• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok dengan Bradford Assay

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok dengan Bradford Assay"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ROKOK TERHADAP KADAR PROTEIN

TOTAL SALIVA DENGAN

BRADFORD ASSAY

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH

Sari Dewi Apriana Nasution

1112103000016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 08 Oktober 2015

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah

memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan

kepada Rasulullah SAW, yang telah menjadi contoh teladan bagi penulis dalam

menjalankan kehidupan. Laporan penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada

waktunya karena adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. DR. Arif Sumantri S.K.M., M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan arahan kepada penulis selama menempuh

pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di PSPD

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. drg. Laifa Annisa Hendarrmin, Ph.D selaku pembimbing 1 dan PJ Laboratorium

Riset yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing

penulis dari awal melakukan penelitian hingga menyusun dan menyelesaikan

laporan penelitian ini.

4. dr. Fikri Mirza P, Sp.THT-KL selaku pembimbing 2 yang telah memberikan

masukan dalam penulisan proposal penelitian dan telah mencurahkan waktu,

pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun dan

menyelesaikan laporan penelitian ini.

5. dr. Nouval shahab, Sp.U,Ph.D,FICS,FACS selaku penanggung jawab modul

riset PSPD 2012 yang selalu memberikan arahan dan mengingatkan penulis

(7)

vii

6. Ibu Endah Wulandari, S. Si, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biokimia, dan

Ibu Zeti Harriyati, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biologi yang telah

memberikan izin penggunaan laboratorium.

7. Mbak Lilis, Mbak Ai, Mbak Suryani dan laboran-laboran lain telah yang

memberikan bantuan kepada penulis dalam pengambilan data.

8. Seluruh responden riset ob kampus para ojek ciputat dan karyawan bank mandiri

dan Karyawan UT yang telah bersedia menjadi sampel pada penelitian ini.

9. Kedua orang tua, ayah tercinta H.Syahrial Arianto Nasution dan bunda tercinta

Hj. Sarinawita Nasution SH,S.pd dan Neni Susanti yang selalu memberikan do’a

dan semangat kepada saya, dukungan yang tidak pernah putus. Terimakasih atas

segala kebaikan dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis dan

dukungan selama menjalani proses pendidikan di Program Studi Pendidikan

Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Kepada nenek tercinta Hj.Meini dan ibu tercinta Fitria Astuti Nasution yang telah

memberikan dukungan yang tidak pernah putus, doa-doa yang selalu

dipanjaatkan, serta dorongan dan semangat kepada penulis melaksanakan

penelitian.

11.Serta adek tercinta Rahmad Syah Nasution dan Muhammad Egi Adriansyah

Nasution serta seluruh keluarga besar yang selalu bisa memberikan saya

semangat dan dukungan.

12.Sahabat tercinta Reni Dwi Parihat, Imtiyazi Nabila dan Melia Fatrani Rufaidah

atas dukungan do’a semangat dan dukungan yang penuh untuk penyelesaian

penelitian ini.

13.Teman-teman satu kelompok penelitian, M.Reza Syahli, Nabila Syifa,

Abqoriyatu Zahra, dan Faruq Yufariqqu.Terimakasih atas kerjasama, semangat

pantang menyerah, serta dukungan selama melakukan penelitian ini .

14.Teman-teman kontrakan BH, Ubat Gendut, Nurul Syahli, Hanifia Zombi, Imi

sicimi atas canda tawa serta dukungan selama menjalani pendidikan di Program

Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

15.Seluruh teman seperjuangan PSPD 2012 Together Better Stonger serta OFFICIAL CIMSA UIN (Cilukba) 2014-2015 yang tidak bias penulis sebutkan

(8)

viii

banyak membantu saya baik secara langsung maupun tidak langsung yang

mungkin tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Sungguh tiada daya upaya yang dapat saya lakukan, saya berharap semoga

Allah SWT dapat membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak

membantu saya dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Dan semoga laporan

penelitian yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat bagi penulis secara khusus dan

bagi pembaca serta masyarakat dan dalam pengembangan keilmuan secara

umum.

Ciputat, 08 Oktober 2015

(9)

ix ABSTRAK

Sari Dewi Apriana Nasution. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok dengan Bradford Assay.

Tujuan: Penelitian untuk melihat peran rokok terhadap kadar protein total pada saliva pria perokok saliva pria non-perokok. Metode: Penelitian ini melibatkan 86 partisipan yang dibagi menjadi dua kelompok pria perokok dan non-perokok, sebagai kontrol. Seluruh partisipan melewati tahap pemeriksaan fisik gigi dan mulut oleh dokter gigi dan pengumpulan saliva yang tidak distimulasi. Pengukuran kadar protein total pada saliva dilakukan dengan menggunakan Bradford assay. Hasil:

Parameter klinis dari kesehatan gigi dan mulut (OHIS, PI, CI, dan GI,) lebih tinggi pada kelompok perokok dibanding non-perokok. Kadar protein total secara signifikan (p<0.05) lebih rendah pada saliva perokok dibanding non-perokok.

Kesimpulan: Merokok kemungkinan besar dapat mempengaruhi kesehatan mulut dan kadar protein total saliva; hal ini dapat mengarah kepada keadaan patologis.

Kata kunci: merokok, saliva, kadar protein total, kesehatan mulut

ABSTRACT

Sari Dewi Apriana Nasution. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok dengan Bradford Assay.

Objective: The aim of this study is to observe the effect of cigarette to the salivary total protein level in male smokers and non-smokers. Methods: The study comprised of 86 subjects divided into two group between male smokers and non-smokers, as a control group. All participants completed the physical examination of mouth and teeth by the dentist and unstimulated whole saliva were collected. Measurement of salivary total protein level were done using the Bradford assay. Results: The clinical parameters of oral health (OHIS, PI, CI,and GI) were higher in smokers than smokers. Salivary total protein level was significantly lower in smokers than non-smokers (p< 0.05). Conclusions: Tobacco smoking altered the oral condition and salivary total protein level, thus, can lead to pathological diseases.

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis... ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.4.1 Tujuan Umum ... 3

1.4.2 Tujuan Khusus ... ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.5.1 Manfaat bagi Peneliti ... 3

1.5.2 Manfaat bagi Masyrakat... ... 3

1.5.3 Manfaat bagi Civitas Akademik UIN ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

(11)

xi

2.1.1 Saliva ... 4

2.1.1.1 Defenisi dan Fungsi Saliva ... 4

2.1.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva ... 5

2.1.1.2.1 Kelenjar Saliva Mayor... ... 6

2.1.1.2.2 Kelenjar Saliva minor... ... 7

2.1.1.3 Komponen Saliva ... 8

2.1.1.4 Sekresi Saliva... ... 10

2.1.1.5 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma Manusia ... 13

2.1.2 Tembakau dan Rokok ... 14

2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok... .. 14

2.1.2.2 Klasifikasi Perokok ... 15

2.1.2.3 Kandungan Rokok ... 16

2.1.1.4 Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva .... 18

2.1.1.5 Efek Rokok terhadap Kaesehatan Gigi dan Mulut ... 20

2.1.3 Protein... ... 24

2.1.4 Coomassie Dye-Binding Assay (Bradford Assay)... .. 25

2.2Kerangka Teori... ... 27

2.3 Kerangka Konsep ... 28

2.4 Definisi Operasional ... 29

Bab 3. METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Desain Penelitian ... 32

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

3.3 Kriteria Subjek Penelitian ... 32

3.4 Besar Sampel Penelitian ... 33

3.5 Alat dan Bahan Penelitian... 34

(12)

xii

3.7 Manajemen dan Analisis Data ... 37

3.8 Alur Penelitian ... 38

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Hasil Penelitian ... 39

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 39

4.1.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian 41

4.1.3 Konsentrasi Protein Total pada Saliva Subjek Penelitian ... 41

4.2 Pembahasan ... 42

4.3 Aspek Keislaman... ... 44

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Simpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Saiva. ... 7

