapat hikmah yaitu lebih bersabar

5.2 kita dilatih jadi lebih sabar gitu , selama merawat dia gitu kan jadi ya harus sabar, kalo nggak yah gak bisa

P5.L 112-113

Ibu dilatih jadi lebih sabar

5.3 ya jadi orang sabar dibikinnya

P7.L 115 Ibu menjadi orang yang sabar 5.4 sabarlah rasa sabar ikhlas,

sabar itu ga ada batasnya kalo ada batasnya itu

payah kalo punya anak autis terus berdoa ya kan

mudah2an ada mukjizat untuk dia kita kan ga tau kalo Tuhan sudah berkehendak ya kan.

P8.L 324-326

Ibu menjadi orang yang sabar

(19)

waktu udah demam dokter udah tau katanya ini ada kelainan gitu aja, ibu jangan marah ya ini ada kelainan.

18 periksa ke dokter periksa ke dokter pelayanan kesehatan

(nama anak) kami sering kali udh 11 kali lah ke psikiater anak yang di klinik bunda itu.

P2.L 117-118

Membawa anak ke psikiater

6.2 Waktu berobat ke tempat orang tua, ke ini ke psikolog katanya dia bisacuma lama setelah itu mungkin bicaranya ga bisa kaya normal kaya kita biasa gini katanya.

P7.L Membawa anak ke psikolog

6.3 ibu bawahlah ke dokter spesialis anak kan gitu trus ibu bilang sama dokternya itu anak saya kok ini

ya dok blom pande cakap itu umur 2 tahun setengah waktu itu.

(20)

7 Ada, kalo dulu minum vitamin lah

P1.L 27 Ibu Memberikan vitamin 7.1 ada obat penenang. Dikasih

setiap bulan.

P2.L 123 Memberikan obat penenang pada anak

Memberikan obat penenang

7.2 Ya kan dikasih vitamin, dikasih ini, ya kan semua udah dicoba sama ke dokter

P6.L 46-belum tau makanan, dia kan masi kecil, yang mana yang enak yang mana yang gak enak. Tepung roti gak masuk, coklat, kalo susu, susu kedelai. Kalo sekarang bebas.

P1.L 41-43

Anak mengikuti diet

Ibu mengontrol diet anak

dulu waktu 3 tahun itu kan diet yah.

P2.L 36 Anak mengikuti diet

7.4 sampai sekarang gula pun kami kuranginlah. Trus apa katanya,

roti pun kan nggak boleh ya

P2.L 45-46

Mengatur makan anak

7.5 iya kayanya yang sering kali anu tuh kaya coklatlah, coklat tuh sanut kali sama dia tuh, pernah dia tuh kan kata saya

P4.L 51-53

(21)

dengerkan kalo ditv tuh anak autis tuh pantangannya makanannya begini-begini kan

7.6 kalo dulu kan diahipernya tinggi kan kita jaga

makanannya perlu kitajaga.

P6.L 50-51

Menangani makan anak 7.7 dia ini aja kalo saya terlalu

sering saya kasih susu aktif ga tidur2 main terus gitu makanya kalo susu, coklat kadang2 saya kasih

P7.L 48-49

Mengatur makan anak

7.8 Sekali-sekali sama teman hang out gitu kan, keluar

P1.L 103 Ibu membawa anak hangout

Mengajarkan anak tentang sosialisasi 7.9 tapi kalo saya ya ,mulai dari

umur 3 tahun dia mulai pande jalan sering saya bawa ke pante main pasir mandi di sunge

7.10 Dia harus berkawan kalo ga berkawan dia stres ngamuk aja pokoknya dia harus bermain gitu lah

7.11 kadang dibawa ke tanah lapang kami suka bawa dia hari minggu, dia juga bosan dirumah ya kan

P8.L 254-255

(22)

7.12 nah iya takut kita anak kita ini semakin bodoh nanti dia juga perlu dunia lain ya kan perlu nengok2 bawa jalan2

P8.L Ibu membawa anak jalan-jalan

7.13 tinggal dipantau aja P1.L 39 Ibu memantau anak

Ibu memantau aktivitas anak

7.14 kalau keluar dia harus dipantau

P3.L 75 Ibu memantau anak

7.15 istilahnya kaya ngangon kambing gitu, kita, tengoi dia main gitulah diwaktunya apa keluar masuk2

P4.L 125-126

Ibu memantau anak sewaktu bermain

7.16 Iya saya tungguin juga sampe pulang, macam sekrang ini lah.

Iya, bagaimana kan anak kita kalau nggak di awasi nanti sampai pulang dia bisa kemana-mana

7.17 engga dia harus dijaga kemana pun dia ditengokan karna dia ga tau bahaya pasar pun dia ga takut kereta motor apapun ga takut

P7.L

44-7.18 kalo menjaganya kita ga pernah lepas dari dia sama aja

P7.L 58-59

(23)

kemana pun ga pernah ditinggal2 mau malam mau siang main2 sama kawannya pun harus saya jaga

menjaga anak

7.19 oh kalau mengerjakan Pr ya masih dibantu lah sama saya.

P2.L 54 Ibu membantu kita bantu, makan disuapin, mandi juga.

P5.L 57 Ibu membantu anak makan dan mandi

7.21 Kalo kakanya kalo kancing baju baru dibantu. Dia pake celana dalam pake shortnya itu ga dibantu.pake sepatu dibantu

P6.L Ibu membantu anak berpakaian

7.22 dia kalo mau sekolah bangun pagi mandi apa semua dibantu ngurus pake baju pake sepatu makan

P7.L Ibu membantu anak mandi dan berpakaian 8 Kan dulu lasak lho, jadi kita

dulu fokus ke dia aja. Punya anak nomor dua pun kita gak bisa jaga 8.1 oh hambatannya banyak kali

dek, ini kan suka apa gitu teriak-teriak gitu kalau

malam-malam.

(24)

8.2 Mau Cuma engga kaya indri kalo indri mustilah tiap hari CD itu kan lasak kali, trus dulu itu ngomongnya juga

kan lama. dia lasak kita pun ya jaganya harus ekstra lah.

P5 Anak lasak

8.4 ngerawatnya ya susah susah susah begitu lah, kita ngasih makan dia pun

susah, dia milih semua. Apa yang kita kasih kadang banyak yang nggak mau.

P3 Ibu susah

memberikan anak makan

8.5 Karena dia dilarang pun nggak bisa, kadang kan dirumah pun ada yang nggak bisa dimakan sama dia. Jadi kekmana pula makanya nggakpala diikutin kali dietnya. sebentar itu karna kan dulu saya mengurus orangtua saya yang sakit. Nah disitulah mengurus dia yang lagi lasak-lasaknya, semua makan pun harus kita suapin, mandi

P3.L 103-104

Ibu membantu anak makan mandi, dll

Ibu harus selalau membantu anak dalam

(25)

dimandikan, semualah. 9.1 oh kalau mengerjakan Pr ya

masih dibantu lah sama saya.

