Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
M. Fikri Halim
NIM: 109051100054
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Assalamualaikum, Wr. Wb
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skripsi dengan judul
“
Analisis Wacana Kritis Tentang Perbudakan Modern dalam Program Bedah
Editorial Media Indonesia di Metro TV”
dengan ini menyatakan bahwa:
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau merupakan
hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian lembar pernyataan ini dibuat, diharapkan dapat dipergunakan
dengan semestinya. Terima kasih
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 24 November 2013
Penulis,
i
PROGRAM BEDAH EDITORIAL MEDIA INDONESIA DI METRO TV
“
Perbudakan modern” telah menyita perhatian publik akhir-akhir ini.
Sehingga kita dikenalkan dengan istilah “perbudakan modern”. Kata perbudakan
modern menggambarkan kondisi pekerja upahan yang diperlakukan secara tidak
manusiawi oleh majikannya. Kasus ini kemudian diangkat sebagai topik dan menjadi
headline diberbagai media. Salah satunya adalah Media Indonesia. Bahkan kasus ini
dijadikan sebagai bahan editorial bervisual yang ditayangkan di Metro TV pada
program “Bedah Editorial Media Indonesia”.
Studi ini dibingkai pertanyaan berikut: “Bagaimana teks yang dikonstruksi
oleh Editorial Media Indonesia?” “Bagaimana Kognisi sosial yang dikonstruksi oleh
Editorial Media Indonesia?” “Bagaimana konteks sosial yang dikonstruksi oleh
Editorial Media Indonesia?”
Dengan menggunakan kerangka teori Teun A. van Dijk pada bagian teori
hegemoni,
dimana teori ini menjelaskan bahwa hegemoni tidak hanya bisa dilakukan
oleh negara dengan
Ruling Class
namun bisa dilakukan oleh seluruh kelas sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teks yang dikonstruksi oleh “Media Indonesia”
dan diangkat oleh Metro TV sebagai bahan diskursus editorial ini menjadi sebuah
realitas yang penting diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Para penonton televisi
dan pembaca surat kabar diajak untuk mengetahui kasus yang diberi judul
perbudakan modern ini. Kasus yang terjadi di pabrik alumunium yang berada di desa
Lebakwangi Kabupaten Tangerang ini seketika menjadi isu penting dalam urusan
moral dan kemanusiaan, bahkan kasus ini memunculkan kritik-kritik kepada
pemerintah.
Dalam konteks sosial, perbudakan modern ini disadari ada sebagai peristiwa
yang penting bagi media maupun konsumen media. Hal ini menjadi diskursus yang
menarik bagi mereka, karena media menganggap hal ini adalah hal luar biasa yang
jarang terungkap dan penting bagi konsumen media untuk memahaminya
dikarenakan isu ini menyangkut urusan moral dan kemanusiaan. Dalam konteks ini
terlihat bahwa media mempunyai kekuatan untuk mengendalikan pikiran manusia
dengan mengarahkannya pada kasus yang mereka anggap penting. Beginilah media
yang mempunyai kekuatan, pengaruh dan efek komunikasi masa yang luar biasa.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji dan syukur senantiasa diucapkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan nikmat kesempatan, kesehatan dan kecerdasan kepada peneliti
untuk menyelesaikan skripsi ini, serta hanya karena izin-Nya pulalah peneliti
dimudahkan dalam berbagai persoalan hingga sampai pada hari ini, peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam kepada junjugan kita, Rasulullah saw yang telah
membawa manusia dari alam kegelapan (jahiliyah) kepada alam yang terang
benderang dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat sekarang ini.
“Peneliti persembahkan segalanya kepada kedua orangtua tercinta, ibunda Nasma
Nasir dan almarhum ayahanda Drs. Rusydi Saad, yang dengan ketegaran hatinya
dalam menjalani hidup ini menjadi inspirasi, motivasi dan semangat hidup bagi
peneliti, merawat peneliti dari kecil hingga sekarang dengan kasih sayang dan cinta
yang tulus tanpa pamrih serta air susunya yang telah menjadi darah daging dalam
tubuh ini, yang keringat dan doanya yang telah menyatu dalam jiwa peneliti. Juga
terima kasih yang sebesar-besarnya untuk ketiga saudara kandung peniliti,
Muhammad Hekmal, Muhammad Rijalul Fikri dan Muhammad Fairuz yang selalu
iii
pelajaran berharga selama penulisan skripsi ini, rasa terima kasih juga peneliti
ucapkan kepada:
1.
Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim sebagai Wakil Rektor
Bidang Kemahasiswaan.
2.
Dr. H. Arief Subhan, M.A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
3.
Rubiyanah, M.A selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik dan Ade Rina Farida,
M.Si. selaku Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik yang selalu membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
4.
Tantan Hermansyah, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga dan fikiran serta memberikan masukan, arahan,
dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
5.
Seluruh guru, bapak dan ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
wawasan, ilmu pengetahuan yang bermanfaat, dan pengalaman yang berkesan
iv
6.
Usman Kansong, M.Si. sebagai Direktur Pemberitaan Media Indonesia yang
telah meluangkan waktunya untuk diwawancara.
7.
Sahabat-sahabat di Asrama Putra (ASPA) UIN 2009, Sandi, Akmal, Ngenges,
Bewok, Tyo, Septian, Ucup, Andra, Hendra, Hilal, Leo, Azhar, Rozi, Deni,
Arif, Ade, Aziz, Wirno, Lukas, Ruslan, luthfi, Solihin, Rivan, Almam, Ihsan,
pak kumis, Fadli, Farid dan semuanya tanpa mengurangi rasa hormat,
kisah-kisah dan pengalaman di sana memberikan banyak pelajaran yang tak ternilai
harganya.
8.
Rekan-rekan Band dan eks Band Crop Circle yang telah Berevolusi menjadi
Experians (Bewok, Ngenges, Tyo, Fajrin, Akmal, Andra, Degam)
9.
Sahabat seperjuangan yaitu teman-teman kosan dan geng nongkrong
(Ngenges, Hendra, Andra, Leo, Bewok, Sandi, Akmal, Ucup, Tyo, Fajrin,
Ale, dll), begitu banyak pengalaman berkesan dan banyak pelajaran yang
bermanfaat yang peneliti dapat dari kalian.
10.
Seluruh keluarga besar Komunitas Musik Mahasiswa Ruang Inspirasi Atas
Kegelisahan (KMM RIAK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu tanpa mengurangi rasa hormat.
11.
Sahabat-sahabat Progeni (Proses Genetika) 10 KMM RIAK (Sadam, Ivan,
v
12.
Seluruh keluarga besar KAHFI BBC MOTIVATOR SCHOOL, senior, guru
dan wali kelas (Kak Ibnu, Kak Habib, Kak Titin, Kak Iyang, Kak Munir, Kak
Ozi, Kak AB), juga seluruh sahabat angkatan 12 yang luar biasa, dan
khususnya Om Bagus (Tubagus Wahyudi) yang dengan ikhlas memberikan
banyak ilmunya, mengajarkan bagaimana pola pikir yang benar, mengajarkan
peduli, dan sangat banyak ilmu yang bermanfaat serta motivasi yang saya
dapatkan di kampus ini, terima kasih guru.
13.
Sahabat-sahabat KKN PENA 2012 (Ucup, Ali, Dwi, Satya, Dini, Liza, Dede,
Ipul, Oki, Sigit, Aje, Dado, Bogeg, Damai, Riska, Turi, Elsa, Ila, Ziah) dan
pastinya warga kp. Gunung Seureuh Bogor. Dalam waktu singkat yang
kurang lebih sebulan, begitu banyak pelajaran yang saya dapat dari kalian.
Terima kasih atas semuanya dan terima kasih juga atas pengalaman yang
kalian berikan.
