• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pengajaran langsung (Direct Instruction terhadap hasil belajar fisika siswa: kuasi eksperimen di SMP Islamiyah Ciputat, Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pengajaran langsung (Direct Instruction terhadap hasil belajar fisika siswa: kuasi eksperimen di SMP Islamiyah Ciputat, Tangerang Selatan"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

SOFIYAH

NIM : 103016327172

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

HASIL BELAJAR FISIKA SISWA”

(Kuasi Eksperimen di SMP Islamiyah Ciputat, Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

SOFIYAH

NIM : 103016327172

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Zulfiani, M. Pd. Erina Hertanti, M. Si.

NIP. 19760309 200501 2 002 NIP. 19720419 199903 2 002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada, 03 Sepetember 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh Gelar Sarjana S.1 (S.Pd.) dalam Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

Jakarta, September 2010

Panitia Ujian Munaqasyah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Sc. NIP. 19700209 20003 2 001

... ...

Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)

Nengsih Juanengsih, M.Pd. NIP. 19790510 200604 2 001

... ...

Penguji I

Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si. NIP. 19540310 198803 1 001

... ...

Penguji II

Drs. Hasian Pohan, S. Pd. M. Si NIP. 130 805 861

... ...

Mengetahui,

Dekan Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan

(4)

1 Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA, artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/08/pengaruh-pembelajaran-fisika-dengan.html

2 Skripsi : Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian Tugas, artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari

http://id-jurnal.blogspot.com/2009/09/skripsi-pembelajaran-fisika-dengan.html

3 Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 09

April 2010 dari http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/mod

el-pengajaran-langsung.html

4 Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu’allimat NW Pancor, artikel ini diakses pada tangggal 09 Agustus 2010 di http://satutikrahayu.blogspot.com/2008/11/pdm.html), h. 17

5 Daniel Muijs dan David Reynold, Effective Teaching; Evidence and Practice, 2nd Edition, (London : SAGE Publication, Ltd, 2005), h. 29

BAB II

1 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.26

2 Depdiknas, Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan Masyarakat, (Jakarta : Depdiknas, 2002), h. 18

3 Teori Konstruktivisme dalam Cooperative Learning, artikel ini diakses pada tanggal 19 Maret 2010 dari http://xpresiriau.com/teroka/artikel-tulisan-pendidikan/ teori-konstruktivisme-dalam-cooperative-learning/

4 Trianto, Op. Cit., h. 27

5 Ibid., h. 28

(5)

9 Trianto, Op. Cit., h. 29

10 Baharuddin, Op. Cit., h. 127

11 Trianto, Op. Cit., h. 30

12 Ibid.,

13 Ibid., h. 30

14

Anwar Holil, Teori Pembelajaran Sosial, artikel ini diakses pada tanggal 9 Agustus 2010 di http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaran-sosial.html.

15 Ibid.,

16 S. Kardi dan Moh. Nur, Unesa-University Press, 2000), h. 13 Pengajaran Langsung, (Surabaya :

17 Ibid.,h. 14

18 Ibid., h. 15

19 Trianto, Op. Cit., h.. 33

20

Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei

2010 di http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model

-pengajaran-langsung-direct.html

21

Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran Langsung, artikel ini diakses pada

tanggal 24 Mei 2010 di http://kanreguru.wordpress.com/2009/12/57

(6)

24 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 6

25 Ibid., h. 3

26

Hari Van Java, Model Pembelajaran Langsung (Direct atau Directive Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 13 Mei 2010 di http://educationforourcountry.com/model-pembelajaran-langsung.

27 Baharuddin, Op. Cit., h. 97

28 Ibid., h. 98

29 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 5

30 Ibid., h. 7

31 Ibid., h. 8

32

Anwar Holil, Model Pengajaran Langsung, artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di http://anwarholil.blogspot.com/ 2009/01/model-pengajaran-langsung.html

33 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 8-9

34 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 17

35 Muhibbin Syah, Rosdakarya, 2005), h. 90 Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja

(7)

39 Suharsimi Arikunto, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h. 164-165 Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,

40

Tatang M. Amirin, Taksonomi Bloom Versi Baru, artikelini diakses pada tanggal 9 Agustus 2010 di http://tatangmanguny. ordpress.com/ 001/01/19/taksonomi-bloom-versi-baru/)

41 Ibid.,

42 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., h. 117

43 Ibid., h. 118

44 Ella Yulaelawati, Pembelajaran, (Bandung : Pakar Raya, 2004), h. 60 Psikologi Pendidikan Kurikulum dan

45 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., h. 119

46 Tatang M. Amirin, Op. Cit.,

47

I Wayan Distrik, Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika SMAN 13 Bandar Lampung, artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di

http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/16/model- pembelajaran-langsung-dengan-pendekatan-kontekstual- untuk-meningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajar-fisika-siswa-sman-13-bandar-lampung/.

48

Sidik Purnomo, Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Pokok Fotosintesis Melalui Pengajaran Langsung (Direct Instruction Models) Siswa Kelas VIIIC MTs Negeri Gondowulung Bantul Tahun Ajaran 2007/2008, artikel ini diakses pada tanggal 02

Agustus 2010 di http://digilib.uinsuka.ac.id/download.php?id=2161

49

(8)

52

Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks, artikel ini diakses pada tanggal 02 Agustus 2010 di

http://www.docstoc.com/doc/22293108/Efektivitas-metode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai BAB III

1 Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 98

2 Sudjana, 161 dan h. 168 Metoda Statistika, (Bandung : Tarsito, 2001), h.

3 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002), h. 7

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2001), h. 79, h. 100-101, h. 208, dan h. 213

5 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, cet. ke-12, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), h. 264

6 Sudjana, Op. Cit., h. 466-467,h. 261-263 BAB IV

1

Nurman, Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI), artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di

http://nurmanspd.wordpress.com/2009/08/21/model-pembelajaran-direct-instruction-di/.

2

(9)

4

(10)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pengajaran langsung (Direct Instruction) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep cahaya. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan rancangan nonequivalent control. Penelitian dilaksanakan di SMP Islamiyah Ciputat pada tanggal 24 Mei hingga 12 Juni 2010. Penelitian ini dilakukan di kelas VIII-1 (menggunakan model direct instruction) dan kelas VIII-2 (menggunakan model konvensional). Pemilihan kedua kelas ini berdasarkan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa tes objektif dengan bentuk tes berupa soal pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya sebanyak 40 butir soal. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah Uji Liliefors untuk uji normalitas, Uji Bartlett untuk uji homogenitas dan Uji t (t-test) untuk uji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (Direct Instruction)

terhadap hasil belajar fisika siswa. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil uji hipotesis terhadap hasil posttest kedua kelas. Hasil yang diperoleh adalah nilai thitung adalah 6,76 dan ttabel pada taraf signifikansi 5% untuk dk 58 adalah sebesar

2,00. Terlihat bahwa nilai – t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung adalah -2,00 < 6,76 atau 2,00 < 6,76.