P2. 54 Ibu membantu anak

mengerjakan Pr 9.2 masih perlu bantuan kita, tp

ya pelan-pelan diajarin ya kan

P6. 100 Ibu membantu anak melakukan aktivitas

9.3 Kalo dulu itu ya dia semua kita bantu, makan disuapin, mandi juga

P5. 57 Ibu membantu anak makan dan mandi

9.4 dia kalo mau sekolah bangun pagi mandi apa semua dibantu ngurus pake baju pake sepatu makan

P7 Ibu membantu anak berpakaian

10 iya terapi itu bukan bayarannya murah

P6.L 199 Ibu kurang

10.2 banyak kali. Ya ekonomi juga lah itu karna dia

permintaannya banyak kalo dibawa keluar minta main2 apa semua banyak beli inilah itulah

(26)

Kan punya anak gini,

11.1 itulah yang nggak bisa itu dek, karena nggak ada yang jaga dia dek.

P3.L 79 Ibu tidak aktif dalam kegiatan di lingkungan 11.2 engga aktif lagi ya itu karna

dia

P4.L199 Ibu tidak aktif lagi di

lingkungan 11.3 dulu yah sewaktu belom lahir

ini, masih sering ikut, gitu. tapi sekarang yah terbatas lah kan kita pun jaga anak

dirumah, nanti kalau dibawa dia lasak kan gak enak sama yang lain.

P5.L 84-86

Ibu tidka aktif lagi di

lingkungan setelah memiliki anak autis

11.4 ya aktif tapi mulai ada anak, orang ada apapun ga bisa kami tengok

bisa kayak anak normal pun gak masalah, misalnya ga bisa belajar kek anak normal bisa mengikuti seperti biasa, dia gak bisa ikuti gak papa, ada anak autis memang ada

P1.L 83-87

(27)

yang bisa ikuti, anak saya tidak sih nggak

Bisa. Cuma ya itulah penting bisa berteman dan

bersosialisasi, gitu.

12.1 ya harapannya anak kami sehat, ya terserah yang diatas lah. nggak muluk-muluk kok. Yang penting anak sehat dan berteman sama kawan-kawannya

P2.L 145-147

Ibu berharap anak sehat dan bisa berteman dengan anak-anak lain

13. ya semoga berubah dan berubah lagi. Pintarlah pintar dia.

P3.L 164 Ibu berharap anak jadi pintar

Mampu berubah menjadi anak yang pintar 13.1 harapannya ya lebih baik lagi

lah karana kan tiap tahun dia tambah tambah pintar , ya berharap dia normallah dia baca alquran pande

P4.L 147 Ibu berharap anak bisa lebih baik lagi dan pintar

13.2 tau aja dia baca tulis udah. Macam anakku kan dia yang besarkan agak apa juga keterampilan macam jahit ngerti dia merangkai bunga tau dia salon tau dia. Tau dia besok baca tulis saya mau dia sekolah salon gitu. Ya pasti ya kalo ada rezeki ya bikinlah

P7.L 128-130

(28)

salonnya

14 Ya kalo harapan ibu sih itu aja lah , dia bisa semakin mandiri , karena kan mau berharap dia kayak anak normal kan nggak mungkin

P5.L 109-110

Ibu berharap anak dapat mandiri

Mampu untuk mandiri

14.1 ya kalo bisa dia itu mandiri untuk diri dia sendiri gitu

P6.L 194 Ibu berharap anak dapat mandiri untuk dirinya sendiri 14.2 ya pengen dia sembuh ya kan

normal gitulah Cuma ga pun normal istilahnya dia bisa mandiri untuk dirinya sendiri, jangan jadi menyusahkan kakanya atau pun adenya itu aja bisa aja mandiri untuk dirinya sendiri itu ajalah.

P8.L 319-321

Ibu berharap anak dapat normal , tidka

(29)

Lampiran 11 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu My Lestari Saragih

Tempat/Tgl.lahir : Bah Bolon, 29 September 1994 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Picauly Nomor 16, Medan Riwayat pendidikan :

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Abbeduto, L., M.m. Seltzer, P. Shattuck, M. Wyngaarden Krauss, G. Orsmond, dan M.M.Murphy. (2004). Psychological Well-Being and Coping in Mothers of Youth with Autism, Down Syndrome, or Fragile X Syndrome. American Journal of Mental Reatardation 109 (3): 237-54. Allik, H,. J.O. Larson, dan H. Smedje. (2006). Health-Related Quality of Life in

Parents of School-Age Children with Asperger Syndrome or High-Functioning Autism. Health and Quality of Life Outcomes 4:1.

American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition Text Revision, DSM-IV-TR. Arlington, VA: American Psychiatric Association.

American of Pediatrics, Committee on ChildrenWith Disabilities. (2001). Technicalreport: The pediatrician's role in diagnosisand management of autistic spectrum disorder in children. Pediatrics. Vol 07.Issue 5.Page 6. Danuatmaja, Bonny. (2003). Terapi Anak Autis Di Rumah. Jakarta: PuspaSwara. Davison, G. C., Neale, J., Kring, A. M. (2004). Abnormal Psychology 9 th

Edition. USA: John Wiley and Sons, Inc.

Emam, AM., Esmat, Mamdouh., & Sadek, AA. (2012). Candida Albicans Infection in Autism. Journal of American Science. 8(12): 739-744.

Hallmayer, J., dkk. (2011). Genetic heritability and shared environmental factors among twin pairs with autism. Archives of general psychiatry. 68 (11), 1095-102.

Hartley, S.L., E.T. Barker, M.M. Seltzer, F. Floyd, J. Greenbag, G. Orsmond, dan D. Bolt. (2010). The Relative Rich and Timing of Divorcein Families of Children with an Autism Spectrum Disorder. Journal of Family Pychology 24 (4):449-57.

Hasdianah, (2013). Autis Pada Anak. Yogyakarta : Nuha Medika.

Howell, E., Littin, LS., & Blacher, J. (2015). Family Impact of Children with Autism and Asperger Syndrome: A Case for Attention and Intervention. Austin Journal of Autism & Related Disabilities. 1(2): 1008.

Hutton, AM., & Caron, SL. (2005). Experiences of Families WithChildren With Autism in Rural New England. Focus On Autis and Other Developmental Disabilities. 20, 180-189.

(31)

impact of autism spectrum disorder among children in the United States. Pediatrics. 122(6).

National Research Council, Committee on Educational Interventions for Children WithAutism. (2001). Educating Children With Autism. Lord C, McGee JP, eds. Washington, DC: National Academies Press.

Mariyanti, S. (2010).Gambaran kemandirian anak penyandang autisme dalam mengikuti program aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).Fakultas Psikologi Universotas Esa Unggul Jakarta. Diakses 29 November 2014 Marlinda, E. (2011). Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Kebutuhan

Khusus : Auitis Di Banjarbaru Kalimantan Selatan. Tesis : Tidak dipublikasikan.

Notoatmodjo,s. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Noor, Murniati, dkk. (2014). Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Autis Usia Sekolah. Jurnal Autis, Hal 6-9

Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing Research: Generating and Assesing Evidence for Nursing Practice (9th ed). Philadelphia: Lippincott.

Sadock, B.J., & Sadock, V. A. (2007). Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. Ed. 10. New york: Lippincott Williams & Wilkins.

Safaria, T. (2005). Autisme Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna bagi. Orangtua. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Saryono & Anggraeni, M.D. (2010). Metodologi penelitian kualitatif dalam bidang kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sastry, A,. & Aguirre, B. Parenting Anak dengan Autisme. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sugiyono. (2010). Memahami penelitian kualitatif. ed. 6. Bandung: Alfabeta Press.