14.
Teman-teman seperjuangan Jurnalistik 2009, Bima, Aziz, Ucup, Tompel,
Doel, Jauhari, Devit, Degam, Rizqi, Mekar, Nunu, Sigit, Adjri, Andin, Ima,
Icha, Dewi Febriyanti, Dewi Rifqina, Akmal, Opang, Anis, Devi, Ziah, Linda,
Lulu, Putri Buana, Pipit, Puti, Bobi, Ali, Jaffry, Hilman, Damai, Iqy, Samsul,
vi
Rere, Winda, Ina, Khalil, Hilda, Turi, Uthi, Loka, Umar, Bowo, Yunus, Ketut,
Togar dan lainnya yang tidak disebutkan tanpa mengurangi rasa hormat.
15.
Seluruh kerabat keluarga yang memberikan dukungan, juga kepada kakak
ipar, Kak Ira dan Kak Sri, serta kedua keponakan yang lucu dan asik,
Muhammad Hazzim Alfitra dan Muhammad Zahid Al-Rasyid Arafah. Kalian
memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
16.
Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah peneliti serahkan semua, semoga semua
bantuan, partisipasi, kontribusi, motivasi, dan kerjasama yang baik yang sudah
diberikan, mendapat balasan kebaikan dan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Dan
mudah-mudahan karya tulis yang sederhana ini bermanfaat bagi dunia ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang komunikasi, Amin ya rabbal ‘alamin.
Jakarta, 26 Desember 2013
Peneliti,
vii
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I
PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Batasan dan Rumusan Masalah... 3
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3
D.
Tinjauan Pustaka ... 4
E.
Metodologi Penelitian ... 5
F.
Sistematika Penulisan ... 8
BAB II
TINJAUAN TEORI ... 10
A.
Konseptualisasi Televisi ... 10
B.
Konsep Editorial dan Teori Hegemoni ... 11
a.
Konsep Editorial ... 11
b.
Teori Hegemoni ... 13
C.
Buruh, Tenaga Kerja dan Budak ... 15
viii
b.
Perbudakan dalam Pandangan Islam ... 17
D.
Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk ... 18
a.
Tujuan Analisis Wacana Kritis ... 19
b.
Konseptual dan Kerangka Teori Analisis Wacana Kritis . 20
c.
Kerangka Analisis Wacana Van Dijk pada Teks Media ... 23
i.
Dimensi Teks ... 23
ii.
Dimensi Kognisi Sosial ... 24
iii.
Dimensi Konteks Sosial ... 25
[image:12.612.101.506.100.681.2]BAB III
GAMBARAN UMUM ... 26
A.
Profil Metro TV (PT. MEDIA TELEVISI INDONESIA) ... 26
B.
Alur Produksi Wacana dalam Editorial Media Indonesia ... 33
C.
Wacana Perbudakan Modern dalam Teks Editorial MI ... 36
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA ... 39
A.
Analisis Wacana Kritis pada Teks dan Video Editorial ... 39
a.
Tematik ... 39
b.
Skematik ... 41
c.
Semantik ... 46
i.
Latar... 46
ii.
Detail ... 46
iii.
Maksud ... 47
iv.
Presuposisi (Praduga atau pengandaian) ... 47
ix
i.
Grafis ... 50
ii.
Metafora... 51
iii.
Ekspresi ... 51
B.
Analisis Wacana Kritis dari Segi Kognisi Sosial ... 52
a.
Percakapan pada Segmen Pertama ... 53
b.
Percakapan pada Segmen Kedua ... 56
c.
Percakapan pada Segmen Ketiga ... 59
d.
Percakapan pada Segmen Keempat ... 64
C.
Analisis Wacana Kritis dari Segi Konteks Sosial ... 67
BAB V
PENUTUP ... 69
A.
Kesimpulan ... 69
B.
Saran-saran... 71
x
DAFTAR TABEL
1.
Tabel 1 Skema Penelitian dan Metode Van Dijk ... 21
2.
Tabel 2 Jembatan Analisis Kritis Makro dan Mikro ... 22
3.
Tabel 3 Analisis Wacana pada Teks Media ... 23
1 Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Televisi merupakan media yang paling diminati oleh khalayak, sebab
televisi bisa berada di ruang paling pribadi sekalipun. Sehingga khalayak dapat
menerima pesan yang disampaikan secara simultan dalam waktu bersamaan meski
di tempat yang berbeda. Televisi dapat dimanfaatkan mulai dari hal yang positif
hingga negatif sebagaimana dampak yang ditimbulkan.1 Selain itu, televisi juga
berfungsi sebagai sarana penyampai informasi, sarana pendidikan, sarana hiburan,
saran pengawasan dan kontrol sosial.2
“Televisi adalah sebuah pengalaman yang diterima begitu saja. Kendati demikian, televisi juga merupakan sesuatu yang membentuk cara berfikir manusia tentang dunia. Kehadirannya yang tak terelakkan dan sifat alamiahnya yang populis, di masa lalu menjadi alasan bagi penolakan televisi, karena sifatnya yang sekejap dan “tidak berharga”. Tetapi sekarang media dan budaya pop telah masuk dalam agenda akademik. Suara miring yang dikumandangkan para penganut budaya tinggi terhadap ‘harga’ materi televisi menjadi terdengar lucu. Argumen mengenai kebaikan-kebaikan relatif dari Catherine Cookson dan Charles Dickens, sebagaimana diuraikan dengan cara yang mengesankan di televisi, menjadi menarik. Namun, pelbagai asumsi tentang superioritas kultural Dickens atas Cookson, atau keunggulan buku atas drama televisi, adalah sesuatu yang tidak bercita rasa. Televisi pada hakikatnya adalah sebuah fenomena kultural, sekaligus medium di mana sepenggal aktivitas budaya menjamah kita di dalam rumah. Bagaimanapun juga, ‘televisi’ sebagai sebuah objek
studi tidak hanya terkait dengan program.”3
1
Hery Effendy, Industri Pertelevisian Indonesia, (Jakarta: Erlangga. 2008), h. 65. 2
Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 14-24
3
2
Peneliti tertarik untuk mengkaji salah satu program televisi yang disiarkan
oleh Metro TV yaitu program Bedah Editorial Media Indonesia. Tema yang
diangkat oleh Editorial Media Indonesia ini sangat beragam mulai dari politik
hingga masalah sosial, salah satunya yang akan diteliti pada skripsi ini adalah
editorial yang berjudul “Perbudakan Modern”. Tema ini sarat mengandung unsur
sosial, kemashlahatan manusia dan komunikasi masa. Pada episode tersebut
dipaparkan bagaimana terulang kembali praktek perbudakan di Indonesia. Pesan
umum yang ingin disampaikan adalah tindakan perbudakan yang ada pada zaman
jahiliyah terulang kembali pada saat ini. Masyarakat Indonesia diingatkan kembali
bahwa setiap individu yang sejatinya punya kemerdekaan justru malah dirampas
oleh pengelola tenaga kerja yang tidak beretika dan tidak memperhatikan
kesejahteraan manusia.
Proses perbudakan ini telah menjadi isu yang hangat dalam masalah
ketenagakerjaan serta semakin maraknya praktek outsourcing yang merangkul
tenaga kerja dari kalangan yang berpendidikan menengah kebawah. Penting
rasanya bagi peneliti untuk mengangkat isu ini karena sejatinya manusia
mempunyai derajat yang sama dan tak ada satupun manusia yang layak untuk
diperbudak. Sehubungan dengan pemberitaan dan editorial itu juga banyak
pemahaman yang terjadi di masyarakat. Publik secara mayoritas sepakat dan
mendukung opini media tersebut yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Dari hal ini terlihat bahwa pengaruh media ternyata sangat besar dalam
menentukan opini masyarakat dan berhasil menjalankan fungsinya sebagai alat
kontrol sosial. Berdasarkan latar belakang inilah, penting rasanya bagi penulis
Perbudakan Modern dalam Program Bedah Editorial Media Indonesia di
Metro TV”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Untuk memperjelas dan mempertajam analisa serta kajian selanjutnya,
peneliti memberikan pembatasan masalah yang berfokus pada pandangan Metro
TV dalam Program Bedah Editorial Media Indonesia tentang Perbudakan Modern.
