• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Pengetahuan, Kepercayaan, Ketersediaan Sarana, Peraturan dan Pengawasan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Faktor Pengetahuan, Kepercayaan, Ketersediaan Sarana, Peraturan dan Pengawasan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit Kota Medan"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN, KETERSEDIAAN SARANA, PERATURAN DAN PENGAWASAN DI RUMAH SAKIT DENGAN

PERILAKU DOKTER GIGI DALAM MENERAPKAN

STANDARD PRECAUTION DI RUMAH SAKIT

KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

GEMA NAZRI YANTI 097032032/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN, KETERSEDIAAN SARANA, PERATURAN DAN PENGAWASAN DI RUMAH SAKIT DENGAN

PERILAKU DOKTER GIGI DALAM MENERAPKAN

STANDARD PRECAUTION DI RUMAH SAKIT

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

GEMA NAZRI YANTI 097032032/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN, KETERSEDIAAN SARANA, PERATURAN DAN PENGAWASAN DI RUMAH SAKIT DENGAN PERILAKU DOKTER GIGI DALAM MENERAPKAN STANDARD

PRECAUTION DI RUMAH SAKIT KOTA

MEDAN

Nama Mahasiswa : Gema Nazri Yanti Nomor Induk Mahasiswa : 097032032

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Lina Natamiharja, drg. S.K.M) Ketua

(Drs. Tukiman, M.K.M) Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 25 Maret 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Lina Natamiharja, drg. S.K.M Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN, KETERSEDIAAN SARANA, PERATURAN DAN PENGAWASAN DI RUMAH SAKIT DENGAN

PERILAKU DOKTER GIGI DALAM MENERAPKAN

STANDARD PRECAUTION DI RUMAH SAKIT

KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2013

(6)

ABSTRAK

Banyak penyakit infeksi yang ditularkan selama perawatan gigi dari pasien ke dokter gigi. Prosedur penatalaksanaan infeksi silang yang umum digunakan adalah

standard precaution yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Desain penelitian adalah studi cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor pengetahuan dan kepercayaan dokter gigi, ketersediaan sarana di rumah sakit, peraturan dan pengawasan di rumah sakit dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit. Sampel adalah seluruh dokter gigi sebanyak 36 orang yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan Rumah Sakit Swasta Permata Bunda. Pengambilan data dilakukan dengan mengisi angket dan observasi, uji statistik menggunakan uji fisher exact dan regresi linier ganda.

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan dokter gigi tentang standard precaution kategori kurang dalam hal kacamata pelindung, rubber dam, anamnesis pasien dan teknik mencuci tangan yang tepat. Kepercayaan dokter gigi kategori kategori kurang dalam hal pemakaian rubber dam. Ketersediaan sarana di rumah sakit kategori kurang dalam hal masker untuk setiap pasien, kacamata pelindung, alas dada pasien dan jas praktek. Responden yang tahu adanya peraturan tentang standard precaution 91,7% dan sanksi penerapannya hanya 2,8%. Perilaku dokter gigi kategori kategori kurang dalam hal penggunaan rubber dam dan kacamata pelindung.

Kesimpulan, faktor kepercayaan (p=0,042) dan peraturan / pengawasan (p= 0,005) mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku dokter gigi dalam

menerapkan standard precaution di rumah sakit. Faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku dokter gigi adalah peraturan / pengawasan di rumah sakit. Disarankan untuk pihak rumah sakit melakukan sosialisasi bagi tenaga medis terutama dokter gigi mengingat kurangnya pengetahuan dokter gigi dalam penerapan

standard precaution.

(7)

ABSTRACT

Many infectious diseases can be contaminated during dental treatment from patient to dentist. The management procedure of cross infection commonly used is standard precaution issued by Centers for Diseases Control and Prevention (CDC).

The purpose of this study with cross sectional design was to analyze the relation of knowledge and belief factors of dentist, facility availability and regulation and supervision in the hospital, with dentist behaviour in applying standard precaution in the hospital. A total of 36 samples were dentists who work in the Dr. Pirngadi General Hospital, H. Adam Malik Central Hospital and Private Permata Bunda Hospital in Medan. Data was taken by filling questionnaire and observation. Statistical analysis used fisher exact test and multiple linear regression test.

The result of study showed that dentist knowledge about standard precaution who had less category were appropriate using google, rubber dam, patient anamnesis and appropriate hand washing technique. Dentist belief who had less category of using rubber dam. The availability of facilities in the hospital of less category were using masker for each patient, google, patient’s apron, and practice coat. Respondent who knew regulation about standard precaution was 91,7% and sanction application was only 2,8%. Dentist behaviour who had less category were using rubber dam and googles.

In conclusion, belief factor (p=0,042) and regulation/supervision (p= 0,005) had significant relation with dentist behaviour to applicate standard precaution in the hospital. The most dominant factor influences dentists behaviour was regulation / supervision in the hospital. The hospital management is suggested to socialize the standard precaution to medical workers especially the dentist considering the lack of dentist knowledge in applying standard precaution.

Keywords : Standard Precaution, Dentist Behaviour, Hospital

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Hubungan Faktor Pengetahuan, Kepercayaan, Ketersediaan Sarana, Peraturan dan Pengawasan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit Kota Medan”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Lina Natamiharja, drg., S.K.M selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Tukiman M.K.M selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 5. M. Zulkarnain, drg, M.Kes dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku penguji tesis

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Direktur Rumah Sakit Swasta Permata Bunda, Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi dan Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik beserta jajarannya yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga tesis ini selesai.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa buat suami M. Ariyandri S.E beserta anak-anakku Nazira Athaya Dallmer dan M. Faiq Akbar Dallmer yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

(10)

Dini Fitriyani, Nurul Khairiza, Rahmi Khairwina dan OK.M Fajar Ikhsan yang telah memberikan kasih sayang selama ini.

10. Teman - teman Departemen IKGP/KGM FKG USU Prof. Sondang Pintauli, drg, Ph.D, Rika Mayasari, drg, M.Kes, Simson Damanik, drg, M.Kes, Oktavia Dewi, drg, M.Kes, Darmayanti, drg dan Tasya, drg yang sudah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

11. Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2009 Minat studi Administrasi Rumah Sakit.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengelola Rumah Sakit, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2013 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Gema Nazri Yanti, lahir pada tanggal 25 Juni 1979 di Medan, anak dari pasangan Ayahanda OK.Nazaruddin Hisyam dan Herawaty Halim.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Kemala Bhayangkari Medan tamat tahun 1991, Sekolah Menegah Pertama SMPN I Medan tamat tahun 1994, Sekolah Menengah Atas SMA Swasta Harapan Medan tamat tahun 1997, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2003.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 dan menyelesaikan pendidikan tahun 2013.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Hipotesis Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Standard Precautions ... 8

