• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perwilayahan Komoditas Kubis/Kol Di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Perwilayahan Komoditas Kubis/Kol Di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERWILAYAHAN KOMODITAS KUBIS/KOL

DI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

RICKY HENDRA SIAGIAN 080304088

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PERWILAYAHAN KOMODITAS KUBIS/KOL

DI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

RICKY HENDRA SIAGIAN 080304088

AGRIBISNIS

Diajukan Kepada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing, Anggota Komisi Pembimbing,

( DR. Ir. Salmiah,MS )

NIP 1957021719860320001 NIP 1970082720081220001

(Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

RICKY HENDRA SIAGIAN (080304088) dengan judul penelitian

ANALISIS PERWILAYAHAN KOMODITAS KUBIS/KOL DI KABUPATEN KARO. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM. DBA.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor kegiatan produksi dari kubis/kol yang menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi daerah basis, lokalita dan spesialisasi suatu wilayah.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling (sampling dengan maksud tertentu), karena kabupaten karo merupakan salah satu daerah penghasil kubis terbesar di Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan metode analisis Location Quotient, metode koefisien lokalita dan metode analisis koefisien pesialisasi.

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa ada enam kecamatan yang rata-rata LQ lebih besar dari satu dalam lima tahun terakhir yaitu Barusjahe, Tigapanah, Kabanjahe, Simpang Empat, Dolat Rakyat dan Naman Teran. Hasil analisis lokalita menunjukan bahwa tidak terjadi pengumpulan pusat produksi dari komoditas kubis/kol, komoditas tersebut cenderung menyebar di banyak wilayah (kecamatan), hal ini karena nilai koefisien lokalita masing-masing kecamatan selama lima tahun bahwa tidak ada satupun wilayah di Kabupaten Karo berkoefisien sama dengan satu, bahkan nilai koefisien cenderung dibawah nol (-0). Hasil analisis spesialisasi komoditas kubis/kol menunjukan bahwa tidak adanya kegiatan berspesialisasi produksi dari komoditas kubis/kol, hal ini dilihat dari rata-rata selama lima tahun bahwa tidak ada satupun wilayah di Kabupaten Karo berkoefisien sama dengan satu, bahkan nilai koefisien cenderung dibawah nol (-0).

(4)

RIWAYAT HIDUP

RICKY HENDRA SIAGIAN (080304088) dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Oktober 1990 sebagai anak pertama dari lima bersaudara, dari keluarga Bapak Ir.Junior Siagian dan Ibu Elly Suhenni Hutapea.

Pendidikan yang ditempuh penulis adalah sebagai beerikut:

1. Sekolah Dasar (SD) Tahun 1996-2002 di SD Negeri 112315 Marbau Selatan.

2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Tahun 2002-2005 di SMP SW. Katolik Tri Sakti 1 Medan.

3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2005-2008 di SMA Negeri 1 Medan. 4. Melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Program Reguler Mandiri

(SPMPRM) Tahun 2008 diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Bulan Juli 2012, melakukan Praktek Kerja Lapangan di Desa Rawang Panca Arga, Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasih-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dengan skripsi yang berjudul ANALISIS PERWILAYAHAN KOMODITAS KUBIS/KOL DI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S, sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen sekaligus Ketua komisi pembimbing Penulis yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingan kepada Penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.S, sebagai sekretaris Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu dalam mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen.

(6)

4. Seluruh staf pengajar di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis selama Penulis menjadi mahasiswa.

5. Seluruh staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu seluruh proses administrasi.

6. Seluruh instansi, petani dan kepala desa yang terkait dengan penelitian Penulis.

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, namun telah ikut membantu Penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Dengan rasa hormat yang sedalam-dalamnya Penulis mengucapkan terima kasih setulusnya kepada orangtua Bapak Ir. Junior Siagian dan Ibu E. br. Hutapea atas perhatian, kasih sayang, doa, dukungan moril dan materil, dorongan dan nasehat yang tiada henti-hentinya kepada Penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adinda Aditya David Siagian, Erick Fernandes Siagian, Harry Iqnatius Siagian, Joshua Septian Siagian yang telah memberikan dukungan, doa dan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat meningkatkan kualitas skripsi ini. Akhir kata Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juli 2013

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

RIWAYAT HIDUP...ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR LAMPIRAN...ix

PENDAHULUAN Latar belakang...1

Identifikasi masalah...6

Tujuan penelitian...6

Kegunaan penelitian...7

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka...8

Landasan teori...13

Kerangka pemikiran...16

(8)

METODE PENELITIAN

Metode penentuan lokasi penelitian...20

Metode penentuan komoditas...20

Metode pengumpulan data...21

Metode analisis data...21

Definisi dan batasan operasional...24

Definisi...25

Batasan operasional...25

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Gambaran geografi dan iklim...27

Pemerintahan...28

Kependudukan dan ketenagakerjaan...29

Pertanian...31

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis potensi pertanian hortikultura kabupaten karo...33

Analisis Location Quotient (LQ)...33

Analisis koefisien lokalita (α)...35

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan...39

Saran...40

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Statistik produksi komoditas kubis sumatera utara...20

2. Statistik geografi dan iklim kabupaten karo...28

3. Jumlah dana pembangunan desa menurut penggunaan dan sumber dana...29

4. Indikator kependudukan kabupaten karo...30

5. Ketenagakerjaan kabupaten karo...31

6. Perkembangan produksi buah dan sayur kabupaten karo menurut jenisnya...33

7. Nilai location quotient (LQ) komoditas kubis/kol di wilayah kabupaten karo tahun 2007-2011 berdasarkan jumlah produksi...35

8. Nilai koefisien lokalita komoditas kubis/kol di wilayah kabupaten karo tahun 2007-2011 berdasarkan jumlah produksi...36

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Data produksi komoditas hortikultura sayuran tahun 2011 di Kabupaten Karo berdasarkan jumlah produksi (Ton)

2. Data produksi komoditas hortikultura sayuran tahun 2010 di Kabupaten Karo berdasarkan jumlah produksi (Ton)

3. Data produksi komoditas hortikultura sayuran tahun 2009 di Kabupaten Karo berdasarkan jumlah produksi (Ton)

4. Data produksi komoditas hortikultura sayuran tahun 2008 di Kabupaten Karo berdasarkan jumlah produksi (Ton)

5. Data produksi komoditas hortikultura sayuran tahun 2007 di Kabupaten Karo berdasarkan jumlah produksi (Ton)

(13)

ABSTRAK

RICKY HENDRA SIAGIAN (080304088) dengan judul penelitian

ANALISIS PERWILAYAHAN KOMODITAS KUBIS/KOL DI KABUPATEN KARO. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM. DBA.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor kegiatan produksi dari kubis/kol yang menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi daerah basis, lokalita dan spesialisasi suatu wilayah.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling (sampling dengan maksud tertentu), karena kabupaten karo merupakan salah satu daerah penghasil kubis terbesar di Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan metode analisis Location Quotient, metode koefisien lokalita dan metode analisis koefisien pesialisasi.