Kata kunci : hasil belajar fisika, model pengajaran langsung.

(11)

Hidayatullah Jakarta, 2010.

This research aim to know the influence of Direct Instruction (DI) Models to result learn the student physics in the light concepts. Research method is used quasi experiment with the nonequivalent control group design. An experiment in SMP Islamiyah Ciputat at May 24th – June 12th of 2010. The research was done in VIII-1 class (that used Direct Instruction) and VIII-2 class (that used conventional models). Defining these two classes as sample based on purposive sampling technique. Instrument these was used in the research is test instrument that is multiple choice which have been tested by the validity and reliability as much 40 items. In this research, the analysis technique used is Liliefors test to test the normality, Bartlett test to test the homogenity, and t-test to there are significant affect of DI to student achievement. Based on result of the analysis, get conclusion that there are the influence in significant of Direct Instruction to result learn the student physics. The conclusion is based on result of statictical test of analysis test of hypotesis in both of posttest result of classes. The result get is, t0 price is 6,76 and ttable price in degree of significance 5% for the dk of 58 is 2,00. Can be seen that t tabel < t hitung or t tabel < t hitung price is -2,00 < 6,76 or 2,00 < 6,76.

Keywords : physics subject achievement, Direct Instruction.

(12)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta

salam semoga selalu terlimpahken keharibaan Nabi Muhammad SAW beserta

keluara, para sahabat dan semoga hingga kepada ummatnya yang selalu mengikuti

langkahnya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana (Srata 1) pada Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya tidak

luput dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengungkapkan

terima kasih kepada :

1. Ibunda Chilafiyah dan Ayahanda Abdul Aziz Ismail, yang telah memotivasi

penulis selama proses penyusunan serta memberikan dukungan secara moril

dan materil. Semoga Allah selalu memberikan kasih sayangnya kepada

keduanya sebagaimana mereka menyayangi peneliti sampai saat ini.

2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

stafnya.

3. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Zulfiani, M. Pd., Dosen Pembimbing I dan Ibu Erina Hertanti, M. Si.,

Dosen Pembimbing II, yang dengan sabar telah meluangkan waktu dan pikiran

untuk memberikan bimbingan, nasehat, arahan kepada penulis selama

penyusunan skripsi.

5. Para dosen Prodi Pendidikan Fisika, yang telah mencurahkan pengabdiannya

mentransformasi ilmu akademik serta kesungguhannya dalam mendidik

insan-insan akademis menjadi pribadi yang beriman, berakhlak dan berwawasan.

(13)

Nurchasanah, Cholifah, A. Ichsan, dan keponakanku yang selalu memberikan

senyum dan tawa yang manis mereka dalam mengiringi setiap langkahku.

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika angkatan 2003,

khusus Febi, Reni, Te’ Fina, Te’ Upie, Liana, Nurokhman, Mas’amah, dan

Ucie.

9. Khusus untuk Aa yang selalu memberikan semangat dan meluangkan

waktunya kepada penulis selama kegiatan penulisan.

Demikian ungkapan terima kasih yang dapat penulis haturkan kepada semua

phak. Tiada balasan yang setimpal kecuali dari Allah SWT. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, Agustus 2010 M

Ramadhan 1431 H

Penulis

(14)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah... 5

E. Tujuan Penelitian... 6

F. Manfaat Penelitian... 6

BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR, PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teoretis ... 7

1. Teori Belajar Konstruktivisme... 7

a. Konstruktivisme Sosial Vygotsky... 8

2. Teori Pembelajaran Sosial ... 10

a. Pemodelan (Modelling)... 10

b. Penguatan Diri (Self-Regulatuin)... 13

3. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI)... 13

a. Pengertian Direct Instruction... 13

b. Ciri-ciri Direct Instruction... 16

c. Tujuan Direct Instruction ... 16

d. Sintaks Direct Instruction... 17

e. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan ... 22

f. Kelebihan dan Kelemahan Direct Instruction... 22

4. Hakikat Hasil Belajar Siswa... 23

a. Pengertian Belajar ... 23

b. Pengertian Hasil Belajar... 25

B. Hasil Penelitian yang Relevan... 30

C. Kerangka Pikir... 32

D. Pengajuan Hipotesis ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

(15)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Data... 49

B. Hasil Analisis Data... 53

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 56

D. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN...

(16)

Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 50

Gambar 4.2. Diagram Batang Skor Hasil Belajar Posttest

Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 52

[image:16.595.109.508.187.562.2]
(17)

Tabel 2.1. Sintaks Direct Instruction ... 18

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian The Pretest-Posttest Control Group Design... 36

Tabel 3. 2 Kriteria Validitas ... 39

Tabel 3. 3 Kriteria Reliabilitas ... 40

Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 41

Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda ... 42

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 43

Tabel 4.1. Hasil Penelitian Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 51

Tabel 4.2. Hasil Penelitian Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 53

Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian ... 53

Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Data Posttest... 54

Tabel 4.5. Kesimpulan Uji Normalitas ... 55

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest... 55

(18)

ix

Lampiran 2. Penghitungan Mean, Median, Modus,

dan Simpangan Baku Skor Posttest Kelas Kontrol ... 68

Lampiran 3. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Pretest Kelas Eksperimen ... 71

Lampiran 4. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Posttest Kelas Ekeperimen ... 74

Lampiran 5. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest Kelas Kontrol ... 77

Lampiran 6. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest Kelas Kontrol ... 80

Lampiran 7. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest Kelas Eksperimen ... 83

Lampiran 8. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest Kelas Eksperimen ... 86

Lampiran 9. Penghitungan Uji Homogenitas Data Pretest ... 89

Lampiran 10. Penghitungan Uji Homogenitas Data Posttest ... 91

Lampiran 11. Penghitungan Uji Hipotesis Data Pretest ... 93

Lampiran 12. Penghitungan Uji Hipotesis Data Posttest ... 95

Lampiran 13. Nilai N-Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 97

Lampiran 14. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku N-Gain pada Kelas Kontrol ... 98

Lampiran 15. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku N-Gain pada Kelas Eksperimen... 101

Lampiran 16. Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain Kelas Kontrol ... 104

Lampiran 17. Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen ... 107

Lampiran 18. Penghitungan Homogenitas N-Gain... 110

(19)

Fisika sebagai cabang dari ilmu pengetahuan alam mempunyai tujuan

pengajaran antara lain agar siswa menguasai konsep-konsep IPA dan mampu

menerapkan memecahkan masalah terkait dalam kehidupan sehari-hari

maupun dalam teknologi.1 Artinya bahwa pembelajaran fisika harus

menjadikan siswa tidak hanya sekedar tahu (knowing) dan hafal (memorizing)

tentang konsep-konsep IPA, melainkan harus menjadikan siswa untuk berbuat

(learning to do), mengerti dan memahami (to understand) konsep-konsep tersebut dan menghubungkan keterkaitan suatu konsep dengan konsep lain.

