MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
DAN SELF EFFICACY SISWA MELALUI PENDEKATAN
METAKOGNITIF DENGAN METODE IMPROVE
DI KELAS X-1 SMA NEGERI 1 LAWE ALAS
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
AHMAD SHALEH MARPAUNG NIM. 8126172003
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
Ahmad Shaleh Marpaung. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Efficacy Siswa Melalui Pendekatan Metakognitif dengan Metode IMPROVE di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Lawe Alas. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2015.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) bagaimana pendekatan metakognitif dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy siswa di kelas X-1 di SMA Negeri 1 Lawe Alas pada materi persamaan kuadrat, (2) bagaimana efektifitas pendekatan metakognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy di kelas X-1 SMA Negeri 1 Lawe Alas pada materi persamaan kuadrat, (3) bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran matematika melalui pendekatan metakognitif. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Lawe Alas. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-1 tahun pelajaran 2014/2015. Objek pada penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus yaitu siklus I terdiri dari 2 pertemuan dan siklus II terdiri dari 2 pertemuan. Tes kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy diberikan pada akhir setiap siklus. Adapun hasil dari penelitian ini dapat dilihat dari (1) hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada siklus I memperoleh persentase sebesar 73,32% dengan ketuntasan klasikal sebesar 62,85% dan pada siklus II memperoleh persentase sebesar 83,71% dengan ketuntasan klasikal sebesar 88,57%. (2) pembelajaran dengan pendekatan efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy. (3) Respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognitif adalah positif.
ABSTRACT
Ahmad Shaleh Marpaung. Using metacognitive approach to increasing problem solving ability and self efficacy in Grade X Senior High School 1 Lawe Alas.
The research aimed study to determine: 1) how metacognitive approach increasing problem solving ability and self efficacy in grade X Senior High School Lawe Alas the quadratic equation material. 2) how the effectiveness of metacognitive approach towards problem solving ability and self efficacy in grade X Senior High School Lawe Alas on quadratic equation. 3) how the students' response to mathematics learning through metacognitive approach. This research is a Classroom Action Research held in Senior High School Lawe Alas. The subjects were students of grade X of the school year 2014/2015. The object of this research is the ability to problem solving and self efficacy. This study consisted of two cycles of the first cycle consists of two meetings and the second cycle consists of two meetings. The test problem solving ability and self-efficacy are given at the end of each cycle. The results of this study can be seen from (1) the results of the test the ability of solving problem in the first cycle to obtain a percentage of 73.32% with classical completeness of 62.85% and in the second cycle to obtain a percentage of 83.71% with classical completeness by 88,57%. (2) Learning approach is effective in improving problem solving skills and self efficacy. (3) The response of students towards learning with metacognitive approach is positive
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self
Efficacy Siswa Melalui Pendekatan Metakognitif dengan Metode IMPROVE
di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Lawe Alas”. Shalawat dan salam penulis
sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah ummat yang
menjadi teladan sepanjang zaman.
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pembelajaran
matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan
metakognitif. Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis
mendapatkan semangat, do’a, nasihat, teladan, dorongan, dan bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
tulus dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak
langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan
Terima Kasih dan penghargaan khususnya penelitian sampaikan kepada
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr.
Mukhtar, M.Pd selaku pembimbing II yang telah menuangkan ilmunya untuk
membimbing dan memberikan dukungan kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd
selaku ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana Universitas Negeri Medan, serta Bapak Dapot Tua Manullang,
M.Si selaku Staf Prodi Pendidikan Matematika
3. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd
dan Ibu Dr. Yulita Molliq Rangkuti, M.Sc selaku Narasumber yang telah
banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis
ini.
4. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED
yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
6. Bapak Kasidin, S.Pd selaku Kepala SMA Negeri 1 Lawe Alas yang telah
memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
yang beliau pimpin, serta guru dan straf administrasi yang telah banyak
v
7. Ayah dan Ibu yang telah memberikan dorongan berupa motivasi dan doa
sehingga penulisan tesis ini bisa selesai.
8. Teman-teman di Pasca Sarjana Unimed yang berkontribusi besar dalam
penyelesaian tesis ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga
tesis ini dapat memberikan sumbangan, manfaat, kritikan dan masukan bagi para
pembaca, sehingga dapat memperbaiki dan memperkaya khasanah
penelitian-penelitian sebelumnya dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian-penelitian lebih lanjut.