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa ada enam kecamatan yang rata-rata LQ lebih besar dari satu dalam lima tahun terakhir yaitu Barusjahe, Tigapanah, Kabanjahe, Simpang Empat, Dolat Rakyat dan Naman Teran. Hasil analisis lokalita menunjukan bahwa tidak terjadi pengumpulan pusat produksi dari komoditas kubis/kol, komoditas tersebut cenderung menyebar di banyak wilayah (kecamatan), hal ini karena nilai koefisien lokalita masing-masing kecamatan selama lima tahun bahwa tidak ada satupun wilayah di Kabupaten Karo berkoefisien sama dengan satu, bahkan nilai koefisien cenderung dibawah nol (-0). Hasil analisis spesialisasi komoditas kubis/kol menunjukan bahwa tidak adanya kegiatan berspesialisasi produksi dari komoditas kubis/kol, hal ini dilihat dari rata-rata selama lima tahun bahwa tidak ada satupun wilayah di Kabupaten Karo berkoefisien sama dengan satu, bahkan nilai koefisien cenderung dibawah nol (-0).

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap daerah di Indonesia memiliki wewenang dalam mengatur dan mengembangkan wilayahnya sendiri sesuai dengan perundang-undangan tentang pemerintahan dan otonomi daerah nomor 32 tahun 2004. Selama ini wilayah-wilayah yang tertinggal atau terbelakang mempunyai ketergantungan yang kuat dengan wilayah luar. Suatu wilayah melakukan kegiatan ekonomi untuk menghilangkan keterbelakangan (backwardness) dan mengurangi ketergantungan (dependency) pada wilayah lain. Mereka dituntut untuk menggerakkan sendiri sektor-sektor perekonomian dengan tujuan untuk mengurangi angka pengangguran pada wilayah tersebut, meningkatkan pendapatan masyarakat dan kestabilan harga.

Berdasarkan letak goegrafis dan sumber daya alam maka sektor pertanian di Indonesia memegang peranan yang lebih penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian Indonesia antara lain adalah sebagai sumber devisa negara, sebagai penyedia lapangan kerja, penyedia bahan baku industri, dan penyedia pangan penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari 237 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2010).

(15)

meningkatkan pendapatan pelaku pertanian, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan ekonomi pedesaan.

Provinsi Sumatera Utara memiliki 25 kabupaten dan 8 kota. Total luas dataran 71.680 km2 , total kepadatan penduduk 12,98 juta jiwa pada tahun 2010, berada tepat pada garis khatulistiwa dan beriklim tropis. Sumatera Utara memiliki sektor-sektor perekonomian dan salah satunya adalah sektor pertanian (peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan).

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi di bidang pertanian yang cukup tinggi. Dengan topografi yang bervariasi dari mulai datar, landai berombak, berbukit hingga bergunung merupakan tempat yang sesuai untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman, seperti tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura. Sumatera Utara juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan); misalnya Jeruk Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang sebagian besar dihasilkan ole holtikultura tersebut telah diekspor ke 2005).

(16)

sektor industri pengolahan (0,75%), sektor penggalian dan pertambangan sebesar 0,36% (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2010).

Sektor pertanian yang begitu besar peranannya di Kabupaten Karo yang juga memberikan indikator bahwa diperlukannya penentuan kebijakan ekonomi terutama pada sektor pertanian. Selain itu pengembangan agribisnis juga perlu dilakukan. Pengembangan agribisnis tersebut dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Pengembangan ini harus mampu memadukan kegiatan budidaya yang diselaraskan dengan keinginan pasar.

Rata-rata produktivitas komoditas buah-buahan di Kabupaten Karo pada tahun 2008-2010 memperlihatkan perkembangan yang cukup stabil, yaitu jeruk 420,9 kwintal/hektar, alpukat 192 kwintal/hektar, pisang 212,6 kwintal/hektar, marquisa 101,3 kwintal/hektar, durian 309,5 kwintal/hektar, nenas 293,2 kwintal/hektar, kentang 156,8 kwintal/hektar, kol/kubis 360,2 kwintal/hektar, sawi 236,2 kwintal/hektar, wortel 227,2 kwintal/hektar, cabe 89,4 kwintal/hektar, tomat 20,6 ton/hektar (Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2010).

Kubis/kol merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan di

Kabupaten Karo yang berfungsi sebagai sumber gizi, sumber pendapatan dan

sumber devisa negara. Besarnya kontribusi agroindustri kubis/kol dalam

meningkatkan pendapatan akan menumbuhkan sentra pengembangan kubis/kol

baru. Ketersediaan varietas unggul, baik mutu maupun produktivitas yang sesuai

dengankebutuhan konsumen menjadi mutlak yang harus dipenuhidalam era pasar

bebas. Untuk mencapai imbangan antara permintaan dan penawaran, maka

(17)

Dari tahun 2008-2010 pertanian hortikultura mengalami pasang surut, dan cenderung berfluktuasi karena minat masyarakat menanam tanaman ini tergantung permintaan pasar dan harga jual petani yang juga tidak pernah stabil. Berikut adalah rataan produksi beberapa tanaman hortikultura di Kabupaten Karo pada tahun 2008-2010 ; jeruk (479.534 ton), alpukat (2.202 ton), pisang (2.715 ton), durian (5.612 ton), marquisa (3.524 ton) dan nenas (94 ton). Untuk sayur-sayuran adalah kentang (42.354 ton), kol/kubis (115.724 ton), sawi (61.166 ton), wortel (35.974 ton), cabe (40.378 ton) dan tomat (40.197 ton) (Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2011). Upaya Kabupaten Karo untuk menjadi kawasan agroindustri yang berbasis pada komoditas unggulan dan layak ekspor adalah dengan menentukan komoditas unggulan yang merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komperatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai unggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Di tinjau dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena, 2000).