(32)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi adalah metode yang berusaha untuk menemukan esensi dan makna fenomena seperti yang dialami, terutama melalui wawancara secara mendalam dengan orang-orang yang telah memiliki pengalaman yang relevan. Fokus dari studi fenomenologi adalah bagaimana orang mengalami suatu pengalaman dan merealisasikan pengalaman tersebut kedalam tindakan. Peneliti fenomenologi percaya bahwa pengalaman hidup memberikan arti pada setiap persepsi orang mengenai satu bagian fenomena tertentu (Polit & Beck, 2012).

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman orang tua yang memiliki anak autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai. Dalam fenomenologi ini diharapkan peneliti memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengalaman ibu yang memiliki anak autis.

3.2 Partisipan

Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling yaitu partisipan dalam suatu penelitian responden yang

(33)

dijadikan pastisipan. Dimana pandangan cocok atau tidaknya partisipan berdasarkan karakteristik tersebut: 1) ibu yang memiliki anak autis yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai, 2) memiliki pengalaman maksimal merawat anak selama 5 tahun, dan 3) bersedia menjadi responden penelitian.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai dengan pertimbangan, di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai ini terdapat partisipan yang sesuai dengan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti.

3.3.2 Waktu penelitian

Penelitian dimulai dari Maret 2016 sampai dengan Juni 2016, yaitu mulai pengumpulan data sampai dengan selesai pengumpulan data.

3.4 Pertimbangan Etik

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan izin persetujuan penelitian. Dalam penelitian ini juga dilakukan ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

(34)

dalam penelitian, maka partisipan dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.

Peneliti tidak memaksa jika partisipan menolak untuk diwawancarai dan menghormati hak-haknya sebagai partisipan dalam penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan maka peneliti tidak mencantumkan nama dari partisipan (anonymity). Nama partisipan dibuat dengan inisial. Selanjutnya identitas partisipan juga dirahasiakan (confidentiality) dimana hanya informasi yang diperlukan saja yang akan dituliskan dan dicantumkan dalam penelitian. 3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua bagian. Pertama merupakan Koesioner Data Demografi (KDD) yang berisi pernyataan mengenai data umum partisipan meliputi inisial, usia, agama, pendidikan terakhir, dan pekerjaan.

(35)

dengan tujuan penelitian. Selain itu panduan wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti terhadap pokok permasalahan yang dibahas.

Instrumen panduan wawancara akan divalidasi oleh dosen pakar Fakultas Keperawatan USU. Hasil dari validasi tersebut harus clear, credible, dan relevant dengan judul penelitian yang akan dilakukan.

3.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan memperoleh ethical clearance dari komisi etik Penelitian Keperawatan, kemudian peneliti meminta izin ke Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai untuk melakukan penelitian dan mencari data calon partisipan.Selanjutnya peneliti melakukan pilot study. Pilot study adalah satu cara untuk melakukan studi awal dalam skala kecil atau suatu tes yang digunakan sebagai persiapan untuk penelitian kualitatif (Polit & Beck, 2012). Pilot study pada penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah peneliti sebagai

instrumen sudah cukup baik dalam melakukan wawancara dan melakukan analisa data kualitatif.

(36)

membaca dan mengisi lembar persetujuan dan data demografi untuk mendapatkan data dasar kemudian peneliti melakukan wawancara mendalam atau in-deptinterview. Wawancara dilakukan selama kurang lebih 60 menit selama

kurang lebih 1 kali pertemuan. In-dept interview adalah salah satu cara pengumpulan data melalui percakapan dan proses tanya jawab antara peneliti dan partisipan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektifitas yang dipahami oleh individu (Polit & Beck, 2012).

(37)

wawancara berlangsung. Catatan lapangan berupa dokumentasi respon non verbal selama proses wawancara berlangsung (Polit & Beck, 2012). Hasil catatan lapangan pada partisipan ini berisi Nama partisipan (inisial) kode partisipan, tanggal, waktu, tempat, lama wawancara, posisi partisipan, situasi lingkungan, serta respon non verbal partisipan selama proses wawancara. Hasil catatan lapangan tersebut memperkuat temuan data sehingga memperkaya data yang diperoleh.

3.7 Analisa Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Polit & Beck, 2012).

(38)

1. Membaca berulang-ulang seluruh pernyataan-pernyataan partisipan, hal ini dilakukan untuk menemukan pernyataan-pernyataan atau informasi yang bermakna tentang pengalaman ibu yang memiliki anak autis.

2. Meninjau setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan. Dalam langkah ini, frase dan kalimat signifikan yang menyinggung tentang pengalaman ibu yang memiliki anak autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai.

3. Menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan. Dalam langkah ini pernyataan yang signifikan dipelajari untuk diambil pengertiannya.

4. Mengelompokkan makna-makna tersebut ke dalam kelompok-kelompok tema. Dalam langkah ini, peneliti mengidentifikasi tema dari makna yang diformulasikan kedalam kelompok sub tema dan kategori.

5. Mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskripsi. Dalam analisis ini, deskripsi mendalam tentang pengalaman ibu yang memiliki anak autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai diperoleh, yaitu integrasi narasi dari semua tema, sub tema dan kategori.

6. Memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin.

(39)

Lincoln dan Guba mengatakan bahwa member checking adalah sebuah teknik sangat penting untuk membangun kredibilitas data kualitatif. Dalam member checking, peneliti memberikan umpan balik kepada peserta tentang

interpretasi yang muncul, dan mendapatkan reaksi peserta. Argumennya adalah bahwa jika interpretasi peneliti merupakan representasi yang baik dari realitas peserta, peserta harus dapat mengkonfirmasi ketepatan mereka. Member checking dapat dilakukan saat data sedang dikumpulkan (misalnya, melalui disengaja probing untuk memastikan bahwa makna peserta dipahami), dan lebih formal setelah data telah dianalisis sepenuhnya. Member checking kadang-kadang dilakukan secara tertulis. Sebagai contoh, para penelitidapat meminta peserta untuk meninjau dan mengomentari kasusringkasan, catatan interpretatif, ringkasan tematik,atau draf laporan penelitian. Member check yanglebih biasanya dilakukan dalam tatap muka diskusi denganpeserta individu atau kelompok-kelompok kecil dari peserta (Polit & Beck, 2012).

3.8 Tingkat Kepercayaan Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi dengan beberapa kriteria, yaitu credibility (dapat dipercaya), transferability (bisa digunakan pada konteks lain), dependability (konsisten) dan confirmability (persetujuan relevansi) (Lincoln & Guba, 1985 dalam Polit & Beck, 2012).

(40)

melakukan teknik prolonged engagement yaitu mengadakan pertemuan dengan partisipan 2-3 kali di tempat yang sudah dijanjikan bersama partisipan yaitu disekolah dan beberapa partisipan bersedia dilakukan wawancara dirumah, sehingga antara peneliti dan partisipan memiliki keterkaitan yang lama sehingga akan semakin akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai.

