• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control (pbc) terhadap lntensi berhenti merokok pada perokok mahasiswa uin syarif hidayatullah jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control (pbc) terhadap lntensi berhenti merokok pada perokok mahasiswa uin syarif hidayatullah jakarta"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN SIKAP, NORMA SUBJEKTIF DAN

PERCEIVED

BEHAVIORAL CONTROL

(PBC) TERHADAP INTENSI

BERHENTI MEROKOK PADA PEROKOK MAHASISWA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

111111 lllilll llllll lllllllllllllliro.

111

Universitas lslaffi Negeri rr · _ Mセ@

SYARIF HIDAYATULLAH jakaヲカセイョB@ MMZ[[セセ@

;1ri . .

• :ii : ᄋNセᄋセャRᄋセ\セu\ゥャセャャヲエAセセAAセGNYNMゥ@

GGセᄋᄋ@

1nr1uk : ···

.. t9, ... .

lA

ᄋZZZ・サセBRャtsGGャB

G@

klasifikasi :

...

Oleh:

KIKI RAHMI ANGGUNIA NIM: 105070002382

FAKULTAS PSil(OLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Peranan Sikap, Norma Subjektif dan

Perceived Behavioral

Control

(PBC) Terhadap lntensi Berhenti Merokok Pada

Perokok Mahasiswa UIN Syarif Hida

Jakarta

I

pefセpustaヲ\GNNpan@

UT.A.MA

U!N SYAHID JAKARTA ;,

Skripsi 1 11

Diajukan kepada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Pembimbing I

;:::::::;.;--:-

-lkhwan Luthfi, M.Psi NIP .150368809

Oleh:

Kiki Rahmi Anggunia

NIM.105070002382

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing II

a 1 Saloom, M.Si

NIP .150389379

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "Peranan Sikap, Norma Subjektif dan Perceived

Behavioral Control (PBC) Terhadap lntensi Berhenti Merokok Pada

Perokok Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta" telah diujikan dalam

sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 07 Desember 2009. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi.

Jakarta, 07 Desember 2009

Sidang Munaqasyah

Dekan I

Ketua merangkap anggota,

Oィ⦅ᄋセ@

"t'..

Pembantu Dekan I Sekretaris merangkap anggota,

Jahja Umar, Ph.D Dra Fadhilah Su laga, M.Si NIP. 130.885.522 NIP. 1956.1223.1983.032001

Penguji I,

Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi NIP: 150.368.748

Pembimbing I,

セ@

セ@

NIP .150368809

Anggota

Ill

Penguji II,

lkhwan Luthfi, M.Psi NIP.150368809

(4)

KATA PENGANTAR

Bismil/ahirrahmaanirrahim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul "Peranan Sikap, Norma Subjektif dan

Perceived Behavioral Control (PBC) Terhadap lntensi.Berhenti Merokok

Pada Para Perokok". Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan

kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita

dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak Jepas dari bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak, ba1k bantuan moril, materil, masukan, kritik

dan pendapat. Dukungan langsung dan dukungan tidak langsung. Untuk itu,

dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Jahja

Umar, Ph.D

2. Dosen Pembimbing I, Bapak lkhwan Luthfi. M.Si, :;ang sudah Juar biasa

memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berguna dalam

menyelesaikan penelitian ini.

3. Dosen Pembimbing II, Bapak Gazi Saloom ,M.Si, yang selalu sabar

(5)

4. Pembimbing Akademik lbu Natris ldriyani, M.Si, atas bimbingannya

selama penulis menjalani perkuliahan

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang sangat luar

biasa, semoga ilmu-ilmu yang diberikan bermanfaat dalam kehidupan

Penulis

6. Ayah dan ibu yang paling penulis hormati dan sayangi yang tak pernah

putus mendoakan penulis dan keluargaku (dua kakakku, dan empat

adikku) yang tak henti memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih yang

tulus kepada penulis hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan

tanggung jawab sebagai mahasiswa

7. Para responden, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

8. Seluruh Keluarga Mahasiswa Minang (KMM). Terima kasih untuk

semangat, bantuan serta kebersamaannya.

9. Keluarga besar Madrasah Tarbiyah lslamiah Candung Bukittinggi, para

kakak alumni, adik-adik kelas, ustadz/ ustadzah dan teman-temanku,

terima kasih atas motivasi dan doa yang selalu dialirkan kepada penulis.

10. Seluruh sahabat dan teman-teman Fakultas Psikologi khususnya

angkatan 2005 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu,

kakak-kakak dan adik-adik kelasku, terima kasih untuk support, diskusi, saran

serta kebersamaannya.

Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang di berikan.

Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait. Untuk kesempurnaan karya ini, penulis harapkan saran dan· kritiknya.

Jakarta, 2 November 2009

(6)

(A) Fakultas Psikologi

(B) November 2009

(C) Kiki Rahmi Anggunia

ABSTRACT

(D) Peranan Sikap, Norma Subjektif dan Perceived Behavioral Control

(PBC) Terhadap lntensi Berhenti Merokok Pada Perokok Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(E) 107 halaman + 26 lampiran

(F) Perilaku merokok paling banyak ditemui pada perokok usia dewasa muda. Salah satu cara untuk menghindari berbagai penyakit mematikan dan menjaga \ingkungan dari asap rokok, Pemerintah menetapkan beberapa aturan untuk tidak merokok di tempat umum. Namun jumlah perokok malah semakin tinggi.

Berdasarkan teori Planned Behavior, perilaku manusia ditentukan oleh

sikap, norma subjektif dan PBC melalui intensi perilaku. lntensi perilaku adalah indikasi kesiapan seseorang untuk menampilkan perilaku.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan sikap, norma

subjektif dan PBC terhadap intense perilaku. Penelitian 1n1

menggunakan pendekatan kuantitatif dan diikuti oleh 100 subjek

penelitian yang diambil secara purposive. lnstrumen pengumpulan data

adalah dengan model skala Likert dan skala Semantic Differential.

Berdasarkan hasil penelitian, gambaran intensi berhenti merokok pada mahasiswa berada pada kategori sedang yaitu sebesar 56%, sedangkan sikap karena dibagi menjadi dua kategori maka sikap

perokok didominasi oleh kategori negatif sebesar 54 %. Untuk norma

subjektif para perokok juga masuk dalam kategori sedang dengan 69 %

demikian juga halnya PBC 57

%

di kategori sedang. Dari ana\isis data

dengan multiple regresi linier dengan melihat R square dihasilkan sikap,

norma subjektif dan PBC memberi sumbangan yang signifikan terhadap

intensi perilaku berhenti merokok sebesar 29,3 %. Hasil uji signifikansi

pengaruh variabel independen dilihat dari uji F dengan F hitung 13.281 > F tabel dengan signifikansi 0,000 < 0,05 yang artinya Ha diterima. Untuk variabel yang memiliki pengaruh paling signifikan dengan melihat nilai

beta output coefficient yakni variabel PBC sebagai penyumbang

terbesar 31,8 %, kemudian penyumbang terbesar kedua norma subjektif

(7)

DAFTAR ISi

HALAMAN JU DUL ... i

HALAMAN PERSETUJ UAN . . . .. .. . .. .. . .. ... .. .. ... .. ... .. .. .. . .. .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. . . ii

M 0 TT 0. . . .. . . .. . . .. . . . .. . . .. . .. . .. . .. . .. .. . . .. . .. .. .. .. . .. . .. .. . .. .. .. .. . .. .. . .. . .. . .. . .. .. . . . iii

KAT A PEN GANT AR... iv

ABSTRAKSJ... vi

DAFT AR JS I . . . .. . . . .. . . . .. . . . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. ... .. .. .. . .. .. . . . .. .. . .. .. .. ... .. .. . .. .. . .. viii

DAFT AR T ABEL . . . .. .. . .. .. ... .. .. . .. .. . .. ... .. ... .. .. .. . .. .. ... .. .. . .. .. . .. .. .. . .. ... xii

DAFT AR GAMBAR . . . .. . . . .. . . . .. . . .. . .. .. . . . .. ... .. .. .. . .. .. ... .. .. .. . .. .. . . . .. .. ... .. ... .. . xiii

DAFT AR LAMPI RAN . . . .. . .. . . . .. .. . .. ... .. . . .. . .. . . . .. ... .. .. .. ... .. .. ... .. .. ... .. .. . .. ... .. . xiv

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 ldentifikasi ... 11

1.3 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah Masalah .. .. 1.3.1 Batasan Masalah ... 12

1.3.2 Rumusan Masalah ... 13

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 13

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 14

1.5 Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 lntensi ... 16

2.1.1 Pengertian lntensi ... 16

2.1.2 Komponen lntensi... 17

2.1.3 lntensi berhenti merokok... 19

2.1.4 Sikap ... 20

2.1.4.1 Pengertian Sikap... 20

2.1.4.2 Peran Beliefs... 22

(8)