(18)

komoditas utama di beberapa kecamatan sentra (basis) dengan kondisi lingkungan sekitar yang mendukung akan mempermudah mengembangkan komoditas-komoditas tersebut. Pengetahuan tentang lokasi–lokasi (kecamatan) basis akan mempermudah kemungkinan pengembangan untuk memenuhi target kenaikan produksi dengan investasi yang lebih efisien.

(19)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Wilayah-wilayah atau kecamatan-kecamatan mana sajakah di Kabupaten Karo yang merupakan wilayah basis penghasil kubis/kol tertinggi?

2. Bagaimana karakteristik penyebaran komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo dan apakah mengarah ke asas Lokalita? Bagaimana solusi yang sebaiknya?

3. Bagaimana karakteristik komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo dan apakah mengarah ke asas spesialisasi? Bagaimana solusi yang sebaiknya?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis wilayah basis komoditas kubis/kol berdasarkan

produksi di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk menganalisis penyebaran komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.

(20)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai gambaran peluang bisnis bagi para petani dan para pengusaha / investor dalam mengembangkan dan memulai usaha di Kabupaten Karo. 2. Sebagai sumber informasi dan studi bagi pihak-pihak terkait terhadap

pengembangan komoditi unggulan di Kabupaten Karo.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka

Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor/komoditas yang memiliki keunggulan/kelemahan yang ada di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor/komoditas yang memiliki keunggulan, memiliki potensi yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor/komoditas lain untuk berkembang (Tarigan, 2005).

Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan. Setiap wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor tersebut memiliki keunggulan untuk dikembangkan (Samuelson, 1997).

(22)

wilayah, perlu didorong pertumbuhan sektor basis karena akan mendorong pertumbuhan sektor non basis (Tarigan, 2005).

Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat penting karena sebagian besar anggota masyarakat di Indonesia bekerja dan menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh negara kita karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang sedang terjadi. Keadaan inilah yang menunjukkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional (Husodo, 2002).

Pemerintah daerah perlu menentukan sektor dan komoditi apa saja yang diperkirakan bisa tumbuh cepat di wilayah tersebut. Sektor dan komoditi tersebut haruslah basis dan memiliki potensi untuk dipasarkan keluar wilayah tersebut atau jika memungkinkan diekspor dimasa yang akan datang (Tarigan, 2005).

Dalam konteks teori produksi kaitannya dengan pertanian, faktor penting dalam pengelolaan sumberdaya produksi adalah faktor alam (tanah) atau biasa disebut lahan, modal, dan tenaga kerja, selain itu juga faktor manajemen juga berperan dalam pengelolaan sumberdaya produksi pertanian (Mubyarto, 1994).

(23)

Indonesia kaya akan komoditas hortikultura yang dapat dikembangkan di setiap kabupaten dan produsen hortikultura umumnya relatif luas. Begitu pula halnya dengan kebutuhan konsumsi sayuran dan buah di setiap kabupaten yang sangat beragam menurut jenis komoditas, kualitas dan segmen pasar. Pada masa otonomi daerah setiap kabupaten memiliki kemandirian yang luas dalam merumuskan kebijakan pembangunannnya, termasuk pemilihan komoditas yang akan dikembangkan di kabupaten yang bersangkutan. Permasalahannya adalah haruskah setiap kabupaten mengembangkan seluruh jenis komoditas hortikultura yang dibutuhkan di kabupaten yang bersangkutan (Irawan, 2003).

Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, tanaman hias dan tanaman biofarmaka) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Pasokan produk hortikultura nasional diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, baik melalui pasar tradisional, pasar modern, maupun pasar luar negeri (Kementerian Pertanian, 2011).

(24)

konsumen dalam negeri melalui pasar tradisional dan pasar modern serta pasar luar negeri (Kementerian Pertanian, 2011).

Komoditas tanaman hortikultura memiliki volume permintaan yang relatif stabil namun perubahan-perubahan harga sering terjadi sehingga menyebabkan penerimaan di tingkat petani menjadi berkurang, hal ini dikarenakan dari ketidakmampuan produsen (petani) dalam mengatur penawarannya yang sesuai dengan kebutuhan permintaan pasar (Hastuti, 2004).

Potensi komoditas hortikultura juga sangat besar dilihat dari adanya kecenderungan peningkatan konsumsi masyarakat terhadap sayur dan buah-buahan yang seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Sementara itu dari sisi produksi, potensi komoditas hortikultura masih bisa ditingkatkan baik dari sisi ketersediaan lahan, teknologi budidaya, pasca panen dan pengolahannya (Irawan, 2003).

Kabupaten Karo merupakan penghasil komoditas sayur-sayuran terbesar di Sumatera. Hasil penelitian (Saptana, dkk, 2004) bahwa Kabupaten Karo adalah daerah penghasil utama sayur-sayuran di Sumatera, bahkan luas lahan tanaman sayur-sayuran di Kabupaten Karo adalah 15,7 persen lebih besar dari total luas tanaman sayur-sayuran seluruh Sumatera.

(25)

(37.276 ton) dan tomat (45.464 ton). (Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Karo, 2011).

Zaini (2007), dalam hasil penelitiannya tentang penentuan komoditi basis sub sektor pangan dan hortikultura di Kabupaten Paser, dengan menggunakan analisis LQ. Pada analisis LQ didapat bahwa ada beberapa komoditas basis di beberapa kecamatan yaitu petai, sirsak, manggis, belimbing, melinjo, jeruk, sukun, melon, nangka, yang semuanya bisa dikembangkan di hampir semua kecamatan di Kabupaten Paser.

Dan dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulanti (2011) tentang penentuan prioritas komoditas unggulan buah-buahan di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara : aplikasi analisis LQ dan daya tarik – daya saing menyimpulkan bahwa komoditas unggulan yang menjadi prioritas utama untuk dikembangkan pada beberapa kecamatan adalah mangga, pepaya, jambu air, rambutan, nangka dan duku/langsat.

Analisis LQ (Location Quotient) juga bisa dipakai untuk menentukan koefisien lokasi atas dasar komoditas atau produksi suatu wilayah. Koefisien jenis ini biasa digunakan untuk menentukan apakah komoditas yang merupakan hasil suatu wilayah merupakan komoditas unggulan atau tidak (Nugroho, 2004).