Confirmability pada penelitian ini dilakukan dengan memeriksa seluruh transkrip wawancara dan tabel analisis tema kepada ahli di kualitatif. Dalam hal ini dilakukan oleh pembimbing yang merupakan pakar penelitian kualitatif. Kemudian peneliti menentukan tema dari hasil penelitian dalam bentuk matriks tema.

Dependability merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang peneliti lakukan. Dalam penelitian ini, beberapa catatan yang dapat digunakan untuk menilai kualitas dari proses penelitian adalah data mentah yang diperoleh melalui pengumpulan transkrip-transkrip wawancara, hasil analisa data, membuat koding-koding (pengkodean), dan draft hasil laporan penelitian untuk menunjukkan adanya kesimpulan yang ditarik pada akhir penelitian.

Transferability mengacu pada sejauh mana hasil penelitian dapat

(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman ibu yang memiliki anak autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai. Hasilpenelitian ini memunculkanlima tema yang memberi suatu gambaran atau fenomena pengalaman ibu yang memiliki anak autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai. Hasil yang dibahas adalah karakteristik partisipan dan tema hasil analisa data penelitian.

4.2 Karakteristik Partisipan

(42)

Tabel 4.1.

Karakteristik Partisipan

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Usia Ibu

Karakteristik Anak Partisipan

Karakteristik Frekuansi Persentase (%) Usia Anak

Jenis Kelamin Anak

Perempuan 2 20

Laki-laki 8 80

4.3 Hasil wawancara pengalaman ibu yang memiliki anak autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai

(43)

memberi perawatan anak yang mengalami autis, 4) mengalami kesulitan dalam merawat anak, dan 5) harapan ibu.

4.3.1 Mengalami masalah psikologis dan fisik

Berdasarkan analisa data didapatkan bahwa ibu yang memiliki anak autis mengalami masalah psikologis dan fisik selama merawat anak.Adapun masalah yang dialami ibu dibagi menjadi dua sub tema yaitu masalah psikologis dan masalah fisik.

1. Masalah psikologis

Hasil penelitian menunjukkan berbagai macam reaksi ketika mengetahui anaknya terdiagnosa autis. Berbagai pendapat diungkapkan oleh partisipan, mulai dari perasaan sedih dan menangis, perasaan tidak percaya akan kondisi yang dialami anaknya, perasaan khawatir akan masa depan anak. Beberapa ibu juga merasa bingung dan tidak mengerti tentang autis sehingga mereka terus bertanya-tanya dan berusaha mencari tahu tentang autis.

a. Merasa sedih

Lima dari kedelapan partisipan mengatakan bahwa mereka sangat sedih saat mengetahui bahwa anak mengalami autis. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa:

“....Nangis ajalah, nangis terus apalagi ini anak pertama, laki lagi...”

(Partisipan 1)

“....ya rasanya gimana lah ya, sedih lah. Apalagi kan ini anak satu-satunya....”

(Partisipan 2)

“....sedih, karna kan keknya anak saya sendiri disitu yang autis, anak-anak yang lain kan keknya nggak ada....”

(44)

b. Merasa Tidak Percaya

Tiga dari delapan partisipan mengatakan bahwa mereka merasat tidak percaya bahwa anak mengalami autis. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa:

“....Kadang mikir ya kok anak saya bisa kek gini yah gitu, apa salah saya gitu, kadang mikir kek gitulah...”

(Partisipan 1)

“....mikirin apa salah saya gitu sampai punya anak kek gitu....”

(Partisipan 3)

c. Merasa Bingung dan Tidak Mengerti

Partisipan mengatakan bahwa mereka merasa bingung dan tidak mengerti mengenai tentang autis. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan yang mengatakan bahwa:

“....awal mula kan kita nggak tau kalau dia autis. Zaman-zaman dulu kan langka punya anak autis, saya kira karena terlambat ngomong ntah apa jadi setelah 3 tahun lah dokter bilang...”

(Partisipan3)

“....reaksinya bingunglah ya autis ya apa ga ngerti....”

(Partisipan 8)

d. Merasa Stres

Partsipan mengatakan bahwa saat merawat anak yang mengalami autis, mereka mengalami stres karena sulitnya mengatur anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....ya dulu stres karna gimana ya, inikan dulu lasak kali, aktif la gitu, jadi ya stres dan capek ngurus dia....”

(45)

“....ya sebenernya stres sih ya stres kalo ngadepin yang kaya gini sehari-hari kalo pas baik yaenak kalo pas lagi kek mana lagi pas bandel aduh kalo stres ya bisa nangis....”

(Partisipan 6)

e. Merasa Khawatir

Empat dari kedelapan partisipan mengatakan bahwa ibu yang memiliki anak autis khawatir akan masa depan anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....karna kan nanti kan kita nggak muda trus. Nanti kalau besar yang jaga siapa. Apalagi kan ini cuma satu-satunya. Nggak ada adekny, nggak ada bangnya, gitu aja sedihnya....”

(Partisipan 2)

“....kek mana nanti kedepannya dia itu gmana gitu kalo dia ga bisa jaga diri dia sendiri...”

(Partisipan 6)

f. Masalah fisik

Empat dari delapan partisipan mengatakan bahwa mereka merasa capek merawat anak mereka yang mengalami autis karena lasak. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....inikan dulu lasak kali, aktif la gitu, jadi ya stres dancapek ngurus dia....” (Partisipan 2)

“....awak cape ngikuti dia....”

(Partisipan 4)

“....kita merawatnya susah kan jadi merasa capek karena dulunya itu kan dia lasaknya minta ampun...”

(46)

4.3.2 Menerima kondisi anak yang mengalami autis

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap kedelapan partisipan, ada tiga subtema yang diperoleh, yaitu ibu menerima kondisi anak dengan ikhlas, ibu merasa bersyukur dan ibu mendapatkan pembelajaran hidup. 1. Menerima kondisi anak dengan ikhlas

Enam dari delapan partisipan mengatakan bahwa mereka telah menerima kondisi anak mereka yang mengalami autis dengan iklas, meskipun awalnya mereka mengalami penolakan saat pertama kali mengetahui bahwa anak mereka mengalami autis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini: “....ya kuncinya ikhlas aja ya emang ini udah dikasih sama Allah kaya gini gitu aja lah....”

(Partisipan 4)

“....yah kita juga yah udah menerima apa adanya lah, nggak lagi jadi beban kalo sekarang mah, udah iklas lah....”

(Partisipan 6)

“....berpikiran positif ajalah gitu, berbesar hati ya kan kalosekarang ini terus terang seikhlas2 nya punya anak indri....”

(Partisipan 8)

2. Merasa bersyukur

Tiga dari delapan partisipan mengatakan bahwa mereka merasa bersyukur dengan kondisi anak, bahkan ada pula yang mengganggap bahwa anak mereka adalah suatu kebanggan di keluarga mereka. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....ya syukur dia lebih baik dari kawannya gitu aja....”

(47)

“....Ya disyukurin aja kadang ada yang lebih bawah dari kita yang lebih dari ini pun ada kan anak kita masih bisa berjalan , bisa makan bisa apa adakan yang tergeletak sama sekali ga ada perkembangannya itu kan ada juga..”.

(Partisipan 6)

“....malah istilahnya ada kebanggaan malah pun sekarang gitu....”

