• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Terapi Bermain Dengan Teknik Bercerita Terhadap Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah Di Ruang Perawatan RSUP H Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Terapi Bermain Dengan Teknik Bercerita Terhadap Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah Di Ruang Perawatan RSUP H Adam Malik Medan"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TERAPI BERMAIN DENGAN TEHNIK BERCERITA TERHADAP KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK PRA SEKOLAH DI RUANG PERAWATAN ANAK DI RSUP H. ADAM

MALIK MEDAN.

Eqlima Elfira

061101059

Skripsi

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

(2)
(3)

Prakata

Bismillaahirrahmaanirrahiim, puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Terapi

Bermain dengan Tehnik Bercerita terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada

Anak Prasekolah diruang perawatan anak RSUP H Adam Malik Medan”, untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp, Ns, MARS selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan

dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat

diselesaikan.

3. Jenny M. Purba, S.Kp, Ns, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan bimbingan selama saya menjalani proses akademik di

Fakultas Keperawatan USU.

4. Ibu Sri Eka Wahyuni S.Kep, Ns. M.Kep dan Bapak Sukri Tanjung, S.Kep, Ns

selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan yang telah diberikan demi

perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan

(4)

6. Terkhusus buat kedua orangtuaku tercinta, Bapak Tarmizi SH dan Ibu

Nurhayati SPd, atas segala dukungan moral dan materil serta do’a sehingga

skripsi ini terselesaikan, kepada abangku, Ramadhan Putra Gayo, SH, MH dan

kedua adikku, Dewi kartini dan Budi Putra Gayo yang selalu memberikan

semangat, juga yang selalu memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Untuk teman seangkatan stambuk 2006 serta terima kasih juga buat

teman-teman seperjuangan, Rosy, Afni, Ito , Ananda, Elfi, syafrina dan adik-adik 07

dan 08 yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan

skripsi ini.

8. Buat teman terbaikku, Syarifahta sembiring, Ade Yudiasty Octaviani dan

Anggi yang terus mendorongku untuk selalu berusaha dan pantang menyerah

dalam menghadapi rintangan.

9. Serta terimakasih juga penulis haturkan kepada anak-anak dan kedua orang

tuanya yang di hospitalisasi yang bersedia diwawancara dan menjadi

responden dalam penelitian ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan bagi pihak-pihak

yang membutuhkan serta penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat

membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Januari 2011

(5)

DAFTAR ISI 1. Latar Belakang ...1

2. Pertanyaan Penelitian ...5

3. Tujuan Penelitian ...5

4. Manfaat Penelitian ...6

BAB 2 Tinjauan Pustaka 1. Terapi Bermain ...7

1.1 Defenisi Bermain ...7

1.2 Teori tentang Bermain pada anak prasekolah ...8

1.3 Macam-macam Bermain ...11

2. Bercerita ...14

2.1 Defenisi bercerita ...14

2.2 Jenis cerita ...15

2.3 Manfaat bercerita ...17

2.4 Kapan dan waktu dilakukan tehnik bercerita ...17

2.5 Anak Usia Prasekolah ...18

3 Kecemasan ... 20

3.1Defenisi ...20

3.2Klasifikasi Tingkat Kecemasan ...20

3.3Gejala Kecemasan ...22

3.4Teori-teori tentang kecemasan ...24

3.5Faktor Predisposisi Kecemasan ...26

3.6Respon Pasien terhadap Kecemasan ...26

3.7Kecemasan anak yang dirawat di Rumah Sakit ...27

4. Hospitalisasi...29

4.1 Perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi ...29

4.2 Dampak Hospitalisasi ...30

4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di Rumah Sakit ... 31

(6)

2. Defenisi Operasional ...36

BAB 4 Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian ...39

2. Populasi dan Sampel ...39

2.1 Populasi ...39

2.2 Sampel ...40

3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian...40

4. Pertimbangan Etik ...40

5. Instrumen Penelitian ...41

6. Tehnik Pengumpulan Data ...42

7. Analisa Data ...44

BAB 5 Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 45

2. Pembahasan ... 50

BAB 6 Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ... 54

2. Saran ... 54

Daftar Pustaka ...56

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Responden ... 58

2. Instrumen Penelitian ... 59

3. Izin Penelitian Fakultas ... 59

4. Izin Penelitian Rumah Sakit ... 60

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Definisi Operasional ... 36

Tabel 2.Data Distribusi Frekuensi berdasarkan Karakteristik demografi

Responden Anak usia prasekolah di RSUP H Adam Malik Medan ... 45

Tabel 3. Gambaran Tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak

prasekolah Pre dan Post Terapi Bermain dengan Tehnik Bercerita ... 46

Tabel 4. Perbedaan kecemasan sebelum dan sesudah dilakukannya terapi

bermain dengan tehnik bercerita pada anak usia prasekolah

di RSUP H Adam Malik medan ... 48

Tabel 5. Lembar Observasi Hasil Pengukuran Tingkat Kecemasan akibat

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

Judul :Pengaruh Terapi Bermain dengan teknik bercerita terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah di ruang perawatan RSUP H Adam Malik Medan

