DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rhineka Cipta
Bagong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
David, Hunger J dan Wheelen Thomas L. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta: ANDI
Drs. H. Oka. A. Yoeti, MBA. 2002. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah
Tujuan Wisata. Jakarta: Pradnya Paramitha.
Drs.Bambang.M.Sc.MS. 2012. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata
:Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Gava Media
George A. Steiner dan John B. Miner. 1997. Kebijakan dan Strategi Manajemen. Jakarta: Erlangga
Gunn, Clare A. dan Var, Turgut. 2002. Tourism Planning : Basics, Concepts,
Case, Fourth Edition. New York: Routledge
Husein Umar. 2003. Strategik Manajemen in Action. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Indriyo Gito. Manajemen Strategi. Yogyakarta: BPFE
Moleong, Lexy J. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nining I. Soesilo. 2002. Manajemen Strategik Di Sektor Publik (Pendekatan
Praktis). Buku II. Jakarta. Magister Perencanaan dan Pembangunan UI.
Nyoman S. 1994. Ilmu Pariwisata sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT Pradnya Paramitha
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi Negara. Bandung: Alfabeta
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT LP3ES
Triton PB. 2007. Manajemen Strategis. Yogyakarta: ANDI
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Perda Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Kepariwisataan.
26/11/2016, pukul 18.19 WIB.
minggu, tanggal 27/11/2016, pukul 13.57 WIB.
Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Simalungun. Jumlah
Kunjungan Wisata tahun 2010 – 2015.
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Simalungun
Simalungun sebagai sebuah suku yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya yang juga menjadi suku asli di Provinsi Sumatera Utara. Beberapa sumber megatakan bahwa leluhur suku Simalungun berasal dari India Selatan, dalam perkembangannya suku Simalungun terbagi dalam beberapa kerajaan, dan terdapat 4 (empat) marga (nama keluarga) asli suku Simalungun yang biasa disingkat sebagai SISADAPUR (Sinaga, Saragih, Damanik, Purba).
Nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia dan kedatangan mereka terbagi dalam 2 gelombang. Gelombang pertama (Protomelayu), datang sekitar 1000 tahun SM, diperkirakan menjadi penduduk nusantara dan mendiami pesisir pantai pulau nusantara. Kelompok ini antara lain adalah Batak (termasuk Simalungun), toraja, dayak dan nias. Gelombang kedua (Deuteromelayu), datang sekitar 500 tahun SM. Kelompok ini termasuk orang Jawa dan Madura dan Makassar.
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan
Sapar” yang mencritakan kengerian keadaan masa itu di mana kekacauan diikuti
oleh merajalelanya penyakit kolera yang menimpa masyarakat nagur, dan memaksa masyarakat nagur menyeberangi “Laut Tawar” (sebutan untuk Danau Toba pada masa itu) untuk pindah mengungsi ke pulau yang dinamakan Samosir yang merupakan singkatan dari Sahali Misir (bahasa Simalungun, artinya sekali pergi).
Saat pengungsi ini kembali ke tanah asalnya (huta hasusuran), mereka menemukan daerah Nagur yang sepi, sehingga dinamakanlah daerah kekuasaan kerajaan Nagur itu sebagai Sima – sima ni Lungun, bahasa Simalungun untuk daerah yang sepi, dan lama kelamaan menjadi Simalungun. Daerah Simalungun pada awalnya terdiri dari empat kerajaan, yaitu Kerajaan Siantar, kerajaan Panei, kerajaan Dolog Silau dan kerajaan Tanah Jawa. Dan setelah kemerdekaan RI Simaungun menjadi sebuah kabupaten di Sumatera Utara.
3.2 Letak dan Luas Wilayah Simalungun
dan memiliki letak yang cukup strategis serta berada di kawasan wisata Danau Toba – Parapat26
3.3 Pembagian Wilayah Administratif .
Luas wilayah kabupaten Simalungun adalah 43866 km2 atau 6,12 dari luas wilayah sumatera utara. Kabupaten Simalungn terdiri dari 32 kecamatan dan 310 nagori/desa. Kabupaten Simalungun memiliki topografi yang bevariasi. Dataran tinggi terletak dibagian barat daya, barat dan barat laut. dataran rendah terletak pada bagian Utara, timur dan tenggara dengan kemiringan lereng 0 – 40%.
Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 Kecamatan dengan kecamatan terluas adalah Kecamatan Raya sedangkan terkecil adalah kecamatan Haranggaol Horison dengan rata rata jarak tempuh ke ibukota Kabupaten 51,42 km dimana jarak terjauh adalah Kecamatan Silou Kahean 127 km dan Ujung Padang 113 km.Sistem Pemerintahan di Simalungun dengan pembagian wilayah yang disebut
nagori (Desa) dikepalai oleh seorang pangulu (Kepala Desa), berasal dari sistem
pemerintahan pada masa kerajaan di Simalungun yang pada masa itu kerajaan di Simalungun telah membagi wilayah administratif kerajaan yang terdiri dari
Nagori yang dikepalai oleh Pangulu dan Dusun yang dikepalai oleh Gamot,
sistem pemerintahan ini pun masih dipergunakan sampai saat ini. Ibukota Simalungun berada di Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 kecamatan dan 310 nagori/desa dan 21 kelurahan. Berikut tabel nama – nama kecamatan di Simalungun.
26
Tabel 3.1
Daftar nama – nama Kecamatan di Kabupaten Simalungun
No Nama Kecamatan 1 Kecamatan Raya 2 Kecamatan Siantar
3 Kecamatan Dolok Panambean 4 Kecamatan Panei
5 Kecamatan Tanah Jawa 6 Kecamatan Hutabayu Raja 7 Kecamatan Dolok Panribuan
8 Kecamatan Girsang Sipangan Bolon 9 Kecamatan Purba
10 Kecamatan Silimakuta
11 Kecamatan Dolok Batu Nanggar 12 Kecamatan Dolok Silau
13 Kecamatan Raya Kahean 14 Kecamatan Silau Kahean 15 Kecamatan Bandar
16 Kecamatan Pematang Bandar 17 Kecamatan Bosar Maligas 18 Kecamatan Ujung Padang
21 Kecamatan Sidamanik 22 Kecamatan Gunung Malela 23 Kecamatan Gunung Maligas 24 Kecamatan Bandar Masilam 25 Kecamatan Bandar Huluan 26 Kecamatan Jawa Keraja 27 Kecamatan Hatonduhan
28 Kecamatan Pematang Sidamanik 29 Kecamatan Panombean Pane 30 Kecamatan Haranggaol Horisan 31 Kecamatan Jorlang Hataran 3.4 Keadaan Tanah dan Lahan
Keadaan tanah di Kabupaten Simalungun sangat potensial menjadi daerah perumahan, pertanian, perkebunan. Adapun tanah di Kabupaten Simalungun mencakup :
• Tanah Curam : 39.900 Ha/9.12% • Tanah Datar : 99.803 Ha/23,76% • Tanah Berbukit : 96.699 Ha/22,06% • Tanah Landai : 202.258 Ha/46,06%
Adapun penggunaan tanah di Simalungun sangat beragam, antara lain :
• Perkebunan : 38,23%
• Tegalan : 6,39% • Pertanian Campuran : 4,41% • Semak – semak : 10,51%
• Hutan : 25,21%
• Pemukiman : 1,49% • Alang – alang : 0,06%
• Sungai : 0,20%
3.5 Keadaan Iklim Kabupaten Simalungun
Suhu udara rata-rata di Simalungun tahun 2014 adalah 25,3°C, dengan suhu terendah 20,5°C. dan suhu tertinggi 32,2°C. Penyinaran Matahari rata-rata 5,2 jam per hari dan rata-rata penguapan 3,01 milimeter per hari serta kelembaban udara 84 persen. Suhu udara rata-rata meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar yaitu mencapai 25,2°C27
3.6 Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Simalungun .
3.6.1 Sistem Kekerabatan dan Kemasyarakatan
Pada masyarakat Simalungun marga memegang peranan penting dalam adat Simalungun, disamping itu masyarakat Simalungun tidak terlalu mengedepankan silsilah karena penentu peneturuan partuturan ialah hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam
horja – horja adat (acara – acara adat). Hal ini dapat dilihat saat masyarakat
Simalungun bertemu, hal yang ditanyakan bukan aha do marga ni ham (apa marga anda), akan tetapi hunja do hasusuran ni ham (darimana asal usul anda),
27
hal ini juga dipertegas oleh pepatah di Simalungun yaitu sin raya, sin purba, sin
dolog, sin panei, na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei (dari Raya,
Purba, Dolog, Panei, yang manapun tidak berarti, asal penuh kasih).
Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai
partuturan. Tutur bisa diterjemahkan sebagai panggilan yang digunakan
masyarakat Simalungun sebagai sebutan untuk/kepada orang tertentu. Partuturan menetukan dekat atau jauhnya hubungan pardihadihaon (kekeluargaan), dan terbagi dalam beberapa kategori sebagai berikut :
1. Tutur Manorus / langsung yaitu, perkerabatan yang langsung terkait
dengan diri sendiri
2. Tutur Halmouan / Kelompok yaitu, melalui tutur halmouan ini dapat
dilihat bagaimana berjalannya adat di Simalungun
3. Tutur Natipak / Kehormatan yaitu, dipergunakan sebagai pengganti nama
terhadap orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR yaitu, Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari Harungguan Bolon (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).