Gambar 2.2. Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf... 10

Gambar 2.3. Kontrol Sekresi Saliva... 12

Gambar 2.4. Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma ... 13

Gambar 2.5. Tingkatan Struktur Protein... ... 24

Gambar 2.6. Ikatan Peptida antara Dua Asam Amino... ... 25

Gambar 3.1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut ... 35

Gambar 3.2. Sentrifugasi Sampel Saliva ... 35

Gambar 3.3. Larutan PSMF ... 35

Gambar 3.4. Alat Vortex ... 36

Gambar 3.5. Microplate ... 36

Gambar 3.6. Reagen Bradford ... 37

Gambar 3.7. Perubahan Warna Sampel Protein ... 37

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kelenjar Saliva beserta Jenis Histologik Sekresi Presentase

Saliva ... 7

Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated Saliva ... 8

Tabel 2.3. Kriteria Pemeriksaan Debris Indeks (DI) ... 21

Tabel 2.4. Kriteria Pemeriksaan Calculus Indeks (CI) ... 21

Tabel 2.5. Kriteria Pemeriksaan Ginggiva Indeks (GI) ... 22

Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian (n=86) ... 39

Tabel 4.2. Data Pelengkap Karkteristik Subjek Penelitian ... ... 40

Tabel 4.3. Oral Hygiene Indeks dan Skor OHIS... 41

(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

CI: calculus indexI

DI: debri index

GI: gingival index

OHIS: oral higiene index simplified

Riskesdas: Riset kesehatan dasar

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Informed Consent dan Data Responden ... 49

Lampiran 2. Riwayat Penulis ... 61

(17)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Dalam rutinitas keseharian telah diketahui bahwa rokok dan perokok itu

bukan suatu hal baru didunia ini, tetapi telah ada sejak lama. Tercatat oleh WHO

(World Health Organization) pada tahun 2013 sekitar 6 juta jiwa pertahun

meninggal akibat rokok dan 5 juta jiwa perhaunnya meninggal karena terhirup dan

terpapar oleh asap rokok.Dan tercatat di Indonesia berdasarkan hasil dari Rikerdas

tahun 2013 menjukkan angka sebesar 33,4% pada usia 30-34 tahun untuk perokok

aktif. Rerata batang rokok yang dihisap perharinya sekitar 12,3 batang (setara

dengan satu bungkus) dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan perokok

sekitar 47,5% berbanding 1,1%. Demikian untuk perokok usia ≥15 tahun yang

merokokok dan mengunyah tembakau cenderung mengalami peningkatan 1,9 %

pertiga tahun. Di tahun 2013 wilayah yang tertinggi perokok nya sekitar 55,6%

diduduki oleh provinsi Nusa Tenggara Timur.1,2

Beberapa penelitian yang dilakukan di dunia maupun di dalam negeri sendiri

yang telah menunjukkan prevalensi kejadian merokok meningkat dan terkadang

berakhir sampai kematian. Dampak negatif dari rokok untuk kesehatan khususnya

di bagian rongga mulut dan sistem respirasi, selain berdampak kesehatan untuk

perokok aktif maupun perokok pasif ketika terhirup oleh asap rokok. Rokok

mengandung zat-zat yang dapat membahayakan tubuh dan mengganggu kesehatan

manusia. Rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia (termasuk tar, nikotin,

karbon monoksida, acetone, pyrene, dan lainnya. Zat-zat toksik tersebut mengandung zat kimia yang dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya

penyakit jantung dan vascular, kanker paru-paru dan kanker mulut. Tidak hanya

itu, rokok juga dapat meningkatkan insidensi kanker mulut dan laring. 3,4,5

Saliva sebagai bagian dari sistem pertahanan rongga mulut, merupakan hasil

sekresi eksokrin dengan komposisi 99 % air termasuk cairan elektrolit, protein

dalam bentuk enzim, immunoglobulin, glikoprotein mukosa, albumin, dan

beberapa oligopeptida. Keseluruhan komposisi cairan ini turut mempengaruhi

(18)

2

saliva dapat mempengaruhi keadaan rongga mulut. Dengan tingginya prevalensi

penyakit mulut pada perokok. Karena komposisinya yang mirip dengan plasma,

saliva telah banyak digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan biomarker

kondisi patologis rongga mulut.3,4,5

Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami 2009 menyatakan bahwa terdapat

penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan terhadap

asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Pengamatan secara histologi

juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni terjadi

degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, melaporkan terjadi

penurunan kadar protein total, magnesium dan fosfor saliva pada perokok dengan

periodontitis dan perokok yang tidak mengalami periodontitis dibandingkan

dengan grup non-perokok yang sehat.6,7

Berdasarrkan penelitian yang dilakukan oleh Avsar tahun 2009 pada

anak-anak perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama

antara anak-anak perokok pasif dan grup kontrol, sedangkan kadar Ig A saliva

pada anak perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup kontrol, dan aktivitas

amilase lebih tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan grup kontrol.28,29

Hingga saat ini, belum ada laporan penelitian mengenai kadar protein total

pada saliva perokok laki-laki di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini

bertujuan untuk melakukan peran rokok terhadap konsentarasi kadar protein total

saliva laki perokok dan melihat perbedaan konsentrasinya dengan saliva

laki-laki non-perokok. Pengukuran konsentrasi protein total pada penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan Bradford assay.

1.2Rumusan Masalah

Bagaimana peran rokok terhadap konsentrasi kadar protein total saliva pada

laki-laki perokok dan non-perokok.

1.3Hipotesis

Rokok dapat mempengaruhi konsentrasi kadar protein total saliva pada

(19)

3 1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui peran rokok terhadap saliva

1.4.2 Tujuan Khusus

Mengetahui perbedaan konsentrasi kadar protein total saliva perokok

dan non-perokok.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :

1.5.1 Bagi peneliti

- Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan

Dokter.

- Menambah pengetahuan mengenai kadar protein total saliva pada

pria perokok dibandingkan dengan pria non-perokok.

1.5.2 Bagi masyarakat

Menambah pengetahuan mengenai dampak merokok terhadap kadar

protein total saliva pada perokok dan non-perokok

1.5.3 Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Sumber pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti

selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan

(20)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Saliva

2.1.1.1 Defenisi dan Fungsi Saliva

Liur atau saliva, merupakan suatu sekresi cairan kompleks yang

berkaitan dengan mulut yang berperan sangat penting dalam mempertahankan

ekosistem dirongga mulut, terutama dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur

utama yang terletak di luar rongga mulut dan mengeluarkan saliva melalui

duktus pendek ke dalam mulut.Saliva mengandung 99,5% H2O, dan 0,5%

elektrolit dan protein. Konsentrsi NaCl (garam) pada saliva hanya sepertujuh

dari konsentrasi di plasma, yang penting dalam mempersepsikan rasa asin. Di

sisi lain, diskriminasi rasa manis ditingkatkan oleh tidak adanya glukosa di

liur. Di dalam saliva itu sendiri terdapat beberapa protein yang berperan

penting yaitu amilase, mukus, dan lizosim.8,9

Saliva sendiri juga mengandung beberapa enzim dan glikoprotein.

Enzim yang terkandung di dalam saliva diantaranya terdapat lipase dan

lingual yang di keluarkan oleh kelenjar di lidah, dan α-amilase saliva yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar saliva. Selain itu saliva juga mengandung

suatu glikoprotein yang bernama musin, yang berguna untuk melumasi

makanan, mengikt bakteri, dan melindungi mukosa mulut.10

Berikut adalah fungsi-fungsi dari saliva:8,9,10

1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.

2. Melumasi dan melunakan makan sehingga memudahkan proses

menelan dan mengecap rasa makanan.

3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan, sel

bakteri,sehingga dapat mengurangi akumuasi plak gigi dan mencegah

infeksi.