Nama mahasiswa : Eqlima Elfira

NIM : 061101059

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2011

Abstrak

Kecemasan adalah suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal. Setiap anak yang di hospitalisasi akan menimbulkan perasaan yang tidak aman seperti lingkungan asing, berpisah dari orangtua, kurang informasi, kehilangan kebebasan dan kemandirian. Salah satu dari Terapi bermain adalah bercerita. Bercerita adalah tehnik yang efektif dalam mengalihkan perhatian anak dari keadaan cemas. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh terapi bermain dengan tehnik becerita terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak prasekolah dengan menggunakan Pre eksperimen yang dilakukan pada 13 orang pada bulan Juli sampai Agustus 2010 .Analisa data dilakukan dengan uji statistik deskriptif dan inferensial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 92,3% responden mengalami kecemasan sedang dan 7,7% mengalami kecemasan berat dan tidak ada pasien yang mengalami kecemasan ringan sebelum pelaksanaan treatment (Terapi bermain dengan tehnik bercerita). Setelah pelaksanaan terapi bermain dengan tehnik bercerita 76,9% responden mengalami kecemasan ringan dan 23,1% kecemasan sedang. Penelitian ini menunjukkan bahwa terapi bermain dengan tehnik bercerita mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan

kecemasan anak prasekolah (p=0,001; α=0,05). Rekomendasi dari hasil penelitian

ini adalah ditujukan kepada perawat anak agar dapat menerapkan terapi bermain dengan tehnik bercerita yang berpengaruh dalam menurunkan kecemasan pada anak prasekolah.

(10)

Judul :Pengaruh Terapi Bermain dengan teknik bercerita terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah di ruang perawatan RSUP H Adam Malik Medan

Nama mahasiswa : Eqlima Elfira

NIM : 061101059

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2011

Abstrak

Kecemasan adalah suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal. Setiap anak yang di hospitalisasi akan menimbulkan perasaan yang tidak aman seperti lingkungan asing, berpisah dari orangtua, kurang informasi, kehilangan kebebasan dan kemandirian. Salah satu dari Terapi bermain adalah bercerita. Bercerita adalah tehnik yang efektif dalam mengalihkan perhatian anak dari keadaan cemas. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh terapi bermain dengan tehnik becerita terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak prasekolah dengan menggunakan Pre eksperimen yang dilakukan pada 13 orang pada bulan Juli sampai Agustus 2010 .Analisa data dilakukan dengan uji statistik deskriptif dan inferensial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 92,3% responden mengalami kecemasan sedang dan 7,7% mengalami kecemasan berat dan tidak ada pasien yang mengalami kecemasan ringan sebelum pelaksanaan treatment (Terapi bermain dengan tehnik bercerita). Setelah pelaksanaan terapi bermain dengan tehnik bercerita 76,9% responden mengalami kecemasan ringan dan 23,1% kecemasan sedang. Penelitian ini menunjukkan bahwa terapi bermain dengan tehnik bercerita mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan

kecemasan anak prasekolah (p=0,001; α=0,05). Rekomendasi dari hasil penelitian

ini adalah ditujukan kepada perawat anak agar dapat menerapkan terapi bermain dengan tehnik bercerita yang berpengaruh dalam menurunkan kecemasan pada anak prasekolah.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1 . Latar Belakang

Hospitalisasi adalah suatu proses oleh karena suatu alasan yang berencana

atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi

dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Anak yang sakit dan

harus dirawat dirumah sakit akan mengalami masa sulit karena tidak dapat

melakukan kebiasaan seperti biasanya. Lingkungan dan orang-orang asing,

perawatan dan berbagai prosedur yang dijalani oleh anak merupakan sumber

utama stres, kecewa dan cemas, terutama untuk anak yang pertama kali dirawat

dirumah sakit (Nelson, 1988).

Dampak hospitalisasi pada masa prasekolah yaitu sering menolak makan,

sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan,

anak sering merasa cemas, ketakutan, tidak yakin, kurang percaya diri, atau

merasa tidak cukup terlindungi dan merasa tidak aman. Tingkat rasa aman pada

setiap anak berbeda. Beberapa anak lebih pemalu dan cepat cemas dibanding anak

lain ( June, 2003). Hospitalisasi dapat dianggap sebagai pengalaman yang

mengacam dan menjadi stressor sehingga dapat menimbulkan krisis bagi anak

dan keluarga. Bagi anak, hal ini mungkin terjadi karena anak tidak memahami

mengapa ia dirawat / terluka, stres dengan adanya perubahan akan status

(12)

Pada anak yang dirawat akan muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya

seperti mengatasi suatu perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing

baginya, penyesuaian dengan banyak orang yang merawatnya, dan kerapkali harus

berhubungan atau bergaul dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman

mengikuti terapi yang menyakitkan bagi anak-anak. Secara psikologis , membaca

atau bercerita merupakan salah satu bentuk bermain yang paling sehat.

Sebagian besar orang tua menganggap awal masa prasekolah sebagai usia

yang mengundang masalah atau usia sulit. Seringkali, anak yang lebih muda

bersikap bandel, keras kepala, tidak menurut negativities, dan melawan.

Terkadang marah tanpa alasan. Pada malam hari terganggu oleh mimpi buruk dan

pada siang hari ada rasa takut yang tidak rasional, dan merasa cemburu. Perilaku

ribut, berlagak, kejemuan dan tidak tentram pada anak-anak yang cemas cederung

berusaha menyakinkan diri mereka dan orang lain tentang kemampuan mereka.

Anak-anak menghindarkan diri dari situasi yang mengancam dengan cara pergi

tidur meskipun tidak lelah, dengan membuat diri mereka sibuk sehingga tidak

mempunyai waktu untuk berfikir, atau mengundurkan diri ke dunia khayal.

