• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model search, solve, create and share terhadap hasil belajar siswa pada konsep fluida statis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model search, solve, create and share terhadap hasil belajar siswa pada konsep fluida statis"

Copied!
214
0
0

Teks penuh

(1)

(Kuasi Eksperimen di SMAN 11 Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH : LIA AMELIA NIM 1110016300008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Lia Amelia (1110016300008). “Pengaruh Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Fluida Statis”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap hasil belajar siswa pada konsep fluida statis. Penelitian ini dilakukan di SMAN 11 Tangerang Selatan pada tahun ajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen semu dengan nonequivalent control group design. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, siswa kelas XI IPA 4 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model SSCS dan siswa kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional yang masing-masing berjumlah 21 orang. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen tes berupa pilihan ganda dan nontes berupa angket. Instrumen tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa, dan instrumen nontes digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model SSCS. Data instrumen tes dianalisis menggunakan uji statistik uji-t, sedangkan data instrumen nontes dianalisis menggunakan analisis secara kualitatif dan dikonversi ke dalam bentuk kuantitatif. Berdasarkan analisis data, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh modelSSCS terhadap hasil belajar siswa pada konsep fluida statis. Hasil uji hipotesis dengan N= 21 terhadap data posttest

menunjukkan nilai thitung = 3,70 dan nilai ttabel = 2,021. Nilai thitung > ttabel, sehingga Ho ditolak. Rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model SSCS lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih unggul pada jenjang kognitif C1, C2, C3 dan C4. Pembelajaran menggunakan model SSCS ini memiliki daya dukung terhadap proses pembelajaran pada kategori baik dengan persentase sebesar 69%.

(6)

v

Lia Amelia (1110016300008). “The Effect of Search, Solve, Create and Share

(SSCS) Models to Physics Student’s Outcome on Static Fluid Concept”. Skripsi of Physics Education Program, Science Education Departement, Faculty of Tarbiya and Teaching Sciences, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

The aim of this research was to know the effect of Search, Solve, Create and Share (SSCS) models to physics student’s outcome on static fluid concept. This research was held at SMAN 11 South Tangerang years 2014/2015. The research method was quasy experiment with nonequivalent control group design and the technique of sampling is purpossive sampling, student of class XI IPA 4 as experiment group used SSCS models and student of class XI IPA 3 as control group. Instrument were used in this research are test instrument which is multiple choices and nontest instrument which is questionaire. Test instrument and nontest instrument data will be analized by statistical analysis t-test, but nontest instrument data will be analyzed used from qualitatively convered to quantitative. Based on data analysis, the result obtained that there is an effect of SSCS models to physics student’s outcome on static fluid concept. The result of hypothesis testing againts with N = 21 posttest data showed that value of thitung = 3,70 dan value of ttabel = 2,021. Value of thitung> ttabel so Ho is rejected. Average of student’s learning result that uses SSCS models is higher than the average of student learning result that used conventional learning. The result of experimental group student is superior in C1,C2, C3 and C4 cognitivies levels. SSCS models has carrying capacity of the learning procces in good category with percentage of 69%.

(7)

vi

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat serta umatnya yang senantiasa berada dalam lindungan-Nya.

Skripsi ini dapat terselesaikan bukan semata-mata karena kemampuan peneliti saja. Atas ridho Allah SWT, penulis dapat menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Fluida Statis”.

Selama melaksanakan kegiatan penelitian dan menyusun skripsi, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis dengan ketulusan hati menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M. A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M. Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Iwan Permana Suwarna, M. Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus penasihat akademik.

4. Drs. Hasian Pohan, M. Si, selaku dosen pembimbing I. Terima kasih atas ilmu, didikan, dorongan, semangat, waktu luang yang diberikan untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Devi Solehat, M. Pd, selaku dosen pembimbing II. Terima kasih atas ilmu, didikan, dorongan, semangat, waktu luang yang diberikan untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(8)

vii

8. Nahyudin, S. Pd, selaku guru bidang studi fisika SMAN 11 Tangerang Selatan yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

9. Bapak, Ibu serta Alm. Mama tercinta yang kasih sayangnya tak terbatas. Senantiasa menjadi obat dari segala lelah dan pemicu untuk menjadi yang terbaik. Tak lupa untuk adik-adik tercinta, terima kasih atas segala do’a, dan semangat yang diberikan

10. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Fisika angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan, inspirasi dan motivasi serta sahabat-sahabatku Maulina Fitria Ningsih, Asria Mawarda, Lulu Fauziah dan Onny Herwanto yang selalu membantu, mendo’akan dan memberikan dukungan disaat suka maupun duka.

Semoga segala bentuk bantuan, dorongan, saran dan bimbingan yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Aamiin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini sangat dinantikan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jakarta, Juni 2015

(9)

viii

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASYAH ... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 7

1. Pendekatan Problem Solving ... 7

2. Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) ... 9

3. Kegiatan Guru dan Siswa dalam Model SSCS ... 12

4. Pengertian Belajar ... 15

5. Hasil Belajar ... 15

6. Konsep Fluida Statis ... 20

(10)

ix BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian ... 35

C. Desain Penelitian ... 35

D. Variabel Penelitian ... 36

E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

F. Teknik Pengumpulan Data... 37

G. Instrumen Penelitian ... 37

1. Instrumen Tes ... 37

2. Instrumen Nontes ... 38

H. Analisis Butir Soal Instrumen ... 39

1. Uji Validitas ... 39

2. Uji Reabilitas ... 40

3. Uji Tingkat Kesukaran ... 41

4. Daya Pembeda ... 42

I. Teknik Analisis Data Tes ... 44

1. Uji Prasyarat Analisis ... 44

a. Uji Normalitas... 44

b. Uji Homogenitas ... 44

2. Uji Hipotesis ... 45

3. Uji Normalitas Gain ... 47

J. Analisis Data Nontes ... 48

K. Hipotesis Statistik ... 49

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50

(11)

x

b. Deskripsi Data Posttest Kelompok Eksperimen

dan Kontrol ... 51

2. Rekapitulasi Data Hasil Pretest dan Posttest ... 53

a. Hasil Pretest dan Posttest ... 53

b. Kemampuan Kognitif ... 54

3. Uji Normal-Gain ... 55

4. Hasil Analisis Data Tes... 56

a. Uji Psrayarat Analisis ... 56

b. Uji Hipotesis ... 57

5. Hasil Analisis Data Nontes ... 58

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

(12)

xi

Gambar 2.1 Desain Pembelajaran dengan SSCS ... 12

Gambar 2.2 Zat cair menempati wadah ... 20

Gambar 2.3 Meniskus ... 20

Gambar 2.4 Setetes embun dan Seekor nyamuk ... 21

Gambar 2.5 Tegangan Permukaan ... 21

Gambar 2.6 Gejala Kapilaritas ... 22

Gambar 2.7 Tekanan Hidrostatis pada pipa U ... 24

Gambar 2.8 Tabung yang berisi zat cair diberikan tekanan ... 25

Gambar 2.9 Pesawat Hidrolik berdasarkan Hukum Pascal ... 25

Gambar 2.10 Berat batu di udara ... 26

Gambar 2.11 Berat batu saat dicelupkan ... 26

Gambar 2.12 Posisi benda saat tenggelam, melayang, terapung ... 27

Gambar 2.13 Kerangka Pikir ... 33

Gambar 4.1 DiagramHasil Rekapitulasi Pretest-Posttest ... 53

Gambar 4.2 Diagram Pretest Berdasarkan Jenjang Kognitif ... 54

(13)

xii

Tabel 2.1 Taraf Berpikir dalam Problem Solving... 9

Tabel 2.2 Kelebihan dan Keunggulan Model SSCS ... 11

Tabel 2.2 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Model SSCS ... 13

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes ... 38

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Nontes ... 39

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 40

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 40

Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas ... 41

Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 41

Tabel 3.8 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 42

Tabel 3.9 Hasil Uji Tingkat Kesukaran ... 42

Tabel 3.10 Kriteria Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.11 Hasil Uji Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.12 Kategori N-Gain ... 48