(21)

5

5. Bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap.

6. Beerperan dalam remineralisasi gigi dan membentuk barier untuk

mencegah demineralisasi gigi

7. Membantu proses berbicara dengan menggerakkan bibir dan lidah.

8. Berperan dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut dan

gigi bersih

Sekresi saliva normalnya antara 800 sampai 1500 mililiter dengan

rata-rata sekitar 1000 mililiter. Untuk pH, saliva memiliki pH antara 6,0 sampai

7,0, yang merupakan pH yang baik untuk mengaktifkan ptyalin (α-amilase). Pada saliva sendiri, pH yang di keluarkan dapat dipengaruhi saat aktivitas

kelenjar itu sendiri. Pada keadaan saat kelenjar sedang istirahat, pH saliva

sedikit lebih rendah dari 7,0, sedangkan saat kelenjar sedang aktif melakukan

sekresi, pH pada saliva dapat mencapai 8,0.12,13

Secara umum saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu:

1. Membantu proses pencernaan

2. Membantu dalam proses menelan

3. Memiliki sifat antibakteri

4. Bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap

5. Beerperan dalam remineralisasi gigi dan membentuk barier untuk

mencegah demineralisasi gigi

6. Menjaga keseimbangan pH

7. Membantu proses fonasi

8. Berperan dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut

dan gigi bersih

2.1.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva

Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar

saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelejara parotis,

submandibularis dan sublingualis. Kelenjar paratiroid meruakan kelenjar

saliva yang didominasi oeleh cairan serosa, sedangkan kelenjar sublingual

(22)

6

kelenjar-kelenjar minor seperti kelenjar labial,kelenjar buccal,kelenjar

palatal dan kelnjar lingual. 4,5,8

2.1.1.2.1 Kelenjar saliva mayor

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar dan terletak

bilateral didepan telinga antara ramus mandibularis dan prosesus

masteoideus dengan bagian yang meluas kemuka dibawah lenkung

zigomatikus dan m.masseter. kelenjar parotis terdiri dair dua bagian, yaitu

pars superfacial dan pars profunda. Terdapat beberapa hal yang melewati

kelenjar parotis, yaitu saraf facialis, vena retromandibular, arteri karotis

eksterna. Keluarnya saliva dari kelenjar ini melalui duktus parotis

(Stensen) yang berasal dari bagian anterior kelenjar parotis.Kelenjar saliva parotis memperoduksi 25% saliva sekresi serosa yang banyak

mengandung enzim amylase saliva. Enzim tersebut dapat menguraikan zat

pati (amilum/kompleks karbohidrat). Aliran sekresi parotis akan menuju

suatu saluran yang disebut duktus parotis.4,5,9,11

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva tebesar kedua

yang terletak di hampir seluruhnya di bawah mylohyoid. Duktus yang

mengalirkan saliva keluar dari kelenjar ini yaitu kelenjar submandibula

(Wharton) sepanjang 4-5 cm pada sisi frenulum lingual, persis dibagian inferior ggi bawah. Sel-sel pada keenjar submandibular mensekresikan

70% saliva yang sebagian bersifat serosa,buffer, mucin (zat glikoprotein),

seta enzim amylase. 4,5

Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak

paling dalam pada dasar mulut antara mandibula dan otot

genioglossus.masing masing kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri

bersatu untuk membentuk masa kelenjar disekitar frenulum lingual.

Kelenjar ini memiliki beberapa duktus drainase, yaitu duktus sublingual

mayor sebagai yang utama dan duktus sublingual minor yang terdiri dari

sekitar 40 duktus kecil. Kelenjar sublingual memproduksi 5% saliva yang

(23)

7 2.1.1.2.2 Kelenjar saliva minor

Kelenjar saliva minor ini berperan dalam memproduksi sekitar 5 % dari

sekresi air ludah selama 1 hari. Kelenjar saliva minor ini terdiri dari

kelenjar labial (glandula labialis), kelenjar bukal (glandula buccalis),

kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior), Kelenjar Von Ebner

dan kelenjara Weber (Glandula lingualis posterior)

Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Saliva

Sumber: Tortora, 2011

Tabel 2.1. Kelenjar saliva beserta jenis histologik, sekresi, dan persentase

total saliva

Kelenjar Jenis Histologik Sekresi Persentase total

saliva (1,5L/hr)

Parotis Serosa Cair 20

Submandibula Campuran Agak kental 70

Sublingual Mukosa Kental 5

(24)

8 2.1.1.3Komponen Saliva

Komponen-komponen saliva, yang dalam keadaan larut disekresi

oleh kelenjar saliva, dapat dibedakan atas komponen organik dan

anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah

dibandingkan dengan serum karena pada saliva bahan utamanya adalah

air yaitu sekitar 99.4%. Kelenjar saliva menghasilkan 1,0 sampa 1,5

liter saliva setiap harinya. Sekitar 99,4 persen air terkandung dalam

saliva. Sekitar 0,6 persen meliputi elektrolit ( terutama Na, Cl, dan

HCO3), buffer, glikoprotein, antibody, enzim, dan zat sisa. Musin

sebagai salah satu zat glikoprotein, memiliki peranan penting dalam

mengatur lubrikasi pada saliva. Hampir sekitar 70 persen saliva berasal

dari kelenjar saliva submandibula, sedangkan sekitar 25 persen berasal

dari kelenjar parotid serta sekitar 5 persen sisanya berasal dari kelenjar

saliva sublingual. Buffers pada saliva bertujuan menjaga derajat

keasaman mulut kita yang berkisar diantara 7. Hal tersebut mencegah

akumulasi bakteri pada mulut. Kemudian, saliva juga mengandung

antibody (IgA) dan lisozim. Keduanya memiliki peranan penting dalam

mengatur populasi bakteri pada mulut. Secara garis besar komposisi

saliva dibagi menjadi 2 komponen, yaitu komponen organic saliva dan

komponen anorganik saliva. Komponen organic saliva terdiri dari

protein yang meliputi enzim alfa-amilase, lisozim, kalikrein,

laktoperosidase, musin. Sedangkan komponen anorganik saliva terdiri

dari sodium, kalium , kalsium, magnesium, bikarbonat, klorida, fosfat,

nitrat, potassium.13,14

Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated Saliva.15

Unstimulated saliva Stimulated saliva

Water 99.55% 99.53%

Solids 0.45% 0.47%

(25)

9 (Dikutip dari: Helen, 1996)

Flow Rate 0.32 ± 0.23 2.08 ± 0.84

pH 7.04 ± 0.28 7.61 ± 0.17

Inorganic Constituents

Sodium (mmol/L) 5.76 ± 3.43 20.76 ± 11.74

Potassium (mmol/L) 19.47 ± 2.18 13.62 ± 2.70

Calcium (mmol/L) 1.32 ± 0.24 1.47 ± 0.35

Magnesium (mmol/L) 0.20 ± 0.08 0.15 ± 0.05

Chloride (mmol/L) 16.40 ± 2.08 18.09 ± 7.38

Bicarbonate (mmol/L) 5.47 ± 2.48 16.03 ± 5.06

Phosphate (mmol/L) 5.69 ± 1.91 2.70 ± 0.55

Thiocyanate (mmol/L) 0.70 ± 0.42 0.34 ± 0.20

Iodide (µmol/L) 13.8 ± 8.5

Fluoride (µmol/L) 1.37 ± 0.76 1.16 ± 064

Organic Constituents

Total protein (mg/L) 1630 ± 720 1360 ± 290

Secretory IgA (mg/L) 76.1 ± 40.2 37.8 ± 22.5

MUC5B (mg/L) 830 ± 480 460 ± 200

MUC7 (mg/L) 440 ± 520 320 ± 330

Amylase(U=mg maltose/mL/min) 317 ± 290 453 ± 390

Lysozyme (mg/L) 28.9 ± 12.6 23.2 ± 10.7

Lactoferin (mg/L) 8.4 ± 10.3 5.5 ± 4.7

Statherin (µmol/L) 4.93 ± 0.61

Albumin (mg/L) 51.2 ± 49.0 60.9 ± 53.0

Glucose (µmol/L) 79.4 ± 33.3 32.4 ± 27.1

Lactate (mmol/L) 0.20 ± 0.24 0.22 ± 0.17

Total lipids (mg/L) 12.1 ± 6.3 13.6

Amino acids (µmol/L) 780 567

Urea (mmol/L) 3.57 ± 1.26 2.65 ± 0.92

(26)

10

Saliva memiliki komponen protein immunologis dan protein

non-immunologis sebagai antibacterial properties. Secretory immunoglobin A (IgA) merupakan komponen immunologis saliva terbesar. Ig A dapat menetralisasi

virus, bakteri, dan toksin enzim. IgA bertindak sebagai antibody yang berikatan

dengan antigen bakteri sehingga dapat menghambat perlekatan pathogen pada

jaringan rongga mulut. Sedangkan protein saliva non-immunologis terdiri dari

lysozyme, lactoferrin, dan peroksidase, glikoprotein musin, agglutinin, histatin,

proline kaya protein, statherin dan sistatin. Lisozim dapat menghidrolisis dinding

sel bakteri dan mengaktivasi autolysin yang dapat menghancurkan secara

langsung komponen dinding sel bakteri. Bakteri gram negative bersifat lebih

resisten terhadap enzim ini karena bakteri tersebut memiliki komponen tambahan

berupa lapisan eksternal pada dinding sel nya yaitu lapisan lipopolisakarida.