(Partisipan 8)

3. Menjadikan pembelajaran hidup

Lima dari delapan partisipan mengatakan bahwa selama mereka merawat anak mereka yang mengalamai autis, mereka mendapatkan pembelajaran hidup yang dapat menjadikan mereka lebih bersabar. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“...Lebih baiklah, maksudnya mungkin istilahnya orang bilang kita dapat anak seperti itu karena ada salah dulunya. Makanya sekarang harus menjadi lebih baik lah dan lebih sabar....”

(Partisipan 1)

“....makin sabar dan sabar, dan hiburan anak kek gitu,hiburan lah karena kan dulu menghadapi dia kek gitu dansekarang udah kek gini. Anak kek gini kan kadang ada lucu-lucuny juga, jadikan ketawa, jadi senang kita....”

(Partisipan 3)

“....kita dilatih jadi lebih sabar gitu , selama merawat diagitu kan jadi ya harus sabar, kalo nggak yah gak bisa....”

(Partisipan 5)

4.3.3. Memberi perawatan anak yang mengalami autis

(48)

1. Membawa ke pelayanan kesehatan

Partisipan mengatakan setelah menyadari bahwa perkembangan anak mereka tidak seperti anak normal lainnya, mereka langsung membawa anak mereka untuk periksa kedokter dan membawa anak terapi.

a. Membawa anak periksa ke dokter

Enam dari delapan partisipan mengatakan bahwa saat mereka melihat perkembangan anak mereka yang terlambat seperti terlambat bicara, dan tidak bisa interaksi, partispan mengatkan langsung membawa anaknya periksa ke dokter. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....Cuma kalo ini kecil waktu udah demam dokter udah tau katanya ini ada kelainan gitu aja, ibu jangan marah ya ini ada kelainan....”

(Partisipan 6)

“....ibu bawahlah ke dokter spesialis anak kan gitu trus ibu bilang sama dokternya itu anak saya kok ini ya dok blom pande cakap itu umur 2 tahun setengah waktu itu....”

(Partisipan 8)

b. Membawa anak terapi

Tiga dari delapan partisipan mengatakan bahwa mereka membawa anak mereka ke tempat terapi setelah mereka mengetahui anak mereka mengalami autis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....Oiya langsunglah. Sudah tahu gitu kan saya langsung cari tempat terapi Simbolon apa lho gitu, lupa lho, di pelosok-pelosok. Baru satu tahun ini anak saya di sini, dulunya ikut terapi aja...”

(Partisipan 1)

“....dibawa lah, dulu sempet ikut terapi, setelah tau gitu ada tempat terapi untuk autis ya diikuti...”

(49)

2. Memberi perawatan dirumah

Berdasarkan hasil wawancara pada partisipan didapatkan bahwa selain membawa ke pelayanan kesehatan, partisipan juga melakukan perawatan dirumah seperti: memberi vitamin, melakukan pengontrolan diet anak, mengajarkan anak sosialisasi, memantau aktivitas anak, dan membantu anak dalam kegiatan sehari-hari.

a. Memberikan obat

Partisipan mengatakan bahwa mereka memberikan obat berupa vitamin dan obat penenang kepada anak mereka. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....Ada, kalo dulu minum vitamin lah....”

(Partisipan 1)

“....ada obat penenang. Dikasih setiap bulan....”

(Partisipan 2)

”.... Ya kan dikasih vitamin, dikasih ini, ya kan semua udahdicoba sama ke dokter....”

(Partisipan 6)

b. Melakukan pengontrolan diet

Lima dari delapan artisipan mengatakan bahwa mereka melakukan pengontrolan diet terhadap anak mereka. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....Dulu kukasih diet dia, dia belum tau makanan, dia kan masi kecil, yang mana yang enak yang mana yang gak enak. Tepung roti gak masuk, coklat, kalo susu, susu kedelai. Kalo sekarang bebas....”

(Partisipan 1)

(50)

“....kalo dulu kan diahipernya tinggi kan kita jaga makanannya perlu kitajaga....” (Partisipan 6)

c. Mengajarkan anak bersosialisasi

Partisipan mengatakan bahwa mereka mengajarkan anak bersosialisasi agar anak tidak stres, dengan cara membawa anak pergi jalan-jalan dan membawa anak ertemu dengan teman sebaya nya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....Sekali-sekali sama teman hang out gitu kan, keluar....”

(Partisipan 1)

“....Dia harus berkawan kalo ga berkawan dia stres ngamuk aja pokoknya dia harus bermain gitu lah....”

(Partisipan 7)

“....kadang dibawa ke tanah lapang kami suka bawa dia hariminggu, dia juga bosan dirumah ya kan....”

(Partisipan 8)

d. Memantau aktivitas anak

Tujuh dari delapan partisipan mengatakan bahwa mereka selalu memantau anak saat beraktivitas, dan tidak pernah lepas dari pantauan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....istilahnya kaya ngangon kambing gitu, kita, tengoi main gitulah diwaktunya apa keluar masuk2...”

(Partisipan 4)

“....Iya saya tungguin juga sampe pulang, macam sekrang ini lah. Iya, bagaimana kan anak kita kalau nggak di awasi nanti sampai pulang dia bisa kemana-mana....”

(Partisipan 5)

“....engga dia harus dijaga kemana pun dia ditengokan karnadia ga tau bahaya pasar pun dia ga takut kereta motor apapunga takut....”

(51)

Partisipan mengatakan bahwa mereka selalu membantu anak dalam melakukan berbagai kegiatan. Hal ini dikarenakan anak belum dapat secara mandiri melakukan kegiatan tersebut, misalnya makan mandi, berpakaian, dan lain-lain. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....Kalo dulu itu ya dia semua kita bantu, makan disuapin, mandi juga....”

(Partisipan 5)

“....Kalo kakanya kalo kancing baju baru dibantu. Dia pake celana dalam pake shortnya itu ga dibantu.pake sepatu dibantu....”

(Partisipan 6)

4.3.4 Mengalami kesulitan dalam merawat anak

Berdasarkan analisa data didapatkan bahwa merawat anak yang mengalami autis menemui banyak kesulitan. Adapun kesulitan yang dialami ibu dibagi menjadi empat sub tema yaitu kesulitan ibu mengatur anak, ibu harus selalu membantu anak dalam aktivitas, mengalami keterbatasan eknomi pada saat merawat, dan ibu mengalami keterbatasan aktivitas.

1. Kesulitan mengatur anak

Tiga partisipan mengatakan bahwa mereka kesulitan dalam mengatur anak karena lasak, san suka berteriak-teriak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....Kan dulu lasak lho, jadi kita dulu fokus ke dia aja. Punyaanak nomor dua pun

kita gak bisa jaga....”

(Partisipan 1)

“....oh hambatannya banyak kali dek, ini kan suka apa gitu teriak-teriak gitu

kalaumalam-malam....”

(Partisipan 2)

(52)

Empat dari delapan partisipan mengatakan bahwa mereka harus selalu membantu anak melakukan aktivitas sehari-hari karena anak belum mampu mandiri. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....Nah disitulah mengurus dia yang lagi lasak-lasaknya,semua makan pun harus kita suapin, mandi dimandikan, semualah....”

(Partisipan 3)

“....dia kalo mau sekolah bangun pagi mandi apa semua dibantu ngurus pake baju pake sepatu makan bapanya...”