Tabel 3.13 Nilai Pernyataan Positif dan Negatif ... 48

Tabel 3.14 Kriteria Interval ... 49

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelas Eksperimen-Kontrol .... 50

Tabel 4.2 Hasil Pretest Kelas Eksperimen-Kontrol ... 51

Tabel 4.3 Dsitribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelas Eksperimen-Kontrol .... 51

Tabel 4.4 Hasil Posttest Kelas Eksperimen-Kontrol ... 52

Tabel 4.5 Hasil Uji N-Gain Kelas Eksperimen-Kontrol ... 55

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Pretest-Posttest KelasEksperimen-Kontrol.. 56

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Pretest-Posttest Eksperimen-Kontrol ... 57

Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis Kelas Eksperimen-Kontrol ... 57

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Perangkat Pembelajaran ... 68

1. RPP Kelas Eksperimen ... 68

2. RPP Kelas Kontrol ... 87

3. LKS Kelas Eksperimen ... 102

Lampiran B Instrumen Penelitian ... 122

1. Instrumen Tes ... 122

a. Kisi-kisi Instrumen Tes ... 122

b. Instrumen Tes ... 123

2. Analisis Hasil Uji Instrumen ... 142

a. Uji Validasi Butir Soal ... 142

c. Uji Reliabilitas Soal ... 142

d. Uji Taraf Kesukaran ... 143

e. Uji Daya Pembeda ... 143

f. Instrumen Tes Valid ... 144

g. Soal Instrumen Tes Penelitian ... 153

h. Lembar Jawaban ... 156

i. Kisi-kisi Instrumen Nontes ... 157

j. Instrumen Nontes ... 158

Lampiran C Analisis Data Hasil Penelitian ... 159

1. Hasil Pretest ... 159

2. Hasil Posttest ... 165

(15)

xiv

4. Uji Normalitas Hasil Posttest ... 175

c. Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen ... 175

d. Uji Normalitas Posttest Kelas Kontrol ... 177

5. Uji Homogenitas Hasil Pretest ... 179

6. Uji Homogenitas Hasil Posttest ... 182

7. Uji Hipotesis Hasil Pretest ... 185

8. Uji Hipotesis Hasil Posttest ... 187

9. Data Hasil Angket Respon Siswa ... 189

10.Data Presentase Ranah Kognitif ... 190

Lampiran D Surat-surat Penelitian ... 191

1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 191

2. Surat Keterangan Penelitian ... 192

3. Lembar Uji Referensi ... 193

(16)

1

A. Latar Belakang Masalah

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. UNESCO menyebutkan bahwa: “education is now engaged is preparinment for a tife society which does not yet exist” atau bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pikir pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ, dan SQ.1

Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk meningkatkan dan memotivasi diri untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemerintahan ini, maka diusahakan pendidikan dimulai dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas. Pendidikan juga dituangkan dalam Undang-Undang No.20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”2

1

Zhou Nan-Zhao, Four ‘Pillars of Learning’ for the Reorientation and Reorganization of Curriculum, (Reflections and Discussions).

2

(17)

Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja, dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti siswa.

Studi pendahuluan di SMAN 9 kota Tangerang Selatan pada pokok bahasan fluida statis menunjukkan rendahnya hasil ulangan harian siswa dengan rata-rata nilai 65,36, sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan sekolah adalah 75,00. Rendahnya nilai dari pencapaian itu dikarenakan guru dalam pembelajaran masih menggunakan metode konvensional sehingga siswa kurang terlibat. Konsep fisika lebih menekankan pada aspek abstrak dan mikroskopis. Para siswa sulit memahami rumus fisika yang sedemikian banyak untuk dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan ketika proses belajar mengajar dilaksanakan. Kenyataan lain diperlukannya percobaan fisika yang banyak mengangkat konsep mikroskopis dan abstrak, sehingga fisika dianggap sebagai pelajaran yang rumit dan membosankan. Didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pembelajaran fisika cenderung monoton dengan aktivitas sains termasuk rendah.3

Selama ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta yang harus dihafal. Kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Satu diantara masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam pembelajaran diperlukan adanya keaktifan siswa dalam mengerjakan permasalahan-permasalahan yang ada, bukan hanya sebagai penerima pengetahuan dari guru. Mulyasa menyatakan diperlukan guru yang kreatif, profesional, dan menyenangkan, sehingga mampu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, suasana pembelajaran yang menantang, dan mampu membelajarkan dengan menyenangkan.4 Hal ini merupakan masalah yang cukup

3

Wiyanto dkk, “Potret Pembelajaran Sains di SMP dan SMA”, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol. 4, No. 2, Juli 2006, h. 64.

4

(18)

sulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu disebabkan siswa bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda-beda. Perbedaan lingkungan dan pengalaman tersebut mempengaruhi kemampuan siswa dalam memahami setiap mata pelajaran di sekolah.5 Penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif dan berprestasi dalam pelajaran. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Ornstein dan Lasley (2000 : 146), bahwa “Relying on the same method day after day would boring, even for adults. Different procedurs sustain and enhance student motivation throughout

the lesson”. Hal ini berarti dengan mengandalkan metode yang sama dari hari ke hari dapat menimbulkan kebosanan, hal ini sama atau berlaku juga pada orang dewasa. Penggunaan prosedur yang berbeda menyokong dan mempertinggi motivasi siswa pada semua pelajaran.6

Solusi penyelesaian masalah tersebut diantaranya dengan penerapan model

Search, Solve, Create and Share (SSCS), model pembelajaran ini diperkenalkan pertama kali oleh Pizzini pada tahun 1988. Fase pertama dalam model pembelajaran ini, yakni search yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah; fase kedua, yakni solve yang bertujuan untuk merencanakan penyelesaian masalah; fase ketiga, yakni create yang bertujuan untuk menciptakan penyelesaian masalah; dan fase keempat, yakni share yang bertujuan untuk mensosialisasikan penyelesaian yang telah dilakukan.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep yang diajarkan sangat mempengaruhi kegiatan pembelajaran, baik proses pembelajaran, aktivitas siswa, pemahaman siswa terhadap materi pelajaran maupun terhadap hasil belajarnya. Konsep fisika yang menarik untuk dibuat model pembelajaran

Search, Solve, Create and Share (SSCS) yaitu konsep fluida. Konsep fluida sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: pompa hidrolik ban sepeda

5

Ni Kd Warmini, dkk, “Pengaruh Model Pembelajaran SSCS Berbantuan Media Visual Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV”, 2012.