2.1.1 Evaluasi Pasien ... 8

2.1.2 Perlindungan Diri ... 9

2.1.3 Sterilisasi Instrumen ... 12

2.1.4 Disinfeksi Permukaan ... 15

2.1.5 Penggunaan Alat Sekali Pakai / Disposible ... 17

2.1.6 Penanganan Sampah Medis ... 17

2.2 Perilaku ... 18

2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 19

2.4 Landasan Teori ... 26

2.5 Kerangka Konsep ... 28

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 29

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 30

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.5.1 Data Primer ... 34

3.5.2 Data Sekunder ... 34

3.5.3 Uji Validitas dan Reabilitas ... 34

3.6 Metode Pengukuran ... 36

(13)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 40 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 40 4.2 Karakteristik Responden di Rumah Sakit di Kota Medan ... 41 4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Dokter Gigi dalam

Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 41 4.3.1 Pengetahuan Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard

Precaution di Rumah Sakit ... 41 4.3.2 Kepercayaan Dokter Gigi terhadap Penyakit Menular di

Rumah Sakit ... 42 4.3.3 Ketersediaan sarana di Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan

Standard Precaution di Rumah Sakit ... 43 4.3.4 Peraturan dan Pengawasan di Rumah Sakit terhadap

Pelaksanaan Standard Precaution ... 44 4.3.5 Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard

Precaution di Rumah Sakit ... 45 4.4. Hubungan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Dokter Gigi

dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 47 4.4.1. Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Perilaku Dokter Gigi

dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 47 4.4.2. Hubungan Faktor Kepercayaan dengan Perilaku Dokter

Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 47 4.4.3. Hubungan Faktor Ketersediaan Sarana dengan Perilaku

Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 48 4.4.4. Hubungan Faktor Peraturan dan Pengawasan dengan

Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 4.5. Hubungan Faktor Pengetahuan, Kepercayaan, Peraturan dan

Pengawasan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan

Standard Precaution di Rumah Sakit ... 56 BAB 5. PEMBAHASAN ... 53

5.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 53 5.2 Hubungan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Dokter Gigi

(14)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Pengukuran Variabel Dependen dan Independen Penelitian ... 39 4.1 Gambaran Karakteristik Responden Dokter Gigi di Rumah Sakit di

Kota Medan (N=36) ... 40 4.2 Persentase Pengetahuan Dokter Gigi terhadap Standard Precaution di

Rumah Sakit ... 41 4.3 Kategori Pengetahuan Dokter Gigi di Rumah Sakit Mengenai

Standard Precaution ... 42 4.4 Persentase Kepercayaan Dokter Gigi terhadap Penyakit Menular di

Rumah Sakit ... 42 4.5 Kategori Kepercayaan Dokter Gigi di Rumah Sakit terhadap

Penerapan Standard Precaution ... 43 4.6 Persentase Ketersediaan Sarana di Rumah Sakit terhadap

Pelaksaanaan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 44 4.7 Kategori Ketersediaan Sarana di Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan

Standard Precaution di Rumah Sakit ... 44 4.8 Persentase Peraturan dan Pengawasan di Rumah Sakit terhadap

Pelaksanaan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 45 4.9 Kategori Peraturan dan Pengawasan di Rumah Sakit terhadap

Pelaksanaan Standard Precaution ... 45 4.10 Persentase Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard

Precaution di Rumah Sakit ... 46 4.11 Kategori Perilaku Dokter Gigi di Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan

Standard Precaution ... 47 4.12 Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam

(16)

4.13 Hubungan Faktor Kepercayaan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 48 4.14 Hubungan Faktor Ketersediaan Sarana dengan Perilaku Dokter Gigi

dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah ... 49 4.15 Hubungan Faktor Peraturan dan Pengawasan dengan Perilaku Dokter

Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit ... 49 4.16 Analisis Variabel yang Berhubungan dengan Perilaku Dokter Gigi

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 64

2. Master Data ... 76

3. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas ... 77

4. Hasil Analisis Statistik ... 87

5. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 111

(19)

ABSTRAK

Banyak penyakit infeksi yang ditularkan selama perawatan gigi dari pasien ke dokter gigi. Prosedur penatalaksanaan infeksi silang yang umum digunakan adalah

standard precaution yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Desain penelitian adalah studi cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor pengetahuan dan kepercayaan dokter gigi, ketersediaan sarana di rumah sakit, peraturan dan pengawasan di rumah sakit dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit. Sampel adalah seluruh dokter gigi sebanyak 36 orang yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan Rumah Sakit Swasta Permata Bunda. Pengambilan data dilakukan dengan mengisi angket dan observasi, uji statistik menggunakan uji fisher exact dan regresi linier ganda.

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan dokter gigi tentang standard precaution kategori kurang dalam hal kacamata pelindung, rubber dam, anamnesis pasien dan teknik mencuci tangan yang tepat. Kepercayaan dokter gigi kategori kategori kurang dalam hal pemakaian rubber dam. Ketersediaan sarana di rumah sakit kategori kurang dalam hal masker untuk setiap pasien, kacamata pelindung, alas dada pasien dan jas praktek. Responden yang tahu adanya peraturan tentang standard precaution 91,7% dan sanksi penerapannya hanya 2,8%. Perilaku dokter gigi kategori kategori kurang dalam hal penggunaan rubber dam dan kacamata pelindung.

Kesimpulan, faktor kepercayaan (p=0,042) dan peraturan / pengawasan (p= 0,005) mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku dokter gigi dalam

menerapkan standard precaution di rumah sakit. Faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku dokter gigi adalah peraturan / pengawasan di rumah sakit. Disarankan untuk pihak rumah sakit melakukan sosialisasi bagi tenaga medis terutama dokter gigi mengingat kurangnya pengetahuan dokter gigi dalam penerapan

standard precaution.

(20)

ABSTRACT

Many infectious diseases can be contaminated during dental treatment from patient to dentist. The management procedure of cross infection commonly used is standard precaution issued by Centers for Diseases Control and Prevention (CDC).

The purpose of this study with cross sectional design was to analyze the relation of knowledge and belief factors of dentist, facility availability and regulation and supervision in the hospital, with dentist behaviour in applying standard precaution in the hospital. A total of 36 samples were dentists who work in the Dr. Pirngadi General Hospital, H. Adam Malik Central Hospital and Private Permata Bunda Hospital in Medan. Data was taken by filling questionnaire and observation. Statistical analysis used fisher exact test and multiple linear regression test.

The result of study showed that dentist knowledge about standard precaution who had less category were appropriate using google, rubber dam, patient anamnesis and appropriate hand washing technique. Dentist belief who had less category of using rubber dam. The availability of facilities in the hospital of less category were using masker for each patient, google, patient’s apron, and practice coat. Respondent who knew regulation about standard precaution was 91,7% and sanction application was only 2,8%. Dentist behaviour who had less category were using rubber dam and googles.

In conclusion, belief factor (p=0,042) and regulation/supervision (p= 0,005) had significant relation with dentist behaviour to applicate standard precaution in the hospital. The most dominant factor influences dentists behaviour was regulation / supervision in the hospital. The hospital management is suggested to socialize the standard precaution to medical workers especially the dentist considering the lack of dentist knowledge in applying standard precaution.

Keywords : Standard Precaution, Dentist Behaviour, Hospital

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam rumah sakit (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Rumah Sakit, 2010).