Lactoferrin berfungsi sebagai zat fungisidal, antivirus, antiinflamasi, dan sebagai

zat immunomodulator berikatan dengan ion besi bebas yang menyebabkan efek

bakteriocidal atau bacteriostatic pada mikroorganisme pathogen. 14

2.1.1.4 Sekresi Saliva

Secara rerata, sekitar 1 samai 2 liter saliva dikeluarkan setiao hari, berkisar

dari laju basal spontan terus menerus sebesar 0,5 ml/mnt hingga aju aliran

maksimal sekitar 5 ml/mnt sebagai respon terhadap rangsangan kuat misalnya

menghisap jeruk. Sekresi basal liur yang terus menerus tanpaa rangsangan yang

jelas ditimbulkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah oleh ujung-ujung syaraf

parsimpatis yang berakhir dikelenjar liur. Sekresi basal ini penting untuk menjaga

mulut dan tenggorokan selalu basah.8,9

Pengaturan sekresi saliva oleh saraf, pada gambar 2.2 menunjukkan jalur

saraf parasimpatis untuk mengatur pengeluaraan saliva, menunjukkan bahwa

kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal parasimpatis dari nukleous

salivatorius superior dan inferior batang otak. Nukleus salivatorius terletak

kira-kira pada pertemuan antara medula dan pons dan akan tereksitasi oleh rangsangan

taktil dan pengecapan dari lidah dan daerah-daerah rongga mulut dan faring

lainnya. Beberapa rangsangan pengecapan, terutama asam, merangsan sekresi

(27)

11

basal. Rangsangan taktil tertentu, seperti adanya benda halus dalam rongg mulut ,

menyebabakan saliva salivasi yang nyata, sedangkan benda yang kasar kurang

menyebabkan salivasi dan kadang-kadang bahkan menghambat saliva.8,9,12

Gambar 2.2 Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf

Sumber:Guyton & Hall,2008

Salivasi juga dapat dirangsang atau dihambat oleh sinyal-sinyal saraf yang

tiba pada nukleus salivatoriu dari pusat-pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi.

Sebagai contoh, bila seseorang mencium atau makan makanan yanng disukainya,

pengeluaran saliva lebih banyak daripada bila ia menciu atau memakan yang tidak

disukainya. Daerah nafsu makan pada otak, yang mengatur sebagian efek ini,

terletak didekat usat prasimpatis hipotalamus anterior, dan berfungsi terutama

sebagai respons terhadap sinyal dari daerah pengecapan dan penciuman dari

korteks serebral atau amigdala. Perangsangan simpatis juga dapat meningkatkan

saliva dalam jumlah sedang, tetapi lebih sedikit dari perangsangan parasimpatis.

Saraf-saraf simpatis berasal dari ganglia servikalis superio dan kemudian berjalan

sepanjang pembuluh darah kelenjar-kelenjar saliva.8,9,10

Faktor kedua yang juga mempengaruhi sekresi adala suplai darah

kekelenjar-kelenjar karena sekresi selalu membutuhkan nutrisi yang adekuat.

(28)

12

melebarkan pembuluh-pembuluh darah, sehingga menyediakan peningkatan

nutrisi seperti yang dibutuhkannya. Sebagian dari tambahan efek vasodilator ini

disebabkan oleh kalikrein yang disekresikan oleh sel-sel saliva yang aktif, yang

kemudian bekerja sebagai suatu enzim untuk memisahkan satu protein darah,

yaitu alfa2-globulin, untuk membentuk bradikinin, suatu vasodilator yang kuat.8,9

Pengaruh otonom terhada sekresi saliva, pusat pengontrolan drajat

pengeluaran saliva melalui saraf otonom yang mensyarafi kelenjar saliva. Tidak

seperti sistem saraf otonom ditubuh yang lain, respon saraf simpatis dan

parasimatis dikelenjar saliva tidak antagonistik. Baik stimulasi simpatis maupun

parasimpatis, meningkatkan sekresi liur tetapi jumlah, karakteristik, dan

mekanismenya berbeda. Stimulasi parasimatis, yang memiliki efek dominan

dalam sekresi salilva, menghasilkan liur yang segera keluar,encer,jumlah banyak

dan kaya enzim. Stimulasi simpatis, sebaliknya, menghasilkan liur denan volume

terbatas, kental dan kaya mukus. Karena stimulasi simpatis menghasilkan lebih

sedikit saliva maka mulut terasa lebih kering daripada biasanya selam

keadaan-keadaan dimana sistem simpatis dominan, misalnya situasi penuh stress. Sekresi

saliva adalah satu-satunya sekresi pencernaan yanng seluruhnya berada dibawah

kontol saraf. Semua sekrei pencernaan lainya oleh releks sistem saraf dan

hormon.8,9,10

Gambar 2.3 Kontrol Sekresi Saliva

(29)

13

Sekresi saliva oleh kelenjar saliva terjadi melalui dua tahap. Tahap

pertama, sel asinus mensekrsi sekresi primer yang mengandung ptialin dan/atau

musin, kemudian sekresi primer mengalir melalui duktus salivarius. Tahap kedua,

selama hasil sekresi primer mengalir di duktus salivarius, terjadi absorbsi aktif ion

natrium dan absorbsi pasif ion klorida, hal inilah yang menyebabkan ion natrium

dan ion klorida di saliva leih rendah daripada di plasma. Selain itu terjadi pula

sekresi aktif ion kalium dan bikarbonat, sehingga konsentrasinya di saliva lebih

banyak daripada di plasma.8

2.1.1.5 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma Manusia

Gambar 2.4. Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma.16

(Disitasi dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov)

J.A.Loo dkk pada tahun 2010 melakukan penelitian untuk membandingkan

komponen saliva dan plasma untuk kepentingan sampel diagnosis Hasil penelitian

menyatakan bahwa 27% komponen protein pada saliva saling tumpang tindih

(30)

14

penyakit seperti kanker, penyakit jantung dan stroke dapat ditemukan di saliva.

Selain itu 73% komponen protein saliva tidak terdapat di plasma sehingga dengan

demikian, saliva merupakan cairan tubuh yang baik digunakan sebagai sampel

diagnosis, disamping pengumpulannya yang mudah dan tidak memakan biaya.17

Dan hal yang sama dilakukan Weihong Yan dkk pada tahun 2009

melakukan penelitian sistematis perbandingan dari air liur dan plasma manusia

dan didapatkan hasil bahwa perbandingan protein diliur dengan plasma terdapat

kesamaan seitar 740 protein dari 19.474 urutan peptida dikeduanya.berdasarkan

hasil dari gen ontologi analisis menunjukkan kesamaan dalam distribusi air liur

dan plasma berkaitan dengan lokalisasi selular, proses biologis, dan fungsi

molekul, tetapi menunjukkan perbedaan yang mungkin terkait dengan fungsi

fisiologis yang berbeda dari air liur dan plasma dan saliva memiliki potensi

sebagai biomarker penykit.17

2.1.2 Tembakau dan Rokok

2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok

Rokok merupakan salah satu bentuk olahan dari tembakau yang

sediaannya berbentuk gulungan tembakau (rolls of tobacco) yang dibakar dan dihisap.Contohnya adalah bidi, cigar, cigarette. Sigaret/Cigarette merupakan sediaan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Pembakaran tembakau

tersebut dilakukan dalam suatu komponen pelapis seperti kertas maupun dalam

pipa. Ketika seseorang merokok, suhu pada ujung tembakau yang dibakar

mencapai angka 900 celcius, sedangkan suhu yang terdapat pada ujung pipa atau

rokok yang terkena bibir dan dihisap adalah 30 celcius.18,19

Tembakau merupakan hasil dari daun kering tanaman Nikotiana tabacum yang biasa digunakan sebagai bahan baku rokok. Terdapat beberapa klasifikasi

jenis rokok, yaitu berdasarkan kandungannya, rokok putih yang terdiri dari

tembakau dengan campuran bahan pemberi aroma, rokok kretek yang terdiri dari

tembakau dan cengkeh dengan campuran bahan pemberi aroma ,rokok siong yang

terdiri dari tembakau dengan bubuhan klembak dan menyan sebagai pemberi

(31)

15

฀ Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun yang dibentuk spiral ฀ Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

฀ Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung ฀ Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren

฀ Putren: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung yang masih muda.

