• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Experimental Perbandingan Perilaku Kuat Geser Pada Tanah Lempung Yang Distabilisasi Dengan Bahan Pencampur Gypsum Dan Semen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Experimental Perbandingan Perilaku Kuat Geser Pada Tanah Lempung Yang Distabilisasi Dengan Bahan Pencampur Gypsum Dan Semen"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

STUDI EXPERIMENTAL PERBANDINGAN

PERILAKUKUATGESER PADA TANAH LEMPUNG

YANG DISTABILISASI DENGAN BAHAN PENCAMPUR

GYPSUM DAN SEMEN

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat

untuk menjadi Sarjana

Disusun Oleh :

09 0404 155 Elisa Dwijayanti Purba

BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Dalam dunia konstruksi masalah yang ditimbulkan oleh sifat fisik dan mekanis tanah sering ditemui. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan proses stabilisasi tanah untuk perbaikan tanah. Proses stabilisasi tanah tersebut dapat dilakukan dengan cara

mencampurkan bahan stabilisator seperti semen, gypsum, fly ash,

bitumen,kapur, dan bahan-bahan olahan limbah pabrik lainnya.

Dalam penelitian ini akan dilakukan proses stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan campuran gypsum dan semen dengan variasi kadar masing-masing campuran sebesar 4%, 8%, 10% dan 15% serta membandingkan kedua hasil dari bahan tersebut terhadap uji kuat tekan bebas tanah (Unconfined Compression Test). Tanah yang digunakan adalah tanah dengan jenis lempung.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa sampel tanah asli memiliki kadar air 20,41%, berat jenis tanah 2,65, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6, yaitu lempung dengan penilaian sedang sampai buruk.

Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) terhadap sampel tanah yang telah dicampur gypsum dan semen dengan variasi kadar yang telah ditetapkan dan masa peram selama 15 hari menghasilkan nilai pengujian kuat tekan tanah yang meningkat seiring bertambahnya kadar campuran. Hal tersebut terjadi pada campuran gypsum maupun semen. Akan tetapi, hasil nilai kuat tekan tanah yang lebih besar untuk kadar variasi campuran yang sama diperoleh dengan bahan pencampur gypsum. Bahan pencampur semen menunjukkan hasil yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan gypsum. Seperti pada hasil pengujian kuat tekan bebas tanah untuk bahan pencampur gypsum pada kadar 15% mencapai 9,388 kg/cm2 sedangkan untuk tanah lempung dengan bahan pencampur semen pada kadar campuran yang sama yaitu 15% hanya mencapai 6,063 kg/cm2.

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

atas segala berkat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga mampu

menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Teknik Sipil bidang Geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Studi Experimental Perbandingan

Perilaku Kuat Geser Pada Tanah Lempung Yang Distabilisasi Dengan Bahan Pencampur Gypsum Dan Semen”.

Dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini tentu ada kendala-kendala

yang harus dilalui. Hal tersebut dapat dilalui oleh Penulis dengan berbagai

dukungan, bantuan dan bimbingan oleh beberapa pihak. Sehingga dalam

kesempatan ini, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., sebagai Dosen Pembimbing dan Penguji

yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, saran

serta motivasi kepada Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. dan Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT.,

sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik

(4)

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan

memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu Penulis dalam

kelancaran perkuliahan selama menempuh masa studi.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua saya, papa tersayang Drs. Kosben

Purba dan mama saya yang terhebat Bertha N. Siagian terima kasih yang

teramat dalam untuk segala pengorbanan, cinta kasih yang tiada batas,

bimbingan, dukungan, doa serta kesabaran dalam mendidik saya.

8. Untuk kakak saya tercinta Yulietha Fauzyana Purba, S.S yang walaupun

saat ini sedang berada jauh dari keluarga di Jerman tetapi tidak pernah

bosan untuk memberikan dukungan, doa, kasih sayang serta nasehat dan

saran kepada Penulis. I miss you so much.

9. Untuk adik saya tercinta Ary Prabowo H. Purba atas segala dukungan, doa

dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini kepada Penulis. Serta

untuk Inanguda T.M.Rita Siagian, S.Pd, MM., serta keluarga terima kasih

atas segala nasehat, motivasi dan doa bagi Penulis.

10. Teman-teman tersayang Maria, Plani, Sumihar, Yessica, Desi, Manna

Grace dan Mariance atas segala dukungan, bantuan, doa dan kenangan

(5)

11.Teman-teman seperjuangan Geoteknik 2009, Agrifa, Atina, Erin,

Hasoloan, Manna serta Nita terima kasih atas segala bantuannya selama

ini.

12.Teman-teman yang telah banyak membantu selama proses pengerjaan

penelitian ini,Wahyu, Suparta, Sahala, Frengky, Adi Pranata, Edwin,

Yoppie, Erik, Abraham, Jimmy, Antonius Ariyoga, Jostar serta

teman-teman mahasiswa/i angkatan 2009 sipil lainnya yang tidak dapat

disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama

ini.

13.Untuk abang-abang dan kakak-kakak angkatan 2006 atas motivasi dan

nasehat kepada Penulis serta adik-adik angkatan 2012 atas segala

bantuannya.

14.Untuk seluruh asisten Laboratorium Mekanika Tanah USU yang telah

turut membantu dan telah memberikan izin penggunaan tempat, terima

kasih atas kerja samanya.

15.Untuk seluruh asisten Laboratorium Beton USU yang telah turut

membantu dan telah memberikan izin penggunaan tempat, terima kasih

atas kerja samanya.

16.Dan segenap pihak yang belum dapat Penulis sebutkan di sini atas segala

jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun,

(6)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.Oleh

karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan

Tugas Akhir ini.

Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang

sebesar–besarnya bagi kita semua.Amin.