Agar kegiatan pembelajaran Fisika dapat sesuai dengan apa yang

diharapkan, maka sejak dini harus dikembangkan keterampilan siswa untuk

dapat membuktikan dan menghubungkan suatu konsep dengan konsep lain.

Keterampilan tersebut dapat dikembangkan baik dengan cara kegiatan

demonstrasi, percobaan, ataupun melalui praktikum atau eksperimen di

laboratorium. Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam yang dalam

pelaksanaan pembelajarannya diperlukan banyak keterampilan mendasar,

yaitu mengobservasi atau mengamati, menghitung, mengukur,

mengklasifikasi, dan berpresentasi.2 Hal tersebut bertujuan meningkatkan

keterampilan mendasar siswa untuk dapat memahami proses penemuan suatu

konsep.

Namun kenyataanya, pembelajaran Fisika hanya menekankan pada

aspek penguasaan konsep. Hal tersebut menyebabkan kurangnya pelaksanaan

latihan keterampilan bagi siswa, sehingga learning to do dalam pembelajaran

1

Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA, (Tersedia : http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/08/pengaruh-pembelajaran-fisika-dengan.html. Diakses pada tanggal 09 April 2010)

2

Skripsi : Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian Tugas, (Tersedia : http://id-jurnal.blogspot.com/2009/09/skripsi -pembelajaran-fisika-dengan.html. Diakses pada tanggal 09 April 2010)

(20)

belum tercapai. Sebagian besar pembelajaran Fisika dilakukan dengan model

pengajaran konvensional, sehingga siswa tidak mendapatkan kesempatan

untuk aktif dalam proses belajar mengajar.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di atas adalah guru

dituntut untuk memilih model yang sesuai dengan konsep yang akan

disampaikan untuk meningkatkan hasil belajar Fisika siswa. Pemilihan model

pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari

materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai

dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping

itu pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks)

yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu

dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan. Oleh karena itu guru perlu

menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat

mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran

sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan.3

Pada pelajaran fisika kelas VIII, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, terdapat konsep cahaya. Dalam konsep cahaya, siswa dituntut

untuk mampu menerapkan optika tentang cahaya dalam kehidupan sehari-hari

dengan cara menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai

bentuk cermin dan lensa. Pada konsep cahaya terdapat tingkat kerumitan

berpikir. Pertama, tingkat paling bawah berupa informasi faktual, yaitu pengetahuan deklaratif sederhana atau pengetahuan tentang sesuatu, seperti

pengetahuan tentang cahaya atau rumus-rumus cermin atau lensa.

Kedua, Pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu pengetahuan prosedural atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, seperti

melakukan percobaan untuk mengetahui arah rambatan cahaya. Oleh sebab

itu, pengajaran yang menekankan pada pengetahuan berbuat (learning to do)

dengan meragakan atau menirukan kembali yang dilakukan oleh guru sangat

penting agar dapat memahami konsep tersebut.

3

(21)

Pengajaran alternatif yang sesuai pada konsep tersebut adalah mencoba

menerapkan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI). Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) adalah suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau

keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah.

Pada kenyataannya, peran guru dalam pembelajaran sangat dominan, maka

guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.

Proses belajar mengajar model Direct Instruction dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek dan kerja kelompok. Dalam

menggunakan Direct Instruction, seorang guru juga dapat mengkaitkan dengan diskusi kelas dan belajar kooperatif. Sebagaimana dikemukakan oleh

Kardi, bahwa seorang guru dapat menggunakan Direct Instruction untuk mengajarkan materi atau keterampilan baru dengan diskusi kelompok. Hal

tersebut bertujuan untuk melatih siswa berpikir, menerapkan keterampilan

yang baru diperolehnya, serta membangun pemahamannya sendiri tentang

materi pembelajaran4.

Model Direct Instruction menuntut dan membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar. Hal itu diperkuat dengan adanya penelitian pada

tahun 1996 oleh Reynold dan Farell yang merupakan penelitian komparasi

bertaraf internasional. Salah satu contohnya adalah yang berjudul World Apart Report. Laporan ini menjelaskan perbandingan metode yang digunakan di Inggris dan Singapura. Para penulis laporan ini menemukan fakta bahwa salah

satu faktor yang menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa di kedua Negara

itu adalah penggunaan pengajaran interaktif whole-class yang merupakan salah satu faktor utama Direct Instruction (DI).5

4

Muh. Makhrus, Laporan Penelitian Dosen Muda : Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa Kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok BAhasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu’allimat NW Pancor, (STKIP Hamzanwadi Selong : 2007), h. 17

5

(22)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mencoba melakukan penelitian

eksperimen yang berjudul : “Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct

Instruction/DI) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah pada

penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Guru selalu menekankan pada pemahaman konsep fisika.

2. Siswa kurang memiliki keterampilan dalam melakukan sesuatu (learning to do).

3. Siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran fisika.

4. Kurang tepatnya guru dalam pemilihan model pengajaran pada konsep

cahaya.

5. Rendahnya hasil belajar fisika siswa.

C. Pembatasan Masalah

Semua permasalahan yang diuraikan di atas tidak mungkin untuk diteliti

semua karena keterbatasan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian

perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil

kognitif saja. Ranah kognitif yang dinilai berdasarkan taksonomi Bloom

tercakup pada tingkatan C1 hafalan (recall), C2 pemahaman

(comprehension), C3 penerapan (application), dan C4 analisis (analysis). 2. Konsep materi pelajaran yang diberikan kepada siswa selama penelitian

adalah cahaya yang diajarkan pada semester ganjil kelas VIII.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah

(23)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan model pengajaran

langsung (Direct Instruction).

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa

pihak yang terlibat langsung terhadap penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil

belajar fisika, dapat mengurangi kebosanan, dan menambah pengalaman

belajar selama pembelajaran fisika berlangsung.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pilihan untuk

(24)

A. Kajian Teoretis

1. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran

kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa

siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi

kompleks, mengecek informasi dengan aturan-aturan lama dan

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar

benar-benar memahami dan dapat menetapkan pengetahuan mereka harus

bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya,

berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.1

Konstruktivisme adalah suatu faham bahwa siswa menyusun atau

membangun sendiri pengertian dan pemahamannya dari pengalaman baru

yang didasarkan pada pengetahuan dan keyakinan awal yang dimilikinya.2

Ide pokoknya adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan

mereka sendiri, otak siswa sebagai mediator, yaitu memproses masukan

dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran

merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru

secara pasif. Dalam kerja mental siswa, guru memegang peranan penting

dengan cara memberikan dukungan, tantangan berfikir, melayani sebagai

pelatih atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran.

Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi

pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan

pengetahuan kepada siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka

sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa atau peserta

1

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.26

2

Depdiknas, Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan Masyarakat, (Jakarta : Depdiknas, 2002), h. 18

(25)

didik anak tangga yang membawa siswa akan pemahaman yang lebih

tinggi, dengan catatan siswa sendiri harus memanjat anak tangga tersebut.

Berpijak dari uraian di atas, maka pada dasarnya aliran

konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh

individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna.

Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan

ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain.3

Belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi

kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan

bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri.4

Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa satu-satunya alat yang

tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya.

Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya dengan melihat,

mendengar, mencium, menjamah, dan merasakannya. Hal ini

menampakkan bahwa pengetahuan lebih menunjukkan pada pengalaman

seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri.5

a. Konstruktivisme Sosial Vygotsky

Teori Vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam

psikologi perkembangan. Teori Vygotsky menekankan pentingnya

peran interaksi sosial bagi perkembangan belajar seseorang. Menurut

Vygotsky belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan

zone of proximal development, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Zone ini juga dapat

dirtikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melakukan sesuatu

sendiri tetapi memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa.

Dalam belajar, zone proximal ini dapat dipahami pula sebagai selisih

antara kegiatan yang dapat dikerjakan oleh seseorang dengan

kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa. Singkatnya,

3

Trianto, Op. Cit., h. 28

4

Ibid.,

5

(26)

perkembangan zone proximal tergantung oleh intensifnya interaksi antara seseorang dengan lingkungan sosial.6

Contoh zone proximal dalam pembelajaran yaitu ketika akan mengajarkan materi pembiasan cahaya, siswa harus memiliki prasyarat

pengetahuan yang berkaitan dengan cahaya, seperti siswa sudah

memahami bahwa lintasan cahaya pada medium homogen adalah

lurus, siswa dapat memberikan contoh-contoh pembiasan dan

pemantulan cahaya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki

prasyarat pengetahuan seperti itu, maka dalam menyampaikan materi

hukum pembiasan cahaya akan lebih mudah dipahami siswa, di

samping pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa

tersebut.7

Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah

scaffolding. Scaffolding adalah memberikan dukngan dan bantuan kepada seorang anak pada awal pembelajaran, kemudian sedikit demi

sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tersebut setelah anak

mampu untuk memecahkan problem dari tugas yang dihadapinya.8

Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,

menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan,

memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa

tumbuh mandiri. Contoh dalam pembelajaran adalah pada

pembelajaran eksperimen untuk membuktikan hukum pemantulan

cahaya, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa berupa

penjelasan tentang langkah-langkah pelaksanaan eksperimen, atau

bantuan berupa diskusi tentang rangkuman materi yang terkait dengan

pemantulan cahaya.9

6

Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008), h. 124

7

Trianto, Op. Cit., h. 29

8

Baharuddin, Op. Cit., h. 127

9

(27)

Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan.

Pertama, adalah perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar

tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strtategi

pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD

mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding, dengan semakin lama siswa semakin bertanggung jawab

terhadap pembelajaran sendiri.10

Ringkasnya dalam teori Vygotsky adalah bahwa siswa perlu

belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling

berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam

kegiatan pembelajaran.

2. Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori

ini juga disebut belajar melalui observasi atau teori pemodelan perilaku.

Teori pembelajaran sosial menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran

perilaku dan penekanannya pada proses mental internal. Inti dari teori

pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), yang merupakan salah satu langkah penting dalam Direct Instruction.11

a. Pemodelan (Modelling)

Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui

pengamatan secara selektif dan mengingat perilaku orang lain. Ada

dua pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui

kondisi yang dialami orang lain atau Vicarious Conditioning. Apabila seorang siswa melihat siswa lain dipuji atau ditegur gurunya karena

melakukan sesuatu perbuatan tertentu dan kemudian siswa lain yang

melihat peristiwa itu memodifikasi perilakunya seolah-olah dia sendiri

10

Ibid.,

11

(28)

yang telah menerima pujian atau teguran yang dialami orang lain atau

Vicarious Reinforcement.12

Kedua, pembelajaran melalui pengamatan dimana seseorang

(pengamat) meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak

mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat sedang

memperhatikan. Sering model itu mendemonstrasikan sesuatu yang

ingin dipelajari pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian

apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak

harus diperagakan oleh orang secara langsung, tetapi dapat juga

menggunakan seorang pemeran visualisasi tiruan sebagai model.13

Adapun tahap-tahap belajar melalui pengamatan (modeling)

adalah perhatian, retensi, produksi, dan motivasi.

1) Atensi (Perhatian)

Menurut hasil penelitian Bandura, pengamat dapat

memperhatikan tingkah laku dengan baik apabila tingkah laku tersebut

“jelas” dan tidak terlampau kompleks. Dari segi model Direct Instruction, pengetahuan tersebut dapat diberikan pada awal pembelajaran, yaitu : 14

a) Pengajar dapat menggunakan isyarat yang ekspresif seperti

menepuk tangannya atau menggunakan benda-benda aneh yang

dapat menarik perhatian siswa.

b) Pengajar dapat membagi beberapa keterampilan dalam beberapa

sub-sub keterampilan, lalu diajarakan secara terpisah.

2) Retensi

Bandura menemukan bahwa retensi suatu pengamatan (tingkah

laku) dapat dimantapkan jika pengamat dapat menghubungkan

observasi dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang

bermakna baginya dan mengulang secara kognitif setelah memahami

12

Ibid.,

13

Ibid.,

14

(29)

hal tersebut mengajar dapat memanfaaatkan langsung untuk

melakukan hal-hal sebagai berikut :15

a) Untuk mengaitkan keterampilan baru dengan pengetahuan awal

siswa, pengajar dapat bertanya kepada siswa untuk membandingka

keterampilan baru yang telah didemonstrasikan dengan sesuatu

yang telah diketahui, dan dapat dilakukannya.

b) Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, pengajara

dapat menyediakan periode latihan, yang memungkinkan siswa

mengulang keterampilan baru secara bergilir baik fisik maupun

mental.

3) Produksi

Memberikan kesempatan praktek kepada siswa melakukan

kegiatan/keterampilan yang baru dipelajari merupakan tahap yang

sangat penting. Meskipun demikian Bandura menemukan bahwa

pengaturan waktu dan macam umpan balik yang diberikan pengajar

merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan. Terutama pada awal

pembelajaran, umpan balik perlu diberikan sesegera mungkin, positif

dan korektif. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pengajar yang

menggunakan model Direct Instruction ialah melalui pemodelan korektif yang mencakup kegiatan-kegiatan berikut :16

a) Untuk memastikan sikap positif terhadap keterampilan baru,

pengajar seyogyanya memberi pujian sesegera mungkin pada

aspek-aspek keterampilan yang dilakukan siswa dengan benar, lalu

mengidentifikasi adanya keterampilan bagian yang masih

menimbulkan permasalahan.

b) Untuk memperbaiki keterampilan yang salah, pertama kali

pengajar perlu mendemonstrasikan kinerja yang benar, kemudian

siswa mengulanginya sampai benar-benar menguasainya.