1. Saragih yaitu : Sidauruk, Sidabalok, Siadari, Simarmata, Simanihuruk, Sidabutar, Munthe dan Sijabat.
2. Purba yaitu : Manorsa, Simamora, Sigulang Batu, Parhorbo 3. Damanik yaitu : Malau, Limbong, Sagala, Gurning dan Manikraja 4. Sinaga yaitu : Sipayung, Sihaloho, Sinurat dan Sitopu
Pada zaman kerajaan di Simalungun, marga atau masyarakat yang tidak termasuk dalam keturunan raja – raja yang ada di simalungun disebut sebagai
jolma tuhe tuhe atau silawar (pendatang). Tentu ini sebagai dampak dari hukum
marga yang keras di Simalungun sehingga masyarakat pendatang harus menyatukan dirinya dengan marga raja – raja agar mendapat hak hidup di Simalungun.
Ikatan sosial masyarakat Simalungun disebut Tolu Sahondulan Lima
Saodoran, ikatan sosial ini mengikat masyarakat Simalungun dalam sistem
kekerabatan menurut adat istiadat yang ada di Simalungun, adapun yang menjadi
Tolu Sahondulan Lima Saodoran ialah:
a. Unsur Sanina yang memiliki horja (pesta), ditambah dengan saudara laki – laki dari segaris bapak dan ompung semarga.
b. Unsur Boru, pelaksana tugas dalam horja yang ditentukan, terdiri dari suami saudara perempuan dari sanina yang punya horja.
c. Tondong, mereka yang dihormati dan duduk di luluan (tempat terhormat)
yang terdiri dari saudara laki – laki dari ibu dan istri yang punya horja. d. Boru Mintori, perempuan dari pihak perempuan yang turut dalam
e. Tondong Bona atau Bonaniari, saudara laki – laki dari ompung
perempuan.
Struktur lembaga adat ini memberikan gambaran suatu upacara adat menurut besar kecilnya suatu upacara adat itu menurut besar kecilnya perhelatan adat yang dilaksanakan. Dalam kehidupan sehari – hari hubungan kekerabatan ini diistilahkan dengan Sisei, Sukkun, Sari dan Surduk Ibagas Habonaron Do Bona dalam masyarakat, dengan penjabaran sebagai berikut :
• Dingat Martulang
• Sisei Bani Sanina
• Holong / Sari Bani Boru
• Sukkun Marsinhuta
3.6.2 Sistem Kepercayaan
Sebelum masuknya ajaran agama ke Simalungun, masyarakat Simalungun sudah mengenal dan menganut ajaran animisme yang pada masyarakat Simalungun disebut Parhabonaran, ajaran yang merupakan warisan dari kebudayaan Hindu ini tertanam turun – temurun, Parhabonaran adalah keyakinan dimana semua makhluk ataupun benda dipercayai memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia disekitarnya.
Parhabonaron dalam masyarakat Simalungun membagi alam semesta
Masyarakat Simalungun saat ini tidak lagi menganut ajaran animisme, melainkan sudah menganut ajaran agama seperti Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam, mayoritas dari masyarakat Simalungun telah menganut ajaran tersebut, dengan presentase penduduk yang menganut ajaran agama Islam Sebanyak 57,41%, Kristen sebanyak 42,14% dan ajaran agama lainnya 0,45%.
3.7 Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Simalungun 3.7.1 Visi
“Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Simalungun yang Mandiri, Tentram dan Berseri (Mantab)”
3.7.2 Misi
1. Peningkatan dan Percepatan Pembangunan Masyarakat 2. Peningkatan Tingkat Kesehatan Masyarakat
3. Pengembangan dan Pemerataan akses Pembangunan Sumber Daya Manusia
4. Menjamin Ketentraman Masyarakat 5. Meningkatkan Daya Saing
3.8 Visi dan Misi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun
Dalam perencanaan strateginya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Simalungun mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut :
1. Visi
2. Misi
1. Pengembangan dan pemantapan citra budaya dan pariwisata Kabupaten Simalungun sebagai salah satu kunjungan wisata nasional yang aman dan nyaman serta mudah untuk dikunjungi.
2. Mengembangkan citra positif budaya dan pariwisata Simalungun dengan lebih mengangkat citra destinasi yang strategis.
3. Mewujudkan citra budaya dan pariwisata Simalungun sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara, wahana pemberdayaan ekonomi rakyat, sarana untuk mendorong pemerataan pembangunan serta [enciptaan kesempatan berusaha dan bekerja.
4. Memperluas pangsa pasar budaya dan wisata yang ada serta mengintensifkan pasar budaya dan pariwisata yang ada sehingga mampu mendongkrak kunjungan wisata ke Kabupaten Simalungun. 5. Mengembangkan program–program pemasaran yang sudah ada dengan
manfaat kemajuan teknologi indformasi competitive advantage dan
comparative advantage budaya dan pariwisata Simalungun.
6. Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan program – program pemasaran budaya dan pariwisata di bidang yang lebih holistik, strategik dan sinergis diantara para pelaku stake holders maupun sektor yang terkait.
3.9 Gambaran Rumah Bolon Purba
Simalungun memiliki ciri khas pada dasar bangunan yaitu kontruksi bangunan bawah atau kaki selalu berupa susunan kayu yang masih bulat dipasang dengan cara menyilang dari satu sudut kesudut lainnya. Ciri khas Rumah Bolon Purba juga terletak pada atap yang diberi limasan berbentuk kepala kerbau lengkap dengan tanduknya, serta lukisan lukisan dengan warna merah, putih, hitam.
Ragam hias Rumah Bolon antara lain hiasan Selumpat pada tepian dinding bagian bawah, hiasan saling berkaitan, kemudian hiasan Hambing Marsibak yaitu kambing berkelahi, hiasan Selumpat dan Hambing Marsibak menggambarkan kehidupan yang saling berkaitan sehingga melahirkan kekuatan dan kesatuan yang tidak tergoyahkan. Hiasan pada bagian tutup keyong dengan motif segitiga, motif cicak, ipan – ipan serta motif ikal yang menyerupai tumbuhan menjalar, biasanya pada bagian ini diberi hiasan kepala manusia yang disebut Bohi – Bohi, sebagai pengusir hantu, seperti halnya hiasan Ipan – Ipan yang menggambarkan segi – segi runcing mempunyai maksud untuk menghambat hantu – hantu yang akan masuk rumah.
3.9.1 Lokasi Rumah Bolon
Rumah Bolon Pematang Purba terletak 54 Kilometer dari Pematang Siantar, merupakan istana peninggalan kerajaan purba, dibangun pada tahun 1864 oleh raja purba ke-XII Tuan Rahalim. Terbuat dari kayu keras dengan dinding papan yang unik serta ditopang oleh 12 penyangga, rumah ini dibangun dengan arsitektur tradisional tanpa menggunakan kayu.
mengadakan rapat, Jambur sebagai tempat para tamu menginap, Patangan Sada bangunan tempat permaisuri bertenun, Losung tempat wanita atau istri dan selir raja menumbuk padi, Uttei Jungga tempat tinggal panglima dan keluarganya, dan
Balei Buttu sebagai tempat para penjaga istana. Raja Purba adalah seorang raja
yang sangat terkenal dizamannya, memiliki 24 istri dan salah satu diantaranya diangkat menjadi ratu.
3.9.2 Bentuk dan Bagian Rumah Bolon
Meski keturunan raja Purba tidak berkuasa lagi sejak tahun 1946, namun jejak kerajaannya masih tegak berdiri hingga hari ini, istana yang dikenal dengan Rumah Bolon (Rumah Besar) menjadi saksi 14 keturunan raja purba yang memerintah di Simalungun, dan hingga saat ini Rumah Bolon dijadikan Pemerintah sebagai salah satu objek wisata resmi.
Rumah Bolon lebih mirip dengan komplek istana yang disekelilingnya terdapat bangunan – bangunan pemerintahan dan pekuburan keluarga kerajaan, Rumah Bolon dikelilingi oleh jurang/lembah yang dulunya ditanami pepohonan dengan rapat – rapat. hanya ada satu pintu masuk dan keluar di Rumah Bolon sehingga pada zaman kerajaan dulu musuh tidak mudah masuk kedalam komplek istana raja. Rumah Bolon persis terletak dibagian tengah komplek kejaraan, dengan menggunakan arsitektur kuno Simalungun yang pembangunannya tidak menggunakan paku melainkan kayu, bambu dan ijuk.
tidur diatas selembar tikar yang digelar disamping perapian, yang satu perapian dengan perapian lainnya tidak memiliki sekat, dan raja sendiri hanya memiliki satu tempat tidur sempit dengan selembar tikar didalamnya, kamar raja pun harus dibagi dua lagi, yang bagian bawahnya terdapat lorong kecil sebagai tempat tidur ajudan atau pesuruh raja, dan pada bagian atasnya tempat tidur raja.