(Partisipan 7)

3. Mengalami keterbatasan ekonomi

Berdasarkan hasil wawancara kepada partisipan selama merawat anak yang mengalami autis, memerlukan banyak kebutuhan termasuk biaya untuk terapi. Oleh karena itu banyak partisipan yang terpaksa berhenti membawa anak mereka untuk terapi bahkan ada yang tidak membawa anak terapi karena keterbatasan ekonomi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....iya terapi itu bukan bayarannya murah....”

(Partisipan 6)

“....ya kami orang susah ga ada terapi2 lah....”

(Partisipan 7)

4. Mengalami keterbatasan aktivitas

Lima dari delapan partisipan mengatakan bahwa karena kesbukan merawat anak mereka berdampak pada aktivitas mereka di lingkungan, menjadikan mereka lebih sibuk, sehingga mereka tidak aktif lagi di lingkungan seperti pengajian di lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

(53)

“....dulu yah sewaktu belom lahir ini, masih sering ikut, gitu. tapi sekarang yah terbatas lah kan kita pun jaga anak dirumah, nanti kalau dibawa dia lasak kan gak enak sama yang lain....”

(Partisipan 5)

“....ya aktif tapi mulai ada anak, orang ada apapun ga bisa kami tengok...”

(Partisipan 7)

4.3.5 Harapan ibu

Dengan anak yang mengalami autis otomatis harapan ibu bagi anaknya tidak terpenuhi, mengingat anak adalah masadepan bagi keluarga. Berikut pernyataan partisipan mengenai harapan ibu terhadap anak:

1. Mampu berinteraksi

Melihat keterbatasan yang dimiliki oleh anak penyandang autis adalah gangguan dalam hal interaksi, anak cenderung lebih suka bermain sendiri, bahkan untuk mendapat kontak mata anak pun terkadang susah. Hasil penelitian menunjukkan harapan ibu dengan anak yang menyandang autis adalah mampu berinteraksi seperti anak normal lainnya, sesuai dengan pernyataan partisipan: “....Ya itu lah, pokoknya dia gak bisa kayak anak normalpun gak masalah, misalnya ga bisa belajar kek anak normal bisa mengikuti seperti biasa, dia gak bisa ikuti gak papa,ada anak autis memang ada yang bisa ikuti, anak saya tidak sih nggak bisa. Cuma ya itulah penting bisa berteman dan bersosialisasi, gitu...”

(Partisipan 1)

“....ya harapannya anak kami sehat, ya terserah yang diatas lah.nggak muluk-muluk kok. Yang penting anak sehat dan berteman sama kawan-kawannya....”

(54)

2. Menjadi lebih terarah dan pintar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan menginginkan agar anaknya lebih terarah dan pintar, ibu memiliki harapan untuk anaknya agar anak menjadi lebih terarah, sesuai dengan pernyataan partisipan :

“....ya semoga berubah dan berubah lagi. Pintarlah pintar dia....”

(Partsipan 3)

“...harapannya ya lebih baik lagi lah karana kan tiap tahun diatambah tambah pintar , ya berharap dia normallah dia baca alquran pande...”

(Partisipan 4)

3. Mampu untuk mandiri

Hasil penelitian menunjukkan anak autis sangat bergantung pada orang lain terutama ibunya. Beberapa partisipan memiliki harapan anak mereka mandiri, agar mereka tidak bergantung lagi sama ibu mereka. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini:

“....ya kalo bisa dia itu mandiri untuk diri dia sendiri gitu...”

(Partisipan 6)

“....ya pengen dia sembuh ya kan normal gitulah Cuma ga pun normal istilahnya dia bisa mandiri untuk dirinya sendiri,jangan jadi menyusahkan kakanya atau pun adenya itu aja bisa aja mandiri untuk dirinya sendiri itu ajalah...”

(55)

Tabel 4.3. Matriks Tema

Pengalaman Ibu yang Memiliki Anak Autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai No. Tema 1: Mengalamai masalah psikologis dan fisik

1. Sub Tema: Kategori:

1. Masalah Psikologis 1. Merasa sedih mengetahui anak autis

2. Merasa tidak percaya anak mengalami autis

3. Bingung dan tidak mengerti tentang autis

4. Merasa stres merawat anak 5. Khawatir dengan masa depan

anak

2. Masalah fisik 1. Merasa capek merawat anak 2. Tema 2: Menerima kondisi anak yang mengalami autis

Sub Tema:

1. Menerima kondisi anak dengan ikhlas 2. Merasa bersyukur

3. Menjadikan pembelajaran hidup 3. Tema 3: Memberi perawatan pada anak

1. Membawa anak ke pelayanan kesehatan

1. membawa anak periksa ke dokter

2. membawa anak terapi 2. Memberi perawatan dirumah 1. memberikan obat

2. melakukan pengontrolan diet anak

3. Mengajarkan anak

bersosialisasi

4. memantau aktivitas anak

5. membantu anak dalam kegiatan sehari-hari

4. Tema 4: Mengalami kendala dalam merawat anak Sub Tema:

1. Ibu sulit mengatur anak

2. ibu harus selalu membantu anak dalam melakukan aktivitas 3. Ibu mengalami keterbatasan ekonomi dalam merawat anak 4. Ibu mengalami keterbatasan aktivitas

5. Harapan Ibu Sub Tema:

(56)

4.4 Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan diuraikan teori-teori yang terkait dengan pengalaman ibu yang memilki anak autis. Dalam bagian ini akan diuraikan 5 tema yang telah dijelaskan oleh peneliti, meliputi: (1) mengalami masalah psikologis dan fisik, (2) menerima kondisi anak yang mengalami autis, (3) melakukan perawatan pada anak yang mengalami autis, (4) mengalami kendala dalam merawat anak, dan (5) harapan ibu. Tema-tema tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

4.4.1 Mengalami masalah psikologis dan fisik 4.4.1.1Mengalami masalah psikologis

Respon psikologis ibu berbeda-beda saat mengetahui anak mengalami autis.Berbagai pendapat diungkapkan oleh partisipan, mulai dari perasaan selalu sedih, khawatir, perasaan menolak, perasaan tidak percaya akan kondisi yang dialami anaknya dan sempat tidak ingin menerima kenyataan setelah ternyata mengetahui anaknya menderita autis. Beberapa ibu juga merasa bingung dan tidak mengerti tentang autis sehingga mereka terus bertanya-tanya dan berusaha mencari tahu tentang autis. Sebagian orang tua, awal melihat hal yang aneh pada anaknya, ibu merasa bingung dan tidak mengerti dengan kondisi anak, partisipan hanya berfikir mungkin ini hanya keterlambatan perkembangan pada anaknya.

(57)

keluarga, anak yang ditunggu-tunggu kehadirannya harus menderita suatu gangguan sebagaimana anak-anak lainnya. Perasaan tidak percaya bahwa anaknya mengalami autisme kadang-kadang menyebabkan orangtua mencari dokter lain untuk menyangkal diagnosis dokter sebelumnya. Setelah mengetahui fakta dari berbagai sumber, kebanyakan orangtua dengan perasaan amat terpukul dan terpaksa menerima kenyataan bahwa anaknya adalah penyandang autisme.