4) Motivasi

15

Ibid.,

16

(30)

Penguatan memegang peranan dalam pembelajaran melalui

pengamatan. Apabila seseorang mengantisipasi akan memperoleh

penguatan pada saat meniru suatu model, maka ia akan lebih

termotivasi untuk menaruh perhatian, mengingat, dan memproduksi

perilaku itu. Di samping itu penguatan penting dalam mempertahankan

pembelajaran. Seseorang yang mencoba suatu perilaku baru tidak

mungkin untuk tetap melakukan tanpa penguatan. Di dalam kelas,

tahap motivasi dari pembelajaran pengamatan kerap kali terdiri atas

pujian atau angka yang baik.17

b. Penguatan Diri (Self-Regulation)

Konsep penting lainnya dalam belajar pengamatan adalah

pengaturan diri (self Relugation). Menurut bandura bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu

terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberikan

penguatan (reinforcement) atau dengan hukuman (punishment)

terhadap dirinya sendiri. Untuk dapat membuat

pertimbangan-pertimbangan ini, seseorang harus mempunyai harapan tentang

penampilan sendiri. Penguatan dan hukuman yang ditimbulkan sendiri

secara langsung dan dialami oleh orang lain, menentukan sejauh mana

perilaku yang baru itu akan ditampilkan.18

3. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI)

a. Pengertian Direct Instruction

Dalam terjemahan bahasa Indonesia, Direct Instruction atau

directive instruction adalah pembelajaran langsung. Dalam pendidikan, model ini sering disebut dengan Model Pengajaran Langsung (MPL).

Menurut Arends,

17

A. Grummy W, dkk., Laporan Penelitian LPTK : Pengembangan Model Pengajaran Langsung (MPL) pada Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif di Jurusan Teknik Mesin FT UNESA, (Surabaya : FT UNESA, 2004), h. 10

18

(31)

“A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model.”19

Menurutnya, model yang dapat membantu siswa dalam

mempelajari keterampilan dasar dan pengetahuan secara tahap demi

tahap adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction).

Keterampilan dasar yang dimaksudkan dapat berupa aspek

kognitif maupun psikomotorik, dan juga informasi lainnya yang

merupakan landasan untuk membangun hasil belajar yang lebih

kompleks. Sebelum siswa dapat memperoleh dan memproses sejumlah

besar informasi yang akan diterimanya, mereka harus menguasai

terlebih dahulu strategi belajar seperti membuat catatan dan

merangkum isi materi bacaan. Sebelum siswa dapat berpikir secara

kritis, mereka perlu menguasai keterampilan dasar yang berkaitan

dengan logika, membuat referensi dari data, dan mengenal

ketidakobyektifan dalam presentasi.20

Dalam pelaksanaannya, guru mempunyai peran tanggung jawab

untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang

besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan

kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan

dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih

menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta

memberikan umpan balik.21

Menurut Arends, yaitu :

“The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and

19

Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), (Tersedia : http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pengajaran-langsung-direct.html)

20

Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran Langsung, (Tersedia : http://kanreguru.wordpress.com/2009/12/57)

21

(32)

declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion.”22

Arends menyatakan bahwa model Direct Instruction didesain secara khusus untuk membantu proses pengajaran siswa pada

pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, serta dapat

dilakukan secara tahap demi tahap.

Adapun yang dimaksud dengan pengetahuan deklaratif (dapat

diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu,

sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang

bagaimana melakukan sesuatu.23 Proses pembelajaran dengan model

pengajaran langsung ini diharapkan pemahaman pengetahuan

deklaratif dan prosedural dapat meningkatkan keterampilan dasar dan

keterampilan akademik siswa.

Hal ini sesuai dengan pendapat Carin bahwa Direct Instruction

secara sistematis menuntut dan membantu siswa untuk meningkatkan

hasil belajar dari masing-masing tahap demi tahap.24

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa Direct Instruction

adalah model pengajaran yang dilakukan guru secara langsung dalam

mengajarkan keterampilan dasar dan didemonstrasikan langsung

kepada siswa dengan tahapan yang terstruktur. Model pengajaran

langsung diharapkan dapat menjadi penunjangnya proses kegiatan

belajar mengajar untuk guru dan siswa, sehingga tujuan pembelajaran

yang diharapkan tercapai dengan baik dan hasil belajar yang diperoleh

dapat meningkat dengan baik pula.

22

Muhammad Faiq Dzaki, Op. Cit.,

23

S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 6

24

(33)

b. Ciri-ciri Direct Instruction

Model pengajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

• Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa

termasuk prosedur penilaian hasil belajar

• Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran. • Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan

agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan

berhasil.

c. Tujuan Direct Instruction

Beberapa peneliti menggunakan pembelajaran langsung

bertujuan untuk merujuk pada pola-pola pembelajaran di mana guru

banyak menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah

kelompok siswa dan menguji keterampilan siswa dengan

latihan-latihan terbimbing.

Tujuan utama pembelajaran langsung (direktif) adalah untuk

memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Beberapa temuan

dalam teori perilaku di antaranya adalah pencapaian siswa yang

dihubungkan dengan waktu yang digunakan oleh siswa dalam

belajar/tugas dan kecepatan siswa untuk berhasil dalam mengerjakan

tugas sangat positif. Dengan demikian, model pembelajaran langsung

dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur dan

berorientasi pada pencapaian akademik. Guru berperan sebagai

penyampai informasi, dalam melakukan tugasnya, guru dapat

menggunakan berbagai media, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dsb.

Menurut Arends, bahwa para pakar teori belajar membedakan

dua macam pengetahuan yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan

prosedural. Pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan

kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, contohnya siswa akan dapat

(34)

pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, contohnya siswa

akan dapat membuktikan hukum pemantulan cahaya ketika melakukan

percobaan dengan cermin datar. Sering kali penggunaan pengetahuan

prosedural memerlukan prasyarat berupa pengetahuan deklaratif. Para

guru selalu menghendaki agar siswanya memperoleh kedua macam

pengetahuan tersebut, supaya siswa dapat melakukan suatu kegiatan

dan melakukan segala sesuatu dengan berhasil.

d. Sintaks Direct Instruction

Ada lima tahap yang harus diketahui guru dalam menggunakan

pembelajaran langsung, yaitu (1) guru memulai pembelajaran dengan

menjelaskan tujuan pembelajaran khusus serta menginformasikan latar

belakang dan pentingnya materi pembelajaran, (2) guru

menginformasikan pengetahuan secara bertahap atau

mendemonstrasikan secara benar, (3) guru membimbing pelatihan

awal dengan cara meminta siswa melakukan kegiatan yang sama

dengan kegiatan yang telah dilakukan guru dengan panduan LKS, (4)

guru mengamati kegiatan siswa untuk mengetahui kebenaran

pekerjaannya sambil memberi umpan balik, (5) guru memberikan

kegiatan pemantapan agar siswa berlatih sendiri menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bentuk tugas.25 Secara

sistematis dapat dilihat pada tabel 2.1.26

25

Muh. Makhrus, dkk., Op. Cit., h. 18

26

(35)
[image:35.595.109.516.108.648.2]

Tabel 2.1

Sintaks Direct Instruction

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.