Medan, Januari 2015 Penulis
DAFTAR ISI
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Efficacy ... 28
2.1.5 Aspek-aspek Self Efficacy ... 31
2.1.6 Pendekatan Metakognitif ... 34
2.1.7 Persamaan Kuadrat ... 46
2.1.8 Teori Belajar Yang Mendukung ... 49
2.1.9 Penelitian Yang Relevan ... 52
2.2Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 54
2.2.1 Kerangka Konseptual ... 54
2.2.2 Hipotesis Penelitian ... 59
BAB III METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian ... 60
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 60
3.3Subjek dan Objek Penelitian... 61
3.4Desain Penelitian ... 61
3.5Prosedur Penelitian ... 62
3.6Teknik Pengumpulan Data ... 67
3.7Teknik Analisis Data ... 77
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 82
4.1.1 Siklus I ... 82
4.1.2 Siklus II ... 103
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 121
4.2.1 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Efficacy Siswa ... 122
4.2.2 Efektifitas Pembelajaran Metakognitif ... 126
4.2.3 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif ... 127
4.3 Temuan Penelitian ... 128
BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 130
5.2 Saran ... 131
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 68
3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 69
3.3 Interpretasi Koefesien Korelasi Validitas ... 71
3.4 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah ... 71
3.5 Interpretasi Koefesien Korelasi Reliabilitas ... 72
3.6 Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 73
3.7 Klasifikasi Daya Pembeda ... 74
3.8 Daya Beda Kemampuan Pemecahan Masalah ... 74
3.9 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal ... 75
3.10 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 75
3.11 Kisi-kisi Self Efficacy Matematik ... 76
3.12 Kriteria Pengamatan Aktivitas Siswa ... 79
3.13 Deskripsi Skor rata-rata Tingkat Kemampuan Guru……… 79
4.1 Persentasi Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 88
4.2 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 90
4.3 Rata-rata Angket Self Efficacy ... 91
4.4 Analisis Hasil Observasi Aktifitas Siswa ... 93
4.5 Analisis Observasi Kemampuan Guru ... 97
4.6 Persentase Perasaan Siswa Terhadap Komponen Mengajar ... 99
4.7 Persentase Pendapat Siswa Terhadap Komponen Pembelajaran... 100
4.8 Persentase Pendapat Siswa tentang Minat untuk Mengikuti Pembelajaran Selanjutnya dengan Pendekatan Metakognitif ... 100
4.9 Persentase Pendapat Siswa tentang Pemahaman Bahasa yang digunakan ... 100
ix
4.11 Refleksi Keberhasilan Pembelajaran Pada Siklus I ... 102
4.12 Persentase Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II ... 109
4.13 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 111
4.14 Rata-rata Angket Self Efficacy ... 112
4.15 Analisis Hasil Observasi Aktifitas Siswa ... 113
4.16 Analisis Observasi Kemampuan Guru Siklus II ... 117
4.17 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Metode IMPROVE... 121
4.18 Rangkuman Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I dan Siklus II... 122
4.19 Rangkuman Hasil Angket Self Efficacy Siklus I dan Siklus II ... 124
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A (PERANGKAT PEMBELAJARAN)
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 136
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 153
3. Lembar Aktivitas Siswa Siklus I ... 170
4. Lembar Aktivitas Siswa Siklus II ... 178
LAMPIRAN B (INSTRUMEN PENELITIAN) 1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 186
2. Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 188
3. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II ... 194
4. Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II ... 197
5. Angket Self Efficacy Matematik ... 204
6. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru ... 207
7. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa ... 209
LAMPIRAN C (HASIL VALIDASI DAN UJI COBA) 1. Pengembangan Perangkat dan Instrument Penelitian ... 211
2. Hasil uji coba... 223
LAMPIRAN D (PEMBELAJARAN METAKOGNITIF) 1. Persentase Aktivitas Siswa dengan Pendekatan Metakognitif Siklus I ... 240
2. Persentase Aktivitas Siswa dengan Pendekatan Metakognitif Siklus II .. 241
3. Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran Metakognitif Siklus I ... 242
4. Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran Metakognitif Siklus II ... 243
LAMPIRAN E (PEMECAHAN MASALAH) 1. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 244
xii
3. Data Analisis Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Siklus I dan Siklus II ... 246
LAMPIRAN F (SELF EFFICACY SISWA) 1. Rekapitulasi Hasil Angket Self Efficacy Siklus I ... 247
2. Rekapitulasi Hasil Angket Self Efficacy Siklus II ... 248
3. Data Analisis Self Efficacy Siswa Berdasarkan Indikator Siklus I... 249
4. Data Analisis Self Efficacy Siswa Berdasarkan Indikator Siklus II ... 250
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Matematika sejatinya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan cara
berfikir seseorang. Proses berfikir matematika dimulai dari hal-hal yang sederhana
sampai kepada hal-hal tingkat tinggi. Sehingga dapat kita maknai bahwa
kemampuan berfikir merupakan salah satu tujuan dalam matematika yang harus
diberikan kepada peserta didik sebagai bekal untuk mempersiapkan siswanya
sehingga memiliki kecakapan matematis. Oleh karena itu, pengembangan
kemampuan berfikir ini telah disusun terperinci didalam suatu kurikulum yang
diberlakukan untuk setiap jenjang pendidikan.