2.1.5 Norma subjektif... 24

2.1.5.1 Pengertian norma subjektif ... 24

2.1.5.2 Determinan norma subjektif ... 25

2.1.6 Perceived Behavioral Control ... 27

2.1.7 TRA (Theory of Reason Action)... 30

2.1.8 TPE3 (Theory of Planned Behavior... 34

2.2 Rokok ... 37

2.2.1 Sejarah rokok ... 37

2.2.2 Kandungan zat kimia dalam rokok... 39

2.2.3 Bahaya merokok... 40

2.2.4 Faktor penyebab kebiasaan merokok... 41

2.2.5 Tahapan merokok... 42

2.3 Kerangka Berpikir ... 45

2.4 Hipotesis ... 48

BAB Ill METODOLOGI PENELITIAl\J 3.1 Pendekatan Penelitian ... 49

3.2 Definisi Variabel dan Definisi Operasional ... 50

3.2.1 Definisi variabel ... 50

3.2.2 Definisi Operasional ... 50

3.3 Pengambilan Sampel ... 52

3.3.1 Populasi dan Sampel ... 52

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 53

3.4 Pengumpulan Data ... 54

3.4.1 Metode dan instrumen ... 54

3.4.2 lnstrumen Penelitian ... 54

(9)

3.1 Teknik Analisis Data ... 61

3.2 Prosedur Penelitian ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 64

4.2 Hasil uji instrumen penelitian ... 68

4.3 Deskripsi hasil penelitian ... 70

4.3.1 Kategorisasi Skor Skala lntensi Berhenti Merokok 71 4.3.2 Kategorisasi Skor Skala sikap ... 72

4.3.3 Kategorisasi Skor Skala norma subjektif ... 73

4.3.4 Kategorisasi Skor Skala PBC ... 74

4.4 Uji Hipotesis ... 75

4.4.1 Hasil Uji Hipotesis Statistik Pertama ... 75

4.4.2 Hasil Uji Hipotesis Statistik Kedua ... 78

4.4.3 Hasil Uji Hipotesis Statistik Ketiga ... 79

4.4.4 Hasil Uji Hipotesis Statistik Keempat ... 80

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Diskusi ... 84

5.3 Saran 5.3.1 5.3.2 saran teoritis ... .. saran praktis ... . 88 88 89 DAFTAR PUSTAKA ... . 91

LAMPI RAN

(10)

Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5

Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3 Tabel 4.4. Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Table 4.9 Tabel 4.10 Tabel4.11

Tabel 4.12

Tabel 4.13 Table4.14 Table 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19

Tabel 4.20

Tabel 4.21

DAFTAR TABEL

Skar Skala Model Likert

Skar Skala Semantic Differential

Blue print skala pengukuran sikap

Blue print skala pengukuran Norma Subjektif

Blue print skala pengukuran Perceived Behavioral Control

(PBC)

Skala Pengukuran lntensi Norma Reliabilitas

Distribusi responden berdasarkan usia

Distribusi responden berdasarkan tingkatan (semester)

Distribusi responden berdasarkan jenis rokok yang dikonsumsi Distribusi responden berdasarkan waktu (sejak kapan mulai merokok)

Distribusi responden berdasarkan frekuensi merokok Uumlah konsumsi rokok)

Distribusi responden berdasarkan alasan merokok Blue print skala pengukuran sikap setelah uji instrumen Blue print skala pengukuran Norma Subjektif setelah uji

instrument

Blue print skala Perceived Behavioral Control (PBC) setelah uji instrument

Skala Pengukuran lntensi

Deskripsi umum skor perhitungan statistik skala intensi, sikap, norma subjektif, dan PBC (Perceived Behavioral Control)

Klasifikasi responden berdasarkan skala intense berhenti merokok

Kategorisasi Skar skala Sikap

Klasifikasi responden berdasarkan skala norma subjektif Klasifikasi responden berdasarkan skala PBC

Hasil Pengujian Model Multiple Regresi Linear

Hasil Pengujian Signifikansi/ANOVA(b)

Hasil Analisis Regresi Sikap terhadap lntensi Perilaku Hasil Analisis Regresi Norma Subjektif terhadap lntensi Perilaku

Hasil Analisis Regresi Perceived Behavioral Control terhadap I ntensi Perilaku

(11)
[image:11.518.80.432.189.526.2]

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3.

DAFT AR GAMBAR

Skema (Theory of Reasoned Action) TRA (Ajzen, 1988)

Model Planned Behavior

Kerangka Berpikir

(12)

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

DAFTAR LAMPIRAN

Data Hasil Try Out dan Field Tes

Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Skala lntensi, Sikap,

norma subjektif, dan perceived behavioral control

Hasil Elisitasi

lnstrumen Penelitian

Hasil Uji Prasyarat

(13)

BABI

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.

Perilaku merokok bagi kehidupan manusia saat ini merupakan kegiatan yang

fenomenal. Meskipun sudah diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah

perokok bukan semakin menurun malah semakin meningkat dan usia

merokok semakin bertambah muda. Perilaku merokok merupakan aktivitas

subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya yang diukur melalui

intensitas merokok, tempat merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok

dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari dan Helmi, 2000).

Hampir semua bukan perokok setuju bahwa merokok itu berbahaya, tetapi

kurang dari separuh perokok yang menganggapnya demikian, karena

menu rut mereka bahaya itu agak dibesar-besarkan (Target, 1991 ). Karena

itulah perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan

perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan

dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum

maupun jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan dijumpai orang

yang sedang merokok. Bahkan larangan merokok di tempat umum pun tidak

(14)

Prof Dr Farid Anfasa Moeloek SpOG, dalam sebuah jumpa pers berkaitan

dengan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Jakarta

mengungkapkan bahwa merokok merupakan peri:aku adiksi yang telah

mewabah secara global dan endemis di Indonesia. lni menjadikan masalah

bersama yang perlu ditanggulangi (Siswono, 2005).

Penelitian mengenai perilaku merokok (oleh Center for The Advancement of

Health, 2000 dalam Wulandari, 2007) telah banyak dilakukan sejak tahun

1950-an sejalan dengan semakin berkembangnya kesadaran mengenai

kesehatan. Sejak saat itu, disimpulkan bahwa merokok adalah faktor yang

dapat menyebabkan dan mempercepat kematian. Menurut Oskamp, 1984

(dalam Smet, 1994) resiko kematian tersebut bertambah sehubungan dengan

banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini.

Selain itu, WHO memperkirakan pada tahun 2020, rokok akan menjadi

pembunuh utama diseluruh dunia dengan 10 juta orang akan meninggal

setiap tahun. Hal ini terutama akan melanda negara-negara berkembang,

karena dari 1,3 milyar perokok diseluruh dunia, 84 persen berada pada

Negara-negara berkembang (Health Today, 2005). Efek dari merokok juga

(15)

Menurut David O.Sears (1994), perilaku nyata sering tidak sesuai dengan

sikap, dan nampaknya orang dapat hidup cukup nyaman dengan

ketidaksesuaian tersebut, dalam ha! ini sikap terhadap merokok. Banyak

perokok percaya bahwa merokok tidak baik untuk kesehatan dan banyak

yang tidak menyukai rasa nikotin. Tetapi sulit bagi mereka untuk melepaskan

diri dari kebiasaan tersebut. Perilaku merokok mereka tidak dikendalikan oleh

kognisi dan penilaian negatif mereka tentang merokok.

Para perokok memiliki makna tersendiri terhadap merokok. Makna merokok

menurut Danusantoso (1991 ), sehubungan dengan berbagai pendapat yang

dikemukakan oleh perokok dalam Rokok dan Perokok, sebagai berikut: a)

Merokok dapat meningkatkan kemampuan berkonsentrasi untuk

memecahkan masalah yang sedang dihadapi, b) Merokol< dapat

memudahl<an lancarnya menjalin persahabatan baru, mengakrabl<an

suasana, menimbulkan rasa persaudaraan, c) Merokok sebagai obat

penenang, sebagai jalan l<eluar untuk meredakan ketegangan yang dialami,

d) Merol<ok sebagai penghalau l<esepian, e) Sagi remaja, rokol< memberil<an

kesan dewasa, jantan, gagah, modern, dan lainnya.

