• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubunhan antara konsep diri dengan prilaku berbusana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubunhan antara konsep diri dengan prilaku berbusana"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANT ARA KONSEP DIRI DENGAN

PERILAKU BERBUSANA

Disusun Oleh:

AS TUT I

1981914508

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SY ARIF HIDAY ATULLAH

JAKARTA

(2)

SKRIP SI

Diajukan Kepada Fakuitas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat- Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Pembimbing I

Dra. Alldah Mas'ud

Ole!i

ASTUTI

1981914508

Di bawah Bimbingan

Pembimbing II

Drs. Abdul Mujib, M.Ag

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negcri

sケセイゥヲ@

HidayatuHah

Jakarta

(3)

P:>ikologi UIN SyarifHidayatullah Jakarta pada tanggal l l Februari 2004. Skripsi ini

telah diterirna sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Smjana Program

Strata l (SI) pada Fakultas Psikologi.

Dekan/

J(etua Merangkap Anggota

_Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si NIP. 150 021 5938

dセaセsッ・@

Penguji I 1

--Dra. Afidah Mas'ud, M.Pd Pembimbing I

Sidang Skripsi

Anggota

Jakarta, 11 Februari 2004

Pembantu Dekan/

Ora. Afidah Mas'ud, M.Pd Penguji II

(4)

memberikan kekuatan kepada hamba, kesehatan, kesabaran, ketabahan.yang tanpa itu

mustahil skripsi ini akan selesai

Shalawat serta salam kepada junjungan ku Nabi besar Muhammad SA W,yang

telah memberi ummatnya secercah cahaya untuk mengarungi hidup hingga saat ini.

Penelitian ini bertujuan agar masyarakat lebih mengetahui lebih mendalam

tentang bagaimana seharusnya seorang muslimah berbusana sesuai syariat agama

Islam, serta lebih mengetahui tentang konsep diri, dan agar muslimah mengetahui

bagaimana hubungan antara konsep diri dengan perilaku berbusana.

Dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan-sumbangan

ilmiah bagi perkembangan psikologi khususnya psikologi Islam.

Dalam penelitian ini banyak pihak yang sangat membantu, baik moril maupun

tnateril, yang tanpa mereka mungkin skripsi ini takkan pemah selesai.

Untuk dua orang yang teramat istimewa Ayahanda dan Jbunda tersayang

Syamsudin dan Sunengsih, ucapan terima kasih takkan cukup untuk tiap tetes peluh

dan doanya, untuk perhatian serta kasih sayangnya yang akan tetap aku rindukan

hingga akhir hayatku.

Teriring kata penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang amat dalam

kepada Dosen Pembimbingku Ibu Dra.Afidah Mas'ud (pembimbing I) dan Bapak

Abdul Mujib M.Ag. (pembimbing II), dengan kesabaran serta pengertian

(5)

ini baik secara langsung maupun tidak

I. Dra. Hj. Netty Hartati,selaku dekan fakultas Psikologi sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik, terima kasih atas perhatian dan bimbingannya.

2. Para dosen Fakultas Psikologi, yamg telah sabar membimbing serta

memberikan ilmu kepada mahasiswa,terimakasih atas ilmunya semoga

bennanfaat khususnya bagi penulis.

3. Adik-adikku tersayang yang selalu memberikan kekuatan serta selalu

membuatku tertawa bahagia : Dede, "semangat ! ! perjuangan masih panjang".

Isa!, "kamu pasti bisa menjadi seperti yang kamu inginkan". Mift, "mo jadi

dokter yach .... kalo ada kemauan pasti ada jalan ok". Sibontot Iwah, "belajar

ya my sweet brother ... ".! love you all.

4. Teman-teman ku: Pieh, Ly, Rien, Mey, n K'Nunk, you are my best friend, I

think .fi'indship is bell er than eve1ything, thanks untuk selalu mendengarkan curhat n keluh kesah, thanks untuk persahabatan yang manis ini, semoga hati

kita tetap bersatu walaupun jarak akan memisahkan kita. Dan lagi-lagi thanks

buat Masukan, Saran, kritikan yang sangat berarti lmat ku.

5. Gak pemah lupa dan selalu inget, buat Beti & Nie "pasangan abadi" akhimya ogut bisa nyusul nich".Icun, "kemana aja non".Budi yang udah bantuin

nyebar angket dari try out sampe penelitian, thanks guy!.Daniel wien,

(6)

"cepet nyusul".K'Beni, K'Muid, "thanks komputernya". Mas Wid, mas

Rudi, mas Pur, Farid, Asep yang gak pernah bosen nanyain kapan selesai,

("Mas, akhirnya As bisa dengan jelas ngasih tau kalo skripsi ini bener-bener

sudah selesai ... ")

5. Teman-teman angkatan 98' Upay, Ii, lpit, your graduation inspired me!!

Wiyah, Nanung,Turhadi, Anang, Agus, you will be the next ok!

6. Untuk petugas perpustakaan UIN SyarifHidayatullah Jakarta, perpus Fakultas

Psikologi UI Depok, Iman Jama' untuk buku-bukunya.

7. Untuk semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Skripsi ini memiliki banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis, oleh

karena itu kritik dan saran amat membantu untuk kesempurnaan skripsi ini walaupun

pada hakekatnya mernang tidak ada yang sernpurna didunia ini.semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat, khususnya bagi mahasiswa psikologi,

untuk menambah khazanah keilmuan, akhirnya penulis serahkan semua kepada

Penguasa manusia.

Jakarta, 2 februari 2004

Penulis

(7)

karakteristik serta kemampuannya, bagaimana ia berfikir tentang dirinya, bagaimana seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang lain dan dengan lingkungannya serta berbagai macam aspek kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai persepsi itu.

Dimensi konsep diri adalah (1) Dimensi Internal yang mencakup, (a)diri identitas, (b)diri perilaku, (c)diri penilai, (2)Dimensi Ekstemal, yang mencakup:(a)diri fisik, (b)diri moral etik, (c)diri pribadi, (d)diri keluarga, (e)diri sosial.

Perilaku berbusana adalah cara bagaimana seseorang berbusana sesuai dengan keinginannya serta sesuai dengan norma-norma yang ada dalam lingkungannya. Dalam berbusana seseorang tidak terlepas pada fungsi, manfaat, serta kriteria dari busana yang hendak dipakai.

Busana muslimah memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu: (I) menutup seluruh aurat, (2) tidak ketat, (3) tidak transparan, (4) terlindung dari pengaruh luar, (5) tidak menyerupai laki-laki.

Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan sebagai berikut:

I. Bagaimana konsep diri mahasiswa UIN SyarifHidayatullah Jakarta

2. Bagaimana perilaku berbusana mahasiswa UIN SyarifHidayatullah Jakarta 3. Adakah hubungan antara konsep diri dengan perilaku berbusana

Populasi penelitian ini adalah mahasiswi UIN SyarifHidayatullah Jakarta yang masih aktif, teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan angket skala yaitu skala konsep diri dan skala perilaku berbusana.

Skala konsep diri menggunakan skala yang digunakan oleh Marhaeni, dengan indikator: identitas diri, kepuasan diri, tingkah laku, fisik, moral etik, pribadi, keluarga, dan sosial. Sedangkan skala perilaku berbusana penulis membuat skala sendiri dengan indikator yang dikemukakan oleh Rita Prasetiani yang mengacu pada Al-Quran dan Hadist. Adapun indikatomya adalah ; menutup aurat, tidak transparan, tidak ketat, terlindung dari pengaruh luar, tidak menyerupai laki-laki.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling. Sedangkan teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu dengan mengambil subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

(8)

Islam.