Sedangkan berdasarkan cara pembuatannya rokok dibagi menjadi 2 macam,

yaitu:20

a. Sigaret kretek tangan (SKT)

Merupakan jenis rokok yang cara pembuatannya menggunakan tangan

atau alat yang sederhana. Dalam proses pembuatannya dilakukan dengan

cara digiling atau dilinting.

b. Sigaret kretek mesin (SKM)

Jenis rokok ini adalah rokok yang dibuat dengan menggunakan mesin. Jadi

material rokok dimasukkan kedalam mesin, dan akan keluar sebagai

batang rokok.

2.1.2.2 Klasifikasi Perokok

Menurut Sitopoe 2000 bahwa perokok merupakan orang yang telah

merokok 1 batang atau lebih setiap hari sekurang-kurangnya selama 1 tahun,

namun apabila orang tersebut sempat tidak merokok selama 1 bulan disebut

sebagai riwayat perokok. Sedangkan jika seseorang selama 5 tahun berhenti

merokok maka disebut sebagai mantan perokok. perokok diklasifikasikan menjadi

4 tipe yaitu:19

a. Perokok ringan adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang

perhari.

b. Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20

(32)

16

c. Perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang

perhari.

klasifikasi perokok berdasarkan indeks merokok yang menunjukkan

derajat beratnya merokok. Terdapat banyak metode untuk menghitung indeks

merokok, namun ada dua perhitungan yang cukup sering digunakan yaitu Indeks

Brinkman (IB), digunakan untuk menghitung derajat beratnya merokok

berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap perhari dan lama merokok dalam

tahun sebagai variabel, sehingga rumusnya sebagai berikut: 20

IB = (Jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari) X (Lama merokok dalam

tahun)

Penggolongan perokok berdasarkan indeks Brinkman adalah sebagai berikut:

0-199 = perokok ringan

200-599 = perokok sedang

≥ 600 = perokok berat

2.1.2.3 Kandungan Rokok

Rokok mengandung sekitar 4000 komponen-komponen. Komponen toksik

rokok utama adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. kandungan kimia yang

sudah teridentifikasi jumlahnya mencapai 2.500 komponen. Dari jumlah tersebut

sekitar 1.100 komponen diturunkan menjadi komponen asap secara langsung dan

1.400 lainnya mengalami dekomposisi atau terpecah, bereaksi dengan komponen

lain dan membentuk komponen baru. Didalam asap sendiri terdapat 4.800 macam

komponen kimia yang telah teridentifikasi, dan 69 diantaranya menyebabkan

kanker. Bahan kimia tersebut memiliki efek toksik bagi sel-sel tubuh dan dalam

jangka panjang dapat mengakibatkan berbagai kerusakan fungsi dan stuktural sel.

Bahan kimia pada asap rokok yang bersifat karsinogen antara lain Zat-zat toksik

tersebut antara lain : 18,20,21

1) Karbon monoksida

Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat

dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibandingkan dengan oksigen.

Sehingga menyebabkan kekurangan pasokan oksigen ke jaringan.gas beracun

(33)

17

mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hipoksia di

jaringan perifer, dan dapat mengakibatkan stroke

2) Nikotin

Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0,5 – 3 ng dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan atau plasma antara 40 – 50 g/ml. Efek

nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormone katekolamin (adrenalin)

yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah . Zat yang bersifat adiktif

terdapat pada tembakau, dalam 6 detik dapat mencapai otak dan berkeja pada

sistem saraf pusat menyebabkan rasa rilex dan menurunkan cemas. Dalam dosis

kecil bekerja sebagai stimulan di otak, dalam dosis yang lebih besar bekerja

sebagai depresan, menurunkan hantaran sinyal antar neuron, dan dalam dosis yang

lebih besar bersifat sebagai racun terhadap jantung, pembuluh darah, dan hormon.

3) Tar

Kadar tar pada rokok antara 0,5 – 35 mg per batang. Tar dapat memicu

timbulnya kanker pada paru-paru dan jalan nafas.Partikel yang dapat menyelimuti

paru dan menyebabkan kanker.

4) Kadmium

Kadmium adalah zat yang dapat menjadi toksin bagi jaringan tubuh

terutama ginjal

6) Vinyl Chloride

Merupakan bahan kimia buatan manusia yang digunakan dalam

pembuatan plastik dan terdapat dalam filter rokok.

7) TSNAs

Tobacco-specific N nitrosamines, diketahui sebagai karsinogen paling

poten yang terdapat pada tembakau, tembakau tanpa asap, dan asap tembakau

yang dapat menyebabkan mutasi gen.

8) Benzene

Terdapat dalam pestisida dan bensin, dan dalam asap rokok kandungannya

(34)

18 9) Formaldehid

Biasa digunakan dalam pengawetan mayat. Menyebabkan iritasi hidung,

tenggorokan, dan mata saat menghirup asap rokok.

2.1.2.4 Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva

Saat ini sudah banyak penelitian dilakukan mengenai efek rokok, dan

rokok dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Dan Mulut merupakan

salah satu organ pertama yang terpapar oleh rokok, dan banyak penyakit yang

timbul akibat paparan rokok. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan pun

bervariasi, seperti kebersihan mulut dan gigi yang buruk, terdapat peradangan.

Bahan toksik yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan iritasi pada jaringan

lunak di rongga mulut, infeksi mukosa,memperlambat penyembuhan luka,

memperlemah kemampuan fagositois, dan bahkan mengurangi asupan aliran

darah ke ginggiva. Dan saliva merupakan cairan biologis pertama dari tubuh kita

yang terpapar oleh tembakau dari rokok yang mengandung bahan-bahan bersifat

toksik yang dapat mengubah saliva baik secara struktural maupun fungsional.21,22

Efek yang ditimbulkan oleh rokok tergantung dari jumlah rokok dan durasi

merokok. Sebuah studi meta-analisis tahun 2008 menyatakan merokok

meningkatkan 3 kali lipat risiko kanker mulut. Ada beberapa hal yang dapat

menyebabkan hal itu, yang pertama efek dari paparan rokok saat menghisap rokok

yang dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung. Selain itu bahan kimia

pada rokok dan asap rokok dapat merangsang pelepasan zat kimia dari sel

makrofag dan neutrofil aktif seperti IL-1, Prostaglandin 2, Elastase proteinase 3,

katepsin G yang pada tubuh yang dapat merusak sel dan jaringan kelenjar saliva.

Dan hal tersebut di pengaruhi juga oleh lamanya merokok dan jumlah batang

erhari yang daat mempeburuk keadaan saliva.22,23

Efek lain yang disebabkan oleh rokok terhadap saliva yaitu efek

kemoatraktan langsung dari nikotin terhadap neutrofil. Neutrofil yang terkumpul

akan mengalami pengaktivan dan membebaskan granulnya yag kaya akan elastase

neutrofil, proteinase 3 dan katepsin G yang merusak jaringan , rokok juga

(35)

19

interleukin-1, dan prostaglandin-2 dari sel makrofag yang berakibat pada destruksi

sel dan jaringan dan asap rokok mengandung banyak spesies oksigen reaktif

(ROS) yang merupakan radikal bebas. Radikal bebas ini mengaktifkan transkripsi

nuclear factor κB (NF-κB) yang lalu mengaktifkan gen untuk TNF dan IL-8 sebagai kemoatraktan neutrofil. Rokok menurunkan kadar Ig A dan Ig G yang

berperan dalam melawan bakteri Gram negatif pada rongga mulut, rokok juga

menurunkan kapasitas proliferasi sel T yang mengaktivasi sel B untuk

memproduksi antibodi.rokok daat menurunkan alliran darah ke gusi. Penurunan

respon sistem imun terutama disebabkan oleh nikotin. Kandungan dalam rokok

seperti karbon monoksida menurunkan oksigenasi ke jaringan mengakibatkan

gangguan dalam proses penyembuhan luka. Iritasi kelenjar saliva dan inflamasi

saluran keluar kelenjar saliva yang berakibat pada peningkatan laju sekresi saliva

pada awal paparan rokok, namun penurunan sebagai efek jangka panjang

merokok. Komponen unsaturated & saturated aldehydes pada rokok dapat berinteraksi dengan sulphydryl group (-SH) pada enzim saliva sehingga menurunkan kadar protein saliva dan menurunkan enzim laktat dehidrogenase