Bila sang raja bersedia menerima salah seorang isteri dikamarnya, ia cukup menyuruh si ajudan menyiapkan sirih dan memberikannya kepada sang isteri yang dikehendaki, setelah diberikan maka sang isteri langsung menuju kamar raja, sedang si ajudan mengawasi dibawah sambil menunggu perintah selanjutnya untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan, seperti halnya tradisi dinasti cina, seorang ajudan raja harus dikebiri terlebih dahulu, namun tradisi seperti ini tidak jelas berlangsung sampai kapan, karena pada masa raja purba ke-XIII telah masuk ajaran agama, dan kemungkinan sejak itulah pengkebirian sudah tidak diterapkan lagi terhadap ajudan raja, selain itu raja purba ke-XIII hanya memiliki satu isteri saja.
Puncak kejayaan raja purba disebut – sebut pada masa pemerintahan raja purba ke-XII, pada masa pemerintahannya Rumah Bolon diperbesar agar dapat menampung isteri raja yang berjumlah 12 orang, Rumah bolon yang berdiri hingga saat ini merupakan finalisasi dari pembangunan yang diperakarsainya.
3.9.3 Bangunan – Bangunan Lain di sekitar Rumah Bolon
sebelahnya berdiri bagunan yang disebut Jambur sebagai tempat pertemuan, dibagian belakang rumah bolon terdapat juga bangunan yang sama dengan
Pattangan Raja namun diperuntukkan untuk tempat bertenunnya tuan putri
(permaisuri raja), dan di samping tempat permaisuri terdapat bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat rakyat yang ingin memperoleh keadilan, mengarah keluar terdapat makam keluarga kerajaan, namun menurut Zaipin Purba yang mengaku sebagai keturunan raja purba dari salah satu isteri raja purba ke-XII tidak semua makan raja purba diketahui keberadaannya, raja yang dimakamkan di komplek istana raja rumah bolon hanya raja purba ke-IX sampai ke-XII, sedangkan raja Mogang menjadi korban revolusi rakyat Simalungun yang hingga kini tidak diketahui jasadnya. Sehingga untuk mengenang raja – raja yang tidak ditemukan jasadnya tersebut, pemerintah daerah Kabupaten Simalungun membangun tugu di komplek rumah bolon, satu untuk mengenang kedelapan raja, dan satu lagi untuk mengenang raja mogang.
3.9.4 Raja Yang Pernah Memerintah di Rumah Bolon
Pemerintahan kerajaan Purba di Simalungun dimulai sejak tahun 1624 dan berakhir pada tahun 1947, adapun raja yang pernah memerintah dan masa kekuasaannya sebagai berikut :
1. Tuan Pangultop – Ultop (1624 – 1648) 2. Tuan Ranjiman (1648 – 1669)
3. Tuan Nanggaraja (1670 – 1692) 4. Tuan Battiran (1692 – 1717) 5. Tuan Bakkaraja (1718 – 1738) 6. Tuan Baringin (1738 – 1769) 7. Tuan Bona Batu (1769 – 1780) 8. Tuan Raja Ulan (1781 – 1769) 9. Tuan Atian (1800 – 1825)
10.Tuan Horma Bulan (1826 – 1856) 11.Tuan Raondop (1856 – 1886) 12.Tuan Rahalim (1886 – 1921) 13.Tuan Karel Tanjung (1921 – 1931) 14.Tuan Mogang (1933 – 1947) 3.9.5 Arti Ukiran Pada Rumah Bolon
1. Sulumpat
2. Hambing Mardogu
Berbentuk tanduk yang sedang berlaga, bermaknakan Keberanian menghadapi segala tantangan hidup. Diukir pada diatas landasan dinding rumah bolon.
3. Hail Putoh
Berbentuk Mata Pancing/Kail Berduri berbentuk bunga, bermaknakan mengautkan, mengeratkan bentuk pergaulan dalam masyarakat. Diukir pada tiang induk rumah bolon.
4. Gatib – Gatip
Berbentuk kepala ular berbisa, bermaknakan bertemu dengan ular itu akan terjadi percobaan yang cepat yang berakibat baik dan buruk terhadap umat manusia. Diukir pada dinding beranda bangunan rumah. 5. Gundur Manggalupa
Berbentuk pucuk daun labu yang subur/tegar berkait kekiri dan kekanan, bermaknakan Lamban kemakmuran, Kesuburan, dan kejayaan masyarakat. Diukir pada bingkai jerajak rumah bolon.
6. Bunga Labu
Berbentuk gambar daun batang dan bunga tanaman labu, bermaknakan bentuk pemerintahan yang baik dan kokoh. Diukir pada tiang dinding belakang rumah bolon.
7. Pinar Bulungni Anduhur
kepentingan orang banyak, diukir pada halikkip dan lesplang balai buntu.
8. Pahu – Pahu Patundal
Berbrntuk pakis yang saling bertolak belakang, bermaknakan lambang persatuan disegala arah, diukir pada tiang nanggar dan ruang mata dibalai bolon.
9. Pinar Asi – Asi
Berbentuk daun asi – asi yang digunakan untuk ramuan obat – obatan, bermaknakan menjaga kesehatan dan kesejahteraan bersama dimasyarakat, diukur pada tiang rumah bolon dan nanggar balei buntu. 10.Rumbak – Rumbak
Berbentuk sejenis daun kucing yang subur, bermaknakan kesetiaan dan hidup damai, dilukis pada bawah selumpat, dan pada bagian sembaho. 11.Pinar Mombang
Berbentuk daun kayu besar, bermaknakan lambang mahaguru/dukun yang mampu mengatasi masalah dalam masyarakat. Diukir diatas pintu rumah bolon dan tiang nanggar rumah bolon serta tiang nanggar balei bolon,
12.Sihilap Bajaronggi
13.Jambu Merak
Berbentuk jambu merak, bermaknakan menghargai yang patut dihargai, diukir pada rumah bolon antara lapau dan tempat permaisuri, pada tiang belakang dan tiang nanggar.
14.Porkis Manakkih Bakkar
Berbentuk semut sedang memanjat bambu kering, bermaknakan sifat ketelitian, kerajinan, ketabahan semut perlu ditiru, diukir pada diatas sembahu rumah bolon, disebelah rumah bolon.
15.Sinar Apol – Apol
Berbentuk sayap kupu – kupu yang sedang terbang dan digunakan secara geometris yang saling berkaitan, bermaknakan simbol kebersihan, kebaikan dan kesempurnaan.
16.Ganjo Mardopak
Berbentuk kepiting yang saling berhadapan, bermaknakan berusaha agar semua keadaan dapat tertip, diukir pada sanding dan pintu dalam lapau, serta rumah bolon.
17.Bodat Marsihutan
Berbentuk monyet yang sedang mencari kutu, bermaknakan manusia itu harus saling bekerja sama untuk meringankan beban dan menghindari kerusuhan, diukir pada halikkip, tiang nanggar dinding belakang dan pada langit langit rumah bolon.
Berbentuk bunga raya berwarna merah menyala, bermaknakan suatu usaha menyesuaikan diri dimana saja. Diukir pada tiang nanggar dan pada sanding rumah bolon.
19.Pinar Tilobur Pinggan
Berbentuk sejenis tumbuhan yang menjalar yang dapat digunakan sebagai obat – obatan, bermaknakan saling tolong menolong, berpendirian kuat, dan ramah.
20.Pinar Andur Hadukka
Berbentuk sejenis tumbuhan menjalar yang batangnya dapat digunakan sebagai tali. Bermaknakan pembawa rezeki dan banyak anak, diukir pada tiang pusat rumah bolon dan pada sandingnya.
21.Pinar Bunga Terompet
Berbentuk hiasan batang daun dan bunga terompet, bermaknakan semua harus memperhatikan dan mematuhi undang – undang. Diukir pada tiang nanggar rumah bolon.
22.Porkis Marodor
Berbentuk sederetan semut yang biasanya mengapit gorga selumpat, bermaknakan sifat gotong royong dan rajin bekerja didalam masyarakat, diukir pada tembahau rumah bolon.
23.Pinar Bunga Hambili
24.Ipon – Ipon
Berbentuk menyerupai gigi yang tersusun rapi, bermaknakan ramah dan hormat pada setiap orang, dilukis pada awal dan akhir setiap ukiran atau lukisan.
25.Pinar Bunga Bombang
Berbentuk anyaman bambu, bermaknakan kerapian dan menangkal yang buruk – buruk. Terletak pada belakang halakkip rumah bolon. 26.Beraspati
Berbentuk cicak yang hidup dirumah, bermaknakan melindungi seisi rumah karena memiliki kekuatan gaib, terletak pada tiang nanggar dan dinding rumah bolon.
27.Bohi – bohi
Berbentuk profil wajah manusia, bermaknakan ilmu hitam dan kewaspadaan, diukir pada ujung sembahau rumah bolon.
28.Bindu Matoguh
Berbentuk dua segi empat bersusun menjadi delapan penjuru angka, bermaknakan lambang pertahanan disegala penjuru, terletak pada lesplang balai buntu dan tiang nanggar lapou.