Medan, Februari 2014

09 0404 155

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Umum ... 1

1.2 Latar Belakang ... 3

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Metodologi Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Tanah ... 8

2.2 Elemen Tanah ... 10

2.3 Uji Klasifikasi Tanah ... 16

2.3.1Batas-Batas Atterberg ... 16

2.3.1.1 Batas Cair ... 17

2.3.1.2 Batas Plastis ... 19

(8)

2.3.1.4 Indeks Plastisitas ... 20

2.5.2.3 Montmorillonite ... 36

2.5.3 Sifat Umum Lempung ... 37

2.6 Stabilisasi Tanah ... 42

2.6.1 Konsep Umum Stabilisasi Tanah ... 42

2.6.2 Stabilisasi Tanah dengan Gypsum ... 47

2.6.2.1 Gypsum ... 48

2.6.2.2 Komposisi Kimia Gypsum ... 50

2.6.3 Stabilisasi Tanah dengan Semen ... 51

2.6.3.1 Semen ... 53

2.6.3.2 Proses Kimia Stabilisasi Tanah Semen ... 59

2.7 Pemadatan Tanah ... 60

(9)

2.7.2 Pemadatan Laboratorium dan Pemadatan Lapangan ... 63

2.8 Kuat Geser ... 63

2.8.1 Konsep Umum Kuat Geser ... 63

2.8.2 Uji Kuat Tekan Bebas ... 65

2.8.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb ... 68

2.8.4 Sensitifitas Tanah Lempung ... 69

2.9 Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 73

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 75

3.1 Program Penelitian... 75

3.2 Pekerjaan Persiapan ... 77

3.3 Proses Pengambilan Sampel... 77

3.4 Pembuatan Benda Uji ... 78

3.4.1 Penentuan Kombinasi Campuran ... 78

3.4.2 Pembuatan Benda Uji Untuk Uji Kuat Tekan Bebas ... 79

3.5 Pekerjaan Laboratorium ... 80

3.5.1 Uji Sifat Fisik Tanah ... 80

3.5.2 Uji Sifat Mekanis Tanah ... 80

3.5.2.1 Uji Proctor Standar ... 80

3.5.2.2Uji Kuat Tekan Bebas ... 81

3.6 Analisis Data Laboratorium ... 82

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 83

(10)

4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 83

4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 83

4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator ... 86

4.2.2.1 Batas Cair ... 88

4.2.2.2 Batas Plastis ... 89

4.2.2.3 Indeks Plastisitas ... 90

4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 91

4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah ... 91

4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah dengan Bahan Stabilisator ... 92

4.3.3 Berat Isi Kering Maksimum ... 93

4.3.4 Kadar Air Maksimum Campuran... 95

4.3.5 Pengujian Kuat Tekan Bebas ... 96

4.4 Keruntuhan Benda Uji ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

5.1 Kesimpulan... 103

5.2 Saran ... 106

(11)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Tiga Fase Elemen Tanah 10

2.2 Batas-Batas Atterberg 17

2.3 Alat Uji Batas Cair 18

2.4 Klasifikasi Berdasar Tekstur Tanah 24

2.5 Klasifikasi Tanah Sistem Unified 26

2.6 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 28

2.7 Struktur Atom Mineral Lempung 33

2.8 Struktur Kaolinite 34

2.9 Struktur Illite 36

2.10 Struktur Montmorillonite 37

2.11 SifatDipolarMolekulAir 40

2.12 MolekulAirDipolardalamLapisanGanda 40

2.13 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah 62

2.14 Skema Uji Tekan Bebas 66

2.15 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan

qudi atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap 67

2.16 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser 68

2.17 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded 69

2.18 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded 70

3.1 Diagram Alir Penelitian 76

4.1. Plot grafik klasifikasi USCS 85

4.2. Grafik analisa saringan 85

4.3. Grafik Batas Cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit 86

4.4. Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL)

denganpersentase bahan stabilisator gypsum dan semen

dengan waktu pemeraman selama 15 hari. 88

4.5. Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL)

denganpersentase bahan stabilisator gypsum dan semen

(12)

4.6. Grafik hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (IP) denganpersentase bahan stabilisator gypsum dan semen

dengan waktu pemeraman selama 15 hari. 90

4.7. Kurva kepadatan tanah 92

4.8. Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum ( γd maks) tanah dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama

15 hari. 94

4.9. Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah ( wopt )

danvariasi campuran dengan waktu pemeraman selama 15 hari. 96

4.10. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli

dan tanah remoulded. 98

4.11. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan

variasicampuran dengan waktu pemeraman selama 15 hari 98

4.12. Pola Retak Benda Uji Campuran Gypsum 101

(13)

DAFTAR TABEL

2.1 Derajat KejenuhandanKondisi Tanah 13

2.2 Berat Jenis Tanah 16

2.3 IndeksPlastisitas Tanah 20

2.4 AktivitasTanahLempung 38

2.5 Pengujian Pemadatan Proctor 61

2.6 Hubungan Kuat Tekan Bebas Lempung Dengan Konsistensinya 67

2.7 Sensitifitas Lempung 71

4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah 84

4.2 Data HasilUjiAtterberg Limit 87

4.3 Data UjiPemadatan Tanah 92

4.4 Data Hasil Uji Pemadatan (Compaction) 93

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran-1, Data Uji Laboratorium, Kadar Air dan Berat Jenis

Lampiran-2, Data Uji Laboratorium, Analisa Saringan

Lampiran-3, Data Uji Laboratorium, Compaction Test

Lampiran-4, Data Uji Laboratorium, Atterberg Limit

Lampiran-5, Data Uji Laboratorium, Unconfined Compression Test

(15)

ABSTRAK

Dalam dunia konstruksi masalah yang ditimbulkan oleh sifat fisik dan mekanis tanah sering ditemui. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan proses stabilisasi tanah untuk perbaikan tanah. Proses stabilisasi tanah tersebut dapat dilakukan dengan cara

mencampurkan bahan stabilisator seperti semen, gypsum, fly ash,

bitumen,kapur, dan bahan-bahan olahan limbah pabrik lainnya.

Dalam penelitian ini akan dilakukan proses stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan campuran gypsum dan semen dengan variasi kadar masing-masing campuran sebesar 4%, 8%, 10% dan 15% serta membandingkan kedua hasil dari bahan tersebut terhadap uji kuat tekan bebas tanah (Unconfined Compression Test). Tanah yang digunakan adalah tanah dengan jenis lempung.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa sampel tanah asli memiliki kadar air 20,41%, berat jenis tanah 2,65, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6, yaitu lempung dengan penilaian sedang sampai buruk.

Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) terhadap sampel tanah yang telah dicampur gypsum dan semen dengan variasi kadar yang telah ditetapkan dan masa peram selama 15 hari menghasilkan nilai pengujian kuat tekan tanah yang meningkat seiring bertambahnya kadar campuran. Hal tersebut terjadi pada campuran gypsum maupun semen. Akan tetapi, hasil nilai kuat tekan tanah yang lebih besar untuk kadar variasi campuran yang sama diperoleh dengan bahan pencampur gypsum. Bahan pencampur semen menunjukkan hasil yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan gypsum. Seperti pada hasil pengujian kuat tekan bebas tanah untuk bahan pencampur gypsum pada kadar 15% mencapai 9,388 kg/cm2 sedangkan untuk tanah lempung dengan bahan pencampur semen pada kadar campuran yang sama yaitu 15% hanya mencapai 6,063 kg/cm2.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Umum

Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang

yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang

teknik sipil baik sebagai bahan bangunan maupun sebagai pendukung pondasi dari

bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

tanpa kandungan bahan organik dapat didefenisikan sebagai material yang terdiri

dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat

secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk

(yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi

ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1998). Oleh karena

tanah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perencanaan suatu konstruksi

maka tanah menjadi komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan

konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti plastisitas serta

kekuatan geser dari tanah tersebut.

Berdasarkan ASTM D2487, pembagian klasifikasi butiran tanah adalah

sebagai berikut :

Cobble adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan 12 in (300 mm)

dan tinggal dalam saringan 3 in (75 mm) (untuk saringan dengan lubang

bujursangkar standar Amerika).

Boulder adalah partikel-partikel batuan yang tidak lolos dalam saringan 12

(17)

• Kerikil adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan 3 in. (75 mm)

dan tertahan dalam saringan no.4 (4,75 mm).

• Pasir adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan no.4 (4,75 mm)

dan tinggal dalam saringan no.200 (0,075 mm), dengan pembagian sebagai

berikut:

o Pasir kasar; butirannya lolos saringan no.4 (4,75 mm) dan tertahan

dalam saringan no.10 (2 mm).

o Pasir sedang; butirannya lolos saringan no.10 (2 mm) dan tertahan

dalam saringan no.40 (0,425 mm).

o Pasir halus; butirannya lolos saringan no.40 (0,425 mm) dan

tertahan dalam saringan no.200 (0,075 mm).

• Lanau adalah tanah yang butirannya lolos saringan no.200 (0,075 mm).

• Lempung adalah tanah berbutir halus yang lolos saringan no.200 (0,075

mm). Lempung mempunyai sifat plastis dalam kisaran air tertentu dan

kekuatannya tinggi bila tanahnya pada kondisi kering udara.

Butiran lempunglebih halus dari lanau, merupakan kumpulan butiran

mineral kristalin yang bersifat mikroskopis dan berbentuk serpih-serpih atau

pelat-pelat.Material ini bersifat plastis, kohesif dan mempunyai kemampuan menyerap

ion-ion.Sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan air dalam tanah

(Hardiyatmo,2011).

Sifat yang khas dari tanah lempung adalah dalam keadaan kering maka

akan bersifat keras sedangkan jika dalam keadaan basah akan bersifat lunak dan

plastis dan kohesif, mengalami peristiwa pengembangan dan penyusutan yang

(18)

pengaruh adanya air yang bercampur. Sifat yang khas dari tanah lempung

tersebutlah yang dapat membahayakan suatu konstruksi. Salah satu cara untuk

mengatasi permasalahan tersebut adalah menstabilisasikan tanah dengan

meningkatkan daya dukung tanah asli. Maka dari itu perlu dilakukan stabilisasi

pada tanah lempung ini.

Stabilisasi tanah dapat dilakukan secara mekanis, fisis maupun kimiawi.

Dimana dalam penelitian kali ini, penulis akan melakukan usaha penstabilisasian

tanah secara kimiawi yang digunakan dengan cara menambahkan bahan

pencampur (stabilizing agents) pada tanah yang akan distabilisasi. Bahan

pencampur yang dipilih adalah gypsum dan semen dengan tujuan peningkatan

kuat geser tanah lempung.

1.2 Latar Belakang

Tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)

mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama

lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)

disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara

partikel-partikel padat tersebut.

Tanah juga berguna sebagai bahan konstruksi pada berbagai macam

pekerjaan Teknik Sipil dan sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Oleh

karena itu, penelitian terhadap tanah sangatlah dibutuhkan untuk menjamin

stabilitas bangunan karena kekuatan struktur secara langsung akan dipengaruhi

(19)

meneruskan beban yang bekerja. Lempung merupakan salah satu jenis tanah yang

sangat dipengaruhi oleh kadar air dan memiliki sifat yang cukup kompleks.

Dalam pengerjaan bangunan sipil, nilai kuat geser tanah dasar adalah salah

satu hal yang berpengaruh dalam perencanaan bangunan sipil tersebut, maka

sebelum tanah tersebut digunakan dapat dilakukan stabilisasi yakni suatu tindakan

memperbaiki beberapa sifat-sifat teknis tanah baik secara fisik, kimiawi, maupun

mekanis sehingga dapat mengatasi fluktuasi muka air yang cukup tinggi sebagai

akibat dari pergantian musim yang sering terjadi di Indonesia.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki cara perbaikan

tanah dengan menstabilisasikannya terhadap bahan pencampur seperti gypsum,

abu sekam padi, abu terbang (fly ash), bubur kayu, semen atau bahkan

pengkombinasian di antara bahan-bahan tersebut. Pada kesempatan ini, penulis

ingin meneliti mengenai penstabilisasian tanah lempung dengan gypsum dan

dengan campuran semen dan membandingkannya terhadap penggunaan yang

lebih efektif untuk meningkatkan nilai kuat geser tanah dengan menggunakan cara

uji kuat geser tanah melalui uji Kuat Tekan Bebas UCS (Unconfined Compression

Strength Test).

