HUBUNGAN ANT ARA KONSEP DIRI DENGAN
PERILAKU BERBUSANA
Disusun Oleh:
AS TUT I
1981914508
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SY ARIF HIDAY ATULLAH
JAKARTA
SKRIP SI
Diajukan Kepada Fakuitas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat- Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Pembimbing I
Dra. Alldah Mas'ud
Ole!i
ASTUTI
1981914508
Di bawah Bimbingan
Pembimbing II
Drs. Abdul Mujib, M.Ag
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negcri
sケセイゥヲ@HidayatuHah
Jakarta
P:>ikologi UIN SyarifHidayatullah Jakarta pada tanggal l l Februari 2004. Skripsi ini
telah diterirna sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Smjana Program
Strata l (SI) pada Fakultas Psikologi.
Dekan/
J(etua Merangkap Anggota
_Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si NIP. 150 021 5938
dセaセsッ・@
Penguji I 1--Dra. Afidah Mas'ud, M.Pd Pembimbing I
Sidang Skripsi
Anggota
Jakarta, 11 Februari 2004
Pembantu Dekan/
Ora. Afidah Mas'ud, M.Pd Penguji II
memberikan kekuatan kepada hamba, kesehatan, kesabaran, ketabahan.yang tanpa itu
mustahil skripsi ini akan selesai
Shalawat serta salam kepada junjungan ku Nabi besar Muhammad SA W,yang
telah memberi ummatnya secercah cahaya untuk mengarungi hidup hingga saat ini.
Penelitian ini bertujuan agar masyarakat lebih mengetahui lebih mendalam
tentang bagaimana seharusnya seorang muslimah berbusana sesuai syariat agama
Islam, serta lebih mengetahui tentang konsep diri, dan agar muslimah mengetahui
bagaimana hubungan antara konsep diri dengan perilaku berbusana.
Dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan-sumbangan
ilmiah bagi perkembangan psikologi khususnya psikologi Islam.
Dalam penelitian ini banyak pihak yang sangat membantu, baik moril maupun
tnateril, yang tanpa mereka mungkin skripsi ini takkan pemah selesai.
Untuk dua orang yang teramat istimewa Ayahanda dan Jbunda tersayang
Syamsudin dan Sunengsih, ucapan terima kasih takkan cukup untuk tiap tetes peluh
dan doanya, untuk perhatian serta kasih sayangnya yang akan tetap aku rindukan
hingga akhir hayatku.
Teriring kata penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang amat dalam
kepada Dosen Pembimbingku Ibu Dra.Afidah Mas'ud (pembimbing I) dan Bapak
Abdul Mujib M.Ag. (pembimbing II), dengan kesabaran serta pengertian
ini baik secara langsung maupun tidak
I. Dra. Hj. Netty Hartati,selaku dekan fakultas Psikologi sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik, terima kasih atas perhatian dan bimbingannya.
2. Para dosen Fakultas Psikologi, yamg telah sabar membimbing serta
memberikan ilmu kepada mahasiswa,terimakasih atas ilmunya semoga
bennanfaat khususnya bagi penulis.
3. Adik-adikku tersayang yang selalu memberikan kekuatan serta selalu
membuatku tertawa bahagia : Dede, "semangat ! ! perjuangan masih panjang".
Isa!, "kamu pasti bisa menjadi seperti yang kamu inginkan". Mift, "mo jadi
dokter yach .... kalo ada kemauan pasti ada jalan ok". Sibontot Iwah, "belajar
ya my sweet brother ... ".! love you all.
4. Teman-teman ku: Pieh, Ly, Rien, Mey, n K'Nunk, you are my best friend, I
think .fi'indship is bell er than eve1ything, thanks untuk selalu mendengarkan curhat n keluh kesah, thanks untuk persahabatan yang manis ini, semoga hati
kita tetap bersatu walaupun jarak akan memisahkan kita. Dan lagi-lagi thanks
buat Masukan, Saran, kritikan yang sangat berarti lmat ku.
5. Gak pemah lupa dan selalu inget, buat Beti & Nie "pasangan abadi" akhimya ogut bisa nyusul nich".Icun, "kemana aja non".Budi yang udah bantuin
nyebar angket dari try out sampe penelitian, thanks guy!.Daniel wien,
"cepet nyusul".K'Beni, K'Muid, "thanks komputernya". Mas Wid, mas
Rudi, mas Pur, Farid, Asep yang gak pernah bosen nanyain kapan selesai,
("Mas, akhirnya As bisa dengan jelas ngasih tau kalo skripsi ini bener-bener
sudah selesai ... ")
5. Teman-teman angkatan 98' Upay, Ii, lpit, your graduation inspired me!!
Wiyah, Nanung,Turhadi, Anang, Agus, you will be the next ok!
6. Untuk petugas perpustakaan UIN SyarifHidayatullah Jakarta, perpus Fakultas
Psikologi UI Depok, Iman Jama' untuk buku-bukunya.
7. Untuk semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Skripsi ini memiliki banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis, oleh
karena itu kritik dan saran amat membantu untuk kesempurnaan skripsi ini walaupun
pada hakekatnya mernang tidak ada yang sernpurna didunia ini.semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat, khususnya bagi mahasiswa psikologi,
untuk menambah khazanah keilmuan, akhirnya penulis serahkan semua kepada
Penguasa manusia.
Jakarta, 2 februari 2004
Penulis
karakteristik serta kemampuannya, bagaimana ia berfikir tentang dirinya, bagaimana seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang lain dan dengan lingkungannya serta berbagai macam aspek kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai persepsi itu.
Dimensi konsep diri adalah (1) Dimensi Internal yang mencakup, (a)diri identitas, (b)diri perilaku, (c)diri penilai, (2)Dimensi Ekstemal, yang mencakup:(a)diri fisik, (b)diri moral etik, (c)diri pribadi, (d)diri keluarga, (e)diri sosial.
Perilaku berbusana adalah cara bagaimana seseorang berbusana sesuai dengan keinginannya serta sesuai dengan norma-norma yang ada dalam lingkungannya. Dalam berbusana seseorang tidak terlepas pada fungsi, manfaat, serta kriteria dari busana yang hendak dipakai.
Busana muslimah memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu: (I) menutup seluruh aurat, (2) tidak ketat, (3) tidak transparan, (4) terlindung dari pengaruh luar, (5) tidak menyerupai laki-laki.
Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan sebagai berikut:
I. Bagaimana konsep diri mahasiswa UIN SyarifHidayatullah Jakarta
2. Bagaimana perilaku berbusana mahasiswa UIN SyarifHidayatullah Jakarta 3. Adakah hubungan antara konsep diri dengan perilaku berbusana
Populasi penelitian ini adalah mahasiswi UIN SyarifHidayatullah Jakarta yang masih aktif, teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan angket skala yaitu skala konsep diri dan skala perilaku berbusana.
Skala konsep diri menggunakan skala yang digunakan oleh Marhaeni, dengan indikator: identitas diri, kepuasan diri, tingkah laku, fisik, moral etik, pribadi, keluarga, dan sosial. Sedangkan skala perilaku berbusana penulis membuat skala sendiri dengan indikator yang dikemukakan oleh Rita Prasetiani yang mengacu pada Al-Quran dan Hadist. Adapun indikatomya adalah ; menutup aurat, tidak transparan, tidak ketat, terlindung dari pengaruh luar, tidak menyerupai laki-laki.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling. Sedangkan teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu dengan mengambil subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Islam.
