PERAN ROKOK TERHADAP KADAR PROTEIN
TOTAL SALIVA DENGAN
BRADFORD ASSAY
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
DISUSUN OLEH
Sari Dewi Apriana Nasution
1112103000016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 08 Oktober 2015
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW, yang telah menjadi contoh teladan bagi penulis dalam
menjalankan kehidupan. Laporan penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya karena adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. DR. Arif Sumantri S.K.M., M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan arahan kepada penulis selama menempuh
pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di PSPD
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. drg. Laifa Annisa Hendarrmin, Ph.D selaku pembimbing 1 dan PJ Laboratorium
Riset yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing
penulis dari awal melakukan penelitian hingga menyusun dan menyelesaikan
laporan penelitian ini.
4. dr. Fikri Mirza P, Sp.THT-KL selaku pembimbing 2 yang telah memberikan
masukan dalam penulisan proposal penelitian dan telah mencurahkan waktu,
pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. dr. Nouval shahab, Sp.U,Ph.D,FICS,FACS selaku penanggung jawab modul
riset PSPD 2012 yang selalu memberikan arahan dan mengingatkan penulis
vii
6. Ibu Endah Wulandari, S. Si, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biokimia, dan
Ibu Zeti Harriyati, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biologi yang telah
memberikan izin penggunaan laboratorium.
7. Mbak Lilis, Mbak Ai, Mbak Suryani dan laboran-laboran lain telah yang
memberikan bantuan kepada penulis dalam pengambilan data.
8. Seluruh responden riset ob kampus para ojek ciputat dan karyawan bank mandiri
dan Karyawan UT yang telah bersedia menjadi sampel pada penelitian ini.
9. Kedua orang tua, ayah tercinta H.Syahrial Arianto Nasution dan bunda tercinta
Hj. Sarinawita Nasution SH,S.pd dan Neni Susanti yang selalu memberikan do’a
dan semangat kepada saya, dukungan yang tidak pernah putus. Terimakasih atas
segala kebaikan dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis dan
dukungan selama menjalani proses pendidikan di Program Studi Pendidikan
Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10.Kepada nenek tercinta Hj.Meini dan ibu tercinta Fitria Astuti Nasution yang telah
memberikan dukungan yang tidak pernah putus, doa-doa yang selalu
dipanjaatkan, serta dorongan dan semangat kepada penulis melaksanakan
penelitian.
11.Serta adek tercinta Rahmad Syah Nasution dan Muhammad Egi Adriansyah
Nasution serta seluruh keluarga besar yang selalu bisa memberikan saya
semangat dan dukungan.
12.Sahabat tercinta Reni Dwi Parihat, Imtiyazi Nabila dan Melia Fatrani Rufaidah
atas dukungan do’a semangat dan dukungan yang penuh untuk penyelesaian
penelitian ini.
13.Teman-teman satu kelompok penelitian, M.Reza Syahli, Nabila Syifa,
Abqoriyatu Zahra, dan Faruq Yufariqqu.Terimakasih atas kerjasama, semangat
pantang menyerah, serta dukungan selama melakukan penelitian ini .
14.Teman-teman kontrakan BH, Ubat Gendut, Nurul Syahli, Hanifia Zombi, Imi
sicimi atas canda tawa serta dukungan selama menjalani pendidikan di Program
Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
15.Seluruh teman seperjuangan PSPD 2012 Together Better Stonger serta OFFICIAL CIMSA UIN (Cilukba) 2014-2015 yang tidak bias penulis sebutkan
viii
banyak membantu saya baik secara langsung maupun tidak langsung yang
mungkin tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Sungguh tiada daya upaya yang dapat saya lakukan, saya berharap semoga
Allah SWT dapat membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak
membantu saya dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Dan semoga laporan
penelitian yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat bagi penulis secara khusus dan
bagi pembaca serta masyarakat dan dalam pengembangan keilmuan secara
umum.
Ciputat, 08 Oktober 2015
ix ABSTRAK
Sari Dewi Apriana Nasution. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok dengan Bradford Assay.
Tujuan: Penelitian untuk melihat peran rokok terhadap kadar protein total pada saliva pria perokok saliva pria non-perokok. Metode: Penelitian ini melibatkan 86 partisipan yang dibagi menjadi dua kelompok pria perokok dan non-perokok, sebagai kontrol. Seluruh partisipan melewati tahap pemeriksaan fisik gigi dan mulut oleh dokter gigi dan pengumpulan saliva yang tidak distimulasi. Pengukuran kadar protein total pada saliva dilakukan dengan menggunakan Bradford assay. Hasil:
Parameter klinis dari kesehatan gigi dan mulut (OHIS, PI, CI, dan GI,) lebih tinggi pada kelompok perokok dibanding non-perokok. Kadar protein total secara signifikan (p<0.05) lebih rendah pada saliva perokok dibanding non-perokok.
Kesimpulan: Merokok kemungkinan besar dapat mempengaruhi kesehatan mulut dan kadar protein total saliva; hal ini dapat mengarah kepada keadaan patologis.
Kata kunci: merokok, saliva, kadar protein total, kesehatan mulut
ABSTRACT
Sari Dewi Apriana Nasution. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok dengan Bradford Assay.
Objective: The aim of this study is to observe the effect of cigarette to the salivary total protein level in male smokers and non-smokers. Methods: The study comprised of 86 subjects divided into two group between male smokers and non-smokers, as a control group. All participants completed the physical examination of mouth and teeth by the dentist and unstimulated whole saliva were collected. Measurement of salivary total protein level were done using the Bradford assay. Results: The clinical parameters of oral health (OHIS, PI, CI,and GI) were higher in smokers than smokers. Salivary total protein level was significantly lower in smokers than non-smokers (p< 0.05). Conclusions: Tobacco smoking altered the oral condition and salivary total protein level, thus, can lead to pathological diseases.
x DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis... ... 2
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.4.1 Tujuan Umum ... 3
1.4.2 Tujuan Khusus ... ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
1.5.1 Manfaat bagi Peneliti ... 3
1.5.2 Manfaat bagi Masyrakat... ... 3
1.5.3 Manfaat bagi Civitas Akademik UIN ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
xi
2.1.1 Saliva ... 4
2.1.1.1 Defenisi dan Fungsi Saliva ... 4
2.1.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva ... 5
2.1.1.2.1 Kelenjar Saliva Mayor... ... 6
2.1.1.2.2 Kelenjar Saliva minor... ... 7
2.1.1.3 Komponen Saliva ... 8
2.1.1.4 Sekresi Saliva... ... 10
2.1.1.5 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma Manusia ... 13
2.1.2 Tembakau dan Rokok ... 14
2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok... .. 14
2.1.2.2 Klasifikasi Perokok ... 15
2.1.2.3 Kandungan Rokok ... 16
2.1.1.4 Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva .... 18
2.1.1.5 Efek Rokok terhadap Kaesehatan Gigi dan Mulut ... 20
2.1.3 Protein... ... 24
2.1.4 Coomassie Dye-Binding Assay (Bradford Assay)... .. 25
2.2Kerangka Teori... ... 27
2.3 Kerangka Konsep ... 28
2.4 Definisi Operasional ... 29
Bab 3. METODE PENELITIAN ... 32
3.1 Desain Penelitian ... 32
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
3.3 Kriteria Subjek Penelitian ... 32
3.4 Besar Sampel Penelitian ... 33
3.5 Alat dan Bahan Penelitian... 34
xii
3.7 Manajemen dan Analisis Data ... 37
3.8 Alur Penelitian ... 38
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
4.1 Hasil Penelitian ... 39
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 39
4.1.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian 41
4.1.3 Konsentrasi Protein Total pada Saliva Subjek Penelitian ... 41
4.2 Pembahasan ... 42
4.3 Aspek Keislaman... ... 44
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ... 46
5.1 Simpulan ... 46
5.2 Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Saiva. ... 7
Gambar 2.2. Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf... 10
Gambar 2.3. Kontrol Sekresi Saliva... 12
Gambar 2.4. Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma ... 13
Gambar 2.5. Tingkatan Struktur Protein... ... 24
Gambar 2.6. Ikatan Peptida antara Dua Asam Amino... ... 25
Gambar 3.1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut ... 35
Gambar 3.2. Sentrifugasi Sampel Saliva ... 35
Gambar 3.3. Larutan PSMF ... 35
Gambar 3.4. Alat Vortex ... 36
Gambar 3.5. Microplate ... 36
Gambar 3.6. Reagen Bradford ... 37
Gambar 3.7. Perubahan Warna Sampel Protein ... 37
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kelenjar Saliva beserta Jenis Histologik Sekresi Presentase
Saliva ... 7
Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated Saliva ... 8
Tabel 2.3. Kriteria Pemeriksaan Debris Indeks (DI) ... 21
Tabel 2.4. Kriteria Pemeriksaan Calculus Indeks (CI) ... 21
Tabel 2.5. Kriteria Pemeriksaan Ginggiva Indeks (GI) ... 22
Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian (n=86) ... 39
Tabel 4.2. Data Pelengkap Karkteristik Subjek Penelitian ... ... 40
Tabel 4.3. Oral Hygiene Indeks dan Skor OHIS... 41
xv
DAFTAR SINGKATAN
CI: calculus indexI
DI: debri index
GI: gingival index
OHIS: oral higiene index simplified
Riskesdas: Riset kesehatan dasar
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Informed Consent dan Data Responden ... 49
Lampiran 2. Riwayat Penulis ... 61
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Dalam rutinitas keseharian telah diketahui bahwa rokok dan perokok itu
bukan suatu hal baru didunia ini, tetapi telah ada sejak lama. Tercatat oleh WHO
(World Health Organization) pada tahun 2013 sekitar 6 juta jiwa pertahun
meninggal akibat rokok dan 5 juta jiwa perhaunnya meninggal karena terhirup dan
terpapar oleh asap rokok.Dan tercatat di Indonesia berdasarkan hasil dari Rikerdas
tahun 2013 menjukkan angka sebesar 33,4% pada usia 30-34 tahun untuk perokok
aktif. Rerata batang rokok yang dihisap perharinya sekitar 12,3 batang (setara
dengan satu bungkus) dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan perokok
sekitar 47,5% berbanding 1,1%. Demikian untuk perokok usia ≥15 tahun yang
merokokok dan mengunyah tembakau cenderung mengalami peningkatan 1,9 %
pertiga tahun. Di tahun 2013 wilayah yang tertinggi perokok nya sekitar 55,6%
diduduki oleh provinsi Nusa Tenggara Timur.1,2
Beberapa penelitian yang dilakukan di dunia maupun di dalam negeri sendiri
yang telah menunjukkan prevalensi kejadian merokok meningkat dan terkadang
berakhir sampai kematian. Dampak negatif dari rokok untuk kesehatan khususnya
di bagian rongga mulut dan sistem respirasi, selain berdampak kesehatan untuk
perokok aktif maupun perokok pasif ketika terhirup oleh asap rokok. Rokok
mengandung zat-zat yang dapat membahayakan tubuh dan mengganggu kesehatan
manusia. Rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia (termasuk tar, nikotin,
karbon monoksida, acetone, pyrene, dan lainnya. Zat-zat toksik tersebut mengandung zat kimia yang dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya
penyakit jantung dan vascular, kanker paru-paru dan kanker mulut. Tidak hanya
itu, rokok juga dapat meningkatkan insidensi kanker mulut dan laring. 3,4,5
Saliva sebagai bagian dari sistem pertahanan rongga mulut, merupakan hasil
sekresi eksokrin dengan komposisi 99 % air termasuk cairan elektrolit, protein
dalam bentuk enzim, immunoglobulin, glikoprotein mukosa, albumin, dan
beberapa oligopeptida. Keseluruhan komposisi cairan ini turut mempengaruhi
2
saliva dapat mempengaruhi keadaan rongga mulut. Dengan tingginya prevalensi
penyakit mulut pada perokok. Karena komposisinya yang mirip dengan plasma,
saliva telah banyak digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan biomarker
kondisi patologis rongga mulut.3,4,5
Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami 2009 menyatakan bahwa terdapat
penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan terhadap
asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Pengamatan secara histologi
juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni terjadi
degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, melaporkan terjadi
penurunan kadar protein total, magnesium dan fosfor saliva pada perokok dengan
periodontitis dan perokok yang tidak mengalami periodontitis dibandingkan
dengan grup non-perokok yang sehat.6,7
Berdasarrkan penelitian yang dilakukan oleh Avsar tahun 2009 pada
anak-anak perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama
antara anak-anak perokok pasif dan grup kontrol, sedangkan kadar Ig A saliva
pada anak perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup kontrol, dan aktivitas
amilase lebih tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan grup kontrol.28,29
Hingga saat ini, belum ada laporan penelitian mengenai kadar protein total
pada saliva perokok laki-laki di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk melakukan peran rokok terhadap konsentarasi kadar protein total
saliva laki perokok dan melihat perbedaan konsentrasinya dengan saliva
laki-laki non-perokok. Pengukuran konsentrasi protein total pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Bradford assay.
1.2Rumusan Masalah
Bagaimana peran rokok terhadap konsentrasi kadar protein total saliva pada
laki-laki perokok dan non-perokok.
1.3Hipotesis
Rokok dapat mempengaruhi konsentrasi kadar protein total saliva pada
3 1.4Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui peran rokok terhadap saliva
1.4.2 Tujuan Khusus
Mengetahui perbedaan konsentrasi kadar protein total saliva perokok
dan non-perokok.
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :
1.5.1 Bagi peneliti
- Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan
Dokter.
- Menambah pengetahuan mengenai kadar protein total saliva pada
pria perokok dibandingkan dengan pria non-perokok.
1.5.2 Bagi masyarakat
Menambah pengetahuan mengenai dampak merokok terhadap kadar
protein total saliva pada perokok dan non-perokok
1.5.3 Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Sumber pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Saliva
2.1.1.1 Defenisi dan Fungsi Saliva
Liur atau saliva, merupakan suatu sekresi cairan kompleks yang
berkaitan dengan mulut yang berperan sangat penting dalam mempertahankan
ekosistem dirongga mulut, terutama dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur
utama yang terletak di luar rongga mulut dan mengeluarkan saliva melalui
duktus pendek ke dalam mulut.Saliva mengandung 99,5% H2O, dan 0,5%
elektrolit dan protein. Konsentrsi NaCl (garam) pada saliva hanya sepertujuh
dari konsentrasi di plasma, yang penting dalam mempersepsikan rasa asin. Di
sisi lain, diskriminasi rasa manis ditingkatkan oleh tidak adanya glukosa di
liur. Di dalam saliva itu sendiri terdapat beberapa protein yang berperan
penting yaitu amilase, mukus, dan lizosim.8,9
Saliva sendiri juga mengandung beberapa enzim dan glikoprotein.
Enzim yang terkandung di dalam saliva diantaranya terdapat lipase dan
lingual yang di keluarkan oleh kelenjar di lidah, dan α-amilase saliva yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar saliva. Selain itu saliva juga mengandung
suatu glikoprotein yang bernama musin, yang berguna untuk melumasi
makanan, mengikt bakteri, dan melindungi mukosa mulut.10
Berikut adalah fungsi-fungsi dari saliva:8,9,10
1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.
2. Melumasi dan melunakan makan sehingga memudahkan proses
menelan dan mengecap rasa makanan.
3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan, sel
bakteri,sehingga dapat mengurangi akumuasi plak gigi dan mencegah
infeksi.