Dari pembatasan masalah di atas maka dapat dirumuskan masalahnya
sebagai berikut:
1. Bagaimana teks yang dikonstruksi Metro TV dalam Program Bedah
Editorial Media Indonesia pada pemberitaan tentang perbudakan modern?
2. Bagaimana kognisi sosial yang dikonstruksi Metro TV dalam Program
Bedah Editorial Media Indonesia pada pemberitaan tentang perbudakan
modern?
3. Bagaimana konteks Sosial yang dikonstruksi Metro TV dalam Program
Bedah Editorial Media Indonesia pada pemberitaan tentang perbudakan
modern?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui bagaimana konstruksi teks dalam Program Bedah
Editorial Media Indonesia tentang perbudakan modern di Metro TV.
2) Untuk Mengetahui bagaimana kognisi sosial dalam Program Bedah
4
3) Untuk mengetahui bagaimana konteks sosial dalam Program Bedah
Editorial Media Indonesia tentang perbudakan modern di Metro TV.
2. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi karya ilmiah terutama
di bidang komunikasi massa dan tentunya diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif pada kajian selanjutnya serta menambah refernsi keilmuan yang
fokus pada analisis wacana.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan positif yang juga dapat
menambah wawasan bagi teoritis dalam kajian ilmu komunikasi, bagi praktisi di
bidang broadcasting maupun bagi pengelola stasiun televisi khususnya.
D. Tinjauan Pustaka
Sebelum menentukan judul skripsi ini penulis melakukan tinjauan pustaka
di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama tinjauan tersebut
penulis menemukan beberapa judul skripsi yang berkaitan dengan skripsi ini.
Maksud tinjuaun pustaka ini antara lain untuk menghindari kesamaan atau
tindakan plagiat.
Beberapa di antaranya adalah “Analisis Wacana Pemberitaan Film
“Fitna” Karya Geert Wilders di Harian Umum Republika (edisi 29
Maret-4April 2008)” yang disusun oleh Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, Sofwan
sedangkan perbedaannya terletak pada objek penelitian, yaitu peneliti memakai
objek dari media elektronik dan produk jurnalistik yang diteliti oleh peneliti
adalah editorial.
Selanjutnya karya Dita Amelia, mahasiswi konsentrasi jurnalistik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Analisis Wacana Pemberitaan Final
Piala Suzuki AFF 2010 di Media Indonesia”. Yang membedakan dengan
penelitian ini adalah isu yang dibahas, peneliti membahas isu tentang perbudakan
modern. Kemudian yang membedakan lagi adalah media yang akan diteliti,
peneliti membahas media elektronik. Jadi perbedaannya terletak pada subjek dan
objek penelitian yaitu penelitian terdahulu meneliti pemberitaan final piala
Suzuki, sedangkan penelitian ini meneliti program bedah editorial Media
Indonesia mengenai perbudakan modern.
E. Metodologi penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ialah metode analisis wacana
dengan pendekatan kualitatif. Analisis wacana merupakan salah satu bentuk
alternatif untuk menganalisis pesan dalam media selain analisis isi kuantitatif.4
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model analisis wacana van
Dijk, teori analisis wacana van Dijk merupakan model analisis wacana yang
paling banyak digunakan. Ini dikarenakan model tersebut dapat mengelaborasikan
elemen-elemen wacana dalam suatu teks secara praktis.
4
6
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk,
adapun objek pada penelitian ini adalah Program Siaran Bedah Editorial Media
Indonesia tentang Perbudakan Modern tayang 9 Mei 2013.
3. Tahapan Prosedur Penelitian
a. Teknik Pengumpukan data
Teknik merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data.
Data adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian yang diperoleh di
lokasi penelitian. Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, tahapan yang akan
dilakukan adalah, sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan
menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra
lainnya seperti telinga, mata, hidung, lidah dan kulit. Yang dimaksud metode
observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun
data penelitian, data-data penelitian ini dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti
bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan
panca indra. 5
Tindakan lebih lanjut dilakukan dengan mengadakan kunjungan ke Metro
TV untuk mencatat apa yang peneliti perlukan, terutama untuk mendapatkan
5
informasi seputar pemberitaan tentang “Perbudakan Modern” yang pernah tayang
di Metro TV tanggal 9 mei 2013.
Metode observasi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah dengan cara
mengamati teks, kognisi sosial dan konteks sosial dalam Editorial Media
Indonesia kemudian dari pengamatan tersebut dianalisis dengan kerangka wacana
Teun A. Van Dijk dan dikaitkan dengan teori hegemoni Antonio Gramsci.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.6
3. Dokumentasi
Dengan mengumpulkan data-data mengenai hal-hal yang akan penulis
bahas, yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti yaitu teks editorial,
video editorial dan Copy Tayang Program Bedah Editorial Media Indonesia di
Metro TV. Pengumpulan data ini dilakukan melalui: lembaga atau institusi,
buku-buku, lapangan, internet dan media lainnya.
4. Teknik Penulisan Skripsi
Pada teknik penulisan penelitian ini, penulis mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6
8
b. Teknik Analisis Data
1. Proses Penafsiran Data
Penelitian analisis wacana merupakan penelitian kualitatif yang lebih
menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit katagori. Pada
tahap ini, peneliti akan memperhatikan teks editorial, video editorial dan
percakapan yang terdapat dalam Program Bedah Editorial Media Indonesia di
Metro TV kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti yang disesuaikan dengan
kerangka analisis wacana kritis yang dikemukakan oleh Teun A. Van Dijk dan
dikaitkan dengan teori hegemoni Antonio Gramsci.
2. Penyimpulan Hasil Penelitian
Kesimpulan hasil penelitian diambil berdasarkan pada interpretasi peneliti
atas obyek yang diteliti dan kaitannya dengan data yang diperoleh dalam kegiatan
penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan dalam penulisan skripsi ini sistematis, maka penelitian
ini dibagi menjadi lima bab, yang tiap bab terdiri dari berbagai sub-bab,
diantaranya:
BAB I, Mengurai tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian yang terdiri dari
metode penelitian, subjek dan objek penelitian, tahapan prosedur penelitian,
teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data,
BAB II, Membahas tentang konseptualisasi televisi dan sejarah media,
Kategorisasi Buruh, Konsep Editorial dan Teori Hegemoni Gramsci, Pengertian
Buruh, Tenaga Kerja dan Budak, konseptualisasi analisis wacana kritis Teun A.
van Dijk.
BAB III, Mengambarkan profil Metro TV, Alur Pembuatan Editorial di
Media Indonesia sampai penayangan program bedah editorial MI di Metro TV,
dan Wacana Perbudakan Modern dalam bentuk teks editorial”.
BAB IV, Membahas bagaimana teks dikonstruksikan, bagaimana Kognisi
sosial pada wacana itu dan bagaimana Konteks Sosial pada Wacana perbudakan
Modern yang tayang di program Editorial media Indonesia di metro TV.