29.Tanduk Horbo
BAB IV
PENYAJIAN DATA
Penyajian data hasil penelitian penting bagi penulis dalam mengungkap strategi pengembangan sektor pariwisata Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun, data yang ditemui dilapangan yang bersifat primer dan sekunder nantinya akan menjadi acuan bagi penulis untuk melakukan analisis, adapun data yang ditemukan penulis ialah data tertulis berupa strategi pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan kunjungan wisata, dan data berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang berhubungan dengan strategi pengembangan sektor pariwisata khususnya objek wisata Rumah Bolon Purba.
4.1 Hasil Penelitian
Data hasil penelitian yang dilakukan penulis terbagi dalam 2 (dua) jenis yaitu data primer dan data sekunder, data primer yaitu data diperoleh dari hasil wawancara dengan para informan, sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang memperkuat data primer. Adapun permasalahan pokok yang penulis sajikan yaitu Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun dengan Studi Kasus Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba Di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.
4.2 Pelaksanaan Wawancara
penelitian penulis melakukan beberapa tahapan yaitu, diawali pengumpulan berbagai dokumen tertulis terkait kondisi umum Kabupaten Simalungun, dan objek wisata Rumah Bolon Purba, serta data – data lainnya yang berkaitan dengan objek wisata Rumah Bolon Purba. Kedua, penulis melakukan wawancara dengan beberapa informan yang sudah ditetapkan untuk mendapatkan informasi dan fakta – faktayang lebih komprehensif menyangkut permasalahan penelitian.
Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi dari para informan tentang Peranan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun. Sesuai dengan rancangan penelitian, bahwa telah ditetapkan jumlah informan sebanyak 7 (tujuh) orang, informan yang telah ditetapkan memliki kedudukan tertentu sehingga dianggap dapat menjawab segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian. Ke-7 (tujuh) informan tersebut terdiri dari, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (informan kunci), Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, Kepala Seksi Pengembangan Jasa, Kepala Seksi Promosi (informan utama), Masyarakat dan Wisatawan sebanyak 3 (tiga) orang.
Pemaparan hasil wawancara disusun secara berurutan menurut urutan informan yang diwawancarai, diawali Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (informan kunci), Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, Kepala Seksi Pengembangan Jasa, Kepala Seksi Promosi,Masyarakat (pengelola) dan Wisatawan yang berkunjung pada objek wisata Rumah Bolon Purba, hasil yang diperoleh dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu mengenai karakteristik informan dan pendapat informan mengenai strategi pengembangan sektor pariwisata (objek wisata Rumah Bolon Purba) dalam meningkatkan kunjungan wisata di Kabupaten Simalungun.
a. Karakteristik Informan
Informan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun:
1. Resman Saragih, S.Sos, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun
2. Zulpanuddin Dalimunthe SH, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana 3. Herry Sudrajat, SE, Kepala Seksi Pengembangan Jasa
4. Tumbur H. Hutabarat, Kepala Seksi Promosi
Informan tambahan ada 3 (orang) dilapangan/dilokasi objek wisata Rumah Bolon Purba:
1. Pengelola (keturunan raja purba), Bapak Jaipin Purba 2. Wisatawan Lokal, Bapak Japamin Purba
b. Pendapat Informan Tentang Strategi Pengembangan Pariwisata Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun (Studi Pada Objek Wisata Budaya Rumah Bolon Purba Di Kecamatan Purba)
Dalam mencapai visi yaitu, Mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai tujuan wisata yang aman, nyaman dan menarik serta memiliki daya saing yang tinggi
untuk dikunjungi sebagai Destinasi Wisata terkemuka di Indonesia. Dinas Pariwisata,
Pemuda dan Olahraga bekerjasama dengan seluruh SKPD di Kabupaten Simalungun,
Sehingga melatarbelakangi penulis untuk melihat bagaimana Strategi Pengembangan
Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun
dengan Studi Kasus Objek Wisata Rumah Bolon Purba.
1. Strategi Pengembangan Obejek Wisata Rumah Bolon Purba
Beliau Menjawab :
“Strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga berlaku sama untuk semua
objek wisata yang ada di Kabupaten Simalungun sesuai dengan Visi dan Misi
Dinas Pariwisata yang merupakan turunan dari Visi dan Misi Kabupaten
Simalungun, namun dalam teknis operasionalnya atau rencana aksi untuk setiap
objek wisata itu bisa berbeda”
Berdasarkan jawaban bapak kepala dinas tersebut, dapat diketahui bahwa visi dan misi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga mengacu pada visi dan misi Kabupaten Simalungun, yaitu Mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai tujuan wisata yang aman, nyaman dan menarik serta memiliki daya saing yang tinggi untuk dikunjungi sebagai Destinasi Wisata terkemuka di Indonesia.
Kemudian untuk mengetahui apa saja yang menjadi program atau kebijakan Dinas Pariwisata dalam rencana aksi ataupun teknis operasional dari Strategi yang ada, penulis kembali bertanya kepada bapak kepala dinas dengan pertanyaan, Apa saja yang termasuk dalam rencana aksi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga pada objek wisata Rumah Bolon Purba ?
Beliau menjawab:
“rencana aksi Dinas Pariwisata pada objek wisata Rumah Bolon Purba yang
masuk dalam program kerja tahun 2016,Dinas Pariwisata bekerja sama dengan
Balai Cagar Budaya Di Aceh dan juga Yayasan Rumah Bolon,
pembangunan/pengembangannya sedang dalam tahap penyelesaian
pengerjaannya, berupa Lanjutan pembangunan jalan setapak keliling komplek
(pelebaran). Pembangunan kios wisata/pusat kuliner disekitar lapangan parkir.
Penataan panggung kesenian di komplek Rumah Bolon. Pembuatan jalan setapak
menuju tempat permandian/marangir raja sepanjang ± 500 m. Pembuatan jalan
setapak menuju lokasi hulu balang (pengawal kerajaan) sepanjang ± 100 m.
Pengadaan sumur bor di komplek Rumah Bolon. Pengecetan relief yang ada di
terowongan dan lapangan parkir. Pembuatan parit pasangan kiri/kanan jalan
mulai dari pintu gerbang sampai pada lapangan parkir sepanjang ± 400 m. dan
Pemanfaatan billiboard yang ada di lapangan parkir untuk tempat promosi objek
– objek wisata se Kabupaten Simalungun”
Berdasarkan jawaban bapak kepala dinas tersebut, dapat diketahui bahwa secara teknis operasional Dinas Pariwisata sudah melakukan pembangunan ataupun perbaikan yang disesuaikan dengan visi dan misi yang ada, kemudian untuk melakukan perbandingan penulis bertanya kepada bapak Zulpanuddin Dalimunthe, SH selaku kepala bidang sarana dan prasarana dengan pertanyaan, Apa Strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam pengembangan objek wisata Rumah Bolon Purba ?
Beliau menjawab:
“pastinya strategi Dinas Pariwisata sesuai dengan visi dan misi Dinas
Pariwisata, namun pengembangannya berbeda dengan objek wisata lainnya di
Simalungun, objek wisata Rumah Bolon Purba sampai saat ini masih dikelola
oleh yayasan, dalam pembangunan atau renovasinya pemerintah kabupaten tidak
bisa sembarangan, karena ada balai cagar budaya di aceh yang memiliki
pihak yayasan, dan saat ini ada sebanyak 10 program kerjasama dinas dengan
balai cagar budaya aceh di Rumah Bolon Purba, berupa renovasi dan
pembangunan fasilitas yang lebih baik lagi”
Berdasarkan jawaban dari bapak kepala bidang sarana dan prasarana bahwa dalam pelaksanaan strategi pemerintah Kabupaten Simalungun tidak bisa bertindak sendiri, harus melakukan koordinasi dengan pihak Balai Cagar Budaya Aceh dan Pihak Yayasan Rumah Bolon Purba. Selanjutnya penulis bertanya pada bapak Herry Sudrajat SE, selaku Kepala Seksi Pengembangan Jasa (mewakili kepala bidang pengembangan pariwisata) dengan pertanyaan yaitu, Apa strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam pengembangan objek wisata Rumah Bolon Purba ?
Beliau menjawab:
“Berbicara masalah strategi pastinya kita (Dinas Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga) berpedoman dengan Visi dan Misi Dinas Pariwisata, yaitu
Mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai tujuan wisata yang aman, nyaman
dan menarik serta memiliki daya saing yang tinggi untuk dikunjungi sebagai
Destinasi Wisata terkemuka di Indonesia, kalau dalam pelaksanaan strategi kita
juga terlebih dahulu berkoordinasi dengan Balai Cagar Budaya dan Yayasan”
Hutabarat SE, selaku Kepala Seksi Promosi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dengan pertanyaan yaitu, Apa yang menjadi strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam pengembangan objek wisata Rumah Bolon Purba ?