Komoditi sayur-sayuran di Kabupaten Karo termasuk komoditi unggulan. Kabupaten Karo merupakan wilayah basis komoditas kubis/kol. Pada tahun 2010, produksi kubis/kol di Kabupaten Karo mencapai 133.948 ton.

(26)

Landasan Teori

Pembangunan pertanian erat kaitannya dengan permasalahan wilayah atau regional. Terdapatnya keragaman hayati, iklim, potensi lahan masing-masing wilayah dan keragaman kualitas dan kuantitas manusia antar wilayah merupakan tantangan sekaligus peluang bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Perencanaan pembangunan tidak bisa dilakukan secara terpusat ataupun dengan desain kebijakan dan program yang sifatnya umum. Pembangunan pertanian perlu dirancang dengan memperhatikan perencanaan dari daerah dan memperhatikan potensi sumberdaya pertanian secara spesifik terhadap lokasi (Wibowo, dkk, 2006).

Salah satu bentuk kebijaksanaan pembangunan ekonomi daerah yang didasarkan kepada keuntungan kompetitif adalah pengembangan komoditas unggulan. Dalam hal ini, pemerintah mendorong masing-masing wilayah/desa untuk mengembangkan satu atau dua komoditas utama yang mempunyai potensi besar. Melalui kebijakan tersebut diharapkan masing-masing wilayah akan dapat mengembangkan komoditas utama yang mempunyai daya saing tinggi. Peningkatan daya saing ini tidak hanya penting dalam era otonomi daerah untuk menghadapi persaingan sesama wilayah, tapi juga penting dalam menghadapi persaingan ditingkat global. Jika memiliki daya saing yang kuat, maka pemasaran produk akan semakin terjamin dan pengembangan ekonomi wilayah yang bersangkutan secara bertahap akan dapat ditingkatkan (Sjafrijal, 2008).

(27)

sumberdaya lokal akan mempercepat terjadinya pembangunan ekonomi lokal suatu wilayah (Blakely dalam Dartavia, 2003).

Fungsi koefisien Lokalita adalah melihat ada atau tidaknya pemusatan kegiatan pertanian di suatu wilayah, sehingga dapat diketahui apakah suatu komoditas produksinya terpusat pada suatu kecamatan atau tersebar di beberapa kecamatan.

Adanya penetapan lokasi untuk kegiatan pertanian sangat tergantung kepada input produksi dan keberadaan pasar untuk output. Jadi, besarnya permintaan pasar terhadap komoditas dan ketersediaan faktor-faktor produksi seperti modal, lahan dan tenaga kerja adalah faktor penentu utama dari lokasi produksi. Identifikasi nilai koefisien masing-masing komoditas akan dapat memprediksi lokasi potensial untuk pengembangan kegiatan pertanian tersebut. Selain itu juga bisa memperkirakan faktor-faktor lokasi yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu komoditas di wilayah tertentu (Dartavia, 2003).

(28)

output sektor i di kabupaten terhadap share output sektor i di provinsi. (Rusastra dkk, 2000)

Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan keterbatasan, begitu juga dengan metode Location Quotient. Kelebihan metode Location Quotient dalam menganalisis komoditas unggulan yaitu penerapannya yang sederhana, mudah, tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit, memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung serta dapat diterapkan pada data historik untuk mengetahui trend yang sedang berlangsung. Keterbatasan metode Location Quotient antara lain diperlukan akurasi data untuk mendapatkan hasil yang valid. Selain itu pada saat deliniasi wilayah kajian untuk menetapkan bahasan wilayah yang dikaji dan ruang lingkup aktivitas, metode ini tidak memiliki acuan yang jelas oleh karena itu data yang dijadikan sumber penelitian perlu diklarifikasi agar mendapatkan hasil yang akurat. Kelemahan lainnya, dalam menggunakan metode Location Quotient perlu berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa, bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional dan tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.

Analisis koefisien spesialisasi merupakan metode analisis modifikasi dari analisis Location Quotient yang dapat menunjukkan ada atau tidaknya spesialisasi kegiatan pertanian di suatu wilayah. Selain itu juga dengan koefisien spesialisasi dapat diperoleh kejelasan tentang tingkat spesialisasi komoditas basis pertanian di wilayah tersebut.

(29)

kecamatan tersebut memiliki keunggulan dalam memproduksi komoditas tersebut dan nilai koefisien spesialisasi juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah dalam memproduksi komoditas pertanian (Dartavia, 2003).

Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini ada dua tahap penelitian dan tahap pertama adalah menganalisis potensi pertanian hortikultura Kabupaten Karo yang bertujuan untuk melihat seberapa besar potensi pertanian hortikultura komoditas kubis/kol masing-masing kecamatan di Kabupaten Karo. Selain itu pada tahapan ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran komoditas unggulan kubis/kol masing-masing wilayah di Kabupaten Karo.

Potensi pertanian hortikultura komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo akan dianalisis dengan metode LQ (Location Quotient). Analisis Location Quotient (LQ) merupakan cara permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu, dimana pada dasarnya teknik analisis ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor didaerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas (Warpani dalam Endro, 2008).

Analisis LQ (Location Quotient) juga bisa dipakai untuk menentukan koefisien lokasi atas dasar komoditas atau produksi suatu wilayah. Koefisien jenis ini biasa digunakan untuk menentukan apakah komoditas yang merupakan hasil suatu wilayah merupakan komoditas unggulan atau tidak (Nugroho, 2004).

(30)
(31)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: Pengaruh : Hasil

Penyebaran

Sub Sektor Hortikultura Potensi Wilayah Kabupaten

Karo

Penentuan Daerah Basis Kubis/kol

Memusat Menyebar Daerah Basis Daerah Non Basis

Kekhususan

(32)

Hipotesis Penelitian

1. Wilayah-wilayah atau kecamatan-kecamatan di Kabupaten Karo merupakan daerah basis.

2. Penyebaran komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo tergolong memusat. 3. Spesialisasi komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo mengarah ke asas

(33)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Wilayah penelitian ini ditentukan secara sengaja yaitu di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara yang terdiri 17 Kecamatan yaitu Barusjahe, Tigapanah, Kabanjahe, Simpang Empat, Payung, Munte, Tigabinanga, Juhar, Kutabuluh, Mardinding, Berastagi, Merek, Laubaleng, Dolat Rakyat, Naman Teran, Merdeka dan Tiga Nderket. Kabupaten Karo adalah salah satu wilayah di Sumatera Utara yang memiliki potensi di sektor pertanian dengan komoditas hortikultura. Selain itu komoditas yang dihasilkan umumnya juga sudah berbasis ekspor sehingga wilayah ini memiliki prospek yang bagus dari segi pembangunan ekonomi wilayah.

