• Tidak ada hasil yang ditemukan

perlindungan Konsumen Terhadap Jual Beli Mobil Bekas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999mengenai Perlindungan Konsumen (Showroom Mobil 78)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "perlindungan Konsumen Terhadap Jual Beli Mobil Bekas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999mengenai Perlindungan Konsumen (Showroom Mobil 78)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RUDY PRANATA SIAHAAN 100200389

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JUAL BELI MOBIL BEKAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN (SHOWROOM MOBIL 78)

Oleh

RUDY PRANATA SIAHAAN 100200389

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001

M. Hayat, SH Muhammad Siddik, SH., M.Hum

NIP. 195008081980021002. NIP. 195412101986011001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

atau bisnis bagi pelaku usaha dengan membuka showroom atau sebagai dealer mobil, termasuk pada perusahaan Showroom Mobil 78 yang menawarkan kepemilikian melalui showroomnya yang memberikan kemudahan untuk mendapatkan atau membeli mobil bekas.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan perjanjian jual beli mobil Bekas di Showroom 78 Medan. Kedudukan konsumen dalam perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan. Perlindungan Konsumen terhadap Kendaran Bekas. Penyelesaian perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan jika terjadi debitur wanprestasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu dengan melakukan penelitian secara timbal balik antara hukum dan lembaga, untuk menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku serta dititik beratkan pada langkah-langkah pengamatan dan analisisnya yang bersifat empiris.

Pelaksanaan perjanjian jual beli mobil Bekas di Showroom 78 Medan, Penyebarluasan informasi merupakan kegiatan untuk memasarkan produk kepada calon konsumen. Penawaran kepada konsumen, dilakukan apabila antara Showroom jual beli yang akan di laksanakan, namun beberapa hal yang sering di bicarakan sebelum transaksi. Transaksi jual-beli dan Pelayanan purna transaksi Kedudukan konsumen dalam perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan. Kedudukan konsumen dalam UUPK berada pada pihak yang diuntungkan karena pelaku usaha lebih bergantung kepada konsumen. Bisa dibayangkan kalau praktek monopoli dan hal-hal lain yang dilarang dalam undang-undang ini terjadi, bagaimana pengaruhnya terhadap harga, ketersediaan barang, kualitas barang, dan pilihan barang. Bentuk perlindungan yang di berikan oleh Showroom dalam transaksi jual-beli mobil bekas adalah: Memberikan keterangan terkait mobil bekas secara jelas dan lengkap. Memberikan keterangan terhadap produk yang di tawarkan menggunakan istilah/ frasa dan kalimat yang di mengerti oleh konsumen. Menjamin mutu barang atau jasa yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang tertentu serta memberikan jaminan atau garansi barang yang diperdagangkan. Memberi kompensasi ganti rugi apabila mobil bekas yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian. Penyelesaian perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan jika terjadi debitur wanprestasi Penyelesaian masalah apabila terjadi kredit bermasalah di perusahaan pembiayaan ditempuh dengan dua cara yaitu dengan jalur litigasi dan non-litigasi. Jalur non-litigasi, penyelesaian kredit bermasalah ditempuh di luar jalur hukum seperti negosiasi, mediasi, konsultasi, penilaian/meminta pendapat ahli,evaluasi netral dini (early neutral evaluation)

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Jual Beli, Mobil Bekas * Mahasiswa Fakultas Hukum

(4)

rahmad dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalahPERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JUAL BELI MOBIL BEKAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1999MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN (SHOWROOM MOBIL

78)

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kapada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

Keperdataan.

6. Bapak M. Hayat, SH., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Muhammad Siddik, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayah Kompol. Usman Siahaan, S.H dan Ibunda Minarni br. Purba yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

10.Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua Abang saya Brigadir. Bobby Alberto Siahaan, S.H dan Natanael Siahaan, S.pd terhadap Dukungan yang tidak henti-hentinya dalam menyelesaikan Skripsi ini.

11.Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terkasih Rachel Agatha Cristy Hutabarat yang sudah memberikan dukungan dari segala aspek sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

(6)

Giovanni Perangin-angin dan yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukung dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini. 15.Buat Adinda-Adinda 012, Leonardo Purba, Ray Hogan Tampubolon, M.

Fathur, Deardo Munthe dan yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukung dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

16.Terima Kasih buat seluruh kawan-kawan yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu yang selalu motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, April 2015 Penulis,

(7)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permususan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

F. Metode Penelitian ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ... ... 12

A. Pengertian Perlindungan Konsumen ... ... 12

B. Pihak-Pihak Yang Terkait dalam Perlindungan Konsumen.. ... 14

C. Hak dan Kewajiban Konsumen ... ... 20

D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... ... 29

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL BEKAS ... ... 31

A. Pengertian Perjanjian serta asas-asas perjanjian ... ... 31

B. Syarat Sahnya Perjanjian ... ... 37

(8)

NOMOR 8 TAHUN 1999 MENGENAI PERLINDUNGAN

KONSUMEN ... 50

A. Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Mobil Bekas di Showroom 78 Medan ... 50

B. Kedudukan Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Mobil Bekas di Showroom 78 Medan ... 57

C. Perlindungan Konsumen terhadap Kendaran Bekas ... 59

D. Penyelesaian ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

(9)

atau bisnis bagi pelaku usaha dengan membuka showroom atau sebagai dealer mobil, termasuk pada perusahaan Showroom Mobil 78 yang menawarkan kepemilikian melalui showroomnya yang memberikan kemudahan untuk mendapatkan atau membeli mobil bekas.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan perjanjian jual beli mobil Bekas di Showroom 78 Medan. Kedudukan konsumen dalam perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan. Perlindungan Konsumen terhadap Kendaran Bekas. Penyelesaian perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan jika terjadi debitur wanprestasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu dengan melakukan penelitian secara timbal balik antara hukum dan lembaga, untuk menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku serta dititik beratkan pada langkah-langkah pengamatan dan analisisnya yang bersifat empiris.

Pelaksanaan perjanjian jual beli mobil Bekas di Showroom 78 Medan, Penyebarluasan informasi merupakan kegiatan untuk memasarkan produk kepada calon konsumen. Penawaran kepada konsumen, dilakukan apabila antara Showroom jual beli yang akan di laksanakan, namun beberapa hal yang sering di bicarakan sebelum transaksi. Transaksi jual-beli dan Pelayanan purna transaksi Kedudukan konsumen dalam perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan. Kedudukan konsumen dalam UUPK berada pada pihak yang diuntungkan karena pelaku usaha lebih bergantung kepada konsumen. Bisa dibayangkan kalau praktek monopoli dan hal-hal lain yang dilarang dalam undang-undang ini terjadi, bagaimana pengaruhnya terhadap harga, ketersediaan barang, kualitas barang, dan pilihan barang. Bentuk perlindungan yang di berikan oleh Showroom dalam transaksi jual-beli mobil bekas adalah: Memberikan keterangan terkait mobil bekas secara jelas dan lengkap. Memberikan keterangan terhadap produk yang di tawarkan menggunakan istilah/ frasa dan kalimat yang di mengerti oleh konsumen. Menjamin mutu barang atau jasa yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang tertentu serta memberikan jaminan atau garansi barang yang diperdagangkan. Memberi kompensasi ganti rugi apabila mobil bekas yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian. Penyelesaian perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan jika terjadi debitur wanprestasi Penyelesaian masalah apabila terjadi kredit bermasalah di perusahaan pembiayaan ditempuh dengan dua cara yaitu dengan jalur litigasi dan non-litigasi. Jalur non-litigasi, penyelesaian kredit bermasalah ditempuh di luar jalur hukum seperti negosiasi, mediasi, konsultasi, penilaian/meminta pendapat ahli,evaluasi netral dini (early neutral evaluation)

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Jual Beli, Mobil Bekas * Mahasiswa Fakultas Hukum

(10)

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan di Indonesia semakin lama semakin maju dan menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan kendaraan sebagai alat transportasi untuk mempermudah manusia dalam melakukan aktivitasnya. Salah satu transportasi yang banyak diminati oleh masyarakat adalah mobil.

Umumnya mobil baru menjadi idaman setiap orang, tetapi persoalannya tidak semua dari kita dengan berbagai alasan mampu untuk membelinya. Namun, hal itu bisa saja disiasati dengan membeli mobil secara cicilan lewat kredit bank atau perusahaan leasing. Akan tetapi, cara itu harus dilakukan secara hati-hati karena bisa-bisa selama bertahun-tahun terjerat oleh suku bunga pinjaman.1

Salah satu kebutuhan yang juga penting bagi masyarakat saat ini adalah kebutuhan akan sebuah sarana transportasi. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air.2

1

http://www.mobilbekas2009.wordpress.com/.../bursa-mobil-bekas/-. (diakses tanggal 1 April 2015)

2

(11)

Membeli dan memiliki mobil bekas mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah harga mobil bekas bisa bersaing dan terkadang jauh relatif lebih murah, bahkan seperti hal nya kita membeli mobil baru yaitu kitajuga mendapat bonus misalnya souvenir dari dealer. Sedangkan kekurangannya adalah kondisi mesin dan mekanik kendaraan yang tidak terinformasikan atau si penjual memang tidak menginformasikan kepada pihak pembeli yang bisa saja karena factor kesengajaan atau memang si penjual tidak mengetahui hal tersebut.

Bisnis mobil cukup berkembang pesat karena sangat menguntungkan, meskipun dalam pelaksanaanya membutuhkan waktu yang cukup lama, hal ini disebabkan jumlah pembeli mobil tidak sebanyak pembeli motor atau kendaraan roda dua. Namun pada prinsipnya bisnis jual beli mobil tidak akan jauh berbeda dengan kegiatan bisnis lain yang membutuhkan kesabaran, modal dan mental. Demikian juga keberadaan modalnya yang ekstra besar, justru inilah kekuatan dari bisnis ini, artinya bisnis ini tidak akan dilirik oleh semua orang, hanya orang-orang tertentu yang mempunyai modal, berbeda halnya dengan bisnis jual beli motor, yang hampir semua orang tau dan mampu, sehingga persaingan bisnis jual beli mobil dapat dikatakan relatif sedikit dan hanya untuk orang-orang tertentu yang mengetahui tentang mobil dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan komponen atau suku cadangnya.

(12)

pada umumnya dan industri pada khususnya. Pihak produsen melihat perkembangan perekonomian masyarakat sebagai peluang untuk memasarkan mobil, sementara konsumen membutuhkan mobil untuk mendukung kecepatan dalam mobilitasnya. 3

Menurut Abdulkadir Muhammad,

Kebutuhan kendaraan bermotor seperti mobil tersebut, menjadi peluang usaha atau bisnis bagi pelaku usaha dengan membuka showroom atau sebagai dealer mobil, termasuk pada perusahaan Showroom Mobil 78 yang menawarkan kepemilikian melalui showroomnya yang memberikan kemudahan untuk mendapatkan atau membeli mobil bekas, baik dengan cara kredit maupun kontan, bahkan kerjasama dengan perusahaan pembiayaan konsumen yang kesulitan memiliki mobil secara kontan atau pembelian langsung dalam arti menawarkan juga secara kredit. Hal ini berarti, calon pembeli dapat melakukan pembelian langsung kepada showroom mobil dengan kontan atau dengan kredit langsung maupun dengan melibatkan lembaga pembiayaan dengan mengadakan perjanjian.

4

3

Zemanta, portalinvestasi.com/contoh surat perjanjian-jual beli-mobil/.html, (diakses tanggal 1 April 2015

4

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986 hal. 93

(13)

pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang atau adanya jual beli atas barang.

Dalam kehidupan sehari-hari hampir setiap orang sering melakukan perbuatan jual beli untuk memenuhi kebutuhan hidup karena manusia mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam, tetapi tanpa disadarinya jual beli yang dilakukan ini merupakan suatu perbuatan hukum. Walaupun dalam melaksanakannya kadang-kadang tidak mengindahkan peraturan-peraturan yang berlaku. Misalnya ada jual beli yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa, sedangkan menurut ketentuan yang berlaku bahwa perjanjian, khususnya jual beli harus dilakukan oleh orang yang telah dewasa, sesuai dengan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian pada Pasal 1320Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) yaitu kecakapan dalam hukum artinya jual beli yang dilakukan oleh seseorang yang belum dewasa dengan seseorang yang sudah dewasa maka jual beli ini sah selama tidak ada gugatan, tapi jika terdapat gugatan dari salah satu pihak, maka jual beli itu dapat dibatalkan.

(14)

satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dengan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Dari pengertian tersebut bahwa jual beli merupakan perjanjian timbal balik yang mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

Barang yang menjadi objek perjanjian jual beli harus cukup tertentu setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ini objek akan diserahkan hak miliknya kepada sipembeli, dengan demikian adalah sah menurut hukum. Maka dapat dikatakan, bahwa unsur-unsur dari jual beli adalah adanya subjek hukum yaitu pembeli dan penjual, adanya kesepakatan harus jelas dan adanya hak dan kewajiban yang timbul antara subjek hukum (penjual dan pembeli) seperti halnya jual beli mobil pada Showroom Mobil 78

Berdasarkan latar belakang diatas saya merasa tertarik memilih judul Perlindungan Konsumen Terhadap Jual Beli Mobil Bekas Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Mengenai Perlindungan Konsumen

(Showroom Mobil 78)

B. Perumusan Permasalahan

(15)

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian jual beli mobil Bekas di Showroom 78 Medan?

2. Bagaimana kedudukan konsumen dalam perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan?

3. Bagaimana Perlindungan Konsumen terhadap Kendaran Bekas?

4. Bagaimana Penyelesaian perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan jika terjadi debitur wanprestasi?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka tujuan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian jual beli mobil Bekas di Showroom 78 Medan

2. Untuk mengetahui kedudukan konsumen dalam perjanjian jual beli mobil bekas di Showroom 78 Medan

3. Untuk mengetahui Perlindungan Konsumen terhadap Kendaran Bekas 4. Untuk mengetahui Penyelesaian perjanjian jual beli mobil bekas di

Showroom 78 Medan jika terjadi debitur wanprestasi

D. Manfaat Penulisan

1. Secara teoritis

(16)

2. Secara praktis

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca/masyarakat serta dapat membantu memecahkan masalah yang mungkin sedang dihadapi oleh pembaca terutama menyangkut masalah dalam jual beli mobil bekas.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai Perlindungan Konsumen Terhadap Jual Beli Mobil Bekas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Mengenai Perlindungan Konsumen (SHOWROOM MOBIL 78).

(17)

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu dengan melakukan penelitian secara timbal balik antara hukum dan lembaga, untuk menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku serta dititik beratkan pada langkah-langkah pengamatan dan analisisnya yang bersifat empiris, yang dilakukan dalam menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat.5

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang menyangkut permasalahan di atas.6

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan cara melakukan penelitian langsung di lapangan, melalui :Wawancara yang dilakukan langsung kepada para pegawai di PT. Showroom Mobil 78.

b. Data Sekunder

Dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan pokok masalah yang akan diteliti. Bahan-bahan tersebut terdiri atas bahan

5

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta: Cetakan kelima,1994, hal 34.

6

(18)

kepustakaan dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perjanjian jual beli mobil.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian penulis mengunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:7

1) Data primer yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat dan diperoleh dengan cara:

a. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung pada obyek yang diteliti.

b. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan cara tanya jawab antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu.

2) Data sekunder, yaitu data yang secara tidak langsung diperoleh dari sumbernya dengan cara :

a. Library Research (Kepustakaan) yaitu dengan membaca buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan hukum perjanjian, artikel termasuk juga bahan kuliah.

b. Dokumentasi Penelitian yaitu data yang diperoleh langsung dari PT. SHOWROOM MOBIL 78

7

(19)

5. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini mengunakan data kualitatif, metode kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang ditelitinya.8

Ronny Hanitijo Sumitro mengemukakan analisis kualitatif sebagai berikut : ”Data yang diperoleh, disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dimaksud.”

Metode analisis data sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisis normatif kualitatif, normatif adalah penelitian ini bertolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif.

9

G. Sistematika Penulisan

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu menggunakan argumentasi yang bersifat linguistik non statistik, untuk kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang ada.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai latar belakang, permassalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan

8

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 2007, hal. 21

9

(20)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Bab ini berisikan pengertian perlindungan konsumen, pihak-pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen hak dan kewajiban pelaku usaha

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL BEKAS

Bab ini berisikan pengertian perjanjian serta azas-azas perjanjian, syahnya perjanjian, pengertian perjanjian jual beli mobil bekas serta proses perjanjian jual beli dan hak-hak konsumen atas jual beli mobil bekas

BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JUAL BELI MOBIL BEKAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN Bab ini berisikan Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Mobil Bekas di Showroom 78 Medan, Kedudukan Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Mobil Bekas di Showroom 78 Medan dan Perlindungan Konsumen terhadap Kendaran Bekas serta Penyelesaian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(21)

E. Pengertian Perlindungan Konsumen

Pengertian perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen/UUPK),

yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.10

Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dalam menumbuhkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.11

Tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu:

10

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hal. 1

11

(22)

1. Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang dan/atau jasa kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya (Pasal 3 huruf c);

2. Menciptakan sistem perlindungan konsumenyang memuat unsur-unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi itu (Pasal 3 huruf d);

3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab (Pasal 3 huruf e).12

Pada hakikatnya, perlindungan konsumen menyiratkan keberpihakan kepada kepentingan-kepentingan (hukum) konsumen. Adapun kepentingan konsumen menurut Resolusi perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 39/284 tentang

Guidelines for Consumer Protection, sebagai berikut:

1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya;

2. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen;

3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuanmereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi

4. Pendidikan konsumen;

5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;

6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan pada organisasi tersebut untuk

12

(23)

menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka

F. Pihak-Pihak Yang Terkait dalam Perlindungan Konsumen

Konsumen sebagai salah satu unsur kegiatan ekonomi yang vital tentu harus dilindungi dengan berbagai macam jenis perlindungan guna memperlancar proses perekonomian serta terjadinya kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang dikonsumsi. Karena pentingnya keselamatan konsumen, maka dibuatlah berbagai macam undang-undang untuk melindungi konsumen dari berbagai macam kecurangan dalam produk atau jasa serta untuk menjaga dan meyakini bahwa barang atau jasa aman untuk digunakan serta yang tak kalah penting yaitu untuk memuaskan kebutuhan konsumen.13

Pihak-pihak terkait dalam perlindungan konsumen yaitu produsen, pemerintah dan konsumen sendiri harus saling mematuhi peraturan yang berlaku sehingga terdapat kenyamanan dari para pelaku ekonomi itu sendiri. Dalam Pasal 2 UU No.8/1999 berisi tentang asas perlindungan konsumen dimana dalam pasal tersebut menyatakan bahwa “Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”. Oleh karena itu, dalam perlindungan konsumen, seharusnya setiap aspek baik produsen maupun pasar serta peran pemerintah sangat diperlukan dan selalu mengacu kepada asas tersebut.

13

(24)

1. Pelaku Usaha

Pelaku usaha menurut Pasal 1 UUPK adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yangdidirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjianmenyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku usaha

disini dikatakan sebagai pihak yang membuat barang, yang menggunakan jasapelaku usaha periklanan untuk mempromosikan barang melalui media periklanan.

Pelaku usaha meminta pelaku usaha periklanan untuk membuat iklan daribarang yang dibuatnya sehingga konsumen tertarik untuk membeli barang tersebut.Pelaku usaha yang beritikad baik, akan memberikan informasi yang selengkap-lengkapnyakepada pelaku usaha periklanan sehingga pelaku usaha periklanantidak memberikan informasi yang menyesatkan dan merugikan konsumen.

(25)

kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

Oleh sebab itu, yang bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh badan hukum adalah direksi, sebagai organ perseroan. Kewenangan direksi dalam mewakili perseroan dimuat dalam anggaran dasar perseroan tersebut. Seperti misalnya, apabila terdapat tuntutan terhadap pelakuusaha yang memproduksi suatu barang, akibat dari iklan yang ditayangkan tidak sesuai dengan kenyataannya, maka tuntutan tersebut menjadi tanggung jawab direksi perseroan. Sehingga sebaiknya pelaku usaha memberikan informasi yang sejujur-jujurnya mengenai kenyataan dari barang / produk tersebut.

Kewajiban dan hak merupakan anatomi dalam hukum, kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 7 UUPK:

“Kewajiban pelaku usaha adalah:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

(26)

e. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian”.

2. Konsumen

Kata konsumen merupakan istilah yang biasa digunakan masyarakat untuk orang yang mengonsumsi atau memanfaatkan suatu barang atau jasa.Selain itu sebagian orang juga memberi batasan pengertian konsumen yaitu orang yang memiliki hubungan langsung antara penjual dan pembeli yang kemudian disebut konsumen.

Secara harfiah konsumen adalah orang yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan; pemakai atau pembutuh.Adapaun istilah konsumen berasal dari bahasa inggris yaitu “consumer”, atau dalam bahasa Belanda yaitu “

consument”.14

14

(27)

Menurut Az.Nasution perlu adanya pembedaan dari konsumen itu sehingga memberikan beberapa batasan tentang konsumen, yaitu:15

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen-antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain untuk di perdagangkan (tujuan komersial).

c. Konsumen-akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan (non-komersial)16

Akan tetapi, pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 angka 2 disebutkan konsumen adalah “Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”

Definisi konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen lebih luas jika dibandingkan dengan definisi konsumen yang diajukan pada tahap perancangan undang-undang tersebut. Hal ini disebabkan karena dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang bukan manusia (hewan maupun tumbuhan).17

15

Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta : Diadit Media, 2007, hal 29

16

Ibid 17

(28)

Berdasarkan definisi konsumen yang terdapat di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, terdapat beberapa unsur-unsur, yaitu: 18

a. Setiap orang, subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa.

b. Pemakai, menekankan bahwa yang dimaksud adalah konsumen akhir. Istilah ini juga menunjukkan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil jual beli atau dengan kata lain hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual.

c. Barang dan/atau jasayang di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan yang dapat untuk diperdagangkanatau dimanfaatkan oleh konsumen sedangkan jasa diartikan setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

d. Yang tersedia dalam masyarakat, berarti bahwa barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat harus sudah tersedia di pasaran.

e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain. Diartikan untuk memperluas pengertian dan pelindungan kepentingan. Sehingga tidak saja bagi diri sendiri dan keluarga, tetapi juga orang lain di luar keluarga dan makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.

18

(29)

f. Barang dan/atau jasa tidak untuk diperdagangkan, dimana kondisi ini mempertegas bahwa konsumen dalam undang-undang perlindungan konsumen adalah konsumen akhir.

3. Pemerintah

G. Hak dan Kewajiban Konsumen

Indonesia melalui UUPK menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut: a. Hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi

barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dan mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakannya.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

(30)

h. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.19

Selain hak-hak konsumen tersebut, UUPK juga mengatur hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal-pasal berikutnya, yakni tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak sesungguhnya merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha dapat di lihat dan sebagai (merupakan bagian dari) hak konsumen. Kewajiban pelaku usaha antara lain :20 a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standarmutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.

19

Hak atas Lingkungan Hidup yang bak dan sehat. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

20

(31)

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai denga perjanjian.

Selain hak-hak yang telah disebutkan tersebut, ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini berangkat dari pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur, yang dalam hukum di kenal dengan terminologi “persaingan curang” (unfair competition) atau “persaingan usaha tidak sehat”21

Selain memperoleh hak-hak tersebut, konsumen juga memiliki kewajiban untuk :22

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Secara bersamaan, pelaku usaha juga memiliki hak-hak yang harus dilindungi. Hak-hak pelaku usaha ini juga merupakan bagian dari kewajiban konsumen, yaitu :23

21

NIngrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003, hal 20

22

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

23

(32)

a. Hak untuk menerima pembayaran yang seseuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak di akibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dengan lainnya .

Dalam UUPK menetapkan larangan-larangan bagi pelaku usaha yang berujung pada kerugian konsumen. Pelanggaran terhadap laranga-larangan tersebut merupakan tindakan pidana. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/ atau meperdagangkan barang dan/atau jasa yang :24

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.

24

(33)

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan paling baik atas barang tersebut.

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(34)

barang dimaksud.25 Pelaku usaha juga dilarang untuk memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.26 Maka, bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut, dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut wajib menariknya dari peredaran.27

Pelaku usaha dilarang untuk memperdagangkan, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :28

a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertertentu, karateristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.

b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru.

c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu.

d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.

e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia.

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.

g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.

25

Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

26

Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

27

Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

28

(35)

h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.

i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain. j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak

mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap. k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai :29

a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa. b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa

c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa.

d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan. e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan :30

a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu.

b. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.

c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain.

29

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

30

(36)

d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain.

e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain.

f. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.31

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.32 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.33

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :34

31

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

32

Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

33

Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

34

(37)

a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan. b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.

c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan

d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.35 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk :36

a. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan.

b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :37

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa.

b. Mengelabui jaminan /garansi terhadap barang dan/atau jasa.

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa.

d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa. e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang

atau persetujuan yang bersangkutan.

35

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

36

Pasal 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

37

(38)

f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

H. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha 1. Hak Pelaku Usaha

Pasal 6 UU Nomor 8 tahun 1999 mengatur Hak pelaku usaha, yaitu:38

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad buruk.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undanganlainnya

2. Kewajiban Pelaku Usaha

38

(39)

Pasal 7 UU Nomor 8 tahun 1999 mengaturkewajiban pelaku usaha, yaitu : a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasiyang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif39

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau yang diperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau jasa penggantian apabila barang dan/jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

39

(40)

E. Pengertian Perjanjian serta Asas-Asas Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Pasal 1313 KUHPerdata mengatur bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang danya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan pengertian ini sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak lain.40

MenurutSubekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.Dalam bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.41

Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya

40

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW), Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011, hal. 63

41

(41)

sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.42

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Maksudnya, kedua pihak tersebut sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati dan dilaksanakan. Kesepakatan tersebut adalah untuk menimbulkan akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga apabila kesepakatan itu dilanggar maka akan ada akibat hukumnya atau sanksi bagi si pelanggar.43

2. Asas-Asas Perjanjian

Asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai perundang-undangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat yang sentral dalam hukum positif.44

Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang tindih diantara semua norma hukum yang ada. Asas hukum juga menjadi titik tolak pembangunan sistem hukum dan menciptakan kepastian hukum yang

42

Ibid

43

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberti, 1986, hal. 97-98.

44

(42)

diberlakukan dalam masyarakat. Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antaralain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).45

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian;

Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud yaitu:

a. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; 4) Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.46 b. Asas konsensualisme (concensualism)

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata penyebutnya tugas sedangkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata ditemukan dalam istilah "semua". Kata-kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk menciptakan

45

S. Imran, Asas-Asas Dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis Pada HukumPerjanjian (Artikel Hukum Perdata: www.legalitas.org, 2007), diakses tanggal 1 Mei 2014

46

(43)

perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.47

Indonesia merupakan negara hukum dimana negara hukum bertujuan untuk menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam Perjanjian yang telah terbentuk dengan tercapainya kata sepakat

(consensus) di antara para pihak. Perjanjian ini tidak memerlukan

formalitas lain lagi sehingga dikatakan juga perjanjian ini sebagai perjanjian bebas bentuk. Jika perjanjian ini dituangkan dalam bentuk tertulis, maka tulisan itu hanya merupakan alat bukti saja dan bukan syarat untuk terjadinya perjanjian. Perjanjian tersebut dinamakan perjanjian konsensuil.

Ada kalanya menetapkan perjanjian itu harus diadakan secara tertulis atau dengan akta notaris, akan tetapi hal ini ada pengecualiannya yaitu undang-undang menetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian karena adanya ancaman batal apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata, seperti perjanjian hibah harus dengan akta notaris, perjanjian perdamaian harus secara tertulis. Perjanjian yang ditetapkan dengan suatu formalitas tertentu tersebut dengan perjanjian formil.

c. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)

47

(44)

hubungan antar manusia, yaitu menjamin prediktabilitas, dan juga bertujuan untuk mencegah bahwa hak yang terkuat yang berlaku.

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt

servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.

Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

Abdullah Choliq, Implementasi asas kepastian hukum ini menuntut dipenuhinya hal-hal sebagai berikut :

1) Syarat legalitas dan konstitusionalitas, tindakan pemerintah dan pejabatnya bertumpu pada perundang-undangan dalam kerangka konstitusi.

2) Syarat undang-undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan.

3) Syarat perundang-undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah diundangkan dan tidak berlaku surut (Non Retroaktif).

4) Asas peradilan bebas terjaminnya obyektifitas, imparsialitas, adil dan manusiawi.48

48

(45)

d. Asas itikad baik (good faith)

Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). Iktikad baik ada dua yaitu:

1) Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. 2) Bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. 49

Asas itikad baik terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang dinyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku bagi debitur maupun bagi kreditur.

Dalam hukum benda, itikad baik, artinya kejujuran atau bersih. Seorang pembeli beritikad baik adalah orang jujur, orang bersih. Ia tidak mengetahui tentang adanya cacat-cacat yang melekat pada barang yang dibelinya, dalam arti cacat mengenai asal-usulnya. Sedangkan pengertian itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan perjanjian harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.

Ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata juga memberikan kekuasaan pada hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan

e. Asas kepribadian (personality)

Merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan

49

(46)

perseorangan saja. Hal ini dapat diketahui dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata dinyatakan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan diri sendiri. Lebih lanjut Pasal 1340 KUHPerdata dinyatakan bahwa perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya, namun ketentuan ini ada pengecualian sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang dinyatakan bahwa dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini menginstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat ditentukan

F. Syarat Syahnya Perjanjian

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:50 a. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak

sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah,

50

(47)

mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;51

b. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;

c. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;

e. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada;

f. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian

51

(48)

dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Agar suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mempunyai arti bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa adanya paksaan, kekeliruan, danpenipuan.52

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum. Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah. 53

3) Suatu hal tertentu

Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya.

52

Ridhuan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 214.

53

(49)

Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.54

4) Suatu sebab yang halal

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata dinyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

Syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah adanya suatu sebab yang halal. Undang

-undang tidak memberikan pengertian tentang sebab (bahasa Belanda oorzaak, bahasa Latin causa). Pengertian causa bukan sebab yang mendorong para pihak mengadakan perjanjian, karena apa yang menjadi motif dari seseorang untuk mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian hukum. Menurut yurisprudensi yang ditafsirkan dengan causa adalah isi atau maksud dari perjanjian. Melalui syarat causa, di alam praktek maka ia merupakan upaya untuk menempatkan perjanjian di bawah pengawasan Hakim.55

54

Subekti, Op.cit, hal 19.

55

(50)

G. Pengertian Perjanjian Jual Beli Mobil Bekas serta Proses Perjanjian

Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli Mobil Bekas

Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-1540 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang / benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.

Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 diatas, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu :

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.56

Perjanjian jual beli adalah Suatu Perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.57 Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.58

56

M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni,1986, hal. 181

57

Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2003, hal.49

58

Ibid

(51)

H. Hak-Hak Konsumen atas Jual Beli Mobil Bekas

Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang merupakan hak konsumen adalah :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8. Hak untuk memperoleh konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Memperhatikan hak-hak yang disebut di atas, maka secara keseluruhan pada dasarnya ada 10 macam hak konsumen, yaitu :9

9

(52)

a. Hak atas keamanan dan keselamatan

Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk.

b. Hak untuk memperoleh informasi

Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan/sesuai kebutuhan serta terhindar dari kerugian kesalahan dalam penggunaan produk. Hak untuk memperoleh informasi, diantaranya manfaat produk, efek samping, tanggal kadaluarsa dan identitas produsen yang dapat disampaikan secara lisan dan/atau tulisan. c. Hak untuk memilih

Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada tekanan dari pihak luar.

(53)

d. Hak untuk didengar

Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk. Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan, maupun secara kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu, misalnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup.

Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk menpertahankan hidupnya (secara layak). Hak-hak ini terutama yang berupa hak atas pangan, sandang, papan serta lainnya yang berupa hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.

f. Hak untuk memperoleh ganti kerugian.

(54)

maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen.

g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen.

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen menperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat lebih kritis dan teliti dalam memilih produk yang dibutuhkan.

h. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap konsumen dan lingkungan.

i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikan. Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya. j. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.

(55)

Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting, agar orang (konsumen) bisa bertindak sebagai konsumen yang mandiri. Tujuannya jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, konsumen tersebut dapat langsung menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Selain daripada hak-hak tersebut konsumen mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Mengenai kewajiban konsumen ini diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang terdiri dari :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ataujasa.

c. Membayar dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti uapaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

(56)

Selain konsumen para pelaku usaha juga memiliki beberapa hak serta kewajiban. Menurut Pasal 6 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), hak pelaku usaha adalah :

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasai nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

(57)

berusaha dan untuk menciptakan pola hubungan yang seimbang antara pelaku usaha dan konsumen.

Sementara itu mengenai kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang terdiri dari :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atau barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

(58)

Referensi

Dokumen terkait

Pentingnya hukum perlindungan konsumen tentang tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan konsumen yang menganut prinsip-prinsip hukum salah satunya tanggung jawab

Hasil penelitian bahwa proses kegiatan jual beli sepeda motor bekas melalui perjanjian jual beli yang dilaksanakan oleh showroom motor di Palangka Raya ada tidak

Tujuan penelitian ini adalah 1) Mendeskripsikan praktik makelar dalam jual beli mobil bekas di Showroom Wied Dalung Motor. 2) Mendeskripsikan pelaksanaan akad jual beli

TESIS PENGATURAN HAK KONSUMEN AMALIA SARTIKA N belah pihak baik dari Developer Perumahan dengan Konsumen yang berminat dengan. perumahan yang ditawarkan berdasarkan

Berdasarkan analisis dan pembahasan berkenaan dengan perlindungan konsumen dari kemungkinan timbulnya kerugian karena penggunaannya, maka hukum perlindungan konsumen

Telah disebutkan dalam pasal 8 Undang-undang perlindungan konsumen tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, diantaranya yaitu pelaku usaha dilarang menjual

Karena hal tersebut, adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap para konsumen yang merasa dirugikan hak-haknya oleh para pelaku usaha.1

Kepastian Hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen adalah hal yang sangat penting sebagaimana yang diatur dalam perundang - undangan dengan tujuan agar perlindungan konsumen