Beliau menjawab:
“Rumah Bolon Purba itu masih menjadi milik dan juga dikelola oleh yayasan dan
juga menjadi kewenangan Balai Cagar Budaya Aceh, jadi Dinas Pariwisata
dalam pengembangannya harus menunggu proposal dari yayasan, dan juga
berkoordinasi dengan Balai Cagar Budaya Aceh, namun Dinas Pariwisata tetap
memastikan bahwa strategi pengembangan objek wisata rumah bolon purba
sesuai dengan Visi dan Misi Dinas dan juga Pemerintah Kabupaten Simalungun”
Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi promosi tersebut, dapat dipahami bahwa strategi dinas selalu menyesuaikan dengan Visi dan Misi dinas pariwisata, dan juga Visi dan Misi Kabupaten Simalungun, jawabannya tetap sama dengan informan lainnya, bahwa juga terdapat 3 instansi/organisasi yang memiliki kewenangan terhadap objek wisata Rumah Bolon Purba.
2. Pengembangan Amenitas
dan akses yang lebih baik, sehingga para instansi/organisasi yang bergerak pada bidang pariwisata harus meningkatkan kualitas produk dari objek wisatanya. Pengembangan Amenitas dalam pengertian Victor T.C Middleton, terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu, pertama, akses destinasi wisata, kedua, fasilitas destinasi wisata, dan ketiga, daya tarik wisata.
a. Accessibilities Of The Touist Destination (Akses Destinasi Wisata)
Pengembangan akses destinasi wisata mencakup Infrastruktur, Transportasi, Kebijakan Pemerintah, dan Prosedur Operasional, ke-4 (empat) inilah yang menjadi dasar pertanyaan yang diajukan penulis terhadap para informan yang sudah ditentukan dalam akses destinasi wisata. Argumen pertama yang penulis peroleh mengenai akses destinasi wisata dari bapak Zulpanuddin Dalimunthe SH, selaku Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, pertanyaan yang penulis tanyakan yaitu, Apakah Pemerintah Kabupaten Simalungun memiliki program terkait pengembangan infrastruktur dan transportasi pada objek wisata Rumah Bolon Purba ?
Beliau menjawab:
“sudah jelas ada, karena tujuan pengembangan dari Pemerintah
Kabupaten melalui Dinas Pariwisata adalah untuk menjadikan Rumah
Bolon Purba sebagai destinasi unggulan wisata di Simalungun, program
pengembangan/pembangunannya dalam bentuk pembangunan sarana
fisik, perbaikan/pelebaran akses jalan, dan juga berupa rest area yang
transportasi umum disana lancar, bahkan pada objek wisata juga tersedia
biro travel yaitu Narasindo travel”
Berdasarkan jawaban dari bapak kepala bidang sarana dan prasarana tersebut, dapat dipahami bahwa kebutuhan wisatawan akan infrastruktur dan transportasi dapat terpenuhi, kemudian penulis kembali bertanya dengan pertanyaan, Apakah Pemerintah Kabupaten Simalungun memiliki kebijakan mengenai transportasi, kebijakan tarif, dan kebijakan mengenai frekuensi layanan pada objek wisata ?
Beliau menjawab:
“untuk masalah kebijakan transportasi langsung ada, untuk tarif juga ada,
secara langsung yayasan yang mengelola, jadi untuk tarif itu pihak
yayasan yang menentukan dan digunakan untuk kebersihan dan
penjagaan, begitu juga dengan layanan pihak yayasan dengan ahli waris
yang menentukan, layanan disana bagus, disana ada petugas yang juga
merupakan ahli waris, jadi wisatawan dapat mengerti dan memahami
sejarah dan kegunaan bangunan dan perlengkapan kerajaan lainnya
melalui petugas tersebut”
sama yaitu, Apakah Pemerintah Kabupaten Simalungun memiliki program terkait pengembangan infrastruktur dan transportasi pada objek wisata Rumah Bolon Purba ?
Beliau menjawab:
“Kalau masalah infrastruktur setiap tahunnya infrastruktur menuju rumah
bolon tetap kita perioritaskan, karena merupakan salah satu alat
transportasi (darat) yang lebih banyak digunakan masyarakat atau
wisatawan. Kalau dalam hal terminal bus, untuk sementara belum ada,
tetapi akses menuju kesana sudah ada rest area yang sudah 2 (dua) tahun
berdiri. Kalau ketersediaan transportasi umum banyak, ada travel
trofitour, narasindo, holiday, kalau lintas umum, sepadan, Simas, jadi
masalah transportasi menuju objek wisata tidak perlu ragu”
Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi pengembangan jasa tersebut dapat dipahami bahwa keadaan infrastruktur menuju objek wisata selalu ada perbaikan, dan keadaan transportasi sudah sangat baik dan begitu lancar sehingga wisatawan tidak perlu khawatir untuk pergi mengunjungi objek wisata. Kemudian penulis bertanya kembali dengan pertanyaan, Apakah Pemerintah Kabupaten Simalungun memiliki kebijakan mengenai transportasi, kebijakan tarif, dan kebijakan mengenai frekuensi layanan pada objek wisata ?
“Kalau kebijaksanaan pemerintah berkaitan dengan transportasi ada,
kalau tarif tidak bisa karena ada kebijakan PO masing masing,
layanannya juga begitu, kalau pada objek wisata masalah transportasi
2000, dalam hal layanan wisata, pada objek wisata disediakan gaet yang
memiliki garis keturunan/hubungan darah dengan kerajaan purba, kalau
gaetnya mantaplah bisa menjelaskan apa yang ada disana.”
Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi pengembangan jasa tersebut, dapatlah dipahami bahwa dalam hal kebijakan pemerintah mengenai transportasi, tarif dan frekuensi layanan sudah cukup baik. Untuk memperbandingkan pendapat informan diatas penulis selanjutnya bertanya kepada bapak Japamin Purba selaku wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Rumah Bolon Purba dengan pertanyaan, menurut bapak apakah infrastruktur, transportasi, tarif, dan frekuensi layanan pada Rumah Bolon Purba sudah cukup baik ?
Beliau menjawab:
“Kalau secara umum setau saya di indonesia, bukan cuma di komplek
museum rumah bolon ini, sudah berkembang dan sudah dibenahi, seperti
infrastrukturnya udah dibenahi, transportasi kesini lancar, secara umum
sudah dibenahi, tarifnya terhitung murah ya, kalau masalah layanan
gaetnya mungkin masih kurang ya, seperti orang bule disana tadikan,
kami cerita – cerita sama dia, dia pun cerita sama pengunjung, bukan
sama orang yang bertugas disini, tadi ada yang dari dari polandia, dia
cerita – cerita sama kami, bukan sama gaet yang ada disini, tapi
enggaklah mana tau ini bukan hari weekend entah hari besar, mungkin
karena itu saya gak tau juga. Dan yang ininya juga mungkin masih belum
kan, harusnya bersih dan rapi, mungkin memang butuh dibiayai juga,
mungkin juga harus ada bantuan dari pemerintah.”
Berdasarkan jawaban dari bapak Japamin Purba tersebut, dapat dipahami bahwa pengembangan infrastruktur, transportasi dan tarif sudah cukup baik, namun frekuensi layanan objek wisata perlu untuk diperhatikan, agar wisatawan yang berkunjung dapat menikmati dan memiliki keinginan untuk kembali berkunjung ke objek wisata Rumah Bolon Purba. Kemudian penulis bertanya kepada wisatawan lain yang mengunjungi objek wisata Rumah Bolon Purba yaitu bapak Riski Siregar, dengan pertanyaan, menurut bapak apakah infrastruktur, transportasi, tarif, dan frekuensi layanan pada Rumah Bolon Purba sudah cukup baik ?
Beliau menjawab:
“Kalau menurut saya yang sesuai dengan yang apa yang saya lihat,
masalah infrastruktur sudah cukup baik, transportasi juga sudah cukup
baik, tarif juga terjangkau, namun masalah layanan kurang memadai lah,
karena kurang fasilitas banyak sampah – sampah bertebaran dan tempat
sampah tidak ada, udah gitu juga penyambutan di bagian depan dengan
pegawai – pegawai administrasinya juga kurang lengkap, dan juga gaet
yang memandu wisata disini, kebanyakan disini wisatawan –
wisatawannya jadi merasa ambigu, bingung mau siapa mau ditanya,
hanya sekedar melihat bangunan – bangunannya aja, tidak ada gaet yang
Berdasarkan jawaban dari bapak Riski Siregar tersebut, dapat dipahami bahwa permasalahan pada rumah bolon terletak pada minimnya layanan,seperti kebersihan dan gaet (pemandu wisata) sehingga para wisatawan keliru untuk mengetahui sejarah dan kegunaan dari bangunan dan peralatan yang ada di komplek Rumah Bolon Purba.
b. Fasilitas Destinasi Wisata
Pengembangan fasilitas destinasi wisata mencakup unik akomodasi (penginapan), restoran/bar/cafe (kualitas makanan dan minuman), transportasi dari destinasi (taxi, mobil rental, bus pemandu wisata), olahraga dan aktivitas (golf, memancing, berburu), retail outlets (agen travel lokal, toko obat), pelayanan lainnya (pusat informasi wisata, kantor polisi), fasilitas lainnya (suvenir, seni, dll), inilah yang menjadi dasar pertanyaan penulis kepada para informan yang sudah ditentukan. Argumen pertama yang penulis peroleh dari bapak Zulpanuddin Dalimunthe SH, selaku Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun dengan pertanyaan, Apakah tersedia fasilitas penginapan, restoran, dan transportasi khusus pada objek wisata ? lalu bagaimana dengan pusat informasi wisata, kantor polisi, dan pusat lokasi penjualan suvenir di objek wisata ?