Adapun data statistik produksi komoditas kubis di Sumatera Utara seperti tersaji di Tabel 1.

Tabel 1. Statistik Produksi Komoditas Kubis Sumatera Utara

No. Kab/Kota Produksi

Sumatera Utara 173.565 100.00

Sumber: Basis Data Statistik Pertanian, PUSDATIN

Metode Penentuan Komoditas

(34)

Kabupaten Karo akan dijadikan sampel penelitian. Pemilihan komoditas didasarkan pada tingkat produksi yang merupakan komoditas unggulan dan komoditas yang dijadikan sampel merupakan komoditas yang berdasarkan pada proses budidaya dan bukan tumbuh liar didalam hutan. Komoditas yang diteliti adalah kubis/kol.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian maupun instansi terkait dan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series lima tahun terakhir yaitu pada tahun 2007 - 2011.

Metode Analisis Data

Ada tiga analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yang pertama adalah metode analisis location quotient (LQ), metode analisis koefisien lokalita, dan metode analisis koefisien spesialisasi.

1. Analisis Location Quotient (LQ)

(35)

Analisis koefisien lokasi (Location Quotient) adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi (Hood, 1998).

Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri tidak terbatas pada bentuk barang-barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (Budiharsono, 2001).

Dalam penelitian ini analisis LQ berfungsi untuk melihat wilayah basis dan bukan basis komoditas kubis/kol pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Karo. Teori ekonomi basis mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Teknik ini membandingkan antara kemampuan suatu wilayah/kecamatan dalam menghasilkan suatu komoditas dengan wilayah/kecamatan lain yang merupakan penghasil komoditas yang sama. Analisis LQ (Location Quotient) juga bisa dipakai untuk menentukan koefisien lokasi atas dasar komoditas atau produksi suatu wilayah. Koefisien jenis ini biasa digunakan untuk menentukan apakah komoditas yang merupakan hasil suatu wilayah merupakan komoditas unggulan atau tidak.

(36)

penetapan sektor (industri). Dasar pembahasannya sering difokuskan pada aspek tenaga kerja dan pendapatan.

Dalam prakteknya penggunaan pendekatan LQ meluas tidak terbatas pada bahasan ekonomi saja akan tetapi juga dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas atau melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya. Studi tentang perubahan peran kacang kedelai dalam sistem pangan di China yang membahas aspek produksi, pengolahan, konsumsi dan perdagangan, salah satu alat analisisnya menggunakan pendekatan LQ (Aubert dan Zhu, 2002). Demikian juga di Indonesia, misalnya Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) dalam membahas sistem komoditas kedelai juga menggunakan model LQ ini (CGPRT, 1985).

Berdasarkan pemahaman terhadap teori ekonomi basis, teknik LQ relevan digunakan sebagai metoda dalam menentukan komoditas unggulan khususnya dari sisi penawaran (produksi atau populasi). Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (areal tanam atau areal panen), produksi atau produktivitas. Sedangkan untuk komoditas pertanian yang tidak berbasis lahan seperti usaha ternak, dasar perhitungannya digunakan jumlah populasi (ekor). Rumus Location Quotient / LQ:

(37)

Ni = Jumlah produksi komoditas i pada tingkat Kabupaten (ton).

N = Jumlah total produksi komoditas hortikultura tingkat Kabupaten (ton). Apabila didapat nilai LQ > 1 maka komoditas tersebut termasuk komoditas basis pada suatu wilayah/kecamatan. Dan hal ini menunjukkan bahwa kecamatan tersebut cukup menonjol di Kabupaten Karo dan memungkinkan bagi kecamatan tersebut untuk mengekspor komoditas unggulannya keluar wilayahnya. Sebaliknya, apabila nilai LQ < 1 maka komoditas tersebut termasuk komoditas non basis.

2. Analisis Koefisien Lokalita (ά)

Analisis koefisien lokalita digunakan untuk mengetahui angka penyebaran budidaya komoditas hortikultura di suatu wilayah, sehingga dapat diketahui tingkat konsentrasi atau pemusatan produksi (aglomerasi).

Rumus Koefisien Lokalita (ά):

ά =

����

-

� �

(Warpani dalam Endro, 2008). Dimana :

Si = Jumlah (produksi) komoditas i pada tiap kecamatan (ton). S = Jumlah (total produksi) hortikultura tingkat kecamatan (ton). Ni = Jumlah produksi komoditas i pada tingkat Kabupaten (ton).

(38)

3. Analisis Koefisien Spesialisasi (β)

Analisis koefisien spesialisasi umumnya digunakan untuk mengetahui spesialisasi (kekhususan) suatu wilayah pada suatu komoditas hortikultura.

Rumus Koefisien Spesialisasi (β):

β

=

�� �

-

�� �

(Warpani dalam Endro, 2008). Dimana :

Si = Jumlah (produksi) komoditas i pada tiap kecamatan (ton). S = Jumlah (total produksi) hortikultura tingkat kecamatan (ton). Ni= Jumlah produksi komoditas i pada tingkat Kabupaten (ton).

N = Jumlah total produksi komoditas hortikultura tingkat Kabupaten (ton). Nilai β = 1 mengindikasikan suatu wilayah atau kecamatan berspesialisasi

pada suatu kegiatan komoditas hortikultura. Sedangkan β < 1 mengindikasikan

tidak adanya kegiatan berspesialisasi komoditas hortikultura pada suatu kecamatan.

Definisi dan Batasan Operasional

(39)

Defenisi

1. Analisis LQ adalah teknik analisis untuk mengetahui apakah komoditas kubis/kol yang merupakan hasil suatu wilayah merupakan komoditas unggulan atau tidak di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.

2. Wilayah basis adalah wilayah yang telah mampu memenuhi kebutuhan di wilayahnya sendiri dan surplus produksinya mampu dijual diluar wilayah tersebut.

3. Analisis koefisien lokalita digunakan untuk mengetahui angka penyebaran budidaya komoditas hortikultura di suatu kecamatan, sehingga dapat diketahui tingkat aglomerasinya (penyebaran).

4. Analisis koefisien spesialisasi umumnya digunakan untuk mengetahui spesialisasi (kekhususan) suatu kecamatan pada suatu komoditas hortikultura.