Makna-makna tersebut juga diperkuat dan makin ditonjolkan oleh rel<lame

besar-besaran tentang perihal rokok yang dijumpai di hampir semua media

massa, di jalan-jalan, di bioskop dan lainnya. Kalau kita perhatil<an rel<lame

(16)

rokok (melalui perusahaan reklame) ingin menunjukkan bahwa rokok tersebut

merupakan hobi atau kesenangan ataupun ciri khas suatu kelompok

masyarakat tertentu. Dan kelompok yang biasanya ditonjolkan adalah

mereka yang sukses, muda, gagah, generasi muda yang modern. Hal ini

akan tampak pula pada konsumsi rokok di negara-negara berkembang

terutama di Indonesia, dimana reklame rokok masih diperkenankan

sebebas-bebasnya. Disini ternyata konsumsi rokok naik 400 persen dalam jangka

waktu sewindu (Medika, Mei 1986 cialam Danusantoso, 1990).

Dengan semakin banyaknya informasi tentang efek negatif dan merugikan

dari rokok bagi kesehatan, maka cukup banyak yang mempunyai keinginan

untuk berhenti merokok. Sejak awal tahun 1960-an, ketika bahaya merokok

mulai dikenal luas, 9 juta orang telah berhenti (Danusantoso, 1990). Lebih

dari 40 juta perokok telah berhenti merokok sejak tahun 1964, dan diyakini

bahwa 90 persen diantaranya berhenti merokok tanpa bantuan professional

(National Cancer Institute 1977; USDHHS, 1982, 1989). Di Amerika,

berbagai program ditawarkan untuk membantu sejumlah besar perokok untuk

berhenti merokok. Tetapi diperkirakan hanya sekitar separuh peserta

program berhenti merokok yang berhasil menghentikan kebiasaannya

(17)

tinggi, lebih tua, atau mengalami masalah kesehatan akut (USDHHS, 1998

dalam Davison, 2000).

Sekitar sepertiga perokok menyesal telah memulai kebiasaan tersebut,

separuhnya telah mencoba untuk berhenti dan hampir 40 persen

menunjukkan minat untuk mendapatkan penanganan agar mereka terbebas

dari rokok (Henningfield 2000). Namun sebagian besar kembali merokok

dalam setahun setelah berhenti, terlepas dari cara yang digunakan untuk

berhenti merokok (Davison, 2000).

Sekitar enam atau tujuh dari setiap sepuluh orang mempunyai keinginan

untuk berhenti tetapi gagal setelah mencoba atau bahkan sebelum mencoba.

Beberapa orang yang benar-benar sudah berhenti selama sehari, seminggu,

sebulan, tiga bulan, setahun, tetapi pada suatu pagi, sore atau malam

harinya kembali membiarkan diri mereka merokok seolah mereka belum

pernah berhenti (Target, 1991 ).

Berdasarkan fenomena merokok tersebut dapat dilihat bahwa sesungguhnya

sebagian perokok mempunyai keinginan untuk berhenti merokok. Namun

banyak dari perokok tersebut gagal setelah mencoba atau bahkan sebelum

mencoba. Berhenti merokok menyangkut perubahan radikal dalam kebiasaan

seseorang. Berhenti merokok berarti mengubah kebiasaan perokok tersebut,

(18)

dan harus menerima tanggung jawab penuh atas diri sendiri dan demi

hidupnya (Target, 1991 ). Agar terbebas dari merokok, maka perlu

ditingkatkan kesadaran dan pengetahuan akan bahaya rokok, disertai

dengan keteguhan niat dan kemauan yang kuat untuk berhenti merokok

(Husaini, 2006).

Silvan Tomkins 1968 (dalam Sarafino 1990) mengemukakan empat alasan

sulitnya seseorang berhenti merokok sehingga tetap mempertahankan

kebiasaan tersebut; pertama, merokok untuk mendapatkan perasaan positif.

Dengan merokok , seseorang merasakan bangkitnya rasa positif pada

dirinya. Merokok sebagai efek stimulasi, relaksasi atau untuk memperoleh

kenikmatan. Kedua, merokok untuk mengatasi afek negatif. Ketiga, merokok

telah menjadi kebiasaan atau tingkah laku otomatis dimana seseorang

melakukannya tanpa disadari. Keempat, merokok dikarenakan ketagihan

atau adiksi yang disebut jug a sebagai Psychological Addiction. Smet (1994)

menyatakan mulai merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan social seperti

teman-teman, orang tua ataupun saudara-saudaranya yang merokok.

Sementara pada para remaja, merokok dinilai sebagai simbol status, misal

sebagai gaya hidup, ajang pencarian identitas diri, peniruan perilaku dewasa

(19)

Ketertarikan peneliti mengangkat perokok usia dewasa muda (mahasiswa)

sebagai sasaran penelitian adalah karena berdasarkan jurnal Arkhe oleh

Wulandari (2007) menyatakan bahwa pada kenyataannya kuantitas atau

jumlah rokok yang dikonsumsi semakin meningkat pada usia ini. Konsumsi

rokok pada usia muda tidak mengalami penurunan karena kurang atau tidak

adanya sanksi terhadap merokok dan lebih diterimanya perilaku merokok

seiring dengan semakin dewasanya individu (Chassin, Presson, Pitts, &

Sherman, 2000).

Pentingnya mengangkat perokok mahasiswa sebagai subjek penelitian

karena melihat fenomena perilaku merokok mahasiswa juga merupakan

fenomena sosial yang sering kita jumpai. Lingkungan universitas merupakan

tempat berkumpulnya individu dari berbagai daerah dengan keunikan sendiri,

cara pandang, cara individu dalam lingkungan sosialisasi, penyesuaian baru

serta stress yang dialaminya juga !:Jerbeda satu sama lain.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Charles Gilbert Wernn dan

Shirley Schwarzrock (dalam Budiyanto, 2009), dimana para dewasa muda

merokok karena beberapa alasan berikut: pertama: hanya sekedar ikut-ikutan

teman. Ketika mereka bergaul dan berada di suatu lingkungan yang di

lingkungan tersebut banyak perokoknya, maka otomatis untuk beradaptasi

(20)

dia akan membuat dirinya sama dengan lingkungannya. Alasan kedua; hanya

iseng atau pengen coba-coba karena seorang pemuda itu biasanya suka

sesuatu yang menantang dan terlarang dan suka mencoba hal baru tanpa

melihat baik buruk hal tersebut. Alasan ketiga; merokok biar kayak orang

dewasa. Mahasiswa adalah orang yang susah di atur dalam kehidupannya.

Mereka merasa seolah-olah sudah dewasa dan bisa menentukan pilihan

sendiri dan salah satu cara mengekspresikan kedewasaan itu adalah meniru

orang dewasa, antara lain merokok. Alasan terakhir adalah karena merasa

bosan atau tidak ada kerjaan. Mereka merasa bosan dengan kegiatan

mereka sehari-hari. Mereka berpikir masa muda adalah untuk

bersenang-senang dengan merasakan rokok.

Selain alasan merokok tersebut, berdasarkan hasil pengamatan peneliti di

lingkungan Universitas dimana para mahasiswa tetap merokok meskipun

sudah diberlakukan larangan merokok dan juga pengakuan dari beberapa

mahasiswa yang tetap merokok meskipun mereka mengetahui efek negatif

rokok tersebut. Padahal mahasiswa adalah seorang yang terpelajar yang

selalu peduli dengan nasib rakyat bangsa ini tapi tidak mampu

mengendalikan dirinya sendiri dari hal yang dapat merusak kesehatan

(21)

Untuk memprediksi dan memahami perilaku merokok tersebut, terdapat

suatu pendekatan yang cukup banyak digunakan, yakni Theory of Planned

Behavior (teori perilaku terencana) yang kemudian disebut dengan TPB. TPB

merupakan hasil perluasan dari teori terdahulu yakni TRA (Theory of Reason

Action) dalam mengatasi kontrol volisional yang belum lengkap (Ajzen,

1988). Menurut TPB, perilaku dapat diprediksi melalui niat (behavioral

intention). lntensi untuk melakukan suatu tingkah laku menurut Fishbein dan

Ajzen (1975) merupakan prediktor paling kuat bagi munculnya suatu tingkah

laku. lntensi atau niat untuk melakukan perilaku tersebut dipengaruhi oleh

tiga determinan yakni: sikap terhadap perilaku (attitudes toward the specific

action). Norma-norma subyektif terhadap perilaku (subyektif norms regarding

the action), dan persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control).

Sikap terhadap perilaku timbul dari keyakinan akan hasil dari perilaku Qika

saya berhenti merokok, saya merasa lebih sehat dan nafas lebih segar), dan

evaluasi terhadap hasil perilaku tersebut (sehat c;lan memiliki nafas segar

adalah hal yang disukai). Norma-norma subyektif terhadap perilaku timbul

dari: kepercayaan normatif (orang tua saya mengharapkan saya berhenti

merokok), yang dikombinasikan dengan motivasi subyek untuk mematuhi

norma-norma subyektif tersebut. Persepsi kontrol perilaku mengacu pada

keyakinan seseorang bahwa ia dapat melakukan tindakan tersebut (saya

(22)

5. Adakah peranan sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control

(PBC) terhadap intensi berhenti merokok pada para perokok?