Beliau menjawab:
“Dalam hal akomodasi, memang disekitar objek wisata belum ada, tapi
untuk informasi sudah ada kantor pusat informasi di objek wisata, kantor
polisi sekitar 3-5 kilometer dari objek wisata, masalah penginapan dan
untuk pusat penjualan suvenir dulu pernah ada, dan saat ini sedang
dibangun yang baru, untuk seni pemerintah kabupaten sudah menyiapkan
dan sedang direnovasi lagi untuk lebih baik.”
Berdasarkan jawaban dari bapak kepala bidang sarana dan prasarana tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal fasilitas destinasi wisata, objek wisata Rumah Bolon Purba sudah cukup baik, namun ada persoalan dimana tidak tersedianya rumah makan nasional dan penginapan yang terletak disekitar objek wisata. Selanjutnya penulis bertanya kepada bapak Herry Sudrajat SE, selaku Kepala Seksi Pengembangan Jasa dengan pertanyaan, Apakah tersedia fasilitas penginapan, restoran, dan transportasi khusus pada objek wisata ? lalu bagaimana dengan pusat informasi wisata, kantor polisi, dan pusat lokasi penjualan suvenir di objek wisata ?
Beliau menjawab:
“Untuk sementara penginapan belum ada, itupun sesuai dengan program
pemerintah masih dikaji ulang, masih mencoba pendekatan dengan
homestay, karena permasalahan pelanggan, Masalah pusat informasi
masih pada polsek terdekat, kalau transportasi khusus objek wisata ada
narasindo travel, Masalah penjualan suvenir, berapa tahun yang lalu
tempat suvenir itu ada, entah apa sebab musababnya kiosnya tertutup, dan
akhir 2016 kami usahakan untuk ada, termasuk lah ini lagi ada
pembangunan suvenir disana, dan masalah kesenian juga ada lagi di
penampilan tari – tarian daerah simalungun dan lain – lain, jadi
menambah minat wisatawan untuk berkunjung.”
Berdasarkan jawaban dari bapak kepala seksi pengembangan jasa tersebut, dapat dipahami bahwa persoalan fasilitas pada objek wisata terletak pada ketidaktersediaannya penginapan, namun saat ini masih dalam proses pengkajian pada Pemerintah Kabupaten untuk mengadakan homestay. Untuk melhat kebenarannya penulis bertanya pada wisatawan dan petugas yang ada di objek wisata Rumah Bolon Purba yaitu, bapak Jaipin Purba dengan pertanyaan, bagaimana menurut anda ketersediaan fasilitas pada objek wisata Rumah Bolon Purba ? dalam hal penginapan, restoran, pusat suvenir, transportasi khusus objek wisata, pusat informasi wisata, dan kantor polisi.
Beliau menjawab:
“Fasilitasnya sudah bagus, tahun 2016 ini sudah banyak renovasi, toilet,
panggung seni, renovasi bangunan sejarah yang ada, penginapan belum
ada,restoran atau rumah makan itu ya? Belum ada, pusat penjualan
suvenir baru dibangun lagi yang baru, namun kan kita selaku masyarakat
juga perlu tau kemana nantinya pusat penjualan ini diserahkan, diberikan
pada masyarakat untuk mengelola atau disewakan, itu yang belum jelas,
kalau pusat informasi ya ada sekaligus loketlah disini, kantor polisi sejauh
kurang lebih 4-5 kilometer lah dari sini (objek wisata), transportasi
khusus paling ini ajala narasindo travel.”
disekitar objek wisata, begitu juga dengan restoran atau rumah makan nasional disekitaran objek wisata. Selanjutnya penulis bertanya kepada bapak Riski Siregar selaku wisatawan yang mengunjungi objek wisata Rumah Bolon Purba dengan pertanyaan, bagaimana menurut anda ketersediaan fasilitas pada objek wisata Rumah Bolon Purba ? dalam hal penginapan, restoran, pusat suvenir, transportasi khusus objek wisata, pusat informasi wisata, dan kantor polisi.
Beliau menjawab:
“sepertinya penginapan belum ada, restoran juga belum ada, kalau pusat
penjualan suvenir sepertinya yang baru dibangun dibelakang loket masuk,
pusat informasinya ini juga belum jelas, karena ini pun kita bingung mau
nanya siapa tentang bangunan – bangunan disini, petugasnya minim
sekali, fasilitas tempat sampahnya juga tidak ada, seperti tadi sampah
banyak berserakan seperti tidak ada yang bertugas membersihkan,
transportasi khusus ada saya lihat di depan, cuman gak jelas juga
bagaimana cara menghubunginya soalnya loketnya tutup, kantor polisi
tidak terlihat ya, mungkin jauh dari lokasi objek wisata ini ya.”
Berdasarkan jawaban dari bapak Riski Siregar tersebut, diketahui bahwa masih belum tersedia fasilitas penginapan, restoran, begitu juga fasilitas lainnya seperti pusat informasi dan kantor polisi, dimana pusat informasi wisatanya belum beroperasi dengan baik, dan kantor polisi yang jauh dari objek wisata.
c. Daya Tarik Wisata
wisata mencakup daya tarik alam, daya tarik budaya, daya tarik sosial, daya tarik buatan. Informasi mengenai daya tarik wisata penulis peroleh pertama sekali dari bapak Zulpanuddin Dalimunthe SH, dengan pertanyaan yaitu, terkait daya tarik wisata, bagaimana dengan daya tarik alam, budaya, sosial dan buatan pada objek wisata Rumah Bolon Pematang Purba ?
Beliau menjawab:
“Rumah bolon dari segi daya tarik budaya, dan daya tarik buatan dari
raja-raja yang pernah memerintah, memang termasuk bangunan langka
dari segi bahannya, perlengkapan dan kegunaan bangunannya juga
khusus dan tidak sembarangan, sehingga keaslian bangunan ini menjadi
penambah minat atau daya tarik tersendiri bagi wisatawan, dalam hal
atraksi belum sepenuhnya berjalan, contohnya kesenian khas simalungun,
namun untuk tahun 2017 sudah dibangun panggung kesenian, yang
nantinya akan diisi oleh penampilan seni dan budaya tradisional
simalungun, namun pada hari hari tertentu, kalau daya tarik sosial
termasuklah itu interaksi sosial, saya fikir masyarakat yang tinggal di
sekitar objek wisata itu ramah dan terbuka untuk wisatawan, jadi gak
perlu khawatirlah, kalau daya tarik alamnya lumayan bagus ya,
pemandangan disana bagus, pertaniannya lumayan tertata rapi, udaranya
juga masih sejuk.”
yang bagus, bangunannya masih asli dan terawat, tanggapan masyarakat terhadap wisatawan juga baik. Untuk memperbandingkan pendapat bapak kepala bidang sarana dan prasarana dinas pariwisata, penulis selanjutnya bertanya kepada bapak Japamin Purba selaku wisatawan yang berkunjung di objek wisata Rumah Bolon Purba, dengan pertanyaan yaitu, Menurut bapak bagaimana daya tarik objek wisata Rumah Bolon Purba ?
Beliau menjawab:
“Ya karena ini kan satu – satunya tempat wisata tentang yang marga
purba, kalau ditempat lain kan gak ada, itu yang menjadi daya tariknya
sama kita ditempat lain gak ada, tadi itu kan ada sejarah – sejarah raja
marga purba, belum saya temukan di daerah lain objek wisata yang
seperti ini, mulai dari 1900 sampai sekarang, unik gitu”
Lalu penulis bertanya kembali dengan pertanyaan, apakah Rumah Bolon Purba ini memiliki daya tarik alam seperti pemandangan alam dan pertanian ?
Beliau menjawab:
“oh iya, pemandangan alam disini masih bagus ya, cuman untuk
dilingkungan Rumah Bolon ini sepertinya kurang tertata rapi
pepohonannya, atau mungkin disengaja ya biar terkesan alami gitu, tidak
tau juga, untuk pertaniannya sepanjang jalan menuju objek wisata ini
terbilang bagus, lumayan rapi dan masih sejuk lah udaranya.”
yang mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Untuk menambah keakuratan informasi penulis selanjutnya bertayanya kepada bapak Jaipin Purba selaku petugas dan sekaligus keturunan raja purba, dengan pertanyaan yaitu, bagaimana menurut bapak mengenai daya tarik wisata pada rumah bolon purba ? seperti daya tarik alam, budaya, sosial dan daya tarik buatan.