5. Produksi adalah output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi (ton). Produktivitas adalah rataan hasil produksi per luas lahan (ton / Ha).

Batasan Operasional

1. Sektor ekonomi yang diteliti adalah sektor pertanian sub sektor hortikultura Kabupaten Karo.

2. Data penelitian yang diolah hanya data produksi komoditas hortikultura. 3. Tempat penelitian berada pada 17 Kecamatan yaitu Barusjahe, Tigapanah,

(40)
(41)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Gambaran Geografi dan Iklim

Kabupaten Karo sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara diapit oleh lima kabupaten dan satu provinsi, yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Dairi, Samosir, Simalungun dan Provinsi Nangroe Aceh Darusalam. Secara astronomis Kabupaten Karo berada antara 2º50’–3º19’ Lintang Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 Km2 atau 2,97 persen dari total luas Provinsi Sumatera Utara.

Sesuai dengan letaknya yang berada pada jajaran Bukit Barisan maka sebahagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi dengan ketinggian antara 280 - 1.420 meter di atas permukaan laut, tergolong kedalam daerah beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 18,8ºC sampai dengan 19,8ºC dengan kelembaban udara rata-rata setinggi 84,66 persen.

Curah hujan di Kabupaten Karo tahun 2010 tertinggi pada bulan Nopember sebesar 268 mm dan terendah pada bulan Pebruari sebesar 64mm, sedangkan jumlah hari hujan tertinggi pada bulan Nopember sebanyak 21 hari dan terendah pada bulan Juni sebanyak 7 hari seperti tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Statistik Geografi dan Iklim Kabupaten Karo

(42)

Pemerintahan

Wilayah pemerintahan Kabupaten Karo sejak tanggal 29 Desember 2006 resmi berubah dari 13 kecamatan menjadi 17. Kecamatan tersebut yaitu Barusjahe, Tigapanah, Kabanjahe Simpang Empat, Payung, Munte, Tigabinanga, Juhar, Kutabuluh, Mardinding, Berastagi, Merek, Laubaleng, Dolat Rakyat, Naman Teran, Merdeka, dan Tiga Nderket. Hingga saat ini Kabupaten Karo terdiri dari 259 desa dan 10 kelurahan yang tersebar di 17 kecamatan.

Pelaksanaan otonomi daerah memberi ruang kepada setiap daerah untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk kesejahteraan masyarakat. Kabupaten Karo yang sebagian besar daerahnya masih merupakan pedesaan, memanfaatkan dana yang ada untuk memaksimalkan pembangunan desa. Jumlah dana pembangunan desa menurut penggunaannya seperti terlihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jumlah dana Pembangunan Desa Menurut Penggunaan dan Sumber Dana (Juta/tahun)

No Uraian Penggunaan Dana / Tahun

2008 2009 2010

1 Prasarana/Sarana Desa 5.950 4.672 4.662

2 PKK - 504 630

3 BOP - 1.897,5 2.790

4 Jumlah Dana Pembangunan

Desa/Kel 5.950 6.575 6.552

Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Karo 2011

(43)

Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku Karo, sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba, Mandailing, Jawa, Simalungun dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya (di bawah 5%). Total jumlah penduduk Kabupaten karo pada tahun 2010 adalah 350.960 jiwa dan jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Karo yakni 2.127,25 km2 maka kepadatan penduduk Kabupaten Karo akhir tahun 2010 adalah 165,03 jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Karo, 2011).

Jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibanding jumlah penduduk perempuan. Hal inidapat ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainyalebih kecil dari 100. Pada tahun 2010, untuk setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 99 orang penduduk laki-laki.

Berdasarkan data jumlah penduduk yang berusia dibawah 15 tahun dan 65 tahun keatas maka diperoleh rata-rata rasio ketergantungan tiap tahun sebesar 61,06 yang berarti setiap seratus orang usia produktif (15-64 tahun) menanggung 61 orang usia non produktif, yaitu dari usia dibawah 15 tahun kebawah dan 65 tahun keatas seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Indikator Kependudukan Kabupaten Karo 2010.

No Uraian Jumlah

1 Jumlah Penduduk (jiwa) 350.960

2 Laki-laki 174.418

3 Perempuan 176.542

4 Pertumbuhan Penduduk 2000-2010 (%) 2,15%

5 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km) 165,98

6 Sex Ratio (L/P)(%) 98,80%

(44)

Komposisi penduduk Karo didominasi oleh penduduk berusia muda. Penduduk usia 0-4 tahun jumlahnya masih tetap lebih besar dari kelompok umur usia yang lebih tua di atasnya. Jika pemerintah berhasil mempertahankan tingkat pertumbuhan yang rendah maka jumlah penduduk usia 0-4 tahun akan semakin berkurang.

Dari total penduduk usia angkatan kerja (15 Tahun ke atas), hampir setengah dari jumlah penduduk Kabupaten Karo termasuk dalam angkatan kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami sedikit peningkatan selama tiga tahun terakhir dari 84,99 persen di tahun 2008 menjadi 85,47 persen di tahun 2010.

Pasar tenaga kerja Kabupaten Karo juga ditandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Hal ini dapat dilihat pada tingginya persentase penduduk usia angkatan kerja yang bekerja sebesar 98,45 persen di tahun 2010. Tingkat Pengangguran terlihat semakin menurun selama kurun waktu 2008- 2010. Pada Tahun 2008 tingkat pengangguran sebesar 6,18 persen. Angka ini menurun menjadi 1,55 persen pada tahun 2010 seperti tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Ketenagakerjaan Kabupaten karo 2008-2010.

No Uraian 2008 2009 2010 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Karo 2011

(45)

industri sebanyak 2,74 persen Tahun 2009 dan hal ini menunjukkan peningkatan perekonomian di Kabupaten Karo merupakan kontribusi dari sektor pertanian (Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Karo, 2011).

Pertanian

Kabupaten Karo merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu produktivitas tanaman pangan khususnya padi perlu terus ditingkatkan. Produksi padi baik padi sawah maupun padi ladang di Karo mengalami peningkatan dari 109.280 ton tahun 2008 menjadi 132.077 ton pada tahun 2009. Namun di tahun 2010, terjadi penurunan luas panen yang mengakibatkab produksi padi menurun menjadi 105.300 ton.

(Statistik Daerah Kabupaten Karo, 2011).