(9)

DAFT AR ISi ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

v BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... l B. Masalah Penelitian ... 5

C. Tujuan dan manfaat Penelitian ... 6

D. Sistematika Penilisan ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri ... 9

I. Pengertian Konsep Diri ... 9

2. Konsep Diri Negatif dan Konsep Diri Positif ... 13

3. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 20

4. Perkembangan Konsep Diri ... 27

5. Dimensi Konsep Diri ... 32

B. Perilaku Berbusana ... 36

l. Pengertian Berbusana ... 36

2. Kriteria Berbusana muslimah ... 38

3. Fungsi Berbusana Muslimah ... 40

(10)

4. Pengajuan Hipotesis ... 48

BAB III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 49

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 49

C. Identifikasi Variabel ... 50

1. Variabel penelitian ... 50

2. Definisi Operasional Variabel.. ... 50

D. Teknik Pengumpulan Data ... 51

I. Skala Konsep Diri ... 52

2. Skala Perilaku Berbusana ... 53

E Teknik Pengolahan Data ... 54

I. Validitas Alat Ukur ... 55

2. Reliabilitas Alat Ukur ... 55

3. Uji Normalitas ... 56

4. Uji Hipotesis ... 56

F. Prosedur Penelitian ... 57

1. Tahap Persiapan ... 57

2. Pemilihan Instrumen Pengumpulan Data ... 57

3. Pengujian Instrumen A lat Ukur ... 57

4. Pelaksanaan Penelitian ... 59

(11)

C. Analisa dan Interpretasi I-lasil Penelitian ... 64

D. Uji Hipotesis ... 65

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

A. Kesimpulan ... 66

B. Diskusi ... 66

C. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

Tabet 3 .2 Distribusi Item Skala Konsep Diri (sebelum uji coba)

Tabet 3 .3 Distribusi Item Skala Perilaku Berbusana (sebelurn uji coba)

Tabel 3.4 Distribusi Item Skala Konsep Diri (setelah uji coba)

Tabcl 3.5 Distribusi Item Skala l'crilaku Berbusana (sctclah uji coba)

Tai:\el 4.1 Usia Responden

Tabel 4.2 Fakultas Responden

Tabet 4.3 Semester Respondcn

Tabe, 4.4 Kategorisasi Skor Konscp Diri

[image:12.595.31.451.96.549.2]
(13)

2. Uji Reliabilitas Skala Konsep Diri

3. Uji Validitas Skala Perilaku Berbusana

4. Uji Reliabilitas Skala Perilaku Berbusana

5. Skala Konsep Diri

6. Skala Perilaku Berbusana

7. Skor Konsep Diri

8. Skor Perilaku Berbusana

(14)
(15)

A. Latar Belakang Masalah

Sejak awal dikenal manusia, pakaian lebih berfungsi sebagai penutup tubuh

dari pada sebagai pernyataan lambang status seseorang dalam masyarakat, sebab

berpakaian ternyata memang merupakan perwujudan dari sifat dasar manusia yang

mempunyai rasa malu sehingga selalu berusaha menutupi tubuhnya. Oleh karena itu,

betapapun sederhananya suatu kebudayaan bangsa, usaha untuk menutupi tubuh

dengan berpakaian itu selalu ada, sekalipun dalam bentuk seadanya.

Bila melihat di sekeliling, maka akan ditemukan bcrbagai macam corak dan

model busana yang biasanya berkaitan erat dengan agama, adat istiadat, dan

kebudayaan setempat. Di negara-negara eropa yang kebanyakan penduduknya

beragama kristen, pakaian schari-harinya dapat bernacam-macam. Di Skotlandia,

laki-laki mengenakan rok sedangkan perempuan mengenakan celana panjang. Namun

dikalangan rohaniawan atau organisasi gereja, pakaian mcrcka dapat mcnunjukan

macam jabatan dan jenjang kepangkatan. Jenis dan potongan, cara mcmakai bagian

busana, bahan, motif, serta aksesoris, semua diatur dengan ketat dan bersifat sakral.

Bila mencoba menelaah perkembangan busana sesuai dengan jenis kelamin

pemakainya, ada hal yang menarik yaitu busana kaum laki-laki umumnya lebih stasis

dibanding perempuan, walaupun ada perubahan tidak terlalu mencolok, baik dalam

(16)

perubahan peradaban, pada awalnya busana perempuan primitif cukup hanya dengan

melilitkan kulit kayu yang sudah dilunakkan, dengan ukuran yang hanya cukup untuk

menutupi bagian tertentu dari tubuhnya, namun kemudian terns meningkat hingga

akhimya menutupi seluruh tubuh.

Saat ini, di Indonesia khususnya seseorang bebas memakai pakaian sesuai

dengan kehendaknya atau sesuai dengan ketentuan agama dan budayanya.

Sebagai agama universal, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW

merupakan suatu sistem hidup yang lengkap, yang senantiasa memberikan pedoman

kepada umatnya mulai dari yang paling dasar sampai yang paling puncak. Oleh

karena itu, Islam bukanlah sebagai agama yang hanya terbatas pada kehidupan

pribadi, yang semata-mata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya,

sebagaimana konsepsi agama-agama selain Islam, melainkan memberikan pedoman

hidup yang utuh dan menyeluruh.

Saat ini, kita bisa melihat begitu banyak wanita muslimah yang mengenakan

busana muslimah, hal ini sangat membanggakan kita sebagai umat muslim. Akan

tetapi seiring dengan perkembangan mode, bermunculan bcrbagai jcnis mode busana

muslimah, dalam berbagai corak dan warna yang mcnjanjikan kecantikan dan

keanggunan si pemakai, sehingga kita dapat pula melihat banyak dari para muslimah

yang mengenakan busana tetapi tidak memperdulikan syarat-syarat yang telah

(17)

tidak boleh menyukainya atau bahkan memakainya, asalkan semuanya tidak

melanggar rambu-rambu dalam agama tentang bagaimana seharusnya seorang

muslimah memakai busana, selain itu yang terpenting bagi muslimah adalah menjaga

hati agar busana muslimah yang dikenakan tidak menjerumuskannya kedalam api

neraka, dikarenakan niat menjadi berubah dari ingin menjalankan perintah Allah.

Islam tidak melarang umatnya mengikuti trend mode busana, selama mode

busana tersebut tidak memperlihatkan aurat si pemakai dan selama busana tersebut

tidak menyalahi syariat yang telah ditentukan.

Kini banyak kaum muslimah yang memakai busana muslimah, tetapi tidak

mengikuti syariat yang telah ditentukan oleh agama, rnisalnya dcngan melilitkan

kerudung ke lehcmya sehingga mcmperlihatkan sebagian dari lehernya dan

memperlihatkan sebagian rambutnya.

Maraknya para muslimah mernakai busana muslimah kini didukung penuh

oleh berbagai rumah mode yang lihai melihat pasar sehingga perkcmbangan

model-model busana rnuslimah semakin marak. Mereka berlomba-lomba rncrancang

berbagai model busana muslimah sehingga fungsinya bcrubah. Ditambah dengan

berbagi maeam aksesoris dan hiasan membuat busana muslimah berubah fungsi

sebagai perhiasan dan menambah kecantikan si pemakainya sehingga wanita tcrsebut

menjadi pusat perhatian.

Dalam berbusana, seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor

(18)

Apakah konsep diri termasuk dalam satu ha! yang

「・イィオ「オョァ。セᄋᄋ。・ョセNヲャ@

peril.aku

',,

berbusana, dimana konsep diri merupakan suatu konstruk yang digunakan 、。ャセュ@ · •

memahami tingkah laku seseorang.

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam perilaku

seseorang karena itu setiap orang bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya, atau

secara sederhana dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan

pandangan-pandangan atau penghayatan dan perasaan tentang diri sendiri, jadi bagaimana

seseorang memandang dirinya.

Adapun konsep diri itu ada yang positif maupun negatif, tergantung cara

pandang orang itu sendiri. Dari pcngamatan scscorang tcntang dirinya ini lcrkandung

suatu penilaian terhadap dirinya sendiri, kemudian dari penilaian ini muncullah sikap

dan perasaan terhadap dirinya tennasuk kepribadian.

Bermunculannya berbagai model busana muslimah dewasa ini membuat para

muslimah antusias menyambutnya sehingga mereka lupa akan peraturan dan syarat

dari busana muslimah itu sendiri. Mcrcka mengikuti trend mode yang ada tanpa

memperdulikan ciri dari pribadi muslimah.

Timbulnya jilbab gaul, dimana si pemakai melilitkan kerudungnya

sedemikian rupa sehingga memperlihatkan sebagian lehernya, serta dipadu dengan

busana muslimah yang terlihat ketat di badan, ha! tersebut terlihat di berbagai tempat

(19)

terutama tentang apa sebenarnya yang memotivasi mereka sehingga mereka

mengenakan busana terse but, apakah di karenakan keterbatasan pengetahuan mereka

tentang agama, terutama tentang bagaimana sebenarnya busana muslimah itu, atau

dikarenakan konsep dirinya yang rendah sehingga semaunya berbusana tanpa

memperdulikan keburukan apa yang akan ditimbulkan pada dirinya. Dikarenakan

konscp dirinya yang rcndah tcrscbut mcmbuat si pemakai tidak memandang dirinya

berharga, ia tidak merasa malu memakai busana tanpa melihat rambu-rambu dalam

agama, dan tidak memperdulikan nonna yang ada di lingkungannya.