Beliau menjawab:
“kalau daya tarik alam ya seperti inilah, kalau memandang ya masih hijau
semua, karena masyarakat disini juga masyoritas petani ya lahan
pertanian pun jadi daya tarik alam, kalau daya tarik budaya dan seni,
dulu tahun 80an sampai 90an kami selalu mengadakan tari – tarian, tor –
tor Simalungun secara rutin setiap hari, namun sekarang sudah tidak lagi,
karena ada penurunan wisatawan yang sangat drastis. Kalau daya tarik
buatan ya ini, bangunannya masih terbilang asli lah walau ada renovasi
namun bentuknya masih sama. Kalau sosial, sambutan masyarakat disini
bisa dikatakan masih masyarakat awam, tak ada pernah mengadakan
sesuatu yang tidak tepat, tetap kalau ada disini warga sekitar anak muda
ataupun orang tua, kalau ada disini tamu tetap mengadakan ya budaya
terhormat yang ditinggalkan oleh nenek moyang disini, sambutannnya
baik, kalau itu saya jamin.”
hal daya tarik budaya terjadi penurunan pada objek wisata, dimana terjadi kemunduran pada penampilan seni pada objek wisata.
3. Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat dalam meningkatkan kualitas wisata dan juga kuantitas produk wisata ataupun kunjungan wisata, bukan persolan memberikan pendidikan kepada masyarakat, namun juga memberikan fasilitas kepada masyarakat untuk bisa terlibat langsung mewarnai produk pariwisata. Informasi mengenai pengembangan masyarakat penulih peroleh pertama kalinya dari bapak Herry Sudrajat SE, selaku Kepala Seksi Pengembangan Jasa Dinas Pariwisata, dengan pertanyaan yaitu, Apakah ada program pengembangan masyarakat sekitar objek wisata, sehingga masyarakat ikut memajukan objek wisata dan merasakan hasil dari berkembangnya objek wisata ?
Beliau menjawab:
“Kalau masalah pengembangan ataupun pemberdayaan masyarakat,
pertama masyarakat kita libatkan dalam setiap kegiatan, kedua, mereka
terlibat dalam pengisian dan pembuatan suvenir.”
pengembangan masyarakat terkait pengembangan objek wisata rumah bolon purba yang dilakukan oleh pemerintah ?
Beliau menjawab:
“Dulunya dari tahun 85 sampai tahun 90 ya, dulu kami disini mengadakan
tor – tor budaya Simalungun, rutin setiap hari, tapi setelah terjadi krisis
moneter, ataupun reformasi ya, pengunjung yang datang kesini sangat
berkurang, bisa bisa dikatakan sampai berkurang 95%, jadi masyarakat
dulu yang telah diberdayakan manortor disini stop, karena tidak ada lagi
masalah dana, karena belum ada saat itu dana yang ditentukan oleh
pemerintah dikucurkan kesini untuk melaksanakan tari – tari Simalungun,
itulah yang pernah disini, yang berhubungan dengan pengembangan
ataupun pemberdayaan masyarakat.”
4. Kunjungan Wisata Di Kabupaten Simalungun
Tabel 4.1
Distribusi Kunjungan Wisatawan Nusantara Di Kabupaten Simalungun
No Objek Wisata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Parapat 90.598 95.122 125.583 133.558 141.600 125.500 2 Karang
Anyer
8.107 - 3.105 2.300 3.500 11.200
3 Museum Simalungun/ Rumah Bolon
473 2.045 1.223 226 400 350
4 Haranggaol 970 1.840 830 8.565 8.765 3.000 5 Pemandian
Alam Sejuk
245.163 212.770 194.322 190.646 194.500 145.774
Tabel 4.2
Distribusi Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di Kabupaten Simalungun No Objek Wisata 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Parapat 11.839 - - 9.800 10.500 8.200 2 Karang
Anyer
- - - -
3 Museum Simalungun/ Rumah Bolon
52 996 995 330 486 408
4 Haranggaol - - - 12
5 Pemandian Alam Sejuk
- - - -
BAB V
ANALISIS DATA
Pada bagian ini akan dianalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian seperti yang sudah disajikan pada bagian terdahulu. Pembahasan yang dilakukan adalah dengan analisis deskriptif kualitatif dengan tetap mengacu pada induksi data, interprestasi data dan konseptualisasi data sesuai dengan fokus kegiatan penelitian. Penulis akan menganalisis berdasarkan seluruh informasi dan data yang telah dikumpulkan, baik mulai dari studi pustaka, wawancara dengan informan, studi dokumentasi maupun catatan-catatan penulis tentang strategi pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan kunjungan wisata di Kabupaten Simalungun.
Strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pimpinan puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai28
28Stephanie K. Marrus dalam Husein Umar. 2003. Strategik Manajemen in Action. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.hal 31.
kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan29
5.1 Strategi Pengembangan Objek Wisata Rumah Bolon Purba .
Strategi pengembangan sektor pariwisata dalam meningkatkan kunjungan wisata adalah serangkaian rencana kegiatan/program yang dilakukan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga dalam mengelola sektor pariwisata di Kabupaten Simalungun untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara, sehingga meningkat pula pendapatan asli daerah dan juga perekonomian masyarakat. Dalam mewujudkan hal tersebut, tentu Pemerintah Kabupaten Simalungun melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga perlu melahirkan strategi dan menerapkannya dengan benar.
Pembangunan kepariwisataan dihadapkan pada berbagai persoalan baik berskala global maupun nasional, selain itu diperlukan perubahan paradigma dalam memandang pariwisata dalam konteks pembangunan nasional, pariwisata tidak hanya dipandang sebagai alat peningkatan pendapatan nasional, namun memiliki spektrum yang lebih luas dan mendasar. Oleh karena itu pembangunan kepariwisataan memerlukan fokus yang lebih tajam serta mampu memposisikan destinasi pariwisatanya sesuai potensi alam, budaya dan masyarakat yang terdapat di masing – masingdaerah.
Persoalan global dan nasional juga perubahan paradigma pembangunan nasional, tentu harus dapat dijadikan dorongan dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Simalungun, pengembangan pariwisata Kabupaten Simalungun
diperjelas oleh Visi dan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga yaitu: “Mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai tujuan wisata yang aman, nyaman dan menarik serta memiliki daya saing yang tinggi untuk dikunjungi sebagai Destinasi Wisata terkemuka di Indonesia”. Dan Misi yaitu: Pertama, Pengembangan dan pemantapan citra budaya dan pariwisata Kabupaten Simalungun sebagai salah satu kunjungan wisata nasional yang aman dan nyaman serta mudah untuk dikunjungi. Kedua, Mengembangkan citra positif budaya dan pariwisata Simalungun dengan lebih mengangkat citra destinasi yang strategis. Ketiga, Mewujudkan citra budaya dan pariwisata Simalungun sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara, wahana pemberdayaan ekonomi rakyat, sarana untuk mendorong pemerataan pembangunan serta penciptaan kesempatan berusaha dan bekerja. Keempat, Memperluas pangsa pasar budaya dan wisata yang ada serta mengintensifkan pasar budaya dan pariwisata yang ada sehingga mampu mendongkrak kunjungan wisata ke Kabupaten Simalungun. Kelima, Mengembangkan program–program pemasaran yang sudah ada dengan manfaat kemajuan teknologi informasi competitive advantage dan comparative advantage budaya dan pariwisata Simalungun. Keenam, Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan program – program pemasaran budaya dan pariwisata di bidang yang lebih holistik, strategik dan sinergis diantara para pelaku stake holders maupun sektor yang terkait.
1. Lanjutan pembangunan jalan setapak keliling komplek Rumah Bolon sepenjang ±200 m.
2. Pembangunan gapura/pintu masuk (pelebaran).
3. Pembangunan kios wisata/pusat kuliner disekitar lapangan parkir. 4. Penataan panggung kesenian di komplek Rumah Bolon.
5. Pembuatan jalan setapak menuju tempat permandian/marangir raja sepanjang ±500 m.
6. Pembuatan jalan setapak menuju lokasi hulu balang (pengawal kerajaan) sepanjang ±100 m.
7. Pengadaan sumur bor di komplek Rumah Bolon.
8. Pengecetan relief yang ada di terowongan dan lapangan parkir.
9. Pembuatan parit pasangan kiri/kanan jalan mulai dari pintu gerbang sampai pada lapangan parkir sepanjang ±400 m.
10.Pemanfaatan billiboard yang ada di lapangan parkir untuk tempat promosi objek – objek wisata se Kabupaten Simalungun.
Menurut George A. Steiner, Strategi dapat disoroti sekurang – kurangnya dari dua perspektif yang berbeda yaitu30
3. Mengenai apa yang hendak dilakukan organisasi, disini strategi didefenisikan sebagai program yang luas untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan melaksanakan misi organisasi. Karena program mengacu pada peranan yang aktif, sadar dan rasional yang dimainkan oleh manajer dalam merumuskan strategi organisasi.
:
30George A. Steiner dan John B. Miner. 1997. Kebijakan dan Strategi Manajemen. Jakarta:
4. Mengenai masalah apa sesungguhnya yang dilakukan oleh sebuah organisasi, maksudnya bahwa strategi merupakan tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap lingkungannya sepanjang waktu.
Jika melihat berdasarkan point pertama ini, Strategi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga berupa Visi dan Misi sudahlah tepat, dimana yang menjadi dasar Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga merupakan program yang luas dan juga merupakan sebuah peranan aktif, sadar dan rasional, dalam pengertian ini apa yang telah menjadi Visi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga sudahlah sesuai dengan keragaman objek wisata yang dimiliki. Terkhusus pada objek wisata Rumah Bolon Purba penulis menganggap sudah tepat.