6

Runtut Prih Utami, “Pengaruh Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dan Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa”,

(19)

merupakan penerapan hukum Archimedes. Selain itu, pembelajaran mengenai konsep fluida dapat dilakukan dengan eksperimen sederhana, misalnya: mengamati proses gaya Archimedes dengan menggantungkan benda (tetapi seluruhnya tetap di dalam air) lalu ditimbang dengan neraca, sehingga siswa akan merasa tertarik untuk melakukan percobaan, pengamatan, dan dari hasil pengamatan serta pemahamannya, dapat diterapkan kembali dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian, pembelajaran Search, Solve, Create and Share

(SSCS) dapat menjadikan pelajaran fisika lebih menarik, mudah dipahami, lebih menekankan pada pengajaran proses dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Fluida Statis”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Dalam proses belajar mengajar, guru masih menggunakan metode konvensional yaitu ceramah.

2. Kurangnya percobaan-percobaan dalam pembelajaran fisika yang banyak bersifat mikroskopis dan abstrak.

3. Kurangnya kemampuan guru dalam mengorganisasi dan memformulasi model pembelajaran yang dinilai dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa.

4. Rendahnya hasil belajar fisika pada konsep fisika fluida statis.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus, maka perlu dibatasi masalah sebagai berikut:

1. Model belajar yang diterapkan adalah model Search, Solve, Create and Share

(20)

2. Konsep yang digunakan pada penelitian ini, yakni materi fluida statis yang dipelajari oleh kelas XI pada semester genap.

3. Hasil belajar yang diukur, yakni hasil belajar pada ranah kognitif berdasarkan taksonomi B. Bloom yang telah direvisi oleh Lorin W. Anderson dan David Karthwohl. Ranah kognitif yang diukur pada penelitian ini adalah C1-C4.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh model Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap hasil belajar siswa pada konsep fluida statis?

2. Bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan model

Search, Solve, Create and Share (SSCS)?

3. Apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan model

Search, Solve, Create and Share (SSCS)?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka kegiatan penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh model Search, Solve, Create and Share

(SSCS) terhadap hasil belajar siswa pada konsep fluida statis.

2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model

Search, Solve, Create and Share (SSCS).

(21)

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini, antara lain:

1. Memberi sumbangan khususnya pada penerapan model-model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa.

2. Mengimplementasikan model Search, Solve, Create and Share (SSCS) pada bahan ajar lain.

3. Meningkatkan hasil belajar siswa.

(22)

BAB II

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis

1. Pendekatan Problem Solving

Pemecahan masalah (problem solving) merupakan tipe tertinggi dalam tingkatan belajar.1 Pemecahan masalah dapat dianggap sebagai manipulasi informasi secara sistematis, langkah demi langkah dengan mengolah informasi yang diperoleh melalui pengamatan untuk mencapai suatu pemikiran sebagai respon terhadap problema yang dihadapi.2 Untuk dapat memanipulasi informasi, informasi yang baru harus disatukan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Jadi proses pemecahan masalah terdiri dari: (1) penyadaran adanya masalah; (2) perumusan masalah; (3) perumusan hipotesis; (4) pengumpulan data atau informasi; (5) pengujian hipotesis-hipotesis; (6) penarikan kesimpulan dan (7) penerapan hasil pemecahan masalah dalam situasi baru.3

Pada pembelajaran dengan metode pemecahan masalah, siswa dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan baik secara individu ataupun secara kelompok. Belajar memecahkan masalah secara permanen mengembangkan kemampuan individu karena pemecahan masalah dapat diterapkan pada situasi lain yang sama. Proses pemecahan masalah memberi kesempatan kepada peserta didik berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran karena pemecahan masalah menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu. Selain itu, upaya mencari jawaban terhadap persoalan yang dihadapi memerlukan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan menjajaki bidang-bidang baru.4 Gaigher, dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam pembelajaran fisika, guru biasanya hanya menekankan pada perhitungan dijawaban akhir siswa saja yang

1

Robert M. Gagne, The Conditions of Learning and Theory of Instruction (Holt-Saunders Japan, 1977), p. 178.

2

Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 117.

3

Hamalik. Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 152.

4

(23)

sebenarnya fisika yang dipahami baik oleh siswa akan mampu untuk memecahkan masalah fisika pada kehidupan sehari-hari.

Metode itu sangat diperlukan bukan hanya dalam menyelesaikan soal-soal uraian, tetapi juga dalam menyelesaikan soal-soal pilihan ganda, metode ini tidak ditulis, tetapi tetap berlangsung dalam pikiran siswa. Bila metode penyelesaian soal secara sistematis ini dilatihkan secara terus-menerus, maka ketika berhadapan dengan soal, siswa dengan cepat dapat mengidentifikasi konsep apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut dan rumus mana yang terkait dengan konsep tersebut.

Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah, yakni:6

a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah. b. Masalah ini diperjelas dan dibatasi.

c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.

d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.

e. Penerapan pemecahan masalah terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.

Menurut Dewey langkah-langkah dalam pemecahan masalah, yakni:7 a. Kesadaran akan adanya masalah.

b. Merumuskan masalah.

c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis. d. Menguji hipotesis-hipotesis itu.

5

Gaigher, E J.M. Rogan and M.W.H. Braun, “The Effect Of A Structured Problem Solving Strategy On Performance In Physics In Disadvantaged South African Schools”, African Journal of Research in SMT Education, Vol. X, 2006, pp. 15-26.

6

Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h, 34. 7

(24)

bahwa taraf berpikir itu sendiri bermacam-macam, yaitu taraf berpikir pengetahuan, komprehensif, aplikasi, analisis, dan sintesis, serta evaluasi.

Tabel 2.1 Taraf berpikir dalam problem solving

Taraf Nama Taraf

Berpikir

Macam Kerja Pikir yang Diajarkan

1. Pengetahuan Belajar reseptif atau menerima

2. Komprehensif Berpikir dalam konsep dan belajar pengertian 3. Aplikasi Berpikir menerapkan

4. Analisis Berpikir menguraikan dan menggabungkan 5. Evaluasi Berpikir kreatif dan berpikir memecahkan masalah

2. Model Search, Solve, Create and Share (SSCS)

Search, Solve, Create and Share (SSCS) adalah model pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem solving yang didesain untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan meningkatkan pemahaman terhadap konsep ilmu. SSCS dikembangkan oleh Pizzini pada tahun 1988. Model Search, Solve, Create and Share melibatkan siswa dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan minat bertanya serta memecahkan masalah-masalah yang nyata. SSCS merupakan model pembelajaran yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan berpikir dalam rangka memperoleh pemahaman ilmu dengan melakukan penyelidikan dan mencari solusi dari permasalahan yang ada.8

Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving SSCS (Search, Solve, Create and Share) dalam pengembangan pembelajaran IPA yang didesain untuk memperluas pengetahuan konsep sains dan penerapannya dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari serta untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Model SSCS (Search, Solve, Create and Share) dapat merangsang siswa untuk menggunakan perangkat statistik sederhana dalam mengolah data hasil eksperimen atau hasil pengamatan. Model pembelajaran ini

8

Runtut Prih Utami, “Pengaruh Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dan Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa”,

(25)

terbiasa melakukan berpikir tingkat tinggi.