Oleh karena itu dilihat dari latar belakang yang telah diuraikan tersebut

diatas, maka penulis mengambil tema penelitian tentang husana yaitu dengan judul:

"HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIR! DENGAN PERILAKU BERBUSANA"

B. Masalah Penelitian

I. Perumusan Masalah

a. Bagaimana konsep diri mahasiswa UIN Jakarta?

b. Bagaimana perilaku berbusana mahasiswa UIN .Jakarta?

c. Apakah terdapat hubungan antara konscp diri dengan perilaku

berbusana mahasiswa UIN Jakarta ?

2. Pembatasan Masalah

a. konsep diri yang dimaksud adalah pemahaman mahasiswa tentang

(20)

yang sesuai dengan aturan dalam syariat Islam, baik dari segi ciri,

fungsi, manfaat, maupun kriterianya. Dan diharapkan dengan busana

muslimah tersebut dapat mencerminkan pribadi muslimah yang anggun

dan berbudi pekerti baik.

c. Mahasiswa yang dimaksud adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri

(UIN) syarif Hidayatullah Jakarta, yang masih aktif, dan penulis

mengambil spesifikasi dalam penelitian ini adalah khusus untuk

mahasiswi.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah yang telah

dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui

bagaimana konsep diri mahasiswa UIN serta bagaimana perilakunya dalam

berbusana. Serta adakah hubungan antara konsep diri dengan perilaku berbusana.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan masyarakat khususnya

muslimah agar lebih mengetahui apa itu busana muslimah, syarat, fungsi serta kriteria

dari busana muslimah. Selain itu muslimah diharapkan lebih mengetahui tentang

konsep diri, dan agar muslimah mengetahui adakah hubungan antara konsep diri

dengan perilaku berbusana muslimah.

Penelitian yang disusun dengan menggunakan metode korelasional ini,

(21)

minat pada peneliti Iain untuk melakukan penelitian baru yang berhubungan dengan

penelitian ini, serta dapat melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada dalam

penelitian ini.

D. Sistcnrntikn Pcnulisnn

Dalam penyusunan penelitian m1, penulis membagi ke dalam lima bab

dengan perincian sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, meliputi : latar belakang masalah, masalah penelitian,

yang mencakup perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka, yang terdiri alas beberapa sub bab, yaitu : konsep diri

yang mencakup beberapa sub bab yaitu, pengertian konscp diri, konsep diri positif

dan konsep diri negatif, faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, perkcmbangan

konscp diri, dan dimensi konsep diri, perilaku berbusana, yang mencakup beberapa

sub bab yaitu, pengertian perilaku berbusana, kriteria berbusana, fungsi berbusana

rnuslirnah yang mencakup fungsi busana muslirnah bagi kesehatan kulit, fungsi

busana muslirnah bagi kesehatan rambut, dan fungsi busana muslimah dalam

rnenjalankan ibadah.

Bab III Metodologi Penelitian, meliputi : rancangan penelitian, populasi dan

sampel penelitian, identifikasi variabel, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan

(22)

data, pengujian instrumen alat ukur, pelaksanaan penelitian.

Bab IV Hasil Penelitian, meliputi : gambaran umum responden, deskripsi

hasil penelitian, analisa dan interpretasi hasil penelitian, uji hipotesis.

(23)
(24)

A. Konsep diri

I. Pengertian Konsep Diri

Definisi konsep diri sangat beragam. Keberagaman itu dikarenakan oleh

perbedaan latar belakang ilmiah para teoritikus yang membahas konsep diri. 1

Konsep diri menurut bahasa mengandung pengertian suatu ide atau pengertian

atau gambaran mental yang diabstraksikan dari peristiwa konkret, objek, proses atau

apapun, yang digunakan oleh aka! budi untuk memahami hal-hal mengenai diri

seseorang secara terpisah dari orang lain.

· Konsep diri menurut Joan Rais yaitu : pendapat kita mengenai diri sendiri.

Konsep diri juga harus dibedakan dengan istilah kepribadian. Kepribadian terbentuk

berdasarkan penglihatan orang lain terhadap diri individu, ini merupakan pandangan

dari luar, konsep diri sebaliknya merupakan sesuatu yang ada dalam diri individu,

yang merupakan pandangan dari dalam atau dengan cara yang lebih mudah

dimengerti, dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah "saya seperti orang lain

melihat saya" dan konsep diri adalah "saya seperti melihat diri saya sendiri"2

1

Fitra Faturahman, konsep diri pelajar yang terlibat perkelahian pelajar, skripsi sarjana psikologi, (Jakarta, 2002), h 16

2

(25)

Carl R.Rogers berpendapat bahwa, "konsep diri menyangkut persepsi diri

yang menunjuk bagaimana seorang memandang dirinya, menilai dirinya, menilai

kemampuannya dan bagaimana ia berfikir tentang dirinya. Disamping itu, konsep diri

juga menyangkut bagaimana seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang

lain dan berbagai macam aspek dalam kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai

persepsi itu. "3

Konsep diri adalah pandangan diri individu, tentang diri sendiri, potret diri

mental ini memiliki tiga dimensi : pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan

mengenai diri, dan penilaian tentang diri sendiri.4

Dimensi dari konsep diri adalah apa yang diketahui tentang diri sendiri, dalam

benak seseorang ada satu daftar julukan yang menggambarkan dirinya: usia, jenis

kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan dan sebagainya.jadi, konsep diri seseorang

dapat di dasarkan pada "asas dasar".

Dari faktor dasar tersebut dapat dilihat yang akan menempatkan individu

dalam kelompok sosial, kelompok umur, kelompok suku bangsa dan sebagainya.

Individu tersebut juga mengidentifikasi dengan kelompok sosial lain yang menambah

daftar julukan diri dirinya demokrat liberal, katolik Roma, protestan, kelas menengah

keatas atau kelas menengah kebawah, julukan seperti itu dapat diganti setiap saat,

3

Gardner Linzeybdan Calvin S. hall, Teori-teori Ho/istik, Organismik Penomenologis,

(.Jakarta, Kanisius, 1993) 4

(26)

tetapi sepanjang 1a mengidentifikasi dengan suatu kelompok.kelompk tersebut

memberikannya informasi lain yang dimasukan kedalam potret diri mental individu

terse but.

Akhimya, dalam membandingkan dirinya dengan istilah-istilah kualitas, ia

mengkategorikan dirinya dengan membandingkannya terhadap orang lain, sebagai

orang yang spontan atau yang hati·hati, baik hati atau egois, tenang atau

bertemperamen tinggi. Individu dapat saja mengubah tingkah lakunya atau dapat

mengubah kelompok pembanding yang diharapkannya.

Menurut Hurlock (1991), setiap individu mempunyai konsep diri yang

sesungguhnya dan konsep diri yang ideal. Konsep diri yang sesungguhnya adalah

konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin

yang ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain dan apa kiranya

reaksi orang lain terhadapnya. Sedangkan konsep diri ideal adalah gambaran diri

seseorang mengenai penampilan dan tingkah laku yang di idam-idamkan.5

Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga

mengandung penilaian ( evaluasi) tentang diri sendiri. Konsep diri meliputi apa yang

kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita.

Konsep diri mempunyai dua komponen: komponen kognitif dan komponen

afektif. Dalam psikologi sosial komponen kognitif terdiri dari beberapa komponen

(27)

yaitu : self image (citra diri), afektif disebut self esteem (harga diri). Sedangkan

harapan tentang diri sendiri disebut self ideal ( cita-cita diri).6

Konsep diri juga terdiri dari aspek fisik dan psikologis. Aspek fisik biasanya

terbentuk lebih dulu dari pada aspek psikologis, dan merupakan gambaran dari

individu yang berhubungan dengan penampilan fisik, antara lain mengenai

kecantikannya, jenis kelamin, anggota badan dan hubungannya dengan tingkah laku

serta bagaimana kesan semua itu dimata orang lain. Sedangkan aspek psikologis

merupakan gambaran diri individu berdasarkan pada fikiran, perasaan, emosi individu

terhadap kualitas-kualitas seperti kejujuran, keberanian, dan hal-hal lain yang ada

dalam dirinya tenhasuk kemampuan dan ketidakmampuan diri yang mempengaruhi

penyesuaian dalam kehidupan.

_ Konsep diri merupakan suatu cara untuk memprediksi tingkah laku individu.

Maka cukup relevan bila hubungan diantara keduanya diteliti. Dengan mengetahui

konsep diri yang ada pada individu diharapkan dapat memprediksikan perilaku

berbusana yang akan ditimbulkan.

Jadi dari semua uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri

adalah: organisasi persepsi-persepsi diri yang berada didalam kesadaran seseorang,

yang menyangkut cara seseorang memandang dirinya, nilai dirinya, menilai

karakteristik serta kemampuannya, bagaimana ia berfikir tentang dirinya, bagaimana

seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang lain dan dengan

6

(28)

lingkungannya serta berbagai macrun aspek kehidupan serta nilai-nilai yang

menyertai persepsi itu.