BAB V, menyimpulkan hasil penelitian dan saran-saran yang ditujukan
kepada pihak-pihak yang terkait dalm peneltian. Penelitian ini juga dilengkapi
10 BAB II
Tinjauan Teori
A. Konseptualisasi Televisi
Televisi merupakan media yang diminati oleh khalayak, Sehingga
khalayak dapat menerima pesan yang disampaikan secara simultan dalam waktu
bersamaan meski di tempat yang berbeda. Televisi dapat dimanfaatkan mulai dari
hal yang positif hingga negatif sebagaimana dampak yang ditimbulkan.1 Selain
itu, televisi juga berfungsi sebagai sarana penyampai informasi, sarana
pendidikan, sarana hiburan, sarana pengawasan dan kontrol sosial.2
Televisi adalah sebuah pengalaman yang diterima begitu saja. Kendati
demikian, televisi juga merupakan sesuatu yang membentuk cara berfikir
manusia tentang dunia. Televisi pada hakikatnya adalah sebuah fenomena
kultural, sekaligus medium di mana sepenggal aktivitas budaya menjamah kita di
dalam rumah. Bagaimanapun juga, ‘televisi’ sebagai sebuah objek studi tidak
hanya terkait dengan program.3
Televisi merupakan media massa yang menyampaikan pesan jarak jauh
berupa gabungan gambar dan suara, baik melalui kawat maupun secara
elektromagnetik tanpa kawat. Proses penyajiannya melalui kamera dan mikrofon
yang ditransformasikan kedalam getaran elektromagnetik. Setelah diperkuat,
1
Hery Effendy, Industri Pertelevisian Indonesia, (Jakarta: Erlangga. 2008), hal 65. 2
Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), hal 14-24
3
kemudian dimodulasikan menjadi gelombang radio dengan frekuensi tinggi yang
disebut Very High Frequency (VHF) dan Ultra High Frequency (UHF) dan
dipancarkan ke udara melalui stasiun pemancar atau transmisi.
Menurut peneliti, posisi televisi di Indonesia menduduki peringkat media
nomor satu terpopuler dibanding koran, majalah, radio, dan media baru lainnya,
karena penontonnya mengakses secara pasif dan masif dari berbagai kalangan,
terlebih dari golongan menengah kebawah. Pada umumnya, mereka menonton
televisi setiap hari guna mendapatkan informasi aktual dan membuat wacana
sendiri dari hasil pengamatan tontonan mereka dan kemudian mereka membuat
diskusi kecil atau wacana kecil dengan keluarga atau teman dan tetangga.
“Mcluhan (1962,1964) dan Quentin Fiore, 1967,1966) menyatakan bahwa media dari sebuah era menentukan esensi dari sebuah masyarakat. Mereka mengemukakan empat era atau zaman, dalam sejarah media, yang masing-masing berkaitan dengan cara komunikasi dominan dari zaman tersebut. Lebih jauh lagi, Mcluhan menyatakan bahwa media bertindak
sebagai perpanjangan dari indra manusia dalam tiap era.”4
B. Konsep Editorial dan Teori Hegemoni
a. Konsep Editorial
Editorial sering disebut tajuk rencana, adapun menurut peneliti, editorial
atau tajuk rencana ini adalah opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media
sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau
kontroversial yang berkembang di masyarakat. Opini yang ditulis pihak redaksi
4
12
diasumsikan mewakili redaksi sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi
media yang bersangkutan.
Pengertian Editorial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
artikel di surat kabar atau majalah yang mengungkapkan pendirian editor atau
pimpinan surat kabar atau majalah tersebut mengenai beberapa pokok masalah
(tajuk rencana).5
Tajuk rencana mempunyai sifat :
1. Krusial dan ditulis secara berkala, tergantung dari jenis terbitan medianya.
Misalnya media masa harian (daily), mingguan (weekly), dwi mingguan
(biweekly) atau bulanan (monthly).
2. Isinya menyikapi situasi yang berkembang di masyarakat luas baik itu
aspek sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, hukum, pemerintahan, atau
olah raga bahkan entertainment, tergantung jenis liputan medianya.
3. Memiliki karakter atau konsistensi yang teratur kepada para pembacanya
terkait sikap dari media masa yang menulis tajuk rencana.
Karena merupakan suara lembaga, maka tajuk rencana tidak ditulis dengan
mencantumkan nama penulisnya, seperti halnya menulis berita atau features.
Sebelum membuat tajuk rencana terlebih dahulu diadakan rapat redaksi yang
dihadiri oleh pemimpin redaksi, redaktur pelaksana serta segenap jajaran redaktur
yang berkompeten untuk menentukan sikap bersama terhadap suatu permasalahan
krusial yang sedang berkembang di masyarakat atau dalam kebijakan
5
pemerintahan. Setelah tercapai pokok-pokok pikiran, dituangkanlah dalam sikap
yang kemudian dirangkum oleh awak redaksi yang telah ditunjuk dalam rapat.
Dalam koran harian biasanya tajuk rencana ditulis secara bergantian,
namun semangat isinya tetap mencerminkan suara bersama setiap jajaran
redakturnya. Dalam proses ini reporter amat jarang dilibatkan, karena dinilai dari
segi pengalaman serta tanggungg jawabnya yang tebatas.
b. Teori Hegemoni
“Sering dikaitkan dengan kontribusi Antonio Gramsci dengan teori ideologi, dan terutama dengan konsep hegemoni. Setelah kelompok dan anggota sosial menerima ideologi dominan sebagai refleksi dari tujuan, keinginan atau kepentingan mereka, ideologi mereka akan menjadi
keyakinan yang diterima begitu saja atau“Common Sense”. Dominasi
ideologi dan Hegemoni akan menjadi “sempurna” ketika kelompok-kelompok yang didominasi tidak dapat membedakan antara minat mereka dan kepentingan orang-orang atau sikap dari kelompok dominan. Dalam hal ini, mereka mungkin tidak dapat melihat ideologi yang saling bertentangan (bahkan ketika dalam kepentingan terbaik mereka sendiri) sebagai alternatif yang layak atau dapat diterima. Sehingga akan kembali
ke dimensi sosial dan kepatuhan-kepatuhan ideologis.”6
Bagi Gramsci berjalannya hegemoni tidak hanya bisa dilakukan oleh
negara yang selama ini dikenal dengan “Ruling Class (Kelas Penguasa)” namun
bisa dilakukan oleh seluruh kelas sosial. Hegemoni sendiri pengertiannya adalah
dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa
ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan
terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai suatu yang wajar yang
bersifat moral, intelektual serta budaya.7 Dalam hal ini penguasaan tidak dengan
6
Teun A. Van Dijk, Ideology A Multidisciplinary Introduction (Sage Pulications, London, 1998) h. 102
7
14
kekerasan melainkan dengan bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai
baik sadar maupun secara tidak sadar.
Dominasi yang paling sering dilakukan adalah oleh alat-alat kekuasaan
seperti sekolah, kaum pemodal, media dan lembaga-lembaga negara. Ideologi
yang disusupkan lewat alat-alat tadi bagi Gramsci merupakan kesadaran yang
bertujuan agar ide-ide yang diinginkan negara (dalam hal ini sistem kapitalisme)
menjadi norma yang disepakati masyarakat.
Dominasi merupakan awal hegemoni, jika sudah melalui tahapan dominasi
maka tahap berikutnya adalah tinggal diarahkan dan tunduk pada kepemimpinan
oleh kelas yang mendominasi. Siapa yang mencoba melawan hegemoni dianggap
orang yang tidak taat terhadap moral serta dianggap tindak kebodohan di
masyarakat bahkan adakalanya diredam dengan kekerasan. Hal inilah menurut
Gramsci yang harus dipahami oleh kaum buruh untuk mengerti mengapa di Eropa
tidak terjadi pemberontakan buruh seperti diramalkan Karl Marx dalam Manifesto
Komunisnya.