Perkembangan sub sektor hortikultura Kabupaten Karo yang diusahakan oleh masyarakat berupa tanaman sayuran dan buah-buahan yang meliputi, tomat, kol, kentang, petsai, cabe, buncis, wortel, bawang daun, arcis, jeruk, marquisa, alpokat dan pisang. Dari tahun 2007-2010 mengalami pasang surut, dari tahun ke tahun cenderung ber-fluktuasi karena minat masyarakat menanam tanaman ini tergantung permintaan pasar dan harga jual petani yang juga tidak pernah stabil. Tanaman ini umumnya diusahakan di Kecamatan Simpang Empat, Berastagi, Kabanjahe, Tigapanah, Merek, Barusjahe Naman Teran, Dolat Rayat, dan Merdeka.

(46)

tahun 2010, luas panen mencapai 25.850 ha, produksi sebesar 281.651,3 ton sedangkan produktivitas 108,956 kw/ha seperti tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6. Perkembangan produksi buah dan Sayur Kabupaten Karo menurut jenisnya tahun 2007-2011 (Ton).

No Komoditas 2007 2008 2009 2010

1 Jeruk 653.622 408.913 413.959 1.437.782

2 Pisang 5.742,7 2.638 2.796 2.713

3 Marquisa 6.879 7.938 3.580 2.581

4 Kubis/Kol 110.335 117.843 95.381 133.948

5 Kentang 34.126 34.255 38.820 53.988

6 Cabe 36.800 37.672 39.505 43.959

(47)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisis Potensi Pertanian Hortikultura Kabupaten Karo

Analisis potensi pertanian hortikultura dilakukan terhadap komoditas yang dipilih berdasarkan pada tingkat produksi, permintaan masyarakat terhadap komoditas. Komoditas yang dijadikan sampel merupakan komoditas yang berdasarkan pada proses budidaya dan bukan tumbuh liar didalam hutan. Pemilihan pada jenis komoditas yang diteliti adalah jenis sayur-sayuran yaitu kubi/kol.

Kemampuan wilayah dalam menghasilkan komoditas unggulan dianalisis dengan metode LQ (Location Quotient), koefisien Lokalita untuk mengukur angka persebaran budidaya komoditas di suatu kecamatan dan koefisien spesialisasi untuk mengukur tingkat kekhususan suatu kecamatan pada suatu komoditas.

Analisis Location Quotient (LQ)

(48)

Kubis/kol adalah salah satu komoditas jenis sayur-sayuran unggulan yang perkembangan produksinya stabil pada lima tahun terakhir, dan berikut hasil penelitian komoditas kubis/kol dengan menggunakan analisis LQ pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Location Quotient (LQ) komoditas kubis/kol di wilayah Kabupaten Karo tahun 2007 – 2011 berdasarkan jumlah produksi (Ton).

11 Berastagi 0,745521

12 Merek 0,752374

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo 2011 (Data diolah)

(49)

Analisis Koefisien Lokalita (ά)

Analisis koefisien lokalita digunakan untuk mengetahui angka penyebaran budidaya komoditas hortikultura di suatu wilayah, sehingga dapat diketahui tingkat aglomerasinya (Warpani, 1984). Angka ά = 1 mengindikasikan lokasi kegiatan hortikultura memusat, sedangkan ά < 1 mengindikasikan lokasi kegiatan hortikultura menyebar.

Tabel 8. Nilai Koefisien lokalita (ά) komoditas kubis/kol di wilayah Kabupaten Karo tahun 2007 – 2011 berdasarkan jumlah produksi (Ton).

No Kecamatan 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata

1 Barusjahe 0.019913 -0.00295 0.006891 -0.0067 -0.01816 -0.0002

2 Tigapanah -0.02369 -0.01618 -0.01815 0.0374 0.012503 0.00162

3 Kabanjahe -0.03303 0.006221 0.000509 -0.00778 0.055168 0.004216

4 Simpang Empat 0.128076 0,094951 -0.01589 0.049966 0.046892 0.060799

5 Payung -0.04168 -0.03937 - - - -0.04052

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo 2011 (Data diolah)

(50)

Tidak berpusatnya produksi suatu komoditas hortikultura pada wilayah kecamatan tertentu tentunya mempersulit pengembangan komoditas unggulan pada masing-masing kecamatan, namun hal ini juga memiliki keuntungan yaitu mengurangi resiko kegagalan panen akibat serangan hama penyakit, kondisi cuaca yang tidak menentu, ataupun faktor tak terduga lainnya, sehingga seandainya suatu wilayah mengalami kegagalan panen maka dapat ditunjang oleh keberhasilan di wilayah lain.

Analisis Koefisien Spesialisasi (β)

(51)

Tabel 9. Nilai koefisien Spesialisasi (β) komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo tahun 2007 – 2011 berdasarkan jumlah produksi.

No Kecamatan 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata

1 Barusjahe 0.140918 -0.04905 0.096806 -0.03834 -0.10839 0.008391

2 Tigapanah -0.11488 -0.07704 -0.07908 0.096552 0.029805 -0.02893

3 Kabanjahe -0.1056 0.027773 0.002476 -0.02194 0.099505 0.000444

4 Simpang Empat 0.057768 0.056161 -0.02491 0.098251 0.072745 0.052003

5 Payung -0.24229 -0.27919 - - - -0.26074

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo 2011 (Data diolah)

Hasil analisis koefisien spesialisasi komoditas kubis/kol menunjukkan bahwa tidak adanya kegiatan berspesialisasi produksi dari komoditas kubis/kol di tiap kecamatan Kabupaten karo. Pola produksi cenderung terbagi kepada beberapa komoditas di masing-masing kecamatan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata selama lima tahun bahwa tidak ada satupun kecamatan/wilayah yang berkoefisien β = 1, bahkan nilai β cenderung dibawah nol (-0).

(52)
(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada analisis Location Quotient (LQ) komoditas kubis ada empat kecamatan

yang rata-rata nilai koefisien LQ lebih besar dari satu (LQ > 1) dalam data lima tahun terakhir yaitu Barusjahe, Simpang Empat, Dolat Rakyat dan Naman Teran. Hal ini menunjukkan bahwa kecamatan tersebut sebagai wilayah basis sekaligus penghasil komoditas unggulan kubis di Kabupaten Karo.