Kurikulum yang kini diberlakukan disetiap jenjang pendidikan dasar
sampai ke tingkat atas adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mengamanatkan
bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan haruslah menggunakan pendekatan
ilmiah. Hal ini berarti pemberlakuan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran
menuntut adanya perubahan paradikma terhadap prosedur dan proses
pembelajaran yang berlangsung. Perubahan-perubahan itu mencakup tiga ranah
yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Tuntutan kurikulum 2013 berlaku untuk semua mata pelajaran dan
tentunya disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran tersebut. Untuk
matematika, seperti yang dikemukakan oleh National Council of Teacher of
diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. Pemahaman, pengetahuan dan
keterampilan yang harus dimiliki siswa itu terangkum dalam standar proses yang
meliputi: pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning),
komunikasi (communication), koneksi (connections) dan representasi
(representation).(NCTM, 2000)
Kelima standar proses yang dikemukakan di atas merupakan suatu
keterampilan yang mengacu kepada doing mathematics dan diharapkan
keterampilan-keterampilan tersebut dapat dijadikan suatu tujuan untuk
mengembangkan kemampuan berfikir matematika, khususnya kemampuan
pemecahan masalah.
NCTM (2000;52) mengemukakan bahwa “pemecahan masalah dalam
pembelajaran matematika tidak hanya sebagai tujuan tetapi juga merupakan
sarana untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja, menjadi
pemecah masalah yang baik memberikan manfaat yang sangat besar”. Melalui
pemecahan masalah matematika, siswa dalam pembelajarannya diarahkan untuk
dapat mengembangkan kemampuan berupa membangun pengetahuan matematika
yang baru, memecahkan masalah yang kontekstual, menerapkan berbagai strategi
yang diperlukan, dan merefleksikan proses pemecahan masalah matematika.
Semua kemampuan itu dapat diperoleh apabila siswa memecahkan masalah
menurut prosedur yang tepat, sehingga cakupan manfaat yang diperoleh tidak
hanya terikat pada satu masalah yang dipecahkan saja, tetapi juga dapat
menyentuh berbagai masalah lainnya serta mencakup aspek pengetahuan
Pemecahan masalah juga mengharuskan adanya aktifitas berpikir agar ia
mampu memahami konsep-konsep matematika yang dipelajari serta mampu
menggunakan konsep-konsep tersebut secara tepat ketika ia harus mencari
jawaban bagi berbagai soal matematika. Soal matematika yang dihadapi seseorang
seringkali tidaklah dengan segera dapat dicari solusinya sedangkan ia diharapkan
dan dituntut untuk dapat menyelesaikan soal tersebut. Karena itu ia perlu memiliki
keterampilan berpikir agar dengannya ia dapat menemukan cara yang tepat untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kegiatan atau proses berpikir yang
dijalani agar seseorang mampu menyelesaikan suatu soal matematika mempunyai
keterkaitan dengan kemampuan mengingat, mengenali hubungan diantara
konsep-konsep matematika, menyadari adanya hubungan sebab akibat, hubungan analogi
ataupun perbedaan, yang kemudian dapat memunculkan gagasan-gagasan
original, serta lancar dan luwes dalam pembuatan keputusan atau kesimpulan
secara cepat dan tepat.
Dalam hal ini, NCTM (2000;52) telah merumuskan program
pembelajaran yang dimulai dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 dengan
memfokuskan pada pemecahan masalah, yang meliputi: 1) membangun
pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah, 2) memecahkan
masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-konteks yang
lain, 3) menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi sesuai untuk
memecahkan masalah, 4) memonitor dan merefleksikan proses dari pemecahan
Penjelasan yang di kemukakan oleh NCTM menunjukkan bahwa betapa
pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis diajarkan kepada siswa di
dalam proses belajar mengajar. Hal ini seperti yang dikutip dari Halmos (NCTM,
2000) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan “heart of
mathematics”. Lebih lanjut, pentingnya pemecahan masalah juga dikemukakan
oleh Kilpatrick, Swafford Findell (2001:420) yang menyatakan bahwa “studies in
almost every domain of mathematics have demonstrated that problem solving
provides an important context in which student can learn about number and other
mathematical topics”. Makna dari pernyataan itu adalah studi hampir di setiap
domain/bagian matematika telah menunjukkan bahwa pemecahan masalah
memberikan konteks yang penting dimana siswa dapat belajar mengenai bilangan
dan topik matematika lainnya.