Gramsci dalam bahasan teorinya memberi solusi untuk melawan hegemoni
(Counter Hegemony) dengan menitikberatkan pada sektor pendidikan. Kaum
Intelektual menurut Gramsci memegang peranan penting di masyarakat. Berbeda
dengan pemahaman kaum intelektual yang selama ini kita kenal, dalam catatan
intelektual namun tidak semua orang menjalankan fungsi intelektualnya di
masyarakat.8
“Wacana sangat kompleks, menampilkan berbagai tingkatan struktur, masing-masing dengan kategori dan elemennya sendiri, yang dapat dikombinasikan dalam banyak cara. Sebagaimana telah kita lihat, ideologi dapat dinyatakan secara eksplisit dan kemudian mudah untuk di deteksi, tapi hal ini juga mungkin terjadi secara sangat tidak langsung, secara implisit, tersembunyi atau dalam struktur wacana yang kurang jelas, seperti intonasi, keragu-raguan atau kata ganti. Kita perlu mencari kekayaan dari wacana yang menunjukkan dengan jelas variasi ideologis
yang mendasari model konteks (context model), model kejadian (event
models) dan sikap sosial (sosial attitudes).”9
C. Buruh, Tenaga Kerja dan Budak
a. Pendefinisian buruh dan tenaga kerja
Pengertian buruh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang
bekerja untuk orang lain dan mendapat upah. Menurut ketentuan UU No. 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaannya, dari
peraturan pemerintah, peraturan menteri, hingga keputusan-keputusan menteri
yang terkait, dapat ditarik kesimpulan adanya beberapa pengertian
ketenagakerjaan, tenaga kerja, pekerja dan pemberi kerja sebagai berikut.10
1. Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan setelah selesainya masa
hubungan kerja.
8
Antonio Gramsci, Selections from The Prison Notebooks, (Lawrence and Wishart, London, 1971)
9
Teun A. Van Dijk, Ideology A Multidisciplinary Introduction (Sage Pulications, London, 1998) h. 42
10
16
2. Tenaga kerja adalah objek, yaitu setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa, untuk kebutuhan
sendiri dan orang lain.
3. Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain
dengan menerima upah berupa uang atau imbalan dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
Perbedaan Tenaga Kerja dan Pekerja.11
1. Tenaga kerja adalah setiap orang yang melakukan pekerjaan, termasuk
di dalamnya bekerja pada sektor informal, misalnya
wiraswasta/pedagang yang bekerja untuk dirinya sendiri maupun orang
lain.
2. Pekerja adalah mengarah pada bekerja untuk orang lain yang mendapat
upah atau imbalan lain.
Menurut sumber di atas dapat disimpulkan perbedaan definisi antara buruh
(pekerja) dan tenaga kerja yang dapat kita lihat pada konteks kepada siapa
sesorang bekerja. Buruh mendapat arti yang lebih khusus yaitu setiap orang yang
bekerja untuk orang lain yang mendapatkan upah atau imbalan sedangkan tenaga
kerja mempunyai definisi yang lebih umum yaitu setiap orang yang melakukan
pekerjaan, baik di sektor formal maupun informal, seperti contoh wiraswasta yang
bekerja sendiri atau bekerja dengan orang lain.
11
b. Perbudakan dalam pandangan Islam
Dalam antropologi, perbudakan adalah sistem segolongan manusia yang
dirampas kebebasan hidupnya untuk bekerja guna kepentingan golongan manusia
lain. Dari definisi di atas sudah terlihat jelas pendefinisian budak, alangkah
baiknya kita dapat membuat simpulan sendiri dari definisi perbudakan di atas.
Perbudakan adalah sebuah sistem yang ada pada hubungan pekerja dan pengusaha
dimana segolongan manusia dirampas kebebasan hidupnya untuk bekerja guna
kepentingan golongan manusia lain.
Dalam pandangan Islam konsep budak di zaman dahulu sedikit berbeda
dengan konsep budak di zaman sekarang (modern). Di zaman dahulu budak
adalah korban rampasan perang yang dijadikan budak, dan dianjurkan kepada
umat Islam untuk memerdekakan budak tersebut. Pemahaman budak pada zaman
sekarang adalah orang yang tidak punya harta dan diperlakukan secara
semena-mena dan tidak manusiawi dalam suatu sistem, salah satunya adalah sistem dalam
dunia pekerjaan.
Perbudakan juga disebutkan di dalam ayat suci Al-Quran sebagaimana
yang dijelaskan dalam Surah al- Balad/90: 12-14 berikut:
“ 12. tahukah kamu Apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? 13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, 14. atau memberi Makan pada hari terjadi kelaparan,”12
12
18
Ayat di atas menerangkan bahwa jalan yang mendaki lagi sukar itu adalah
melepaskan budak dari perbudakan. Dalam Islam, melepaskan seorang budak dari
praktek perbudakan adalah sebuah tindakan yang mulia dan mendapat ganjaran
pahala dari Allah SWT.
D. Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk
“Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) adalah jenis
penelitian analisis wacana yang secara khusus mempelajari cara
penyalahgunaan kekuasaan sosial, dominasi, dan pemberlakuan
ketidaksamarataan atau ketimpangan, yang direproduksi dan ditentang
oleh teks dan percakapan (text and talk) dalam konteks sosial dan politik.
Dengan penelitian yang dapat dikatakan bersifat pembangkang ini, analisis wacana kritis menempati posisi eksplisit, dan oleh karena itu perlu untuk memahaminya, mengungkapkannya, dan pada akhirnya menolak
kesenjangan sosial.”13
Pada analisis wacana kritis (CDA) kita dapat menemukan perspektif kritis
dalam berbagai macam bidang diantaranya seperti pragmatik, analisis percakapan,
analisis naratif, retorika, gaya bahasa, sosiolinguistik, etnografi atau analisis
media.
Penelitian kritis pada wacana perlu memenuhi sejumlah persyaratan dalam
rangka mewujudkan efisiensi tujuannya:
1. Analisis wacana kritis harus lebih baik daripada penelitian lainnya.
2. Berfokus pada masalah sosial dan isu-isu politik.
3. Analisis kritis yang memadai secara empiris pada masalah sosial adalah
multidisiplin.
13
4. Analisis wacana kritis lebih mencoba untuk menjelaskan kekayaan
interaksi sosial dan khususnya struktur sosial.
5. Berfokus pada cara-cara struktur wacana dilakukan, diterima, disahkan,
direproduksi, atau menantang hubungan kekuasaan dan dominasi dalam
masyarakat.
“Fairclough dan Wodak (1997: 271-80) merangkum prinsip utama
CDA (Critical Discourse Analysis) sebagai berikut:
1. CDA menangani masalah-masalah sosial
2. Hubungan kekuasaan yang diskursif
3. Wacana yang membentuk masyarakat dan budaya
4. Wacana yang melakukan wacana ideologis
5. Wacana adalah sejarah
6. Hubungan yang dimediasi antara teks dan masyarakat
7. Analisis wacana adalah interpretatif
8. Wacana adalah bentuk aksi sosial.”14
a. Tujuan Analisis Wacana Kritis
“Analisis wacana kritis merupakan pendekatan kritis yang secara
khusus berada dalam studi “text and talk (teks dan percakapan)”, muncul
dari linguistik kritis, semiotik kritis, dan secara umum berasal dari kesadaran sosial politik serta merupakan cara oposisi dari penelitian bahasa, wacana dan komunikasi. Bekerja atau mengolah dalam CDA
digolongkan pada kriteria berikut:15
Berorientasi pada masalah atau isu, bukan berorientasi paradigma
Sebuah pendekatan kritis, posisi atau sudut dari pembelajaran teks dan
percakapan (text and talk).
Olahan analisis wacana kritis secara khusus adalah multidisiplin, dan
berfokus pada hubungan antara wacana dan masyarakat (termasuk kognisi sosial, politik dan budaya).
Menurut sejarah dan sistemnya, analisis wacana kritis adalah bagian
dari sebuah spektrum luas dari studi kritik pada umat manusia dan ilmu pengetahuan sosial, misalnya, pada sosiologi, psikologi, penelitian komunikasi masa, hukum, kesusastraan dan ilmu politik.