2. Konsep Diri Negatif dan Konsep Diri Positif

Pandangan seseorang tentang dirinya akan jatuh diantara· kedua kutub

tersebut, yaitu negatif dan positif. Akan tetapi dengan mengetahui kedua perbedaan

itu, individu bisa lebih mengetahui secara lebih jauh tentang konsep diri.7

a. Konsep diri negatif

Ada dua konsep diri Jiegatif, yaitu pertama, pandangan seseorang tentang

dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, dia tidak memiliki perasaan kestabilan dan

keutuhan diri. Dia benar-benar tidak tahu siapa dirinya. Kondisi ini umum dan normal

diantara para remaja. Konsep diri mereka kerap kali menjadi tidak teratur untuk

sementara waktu dan ini terjadi pada saat transisi dari dari peran anak ke peran orang

dewasa (Erikson,1968). Tetapi pada orang dewasa ha! itu mungkin suatu tanda

ketidak mampuan menyesuaikan. 8

Tipe kedua dari konsep diri negatif hampir merupakan lawan dari yang

pertama. Disini konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur dan kaku.mungkin

karena dididik dengan sangat keras, individu tersebut.menciptakan citra diri yang

7 James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella, op.cit

(29)

tidak mengijink:an adanya penyimpangan dari seperangkat hukum besi yang dalam

pikirannya mernpakan cara hidup yang tepat.

Pada kedua tipe konsep diri negatif, informasi barn tentang diri hampir pasti

menjadi penyebab kecemasan, rasa ancaman tehadap diri. Tidak satupun dari kedua

konsep diri cukup bervariasi untuk menyerap berbagai macam informasi tentang diri.

Setiap hari pikiran manusia mengalami pemilihan yang ketat tentang berbagai

macam dorongan, diingatan dan tanggapan yang semuanya itu merefleksi pada diri.

Jadi, agar memahami dan menerima diri sendiri, konsep diri hams dilengkapi dengan

"kotak kepribadian" yang cukup luas, tempat individu dapat menyimpan

bermacam-macam fakta yang berbeda tentang diri sendiri. Dengan kata lain, konsep diri idealnya

hams luas dan tersusun dengan teratur.

Orang dengan konsep diri yang tak teratur atau konsep diri yang sempit

benar-benar tidak memiliki kategori mental yang dapat dikaitkannya dengan informasi yang

bertentangan tentang dirinya.(Sullivan, 1953). Oleh karena itu, dia mengubah terns

menerns konsep dirinya, atau dia melindungi konsep dirinya yang kokoh dengan

mengubah atau menolak informasi barn.

Dalam kaitannya dengan eval uasi diri, konsep diri yang negatif menurnt

definisinya meliputi penilaian negatif terhadap diri. Apapun pribadi itu dia tidak

perna!i cukup baik. Apapun yang diperoleh tampaknya tidak berharga dibandingkan

dengan apa yang diperoleh orang lain. Hal ini dapat menuntun kearah kelemahan

emosional. Penelitian menunjukkan bahwa konsep diri negatif sering kali

(30)

mungkin mengalami kecemaan secara ajeg, karena menghadapi infonnasi tentang

dirinya sendiri yang tidak dapat diterimanyadengan baik, dan yang mengancam

konsep dirinya. Dalam kedua kasus itu: depresi atau kecemasan, kekecewaan

emosional akan mengikis harga diri, dan ha! ini menyebabkan kekecewaan emosional

yang lebih parah, dan seterusnya - sebuah lingkaran setan.9

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert, ada empat tanda orang yang

memiliki konsep diri negatif, yaitu : 10

I. Peka terhadap kritik orang lain, ia sangat tidak tahan terhadap kritik yang

diterimanya, mudah marah, baginya koreksi seringkali dipersepsi sebagai

usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.

2. Sangat responsif terhadap pujian, walaupun mungkin ia berpura-pura

menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada

waktu menerima pujian, baginya segala macam label yang menunjang harga

dirinya menjadi pusat perhatian, bersifat hiper kritis terhadap orang lain,

selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun atau siapapun, mereka

tidak bisa mengungkapkan penghargaan atau kelebihan orang lain.

3. Orang yang konsep dirinya negatif cenderung merasa tidak disenangi orang

lain, merasa tidak diperhatikan, karena itu ia bereaksi pada orang Iain sebagai

musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban

9

Ibid, h.72

10

(31)

persahabatan, ia tidak akan pemah mempersalahkan dirinya, tetapi akan

menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak beres.

4. Ia akan cenderung bersikap pesimis terhadap kompetisi, seperti terungkap

dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang Iain dalam membuat

prestasi.

b. Konsep diri positif

J ika seseorang menempatkan nilai tinggi pada sifat rendah hati, berarti ia

berasumsi bahwa suatu konsep diri yang benar-benar positif adalah suatu kuantitas

yang agak berbahaya. Dasar dari konsep diri yang positif bukanlah kebanggan yang

besar tentang diri tetapi lebih berupa penerimaan diri. Dan kualitas ini lebih mungkin

mengarah pada kerendahan hati dan ke kedermawanan dari pada ke keangkuhan dan

ke keegoisan.

Yang menjadikan penenmaan diri mungkin adalah bahwa orang dengan

konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali tidak seperti konsep diri yang

terlalu kaku atau terlalu longgar. Konsep diri yang positifbersifat stabil dan befariasi.

Konsep ini berisi berbagai "kotak kepribadian", sehingga orang dapat menyimpan

informasi tentang dirinya sendiri, baik informasi negatif maupun informasi positif

Jadi, orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta

yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri: "saya berkompetensi sebagai

seorang ahli hukum tetapi tidak kompeten sebagai seorang atlit", "saya mencintai

anak laki-Iaki saya tetapi tadi malam saya bermimpi bahwa saya melihatnya

(32)

informasi ini, tak satupun dari informasi tersebut yang merupakan ancaman

baginya.11

Karena konsep diri positif itu cukup luas untuk menampung seluruh

pengalaman mental seseorang, evaluasi tentang dirinya sendiri menjadi positif Dia

dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa dia

tidak pemah kecewa terhadap dirinya sendiri atau bahwa dia gaga! mengenali

kesalahannya. Dan dengan menerima dirinya sendiri, diajuga dapat menerima orang

lain.

Mengenai pengharapan, orang dengan konsep diri positif merancang

tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas. Artinya, memiliki kemungkinan besar untuk dapat

mencapai tujuan tersebut. Disamping tujuan tersebut cukup berharga kalau ia berhasil

mencapainya, hal itu akan dapat dijadikan alasan untuk memuji diri.

Yang lebih penting dari pengharapan yang realistik tentang pencapaian adalah

pengharapan tentang kehidupannya sebagai individu: idenya tentang apa yang dapat

diberikan kehidupan kepadanya dan bagsimana seharusnya dirinya mendekali dunia.

Pada bidang inilah konsep diri positif mungkin lebih banyak menjadi modal yang

lebih berharga dibanding dengan daerah lain.

Orang yang berkonsep diri positif dapat tampil didepan secara bebas, baginya

hidup adalah proses penemuan. Ia berharap kehidupan dapat membuat dirinya

tertarik, dapat memberinya kejutan dan memberinya imbalan. Dengan demikian ia

11 James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella,

(33)

akan bertindak: dengan berani dan spontan serta memperlakukan orang lain dengan

hangat dan hormat. Dan karena ia menghadapi orang dengan cara ini, hidup akan

terasa menyenangkan dan penuh kejutan. Jadi, konsep diri yang positif, seperti halnya

dengan konsep diri yang negatif, adalah bagian dari hubungan yang melingkar, akan

tetapi Jingkaran itu bukan Jingkaran yang buruk tetapi Iingkaran yang baik.12

Menurut Jalaludin, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan

Iima hal yaitu: 13

1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.

2. Ia merasa setara dengan orang lain.

3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu.

4. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan,

dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.

5. Ia mampu memperbaiki dirinya, karena ia sanggup mengungkapkan

aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Meniurut D.E. Hamachek, menyebutkan sebelas karakterisik orang yang

mempunyai konsep diri positif yaitu : 14

!. Meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia

mempertahankan, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.

12

Ibid. ' h. 74

13 Jalaluddin Rahmat,

op.cit, h.105

(34)

Tetapi ia juga merasa dirinya cukup tanggih untuk mengubah prinsip-prinsip

itu bila pengalaman dan buicti-bukti baru menunjukan dirinya bersalah.

2. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah

yang berlebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui

tindakannya tersebut.

3. Ia tdak mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi

kemarin dan apa yang sedang terjadi saat ini.

4. Memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam mengatasi persoalan, dan

yakin dapat menghadapi kegagalan atau kemunduran yang dihadapinya.

5. Merasa sama dengan orang lain sebagai manusia, walaupun ada pebedaan

tertentu, seperti Iatar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapnya.

6. Bisa menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang

lain, paling tidak bagi orang yang dipilihnya sebagai sahabat.

7. Dapat menerima pujian tanpa pura-pura, rendah hati dan menerima pujian

tanpa merasa bersal.ah.

8. Cenderung menolak bi la ada orang lain terlalu mendominasinya.

9. Dapat mengekspresikan perasaannya kepada orang lain, seperti perasaan

marah, sedih, cinta, kecewa dan sebagainya.

iO. Mampu menikmati secara utuh setiap kegiatan yang dilakukannya, baik

bermain ataupun bekerja.

11. Peka terhadap kebutuhan orang lain, dan tidak bisa bersenang-senang dengan

(35)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Sejalan dengan kemampuan persepsi dan pembedaan konsep diri, terbentuk

pula melalui interaksi individu dengan orang lain dan lingkungannya. Sullivan

menekankan pada pentingnya interaksi sosial dalam pembentukan konsep diri

seseorang. Melalui interaksi dengan orang lain, individu mendapatkan penilaian

tentang dirinya yang kemudian menjadi label bagi dirinya, dan menggunakan

penilaian tersebut sebagai tolak ukur dalam berfikir dan bertingkah laku.

Konsep diri berkembang dari kontak antara anak dengan orang lain

disekitarnya, yaitu dari apa yang mereka lakukan atau katakan pada anak tersebut,

juga status apa yang didapat anak tersebut dalam kelompok identifikasinya. Yang

berpengaruh pada pembentukan konsep diri terutama adalah, orang-orang lain yang

dianggap penting oleh individu. Mula-mula orang yang dianggap penting adalah

keluarga sendiri, tetapi setelah hubungan sosial anak meluas keluar rumah peran

anggota keluarga "significant people" akan tergantikan oleh orang lain seperti teman

sebaya, guru dan lainnya.

Gabriel Marcel, seorang filusuf eksistensialis menulis tentang peranan orang

lain dalam memahami diri sendiri, "'l'lze Fae/ is that we can understand ourselves by

starting from the other, or from others,amd only by starting from them. " Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain lebih dulu.15

15 Ibid. ,

(36)

Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika seorang individu

diterima orang Iain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, maka ia akan

cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Tidak semua orang lain

mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri individu. .Ada yang paling

berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan individu tersebut.

George Herbert Mead (1934) menyebut mereka significant others - orang Iain

yang sangat penting. Ketika individu masih kecil, mereka adalah orangtua, saudara,

dan orang-orang yang tinggal serumah dengannya. Sedangkan menurut Richard

Dewey dan W.J. Humber (1966) menamainya affective others - orang lain yang

dengan mereka individu mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah secara

perlahan-lahan individu membentuk konsep dirinya. Pelukan, senyuman, pujian, dan

penghargaan mereka menyebabkan individu menilai dirinya secara positif. Ejekan,

cemoohan dan hardikan membuat individu memandang dirinya secara negatif.16

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri

seseorang adalah :

a. Faktor Orang Tua

Dalam hal informasi atau cermin tentang diri, orang tua memegang peranan

paling istimewa. Jika mereka secara tulus dan konsisten menunjukan cinta dan

sayangnya kepada anak, maka seorang anak akan dibantu untuk memandang dirinya

pantas untuk dicintai, baik oleh orang Iain maupun oleh dirinya sendiri. Sebaliknya,

16

(37)

jika dari orang tua anak tidak mendapatkan kehangatan, perhatian dan cinta, maka ia

akan tumbuh sebagai individu yang memiliki perasaan ragu-ragu apakah ia pantas

dicintai dan diterima.

Jika seorang anak menghargai dirinya, maka ia akan melihat dirinya sebagai

individu yang berharga. Tetapi jika tanggapan orang tua terhadap dirinya berupa

kritikan, hukuman dan koreksian selalu, ia akan menyangkal kebaikannya sebagai

pribadi dan ia menjadi yakin bahwa ia pantas untuk diperlakukan buruk.mengkritik

atau menyalahkan anak secara berlebihan menimbulkan rasa bersalah dan malu lebih

dari pada yang diperlukan untuk membuat anak berubah.17

Penilaian orang tua yang dituj ukan kepada anak untuk sebagian besar menjadi

penilaian yang dipegang tentang dirinya. Harapan orang tua terhadapnya dimasukkan

kedalam cita-cita dirinya, jika ia tidak mampu memenuhi sebagian dari harapan itu,

atau j ika keberhasilannya tidak diakui oleh orang tuanya, maka anak akan

mengembangkan rasa tidak mampu dan akan memiliki harga diri yang rendah.

Dengan berbagai macam cara orang tua memberitahu tentang siapa

sebenamya diri kita, orang tua yang terlalu memperhatikan dan mudah ccmas,dan

merasa harus terus- menerus dekat dengan anaknya, maka akan menghasilkan anak

yang penakut dan selalu merasa tidak aman. Orang tua yang selalu menuntut dan

17

Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, (Jakarta, Gramedia,

(38)

tidak pemah puas dengan apapun yang dilakukan anaknya, maka akan gaga!

menumbuhkan rasa percaya diri atau menumbuhkan pandangan positif dalam dirinya.

Bahkan orang tua sering kali memberi cap kepada anak seperti "anak nakal",

"anak malas", maka ini akan menjadi sebutan diri dan akan tetap bertahan sebagai

bagian gambaran diri anak. Jika orang tua meninggal dan tidak ada gantinya, maka

anak akan mendapat kesulitan untuk membentuk gambaran positif tentang dirinya.

Apabila orang tua menunjukan minat dan perhatian yang sedikit saja, maka ini akan

menumbuhkan pandangan negatif pada anak tentang dirinya. Tanggapan balik dari

orang tua merupakan penentu penting untuk konsep diri, tanggapan yang baik dan

dikehendaki oleh anak, maka ia akan tumbuh dengan perasaan berharga dan dicintai.

Maka sebagai orang tua, harus menampakkan bahwa anak itu berharga dan pantas

dicintai.18

b. Faktor Saudara kandung

Hubungan dengan saudara kandung juga penting dalam pembentuka konsep

diri. Anak sulung yang diperlakukan seperti seorang pemimpin oleh adik-adiknya dan

mendapat kesempatan untuk brperan sebagai penasehat mereka, mendapat

keuntungan dari kedudukannya untuk mengembangkan konsep dirinya yang positif.

Sedangkan anak bungsu mengalami hal yang berlawanan.bila kakaknya terns

1

• Umi Latifah, Hubungan Konsep Diri dengan Hidup Bermalma, Skripsi sarjana pendidikan,

(39)

menerus menganggap dan memperlakukannya sebagai anak kecil, akibatnya

kepercayaan dan harga dirinya berkenbang negatif dan lambat.

negatif atau positif seorang individu memandang dirinya sangat dipengaruhi

oleh lingkungannya, terutama lingkungan terdekatnya, yaitu keluarganya.

Bagaimanapun cara keluarga memandang dirinya, maka itulah konsep diri yang akan

terbentuk pada dirinya, karena orang-orang terdekat terutama keluarga mempengaruhi

perilaku, pikiran, dan perasaan, serta merekalah yang mengarahkan tindakan dan

membentuk pikiran individu.

c. Faktor Teman sebaya

Hidup seorang individu tidak terbatas pada keluarga saja. Kita juga berteman

dan bergaul dengan orang-orang diluar rumah, terutama dengan teman-teman sebaya.

Dalam pergaulan dengan teman-teman itu, apakah kita disenangi, dikagumi dan

dihormati atau tidak, ha! tersebut ikut menentukan dalam pembentukan gambaran

dirinya. Harry Stack Sullivan, seorang murid Sigmund Freud menekankan pentingnya hubungan sosial pada anak-anak bagi perkembangan kepribadian mereka. Menurut

Sullivan, persahabatan dikalangan anak meninggalkan kebiasaan yang tercetak

seumur hidup dalam pergaulan selanjutnya. 19

Selain kebanggaan atas diri sendiri yang besamya hampir sama dengan kasih

sayang dan pengasuhan orang tua, sebaliknya anak yang tidak mempunyai teman

atau tidak diterima oleh teman-teman sebayanya ketika masih sekilah dasar, maka

19

(40)

rasa tidak lengkap dan tidak puas akan muncul dan akan terbawa sampai seumur

hidup. Meskipun keberhasilan yang diperolehnya mungkin nyata seka!i.20

lingkungan teman-teman sebayanya, maka ia akan meninjau kembali

gambaran diri yang telah terbentuk di rumah.Perlakuan teman sebaya akan sangat

mempengaruhi gambaran dirinya megitu pula perbandingan dirinya dengan mereka.