(22)

tetapi, juga berfungsi sebagai carrier kepada pasien, petugas dan pengunjung (Dinata, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Triatmodjo (1993), petugas rumah sakit seperti dokter, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lain, dapat merupakan sumber atau media transmisi/penularan kuman-kuman patogen, disamping dapat berperan sebagai

carrier bakteri tertentu, dapat pula membawa kuman karena kontak dengan para pasien yang telah terinfeksi sebelumnya.

(23)

Sumber infeksi pada praktek dokter gigi meliputi tangan, saliva, darah, sekresi hidung dan sekresi paru. Udara, air, debu, aerosol, percikan atau tetesan, plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi dan debris dari rongga mulut atau luka terbuka dapat juga menjadi sumber infeksi atau kontaminasi. Oleh karena itu, instrumen dan perlengkapan praktek harus senantiasa dijaga sterilitas dan kebersihannya untuk mencegah terjadinya infeksi (Sikri,1999 dan Daniel, 2008).

Berdasarkan data indikator mutu pelayanan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi kota Medan Tahun 2007 terhadap infeksi nosokomial sebesar 2,63%, terdiri atas infeksi yang disebabkan oleh penggunaan jarum infus 1,8%, akibat tirah baring (dekubitus) 0,2% dan angka infeksi luka operasi sebesar 0,6% dan transfusi darah 0,03% (Sukartik, 2009).

Prosedur penatalaksanaan infeksi silang yang umum digunakan adalah berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Pada awalnya, aturan ini dikenal sebagai universal precautions.

(24)

beberapa elemen pencegahan dan perlindungan. Dalam praktek kedokteran gigi,

Standard Precautions meliputi enam bagian penting yaitu : evaluasi pasien, perlindungan diri, pemrosesan instrumen (sterilisasi), asepsis dan desinfeksi permukaan, penggunaan alat sekali pakai dan pembuangan sampah medis (Kohn dan Collins, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Askarian dan Assadian tahun 2009 untuk menilai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap standard precautions di kalangan dokter gigi dan mahasiswa kepaniteraan klinik, menunjukkan bahwa skor pengetahuan responden 6,71 ± 0,99 dari skor maksimal 9, sikap 34,99 ± 4,47 dari 45 dan perilaku 4,97 ± 2,17 dari 9. Hal ini menunjukkan bahwa, tingkat pengetahuan dan sikap responden memuaskan, tetapi perilaku mereka tidak mencapai tahap yang diharapkan. Di samping itu, dijumpai suatu hubungan linear positif antara pengetahuan dan sikap (r=0,394, p<0,001) serta sikap dan perilaku (r=0,317, p<0,001). Ini berarti walaupun pengetahuan responden baik tetapi tidak berpengaruh terhadap perilaku responden.

(25)

disebabkan dokter gigi percaya akan terkena infeksi dari pasien sehingga dokter gigi melaksanakan standard precaution yang dianjurkan di praktek pribadi.

Hasil penelitian Navissha (2011) tentang pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap standard precaution di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Medan didapat hasil sebanyak 48,75% mahasiswa berpengetahuan cukup, sedangkan sikap mahasiswa tergolong baik 55% dan perilaku mahasiswa cukup (46,25%). Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan mahasiswa mengenai pentingnya mengetahui standard precaution yang mana materi tersebut tidak diberikan di dalam perkuliahan. Perilaku mahasiswa termasuk cukup baik hal ini mungkin disebabkan karena tidak didukung oleh ketersediaan sarana di RSGMP FKG USU Medan, tidak adanya pengawasan dari pihak dosen pembimbing yang mungkin disebabkan tidak adanya peraturan tentang standard precaution di rumah sakit gigi dan mulut ini.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dokter gigi untuk menerapkan Standard Precaution

(26)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dokter gigi dalam pelaksanaan Standard Precaution di Rumah Sakit.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precautions di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi, Rumah Sakit Umum Pendidikan H Adam Malik dan Rumah Sakit Swasta Permata Bunda, dan secara khusus bertujuan :

1. Untuk menganalisis hubungan faktor pengetahuan dan kepercayaan dokter gigi dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

2. Untuk menganalisis hubungan faktor ketersediaan sarana rumah sakit dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

3. Untuk menganalisis hubungan faktor peraturan dan pengawasan rumah sakit dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

1.4 Hipotesis Penelitian

(27)

2. Ada hubungan antara faktor ketersediaan sarana dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

3. Ada hubungan antara peraturan dan pengawasan rumah sakit dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang antara tenaga kesehatan dengan pasien dan sebaliknya dalam menerapkan standard Precautions bagi setiap tenaga kesehatan di rumah sakit.

2. Untuk pengembangan ilmu dalam bidang administrasi rumah sakit sebagai dasar untuk pengembangan penelitian tentang pelayanan kesehatan di rumah sakit. 3. Untuk menambah informasi bagi dokter gigi dalam melaksanakan prosedur

standard precaution di rumah sakit sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Standard Precautions

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Standard Precautions dikembangkan dari universal precautions dengan menggabungkan dan menambah tahapan pencegahan yang dirancang untuk melindungi petugas kesehatan gigi dan pasien dari patogen yang dapat menyebar melalui darah dan cairan tubuh yang lain. Standar ini harus dilakukan untuk semua pasien ketika melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi, ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa.

Standard Precaution merupakan langkah-langkah yang perlu diikuti ketika melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh dan sekrsesi, ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa. Prosedur

standard precaution bertujuan untuk melindungi dokter gigi, pasien dan staf dari paparan objek yang infeksius selama prosedur perawatan berlangsung. Pencegahan yang dilakukan adalah evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi instrumen, desinfeksi permukaan, penggunaan alat sekali pakai dan penanganan sampah medis (Center for Disease Control and Prevention, 2003).

2.1.1 Evaluasi Pasien

(29)

perkawinan, pekerjaan, alamat dan nomor telepon. Riwayat penyakit yang pernah diderita maupun yang sedang diderita, adanya penyakit keturunan harus dicatat, demikian pula keadaan sosial ekonominya, pendidikannya, apakah ia pengguna narkoba atau peminum minuman keras, semua hal-hal tersebut harus diketahui. Hal ini karena dari data tersebut dapat juga diperoleh informasi bahwa pasien tersebut merupakan orang yang beresiko tinggi terkena penyakit infeksi, seperti orang yang bekerja dibidang kesehatan.

2.1.2 Perlindungan Diri

Yang termasuk perlindungan diri adalah mencuci tangan, pemakaian baju praktek, penggunaan sarung tangan, penggunaan kaca mata pelindung, penggunaan masker, penggunaan rubber dam dan imunisasi.

1. Cuci Tangan

Mencuci tangan dengan sabun perlu dilakukan setiap sebelum dan sesudah merawat pasien. Setiap kali selesai perawatan, sarung tangan harus dibuang dan tangan harus dicuci lagi sebelum mengenakan sarung tangan yang baru.

Prosedur mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut :

a. Tangan dibasahkan dengan air di bawah kran atau air mengalir.

b. Sabun cair yang mengandung zat antiseptik dituang ketangan dan digosok sampai berbusa.

(30)

d. Tangan dibilas bersih dengan air mengalir.

e. Tangan dikeringkan dengan menggunakan tisu. Mengeringkan tangan dengan kertas tisu adalah lebih baik dibandingkan mengeringkan tangan menggunakan mesin pengering tangan, karena mesin pengering tangan umumnya menampung banyak bakteri.

2. Pemakaian Jas Praktek

Dokter gigi dan stafnya harus memakai jas praktek yang bersih dan sudah dicuci. Jas tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi kontaminasi. Jas praktek harus dicuci dengan air panas dan deterjen serta pemutih klorin, bahkan jas yang terkontaminasi perlu penanganan tersendiri. Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu.

3. Penggunaan Sarung Tangan

Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau vinil sekali pakai. Hal ini untuk melindungi dokter gigi, staf dan pasien. Tujuan penggunaan sarung tangan adalah untuk mencegah bersentuhan langsung dengan darah, saliva, mukosa, cairan tubuh, atau sekresi tubuh lainnya dari penderita. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi terhadap lateks. Sarung tangan harus diganti setiap selesai perawatan pada setiap pasien.

(31)

a. Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi memeriksa mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan.

b. Sarung tangan steril harus digunakan saat melakukan tindakan bedah atau mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan pada perawatan.

c. Sarung tangan heavy duty harus dipakai saat membersihkan alat, permukaan kerja atau saat menggunakan bahan kimia.

4. Penggunaan Masker

Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan pada saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas dan bawah. Efektifitas penyaringan dari masker tergantung pada bahan yang dipakai (masker polipropilen lebih baik dari masker kertas) dan lama pemakaian (efektif 30 – 60 menit). Sebaiknya menggunakan satu masker untuk satu pasien.

5. Penggunaan Kacamata Pelindung

Kacamata pelindung harus dipakai dokter gigi dan stafnya untuk melindungi mata dari debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece dan pembersihan karang gigi baik secara manual maupun ultrasonik. Perlindungan mata dari saliva, mikroorganisme, aerosol dan debris sangat diperlukan untuk dokter gigi maupun staf. 6. Penggunaan Rubber Dam

(32)

mengurangi kontak instrumen dengan mukosa, rubber dam juga berguna untuk mengurangi terjadinya luka dan perdarahan.

7. Imunisasi

Pelindung yang paling mudah digunakan dan yang paling jarang digunakan sebagai sumber perlindungan untuk dokter gigi dan staf adalah imunisasi, misalnya heptavax-B untuk perlindungan terhadap hepatitis B. Imunisasi hepatitis B terdiri atas tiga tahap, pertama pada hari yang ditentukan, tahap kedua pada satu bulan kemudian, dan tahap ketiga pada enam bulan kemudian. CDC sangat menganjurkan agar personil gigi diimunisasi hepatitis B. Imunisasi lain yang juga dianjurkan antara lain adalah imunisasi terhadap penyakit mumps, measles dan rubella (MMR), difteri, pertusis, dan tetanus (DPT), infuenza, poliomyelitis dan TBC (BCG).

2.1.3 Sterilisasi Instrumen

Sterilisasi adalah setiap proses (kimia atau fisik) yang membunuh semua bentuk hidup terutama mikroorganisme termasuk virus dan spora bakteri. Sterilisasi dilakukan dalam 4 tahap, yaitu :

1. Pembersihan sebelum Sterilisasi

(33)

dikeringkan dengan baik sebelum disterilkan. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya karat.

2. Pembungkusan

Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk memenuhi prosedur klinik yang baik. Instrumen yang digunakan dalam kedokteran gigi harus dibungkus untuk sterilisasi dengan menggunakan nampan terbuka yang ditutup dengan kantung sterilisasi yang tembus pandang, nampan yang berlubang dengan penutup yang dibungkus dengan kertas sterilisasi, atau dibungkus secara individu dengan bungkus untuk sterilisasi yang dapat dibeli.

3. Proses Sterilisasi

Sterilisasi dapat dicapai melalui metode berikut: a. Pemanasan basah dengan Tekanan Tinggi (Autoclave)

Cara kerja autoclave sama dengan Pressure cooker. Uap jenuh lebih efisien membunuh mikroorganisme dibandingkan dengan maupun pemanasan kering. Instrumen tersebut dapat dibungkus dengan kain muslin, kertas, nilon, aluminium foil, atau plastik yang dapat menyalurkan uap.

b. Pemanasan Kering (Oven)

(34)

yang dipakai adalah 1700C, selama 60 menit, untuk alat yang dapat menyalutkan panas adalah 1900

c. Uap Bahan Kimia (Chemiclave)

C, sedangkan untuk instrumen yang tidak dibungkus 6 menit.

Kombinasi dari formaldehid, alkohol, aseton, keton, dan uap pada 138 kPa merupakan cara sterilisasi yang efektif. Kerusakan mikroorganisme diperoleh dari bahan yang toksik dan suhu tinggi. Sterilisasi dengan uap bahan kimia bekerja lebih lambat dari autoclave yaitu 138-176 kPa selama 30 menit setelah tercapai suhu yang dikehendaki. Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk bahan yang dapat dirusak oleh bahan kimia tersebut maupun oleh suhu yang tinggi. Umumnya tidak terjadi karatan apabila instrumen telah benar-benar kering sebelum disterilkan karena kelembaban yang rendah pada proses ini sekitar 7-8%. Keuntungan sterilisasi dengan uap bahan kimia adalah lebih cepat dibandingkan dengan pemanasan kering, tidak menyebabkan karat pada instrumen atau bur dan setelah sterilisasi diperoleh instrumen yang kering. Namun instrumen harus diangin-anginkan untuk mengeluarkan uap sisa bahan kimia. 4. Penyimpanan yang Aseptik

(35)

yang baik. Pembungkus instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam waktu satu bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.

2.1.4 Disinfeksi Permukaan

Disinfeksi adalah membunuh organisme-organisme patogen (kecuali spora kuman) dengan cara fisik atau kimia yang di lakukan terhadap benda mati. Disinfeksi dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi. Disinfeksi permukaan dilakukan pada dental unit, kabinet, tuba dan pipa, serta handpiece dan instrumen tangan.

Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedangkan disenfeksi digunakan pada benda mati. Disinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya. Sebelum dilakukan disinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi. Macam-macam disinfektan yang digunakan di kedokteran gigi, antara lain adalah:

1. Alkohol

(36)

2. Aldehid

Aldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer dan kuat, baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan. Alat yang selesai didisinfeksi, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan aquades karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit atau mukosa. Operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty.

3. Biguanid

Klorheksidin termasuk biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrol plak. Misalnya, 0,4% larutan pada deterjen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi yaitu 2% digunakan sebagai disinfeksi gigi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri gram (+) maupun gram (-).

4. Senyawa Halogen

Hipoklorit dan povidon iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halida seperti chloros, domestos dan betadine. Walaupun murah dan efektif zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik.

5. Fenol

(37)

organik. Zat ini bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun, karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.

6. Klorsilenol

Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai antiseptik seperti Dettol. Aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas sebagai desinfektan.

2.1.5 Penggunaan Alat Sekali Pakai / Disposible

Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan dengan menggunakan alat –alat sekali pakai/ disposible . Yang paling penting adalah penggunaan jarum suntik yang digunakan untuk anestesi lokal atau bahan lain. Jarum tersebut terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin ketajaman dan sterilitasnya.

Selain jarum suntik, benang dan jarum jahit juga tersedia dalam bentuk sekali pakai. Bilah skalpel dan kombinasi bilah tangkai juga tersedia dalam bentuk steril untuk sekali pemakaian. Disamping itu, cara terbaik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit antar pasien adalah menggunakan alat sekali pakai/disposible

seperti sarung tangan, masker, kain alas dada, ujung saliva ejektor dan lain-lain. 2.1.6 Penanganan Sampah Medis

(38)

tersebut. Benda-benda tajam seperti jarum atau pisau skalpel harus dimasukkan dalam tempat yang tahan terhadap tusukan sebelum dimasukkan dalam kantung plastik. Jaringan tubuh juga harus mendapat perlakuan yang sama dengan benda tajam.

2.2 Perilaku

Perilaku adalah apa yang apa yang dikerjakan oleh organisme, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari (Robert Kwick, 1974).

Menurut Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo, perilaku dibagi ke dalam 3 domain (ranah/kawasan) yang dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari: 1. Ranah kognitif (cognitive domain), 2. Ranah afektif (affective domain), dan 3. Ranah psikomotor (psychomotor domain). Ketiga domain ini dapat diukur dari :

1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge)

2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude)

(39)

2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Green (2000), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu : faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor penguat (reinforcing factor) (Notoatmodjo, 2003; Green, 2000).

1. Faktor Predisposing (Predisposing Factor) terdiri atas: a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006) kata “tahu” berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta kepandaian. Dalam hal ini, dapat dikatakan efektif bila penerima pesan dapat memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu).

(40)

Sementara Soekamto (1997) berpendapat, pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu yang diperoleh dari pendidikan, pengalaman sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan sekitarnya.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (over behaviour). Adanya perubahan perilaku baru pada seseorang merupakan suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu relatif lama di mana tahapan yang pertama adalah pengetahuan, sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru maka harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya maupun terhadap keluarga atau orang lain (Soekamto, 1997).

Kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun pendidikan, dan ketrampilan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya sejenis pendidikan, kurikulum, pengalaman praktek dan latihan (Gibson.et al, 2001).

Pengetahuan terdiri atas fakta, konsep generalisasi dan teori yang memungkinkan manusia dapat memahami fenomena dan memecahkan masalah. Menurut Gibson.et al, (2001) ada empat cara memperoleh pengetahuan yaitu :

(41)

2) Mencari dan menerima penjelasan-penjelasan dari orang tertentu yang mempunyai penguasaan atau yang dipandang berwenang;

3) Penalaran deduktif;

4) Pencarian pengetahuan yang dimulai dengan melakukan observasi terhadap hal-hal khusus atau fakta yang nyata (induktif).

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu sikap seseorang. Pengetahuan tersebut mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut :

1) Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

2) Interest, orang mulai tertarik kepada stimulus.

3) Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya

4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5) Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

b. Sikap

(42)

berikutnya. Sikap merupakan respons evaluatif berdasarkan pada proses evaluasi diri disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek.

Menurut Gibson, et al, (2001) sikap adalah determinan perilaku sebab sikap berkaitan dengan kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang diberikan pengaruh khusus pada respons seseorang terhadap orang, obyek-obyek, dan keadaan. Defenisi sikap mempunyai implikasi tertentu pada seseorang yaitu : 1. Sikap dapat dipelajari, 2. Sikap mendefinisikan predisposisi terhadap aspek-aspek yang diberikan, 3. Sikap memberikan dasar perasaan bagi hubungan antar pribadi dan identifikasi dengan yang lain, 4. Sikap diatur dan dekat dengan inti kepribadian.

Sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespons secara positif atau negatif terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung sesuatu penilaian emosional / afektif, kognitif dan perilaku. Sedangkan Rogers dalam Notoatmodjo (2003) membagi sikap dalam 4 tingkatan yaitu :

1) Menerima (Receiving) diartikan sebagai manusia (subyek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek)

(43)

upaya untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan program yang diberikan. Terlepas dari benar dan salah, berarti manusia menerima ide tersebut.

3) Menghargai (Valuing) mengandung arti mengajak orang lain untuk ikut mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah dengan mengukur kemampuan.

4) Bertanggung jawab (Responsible) bersedia bertanggung jawab atas sesuatu yang sudah dipilih dengan segala resikonya.

Sikap (attitude) adalah suatu pernyataan evaluatif positif ataupun negatif terhadap suatu obyek, orang atau peristiwa (Robbins, 1996). Sementara Azwar (1998) membagi sikap menjadi tiga komponen yaitu : a. Keyakinan ide dan konsep terhadap suatu obyek, b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek, dan c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Di dalam penentuan sikap yang utuh pengetahuan, berfikir, berkeyakinan dan emosi memegang peranan sangat penting.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya adalah: pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu untuk seseorang bereaksi (Azwar, 1998).

c. Nilai-nilai

(44)

d. Kepercayaan

Seseorang yang mempunyai atau meyakini suatu kepercayaan tertentu akan mempengaruhi perilakunya dalam meghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya (Green, 2000). Kepercayaan kesehatan (health belief)

sebagaimana dikemukakan Anderson, mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi: penilaian terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan dan pengetahuan tentang penyakit.

e. Persepsi

Persepsi merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengoranisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respons yang menyeluruh dalam diri individu. Orang yang mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang dimilikinya (Sunaryo, 2004; Notoatmodjo, 2003).

2. Faktor-faktor Pendukung (Enabling Factor)

Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik (Green, 2000). Faktor pendukung (enabling factor)

(45)

3.Faktor-faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

(46)

2.4 Landasan Teori

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor utama: faktor predisposisi (predisposing factor) meliputi pengetahuan, sikap, nilai, kepercayaan dan persepsi, faktor pemungkin (enabling factor) meliputi ketersediaan sarana, sumber daya/dana, ketrampilan dan keterjangkauan, dan faktor penguat (reinforcing factor) meliputi motivasi, sistem reward, supervisi, teman, kebijakan/aturan (Notoatmodjo, 2003; Green, 2000). Kajian dalam penelitian ini difokuskan pada faktor pengetahuan, kepercayaan, ketersediaan sarana, supervisi serta kebijakan dan aturan yang dihubungkan dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

(47)

Gambar 2.1 Landasan Teori

(48)

2.5 Kerangka Konsep

(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan cross sectional study yang mempelajari faktor resiko yaitu pengetahuan, kepercayaan, ketersediaan sarana, pengawasan dan peraturan rumah sakit dan faktor efek yaitu perilaku dokter gigi dalam pelaksanaan

standard precaution diukur pada waktu yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Pusat H Adam Malik, Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi dan Rumah Sakit Swasta Permata Bunda Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013, dengan perincian survei pendahuluan dilakukan pada bulan November 2012 dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2012.

3.3 Populasi dan Sampel

(50)

ini seluruh populasi dijadikan sampel, sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 36 orang.

3.4Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

1. Variabel independen yaitu: a. Pengetahuan

b. Kepercayaan c. Ketersediaan sarana d. Pengawasan

e. Peraturan rumah sakit

2. Variabel dependen yaitu perilaku dokter gigi. 3.4.2 Defenisi Operasional

a. Pengetahuan adalah pengetahuan responden terhadap standard precaution di rumah sakit, meliputi:

1. Pengertian standard precautions : langkah-langkah yang perlu diikuti ketika melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi, ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa.

(51)

3. Prosedur mencuci tangan: langkah-langkah yang harus dilakukan dokter gigi pada saat mencuci tangan sesuai dengan standard precaution. Dilakukan sebelum dan sesudah merawat pasien. Tangan dibasahkan dengan air di bawah kran atau air mengalir, tuangkan sabun cair yang mengandung antiseptik ke tangan dan digosok sampai berbusa, kedua telapak tangan, punggung tangan, jari dan kuku digosok sampai ke ujung jari selama 10-15 detik. Tangan dibilas bersih dengan air mengalir dan dikeringkan dengan tisu.

4. Cara memakai sarung tangan : cara dokter gigi memakai sarung tangan sesuai dengan standard precaution yang mana setiap selesai perawatan sarung tangan harus diganti, tangan harus dicuci lagi sebelum menggunakan sarung tangan baru.

5. Waktu pemakaian sarung tangan lateks : waktu pemakaian sarung tangan lateks oleh dokter gigi sesuai dengan standard precaution dan digunakan dokter gigi pada saat memeriksa mulut pasien / merawat pasien.

6. Waktu pemakaian sarung tangan steril : waktu pemakaian sarung tangan steril oleh dokter gigi sesuai dengan standard precaution yaitu digunakan pada saat melakukan tindakan bedah untuk mengantisipasi perdarahan.

(52)

8. Guna kaca mata pelindung : manfaat atau guna kaca mata pelindung bagi dokter gigi sesuai standard precaution yang mana kaca mata pelindung digunakan untuk perlindungan mata dari saliva, mikroorganisme, aerosol dan debris, misal pada saat pembersihan karang gigi.

9. Guna pemakaian rubber dam : manfaat atau guna pemakaian rubber dam bagi dokter gigi sesuai standard precaution yang mana harus digunakan pada operasi dan penambalan agar tidak terjadi pengumpulan saliva, untuk mengurangi kontak instrumen dengan mukosa, mengurangi terjadinya luka dan perdarahan.

10. Jenis imunisasi : imunisasi yang penting untuk dokter gigi sesuai standard precaution adalah hepatitis B, selain itu mumps, measles, rubella, DPT,

influenza, poliomyelitis, TBC dan BCG.

11. Jenis penggunaan alat sekali pakai (disposible ) : alat-alat sekali pakai yang digunakan dokter gigi sesuai standard precaution seperti jarum suntik, benang, jarum jahit, skalpel, sarung tangan, masker, kain alas dada pasien dan ujung saliva ejektor.

12. Cara pembuangan sampah medis yang terkontaminasi: cara membuang sampah medis oleh dokter gigi sesuai dengan standard precaution yang mana sampah di masukkan dalam kantung plastik yang kuat dan tertutup rapat.

(53)

b. Kepercayaan: keyakinan dokter gigi akan tertular penyakit yang akan mempengaruhi kesehatannya.

1) Jenis penyakit yang menular : Hepatitis B dan C, AIDS dan TBC 2) Cara penularan penyakit: melalui darah, saliva dan sputum

c. Ketersediaan sarana: bahan-bahan dan alat-alat yang disediakan oleh rumah sakit dan digunakan dalam standard precaution terdiri atas :

1) Tempat cuci tangan / wastafel dan sabun cair antiseptik

2) Masker, sarung tangan, jas praktek, kacamata pelindung, rubber dam, kain alas dada pasien.

3) Sterilisator (autoclave).

4) Tempat sampah : medis, non medis dan wadah untuk benda tajam / bekas pencabutan gigi.

d. Supervisi / pengawasan: tindakan pengawasan yang dilakukan kepala bagian poli gigi terhadap dokter gigi pada saat melaksanakan tugasnya dalam bentuk surat peringatan / teguran.

e. Kebijakan / aturan rumah sakit tentang pelaksanaan standard precaution: peraturan di rumah sakit yang berhubungan dengan Standard Precaution dalam bentuk standard operational prosedur.

f. Perilaku pelaksanaan standard precaution: wujud perbuatan nyata responden terhadap standard precautions di rumah sakit terdiri atas :

(54)

3) Penggunaan sarung tangan 4) Penggunaan masker 5) Pemakaian jas praktek

6) Penggunaan kain alas dada pasien 7) Penggunaan kaca mata pelindung 8) Penggunaan rubber dam

9) Penggunaan sterilisator (autoclave) 10)Penggunaan alat sekali pakai

11)Pembuangan sampah medis dan non medis

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui wawancara dan observasi langsung berpedoman pada angket yang telah disiapkan.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen resmi lainnya terutama data di RSUD Pirngadi, RSUP H Adam Malik dan RS Permata Bunda yang digunakan untuk membantu analisis terhadap data primer yang diperoleh.

3.5.3 Uji Validitas dan Realibilitas

(55)

digunakan dalam penelitian, yaitu untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai alat ukur yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas dalam suatu penelitian.

Uji coba kuesioner dilakukan kepada 12 orang dokter gigi yang bertugas di beberapa rumah sakit yang memiliki karakteristik yang relatif sama dengan dokter gigi di rumah sakit yang akan diteliti.

1. Uji Validitas

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan mengukur korelasi antar item variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi > 0,5 (valid) (Sudigdo dan Ismael, 2002).

Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa seluruh pertanyaan pada variabel pengetahuan, kepercayaan, ketersediaan sarana, peraturan dan pengawasan serta perilaku dokter gigi dinyatakan valid, sehingga seluruh pertanyaan dimasukkan dalam kuesioner penelitian.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien

(56)

mempunyai nilai r-alpha cronbach > 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan adalah reliabel.

3.6 Metode Pengukuran

Pengukuran variabel independen yaitu pengetahuan, kepercayaan, ketersediaan sarana, peraturan dan pengawasan rumah sakit. Berikut akan dijelaskan satu persatu pengukuran variabel independen pada penelitian ini:

a. Pengetahuan

Variabel pengetahuan diukur dengan menggunakan skala interval. Setiap jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Skor minimum pengetahuan dalam penelitian ini adalah 0 dan maksimum adalah 13. Apabila skor jawaban responden ≥ 80 dari skor maksimum maka dikategorikan baik. Bila skor jawaban responden 60%-79% dari skor maksimum maka dikategorikan cukup. Bila skor jawaban responden < 60% dari skor maksimum maka dikategorikan kurang.

b. Kepercayaan

(57)

c. Ketersediaan Sarana

Variabel ketersediaan sarana diukur dengan menggunakan skala interval. Jika alat dan bahan tersedia dan ada diberi skor 1 dan jika tidak ada diberi skor 0. Skor minimum dalam penelitian ini adalah 0 dan skor maksimum 13. Apabila skor hasil observasi peneliti ≥ 80 dari skor maksimum maka dikategorikan baik. Bila skor hasil observasi peneliti 60%-79% dari skor maksimum maka dikategorikan cukup. Bila skor hasil observasi peneliti < 60% dari skor maksimum maka dikategorikan kurang.

d. Peraturan dan Pengawasan / Supervisi

Variabel peraturan rumah sakit / supervisi diukur dengan menggunakan skala interval. Jika peraturan rumah sakit / supervisi ada diberi skor 1 dan jika tidak ada diberi skor 0. Skor minimum dalam penelitian ini adalah 0 dan skor maksimum 2. Apabila skor dari jawaban responden ≥ 80 dari skor maksimum maka dikategorikan baik. Bila skor dari jawaban responden 60%-79% dari skor maksimum maka dikategorikan cukup. Bila skor jawaban responden < 60% dari skor maksimum maka dikategorikan kurang.

(58)
[image:58.612.113.523.195.452.2]

responden 60%-79% dari skor maksimum maka dikategorikan cukup. Bila skor jawaban responden < 60% dari skor maksimum maka dikategorikan kurang.

Tabel 3.1 Pengukuran Variabel Dependen dan Independen Penelitian

Variabel Perta

nyaan Alternatif Jawaban Bobot Nilai Total

Nilai Kategori

Skala Ukur Cara Pengum -pulan data

Pengetahuan 13 1.Salah 2.Benar 0 1 <8 8-9 10-13 Kurang Cukup Baik

Interval Kuesioner

Kepercayaan 7 1.Salah 2.Benar 0 1 <4 4-5 6-7 Kurang Cukup Baik

Interval Kuesioner

Ketersediaan Sarana

14 1.Tidak ada 2.Ada 0 1 <8 8-9 10-13 Kurang Cukup Baik

Interval Observasi

Peraturan Rumah Sakit/ Supervisi

2 1.Tidak ada 2.Ada 0 1 <1 1 2 Kurang Cukup Baik

Interval Kuesioner

Perilaku 22 1.Tidak dilakukan 2. Kadang-kadang 3.Selalu 0 1 2 <13 13-17 18-22 Kurang Cukup Baik

Interval Kuesioner

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini mencakup :

1. Analisis Univariat, yaitu analisis variabel independen dalam bentuk frekuensi dan dihitung persentasenya.

(59)

berdasarkan kategori variabel terikat. Sesuai tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan uji fisher exact. 3. Analisis Multivariat

Analisis yang digunakan untuk menganalisis variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95% (Murti, 1996)

(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga rumah sakit di kota Medan, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan Rumah Sakit Swasta Permata Bunda. Dipilihnya rumah sakit ini karena mewakili rumah sakit pusat, rumah sakit daerah dan rumah sakit swasta di kota Medan dan jumlah dokter gigi yang bertugas di rumah sakit tersebut lebih banyak dibandingkan rumah sakit lain.

4.2 Karakteristik Responden di Rumah Sakit di Kota Medan

[image:60.612.120.527.525.651.2]

Responden laki-laki sebanyak 33,3% dan perempuan 66,7%. Responden paling banyak umur 45-54 tahun yaitu 36,1%. (Tabel 4.1)

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden Dokter Gigi di Rumah Sakit di Kota Medan (N=36)

Karakteristik Jumlah Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

12 24

33,3 66,7 Umur

25– 34 tahun 35– 44 tahun 45– 54 tahun >54 tahun

5 11 13 7

(61)

4.3Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan

Standard Precaution di Rumah Sakit

4.3.1 Pengetahuan Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit

Persentase pengetahuan dokter gigi tentang standard precaution yang sudah baik (88,9%) adalah tentang pemakaian sarung tangan yang benar dan alat sekali pakai. Diikuti persentase pengetahuan yang cukup (69,4%) mengenai persyaratan masker yang baik. Pengetahuan dokter gigi yang kurang (30-60%) adalah waktu pemakaian sarung tangan lateks, guna kacamata pelindung dan rubber dam, sampah medis khusus, anamnesis pasien dan waktu pemakaian sarung tangan steril, defenisi

[image:61.612.114.520.468.657.2]

Standard Precaution, teknik mencuci tangan yang tepat dan imunisasi yang penting untuk dokter gigi (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Persentase Pengetahuan Dokter Gigi terhadap Standard Precaution di Rumah Sakit

Pengetahuan Dokter Gigi Tahu Tidak Tahu

N % N %

Pemakaian sarung tangan yang benar Peralatan sekali pakai Pernyataan masker yang benar Waktu pemakaian sarung tangan lateks Guna kacamata pelindung Guna pemakaian rubber dam Sampah medis dalam wadah khusus Deskripsi anamnesis pasien Waktu pemakaian sarung tangan steril Defenisi standard precaution Teknik mencuci tangan yang tepat Imunisasi untuk dokter gigi

(62)
[image:62.612.113.527.238.310.2] [image:62.612.119.529.565.704.2]

Pengetahuan dokter gigi mengenai Standard Precaution paling banyak termasuk dalam kategori cukup 38,9%, kemudian kurang 36,1% dan baik 25% (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Kategori Pengetahuan Dokter Gigi di Rumah Sakit Mengenai

Standard Precaution

Kategori Jumlah Persentase (%)

Baik Cukup Kurang 9 14 13 25 38,9 36,1

Total 36 100

4.3.2 Kepercayaan Dokter Gigi terhadap Penyakit Menular di Rumah Sakit Seluruh responden (100%) percaya bahwa dokter gigi mempunyai risiko yang tinggi terhadap penyakit hepatitis B dan 94,4% percaya terhadap risiko tinggi terhadap penyakit AIDS dan TBC. Sedangkan 63,9% dokter gigi cukup percaya terhadap risiko tertular penyakit jika tidak memakai kacamata pelindung. Sisanya 16,7- 56 % dokter gigi kurang percaya akan tertular penyakit jika tidak memakai

rubber dam, jas praktek dan merawat pasien AIDS. (Tabel 4.4)

Tabel 4.4. Persentase Kepercayaan Dokter Gigi terhadap penyakit Menular di Rumah Sakit

Kepercayaan Dokter Gigi Percaya

Tidak Percaya

N % N %

Risiko tinggi terhadap hepatitis B Risiko tinggi terhadap AIDS Risiko tinggi terhadap TBC

Tertular penyakit jika tidak memakai kacamata pelindung Tertular penyakit jika tidak memakai jas praktek Tertular AIDS jika merawat pasien AIDS

(63)
[image:63.612.112.531.215.289.2]

Kepercayaan dokter gigi terhadap penyakit menular paling banyak kategori cukup 47,2% diikuti baik 27,8% dan kurang 25%. (Tabel 4.5)

Tabel 4.5 Kategori Kepercayaan Dokter Gigi di Rumah Sakit terhadap Penerapan Standard Precaution

Kategori Jumlah Persentase (%)

Baik Cukup Kurang

10 17 9

27,8 47,2 25

Total 36 100

4.3.3 Ketersediaan sarana di Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan Standard Precaution di Rumah Sakit

(64)
[image:64.612.119.532.162.373.2]

Tabel 4.6 Persentase Ketersediaan Sarana di Rumah Sakit terhadap Pelaksaanaan Standard Precaution di Rumah Sakit

Ketersediaan Sarana di Rumah Sakit Ada Tidak ada

N % N %

Tempat cuci tangan / wastafel Sabun cair antiseptik

Sarung tangan lateks Sarung tangan steril

Autoclave

Tempat sampah medis Tempat sampah non medis

Tempat sampah benda tajam / gigi bekas pencabutan

Rubber dam untuk penambalan dan operasi Masker untuk setiap pasien

Kacamata pelindung untuk skeling / pengeboran Kain alas dada untuk setiap pasien

Jas praktek yang bersih dan diganti setiap hari

36 36 36 36 36 30 30 24 24 18 6 6 0 100 100 100 100 100 83,3 83,3 66,7 66,7 50 16,7 16,7 0 0 0 0 0 0 6 6 12 12 18 30 30 36 0 0 0 0 0 16,7 16,7 33,3 33,3 50 83,3 83,3 100

Ketersediaan sarana di rumah sakit di kota Medan termasuk kategori baik 16,7%, diikuti kategori cukup 83,3% (Tabel 4.7).

Tabel 4.7 Kategori Ketersediaan Sarana di Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan Standard Precaution di Rumah Sakit

Kategori Jumlah Persentase (%)

Baik Cukup Kurang 6 30 0 16,7 83,3 0

Total 36 100

4.3.4. Peraturan dan Pengawasan di Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan

Standard Precaution

(65)

Tabel 4.8 Persentase Peraturan dan Pengawasan di Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan Standard Precaution di Rumah Sakit

Peraturan / Pengawasan Ada Tidak Ada

N % N %

Peraturan tentang standard precaution

Sanksi pelaksanaan standard precaution

33 1 91,7 2,8 3 35 8,3 97,2

[image:65.612.109.530.364.437.2]

Responden yang menjawab peraturan dan pengawasan tentang standard precaution di rumah sakit termasuk kategori cukup adalah 88,9% diikuti kategori kurang 8,3% dan kategori baik 2,8% (Tabel 4.9).

Tabel 4.9 Kategori Peraturan dan Pengawasan di Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan Standard Precaution

Kategori Jumlah Persentase (%)

Baik Cukup Kurang 1 32 3 2,8 88,9 8,3

Total 36 100

4.3.5 Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit

Perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit sudah baik yaitu 80-100%, dalam hal menggunakan masker, mencuci tangan sebelum dan sesudah periksa dan merawat pasien, menggunakan sarung tangan sekali pakai, ujung saliva ejektor sekali pakai, benang yang sudah disterilisasi, memakai sarung tangan, menggunakan spuit, jarum, masker dan jarum suntik sekali pakai serta

(66)
[image:66.612.127.533.299.621.2]

medis, menggunakan skalpel sekali pakai dan menggunakan satu masker untuk satu pasien. Perilaku dokter gigi kurang baik dalam hal mengganti jarum suntik saja, memakai jas praktek setiap hari, memasang alas dada pasien, mengganti jas praktek, menggunakan kacamata pelindung dan rubber dam yaitu sebesar 32-60%. (Tabel 4.10)

Tabel 4.10 Persentase Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit

Perilaku Dokter Gigi Ya Tidak

N % N %

Menggunakan masker Mencuci tangan sebelum dan sesudah periksa pasien Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien Menggunakan sarung tangan sekali pakai

Menggunakan ujung saliva ejektor sekali pakai Menggunakan benang yang disterilisasi Memakai sarung tangan Menggunakan spuit dan jarum sekali pakai Menggunakan masker sekali pakai Menggunakan jarum suntik sekali pakai Menggunakan autoclave untuk sterilisasi Melakukan anamnesis pasien lengkap Memisahkan sampah medis dan non medis

Membuang sampah medis dan non medis di wadah berbeda Menggunakan skalpel sekali pakai

Menggunakan satu masker untuk satu pasien Mengganti jarum suntik saja Memakai jas praktek setiap hari Memasang alas dada pasien Mengganti jas praktek setiap hari Menggunakan kacamata pelindung Menggunakan rubber dam

36 34 34 34 31 31 30 30 29 29 29 28 28 28 27 22 20 18 14 7 7 4 100 94,4 94,4 94,4 86,1 86,1 83,3 83,3 80,6 80,6 80,6 77,8 77,8 77,8 75 61,1 55,6 18 22 29 29 32 0 2 2 2 5 5 6 6 7 7 7 8 8 8 9 14 16 50 61,1 80,6 80,6 88,9 0 5,6 5,6 5,6 13,9 13,9 16,7 16,7 19,4 19,4 19,4 22,2 22,2 22,2 25 38,9 44,4 50 61,1 80,6 80,6 88,9

(67)
[image:67.612.112.528.163.244.2]

Tabel 4.11. Kategori Perilaku Dokter Gigi di Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan Standard Precaution

Kategori Jumlah Persentase (%)

Baik Cukup Kurang 13 16 7 36,1 44,4 19,4

Total 36 100

4.4. Hubungan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit

4.4.1. Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit

Hasil analisis statistik fisher exact menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan

standard precaution di rumah sakit (p=0,208), yang mana bahwa dokter gigi dengan pengetahuan bai

Gambar

Tabel 3.1 Pengukuran Variabel Dependen dan Independen Penelitian
Tabel 4.1  Gambaran Karakteristik Responden Dokter Gigi di Rumah Sakit di Kota Medan (N=36)
Tabel 4.2. Persentase Pengetahuan Dokter Gigi terhadap Standard Precaution di
Tabel 4.3  Kategori Pengetahuan Dokter Gigi di Rumah Sakit Mengenai Standard Precaution
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

service yang ditawarkan, dimana adanya tuntutan pelanggan terhadap kecepatan dan ketepatan pelayanan, kepercayaan terhadap perusahaan kurang, kurangnya pengetahuan akan

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul

orang baru untuk melakukan efisiensi pada operasional perusahaan. 18 Merger kemungkinan dilakukan secara horizontal antar perusahaan-perusahaan terbesar. dalam suatu industri

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta menggunakan teknik analisis data model interaktif terhadap obyek penelitian yaitu Upaya Dinas

PENGAMBILALIHAN SAHAM YANG DILAKUKAN PT BUMI KENCANA EKA SEJAHTERA TERHADAP PT ANDALAN

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example menggunakan alat peraga pada pokok bahasan kubus dan balok dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

Pendapat ini juga diperkuat dari hasil penelitian Lutfiani (2013), hasil penelitianya menjelaskan bahwa tingkat kedisiplinan belajar dan pemanfaatan waktu belajar diluar jam