6. Manakah yang paling berpengaruh terhadap intensi berhenti merokok

dari sikap, norma subjektif dan PBC?

1.3 Batasan dan Rumusan Masalah

1.3.1. Batasan Masalah

Supaya permasalahan tidak meluas, maka pembahasan ini akan difokuskan

dalam ruang lingkup sebagai berikut :

1. Sikap adalah derajat penilaian positif atau negatif seseorang terhadap

dilakukannya perilaku

2. Norma Subjektif adalah persepsi seseorang mengenai tekanan sosial

dari significant others sehingga mempengaruhi seseorang untuk

menampilkan perilaku berhenti rnerokok atau tidak.

3. PBC (Perceived Behavioral Controi) adalah persepsi individu terhadap

sesuatu yang memudahkan dan menyulitkan untuk bertindak

4. lntensi adalah kecenderungan ata.u niat seseorang untuk menampilkan

atau tidak menampilkan perilaku

5. Para perokok yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah Mahasiswa

(23)

1.3.2. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada peranan yang signifikan sikap, norma subjektif dan

perceived behavioral control terhadap intensi berhenti merokok?

2. Apakah ada peranan yang signifikan sikap terhadap intensi berhenti

merokok?

3. Apakah ada peranan yang signifikan norma subjektif terhadap intensi

berhenti merokok?

4. Apakah ada peranan yang signifikan perceived behavioral control

terhadap intensi berhenti merokok?

5. Variabel manakah yang memiliki peranan paling signifikan terhadap

intensi berhenti merokok?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui adakah peranan sikap, norma subjektif dan perceived behavioral

control (PBC) terhadap intensi berhenti merokok pada para perokok

(24)

1.4.2. Manfaat penelitian

1.4.2.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi literatur

bagi khazanah kajian psikologi, khususnya psikologi sosial.

Penelitian ini juga membuka wawasar. mengenai fenomena psikologis yang

terjadi mengenai sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control

(PBC) terhadap intensi, khususnya dalam fenomena merokok

1.4.2.1 Manfaat Praktis

Adapun manfaat secara praktisnya adalah untuk para perokok memberikan

informasi mengenai peranan sikap, norma subjektif dan perceived behavioral

control (PBC) terhadap intensi berhenti merokok pada para perokok, serta

(25)

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I : Merupakan pendahuluan yang berisi; latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan

BAB II: Merupakan kajian pustaka yang memuat tentang hal- hal

mengenai teori- teori mengenai intense perilaku; intensi, sikap,

norma subjektif, Perceived Behavioral Control (PBC), rokok;

sejarah rokok, ka11dungan zat kimia da:am rokok, bahaya merokok,

faktor penyebab kebiasaan merokok, tahapan merokok, kerangka

berpikir dan hipotesis

BAB Ill: Merupakan metodologi penelitian yang mencakup jenis penelitian,

definisi variabel dan operasional variabel, pengambilan sampel,

teknik pengambilan sampel, pengumpulan data, instrument

penelitian, teknik uji instrumen penelitian, teknik analisa data dan

prosedur penelitian

Bab IV: Merupakan Presentasi dan Analisis Data yang berisi tentang

gambaran umum responden penelitian, pengujian instrument

penelitian, deskripsi statistik, uji hipotesis.

(26)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 lntensi

2.1.1 Pengertian lntensi

Dalam Attitude and Behavior (1988, h: 113) Ajzen menggambarkan definisi

intensi sebagai berikut:

"intention are assumed to capture the motivational factors that have a

impact on a behavior; they are indications of how hard people are

willing to try, of how much of an effort they are planning to exert, in order to perform the behavior."

Pengertian ini menjelaskan bahwa intensi adalah faktor motivasional yang

mempengaruhi perilaku sebagai indikasi seberapa kuat keinginan individu

untuk mencoba dan seberapa besar usaha yang direncanakan atau

dilakukan untuk menampilkan perilaku tertentu.

Berikut definisi intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975, h: 288) :

"we have defined intention as a person's location on a subjective

probability dimention involving a relation between himself and some

action. A behavioral intention, therefore, refers to a person's subjective

probability that the will perform some behavior."

lntensi merupakan probabilitas atau kemungkinan yang bersifat subjektif,

(27)

mengukur intensi adalah mengukur kernungkinan seseorang dalam

melakukan perilaku tertentu.

"lntensi merupakan awal dari timbulnya tindakan" (Ajzen, 1988).

Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

intensi merupakan kemungkinan seseorang untuk memunculkan perilaku

tertentu dengan faktor motivasional yang mempengaruhi bagaimana usaha

yang digunakan untuk menampilkan perilaku tersebut.

2.1.2 Komponen lntensi

lntensi dalam hubungannya dengan keikutsertaan seseorang pada suatl1

kegiatan, mempunyai hubungan yang erat dengan tiga komponen lainnya,

yaitu keyakinan (beliefs), sikap (attitudes), dan perilaku (behavior) (Oaykisni,

2003 h. 124).

Fishbein & Ajzen (1975: 292) mengemukakan bahwa terdapat empat elemen penting dalam pembentukan intensi:

1. Tingkah laku

2. Objek target yang mengarahkan tingkah laku

3. Situasi dimana tingkah laku ditampilkan

4. Waktu saat tingkah laku ditampilkan

Masing-masing elemen tersebut memiliki variasi pada tingkat kespesifikan

dimensinya. Pada tingkat yang paling spesifik, seseorang akan menampilkan

(28)

perilaku tertentu tergantung objeknya dalam situasi dan waktu tertentu.

Intense dapat diarahkan pada objek tertentu, sekumpulan objek atau objek

apapun. Sama halnya dengan situasi, saseorang mungkin saja berintensi

untuk menampilkan suatu perilaku pada situasi atau lokasi tertentu, kumpulan

lokasi atau lokasi apapun. lntensi juga oisa rnuncul pada waktu tertentu,

periode waktu khusus atau periode waktu tanpa batas (waktu di masa akan

datang).

Fishbein dan Ajzen (dalam Sarvvono, 2002) menambahkan bahwa untuk

dapat meramalkan atau memperkirakan perilaku dengan lebih akurat maka

dibedakan antara objek sikap (target) dan perilaku pada objek sikap. Dalam

penelitian ini, berhenti merokok merupakan target objek dilakukannya

perilaku.

Berbeda dengan target yang tidak terikat pada tempat dan waktu, perilaku

selalu terjadi dalam kaitan tempat dan situasi (context) serta waktu tertentu.

Menu rut Fishbein dan Ajzen, pengukuran sikap yang terbaik agar dapat

memprakirakan perilaku adalah dengan memasukkan sekaligus keempat

(29)

hubungan antara niat dan perilaku adalah yang paling dekat. Setiap perilaku

yang bebas, yang ditentukan oleh kemauan sendiri selalu didahului oleh niat.

Dan sebaliknya, perilaku itu jika berulang dalam context yang sama pada

waktu yang berbeda-beda akan menunjukkan sikap terhadap target.

2.1.3 lntensi Berhenti Merokok

lntensi untuk berhenti merokok merupakan kemungkinan subjektif seseorang

untuk berhenti merokok dengan faktor motivasional yang menunjukkan

kemauan dan usahanya untuk menampilkan perilaku tersebut. Untuk dapat

meramalkan perilaku secara akurat, maka intense berhenti merokok dapat

diuraikan melalui empat komponen intensi tersebut diatas dimana merokok

merupakan perilaku yang spesifik, dan berhenti merokok adalah target objek

dilakukannya perilaku. Sedangkan situasi dan waktu adalah situasi dan waktu

saat dilakukannya perilaku berhenti merokok. Dengan semakin besarnya

intensi seseorang untuk berhenti merokok, maka semakin besar pula peluang

perilaku berhenti merokok akan ditampilkan.

Selanjutnya, intense untuk. berhenti merokok ditentukan oleh tiga hal yakni

sikap terhadap perilaku berhenti merokok, norma subjektif terhadap berhenti

merokok dan PBC untuk berhenti merokok yang akan diuraikan lebih rinci

dibawah ini.

(30)

2.1.4 Sikap

2.1.4.1 Pengertian Sikap

Para pakar mengemukakan definisi yang berbeda tentang sikap, diantaranya

seperti yang dikemukakan oleh Ajzen bahwa sikap adalah:

" an attitude is a disposition to responds favourably or unfavourably to an object, person, institution or event

(Ajzen, 1988).