(LDH), aspartat aminotransferase (AST), dan amilase pada pertama kali paparan

rokok. Kadar glutathione (GSH) dan enzim peroksidase sebagai antioksidan yang

menyumbangkan –SH kepada aldehid juga menurun setelah paparan

rokok.24,25,26,27

Penelitian yang dilakukan oleh Avsar dkk tahun 2009 pada anak-anak

perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama antara

anak-anak perokok pasif dan grup kontrol, sedangkan kadar Ig A saliva pada anak

perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup kontrol, dan aktivitas amilase lebih

tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan grup kontrol.28,29

Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami dkk tahun 2009 menyatakan

bahwa terdapat penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15

paparan terhadap asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Pengamatan

secara histologi juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni

terjadi degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, tahun 2012

(36)

20

pada perokok dengan periodontitis dan perokok yang tidak mengalami

periodontitis dibandingkan dengan grup non-perokok yang sehat.6,7

Hasil berlawanan dilaporkan oleh Laine dkk tentang efek rokok pada

manusia berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sodium, potassium dan protein

total pada saliva. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Kallapur dkk tahun 2013

tentang peningkatan kadar protein total saliva pada penderita diabetes yang

merokok dan yang tidak merokok, yang diduga karena peningkatan permeabilitas

membran basal vaskular akibat diabetes sehingga terjadi kebocoran protein

plasma ke saliva dan penelitian oleh Negler dkk tahun 2000 munujukan

penurunan aktivitas enzim amilase (34%), lactic dehydrogenase (57%), asam

fosfatase (77%) pada saliva akibat merokok, namun tidak berefek pada aktivitas

aspartate aminotransferase dan alkaline phophatase. Penilitian ini juga

mengatakan bahwa berbagai komponen pada rokok dapat mengakibatkan

penurunan aktivitas enzim saliva dengan berbagai mekanisme.28,30

2.1.2.5 Efek Merokok Tembakau terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut

Dampak yang ditimbulkan dari rokok salah satunya dapat bermanifestasi

pada organ mulut karena mulut merupakan organ pertama yang terpapar oleh

rokok, baik dari rokoknya secara langsung ataupun dari asap rokok.Kesehatan dan

kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunakan indeks yang

hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Terdapat beberapa indeks

yaitu Oral higiene index simplified (OHIS) adalah indeks untuk menentukan status kebersihan mulut seseorang yang dinilai dari Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI) yang menunjukkan adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi) pada permukaan gigi. Plaque index (PI) digunakan untuk mengukur ketebalan plak pada permukaan gigi. Gingival index (GI) digunakan untuk menilai keadaan gusi seseorang dengan melihat keparahan gingivitis berdasarkan warna

gusi, konsistensi dan kecenderungan untuk berdarah. Decayed, missing, and filled

teeth (DMFT) digunakan untuk melihat jumlah gigi yang berlubang, hilang dan

(37)

21

Pada pemeriksaan DI (Debris Indeks) digunakan untuk melihat adanya sisa

makanan(debris) yang menempel pada gigi. Kriteria untuk DI sebagai berikut:

Tabel 2.3. Kriteria Pemeriksaan Debris Index (DI) Skor Kriteria

0 Tidak ada debris atau stain

1 Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa adanya debris pada permukaan gigi tersebut

2 Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Kriteria Penilaian DI:33,34

0.0 – 0.6 : baik

0.7 – 1.8 : sedang

1.9 – 3.0 : buruk

Pada pemeriksaan CI (Calculus Index) kita melihat adanya kalkulus atau

karang gigi. Kriteria unutk CI yaitu:

Tabel 2.4 Kriteria Pemeriksaan Calculus Index (CI) 33,34

Skor Kriteria

0 Tidak ada kalkulus

1 Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

2 Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit/bercak kalkulus subgingiva di servikal gigi

(38)

22

Kriteria Penilaian DI dan CI: 33,34

0.0 – 0.6 : baik

0.7 – 1.8 : sedang

1.9 – 3.0 : buruk

Pada pemeriksaan GI dapat dinilai adanya inflamasi gingival dengan

melihat apakah ada perdarahan atau tidak pada gigi yang diperiksa. Kriteria skor

GI adalah:

Tabel 2.5 Kriteria Pemeriksaan Gingival Index (GI) 33,34

Skor Kriteria

0 Gingiva normal

1 Inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, sedikit edema, tidak ada perdarahan saat penyondean (probing)

2 Inflamasi sedang, kemerahan, edema & licin mengkilat, perdarahan saat penyondean (probing)

3 Inflamasi berat, kemerahan & edema yang jelas, ulserasi. Kecendrungan untuk perdarahan spontan

Kriteria Penilaian GI: 33,34

0 : sehat

0.1 – 1.0 : gingivitis ringan

1.1 – 2.0 : gingivitis sedang

2.1 – 3.0 : gingivitis bera

OHIS merupakan indeks untuk menentukan keadaan kebersihan mulut

seseorang yang dinilai dari adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi)

pada permukaan gigi. Jadi skor OHIS merupakan penjumlahan dari DI (Debris

Indeks) dan CI (Calculus Indeks). Cara menghitung dan kriteria untuk OHIS

(39)

23

Kriteria Penilaian OHI-S:31,32

0 : sangat baik

0.1 – 1.2 : baik

1.3 – 3.0 : sedang

3.1 – 6.0 : buruk

Penelitian yang dilakukan oleh Arowojolu, dkk, menggunakan metode

potong lintang dengan membagi responden dalam 2 kelompok, yaitu kelompok

perokok dan non perokok, sebagai kontrol. Dari hasil penelitian tersebut

dilaporkan bahwa OHIS dan GI pada kelompok perokok lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok non perokok. Di Indonesia pun sudah ada

penelitian mengenai efek rokok terhadap kesehatan mulut.Menurut Arowojolu,

dkk, tingginya OHIS pada perokok berhubungan dengan fakta bahwa kandungan

pada rokok, salah satunya tar dapat menyebabkan adanya penodaan pada gigi,

dimana permukaan gigi akanmenjadi kasar dan mempercepat akumulasi plak

pada gigi yang menandakan buruknya kesehatan gigi dan mulut perokok.

Peningkatan GI menandakanadanya inflamasi pada gingival, yang ditandai dengan

adanya penurunan aliran darah gingival yang dipengaruhi oleh nikotin.35

Merokok juga dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi berupa

TNF alfa, IL-1, dan PGE sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada matriks

ekstraseluler. Merokok juga dapat menyebabkan perubahan vaskularisasi gingival

yaitu dilatasi pembuluh darah kapiler yang disertai dengan akumulasi mediator

proinflamasi pada gingival. Apabila terjadi berkelanjutan, maka dapat memicu

proses inflamasi berlebih pada gingival (gingivitis). Jika terjadi terus menerus,

dapat mengakibatkan penipisan kolagen pada jaringan lunak gingival yang

terpapar serta memungkinkan juga timbulnya periodontitis.36,37

Rongga mulut yang sering terpapar oleh asap rokok dan komponen yang

terkandung di dalamnya dapat menjadi toksik bagi jaringan lunak pada sekitar

rongga mulut sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan dan kebersihan

rongga mulut.Sedangkan dampak merokok yang terus menerus dapat

meningkatkan keparahan rusaknya jaringan periodontal. Diantaranya adalah

(40)

24

Poket  Penambahan celah antara gigi dan gusi atau yang biasa disebut sulkus gingival

Resesi gingival  Biasanya menyertai gangguan periodontal, yaitu periodonitis

Inflamasi gingival  Derajat keparahan dari inflamasi gingival sangat dipengaruhi oleh status oral hygiene subjek nya. Jika status oral hygiene

buruk, maka semakin tinggi kemungkinan timbulnya inflamasi gingival.

Sedangkan jika status oral hygiene baik, maka semakin rendah

kemungkinan timbulnya inflamasi gingival

2.1.3. Protein.

Asam amino di dalam suatu protein disebut residu asam amino, yang pada

salah satu ujungnya memiliki sebuah gugus amin bebas dan pada ujung lainnya

memiliki gugus karboksil bebas. Asam-asam amino akan bersatu melalui ikatan

peptida membentuk rantai polipeptida. Rantai ini berlipat-lipat melalui berbgai 21

mekanisme untuk membentuk struktur tiga dimensi dari protein. Pada protein

terdapat empat tingkat struktur yang berbeda.40

Gambar 2.5. Tingkatan Struktur Protein.40

Pada protein terdapat empat tingkat struktur yangg berbeda (gambar 2.5).

Struktur primer suatu protein adalah urutan linear asam-asam amino dalam rantai

polipeptida.Struktur sekunder mencakup heliks-α dan lembar-β, terdiri dari daerah-daerah lokal rantai polipeptida yang memiliki konformasi regular yang

distabilkan oleh ikatan hidrogen. Struktur tersier adalah konformasi tiga dimensi

(41)

25

berbentuk globular (sferis) .Dan sebagian protein membentuk struktur kuarterner

yang merupakan konformasi tiga dimensi suatu protein multisubunit yang terdiri

dari sejumlah rantai polipeptida (atau subunit) disatukan oleh interaksi non

kovalen. 40

Protein di dalam sel berada dalam keadaan “asli” (naïve state). Panas, asam, dan bahan lain menyebabkan protein mengalami denaturasi, yaitu

konformasi tiga dimensinya terbuka dan hilang.Dalam keadaan asli alami didalam

sel ,banyak protein yang berikatan dengan substansi lain, dari ion samai molekul

kompleks misalnya koenzim.Ligan-ligan ini penting untuk fungsi koenzim.

Muatan pada protein terutama disebabkan oleh rantai sisi residu asam amino.

Hanya gugus amino terminal-N dan gugus karboksil terminal–C yang berperan

dalam menentukan muatan, karena semua gugus α-amino dan α-karboksil lainnya terlibat dalam ikatan peptida.40

Protein disintesis dari asam-asam amino yang disatukan bersama oleh

ikatan peptida untuk membentuk rantai linier yang disebut polipeptida. Pada

ikatan peptida, gugus α-karboksil sebuah asam amino melekat secara kovalen ke

gugus α-amino asam amino pada gambar berikut ini:40

Gambar 2.6. Ikatan Peptida antara Dua Asam Amino.40

Secara kimia, rantai sisi asam amino sangat beragam. Pada pH faali, gugus

amino membawa sebuah proton dan bermuatan positif, sedangkan gugus karboksil

melepaskan sebuah proton dan bermuatan negatif. Selain muatan positif pada

gugus amino dan muatan negatif pada gugus karboksil, sebagian asam amino juga

membawa muatan pada rantai sisinya. Rantai sisinya dapat bersifat polar

(hidrofilik) dan dapat pula bersifat nonpolar (hidrofobik). Asam amino

berdasarkan rantai sisinya.40

2.1.4. Coomassie Dye-Binding Assay (Bradford Assay)

Bradford assay merupakan prosedur analisis spektroskopik yang

(42)

26

ini terkandung coomassie dye berupa Brilliant Blue yang dapat berikatan dengan protein dalam cairan asam melalui prinsip triphenylmethane group berikatan dengan struktur nonpolar pada protein dan anion sulfonate group berikatan dengan

sisi kation pada rantai protein (contoh: sisi arginin dan lisin). Ikatan dye dengan protein memiliki daya penyerapan dari 465 nm sampai 595 nm dengan perubahan

warna dari cokelat menjadi biru.40,41

Prosedur Bradford assay menggunakan prinsip spektrofotometri, spektrometer digunakan untuk memproduksi sinar dengan pemilihan warna

(panjang gelombang) dan fotometer untuk menerima nilai intensitas cahaya.

Sampel protein yang akan diukur diletakkan ditengah-tengah alat tersebut. Sinar

yang ditembakkan oleh spektrometer sebagian akan diserap oleh protein dan

sebagian diterima oleh fotometer. Alat tersebut menghantarkan sinyal tegangan ke

galvanometer. Sinyal tersebut berubah sebanding dengan perubahan jumlah sinar

yang diserap yang kemudian menunjukkan angka konsentrasi dari protein yang

diukur. Kelebihan Bradford assay untuk menentukan konsentrasi protein total dibandingkan metode lain adalah lebih cepat, langkah-langkah pencampuran lebih

(43)

27 2.2 Kerangka Teori

Rokok

Kandungan rokok Kandungan asap rokok

Zat

kasrinogenik Nikotin

Radikal Durasi merokok dan jumlah batang

rokok perhari sampel saliva: makan, minum, merokok, terpapar asap rokok,

(44)

28 2.3 Kerangka Konsep

: Variabel bebas

: Variabel diteliti

: Variabel perancu perokok

Kandungan asap rokok dan rokok

Kerusakan sel jaringan kelenjar saliva

Menurun konsentrasi protein total pada saliva Mempengaruhi produksi

saliva

Meningkatkan resiko penyakit mulut

(45)

29

Peneliti Kuesioner wawancara numerik

(46)

30

Dokter gigi Indeks CI Pemeriksaan

fisik gigi

Dokter gigi Indeks GI Pemeriksaan

fisik gigi

dan mulut

(47)

31

Peneliti kuisioner wawancara Kategorik

8 Indeks

(48)

32

dari

perhitungan

berat badan

dengan tinggi

badan dan

disesuaikan

dengan IMT

Asia Pasifik

9 Jenis rokok

kretek

Jenis rokok

yang terbuat

dari tembakau

atau cengkeh

Peneliti Kuisioner Wawancara Numerik

10 Jenis rokok

bukan

kretek

Semua jenis

rokok selain

jenis kretek

seperti rokok

filter, herbal

dan lainnya

(49)

33 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

- Penelitian ini merupakan penelitian analitik bivariat tidak berpasangan

dengan desain penelitian potong lintang.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

- Penelitian dilakukan selama bulan Desember 2014 –Agustus 2015 dan

pengukuran kadar protein total dilakukan di Medical Research

Laboratory, dan biokimia Laboratory Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3 Kriteria Subjek Penelitian

Kriteria inklusi:

 Laki-laki

 Usia 20 – 55 tahun bersedia menandatangi lembar infomed consent

 Kriteria subjek perokok.

- Perokok aktif saat pengambilan sampel saliva

 Kriteria subjek non-perokok

- Pernah merokok namun tidak merokok sejak 5 tahun yng lalu

Kriteria Ekslusi:

 Sedang berpuasa pada saat pengambilan saliva

 Tidak dapat berpartisipasi karena keadaan psikolois yang buruk (gaduh gelisah,agitasi,nutrisi buruk)

 Memiliki riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelenjar saliva (seperti DM,HIV,gagal ginjal,tumor)

 Mengkonsumsi alkohol dan NAPZA

(50)

34 3.4 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar

sampel penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel numerik yakni

sebagai berikut:

Keterangan:

Zα = kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645 Zβ = kesalahan tipe II sebesar 20% = 0,842

(X1– X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 9

S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:

Sg = standar deviasi gabungan

S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya

n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya

S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya

n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya

Hasil perhitungan:

(Sg)2 = [ 20,92 x (100 – 1) + 172 x (100 – 1)]

100 + 100 – 2

= 42344,19 + 28611

198

Sg = �362,905

Sg = 19

Setelah dimasukkan kedalam rumus:

N = 2 {(1,645 + 0,842) 19}2

{9}2

(51)

35

Dengan demikian, berdasarkan data penelitian Kotle dkk tahun 2012, minimal

besar sampel pada penelitian ini sebanyak 55 orang untuk setiap kelompok. Pada

penelitian ini terdapat 4 variabel yang mempengaruhi kadar protein total saliva

yang tidak dapat dikontrol dengan kriteria eksklusi, sehingga berdasarkan rule of ten yaitu jumlah variabel yang mempengaruhi kadar protein total saliva yang tidak dapat diekskusi dikalikan degan 10, dibutuhkan 40 sampel untuk setiap kelompok.

Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini adalah dengan

membandingkan antara jumlah besar sampel berdasarkan rumus besar sampel

penelitian analitik dan dengan rule of ten, lalu diambil angka sampel terbesar, sehingga pada penelitian ini besar sampel yang dubutuhkan adalah 55 sampel

untuk setiap kelompok.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan antara lain saliva perokok dan

non-perokok; pengawet protein PSMF; reagen Bradford; protein standar BSA (Bovine

Serum Albumine) 2000 μg/mL; buffer atau pelarut PBS (Phosphate Buffered

Saline); dan aluminium foil.