Dari beberapa pendapat di atas, saya sepakat bahwa pemecahan masalah
itu merupakan bagian penting dari matematika dan harus dikuasai oleh peserta
didik, dengan kata lain, Hudojo (2005) mengemukakan bahwa melalui pemecahan
masalah “siswa akan mampu mengambil keputusan sebab siswa itu mempunyai
keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan,
menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil
yang diperolehnya”. Di dalam pemecahan masalah siswa dapat berlatih dan
mengintegrasikan konsep-konsep, teorema-teorema dan keterampilan yang
dipelajari. Hal ini penting bagi para siswa untuk berlatih memproses data atau
informasi. Keterampilan pemecahan masalah juga memiliki beberapa tujuan yang
“these goals are to help student develop (a) flexible understanding of
mathematical concept; (b) confidence and eagerness to approach unknown
situations; (c) metacognitive skills; (d) oral and written communication skills; and
(e) acceptance and exploration of multiple solution strategies. Maknanya tujuan
dari diberikannya pemecahan masalah adalah untuk membantu siswa
mengembangkan a) pemahaman akan konsep matematika, b) memiliki keyakinan
atau keinginan untuk melihat situasi yang belum diketahui c). kemampuan
komunikasi lisan dan komunikasi tertulis serta mendapatkan strategi yang
beragam.
Meskipun pemecahan masalah telah dinyatakan sebagai salah satu
keterampilan yang terdapat dalam standar proses yang harus dicapai siswa setelah
proses pembelajaran, akan tetapi pelaksanaannya di sekolah-sekolah bukanlah hal
yang sederhana. Kebiasaan siswa belajar di kelas dan keterbatasan informasi yang
diterima oleh guru yang selama ini menggunakan pembelajaran konvensional
masih belum memungkinkan untuk menumbuhkan atau mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah secara optimal. Kebanyakan dari pembelajaran
konvensional, latihan-latihan yang diberikan kepada siswa masih berbentuk soal
yang lebih menekankan kepada bentuk hafalan rumus dan menyelesaikan
prosedur rutin. Seharusnya siswa lebih difokuskan kepada pemberian masalah
untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan strategi berfikirnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Shadiq (2004:17) yang menyatakan bahwa “inti
dari balajar memecahkan masalah adalah para siswa hendaknya terbiasa
seorang guru matematika dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan
mengajukan masalah yang cukup menantang dan menarik bagi siswa”.
Van De Walle (Ozsoy and Ataman, 2009) menegaskan apapun
sumbernya, masalah kehidupan nyata atau yang ilmiah, masalah adalah fenomena
yang membutuhkan seorang individu untuk memilih strategi dan membuat
keputusan untuk solusi dalam setiap situasi yang dihadapi. Dari pendapat di atas
bisa kita kemukakan bahwa masalah yang diberikan kepada siswa menuntut
adanya suatu usaha yang dilakukan oleh siswa untuk memilih strategi yang tepat
dalam memecahkan masalah. Secara umum strategi pemecahan masalah yang
sering di gunakan adalah strategi yang dikemukakan oleh Polya. Menurut Polya
(1973) terdapat empat langkah pemecahan masalah yaitu memahami masalah,
membuat rencana penyelesaian, melaksanakan perencanaan dan memeriksa
kembali.
Selain kemampuan pemecahan masalah, salah satu aspek afektif yang
harus diperhatikan dalam pembelajaran adalah self efficacy. Bandura (dalam
Mukhid, 2009) mendefinisikan self efficacy sebagai judgement seseorang atas
kemampuannya untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan yang mengarah
pada pencapaian suatu tujuan/hasil tertentu. Hasil penelitian Noer (2012)
menunjukkan bahwa self efficacy yang positif akan mempengaruhi mahasiswa
dalam pengambilan keputusan, dan mempengaruhi tindakan yang akan
dilakukannya. Selain itu, self efficacy berpengaruh terhadap seberapa jauh upaya
mendapat masalah. Dengan demikian dapat dikatakan, semakin tinggi self efficacy
seseorang, makin besar upaya, ketekunan dan fleksibilitasnya.
Untuk mengetahui tingkat self efficacy dalam diri seseorang maka dapat
ditandai dengan seberapa besar upaya yang dilakukanya untuk dapat memecahkan
masalah-masalah yang sedang di hadapi, siswa yang memiliki self efficacy rendah
untuk belajar mungkin menghindari tugas, sedangkan siswa yang memiliki
keyakinan tinggi kemungkinan akan lebih berpartisipasi dalam memecahkan
masalah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan self efficacy akan
menentukan 1) apakah perilaku itu akan dilakukan atau tidak, 2) seberapa banyak
usaha yang akan dihasilkan, dan 3) seberapa lama usaha yang akan didukung
dalam menghadapi tantangan. (Mukhid, 2009).
