TUGAS AKHIR
STUDI EXPERIMENTAL PERBANDINGAN
PERILAKUKUATGESER PADA TANAH LEMPUNG
YANG DISTABILISASI DENGAN BAHAN PENCAMPUR
GYPSUM DAN SEMEN
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat
untuk menjadi Sarjana
Disusun Oleh :
09 0404 155 Elisa Dwijayanti Purba
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Dalam dunia konstruksi masalah yang ditimbulkan oleh sifat fisik dan mekanis tanah sering ditemui. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan proses stabilisasi tanah untuk perbaikan tanah. Proses stabilisasi tanah tersebut dapat dilakukan dengan cara
mencampurkan bahan stabilisator seperti semen, gypsum, fly ash,
bitumen,kapur, dan bahan-bahan olahan limbah pabrik lainnya.
Dalam penelitian ini akan dilakukan proses stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan campuran gypsum dan semen dengan variasi kadar masing-masing campuran sebesar 4%, 8%, 10% dan 15% serta membandingkan kedua hasil dari bahan tersebut terhadap uji kuat tekan bebas tanah (Unconfined Compression Test). Tanah yang digunakan adalah tanah dengan jenis lempung.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa sampel tanah asli memiliki kadar air 20,41%, berat jenis tanah 2,65, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6, yaitu lempung dengan penilaian sedang sampai buruk.
Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) terhadap sampel tanah yang telah dicampur gypsum dan semen dengan variasi kadar yang telah ditetapkan dan masa peram selama 15 hari menghasilkan nilai pengujian kuat tekan tanah yang meningkat seiring bertambahnya kadar campuran. Hal tersebut terjadi pada campuran gypsum maupun semen. Akan tetapi, hasil nilai kuat tekan tanah yang lebih besar untuk kadar variasi campuran yang sama diperoleh dengan bahan pencampur gypsum. Bahan pencampur semen menunjukkan hasil yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan gypsum. Seperti pada hasil pengujian kuat tekan bebas tanah untuk bahan pencampur gypsum pada kadar 15% mencapai 9,388 kg/cm2 sedangkan untuk tanah lempung dengan bahan pencampur semen pada kadar campuran yang sama yaitu 15% hanya mencapai 6,063 kg/cm2.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas segala berkat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Teknik Sipil bidang Geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Studi Experimental Perbandingan
Perilaku Kuat Geser Pada Tanah Lempung Yang Distabilisasi Dengan Bahan Pencampur Gypsum Dan Semen”.
Dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini tentu ada kendala-kendala
yang harus dilalui. Hal tersebut dapat dilalui oleh Penulis dengan berbagai
dukungan, bantuan dan bimbingan oleh beberapa pihak. Sehingga dalam
kesempatan ini, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., sebagai Dosen Pembimbing dan Penguji
yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, saran
serta motivasi kepada Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. dan Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT.,
sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan
memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu Penulis dalam
kelancaran perkuliahan selama menempuh masa studi.
7. Teristimewa untuk kedua orang tua saya, papa tersayang Drs. Kosben
Purba dan mama saya yang terhebat Bertha N. Siagian terima kasih yang
teramat dalam untuk segala pengorbanan, cinta kasih yang tiada batas,
bimbingan, dukungan, doa serta kesabaran dalam mendidik saya.
8. Untuk kakak saya tercinta Yulietha Fauzyana Purba, S.S yang walaupun
saat ini sedang berada jauh dari keluarga di Jerman tetapi tidak pernah
bosan untuk memberikan dukungan, doa, kasih sayang serta nasehat dan
saran kepada Penulis. I miss you so much.
9. Untuk adik saya tercinta Ary Prabowo H. Purba atas segala dukungan, doa
dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini kepada Penulis. Serta
untuk Inanguda T.M.Rita Siagian, S.Pd, MM., serta keluarga terima kasih
atas segala nasehat, motivasi dan doa bagi Penulis.
10. Teman-teman tersayang Maria, Plani, Sumihar, Yessica, Desi, Manna
Grace dan Mariance atas segala dukungan, bantuan, doa dan kenangan
11.Teman-teman seperjuangan Geoteknik 2009, Agrifa, Atina, Erin,
Hasoloan, Manna serta Nita terima kasih atas segala bantuannya selama
ini.
12.Teman-teman yang telah banyak membantu selama proses pengerjaan
penelitian ini,Wahyu, Suparta, Sahala, Frengky, Adi Pranata, Edwin,
Yoppie, Erik, Abraham, Jimmy, Antonius Ariyoga, Jostar serta
teman-teman mahasiswa/i angkatan 2009 sipil lainnya yang tidak dapat
disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama
ini.
13.Untuk abang-abang dan kakak-kakak angkatan 2006 atas motivasi dan
nasehat kepada Penulis serta adik-adik angkatan 2012 atas segala
bantuannya.
14.Untuk seluruh asisten Laboratorium Mekanika Tanah USU yang telah
turut membantu dan telah memberikan izin penggunaan tempat, terima
kasih atas kerja samanya.
15.Untuk seluruh asisten Laboratorium Beton USU yang telah turut
membantu dan telah memberikan izin penggunaan tempat, terima kasih
atas kerja samanya.
16.Dan segenap pihak yang belum dapat Penulis sebutkan di sini atas segala
jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun,
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.Oleh
karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan
Tugas Akhir ini.
Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar–besarnya bagi kita semua.Amin.