Kita akan lebih mengenal anak jika kita melihat karakteristik anak

tersebut. Anak yang dikategorikan anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5

tahun, seorang ahli psikologi Hurlock mengatakan bahwa masa usia prasekolah

adalah masa emas (the golden age). Di usia ini anak mengalami perubahan baik

fisik dan mental dengan berkembangnya konsep diri, munculnya egosentris, rasa

ingin tahu yang tinggi, imajinasi yang tinggi, belajar menimbang rasa, dan

(13)

berbohong, mencuri, bermain curang, gagap, tidak mau pergi ke sekolah dan takut

akan monster atau hantu. Hal inilah yang membuat anak sulit berpisah dengan

orangtua sehingga saat anak dirawat di rumah sakit ia akan merasa cemas akan

prosedur rumah sakit yang tidak dipahaminya. Cemas adalah suatu respon

terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Tekanan akibat mempersepsikan

sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak

masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar mereka. Anak mempuyai

kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan

temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus

pergi ke rumah sakit mejalani prosedur pengobatan. Untuk itu peran perawat

sangat dibutuhkan dalam menjelaskan dan memberi informasi pada keluarga dan

anak.

Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan

konflik dalam dirinya yang ia tidak sadari. Bermain juga merupakan kegiatan

yang dilakukan sesuai dengan keinginan diri sendiri untuk memperoleh

kesenangan dan menjadi kegiatan yang menyenangkan / dapat dinikmati secara

fisik, intelektual, emosi, sosial untuk belajar, perkembangan mental, bermain dan

bekerja. Bermain di rumah sakit bertujuan untuk dapat melanjutkan pertumbuhan

dan perkembangan yang normal selama dirawat, dan mengungkapkan pikiran dan

perasaan dan fantasinya melalui permainan.

Prinsip bermain di rumah sakit yakni tidak membutuhkan banyak energi,

waktunya singkat, mudah dilakukan, aman, tidak bertentangan dengan terapi, dan

(14)

perkembangan kognitif, sosialisasi, kreatifitas, perkembangan moral terapeutik,

dan komunikasi.

Salah satu hal yang dapat peneliti lakukan adalah mengajaknya bermain.

Permainan yang peneliti lakukan bersama anak dapat menjadi sebuah terapi, yang

merupakan terapi bermain (Schaefer, 2003). Terdapat berbagai cara untuk

menumbuhkan keseimbangan emosi kanak-kanak di peringkat prasekolah.

Contohnya, aktivitas bermain yang dijalankan semasa berada di sekolah. Bercerita

juga adalah salah satu terapi bermain yang merupakan aktivitas yang sangat sesuai

dengan perkembangan emosi anak-anak. Kebanyakan anak kecil lebih menyukai

cerita tentang orang dan hewan yang dikenalnya. Mereka menyukai karakter ini

karena kualitas pribadi atau humornya. Karena mereka mampu mengidentifikasi

diri dengan hewan, mereka memperoleh kegembiraan yang besar dari mendengar

hal-hal yang dilakukan karakter itu (Hurlock, 2005).

Penelitian tentang “Terapi Bermain dengan Tehnik Bercerita terhadap

Kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah di ruang perawatan

anak RSUD Kota Yogyakarta” (Eka, 2009).

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, peneliti melihat kondisi

yang baik pada perawat anak di RSUP H Adam Malik. Perawat anak sangat

memperhatikan bagaimana menyapa anak dengan baik dan tidak menggunakan

kata-kata kasar. Perawat anak memberikan sugesti pada anak untuk bisa sembuh Hasil penelitian menunjukkan ada

pengaruh yang signifikan pada pemberian terapi bermain dengan tehnik bercerita

terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah di ruang perawatan

(15)

tanpa harus membuat anak takut dengan pengobatan yang ia jalani. Walaupun

suasananya tidak begitu kondusif dengan suara yang ribut. Kunjungan tamu

pasien untuk menjenguk dan anak-anak kecil yang bermain di ruangan serta

seekor kucing yang masih berkeliaran. Peneliti melihat kondisi ruangan yang

nyaman walaupun ruangannya begitu kecil.

Berdasarkan hal-hal yang dijabarkan diatas, maka saya tertarik untuk

mengadakan penelitian tentang pengaruh terapi bermain dengan tehnik bercerita

terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah.

2. Pertanyaan Penelitian

Adakah pengaruh terapi bermain dengan tehnik bercerita terhadap

kecemasan akibat hospitalisasi pada anak prasekolah di ruang perawatan anak

RSUP H Adam Malik Medan ?”

3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi pengaruh terapi bermain dengan tehnik bercerita

terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah di ruang

perawatan anak RSUP H Adam Malik Medan.

3.2 Tujuan Khusus

3.2.1 Mengidentifikasi kecemasan pada anak prasekolah yang

dihospitalisasi sebelum terapi bermain dengan tehnik bercerita di

ruang perawatan anak RSUP H. Adam Malik Medan.

(16)

setelah terapi bermain dengan tehnik bercerita di ruang perawatan

anak RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2.3 Mengidentifikasi pengaruh terapi bermain dengan tehnik bercerita

terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada usia prasekolah di

Ruang Perawatan Anak RSUP H Adam Malik Medan.

4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat terhadap berbagai aspek, yaitu :

4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur di keperawatan anak dan

menjadi tambahan informasi tambahan tentang pengaruh terapi bermain

dengan tehnik bercerita untuk menurunkan kecemasan akibat hospitalisasi pada

anak prasekolah di ruang perawatan anak RSUP H Adam Malik Medan.

4.2 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan alternatif terapi

untuk menurunkan kecemasan akibat hospitalisasi pada anak prasekolah dan

memberikan pengetahuan bahwa terapi bermain dengan tehnik bercerita perlu

dilaksanakan untuk mendukung proses penyembuhan.