Stabilisasi tanah lempung dengan menggunakan campuran semen

dianggap bisa digunakan karena semen merupakan bahan pozolanik yang sifatnya

dapat mengikat serta dapat mengeras bila bereaksi dengan air. Demikian pula

dengan gypsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik

dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan pencemaran

udara, murah, tahan api, tahan deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap

(20)

Dengan adanya penambahan bahan pencampur gypsum atau bahan

pencampur semen, maka tanah yang mengandung kadar air tertentu dapat

mengeras sehingga akan meningkatkan kestabilannya. Kedua bahan pencampur

(stabilizing agents) ini dipilih karena bahan stabilisasi tersebut mudah diperoleh di

pasaran serta efektif.Perbedaannya adalah gypsum memiliki sifat yang lebih cepat

mengeras dibandingkan semen yaitu sekitar 10 menit.

1.3 Rumusan Masalah

Memberikan pemaparan perbandingan terhadap besar perubahan kuat

geser tanah yang terjadi pada lempung yang distabilisasi dengan gypsum maupun

yang distabilisasi dengan semen dengan masing-masing kadar pencampuran yang

sama yaitu 4%, 8%,10% dan 15%. Dasar pengambilan variasi kadar campuran

dilakukan secara acak (random).

1.4 Maksud Dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

pencampuran gypsum pada tanah lempung atau semen pada tanah lempung

terhadap uji Kuat Tekan Bebas UCS (Unconfined Compression Strength Test).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

• Mengetahui pengaruh penambahan gypsum maupun semen pada tanah

lempung (clay) terhadap index properties.

• Melakukan pengujian terhadap tanah asli (dalam hal ini tanah lempung)

maupun tanah asli yang telah diberi bahan pencampur gypsum dan tanah asli

(21)

pengaruh terhadap besarnya kuat tekan dari tanah setelah diberi campuran

tersebut selama 15 hari.

• Memaparkan perbandingan dari hasil pengujian kedua bahan pencampur

yakni gypsum serta semen terhadap kuat geser tanah lempung yang telah

distabilisasi.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini terbagi atas sejumlah pengamatan terhadap contoh tanah

terganggu (disturbed) dan tidak terganggu (undisturbed). Berikut ini adalah

metodologi dari penelitian ini, yaitu :

1. Tanah yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung yang berasal

dari Jl. Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara.

2. Uji index properties tanah asli untuk mengetahui sifat fisis tanah yang

dilakukan pada awal penelitian, meliputi:

 Uji kadar air

 Uji berat jenis tanah

 Uji nilai Atterberg (batas-batas konsistensi)

 Uji distribusi butiran atau analisa saringan

3. Uji pendahuluan kepadatan tanah asli untuk pembuatan benda uji dengan

standard Proctor.

4. Tipe semen yang digunakan adalah semen Portland type I merek Semen

Padang dan gypsum yang digunakan adalah gypsum dengan merek

(22)

5. Menghitung pengaruh bahan campuran gypsum terhadap parameter kuat

geser tanah dengan persentase 0%, 4%, 8%, 10% dan 15% gypsum dari

berat kering udara lempung.

6. Menghitung pengaruh bahan campuran semen terhadap parameter kuat

geser tanah dengan persentase 0%, 4%, 8%, 10% dan 15% semen dari

berat kering udara lempung.

7. Dilakukan penambahan kadar air terhadap masing-masing bahan

pencampur sebesar 2% dari setiap persentase bahan campuran pada setiap

benda uji untuk menghindari terjadinya absorbsi air akibat bahan

pencampur (Soil Cement Base).

8. Waktu pemeraman (curing time) pada masing-masing benda uji agar

campuran merata ditetapkan selama 15 hari. Hal tersebut ditetapkan untuk

melihat besarnya perkuatan tanah terhadap kuat geser dengan waktu

pemeraman yang lebih lama dari 7 hari.

9. Tidak dilakukan pencarian nilai persentase optimum campuran untuk

mendapatkan besar kuat tekan maksimum terhadap setiap bahan campuran

untuk menstabilisasi tanah lempung.

10.Pengujian terhadap sifat fisik tanah yang dilakukan terhadap benda uji

yang telah diberi campuran bahan stabilisator mencakup pengujian

Atterberg, pemadatan tanah serta pengujian kuat tekan bebas. Pengujian

analisa distribusi ukuran tanah tidak dilakukan terhadap tanah lempung

yang telah dicampur dengan gypsum maupun semen.

11.Pemeriksaan kuat geser tanah dilakukan dengan carauji Kuat Tekan Bebas

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Dalam bidang keteknikan defenisi dari tanah tentu agak sedikit berbeda

dengan defenisi yang digunakan dalam bidang lain. Tanah didefinisikan sebagai

material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak

tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik

yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang

mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,1998).

Berdasarkan asalnya, tanah dapat diklasifikasikan secara luas menjadi

tanah organik dan anorganik.Tanah organik adalah campuran yang mengandung

bagian-bagian yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan

kadang-kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme kecil.Tanah

inorganik berasal dari pelapukan batuan secara kimia maupun fisis (Dunn et al.,

1980).

Secara garis besar karakteristik beberapa jenis tanah dapat dilihat sebagai

berikut (Dunn et al., 1980) :

• Pasir lepas hanyalah suatu deposit pasir dengan kepadatan yang rendah.

Beban bergetar cenderung akan memadatkan deposit ini. Pasir lepas juga

(24)

dapat mengakibatkan pencairan (liquifaction) apabila pasir tersebut jenuh

dan juga penurunan yang cukup besar.

• Tanah lus (loess) adalah suatu deposit yang relatif seragam, tanah lanau

bawaan angin. Tanah ini mempunyai permeabilitas vertikal yang relatif

tinggi dan permeabilitas horizontal yang rendah. Tanah lus menjadi sangat

kompresibel apabila jenuh. Hal ini sering menimbulkan masalah pada

bangunan air seperti saluran dan bendungan tanah yang dibangun di atas

tanah lus.