Schoenfeld (2013) menyatakan bahwa kesuksesan siswa dalam
memecahkan masalah didasari oleh 4 hal, yaitu knowledge, problem solving
strategies, metacognition and belief. Keempat keterampilan inilah yang harus
dimiliki siswa ketika akan memecahkan masalah. Akan tetapi, kebanyakan siswa
ketika diberi soal yang menantang menunjukkan kemampuan pemecahan masalah
yang masih lemah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeo (2000)
mengidentifikasikan kelemahan-kelemahan siswa dalam memecahkan masalah
berupa (1) kurangnya pemahaman siswa tentang masalah yang di ajukan, (2)
kurangnya kemampuan siswa untuk memilih strategi yang tepat, (3)
ketidakmampuan siswa dalam menerjemahkan masalah ke dalam bentuk model
matematika (d) ketidakmampuan dalam mengoreksi jawaban matematika yang
Temuan yang dikemukakan oleh Yeo, tidak jauh berbeda dengan yang
terjadi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Lawe Alas. Untuk observasi awal
peneliti memberikan soal pemecahan masalah untuk materi persamaan kuadrat
sebagai berikut:
“Sebidang tanah berbentuk persegi panjang. Keliling tanah itu adalah 52 m,
sedangkan luasnya adalah 160 m2. Tentukan panjang dan lebar tanah tersebut
serta penafsiran solusi masalahnya?”
Di bawah ini adalah salah satu jawaban siswa yang menjawab dengan salah
Gambar 1.1: Hasil jawaban siswa
Dari hasil kerja siswa, terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah
masih rendah. Salah satu contoh lemahnya kemampuan pemecehan masalah
adalah ketika siswa menjawab dengan langsung menggambar persegi panjang,
kemudian menebak berapa panjang dan keliling dari persegi panjang tersebut
hasilnya menjadi 160m2. Padahal langkah yang seharusnya dilakukan adalah
menentukan nilai atau dari keliling persegi panjang, kemudian mensubstitusi
nilai atau ke dalam rumus luas persegi panjang, sehingga akan membentuk
persamaan kuadrat, selanjutnya nilai dan bisa ditentukan dengan hanya
memfaktorkan persamaan kuadrat tersebut. Sebelumnya siswa telah mempelajari
persamaan kuadrat, tapi semua siswa tidak dapat menyelesaikannya. Alasan siswa
kebanyakan karena soalnya salah, tidak ada soal seperti itu dalam buku, belum
pernah dipelajari dan itu soal untuk persegi panjang.
Persentase banyaknya siswa yang tidak bisa menjawab soal yang
diberikan cukup tinggi. Dari 36 siswa, terdapat 21 (58,3%) siswa yang tidak
menjawab sama sekali dan 15 (41,7%) siswa yang menjawab tetapi masih terdapat
banyak kesalahan. Dari penelusuran yang peneliti temukan bahwa penyebab yang
banyak didapati adalah ketidakmampuan siswa merubah soal yang berbentuk
kontekstual ke dalam model matematika dan mengaitkan konsep yang sudah
dipelajari untuk memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan siswa tidak
memahami makna kalimat yang terdapat pada soal dan kesulitan dalam
merencanakan penyelesaian masalah. Apabila ditinjau dari upaya siswa dalam
menyelesaikan soal ini, tampak bahwa selain kemampuan pemecaham masalah
yang rendah, tingkat self efficacy juga masih rendah juga. Aspek ini bisa kita lihat
ketika siswa mendapatkan hambatan dalam memahami soal, maka siswa tersebut
tidak akan melakukan apapun untuk menyelesaikannya.
Tentu saja banyak faktor yang mempengaruhi mengapa permasalahan di
kelas dan kurangnya perhatian terhadap pengembangan kemampuan pemecahan
masalah dan self efficacy yang seharusnya dimiliki siswa setelah proses
pembelajaran. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap pencapaian tingkat
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan mengakibatkan rendahnya
hasil belajar dan cukup tingginya angka ketidakmampuan siswa dalam menjawab
soal yang menuntut kemampuan berfikir lebih tinggi.
Melihat adanya ketidakefektifan dalam pembelajaran memotivasi
peneliti melakukan suatu perubahan dengan cara memperbaiki proses
pembelajaran melalui pendekatan metakognitif. Proses berfikir dalam pemecahan
masalah memungkinkan siswa tentang memikirkan apa yang dipikirkan terkait
solusi yang akan diperoleh. Bransford et, all. (dalam Jbeili, 2012) mengemukakan
bahwa salah satu cara untuk mendukung dan meningkatkan kinerja matematika
siswa, penalaran matematika dan pengetahuan metakognitif adalah melalui
penyediaan strategi metakognitif yang merupakan metode pembelajaran yang
berkonsentrasi pada tingkat pemantauan pemahaman siswa. Dengan kata lain
Hacker (dalam Jbeili, 2012) berpendapat strategi metakognitif membimbing siswa
untuk berfikir sebelum, selama dan setelah pemecahan masalah. Ini dimulai
dengan membimbing siswa untuk merencanakan, memilih strategi yang tepat
untuk menyelesaikan tugas kemudian mengevaluasi proses dan hasil yang
didapatnya.