Definisi ini memberikan pengertian bahwa sikap adalah suatu disposisi untuk

bertindak positif atau negatif terhadap suatu objek, orang, institusi atau

peristiwa.

Definisi lain menyebutkan bahwa sikap:

" a learned predisposition to respond in a consistently favorable or unfavorable manner with respect to a given object."

Definisi ini menjelaskan bahwa sikap merupakan predisposisi

(kecenderungan) cara merespon secara konsisten dengan memberikan

penilaian suka atau tidak suka terhadap obyek (Fishbein dan Ajzen, 1975).

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) dalam berbagai penjelasan dasar

menyebutkan bahwa dalam terbentul<nya suatu sikap tertentu terdapat faktor

penting, yakni beliefs (keyakinan). Secara lebih spesifik, sikap seseorang

terhadap suatu objek didasarkan pada belief utama (salient belief). Salient

(31)

didasarkan pada salient atau important beliefs dapat berubah saat

diterimanya informasi yang relevan (Kreitner, 2000).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang individu hanya mampu

menangani dan memproses 5 sampai 9 item informasi pada saat yang

bersamaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada umumnya hanya 5-9 belief

utama (significant beliefs) yang menunjukkan sikap seseorang terhadap

suatu objek. Menurut Kreitner (2000) sistem belief seorang individu

merupakan gambaran mental tentang sumber- sumber yang relevan dengan

dirinya lengkap dengan kemungkinan hubungan sebab akibat. Hubungan

antara sekumpulan beliefs dan sikap dijelaskan dalam pembahasan tentang

expectancy value model. Setiap belief menghubungkan objek dengan

beberapa atribut. Menurut teori ini, evaluasi seseorang mengenai atribut

berkonttibusi pada sikapnya dalam ukuran atau bagian yang memperkuat

beliefnya. Teori ini menyatakan bahwa sikap seseorang terhadap beberapa

objek adalah fungsi tentang informasi (beliefs) yang dimilikinya mengenai

objek tersebut. Model ini menjelaskan bagaimana informasi ini diintegrasikan

atau dikombinasikan dalam pembentukan sikap (Fishbein dan Ajzen 1975)

Secara spesifik, model ini merupakan suatu deskripsi yang menggambarkan

tentang bagaimana beliefs yang berbeda-beda dan evaluasi terhadap

atribut-atribut yang berkaitan dikombinasikanatau diintegrasikan untuk mencapai

(32)

evaluasi tentang objek tersebut. Sementara sikap didasarkan pada

sekumpulan salient belief seseorang dan evaluasi yang berhubungan dengan

belief ini.

2.1.4.2 Peran Beiiefs

Dalam berbagai penjelasan dasar menyebutkan bahwa perilaku adalah

fungsi dari informasi penting, atau beliefs (keyakinan) yang relevan terhadap

perilaku. Secara umum, belief mengacu pada kemungkinan penilaian

subjektif yang dimiliki seseorang tenta11g beberapa aspek yang berbeda-beda

dalam dunianya termasuk juga pemahaman tentang diri sendiri dan

lingkungannya. Sedangkan secara khusus, belief didefinisikan sebagai

kemungkinan subjektif tentang hubungan antara objek belief dengan

beberapa objek lain, nilai, konsep atau atribut. Definisi ini mengimplikasikan

bahwa pembentukan belief meliputi pembentukan suatu hubungan antara

dua aspek dalam dunia seseorang.

Salah satu sumber informasi yang jelas tentang hubungan tersebut adalah

observasi langsung yang terjadi saat seseorang mempersepsikan melalui

inderanya, bahwa suatu objek memiliki atribut tertentu. Hal ini disebut dengan

(33)

Dalam kerangka konseptual disebutkan bahwa saat seseorang membentuk

keyakinan tentang suatu objek, maka secara otomatis dan simultan

seseorang tersebut akan membentuk sikap terhadap objek tersebut. Setiap

keyakinan menghubungkan objek dengan beberapa atribut ; sikap seseorang

terhadap objek merupakan fungsi dari evaluasinya terhadap atribut tersebut.

Beliefs tersebut menunjukkan tentang informasi yang dimiliki seseorang

tentang sebuah objek. Secara spesifik, suatu belief menghubungkar. objek

terhadap beberapa atribut. Objek belief dapat berupa seseorang, individu,

sekelompok orang, lembaga, tingkah laku, kebijaksanaan, peristiwa, dan

lain-lain. Atribut bisa berupa objek, trait, properti, kualitas, karakteristik, hasil atau

kejadian.

Selain itu, belief juga dapat terbentuk melalui proses penyimpulan, yaitu

belief yang melampaui hubungan-hubungan yang dapat diobservasi secara

langsung. lni disebut dengan inferential beliefs.

Jenis belief berikutnya dapat terbentuk dengan menerima informasi tentang

objek dari sumber luar. Sumber luar disir>i termasuk koran, buku-buku,

majalah, radio dan televisi, dosen, teman, relasi, rekan kerja, dan lain-lain.

Jen is belief ini disebut juga informational beliefs ( Fishbein dan Ajzen, 1975).

(34)

2.1.5 Norma Subyektif

2.1.5.1 Pengertian Norma Subjektif

Fishbein & Ajzen (1975 h: 302) mengemukakan bahwa norma subjektif

adalah:

"the subjective norm is the person's perception that most people who are important to him think he should or should not perform the behavior in question.

Definisi tersebut menjelaskan bahwa norma subyektif adalah persepsi

individu mengenai harapan orang-orang yang penting bagi dirinya

(significant others) baik perorangan ataupun kelompok untuk menampilkan

perilaku tertentu atau tidak.

Norma subjektif merupakan dasar determinan yang kedua dalam intensi

berperilaku menu rut Theory of Planned Behavior (TPB). Dikemukakan oleh

Ajzen dan Fishbein dalam Kreitner (2000) bahwa norma subjektif juga

diasumsikan sebagai fungsi dari beliefs (keyakinan- keyakinan) yang

berbeda jenisnya dengan beliefs dalam sikap karena beliefs disini

merupakan representasi persepsi individu terhadap significant others baik

perorangan maupun keiclmpok yang kemudian mempengaruhi individu untuk

menerima atau menolak menampilkan perilaku. Keyakinan yang mendasari

(35)

2.1.5.2 Determinan Norma Subjel<tif

Menu rut Fishbein dan Ajzen (1975), norma subjektif secara umum

ditentukan oleh dua determinan berikut:

1. persepsi atau keyakinan mengenai harapan individu atau kelompok

tertentu terhadap dirinya yang menjadi acuan untuk menampilkan

perilaku atau tidak. (normative beliefs)

2. motivasi individu untuk memenuhi harapan tersebut (motivation to

comply).

Normative beliefs dapat dibentuk sebagai hasil dari sebuah proses

penyimpulan yakni jika seseorang yakin bahwa orang-orang yang penting

bagi dirinya akan merasa senang jika dia menampilkan perilaku tertentu

maka seseorang itu akan menyimpulkan bahwa kelompok yang menjadi

acuannya berkeinginan agar dirinya menampilkan perilaku tersebut.

Konsep mengenai determinan motivasi individu untuk memenuhi harapan

orang-orang yang penting baginya untuk menampilkan atau tidak

menampilkan perilaku tertentu bisa diartikan secara berbeda-beda. Dari dua

pendekatan baik teoritis maupun empiris menunjukkan bahwa motivasi untuk

memenuhi harapan paling tepat diartikan sebagai kecenderungan untuk

menerima arahan dari rujukan tertentu dari seseorang ataupun kelompok

(Fishbein & Ajzen, 1975).

(36)

Pengukuran norma subjektif biasanya dapat diketahui secara langsung

dengan meminta respondent untuk memberikan penilaian seberapa besar

kemungkinan orang-orang yang penting bagi dirinya akan menyetujui atau

tidak menyetujui mereka untuk menampilkan perilaku tertentu (Ajzen, 2005).

Sedangkan pengukuran terhadap norma subjektif (Fishbein & Ajzen, 1975)

dapat dilakukan dengan menjumlahkan hasil perkalian normative beliefs

dengan motivasi individu untuk mematuhi normative beliefs (motivation to

comply). Yang dapat ditunjukkan secara simbolis seperti berikut:

SN a L,n;m;

Keterangan :

SN : norma subjektif terhadap dilakukannya perilaku

n; : belief normative yaitu belief seseorang bahwa individu

i

atau

kelompok i berpikir bahwa dia seharusnya atau tidak seharusnya

melakukan perilaku

(37)

2.1.6 Perceived Behavioral Control (PBC)

Perceived Behavioral Control (PBC) juga merupakan salah satu determinan

independen dalam pembentukan intensi perilaku.