DAFT AR ISi ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
v BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... l B. Masalah Penelitian ... 5
C. Tujuan dan manfaat Penelitian ... 6
D. Sistematika Penilisan ... 7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri ... 9
I. Pengertian Konsep Diri ... 9
2. Konsep Diri Negatif dan Konsep Diri Positif ... 13
3. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 20
4. Perkembangan Konsep Diri ... 27
5. Dimensi Konsep Diri ... 32
B. Perilaku Berbusana ... 36
l. Pengertian Berbusana ... 36
2. Kriteria Berbusana muslimah ... 38
3. Fungsi Berbusana Muslimah ... 40
4. Pengajuan Hipotesis ... 48
BAB III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 49
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 49
C. Identifikasi Variabel ... 50
1. Variabel penelitian ... 50
2. Definisi Operasional Variabel.. ... 50
D. Teknik Pengumpulan Data ... 51
I. Skala Konsep Diri ... 52
2. Skala Perilaku Berbusana ... 53
E Teknik Pengolahan Data ... 54
I. Validitas Alat Ukur ... 55
2. Reliabilitas Alat Ukur ... 55
3. Uji Normalitas ... 56
4. Uji Hipotesis ... 56
F. Prosedur Penelitian ... 57
1. Tahap Persiapan ... 57
2. Pemilihan Instrumen Pengumpulan Data ... 57
3. Pengujian Instrumen A lat Ukur ... 57
4. Pelaksanaan Penelitian ... 59
C. Analisa dan Interpretasi I-lasil Penelitian ... 64
D. Uji Hipotesis ... 65
BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
A. Kesimpulan ... 66
B. Diskusi ... 66
C. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Tabet 3 .2 Distribusi Item Skala Konsep Diri (sebelum uji coba)
Tabet 3 .3 Distribusi Item Skala Perilaku Berbusana (sebelurn uji coba)
Tabel 3.4 Distribusi Item Skala Konsep Diri (setelah uji coba)
Tabcl 3.5 Distribusi Item Skala l'crilaku Berbusana (sctclah uji coba)
Tai:\el 4.1 Usia Responden
Tabel 4.2 Fakultas Responden
Tabet 4.3 Semester Respondcn
Tabe, 4.4 Kategorisasi Skor Konscp Diri
[image:12.595.31.451.96.549.2]2. Uji Reliabilitas Skala Konsep Diri
3. Uji Validitas Skala Perilaku Berbusana
4. Uji Reliabilitas Skala Perilaku Berbusana
5. Skala Konsep Diri
6. Skala Perilaku Berbusana
7. Skor Konsep Diri
8. Skor Perilaku Berbusana
A. Latar Belakang Masalah
Sejak awal dikenal manusia, pakaian lebih berfungsi sebagai penutup tubuh
dari pada sebagai pernyataan lambang status seseorang dalam masyarakat, sebab
berpakaian ternyata memang merupakan perwujudan dari sifat dasar manusia yang
mempunyai rasa malu sehingga selalu berusaha menutupi tubuhnya. Oleh karena itu,
betapapun sederhananya suatu kebudayaan bangsa, usaha untuk menutupi tubuh
dengan berpakaian itu selalu ada, sekalipun dalam bentuk seadanya.
Bila melihat di sekeliling, maka akan ditemukan bcrbagai macam corak dan
model busana yang biasanya berkaitan erat dengan agama, adat istiadat, dan
kebudayaan setempat. Di negara-negara eropa yang kebanyakan penduduknya
beragama kristen, pakaian schari-harinya dapat bernacam-macam. Di Skotlandia,
laki-laki mengenakan rok sedangkan perempuan mengenakan celana panjang. Namun
dikalangan rohaniawan atau organisasi gereja, pakaian mcrcka dapat mcnunjukan
macam jabatan dan jenjang kepangkatan. Jenis dan potongan, cara mcmakai bagian
busana, bahan, motif, serta aksesoris, semua diatur dengan ketat dan bersifat sakral.
Bila mencoba menelaah perkembangan busana sesuai dengan jenis kelamin
pemakainya, ada hal yang menarik yaitu busana kaum laki-laki umumnya lebih stasis
dibanding perempuan, walaupun ada perubahan tidak terlalu mencolok, baik dalam
perubahan peradaban, pada awalnya busana perempuan primitif cukup hanya dengan
melilitkan kulit kayu yang sudah dilunakkan, dengan ukuran yang hanya cukup untuk
menutupi bagian tertentu dari tubuhnya, namun kemudian terns meningkat hingga
akhimya menutupi seluruh tubuh.
Saat ini, di Indonesia khususnya seseorang bebas memakai pakaian sesuai
dengan kehendaknya atau sesuai dengan ketentuan agama dan budayanya.
Sebagai agama universal, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
merupakan suatu sistem hidup yang lengkap, yang senantiasa memberikan pedoman
kepada umatnya mulai dari yang paling dasar sampai yang paling puncak. Oleh
karena itu, Islam bukanlah sebagai agama yang hanya terbatas pada kehidupan
pribadi, yang semata-mata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya,
sebagaimana konsepsi agama-agama selain Islam, melainkan memberikan pedoman
hidup yang utuh dan menyeluruh.
Saat ini, kita bisa melihat begitu banyak wanita muslimah yang mengenakan
busana muslimah, hal ini sangat membanggakan kita sebagai umat muslim. Akan
tetapi seiring dengan perkembangan mode, bermunculan bcrbagai jcnis mode busana
muslimah, dalam berbagai corak dan warna yang mcnjanjikan kecantikan dan
keanggunan si pemakai, sehingga kita dapat pula melihat banyak dari para muslimah
yang mengenakan busana tetapi tidak memperdulikan syarat-syarat yang telah
tidak boleh menyukainya atau bahkan memakainya, asalkan semuanya tidak
melanggar rambu-rambu dalam agama tentang bagaimana seharusnya seorang
muslimah memakai busana, selain itu yang terpenting bagi muslimah adalah menjaga
hati agar busana muslimah yang dikenakan tidak menjerumuskannya kedalam api
neraka, dikarenakan niat menjadi berubah dari ingin menjalankan perintah Allah.
Islam tidak melarang umatnya mengikuti trend mode busana, selama mode
busana tersebut tidak memperlihatkan aurat si pemakai dan selama busana tersebut
tidak menyalahi syariat yang telah ditentukan.
Kini banyak kaum muslimah yang memakai busana muslimah, tetapi tidak
mengikuti syariat yang telah ditentukan oleh agama, rnisalnya dcngan melilitkan
kerudung ke lehcmya sehingga mcmperlihatkan sebagian dari lehernya dan
memperlihatkan sebagian rambutnya.
Maraknya para muslimah mernakai busana muslimah kini didukung penuh
oleh berbagai rumah mode yang lihai melihat pasar sehingga perkcmbangan
model-model busana rnuslimah semakin marak. Mereka berlomba-lomba rncrancang
berbagai model busana muslimah sehingga fungsinya bcrubah. Ditambah dengan
berbagi maeam aksesoris dan hiasan membuat busana muslimah berubah fungsi
sebagai perhiasan dan menambah kecantikan si pemakainya sehingga wanita tcrsebut
menjadi pusat perhatian.
Dalam berbusana, seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor
Apakah konsep diri termasuk dalam satu ha! yang
「・イィオ「オョァ。セᄋᄋ。・ョセNヲャ@
peril.aku',,
berbusana, dimana konsep diri merupakan suatu konstruk yang digunakan 、。ャセュ@ · •
memahami tingkah laku seseorang.
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam perilaku
seseorang karena itu setiap orang bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya, atau
secara sederhana dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan
pandangan-pandangan atau penghayatan dan perasaan tentang diri sendiri, jadi bagaimana
seseorang memandang dirinya.
Adapun konsep diri itu ada yang positif maupun negatif, tergantung cara
pandang orang itu sendiri. Dari pcngamatan scscorang tcntang dirinya ini lcrkandung
suatu penilaian terhadap dirinya sendiri, kemudian dari penilaian ini muncullah sikap
dan perasaan terhadap dirinya tennasuk kepribadian.
Bermunculannya berbagai model busana muslimah dewasa ini membuat para
muslimah antusias menyambutnya sehingga mereka lupa akan peraturan dan syarat
dari busana muslimah itu sendiri. Mcrcka mengikuti trend mode yang ada tanpa
memperdulikan ciri dari pribadi muslimah.
Timbulnya jilbab gaul, dimana si pemakai melilitkan kerudungnya
sedemikian rupa sehingga memperlihatkan sebagian lehernya, serta dipadu dengan
busana muslimah yang terlihat ketat di badan, ha! tersebut terlihat di berbagai tempat
terutama tentang apa sebenarnya yang memotivasi mereka sehingga mereka
mengenakan busana terse but, apakah di karenakan keterbatasan pengetahuan mereka
tentang agama, terutama tentang bagaimana sebenarnya busana muslimah itu, atau
dikarenakan konsep dirinya yang rendah sehingga semaunya berbusana tanpa
memperdulikan keburukan apa yang akan ditimbulkan pada dirinya. Dikarenakan
konscp dirinya yang rcndah tcrscbut mcmbuat si pemakai tidak memandang dirinya
berharga, ia tidak merasa malu memakai busana tanpa melihat rambu-rambu dalam
agama, dan tidak memperdulikan nonna yang ada di lingkungannya.