5
5. Bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap.
6. Beerperan dalam remineralisasi gigi dan membentuk barier untuk
mencegah demineralisasi gigi
7. Membantu proses berbicara dengan menggerakkan bibir dan lidah.
8. Berperan dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut dan
gigi bersih
Sekresi saliva normalnya antara 800 sampai 1500 mililiter dengan
rata-rata sekitar 1000 mililiter. Untuk pH, saliva memiliki pH antara 6,0 sampai
7,0, yang merupakan pH yang baik untuk mengaktifkan ptyalin (α-amilase). Pada saliva sendiri, pH yang di keluarkan dapat dipengaruhi saat aktivitas
kelenjar itu sendiri. Pada keadaan saat kelenjar sedang istirahat, pH saliva
sedikit lebih rendah dari 7,0, sedangkan saat kelenjar sedang aktif melakukan
sekresi, pH pada saliva dapat mencapai 8,0.12,13
Secara umum saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Membantu proses pencernaan
2. Membantu dalam proses menelan
3. Memiliki sifat antibakteri
4. Bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap
5. Beerperan dalam remineralisasi gigi dan membentuk barier untuk
mencegah demineralisasi gigi
6. Menjaga keseimbangan pH
7. Membantu proses fonasi
8. Berperan dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut
dan gigi bersih
2.1.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva
Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar
saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelejara parotis,
submandibularis dan sublingualis. Kelenjar paratiroid meruakan kelenjar
saliva yang didominasi oeleh cairan serosa, sedangkan kelenjar sublingual
6
kelenjar-kelenjar minor seperti kelenjar labial,kelenjar buccal,kelenjar
palatal dan kelnjar lingual. 4,5,8
2.1.1.2.1 Kelenjar saliva mayor
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar dan terletak
bilateral didepan telinga antara ramus mandibularis dan prosesus
masteoideus dengan bagian yang meluas kemuka dibawah lenkung
zigomatikus dan m.masseter. kelenjar parotis terdiri dair dua bagian, yaitu
pars superfacial dan pars profunda. Terdapat beberapa hal yang melewati
kelenjar parotis, yaitu saraf facialis, vena retromandibular, arteri karotis
eksterna. Keluarnya saliva dari kelenjar ini melalui duktus parotis
(Stensen) yang berasal dari bagian anterior kelenjar parotis.Kelenjar saliva parotis memperoduksi 25% saliva sekresi serosa yang banyak
mengandung enzim amylase saliva. Enzim tersebut dapat menguraikan zat
pati (amilum/kompleks karbohidrat). Aliran sekresi parotis akan menuju
suatu saluran yang disebut duktus parotis.4,5,9,11
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva tebesar kedua
yang terletak di hampir seluruhnya di bawah mylohyoid. Duktus yang
mengalirkan saliva keluar dari kelenjar ini yaitu kelenjar submandibula
(Wharton) sepanjang 4-5 cm pada sisi frenulum lingual, persis dibagian inferior ggi bawah. Sel-sel pada keenjar submandibular mensekresikan
70% saliva yang sebagian bersifat serosa,buffer, mucin (zat glikoprotein),
seta enzim amylase. 4,5
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak
paling dalam pada dasar mulut antara mandibula dan otot
genioglossus.masing masing kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri
bersatu untuk membentuk masa kelenjar disekitar frenulum lingual.
Kelenjar ini memiliki beberapa duktus drainase, yaitu duktus sublingual
mayor sebagai yang utama dan duktus sublingual minor yang terdiri dari
sekitar 40 duktus kecil. Kelenjar sublingual memproduksi 5% saliva yang
7 2.1.1.2.2 Kelenjar saliva minor
Kelenjar saliva minor ini berperan dalam memproduksi sekitar 5 % dari
sekresi air ludah selama 1 hari. Kelenjar saliva minor ini terdiri dari
kelenjar labial (glandula labialis), kelenjar bukal (glandula buccalis),
kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior), Kelenjar Von Ebner
dan kelenjara Weber (Glandula lingualis posterior)
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Saliva
Sumber: Tortora, 2011
Tabel 2.1. Kelenjar saliva beserta jenis histologik, sekresi, dan persentase
total saliva
Kelenjar Jenis Histologik Sekresi Persentase total
saliva (1,5L/hr)
Parotis Serosa Cair 20
Submandibula Campuran Agak kental 70
Sublingual Mukosa Kental 5
8 2.1.1.3Komponen Saliva
Komponen-komponen saliva, yang dalam keadaan larut disekresi
oleh kelenjar saliva, dapat dibedakan atas komponen organik dan
anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah
dibandingkan dengan serum karena pada saliva bahan utamanya adalah
air yaitu sekitar 99.4%. Kelenjar saliva menghasilkan 1,0 sampa 1,5
liter saliva setiap harinya. Sekitar 99,4 persen air terkandung dalam
saliva. Sekitar 0,6 persen meliputi elektrolit ( terutama Na, Cl, dan
HCO3), buffer, glikoprotein, antibody, enzim, dan zat sisa. Musin
sebagai salah satu zat glikoprotein, memiliki peranan penting dalam
mengatur lubrikasi pada saliva. Hampir sekitar 70 persen saliva berasal
dari kelenjar saliva submandibula, sedangkan sekitar 25 persen berasal
dari kelenjar parotid serta sekitar 5 persen sisanya berasal dari kelenjar
saliva sublingual. Buffers pada saliva bertujuan menjaga derajat
keasaman mulut kita yang berkisar diantara 7. Hal tersebut mencegah
akumulasi bakteri pada mulut. Kemudian, saliva juga mengandung
antibody (IgA) dan lisozim. Keduanya memiliki peranan penting dalam
mengatur populasi bakteri pada mulut. Secara garis besar komposisi
saliva dibagi menjadi 2 komponen, yaitu komponen organic saliva dan
komponen anorganik saliva. Komponen organic saliva terdiri dari
protein yang meliputi enzim alfa-amilase, lisozim, kalikrein,
laktoperosidase, musin. Sedangkan komponen anorganik saliva terdiri
dari sodium, kalium , kalsium, magnesium, bikarbonat, klorida, fosfat,
nitrat, potassium.13,14
Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated Saliva.15
Unstimulated saliva Stimulated saliva
Water 99.55% 99.53%
Solids 0.45% 0.47%
9 (Dikutip dari: Helen, 1996)
Flow Rate 0.32 ± 0.23 2.08 ± 0.84
pH 7.04 ± 0.28 7.61 ± 0.17
Inorganic Constituents
Sodium (mmol/L) 5.76 ± 3.43 20.76 ± 11.74
Potassium (mmol/L) 19.47 ± 2.18 13.62 ± 2.70
Calcium (mmol/L) 1.32 ± 0.24 1.47 ± 0.35
Magnesium (mmol/L) 0.20 ± 0.08 0.15 ± 0.05
Chloride (mmol/L) 16.40 ± 2.08 18.09 ± 7.38
Bicarbonate (mmol/L) 5.47 ± 2.48 16.03 ± 5.06
Phosphate (mmol/L) 5.69 ± 1.91 2.70 ± 0.55
Thiocyanate (mmol/L) 0.70 ± 0.42 0.34 ± 0.20
Iodide (µmol/L) 13.8 ± 8.5
Fluoride (µmol/L) 1.37 ± 0.76 1.16 ± 064
Organic Constituents
Total protein (mg/L) 1630 ± 720 1360 ± 290
Secretory IgA (mg/L) 76.1 ± 40.2 37.8 ± 22.5
MUC5B (mg/L) 830 ± 480 460 ± 200
MUC7 (mg/L) 440 ± 520 320 ± 330
Amylase(U=mg maltose/mL/min) 317 ± 290 453 ± 390
Lysozyme (mg/L) 28.9 ± 12.6 23.2 ± 10.7
Lactoferin (mg/L) 8.4 ± 10.3 5.5 ± 4.7
Statherin (µmol/L) 4.93 ± 0.61
Albumin (mg/L) 51.2 ± 49.0 60.9 ± 53.0
Glucose (µmol/L) 79.4 ± 33.3 32.4 ± 27.1
Lactate (mmol/L) 0.20 ± 0.24 0.22 ± 0.17
Total lipids (mg/L) 12.1 ± 6.3 13.6
Amino acids (µmol/L) 780 567
Urea (mmol/L) 3.57 ± 1.26 2.65 ± 0.92
10
Saliva memiliki komponen protein immunologis dan protein
non-immunologis sebagai antibacterial properties. Secretory immunoglobin A (IgA) merupakan komponen immunologis saliva terbesar. Ig A dapat menetralisasi
virus, bakteri, dan toksin enzim. IgA bertindak sebagai antibody yang berikatan
dengan antigen bakteri sehingga dapat menghambat perlekatan pathogen pada
jaringan rongga mulut. Sedangkan protein saliva non-immunologis terdiri dari
lysozyme, lactoferrin, dan peroksidase, glikoprotein musin, agglutinin, histatin,
proline kaya protein, statherin dan sistatin. Lisozim dapat menghidrolisis dinding
sel bakteri dan mengaktivasi autolysin yang dapat menghancurkan secara
langsung komponen dinding sel bakteri. Bakteri gram negative bersifat lebih
resisten terhadap enzim ini karena bakteri tersebut memiliki komponen tambahan
berupa lapisan eksternal pada dinding sel nya yaitu lapisan lipopolisakarida.