4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar untuk penelitian

selanjutnya, dan menambah literatur tentang terapi bermain dengan tehnik

bercerita terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Terapi bermain 1.1. Definisi Bermain

Bermain merupakan bagian penting dari masa balita dan punya nilai

pendidikan yang tinggi (June, 2003). “Bermain” (play) merupakan istilah yang

digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling

tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan,

tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela, dan

tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1978).

Piaget menjelaskan bahwa bermain “terdiri atas tanggapan yang diulang

sekedar untuk kesenangan fungsional”. Menurut Bettelheim kegiatan bermain

adalah kegiatan yang “tidak mempuyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan

pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realita luar”.

Bermain secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori, aktif dan pasif

(“hiburan”). Pada semua usia, anak melakukan permainan aktif dan pasif.

Proporsi waktu yang dicurahkan ke masing-masing jenis bermain itu tidak

bergantung pada usia, tetapi pada kesehatan dan kesenangan yang diperoleh dari

masing-masing kategori. Meskipun umumnya permainan aktif lebih menonjol

pada awal usia prasekolah dan permainan hiburan ketika anak mendekati masa

(18)

1.2 Teori tentang Anak Usia Prasekolah

Ada beberapa teori yang menjelaskan arti serta nilai permainan. Yaitu sebagai

berikut:

1. Teori rekreasi yang dikembangkan oleh Schaller dan Lazarus, dua orang

sarjana Jerman di antara tahun 1841 dan 1884. mereka menyatakan permainan

itu sebagai kesibukan rekreatif, sebagai lawan dari kerja dan keseriusan hidup.

Orang dewasa mencari kegiatan bermain-main, apabila ia merasa capai sesudah

bekerja atau sesudah melakukan tugas-tugas tertentu. Dengan begitu permainan

tadi bisa “me-refresh” kembali kesegaran tubuh yang kelelahan.

2. Teori pemunggahan (ontladingstheorie). Menurut sarjana Inggris Herbert

Spencer, permainan itu disebabkan oleh mengeluarkan energi, yaitu tenaga

yang belum dipakai dan menumpuk pada diri anak yang menuntut

dimanfaatkan. Teori ini disebut pula sebagai teori “kelebihan tenaga”

(krachtoverschot-theorie). Maka permainan merupakan katup pengaman bagi

energi vital yang berlebihan.

3..Teori aktivitas. Menurut Stanley dengan pandangannya yang biogenetis

menyatakan, bahwa selama perkembangannya, anak akan mengalami semua

fase kemanusiaan. Permainan itu merupakan penampilan dari semua faktor

hereditas (keturunan) atau segala pengalaman jenis manusia sepanjang sejarah

akan diwariskan kepada anak keturunannya.

4.Teori biologis. Karl groos, sarjana Jerman (di kemudian hari Maria Montessori

bergabung pada paham ini) menyatakan: permainan itu mempunyai tugas

(19)

bermain merupakan kesempatan baik bagi anak untuk melakukan penyesuaian

diri terhadap lingkungan hidup dan terhadap hidup itu sendiri.

5.Teori Psikologi Dalam. Menurut teori ini, permainan merupakan penampilan

dorongan-dorongan yang tidak disadari pada anak-anak dan orang dewasa. Ada

dua dorongan yang paling penting pada diri manusia. Menurut Adler ialah:

dorongan berkuasa; dan menurut Freud ialah: dorongan seksual atau libido

seksualitas. Adler berpendapat, bahwa permaianan memberikan pemuasan atau

kompensasi terhadap perasaan diri yang berlebihan (superieuriteits-gevoelens,

meerwaardig-heidsgevoelens). Dalam permainan tadi juga bisa disalurkan

perasaan-perasaan yang lemah dan perasaan-peraaan rendah hati

(minderwaardigheidsheidsgevoelens, perasaan minder atau inferior).

6.Teori Fenomenologis. MenuruProf. Kohnstamm, seorang sarjana Belanda yang

mengembangkan teori fenomenologis dalam pedagogik teoretisnya

menyatakan, bahwa permainan merupakan satu fenomena/gejala yang nyata,

yang mengandung unsur suasana permaianan (spelsfeer). Dorongan bermain

merupakan dorongan untuk menghayati suasana bermain itu. Dalam suasana

permainan itu terdapat faktor kebebasan, harapan dan kegembiraan, unsur

ikhtiar dan siasat untuk mengatasi hambatan serta perlawanan. Ringkasnya,

menurut teori fenomenologis permainan mempunyai arti dan nilai bagi anak

sebagai sarana penting untuk mensosialisasikan anak. Yaitu sarana untuk

memperkenalkan anak jadi anggota suatu masyarakat, agar anak bisa mengenal

dan menghargai masyarakat manusia. Dalam suasana permainan itu tumbuhlah

(20)

manusia budaya. Dengan permainan dan situasi bermain anak dapat mengukur

kemampuan serta potensi sendiri. Ia belajar menguasai macam-macam benda;

juga belajar memahami sifat-sifat benda dan peristiwa yang berlangsung dalam

lingkungannya. Dalam situasi bermain anak bisa menampilkan fantasi,

bakat-bakat, dan kecenderungannya. Anak laki bermain-main dengan mobil-mobilan,

dana anak perempuan dengan boneka-bonekanya. Jika kita memberikan kertas

dan gunting pada sekelompok anak-anak kecil, masing-masing akan

menghasilkan “karya” yang berbeda, sesuai dengan bakat dan kemampuan. Di

tengah permainan itu setiap anak menghayati macam-macam emosi. Dia

merasakan kegairahan dan kegembiraan; dan tidak secara khusus

mengharapkan prestasi-prestasi. Dengan demikian, permainan mempunyai nilai

yang sama besarnya dengan nilai seni bagi orang dewasa. Permainan itu

menjadi alat-pendidikan, karena permainan bisa memberikan rasa kepuasan,

kegembiraan dan kebahagiaan kepada diri anak. Permainan memberikan

kesempatan pra-latihan untuk mengenal aturan-aturan permainan, mematuhi

norma-norma dan larangan, dan bertindak secara jujur serta loyal. Semua ini

untuk persiapan bagi penghayatan “fair play” dalam pertarungan hidup di

kemudian harinya. Dalam bermain anak belajar menggunakan semua fungsi

kejiwaan dan fungsi jasmaniah. Hal ini penting guna memupuk sikap serius

dan sungguh-sungguh dalam mengatasi setiap kesulitan hidup yang dihadapi

(21)