Ajzen (1988 h: 132) memberikan definisi PBC sebagai berikut:

" this factor refers to the perceived

easy

or difficulty of performing the

behavior and it is assumed to reflect past experience as well as

anticipated impediments and obstacles.

Faktor ini memberikan gambaran mengenai persepsi individu mengenai

kemudahan atau kesulitan individu dalam menampilkan p$rilaku dan

diasumsikan merupakan refleksi dari pengalaman yang telah terjadi

sebelumnya serta hambatan-hambatan yang diantisipasi.

Konstruk PBC ini sama halnya dengan konsep self efficacy yang

dikemukakan oleh Albert Bandura. Bandura mendefinisikan self efficacy

sebagai keyakinan bahwa seseorang bisa sukses meningkatkan hasil dari

perilaku tertentu (Bandura, 1977, p: 193 dalam Eagly dan Chaiken, 1993).

Perceived Behavoral Control (PBC) memegang peranan penting dalam

Theory of Planned Behavior. Terdapat dua hal penting dalam TPB

sehubungan dengan variabel ini. Pertama, Perceived Behavora/ Control

(PBC) diasumsikan memiliki implikasi- implikasi motivasional terhadap

intensi. lndividu yang memiliki keyaki:ian bahwa dirinya tidak memiliki

sumber- sumber dan juga tidak memiliki kesempatan untuk menampilkan

(38)

perilaku tertentu lebih cenderung tidak memiliki intensi yang kuat untuk

memunculkan perilaku tersebut, meskipun dirinya memiliki sikap yang positif

terhadap perilaku dan keyakinan bahwa crang-orang yang penting bagi

dirinya akan menyetujuinya untuk menampilkan perilaku tersebut. Hal ini

menjelaskan terdapat hcibungan antara Perceived Behavoral Control (PBC)

tanpa ada perantara sikap dan norma subjektif.

Hal kedua yakni kemungkinan adanya hubungan langsung antara PBC dan

perilaku. Dalam beberapa contoh, tampilan perilaku tidak hanya tergantung

pada motivasi untuk melakukannya tapi juga kontrol yang adekuat terhadap

perilaku yang dibicarakan. Oleh karena itu PBC dapat membantu

memprediksi tujuan bebas yang dicapai dari intense berperilaku hingga

mencapai tingkatan bahwa PBC merefleksikan control actual dengan derjat

yang akurat. Singkatnya, PBC dapat mempengaruhi perilaku secara tidak

langsung melalui intensi dan juga bisa digunakan untuk memprediksi perilaku

secara langsung karena PBC dapat dianggap sebagai pengganti sebagian

(partial substitute) dalam mengukur control individu yang sebenarnya

terhadap perilaku. PERPUSTAl<AAN U T ; : l UIN SYAHID JAKARTP'___. \

(39)

yang tersedia berubah, atau ketika elemen baru dan tidak dikenal masuk

kedalam situasi tersebut. Dalam kondisi ini, pengukuran PBC hanya sedikit

bisa menambah keakuratan prediksi perilaku.

Perceived Behavoral Control (PBC) juga diasumsikan sebagai fungsi yang

terkait dengan beliefs (keyakinan-keyakinan). Keyakinan dalam PBC adalah

mengenai kehadiran atau ketidakhadiran faktor-faktor yang memfasilitasi atau

menghalangi munculnya perilaku tersebut, yang kemudian disebut dengan

control beliefs. Keyakinan mengenai sumber dan kesempatan dipandang

sebagai dasar terbentuknya PBC (Ajzen, 1988 h: 133- 135).

Kedua faktor ini, termasuk faktor internal ( informasi, skill, kemampuan, emosi

dan tekanan ) dan juga faktor eksternal yakni ( kesempatan, ketergantungan

terhadap faktor lain).

Secara keseluruhan, control belief menunjukkan persepsi bahwa seseorang

memiliki atau tidak memiliki kapasitas untuk mengamalkan perilaku. Jadi,

control beliefs ini menjadi dRsar persepsi seseorang terhadap kontrol perilaku

(Ajzen, 2005).

Untuk melakukan pengukuran terhadap Perceived Behavioral Control (PBC)

dapat dilakukan dengan menjumlahkan hasil perkalian control beliefs dengan

perceived facilitation.

(40)

2.1. 7 (Theory

of

Reasoned Action) TRA

Untuk tidak sekedar memahami, tapi juga agar dapat memprediksi perilaku,

leek Ajzen dan Martin Fishbein mencoba mengidentifikasi determinan intensi

perilaku dengan mengemukakan teori tindakan beralasan (Theory of

Reasoned Action). Dengan mencoba melihat anteseden penyebab perilaku

volisional (perilaku yabng dilakukan seseorang karena mereka memutuskan

untuk melakukannya alas kemauan sendiri).

TRA didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut: pertama, manusia

pada umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal dan

cukup rasional. Kedua, manusia mempertimbangkan dan menggunakan

semua informasi yang ada. Ketiga, secara implisit maupun eksplisit manusia

mempertimbangkan implikasi dari tindakan yang mereka lakukan (Ajzen,

1988: 116- 117), dan konsekuensi serta hasil dari setiap perilaku dievaluasi

dan dibuat sebuah keputusan apakah akan bertindak atau tidak. Kemudian

keputusan ini direfleksikan dalam tujuan perilaku yang sangat berpengaruh

pada perilaku yang tampil (Baron, 2003).

Dalam TRA dijelaskan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu

(41)

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum melainkan oleh

sikap yang spesifik terhadap sesuatu.

2. Perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap tapi juga oleh norma

subjektif (subjective norm) yakni keyakinan seseorang mengenai apa

yang diinginkan oleh orang lain untuk dilakukannya.

3. Sikap terhadap suatu perilaku beserta norma subjektif membentuk

suatu intensi atau niat untuk me!akukan perilaku tertentu.

Berikut ini adalah skema yang memperjelas mengenai hubungan diantara

[image:41.518.27.432.206.560.2]

tiga hal diatas yang bisa digunakan untuk memprediksi intensi berprilaku:

Gambar 2.1

Skema (Theory of Reasoned Action) TRA (Ajzen, 1988)

Sikap terhadap perilaku

Norma subjektif

lntensi untuk

berperilaku

1---..i•I

Perilaku

セMMMMNMMMMMセ@

Dari bagan diatas tampak bahwa intensi merupakan fungsi dari dua

determinan dasar. Determinan pertama adalah determinan yang bersifat

personal yakni sikap terhadap perilaku yang merupakan evaluasi positif atau

negatif memunculkan perilaku tertentu. Determinan kedua adalah persepsi

(42)

Determinan intensi kedua dalam TRA yakni norma subjektif. Norma subjektif

merupakan fungsi dari beberapa keyakinan yang disebut dengan normative

beliefs (keyakinan akan norma-norma yang berlaku). Keyakinan ini

didasarkan pada pengaruh dari orang-orang yang berarti bagi individu. Tokoh

yang menjadi acuan yang mempengaruhi seseorang untuk menampilkan

perilaku disebut dengan referents. Untuk beberapa perilaku tertentu,

referents yang penting itu termasuk orang tua, pasangan, teman dekat, rekan

kerja.

Keyakinan yang mendasari norma subjektif disebut dengan normative beliefs.

Seseorang yang memiliki keyakinan terhadap bagaimana dan apa yang

dipikirkan orang-orang yang dianggapnya penting dan motivasi seseorang

untuk mengikuti pikiran tersebut, akan merasakan tekanan social untuk

melakukannya. Sebaliknya, keyakinan bahwa orang-orang yang penting bagi

dirinya dan yang diikuti akan menolak atau tidak menerima mereka untuk

menampilkan suatu perilaku memiliki norma subjektif yang memberikan

tekanan social pada mereka untuk menjauhi perilaku tersebut.

Theory of Reason Action (TRA) dikembangkan secara eksplisit untuk

mengatasi perilaku volitional semata. Dalam TRA, intense merupakan

(43)

2.1.8 TPB (Theory of Planned Behavior).

Dalam Eagly dan Chaiken (1993: 169) disebutkan bahwa secara khusus,

Fishbein membatasi TRA pada perilaku yang dapat digolongkan volitional

atau voluntary, yaitu perilaku yang dilakukan karena mereka memutuskan

untuk melakukannya.

Menurut Ajzen, walaupun model teori Reasoned Action masih valid untuk

volitional behavior, ia mengakui bahwa harus ada revisi terhadap perilaku

yang tidak sepenuhnya dibawah control volisional (kehendak).

Baru-baru ini sebuah percobaan di\akukan oleh Ajzen untuk me\engkapi

kerangka pemikiran konseptua\ dalam teori terdahulu yang dimaksudkan

untuk mengatasi masa\ah control volisional yang be\um lengkap. Teori ini

disebut dengan TPB (Theory of Planned Behavior) (Ajzen, 1988 ).