Lactoferrin berfungsi sebagai zat fungisidal, antivirus, antiinflamasi, dan sebagai
zat immunomodulator berikatan dengan ion besi bebas yang menyebabkan efek
bakteriocidal atau bacteriostatic pada mikroorganisme pathogen. 14
2.1.1.4 Sekresi Saliva
Secara rerata, sekitar 1 samai 2 liter saliva dikeluarkan setiao hari, berkisar
dari laju basal spontan terus menerus sebesar 0,5 ml/mnt hingga aju aliran
maksimal sekitar 5 ml/mnt sebagai respon terhadap rangsangan kuat misalnya
menghisap jeruk. Sekresi basal liur yang terus menerus tanpaa rangsangan yang
jelas ditimbulkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah oleh ujung-ujung syaraf
parsimpatis yang berakhir dikelenjar liur. Sekresi basal ini penting untuk menjaga
mulut dan tenggorokan selalu basah.8,9
Pengaturan sekresi saliva oleh saraf, pada gambar 2.2 menunjukkan jalur
saraf parasimpatis untuk mengatur pengeluaraan saliva, menunjukkan bahwa
kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal parasimpatis dari nukleous
salivatorius superior dan inferior batang otak. Nukleus salivatorius terletak
kira-kira pada pertemuan antara medula dan pons dan akan tereksitasi oleh rangsangan
taktil dan pengecapan dari lidah dan daerah-daerah rongga mulut dan faring
lainnya. Beberapa rangsangan pengecapan, terutama asam, merangsan sekresi
11
basal. Rangsangan taktil tertentu, seperti adanya benda halus dalam rongg mulut ,
menyebabakan saliva salivasi yang nyata, sedangkan benda yang kasar kurang
menyebabkan salivasi dan kadang-kadang bahkan menghambat saliva.8,9,12
Gambar 2.2 Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf
Sumber:Guyton & Hall,2008
Salivasi juga dapat dirangsang atau dihambat oleh sinyal-sinyal saraf yang
tiba pada nukleus salivatoriu dari pusat-pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, bila seseorang mencium atau makan makanan yanng disukainya,
pengeluaran saliva lebih banyak daripada bila ia menciu atau memakan yang tidak
disukainya. Daerah nafsu makan pada otak, yang mengatur sebagian efek ini,
terletak didekat usat prasimpatis hipotalamus anterior, dan berfungsi terutama
sebagai respons terhadap sinyal dari daerah pengecapan dan penciuman dari
korteks serebral atau amigdala. Perangsangan simpatis juga dapat meningkatkan
saliva dalam jumlah sedang, tetapi lebih sedikit dari perangsangan parasimpatis.
Saraf-saraf simpatis berasal dari ganglia servikalis superio dan kemudian berjalan
sepanjang pembuluh darah kelenjar-kelenjar saliva.8,9,10
Faktor kedua yang juga mempengaruhi sekresi adala suplai darah
kekelenjar-kelenjar karena sekresi selalu membutuhkan nutrisi yang adekuat.
12
melebarkan pembuluh-pembuluh darah, sehingga menyediakan peningkatan
nutrisi seperti yang dibutuhkannya. Sebagian dari tambahan efek vasodilator ini
disebabkan oleh kalikrein yang disekresikan oleh sel-sel saliva yang aktif, yang
kemudian bekerja sebagai suatu enzim untuk memisahkan satu protein darah,
yaitu alfa2-globulin, untuk membentuk bradikinin, suatu vasodilator yang kuat.8,9
Pengaruh otonom terhada sekresi saliva, pusat pengontrolan drajat
pengeluaran saliva melalui saraf otonom yang mensyarafi kelenjar saliva. Tidak
seperti sistem saraf otonom ditubuh yang lain, respon saraf simpatis dan
parasimatis dikelenjar saliva tidak antagonistik. Baik stimulasi simpatis maupun
parasimpatis, meningkatkan sekresi liur tetapi jumlah, karakteristik, dan
mekanismenya berbeda. Stimulasi parasimatis, yang memiliki efek dominan
dalam sekresi salilva, menghasilkan liur yang segera keluar,encer,jumlah banyak
dan kaya enzim. Stimulasi simpatis, sebaliknya, menghasilkan liur denan volume
terbatas, kental dan kaya mukus. Karena stimulasi simpatis menghasilkan lebih
sedikit saliva maka mulut terasa lebih kering daripada biasanya selam
keadaan-keadaan dimana sistem simpatis dominan, misalnya situasi penuh stress. Sekresi
saliva adalah satu-satunya sekresi pencernaan yanng seluruhnya berada dibawah
kontol saraf. Semua sekrei pencernaan lainya oleh releks sistem saraf dan
hormon.8,9,10
Gambar 2.3 Kontrol Sekresi Saliva
13
Sekresi saliva oleh kelenjar saliva terjadi melalui dua tahap. Tahap
pertama, sel asinus mensekrsi sekresi primer yang mengandung ptialin dan/atau
musin, kemudian sekresi primer mengalir melalui duktus salivarius. Tahap kedua,
selama hasil sekresi primer mengalir di duktus salivarius, terjadi absorbsi aktif ion
natrium dan absorbsi pasif ion klorida, hal inilah yang menyebabkan ion natrium
dan ion klorida di saliva leih rendah daripada di plasma. Selain itu terjadi pula
sekresi aktif ion kalium dan bikarbonat, sehingga konsentrasinya di saliva lebih
banyak daripada di plasma.8
2.1.1.5 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma Manusia
Gambar 2.4. Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma.16
(Disitasi dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov)
J.A.Loo dkk pada tahun 2010 melakukan penelitian untuk membandingkan
komponen saliva dan plasma untuk kepentingan sampel diagnosis Hasil penelitian
menyatakan bahwa 27% komponen protein pada saliva saling tumpang tindih
14
penyakit seperti kanker, penyakit jantung dan stroke dapat ditemukan di saliva.
Selain itu 73% komponen protein saliva tidak terdapat di plasma sehingga dengan
demikian, saliva merupakan cairan tubuh yang baik digunakan sebagai sampel
diagnosis, disamping pengumpulannya yang mudah dan tidak memakan biaya.17
Dan hal yang sama dilakukan Weihong Yan dkk pada tahun 2009
melakukan penelitian sistematis perbandingan dari air liur dan plasma manusia
dan didapatkan hasil bahwa perbandingan protein diliur dengan plasma terdapat
kesamaan seitar 740 protein dari 19.474 urutan peptida dikeduanya.berdasarkan
hasil dari gen ontologi analisis menunjukkan kesamaan dalam distribusi air liur
dan plasma berkaitan dengan lokalisasi selular, proses biologis, dan fungsi
molekul, tetapi menunjukkan perbedaan yang mungkin terkait dengan fungsi
fisiologis yang berbeda dari air liur dan plasma dan saliva memiliki potensi
sebagai biomarker penykit.17
2.1.2 Tembakau dan Rokok
2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok
Rokok merupakan salah satu bentuk olahan dari tembakau yang
sediaannya berbentuk gulungan tembakau (rolls of tobacco) yang dibakar dan dihisap.Contohnya adalah bidi, cigar, cigarette. Sigaret/Cigarette merupakan sediaan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Pembakaran tembakau
tersebut dilakukan dalam suatu komponen pelapis seperti kertas maupun dalam
pipa. Ketika seseorang merokok, suhu pada ujung tembakau yang dibakar
mencapai angka 900 celcius, sedangkan suhu yang terdapat pada ujung pipa atau
rokok yang terkena bibir dan dihisap adalah 30 celcius.18,19
Tembakau merupakan hasil dari daun kering tanaman Nikotiana tabacum yang biasa digunakan sebagai bahan baku rokok. Terdapat beberapa klasifikasi
jenis rokok, yaitu berdasarkan kandungannya, rokok putih yang terdiri dari
tembakau dengan campuran bahan pemberi aroma, rokok kretek yang terdiri dari
tembakau dan cengkeh dengan campuran bahan pemberi aroma ,rokok siong yang
terdiri dari tembakau dengan bubuhan klembak dan menyan sebagai pemberi
15
Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun yang dibentuk spiral Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas
Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren
Putren: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung yang masih muda.