Oleh karena itu dilihat dari latar belakang yang telah diuraikan tersebut
diatas, maka penulis mengambil tema penelitian tentang husana yaitu dengan judul:
"HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIR! DENGAN PERILAKU BERBUSANA"
B. Masalah Penelitian
I. Perumusan Masalah
a. Bagaimana konsep diri mahasiswa UIN Jakarta?
b. Bagaimana perilaku berbusana mahasiswa UIN .Jakarta?
c. Apakah terdapat hubungan antara konscp diri dengan perilaku
berbusana mahasiswa UIN Jakarta ?
2. Pembatasan Masalah
a. konsep diri yang dimaksud adalah pemahaman mahasiswa tentang
yang sesuai dengan aturan dalam syariat Islam, baik dari segi ciri,
fungsi, manfaat, maupun kriterianya. Dan diharapkan dengan busana
muslimah tersebut dapat mencerminkan pribadi muslimah yang anggun
dan berbudi pekerti baik.
c. Mahasiswa yang dimaksud adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri
(UIN) syarif Hidayatullah Jakarta, yang masih aktif, dan penulis
mengambil spesifikasi dalam penelitian ini adalah khusus untuk
mahasiswi.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui
bagaimana konsep diri mahasiswa UIN serta bagaimana perilakunya dalam
berbusana. Serta adakah hubungan antara konsep diri dengan perilaku berbusana.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan masyarakat khususnya
muslimah agar lebih mengetahui apa itu busana muslimah, syarat, fungsi serta kriteria
dari busana muslimah. Selain itu muslimah diharapkan lebih mengetahui tentang
konsep diri, dan agar muslimah mengetahui adakah hubungan antara konsep diri
dengan perilaku berbusana muslimah.
Penelitian yang disusun dengan menggunakan metode korelasional ini,
minat pada peneliti Iain untuk melakukan penelitian baru yang berhubungan dengan
penelitian ini, serta dapat melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada dalam
penelitian ini.
D. Sistcnrntikn Pcnulisnn
Dalam penyusunan penelitian m1, penulis membagi ke dalam lima bab
dengan perincian sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, meliputi : latar belakang masalah, masalah penelitian,
yang mencakup perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka, yang terdiri alas beberapa sub bab, yaitu : konsep diri
yang mencakup beberapa sub bab yaitu, pengertian konscp diri, konsep diri positif
dan konsep diri negatif, faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, perkcmbangan
konscp diri, dan dimensi konsep diri, perilaku berbusana, yang mencakup beberapa
sub bab yaitu, pengertian perilaku berbusana, kriteria berbusana, fungsi berbusana
rnuslirnah yang mencakup fungsi busana muslirnah bagi kesehatan kulit, fungsi
busana muslirnah bagi kesehatan rambut, dan fungsi busana muslimah dalam
rnenjalankan ibadah.
Bab III Metodologi Penelitian, meliputi : rancangan penelitian, populasi dan
sampel penelitian, identifikasi variabel, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan
data, pengujian instrumen alat ukur, pelaksanaan penelitian.
Bab IV Hasil Penelitian, meliputi : gambaran umum responden, deskripsi
hasil penelitian, analisa dan interpretasi hasil penelitian, uji hipotesis.
A. Konsep diri
I. Pengertian Konsep Diri
Definisi konsep diri sangat beragam. Keberagaman itu dikarenakan oleh
perbedaan latar belakang ilmiah para teoritikus yang membahas konsep diri. 1
Konsep diri menurut bahasa mengandung pengertian suatu ide atau pengertian
atau gambaran mental yang diabstraksikan dari peristiwa konkret, objek, proses atau
apapun, yang digunakan oleh aka! budi untuk memahami hal-hal mengenai diri
seseorang secara terpisah dari orang lain.
· Konsep diri menurut Joan Rais yaitu : pendapat kita mengenai diri sendiri.
Konsep diri juga harus dibedakan dengan istilah kepribadian. Kepribadian terbentuk
berdasarkan penglihatan orang lain terhadap diri individu, ini merupakan pandangan
dari luar, konsep diri sebaliknya merupakan sesuatu yang ada dalam diri individu,
yang merupakan pandangan dari dalam atau dengan cara yang lebih mudah
dimengerti, dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah "saya seperti orang lain
melihat saya" dan konsep diri adalah "saya seperti melihat diri saya sendiri"2
1
Fitra Faturahman, konsep diri pelajar yang terlibat perkelahian pelajar, skripsi sarjana psikologi, (Jakarta, 2002), h 16
2
Carl R.Rogers berpendapat bahwa, "konsep diri menyangkut persepsi diri
yang menunjuk bagaimana seorang memandang dirinya, menilai dirinya, menilai
kemampuannya dan bagaimana ia berfikir tentang dirinya. Disamping itu, konsep diri
juga menyangkut bagaimana seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang
lain dan berbagai macam aspek dalam kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai
persepsi itu. "3
Konsep diri adalah pandangan diri individu, tentang diri sendiri, potret diri
mental ini memiliki tiga dimensi : pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan
mengenai diri, dan penilaian tentang diri sendiri.4
Dimensi dari konsep diri adalah apa yang diketahui tentang diri sendiri, dalam
benak seseorang ada satu daftar julukan yang menggambarkan dirinya: usia, jenis
kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan dan sebagainya.jadi, konsep diri seseorang
dapat di dasarkan pada "asas dasar".
Dari faktor dasar tersebut dapat dilihat yang akan menempatkan individu
dalam kelompok sosial, kelompok umur, kelompok suku bangsa dan sebagainya.
Individu tersebut juga mengidentifikasi dengan kelompok sosial lain yang menambah
daftar julukan diri dirinya demokrat liberal, katolik Roma, protestan, kelas menengah
keatas atau kelas menengah kebawah, julukan seperti itu dapat diganti setiap saat,
3
Gardner Linzeybdan Calvin S. hall, Teori-teori Ho/istik, Organismik Penomenologis,
(.Jakarta, Kanisius, 1993) 4
tetapi sepanjang 1a mengidentifikasi dengan suatu kelompok.kelompk tersebut
memberikannya informasi lain yang dimasukan kedalam potret diri mental individu
terse but.
Akhimya, dalam membandingkan dirinya dengan istilah-istilah kualitas, ia
mengkategorikan dirinya dengan membandingkannya terhadap orang lain, sebagai
orang yang spontan atau yang hati·hati, baik hati atau egois, tenang atau
bertemperamen tinggi. Individu dapat saja mengubah tingkah lakunya atau dapat
mengubah kelompok pembanding yang diharapkannya.
Menurut Hurlock (1991), setiap individu mempunyai konsep diri yang
sesungguhnya dan konsep diri yang ideal. Konsep diri yang sesungguhnya adalah
konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin
yang ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain dan apa kiranya
reaksi orang lain terhadapnya. Sedangkan konsep diri ideal adalah gambaran diri
seseorang mengenai penampilan dan tingkah laku yang di idam-idamkan.5
Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga
mengandung penilaian ( evaluasi) tentang diri sendiri. Konsep diri meliputi apa yang
kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita.
Konsep diri mempunyai dua komponen: komponen kognitif dan komponen
afektif. Dalam psikologi sosial komponen kognitif terdiri dari beberapa komponen
yaitu : self image (citra diri), afektif disebut self esteem (harga diri). Sedangkan
harapan tentang diri sendiri disebut self ideal ( cita-cita diri).6
Konsep diri juga terdiri dari aspek fisik dan psikologis. Aspek fisik biasanya
terbentuk lebih dulu dari pada aspek psikologis, dan merupakan gambaran dari
individu yang berhubungan dengan penampilan fisik, antara lain mengenai
kecantikannya, jenis kelamin, anggota badan dan hubungannya dengan tingkah laku
serta bagaimana kesan semua itu dimata orang lain. Sedangkan aspek psikologis
merupakan gambaran diri individu berdasarkan pada fikiran, perasaan, emosi individu
terhadap kualitas-kualitas seperti kejujuran, keberanian, dan hal-hal lain yang ada
dalam dirinya tenhasuk kemampuan dan ketidakmampuan diri yang mempengaruhi
penyesuaian dalam kehidupan.
_ Konsep diri merupakan suatu cara untuk memprediksi tingkah laku individu.
Maka cukup relevan bila hubungan diantara keduanya diteliti. Dengan mengetahui
konsep diri yang ada pada individu diharapkan dapat memprediksikan perilaku
berbusana yang akan ditimbulkan.
Jadi dari semua uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri
adalah: organisasi persepsi-persepsi diri yang berada didalam kesadaran seseorang,
yang menyangkut cara seseorang memandang dirinya, nilai dirinya, menilai
karakteristik serta kemampuannya, bagaimana ia berfikir tentang dirinya, bagaimana
seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang lain dan dengan
6
lingkungannya serta berbagai macrun aspek kehidupan serta nilai-nilai yang
menyertai persepsi itu.
2. Konsep Diri Negatif dan Konsep Diri Positif
Pandangan seseorang tentang dirinya akan jatuh diantara· kedua kutub
tersebut, yaitu negatif dan positif. Akan tetapi dengan mengetahui kedua perbedaan
itu, individu bisa lebih mengetahui secara lebih jauh tentang konsep diri.7
a. Konsep diri negatif
Ada dua konsep diri Jiegatif, yaitu pertama, pandangan seseorang tentang
dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, dia tidak memiliki perasaan kestabilan dan
keutuhan diri. Dia benar-benar tidak tahu siapa dirinya. Kondisi ini umum dan normal
diantara para remaja. Konsep diri mereka kerap kali menjadi tidak teratur untuk
sementara waktu dan ini terjadi pada saat transisi dari dari peran anak ke peran orang
dewasa (Erikson,1968). Tetapi pada orang dewasa ha! itu mungkin suatu tanda
ketidak mampuan menyesuaikan. 8
Tipe kedua dari konsep diri negatif hampir merupakan lawan dari yang
pertama. Disini konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur dan kaku.mungkin
karena dididik dengan sangat keras, individu tersebut.menciptakan citra diri yang
7 James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella, op.cit
tidak mengijink:an adanya penyimpangan dari seperangkat hukum besi yang dalam
pikirannya mernpakan cara hidup yang tepat.
Pada kedua tipe konsep diri negatif, informasi barn tentang diri hampir pasti
menjadi penyebab kecemasan, rasa ancaman tehadap diri. Tidak satupun dari kedua
konsep diri cukup bervariasi untuk menyerap berbagai macam informasi tentang diri.
Setiap hari pikiran manusia mengalami pemilihan yang ketat tentang berbagai
macam dorongan, diingatan dan tanggapan yang semuanya itu merefleksi pada diri.
Jadi, agar memahami dan menerima diri sendiri, konsep diri hams dilengkapi dengan
"kotak kepribadian" yang cukup luas, tempat individu dapat menyimpan
bermacam-macam fakta yang berbeda tentang diri sendiri. Dengan kata lain, konsep diri idealnya
hams luas dan tersusun dengan teratur.
Orang dengan konsep diri yang tak teratur atau konsep diri yang sempit
benar-benar tidak memiliki kategori mental yang dapat dikaitkannya dengan informasi yang
bertentangan tentang dirinya.(Sullivan, 1953). Oleh karena itu, dia mengubah terns
menerns konsep dirinya, atau dia melindungi konsep dirinya yang kokoh dengan
mengubah atau menolak informasi barn.
Dalam kaitannya dengan eval uasi diri, konsep diri yang negatif menurnt
definisinya meliputi penilaian negatif terhadap diri. Apapun pribadi itu dia tidak
perna!i cukup baik. Apapun yang diperoleh tampaknya tidak berharga dibandingkan
dengan apa yang diperoleh orang lain. Hal ini dapat menuntun kearah kelemahan
emosional. Penelitian menunjukkan bahwa konsep diri negatif sering kali
mungkin mengalami kecemaan secara ajeg, karena menghadapi infonnasi tentang
dirinya sendiri yang tidak dapat diterimanyadengan baik, dan yang mengancam
konsep dirinya. Dalam kedua kasus itu: depresi atau kecemasan, kekecewaan
emosional akan mengikis harga diri, dan ha! ini menyebabkan kekecewaan emosional
yang lebih parah, dan seterusnya - sebuah lingkaran setan.9
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert, ada empat tanda orang yang
memiliki konsep diri negatif, yaitu : 10
I. Peka terhadap kritik orang lain, ia sangat tidak tahan terhadap kritik yang
diterimanya, mudah marah, baginya koreksi seringkali dipersepsi sebagai
usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
2. Sangat responsif terhadap pujian, walaupun mungkin ia berpura-pura
menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada
waktu menerima pujian, baginya segala macam label yang menunjang harga
dirinya menjadi pusat perhatian, bersifat hiper kritis terhadap orang lain,
selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun atau siapapun, mereka
tidak bisa mengungkapkan penghargaan atau kelebihan orang lain.
3. Orang yang konsep dirinya negatif cenderung merasa tidak disenangi orang
lain, merasa tidak diperhatikan, karena itu ia bereaksi pada orang Iain sebagai
musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban
9
Ibid, h.72
10
persahabatan, ia tidak akan pemah mempersalahkan dirinya, tetapi akan
menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak beres.
4. Ia akan cenderung bersikap pesimis terhadap kompetisi, seperti terungkap
dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang Iain dalam membuat
prestasi.
b. Konsep diri positif
J ika seseorang menempatkan nilai tinggi pada sifat rendah hati, berarti ia
berasumsi bahwa suatu konsep diri yang benar-benar positif adalah suatu kuantitas
yang agak berbahaya. Dasar dari konsep diri yang positif bukanlah kebanggan yang
besar tentang diri tetapi lebih berupa penerimaan diri. Dan kualitas ini lebih mungkin
mengarah pada kerendahan hati dan ke kedermawanan dari pada ke keangkuhan dan
ke keegoisan.
Yang menjadikan penenmaan diri mungkin adalah bahwa orang dengan
konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali tidak seperti konsep diri yang
terlalu kaku atau terlalu longgar. Konsep diri yang positifbersifat stabil dan befariasi.
Konsep ini berisi berbagai "kotak kepribadian", sehingga orang dapat menyimpan
informasi tentang dirinya sendiri, baik informasi negatif maupun informasi positif
Jadi, orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta
yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri: "saya berkompetensi sebagai
seorang ahli hukum tetapi tidak kompeten sebagai seorang atlit", "saya mencintai
anak laki-Iaki saya tetapi tadi malam saya bermimpi bahwa saya melihatnya
informasi ini, tak satupun dari informasi tersebut yang merupakan ancaman
baginya.11
Karena konsep diri positif itu cukup luas untuk menampung seluruh
pengalaman mental seseorang, evaluasi tentang dirinya sendiri menjadi positif Dia
dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa dia
tidak pemah kecewa terhadap dirinya sendiri atau bahwa dia gaga! mengenali
kesalahannya. Dan dengan menerima dirinya sendiri, diajuga dapat menerima orang
lain.
Mengenai pengharapan, orang dengan konsep diri positif merancang
tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas. Artinya, memiliki kemungkinan besar untuk dapat
mencapai tujuan tersebut. Disamping tujuan tersebut cukup berharga kalau ia berhasil
mencapainya, hal itu akan dapat dijadikan alasan untuk memuji diri.
Yang lebih penting dari pengharapan yang realistik tentang pencapaian adalah
pengharapan tentang kehidupannya sebagai individu: idenya tentang apa yang dapat
diberikan kehidupan kepadanya dan bagsimana seharusnya dirinya mendekali dunia.
Pada bidang inilah konsep diri positif mungkin lebih banyak menjadi modal yang
lebih berharga dibanding dengan daerah lain.
Orang yang berkonsep diri positif dapat tampil didepan secara bebas, baginya
hidup adalah proses penemuan. Ia berharap kehidupan dapat membuat dirinya
tertarik, dapat memberinya kejutan dan memberinya imbalan. Dengan demikian ia
11 James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella,
akan bertindak: dengan berani dan spontan serta memperlakukan orang lain dengan
hangat dan hormat. Dan karena ia menghadapi orang dengan cara ini, hidup akan
terasa menyenangkan dan penuh kejutan. Jadi, konsep diri yang positif, seperti halnya
dengan konsep diri yang negatif, adalah bagian dari hubungan yang melingkar, akan
tetapi Jingkaran itu bukan Jingkaran yang buruk tetapi Iingkaran yang baik.12
Menurut Jalaludin, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan
Iima hal yaitu: 13
1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.
2. Ia merasa setara dengan orang lain.
3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu.
4. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan,
dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5. Ia mampu memperbaiki dirinya, karena ia sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Meniurut D.E. Hamachek, menyebutkan sebelas karakterisik orang yang
mempunyai konsep diri positif yaitu : 14
!. Meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia
mempertahankan, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.
12
Ibid. ' h. 74
13 Jalaluddin Rahmat,
op.cit, h.105
Tetapi ia juga merasa dirinya cukup tanggih untuk mengubah prinsip-prinsip
itu bila pengalaman dan buicti-bukti baru menunjukan dirinya bersalah.
2. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah
yang berlebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui
tindakannya tersebut.
3. Ia tdak mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi
kemarin dan apa yang sedang terjadi saat ini.
4. Memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam mengatasi persoalan, dan
yakin dapat menghadapi kegagalan atau kemunduran yang dihadapinya.
5. Merasa sama dengan orang lain sebagai manusia, walaupun ada pebedaan
tertentu, seperti Iatar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapnya.
6. Bisa menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang
lain, paling tidak bagi orang yang dipilihnya sebagai sahabat.
7. Dapat menerima pujian tanpa pura-pura, rendah hati dan menerima pujian
tanpa merasa bersal.ah.
8. Cenderung menolak bi la ada orang lain terlalu mendominasinya.
9. Dapat mengekspresikan perasaannya kepada orang lain, seperti perasaan
marah, sedih, cinta, kecewa dan sebagainya.
iO. Mampu menikmati secara utuh setiap kegiatan yang dilakukannya, baik
bermain ataupun bekerja.
11. Peka terhadap kebutuhan orang lain, dan tidak bisa bersenang-senang dengan
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Sejalan dengan kemampuan persepsi dan pembedaan konsep diri, terbentuk
pula melalui interaksi individu dengan orang lain dan lingkungannya. Sullivan
menekankan pada pentingnya interaksi sosial dalam pembentukan konsep diri
seseorang. Melalui interaksi dengan orang lain, individu mendapatkan penilaian
tentang dirinya yang kemudian menjadi label bagi dirinya, dan menggunakan
penilaian tersebut sebagai tolak ukur dalam berfikir dan bertingkah laku.
Konsep diri berkembang dari kontak antara anak dengan orang lain
disekitarnya, yaitu dari apa yang mereka lakukan atau katakan pada anak tersebut,
juga status apa yang didapat anak tersebut dalam kelompok identifikasinya. Yang
berpengaruh pada pembentukan konsep diri terutama adalah, orang-orang lain yang
dianggap penting oleh individu. Mula-mula orang yang dianggap penting adalah
keluarga sendiri, tetapi setelah hubungan sosial anak meluas keluar rumah peran
anggota keluarga "significant people" akan tergantikan oleh orang lain seperti teman
sebaya, guru dan lainnya.
Gabriel Marcel, seorang filusuf eksistensialis menulis tentang peranan orang
lain dalam memahami diri sendiri, "'l'lze Fae/ is that we can understand ourselves by
starting from the other, or from others,amd only by starting from them. " Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain lebih dulu.15
15 Ibid. ,
Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika seorang individu
diterima orang Iain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, maka ia akan
cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Tidak semua orang lain
mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri individu. .Ada yang paling
berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan individu tersebut.
George Herbert Mead (1934) menyebut mereka significant others - orang Iain
yang sangat penting. Ketika individu masih kecil, mereka adalah orangtua, saudara,
dan orang-orang yang tinggal serumah dengannya. Sedangkan menurut Richard
Dewey dan W.J. Humber (1966) menamainya affective others - orang lain yang
dengan mereka individu mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah secara
perlahan-lahan individu membentuk konsep dirinya. Pelukan, senyuman, pujian, dan
penghargaan mereka menyebabkan individu menilai dirinya secara positif. Ejekan,
cemoohan dan hardikan membuat individu memandang dirinya secara negatif.16
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri
seseorang adalah :
a. Faktor Orang Tua
Dalam hal informasi atau cermin tentang diri, orang tua memegang peranan
paling istimewa. Jika mereka secara tulus dan konsisten menunjukan cinta dan
sayangnya kepada anak, maka seorang anak akan dibantu untuk memandang dirinya
pantas untuk dicintai, baik oleh orang Iain maupun oleh dirinya sendiri. Sebaliknya,
16
jika dari orang tua anak tidak mendapatkan kehangatan, perhatian dan cinta, maka ia
akan tumbuh sebagai individu yang memiliki perasaan ragu-ragu apakah ia pantas
dicintai dan diterima.
Jika seorang anak menghargai dirinya, maka ia akan melihat dirinya sebagai
individu yang berharga. Tetapi jika tanggapan orang tua terhadap dirinya berupa
kritikan, hukuman dan koreksian selalu, ia akan menyangkal kebaikannya sebagai
pribadi dan ia menjadi yakin bahwa ia pantas untuk diperlakukan buruk.mengkritik
atau menyalahkan anak secara berlebihan menimbulkan rasa bersalah dan malu lebih
dari pada yang diperlukan untuk membuat anak berubah.17
Penilaian orang tua yang dituj ukan kepada anak untuk sebagian besar menjadi
penilaian yang dipegang tentang dirinya. Harapan orang tua terhadapnya dimasukkan
kedalam cita-cita dirinya, jika ia tidak mampu memenuhi sebagian dari harapan itu,
atau j ika keberhasilannya tidak diakui oleh orang tuanya, maka anak akan
mengembangkan rasa tidak mampu dan akan memiliki harga diri yang rendah.
Dengan berbagai macam cara orang tua memberitahu tentang siapa
sebenamya diri kita, orang tua yang terlalu memperhatikan dan mudah ccmas,dan
merasa harus terus- menerus dekat dengan anaknya, maka akan menghasilkan anak
yang penakut dan selalu merasa tidak aman. Orang tua yang selalu menuntut dan
17
Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, (Jakarta, Gramedia,
tidak pemah puas dengan apapun yang dilakukan anaknya, maka akan gaga!
menumbuhkan rasa percaya diri atau menumbuhkan pandangan positif dalam dirinya.
Bahkan orang tua sering kali memberi cap kepada anak seperti "anak nakal",
"anak malas", maka ini akan menjadi sebutan diri dan akan tetap bertahan sebagai
bagian gambaran diri anak. Jika orang tua meninggal dan tidak ada gantinya, maka
anak akan mendapat kesulitan untuk membentuk gambaran positif tentang dirinya.
Apabila orang tua menunjukan minat dan perhatian yang sedikit saja, maka ini akan
menumbuhkan pandangan negatif pada anak tentang dirinya. Tanggapan balik dari
orang tua merupakan penentu penting untuk konsep diri, tanggapan yang baik dan
dikehendaki oleh anak, maka ia akan tumbuh dengan perasaan berharga dan dicintai.
Maka sebagai orang tua, harus menampakkan bahwa anak itu berharga dan pantas
dicintai.18
b. Faktor Saudara kandung
Hubungan dengan saudara kandung juga penting dalam pembentuka konsep
diri. Anak sulung yang diperlakukan seperti seorang pemimpin oleh adik-adiknya dan
mendapat kesempatan untuk brperan sebagai penasehat mereka, mendapat
keuntungan dari kedudukannya untuk mengembangkan konsep dirinya yang positif.
Sedangkan anak bungsu mengalami hal yang berlawanan.bila kakaknya terns
1
• Umi Latifah, Hubungan Konsep Diri dengan Hidup Bermalma, Skripsi sarjana pendidikan,
menerus menganggap dan memperlakukannya sebagai anak kecil, akibatnya
kepercayaan dan harga dirinya berkenbang negatif dan lambat.
negatif atau positif seorang individu memandang dirinya sangat dipengaruhi
oleh lingkungannya, terutama lingkungan terdekatnya, yaitu keluarganya.
Bagaimanapun cara keluarga memandang dirinya, maka itulah konsep diri yang akan
terbentuk pada dirinya, karena orang-orang terdekat terutama keluarga mempengaruhi
perilaku, pikiran, dan perasaan, serta merekalah yang mengarahkan tindakan dan
membentuk pikiran individu.
c. Faktor Teman sebaya
Hidup seorang individu tidak terbatas pada keluarga saja. Kita juga berteman
dan bergaul dengan orang-orang diluar rumah, terutama dengan teman-teman sebaya.
Dalam pergaulan dengan teman-teman itu, apakah kita disenangi, dikagumi dan
dihormati atau tidak, ha! tersebut ikut menentukan dalam pembentukan gambaran
dirinya. Harry Stack Sullivan, seorang murid Sigmund Freud menekankan pentingnya hubungan sosial pada anak-anak bagi perkembangan kepribadian mereka. Menurut
Sullivan, persahabatan dikalangan anak meninggalkan kebiasaan yang tercetak
seumur hidup dalam pergaulan selanjutnya. 19
Selain kebanggaan atas diri sendiri yang besamya hampir sama dengan kasih
sayang dan pengasuhan orang tua, sebaliknya anak yang tidak mempunyai teman
atau tidak diterima oleh teman-teman sebayanya ketika masih sekilah dasar, maka
19
rasa tidak lengkap dan tidak puas akan muncul dan akan terbawa sampai seumur
hidup. Meskipun keberhasilan yang diperolehnya mungkin nyata seka!i.20
lingkungan teman-teman sebayanya, maka ia akan meninjau kembali
gambaran diri yang telah terbentuk di rumah.Perlakuan teman sebaya akan sangat
mempengaruhi gambaran dirinya megitu pula perbandingan dirinya dengan mereka.
Bila individu tersebut menemukan dirinya kalah "cakep", pandai Pada masa remaja,
ketika individu keluar rumah dan masuk dalam dan kahebat dengan mereka, atau
mereka memandangnya dengan cemoohan, maka gambaran dirinya yang positif akan
terhambat untuk tumbuh, dengan kata lain ia akan memiliki konsep diri negatif.
Sebaliknya jika teman-temannya memandangnya dengan positif dan tidak
mencemooh atau menghina, serta individu menemukan bahwa dirinya lebih unggul
segalanya dari teman-temannya, maka harga dirinya akan berkembang positif 21
d. Faktor Masyarakat
Sebagai anggota kelompok masyarakat sejak kecil individu sudah dituntut
untuk bertindak menurut cara dan patokan tertentu yang berlaku dalam masyarakat.
Norma masyarakat itu diteruskan kepadanya lewat orang tua, sekolah, teman sebaya
dan media cetak seperti radio dan televisi. Nonna itu menjadi bagian dari cita-cita
dirinya. Semakin ia mampu memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat maka
semakin baik harga dirinya berkembang.
20
Lawrence E. Shapiro, op.cit, h. 196
21
Budaya dalam masyarakat tidak hanya menetapkan bagaimana individu harus
bertindak, tetapi juga bagaimana harus tampil dan tampak. Cita-cita budaya yang ada
dalam masyarakat itu juga menjadi unsur cita-cita diri individu. Kecocokan individu
dengan cita-cita masyarakat itu mempunyai peran penting dalam gambaran dirinya.
Selain itu, perlakuan masyarakat juga sangat mempengaruhi konsep diri
individu, bila ia sudah mendapat cap buruk dari masyarakat sekitarnya, sulit baginya
untuk merubah gambaran dirinya yang jelek. Lebih parah lagi bila individu hidup
dalam masyarakat diskriminatif dimana dikenal istilah mayoritas dan minoritas, bila
individu berada di pihak mayoritas, maka harga dirinya akan berkembang positif
Namun bila individu berada di pihak minoritas, dimana akan mendapatkan perlakuan
buruk dari kelompok mayoritas yang akan mempersulit menumbuhkan harga diri
yang positif pada individu tersebut.
e. Faktor Kelompok rujukan
Adapun yang mempengaruhi konsep diri individu selain keluarga adalah
kelompok rujukan (refference group), yaitu kelompok yang secara emosional
mengikat individu dan berpengaruh terhadap pembentukkan konsep dirinya. Dengan
melihat kelompok ini, individu mengarahkan perlakunya dan menyesuaikan dirinya
dengan ciri-ciri kelompoknya. Maka, individu cenderung menjadikan norma-norma
dalam kelompok tersebut sebagai ukuran perilakunya, dan ia j uga merasa dirinya
sebagai bagian dari kelompok, lengkap dengan seluruh sifat-sifat dari anggota
kelompok tersebut menurut persepsinya.22
22
4. Perkembangan konsep diri
Konsep diri berasal dan berakar pada masa kanak-kanak, dan berkembang
terutama sebagai akibat dari hubungan individu dengan orang lain. Dalam
pengalaman hubungan individu dengan orang lain dan bagaimana orang lain
memperlakukannya. Individu menangkap pantulan tentang dirinya dan membentuk
gagasan dalam dirinya seperti apakah ia sebagai pribadi.
Tindakan seseorang selalu tergantung pada apa yang menurut pikirannya
benar tentang dirinya dan lingkungannya. Ini merupakan ha! yang pundamental,
begitulah cara diri individu terbentuk. Individu bertindak seolah-olah konsep dirinya
sudah benar, tidak perduli seberapa jauh konsep itu meleset.
Saymond 1951 (dalam fitts 1971) mengemukakan mengena1 proses
pembentukan dan perkembangan konsep diri, bahwa konsep diri tidak dibawa
individu sejak lahir. Konsep diri sedikit demi sedikit akan timbul sejalan dengan
perkembangannya, serta sejalan dengan kemampuan persepsi individu. Konsep
tentang diri mulai terbentuk sejak seseorang mulai mampu membedakan dirinya
dengan orang lain dan lingkungan sekitamya.23
Ketika lahir, seseorang tidak memiliki konsep diri - tidak memiliki
pengetahuan tentang diri sendiri, dan tidak memiliki pengharapan bagi dirinya, serta
23
tidak memiliki penilaian terhadap diri sendiri. Tidak mengetahui apakah sesuatu yang
dipegang itu kaki atau mainan.
Apabila seorang anak melihat tangannya begerak, ia tidak tahu kalau itu
miliknya, ia memperoleh pengalaman fisik, panas, dingin, sakit, tetapi anak itu tidak
tahu bahwa sensasi ini dihasilkan dari interaksi dua faktor yang masing-masing
berdiri sendiri: individu dan lingkungan.
Namun keadaan menyatu dengan lingkungan ini tidak berlangsung lama.
Secara perlahan selama kehidupan tahun pertama, anak mulai membedakan antara
"aku" dan "bukan aku". Ketika panca indera makin menguat, anak mulai membentuk
gagasan tentang hubungan antara "aku" dan "bukan aku". Yang paling penting,
individu belajar bahwa dunia "bukan aku".24
Tahun-tahun awal ketika anak menerima isyarat-isyarat tentang dirinya
merupakan tahun-tahun rawan. Diperkirakan bahwa pada akhir tahun kedua dalam
hidup, kerangka dasar gambaran diri sudah terbentuk dalam diri anak. Dan pada
waktu masuk sekolah, banyak sikap diri yang akan bertahan dalam hid up sudah mulai
mengakar pada mereka. Konsep diri juga memegang peranan penting dalam
menentukan bagaimana pengalaman dalam hidup mempengaruhi individu.
Pengetahuan tentang diri individu menjadi kekuatan aktif dalam mengatur
tanggapannya atas pengalaman- pengalaman hidup selanjutnya.25
24 James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella,
op.cit, h. 74
Jadi, pada awal kehidupan, anak belajar untuk menempatkan kemanusiaan
sebagai hal terpenting, karena mereka dapat memenuhi atau gaga! memenuhi
-kebutuhan yang paling utama: kehangatan, makanan, kontak fisik dan akhimya
interaksi sosial.
Pada awalnya, konsep ini mungkin hanya meliputi beberapa pengertian
samar-samar, kondensasi pengalaman berulang-ulang yang bcrkaitan dengan kcnyamanan
atau ketidak nyamanan fisik, meskipun samar-samar. Pengertian awal ini membentuk
konsep dasar pandangan terhadap diri sendiri yang merupakan bibit konsep diri.
Jika seseorang diperlakukan dengan kehangatan dan cinta, konsep dasar yang
tebentuk berupa perasaan positif terhadap diri sendiri. 26
Pada masa anak-anak, konsep diri yang dimiliki seseorangbiasanya berlainan
dengan konsep diri yang dimilikinya ketika memasuki usia remaja dan dewasa.
Konsep diri pada masa anak-anak cenderung bersifat tidak realistis, hanya didasarkan
atas imajinasi-imajinasi tertentu dalam dirinya.
Tetapi apabila perkembangan seorang anak tergolong normal, maka konsep
diri yang lama itu akan berganti dengan konsep diri yang lebih realistis sesuai dengan
keadaan dirinya, serta sejalan dengan pengalaman-pengalaman serta
penemuan-penemuan tentang dirinya yang diperoleh pada usia selanjutnya.
Konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses
internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis.
Pengalaman-26
pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan
fisiknya dan refleksi mengenai dirinya yang diterima dari orang-orang penting
disekitarnya.
Sejak masa kanak-kanak individu sudah menetahui bahwa penampilan yang
menarik merupakan potensi yang kuat dalam pergaulan, dan yang tidak menarik akan
menghambat pergaulan. Dari pengalamannya individu tahu bahwa penampilan fisik
yang menarik menjadi dasar segala-galanya. Sebagaimana dijelaskan Mathes dan
Kahn (76) :27
"Dalam interaksi sosial, penampilan fisik yang menarik merupakan potensi yang menguntungkan dan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh berbagai hasil yang menyenangkan bagi pemiliknya. Sa/ah satu keuntungan yang sering diperoleh ialah bahwa ia mudah berteman. Orang-oran yang menarik lebih mudah diterima dalam pergaulan dan dinilai lebih positif oleh orang lain dibandingkan teman-teman lainnya yang kurang menarik. Karena banyak hal-hal positif yang disebabkan oleh penampilan menarik ini, maka merekapun mungkin lebih berbahagia dan lebih mudah menyesuaikan diri daripada mereka yang kurang menarik. Dan sangat mungkin pula, banyaknya orang yang menyukainya
terpantul dalam harga diri yang tinggi" .
Cara orang tua memenuhi kebutuhan fisik anak (misalnya, kebutuhan makan,
minum,pakaian dan tempat tinggal). Dan kebutuhan psikologis anak (misalnya, rasa
aman, kasih sayang dan penerimaan), merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap seluruh perkembangan kepribnadian anak. Pengalaman anak dalam
berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga merupakan penentu pula dalam
berinteraksi dengan orang lain di kemudian hari. Pandangan dan sikap individu
27
terhadap dunia luar, mempercayai atau mencurigai, banyak dipengaruhi oleh
pengalaman masa kecil ketika berinteraksi dengan lingkungan keluarga.
Studi Coopersmith (dalam Berns, 1982) yang meninjau kondisi keluarga
terhadap pembentukan konsep diri anak, membuktikan bahwa kondisi keluarga yang
buruk dapat menyebabkan konsep diri yang rendah. Yang dimaksud kondisi keluarga
yang buruk adalah tidak adanya pengertian antara orangtua dan anak, tidak ada
keserasian hubungan ayah dan ibu, orangtua yang menikah lagi, sikap ibu yang ti udak
puas dengan hubungan ayah-anak, serta kurangnya sikap menerima dari orangtua
terhadap anak mereka.28
Konsep diri yang tinggi dapat tercipta apabila kondisi keluarga ditandai
dengan adanya integritas dan tenggang rasa yang tinggi antar anggota keluarga. Juga
oleh sikap ibu yang puas terhadap hubungan ayah-anak, dan sikap positif ibu terhadap
dirinya sendiri dan suaminya. Adanya integritas dan tenggang rasa yang tinggi serta
sikap positif orangtua menyebabkan anak menganggap orangtua mereka sebagai figur
yang berhasil, dan menganggap orangtua sebagai orang yang dapat dipercaya.
Bagi anak, orangtua yang dapat dipercaya merupakan tokoh yang dapat
mendukung dirinya dalam memecahkan persoalan dirinya. Kondisi keluarga yang
baik dapat membuat anak menjadi lebih tegas, efektif serta percaya diri dalam
memecahkan masalah kehidupan dirinya, yang menjadi bagian penting dalam proses
pembentukan dirinya.
28
Adanya perkembangan konsep diri ini menuttjukan bahwa konsep diri
seseorang tidak langsung terbentuk dan menetap, tetapi suatu keadaan yang
mempunyai proses perkembangan dan masih dapatberubah. Menurut Felker (1971),
derajat kestabilan konsep diri yang tertinggi adalah pada masa pra remaja dan tahap
remaja akhir. Sedangkan konsep diri sulit berubah pada masa remaja akhir yaitu
antara usia 16-20 tahun, pada usia ini konsep diri seseorang mulai mantap karena
konsep diri yang terbentuk sudah relatifmenetap dan stabil.
Jadi, konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor
yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan
individu lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain ini, individu akan menerima
tanggapan, tamggapan yang diberikan tersebut, akan dijadikan cermin untuk menilai
dan memandang dirinya. jadi, konsep diri juga terbentuk karena suatu proses umpan
balik dari individu lain.
Orang yang pertama kali dikenal individu adalah orang tua dan anggota
keluarga lain. Hal ini berarti individu akan menerima tanggapan pertama dari
lingkungan keluarga. Barulah setelah individu mampu melepaskan diri dari
ketergantungannya dengan keluarga, ia akan berinteraksi dengan lingkungan yang
lebih luas.
5. Dimensi Konsep Diri
Konsep diri sebagai ha! yang penting dalam kepribadian individu, tidak
merupakan ha! yang tunggal yang hanya terdiri dari unsur-unsur melainkan terdiri
melengkapi satu dengan yang lainnya. Fitts, memandang "diri" dari dua dimensi,
yaitu: dimensi internal dan dimensi eksternal.29
a. Dimensi Internal
Y aitu suatu dimensi dimana indifidu melihat dirinya sebagai suatu kesatuan
yang utuh dan dinamis dalam melakukan pengamatan dan penilaian terhadap
identitas diri, tingkah lakunya serta kepuasan dirinya. Dimensi internal ini mencakup
tiga aspek yaitu:
l. Diri Identitas (identity self)
Diri identitas dianggap aspek paling dasar dari konsep diri. Dalam diri
identitas ini terdapat sekumpulan seluruh label dan simbol yang dipergunakan oleh
seseorang untuk mengamati dan menilai serta menggambarkan dirinya berdasarkan
pertanyaan "siapa aku", serta menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang identitas
dirinya, misalnya, saya adalah X, saya tinggi, saya penurut. Kemudian sejalan dengan
bertambahnya usia dan interaksi individu dengan lingkungannya akan semakain
banyak pengetahuan individu tentang dirinya. Diri identitas ini juga dapat
mempengaruhi seseorang dalam berperilaku dan berinteraksi dengan lingkungannya
dan dengan dirinya sendiri.
2. Diri Perilaku (Behavior Self)
Diri perilaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya dan
tindakannya. Biasanya suatu tingkah laku diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi
29
tertentu, baik dari dalam diri sendiri (intema), atau dari luar diri sendiri (ekstemal)
ataupun dari keduanya.
Konsekuensi inilah yang akan menentukan apakah tingkah laku tersebut dapat
dipertahankan atau tidak, dan lebih dalam lagi, apakah tingkah laku tersebut dapat
disimbolisasikan dan dimasukan kedalam diri identitas seseorang. Contohnya
seseorang yang ingin menjadi juara, ketika ia temyata bisa jadi juara merupakan label
yang baru dan menjadi label dalam diri identitas. Tindak.annya mencapai juara itu,
belajar dan lainnya merupakan bagian dari diri perilaku.
3. Diri Penilai (Judging Self)
Diri penilai adalah bagian dari self yang menjalankan fungsi sebagai
pengamat (observer), pemberi nilai-nilai standar (standar setter), pembandinga
(comparer) dan yang paling utama sekali sebagai penilai diri sendiri (evaluator). Diri
penilai juga berfungsi sebagai perantara antara diri identitas dan diri tingkah laku.
Diri penilai ini seolah-olah dapat menyatakan dan menilai apa yang dilakukan
diri identitas dan diri perilaku. Dalam diri penilai i ni dapat dibedakan atas dua
macam penilai yaitu: baik clan buruk, menyenagkan dan tidak menyenangkan dan
sebagainya. Penilaian seseorang terhadap dirinya didasarkan pada suatu standar dari
orang lain atau dari dirinya sendiri. Penilaian ini yang akan menentukan seberapa
jauh kepuasan seseorang terhadap dirinya.
b. Dimensi Ekstemal
Y aitu suatu dimensi yang melihat dirinya sebagai suatu satu kesatuan yang
khususnya dalam melakukan hubungan interpersonal. Dimensi internal ini terdiri dari
lima aspek yaitu :30
I. Diri Fisik (Physical Self)
Hal ini menyanglrnt persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik,
tentang bagaimana seseorang memandang kesehatan, penampilan dan keadaan
tubuhnya.
2. Diri Moral Etik (Moral Ethical Self)
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya, dilihat dari standar
pertimbangan moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai
hubungannya dengan tuhan, kepuasan seseorang mengenai kehidupan agamanya,
nilai-nilai moral yang dipegang yang meliputi batasan baik dan buruk.
3. Diri Pribadi (personal self)
Merupakan perasaan atau persepsi seseorang terhadap keadaan pribadinya.
Hal ini tidak dipengaruhi !eh kondisi fisik atau hubungannya dengan orang Iain,
tetapi sejauh mana seseorang merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana
seseorang merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
4. Diri Keluarga (Family Self)
Menunjuk pada perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya
sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukan seberapa jauh seseorang merasa
30
yakin terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, terhadap peran atau fungsi yang
dijalankan selaku anggota keluarga.
5. Diri Sosial (Social Self)
Tentang bagaimana seserang mempersepsikan keyakinan dirinya dalam
interaksi sosialnya dengan orang-orang yang lebih jauh.
B. Perilaku Berbusana
1. Pengertian Berbusana
Perilaku berbusana merupakan cara bagaimana seseorang berbusana sesuai
dengan keinginannya serta sesuai dengan norma-norma dalam lingkungannya.
Perilaku berbusana berarti bagaimana seseorang berbusana sesuai dengan norma yang
. berlaku dalam agama maupun masyarakat, dengan tidak terlepas dari segi fungsi,
manfaat dan kriteria serta mode dari busana tersebut.
Busana yang dikenakan seseorang tidak terlepas dari faktor sosial, ekonomi
dan budaya. Seseorang mengenakan busana cenderung mengikuti perilaku berbusana
orang-orang disekelilingnya, terutama orang-orang terdekatnya, seperti saudara dan
teman-temannya. Orang akan cendenrung mengikutinya bila menurutnya pakaian
tersebut sesuai dengan dirinya, bagus dan cocok bila dipakai olehnya, apalagi jika
mode pakaian tersebut seddang trend diantara mereka.
Faktor ekonomi juga sangat menunjang bagaimana seseorang berbusana,
karena busana yang ada sangat beragam dan bennacam-macam baik harga, corak
busana tersebut belum tentu sesuai untuk dirinya. Serta memenuhi kriteria busana
yang baik dan sopan serta yang terpenting adalah menutupi aurat.
Faktor budaya juga tidak terlepas dari perilaku seseorang dalam berbusana.
Karena disetiap negara memiliki berbagai macam budaya yang berbeda-beda dan
begitu pula disetipa kebudayaan memiliki ciri khas yang berbeda-beda mengenai
busana yang mereka kenakan, baik dari segi motif, warna , bahan serta modelnya.
Di dunia muslim, busana mencerminkan identitas, selera, pendapatan,dan
religiusitas pemakainya. Busana dan pemakaiannya bervariasi menurut jenis kelamin,
usia, status perkawinan, asal geografis, pekerjaan, bahkan aliran politik. Ketika istilah
busana muslim mendapat makna baru pada periode kontemporer, posisi busana dalam
kehidupan muslim melampaui indikator-indikator orientasi Islam atau non Islam.
Variasi regional dalam berbusana memiliki arti penting bagi pemakainya dan
suatu kaum dari wilayah tertentu lebih mampu mengenal nuansa busana diwilayah itu
dari pada orang luar. Sebagai contoh, orang masih dapat dengan mudah mengenali
wanita Sudan berbusana tsaub yang tembus cahaya atau mengenali pria Kuwait
berbusana saub putih berjahit dengan tutup kepala yang khas. Mereka mungkin tidak
tepat dalam menafsirkan ciri-ciri lain yang terkandung dalam panjang, wama, dan
pola busana wanita, atau dalam potongan, desain, dan kualitas busana pria yang
menentukan asal dan status sosial. Kebanyakan orang muda perkotaan tidak tahu
banyak tentang variasi busana pedesaan di negaranya sendiri, pakaian yang berasal
dari lebih satu generasi, atau bahkan pakaian sebelumnya.31
31
Pakaian non tra<lisional mencerminkan dampak budaya dan ekonomi barat.
Banyak wanita muslim tidak mau memakai pakaian dengan garis leher yang rendah.
Namun tatkala rokmini dan celana lebar-bawah populer, kedua jenis pakaian ini juga
dikenakan di dunia muslim sekalipun tidk sesuai dengan norma kesopanan. Sebagaian
wanita tidak mau memakai celana pendek atau ketat.32
2. Kriteria Berbusana
Kriteria dalam perilaku berbusana jelas diterangkan dalam Al-Qur'an dan
Hadis. Banyak dari para pakar Islam yang mengkaji tentang kriteria dari busana
muslimah, dan bagaimana seorang muslimah berbusana sesuai dengan syariat agama.
Pada umumnya kriteria dari busana mulimah itu sama yaitu menutupi seluruh aurat,
kecuali telapak tangan dan muka bagi wanita. Sedangkan untuk laki-laki dari batas
pusat sampai lutut.
Al-Qur'am menjelaskan bahwa Allah SWT memberikan pakaian yang
berfungsi untuk menutup aurat dan untuk perhiasan. Rasulullah SAW juga tidak
melarang orang yang suka mengikuti perkembangan mode, selama mode tersebut
tetap memenuhi kriteria busana mus! imah. Yaitu busana yang serba tertutup dan
dikenakannya bukan untuk mendapatkan pujian dan penghargaan manusia.
Mode busana, disamping dapat meningkatkan martabat manusia, juga bisa
menjadi salah satu pintu kerusakan. Dalam mencegah terjadinya fitnah dan
32
menghindari kejahatan seksual pada kaum wanita, Islam menetapkan kriteria tentang
busana muslim yang menjadikan pemakainya rapi dan terhormat.
Adapun syarat-syarat atau kriteria berbusana yang harus diikuti oleh seorang
muslimah menurut al-qur' an dan Hadist antara lain
a. セ・ョオエオー@ seluruh badan kecuali yang diijinkan Al-Qur'an, yaitu bagian yang
tampak sehari-hari (wajah dan telapak tangan).
b. Bahan busana tidak tipis (transparan), karena pakaian yang demikian akan
memperlihatkan bayangan kulit secara remang.
c. Potongan dan bentuknya tidak menonjolkan bagian-bagian tubuh tertentu,
sehingga dapat membangkitkan naluri seks lawan jenisnya.
d. Hendaknya pakaian yang dipakai wanita muslimah tidak sama dengan pakaian
kaum pria.
e. Tidak berwarna mencolok sehingga menarik perhatian orang, serta tidak
dimaksudkan untuk mencari sanjungan sehingga ada perasaan angkuh.33
Jika busana Muslim dari satu wilayah ke wilayah lain sangat mirip, busana
wanita muslim sangat bervariasi. Demikian pula kualitas dan aksesoris yang
menyertainya. Modelnya sangat beragam, seperti Gufthan dari Arab Saudi Selatan,
busana tradisional Urban Muslim dari maroko, busana Badui dari Sinai Utara, model
busana Palestina, Korset berdekorasi dari delta Mesir, dan tsaub dari Arab Saudi
Timur berdekorasi rumit pada sifon. Model lenganpun bervariasi, dari panjang dan
33
longgar hingga pendek dan tirus, dan dapat diikat dibagian belakang untuk
memudahkan pekerjaan rumah.34
Busana tidak dapat digolongkan semata-mata sebagai bergaya tradisional atau
modem. Pedagangan dan migrasi mempengaruhi perrubahan bahan, teknik, harga,
dan mode busana tradisional. Arti kesopanan bervariasi dari satu daerah ke daerrah
lain, demikian pula halnya dengan busana sopan, sehimgga dalam beberapa ha! orang
mengadopsi pakaian baru tanpa memperhatikan asal atau implikasinya.
3. Fungsi Berbusana Muslimah
Allah SWT berkenan menganugerahi manus1a dengan berbagai nikmat
karunia yang tidak terhingga nilainya. Salah satu bentuk nikmat yang