14
Ibid 15
20
Analisis wacana kritis memperhatikan semua level atau tingkatan dan
dimensi atau ukuran dari wacana semuanya dikolektifkan dalam tatabahasa (fonologi, sintaksis, ilmu semantik), gaya, retorika,
skematis, organisasi, tindakan berbicara (speech acts), strategi-strategi
pragmatis, dan semua interaksi yang berada dalam masyarakat
Studi Analisis Wacana Kritis tidak hanya membatasi pada pendekatan
“verbal” dalam wacana, tapi juga memperhatikan ukuran atau dimensi semiotik lain (gambar-gambar, film, suara, musik, gestur, dll) pada peristiwa komunikasi.
Analisis wacana kritis secara khusus fokus pada (kelompok) hubungan
dari kekuasaan, dominasi, dan ketidaksamarataan atau ketimpangan sosial dan cara ini merupakan reproduksi yang menentang anggota
kelompok sosial melalui teks dan percakapan (Text and Talk).
Karya pada analisis wacana kritis kebanyakan berhubungan dengan
sesuatu yang diwacanakan dan menjadikan atau melegitimasi struktur-struktur dan strategi dari dominasi atau kekuasaan dan perlawanan
pada hubungan sosial dari kelas, jenis kelamin, suku-suku, ras,
orientasi seksual, bahasa, agama, umur, kebangsaan atau wilayah dunia.
Karya pada Analisis wacana kritis adalah tentang pokok-pokok yang
mendasari ideologi tentang peran dalam reproduksi atas perlawanan yang menentang kekuasaan atau ketimpangan.”
Secara teori dan deskriptif kita butuh untuk menyelidiki struktur-struktur
dan strategi dari teks dan percakapan, dan kemudian mengikutinya supaya
menemukan pola dari dominasi kaum elit atau manipulasi “dalam” teks. Atau
sebaliknya, memusatkan pada masalah besar sosial dan politik serta isu-isu seperti
sexism dan racism, kita butuh untuk merincikan bagaimana bentuk dari
ketimpangan diekspresikan, diperankan, disyahkan, dan direproduksi oleh teks
dan percakapan.
b. Konseptual dan Kerangka Teori Analisis Wacana Kritis
Teun A. Van Dijk berfokus pada konsep dasarnya yang menyusun
kerangka teori yang secara kritis menghubungkan wacana, kognisi dan
masyarakat, atau dalam kajian umum yang dipahami adalah hubungan antara teks,
Skema penelitian dan metode yang biasa dilakukan dalam kerangka van
[image:35.612.102.513.175.643.2]Dijk adalah sebagai berikut:16
Tabel 1
Skema Penelitian dan Metode Van Dijk
Struktur Metode
Teks
Menganalisis bagaimana strategi wacana yang digunakan untuk menggambarkan seseorang atau
peristiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk memarjinalkan suatu
kelompok, gagasan atau peristiwa tertentu
Critical Linguistic
Kognisi Sosial
Menganalisis bagaimana kognisi penulis dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan ditulis
Depth Interview
(Wawancara mendalam)
Konteks Sosial
Menganalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau
peristiwa digambarkan
Studi pustaka, penelusuan sejarah dan
wawancara
“Penggunaan bahasa, wacana dan interaksi verbal serta komunikasi
adalah kepunyaan mikrolevel dari tatanan sosial. sedangkan kekuasaan,
dominasi, dan kesenjangan antara kelompok-kelompok sosial adalah
istilah dari analisis makrolevel. CDA punya jembatan secara teori yang
dikenal “gap” antara pendekatan makro dan mikro, yang tentu saja
perbedaan itu merupakan konstruksi sosiologis didalamnya sendiri (Alexander et al 1987;. Knorr-Cetina dan Cicourel 1981). Dalam interaksi sehari-hari dan pengalamnnya, makro dan mikro (serta perantaranya “mesolevel”) membentuk satu kesatuan utuh. Kita ambil contoh misalnya,
pidato rasis di parlemen adalah wacana yang pada mikrolevel yakni
interaksi sosial dalam situasi, tetapi pada saat yang sama dapat dibuat
16
22
menjadi bagian konstituen dari undang-undang atau sebuah reproduksi
rasisme pada tingkat makrolevel.”17
Ada empat cara untuk menganalisis dan menjembatani tingkatan ini untuk
[image:36.612.103.515.179.680.2]sampai pada kesatuan analisis kritis:18
Tabel 2
MIKRO MAKRO
Anggota: pengguna bahasa terlibat
dalam wacana sebagai anggota dari
kelompok sosial, organisasi atau
lembaga
Kelompok: kelompok dapat bertindak
“dengan” anggota mereka sendiri
Tindakan : tindakan sosial dari aktor
individu
Proses : bagian yang penting dari aksi
kelompok atau proses sosial, seperti
pembuatan undang-undang, pembuatan
berita, atau sebuah reproduksi dari
rasisme
Konteks : lokal dan konteks secara
umum berhubungan erat dan keduanya
adalah batasan pada wacana
Struktur Sosial : situasi interaksi
diskursif atau wacana adalah bagian
dari struktur sosial. kita ambil contoh:
sebuah konferensi pers adalah sebuah
praktek khusus dari organisasi dan
17
Teun A. Van Dijk, Critical Discourse Analysis (Amsterdam University Press, Amsterdam, 2005) h. 354
institusi media.
Pribadi : pengguna bahasa sebagai
aktor sosial mempunyai kepribadian
dimana mereka mempunyai : Memori
pribadi, ilmu pengetahuan dan opini
Kognisi sosial : mereka berbagi dengan
anggota kelompok atau kebudayaan
secara keseluruhan, dimana terjadi
saling bertukarnya “representasi sosial”
yang mengatur aksi bersama atau
kolektif dari sebuah kelompok
c. Kerangka Analisis Wacana Van Dijk
i. Dimensi Teks
Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan
menggunakan elemen ini. Meski terdiri atas berbagai elemen, semua elemen itu
merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama
lainnya.19
Struktur Analisis Wacana yang dikemukakan van Dijk ini dapat
digambarkan sebagai berikut:20
[image:37.612.102.513.78.671.2]Tabel 3.
Struktur Wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur Makro TEMATIK
(apa yang dikatakan?)
Topik
Superstruktur SKEMATIK Skema
19
Alex Sobur, Analisis Teks MediaSuatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, (cet ke-5; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 74
24
(Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai)
Struktu Mikro SEMANTIK
(Makna yang ingin ditekankan dalam teks
berita
Latar, Detail, maksud,
praduga, nominalisasi
Struktur Mikro SINTAKSIS
(Bagaimana pendapat disampaikan?)
Bentuk kalimat,
koherensi, kata ganti
Struktur Mikro STILISTIK
(Pilihan kata apa yang dipakai)
Leksikon
Struktur Mikro RETORIS
(Bagaimana dan dengan cara apa penekanan
dilakukan?)
Grafis, Metafora,
Ekspresi
ii. Dimensi Kognisi Sosial
Dalam kerangka analisis Van Dijk, pentingnya kognisi sosial yaitu
kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Karena, setiap teks
pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau
pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa.
Peristiwa dipahami berdasarkan skema atau model. Skema
dikonseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup cara pandang
dapat digunakan dalam analisis kognisi sosial penulis, digambarkan sebagai
berikut:21
[image:39.612.102.513.162.567.2]Tabel 4.