Sedangkan berdasarkan cara pembuatannya rokok dibagi menjadi 2 macam,
yaitu:20
a. Sigaret kretek tangan (SKT)
Merupakan jenis rokok yang cara pembuatannya menggunakan tangan
atau alat yang sederhana. Dalam proses pembuatannya dilakukan dengan
cara digiling atau dilinting.
b. Sigaret kretek mesin (SKM)
Jenis rokok ini adalah rokok yang dibuat dengan menggunakan mesin. Jadi
material rokok dimasukkan kedalam mesin, dan akan keluar sebagai
batang rokok.
2.1.2.2 Klasifikasi Perokok
Menurut Sitopoe 2000 bahwa perokok merupakan orang yang telah
merokok 1 batang atau lebih setiap hari sekurang-kurangnya selama 1 tahun,
namun apabila orang tersebut sempat tidak merokok selama 1 bulan disebut
sebagai riwayat perokok. Sedangkan jika seseorang selama 5 tahun berhenti
merokok maka disebut sebagai mantan perokok. perokok diklasifikasikan menjadi
4 tipe yaitu:19
a. Perokok ringan adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang
perhari.
b. Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20
16
c. Perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang
perhari.
klasifikasi perokok berdasarkan indeks merokok yang menunjukkan
derajat beratnya merokok. Terdapat banyak metode untuk menghitung indeks
merokok, namun ada dua perhitungan yang cukup sering digunakan yaitu Indeks
Brinkman (IB), digunakan untuk menghitung derajat beratnya merokok
berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap perhari dan lama merokok dalam
tahun sebagai variabel, sehingga rumusnya sebagai berikut: 20
IB = (Jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari) X (Lama merokok dalam
tahun)
Penggolongan perokok berdasarkan indeks Brinkman adalah sebagai berikut:
0-199 = perokok ringan
200-599 = perokok sedang
≥ 600 = perokok berat
2.1.2.3 Kandungan Rokok
Rokok mengandung sekitar 4000 komponen-komponen. Komponen toksik
rokok utama adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. kandungan kimia yang
sudah teridentifikasi jumlahnya mencapai 2.500 komponen. Dari jumlah tersebut
sekitar 1.100 komponen diturunkan menjadi komponen asap secara langsung dan
1.400 lainnya mengalami dekomposisi atau terpecah, bereaksi dengan komponen
lain dan membentuk komponen baru. Didalam asap sendiri terdapat 4.800 macam
komponen kimia yang telah teridentifikasi, dan 69 diantaranya menyebabkan
kanker. Bahan kimia tersebut memiliki efek toksik bagi sel-sel tubuh dan dalam
jangka panjang dapat mengakibatkan berbagai kerusakan fungsi dan stuktural sel.
Bahan kimia pada asap rokok yang bersifat karsinogen antara lain Zat-zat toksik
tersebut antara lain : 18,20,21
1) Karbon monoksida
Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat
dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibandingkan dengan oksigen.
Sehingga menyebabkan kekurangan pasokan oksigen ke jaringan.gas beracun
17
mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hipoksia di
jaringan perifer, dan dapat mengakibatkan stroke
2) Nikotin
Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0,5 – 3 ng dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan atau plasma antara 40 – 50 g/ml. Efek
nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormone katekolamin (adrenalin)
yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah . Zat yang bersifat adiktif
terdapat pada tembakau, dalam 6 detik dapat mencapai otak dan berkeja pada
sistem saraf pusat menyebabkan rasa rilex dan menurunkan cemas. Dalam dosis
kecil bekerja sebagai stimulan di otak, dalam dosis yang lebih besar bekerja
sebagai depresan, menurunkan hantaran sinyal antar neuron, dan dalam dosis yang
lebih besar bersifat sebagai racun terhadap jantung, pembuluh darah, dan hormon.
3) Tar
Kadar tar pada rokok antara 0,5 – 35 mg per batang. Tar dapat memicu
timbulnya kanker pada paru-paru dan jalan nafas.Partikel yang dapat menyelimuti
paru dan menyebabkan kanker.
4) Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat menjadi toksin bagi jaringan tubuh
terutama ginjal
6) Vinyl Chloride
Merupakan bahan kimia buatan manusia yang digunakan dalam
pembuatan plastik dan terdapat dalam filter rokok.
7) TSNAs
Tobacco-specific N nitrosamines, diketahui sebagai karsinogen paling
poten yang terdapat pada tembakau, tembakau tanpa asap, dan asap tembakau
yang dapat menyebabkan mutasi gen.
8) Benzene
Terdapat dalam pestisida dan bensin, dan dalam asap rokok kandungannya
18 9) Formaldehid
Biasa digunakan dalam pengawetan mayat. Menyebabkan iritasi hidung,
tenggorokan, dan mata saat menghirup asap rokok.
2.1.2.4 Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva
Saat ini sudah banyak penelitian dilakukan mengenai efek rokok, dan
rokok dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Dan Mulut merupakan
salah satu organ pertama yang terpapar oleh rokok, dan banyak penyakit yang
timbul akibat paparan rokok. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan pun
bervariasi, seperti kebersihan mulut dan gigi yang buruk, terdapat peradangan.
Bahan toksik yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan iritasi pada jaringan
lunak di rongga mulut, infeksi mukosa,memperlambat penyembuhan luka,
memperlemah kemampuan fagositois, dan bahkan mengurangi asupan aliran
darah ke ginggiva. Dan saliva merupakan cairan biologis pertama dari tubuh kita
yang terpapar oleh tembakau dari rokok yang mengandung bahan-bahan bersifat
toksik yang dapat mengubah saliva baik secara struktural maupun fungsional.21,22
Efek yang ditimbulkan oleh rokok tergantung dari jumlah rokok dan durasi
merokok. Sebuah studi meta-analisis tahun 2008 menyatakan merokok
meningkatkan 3 kali lipat risiko kanker mulut. Ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan hal itu, yang pertama efek dari paparan rokok saat menghisap rokok
yang dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung. Selain itu bahan kimia
pada rokok dan asap rokok dapat merangsang pelepasan zat kimia dari sel
makrofag dan neutrofil aktif seperti IL-1, Prostaglandin 2, Elastase proteinase 3,
katepsin G yang pada tubuh yang dapat merusak sel dan jaringan kelenjar saliva.