Alat penelitian yang digunakan antara lain botol sampel; coolbox berisi es batu; centrifuge; microplate (96 plate well); alat vortex; alat spin down; plate

shaker; microplate reader; micro pippette dan tip; dan multichannel pipette.

3.6 Cara Kerja Penelitian

 Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi

 Mendapatkan informed consent dari subjek penelitian, pengisian kuisioner serta memberikan penjelasan kepada subjek mengenai prosedur pengambil

saliva

 Pemeriksaan gigi dan mulut responden untuk mengetahui status DMFT

(decayed, missing, filled teeth) score, GI (gingival index), PI (plaque index), DI (debri index), CI (calculus index), dan OHIS (oral higie

(52)

36

Gambar 3.1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut Subjek

 Pengambilan sampel saliva sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam botol sam pel. Saliva dikumpulkan antara pukul 09.00-11.00 pagi untuk meminimalis

ir efek sirkadian dan kurang-lebih 2jam setelah subjek makan dan mencuci

mulut. Sampel saliva langsung dimasukkan ke dalam coolbox berisi es.

 Sampel di sentrifugasi pada 3000 rpm selama 5 menit.

Gambar 3.2. Sentrifugasi Sampel Saliva

 Lalu bagian supernatannya diambil sebanyak 900 μl, ditambahkan PSMF 100 μl sebagai pengawet protein, dan disimpan dalam suhu -20oC hingga

waktu pengujian.

Gambar 3.3. Larutam PSMF

 Melakukan uji kadar protein total menggunakan Bradford assay

(53)

37

(Bovine Serum Albumine) dalam pelarut PBS, dilakukan 6 kali pengen ceran menggunakan 7 tube dengan cara: mengisi tube kedua hingga

ketujuh.

- Lalu diambil 50 μl BSA dari tube pertama ke tube kedua, setelah itu

tube kedua di vortex. Lalu diambil 50 μl dari tube kedua ke tube ketiga

setelah itu tube ketiga di vortex dan di spin down. Begitu seterusnya hi

ngga tube ketujuh. Dihasilkan 7 tube larutan standar pada konsentrasi

2000 μg/ml, 1000 μg/ml, 500 μg/ml, 250 μg/ml, 125 μg/ml, 62.5 μg/m,

dan 31.25 μg/ml.

Gambar 3.4. Alat Vortex

- Memasukkan 10 μl larutan standar kaliberasi di atas ke dalam

microplate dari sumur pertama hingga ketujuh. Sumur kedelapan diisi dengan 10 μl PBS sebagai kontrol (pelarut).

- Memasukkan masin-masing 10 μl hasil sentrifugasi sampel saliva ke d

alam sumur microplate lainnya.

Gambar 3.5. Microplate

- Menambahkan 200 μl reagen Bradford ke dalam 10 μl larutan standar

(54)

38

selama 10 menit pada suhu ruangan.

Gambar 3.6. Reagent Bradford

- Dilihat perubahan warna yang terjadi dari coklat menjadi biru.

Gambar 3.7. Perubahan Warna Sampel Protein

- Diukur absorbansinya dalam microplate reader dengan panjang gelombang 595 nm.

Gambar 3.8. Microplate Reader

-Menentukan konsentrasi protein total dengan cara bradford assay sesuai protokol yang tertulis pada kemasan.

3.7 Managemen dan Analisis Data

Data hasil pengukuran kadar protein total pada saliva responden dan data

(55)

39

dalam komputer dan dianalisis menggunakan software SPSS v21. Data yang

diperoleh dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rerata dan standar deviasi.

Normalitas distribusi data di uji dengan Uji Shapiro Wilk karena jumlah sampel

kurang dari 50 untuk kelompok non-perokok sedangkan mengunakan uji

Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel lebih dari 50 untuk kelompok

perokok.

Uji hipotesis untuk membandingkan kadar protein total pada perokok

dengan non-perokok diuji dengan menggunakan uji unpaired t-test dan untuk data dengan distribusi data tidak normal diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney.

Dilihat nilai p value, nilai p<0.05 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan

kadar protein total pada saliva perokok dibandingkan dengan non-perokok.

3.8 Alur Penelitian

Pembuatan proposal penelitian

Ethical clearance dari komisi etik

Pemilihan subjek penelitian

Informed consent kepada subjek penelitian

Pengambilan sampel saliva dan pemeriksaan gigi dan

mulut

Sentrifugasi saliva dan pengambilan supernatan

Penentuan kadar protein total menggunakan Bradford assay

(56)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian perbedaaan kadar protein total saliva dengan dengan bradford

assay pada subjek perokok dan non-perokok yang dilakukan terhadap

masyarakat sekitar Ciputat, Tangerang Selatan dengan melibatkan 86 sampel

yang terdiri dari, 55 orang laki-laki perokok dan 31orang laki-laki non

perokok.

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik dari 86 subjek penelitian ini meliputi usia, pendidikan, dan

IMT seperti terlihat pada tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian (n=86)

Karakteristik

Perokok Non Perokok

(57)

41

Hasil tabel 4.1 diatas menunjukkan jumlah perokok terbanyak pada

kelompok usia 45-55 tahun yaitu sebesar 28 (50,9%) subjek sedangkan jumlah

non-perokok terbanyak pada kelompok usia 35-44 tahun dan 45-55 tahun yaitu

sebesar 10 (32,3%) subjek. Hasil perhitungan statistik didapatkan sebaran usia

subjek non-perokok pada penelitian ini tidak normal sehingga digunakan nilai

median dan nilai minimum-maksimum dengan rerata usia subjek perokok adalah

43,44 tahun, sedangkan rerata usia subjek non-perokok adalah 37,42 tahun.

Berdasarkan status pendidikan, jumlah perokok terbanyak sebesar 30 (54,5%)

subjek pada tingkat lulusan pendidikan SMA, sedangkan jumlah non-perokok

terbanyak sebesar 18 (58,1%) subjek pada tingkat lulusan pendidikan SMA.

Sedangkan jika diamati dari data Indeks Masa Tubuh (IMT) jumlah perokok

dengan IMT obesitas II (>30) sebanyak 15 (27,3%) subjek, sedangkan jumlah

non-perokok dengan IMT obesitas I (25-29,9) sebanyak 12 (38,7%) subjek.

Tabel 4.2 Data Pelengkap Karakteristik Subjek

Jumlah (n) Presentase (%)

Hasil tabel 4.2 menunjukkan berdasarkan jumlah rokok pada kelompok

perokok perhari nya terbanyak mengkonsumsi sekitar 11-20 batang rokok dengan

jumlah 27 (47,4%) subjek. Sedangkan lama nya merokok pada kelompok perokok

terbanyak lebih dari 10 tahun merokok dengan jumlah 45 (78,9%) subjek.

Gambar

Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated
Tabel 2.1. Kelenjar saliva beserta jenis histologik, sekresi, dan persentase
Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated Saliva.15
Gambar 2.2 Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian kerentanan OAT secara kolorimetri dapat memberikan hasil secara cepat yaitu pada hari ke 8 dan juga menggunakan biaya yang relatif lebih murah

Walaupun representasi perempuan di parlemen tersebut masih rendah, namun dilihat dari perbandingan-perbandingan pemilu yang sudah berlalu di Indonesia, maka

beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan jasa pelabuhan adalah: (a) Tingkat Pelayanan Pelabuhan antara lain: sikap petugas dalam melayani penumpang;

LNG].. Services Department, bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas yang layak bagi pekerja dan keluarga, seperti perumahan, sarana olahraga, dan hiburan. Departemen ini

Kami percaya bahwa semua informasi diatas benar adanya, namun harap diingat bahwa semua data yang diatas hanya bersifat ilustrasi saja dan dapat berubah sewaktu-waktu

Communities in many parts of the world are already noticing changes to climate and weather patterns or ‘funny weather’ relating to temperature and rainfall (particularly people

Dalam merencanakan pembuatan inti tidak dapat dilupakan dengan apa yang dinamakan telapak inti. Untuk menempatkan inti, membawa dan menentukan letak dari inti. Pada dasarnya

&#34;etode snubbing adalah metode yang dipergunakan untuk mengangkat dan mencabut pipa-pipa dari dalam sumur, dimana tekanan permukaan atau tekanan kepala sumur