Dalam proses pelaksanaannya, kegiatan belajar dimulai dengan pemberian masalah atau kondisi berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Kemudian siswa mencari (search) informasi untuk mengidentifikasi situasi atau masalah yang disajikan, setelah mengetahui permasalahan yang dihadapi kemudian siswa membuat hipotesis dan merencanakan cara menyelesaikan (solve) masalah tersebut, dengan informasi dan rencana yang telah disiapkan siswa, membuat (create) solusi penyelesaian kemudian menyajikannya untuk dibahas bersama-sama dengan teman dan guru, siswa membagi (share) pengetahuan satu sama lain.10

Melalui proses problem solving ini, Pizzini yakin bahwa para siswa akan mampu menjadi seorang eksplorer mencari penemuan terbaru, inventor mengembangkan ide atau gagasan untuk mampu menjadi penguji baru yang inovatif, desainer mengkreasi rencana dan model terbaru, pengambilan keputusan, berlatih bagaimana menetapkan pilihan yang bijaksana, dan sebagai komunikator mengembangkan metode dan teknik untuk bertukar pendapat dan berinteraksi.11 Berikut ini kelebihan dan keunggulan dari model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS):12

9

Henny Johan, “Pengaruh Search, Solve, Create and Share (SSCS) Problem Solving untuk meningkatkan kemampuan Mahasiswa dalam Merumuskan dan Memilih Kriteria Pemecahan Masalah pada Konsep Listrik Dinamis”, Jurnal Exacta, Vol. X, 2012, h. 141.

10

Udan Kusmawan, Values Infusion Into Scientific Actions In Environmental Learning: A Preliminary Research Report (Australia: The University of Newcastle, 2005) p. 5.

11

Julie A. Luft, Teachers’ Salient Beliefs about a Problem-Solving Demonstration Classroom In-Service Program (Department of Teaching and Teacher Education, College of Education, University of Arizona, 1999) p. 148.

12

(26)

1. Merangsang para data atau fakta hasil pengamatan

1. Dapat melayani minat siswa yang lebih luas.

2. Dapat melibatkan keterampilan berpikir tingkat

tinggi dalam pembelajaran IPA.

3. Melibatkan semua siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

4. Meningkatkan pemahaman antara sains teknologi dan

masyarakat dengan

konsep IPA dengan cara lebih bermakna

3. Mengolah informasi dari IPA

4. Menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi. 5. Mengembangkan metode

ilmiah dengan menggunakan peralatan-peralatan

laboratorium

6. Untuk mengembangkan minat dan memberi pemaknaan kepada siswa melalui kegiatan-kegiatan 9. Bekerja sama dengan orang

lain

(27)

Gambar 2.1 Desain pembelajaran dengan SSCS 3. Kegiatan Guru dan Siswa dalam Model SSCS

Kemampuan yang membentuk perkembangan berpikir kritis dan memecahkan masalah, siswa diberikan kegiatan-kegiatan yang mengajak untuk berpikir secara kritis dan memecahkan masalah secara aktif.

Model SSCS memberikan sebuah kerangka kerja untuk memperluas keterampilan dalam penggunaan pada konsep ilmu pengetahuan, model ini membantu guru berpikir kreatif untuk mendorong siswa mampu berpikir secara kritis.13 Peranan guru pada pemecahan masalah model SSCS yakni sebagai fasilitator pengalaman untuk menambah pengetahuan siswa, secara bertahap, kegiatan guru dan siswa dijelaskan pada tabel berikut:

13

Fisika wordpress: Model pembelajaran SSCS diambil dari

https://fisika21.wordpress.com/2010/10/12/model-pembelajaran-sscs/ diakses tgl 16 Januari 2015 pukul 19.00 WIB, h.4.

Masalah atau kondisi

Proses Pembelajaran dengan SSCS

Share Create Search

Solve

Mempresentasikan hasil penyelesaian di

depan kelas Membuat laporan penyelesaian yang akan dipresentasikan

Menyelesaikan masalah yang

diberikan Membaca LKS dan

(28)

13

Model

Search, Solve, Create and Share (SSCS)

Keterangan Guru dan

Siswa

Kegiatan yang dilakukan oleh

guru Kegiatan yang dilakukan oleh siswa

Fase Search

(Mendefinisik an masalah)

Fase search membantu siswa untuk menghubungkan konsep-konsep yang terkandung dalam permasalahan ke konsep-konsep sains yang relevan. Kemudian masalah diidentifikasi dan diterapkan oleh siswa, yang berdasarkan skema konseptual siswa.

Fase

Search

1. Menciptakan situasi yang dapat mempermudah

1. Memahami soal atau kondisi yang diberikan kepada siswa, yang berupa apa yang diketahui, apa yang tidak diketahui, apa yang ditanyakan.

2. Melakukan observasi dan investigasi terhadap kondisi tersebut.

3. Membuat pertanyaan-pertanyaan kecil. 4. Menganalisis informasi yang ada sehingga

terbentuk sekumpulan ide. Fase Solve

(Mendesain solusi)

Selama fase Solve siswa mengorganisasikan kembali konsep-konsep yang diperoleh dari fase Search

menjadi konsep-konsep yang berada dalam “higher-order” yang mengidentifikasikan cara untuk menyelesaikan permasalahan dan jawaban yang diinginkan.

Fase Solve 1. Menciptakan situasi yang menantang bagi siswa untuk berpikir.

2. Membantu siswa mengaitkan pengalaman yang sedang dikembangkan dengan ide, pendapat atau gagasan siswa tersebut.

3. Memfasilitasi siswa dalam hal memperoleh informasi dan data.

1. Menghasilkan dan melaksanakan rencana untuk mencari solusi.

2. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif, membentuk hipotesis yang dalam hal ini berupa dugaan jawaban. 3. Memilih metode untuk memecahkan

masalah.

4. Mengumpulkan data dan menganalisis.

Fase Create

(Memformulas ikan hasil)

Fase Create menyebabkan siswa untuk mengevaluasi proses berpikir mereka. Hasil dari fase create adalah pengembangan suatu produk inovatif yang mengkomunikasikan hasil fase

search ke fase solve ke siswa lainnya.

Fase

Create

1. Mendiskusikan kemungkinan penetapan audien dan audensi. 2. Menyediakan ketentuan dalam

analisis data dan tehnik penayangannya.

3. Menyediakan ketentuan dalam menyiapkan presentasi.

1. Menciptakan produk yang berupa solusi masalah berdasarkan dugaan yang telah dipilih pada fase sebelumnya.

2. Menguji dugaan yang dibuat apakah benar atau salah.

(29)

14 menerima dan memproses umpan balik,

yang tercermin pada jawaban permasalahan dan jawaban pertanyaan, menghasilkan kembali pertanyaan untuk diselidiki pada kegiatan lainnya.

metode atau cara-cara dalam mengevaluasi hasil penemuan studi selama persentasi, baik secara lisan maupun tulisan.