Jika melihat melalui sudut pandang George pada point kedua, maka pentinglah bagi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga untuk menyesuaikan program kerjanya/program pengembangannya terhadap lingkungannya/objek wisata Rumah Bolon Purba, namun yang terjadi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga lebih terfokus pada pengembangan fisik objek wisata dan tidak menyingung masalah pengembangan/pemberdayaan masyarakat sebagai tanggapan terhadap lingkungan seperti yang tertera pada rencana aksi Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga diatas. Karena berdasarkan temuan/pengamatan penulis di lapangan bahwa keterlibatan masyarakat dalam memberikan tanggapan mengenai pengembangan objek wisata sangatlah minim.
pelestarian budaya ialah Bagaimana kebudayaan dari suatu masyarakat tertentu akan dipelihara, dimanfaatkan dan dikembangkan adalah menjadi kewenangan masyarakat pendukung budaya itu yang menentukan. Merekalah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi diri mereka, masyarakat dan lingkungan mereka.
Pengembangan pariwisata harus menyesuaikan dengan perkembangan global dan nasional adalah benar, namun pengembangan pariwisata tentulah harus berdasarkan keadaan lingkungan terkecil yaitu masyarakat sekitar objek wisata, seperti yang tertera dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 diatas, Sehingga dalam melakukan pengembangan pariwisata Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga sesuai dengan tanggapan lingkungan, Visi dan Misi, dan Undang – Undang Kepariwisataan.
5.2 Pengembangan Amenitas
Pengembangan amenitas merupakan kunci dalam keberhasilan suatu objek pariwisata, dimana secara keseluruhan kebutuhan wisatawan sangat erat dengan kualitas dan kuantitas pengembangan amenitas, dan di era globalisasi ini wisatawan tentu lebih memilih objek wisata yang memiliki daya tarik, fasilitas, dan akses yang lebih baik, sehingga para instansi/organisasi yang bergerak pada bidang pariwisata harus meningkatkan kualitas produk dari objek wisatanya. Pengembangan Amenitas dalam pengertian Victor T.C Middleton, terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu, pertama, akses destinasi wisata, kedua, fasilitas destinasi wisata, dan ketiga, daya tarik wisata.
Pengembangan dalam ruang lingkup akses destinasi wisata merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan suatu destinasi wisata, dalam hal ini ialah objek wisata Rumah Bolon Purba, pengembangan dalam hal akses destinasi wisata terbagi dalam 4 bagian yaitu, Infrastruktur, Transportasi, Kebijakan Pemerintah, dan Prosedur Operasional. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga bahwa masalah Infrastruktur, Transportasi, kebijakan (transportasi,visa), Operasional (kebijakan tarif, frekuensi layanan) sudah cukup baik.
Namun berdasarkan hasil observasi penulis dilapangan, Pertama, infrastruktur dalam hal ini Terminal Bus, ketersediaan terminal bus memang benar ada dan lokasinya terletak sekitar 5 (lima) kilometer dari objek wisata, untuk mengatasi persoalan jarak antara objek wisata dengan terminal, pemerintah Kabupaten Simalungun membangun Rest Area (Tempat Beristirahat) yang terletak sekitar 500 meter dari objek wisata, namun berdasarkan observasi penulis keberadaan rest area tersebut tidak beroperasi dengan baik, pintu masuk lokasi yang tertutup dan tidak adanya aktivitas didalamnya, sehingga keberadaan rest area ini tidak terlalu mendukung aktivitas wisatawan pada objek wisata.
dalam transportasi lintas daerah, dan angkutan umum yang rentang waktu melewati objek wisata belum normal, wisatawan membutuhkan waktu sekitar 20 – 30 menit dalam mendapatkan transportasi, dan dalam satu kedatangan bus/angkutan kota wisatawan belum tentu dapat ikut dalam perjalanan menuju tempat lainnya.
Ketiga Kebijakan pemerintah mengenai transportasi, berdasarkan temuan penulis dalam penelitian pada dinas dan objek wisata, bahwa kebijakan pemerintah dalam hal transportasi seperti yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya bahwa kebijakan transportasi ada, namun persoalan transportasi umum pada objek wisata ialah intensitas transportasi yang masih rendah.
Keempat kebijakan pemerintah mengenai tarif dan frekuensi layanan objek wisata, dalam hal ini pemerintah menyerahkan wewenang pengenaan tarif dan layanan pada yayasan Rumah Bolon Purba, berdasarkan observasi dan wawancara penulis dengan wisatawan, bahwa dalam tarif tidak ada persoalan, namum frekuensi layanan terdapat keluhan dari wisatawan, dimana minimnya
tourguideatau pemandu wisata, sehingga banyak diantara wisatawan yang tidak
terpenuhi keinginannya untuk mengetahui lebih mendalam sejarah, cerita rakyat, dan kebudayaan yang ada di objek wisata Rumah Bolon Purba.
b. Facilities of the tourist destination (Fasilitas Destinasi Wisata)
berburu), Toko Retail (agen travel lokal), pelayanan lain (pusat informasi, polisi), fasilitas lain (suvenir, seni).
Pertama unit akomodasi (penginapan), berdasarkan wawancara penulis dengan informan yang telah ditentukan dan observasi dilapangan, belum tersedia fasilitas berupa penginapan (hotel, motel, villa) pada objek wisata Rumah Bolon Purba, namun pada saat ini pemerintah Kabupaten Simalungun melalui Dinas Pariwisata sedang melakukan pengkajian dengan pendekatan homestay, menurut bapak Herry Sudrajat SE, ketidaktersediaan penginapan ini disebabkan oleh keterbatasan pelanggan dan juga tidak adanya investor.
Kedua Restoran, Cafe dan Bar (kualitas makanan dan minuman), berdasarkan wawancara penulis dengan informan yang telah ditentukan dan observasi dilapangan, belum tersedia restoran, cafe dan bar pada objek wisata, ketidaktersediaan fasilitas tersebut tentu mempengaruhi kepuasan wisatawan yang berkunjung pada objek wisata dan kesinambungan kunjungan wisatawan kedepannya.
tertutupnya loket travel yang berada di lokasi objek wisata, dan toko obat yang jauh dari objek wisata Rumah Bolon Purba.
Keempat Pelayanan Lain dan Fasilitas Lain, berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan temuan penulis dilapangan, pelayanan lain berupa pusat informasi wisata dan kantor polisi tersedia pada objek wisata, namun ada permasalahan dimana kurangnya tenaga kerja ataupun petugas yang berjaga, sehingga pada hari besar dimana terdapat peningkatan kunjungan, wisatawan yang berkunjung merasa tidak puas disebabkan minimnya petugas yang dapat menginformasikan ataupun mendeskripsikan sejarah, fungsi bangunan, kebudayaan masyarakat pada objek wisata. Fasilitas lain yang terdapat pada objek wisata yaitu pusat penjualan suvenir dan seni, namun pada masa penelitian yang dilakukan penulis fasilitas ini sedang dalam tahap pembangunan (pusat penjualan suvenir) dan renovasi (panggung kesenian), namun berdasarkan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 pembangunan fasilitas ini haruslah berorientasi pada peningkatan ekonomi masyarakat dan dalam pengelolaannya melibatkan masyarakat.
c. Daya Tarik Wisata
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan temuan data oleh penulis dilapangan, objek wisata Rumah Bolon Purba dapatlah dikatakan sebagai objek wisata yang kompleks dalam hal daya tarik wisata, dimana objek wisata Rumah Bolon Purba memiliki daya tarik alam berupa pemandangan alam dan pemandangan pertaniannya yang indah. Daya tarik budaya objek wisata Rumah Bolon Purba juga lengkap, dimana terdapat sejarah dan cerita rakyat yang sampai saat ini masih dapat ditemui, dan seni yang tentu masih di miliki masyarakat sekitar objek wisata secara turun temurun. Begitu pula dengan daya tarik sosial yang dimiliki objek wisata Rumah Bolon Purba, peluang wisatawan untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat juga terbuka, keramah tamahan masyarakat sekitar dengan pengunjung juga masih terjaga pada objek wisata. Dan dalam hal daya tarik buatan, tentu objek wisata Rumah Bolon Purba memiliki daya tarik yang sangat besar, dimana Rumah Bolon Purba merupakan satu – satunya peninggalan komplek istana kerajaan di Kabupaten Simalungun.
Namun kompleksitas daya tarik wisata Rumah Bolon Purba belum dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten Simalungun, promosi daya tarik wisata masih sebatas keikutsertaan pada kegiatan – kegiatan seperti PRSU (Pekan Raya Sumatera Utara), Batam Fair, Jakarta Fair dan pemanfaatan Rumah Bolon Purba sebagai background video clip lagu, film Simalungun dan booklet. Pemanfaatan media online dalam mempromosikan daya tarik wisata belum berjalan, dimana penulis tidak menemukan sebuah situs resmi yang dimiliki Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga untuk mempromosikan daya tarik wisatanya.
Pengembangan masyarakat tentu berpengaruh pada kualitas dan kuantitas produk wisata, dan dapat mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan pada suatu objek wisata, ber