Terlaksananya proses pembelajaran dengan pendekatan metakognitif
merupakan salah satu pendekatan yang dapat mendukung untuk meningkatkan
seseorang memecahkan masalah dengan melibatkan kesadaran terhadap proses
berfikir serta kemampuan pengaturan diri, sehingga memungkinkan terbangunnya
pemahaman yang kuat dan menyeluruh terhadap masalah yang dihadapi disertai
dengan alasan yang logis.
Beberapa penelitian tentang penerapan pendekatan metakognitif yang
telah dilaksanakan menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nugrahaningsih (2012) menunjukkan bahwa dengan strategi metakognitif siswa
dapat bekerja lebih sistematis dengan hasil yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan
dengan siswa dapat menyelesaikan masalah secara sistematis, dapat
merencanakan dengan baik, dapat menghubungkan yang diketahui dengan yang
ditanyakan, mengetahui rumus-rumus yang diperlukan, dan dapat memilih rumus
yang paling cocok.
Penelitian ini difokuskan pada meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dan self efficacy siswa melalui pendekatan metakognitif. Dalam
pendekatan metakognitif ini siswa diarahkan untuk mengkontruksi sendiri konsep
yang akan di capai, dan diharapkan siswa dalam pembelajarannya dapat
merancang, memonitor dan mengevaluasi proses berfikir dan aktifitasnya dalam
memecahkan masalah. Pendekatan metakognitif yang dipilih dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode IMPROVE. IMPROVE merupakan akronim dari
Introducing the new concepts, Metecognitive Questioning, Practicing, Reviewing
and Reducing difficulties, Obtaining mastery, Verivication and Enrichment.
baru dengan menggunakan tipe pertanyaan, siswa berlatih mengajukan dan
menjawab pertanyaan metakognitif dalam menyelesaikan masalah dan diakhir
pembelajaran guru memberikan umpan balik.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan tersebut mendorong penulis
untuk melakukan kajian lebih spesifik mengenai “Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Self Efficacy Siswa Melalui Pendekatan Metakognitif di
Kelas X-1 SMA Negeri 1 Lawe Alas”.
1.2Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai
penyebab rendahnya hasil belajar matematika antara lain:
1. Lemahnya keterampilan siswa dalam memecahkan masalah.
2. Tingkat self efficacy siswa dalam memecahkan rendah.
3. Belum diterapkannya pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah dan self efficacy.
4. Belum diterapkannya pendekatan metakognitif dalam pembelajaran.
5. Rendahnya hasil belajar siswa.
6. Tingginya persentase ketidakmampuan siswa dalam menjawab soal yang
menuntut kemampuan berfikir lebih tinggi.
1.3Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas adalah
masalah yang cukup luas dan kompleks serta cakupan materi matematika yang
ini lebih terarah, efektif dan efisien serta memudahkan dalam melaksanakan
penelitian, penelitian ini dibatasi pada masalah:
1. Lemahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
2. Tingkat self efficacy siswa dalam memecahkan masalah belum baik.
3. Penerapan pendekatan metakognitif belum dilaksanakan dalam
pembelajaran.
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat
rumuskan masalah yang akan diteliti adalah
1. Bagaimana efektifitas pendekatan metakognitif terhadap kemampuan
pemecahan masalah dan self efficacy di kelas X-1 SMA Negeri 1 Lawe Alas
pada Materi persamaan kuadrat.
2. Bagaimana pendekatan metakognitif dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan dan self Efficacy siswa di kelas X-1 di SMA Negeri 1 Lawe Alas
pada materi persamaan kuadrat.
3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika melalui
pendekatan metakognitif.
1.5Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, yang
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan self
Efficacy siswa melalui pendekatan metakognitif di kelas X-1 SMA Negeri 1
Lawe Alas pada Materi persamaan kuadrat .
2. Untuk mengetahui efektifitas pendekatan metakognitif terhadap kemampuan
pemecahan masalah dan self efficacy di kelas X-1 SMA Negeri 1 Lawe Alas
pada Materi persamaan kuadrat.
3. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika melalui
pendekatan metakognitif.
1.6Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat berguna baik bagi guru,
bagi siswa maupun bagi peneliti.
1. Bagi guru, dapat menambah khasanah pembelajaran dan menjadi alternatif
pembelajaran yang sangat mungkin dijadikan sebagai salah satu metode dalam
pelaksanaan tugas mengajar guru di sekolah untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah.
2. Bagi siswa, pendekatan metakognitif diharapkan dapat merangsang siswa
melakukan eksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuan melalui pemecahan
masalah.