1.3. Macam-macam Bermain 1.3.1 Bermain aktif

Bermain aktif adalah bermain dengan kegembiraan yang timbul dari apa

yang dilakukan anak itu sendiri. Kebanyakan anak melakukan berbagai

bentuk bermain aktif,tetapi banyaknya waktu yang digunakan dan

banyaknya kegembiraan yang akan diperoleh dari setiap permainan sangat

bervariasi. Berbagai bentuk bermain aktif yang popular dikalangan anak

adalah :

1.3.2 Bermain Bebas dan Spontan merupakan bentuk bermain aktif yang

merupakan wadah untuk melakukan apa, kapan, dan bagaimana mereka

ingin melakukannya. Anak-anak terus bermain selama kegiatan itu

menimbulkan kegembiraan dan kemudian berhenti bila perhatian dan

kegembiraan dari permainan itu berkurang. Terdapat tiga alasan

berkurangnya minat anak dalam bermain bebas dan spontan. Pertama,

kebanyakan permainan itu bersifat menyendiri, anak berkurang minatnya

pada saat timbul keinginan mempunyai teman. Kedua, karena kegembiraan

dari jenis bermain ini terutama timbul dari eksplorasi, ketika rasa ingin tahu

mereka telah terpenuhi dengan apa yang tersedia. Ketiga, karena cepatnya

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak.

1.3.3 Permainan Drama adalah bentuk bermain aktif di masa anak-anak, melalui prilaku dan bahasa yang jelas, berhubungan dengan materi atau situasi

seolah-olah hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang

(22)

bentuknya sering disebut kreatif. Dalam permainan drama reproduktif dan

produktif, anak sendiri yang memainkan peran penting, menirukan karakter

yang dikaguminya dalam kehidupan nyata atau dalam media massa, atau

ingin menyerupainya.

1.3.4 Bermain Konstruktif adalah bentuk bermain dimana anak-anak

menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan untuk tujuan yang

bermanfaatmelainkan lebih ditujukan baqgi kegembiraannya yang

diperolehnya dari membuatnya. Kebanyakan bermain konstruktif adalah

reproduktif, dimana anak mereproduksi objek yang dilihatnya dalam

kehidupan sehari-hari atau dalam media massa ke dalam bentuk

konstruksinya, misalnya kue dari tanah liat untuk mewakili kue yang

dilihatnya di rumah atau kemah Indian seperti dilihatnya dalam buku atau

melalui layar televisi.

1.3.5 Musik merupakan bermain aktif atau pasif, bergantung bagaimana

penggunaannya. Musik dapat berbentuk reproduktif atau produktif. Apabila

anak memproduksi kata-kata dan nada yang dihasilkan orang lain atau jika

mereka berdansa mengiringi irama musik seperti yang telah diajarkan,

bentuknya reproduktif. Sebaliknya bila menyusun sendiri kata-kata sebuah

lagu atau menghasilkan nada untuk kata-kata yang ditulis orang lain, atau

melakukan langkah dansa baru untuk menyertai musik, bentuknya menjadi

produktif dan karenanya merupakan bentuk kreativitas. Menyanyi

merupakan bentuk paling umum dari ekspresi musical karena tidak

(23)

1.3.6 Mengumpulkan adalah kegiatan bermainn yang umum di kalangan anak- anak dari semua latar belakang semua ras, agama dan sosioekonomis.

Biasanya dimulai pada tahun-tahun prasekolah, yakni pada anak usia 3

tahun. Pada mulanya anak mengumpulkan segala sesuatu yang menarik

perhatiaannya, tanpa mempersoalkan kegunaannya. Sejak anak memasuki

sekolah hingga mencapai masa puber, mengumpulkan benda yang menarik

perhatiannya pada saat itu atau yang serupa dengan benda yang

dikumpulkan temannya merupakan salah satu bentuk bermain yang

terpopulerbagi anak laki-laki dan perempuan. Kegiatan ini memiliki rasa

bangga karena memiliki koleksi yang lebih banyak ketimbang temannya,

dan mereka sering terlibat dalam musim tukar-menukar atau barter yang

panjang.

1.3.7 Mengeksplorasi. Seperti halnya bayi yang memperoleh kegenbiraan besar dari mengeksplorasi apa saja yang baru atau berbeda, demikian pula halnya

dengan anak yang lebih besar. Akan tetapi, permaianan eksplorasi anak

yang lebih besar berbeda dari kegiatan eksplorasi bayi yang sifatnya bebas

dan spontan.

1.3.8 Permainan dan Olah Raga adalah perlombaan dengan serangkaian

peraturan, yang dilakukan sebagai hiburan atau taruhan. Bettelheim

menjelaskan mereka merupakan kegiatan yang dicirikan oleh peraturan

yang disetujui dan mempunyai persyaratan dan peraturan yang diadakan

oleh luar untuk memanfaatkan kegiatan tersebut dengan cara yang

(24)

biasanya dikaitkan dengan pertandingan antar tim yang sangat terorganisasi,

misalnya sepak bola, atau bola basket dll.