Hasil penelitian lain juga diungkapkan oleh Noor et al. (2014) perasaan ibu saat mengetahui anaknya menderita autisme adalah takut, syok, sedih, bingung, khawatir, bahkan terkadang merasa bersalah. Ibu lebih banyak memikirkan masa depannya kelak, pandangan keluarga, orang lain dan lingkungan sekitarnya terhadap anaknya karena dimasyarakat kondisi yang dialami anak seperti autisme ini masih jarang terjadi.

Saat merawat anak yang mengalami autis juga ibu merasakan stres yang disebabkan oleh kelelahan dalam merawat anak karenasulit diatur. Orang tua yang memiliki anak autis, terutama ibu, lebih beresiko mengalami mengalami stres dan tekanan psikologis saat mengasuh. Stress yang dialami oleh ibu yang mempunyai anak autis lebih tinggi tiga kali lipat dibandingkan stres yang dialami oleh ayah. Stres tersebut karena kelelahan merawat anak, pekerjaan, dan lebih sedikit memiliki waktu untuk rekreasi (Boyd, 2002; Hayes & Watson, 2012).

4.4.1.2Mengalami masalah fisik

(58)

memiliki putra-putri ASD menemukan dampak kesehatan yang signifikan bagi ibu, khususnya jika anaknya hiperaktif atau memiliki masalah perilaku (Allik, Larson, dan Smedje, 2006). Tim riset lain menanyai 299 orangtua untuk mengkaji kehidupan mereka secara detail. Dibandingkan dengan orangtua lain, orangtua dari anak autis terlibat di aktivitas fisik lebih buruk, selain juga kesehatan psikologis dan hubungan sosial lebih buruk dengan seluruh kualitas hidup lebih rendah.

4.4.2 Menerima kondisi anak yang mengalami autis

(59)

Kemampuan penerimaankeluarga meliputi kemampuan untukmenerima orang lain sekurangkurangnyasabar menghadapi,bersikap tenang, dan ramah tamah.

4.4.3 Memberi perawatan pada anak

Merawat anak yang mengalami autis, partisipan melakukan berbagai cara yaitu dengan membawa anak ke pelayanan kesehatan untuk periksa kedokter dan untuk terapi. Ibu membawa anaknya periksa ke dokter untuk mengetahui kondisi anak. Setelah mengetahui diagnosa anak yang mengalami autis, beberapa partisipan langsung membawa anak untuk terapi.

Selain membawa ke pelayanan kesehatan, ibu juga melakukan perawatan dirumah seperti memberikan obat atau vitamin pada anak yang telah diresepkan oleh dokter. Hal ini sejalan dengan pernyataanDanuatmaja (2003) bahwa pemberian obat pada anak autis harus didasarkan pada diagnosis yang tepat, pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek samping obat dan mengenali cara kerja obat. perlu diingat bahwa setiap anak memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat dan efek samping. Oleh karena itu perlu ada kehatihatian dari orang tua dalam pemberian obat yang umumnya berlangsung jangka panjang.

(60)

mengatakan apabila anaknya menghidari makanan tersebut maka anaknya akan memperlilhatkan perilaku yang pasif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sastry & Agirre (2012), bahwa terapi makanan (diet therapy) diberikan untuk anak autis karena masalah alergi makanan tertentu sering terjadi pada anak autis, seperti gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan keracunan logam berat. Gangguan-gangguan pada fungsi tubuh ini yang kemudian akan mempengaruhi fungsi otak. Diet yang sering dilakukan pada anak autis adalah GFCF (Glutein Free Casein Free). Pada anak autis disarankan untuk tidak mengkonsumsi produk makanan yang berbahan dasar gluten dan kasein (gluten adalah campuran protein yang terkandung pada gandum, sedangkan kasein adalah protein susu). Jenis bahan tersebut mengandung protein tinggi dan tidak dapat dicerna oleh usus menjadi asam amino tunggal sehingga pemecahan protein menjadi tidak sempurna dan berakibat menjadi neurotoksin (racun bagi otak). Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan sejumlah fungsi otak yang berdampak pada menurunnya tingkat kecerdasan.

(61)

dunia luar sangat penting untuk selalu diterapkan.Beberapa partisipan bahkan mengawasi anaknya ketika bermain, karena anak autis mempunyai perilaku hiperaktif yang dapat membahayakan orang lain maupun dirinya sendiri, semua ibu bahkan sampai menunggu anaknya di sekolah mulai dari pagi hingga anaknya pulang sekolah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ball dan Bindler (2003) yang menyatakan upaya memonitor anak autis sepanjang waktu adalah tindakan perawat didalam mempertahankan lingkugan yang aman. Pengawasan ketat diperlukan untuk menjamin apakah anak mempunyai barang-barang yang membahayakan dirinya atau melibatkan perilaku yang berbahaya.

4.4.4 Mengalami kendala dalam merawat anak

Saat merawat anak yang mengalamai autis, ibu mengalami beberapa kendala seperti kesulitan mengatur anak serta anak yang masih bergantung, aktivitas ibu yang terhambat karena harus menjaga anak, kontrol makanan yang susah, dan kesulitan ekonomi pada saat perawatan.

(62)

autisme dapat dilihat bahwa sebagian besar didapatkan dari keluarga inti yaitu suami (pasangan hidup) dan keluarga besar.

Masalah lain yang juga dihadapi oleh ibu karena anak yang keras kepala dan susah diatur, dan anak juga susah untuk tidur, ini membuat ibu menjadi lelah dalam mengahadapi anaknya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marlinda (2011), dimana masalah kesehatan yang sering dialami anak autisme adalah gangguan tidur, gangguan saluran cerna, dan gangguan psikiatri. Gangguan tidur dialami oleh 44 – 83%% anak autisme dengan gejala sulit tidur, bangun lebih cepat, kurangnya rutinitas tidur, pola tidur bangun yang tidak teratur. Gangguan tidur ini akan berdampak pada peningkatan agresivitas anak autisme itu sendiri.

Partisipan mengatakan bahwa selain kesulitan mengatur anak, ibu juga mengalami kesulitan dalam hal keuangan, terutama untuk membiayai kebutuhan anak seperti terapi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sastry dan Agirre (2012) bahwa orangtua yang memiliki anak autis menghadapi lebih banyak persoalan daripada orangtua dengan anak berkebutuhan khusus lainnya saat ingin mendapatkan perawatan kesehatan, intervensi dan terapi sesuai yang dibutuhkan putra-putri mereka. Tantangan-tantangan ini dan beban-beban finansial, pekerjaan dan waktu yang terkait, jelas besar sekali untuk keluarga-keluarga dengan ASD, bahkan mesti dibandingkan dengan keluarga yang anak-anaknya memiliki kebutuhan kesehatan mendesak.

(63)

mereka, baik dalam hal memakai baju, makan, mandi dan buang air. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariyanti (2010) yaitu anak penyandang autisme yang tidak mengikuti program ADLs maka anak-anak ini tidak akan mempunyai perkembangan kemampuan diri untuk makan, berpakaian, toileting, kebersihan diri, aktivitas rumah dan komunitas akan menjadi individu

yang sangat tergantung pada orang di sekitarnya dan sering pula menjadi individu yang mempunyai perilaku maladaptif sebagai akibat tidak adanya kemandirian yang berkembang pada dirinya.