3. Bagi peneliti, memperoleh data mengenai kemampuan pemecahan masalah
dan dapat dijadikan acuan/referensi (penelitian yang relevan) pada penelitian
1.7Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap apa yang akan diteliti, maka
perlu adanya penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian
ini, beberapa istilah dalam penelitian ini adalah:
1. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan dengan menggunakan pengalaman dan
pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. proses siswa untuk menemukan
jawaban meliputi memahami masalah, menyusun rencana, menjalankan
rencana dan memeriksa kembali.
2. Self Efficacy yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keyakinan siswa
terhadap kemampuan dirinya sendiri untuk menyelesaikan tugas-tugas berupa
soal pemecahan masalah. Self efficacy mengacu kepada empat aspek yaitu
pencapaian kinerja, pengalaman orang lain, persuasi verbal dan indeks
psikologis.
3. Metakognitif merupakan kesadaran siswa terhadap kemampuan yang
dimilikinya serta kemampuan untuk memahami, mengontrol dan
memanipulasi proses-proses kognitif yang mereka miliki.
4. Pedekatan metakognitif merupakan pembelajaran yang diawali dengan
membimbing siswa untuk merencanakan, memilih strategi yang tepat untuk
menyelesaikan tugas kemudian mengevaluasi proses dan hasil yang
didapatnya.
5. Metode IMPROVE merupakan pembelajaran dimana guru mengantarkan
dan menjawab pertanyaan metakognitif dalam menyelesaikan masalah dan
130
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dengan menerapkan
pendekatan metakognitif pada materi persamaan kuadrat untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah dan self efficacy siswa, dapat disumpulkan
bahwa Peningkatan dapat dilihat dari segi afektif dan kognitifnya dengan data
sebagai berikut:
a. Data hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada siklus I untuk
keseluruhan aspek memperoleh rata-rata 73,32% dan pada siklus II meningkat
untuk keseluruhan aspek memperoleh rata-rata 83,71%. Ketuntasan belajar
siswa pada siklus I diperoleh bahwa 22 siswa (62,85%) mencapai ketuntasan
secara klasikal dan meningkat pada siklus II yaitu terdapat 31 siswa (88,57%)
yang mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Sedangkan hasil data angket
self efficacy pada siklus I untuk kategori pengalaman autentik memperoleh
rata-rata sebesar 2,95, indikator pengalaman orang lain pada siklus I
memperoleh rata-rata 3,07, indikator pendekatan sosial atau verbal pada siklus
I memperoleh rata-rata 2,78, indikator indeks psikologi pada siklus I
memperoleh rata-rata 2,54 mengalami peningkatan pada siklus II yaitu untuk
pengalaman autentik memperoleh rata-rata sebesar 3,24, indikator pengalaman
orang lain memperoleh rata-rata 3,31, indikator pendekatan sosial atau verbal
memperoleh rata-rata 3,17, indikator indeks psikologi memperoleh rata-rata
131
b. Efektifitas pendekatan metakognitif dapat dilihat dari data hasil observasi
kemampuan guru mengelola pembelajaran pada siklus I memperoleh rata-rata
sebesar 3,67 atau berada pada kategori cukup dan mengalami peningkatan
pada siklus II yaitu memperoleh rata-rata sebesar 4,29 atau berada pada
kategori baik. Data hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan bahwa pada
siklus I terdapat 5 kategori aspek pengamatan yang memenuhi waktu ideal
yang telah ditentukan dan pada siklus II terdapat 6 kategori aspek pengamatan
yang memenuhi waktu ideal yang ditentukan.
c. Data hasil respon siswa untuk setiap kategori memperoleh persentase lebih
dari 80%.
Berdasarkan data yang diperoleh diatas bahwa pembelajaran dengan
pendekatan metakognitif efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dan self efficacy siswa serta respon yang diberikan siswa terhadap
pembelajaran ini adalah positif.
5.2 Saran
Berdasarkan pengalaman peneliti selama pelaksanaan penelitian, peneliti
memberikan masukan atau saran yang perlu dipertimbangkan oleh berbagai pihak
berkaitan dengan penerapan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif
sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy
siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat:
1. Kepada pihak sekolah, diharapkan agar pembelajaran ini dapat menjadi
132
bergantian dengan model pembelajaran lain. Karena pembelajaran ini dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy siswa.
2. Dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
siswa sebaiknya disediakan alokasi waktu yang cukup sehingga siswa lebih
leluasa dalam menggali pengetahuan yang dimilikinya.
3. Memberikan soal-soal dengan variasi yang berbeda-beda sehingga siswa
mempunyai banyak pengalaman dalam menyelesaikan soal. Selain itu,
pertanyaan-pertanyaan metakognitif hendaknya direncakan terlebih dahulu
untuk memberikan bantuan kepada siswa dalam membimbing siswa
memperoleh pengatahuan dan pengalaman baru.