Eagley (1993: 186) menjelaskan bahwa dalam TPB, kontrol (kendali) yang

dimiliki individu atas sejum\ah perilaku terletak pada suatu kontinum dimana

perilaku yang mudah dilakukan (seperti: mengucapkan salam) berada pada

ujung yang satu dan perilaku yang penuh tuntutan, kesempatan dan

kemampuan khusus (misalnya: menjadi senator) berada pada ujung yang

Jain. Pada bagian kontinum dimana terletak perilaku- peri\aku yang mudah

dilaksanakan, maka TRA terbukti adekuat tapi lain ha\nya dengan perilaku

yang terletak diujung Jain kontinum.

(44)

Dalam teori perilaku terencana (TRA), tindakan manusia berpedoman pada

tiga macam pertimbangan: keyakinan tentang kecenderungan hasil perilaku

dan evaluasi menyangkut hasil tersebut (behavioral beliefs), keyakinan

mengenai harapan dari orang lain yang bersifat normatif dan motivasi untuk

memenuhi harapan tersebut (normative beliefs), dan keyakinan tentang

kehadiran faktor yang memudahkan atau menghalangi dan kuatnya persepsi

dari faktor-faktor tersebut (control beliefs). Dalam keseluruhan urutannya,

behavioral beliefs menciptakan sikap terhadap perilaku baik positif atau

negatif, normative beliefs merupakan hasil persepsi tentang tekanan sosial

atau norma subjektif; dan control beliefs memberikan dasar terhadap

perceived behavioral control (Ajzen, 2006 ).

Ajzen (2005) menjelaskan bahwa PBC merupakan istilah tentang perasaan

terhadap self efficacy atau kemampuan untuk menunjukkan perilaku tertentu.

Berikut gambaran TPB (Theory of Planned Behavior) (dari Ajzen, 1985 dalam

(45)

Gambar 2.2

Model Theory of Planned Behavior

Behavioral beliefs Attitude toward

and outcome

.

behavior

>--evaluations

Normative beliefs Subjective Behavioral

ancl 111otivotio1110 11or111 intention Behavior

comply

Beliefs about ease Perceived

or difficulty of .

.

behavioral

control behavior control

Dalam TPB, beliefs berpengaruh pada silcap terhadap perilaku dan juga pada

norma subjektif serta pada control perilaku yang dihayati (perceived

behavioral control). Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan

bagi intense yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang

bersangkutan akan dilakukan atau tidak.

Sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku

tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.

Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normative (yang diharapkan

oleh orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan

normatif tersebut membentuk norma subjektif dalam diri individu. Kontrol

[image:45.518.20.445.149.535.2]
(46)

mengenai sebepara sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang

bersangkutan. Kontrol perilaku ini sangat penting artinya ketika rasa percaya

diri seseorang sedang berada dalam kondisi yang lemah (Azwar, 2003).

Menurut TPB, diantara berbagai keyakinan yang akhirnya akan menentukan

intense dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai tersedia tidaknya

kesempatan dan sumber yang dibutuhkan. Keyakinan ini dapat berasal dari

pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan di masa lalu, tetapi

keyakinan tersebut biasanya juga bisa dipengaruhi oleh informasi tak

langsung mengenai perilaku, misalkan dengan mengamati pengalaman

teman atau orang lain yang pernah melakukannya dan dapat juga

dipengaruhi oleh faktor lain yang menambah atau mengurangi persepsi

kesulitan untuk menampilkan perilaku yang bersangkutan.

2.2 Rokok

2.2.1 Sejarah Rokok

Masyarakat yang diketahui sebagai yang pertama kali menghisap asap

tembakau adalah bangsa Indian dan Amerika. Hal ini ditemukan oleh

Christoper Colombus bersamaan dengan ditemukannya benua Amerika.

(47)

Di Negara Eropa, rokok dikenal pada tahun 1559 ketika pelaut Prancis (Nikot)

memasukkan rokok ke Prancis. Nikotin tersebut merupakan nama racun

tembakau yang diambil dari namanya (Al-Fanjari, 1996). Sedangkan di dunia

Arab dan Islam menurut Danusantoso (1990), kebiasaan merokok baru ada

setelah masuknya penjajah awal abad XX.

Kemudian dengan adanya Perang Dunia I dan II, perang Korea, Perang

lndocina dan sebagainya, yang menang sebenarnya adalah industri rokok

karena semua tentara dari senua pihak diberi jatah baik yang merokok atau

tidak merokok, sehingga jumlah perokok semakin banyak.

Meskipun sejak 200 tahun yang lalu kalangan kedokteran telah

mengemukakan secara sporadis mengenai hubungan antara rnerokok dan

penyakit yang membawa kematian tapi masalah tersebut baru dikemukakan

secara resmi pada tahun 1957 pada forum ilmiah pertemuan tahunan ke-106

American Medical Association dengan penyaji dari Lembaga Kanker Arnerika

(American Cancer Society) yang berdasarkan riset dengan observasi pada

tahun 187.783 pria selama tiga tahun (1952-1955).

Dalarn Al-Fanjari (1996) dijelaskan bahwa sebelumnya pernyataan ini

mendapat ancaman dari pengusaha-pengusaha rokok setempat. Dan sejak

saat itu mulai terjadi konfrontasi terbuka antara WHO melawan produsen

(48)

2.2.2 Kandungan Zat Kimia Dalam Rokok

Mu'tadin (2002) menjelaskan bahwa dalam asap rokok terdapat 4000 zat

kimia berbahaya untuk kesehatan (Asril Bahar dalam Republika, $elasa 26

Maret 2002 : 19). Berikut beberapa kandungan zat kimiawi dalam rokok

(dalam Husaini, 2006) :

1. Nikotin. Merupakan zat psikoaktif yang bersifat adiktif yang dapat

menimbulkan adiksi dengan cara yang sama dengan substansi lain

seperti kokain dan heroin (Sheridan & Radmacher, 1992 dalam Astuti, 2007).

2. Tar. Merupakan kondensat semua zat yang terdapat dalam asap rokok

yang bersifat merangsang secara kimiawi.

3. Karbonmonoksida. Zat ini dapat mengurangi kemampuan darah untuk

mengangkut cukup oksigen ke seluruh anggota tubuh

4. lnsektisida, merupakan zat beracun yang biasanya digunakan untuk

pembasmi serangga.

5. Polycyclic. Zat ini menyerang paru-paru dan menyebabkan kerusakan

yang fatal bagi perokok aktif

6. Carcinogens. Merupakan asap yang dihasilkan dari pembakaran

(49)

2.2.3 Bahaya Merokok

Merokok memberikan konsekuensi yang signifikan baik terhadap kesehatan

fisik, psikologis, sosial serta ekonomis. Dampak merokok terhadap kesehatan

telah diketahui secara luas, dimana rokok dapat menyebabkan berbagai

macam penyakit berbahaya dan mematikan. Hal ini dapat diketahui dari iklan

maupun reklame rokok yang secara jelas memaparkan tentang dampak

merokok.

Ditinjau dari segi ekonomi, merokok merupakan perilaku pemborosan karena

perokok akan menghamburkan uang setiap hari minimal Rp 12.000,

(diasumsikan harga rokok Rp. 600 per-batang). Selain itu, tingginya perilaku

merokok juga berpengaruh terhadap biaya perawatan kesehatan. (Astuti

dalam Jurnal Riset Daerah, 2007).

Sedangkan dari segi sosial, merokok dapat mengganggu dan merugikan

orang lain yang berada disekitar para perokok atau biasa disebut dengan

perokok pasif. Menurut Husaini (2006), mereka yang berada disekitar

perokok akan terganggu karena susah bernafas, mual, sulit berkonsentrasi,

pusing, serta mata dan hidung tidak berfungsi baik. Resiko yang ditanggung

perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan

terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah (Sarafino, 1995 dalam

Komalasari dan Helmi).

(50)

2.2.4 Faktor Penyebab Kebiasaan Merokok

Wulandari (2007) mengemukakan bahwa perilaku merokok dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang berbeda berdasarkan tingkatan usia individu. Berikut

dijelaskan faktor-faktor yang menentukan dalam perilaku merokok dewasa

awal yang tidak menunjukkan penurunan karena kurang atau tidak tidak

adanya sanksi terhadap merokok dan lebih diterimanya perilaku merokok

seiring dengan dewasanya individu.

• Adanya toleransi terhadap nikotin

• Pengaturan suasana hati

• Meurut social stress model, merokok adalah salah satu cara individu

untuk mengatasi berbagai stress yang dialaminya.