Fase 2

Mendemonstrasikan

pengetahuan dan keterampilan

Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau

menyajikan informasi tahap demi tahap

Fase 3

Membimbing pelatihan

Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal

Fase 4

Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik

Fase 5

Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.

Kelima fase dalam pengajaran langsung dapat dijelaskan secara

detail seperti berikut:27

1) Menyampaikan Tujuan dan Mempersiapkan Siswa

a) Menjelaskan Tujuan

Para siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa

mereka berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan

mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan

setelah selesai berperan serta dalam pelajaran itu. Guru

mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada siswa–siswanya

melalui rangkuman rencana pembelajaran dengan cara

menuliskannya di papan tulis, atau menempelkan informasi

tertulis pada papan buletin, yang berisi tahap-tahap dan isinya,

27

(36)

serta alokasi waktu yang disediakan untuk setiap tahap. Dengan

demikian siswa dapat melihat keseluruhan alur tahap pelajaran

dan hubungan antar tahap-tahap pelajaran itu.

b) Menyiapkan Siswa

Kegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa,

memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan

mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah

dimilikinya, yang relevan dengan pokok pembicaraan yang

akan dipelajari. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan

mengulang pokok-pokok pelajaran yang lalu, atau memberikan

sejumlah pertanyaan kepada siswa tentang pokok-pokok

pelajaran yang lalu.

2) Mendemonstrasikan Pengetahuan atau Keterampilan

Kunci keberhasilan pada fase ini yaitu mendemonstrasikan

pengetahuan dan keterampilan sejelas mungkin dan mengikuti

langkah-langkah demonstrasi yang efektif.

a) Menyampaikan informasi dengan jelas

Kejelasan informasi atau presentasi yang diberikan guru

kepada siswa dapat dicapai melalui perencanaan dan

pengorganisasian pembelajaran yang baik. Dalam melakukan

presentasi guru harus menganalisis keterampilan yang

kompleks menjadi keterampilan yang lebih sederhana dan

dipresentasikan dalam langkah-langkah kecil selangkah demi

selangkah. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam

penyampaian informasi/presentasi adalah: (1) kejelasan tujuan

dan poin-poin utama, yaitu menfokuskan pada satu ide (titik,

arahan) pada satu waktu tertentu dan menghindari

penyimpangan dari pokok bahasan/LKS; (2) presentasi

selangkah demi selangkah; (3) prosedur spesifik dan kongkret,

(37)

berikan kepada siswa penjelasan rinci dan berulang-ulang

untuk poin-poin yang sulit; (4) pengecekan untuk pemahaman

siswa, yaitu pastikan bahwa siswa memahami satu poin

sebelum melanjutkan ke poin berikutnya, ajukan pertanyaan

kepada siswa untuk memonitor pemahaman mereka tentang apa

yang telah dipresentasikan, mintalah siswa mengikhtisarkan

poin-poin utama dalam bahasan mereka sendiri, dan ajarkan

ulang bagian-bagian yang sulit dipahami oleh siswa, dengan

penjelasan guru lebih lanjut atau dengan tutorial sesama siswa.

b) Melakukan demonstrasi

Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi bahwa

sebagian besar yang dipelajari berasal dari pengamatan

terhadap orang lain. Tingkah laku orang lain yang baik maupun

yang buruk merupakan acuan siswa, sehingga perlu diingat

bahwa belajar melalui pemodelan dapat mengakibatkan

terbentuknya tingkah laku yang kurang sesuai atau tidak benar.

Oleh karena itu, agar dapat mendemonstrasikan suatu

keterampilan atau konsep dengan berhasil, guru perlu

sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan

didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasi untuk

menguasai komponen-komponennya.

3) Menyediakan Latihan Terbimbing

Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung adalah

cara guru mempersiapkan dan melaksanakan “pelatihan

terbimbing.” Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat

meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar,

dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada

situasi yang baru atau yang penuh tekanan. Beberapa prinsip yang

dapat digunakan sebagai acuan bagi guru dalam menerapkan dan

melakukan pelatihan adalah seperti berikut :

(38)

b) Berikan pelatihan sampai benar-benar menguasai

konsep/keterampilan yang dipelajari.

c) Hati-hati terhadap kelebihan dan kelemahan latihan

berkelanjutan (massed practice) dan latihan terdistribusi

(distributed practiced).

d) Perhatikan tahap-tahap awal pelatihan.

4) Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik

Pada pengajaran langsung, fase ini mirip dengan apa yang

kadang-kadang disebut resitasi atau umpan balik. Guru dapat

menggunakan berbagai cara untuk memberikan umpan balik

kepada siswa. Beberapa pedoman dalam memberikan umpan balik

efektif yang patut dipertimbangkan oleh guru seperti berikut:

a) Berikan umpan balik sesegera mungkin setelah latihan.

b) Upayakan agar umpan balik jelas dan spesifik.

c) Konsentrasi pada tingkah laku, dan bukan pada maksud.

d) Jaga umpan balik sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

e) Berikan pujian dan umpan balik pada kinerja yang benar.

f) Apabila memberikan umpan balik yang negatif, tunjukkan

bagaimana melakukannya dengan benar.

g) Bantulah siswa memusatkan perhatiannya pada “proses” dan

bukan pada “hasil.”

h) Ajari siswa cara memberi umpan balik kepada dirinya sendiri,

dan bagaimana menilai kinerjanya sendiri.

5) Memberikan Kesempatan Latihan Mandiri

Kebanyakan latihan mandiri yang diberikan kepada siswa

sebagai fase akhir pelajaran pada pengajaran langsung adalah

pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah atau berlatih secara mandiri,

merupakan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan keterampilan

baru yang diperolehnya secara mandiri. Pekerjaan rumah diberikan

berupa kelanjutan pelatihan atau persiapan untuk pembelajaran

(39)

d. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan

Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan

yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung

mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara

seksama dan demonstrasi dan jadwal pelatihan direncanakan dan

dilaksanakan secara seksama.

Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh

guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem

pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin

terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan,

mendengarkan dan resitasi (tanya jawab) yang terencana. Ini tidak

berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor.

Ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi

harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.

e. Kelebihan dan Kelemahan Direct Instruction

Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dirancang secara langsung untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan

dengan keterampilan dasar yang diajarkan selangkah demi selangkah.