Medan, Februari 2014
09 0404 155
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Umum ... 1
1.2 Latar Belakang ... 3
1.3 Rumusan Masalah ... 5
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Metodologi Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Tanah ... 8
2.2 Elemen Tanah ... 10
2.3 Uji Klasifikasi Tanah ... 16
2.3.1Batas-Batas Atterberg ... 16
2.3.1.1 Batas Cair ... 17
2.3.1.2 Batas Plastis ... 19
2.3.1.4 Indeks Plastisitas ... 20
2.5.2.3 Montmorillonite ... 36
2.5.3 Sifat Umum Lempung ... 37
2.6 Stabilisasi Tanah ... 42
2.6.1 Konsep Umum Stabilisasi Tanah ... 42
2.6.2 Stabilisasi Tanah dengan Gypsum ... 47
2.6.2.1 Gypsum ... 48
2.6.2.2 Komposisi Kimia Gypsum ... 50
2.6.3 Stabilisasi Tanah dengan Semen ... 51
2.6.3.1 Semen ... 53
2.6.3.2 Proses Kimia Stabilisasi Tanah Semen ... 59
2.7 Pemadatan Tanah ... 60
2.7.2 Pemadatan Laboratorium dan Pemadatan Lapangan ... 63
2.8 Kuat Geser ... 63
2.8.1 Konsep Umum Kuat Geser ... 63
2.8.2 Uji Kuat Tekan Bebas ... 65
2.8.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb ... 68
2.8.4 Sensitifitas Tanah Lempung ... 69
2.9 Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 73
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 75
3.1 Program Penelitian... 75
3.2 Pekerjaan Persiapan ... 77
3.3 Proses Pengambilan Sampel... 77
3.4 Pembuatan Benda Uji ... 78
3.4.1 Penentuan Kombinasi Campuran ... 78
3.4.2 Pembuatan Benda Uji Untuk Uji Kuat Tekan Bebas ... 79
3.5 Pekerjaan Laboratorium ... 80
3.5.1 Uji Sifat Fisik Tanah ... 80
3.5.2 Uji Sifat Mekanis Tanah ... 80
3.5.2.1 Uji Proctor Standar ... 80
3.5.2.2Uji Kuat Tekan Bebas ... 81
3.6 Analisis Data Laboratorium ... 82
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 83
4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 83
4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 83
4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator ... 86
4.2.2.1 Batas Cair ... 88
4.2.2.2 Batas Plastis ... 89
4.2.2.3 Indeks Plastisitas ... 90
4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 91
4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah ... 91
4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah dengan Bahan Stabilisator ... 92
4.3.3 Berat Isi Kering Maksimum ... 93
4.3.4 Kadar Air Maksimum Campuran... 95
4.3.5 Pengujian Kuat Tekan Bebas ... 96
4.4 Keruntuhan Benda Uji ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
5.1 Kesimpulan... 103
5.2 Saran ... 106
DAFTAR GAMBAR
2.1 Tiga Fase Elemen Tanah 10
2.2 Batas-Batas Atterberg 17
2.3 Alat Uji Batas Cair 18
2.4 Klasifikasi Berdasar Tekstur Tanah 24
2.5 Klasifikasi Tanah Sistem Unified 26
2.6 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 28
2.7 Struktur Atom Mineral Lempung 33
2.8 Struktur Kaolinite 34
2.9 Struktur Illite 36
2.10 Struktur Montmorillonite 37
2.11 SifatDipolarMolekulAir 40
2.12 MolekulAirDipolardalamLapisanGanda 40
2.13 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah 62
2.14 Skema Uji Tekan Bebas 66
2.15 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan
qudi atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap 67
2.16 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser 68
2.17 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded 69
2.18 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded 70
3.1 Diagram Alir Penelitian 76
4.1. Plot grafik klasifikasi USCS 85
4.2. Grafik analisa saringan 85
4.3. Grafik Batas Cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit 86
4.4. Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL)
denganpersentase bahan stabilisator gypsum dan semen
dengan waktu pemeraman selama 15 hari. 88
4.5. Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL)
denganpersentase bahan stabilisator gypsum dan semen
4.6. Grafik hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (IP) denganpersentase bahan stabilisator gypsum dan semen
dengan waktu pemeraman selama 15 hari. 90
4.7. Kurva kepadatan tanah 92
4.8. Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum ( γd maks) tanah dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama
15 hari. 94
4.9. Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah ( wopt )
danvariasi campuran dengan waktu pemeraman selama 15 hari. 96
4.10. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli
dan tanah remoulded. 98
4.11. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan
variasicampuran dengan waktu pemeraman selama 15 hari 98
4.12. Pola Retak Benda Uji Campuran Gypsum 101
DAFTAR TABEL
2.1 Derajat KejenuhandanKondisi Tanah 13
2.2 Berat Jenis Tanah 16
2.3 IndeksPlastisitas Tanah 20
2.4 AktivitasTanahLempung 38
2.5 Pengujian Pemadatan Proctor 61
2.6 Hubungan Kuat Tekan Bebas Lempung Dengan Konsistensinya 67
2.7 Sensitifitas Lempung 71
4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah 84
4.2 Data HasilUjiAtterberg Limit 87
4.3 Data UjiPemadatan Tanah 92
4.4 Data Hasil Uji Pemadatan (Compaction) 93
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran-1, Data Uji Laboratorium, Kadar Air dan Berat Jenis
Lampiran-2, Data Uji Laboratorium, Analisa Saringan
Lampiran-3, Data Uji Laboratorium, Compaction Test
Lampiran-4, Data Uji Laboratorium, Atterberg Limit
Lampiran-5, Data Uji Laboratorium, Unconfined Compression Test
ABSTRAK
Dalam dunia konstruksi masalah yang ditimbulkan oleh sifat fisik dan mekanis tanah sering ditemui. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan proses stabilisasi tanah untuk perbaikan tanah. Proses stabilisasi tanah tersebut dapat dilakukan dengan cara
mencampurkan bahan stabilisator seperti semen, gypsum, fly ash,
bitumen,kapur, dan bahan-bahan olahan limbah pabrik lainnya.