2. Penyebaran lokasi budidaya komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo tidak secara umum mengarah pada asas lokalita karena nilai koefisien lokalita komoditas kubis/kol bernilai kurang dari satu (ά < 1) pada masing-masing kecamatan. Pola produksi komoditas kubis/kol juga cenderung menyebar di banyak wilayah/kecamatan.

(54)

Saran

1. Pengembangan masing-masing wilayah basis komoditas kubis/kol perlu diupayakan untuk meningkatkan perekonomian wilayah masing-masing wilayah basis.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2010.Profil Pertanian Kabupaten Karo 2010. Kabupaten Karo.

__________________. 2011. Statistik Daerah Kabupaten Karo 2011. Kabupaten Karo.

Balitbangsumut. 2005. Kegiatan Diseminasi Mendukung Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara.

Blakely dalam Dartavia, Z. 2003. Analisis Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus :Wilayah Pembangunan Barat Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Institut Pertanian Bogor.

Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.

Dartavia, Z. 2003. Analisis Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus :Wilayah Pembangunan Barat Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Institut Pertanian Bogor.

Hastuti, E.L. 2004.Kelembagaan Pemasaran dan Kemitraan Komoditi Sayuran. Jurnal Social Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol. 4. No. 2. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Hood, R. 1998. Economic Analysis: A Location Quotient. Primer. Principal Sun Region Associates, Inc.

Husodo, SY. 2002, Membangun Kemandirian di Bidang Pangan untuk Memperkuat Ketahanan Nasional. Makalah Rapimnas Kadin Indonesia, 27-28 Februari, Jakarta.

Irawan, B. 2003.Membangun Agribisnis Hortikultura Terintegrasi dengan Basis Kawasan Pasar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

_________. 2003. Agribisnis hortikultura: peluang dan tantangan dalam era perdagangan bebas. Jurnal sosial-ekonomi pertanian dan agribisnis, vol. 3 no. 2 : 107-209. Juli 2003. Fakultas pertanian universitas udayana. Denpasar.

Karsinah, S. Purnomo, Sudjidjo, dan Sukarmin. 2002. Perbaikan Tekstur

Buah Jeruk Siam melalui Hibridisasi. Seminar Hasil Penelitian tahun 2002.

(56)

Kementrian Pertanian. 2011. Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan

Hortikultura Tahun 2012. Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal

Hortikultura 2011. Jakarta Selatan.

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit PT Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.

Nugroho, S. 2004. Model Ekonomi Basis Untuk perencanaan Daerah.Jurnal Dinamika Pembangunan Vol. 1 No. 1/ Juli 2004 :23-30. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.

Rusastra, I.W., Pantjar Simatupang dan Benny Rachman. 2000.

Pengembangan Ekonomi Pedesaan Berlandaskan Agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Samuelson, Paul A. 1997. Makro-Ekonomi, Edisi Keempatbelas. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Saptana, M dkk. 2004.Pemantapan Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera Utara (KASS). Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Sjafrijal.2008.Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Padang.

Syafaat, N dan Supena Friyatno. 2000. Analisis Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Kesempatan Kerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian Di Wilayah Sulawesi: Pendekatan Input-Output, Ekonomi Dan Keungan Indonesia, Vol, XLVIII No.4.

Tarigan, R.2005.Ekonomi regional Edisi Revisi. Penerbit bumi aksara, Jakarta.

Warpani dalam Endro, P. 2008. Potensi Wilayah Komoditas Pertanian Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Berbasis Agribisnis Kabupaten Banyumas. Universitas Diponegoro Semarang. Semarang.

Warpani S. 1984. Analisis Kota dan Daerah. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Wibowo, R dkk. 2006. Konsep dan landasan Analisis Wilayah. Fakultas pertanian Universitas Jember. Bondowoso.

(57)
(58)

LAMPIRAN 1 : Data Produksi Komoditas Hortikultura Sayuran Tahun 2011 Di Kabupaten Karo Berdasarkan Jumlah Produksi

panjang terong labu siam

Barusjahe - - 493 4820 1528 509 431 1610 927 - 1027 - 10 270 11625

(59)

LAMPIRAN 2 : Data Produksi Komoditas Hortikultura Sayuran Tahun 2010 Di Kabupaten Karo Berdasarkan Jumlah Produksi (Ton).

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo 2011

Kecamatan Jenis Komoditas

(60)

LAMPIRAN 3 : Data Produksi Komoditas Hortikultura Sayuran Tahun 2009 Di Kabupaten Karo Berdasarkan Jumlah Produksi

(61)

LAMPIRAN 4 : Data Produksi Komoditas Hortikultura Sayuran Tahun 2008 Di Kabupaten Karo Berdasarkan Jumlah Produksi

(62)

LAMPIRAN 5 : Data Produksi Komoditas Hortikultura Sayuran Tahun 2007 Di Kabupaten Karo Berdasarkan Jumlah Produksi

(63)

Sei Bingei

PETA SITUASI KAWASAN EKOSISTEM LEUSER BLOK KARO LANGKAT

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Statistik Produksi Komoditas Kubis Sumatera Utara
Tabel 2. Statistik Geografi dan Iklim Kabupaten Karo
Tabel 3. Jumlah dana Pembangunan Desa Menurut Penggunaan dan Sumber Dana (Juta/tahun)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh LAR terhadap ROA adalah positif, hal ini terjadi karena apabila LAR suatu bank meningkat maka telah terjadi peningkatan total kredit yang diberikan oleh

permasalahan diatas, kajian tentang gerusan lokal di sekitar abutmen jembatan yang terdapat pada sungai akibat adanya pengaruh debit perlu mendapat perhatian secara

Regulatory Factors Stimulate Bone Formation Stimulate Bone Resorption Growth Factors BMP-2 BMP-4 BMP-6 BMP-7 IGF-I IGF-II TGF- β FGF PDGF TNF FGF PDGF EGF M-CSF GM-CSF

Berdasarkan simpulan penelitian mengenai pengaruh kompensasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan CV. Berkat Anugrah maka dapat disarankan hal-hal

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh struktur kepemilikan, profitabilitas, ukuran perusahaan dan leverage terhadap efektivitas penerapan syariah governance dan pengaruh

Pemahaman konsep merupakan pemahaman tentang hal-hal yang berhubungan dengan konsep, yaitu arti, sifat dan uraian suatu konsep dan juga kemampuan dalam menjelaskan teks,

The analyst(s) named in this report certifies that all of the views expressed by the analyst(s) in this report reflect the personal views of the analyst(s) with regard to any and

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan partisipasi dan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think