• Lempung yang tekonsolidasi normal adalah tanah lempung yang tidak

pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada

pada saat sekarang. Tanah ini pada umumnya cenderung sangat

kompresibel, mempunyai daya dukung ultimit rendah dan permeabilitas

yang rendah. Tanah ini sering tidak mampu mendukung bangunan dengan

pondasi dangkal.

• Lempung terkonsolidasi lebih adalah lempung yang pada masa silam

pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada

sekarang. Lempung yang tingkat terkonsolidasi-lebihnya tinggi pada

umumnya cenderung mempunyai suatu daya dukung ultimit yang agak

tinggi dan relatif tidak kompresibel.

• Bentonit adalah lempung yang mempunyai plastisitas tinggi yang

dihasilkan dari dekomposisi abu vulkanis. Tanah ini bersifat ekspansif

yang mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh. Bentonit sering

dipergunakan secara menguntungkan sebagai pelapis kedap air suatu

(25)

pelat beton dan elemen bangunan lain apabila tanah tersebut mengalami

perubahan kadar air karena perubahan musim.

• Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat atau suatu tanah

yang mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar. Gambut

mempunyai angka pori yang sangat tinggi dan sangat kompresibel.

2.2 Elemen Tanah

Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan

udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1

Gambar 2.1 Tiga fase elemen tanah

Gambar 2.1 memperlihatkan ketiga fase elemen tanah yang mempunyai

volume V dan berat total W. Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan

antara volume-berat dari tanah berikut :

(26)

� = � + � +� (2.2)

Dimana :

��: volume butiran padat (cm3)

��:volume pori (cm3)

��: volume air di dalam pori (cm3)

��: volume udara di dalam pori (cm3)

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari

contoh tanah dapat dinyatakan dengan :

� = � + � (2.3)

Dimana:

�� : berat butiran padat (gr)

��: berat air (gr)

Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah

angka pori(void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree of

saturation).

1. Angka Pori (Void Ratio)

Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara

volume rongga () dengan volume butiran () dalam tanah, atau :

� = ��

(27)

Dimana:

� : angka pori

�� : volume rongga(cm3)

�� : volume butiran(cm3)

2. Porositas (Porocity)

Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan

antara volume rongga () dengan volume total () dalam tanah, atau :

3. Derajat Kejenuhan (S)

Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai

perbandingan antara volume air () dengan volume total rongga pori tanah ().

Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah ()

dapat dinyatakan dalam persamaan:

� (%) = ��

��� 100 (2.6)

Dimana:

� : derajat kejenuhan

(28)

�� :volume total rongga pori tanah(cm3)

Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002)

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 - 0,25

Tanah lembab 0,26 - 0,50

Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75

Tanah basah 0,76 - 0,99

Tanah jenuh 1

4. Kadar Air (Moisture Water Content)

Kadar air atau water content (w) adalah persentase perbandingan berat air

() dengan berat butiran () dalam tanah, atau :

�(%) = ��

�� � 100 (2.7)

Dimana:

�� ∶ kadar air

�� ∶berat air (gr)

(29)

5. Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)

Berat volume basah () adalah perbandingan antara berat butiran tanah

termasuk air dan udara () dengan volume total tanah (). Berat volume tanah

() dapat dinyatakan dalam persamaan :

�� = � (2.8)

Dimana:

�� : berat volume basah (gr/cm3)

� : berat butiran tanah (gr)

� : volume total tanah(cm3)

6. Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)

Berat volume kering () adalah perbandingan antara berat butiran tanah

() dengan volume total tanah (). Berat volume tanah () dapat dinyatakan

dalam persamaan :

�� = �� (2.9)

Dimana:

�� : berat volume kering (gr/cm3)

�� : berat butiran tanah (gr)

(30)

7. Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat volume butiran padat () adalah perbandingan antara berat butiran

tanah () dengan volume butiran tanah padat (). Berat volume butiran padat

() dapat dinyatakan dalam persamaan :

�� = �� (2.10)

Dimana:

�� : berat volume padat (gr/cm3)

�� : berat butiran tanah (gr)

�� : volume total padat (cm3)

8. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis tanah atau specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai

perbandingan antara berat volume butiran tanah () dengan berat volume air ()

dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah () dapat

dinyatakan dalam persamaan :

�� = � (2.11)

Dimana:

�� : berat volume padat (gr/cm3)

�� : berat volume air(gr/cm3)

�� : berat jenis tanah

(31)

Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 2002)

Macam Tanah Berat Jenis

Kerikil 2,65 - 2,68

Pasir 2,65 - 2,68

Lanau tak organic 2,62 - 2,68

Lempung organic 2,58 - 2,65

Lempung tak organic 2,68 - 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 - 1,80

2.3 Uji Klasifikasi Tanah

Dalam mengklasifikasikan tanah dapat dilakukan beberapa uji yaitu uji

batas Atterberg, analisa ukuran butir, analisis hidrometer.

2.3.1 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Atterberg adalah seorang ilmuwan tanah dari Swedia yang pada tahun

1911 telah berhasil mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat

konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi yang disebut

batas-batas Atterberg. Kegunaan batas-batas Atterberg dalam perencanaan adalah

memberikan gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang

bersangkutan.

Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung,

yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas.Atterberg memberikan cara untuk

(32)

mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981).Tanah

yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu

kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam

hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah,

tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat,

plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.

PadatSemi Padat Plastis Cair

Batas Susut Batas Plastis Batas Cair

(Shrinkage Limit) (Plastic Limit) (Liquid Limit)

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg

Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu

batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage

limit).

2.3.1.1 Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan

cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Pada kadar air yang

sangat tinggi, tanah berperilaku sebagai cairan encer yang mengalir dan tidak

(33)

dapat mempertahankan bentuk tertentu. Kadar air paling rendah dimana tanah

dalam keadaan cair disebut batas cair (LL).

Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan

menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi

sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan

pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan

dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah

dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan

sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki

batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair

kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981).Pengujian dilaksanakan dengan

menempatkan segumpal tanah dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan

ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas

permukaan yang keras dengan ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai

kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm (1

2��) pada 25 pukulan. Alat uji

batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

(34)

2.3.1.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (plastic limit) merupakankadar air tanah pada kedudukan

antara daerah plastis dan semi padat. Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 –

100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz

dan Kovacs, 1981).

Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah

menjadi bentuk baru tanpa retak-retak.Kadar air terendah dimana tanah dianggap

dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu.Batas plastis

ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan.

Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (1

8��), kadar

airnya adalah batas plastis (ASTM D-424).

2.3.1.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan

antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana

pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.

Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin

diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh

pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan

dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa.Batas

susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada

(35)

Dimana:

1 :berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

2 :berat tanah kering oven (gr)

1 :volume tanah basah dalam cawan(cm

3)

2 :volume tanah kering oven(cm

3)

�� :berat jenis air(gr/cm3)

2.3.1.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis dan

merupakan rentang kadar air dimana tanah berperilaku dalam keadaan plastis.

Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah sesuai

dengan Persamaan 2.13, seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini.

PI = LL - PL (2.13)

Dimana:

PI : indeks plastisitas

LL : batas cair

PL : batas plastis

Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah(Hardiyatmo,2002)

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian

7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

(36)

2.3.2 Gradasi Ukuran Butir (Sieve Analysis)

Ukuran partikel efektif dari sesuatu tanah didefenisikan sebagai ukuran

partikel yang 10% dari berat tanah tersebut mempunyai ukuran lebih kecil dari

ukuran itu. Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang

hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut tanah

yang uniform. Apabila kurva membentang pada daerah yang agak besar, tanah

disebut bergradasi baik.

Pembedaan antara tanah uniform dan bergradasi baik dapat ditentukan

secara numerik dengan koefisien uniformitas dengan koefisien lengkungan .

Koefisien uniformitas dan koefisien lengkungan digunakan sebagai bagian dari

sistem klasifikasi tanah Unified. Koefisien uniformitas didefenisikan sebagai

rasio:

�� =�6010 (2.14)

Koefisien lengkungan didefenisikan sebagai :

�� = �

�10 : diameter butir yang lolos 10% dari berat (mm)

�30 : diameter butir yang lolos 30% dari berat (mm)

(37)

2.3.3 Analisa Hidrometer (Hydrometer Analysis)

Analisis hidrometer dapat digunakan untuk memperpanjang kurva

distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang

butirannya lebih kecil dari saringan No.200.Analisis hidrometer tidak secara

langsung digunakan dalam sistem klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat

ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984).

2.4 Sistem Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah

sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari

pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis

tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya

diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah

bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu

kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika

didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya.

Oleh karena itu, sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan

pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :

1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir

2. Klasifikasi tanah sistem USC

(38)

2.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasar Tekstur/Ukuran Butir

Ukuran butir merupakan suatu metode yang jelas untuk mengklasifikasi

tanah, hal tersebut juga sudah digunakan sejak dahulu untuk membuat sistem

klasifikasi berdasar ukuran butir. Karena deposit tanah alam pada umumnya

terdiri atas berbagai ukuran-ukuran partikel, maka perlu untuk menentukan kurva

distribusi ukuran butir dan kemudian menentukan persentase tanah bagi tiap batas

ukuran. Departernen Pertanian AS telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi

ukuran butir melalui prosentase pasir, lanau dan lempung.

Pengklasifikasian dengan sistem ini memiliki kekurangan yaitu hanya

sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisis bagi tanah butir

halus (Dunn et al., 1980).Sehingga dilakukan pengembangan sistem klasifikasi

tanah yang mengikut sertakan karakteristik konsistensi dan plastisitas dari fraksi

halus.Pengklasifikasian tanah berdasar tekstur/ukuran butir dapat dilihat dalam

(39)

Gambar 2.4 Klasifikasi Berdasar Tekstur Tanah

2.4.2 Klasifikasi Tanah Sistem USC (Unified Soil Classification)

Klasifikasi tanah sistem Unified adalah sistem klasifikasi tanah yang

paling banyak dipakai untuk pekerjaan pondasi serta dapat digunakan untuk

bendungan dan konstruksi lainnya. Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh

A.Casagrande (1948) sebagai sebuah metode untuk mengidentifikasi dan

mengelompokkan tanah untuk konstruksi militer.Sistem ini biasa digunakan untuk

desain lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1988), tanah dikelompokkan

(40)

1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada

ayakan no.200 (0,075 mm).Simbol dari kelompok ini dimulai dengan

huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil,

dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50 % berat total contoh tanah

lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai

dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay)

anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT

digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan

kadar organik yang tinggi.

Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP,

GM, GC, SW, SP, SM dan SC.Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam

klasifikasi tanah ini adalah :

W :well graded (tanah dengan gradasi baik)

P :poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)

L :low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)

H :high plasticity (plastisitas tinggi) ( LL > 50)

Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini :

1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus).

(41)

3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi

(gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan

no.200.

4. Batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan

no.40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan no.200).

(42)

2.4.3 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO(American Association of State

Highway Transportation Official) pada mulanya dikembangkan pada tahun 1929

sebagai Public Road Administration Classification System. Sistem ini

mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, A-1 sampai A-8, namun

kelompok tanah A-8 tidak diperlihatkan tetapi merupakan gambut atau rawa yang

ditentukan berdasarkan klasifikasi visual. Setelah diadakan beberapa kali

perbaikan, sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway

Officials (AASHTO) dalam tahun 1945.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke

kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data

pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan

data-data sebagai berikut :

1. Analisis ukuran butiran.

2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung.

3. Batas susut.

4. Ekivalen kelembaban sentrifugal, sebuah percobaan untuk mengukur

kapasitas tanah dalam menahan air.

5. Ekivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana satu

tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil tidak segera

(43)

Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus

diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya.Bagan

pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.6.

(44)

2.5 Tanah Lempung (clay)

2.5.1 Defenisi Lempung

Berdasarkan sudut pandang beberapa ahli, lempung memiliki defenisi

antara lain:

1. Terzaghi (1987)

Mendefenisikan tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis

sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur

kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan

kering dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas

lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada

keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket

(kohesif) dan sangat lunak.

2. Das. Braja M (1988)

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel

mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila

hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan

pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung

(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah

lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar

air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat

(45)

3. Bowles (1991)

Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel

berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari

50 %.