• Merokok untuk mengatur afeksi terutama untuk mengatasi afeksi negatif

• Harapan individu mengenai hasil dari merokok (smoking outcome

expectancies). Hasil penelitian menunjukkan harapan bahwa merokok

akan menghasilkan efek yang positif

• Adanya faktor jender

• Adanya kekhawatiran mengenai berat badan

(51)

Smet (1994) menjelaskan beberapa hal yang menjadi determinan seseorang

memulai kebiasaan merokok sebagai berikut:

1. Lingkungan sosial: teman-teman dan kawan sebaya, orang tua,

saudara dan media.

2. Variabel demografis (contohnya : umur, jenis kelamin) dan faktor-faktor

sosiokultural (contohnya: kebiasaan, budaya, kelas sosial, tingkat

pendidikan dan penghasilan, gengsi pekerjaan) juga bertalian dengan

merokok.

3. Variabel politik : promosi dan iklan dari industri rokok.

Oskamp (1984) juga menuturkan alasan-alasan psikologis seseorang

merokok, diantaranya karena sudah menjadi kebiasaan, kecanduan,

mengurangi kecemasan, relaksasi dan ingin memperoleh penghargaan social

dari teman-temannya. Sedangkan faktor yang memperkuat dan

mempertahankan perilaku merokok adalah nikotin yang terdapat dalam

tembakau.

2.2.5 Tahapan Merokok

Anne (1990) juga mengemukakan beberapa tahapan dalam hal

berkembangnya kebiasaan merokok sebagai berikut:

(52)

1. Perokok pemula (inisiasi)

Jika seseorang mulai mencoba menghisap sebatang rokok, maka sekitar 70

persen memiliki kemungkinan menjadi perokok. Meningkatnya jumlah rokok

yang dikonsumsi akan meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi

perokok tetap.

Sebuah laporan menyatakan bahwa rnerokok ada!ah suatu kebiasaan yang

ditemui pada masa kanak-kanak atau masa remaja. Siswa $MA dan SMP

rentan untuk merokok karena memandang hal itu sebagai kebiasaan orang

dewasa. Kebanyakan mereka mulai merokok saat berusia 20 tahun. Berikut

beberapa alasan mereka yang menjadi perokok pemula (coba-coba),

diantaranya adanya rasa ingin tahu akan rokok, ingin terlihat dewasa, adanya

tekanan dari teman sebaya, faktor ketersediaan rokok (misal: memiliki orang

tua yang merokok), adanya kebiasaan menjadi peminum alkohol,

memberikan efek menenangkan dan mengontrol perasaan (mood),

menurunkan kelebihan berat badan, memberikan rasa kepercayaan diri,

memperoleh kenikmatan serta terlihat berani.

Sela in alasan tersebut, para perokok juga dipengaruhi oleh faktor berikut:

• orang tua yang merokok

• faktor internal : kepribadian dan sikap keluarga

(53)

2. Tahap mendapatkan kenikmatan

Banyak perokok menyatakan memperoleh kenikmatan dari merokok,

meskipun 90 persen perokok telah mencoba untuk berhenti merokok. Tetapi

efek penyakit jangka pendek karena merokok yang tidak langsung dirasakan,

menjadikan perokok tetap menikmati kebiasaan tersebut.

Zat nikotin yang terdapat dalam rokok memiliki efek menenangkan dan

menstimulasi. Beberapa peneliti menjelaskan aspek psikologis dari merokok

seperti memegang bungkus rokok, memegang rokok dan adanya sesuatu

yang dipegang oleh tangan serta meletakk<rn sesuatu di mulut. Hal ini disebut

juga faktor kondisioning yang memberi kepuasan pada perokok. Nikotin

memiliki efek psikoaktif yang memiliki kepuasan seperti mengubah dan

mengontrol mood, dan meningkatkan konsentrasi dalam berpikir. Oleh

karena itu, nikotin disebut sebagai penguat dasar (primary reinforcer) dimana

perokok merasakan kesenangan yang membuat mereka tetap

mempertahankan kebiasaan ini.

3. Tahap menjadi kecanduan (adiksi)

Tahapan ini kesenangan semata yang dalam waktu seminggu hingga

sebulan seorang perokok coba-coba berubah menjadi kecanduan karena

merasa rokok dapat mengontroi mood dan menambah konsentrasi. Mereka

yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat

setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

(54)

2.3 Kerangka Berpikir

Kebiasaan merokok sampai saat ini merupakan suatu fenomena sosial

dimana jumlah perokok semakin meningkat di berbagai kalangan usia

terlebih usia dewasa muda. Karena pada kenyataannya kuantitas dan jumlah

rokok yang dikonsumsi pada usia ini tidak mengalami penurunan bahkan

semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena kurang atau tidak adanya

sanksi terhadap merokok dan lebih diterimanya perilaku merokok seiring

dengan dewasanya individu. Di kalangan Mahasiswa merokok merupakan

salah satu simbol jati diri dan alat pergaulan. Pada usia ini, berhenti merokok

adalah hal yang sulit. Terlebih di lingkungan kampus dengan banyaknya

event yang disponsori oleh rokok.

Sebagian para perokok yang berniat untuk berhenti telah mencoba untuk

berhenti akan tetapi gagal dan kembali pada kebiasaannya menjadi perokok.

Diantara mahasiswa yang mengaku pernah mencoba berhenti merokok

sekitar 2 atau tiga bulan juga kembc.li menjadi perokok karena pengaruh

lingkungan dan teman.

Setelah bahaya serta dampak negatif rokol< mulai dikenal luas, cukup banyak

diantara para perokok yang mencoba untuk berhenti dan sebagian yang lain

(55)

Perbedaan sikap yang muncul dipengaruhi oleh keyakinan (belief) yang

menjadi dasar pembentukan sikap. Belief merupakan kemungkinan subjektif

tentang hubungan antara objek belief dengan beberapa objek lain, nilai,

konsep atau atribut.

Posisi sikap terbentuk dari keyakinan seseorang tentang konsekuensi yang

akan diterimanya apakah positif atau negatif jika berhenti merokok, kemudian

mengevaluasi akan konsekuensi tersebut. Akan tetapi sikap terkadang tidak

sesuai dengan tindakan seperti halnya sikap negatif terhadap rokok, tapi

tindakan malah sebaliknya.

Selain sikap, norma subjektif juga memiliki peranan dalam menentukan

intensi berperilaku. Norma subjektif merupakan representasi persepsi individu

terhadap significant others baik perorangan maupun kelompok yang

kemudian mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak

menampilkan perilaku serta seberapa keinginan untuk mengikuti pendapat

tersebut.

Faktor lain yang juga turut berpengaruh dalam pembentukan intensi yaitu

PBC (perceived behavioral control). PBC adalah persepsi individu mengenai

kemudahan atau kesulitan individu dalam menampilkan perilaku dan

diasumsikan merupakan refleksi dari pengalaman yang telah terjadi

sebelumnya serta hambatan-hambatan yang diantisipasi.

(56)

Ketiga determinan tersebut akan menjadi pertirnbangan dalam diri seseorang

dan akan mempengaruhi iniensinya untuk menampilkan atau tidak

rnenampilkan perilaku berhenti merokck.dengan demikian penulis berasumsi

ada peranan sikap, norma subjek

Gambar

Gambar 2.2 Model Planned Behavior
Gambar 2.1 Skema (Theory of Reasoned Action) TRA (Ajzen, 1988)
Model Gambar 2.2 Theory of Planned Behavior
Gambar peranan sikap, norma subjei<tif dan Gambar 2.3 Perceived Behavioral Control
+7

Referensi

Dokumen terkait

Buku panduan pelaksanaan dan penulisan ini diterbitkan agar dapat dipakai oleh para mahasiswa dan dosen pembimbing di jurusan Teknik untuk pelaksanaan, menyiapkan dan

Dalam kasus Lumpur Lapindo, ada dua kontra-argumentasi yang akan dibangun oleh tulisan ini. Yang pertama , menyangkut argumentasi sudut pandang yang diambil oleh

Jurnal Teknika ATW_Edisi 08 27 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya perbedaan faktor konsentrasi tegangan dari suatu plat berlubang yang menerima beban tarik

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 094120 Simalungun selesai tahun 1981, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Kristen I Medan selesai tahun 1984,

Sistem penyewaan meja billiard ini dibuat untuk mempermudah penghitungan biaya pemakaian meja billiard dalam hitungan per menit sehingga perhitungan biaya sangat akurat dan tidak

Penulis menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dan Microsoft Accsess, suatu program berbasis Windows yang memiliki banyak kelebihan, seperti adanya objek-objek yang mudah dalam

Melalui Penulisan ilmiah ini, penulis berusaha menjelaskan bagaimana operator-operator yang ada dalam C++ dapat digunakan pada tipe data matriks. Dengan melakukan operator

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda