ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KINERJA TEKNOLOGI INFORMASI
OFFICE CHANNELING DALAM USAHA BANK
(Studi Kasus: BNI Syariah Cabang Jakarta Selatan)
ISMAIL 104081002434
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KINERJA TEKNOLOGI INFORMASI
OFFICE CHANNELING DALAM USAHA BANK
(Studi Kasus: BNI Syariah Cabang Jakarta Selatan )
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Ismail NIM:104081002434
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Arief Mufraini, Lc, Msi
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1429 H/2008 M
Hari ini Selasa Tanggal 29 Bulan April Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Ismail NIM:104081002434 dengan judul Skripsi ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KINERJA TEKNOLOGI INFORMASI OFFICE CHANNELING DALAM USAHA BANK” (Studi Kasus: BNI Syariah Cabang Jakarta Selatan).Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 April 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Indo Yama Nasarudin, SE, MAB
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
Hari ini Rabu Tanggal 27 Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Ismail, NIM: 1040810024343 dengan judul skripsi. ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KINERJA TEKNOLOGI INFORMASI OFFICE CHANNELING DALAM USAHA BANK” (Studi Kasus: BNI Syariah Cabang Jakarta Selatan). Memperhatikan kemampuan keilmuan di bidang manajemen, hasil ujian skripsi anda dinyatakan lulus, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 27 Agustus 2008
Tim Penguji Skripsi
Prof. Dr. Ahmad Rodoni Arief Mufraini, Lc, Msi
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
ABSTRACT
The purpose of this research is to analysis factors in Information Technology consisting of Technological Factor, Factor Behavior of Client, Competitor Factor, Factor Internal Bank for knowing which factor very important role in supporting Office Channeling at BNI Syariah. Data which applied is primary data. Sample which checked counted 140 respondent. Number of variables which checked counted 16 variables. Data which obtained counted 40 respondent in test with validity test. Validity test result indicate that out of 16 variable only 15 variable available for analysed furthermore. The rest of one variable is spent by not be valid or cannot be applied by the correlation coefficient worth is less than r table ( 0.312) that is variable Service of Mobile Banking ( A4) with worth of 0.132 or the significant is more than 0.05 that is 0.418, though rule of significant for validity is less than 0.05. Data which obtained counted 100 respondent with amount of variables counted 15 variables then analysed with factor analysis at programs SPSS 16.0 For Windows.
Research earnings yield indicate that result out of 15 variable spread over into 4 factor, from factor analysis test obtained by earnings yield that out of 15 variable which analysed with model and grouped into 4 factor which is factors in Technology Information supporting Office Channeling. The factors is Information Technology factor with eigen value 5.878, Technological factor with eigen value 1.303, factor Internal Bank and Competitor with eigen value 1.235, Competitor factor with eigen value 1.106. The 4 factor is obtained based on at worth eigen value bigger than one. The factor which dominate is Information Technology factor with eigen value 5.878 and presentase variant of 39,188%.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor dalam Teknologi Informasi yang terdiri dari faktor Teknologi, faktor Perilaku Nasabah, faktor Pesaing, faktor Internal Bank untuk mengetahui faktor yang paling berperan penting dalam menunjang Office Channeling pada BNI Syariah. Data yang digunakan adalah data primer. Sampel yang diteliti sebanyak 140 responden. Jumlah variabel yang diteliti sebanyak 16 variabel. Data yang diperoleh sebanyak 40 responden di uji dengan uji validitas. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 16 variabel hanya 15 variabel yang dapat dianalisis lebih lanjut. Sisanya 1 variabel dikeluarkan karena tidak valid atau tidak dapat digunakan karena nilai koefisien korelasinya kurang dari r tabel (0.312) yaitu variabel Pelayanan Mobile Banking (A4) dengan nilai 0.132 atau signifikansinya lebih dari 0.05 yaitu 0.418, padahal ketentuan signifikan untuk validitas adalah kurang dari 0.05. Data yang diperoleh sebanyak 100 responden dengan jumlah variabel sebanyak 15 variabel selanjutnya dianalisis dengan analisis faktor pada program SPSS 16.0 For Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil dari 15 variabel tersebar ke dalam 4 faktor. Dari uji analisis faktor diperoleh hasil bahwa dari 15 variabel yang dianalisa dengan model dan dikelompokkan ke dalam 4 faktor yang merupakan faktor-faktor dalam teknologi informasi yang menunjang Office Channeling. Faktor-Faktor tersebut adalah faktor Teknologi Informasi dengan eigen value 5.878, faktor Teknologi dengan eigen value 1.303, faktor Internal Bank dan Pesaing dengan eigen value 1.235, faktor Pesaing dengan eigenvalue 1.106. ke 4 faktor diperoleh berdasarkan pada nilai eigen value lebih besar dari satu. Faktor yang mendominasi adalah faktor Teknologi Informasi dengan eigen value 5.878 dan presentase varian 39,188%.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang telah
diberikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Perkenankan penulis menyampaikan ucapan terimakasih atas dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak yang turut andil dalam proses penulisan skripsi ini sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Kinerja Teknologi Informasi
Dalam Usaha Bank”, semoga Allah SWT membalas kebaikannya dengan balasan yang lebih
baik, mereka adalah:
1. Orang tuaku tersayang, ayahanda H. Abdussamad dan Ibunda Hj. Faridah yang senantiasa
memberikan doa, motivasi, dan menyediakan apa yang dibutuhkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Ketua Jurusan Manajemen, selaku pembimbing I
dan selaku pembimbing II Bpk Arief Mufraini Lc,Msi, Bpk Indoyama SE.,MAB yang
selalu memberikan inspirasi-inspirasi bermakna kepada penulis dalam segala waktu dan
kesempatan.
3. Bapak Drs. Moh Faisal Badroen, MBA., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
dan Bapak Dr. Abdul Abdul Hamid, Ms., selaku pembantu dekan akademik yang telah
memberikan banyak pengetahuan yang sangat bermanfaat kepada penulis dan mebimbing
para mahasiswanya untuk menjadi yang terbaik
4. Kakak-kakakku, dingsanak-dingsanakku, dan adding-adingku terima kasih buat semua
sayang dan dukungannya selama ini sampai akhirnya ismail dapat menyelesaikan kuliah
5. Sahabatku beserta keluarga besar mereka yang selalu ada setiap kubutuhkan. Dan yang
spesial tak lupa Dony, Abi, Miftah, Faridz, Agung, Badai, Abud, Akbar, Taufik.dan
lain-lain yang tidak bias disebutkan namanya satu persatu.
6. kakek Thamrin dan nini, OmYusuf dan Mbak Tati, Akh, Om Thabrani, Om Ishak,Om
Nang Subhan beserta keluarga, Wahyuni, dan yang lainnya yang turut memberikan
motivasi dan saran dalam penul;isan skripsi ini. I v U all.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, dengan itu diharapkan sarannya
dan semoga dapat berguna kepada siapa saja yang membutuhkan. “:Sesungguhnya hanya
Allah SWT yang memiliki Maha Kesempurnaan dan Kebenaran, dan hanya manusialah letak
beribu kekurangan dan kesadaran”. Wassallumualaikum…
Daftar Isi
Hal
Kata Pengantar... iv
Daftar Isi... vi
Daftar Tabel... viii
Daftar Gambar... x
Daftar Lampiran... xi
BAB I Pendahuluan... 1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
1. Identifikasi Masalah... 6
2. Batasan Masalah... 7
B. Perumusan Masalah... 7
C. Tujuan dan Manfaat... 8
BAB II Tinjauan Pustaka... 10
A. Pengertian Bank Syariah... 10
B. Pengembangan Office Channeling... 11
1. Arah Kebijikan Bank Syariah... 14
2. Office Channeling dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Bank Syariah... 17 a. Implikasi Strategis Kebijakan Office Channeling... 19
b. Pandangan Negatif Terhadap Kebijakan Office Channeling... 22
C. Peran Teknologi Informasi Dalam Usaha Bank... 28
1. Perubahan Teknologi... 29
2. Perubahan Perilaku Nasabah... 32
3. Perubahan Pesaing... 34
4. Kondisi Internal Bank... 36
D. Penelitian Terdahulu... 39
E. Kerangka Pemikiran... 39
F. Hipetesis... 42
BAB III Metodologi Penelitian... 43
A. Ruang Lingkup Penelitian... 43
B. Metode Penentuan Sampel... 43
D. Metode Analisis Data... 51
E. Operasional Variabel Penelitian... 62
BAB IV Penemuan dan Pembahasan... 64
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian... 64
1. Sejarah Singkat PT.BNI (Persero) Tbk... 64
2. Sejarah Singkat PT.BNI (Persero) Tbk. (KCS) Jakarta Selatan... 66
3. Visi dan Misi PT.BNI (Persero) Tbk Divisi Unit Usaha Syariah... 67
a. Visi... 67
b. Misi... 67
B. Uji Validitas dan Reliabilitas... 67
1. Validitas... 67
2. Reliabilitas... 69
C. Penemuan dan Pembahasan... 69
1. Analisis Deskriptif Statistik... 69
2. Hasil analisis Faktor... 84
BAB V Kesimpulan dan Implikasi... 103
A. Kesimpulan... 103
B. Implikasi... 104
Daftar Pustaka... 109
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 2.1 Moment Terpenting Kebijakan pengembangan Bank Syariah
[image:11.595.99.484.149.595.2]DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 4.1 Uji Validitas... 68
Tabel 4.2 Reliability Statistics... 69
Tabel 4.3 Analisis Deskriptif Statistik Jenis Kelamin... 70
Tabel 4.4 Analisis Deskriptif Statistik Periode Menjadi Nasabah... 70
Tabel 4.5 Analisis Deskriptif Statistik Kualitas Layanan Perbankan (Teknologi)... 71
Tabel 4.6 Analisis Deskriptif Statistik Perkembangan Layanan perbankan (Teknologi)... 72
Tabel 4.7 Analisis Deskriptif Statistik Transaksi Perbankan (Teknologi)... 72
Tabel 4.8 Analisis Deskriptif Statistik Produk-Produk Perbankan (Perilaku Nasabah)... 73
Tabel 4.9 Analisis Deskriptif Statistik Perluasan Akses Nasabah (Perilaku Nasabah)... 74
Tabel 4.10 Analisis Deskriptif Statistik Kebutuhan Produk perbankan (Perilaku Nasabah)... 75
Tabel 4.11 Analisis Deskriptif Statistik Layanan Jasa Keuangan (Perilaku Nasabah)... 76
Tabel 4.12 Analisis Deskriptif Statistik Pelayanan yang Istimewa (Pesaing).. 77
Tabel 4.13 Analisis Deskriptif Statistik Kemudahan Bertransaksi (Pesaing)... 78
Tabel 4.14 Analisis Deskriptif Statistik Kemampuan Bersaing (Pesaing)... 78
Tabel 4.15 Analisis Deskriptif Statistik Kemampuan mengungguli (Pesaing). 79 Tabel 4.16 Analisis Deskriptif Statistik Reputasi Bagus (Internal Bank)... 80
Tabel 4.17 Analisis Deskriptif Statistik Semakin Dikenal Masyarakat (Internal Bank)... 81
Tabel 4.18 Analisis Deskriptif Statistik Mengedepankan Prinsip Syariah (Internal Bank)... 82
Tabel 4.19 Analisis Deskriptif Statistik Maksimalisasi Pelayanan (Internal Bank)... 83
Tabel 4.20 KMO and Bartlett’s Test... 84
Tabel 4.21 Communalities... 87
Tabel 4.22 Total Variance Explained... 90
Tabel 4.24 Rotated Component Matrix... 96 Tabel 4.25 Component Transformation Matrix ... 101
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Ismail
Tempat/Tanggal Lahir : Muara teweh, 22 April 1985
Alamat : Jl.Ciputat Raya,No 1,Rt 05 Pondok Pinang
Kebayoran Lama Jakarta Selatan
Telp & HP : (021) 70503705 & 085283251322
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Kebangsaan : Indonesia
Moto Hidup : “sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya”.
II. PENDIDIKAN
1. Madrasah Ibtidayah Negeri Muara Teweh 2. Madrasah Tsanawiyah Negeri Muara Teweh 3. Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri Martapura
4. UIN (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah) Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tanggal
25 Maret 1992 menandai adanya kesepakatan rakyat dan bangsa Indonesia untuk
menerapkan dual banking system atau sistem perbankan ganda di Indonesia. Sejak saat itu semestinya semua instansi terkait menyesuaikan diri dalam segala kegiatannya dengan
paradigma baru ini termasuk di dunia pendidikan.
Bisa dibayangkan, betapa memalukannya ketika suatu institusi pendidikan
melepaskan lulusannya ke masyarakat, dan ternyata mantan anak didiknya itu
mendapatkan bahwa di dunia nyata ada yang namanya lembaga keuangan syariah yang
tidak pernah mereka kenal sebelumnya sewaktu mereka masih duduk dibangku kuliah.
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tanggal 10 November 1998
menunjukkan semakin mantapnya kesepakatan rakyat dan bangsa Indonesia dengan
system perbankan ganda yang telah berlaku sejak lebih dari enam tahun sebelumnya.
Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat kepada jasa perbankan syariah, Bank
Indonesia membolehkan cabang bank konvensional yang telah memiliki Unit Usaha
Syariah (UUS) untuk juga melayani transaksi syariah (office channelling). Dengan begitu bank tidak perlu lagi membuka cabang UUS di banyak tempat untuk dapat memberikan
pelayanan perbankan syariah. Publik perbankan belum begitu familiar dengan istilah
Padahal, sesungguhnya terdapat perbedaan yang mendasar antara office channelling
dengan two windows system.
Office channelling adalah istilah yang digunakan Bank Indonesia untuk menggambarkan penggunaan kantor bank umum (konvensional) dalam melayani
transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki
Unit Usaha Syariah. Berbeda dengan office channelling versi Indonesia, two windows system yang digunakan di Malaysia, memperbolehkan bank umum (konvensional) yang tidak memiliki UUS atau kantor cabang syariah, untuk melakukan transaksi dengan skim
syariah dalam satu kantor (office). Dengan kata lain, dalam satu bank, terdapat dua sistem layanan sekaligus: skim syariah dan konvensional.
Menurut Rio Eldianson(2007:1)Perbankan syariah Indonesia kini dituntut untuk
melakukan akselerasi. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter telah memberikan
target kepada bank syariah untuk mencapai market share pada level 5,25% pada akhir tahun 2008. Hal ini merupakan program BI untuk meningkatkan peran perbankan syariah
di kancah perekonomian nasional serta tingkat signifikansi manfaat perbankan syariah
bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hingga akhir tahun 2006, bank syariah telah mencapai market share sebesar 1,6%. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bank syariah yang dicapai masih menyisakan
target sebesar 3,65%. Dari market share tersebut, bank syariah memiliki asset sebesar Rp. 26,95 triliun. Target market share sebesar 5,25% menuntut bank syariah harus mewujudkan assetnya lebih dari Rp. 90 triliun pada akhir tahun 2008, dengan begitu bank
syariah memiliki sisa target sebesar Rp. 63.05 triliun. Dalam memenuhi sisa tersebut,
bank syariah harus meningkatkan pertambahan assetnya mencapai rata-rata sebesar Rp. 7
yang tidak sedikit bagi bank syariah untuk memenuhi keinginan dari BI.
(H,Nadratuzzaman dalam artikel Rio Eldianson,2007)
Jumlah bank syariah yang saat ini terdiri dari 3 Bank Umum Syariah (BUS),
ditambah 20 Unit Usaha Syariah (UUS) yang menjadi cabang Bank Konvensional dinilai
masih sulit untuk mampu memenuhi target yang telah ditetapkan. Besarnya target yang
ditentukan dengan waktu yang tidak begitu lama akan menyebabkan langkah bank
syariah terasa begitu berat untuk mewujudkannya. (Rio Eldianson:2007:3)
Untuk mencapai market share 5,25% pada akhir tahun 2008 bukanlah perkara mudah, dibutuhkan peran strategis dari dua pelaku utama yaitu pihak pemerintah dan
pihak perbankan (praktisi). Dua pihak inilah yang menjadi kunci penting akselerasi
perbankan syariah Indonesia menuju market share 5,25 % pada tahun 2008. (Rio Eldianson:2007:3)
Adapun perkembangan Office Channeling tentu saja ditunjang berbagai faktor-faktor perbankan yang mendukung program tersebut, salah satunya faktor-faktor-faktor-faktor
teknologi informasi pada suatu bank yaitu faktor teknologi yang tersedia, faktor nasabah
pada suatu bank, faktor pesaing,serta faktor internal bank.pada BNI Syariah telah
menerapkan program Office Channeling yang diberlakukan oleh Bank Indonesia, namun belum maksimal karena masih banyak kekurangan yang ada, oleh karena itu diperlukan
faktor-faktor pendukung program Office Channeling. Adanya berbagai faktor tersebut membuat Office Channeling semakin berkembang.
diberlakukannya Office Channeling. Penulis juga ingin mengetahui faktor mana saja yang sangat berperan penting terhadap program Office Channeling dan melakukan studi kasusnya di BNI Syariah cabang Jakarta Selatan .
Kelebihan dari penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini dilakukan
terhadap sesuatu yang baru dan masih hangat diperbincangkan oleh pakar-pakar
perbankan syariah dan masih menjadi kontroversi bagi sebagian kecil kalangan perbankan
syariah dan mencakup ruang lingkup yang sangat luas yaitu perkembangan perbankan
syariah secara nasional, sedangkan penelitian yang terdahulu yang telah dilakukan
meskipun menggunakan metode penelitian dan analisis yang sama namun penelitian
tersebut cuma membahas tentang permasalahan dalam ruang lingkup yang sempit yaitu
tentang kepuasan konsumen Warung Internet, Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Fajar Suryo Saputro (2007) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Konsumen Dalam Memilih Warnet Pada Warnet Click Net Di Ciputat”. Alat analisis
yang digunakan adalah analisis faktor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam memilih jasa warnet yang mau
dipakai. Dan juga penelitian yang terdahulu dilakukan terhadap pembahasan yang bukan
sesuatu permasalahan yang baru.
Disamping itu penelitian ini meninjau bagaimana tanggapan masyarakat atau
nasabah tentang Office Channeling, karena yang banyak berkomentar tentang Office Channeling adalah cuma para praktisi perbankan syariah dan pihak bank syariah yang terkait dengan program Office Channeling. Oleh sebab itu peneliti ingin menekankan penelitian tentang Office Channeling menurut pendapat para nasabah bank syariah, terutama nasabah BNI Syariah.
diterapkan secara maksimal oleh bank terkait dan dapat memudahkan nasabah bank
tersebut dalam melakukan transaksi perbankan secara syariah karena tujuan BI dalam
menetapkan peraturan sistem Office Channeling adalah untuk mengembangkan dunia perbankan syariah agar dapat lebih maju dan dapat bersaing dengan perbankan
konvensional.
1. Identifikasi Masalah
Untuk lebih mengenal masalah apa yang diteliti, ada beberapa identifikasi
masalah dalam penelitian ini, yakni :
a. Office channelling adalah istilah yang digunakan Bank Indonesia untuk menggambarkan penggunaan kantor bank umum (konvensional) dalam melayani
transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah
memiliki Unit Usaha Syariah. Berbeda dengan office channelling versi Indonesia,
two windows system yang digunakan di Malaysia, memperbolehkan bank umum (konvensional) yang tidak memiliki UUS atau kantor cabang syariah, untuk
melakukan transaksi dengan skim syariah dalam satu kantor (office). Dengan kata lain, dalam satu bank, terdapat dua sistem layanan sekaligus: skim syariah dan
konvensional.
b. Rencana teknologi informasi suatu bank harus mengacu pada rencana strategi dan
rencana bisnis bank tersebut. Bank yang telah memiliki rencana strategi baik,
belumlah menjamin akan keberhasilannya, sebab masih harus melewati tahap
berikutnya yang tidak kalah pentingnya dengan membuat rencana strategi yaitu
mengantisipasi berbagai perubahan yang sangat cepat dari kondisi lingkungan
bank tersebut.
c. Seberapa jauh perkembangan program Office Channeling dinilai dari kinerja perencanaan teknologi informasi suatu bank.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah ditetapkan diatas, maka peneliti
memberikan batasan, antara lain:
1. Hanya mencakup bahasan tentang faktor-faktor kinerja teknologi informasi Office Channeling secara umumnya (menentukan faktor utama dan faktor penunjang lainnya terhadap perkembangan Office Channeling) dan tidak membahas terlalu mendalam, adapun pembahasan yang penulis uraikan adalah:
a) Faktor teknologi
b) Faktor nasabah
c) Faktor pesaing
d) Faktor internal bank
2. Penelitian dilakukan hanya kepada nasabah BNI Syariah Cabang Jakarta Selatan
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana dikemukakan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
”Faktor-faktor apa saja yang akan terbentuk dari faktor-faktor Teknologi Informasi
dalam usaha bank yang terdiri dari faktor Teknologi, faktor Perilaku Nasabah, faktor
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor
dalam teknologi informasi pada suatu bank (yaitu teknologi, perilaku nasabah,
pesaing dan internal bank) supaya mengetahui faktor yang paling berperan
penting terhadap office channeling pada bank syariah.
2. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi :
a) Penulis.
Untuk mengimplementasikan ilmu yang penulis peroleh selama kuliah pada
program S1 jurusan manajemen perbankan.
b) PT.Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah
Penulis ingin memberikan sumbangan pikiran dari hasil penelitian ini dan
semoga dapat dijadikan gambaran dalam menerapkan sistem Office
Channeling pada PT. BNI Syariah. Terutama BNI Syariah cabang Jakarta Selatan.
c) Bagi masyarakat (nasabah bank syariah).
Sebagai informasi tambahan yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi baik dalam hal
menabung maupun dalam mengajukan pembiayaan dengan menggunakan
program Office Channeling pada PT. BNI Syariah. Terutama Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah cabang Jakarta Selatan.
Penelitian ini akan menambahkan keperpustakaan dibidang manajemen
perbankan dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan yang berisikan suatu
studi perbandingan yang bersifat karya ilmiah untuk menambah wawasan dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN BANK SYARIAH
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan atau
perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an
dan Hadits Nabi SAW. Dengan kata lain, Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya yang disesuaikan dengan
prinsip syariat Islam. Antonio dan Perwataatmadja (1997) membedakan antara Bank
Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syari’ah Islam. Bank Syari’ah adalah (1)
bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam; (2) bank yang tata
cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits.
Sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syari’ah Islam adalah bank yang
beroperasinya sesuai prinsip syari’ah Islam adalan bank yang beroperasinya itu mengikuti
ketentuan-ketentuan syari’ah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat
secara Islam. Dikatakan lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi
praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan
kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Artinya, lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan
masalah uang. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu dikaitkan dengan masalah uang
yang merupakan alat pelancar terjadinya perdagangan yang utama. Kegiatan dan usaha
Menerima dan membayarkan kembali uang nasabah; (3) Membeli dan menjual surat-surat
berharga; dan (4) Menerima jaminan bank.
Untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, Islam
memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah Islam. Dengan kata lain, Bank Islam lahir
sebagai salah satu solusi alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bak dan
riba. Dengan demikian, kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri dari
persoalan riba telah mendapat jawaban dengan lahirnya Bank Syari’ah. Bank Syari’ah
lahir di Indonesia, yang gencarnya, pada sekitar tahun 90-an atau tepatnya setelah ada
Undang-Undang No. 7 tahun 1992, yang direvisi dengan Undang-Undang Perbankan No.
10 tahun1998, dalam bentuk sebuah bank yang beroperasinya dengan sistem bagi hasil
atau bank syari’ah.(Muhammad:1:2005)
B . PENGEMBANGAN OFFICE CHANNELING
Rasanya tidak ada yang membantah bila dikatakan negeri ini memiliki potensi pasar
domestik yang begitu besar untuk industri perbankan syariah. Gambaran kasar yang bisa
digelar adalah fakta 80% lebih dari penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 230 juta
merupakan umat Islam. Dengan ceruk pasar yang menganga lebar ini, harapan besar
layak disematkan kepada para stakeholder perbankan syariah untuk lebih berkembang, berdampingan dengan bank konvensional. (Dadang Romansyah: 1:2004)
Tapi mengapa euforia yang terbentuk setelah tahun 1999 dengan berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM) mendampingi Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang lebih dulu
tujuh tahun, justru jauh dari harapan. Angka mungkin tidak bisa berbohong dengan
melihat pangsa pasar perbankan syariah yang tak sampai 2% dibandingkan total
Di lapangan, upaya memacu industri perbankan syariah untuk bersaing di level yang
setara dengan perbankan konvensional justru melahirkan para pemain semu yang
terwujud dalam maraknya pembentukan divisi atau unit usaha syariah (UUS). Bank
Indonesia pun mafhum bila membentuk bank baru untuk menemani Bank Syariah
Mandiri, Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI) masih
terkendala aspek permodalan. Dalam UU No.10/ 1998 tentang Perbankan memang
disyaratkan modal pendirian suatu bank umum adalah sebesar Rp 3 triliun (Fahmi Ahmad dalam Dadang Romansyah, 2005).
Berinvestasi mendirikan bank dengan dana minimum Rp 3 triliun di tengah upaya
konsolidasi perbankan nasional yang lebih dari 130 bank ini, mungkin dinilai investor
lokal sebagai hal yang penuh risiko. Alternatif lain adalah bekerja keras mempercantik
diri agar investor asing mau menyuntikkan dana segar ataupun langsung berinvestasi
membentuk bank syariah baru di Indonesia. Wacana ini merupakan buah pemikiran
adanya momentum pengalihan dana negara-negara petro dollar dari lahan ekonomi
Amerika Serikat dan Eropa ke negara-negara Asia.
Lalu Indonesia sendiri kapan. Ironis memang. Padahal indikasi minat investor asing
dari dunia Arab sebenarnya memang cukup riil dengan terbukti pada masuknya Boubyan
Bank dan Kuwait Finance House dalam rencana penambahan kepemilikan saham Bank
Muamalat. Sebelumnya pun, Islamic Development Bank (IDB) telah berpartisipasi
sebagai pemegang saham dalam pendirian bank syariah pertama ini. Karena selebihnya
hanya merupakan portofolio investasi oleh pemodal asing yang masuk ke industri
perbankan syariah lebih bersifat tidak langsung. Faktanya, Commerce Asset Berhad lebih memilih mengembangkan usaha syariah di Bank Niaga melalui unit usaha syariah, begitu
target penguasaan pangsa pasar perbankan syariah tahun 2011 yang dipatok awalnya 9%
direvisi menjadi 5%-7%.
Ini mungkin lebih membumi, tapi tak hanya itu yang dilakukan Bank Indonesia.
Pertengahan tahun ini, bank sentral setelah berembuk dengan para praktisi mengeluarkan
wacana pemisahan unit usaha syariah (UUS) sebagai entitas tersendiri yang lepas dari
gandengan bank umum konvensional. Awal Oktober 2005, BI mengeluarkan kebijakan
terbaru yang lebih tepat dinilai sebagai insentif dengan melonggarkan peraturan
pembentukan bank syariah baru ataupun untuk kegiatan spin off (pemisahan) UUS. Syarat modal pendirian bank umum syariah pun diturunkan dari Rp 3 triliun menjadi Rp1 triliun,
begitu pun kewajiban untuk pendirian Unit Usaha Syariah yang hendak melepaskan diri
dari induk perusahaan.
Kelonggaran juga diberikan Bank Indonesia kepada bank umum konvensional yang
hendak melakukan konversi atau perubahan core business menjadi bank syariah cukup menyetor modal minimum Rp 100 miliar. Gayung pun bersambut dengan rumor pasar
bahwa Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) segera melepas
unit syariahnya menjadi entitas tersendiri.
1. Arah Kebijakan Pengembangan Bank Syariah
Industri perbankan masih menjadi sendi terpenting dalam perekonomian nasional.
Untuk menuju perbankan yang semakin baik, dalam konteks ini, sejak dua tahun lalu
Bank Indonesia telah menggariskan sebuah arah kebijakan yang disebut sebagai
Arsi-tektur Perbankan Indonesia (API). Sebagai sebuah rancangan bentuk industri yang
ingin dicapai di masa depan, API memuat berbagai program yang terfokus pada upaya
pembentukkan industri perbankan melalui langkah-langkah penguatan pada semua
sendi-sendi fundamental. Penguatan aspek kelembagaan, penyiapan infrastruktur
peningkatan kemampuan institusi dan sumber daya, peningkatan kualitas pengawasan
dan pengaturan perbankan, sampai dengan menarik peran serta masyarakat dalam
menjaga ketahanan dan daya saing perbankan telah digariskan sebagai pilar-pilar yang
harus dimiliki oleh industri perbankan Indonesia ke depan.
Diawali dengan lahirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan,
dalam bentuk sebuah bank yang beroperasi dengan menggunakan sistem bagi hasil.
Pada saat itu, bank Islam yang pertama kali muncul di Indonesia adalah Bank
Muamalat Indonesia. Selanjutnya, kekuatan hukum pendirian bank Islam tersebut
diperkuat dengan adanya undang-undang nomor 10 tahun 1998, sebagai revisi
Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992. Awal Oktober 2005, Bank Indonesia
mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia No. 7/13/PBI/2005
tentang perubahan modal dasar pendirian bank umum syariah dan unit usaha syariah.
Syarat modal pendirian bank umum syariah pun diturunkan dari Rp 3 triliun
menjadi Rp1 triliun, begitu pun kewajiban untuk pendirian Unit Usaha Syariah yang
hendak melepaskan diri dari induk perusahaan.
Kajian Bank Indonesia menunjukkan bahwa saat ini pemahaman masyarakat akan
perbankan syariah memang terus mengalami peningkatan. Namun demikian, di sisi
lain minat untuk bertransaksi secara syariah masih rendah. Kondisi ini terjadi, antara
lain karena masih terbatasnya jaringan layanan perbankan syariah.
Oleh karena itu, peningkatan minat masyarakat untuk bertransaksi melalui
perbankan syariah ini harus difasilitasi oleh adanya kemudahan akses kepada jasa
perbankan syariah. Dengan demikian masyarakat tidak perlu lagi menempuh upaya
yang jauh lebih berat agar mereka dapat bertransaksi melalui perbankan syariah,
karena kemudahan akses pelayanan perbankan syariah yang sebanding dengan
Atas dasar hasil kajian ini pula, maka Bank Indonesia telah mencoba memikirkan
berbagai alternatif yang diharapkan dapat menjadi terobosan untuk secara signifikan
meningkatkan kemampuan perbankan dalam melayani dan menyediakan kemudahan
bertransaksi syariah kepada masyarakat.
Oleh karena itu maka pada akhir bulan Januari 2006 Bank Indonesia
mengeluarkan peraturan baru yaitu PBI No.8/3/PBI/2006 tentang PERUBAHAN
KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM
SYARIAH & PEMBUKAAN KANTOR SYARIAH OLEH BANK UMUM
KONVENSIONAL, yaitu sebuah ketentuan yang memperbolehkan cabang bank konvensional yang telah memiliki Unit Usaha Syariah untuk juga melayani transaksi
syariah (office channelling). Dengan menyediakan layanan office chanelling di cabang konvensionalnya, Bank tidak perlu lagi membuka cabang Unit Usaha Syariah
di banyak tempat untuk dapat memberikan pelayanan perbankan syariah. Tentu saja
layanan office chanelling membutuhkan dukungan jaringan teknologi informasi serta instalasi perangkat lunak perbankan syariah di cabang-cabang bank yang akan
menyediakan jasa office chanelling untuk transaksi perbankan syariah.
Dengan segala upaya dan kerja keras para stakeholder perbankan syariah ini
semoga dapat mengantarkan industri perbankan syariah ini berada berdampingan
dengan perbankan konvensional di jalur yang sama. Publik pun menanti agar bank
syariah tidak hanya menebar pesona religius sebagai pembeda dalam pemberian
Gambar 2.1
Moment Terpenting Kebijakan Pengembangan Bank Syariah di Indonesia
Sumber : Dadang Romansyah, Strategi Pengembangan Bank Syariah Melalui Office Channeling.
2. Office Channelling dan Implikasinya terhadap Pengembangan Bank Syariah
Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat kepada jasa perbankan syariah,
Bank Indonesia membolehkan cabang bank konvensional yang telah memiliki Unit
Usaha Syariah (UUS) untuk juga melayani transaksi syariah (office channelling). Dengan begitu bank tidak perlu lagi membuka cabang UUS di banyak tempat untuk
dapat memberikan pelayanan perbankan syariah. Publik perbankan belum begitu
familiar dengan istilah office channelling ini. Bahkan, beberapa bankir menilai office channelling ini mirip dengan sistem perbankan dua jendela (two windows system) yang berlaku di Malaysia. Padahal, sesungguhnya terdapat perbedaan yang mendasar
antara office channelling dengan two windows system.
Office channelling adalah istilah yang digunakan Bank Indonesia untuk menggambarkan penggunaan kantor bank umum (konvensional) dalam melayani
transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah
Tentang Perbankan
UU No. 7 /1992 UU No. 10/1998
Dual Banking System
Fatwa DSN-MUI
Fatwa Bunga Bank Haram
PBI
No.7/13/PBI/2005
Th. 1992 Th. 1998 Th. 2003 Th. 2005 Th. 2006
Modal Minimum Bank Syariah
PBI
No.8/3/PBI/2006
memiliki Unit Usaha Syariah. Berbeda dengan office channelling versi Indonesia, two windows system yang digunakan di Malaysia, memperbolehkan bank umum (konvensional) yang tidak memiliki UUS atau kantor cabang syariah, untuk
melakukan transaksi dengan skim syariah dalam satu kantor (office). Dengan kata lain, dalam satu bank, terdapat dua sistem layanan sekaligus: skim syariah dan
konvensional.
Bank Indonesia saat ini baru mengizinkan transaksi penghimpunan dana pihak
ketiga (DPK). Sedangkan untuk transaksi pembiayaan, untuk sementara, tetap harus
dilakukan di kantor UUS atau kantor cabang syariah dan untuk kebijakan manajemen
dan sumberdaya manusia (SDM) tetap ditentukan oleh kantor pusat bank
bersangkutan. Dengan kata lain, bank yang memiliki UUS tersebut hanya dapat
memanfaatkan tempat yang ada pada kantor konvensional untuk melakukan transaksi
dengan skim syariah. Berbeda dengan office chanelling ini, konsep two windows system yang selama ini dipopulerkan Malaysia, mengizinkan semua transaksi syariah dilayani oleh kantor bank umum konvensional, termasuk dalam hal kebijakan
manajemen dan SDM (Sunarsip dalam Dadang Romansyah, 2006).
a. Implikasi Strategis Kebijakan Office Channelling
Diberlakukannya sistem office channelling ini, diperkirakan akan memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan industri bank syariah
di masa mendatang. Pertama, dengan diberlakukannya office channelling, tentu akan semakin memudahkan bagi nasabah untuk melakukan transaksi syariah.
Dengan kata lain, akses terhadap lokasi bank syariah yang selama ini menjadi
kendala bagi nasabah untuk mendapatkan fasilitas transaksi syariah akan dapat
mengalami kesulitan karena belum banyak bank syariah yang beroperasi di
Indonesia.
Kedua, dengan semakin mudahnya para nasabah untuk mendapatkan akses
layanan perbankan syariah, diperkirakan perkembangan Dana Pihak Ketiga akan
semakin besar. Dengan demikian, peran perbankan syariah dalam melayani
kebutuhan masyarakat dalam melayani penyimpanan DPK akan semakin
membaik. Ditinjau dari karakteristik assets dan liabilities bank syariah, kebijakan office channeling berpeluang diterapkan untuk sisi liabilities (dana). Penghimpunan dana baik tabungan, giro dan deposito dapat dipasarkan massal
melalui cabang konvensional. Sedangkan produk assets (pembiayaan) butuh desain yang bersifat tailor made sesuai kebutuhan nasabah (mudharib) sehingga lebih sulit dipasarkan melalui cabang konvensional. Kecuali, terbatas pada
produk murabahah dan ijarah konsumtif.
Umumnya kantor cabang syariah (KCS) memasarkan produk assets dan
liabilitiesnya. Kecuali kantor cabang pembantu (KCPS) yang biasanya fokus pada penghimpunan dana. Dengan office channeling, penghimpunan dana dapat dilakukan cabang konvensional yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan,
dibandingkan cabang syariah yang baru satuan atau belasan. Cabang syariah
bisa lebih fokus pada pembiayaan. Secara otomatis cabang syariah
bertransformasi menjadi semacam Sentra Pembiayaan Syariah (Wahyu Avianto dalam Dadang Romansyah, 2005).
Dengan fokus pada pembiayaan, diharapkan kualitas pembiayaan makin
baik, baik dari sisi analisa kelayakan, implementasi kepatuhan aspek syariah,
bisa juga dilakukan oleh bank syariah dengan PT. Pos atau dengan antar induk
yang berbeda, selama memenuhi ketentuan dan persyaratan office channelling
baik dari Bank Indonesia maupun Dewan Syariah Nasional. Office Channeling
akan meningkatkan penghimpunan dana dan kemudian kualitas pembiayaan
yang berujung pada aset dan pertumbuhan bank syariah yang makin baik.
Berikutnya adalah bagaimana agar bank syariah bisa mempengaruhi kebijakan
ekonomi nasional sehingga bisa membawa dampak pada kesejahteraan umat.
Ketiga, office channelling diharapkan bisa meningkatkan pangsa pasar (market share) perbankan syariah terhadap perbankan nasional. Dengan semakin mudahnya mendapatkan informasi dan akses terhadap kantor bank syariah,
diharapkan market share yang saat ini baru sekitar 1,35% akan semakin besar. Keempat, dengan menerapkan office channelling yang mencakup ko-lokasi fisik gedung, satu pekerja yang diperbolehkan melakukan transaksi baik syariah
maupun konvensional, maka efisiensi yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah
akan menjadi sangat luar biasa.
Layanan Syariah untuk mendorong akselerasi pertumbuhan Bank Syariah.
Suatu bank seperti BRI, BNI, Permata, Niaga yang mempunyai jaringan sangat
luas, sekaligus akan segera dapat berfungsi sebagai Bank Syariah. Dalam ukuran
waktu kurang dari tahunan, Indonesia akan mempunyai Bank Syariah yang
jangkauannya tidak saja mencapai kabupaten atau kecamatan, tapi malah sampai
ke tingkat kelurahan. Sebuah perkembangan yang maha dahsyat, sehingga
wilayah darurat atas fatwa DSN tentang pengharaman bunga bank yang
dikecualikan untuk daerah-daerah yang belum ada bank syariah, bisa direvisi
dan ditinjau ulang.
Istilah office channelling sendiri tidak terdapat satupun dalam Peraturan Bank Indonesia tentang office channelling atau PBI No. 8/3/PBI/2006. Yang ada hanya tentang Layanan Syariah (LS). Layanan Syariah dapat dibuka dalam satu
wilayah kantor Bank Indonesia dengan Kantor Cabang (KC) Syariah Induknya,
dengan menggunakan pola kerja sama antara KC Syariah Induknya dengan KC
dan atau KC Pembantu, atau dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri
Bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional Bank
Syariah.
Selanjutnya Layanan Syariah wajib memiliki pembukuan yang terpisah
dari Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu, menggunakan standar
akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah, dan laporan keuangan
Layanan Syariah wajib digabungkan dengan laporan keuangan Kantor Cabang
Syariah Induknya pada hari yang sama.
Kebijakan office channelling ini, tentunya harus disikapi secara proporsional. Hal ini penting, sebab jangan karena saking semangatnya
menyambut kebijakan yang positif ini, kita lupa dengan isu-isu lain yang bisa
menghambat penerapan office channelling tersebut.
Dengan ketentuan Layanan Syariah seperti di atas, timbul beberapa catatan
pertanyaan yang mengemuka dan belum terjawab berdasarkan hitam putih
sesuai ketentuan yang ada. Beberapa pertanyaan yang mengemuka dan bersifat
detail operasional office channelling dimaksud adalah (Sutrisno Mukayan dalam Dadang Romansyah, 2006) :
Pertama, Full one person dedicated. Pemahanan yang timbul tentang
syariah atau konvensional. Apabila seorang pekerja telah melayani transaksi
syariah, maka orang tersebut tidak boleh melayani transaksi konvensional, dan
sebaliknya. Sementara itu, PBI tentang office channelling memungkinkan bahwa Layanan Syariah dapat dibuka dengan cara pola kerja sama antara Kantor
Cabang Syariah Induk dengan Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang
Pembantu konvensional.
Kemungkinan pelayanan rangkap dimaksud timbul dengan dasar
pemikiran bahwa yang membuat suatu transaski menjadi syariah atau tidak
bukanlah orang atau siapa yang melakukan traksaksi, tetapi tergantung pada
bagaimana transaksi dijalakankan. Artinya selama transaksi telah memenuhi
syarat dan rukun yang telah ditetapkan terlepas dari siapa yang melakukan,
transaksi tersebut tetap menjadi syariah. Halal dan haramnya suatu transaksi
tergantung dari pada beberapa kriteria, yaitu pertama, objek yang dijadikan
transaksi apakah objek halal atau objek haram. Kedua, cara bertransaksi
menggunakan cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah (transaksi halal) atau
[image:34.595.110.528.162.589.2]transaksi yang bertentangan dengan syariat Islam (Sutrisno Mukayan dalam Dadang Romansyah, 2006). Berikut ini gambaran dalam penentuan halal dan haramnya suatu transaksi :
[image:34.595.202.390.632.742.2]Gambar 2.2
Gambaran dalam penentuan halal dan haramnya suatu transaksi
Cara Halal Cara Haram
A TRANSAKSI
HALAL
B TRANSAKSI
Objek Halal
Objek Haram
Sumber: Slamet Wiyono(2006), , Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah.
Kedua, Integrated Core Banking System. Core Banking System (CBS) adalah aplikasi utama yang digunakan untuk mencatat dan membukukan semua
transaksi yang dilakukan bank. Dalam PBI, diatur bahwa Layanan Syariah harus
memiliki pencatatan dan pembukuan yang terpisah dari Kantor Cabang dan atau
KC Pembantu konvensional, yang selanjutnya laporan atas transaksi harian
tersebut wajib digabungkan dengan laporan Kantor Cabang Syariah induknya.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah diperbolehkan transaksi Bank Syariah dan
Bank Konvensional dibukukan dan diproses dalam satu Core Banking System
yang sama.
Hal ini sangat dimungkinkan mengingat perkembangan aplikasi Core Banking System dewasa ini mampu meng-handle transaksi yang bersifat multi-bank atau multicompany. Dengan Core Banking System yang mempunyai kemampuan multi-bank maka CBS bisa mencatat dan mengadministrasikan
secara bersamaan baik produk dan jasa Bank Syariah maupun Bank
Konvensional, tetapi tetap mampu memisahkan mana transaksi Bank Syariah
dan mana transaksi Bank Konvensional. Oleh karena itu CBS multi-bank bisa
menghasilkan accounting entity yang berbeda antara Bank Syariah dan Bank C
TRANSAKSI HARAM
D TRANSAKSI
Konvensional, sehingga laporan-laporan yang dihasilkan oleh perusahaan yang
berdiri sendiri seperti Neraca, Laba Rugi, dan laporan lainnya juga dapat
dihasilkan dan terpisah secara otomatis antara Bank Syariah dan Bank
Konvensional (Sutrisno Mukayan dalam Dadang Romansyah, 2006).
Ketiga, perlu dipahami bahwa pola office channelling, kemungkinan baru akan teruji pada sisi liabilities-nya neraca bank, yaitu sisi funding. Yang menjadi masalah, setelah funding diperoleh, pekerjaan selanjutnya adalah bagaimana mengalokasikan dana tersebut kedalam bentuk pembiayaannya (financing).
Padahal, kalau dana dari skim syariah dialokasikan dalam kredit berbentuk
konvensional adalah tidak diperbolehkan alias haram dalam konsep bank
syariah. Dengan kata lain, selain pola ini bisa mendorong pertumbuhan
perbankan syariah dari sisi funding, pola office channelling juga memunculkan tantangan tersendiri bagi para bankir untuk penempatan dananya pada sektor
dan skim yang halal.
Keempat, perlu diperhatikan adalah jangan sampai pola office channelling
ini merusak citra positif (terutama aspek kehalalannya) dari perbankan syariah.
Perlu diketahui, pola two windows system yang selama ini diterapkan di Malaysia masih diperdebatkan (debatable) keberadaanya oleh para syariah scholars baik di Timur Tengah, maupun di Malaysia sendiri. Inti yang diperdebatkan adalah kehalalan praktik mencampuradukkan antara praktik
syariah dan praktik konvensional dalam 'satu keranjang'. Dengan kata lain, karena pola office chanelling ini ada kemiripan dengan two windows system di Malaysia, maka aspek kehalalan produk dan praktik perbankan yang sesuai
Logika percampuran uang dianalogikan dengan restoran yang menjual
masakan babi yang haram dan makanan halal. Sehingga, memungkinkan terjadi
percampuran baik melalui wadah penggorengan, sisa minyak, tangan koki dan
lainnya. Percampuran tersebut dimungkinkan, karena baik babi, makanan halal
maupun media perantara, secara substansi bersifat riil (ada unsur atau senyawa
kimiawi yang menyusun materi). Sedangkan sistem keuangan tidak dapat
dianalogikan seperti itu karena bersifat abstrak.
Uang yang digunakan sekarang ini, jika ditelurusi sejarah uang kertas,
adalah dipersamakan dengan catatan berisi janji dari penerbit yang menyatakan
lembaran itu dapat ditukar dengan emas senilai nominal yang tertera. Pada era
modern, kertas janji-janji tersebut, oleh bank disimpan dalam memory dan hard disk komputer. Kapan janji baru diterima, kapan janji itu akan diperjanjikan lagi kepada pihak lain, dan sebagainya. Sehingga yang ada pada bank adalah sekedar
catatan-catatan atau ingatan janji-janji saja. Dengan demikian karena uang pada
bank bersifat abstrak dan tidak bersifat benda kimiawi, maka logika
penggorengan tersebut kurang tepat (Wahyu Avianto dalam Dadang
Romansyah, 2005).
Kelima, yang merupakan kekhawatiran berikutnya adalah pendapatan bunga kredit yang mungkin nyasar ke bank syariah. Hal ini sebenarnya diatur
dalam sistem akuntansi perbankan syariah berdasarkan PSAK 59. Peraturan
tersebut tidak mengakui pendapatan bunga atau pendapatan non-halal lainnya
sebagai pendapatan bank syariah. Dana syariah tidak boleh disalurkan ke
konvensional dan juga sebaliknya. Laporan keuangan bank syariah pun
disajikan tersendiri bahkan oleh bank konvensional yang memiliki UUS,
Terakhir, jika ke depan dengan pola office channelling ini akan berlanjut untuk menyatukan dua model pembiayaan, yaitu: syariah dan konvensional
dalam satu kantor, maka yang perlu diperhatikan adalah aspek kepatuhan
terhadap syariah (syariah compliance). Pengalaman di Malaysia dalam
mengelola industri perbankan syariah, sarat dengan kontroversi. Hal ini
mengingat, regulasi yang dijalankan sangat longgar terhadap kepatuhan syariah
(syariah compliance), yang hingga kini diperdebatkan oleh syariah scholars.
C. PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM USAHA BANK
Keberhasilan kinerja suatu bank, baik konvensional maupun bank syariah, sangat
ditentukan oleh bagaimana bank tersebut membuat rencana jangka panjang, rencana
jangka menengah dan rencana jangka pendek, yang biasanya tertuang dalam bentuk
rencana bisnis (Business Plan) dan rencana strategi (strategi plan). Rencana teknologi informasi suatu bank harus mengacu pada rencana strategi dan rencana bisnis bank
tersebut.
Bank yang telah memiliki rencana strategi baik, belumlah menjamin akan
keberhasilannya, sebab masih harus melewati tahap berikutnya yang tidak kalah
pentingnya dengan membuat rencana strategi yaitu tahap implementasi strategi (strategic implementation) atas rencana strategi yang telah dibuat, yang harus dilakukan dengan baik dan konsisten, guna untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang sangat cepat dari
kondisi lingkungan bank tersebut.
kondisi internal perusahaan itu sendiri (company condition). (Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia,2001:296 ).
1. PERUBAHAN TEKNOLOGI
Dalam usaha perbankan teknologi selain berpengaruh besar terhadap kualitas jasa
layanan yang diberikan, juga sekaligus menjadi ancaman kelangsungan usaha suatu
bank. Pengaruh besar teknologi terhadap kualitas layanan akan terlihat pada saat bank
mulai berkembang, jumlah nasabah semakin meningkat, jenis transaksi semakin
banyak dan semakin kompleks, saat itulah bank mulai kewalahan, sistem teknologi
informasinya mulai jatuh bangun karena kapasitas telah dilewati,apalagi bicara soal
”respons time” pastilah tidak akan memenuhi ekspektasi nasabah. Ancaman dari perkembangan dan penerapan teknologi informasi terhadap kelangsungan usaha bank
terlihat dari munculnya ”Global Information Network and Financial Service” (Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia,2001:296 ).
Pengaruh paling besar bagi bank adalah adanya perkembangan dan penerapan
dalam bidang teknologi informasi yang melibatkan perangkat teknologi (hardware dan software) dan teknologi komunikasi. Melalui penerapan teknologi informasi seluruh bank, baik bank konvensional maupun dalam bidang syariah di dunia, berpacu
meningkatkan efisiensi dan produktivitas dengan memperbaiki kinerja operasionalnya
dan pengelolaan manajemennya dengan dengan penerapan teknologi mutakhir.
Berbagai bank asing dan bank nasional,misalnya Citibank dan BCA, telah
menempatkan teknologi informasinya sebagai Point Of Differentiation dan kunci
lahan Fee Based Income dan Funding. (Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia,2001: 297).
Beberapa kemajuan teknologi informasi yang saat ini sangat berpengaruh dan
mungkin akan tetap bertahan hingga dekade mendatang adalah layanan jasa
perbankan berbasis internet (internet banking/web banking) dan layanan jasa perbankan berbasis teknologi telepon seluler (mobile banking) baik dengan dukungan teknologi Wireless Aplication Protocol (WAP) maupun dengan dukungan Short Message Services (SMS). Penerapan teknologi informasi tersebut mampu meningkatkan jasa layanan perbankan kepada nasabah dan dapat memberikan
delivering value yang lebih tinggi kepada nasabah.
Berbagai kemajuan teknologi informasi ini harus terus dipantau arah dan
kemungkinan penerapannya dalam layanan perbankan. Penerapan teknologi informasi
menjadi semakin penting bagi kelangsungan usaha suatu bank, mengingat bank-bank
diseluruh dunia saat ini tengah berpacu untuk menerapkan berbagai kemajuan
teknologi informasi. Keterlambatan dalam penerapan teknologi informasi dapat
berdampak luas bagi bank, terutama dalam posisi (positioning) bank dalam persaingan.
Penerapan teknologi informasi dalam usaha selalu memiliki dua implikasi yang
saling bertolak belakang, satu sisi penerapan teknologi informasi yang memberikan
delevery value yang lebih tinggi kepada nasabah, tapi disisi lain penerapan teknologi informasi tersebut mengandung pula risiko, baik risiko finansial maupun risiko
nonfinansial, semakin canggih teknologi informasi yang diterapkan, akan semakin
tinggi pula risiko yang harus dihadapi. Semakin kecil tingkat risiko yang diinginkan
Oleh karena itu penerapan teknologi informasi dalam usaha bank harus
dilakukan secara profesional, dengan pengendalian yang memadai untuk tingkat risiko
yang masih dapat diterima dan biaya yang tidak terlalu tinggi. Penerapan prinsip
operasional perbankan mutlak harus diterapkan, diantaranya adalah:
1. Prinsip tiga pihak terkait, maker, checker dan authorizer. 2. Prinsip pengendalian ganda (dual control).
3. Prinsip pemisahan tugas (segregation of duties).
4. Prinsip pendokumentasian yang memadai (good records).
Lingkup manajeman teknologi informasi dapat dikelompokkan menjadi tiga
functional area, yaitu:
1. Pengembangan sistem (systems development).
2. Dukungan teknis (technical support).
3. Operasional pusat pengolahan data (data center operation).
Fungsi ketiga tersebut walaupun secara fisik dapat berada dalam ruang yang
saling bersebelahan, saling menempel bahkan mungkin berada dalam satu ruang yang
sama, namun secara logika harus tetap dikelola secara terpisah. Diperlukan suatu
pihak antar muka yang dapat menjembatani antara ketiga fungsi tersebut.
Fungsi antarmuka tersebut dilakukan oleh dukungan teknis (technical support),
guna untuk menjaga independensi pemisahan tugas dan agar tetap dapat menjaga
kelancaran hubungan dan kerja antara fungsi pengembangan sistem (system
development) dalam fungsi operasional pusat pengolahan data (data center operation)
(Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia,2001:298 ).
Krisis yang terus berkepanjangan melanda kawasan Asia seperti juga melanda
Indonesia hingga kini, telah merubah perilaku konsumen. Daya beli konsumen
semakin menurun, konsumen semakin kritis dan cenderung value oriented dalam memiliki produk maupun layanan jasa. Terdapat kecenderungan terjadinya market downscaling yaitu konsumen yang dulunya quality oriented turun posisi menjadi
value oriented, sementara konsumen yang dulunya value oriented beralih menjadi
price oriented. Menurunnya daya beli konsumen ini menjadikan konsumen semakin selektif, hanya barang-barang dan jasa yang mampu memberikan value yang tinggi
saja yang akan dibeli.
Dalam usaha perbankan fenomena tersebut terlihat dari penurunan yang sangat
tajam pengguna kartu kredit, sebagai gantinya penggunaan kartu debet semakin
meningkat, karena nasabah dapat lebih mengatur sendiri penggunaannya dan mampu
memberikan kemudahan dalam pengambilan uang kapanpun dan dimana saja berada.
Nasabah perbankan menjadi semakin pintar dan mulai tumbuh rasa kebutuhan
dukungan keuangan yang memberikan mamfaat jangka panjang. Kondisi ini
mendorong meningkatnya kebutuhan invesment oriented dalam layanan jasa
keuangan, baik dari sisi funding maupun lending.
Kebutuhan pembiayaan usaha semakin sulit kalau hanya mengandalkan sistem
perbankan konvensional, selain mahal ternyata juga terbatas dan jika kondisi tingkat
suku bunga tinggi, akan sangat memberatkan bagi nasabah penerima kredit
perbankan. Oleh sebab itu timbullah kebutuhan alternatif jasa layanan pembiayaan
dari perbankan syariah yaitu berupa produk pembiayaan dari bank syariah. Perubahan
perilaku konsumen yang perlu mendapat perhatian juga adalah adanya apresiasi
Gejala ini mulai timbul sejak tahun 80-an, dimana orang mulai berani secara
terbuka menunjukkan ketaatan dalam menjalankan syariat Islam. Pada mulanya
apresiasi terhadap ajaran agama Islam ini hanya terkait pada aspek ritual, tetapi
kemudian pelan tapi pasti, kecenderungan ini telah berkembang kepada aspek
muamalah. Hal inilah yang mendorong munculnya bank-bank syariah baru di
Indonesia (Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir
Indonesia,2001:299 ).
3. PERUBAHAN PESAING
Perubahan yang dipicu oleh teknologi, ekonomi, pasar, sosial budaya, kondisi
politik terutama yang berkaitan dengan perundang-undangan dan regulasi perbankan.
Pada gilirannya menyebabkan berubahnya kondisi persaingan. Persaingan ini bukan
hanya ditingkat nasional namun juga ditingkat global. Dengan tingginya persaingan
ini, berbagai langkah dan gerak pesaing harus terus-menerus dicermati dan dipantau,
agar bank dapat memilih langkah dan strategi yang tepat untuk menghadapinya.
Berbagai dinamika yang terjadi dalam persaingan usaha perbankan syariah nasional
dapat digolongkan kedalam empat aspek berikut :
a. Kehadiran para pemain baru di perbankan syariah, setelah diberlakukannya
Undang-Undang No. 7 tahun 1992. undang-undang ini memberi kesempatan
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendirikan usaha bank yang
operasionalnya berdasarkan syariah (Sistem Bank Tanpa Bunga), termasuk didalamnya kesempatan bagi bank konvensional untuk membuka kantor
cabangnya yang khusus melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah.
Dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut, berarti pemerintah tidak
tersebut telah merubah posisi Bank Muamalat menjadi dalam tekanan untuk
mempertahankan kelangsungan usahanya. Disisi lain munculnya para pemain
baru dalam perbankan syariah, akan menciptakan noise dan pada akhirnya justru akan membesarkan pangsa pasar perbankan nasional termasuk pangsa
pasar perbankan syariah nasional.
b. Kebutuhan akan jumlah jaringan outlet. Menyebabkan semakin pentingnya skala perusahaan ( size ) dan franchise-value untuk dijadikan sebagai komponen keunggulan bersaing sebuah bank. Dengan size yang besar,
diharapkan bank akan memiliki modal besar dan rasio kecukupan modal
(CAR) lebih baik, lebih leluasa melakukan ekspansi dan memiliki cadangan cukup besar pula untuk non performing loans. Size yang besar saja tidak
cukup, karena size yang besar yang dimiliki bank nasional tidak akan banyak
berarti dihadapan bank-bank global. Oleh karena itu dukungan kuat dana
pihak ketiga baru akan terwujud jika bank tersebut telah memiliki franchise value yang tinggi. Selain merger dengan bank lain untuk menciptakan size yang besar dapat dilakukan dengan jalan aliansi strategi (strategic alliance).
c. Terkait dengan urgensinya untuk memiliki franchise value yang kuat, bank-bank global telah memiliki franchise value yang kuat, bank-bank global telah
memiliki keunggulan supply chain management and global network
management yang baik, sehingga bank global memiliki kemampuan untuk melayani nasabah hingga melewati batas wilayah dan negara secara efektif
dan efisien.
d. Keberadaan bank-bank global di pasar domestik, bahkan mereka diberi
keleluasaan untuk beroperasi keseluruh wilayah Indonesia, yang didukung
kuat, benar-benar menjadi ancaman yang serius bagi bank-bank maupun
lembaga keuangan nonbank nasional termasuk bagi bank-bank syariah di
Indonesia.