Bila individu tersebut menemukan dirinya kalah "cakep", pandai Pada masa remaja,

ketika individu keluar rumah dan masuk dalam dan kahebat dengan mereka, atau

mereka memandangnya dengan cemoohan, maka gambaran dirinya yang positif akan

terhambat untuk tumbuh, dengan kata lain ia akan memiliki konsep diri negatif.

Sebaliknya jika teman-temannya memandangnya dengan positif dan tidak

mencemooh atau menghina, serta individu menemukan bahwa dirinya lebih unggul

segalanya dari teman-temannya, maka harga dirinya akan berkembang positif 21

d. Faktor Masyarakat

Sebagai anggota kelompok masyarakat sejak kecil individu sudah dituntut

untuk bertindak menurut cara dan patokan tertentu yang berlaku dalam masyarakat.

Norma masyarakat itu diteruskan kepadanya lewat orang tua, sekolah, teman sebaya

dan media cetak seperti radio dan televisi. Nonna itu menjadi bagian dari cita-cita

dirinya. Semakin ia mampu memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat maka

semakin baik harga dirinya berkembang.

20

Lawrence E. Shapiro, op.cit, h. 196

21

(41)

Budaya dalam masyarakat tidak hanya menetapkan bagaimana individu harus

bertindak, tetapi juga bagaimana harus tampil dan tampak. Cita-cita budaya yang ada

dalam masyarakat itu juga menjadi unsur cita-cita diri individu. Kecocokan individu

dengan cita-cita masyarakat itu mempunyai peran penting dalam gambaran dirinya.

Selain itu, perlakuan masyarakat juga sangat mempengaruhi konsep diri

individu, bila ia sudah mendapat cap buruk dari masyarakat sekitarnya, sulit baginya

untuk merubah gambaran dirinya yang jelek. Lebih parah lagi bila individu hidup

dalam masyarakat diskriminatif dimana dikenal istilah mayoritas dan minoritas, bila

individu berada di pihak mayoritas, maka harga dirinya akan berkembang positif

Namun bila individu berada di pihak minoritas, dimana akan mendapatkan perlakuan

buruk dari kelompok mayoritas yang akan mempersulit menumbuhkan harga diri

yang positif pada individu tersebut.

e. Faktor Kelompok rujukan

Adapun yang mempengaruhi konsep diri individu selain keluarga adalah

kelompok rujukan (refference group), yaitu kelompok yang secara emosional

mengikat individu dan berpengaruh terhadap pembentukkan konsep dirinya. Dengan

melihat kelompok ini, individu mengarahkan perlakunya dan menyesuaikan dirinya

dengan ciri-ciri kelompoknya. Maka, individu cenderung menjadikan norma-norma

dalam kelompok tersebut sebagai ukuran perilakunya, dan ia j uga merasa dirinya

sebagai bagian dari kelompok, lengkap dengan seluruh sifat-sifat dari anggota

kelompok tersebut menurut persepsinya.22

22

(42)

4. Perkembangan konsep diri

Konsep diri berasal dan berakar pada masa kanak-kanak, dan berkembang

terutama sebagai akibat dari hubungan individu dengan orang lain. Dalam

pengalaman hubungan individu dengan orang lain dan bagaimana orang lain

memperlakukannya. Individu menangkap pantulan tentang dirinya dan membentuk

gagasan dalam dirinya seperti apakah ia sebagai pribadi.

Tindakan seseorang selalu tergantung pada apa yang menurut pikirannya

benar tentang dirinya dan lingkungannya. Ini merupakan ha! yang pundamental,

begitulah cara diri individu terbentuk. Individu bertindak seolah-olah konsep dirinya

sudah benar, tidak perduli seberapa jauh konsep itu meleset.

Saymond 1951 (dalam fitts 1971) mengemukakan mengena1 proses

pembentukan dan perkembangan konsep diri, bahwa konsep diri tidak dibawa

individu sejak lahir. Konsep diri sedikit demi sedikit akan timbul sejalan dengan

perkembangannya, serta sejalan dengan kemampuan persepsi individu. Konsep

tentang diri mulai terbentuk sejak seseorang mulai mampu membedakan dirinya

dengan orang lain dan lingkungan sekitamya.23

Ketika lahir, seseorang tidak memiliki konsep diri - tidak memiliki

pengetahuan tentang diri sendiri, dan tidak memiliki pengharapan bagi dirinya, serta

23

(43)

tidak memiliki penilaian terhadap diri sendiri. Tidak mengetahui apakah sesuatu yang

dipegang itu kaki atau mainan.

Apabila seorang anak melihat tangannya begerak, ia tidak tahu kalau itu

miliknya, ia memperoleh pengalaman fisik, panas, dingin, sakit, tetapi anak itu tidak

tahu bahwa sensasi ini dihasilkan dari interaksi dua faktor yang masing-masing

berdiri sendiri: individu dan lingkungan.

Namun keadaan menyatu dengan lingkungan ini tidak berlangsung lama.

Secara perlahan selama kehidupan tahun pertama, anak mulai membedakan antara

"aku" dan "bukan aku". Ketika panca indera makin menguat, anak mulai membentuk

gagasan tentang hubungan antara "aku" dan "bukan aku". Yang paling penting,

individu belajar bahwa dunia "bukan aku".24

Tahun-tahun awal ketika anak menerima isyarat-isyarat tentang dirinya

merupakan tahun-tahun rawan. Diperkirakan bahwa pada akhir tahun kedua dalam

hidup, kerangka dasar gambaran diri sudah terbentuk dalam diri anak. Dan pada

waktu masuk sekolah, banyak sikap diri yang akan bertahan dalam hid up sudah mulai

mengakar pada mereka. Konsep diri juga memegang peranan penting dalam

menentukan bagaimana pengalaman dalam hidup mempengaruhi individu.

Pengetahuan tentang diri individu menjadi kekuatan aktif dalam mengatur

tanggapannya atas pengalaman- pengalaman hidup selanjutnya.25

24 James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella,

op.cit, h. 74

(44)

Jadi, pada awal kehidupan, anak belajar untuk menempatkan kemanusiaan

sebagai hal terpenting, karena mereka dapat memenuhi atau gaga! memenuhi

-kebutuhan yang paling utama: kehangatan, makanan, kontak fisik dan akhimya

interaksi sosial.

Pada awalnya, konsep ini mungkin hanya meliputi beberapa pengertian

samar-samar, kondensasi pengalaman berulang-ulang yang bcrkaitan dengan kcnyamanan

atau ketidak nyamanan fisik, meskipun samar-samar. Pengertian awal ini membentuk

konsep dasar pandangan terhadap diri sendiri yang merupakan bibit konsep diri.

Jika seseorang diperlakukan dengan kehangatan dan cinta, konsep dasar yang

tebentuk berupa perasaan positif terhadap diri sendiri. 26

Pada masa anak-anak, konsep diri yang dimiliki seseorangbiasanya berlainan

dengan konsep diri yang dimilikinya ketika memasuki usia remaja dan dewasa.

Konsep diri pada masa anak-anak cenderung bersifat tidak realistis, hanya didasarkan

atas imajinasi-imajinasi tertentu dalam dirinya.

Tetapi apabila perkembangan seorang anak tergolong normal, maka konsep

diri yang lama itu akan berganti dengan konsep diri yang lebih realistis sesuai dengan

keadaan dirinya, serta sejalan dengan pengalaman-pengalaman serta

penemuan-penemuan tentang dirinya yang diperoleh pada usia selanjutnya.

Konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses

internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis.

Pengalaman-26

(45)

pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan

fisiknya dan refleksi mengenai dirinya yang diterima dari orang-orang penting

disekitarnya.

Sejak masa kanak-kanak individu sudah menetahui bahwa penampilan yang

menarik merupakan potensi yang kuat dalam pergaulan, dan yang tidak menarik akan

menghambat pergaulan. Dari pengalamannya individu tahu bahwa penampilan fisik

yang menarik menjadi dasar segala-galanya. Sebagaimana dijelaskan Mathes dan

Kahn (76) :27

"Dalam interaksi sosial, penampilan fisik yang menarik merupakan potensi yang menguntungkan dan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh berbagai hasil yang menyenangkan bagi pemiliknya. Sa/ah satu keuntungan yang sering diperoleh ialah bahwa ia mudah berteman. Orang-oran yang menarik lebih mudah diterima dalam pergaulan dan dinilai lebih positif oleh orang lain dibandingkan teman-teman lainnya yang kurang menarik. Karena banyak hal-hal positif yang disebabkan oleh penampilan menarik ini, maka merekapun mungkin lebih berbahagia dan lebih mudah menyesuaikan diri daripada mereka yang kurang menarik. Dan sangat mungkin pula, banyaknya orang yang menyukainya

terpantul dalam harga diri yang tinggi" .

Cara orang tua memenuhi kebutuhan fisik anak (misalnya, kebutuhan makan,

minum,pakaian dan tempat tinggal). Dan kebutuhan psikologis anak (misalnya, rasa

aman, kasih sayang dan penerimaan), merupakan faktor yang sangat berpengaruh

terhadap seluruh perkembangan kepribnadian anak. Pengalaman anak dalam

berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga merupakan penentu pula dalam

berinteraksi dengan orang lain di kemudian hari. Pandangan dan sikap individu

27

(46)

terhadap dunia luar, mempercayai atau mencurigai, banyak dipengaruhi oleh

pengalaman masa kecil ketika berinteraksi dengan lingkungan keluarga.

Studi Coopersmith (dalam Berns, 1982) yang meninjau kondisi keluarga

terhadap pembentukan konsep diri anak, membuktikan bahwa kondisi keluarga yang

buruk dapat menyebabkan konsep diri yang rendah. Yang dimaksud kondisi keluarga

yang buruk adalah tidak adanya pengertian antara orangtua dan anak, tidak ada

keserasian hubungan ayah dan ibu, orangtua yang menikah lagi, sikap ibu yang ti udak

puas dengan hubungan ayah-anak, serta kurangnya sikap menerima dari orangtua

terhadap anak mereka.28

Konsep diri yang tinggi dapat tercipta apabila kondisi keluarga ditandai

dengan adanya integritas dan tenggang rasa yang tinggi antar anggota keluarga. Juga

oleh sikap ibu yang puas terhadap hubungan ayah-anak, dan sikap positif ibu terhadap

dirinya sendiri dan suaminya. Adanya integritas dan tenggang rasa yang tinggi serta

sikap positif orangtua menyebabkan anak menganggap orangtua mereka sebagai figur

yang berhasil, dan menganggap orangtua sebagai orang yang dapat dipercaya.

Bagi anak, orangtua yang dapat dipercaya merupakan tokoh yang dapat

mendukung dirinya dalam memecahkan persoalan dirinya. Kondisi keluarga yang

baik dapat membuat anak menjadi lebih tegas, efektif serta percaya diri dalam

memecahkan masalah kehidupan dirinya, yang menjadi bagian penting dalam proses

pembentukan dirinya.

28

(47)

Adanya perkembangan konsep diri ini menuttjukan bahwa konsep diri

seseorang tidak langsung terbentuk dan menetap, tetapi suatu keadaan yang

mempunyai proses perkembangan dan masih dapatberubah. Menurut Felker (1971),

derajat kestabilan konsep diri yang tertinggi adalah pada masa pra remaja dan tahap

remaja akhir. Sedangkan konsep diri sulit berubah pada masa remaja akhir yaitu

antara usia 16-20 tahun, pada usia ini konsep diri seseorang mulai mantap karena

konsep diri yang terbentuk sudah relatifmenetap dan stabil.

Jadi, konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor

yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan

individu lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain ini, individu akan menerima

tanggapan, tamggapan yang diberikan tersebut, akan dijadikan cermin untuk menilai

dan memandang dirinya. jadi, konsep diri juga terbentuk karena suatu proses umpan

balik dari individu lain.

Orang yang pertama kali dikenal individu adalah orang tua dan anggota

keluarga lain. Hal ini berarti individu akan menerima tanggapan pertama dari

lingkungan keluarga. Barulah setelah individu mampu melepaskan diri dari

ketergantungannya dengan keluarga, ia akan berinteraksi dengan lingkungan yang

lebih luas.

5. Dimensi Konsep Diri

Konsep diri sebagai ha! yang penting dalam kepribadian individu, tidak

merupakan ha! yang tunggal yang hanya terdiri dari unsur-unsur melainkan terdiri

(48)

melengkapi satu dengan yang lainnya. Fitts, memandang "diri" dari dua dimensi,

yaitu: dimensi internal dan dimensi eksternal.29

a. Dimensi Internal

Y aitu suatu dimensi dimana indifidu melihat dirinya sebagai suatu kesatuan

yang utuh dan dinamis dalam melakukan pengamatan dan penilaian terhadap

identitas diri, tingkah lakunya serta kepuasan dirinya. Dimensi internal ini mencakup

tiga aspek yaitu:

l. Diri Identitas (identity self)

Diri identitas dianggap aspek paling dasar dari konsep diri. Dalam diri

identitas ini terdapat sekumpulan seluruh label dan simbol yang dipergunakan oleh

seseorang untuk mengamati dan menilai serta menggambarkan dirinya berdasarkan

pertanyaan "siapa aku", serta menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang identitas

dirinya, misalnya, saya adalah X, saya tinggi, saya penurut. Kemudian sejalan dengan

bertambahnya usia dan interaksi individu dengan lingkungannya akan semakain

banyak pengetahuan individu tentang dirinya. Diri identitas ini juga dapat

mempengaruhi seseorang dalam berperilaku dan berinteraksi dengan lingkungannya

dan dengan dirinya sendiri.

2. Diri Perilaku (Behavior Self)

Diri perilaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya dan

tindakannya. Biasanya suatu tingkah laku diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi

29

(49)

tertentu, baik dari dalam diri sendiri (intema), atau dari luar diri sendiri (ekstemal)

ataupun dari keduanya.

Konsekuensi inilah yang akan menentukan apakah tingkah laku tersebut dapat

dipertahankan atau tidak, dan lebih dalam lagi, apakah tingkah laku tersebut dapat

disimbolisasikan dan dimasukan kedalam diri identitas seseorang. Contohnya

seseorang yang ingin menjadi juara, ketika ia temyata bisa jadi juara merupakan label

yang baru dan menjadi label dalam diri identitas. Tindak.annya mencapai juara itu,

belajar dan lainnya merupakan bagian dari diri perilaku.

3. Diri Penilai (Judging Self)

Diri penilai adalah bagian dari self yang menjalankan fungsi sebagai

pengamat (observer), pemberi nilai-nilai standar (standar setter), pembandinga

(comparer) dan yang paling utama sekali sebagai penilai diri sendiri (evaluator). Diri

penilai juga berfungsi sebagai perantara antara diri identitas dan diri tingkah laku.

Diri penilai ini seolah-olah dapat menyatakan dan menilai apa yang dilakukan

diri identitas dan diri perilaku. Dalam diri penilai i ni dapat dibedakan atas dua

macam penilai yaitu: baik clan buruk, menyenagkan dan tidak menyenangkan dan

sebagainya. Penilaian seseorang terhadap dirinya didasarkan pada suatu standar dari

orang lain atau dari dirinya sendiri. Penilaian ini yang akan menentukan seberapa

jauh kepuasan seseorang terhadap dirinya.

b. Dimensi Ekstemal

Y aitu suatu dimensi yang melihat dirinya sebagai suatu satu kesatuan yang

(50)

khususnya dalam melakukan hubungan interpersonal. Dimensi internal ini terdiri dari

lima aspek yaitu :30

I. Diri Fisik (Physical Self)

Hal ini menyanglrnt persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik,

tentang bagaimana seseorang memandang kesehatan, penampilan dan keadaan

tubuhnya.

2. Diri Moral Etik (Moral Ethical Self)

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya, dilihat dari standar

pertimbangan moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai

hubungannya dengan tuhan, kepuasan seseorang mengenai kehidupan agamanya,

nilai-nilai moral yang dipegang yang meliputi batasan baik dan buruk.

3. Diri Pribadi (personal self)

Merupakan perasaan atau persepsi seseorang terhadap keadaan pribadinya.

Hal ini tidak dipengaruhi !eh kondisi fisik atau hubungannya dengan orang Iain,

tetapi sejauh mana seseorang merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana

seseorang merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4. Diri Keluarga (Family Self)

Menunjuk pada perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya

sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukan seberapa jauh seseorang merasa

30

(51)

yakin terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, terhadap peran atau fungsi yang

dijalankan selaku anggota keluarga.

5. Diri Sosial (Social Self)

Tentang bagaimana seserang mempersepsikan keyakinan dirinya dalam

interaksi sosialnya dengan orang-orang yang lebih jauh.

B. Perilaku Berbusana

1. Pengertian Berbusana

Perilaku berbusana merupakan cara bagaimana seseorang berbusana sesuai

dengan keinginannya serta sesuai dengan norma-norma dalam lingkungannya.

Perilaku berbusana berarti bagaimana seseorang berbusana sesuai dengan norma yang

. berlaku dalam agama maupun masyarakat, dengan tidak terlepas dari segi fungsi,

manfaat dan kriteria serta mode dari busana tersebut.

Busana yang dikenakan seseorang tidak terlepas dari faktor sosial, ekonomi

dan budaya. Seseorang mengenakan busana cenderung mengikuti perilaku berbusana

orang-orang disekelilingnya, terutama orang-orang terdekatnya, seperti saudara dan

teman-temannya. Orang akan cendenrung mengikutinya bila menurutnya pakaian

tersebut sesuai dengan dirinya, bagus dan cocok bila dipakai olehnya, apalagi jika

mode pakaian tersebut seddang trend diantara mereka.

Faktor ekonomi juga sangat menunjang bagaimana seseorang berbusana,

karena busana yang ada sangat beragam dan bennacam-macam baik harga, corak

(52)

busana tersebut belum tentu sesuai untuk dirinya. Serta memenuhi kriteria busana

yang baik dan sopan serta yang terpenting adalah menutupi aurat.

Faktor budaya juga tidak terlepas dari perilaku seseorang dalam berbusana.

Karena disetiap negara memiliki berbagai macam budaya yang berbeda-beda dan

begitu pula disetipa kebudayaan memiliki ciri khas yang berbeda-beda mengenai

busana yang mereka kenakan, baik dari segi motif, warna , bahan serta modelnya.

Di dunia muslim, busana mencerminkan identitas, selera, pendapatan,dan

religiusitas pemakainya. Busana dan pemakaiannya bervariasi menurut jenis kelamin,

usia, status perkawinan, asal geografis, pekerjaan, bahkan aliran politik. Ketika istilah

busana muslim mendapat makna baru pada periode kontemporer, posisi busana dalam

kehidupan muslim melampaui indikator-indikator orientasi Islam atau non Islam.

Variasi regional dalam berbusana memiliki arti penting bagi pemakainya dan

suatu kaum dari wilayah tertentu lebih mampu mengenal nuansa busana diwilayah itu

dari pada orang luar. Sebagai contoh, orang masih dapat dengan mudah mengenali

wanita Sudan berbusana tsaub yang tembus cahaya atau mengenali pria Kuwait

berbusana saub putih berjahit dengan tutup kepala yang khas. Mereka mungkin tidak

tepat dalam menafsirkan ciri-ciri lain yang terkandung dalam panjang, wama, dan

pola busana wanita, atau dalam potongan, desain, dan kualitas busana pria yang

menentukan asal dan status sosial. Kebanyakan orang muda perkotaan tidak tahu

banyak tentang variasi busana pedesaan di negaranya sendiri, pakaian yang berasal

dari lebih satu generasi, atau bahkan pakaian sebelumnya.31

31

(53)

Pakaian non tra<lisional mencerminkan dampak budaya dan ekonomi barat.

Banyak wanita muslim tidak mau memakai pakaian dengan garis leher yang rendah.

Namun tatkala rokmini dan celana lebar-bawah populer, kedua jenis pakaian ini juga

dikenakan di dunia muslim sekalipun tidk sesuai dengan norma kesopanan. Sebagaian

wanita tidak mau memakai celana pendek atau ketat.32

2. Kriteria Berbusana

Kriteria dalam perilaku berbusana jelas diterangkan dalam Al-Qur'an dan

Hadis. Banyak dari para pakar Islam yang mengkaji tentang kriteria dari busana

muslimah, dan bagaimana seorang muslimah berbusana sesuai dengan syariat agama.

Pada umumnya kriteria dari busana mulimah itu sama yaitu menutupi seluruh aurat,

kecuali telapak tangan dan muka bagi wanita. Sedangkan untuk laki-laki dari batas

pusat sampai lutut.

Al-Qur'am menjelaskan bahwa Allah SWT memberikan pakaian yang

berfungsi untuk menutup aurat dan untuk perhiasan. Rasulullah SAW juga tidak

melarang orang yang suka mengikuti perkembangan mode, selama mode tersebut

tetap memenuhi kriteria busana mus! imah. Yaitu busana yang serba tertutup dan

dikenakannya bukan untuk mendapatkan pujian dan penghargaan manusia.

Mode busana, disamping dapat meningkatkan martabat manusia, juga bisa

menjadi salah satu pintu kerusakan. Dalam mencegah terjadinya fitnah dan

32

(54)

menghindari kejahatan seksual pada kaum wanita, Islam menetapkan kriteria tentang

busana muslim yang menjadikan pemakainya rapi dan terhormat.

Adapun syarat-syarat atau kriteria berbusana yang harus diikuti oleh seorang

muslimah menurut al-qur' an dan Hadist antara lain

a. セ・ョオエオー@ seluruh badan kecuali yang diijinkan Al-Qur'an, yaitu bagian yang

tampak sehari-hari (wajah dan telapak tangan).

b. Bahan busana tidak tipis (transparan), karena pakaian yang demikian akan

memperlihatkan bayangan kulit secara remang.

c. Potongan dan bentuknya tidak menonjolkan bagian-bagian tubuh tertentu,

sehingga dapat membangkitkan naluri seks lawan jenisnya.

d. Hendaknya pakaian yang dipakai wanita muslimah tidak sama dengan pakaian

kaum pria.

e. Tidak berwarna mencolok sehingga menarik perhatian orang, serta tidak

dimaksudkan untuk mencari sanjungan sehingga ada perasaan angkuh.33

Jika busana Muslim dari satu wilayah ke wilayah lain sangat mirip, busana

wanita muslim sangat bervariasi. Demikian pula kualitas dan aksesoris yang

menyertainya. Modelnya sangat beragam, seperti Gufthan dari Arab Saudi Selatan,

busana tradisional Urban Muslim dari maroko, busana Badui dari Sinai Utara, model

busana Palestina, Korset berdekorasi dari delta Mesir, dan tsaub dari Arab Saudi

Timur berdekorasi rumit pada sifon. Model lenganpun bervariasi, dari panjang dan

33

(55)

longgar hingga pendek dan tirus, dan dapat diikat dibagian belakang untuk

memudahkan pekerjaan rumah.34

Busana tidak dapat digolongkan semata-mata sebagai bergaya tradisional atau

modem. Pedagangan dan migrasi mempengaruhi perrubahan bahan, teknik, harga,

dan mode busana tradisional. Arti kesopanan bervariasi dari satu daerah ke daerrah

lain, demikian pula halnya dengan busana sopan, sehimgga dalam beberapa ha! orang

mengadopsi pakaian baru tanpa memperhatikan asal atau implikasinya.

3. Fungsi Berbusana Muslimah

Allah SWT berkenan menganugerahi manus1a dengan berbagai nikmat

karunia yang tidak terhingga nilainya. Salah satu bentuk nikmat yang

Gambar

Tabel 3.4 Distribusi Item Skala Konsep Diri (setelah uji coba)
Tabel 3.1 Skor Item
Tabel 3,2 Distribusi Item Skala konsep diri (sebelum uji coba)
grafik bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal. Untuk Iebih jelasnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan motivasi kerja penyuluh pertanian, terdapat hubungan positif antara sikap terhadap

Kebebasan pers dapat diimplementasikan mencakup rangkaian proses dari kehidupan warga masyarakat yang dikenal sebagai fakta publik ( public fact ), kemudian menjadi masalah publik

Titik berat bidang gabungan Mempersiapka n tugas dan mendiskusikan nya dalam kelompok Menyelesai kan permasalah an titik berat dan mendiskusi kannya Kemampuan dalam

dan beban terkait dengan kepentingannya dalam operasi bersama sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dapat diterapkan untuk aset, liabilitas, pendapatan dan beban

Begitu pula dengan hasil observasi siswa menunjukkan adanya peningkatan pada tanggung jawab, kerjasama dan kedisiplinan saat pembelajaran dengan memperoleh nilai

Lampiran 20 Rentang 4 Bulan Uji Perubahan Persentase Komponen Trend-Siklus ..L.15 Lampiran 21 Rentang 5 Bulan Uji Perubahan Persentase Komponen Acak ...L.16 Lampiran 22 Rentang

V99 B5_R8B 8B Jumlah Jam Kerja Seluruhnya seminggu yang lalu discrete numeric V100 B5_R11 11 Jumlah Jam Kerja Utama seminggu yang lalu discrete numeric V101 B5_R12 12 Status

Pada penelitian kali ini data latih sebanyak 82 dan data uji sebanyak 35 diperlukan beberapa atribut dalam menyelesaikan persolanan tersebut diantaranya NIM, nama mahasiswa