4. Bagi guru yang akan mengajar dengan menggunakan angket self efficacy agar
memperhatikan siswa yang interpersonal dan intrapersonal sehingga penilaian
yang dilakukan benar-benar sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Berikan
pemahaman bahwa belajar berkelompok jauh lebih besar manfaatnya dari
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Dzulfikar, A. (2013). Studi Literatur: Pembelajaran Kooperatif Dalam Mengatasi Kecemasan Matematika dan Mengembangkan Self Efficacy Matematis Siswa. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan Tema “Penguatan Peran Matematika dan
Pendidikan Matematika Untuk Indonesia yang lebih baik”. ISBN: 978
-979-16353-9-4. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS).
Irfanyudistira. (2011). Perkembangan Kognitif Siswa Menurut Piaget. (Online) Diunduh: Kamis, 28 November 2013. Irfanyudistira.wordpress.com
Jbeili, I. (2012). The Effect of Cooperative Learning with Metacognitive Scaffolding on Mathematics Conceptual Understanding and Procedural Fluency. In International Journal for Research in Education (IJRE). No.
32, 2012 [online].
Tersedia:http://www.fedu.uaeu.ac.ae/journal/docs/pdf/pdf32/10.%20Algobali %20Eng..pdf. [diakses 25 Februari 2014]
Kilpatrick, J., Swafford, J., and Findell, B. (2001). Adding it up: Helping Children Learn Mathematics. United States: The National Academy of Sciences.
Kramarski, B. And Mizrachi, N. (2004). Enhancing Mathematical Literacy with The Use of Metacognitive Guidance in Forum Discussion. In Proceeding of the 28th Conference of International Group for Psychology of
Mathematics Education [online]. Tersedia:
http://www.emis.de/proceedings/PME28/RR/RR306_Kramarski.pdf. [diakses 15 Maret 2014]
Liberna, H. (2012). Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa Melalui Penggunaan Metode IMPROVE Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Jurnal Formatif 2 (3): 190-197. ISSN: 2088-351X.
Mukhid, A. (2009). “Self efficacy (Perspektif Teori Kognitif Sosial dan
Implikasinya terhadap Pendidikan)”. Tadris, 4, (1), 108-122.
134
Murni, A. (2010). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Metakognitif Berbasis Masalah Kontekstual. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ”Peningkatan Kontribusi Penelitian dan Pembelajaran Matematika dalam Upaya Pembentukan Karakter Bangsa ” pada tanggal 27 November 2010. Yogyakarta: FMIPA UNY.
National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (2000). Professional Standards For School Mathematics. Virginia: Reston
Noer, S. H. (2012). Self-Efficacy Mahasiswa Terhadap Matematika. Makalah Dipresentasikan Dalam Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan
Matematika Dengan Tema “Kontribusi Pendidikan Matematika Dan
Matematika Dalam Membangun Karakter Guru Dan Siswa”. ISBN: 978
-979-16353-8-7. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Nugrahaningsih, K.T. (2012). Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. Magistra No.82 Th. XXIV Desember 2012. ISSN 0215-9511.
Ozsoy, G. dan Ataman, A. (2009). The effect of metacognitive strategy training on mathematical problem solving achievement. In International Electronic Journal of Elementary Education (IEJEE), Vol 1, Issue 2, March 2009.
ISSN 1307-9298. [Online]. Tersedia:
http://www.iejee.com/1_2_2009/ozsoy_ataman.pdf. [diakses 8 Maret 2014
Polya, G. (1973). How to Solve it: A New Aspert of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press.
Polya, G. (1981). Mathematical Discovery: On Understanding, Learning and Teaching Problem Solving. New York: John Wiley & Sons, Inc
Prihandoko, A.C. (2005). Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya Dengan Menarik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Riegelman, N. R. (2007). Fostering Mathematical Thinking and Problem Solving:
The Teacher’s Role. NCTM. New York: Mac Millan.
135
Schoenfeld, A. H. (1992). Learning To Think Matematically: Problem Solving, Metacognition, And Sense-Making in Mathematics. In D. Grouws (Ed.). Handbook for Research on Mathematics Teaching and Learning (pp.334-370). Newyork: MacMillan. [online]. Tersedia: http://jwilson.coe.uga.edu/EMAT7050/Schoenfeld_MathThinking.pdf. [diakses 26 September 2013]
Schoenfeld, A.H. (2013). Reflections on Problem Solving Theory and Practice. The Mathematics Enthusiast, ISSN 1551-3440, Vol.10, nos 1&2, pp.9-34. The University of Montana.
Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika.
Sudiarta, I. P. G. (2007). Penerapan Strategi Pembelajaran Berorientasi Pemecahan Masalah Dengan Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Matakuliah Statistika Matematik I Tahun 2006/2007. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSA, No. 3 Th. XXXX Juli 2007.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.