Dan hal tersebut di pengaruhi juga oleh lamanya merokok dan jumlah batang
erhari yang daat mempeburuk keadaan saliva.22,23
Efek lain yang disebabkan oleh rokok terhadap saliva yaitu efek
kemoatraktan langsung dari nikotin terhadap neutrofil. Neutrofil yang terkumpul
akan mengalami pengaktivan dan membebaskan granulnya yag kaya akan elastase
neutrofil, proteinase 3 dan katepsin G yang merusak jaringan , rokok juga
19
interleukin-1, dan prostaglandin-2 dari sel makrofag yang berakibat pada destruksi
sel dan jaringan dan asap rokok mengandung banyak spesies oksigen reaktif
(ROS) yang merupakan radikal bebas. Radikal bebas ini mengaktifkan transkripsi
nuclear factor κB (NF-κB) yang lalu mengaktifkan gen untuk TNF dan IL-8 sebagai kemoatraktan neutrofil. Rokok menurunkan kadar Ig A dan Ig G yang
berperan dalam melawan bakteri Gram negatif pada rongga mulut, rokok juga
menurunkan kapasitas proliferasi sel T yang mengaktivasi sel B untuk
memproduksi antibodi.rokok daat menurunkan alliran darah ke gusi. Penurunan
respon sistem imun terutama disebabkan oleh nikotin. Kandungan dalam rokok
seperti karbon monoksida menurunkan oksigenasi ke jaringan mengakibatkan
gangguan dalam proses penyembuhan luka. Iritasi kelenjar saliva dan inflamasi
saluran keluar kelenjar saliva yang berakibat pada peningkatan laju sekresi saliva
pada awal paparan rokok, namun penurunan sebagai efek jangka panjang
merokok. Komponen unsaturated & saturated aldehydes pada rokok dapat berinteraksi dengan sulphydryl group (-SH) pada enzim saliva sehingga menurunkan kadar protein saliva dan menurunkan enzim laktat dehidrogenase
(LDH), aspartat aminotransferase (AST), dan amilase pada pertama kali paparan
rokok. Kadar glutathione (GSH) dan enzim peroksidase sebagai antioksidan yang
menyumbangkan –SH kepada aldehid juga menurun setelah paparan
rokok.24,25,26,27
Penelitian yang dilakukan oleh Avsar dkk tahun 2009 pada anak-anak
perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama antara
anak-anak perokok pasif dan grup kontrol, sedangkan kadar Ig A saliva pada anak
perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup kontrol, dan aktivitas amilase lebih
tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan grup kontrol.28,29
Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami dkk tahun 2009 menyatakan
bahwa terdapat penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15
paparan terhadap asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Pengamatan
secara histologi juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni
terjadi degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, tahun 2012
20
pada perokok dengan periodontitis dan perokok yang tidak mengalami
periodontitis dibandingkan dengan grup non-perokok yang sehat.6,7
Hasil berlawanan dilaporkan oleh Laine dkk tentang efek rokok pada
manusia berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sodium, potassium dan protein
total pada saliva. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Kallapur dkk tahun 2013
tentang peningkatan kadar protein total saliva pada penderita diabetes yang
merokok dan yang tidak merokok, yang diduga karena peningkatan permeabilitas
membran basal vaskular akibat diabetes sehingga terjadi kebocoran protein
plasma ke saliva dan penelitian oleh Negler dkk tahun 2000 munujukan
penurunan aktivitas enzim amilase (34%), lactic dehydrogenase (57%), asam
fosfatase (77%) pada saliva akibat merokok, namun tidak berefek pada aktivitas
aspartate aminotransferase dan alkaline phophatase. Penilitian ini juga
mengatakan bahwa berbagai komponen pada rokok dapat mengakibatkan
penurunan aktivitas enzim saliva dengan berbagai mekanisme.28,30
2.1.2.5 Efek Merokok Tembakau terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut
Dampak yang ditimbulkan dari rokok salah satunya dapat bermanifestasi
pada organ mulut karena mulut merupakan organ pertama yang terpapar oleh
rokok, baik dari rokoknya secara langsung ataupun dari asap rokok.Kesehatan dan
kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunakan indeks yang
hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Terdapat beberapa indeks
yaitu Oral higiene index simplified (OHIS) adalah indeks untuk menentukan status kebersihan mulut seseorang yang dinilai dari Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI) yang menunjukkan adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi) pada permukaan gigi. Plaque index (PI) digunakan untuk mengukur ketebalan plak pada permukaan gigi. Gingival index (GI) digunakan untuk menilai keadaan gusi seseorang dengan melihat keparahan gingivitis berdasarkan warna
gusi, konsistensi dan kecenderungan untuk berdarah. Decayed, missing, and filled
teeth (DMFT) digunakan untuk melihat jumlah gigi yang berlubang, hilang dan
21
Pada pemeriksaan DI (Debris Indeks) digunakan untuk melihat adanya sisa
makanan(debris) yang menempel pada gigi. Kriteria untuk DI sebagai berikut:
Tabel 2.3. Kriteria Pemeriksaan Debris Index (DI) Skor Kriteria
0 Tidak ada debris atau stain
1 Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa adanya debris pada permukaan gigi tersebut
2 Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi
3 Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Kriteria Penilaian DI:33,34
0.0 – 0.6 : baik
0.7 – 1.8 : sedang
1.9 – 3.0 : buruk
Pada pemeriksaan CI (Calculus Index) kita melihat adanya kalkulus atau
karang gigi. Kriteria unutk CI yaitu:
Tabel 2.4 Kriteria Pemeriksaan Calculus Index (CI) 33,34
Skor Kriteria
0 Tidak ada kalkulus
1 Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit/bercak kalkulus subgingiva di servikal gigi
22
Kriteria Penilaian DI dan CI: 33,34
0.0 – 0.6 : baik
0.7 – 1.8 : sedang
1.9 – 3.0 : buruk
Pada pemeriksaan GI dapat dinilai adanya inflamasi gingival dengan
melihat apakah ada perdarahan atau tidak pada gigi yang diperiksa. Kriteria skor
GI adalah:
Tabel 2.5 Kriteria Pemeriksaan Gingival Index (GI) 33,34
Skor Kriteria
0 Gingiva normal
1 Inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, sedikit edema, tidak ada perdarahan saat penyondean (probing)
2 Inflamasi sedang, kemerahan, edema & licin mengkilat, perdarahan saat penyondean (probing)
3 Inflamasi berat, kemerahan & edema yang jelas, ulserasi. Kecendrungan untuk perdarahan spontan
Kriteria Penilaian GI: 33,34
0 : sehat
0.1 – 1.0 : gingivitis ringan
1.1 – 2.0 : gingivitis sedang
2.1 – 3.0 : gingivitis bera
OHIS merupakan indeks untuk menentukan keadaan kebersihan mulut
seseorang yang dinilai dari adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi)
pada permukaan gigi. Jadi skor OHIS merupakan penjumlahan dari DI (Debris
Indeks) dan CI (Calculus Indeks). Cara menghitung dan kriteria untuk OHIS
23
Kriteria Penilaian OHI-S:31,32
0 : sangat baik
0.1 – 1.2 : baik
1.3 – 3.0 : sedang
3.1 – 6.0 : buruk
Penelitian yang dilakukan oleh Arowojolu, dkk, menggunakan metode
potong lintang dengan membagi responden dalam 2 kelompok, yaitu kelompok
perokok dan non perokok, sebagai kontrol. Dari hasil penelitian tersebut
dilaporkan bahwa OHIS dan GI pada kelompok perokok lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok non perokok. Di Indonesia pun sudah ada
penelitian mengenai efek rokok terhadap kesehatan mulut.Menurut Arowojolu,
dkk, tingginya OHIS pada perokok berhubungan dengan fakta bahwa kandungan
pada rokok, salah satunya tar dapat menyebabkan adanya penodaan pada gigi,
dimana permukaan gigi akanmenjadi kasar dan mempercepat akumulasi plak
pada gigi yang menandakan buruknya kesehatan gigi dan mulut perokok.
Peningkatan GI menandakanadanya inflamasi pada gingival, yang ditandai dengan
adanya penurunan aliran darah gingival yang dipengaruhi oleh nikotin.35
Merokok juga dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi berupa
TNF alfa, IL-1, dan PGE sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada matriks
ekstraseluler. Merokok juga dapat menyebabkan perubahan vaskularisasi gingival
yaitu dilatasi pembuluh darah kapiler yang disertai dengan akumulasi mediator
proinflamasi pada gingival. Apabila terjadi berkelanjutan, maka dapat memicu
proses inflamasi berlebih pada gingival (gingivitis). Jika terjadi terus menerus,
dapat mengakibatkan penipisan kolagen pada jaringan lunak gingival yang
terpapar serta memungkinkan juga timbulnya periodontitis.36,37
Rongga mulut yang sering terpapar oleh asap rokok dan komponen yang
terkandung di dalamnya dapat menjadi toksik bagi jaringan lunak pada sekitar
rongga mulut sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan dan kebersihan
rongga mulut.Sedangkan dampak merokok yang terus menerus dapat
meningkatkan keparahan rusaknya jaringan periodontal. Diantaranya adalah
24
Poket Penambahan celah antara gigi dan gusi atau yang biasa disebut sulkus gingival
Resesi gingival Biasanya menyertai gangguan periodontal, yaitu periodonitis
Inflamasi gingival Derajat keparahan dari inflamasi gingival sangat dipengaruhi oleh status oral hygiene subjek nya. Jika status oral hygiene
buruk, maka semakin tinggi kemungkinan timbulnya inflamasi gingival.
Sedangkan jika status oral hygiene baik, maka semakin rendah
kemungkinan timbulnya inflamasi gingival
2.1.3. Protein.
Asam amino di dalam suatu protein disebut residu asam amino, yang pada
salah satu ujungnya memiliki sebuah gugus amin bebas dan pada ujung lainnya
memiliki gugus karboksil bebas. Asam-asam amino akan bersatu melalui ikatan
peptida membentuk rantai polipeptida. Rantai ini berlipat-lipat melalui berbgai 21
mekanisme untuk membentuk struktur tiga dimensi dari protein. Pada protein
terdapat empat tingkat struktur yang berbeda.40
Gambar 2.5. Tingkatan Struktur Protein.40
Pada protein terdapat empat tingkat struktur yangg berbeda (gambar 2.5).
Struktur primer suatu protein adalah urutan linear asam-asam amino dalam rantai
polipeptida.Struktur sekunder mencakup heliks-α dan lembar-β, terdiri dari daerah-daerah lokal rantai polipeptida yang memiliki konformasi regular yang
distabilkan oleh ikatan hidrogen. Struktur tersier adalah konformasi tiga dimensi
25
berbentuk globular (sferis) .Dan sebagian protein membentuk struktur kuarterner
yang merupakan konformasi tiga dimensi suatu protein multisubunit yang terdiri
dari sejumlah rantai polipeptida (atau subunit) disatukan oleh interaksi non
kovalen. 40
Protein di dalam sel berada dalam keadaan “asli” (naïve state). Panas, asam, dan bahan lain menyebabkan protein mengalami denaturasi, yaitu
konformasi tiga dimensinya terbuka dan hilang.Dalam keadaan asli alami didalam
sel ,banyak protein yang berikatan dengan substansi lain, dari ion samai molekul
kompleks misalnya koenzim.Ligan-ligan ini penting untuk fungsi koenzim.
Muatan pada protein terutama disebabkan oleh rantai sisi residu asam amino.
Hanya gugus amino terminal-N dan gugus karboksil terminal–C yang berperan
dalam menentukan muatan, karena semua gugus α-amino dan α-karboksil lainnya terlibat dalam ikatan peptida.40
Protein disintesis dari asam-asam amino yang disatukan bersama oleh
ikatan peptida untuk membentuk rantai linier yang disebut polipeptida. Pada
ikatan peptida, gugus α-karboksil sebuah asam amino melekat secara kovalen ke
gugus α-amino asam amino pada gambar berikut ini:40
Gambar 2.6. Ikatan Peptida antara Dua Asam Amino.40
Secara kimia, rantai sisi asam amino sangat beragam. Pada pH faali, gugus
amino membawa sebuah proton dan bermuatan positif, sedangkan gugus karboksil
melepaskan sebuah proton dan bermuatan negatif. Selain muatan positif pada
gugus amino dan muatan negatif pada gugus karboksil, sebagian asam amino juga
membawa muatan pada rantai sisinya. Rantai sisinya dapat bersifat polar
(hidrofilik) dan dapat pula bersifat nonpolar (hidrofobik). Asam amino
berdasarkan rantai sisinya.40
2.1.4. Coomassie Dye-Binding Assay (Bradford Assay)
Bradford assay merupakan prosedur analisis spektroskopik yang
26
ini terkandung coomassie dye berupa Brilliant Blue yang dapat berikatan dengan protein dalam cairan asam melalui prinsip triphenylmethane group berikatan dengan struktur nonpolar pada protein dan anion sulfonate group berikatan dengan
sisi kation pada rantai protein (contoh: sisi arginin dan lisin). Ikatan dye dengan protein memiliki daya penyerapan dari 465 nm sampai 595 nm dengan perubahan
warna dari cokelat menjadi biru.40,41
Prosedur Bradford assay menggunakan prinsip spektrofotometri, spektrometer digunakan untuk memproduksi sinar dengan pemilihan warna
(panjang gelombang) dan fotometer untuk menerima nilai intensitas cahaya.
Sampel protein yang akan diukur diletakkan ditengah-tengah alat tersebut. Sinar
yang ditembakkan oleh spektrometer sebagian akan diserap oleh protein dan
sebagian diterima oleh fotometer. Alat tersebut menghantarkan sinyal tegangan ke
galvanometer. Sinyal tersebut berubah sebanding dengan perubahan jumlah sinar
yang diserap yang kemudian menunjukkan angka konsentrasi dari protein yang
diukur. Kelebihan Bradford assay untuk menentukan konsentrasi protein total dibandingkan metode lain adalah lebih cepat, langkah-langkah pencampuran lebih
27 2.2 Kerangka Teori
Rokok
Kandungan rokok Kandungan asap rokok
Zat
kasrinogenik Nikotin
Radikal Durasi merokok dan jumlah batang
rokok perhari sampel saliva: makan, minum, merokok, terpapar asap rokok,
28 2.3 Kerangka Konsep
: Variabel bebas
: Variabel diteliti
: Variabel perancu perokok
Kandungan asap rokok dan rokok
Kerusakan sel jaringan kelenjar saliva
Menurun konsentrasi protein total pada saliva Mempengaruhi produksi
saliva
Meningkatkan resiko penyakit mulut
29
Peneliti Kuesioner wawancara numerik
30
Dokter gigi Indeks CI Pemeriksaan
fisik gigi
Dokter gigi Indeks GI Pemeriksaan
fisik gigi
dan mulut
31
Peneliti kuisioner wawancara Kategorik
8 Indeks
32
dari
perhitungan
berat badan
dengan tinggi
badan dan
disesuaikan
dengan IMT
Asia Pasifik
9 Jenis rokok
kretek
Jenis rokok
yang terbuat
dari tembakau
atau cengkeh
Peneliti Kuisioner Wawancara Numerik
10 Jenis rokok
bukan
kretek
Semua jenis
rokok selain
jenis kretek
seperti rokok
filter, herbal
dan lainnya
33 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
- Penelitian ini merupakan penelitian analitik bivariat tidak berpasangan
dengan desain penelitian potong lintang.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
- Penelitian dilakukan selama bulan Desember 2014 –Agustus 2015 dan
pengukuran kadar protein total dilakukan di Medical Research
Laboratory, dan biokimia Laboratory Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3 Kriteria Subjek Penelitian
Kriteria inklusi:
Laki-laki
Usia 20 – 55 tahun bersedia menandatangi lembar infomed consent
Kriteria subjek perokok.
- Perokok aktif saat pengambilan sampel saliva
Kriteria subjek non-perokok
- Pernah merokok namun tidak merokok sejak 5 tahun yng lalu
Kriteria Ekslusi:
Sedang berpuasa pada saat pengambilan saliva
Tidak dapat berpartisipasi karena keadaan psikolois yang buruk (gaduh gelisah,agitasi,nutrisi buruk)
Memiliki riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelenjar saliva (seperti DM,HIV,gagal ginjal,tumor)
Mengkonsumsi alkohol dan NAPZA
34 3.4 Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar
sampel penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel numerik yakni
sebagai berikut:
Keterangan:
Zα = kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645 Zβ = kesalahan tipe II sebesar 20% = 0,842
(X1– X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 9
S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:
Sg = standar deviasi gabungan
S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
Hasil perhitungan:
(Sg)2 = [ 20,92 x (100 – 1) + 172 x (100 – 1)]
100 + 100 – 2
= 42344,19 + 28611
198
Sg = �362,905
Sg = 19
Setelah dimasukkan kedalam rumus:
N = 2 {(1,645 + 0,842) 19}2
{9}2
35
Dengan demikian, berdasarkan data penelitian Kotle dkk tahun 2012, minimal
besar sampel pada penelitian ini sebanyak 55 orang untuk setiap kelompok. Pada
penelitian ini terdapat 4 variabel yang mempengaruhi kadar protein total saliva
yang tidak dapat dikontrol dengan kriteria eksklusi, sehingga berdasarkan rule of ten yaitu jumlah variabel yang mempengaruhi kadar protein total saliva yang tidak dapat diekskusi dikalikan degan 10, dibutuhkan 40 sampel untuk setiap kelompok.
Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini adalah dengan
membandingkan antara jumlah besar sampel berdasarkan rumus besar sampel
penelitian analitik dan dengan rule of ten, lalu diambil angka sampel terbesar, sehingga pada penelitian ini besar sampel yang dubutuhkan adalah 55 sampel
untuk setiap kelompok.
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan antara lain saliva perokok dan
non-perokok; pengawet protein PSMF; reagen Bradford; protein standar BSA (Bovine
Serum Albumine) 2000 μg/mL; buffer atau pelarut PBS (Phosphate Buffered
Saline); dan aluminium foil.
Alat penelitian yang digunakan antara lain botol sampel; coolbox berisi es batu; centrifuge; microplate (96 plate well); alat vortex; alat spin down; plate
shaker; microplate reader; micro pippette dan tip; dan multichannel pipette.
3.6 Cara Kerja Penelitian
Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi
Mendapatkan informed consent dari subjek penelitian, pengisian kuisioner serta memberikan penjelasan kepada subjek mengenai prosedur pengambil
saliva
Pemeriksaan gigi dan mulut responden untuk mengetahui status DMFT
(decayed, missing, filled teeth) score, GI (gingival index), PI (plaque index), DI (debri index), CI (calculus index), dan OHIS (oral higie
36
Gambar 3.1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut Subjek
Pengambilan sampel saliva sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam botol sam pel. Saliva dikumpulkan antara pukul 09.00-11.00 pagi untuk meminimalis
ir efek sirkadian dan kurang-lebih 2jam setelah subjek makan dan mencuci
mulut. Sampel saliva langsung dimasukkan ke dalam coolbox berisi es.
Sampel di sentrifugasi pada 3000 rpm selama 5 menit.
Gambar 3.2. Sentrifugasi Sampel Saliva
Lalu bagian supernatannya diambil sebanyak 900 μl, ditambahkan PSMF 100 μl sebagai pengawet protein, dan disimpan dalam suhu -20oC hingga
waktu pengujian.
Gambar 3.3. Larutam PSMF
Melakukan uji kadar protein total menggunakan Bradford assay
37
(Bovine Serum Albumine) dalam pelarut PBS, dilakukan 6 kali pengen ceran menggunakan 7 tube dengan cara: mengisi tube kedua hingga
ketujuh.
- Lalu diambil 50 μl BSA dari tube pertama ke tube kedua, setelah itu
tube kedua di vortex. Lalu diambil 50 μl dari tube kedua ke tube ketiga
setelah itu tube ketiga di vortex dan di spin down. Begitu seterusnya hi
ngga tube ketujuh. Dihasilkan 7 tube larutan standar pada konsentrasi
2000 μg/ml, 1000 μg/ml, 500 μg/ml, 250 μg/ml, 125 μg/ml, 62.5 μg/m,
dan 31.25 μg/ml.
Gambar 3.4. Alat Vortex
- Memasukkan 10 μl larutan standar kaliberasi di atas ke dalam
microplate dari sumur pertama hingga ketujuh. Sumur kedelapan diisi dengan 10 μl PBS sebagai kontrol (pelarut).
- Memasukkan masin-masing 10 μl hasil sentrifugasi sampel saliva ke d
alam sumur microplate lainnya.
Gambar 3.5. Microplate
- Menambahkan 200 μl reagen Bradford ke dalam 10 μl larutan standar
38
selama 10 menit pada suhu ruangan.
Gambar 3.6. Reagent Bradford
- Dilihat perubahan warna yang terjadi dari coklat menjadi biru.
Gambar 3.7. Perubahan Warna Sampel Protein
- Diukur absorbansinya dalam microplate reader dengan panjang gelombang 595 nm.
Gambar 3.8. Microplate Reader
-Menentukan konsentrasi protein total dengan cara bradford assay sesuai protokol yang tertulis pada kemasan.
3.7 Managemen dan Analisis Data
Data hasil pengukuran kadar protein total pada saliva responden dan data
39
dalam komputer dan dianalisis menggunakan software SPSS v21. Data yang
diperoleh dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rerata dan standar deviasi.
Normalitas distribusi data di uji dengan Uji Shapiro Wilk karena jumlah sampel
kurang dari 50 untuk kelompok non-perokok sedangkan mengunakan uji
Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel lebih dari 50 untuk kelompok
perokok.
Uji hipotesis untuk membandingkan kadar protein total pada perokok
dengan non-perokok diuji dengan menggunakan uji unpaired t-test dan untuk data dengan distribusi data tidak normal diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney.
Dilihat nilai p value, nilai p<0.05 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan
kadar protein total pada saliva perokok dibandingkan dengan non-perokok.
3.8 Alur Penelitian
Pembuatan proposal penelitian
Ethical clearance dari komisi etik
Pemilihan subjek penelitian
Informed consent kepada subjek penelitian
Pengambilan sampel saliva dan pemeriksaan gigi dan
mulut
Sentrifugasi saliva dan pengambilan supernatan
Penentuan kadar protein total menggunakan Bradford assay
40 BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian perbedaaan kadar protein total saliva dengan dengan bradford
assay pada subjek perokok dan non-perokok yang dilakukan terhadap
masyarakat sekitar Ciputat, Tangerang Selatan dengan melibatkan 86 sampel
yang terdiri dari, 55 orang laki-laki perokok dan 31orang laki-laki non
perokok.
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik dari 86 subjek penelitian ini meliputi usia, pendidikan, dan
IMT seperti terlihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian (n=86)
Karakteristik
Perokok Non Perokok
41
Hasil tabel 4.1 diatas menunjukkan jumlah perokok terbanyak pada
kelompok usia 45-55 tahun yaitu sebesar 28 (50,9%) subjek sedangkan jumlah
non-perokok terbanyak pada kelompok usia 35-44 tahun dan 45-55 tahun yaitu
sebesar 10 (32,3%) subjek. Hasil perhitungan statistik didapatkan sebaran usia
subjek non-perokok pada penelitian ini tidak normal sehingga digunakan nilai
median dan nilai minimum-maksimum dengan rerata usia subjek perokok adalah
43,44 tahun, sedangkan rerata usia subjek non-perokok adalah 37,42 tahun.
Berdasarkan status pendidikan, jumlah perokok terbanyak sebesar 30 (54,5%)
subjek pada tingkat lulusan pendidikan SMA, sedangkan jumlah non-perokok
terbanyak sebesar 18 (58,1%) subjek pada tingkat lulusan pendidikan SMA.
Sedangkan jika diamati dari data Indeks Masa Tubuh (IMT) jumlah perokok
dengan IMT obesitas II (>30) sebanyak 15 (27,3%) subjek, sedangkan jumlah
non-perokok dengan IMT obesitas I (25-29,9) sebanyak 12 (38,7%) subjek.
Tabel 4.2 Data Pelengkap Karakteristik Subjek
Jumlah (n) Presentase (%)
Hasil tabel 4.2 menunjukkan berdasarkan jumlah rokok pada kelompok
perokok perhari nya terbanyak mengkonsumsi sekitar 11-20 batang rokok dengan
jumlah 27 (47,4%) subjek. Sedangkan lama nya merokok pada kelompok perokok
terbanyak lebih dari 10 tahun merokok dengan jumlah 45 (78,9%) subjek.