1.3.9 Hiburan

Hiburan merupakan bentuk bermain pasif, tempat anak memperoleh

kegembiraan dengan usaha yang minimum dari kegiatan orang lain. Bentuk

hiburan yang paling umum di kalangan anak adalah sebagai berikut:

Membaca sebagai kesenangan tidak merupakan bentuk hiburan yang populer, dan anak-anak meneruskan kegembiraan dibacakan, seperti ketika mereka masih kecil.

Jauh sebelum anak mampu membaca dan sebelum mereka mampu mengerti arti

setiap kata kecuali yang sederhana, mereka ingin dibacakan. Sampai mereka dapat

membaca dengan usaha minimum dan bagi kebanyakan anak hal ini tidak terjadi

sebelum kelas tiga atau empat.

Membaca Komik merupakan cerita kartun yang unsur ceritanya kurang penting ketimbang gambarnya. Kebanyakan komik yang dicetak sekarang berkaitan

dengan petualangan ketimbang komedi dan daya tariknya timbul dari aspek

emosional.

2. Bercerita

2.1Definisi Bercerita

Menurut Bacrtiar (2005) bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara

lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain

sedangkan menurut Mustakim (2005), bercerita adalah upaya untuk

(25)

kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih ketrampilan anak dalam

bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Dengan kata lain

bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau

suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi

kemampuan berbahasa. Bercerita merupakan aktivitas yang menarik dan boleh

digunakan dalam mata pelajaran bagi menghidupkan sesuatu pengajaran.

Bercerita dapat meningkatkan kemampuan berpikir prasekolah terhadap pelajaran

dan boleh merangsang kanak-kanak melahirkan idea atau pendapat serta

menjadikan pembelajaran sebagai suatu pengalaman yang berguna. Bercerita juga

dapat dijadikan sebagai terapi.

Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan

bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang

fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi anak-anak,

hal-hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya; usia 4 tahun, anak

menyukai dongeng fabel dan horor, seperti: Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak

ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gibas, anak nakal tersesat di

hutan rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan

sebagainya. Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh

pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke planet Biru,

Robot pintar, Anak yang rakus dan sebagainya.

2.2 Jenis cerita

Berdasarkan ciri-cirinya cerita dibagi menjadi 2, yaitu:

(26)

yang mencerminkan srtruktur kehidupan manusia di zaman lama. Jenis-jenis

cerita lama menurut Desy, (1992) adalah sebagai berikut:

Dongeng Cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak benar terjadi dan bersifat fantasis atau khayal. Dongeng terdiri dari mite yang berarti,

adalah cerita atau dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan

masyarakat setempat tentang adanya makhluk halus, Legenda Adalah

dongeng tentang kejadian alam yang aneh dan ajaib, Fabel Adalah dongeng

tentang kehidupan binatang yang diceritakan seperti kehidupan manusia,

Saga adalah dongeng yang berisi kegagahberanian seorang pahlawan yang

terdapat dalam sejarah, tetapi cerita bersifat khayal.Hikayat adalah cerita

yang melukiskan raja atau dewa yang bersifat khayal. Cerita berbingkai

adalah cerita yang didalamnya terdapat beberapa cerita sebagai sisipan. Cerita panji adalah bentuk cerita seperti hikayat tapi berasal seperti kesusastraan jawa. Tambo adalah cerita mengenai asal-usul keturunan,

terutama keturunan raja-raja yang dicampur dengan unsur khayal. Dengan

kata lain jenis cerita yang tepat untuk anak TK adalah jenis cerita fabel

karena mereka sedang senang-senangnya dengan hewan peliharaan. Jenis

cerita tersebut, dalam penyampaiannya dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari.

2.2.2 Cerita baru

Cerita baru adalah bentuk karangan bebas yang tidak berkaitan

(27)

dikembangkan dengan menceritakan kehidupan saat ini dengan

keanekaragaman bentuk dan jenisnya.

2.3 Manfaat bercerita 2.3.1. Manfaat Pada Anak

Menurut Musfiroh, (2005) ditinjau dari beberapa aspek, manfaat

bercerita untuk membantu pembentukan pribadi dan moral anak,

menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi, memacu kemampuan verbal

anak, merangsang minat menulis anak, merangsang minat baca anak,

membuka cakrawala pengetahuan anak Sedangkan menurut Bachtiar

(2005), manfaat bercerita adalah dapat memperluas wawasan dan cara

berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman

yang bisa jadi merupakan hal baru baginya. Manfaat bercerita dengan kata

lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat

memperluas wawasan dan cara berfikir anak.

2.4 Kapan dan waktu dilakukan tehnik bercerita

Waktu Penyajian Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan

bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli dongeng

menyimpulkan sebagai berikut; usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit dan

usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit serta Usia 8-12 tahun, waktu

cerita hingga 25 menit. Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita

menjadi lebih panjang, apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak

(28)

dan humoris. Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau

akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang

tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi,

program sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik

dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan

suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan

satu atau beberapa cerita untuk segala suasana.

Terapi bermain dengan tehnik bercerita dimulai sebelum tidur, bangun

tidur dan waktu santai. Menurut Hurlock, membaca paling sering dilakukan

pada malam hari, pada waktu anak merasa lelah, cuaca buruk menghalangi

utuk bermain di luar, atau pada hari minggu dan liburan bila teman bermain

tidak ada. Anak diantara umur 3-5 tahun cenderung akan mengulang kembali

apa yang ia dengar, baca untuk mengungkapkan perasaan cintanya dan apa

yang ia tahu. Anjurkan anak untuk membaca dan berilah pujian agar ia

semangat dalam membaca cerita.