(30)

5. Pengertian Belajar

Slavin menyatakan bahwa proses belajar didefinisikan sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman.1

Menurut Gage dalam buku Education Psychology Third Edition

menyatakan bahwa2:

Learning may be defined as the process where by an organism changes its behavior as result of experience. Because this definition is deceptively simple, we should look closely at its various components.

Hal ini berarti bahwa belajar membutuhkan waktu, sebagai suatu hasil pengalaman. Istilah pengalaman membatasi macam-macam perubahan perilaku yang dianggap mewakili belajar. Batasan ini penting dan sulit untuk didefinisikan, biasanya dilakukan dengan memperhatikan penyebab perubahan perilaku yang tidak dapat dianggap sebagai hasil pengalaman.

Dari beberapa pengertian belajar di atas, maka dapat disimpulkan semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang yang menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda sesudah belajar dan sebelum belajar.

Berdasarkan pada kajian di atas, dapat dipahami makna proses belajar yang pada hakikatnya merupakan kegiatan mental. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan. Kita hanya mungkin dapat mengamati dari adanya gejala-gejala perubahan tingkah laku yang tampak.

6. Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom

1

Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Indeks, 2011), h. 177.

2

(31)

yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.3

1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan nilai, sikap, keterampilan yang didapatkan siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, dimana kesemuanya ini dapat membawa ke perubahan perilaku yang lebih positif berupa perkembangan tingkah laku yang terjadi pada ranah kognitif, afektif, dan ranah psikomotoris. Ketiga ranah tersebut masing-masing memiliki beberapa tingkatan atau jenjang-jenjang. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

a. Ranah Kognitif

Hasil belajar penguasaan materi (kognitif) bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar kelimuan berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Pada tahun 2001 Lorin W. Anderson dan David R. Karthwol merevisi taksonomi B. Bloom menjadi (1)

remember, (2) understand, (3) apply, (4) analyze, (4) evaluate, dan (6) create. Jenjang kemampuan yang lebih tinggi sifatnya lebih kompleks, dan merupakan peningkatan dari jenjang kemampuan yang lebih rendah, penjelasannya yakni sebagai berikut:

3

(32)

1) Mengingat (C1), melibatkan pengambilan pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Kedua proses kognitif yang terkait, yakni mengenali kembali (recognizing), mengingat (recalling). Kemampuan mengingat penting untuk pembelajaran bermakna dan pemecahan masalah sebagai kemampuan yang digunakan dalam tugas yang lebih kompleks.4

2) Memahami (C2), mencakup kemampuan membangun makna dari pesan instruksional, termasuk lisan, tertulis, dan grafis komunikasi. Siswa memahami ketika mereka membangun hubungan antara pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya. Lebih spesifiknya, pengetahuan yang masuk berupa peningkatan dengan skema yang ada dan kerangka kerja kognitif. Kategori ini mencakup tujuh proses kognitif yaitu: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).5 3) Menerapkan (C3), mencakup kemampuan menggunakan prosedur untuk

melakukan latihan atau memecahkan masalah. Menerapkan terkait erat dengan pengetahuan prosedural. Latihan adalah tugas dimana siswa telah tahu prosedur yang tepat untuk digunakan, jadi siswa telah mengembangkan pendekatan yang cukup dirutinkan untuk itu. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (Implementing).6

4) Menganalisis (C4), Jenjang ini didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan suatu materi ke dalam bagian-bagiannya, atau menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antara komponen informasi tersebut menjadi jelas. Terdapat tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam

4

Lorin W. Anderson, David R. Karthwohl. Kerangka untuk Landasan Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Terj. Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 99.

5

Ibid., h. 105-106. 6

(33)

menganalisis: membedakan (diferentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributing).7

5) Mengevaluasi (C5), Jenjang ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu materi (pernyataan, uraian, pekerjaan) berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini yaitu: memeriksa (checking) dan mengkritik (critiquing).8

6) Mencipta (C6)

Jenjang ini didefiniskan sebgai kemampuan menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning), memproduksi (producing).9

b. Ranah Afektif

Ranah Afektif merupakan hasil proses belajar yang berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilihan kecakapan proses dan metode. Ranah afektif menurut Karthwol dan kawan-kawan terbagi menjadi lima aspek, yaitu sebagai berikut:

1) Receiving atau attending

Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) diartikan sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan dan menggabungkan diri dengan nilai-nilai tersebut.

2) Responding

Responding atau menanggapi adalah kemauan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.

7

Ibid., h. 120. 8

Ibid., h. 125. 9

(34)

3) Valuing

Valuing atau menilai merupakan jenjang dimana peserta didik tidak hanya menerima nilai yang diajarkan tetapi peserta didik mampu untuk menilai baik atau buruknya fenomena yang diajarkan.

4) Organization

Organization atau mengatur artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang membawa kepada perbaikan umum. Kemampuan mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lainnya, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

5) Characterization by a Value or Value Complex

Characterization by a Value or Value Complex atau karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai.

c. Ranah Psikomotorik

Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar. Terdapat enam aspek ranah psikomotorik, yaitu sebagai berikut:

1) Gerakan reflex,

2) Keterampilan gerakan dasar, 3) Kemampuan perceptual, 4) Keharmonisan atau ketepatan, 5) Gerakan keterampilan kompleks, 6) Gerakan ekspresif dan interpretatif.

(35)

5. Konsep Fluida Statis

Gambar 2.2 Zat cair menempati wadah

Berdasarkan bentuk dan ukurannya, zat padat mempunyai bentuk dan volume tetap, zat cair memiliki volume tetap, akan tetapi bentuknya berubah sesuai wadahnya (Gambar 2.2) sedangkan gas tidak memiliki bentuk maupun volume yang tetap. Karena zat cair dan gas tidak mempertahankan bentuk yang tetap sehingga keduanya memiliki kemampuan untuk mengalir. Zat yang dapat mengalir dan memberikan sedikit hambatan terhadap perubahan bentuk disebut fluida.

a) Gejala Meniskus

Gambar 2.3 Meniskus

(36)

Bentuk permukaan zat cair ada dua, yaitu cekung dan cembung. Permukaan zat cair akan cekung, jika:

1) Gaya adhesi > gaya kohesi

2) Sudut kontak � <90°

3) Air membasahi dinding

Permukaan zat cair akan cembung, jika: 1) Gaya adhesi < gaya kohesi

2) Sudut kontak � >90°

3) Raksa tidak membasahi dinding

Sudut kontak (�) adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan zat cair dengan bidang singgung dinding kaca.

b) Tegangan Permukaan

Gambar 2.4 Setetes embus yang berada di atas daun talas dan Seekor nyamuk yang berada di atas permukaan air

Tegangan permukaan zat cair adalah kecenderungan permukaan zat cair untuk menegang, sehingga permukaannya seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastis.