Keterampilan dasar yang didemonstrasikan atau dimodelkan dengan

selangkah demi selangkah akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal

ini dilihat dari beberapa penelitian diantaranya adalah penelitian

Stalling, dkk menunjukkan bahwa guru yang mengorganisasikan

kelasnya yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran

terstruktur menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi dan hasil

belajar yang tinggi pula. Adapun kelemahan model pengajaran

(40)

atau kreativitas, proses berpikir tingkat tinggi dan konsep-konsep yang

abstrak.28

4. Hakikat Hasil Belajar Siswa

a. Definisi Belajar

Banyak definisi yang diberikan tentang 'belajar'. Misalnya Gage

(1984), mengartikan 'belajar' sebagai suatu proses di mana organisme

berubah perilakunya. Cronbach mendefinisikan belajar adalah

"learning is shown by a change inbehavior as a result of experience"

(belajar ditunjukkan oleh suatu perubahan dalam perilaku individu

sebagai hasil pengalamannya). Harold Spears mengatakan bahwa

“learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction" (belajar adalah untuk mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri sesuatu,

mendengarkan, mengikuti arahan).29

Adapun Geoch, menegaskan bahwa "learning is a change in performance as result of practice." (belajar adalah suatu perubahan di dalam unjuk kerja sebagai hasil praktik). Kemudian, menurut Ratna

Willis Dahar,30 "belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang

diakibatkan oleh pengalaman". Paling sedikit ada lima macam perilaku

perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab

dasar dalam belajar: (1) pada tingkat emosional yang paling primitif,

terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus

tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi

pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh

kemampuan untuk mengeluarkan respons terkondisi. Bentuk semacam

28

Muh. Makhrus, dkk., Op. Cit., h. 29

29

Penerapan Model Siklus Belajar LC 5 E untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi belajar Fisika Kelas VIII A SMP Negeri 8 Malang. (Tersedia: http://library.um.ac.id/ images/stories/lptk/suw1209/Content%20Penerapan%20Model%20Siklus%20Belajar%20LC5E% 20untuk%20meningkatkan%20Motivasi%20dan%20Prestasi%20belajar%20Fisika%20Siswa%20 Kelas%20VIIIA%20SMP%20Negeri%208%20Malang%20Tahun%20Ajaran%202008%202009.p df), [27 Januari 2010]

30

(41)

ini disebut responden, dan menolong kita untuk memahami bagaimana

para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau

bidang-bidang studi, (2) belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa

dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini

banyak kali kita alami. Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapat

menyebabkan belajar dari 'drill' dan belajar stereotipe-stereotipe,

(3) kita belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku memengaruhi

apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar

pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut belajar operant,

(4) pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan

kejadian-kejadian. Kita belajar dari model-model dan masing-masing kita

mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar

observasional, (5) belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita

melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan

insight, belajar menyelami pengertian.

Akhirnya, Depdiknas mendefinisikan 'belajar' sebagai proses

membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau

pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan

sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan

persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa.31 Belajar

bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan

guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda

padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan

pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa,

yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai

merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya.

Belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi

dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya.

Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan),

menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil

31

(42)

pengalaman. Setiap individu menampilkan perilaku belajar yang

berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan karena setiap individu

mempunyai karakteristik individunya yang khas, seperti minat,

intelegensi, perhatian, bakat dan sebaginya. Perubahan perilaku akibat

kegiatan belajar yang menyebabkan siswa memiliki penguasaan

terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan

belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.32

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebagai proses siswa

membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk berbuat, berpikir,

berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru;

baik melalui pengalaman mental, pengalaman fisik, maupun

pengalaman sosial.

b. Definisi Hasil Belajar

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas

atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya

kegiatan mengubah bahan (raw materials) menjadi barang jadi (finished goods).33

Siswa yang melakukan kegiatan belajar, akan terjadi proses

berpikir yang melibatkan kegiatan mental. Dalam kegiatan mental,

terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima

sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi

yang diberikan. Oleh karena itu, hasil belajar diartikan adalah sebagai

kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar

yang mencakup perubahan tingkah laku secara kognitif, afektif

32

Rini Susanti, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar, (Pustekkom, Jurnal Teknodik, Edisi No. 1/VII/Oktober/2003. Tersedia : http.//www.pustekkom.go.id/teknodik/t12/isi.htm#5#5)[19 Januari 2010]

33

(43)

maupun psikomotorik. Pada pembelajaran Fisika, penilaian hasil

belajar diukur melalui ulangan, penugasan, penilaian kinerja

(performance assesment), penilaian hasil karya (product assesment), atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik konsep materi yang

dinilai.34

Berdasarkan pembatasan masalah hasil belajar fisika siswa yang

akan diukur adalah pada ranah kognitif yang mencakup aspek

mengingat/C1 (remembering), aspek memahami/C2 (understanding), aspek aplikasi/C3 (applying), dan aspek menganalisis/C4 (analyzing).

Setiap tingkatan aspek yang diamati memiliki kriteria-kriteria

tertentu, yaitu :35

1. Aspek Mengingat/C1 (Remembering)

Ketika sifat objektif diperkenalkan untuk memberikan sebuah

materi dalam bentuk yang sama seperti yang telah dipikirkan, maka

kategori yang relevan yaitu ingatan (remember). Ingatan termasuk dalam pengetahuan dari memori lama yang termasuk dalam

pengetahuan relevan yaitu yang berdasarkan fakta, konseptual,

prosedural, atau metakognitif, atau gabungannya. Untuk mencapai

kemampuan mengingat, maka siswa harus melalui tahap :

- Mengenal (Recognizing), mengenal bertujuan untuk membandingkan kesadaran dengan informasi yang ada. Dalam

kesadaran, siswa mencari informasi yang ada. Saat informasi

baru datang, siswa harus menentukan bahwa informasi yang

diperoleh berkaitan erat dengan pengetahuan yang telah

dipelajari sebelumnya hingga menenukan sebuah kecocokan.

- Memanggil kembali (Recalling), termasuk dalam pengetahuan dari memori lama yang didapatkan kembali dengan cepat. Soal

34

Moh. Nurudin, perbandingan Hasil Belajar Fisika antara yang Mneggunakan Problem Based Instruction dengan Direct Instruction, (Skripsi Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 38

35

(44)

ingatan (recalling) adalah pertanyaaan yang jawabannya dapat dicari dengan mudah pada buku atau catatan.

2. Aspek Memahami/C2 (Understanding)

Pada jenjang memahami ini siswa diharapkan tidak hanya

mengetahui, mengingat tetapi juga harus mengerti. Memahami

berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari

bebrapa segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu

apabila ia dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan

menggunakan kata-katanya sendiri.

- Interpretasi (Interpreting), terjadi ketika seorang siswa dapat mengubah informasi dari satu representasi ke representasi

lainnya. Misalnya siswa diperintahkan untuk membuat diagram

fasor.