2.5 Anak Usia Prasekolah

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa

pertumbuhan dan perkembangan dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain /

toodler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga

remaja (11-18 tahun). Namun, topik yang ingin kita bahas tentang anak usia

(29)

masa antusiasme, bertenaga, aktivitas, kreativitas, otonomi, sosial tinggi dan

idenpenden. Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan rasa identitas

jender dan mulai membedakan perilaku sesuai jenis kelamin yang didefenisikan

secara sosial serta mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk menirukan

tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan atau

memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik orangtua. (Potter, Perry,

2005)

Pada pertumbuhan masa pra sekolah pada pertumbuhan khususnya berat

badan mengalami kenaikan rata-rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus

akan tetapi aktivitas motorik tinggi, di mana sistem tubuh sudah mencapai

kematangan seperti berjalan, melompat dan lain-lain. Karena pengalaman belajar

dan harapan orang dewasa yang serupa, biasanya di antara semua anak dalam

kebudayaan tertentu ditemukan beberapa keterampilan motorik yang bersifat

umum. Sebagai contoh, dalam kebudayaan kita semua anak diharapkan

mempelajari keterampilan untuk makan, berpakaian sendiri, menulis dan

memainkan permainan yang disetujui oleh kelompok sosial.

Diperkirakan bahwa rata-rata anak yang berusia 3 tahun sampai 4 tahun

menggunakan 15.000 kata setiap hari atau dalam setahunnya menggunakan

kira-kira 5 setengah juta kata. Setiap tahun, sejalan dengan bertambah besar mereka,

anak-anak berbicara lebih banyak dan menggunakan kata-kata yang lebih

berbeda. Jauh sebelum anak mampu membaca dan sebelum mereka mampu

(30)

3. Kecemasan 3.1 Defenisi

DepKes RI (1990), mendefenisikan kecemasan sebagai ketegangan, rasa

tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang

tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal

dari dalam dirinya. Menurut Stuart & Sundeens (1998), kecemasan adalah suatu

keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari

kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal.

Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan

yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas

sistem syaraf otonom. Kusuma mengatakan bahwa kecemasan adalah gejala yang

tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang

normal. Sedangkan menurut Kaplan & Sadock (1997), kecemasan adalah respon

terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar

atau konfliktual.

3.2Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Menurut Townsend (1996), bahwa ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan,

sedang, berat dan panik.

3.2.1 Kecemasan ringan. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

(31)

menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat

ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu

untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

3.2.2Kecemasan sedang. Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.

Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan

denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara

cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar

namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan

terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung,

tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.

3.2.3Kecemasan berat. Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci

dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut

memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang

lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit

kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan

persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya

sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak

(32)

3.2.4Panik. Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi

pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,

diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang

sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

3.3.1

3.3 Gejala Kecemasan

Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas

dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :

Fase 1. Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari

secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari

peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor-adrenalin. Oleh karena itu,

maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan

kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam

persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku

dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan

punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan

menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada

jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan

(33)

system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara

benar (Asdie, 1988).

3.3.2 Fase 2. Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, Ketegangan otot gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai

tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie,

1985).Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab,

yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang

berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari

cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan

kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat

pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah,

kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang

yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).

3.3.3 Fase 3. Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam

kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase

satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala

kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku

dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga

ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris,

kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah

mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat

(34)

3.4Teori-teori tentang kecemasan

Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan

tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu

harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan

tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau

fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi

dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :

3.4.1 Teori Psikodinamik

merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi

tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika

mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi.

Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada

tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti

phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut

Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup

manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam

kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap

kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan

berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut

pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka

terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan

sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik

(35)

terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan.

Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu :

sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress

psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya

(Prawirohusodo, 1988).

3.4.2 Teori Perilaku. Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang

mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan

tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan

individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.

3.4.3 Teori Interpersonal. Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan

merasa tidak berharga.

3.4.4 Teori Keluarga. Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.

3.4.5 Teori Biologik. Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu

perhatian terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat

disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik

emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Stuart & sundeens,

(36)

3.5

Setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat

menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat

menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari

stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).

Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan (Roan, 1989)

yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan

menjalani operasi, faktor predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah

faktor psikologis, terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang

akan dijalani.

3.6 Respon Pasien terhadap Kecemasan Faktor Predisposisi Kecemasan

Respon Fisiologis terhadap Kecemasan. Pada kardiovaskuler terjadi peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat,

tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain. Pada pernapasan terjadi napas cepat

dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik. Pada kulit terjadi perasaan

panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar

pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal. Pada gastrointestinal akan

mengalami anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium,

nausea, diare. Sedangkan pada neuromuskuler akan terjadi

reflek meningkat,

reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang,

(37)

Respon Psikologis terhadap Kecemasan

Respon perilaku akan terjadi perasaan gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.

Respon kognitif akan mengalami gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri

yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan,

takut mati dan lain-lain.

Respon afektif akan mengalami perasaan tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

3.6Kecemasan anak yang dirawat di Rumah Sakit

Kecemasan anak yang dirawat di Rumah Sakit terkadang membuat orangtua menjadi cemas untuk meninggalkan anaknya dan membuat orangtua

khawatir dengan efek dari tindakan medis yang akan dilakukan pada anaknya.