Gambar 2.5 Tegangan Permukaan

(37)

oleh partikel di dekatnya. Sebagai hasilnya, resultan gaya pada partikel-partikel di dalam zat cair (diwakili oleh A) adalah sama dengan nol, dan di dalam zat cair tidak ada tegangan permukaan. B mewakili partikel di permukaan zat cair. Partikel B ditarik oleh partikel-partikel yang ada di samping dan di bawahnya dengan gaya-gaya yang sama besar, tetapi B tidak ditarik oleh partikel-partikel di atasnya (karena di atas B tidak ada partikel zat cair). Sebagai hasilnya, terdapat resultan gaya berarah ke bawah yang bekerja pada permukaan zat cair. Resultan gaya ini menyebabkan seakan-akan tertutup oleh hamparan selaput tipis yang ketat. Selaput ini cenderung menyusut sekuat mungkin. Oleh karena itu, sejumlah tertentu cairan cenderung mengambil bentuk dengan permukaan sesempit mungkin. Inilah yang kita sebut tegangan permukaan.

Tegangan permukaan dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya tegangan permukaan (F) per satuan panjang (d) dimana gaya itu bekerja:

� = �

� ……….………… (2.1)

Keterangan:

� = gaya tegangan permukaan (�) � = tegangan permukaan (�.�−1) � = panjang permukaan (�)

c) Gejala Kapilaritas

Gambar 2.6 Gejala Kapilaritas

(38)

meniskus cekung, sedangkan permukaan air raksa yang berbentuk cembung disebut meniskus cembung.

Penyebab dari gejala kapiler karena adanya adhesi dan kohesi. Pada gejala kapilaritas pada air, air dalam pipa kapiler naik karena adhesi antara partikel air dengan kaca lebih besar daripada kohesi antar partikel airnya. Sebaliknya, pada gejala kapilaritas raksa, adhesi raksa dengan kaca lebih kecil daripada kohesi antar partikel air raksa. Oleh karena itu, sudut kontak antara raksa dengan dinding kaca akan lebih besar daripada sudut kontak air dengan dinding kaca.

Kenaikan atau penurunan zat cair pada pipa kapiler disebabkan oleh adanya tegangan permukaan yang bekerja pada keliling persentuhan zat cair dengan pipa. Kenaikan atau penurunan zat cair dalam pipa kapiler dirumuskan sebagai berikut:

ℎ = 2�����

��� ………... (2.2)

Keterangan :

ℎ = kenaikan penurunan zat cair pada pipa kapiler (�);

� = tegangan permukaan (�.�−1);

�= sudut kontak;

�= massa jenis zat (��.�−2);

�= percepatan gravitasi (�.�−2);

� = jari-jari pipa kapiler

d) Tekanan Hidrostatis

(39)

� =�.� ……….. (2.3)

P = �

� = �

� ……….. (2.4)

P = �.�.�

� = �.ℎ.�.�

� ……….. (2.5)

�ℎ = ��ℎ ……….. (2.6)

Keterangan :

�ℎ= tekanan hidrostatis (��) � = massa jenis (��.�−2) �= percepatan gravitasi (�.�−2) ℎ = kedalaman (�)

Gambar 2.7 Tekanan Hidrostatis pada pipa U Besar tekanan hidrostatis di titik P sama dengan di tiitk Q, maka

�ℎ� = �ℎ� ……….………. (2.7)

�1�ℎ1 = �2�ℎ2 ……….. (2.8)

�1ℎ1 = �2ℎ2 ………... (2.9)

Berdasarkan persamaan di atas:

(40)

e) Hukum Pascal

Gambar 2.8

Tabung yang berisi zat cair diberikan tekanan

Jika tekanan udara luar pada permukaan zat cair berubah, maka tekanan

pada setiap titik di dalam zat cair akan mendapat tambahan tekanan dalam jumlah

yang sama. Peristiwa ini pertama kali dinyatakan oleh seorang ilmuwan Prancis

Blaise Pascal (1623 - 1662) dan dikenal Hukum Pascal. ”Tekanan yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup diteruskan ke segala arah sama besar”.

Gambar 2.9 Pesawat Hidrolik berdasarkan Hukum Pascal

Jika pengisap kecil dengan luas penampang �1R ditekan dengan gaya �1,

maka zat cair dalam bejana mengalami tekanan yang besarnya:

�=�� ��

………... (2.10) Berdasarkan Hukum Pascal, tekanan yang diberikan akan diteruskan ke

segala arah sama besar, sehingga pada pengisap besar dihasilkan gaya F2 ke atas

yang besarnya:

��= �� .��atau��= ���� ……….…. (2.11)

Karena �1 =�2, maka:

�1 �1=

�2

(41)

Keterangan :

�� = gaya yang dikerjakan pada penghisap 1 (�)

�� = gaya yang dikerjakan pada penghisap 2 (�)

�� = luas penghisap 1 (�2)

�� = luas penghisap 2 (�2)

Jika bejana berbentuk silinder, maka berlaku

�1 �12=

�2

�22 ….………... (2.13) Keterangan :

�� = gaya yang dikerjakan pada penghisap 1 (�)

�� = gaya yang dikerjakan pada penghisap 2 (�)

d1 = diameter bejana 1 (m) d2 = diameter bejana 2 (m)

f) Hukum Archimedes

Gambar 2.10 Berat batu di udara berbeda dengan berat batu saat dicelupkan ke dalam bejana

Selisih berat batu di udara dengan berat batu dalam zat cair merupakan besarnya gaya Archimedes.

����ℎ������ = ������− ���� ………... (2.14)

Gambar 2.11 Berat batu saat dicelupkan ke dalam bejana memiliki gaya Archimedes

Tekanan zat cair yang tumpah di dasar bejana

(42)

dan berat zat cair yang tumpah sama dengan gaya Archimedes, berlaku:

�ℎ = �� ……….… (2.16)

Luas penampang bejana A tempat zat cair dipindahkan, maka:

��

� = ��ℎ ……….. (2.17) ��= ��ℎ� ……….……. (2.18) ��= ��� ……….. (2.19)

Keterangan :

��R= Gaya Archimedes;

� = volume zat cair yang dipindahkan.

Prinsip tenggelam, melayang dan terapung dapat diketahui pada telur yang dimasukkan ke dalam wadah sebagai berikut:

Gambar 2.12

(43)

g) Viskositas

Gambar 2.13 Sebuah bola jatuh bebas ke dalam fluida yang memiliki viskositas tertentu

Sebuah benda dimasukkan ke dalam zat cair bergerak ke bawah akan

mengalami gaya gesekan. Semakin kental zat cair, makin besar pula gaya gesekan

dalam zat cair tersebut. Ukuran kekentalan zat cair atau gesekan dalam zat cair

disebut viskositas. Gaya gesek dalam zat cair tergantung pada koefisien viskositas, kecepatan relatif benda terhadap zat cair, serta ukuran dan bentuk

geometris benda. Untuk benda yang berbentuk bola dengan jari-jari r, gaya gesek

zat cairdirumuskan:

�� = 6���� ………. (2.20)

Keterangan:

�� = gaya gesek Stokes (�)

� = koefisien viskositas (��.�−2) � = jari-jari bola (�)

� = kelajuan bola (�.�−1)

Gaya-gaya yang bekerja pada bola adalah gaya berat �, gaya apung �,

dan gaya lambat akibat viskositas atau gaya stokes �. Ketika dijatuhkan, bola

bergerak dipercepat. Namun, ketika kecepatannya bertambah. Akibatnya, pada

��

� =�.�

��

h

(44)

saat bola mencapai keadaan seimbang sehingga bergerak dengan kecepatan

konstan yang disebut kecepatan terminal. Pada kecepatan terminal, resultan yang

bekerja pada bola sama dengan nol. Misalnya sumbu vertikal ke atas sebagai

sumbu positif, maka pada saat kecepatan terminal tercapai berlaku persamaan:

Σ� = 0 ……….. (2.21)

��+��=� ………... (2.22)

����� + 6 ���� = ��.� ………. (2.23) ���43��3� � + 6 ���� = �43��3��� � ………. (2.24)

� =2�2�

9� (��− ��) …….… (2.25)

Keterangan :

� = kecepatan terminal (�.�−1) � = koefisien viskositas (��.�−2) � = jari-jari bola (�)

(45)

B. Hasil penelitian yang relevan

Pada penelitian ini, penulis merujuk kepada penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan adalah sebagai berikut :

a. Irwan, (2011). Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran

Matematis Mahasiswa Matematika. Sampel dua kelas, yaitu kelas eksperimen

� = 40 mahasiswa dan kelas kontrol �= 36 mahasiswa. Dianalisis secara deskriptif kualitatif, uji beda rata-rata dan uji-t. Kesimpulan penelitian ini adalah secara kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang mendapat pendekatan problem posing model SSCS lebih tinggi daripada mahasiswa yang mendapat pembelajaran konvensional.10

b. Ni Kd Warmini, dkk. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran SSCS Berbantuan Media Visual Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

IV. Sampel dua kelas, yaitu kelompok eksperimen �= 31 siswa dan kelompok kontrol �= 32 siswa. Dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa model pembelajaran SSCS berbantuan media visual berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.11

c. Eka Periartawan, (2014). Pengaruh Model Pembelajaran SSCS Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV Di Gugus XV

Kalibukbuk. Sampel dua kelas, yaitu kelompok eksperimen �= 35 siswa dan kelompok kontrol � = 24 siswa. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Kesimpulan penelitian ini adalah model pembelajaran SSCS

10

Irwan, “Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Matematika”,

Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 12, 2011. 11

(46)

berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.12

d. Runtut Prih Utami, (2011). Pengaruh Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dan Problem Based Instruction (PBI) Terhadap

Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa. Dianalisis menggunakan uji anava

untuk data prestasi belajar kognitif dan data kreativitas siswa, sedangkan prestasi pada aspek afektif dan psikomotor dianalisis secara deskriptif kualitatif. Kesimpulan penelitian ini: (1) ada pengaruh model pembelajaran SSCS dan model pembelajaran PBI prestasi belajar biologi pada kompetensi dasar bioteknologi, dan (2) ada pengaruh antara kreativitas siswa tinggi dan kreativitas siswa rendah terhadap prestasi belajar biologi pada kompetensi dasar bioteknologi.13

e. Henny Johan, (2012). Pengaruh Search, Solve, Create and Share (SSCS) Problem Solving untuk meningkatkan kemampuan Mahasiswa dalam

Merumuskan dan Memilih Kriteria Pemecahan Masalah pada Konsep Listrik

Dinamis. Dianalisis menggunakan N-gain dan uji-t. Sampel terdiri dari dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran model Search, Solve, Create and Share (SSCS) problem solving lebih tinggi secara signifikan.14

f. Wen Haw Chen, (2013). Applying Problem-Based Learning Model and Creative Design to Conic-Sections Teaching. Tujuan penelitian, yakni untuk menetapkan model pembelajaran untuk mengintegrasikan kerucut bagian konsep dalam tinggi matematika sekolah. Penelitian ini menyajikan ide dalam proses belajar mengajar geometri untuk mengintegrasikan konsep desain kreatif menjadi model pembelajaran berorientasi masalah. Metode

12

Eka Periartawan, “Pengaruh Model Pembelajaran SSCS Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV Di Gugus XV Kalibukbuk”, Journal Mimbar PGSD, Vol. 2, 2014.

13

Runtut Prih Utami, “Pengaruh Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dan Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa”, 2011.

14

(47)

berdasarkan pembelajaran dari bagian kerucut isi termasuk dalam kurikulum matematika.15

g. Wen Haw Chen, (2013). Teaching Geometry through Problem-Based Learning and Creative Design. Tujuan penelitian untuk menetapkan model pembelajaran untuk mengintegrasikan konsep geometri dalam matematika SMA. Penelitian ini menyajikan sebuah pendekatan untuk mengintegrasikan konsep desain kreatif menjadi model pembelajaran berorientasi masalah, yang didasarkan pada isi geometri dimasukkan dalam kurikulum matematika.16 h. Emily J. Summers, dkk, (2012). A Longitudinal Investigation of Project–

based Instruction and Student Achievement in High School Social Studies. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh Project–based Instruction terhadap hasil belajar siswa dan mengembangkan pendidikan dan kesiapan karir (CCR). Kami membandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran Project–based Instruction dan menggunakan pembelajaran konvensional dalam satu sekolah yang sama. Siswa yang menggunakan pembelajaran Project–based Instruction lebih unggul dibandingkan siswa yang masih menggunakan pembelajaran konvensional.17

15

Wen Haw Chen, “Applying Problem-Based Learning Model and Creative Design to Conic-Sections Teaching”, International Journal of Education and Information Technologies, Vol. 7, 2013.

16

Wen Haw Chen, “Teaching Geometry through Problem-Based Learning and Creative Design”, Proceedings of the 2013 International Conference an Education and Educational Technologies, 2013.

17

(48)

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.14 Kerangka pikir

Hasil studi pendahuluan:

•Kurangnya percobaan dalam pembelajaran fisika yang banyak mengangkat konsep mikroskopis dan abstrak, siswa dijejali konsepdengan rumus.

•Rendahnya hasil belajar fisika padakonsep fisika fluida statis.

Digunakan Pendekatan Problem Solving

Meningkatkan hasil belajar

siswa. Model SSCS

•Merangsang para siswa untuk menggunakan perangkat statistik sederhana dalam mengadministrasikan data atau fakta hasil pengamatan studinya. •Sangat efektif, dapat dipraktekkan, dan mudah untuk digunakan,

•Membuat studi konteks pada perkembangan dan menggunakan perintah-perintah kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan hasil-hasil pada kondisi yang lebih penting pada kemampuan berpikir mentransfer dari satu ruang lingkup pelajaran ke yang lain.

1. Fase Search (Mendefinisikan masalah) 2. Fase Solve (Mendesain solusi)

(49)

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

�0 : Terdapat pengaruh secara signifikan model Search, Solve, Create and Share

(SSCS) terhadap hasil belajar fisika kelas XI pada konsep fluida statis.

(50)

35

A. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 11 Tangerang Selatan yang terletak di Jalan Sumatera, Tangerang Selatan pada siswa kelas XI. Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan Februari semester genap Tahun Ajaran 2014/2015.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan metode eksperimen semu (quasi eksperiment), yaitu metode yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi eksperimen.1

C. Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakan Nonequivalent Control Group. Dalam desain ini, subjek kelompok tidak dilakukan secara acak dan kedua kelompok akan diberi perlakuan dengan pembelajaran yang berbeda. Sebelum pembelajaran, kedua kelompok diberi tes awal (pretest) yang sama dan setelah pembelajaran berakhir diberi tes akhir (posttest). Kelas eksperimen diberikan perlakuan menggunakan model Search, Solve, Create and Share (SSCS) sedangkan kelas kontrol diberikan perlakuan berupa pembelajaran konvensional. Setelah itu, dilanjutkan dengan memberikan posttest untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa pada konsep fluida statis setelah diberikan perlakuan yang berbeda. Adapun desain penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:2

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pre test Perlakuan Post test

A Y1 XA Y2

B Y1 XB Y2

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung:Alfabeta, 2013), Cet 19, h. 77.