- Exemplifying, menemukan contoh spesifik atau ilustrasi dari sebuah konsep atau prinsip. Terjadi ketika siswa diberikan

sebuah contoh khusus dari sebuah konsep umum. Menerangkan

dengan contoh (exemplifying) termasuk dalam proses identifikasi dalam mendefinisikan keistimewaan-keistiewaan

dari konsep umum dan menggunakannya untuk memilih

sebuah contoh khusus.

- Mengklasifikasikan (Classifying), terjadi ketika siswa menyadari bahwa sesuatu termasuk daam sebuah kategori.

Kategori ini termasuk dalam identifikasi bebrapa pola yang

cocok dari contoh khusus dan konsep dasar.

Mengklasifikasikan dimulai dengan sebuah contoh khusus dan

mengharuskan siswa untuk menemukan

konsep-konsep/prinsip-prinsip dasar.

- Meringkas (Summarizing), merangkum gambaran umum atau poin-poin penting. Meringkas termasuk dalam sebuah

informasi yang membangun, seperti pengertian sebuah

(45)

- Inferensi (Inferring), menggambarkan kesimpulan-kesimpulan sementara secara logis dari informasi yang disajikan. Inferensi

terjadi ketika siswa dapat meringkas sebuah konsep yang

dikerjakan dengan menghitung satu set contoh yang

menggunakan berbagai macam kode dan hal-hal yang penting

dengan menuliskan hubungan di antara semuanya.

- Membandingkan (Comparing), mencari hubungan antara dua ide, objek, dan sejenisnya. Dalam membandingkan, ketika

informasi baru diberikan, siswa mendeteksi hubungannya

dengan pengetahuan yang memang sudah ada. Contohnya

membandingkan sebuah rangkaian listrik berjalan seperti air

mengalir yan melewati sebuah pipa.

- Menjelaskan (Explaining), terjasi ketika seorang siswa dapat membangun dan menggunakan sebuah model sebab akibat

pada sebuah sistem. Beberapa tugas dapat digunakan dalam

menilai kemampuan siswa untuk menjelaskan termasuk

pendapat, perbaikan masalah, perancangan kembali, prediksi.

3. Aspek Mengaplikasikan/C3 (Applying)

Aplikasi adalah pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret.

Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atau

prosedur, metode umum dan juga dalam bentuk prinsip, ide dan

teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan. Sementara

menurut Arikunto, soal aplikasi adalah soal yang mengukur

kemampuan siswa dalam mengaplikasikan (menerapkan)

pengetahuannya untuk memecahkan masalah sehari-hari atau

persoalan yang dikarang sendiri oleh penyusun soal dan bukan

keterangan yang terdapat dalam pelajaran yang dicatat.

- Melaksanakan (Executing), secara rutin siswa membawa sebuah cara saat dihadapkan dengan masalah yang sudah

dikenalnya. Kebiasaan ini sering memberikan bebrapa pentujuk

(46)

Siswa diberikan sebuah tugas yang sudah dikenal yang dapat

diselesaikan dengan menggunakan cara yang baik. Contohnya

mengukur panjang atau diameter suatu benda dapat

menggunakan mistar, jangka sorong atau mikrometer sekrup.

- Implementasi (Implementing), digunakan saat siswa memilih

dan menggunakan sebuah cara untuk menampilkan tugas yang

belum dikenal. Implementasi juga berarti menjalankan prosedur

berdasarkan instruksi yang tidak biasa dilakukan (misalnya

menggunakan Hukum Newton II pada situasi yang

memungkinkan).

4. Aspek Menganalisis/C4 (Analyzing)

Analisis adalah suatu kemampuan peserta didik untuk merinci atau

menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian

yang lebih kecil atau merinci faktor-faktor penyebabnya dan

mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau

faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor-faktor-faktor lainnya.

- Membedakan (Differentiating), menentukan ciri-ciri yang relevan dari bagian tidak relevan materi yang diberikan.

Differensiasi (membedakan) dapat ditaksir dengan tanggapan

atau tugas pilihan. Dalam tanggapan, siswa diberikan beberapa

bahan dan ditugaskan untuk mengindikasikan bagian-bagian

mana yang penting.

- Mengorganisasikan (Organizing), yaitu mengidentifiaksi sebuah elemen dalam komunikasi dan menyadari bagaimana

mereka bersatu dalam struktur yang sama dalam suatu

pengelompokkan. Siswa membuat hubungan yang sistematik

dan koheren dari bebrapa informasi yang diberikan.

- Melengkapi (Attributing), terjadi ketika siswa dapat menentukan ide utama, dugaan, nilai-nilai atau tujuan utama.

Melengkapi termasuk sebuah proses dekonstruksi dimana siswa

(47)

penulis untuk interpretasi. Siswa mencari untuk memahami

pengertian materi yang diberikan juga termasuk sebua

perluasan dasar untuk menduga suatu tujuan atau ide utama

dengan kata lain menentukan sebuah segi pandang,

penyimpangan, harga, atau tujuan dasar materi yang disajikan.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar fisika

adalah hasil penilaian pada ranah kognitif yang dicapai siswa setelah

melakukan pembelajaran Fisika.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penerapan model

pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) adalah sebagai berikut :

1. Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh I Wayan

Distrik di SMAN 13 Bandarlampung, menunjukkan bahwa dengan

menerapkan DI pemahaman dan penguasaan konsep siswa terhadap materi

pelajaran dan hasil belajar mereka pada setiap siklus terus meningkat.

Tingkat pemahaman konsep siswa pada siklus I hanya mencapai 21,2%,

kemudian mengalami peningkatan menjadi 160% pada siklus II dan

menjadi 265% pada siklus III. Begitu pul

Gambar

Gambar 4.1 Diagram Batang Skor Hasil Belajar Pretest
Sintaks Tabel 2.1 Direct Instruction
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
 Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan adalah pemahaman konsep peserta didik kelas eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran model pegajaran langsung (direct

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model Direct Instruction dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas

Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan model Pembelajaran Langsung(Direct Instruction) berbantuan LKS bergambar disertai teks terhadap

Hasil penelitian untuk meningkatkan keterampilan prosedural siswa menggunakan model pengajaran langsung pada pembelajaran IPA fisika di kelas VIII E SMP Negeri 31

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh model pembelajaran Problem Solving tipe SSCS dan LT berkombinasi pembelajaran langsung (Direct Instruction)

Tujuan penelitian ini yaitu menghasilkan bahan ajar fisika topik elastisitas menggunakan model pengajaran langsung yang layak digunakan untuk melatihkan kemampuan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam memecahkan soal matematika dengan pembelajaran langsung (direct instruction).. Subjek

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah LKS berbasis direct instruction, variabel terikat adalah kompetensi fisika siswa dan variabel kontrol adalah guru, buku