Skema Person (Person Schemas)
Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang orang lain
Skema Diri (Self Schemas)
Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dan digambarkan oleh seseorang
Skema Peran (Role Schemas)
Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi seseorang dalam masyarakat
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Skema ini berhubungan dengan bagaimana peristiwa ditafsirkan dan dimaknai dengan skema tertentu
iii. Dimensi Konteks Sosial
Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah konteks sosial, yaitu
bagaimana wacana komunikasi diproduksi dalam masyarakat. Titik pentingnya
adalah untuk memajukan bagaimana makna dihayati bersama, kekuasaan sosial
diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi.
Wacana dalam hal ini diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu
konteks tertentu. Menurut pandangan Cook, analisis wacana juga memeriksa
konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan, dengan siapa dan
mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana
perbedaan tipe komunikasi dan bagaiamana hubungan masing-masing pihak.22
21
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 262 22
26
BAB III
Gambaran Umun
A.
Profil Metro TV (PT. MEDIA TELEVISI INDONESIA)
1Ijin Siaran
: No. 800/MP/PM/1999
Dikeluarkan pada
: Tanggal 25 Oktober 1999
Dikeluarkan Oleh
: Menteri Penerangan Indonesia
SUSUNAN DIREKSI
Adrianto Machribie
President Director
Andre Burhanudin
Deputy President Director
and Finance &
Administration Director
Suryopratomo
News Director
Lestary Luhur
Sales & Marketing
Director
John Balonso
Technical Director
Putra Nababan
Editor-in-Chief
1
1.
Sejarah Singkat
Metro TV adalah televisi berita 24 jam pertama di Indonesia yang mulai
mengudara pada tanggal 25 November 2000. Metro TV merupakan salah satu anak
perusahaan dari MEDIA GROUP yang dimiliki oleh Surya Paloh. Surya Paloh
merintis usahanya di bidang pers sejak mendirikan surat kabar harian PRIORITAS.
Pada tahun 1989, ia mengambil alih Media Indonesia, yang kini tercatat
sebagai surat kabar dengan oplah terbesar setelah Kompas di Indonesia. Oleh karena
kemajuan teknologi, Surya Paloh memutuskan untuk membangun sebuah televise
berita mengikuti perkembangan teknologi dari media cetak ke media elektronik.
Metro TV bertujuan untuk menyebarkan berita dan informasi ke seluruh pelosok di
Indonesia. Selain bermuatan berita, Metro TV juga menayangkan beragam program
informasi mengenai kemajuan teknologi, kesehatan, pengetahuan umum, seni dan
budaya, dan lainnya guna mencerdaskan bangsa. Metro TV terdiri dari 70 % berita
(news), yang ditayangkan dalam 3 bahasam yaitu Indonesia, Inggris, dan Mandarin,
ditambah dengan 30 % program non berita (non news) yang edukatif.
Metro TV mulai mengudara pada tanggal 25 November 2000 dengan 12 jam
tayang. Dan sejak April 2001 Metro TV sudah mulai mengudara selam 24 Jam.
Metro TV dapat ditangkap secara teresterial di 280 kota yang tersebar di
28
Selain secara terrestrial, siaran Metro TV dapat ditangkap melalui televisi
kabel di seluruh Indonesia, melaui satelit Palapa 2 ke seluruh neegara-negara
ASEAN, termasuk di Hongkong, Cina Selatan, Taiwan, Macao, Papua New Guinea,
dan sebagian Australia serta Jepang.
Metro TV melakukan kerjasama dengan beberapa televisi asing yaitu
kerjasama dalam pertukaran berita, kerjasama pengembangan tenaga kerja dan
banyak lagi. Stasiun televisi tersebut adalah CCTV, Chanel 7 Australia, dan Voice of
America (VOA). Selain bekerjasama dengan stasiun televisi Internasional, Metro TV
juga memiliki Internasional kontributor yang tersebar di Jepang, China, USA, dan
Inggris. Dengan kerjasama Internasional ini Metro TV berusaha untuk memberikan
sumber berita mengenai keadaan dalam negeri yang dapat dipercaya dan
komprehensif kepada dunia luar dan juga hal ini mendukung Metro TV untuk
menjadi media yang secara cepat, tepa dan cerdas dalam mendapatkan beritanya.
Metro TV juga memiliki 19 buah mobile satellite untuk dapat menayangkan
secara live kejadian-kejadian yang berlangsung setempat. Peralatan tersebut berupa :
12 buah mobil SNG (
Satelite News Gathering
)
2.
VISI dan MISI
VISI :
Untuk menjadi stasiun televisi yang berbeda dengan menjadi nomor satu
dalam program beritanya, menyajikan program hiburan dan gaya hidup
yang berkualitas. Memberikan konsep unik dalam beriklan untuk
mencapai loyalitas dari pemirsa maupun pemasang iklan.
MISI :
Untuk membangkitkan dan mempromosikan kemajuan Bangsa dan
Negara melalui suasana yang demokratis, agar unggul dalam kompetisi
global, dengan menjunjung tinggi moral dan etika.
Untuk memberikan nilai tambah di industri pertelevisian dengan
memberikan pandangan baru, mengembangkan penyajian informasi yang
berbeda dan memberikan hiburan yang berualitas
Dapat mencapai kemajuan yang signifikan dengan membangun dan
menambah asset perusahaan, untuk meningkatkan kualitas dan
kesejahteraan para karyawannya dan menghasilkan keuntungan yang
signifikan bagi pemegang saham.
3.
LOGO & ARTI METRO TV
Logo Metro TV dirancang tampil dalam citraan tipografis sekaligus citraan
[image:43.612.100.530.155.578.2]30
(diwakili huruf-huruf : M-E-T-R-T-V) dengan visual (diwakili simbol bidang elips
emas kepala burung elang). Elips emas dengan kepala burung elang pada tempat
diposisi huruf “O”, dengan pertimbangan kesamaan huruf “O” dengan elips emas,
dan menjadi pemisah bentuk – bentuk teks M-E-T-R dengan T-V. Hal itu mengingat,
dirancang agar pelihat akan menangkap dan membaca sekaligus melafalkan METR –
TV sebagai METRO TV.
Logo Metro TV dalam kehadirannya secara visual tidak saja dimaksudkan
sebagai simbol informasi atau komunikasi METRO TV secara institusi, tetapi
berfungsi sebagai sarana pembangunan image yang cepat dan tepat dari masyarakat
terhadap institusi METRO TV.
4.
TARGET AUDIENCE
Target audience Metro TV adalah :
Stasiun TV lain
Metro TV
Me-too product :
90% Entertainment
10% News
Sign on – sign off
15-25% in house production
Berita/ Informasi :
70% news
30% non news
24 hours
Target audience : all segment
Target audience = segmented M/F, AB,
20+
Keterangan :
M/F
: Male / female ; Pria / Wanita
20+
: Umur di atas 20 tahun
Segment
: Segmentasi dari pemirsa yang bisa dipilah-pilah berdasarkan
berbagai kategori seperti jenis kelamin, umur, domisili, expenditure.
Expenditure : Besarnya pengeluaran rata-rata per bulan oleh tiap individu untuk
memenuhi kebutuannya dan tidak termasuk tabungan.
5.
BIRO – BIRO METRO TV
Untuk mempermudah koordinasi berbagai informasi anatara kantor pusat
dengan daerah, saat ini Metro TV ada 6 kantor cabang biro yang terletak di kota-kota
besar, antara lain di daerah :
Biro Yogyakarta
Biro Medan
Biro Makasar
Biro Surabaya
32
Biro Pekanbaru
6.
KATEGORI / PEMBAGIAN PROGRAM METRO TV
a.
Metro hard News
: 1) Metro hari ini 2) Metro This Week 3)Top
Nine News 4) Metro Siang 5) Metro Pagi 6) Metro Malam 7)
Indonesia Now 8) Metro Xin Wen 9) Headline News 10) After
Hours 11) Wideshot
b.
News : Special News
: 1) Breaking News
c.