2

(51)

Keterangan:

A = Kelas eksperimen B = Kelas kontrol

XA = Perlakuan diberikan kepada kelas eksperimen menggunakan model SSCS

XB = Perlakuan diberikan kepada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional

Y1 = Tes awal (pretest) sebelum perlakuan Y2 = Tes akhir (posttest) setelah perlakuan

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.3

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu:

1. Variabel bebas adalah Model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) disimbolkan dengan huruf X.

2. Variabel terikat adalah hasil belajar siswa disimbolkan dengan huruf Y.

E. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. 4

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 11 Tangerang Selatan dengan populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas XI, yang terdaftar pada semester genap tahun ajaran 2014/2015.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.5

Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi terjangkau melalui teknik purposive sampling

(sampel bertujuan) dengan pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.6 Diambil dua kelas untuk dijadikan

3

Ibid., h.38.

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), Cet. 14, h.173.

5

Ibid, h. 174

6

(52)

sampel, yang satu sebagai kelas eksperimen yang akan diajarkan dengan menggunakan model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dan yang satu sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajarannya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah data tes dan nontes. Berupa hasil belajar fisika yang diperoleh melalui tes awal (pretest) yaitu tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa sebelum menggunakan model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dan tes akhir (posttest) yaitu tes hasil belajar sesudah berupa penerapan model Search, Solve, Create and Share (SSCS). Sedangkan nontes digunakan berupa angket yang berfungsi untuk mengukur respon siswa terhadap model yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan sebagai alat pengumpulan data. Ada dua instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tes dan nontes. Tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif dan nontes berupa angket. Tes yang akan digunakan untuk mengukur tingkat hasil belajar siswa sebelum (pretest) dan sesudah pembelajaran (posttest). Instrumen nontes berupa angket digunakan sebagai data pendukung kesimpulan yang diharapkan pada akhir penelitian ini dengan sejumlah pertanyaan menggunakan skala Likert.

1. Instrumen Tes

(53)

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes

NO Indikator Aspek Kognitif Jumlah

soal

C1 C2 C3 C4

1. Mengidentifikasi konsep

meniskus cekung-cembung 1 2*, 3

3

2. Mengidentifikasi konsep

tegangan permukaan 4* 5, 6 7, 8 5 3. Menerapkan konsep

kapilaritas 10*

9*, 11, 12

13, 14,

15* 7

4. Menerapkan konsep

tekanan hidrostatis 16*, 17* 18*

19*,

20*, 21* 5 5. Mengaplikasikan konsep

hukum Pascal 21 22* 23* 24*, 25 6

6.

Menganalisis konsep

Hukum Archimedes 28* 27*, 29 30*, 31,

32, 33* 7

7. Menerapkan konsep

Viskositas 34* 35, 36

37, 38*,

39* 40 7

Jumlah Soal 6 14 10 10 40

Keterangan : * = butir soal yang valid

2. Instrumen Non tes

Instrumen non tes yang digunakan berupa angket. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk dijawab.7 Angket yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan model Search, Solve, Create and Share (SSCS)pada konsep fluida statis. Model angket yang digunakan adalah angket skala likert yang berbentuk

chek list. Siswa dapat memberi respon terhadap pertanyaan-pertanyaan dengan pilihan jawaban, yaitu: STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), C (Cukup), S (Setuju), SS (Sangat Setuju). Adapun kisi-kisi instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

7

(54)

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Nontes

NO Indikator

Pertanyaan

Jumlah Positif Negatif

1. Tanggapan siswa terhadap penerapan model Search,

Solve, Create and Share (SSCS). 1 2 2 2. Penerapan model Search, Solve, Create and Share

(SSCS) dapat memotivasi siswa untuk belajar. 3 4 2

3.

Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan penerapan model Search, Solve, Create and Share

(SSCS) pada konsep fluida statis.

5 6 2

4. Berbagi pengetahuan dengan teman. 7 8 2

5.

Pemahaman siswa pada konsep fluida statis dengan menggunakan model Search, Solve, Create and Share

(SSCS)

9 10 2

Jumlah 5 5 10

H. Analisis Butir Soal Instrumen

Sebelum diberikan kepada sampel, instrumen tes terlebih dahulu diujicobakan pada siswa kelas XII SMAN 11 Tangerang Selatan. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas dari setiap soal. Dimana soal tersebut harus memiliki kriteria kelayakan, yaitu validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Berikut ini adalah pengujian berkaitan dengan kriteria yang harus dipenuhi oleh instrumen penelitian:

a. Uji Validitas

Suatu instrumen dapat dipergunakan dalam penelitian bilamana telah dinyatakan valid. Validitas tes merupakan ukuran yang menyatakan keshahihan suatu instrumen sehingga mampu mengukur apa yang hendak diukur.8 Suatu instrument dikatakan valid jika memiliki validitas yang tinggi, yaitu bila intrumen tersebut telah dapat mengukur apa yang diukur. Dalam penelitian ini digunakan

koefisien point biserial sebagai berikut:9

���

=

��−�

... (3.1)

8

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 65.

9

Gambar

Gambar 2.3 Meniskus
Gambar 2.6 Gejala Kapilaritas
Gambar 2.7 Tekanan Hidrostatis pada pipa U
Gambar 2.8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tietojen kerääminen. Arvioinnissa ja seurannassa käytetään pääasiassa olemassa olevia tilastoaineistoja. Keskeisen pohjan arvioinnissa ja seurannassa hyödynnettä- vistä

Sebutan sayang ( pet name ) seperti Honey digunakan dalam hunungan yang lebih akrab lagi. Dalam lingkungan manapun ketika seseorang dihadapkan pada struktur hirarkis,

Dengan adanya pelayanan ini maka antrian di loket pendaftaran dan penumpukan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah berkurang secara signifikan sehingga situasi Rumah Sakit Umum

• Praksis adalah ilmu pengetahuan berbasis teori dan praktek; teori menginform praktek, praktek menginform teori  praksis..

This study explored the features of a Moodle-site used in teaching how to write narrative texts in English as a foreign language (EFL) context at the eighth grade level of

LAKIP Tahun 2013 yang merupakan bagian dari informasi pengukuran kinerja dalam melaksanakan Rencana Strategis BAPPEDA Kabupaten Bandung Tahun 2010-2015 adalah dokumen

Aplikasi Cakewalk 8.0 dapat digunakan untuk membuat atau mengubah suatu ilustrasi musik dengan dibantu oleh suatu perangkat musik yang masih sederhana seperti gitar akustik, hingga

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur Kepuasan konsumen Depot Soto Gebraak Cak Anton di lihat dari Segi Pelayanan,Segi Rasa,Segi Harga,Segi CiriKhas,Segi Lokasi dan