4. Hardiyatmo (1992)

Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain

ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah,

kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut

yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.

Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki

diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS).Dibeberapa

kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan

sebagai partikel lempung (ASTM-D-653).Dari segi mineral tanah dapat juga

disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari

partikel-partikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat

berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis).

Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan

kristal berukuran mikro, yaitu < 1 µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah

lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah

satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan

(46)

2.5.2 Lempung dan Mineral Penyusun

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang

kompleks.Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar,

yaitu silika tetrahedra dan aluminium oktahedra (Das, 1988). Mineral lempung

dapat terbentuk dari hampir setiap batuan selama terdapat cukup banyak alkali dan

tanah alkalin untuk dapat membuat terjadinya reaksi kimia (Grimm, 1968).

Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada

kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan

bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa bahwa

pada keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar

sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas

merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa

perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi

retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah,

dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous

aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar.Beberapa diantaranya

juga mengandung alkali dan/atau tanah alkalin sebagai komponen

dasarnya.Mineral lempung sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana

ukuran mineralnya sangat kecil yakni kurang dari 2 µm (1µm = 0,000001m),

meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah

0,005 m (ASTM)dan merupakan partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang

(47)

Bowles (1984) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung

adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :

 felspar ortoklas

 felspar plagioklas

 mika (muskovit)

yang semuanya dapat disebut silikat aluminium kompleks (complex aluminium

silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral

lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain

yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group,

serpentinite group).Kaolinit merupakan mineral lempung paling tidak aktif yang

pernah diamati.

Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron

dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk

struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari

komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam

ikatan antara masing-masing lembaran (Das, 1988).

Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika

(silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran

oktahedra (gibbsite sheet).Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran

oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikanposisi ion hidroksil

(48)

( a ) ( b )

( c ) ( d )

( e )

Gambar 2.7 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica

sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )

lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).

2.5.2.1 Kaolinite

Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari

nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite

(49)

Kaolinitemerupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat

pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu,

kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.

Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral

yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika

dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal

kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti

lempengan-lempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100

Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang memiliki

rumus kimia

(OH)8Al4Si4O10

Keluarga mineral kaolinite1 : 1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite

memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite sehingga

molekul tunggal dari air dapat masuk.Halloysite memiliki rumus kimia sebagai

berikut.

(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O

Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.8.

(50)

2.5.2.2 Illite

Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di

Illinois.Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illitemempunyai

hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral illite memiliki rumus kimia

sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal,

tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya

ada pada :

 Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai

penyeimbang muatan.

 Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng

tetrahedral.

 Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.

Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi

kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral.Bila sebuah anion dari lembaran

oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium

maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan

kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral

(51)

Gambar 2.9 Struktur Illite (Das, 2008)

2.5.2.3 Montmorillonite

Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang

ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus

kimia

(OH)4Si8Al4O20 . nH2O

dimananH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral

montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan

susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit

satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.

Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng

SiO2.Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan

mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih

tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti y ang ditunjukkan pada

Gambar 2.10. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara

ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan

(52)

susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit

massamontmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat

sehingga mudah mengalami proses pengembangan.Gambar dari struktur kaolinite

dapat dilihat di dalam Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Struktur Montmorillonite (Das, 2008)

2.5.3 Sifat Umum Lempung

Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984)

menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain :

1. Hidrasi.

Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung

biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-lapisan

molekul airyangdisebut sebagai airterabsorbsi. Lapisan

iniumumnyamemiliki tebalduamolekul.Oleh karenaitu

(53)

2. Aktivitas.

Aktivitastanah lempung adalah perbandinganantaraIndeks

Plastisitas(IP)denganpersentase butiranlempung,dan dapat

disederhanakandalampersamaan:

�= ��

����������ℎ�������

Dimana :

persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA

(Aktivitas),

A >1,25 : tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif

1,25<A<0,75 : tanah digolongkannormal

A<0,75 : tanah digolongkantidakaktif.

Nilai- nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel 2.4.

3 . Flokulasi dan disperse

Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah – air yang

bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan

mineral. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan

(54)

bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi

larutan air dapat ditambahkan zat asam.

Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan

kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa

tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung

tersebut telahdidiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan

mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan

didapatkan dari lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang yang

dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan membentuk kembali

struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban

awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih, beban desain

akan dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang

(R.F.Craig, Mekanika Tanah).

4 .PengaruhZatcair

Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung.Molekulair

berperilakusepertibatang-batangkecilyang mempunyai muatan

positifdisatusisidanmuatan negatif disisilainnya hal ini dikarenakan

molekul air merupakan molekul dipolar. Sifat

(55)

Gambar 2.11 Sifatdipolarmolekulair(Das,2008)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan

negatifpada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung

secara elektrik dalam 3 kasus,hal ini disebut dengan hydrogen

bonding, yaitu:

1. Tarikanantarpermukaannegatifdanpartikellempungdenganujungpo

sitif dipolar.

2.

Tarikanantarakation-kationdalamlapisangandadenganmuatannegatifdari ujung dipolar.

Kation-kation ini tertarikoleh permukaan partikel lempung

yangbermuatannegatif.

3. Andilatom-atom hidrogen dalammolekul air,yaituikatanhidrogen

(56)

Gambar 2.12 Molekulairdipolardalamlapisanganda(Hardiyatmo,2002)

Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang

berbeda untuk menarik exchangeablecation. Exchangeable cation adalah keadaan

dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama

dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik

exchangeable cationyang besar daripada kaolinite.Kalsium dan magnesium

merupakan exchangeable cationyang paling dominanpada tanah, sedangkan

potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan.Ada beberapa faktor

yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan

besarnya ion hidrasi.Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari

besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:

Al+3>Ca+2>Mg+2>NH+4>K+>H+>Na+>Li+

Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008)

Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara

elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan

semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada

tanah lempung.Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk

dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain

lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan

mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah

lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls

serta macam ikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi

(57)

Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan

sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe,

konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi

muatannya. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis hendak menggantikan

kation-kation yang terdapat pada lempung dengan kation-kation dari bahan

gypsum serta semen.

2.6 Stabilisasi Tanah

2.6.1 Konsep Umum Stabilisasi Tanah

Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat

sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi

yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain

yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam

suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi

tanah.

Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau

menambahkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan

persyaratan dan memiliki mutu yang baik. Tanah lempung merupakan salah satu

jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak

plastis dan kohesif pada tanah lempung disaat basah.Sehingga menyebabkan

perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah

(58)

yang menjadi alasan perlunya dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut

diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut.

Bowles (1984) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

1. Meningkatkan kepadatan tanah.

2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau

kekuatan geser dari tanah.

3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan

secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.

4. Memperendah permukaan air tanah.

5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut.

Secara umum ada beberapa karakteristik utama tanah yang harus

dipertimbangkan sehubungan dengan masalah stabilisasi tanah, yaitu: (Ingels dan

Metcalf, 1972)

1. Stabilisasi volume

Perubahan volume sangat erat hubungannya dengan kadar air. Banyak

jenis tanah lempung yang mengalami susut dan kembang karena kepekaan

terhadap perubahan kadarairnya, dimana perubahan kadar air sejalan

dengan perubahan musim di wilayah tersebut misalnya retak-retak pada

musim kemarau dan mengembang pada musim hujan. Masalah ini

biasanya diatasi denganwaterproofing dengan berbagai bahan seperti

(59)

Bertambahnya kemampuan menyusut dan mengembang bergantung dari

faktor lingkungan dan mineralogi seperti:

• Distribusi partikel

• Kadar air mula-mula

• Tekanan

2. Kekuatan

Pada umumnya parameter yang digunakan untuk mengetahui kekuatan

tanah adalah dengan percobaan kuat geser dan daya dukung tanah.Hampir

semua jenis stabilisasi berhasil mencapai tujuan ini, namun pada tanah

organik hal ini sulit dicapai, jadi lapisan tanah organik (top soil) sebaiknya

dibuang seluruhnya.Pelaksanaan pemadatan yang baik terbukti bermanfaat

meningkatkan kekuatan tanah untuk bermacam-macam stabilisasi yang

diterapkan, dengan demikian hampir semua jenis stabilisasi bertujuan

meningkatkan stabilisasi volume sekaligus meningkatkan kekuatan tanah.

3. Permeabilitas

Biasanya untuk rentang harga normal dari kadar air, batas plastis dan batas

cair, besaran permeabilitas akan lebih kecil dari 1 x 10-10 cm/sec, misalnya

pada Montmorllionite. Pada umumnya untuk lempung asli berkisar antara

1 x 10-6 sampai 1x 10-8cm/sec. Bergantung dari jumlah mineral lempung

yang paling dominan, maka harga permeabilitas mineral Montmorillonnite

(60)

Untuk lempung permeabilitas yang terjadi disebabkan pori-pori mikro

(micropore).Permeabilitas pada umumnya diakibatkan oleh timbulnya

tekanan air dan terjadinya aliran perembesan (seepage flow), sedangkan

pada tanah lempung yang permeabilitasnya tinggi disebabkan pelaksanaan

pemadatan yang kurang baik.

4. Durabilitas

Durabilitas adalah daya tahan bahan konstruksi terhadap cuaca, erosi dan

kondisi lalu lintas di atasnya.Pada tanah yang distabilisasi, durabilitas

yang buruk biasanya disebabkan oleh pemilihan jenis stabilisasi yang

keliru, bahan yang tidak sesuai atau karena masalah cuaca.Pengetesan

untuk mengetahui ketahanan material terhadap cuaca sampai sekarang

masih sulit dihubungkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan, maka

dipilih jenis atau bahan stabilisasi yang sesuai dengan kondisi lapangan.

5. Kompressibilitas

Kompresibilitas bergantung dari kandungan mineral lempung, umumnya

kompresibilitas membesar dengan urutan mineral Kaolinite <Illite, dan

Illite < Montmorillonite.

Umumnya proses stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara

yaitu secara mekanis dan dengan bahan pencampur. Akan tetapi hal tersebut dapat

(61)

1. Mekanis

Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan(compaction) yang

dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti :

mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,

tekstur,pembekuan, pemanasan dan sebagainya.

2. Fisis

Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan

menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna

mencapai gradasi yang rapat.Hal ini bertujuan agar tanah dasar tersebut

dapat memenuhi spesifikasi yang telah disyaratkan.

3. Kimiawi (Modification by Admixture)

Stabilisasi secara kimiawi dilakukan dengan cara menambahkanbahan

kimia tertentu sehingga terjadi reaksi kimia. Bahan kimia tersebut dapat

berupa Portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen

aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan

bahan-bahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti

abu sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.

Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan (admixtures)

adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan kekuatan tanah

b. Mengurangi deformasi

Gambar

Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo,  2002)
Gambar 2.4 Klasifikasi Berdasar Tekstur Tanah
Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem Unified
Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Staf Ahli mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Pendidikan Nasional mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya, yang tidak menjadi bidang tugas

(2000) menggolongkan benih pepaya sebagai benih intermediet yang akan mengalami penurunan viabilitas akibat pengeringan apabila kadar air benih kurang dari 8%, namun

e) Pilih file data Rencana Kebutuhan Impor yang sudah disiapkan sebelumnya.. Pastikan semua data telah sesuai. Baik dari segi Tahun Rencana Kebutuhan, Kode

[r]

When you’re ready, you’ll want to Review Code with other team members (and we’ll look at that on page 165 ).. As the project rolls along and you complete tasks and take on new ones,

mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam jangkauan pengamanannya. Tugas rele untuk mendeteksi adanya gangguan yang terjadi. pada daerah dan pengamanannya dan

Di sinilah pentingnya peran pendidikan dalam memberikan pemahaman akan pentingnya hidup bersama secara damai, toleransi beragama, menghargai

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Tingkat pengetahuan hampir seluruh responden memiliki tingkat pengetahuan cukup baikdalam perilaku pencegahan keputihan patologis,