News : Talkshow
: 1) Today’s Dialogue ; 2) Suara anda 3) Bedah
Editorial Media Indonesia 4) Public Corner 5) 8-11
d.
News : Feature
: 1) Metro Highlihts 2) Genta Demokrasi 3) Metro
Realitas
e.
Information : Documentary
1) Inside 2) News Makers 3) Young
On Top 4) Journalist On Duty
f.
Information : Talkshow
: 1) Mario Teguh Golden Ways 2) Kick
Andy 3) Mata Najwa 4) Just Alvin
g.
Information : Infomercial
:
1) Agung Sedayu Group 2)
Wonderfull Living 3) Ancol Mansion 4) Residence 8 @ senopati
h.
Information : Infotainment
: 1) Strabuzz
i.
Information : Skill/Hobbies
: 1) Tren Tekno 2) Otoblitz
j.
Information : Travel/Lifestyle/Leisure
: 1) Menu & Venue 2)
Travelista 3) Jalan – jalan Asyik 4) Ceria Bersama Keluarga
l.
Entertainment : Talkshow
: 1) Neo Democrazy 2) Galau Nite 3)
Oprah Winfrey Show 4) Rachael Ray
m.
Entertainment : Reality Show
: 1) Destroyed in Seconds
n.
Filler : News
: 1) B-News
o.
Filler : Others
: 1) Advertorial 2) Lensa Bisnis 3) Uang Anda
B.
Alur Produksi Wacana dalam Editorial Media Indonesia
Editorial juga sering disebut tajuk rencana, editorial atau tajuk rencana ini
adalah opini atau pendapat dan sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan
terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontroversial yang berkembang di
masyarakat. Opini yang ditulis pihak redaksi diasumsikan mewakili redaksi sekaligus
mencerminkan pendapat dan sikap resmi media yang bersangkutan. Penulisan
editorial pada berbagai media di Indonesia berbeda-beda konsep dan caranya,
editorial terbentuk oleh sistem yang ada pada masing-masing lembaga tersebut.
Untuk penulisan editorial di Media Indonesia dipegang oleh delapan orang
penulis yang latar belakang pendidikannya sebagai berikut, enam orang strata satu
(S1), dan dua orang strata dua (S2). Menurut Narasumber, batas minimal tingkat
pendidikan sebagai penulis editorial adalah strata satu (S1). Penulis tidak selalu harus
orang yang punya jabatan tinggi dalam struktur lembaga tersebut, selama dia punya
intelektual yang bagus, maka layak untuk ikut andil sebagai penulis editorial dan
34
pertama karena ada peristiwanya dan yang kedua adalah karena peristiwa atau kasus
tersebut dianggap luar biasa.
2Berikut bagan alur pembuatan wacana dalam Editorial Media Indonesia:
Skema diatas menjelaskan bagaimana wacana diproduksi dan dipublikasikan
kepada masyarakat. Pada
box
yang bergaris putus-putus, menerangkan bahwa
editorial pebudakan modern dalam versi cetak tidak diterbitkan pada hari itu
dikarenakan Media Grup tidak menerbitkan media cetak pada hari libur atau tanggal
merah.
2
Hasil wawancara dengan Direktur Pemberitaan Media Indonesia, Usman Kansong, Jakarta, 3 Oktober 2013
Perist iwa / isu Dianggap Luar
Biasa M asuk ke
M edia
Rapat Edit orial di Ruang Direkt ur Pem berit aan (set iap hari kerja jam 2 siang) Penent uan Tem a
dan Pengam bilan Keput usan Bersam a Penulisan Edit orial
oleh penulis yang sudah disepakat i
Diedit oleh redakt ur bahasa
Diput uskan layak cet ak oleh Direkt ur
Pem berit aan
Dit ebit kan di m edia cet ak (Harian M edia Indonesia)
Didubbing di M et ro TV (produksi video) Dibedah dalam Program
Bedah Edit orial M edia Indonesia di M et ro TV Didiskusikan dalam
Ada beberapa komponen media yang akan diteliti lebih dalam pada penelitian
ini. Untuk media cetak tidak diteliti, dikarenakan editorial ini tidak diterbitkan dalam
versi cetak terkait produksinya pada hari libur, maka penelitian ini akan meneliti lebih
dalam kepada media elektronik. Objek penelitian yang akan diteliti pada media
elektronik adalah:
1.
Editorial “Perbudakan Modern” dalam bentuk teks yang dipublikasikan
dilaman
website
www.metrotvnews.com
.
2.
Editorial “Perbudakan Modern” yang divisualkan dalam bentuk video.
Editorial dalam bentuk video ini tayang di Metro TV pada tanggal 9 Mei
2013.
3.
Objek wacana berupa diskusi antara komunikator dan komunikan dalam
program Bedah Editorial MI, dalam hal ini objeknya adalah percakapan antara
pembawa acara (Gilang Ayunda) dan narasumber (Elman Saragih sebagai
Dewan Redaksi Media Grup). Peneliti memperoleh data
copy
tayang dari
institusi Metro TV.
4.
Wacana yang berkembang di Ruang Publik (
Public Sphere
) yaitu sesi telpon
interaktif yang dipimpin oleh
host
program Bedah Editorial MI.
Keempat elemen ini adalah objek yang akan diteliti lebih lanjut pada Bab
selanjutnya. Penelitian ini menggunakan kerangka analisis wacana kritis Teun A. Van
36
C.
Wacana Perbudakan Modern dalam Teks Editorial Media Indonesia
Perbudakan Modern
3APA yang ada dibenak kita ketika mendengar kata perbudakan? Hampir
semua orang akan membayangkan sebuah peristiwa kerja paksa yang banyak
dilakukan ratusan tahun yang lalu. Tapi, yang terjadi di Tangerang, Banten, ialah
peristiwa hari-hari ini, bukan kejadian masa lampau. Bukan hanya itu, peristiwa
tersebut terjadi di beranda rumah kita sendiri, bukan di tempat nun jauh di sana.
Pada Jumat (3/5) lalu, aparat kepolisian berhasil membongkar praktik
perbudakan di sebuah industri pengolahan limbah menjadi perangkat aluminium yang
berlokasi di Kampung Bayur Opak RT 03 RW 06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan
Sepatan Timur, Tangerang, Banten. Sebanyak 34 buruh dibebaskan. Para buruh itu
ditemukan dalam kondisi tidak terurus dan tertekan. Mereka dipaksa bekerja sekitar
16 jam dalam sehari dan tidak diperbolehkan menjalin kontak dengan dunia luar. Para
buruh juga tidak menerima fasilitas hidup yang layak, tidak diizinkan beribadah salat,
bahkan dilarang istirahat. Sebagian besar dari mereka juga mengaku tidak menerima
gaji.
Sampai saat ini polisi telah menetapkan lima tersangka. Para tersangka
dikenai Pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan dan Pasal 351 KUHP
tentang penganiayaan. Polisi juga sudah memeriksa tiga anggota aparat negara, yakni
seorang tentara dan dua polisi yang sering berhubungan dengan sang pemilik pabrik
3
panci itu. Polisi tengah menelusuri apakah ketiga aparat tersebut menjadi beking
dalam kasus perbudakan modern itu. Bukan hanya itu, polisi juga tengah mendalami
kemungkinan adanya aksi perdagangan manusia (human traficking). Hal itu diperkuat
oleh fakta soal keberadaan perekrut tenaga kerja non institusional yang berkeliling
kampong menjaring calon-calon buruh.
Jelas bahwa peristiwa di SepatanTimur, Tangerang, itu kian menampar wajah
Republik ini. Ia seolah menjadi penegas bahwa urusan manusia dan kemanusiaan
kerap terabaikan. Jangankan komitmen melindungi tenaga kerja Indonesia (TKI) di
luar negeri, peristiwa di rumah sendiri saja terabai