4. KONDISI INTERNAL BANK
Dari berbagai kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi kinerja suatu bank
tersebut diatas, kinerja suatu bank juga sangat ditentukan oleh kondisi internal bank
tersebut, terutama dalam upayanya untuk mengantisipasi semua perubahan
lingkungan tersebut. Kinerja suatu bank sangat ditentukan oleh upaya bank tersebut
dalam usaha merebut market share sesuai dengan potensi market size yang dapat dibidik.
Karena keterbatasan jaringan, banyak kendala yang dihadapi bank dalam upaya
untuk meningkatkan kegiatan funding, lending dan fee based income. Selain terdapat kendala umum yang juga dialami oleh perbankan konvensional, perbankan syariah
memiliki kendala yang bersifat khusus, yaitu bank syariah harus mampu
menunjukkan emotional maupun functional benefit.
Kondisi internal suatu bank sangat menentukan akan keberhasilannya dalam
tahap implementasi rencana strategis. Keberhasilan strategi suatu bank, selain
memiliki strategi yang baik, masih diperlukan 6 ”S” lainya yaitu : Structure, System, Style, Staff, Skills dan Share value(Mckinsey 7-S Model).
manusia yang ada di dalam bank. Shared Value adalah nilai-nilai bersama yang dianut oleh seluruh anggota organisasi.
Elemen-elemen ”S” tersebut dapat dipakai sebagai landasan untuk mewujudkan misi dan visi bank dan diharapkan dapat menjadi corporate culture organisasi. Yang perlu digarisbawahi disini adalah Staff, Style, dan Skills. Dimulai dari rekruitment yang tepat, pengembangan dan pelatihan yang memadai guna untuk meningkatkan
kompetensi, hingga penempatan yang tepat pula, hal ini perlu dibentuk melalui
pelatihan yang tepat dan berkesinambungan, sehingga dapat mewujudkan Style yang diinginkan dan memiliki nilai-nilai bersama (Shared Value) yang diinginkan, pada gilirannya nanti dapat dibentuk suatu corporate culture yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Selain itu ada yang perlu digarisbawahi juga yaitu Systems. Sistem yang dimaksud disini adalah teknologi sistem informasi yang digunakan untuk mendukung
operasional bank syariah, baik dari sisi funding maupun lending atau sisi pembiayaan. Modul-modul syariah dari sistem tersebut harus benar-benar dirancang dan dibuat
dengan menggunakan dasar prinsip-prinsip adanya akuntansi syariah, bukan sekedar
mengadopsi sistem konvensional yang disyariahkan.
Hal ini disebabkan karena konsep sistem konvensional menggunakan prinsip
accruals dan interest basis system, sedangkan sistem syariah menggunakan prinsip
cash basis dan non interest basis systems. Konsep loan system dalam sistem bank konvensional sama sekali berbeda dengan konsep pembiayaan dalam sistem
perbankan syariah. Cakupan produk bank syariah, mulai dari Ijarah (leasing),
pembiayaan syariah, misalnya : hawalah, hingga rahn atau pegadaian
D. PENELITIAN TERDAHULU.
Sebagai pertimbangan dan acuan perbandingan untuk landasan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti, maka penelitian menggunakan Fajar Suryo Saputro
(2007) sebagai acuan perbandingan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fajar Suryo Saputro (2007) dengan
judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen Dalam Memilih
Warnet Pada Warnet Click Net Di Ciputat”. Alat analisis yang digunakan adalah
analisis faktor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
dipertimbangkan konsumen dalam memilih jasa warnet yang mau dipakai.
E. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang
dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari
kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah
yang ditetapkan.(Abdul Hamid :2007:26 ).
Untuk memperjelas jalannya penelitian ini, maka peneliti membuat kerangka
Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 16 variabel yang telah
disebutkan diatas , maka dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kualitas jasa layanan yang
diberikan.
2. Kelangsungan usaha suatu bank .
3. Jenis transaksi semakin meningkat.
4. Jenis transaksi semakin kompetitif.
5. Produk-produk perbankan kompetitif.
6. Memperluas akses nasabah. 7. Memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap produk-produk perbankan.
8. Kebutuhan terhadap layanan jasa keuangan lebih
meningkat.
9. Pelayanan yang terbaik atau istimewa dibandingkan bank syariah yang lainnya.
10.Kemudahan bertransaksi dengan banyaknya jumlah outlet atau jaringan. 11.Kemampuan bersaing. 12.Kemampuan mengungguli
dalam hal produk-produk perbankan.
13.Reputasi semakin bagus. 14.Semakin dikenal masyarakat. 15.Mengedepankan
prinsip-prinsip syariah.
16.Maksimal dalam pelayanan.
Analisis
Faktor ke-1
Faktor ke-2
Faktor ke-3
1. Teknologi
1) Kualitas jasa layanan yang diberikan.
2) Kelangsungan usaha suatu bank.
3) Jenis transaksi semakin meningkat.
4) Jenis transaksi semakin kompetitif.
2. Perilaku nasabah
5) Produk-produk perbankan kompetitif.
6) Memperluas akses nasabah.
7) Memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk perbankan.
8) Kebutuhan terhadap layanan jasa keuangan lebih meningkat.
3. Pesaing
9) Pelayanan yang terbaik atau istimewa dibandingkan bank syariah lain.
10)Kemudahan bertransaksi dengan banyaknya jumlah jaringan outlet.
11)Kemampuan bersaing.
12)Kemampuan mengungguli dalam hal produk-produk perbankan.
4. Internal bank
13)Reputasi semakin bagus.
14)Semakin dikenal masyarakat.
15)Mengedepankan prinsip-prinsip syariah.
16)Maksimal dalam memberikan pelayanan.
F. HIPOTESIS
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah yang
diajukan dan jawaban itu masih diuji secara empirik kebenarannya. Berdasarkan
perilaku nasabah, pesaing dan kondisi internal bank itu sendiri adalah faktor-faktor
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. RUANG LINGKUP PENELITIAN.
Lokasi penelitian dilakukan di daerah Jakarta Selatan, lebih tepatnya Bank Negara
Indonesia (BNI) Syariah Cabang Jakarta Selatan, penelitian ini dilakukan selama kurang
lebih dua (2) minggu. Penelitian ini dilakukan di Jakarta Selatan karena peneliti merasa di
kantor cabang syariah (KCS) Bank Negara Indonesia (BNI) yang menjadi syarat dalam
membolehkan suatu bank dalam melaksanakan program Office Channeling.
Ruang lingkup penelitian dibatasi pada faktor-faktor Teknologi Informasi pada
suatu bank dari sudut pandang nasabah dalam menunjang program Office Channeling
terutama dalam hal pelayanan perbankan.
B. METODE PENENTUAN SAMPEL.
1. Populasi
Populasi adalah suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
supaya dapat dipelajari.populasi pada penelitian ini adalah nasabah bank yang
menggunakan jasa-jasa perbankan yang salah satunya program Office Channeling.
Sampel adalah bagian dari jumlah data dan karakteristik yang dimiliki populasi
tersebut berupa anggapan atau persepsi dari nasabah bank yang diperoleh melalui
kuisioner dengan bentuk pertanyaan yang bersifat tertutup. Sampling banyak
dilakukan di dalam penelitian-penelitian, disebabkan karena adanya
kebaikan-kebaikan. Diantaranya adalah menghemat waktu, biaya dan tenaga. Data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini data
primer yang penulis peroleh adalah berasal dari survey yang penulis lakukan secara