Dalam penelitian ini akan dilakukan proses stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan campuran gypsum dan semen dengan variasi kadar masing-masing campuran sebesar 4%, 8%, 10% dan 15% serta membandingkan kedua hasil dari bahan tersebut terhadap uji kuat tekan bebas tanah (Unconfined Compression Test). Tanah yang digunakan adalah tanah dengan jenis lempung.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa sampel tanah asli memiliki kadar air 20,41%, berat jenis tanah 2,65, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6, yaitu lempung dengan penilaian sedang sampai buruk.
Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) terhadap sampel tanah yang telah dicampur gypsum dan semen dengan variasi kadar yang telah ditetapkan dan masa peram selama 15 hari menghasilkan nilai pengujian kuat tekan tanah yang meningkat seiring bertambahnya kadar campuran. Hal tersebut terjadi pada campuran gypsum maupun semen. Akan tetapi, hasil nilai kuat tekan tanah yang lebih besar untuk kadar variasi campuran yang sama diperoleh dengan bahan pencampur gypsum. Bahan pencampur semen menunjukkan hasil yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan gypsum. Seperti pada hasil pengujian kuat tekan bebas tanah untuk bahan pencampur gypsum pada kadar 15% mencapai 9,388 kg/cm2 sedangkan untuk tanah lempung dengan bahan pencampur semen pada kadar campuran yang sama yaitu 15% hanya mencapai 6,063 kg/cm2.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang
yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang
teknik sipil baik sebagai bahan bangunan maupun sebagai pendukung pondasi dari
bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau
tanpa kandungan bahan organik dapat didefenisikan sebagai material yang terdiri
dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat
secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk
(yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1998). Oleh karena
tanah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perencanaan suatu konstruksi
maka tanah menjadi komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti plastisitas serta
kekuatan geser dari tanah tersebut.
Berdasarkan ASTM D2487, pembagian klasifikasi butiran tanah adalah
sebagai berikut :
• Cobble adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan 12 in (300 mm)
dan tinggal dalam saringan 3 in (75 mm) (untuk saringan dengan lubang
bujursangkar standar Amerika).
• Boulder adalah partikel-partikel batuan yang tidak lolos dalam saringan 12
• Kerikil adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan 3 in. (75 mm)
dan tertahan dalam saringan no.4 (4,75 mm).
• Pasir adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan no.4 (4,75 mm)
dan tinggal dalam saringan no.200 (0,075 mm), dengan pembagian sebagai
berikut:
o Pasir kasar; butirannya lolos saringan no.4 (4,75 mm) dan tertahan
dalam saringan no.10 (2 mm).
o Pasir sedang; butirannya lolos saringan no.10 (2 mm) dan tertahan
dalam saringan no.40 (0,425 mm).
o Pasir halus; butirannya lolos saringan no.40 (0,425 mm) dan
tertahan dalam saringan no.200 (0,075 mm).
• Lanau adalah tanah yang butirannya lolos saringan no.200 (0,075 mm).
• Lempung adalah tanah berbutir halus yang lolos saringan no.200 (0,075
mm). Lempung mempunyai sifat plastis dalam kisaran air tertentu dan
kekuatannya tinggi bila tanahnya pada kondisi kering udara.
Butiran lempunglebih halus dari lanau, merupakan kumpulan butiran
mineral kristalin yang bersifat mikroskopis dan berbentuk serpih-serpih atau
pelat-pelat.Material ini bersifat plastis, kohesif dan mempunyai kemampuan menyerap
ion-ion.Sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan air dalam tanah
(Hardiyatmo,2011).
Sifat yang khas dari tanah lempung adalah dalam keadaan kering maka
akan bersifat keras sedangkan jika dalam keadaan basah akan bersifat lunak dan
plastis dan kohesif, mengalami peristiwa pengembangan dan penyusutan yang
pengaruh adanya air yang bercampur. Sifat yang khas dari tanah lempung
tersebutlah yang dapat membahayakan suatu konstruksi. Salah satu cara untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah menstabilisasikan tanah dengan
meningkatkan daya dukung tanah asli. Maka dari itu perlu dilakukan stabilisasi
pada tanah lempung ini.
Stabilisasi tanah dapat dilakukan secara mekanis, fisis maupun kimiawi.
Dimana dalam penelitian kali ini, penulis akan melakukan usaha penstabilisasian
tanah secara kimiawi yang digunakan dengan cara menambahkan bahan
pencampur (stabilizing agents) pada tanah yang akan distabilisasi. Bahan
pencampur yang dipilih adalah gypsum dan semen dengan tujuan peningkatan
kuat geser tanah lempung.
1.2 Latar Belakang
Tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut.
Tanah juga berguna sebagai bahan konstruksi pada berbagai macam
pekerjaan Teknik Sipil dan sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Oleh
karena itu, penelitian terhadap tanah sangatlah dibutuhkan untuk menjamin
stabilitas bangunan karena kekuatan struktur secara langsung akan dipengaruhi
meneruskan beban yang bekerja. Lempung merupakan salah satu jenis tanah yang
sangat dipengaruhi oleh kadar air dan memiliki sifat yang cukup kompleks.
Dalam pengerjaan bangunan sipil, nilai kuat geser tanah dasar adalah salah
satu hal yang berpengaruh dalam perencanaan bangunan sipil tersebut, maka
sebelum tanah tersebut digunakan dapat dilakukan stabilisasi yakni suatu tindakan
memperbaiki beberapa sifat-sifat teknis tanah baik secara fisik, kimiawi, maupun
mekanis sehingga dapat mengatasi fluktuasi muka air yang cukup tinggi sebagai
akibat dari pergantian musim yang sering terjadi di Indonesia.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki cara perbaikan
tanah dengan menstabilisasikannya terhadap bahan pencampur seperti gypsum,
abu sekam padi, abu terbang (fly ash), bubur kayu, semen atau bahkan
pengkombinasian di antara bahan-bahan tersebut. Pada kesempatan ini, penulis
ingin meneliti mengenai penstabilisasian tanah lempung dengan gypsum dan
dengan campuran semen dan membandingkannya terhadap penggunaan yang
lebih efektif untuk meningkatkan nilai kuat geser tanah dengan menggunakan cara
uji kuat geser tanah melalui uji Kuat Tekan Bebas UCS (Unconfined Compression
Strength Test).
Stabilisasi tanah lempung dengan menggunakan campuran semen
dianggap bisa digunakan karena semen merupakan bahan pozolanik yang sifatnya
dapat mengikat serta dapat mengeras bila bereaksi dengan air. Demikian pula
dengan gypsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik
dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan pencemaran
udara, murah, tahan api, tahan deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap
Dengan adanya penambahan bahan pencampur gypsum atau bahan
pencampur semen, maka tanah yang mengandung kadar air tertentu dapat
mengeras sehingga akan meningkatkan kestabilannya. Kedua bahan pencampur
(stabilizing agents) ini dipilih karena bahan stabilisasi tersebut mudah diperoleh di
pasaran serta efektif.Perbedaannya adalah gypsum memiliki sifat yang lebih cepat
mengeras dibandingkan semen yaitu sekitar 10 menit.
1.3 Rumusan Masalah
Memberikan pemaparan perbandingan terhadap besar perubahan kuat
geser tanah yang terjadi pada lempung yang distabilisasi dengan gypsum maupun
yang distabilisasi dengan semen dengan masing-masing kadar pencampuran yang
sama yaitu 4%, 8%,10% dan 15%. Dasar pengambilan variasi kadar campuran
dilakukan secara acak (random).
1.4 Maksud Dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pencampuran gypsum pada tanah lempung atau semen pada tanah lempung
terhadap uji Kuat Tekan Bebas UCS (Unconfined Compression Strength Test).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
• Mengetahui pengaruh penambahan gypsum maupun semen pada tanah
lempung (clay) terhadap index properties.
• Melakukan pengujian terhadap tanah asli (dalam hal ini tanah lempung)
maupun tanah asli yang telah diberi bahan pencampur gypsum dan tanah asli
pengaruh terhadap besarnya kuat tekan dari tanah setelah diberi campuran
tersebut selama 15 hari.
• Memaparkan perbandingan dari hasil pengujian kedua bahan pencampur
yakni gypsum serta semen terhadap kuat geser tanah lempung yang telah
distabilisasi.
1.5 Metodologi Penelitian
Penelitian ini terbagi atas sejumlah pengamatan terhadap contoh tanah
terganggu (disturbed) dan tidak terganggu (undisturbed). Berikut ini adalah
metodologi dari penelitian ini, yaitu :
1. Tanah yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung yang berasal
dari Jl. Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara.
2. Uji index properties tanah asli untuk mengetahui sifat fisis tanah yang
dilakukan pada awal penelitian, meliputi:
Uji kadar air
Uji berat jenis tanah
Uji nilai Atterberg (batas-batas konsistensi)
Uji distribusi butiran atau analisa saringan
3. Uji pendahuluan kepadatan tanah asli untuk pembuatan benda uji dengan
standard Proctor.
4. Tipe semen yang digunakan adalah semen Portland type I merek Semen
Padang dan gypsum yang digunakan adalah gypsum dengan merek
5. Menghitung pengaruh bahan campuran gypsum terhadap parameter kuat
geser tanah dengan persentase 0%, 4%, 8%, 10% dan 15% gypsum dari
berat kering udara lempung.
6. Menghitung pengaruh bahan campuran semen terhadap parameter kuat
geser tanah dengan persentase 0%, 4%, 8%, 10% dan 15% semen dari
berat kering udara lempung.
7. Dilakukan penambahan kadar air terhadap masing-masing bahan
pencampur sebesar 2% dari setiap persentase bahan campuran pada setiap
benda uji untuk menghindari terjadinya absorbsi air akibat bahan
pencampur (Soil Cement Base).
8. Waktu pemeraman (curing time) pada masing-masing benda uji agar
campuran merata ditetapkan selama 15 hari. Hal tersebut ditetapkan untuk
melihat besarnya perkuatan tanah terhadap kuat geser dengan waktu
pemeraman yang lebih lama dari 7 hari.
9. Tidak dilakukan pencarian nilai persentase optimum campuran untuk
mendapatkan besar kuat tekan maksimum terhadap setiap bahan campuran
untuk menstabilisasi tanah lempung.
10.Pengujian terhadap sifat fisik tanah yang dilakukan terhadap benda uji
yang telah diberi campuran bahan stabilisator mencakup pengujian
Atterberg, pemadatan tanah serta pengujian kuat tekan bebas. Pengujian
analisa distribusi ukuran tanah tidak dilakukan terhadap tanah lempung
yang telah dicampur dengan gypsum maupun semen.
11.Pemeriksaan kuat geser tanah dilakukan dengan carauji Kuat Tekan Bebas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah
Dalam bidang keteknikan defenisi dari tanah tentu agak sedikit berbeda
dengan defenisi yang digunakan dalam bidang lain. Tanah didefinisikan sebagai
material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,1998).
Berdasarkan asalnya, tanah dapat diklasifikasikan secara luas menjadi
tanah organik dan anorganik.Tanah organik adalah campuran yang mengandung
bagian-bagian yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan
kadang-kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme kecil.Tanah
inorganik berasal dari pelapukan batuan secara kimia maupun fisis (Dunn et al.,
1980).
Secara garis besar karakteristik beberapa jenis tanah dapat dilihat sebagai
berikut (Dunn et al., 1980) :
• Pasir lepas hanyalah suatu deposit pasir dengan kepadatan yang rendah.
Beban bergetar cenderung akan memadatkan deposit ini. Pasir lepas juga
dapat mengakibatkan pencairan (liquifaction) apabila pasir tersebut jenuh
dan juga penurunan yang cukup besar.
• Tanah lus (loess) adalah suatu deposit yang relatif seragam, tanah lanau
bawaan angin. Tanah ini mempunyai permeabilitas vertikal yang relatif
tinggi dan permeabilitas horizontal yang rendah. Tanah lus menjadi sangat
kompresibel apabila jenuh. Hal ini sering menimbulkan masalah pada
bangunan air seperti saluran dan bendungan tanah yang dibangun di atas
tanah lus.
• Lempung yang tekonsolidasi normal adalah tanah lempung yang tidak
pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada
pada saat sekarang. Tanah ini pada umumnya cenderung sangat
kompresibel, mempunyai daya dukung ultimit rendah dan permeabilitas
yang rendah. Tanah ini sering tidak mampu mendukung bangunan dengan
pondasi dangkal.
• Lempung terkonsolidasi lebih adalah lempung yang pada masa silam
pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada
sekarang. Lempung yang tingkat terkonsolidasi-lebihnya tinggi pada
umumnya cenderung mempunyai suatu daya dukung ultimit yang agak
tinggi dan relatif tidak kompresibel.
• Bentonit adalah lempung yang mempunyai plastisitas tinggi yang
dihasilkan dari dekomposisi abu vulkanis. Tanah ini bersifat ekspansif
yang mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh. Bentonit sering
dipergunakan secara menguntungkan sebagai pelapis kedap air suatu
pelat beton dan elemen bangunan lain apabila tanah tersebut mengalami
perubahan kadar air karena perubahan musim.
• Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat atau suatu tanah
yang mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar. Gambut
mempunyai angka pori yang sangat tinggi dan sangat kompresibel.
2.2 Elemen Tanah
Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan
udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1
Gambar 2.1 Tiga fase elemen tanah
Gambar 2.1 memperlihatkan ketiga fase elemen tanah yang mempunyai
volume V dan berat total W. Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan
antara volume-berat dari tanah berikut :
� = �� + �� +�� (2.2)
Dimana :
��: volume butiran padat (cm3)
��:volume pori (cm3)
��: volume air di dalam pori (cm3)
��: volume udara di dalam pori (cm3)
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari
contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
� = �� + �� (2.3)
Dimana:
�� : berat butiran padat (gr)
��: berat air (gr)
Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah
angka pori(void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree of
saturation).
1. Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume rongga (��) dengan volume butiran (��) dalam tanah, atau :
� = ��
Dimana:
� : angka pori
�� : volume rongga(cm3)
�� : volume butiran(cm3)
2. Porositas (Porocity)
Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan
antara volume rongga (��) dengan volume total (�) dalam tanah, atau :
3. Derajat Kejenuhan (S)
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume air (��) dengan volume total rongga pori tanah (��).
Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�)
dapat dinyatakan dalam persamaan:
� (%) = ��
��� 100 (2.6)
Dimana:
� : derajat kejenuhan
�� :volume total rongga pori tanah(cm3)
Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
Tanah jenuh 1
4. Kadar Air (Moisture Water Content)
Kadar air atau water content (w) adalah persentase perbandingan berat air
(��) dengan berat butiran (��) dalam tanah, atau :
�(%) = ��
�� � 100 (2.7)
Dimana:
�� ∶ kadar air
�� ∶berat air (gr)
5. Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)
Berat volume basah (��) adalah perbandingan antara berat butiran tanah
termasuk air dan udara (�) dengan volume total tanah (�). Berat volume tanah
(��) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�� = �� (2.8)
Dimana:
�� : berat volume basah (gr/cm3)
� : berat butiran tanah (gr)
� : volume total tanah(cm3)
6. Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)
Berat volume kering (��) adalah perbandingan antara berat butiran tanah
(��) dengan volume total tanah (�). Berat volume tanah (��) dapat dinyatakan
dalam persamaan :
�� = ��� (2.9)
Dimana:
�� : berat volume kering (gr/cm3)
�� : berat butiran tanah (gr)
7. Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (��) adalah perbandingan antara berat butiran
tanah (��) dengan volume butiran tanah padat (��). Berat volume butiran padat
(��) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�� = ���� (2.10)
Dimana:
�� : berat volume padat (gr/cm3)
�� : berat butiran tanah (gr)
�� : volume total padat (cm3)
8. Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah atau specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat volume butiran tanah (��) dengan berat volume air (��)
dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah (��) dapat
dinyatakan dalam persamaan :
�� = ���� (2.11)
Dimana:
�� : berat volume padat (gr/cm3)
�� : berat volume air(gr/cm3)
�� : berat jenis tanah
Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organic 2,62 - 2,68
Lempung organic 2,58 - 2,65
Lempung tak organic 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
2.3 Uji Klasifikasi Tanah
Dalam mengklasifikasikan tanah dapat dilakukan beberapa uji yaitu uji
batas Atterberg, analisa ukuran butir, analisis hidrometer.
2.3.1 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Atterberg adalah seorang ilmuwan tanah dari Swedia yang pada tahun
1911 telah berhasil mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat
konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi yang disebut
batas-batas Atterberg. Kegunaan batas-batas Atterberg dalam perencanaan adalah
memberikan gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang
bersangkutan.
Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung,
yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas.Atterberg memberikan cara untuk
mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981).Tanah
yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu
kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam
hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah,
tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat,
plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.
PadatSemi Padat Plastis Cair
Batas Susut Batas Plastis Batas Cair
(Shrinkage Limit) (Plastic Limit) (Liquid Limit)
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu
batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage
limit).
2.3.1.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan
cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Pada kadar air yang
sangat tinggi, tanah berperilaku sebagai cairan encer yang mengalir dan tidak
dapat mempertahankan bentuk tertentu. Kadar air paling rendah dimana tanah
dalam keadaan cair disebut batas cair (LL).
Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan
menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi
sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan
pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan
dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah
dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan
sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki
batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair
kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981).Pengujian dilaksanakan dengan
menempatkan segumpal tanah dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan
ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas
permukaan yang keras dengan ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai
kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm (1
2��) pada 25 pukulan. Alat uji
batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
2.3.1.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (plastic limit) merupakankadar air tanah pada kedudukan
antara daerah plastis dan semi padat. Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 –
100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz
dan Kovacs, 1981).
Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah
menjadi bentuk baru tanpa retak-retak.Kadar air terendah dimana tanah dianggap
dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu.Batas plastis
ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan.
Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (1
8��), kadar
airnya adalah batas plastis (ASTM D-424).
2.3.1.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.
Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa.Batas
susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada
Dimana:
�1 :berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 :berat tanah kering oven (gr)
�1 :volume tanah basah dalam cawan(cm
3)
�2 :volume tanah kering oven(cm
3)
�� :berat jenis air(gr/cm3)
2.3.1.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis dan
merupakan rentang kadar air dimana tanah berperilaku dalam keadaan plastis.
Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah sesuai
dengan Persamaan 2.13, seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini.
PI = LL - PL (2.13)
Dimana:
PI : indeks plastisitas
LL : batas cair
PL : batas plastis
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah(Hardiyatmo,2002)
PI Sifat Macam tanah Kohesi
0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
2.3.2 Gradasi Ukuran Butir (Sieve Analysis)
Ukuran partikel efektif dari sesuatu tanah didefenisikan sebagai ukuran
partikel yang 10% dari berat tanah tersebut mempunyai ukuran lebih kecil dari
ukuran itu. Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang
hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut tanah
yang uniform. Apabila kurva membentang pada daerah yang agak besar, tanah
disebut bergradasi baik.
Pembedaan antara tanah uniform dan bergradasi baik dapat ditentukan
secara numerik dengan koefisien uniformitas �� dengan koefisien lengkungan ��.
Koefisien uniformitas dan koefisien lengkungan digunakan sebagai bagian dari
sistem klasifikasi tanah Unified. Koefisien uniformitas didefenisikan sebagai
rasio:
�� =��6010 (2.14)
Koefisien lengkungan didefenisikan sebagai :
�� = �
�10 : diameter butir yang lolos 10% dari berat (mm)
�30 : diameter butir yang lolos 30% dari berat (mm)
2.3.3 Analisa Hidrometer (Hydrometer Analysis)
Analisis hidrometer dapat digunakan untuk memperpanjang kurva
distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang
butirannya lebih kecil dari saringan No.200.Analisis hidrometer tidak secara
langsung digunakan dalam sistem klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat
ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984).
2.4 Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah
sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari
pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis
tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya
diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah
bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu
kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika
didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya.
Oleh karena itu, sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan
pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir
2. Klasifikasi tanah sistem USC
2.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasar Tekstur/Ukuran Butir
Ukuran butir merupakan suatu metode yang jelas untuk mengklasifikasi
tanah, hal tersebut juga sudah digunakan sejak dahulu untuk membuat sistem
klasifikasi berdasar ukuran butir. Karena deposit tanah alam pada umumnya
terdiri atas berbagai ukuran-ukuran partikel, maka perlu untuk menentukan kurva
distribusi ukuran butir dan kemudian menentukan persentase tanah bagi tiap batas
ukuran. Departernen Pertanian AS telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi
ukuran butir melalui prosentase pasir, lanau dan lempung.
Pengklasifikasian dengan sistem ini memiliki kekurangan yaitu hanya
sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisis bagi tanah butir
halus (Dunn et al., 1980).Sehingga dilakukan pengembangan sistem klasifikasi
tanah yang mengikut sertakan karakteristik konsistensi dan plastisitas dari fraksi
halus.Pengklasifikasian tanah berdasar tekstur/ukuran butir dapat dilihat dalam
Gambar 2.4 Klasifikasi Berdasar Tekstur Tanah
2.4.2 Klasifikasi Tanah Sistem USC (Unified Soil Classification)
Klasifikasi tanah sistem Unified adalah sistem klasifikasi tanah yang
paling banyak dipakai untuk pekerjaan pondasi serta dapat digunakan untuk
bendungan dan konstruksi lainnya. Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh
A.Casagrande (1948) sebagai sebuah metode untuk mengidentifikasi dan
mengelompokkan tanah untuk konstruksi militer.Sistem ini biasa digunakan untuk
desain lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1988), tanah dikelompokkan
1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada
ayakan no.200 (0,075 mm).Simbol dari kelompok ini dimulai dengan
huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil,
dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50 % berat total contoh tanah
lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai
dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay)
anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT
digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan
kadar organik yang tinggi.
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP,
GM, GC, SW, SP, SM dan SC.Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam
klasifikasi tanah ini adalah :
W :well graded (tanah dengan gradasi baik)
P :poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)
L :low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)
H :high plasticity (plastisitas tinggi) ( LL > 50)
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini :
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus).
3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi
(gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan
no.200.
4. Batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan
no.40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan no.200).
2.4.3 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO(American Association of State
Highway Transportation Official) pada mulanya dikembangkan pada tahun 1929
sebagai Public Road Administration Classification System. Sistem ini
mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, A-1 sampai A-8, namun
kelompok tanah A-8 tidak diperlihatkan tetapi merupakan gambut atau rawa yang
ditentukan berdasarkan klasifikasi visual. Setelah diadakan beberapa kali
perbaikan, sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway
Officials (AASHTO) dalam tahun 1945.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke
kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan
data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung.
3. Batas susut.
4. Ekivalen kelembaban sentrifugal, sebuah percobaan untuk mengukur
kapasitas tanah dalam menahan air.
5. Ekivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana satu
tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil tidak segera
Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus
diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya.Bagan
pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.6.
2.5 Tanah Lempung (clay)
2.5.1 Defenisi Lempung
Berdasarkan sudut pandang beberapa ahli, lempung memiliki defenisi
antara lain:
1. Terzaghi (1987)
Mendefenisikan tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis
sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur
kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan
kering dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas
lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada
keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak.
2. Das. Braja M (1988)
Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel
mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila
hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung
(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah
lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar
air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat
3. Bowles (1991)
Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel
berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari
50 %.
4. Hardiyatmo (1992)
Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain
ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah,
kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut
yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.
Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki
diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS).Dibeberapa
kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan
sebagai partikel lempung (ASTM-D-653).Dari segi mineral tanah dapat juga
disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari
partikel-partikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat
berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis).
Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan
kristal berukuran mikro, yaitu < 1 µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah
lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah
satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan
2.5.2 Lempung dan Mineral Penyusun
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang
kompleks.Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar,
yaitu silika tetrahedra dan aluminium oktahedra (Das, 1988). Mineral lempung
dapat terbentuk dari hampir setiap batuan selama terdapat cukup banyak alkali dan
tanah alkalin untuk dapat membuat terjadinya reaksi kimia (Grimm, 1968).
Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada
kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan
bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa bahwa
pada keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar
sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas
merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa
perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi
retakan-retakan atau terpecah-pecah.
Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah,
dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous
aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar.Beberapa diantaranya
juga mengandung alkali dan/atau tanah alkalin sebagai komponen
dasarnya.Mineral lempung sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana
ukuran mineralnya sangat kecil yakni kurang dari 2 µm (1µm = 0,000001m),
meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah
0,005 m (ASTM)dan merupakan partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang
Bowles (1984) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung
adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :
felspar ortoklas
felspar plagioklas
mika (muskovit)
yang semuanya dapat disebut silikat aluminium kompleks (complex aluminium
silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral
lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain
yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group,
serpentinite group).Kaolinit merupakan mineral lempung paling tidak aktif yang
pernah diamati.
Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron
dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk
struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari
komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam
ikatan antara masing-masing lembaran (Das, 1988).
Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika
(silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran
oktahedra (gibbsite sheet).Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran
oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikanposisi ion hidroksil
( a ) ( b )
( c ) ( d )
( e )
Gambar 2.7 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica
sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )
lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).
2.5.2.1 Kaolinite
Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari
nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite
Kaolinitemerupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat
pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu,
kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.
Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral
yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika
dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal
kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti
lempengan-lempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100
Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang memiliki
rumus kimia
(OH)8Al4Si4O10
Keluarga mineral kaolinite1 : 1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite
memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite sehingga
molekul tunggal dari air dapat masuk.Halloysite memiliki rumus kimia sebagai
berikut.
(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O
Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.8.
2.5.2.2 Illite
Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di
Illinois.Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illitemempunyai
hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral illite memiliki rumus kimia
sebagai berikut:
(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20
Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal,
tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya
ada pada :
Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai
penyeimbang muatan.
Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng
tetrahedral.
Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.
Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi
kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral.Bila sebuah anion dari lembaran
oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium
maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan
kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral
Gambar 2.9 Struktur Illite (Das, 2008)
2.5.2.3 Montmorillonite
Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang
ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus
kimia
(OH)4Si8Al4O20 . nH2O
dimananH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral
montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan
susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit
satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.
Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng
SiO2.Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan
mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih
tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti y ang ditunjukkan pada
Gambar 2.10. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara
ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan
susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit
massamontmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat
sehingga mudah mengalami proses pengembangan.Gambar dari struktur kaolinite
dapat dilihat di dalam Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Struktur Montmorillonite (Das, 2008)
2.5.3 Sifat Umum Lempung
Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984)
menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain :
1. Hidrasi.
Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung
biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-lapisan
molekul airyangdisebut sebagai airterabsorbsi. Lapisan
iniumumnyamemiliki tebalduamolekul.Oleh karenaitu
2. Aktivitas.
Aktivitastanah lempung adalah perbandinganantaraIndeks
Plastisitas(IP)denganpersentase butiranlempung,dan dapat
disederhanakandalampersamaan:
�= ��
����������ℎ�������
Dimana :
persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA
(Aktivitas),
A >1,25 : tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif
1,25<A<0,75 : tanah digolongkannormal
A<0,75 : tanah digolongkantidakaktif.
Nilai- nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel 2.4.
3 . Flokulasi dan disperse
Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah – air yang
bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan
mineral. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan
bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi
larutan air dapat ditambahkan zat asam.
Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan
kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa
tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung
tersebut telahdidiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan
mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan
didapatkan dari lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang yang
dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan membentuk kembali
struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban
awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih, beban desain
akan dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang
(R.F.Craig, Mekanika Tanah).
4 .PengaruhZatcair
Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung.Molekulair
berperilakusepertibatang-batangkecilyang mempunyai muatan
positifdisatusisidanmuatan negatif disisilainnya hal ini dikarenakan
molekul air merupakan molekul dipolar. Sifat
Gambar 2.11 Sifatdipolarmolekulair(Das,2008)
Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan
negatifpada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung
secara elektrik dalam 3 kasus,hal ini disebut dengan hydrogen
bonding, yaitu:
1. Tarikanantarpermukaannegatifdanpartikellempungdenganujungpo
sitif dipolar.
2.
Tarikanantarakation-kationdalamlapisangandadenganmuatannegatifdari ujung dipolar.
Kation-kation ini tertarikoleh permukaan partikel lempung
yangbermuatannegatif.
3. Andilatom-atom hidrogen dalammolekul air,yaituikatanhidrogen
Gambar 2.12 Molekulairdipolardalamlapisanganda(Hardiyatmo,2002)
Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang
berbeda untuk menarik exchangeablecation. Exchangeable cation adalah keadaan
dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama
dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik
exchangeable cationyang besar daripada kaolinite.Kalsium dan magnesium
merupakan exchangeable cationyang paling dominanpada tanah, sedangkan
potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan.Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan
besarnya ion hidrasi.Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari
besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:
Al+3>Ca+2>Mg+2>NH+4>K+>H+>Na+>Li+
Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008)
Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara
elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan
semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada
tanah lempung.Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk
dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain
lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan
mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah
lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls
serta macam ikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi
Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan
sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe,
konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi
muatannya. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis hendak menggantikan
kation-kation yang terdapat pada lempung dengan kation-kation dari bahan
gypsum serta semen.
2.6 Stabilisasi Tanah
2.6.1 Konsep Umum Stabilisasi Tanah
Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat
sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi
yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain
yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam
suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi
tanah.
Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau
menambahkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan
persyaratan dan memiliki mutu yang baik. Tanah lempung merupakan salah satu
jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak
plastis dan kohesif pada tanah lempung disaat basah.Sehingga menyebabkan
perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah
yang menjadi alasan perlunya dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut
diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut.
Bowles (1984) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Meningkatkan kepadatan tanah.
2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau
kekuatan geser dari tanah.
3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan
secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.
4. Memperendah permukaan air tanah.
5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut.
Secara umum ada beberapa karakteristik utama tanah yang harus
dipertimbangkan sehubungan dengan masalah stabilisasi tanah, yaitu: (Ingels dan
Metcalf, 1972)
1. Stabilisasi volume
Perubahan volume sangat erat hubungannya dengan kadar air. Banyak
jenis tanah lempung yang mengalami susut dan kembang karena kepekaan
terhadap perubahan kadarairnya, dimana perubahan kadar air sejalan
dengan perubahan musim di wilayah tersebut misalnya retak-retak pada
musim kemarau dan mengembang pada musim hujan. Masalah ini
biasanya diatasi denganwaterproofing dengan berbagai bahan seperti
Bertambahnya kemampuan menyusut dan mengembang bergantung dari
faktor lingkungan dan mineralogi seperti:
• Distribusi partikel
• Kadar air mula-mula
• Tekanan
2. Kekuatan
Pada umumnya parameter yang digunakan untuk mengetahui kekuatan
tanah adalah dengan percobaan kuat geser dan daya dukung tanah.Hampir
semua jenis stabilisasi berhasil mencapai tujuan ini, namun pada tanah
organik hal ini sulit dicapai, jadi lapisan tanah organik (top soil) sebaiknya
dibuang seluruhnya.Pelaksanaan pemadatan yang baik terbukti bermanfaat
meningkatkan kekuatan tanah untuk bermacam-macam stabilisasi yang
diterapkan, dengan demikian hampir semua jenis stabilisasi bertujuan
meningkatkan stabilisasi volume sekaligus meningkatkan kekuatan tanah.
3. Permeabilitas
Biasanya untuk rentang harga normal dari kadar air, batas plastis dan batas
cair, besaran permeabilitas akan lebih kecil dari 1 x 10-10 cm/sec, misalnya
pada Montmorllionite. Pada umumnya untuk lempung asli berkisar antara
1 x 10-6 sampai 1x 10-8cm/sec. Bergantung dari jumlah mineral lempung
yang paling dominan, maka harga permeabilitas mineral Montmorillonnite
Untuk lempung permeabilitas yang terjadi disebabkan pori-pori mikro
(micropore).Permeabilitas pada umumnya diakibatkan oleh timbulnya
tekanan air dan terjadinya aliran perembesan (seepage flow), sedangkan
pada tanah lempung yang permeabilitasnya tinggi disebabkan pelaksanaan
pemadatan yang kurang baik.
4. Durabilitas
Durabilitas adalah daya tahan bahan konstruksi terhadap cuaca, erosi dan
kondisi lalu lintas di atasnya.Pada tanah yang distabilisasi, durabilitas
yang buruk biasanya disebabkan oleh pemilihan jenis stabilisasi yang
keliru, bahan yang tidak sesuai atau karena masalah cuaca.Pengetesan
untuk mengetahui ketahanan material terhadap cuaca sampai sekarang
masih sulit dihubungkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan, maka
dipilih jenis atau bahan stabilisasi yang sesuai dengan kondisi lapangan.
5. Kompressibilitas
Kompresibilitas bergantung dari kandungan mineral lempung, umumnya
kompresibilitas membesar dengan urutan mineral Kaolinite <Illite, dan
Illite < Montmorillonite.
Umumnya proses stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara
yaitu secara mekanis dan dengan bahan pencampur. Akan tetapi hal tersebut dapat
1. Mekanis
Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan(compaction) yang
dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti :
mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,
tekstur,pembekuan, pemanasan dan sebagainya.
2. Fisis
Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan
menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna
mencapai gradasi yang rapat.Hal ini bertujuan agar tanah dasar tersebut
dapat memenuhi spesifikasi yang telah disyaratkan.
3. Kimiawi (Modification by Admixture)
Stabilisasi secara kimiawi dilakukan dengan cara menambahkanbahan
kimia tertentu sehingga terjadi reaksi kimia. Bahan kimia tersebut dapat
berupa Portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen
aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan
bahan-bahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti
abu sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.
Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan (admixtures)
adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kekuatan tanah
b. Mengurangi deformasi