4.4.5 Harapan Ibu

Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan harapan mereka untuk anaknya, mereka ingin anaknya mampu berinteraksi seperti anak normal lain, menjadi lebih terarah dan pintar, serta mampu untuk mandiri. Harapan ibu terhadap anaknya sangatlah besar karena anak merupakan masa depan bagi keluarga, hal ini didukung oleh pernyataan Safaria (2005) yang mengungkapkan bahwa anak adalah harapan keluarga, setiap orangtua pasti menginginkan anaknya lahir dalam keadaan yang sehat, cerdas, dan normal seperti anak-anak lainnya. Orangtua mengharapkan anaknya berhasil dalam pendidikannya, dan sukses dalam hidupnya.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki banyak keterbatasan dan kekurangan diantaranya yaitu:

(64)

partisipan dalam penelitian peneliti menggunakan metode convenience sampling, seharusnya memakai metode purposive sampling yaitu dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan dalam penelitian.

2. Pada proses perencanaan penelitian ini, diharapkan ada 10 partisipan yang akan disertakan, namun hanya mampu mengumpulkan 8 partisipan, sehingga data tidak sepenuhnya saturasi.

(65)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap delapan partisipan, maka penelitian ini menemukan ada 5 tema terkait pengalaman ibu yang memiliki anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) Binjai, yaitu:(1) mengalami masalah psikologis dan fisik, (2) menerima kondisi anak yang mengalami autis, (3) memberi perawatan anak yang mengalami autis, (4) mengalami kesulitan dalam merawat anak, dan (5) harapan ibu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak autis mengalami masalah psikologis seperti merasa sedih, tidak percaya, bingung, dan khawatir terhadap kondisi anak dan masalah fisik seperti capek dalam merawat anak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak autis menerima kondisi anak dengan ikhlas, merasa bersyukur dan menjadikan pembelajaran hidup memiliki anak autis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak autis memberi perawatan pada anak dengan membawa ke pelayanan kesehatan dan perawatan yang dilakukan dirumah.

(66)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu memiliki harapan terhadap anak yang mengalami autis agar mampu berinteraksi, anak bisa pintar, dan mampu untuk mandiri.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengalaman ibu yang memeiliki anak autis, peneliti memiliki beberapa saran sebagai berikut:

5.2.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan landasan konsep bagi perkembangan ilmu keperawatan atau sumber informasi bagi mahasiswa terkait dengan asuhan keperawatan pada ibu yang memiliki anak autis.

5.2.2Bagi Institusi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan keterampilan guru di sekolah dalam memberikan dukungan seperti penyuluhan bagi ibu yang memiliki anak autis sehingga orangtua mengerti tentang autis dan perawatannya.

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

(67)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Autisme

2.1.1 Pengertian Autisme

Autis merupakan gangguan yang terjadi pada masa anak-anak, ditandai dengan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan tingkah laku yang terbatas dan berulang. Gejala autis timbul sebelum anak berusia 3 tahun, meskipun dalam beberapa kasus, tidak diakui sampai anak jauh lebih tua. Gangguan autis terjadi empat sampai lima kali lebih sering pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Anak perempuan dengan gangguan autis lebih cenderung memiliki keterbelakangan mental lebih parah (Sadock & Sadock, 2007).

Autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui pengalamannya. Anak-anak dengan gangguan autistik biasanya kurang dapat merasakan kontak sosial. Mereka cenderung menyendiri dan menghindari kontak dengan orang. Orang dianggap sebagai benda yang tidak dapat diajak berkomunikasi dan berinteraksi (Hasdianah, 2013)

(68)

2.1.2 Penyebab Autisme

Penyebab autis belum diketahui, tetapi kemungkinan penyebab autis lebih dari satu. Ada beberapa teori yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya autis (Sadock & Sadock, 2007):

2.1.2.1 Faktor biologi

Terdapat bukti kuat yang menunjukkan gangguan autis merupakan gangguan perkembangan otak yang berhubungan dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak. Faktor ini dikarakteistikkan seperti penurunan jumlah sel purkinje pada bagian posterior inferior belahan otak, kecacatan pada dendrit dan perkembangan saraf di sistem limbik, hipoplasia pada lobulus otak ke VI, VII, dan ukuran struktur batang otak, vermis otak, serta komponennya signifikan lebih kecil pada penderita autis dibandingkan dengan grup kontrol (Sadock & Sadock, 2007).

2.1.2.2 Faktor genetik

(69)

30-50% fragile X syndrome berhubungan dengan gangguan mental (Sadock & Sadock, 2007).

2.1.2.3 Faktor imunologi

Beberapa laporan menunjukkan bahwa ketidaksesuaian immunologi dapat berkontribusi pada gangguan autis. Limfosit anak-anak autis bereaksi dengan antibodi ibu dapat menyebabkan saraf embrio, extraembrio, dan jaringan mengalami kerusakan selama kehamilan (Sadock & Sadock, 2007).

2.1.2.4 Faktor neuroanatomi

(70)

perilaku sosial yang normal, kegelisahan, tingkah yang berulang – ulang, dan keterbatasan tingkah laku (Sadock & Sadock, 2007).

2.1.2.5 Faktor Biokemikal

Beberapa studi melaporkan individu autis tanpa retardasi mental memiliki insidensi hiperserotonemia yang tinggi. Pada beberapa anak gangguan autis juga terdapat konsentrasi tinggi asam homovanillik (metabolisme utama dopamin) di cairan otak (CSF) yang berhubungan dengan tingkah laku meniru- niru dan menarik diri (Sadock & Sadock, 2007).

2.1.2.6Faktor prenatal

Infeksi virus pada intrauterin dan gangguan metabolisme memiliki peranan penting dalam patogenesis gangguan autis. Intrauterin yang terpapar obat teratogenik, thalidomide, dan valproate implikasi menyebabkan gangguan autis (Sadock & Sadock, 2007).

2.1.3 Kriteria Diagnostik Autisme

Adapun kriteria anak dikatakan autis, yang didefinisikan oleh The DSM – V (Diagnostic and Atatistical Manual of Mental Disorder), edisike-5 dikembangkan oleh American Psychiatric Association adalah terdapat 6 gejala dari gangguan interaksi sosial, komunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang, dan meniru dengan minimal 2 gejala dari gangguan interaksi sosial dan masing-masing 1 gejala dari gangguan komunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang, dan meniru.

Gambar

Tabel 4.1.
Tabel 4.3.

Referensi

Dokumen terkait

Peran perangkat Desa Gontor Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang pertanian di antaranya adalah memberikan contoh

Catatan atas laporan keuangan harus: (a) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu yang digunakan; (b) Mengungkapkan

[r]

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham

Aplikasi ini dapat dimanfaatkan pula oleh pedagang dan produsen untuk memperkirakan jumlah sayur yang akan dijual keesokan harinya melalui data pemesanan yang masuk

Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena bergeraknya magma di dalam gunung berapi.. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi

Tahap selanjutnya adalah memodelkannya ke dalam bentuk arsitektur sistem yang digambarkan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3, pemodelan kelas, pemodelan data yang

Berdasarkan perancangan sistem yang telah dibahas pada bab III, langkah selanjutnya adalah pengujian dan analisis data hasil penelitian. Pada skripsi ini alat yang