Namun, ketika perawat memberikan informed consent pada tindakan yang

dilakukan maka kecemasan itu akan berangsur-angsur hilang. Walaupun mungkin

sulit orangtua dan anak mampu menerima hospitalisasi. Perawat dan dokter yang

menangani anak yang dihospitalisasi harus mampu membina rasa saling percaya

akan terapi yang akan diberikan. Reaksi anak dan keluarganya terhadap sakit dan

ke rumah sakit baik untuk rawat inap maupun rawat jalan adalah dalam bentuk

kecemasan, stress dan perubahan perilaku. Bentuk dari kecemasan, dapat berupa

(38)

kecemasan berpisah adalah fase protes, despair dan detachment/denial, yang

masing-masing memberikan perubahan perilaku tertentu.

Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam kehidupan

seorang anak, dan merupakan salah satu dari aspek yang paling penting dalam

kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu

Untuk mengatasi hal

tersebut diusahakan untuk memodifikasi lingkungan rumah sakit sehingga

menyerupai lingkungan di rumah, memberikan kesempatan anak sakit

mendapatkan kontrol yang dapat diterima, membantu untuk rencana dan jadwal

pelayanan dan perawatan, dan dapat berinteraksi dengan keluarga dan dengan

anak sakit yang lain.

cara yang paling efektif untuk

menghadapi dan mengatasi stress. Permainan adalah pekerjaan anak, dan dalam

lingkup rumah sakit, permainan akan memberikan peluang untuk meningkatkan

ekspresi emosional anak, termasuk pelepasan yang aman dari rasa marah dan

benci. Bercerita sebagai suatu permainan yang pasif memberikan kesempatan

anak untuk menambah wawasan dalam berfikir dan sangat therapeutic sebagai

permainan penyembuh (therapeutic play). Mengekspresikan perasaannya dengan

bercerita, berarti memberikan pada anak suatu cara untuk mendidik dan

berkomunikasi dengan pesan yang disampaikan di dalam sebuah cerita.

Penyuluhan kesehatan dalam kondisi dan situasi rumah sakit untuk anak sakit,

tentunya berbeda dengan orang dewasa. Pada keadaan kecemasan dan stress serta

penyuluhan kesehatan lebih ditujukan sebagai terapi kognitif, dimana pada

(39)

mengidentifikasi dan meningkatkan kognitifnya dapat memberikan perbaikan

gejala secara bermakna.

4. Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi individu

karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman, seperti :

lingkungan asing, berpisah dengan orang yang berarti, kurang informasi,

kehilangan kebebasan dan kemandirian, pengalaman yang berkaitan dengan

pelayanan kesehatan, semakin sering berhubungan dengan rumah sakit, maka

bentuk kecemasan semakin kecil atau sebaliknya, perilaku petugas rumah sakit.

Perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi adalah :

4.1Perubahan konsep diri ; akibat penyakit yang di derita atau tindakan seperti

pembedahan, pengaruh citra tubuh, perubahan citra tubuh dapat menyebabkan

perubahan peran, ideal diri, harga diri dan identitasnya.

4.2Regresi ; klien mengalami kemunduran ke tingkat perkembangan sebelumnya

atau lebih rendah dalam fungsi fisik, mental, prilaku dan intelektual.

4.3Dependensi ; klien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain.

4.4Dipersonalisasi ; peran sakit yang dialami klien menyebabkan perubahan

kepribadian, tidak realistis, tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan,

perubahan identitas dan sulit bekerjasama mengatasi masalahnya.

4.5Takut dan Ansietas ; perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang

(40)

4.6Kehilangan dan Perpisahan ; selama klien dirawat muncul karena lingkungan

yang asing dan jauh dari suasana kekeluarga, kehilangan kebebasan, berpisah

dengan pasangan dan terasing dari orang yang dicintai.

Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap pengalaman yang

mengancam dan stressor. Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi

tingkat perkembangan usia, pengalaman sebelumnya, sistem pendukung dalam

keluarga, keterampilan koping, dan berat ringannya penyakit.

4.2 Dampak Hospitalisasi

Anak akan cenderung lebih manja, minta perhatian lebih pada orang tua serta

bersikap cuek pada perawat yang akan merawatnya karena anak belum dapat

beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Stress yang umumnya terjadi

berhubungan dengan hospitalisasi adalah takut akan unfamiliarity, lingkungan

rumah sakit yang menakutkan, rutinitas rumah sakit, prosedur yang menyakitkan,

dan takut akan kematian. Reaksi emosional pada anak sering ditunjukkan dengan

menangis, marah dan berduka sebagai bentuk yang sehat dalam mengatasi stress

karena hospitalisasi. Anak sering menganggap sakit merupakan hukuman untuk

perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang

dunia di sekitar mereka. Anak juga mempuyai kesulitan dalam pemahaman

mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan temannya, mengapa mereka

terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus

mengalami hospitalisasi. Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat

bersifat pasif, kooperatif, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang

(41)

berpisah dengan orang tua dan anak sering mimpi buruk. Sehingga anak

kehilangan fungsi dan control sehubungan terganggunya fungsi motorik yang

mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas

perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak

menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.

Anak cenderung mengalami pengekangan yang dapat menimbulkan kecemasan

pada anak sehingga anak merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi pada

dirinya

4.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di Rumah sakit

4.2.1.1 Perkembangan usia

Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan

anak (Supartini, 2000). Pada anak usia prasekolah reaksi perpisahan adalah

kecemasan karena berpisah dengan orangtua dan kelompok sosialnya.

Pasien anak usia prasekolah umumnya takut pada dokter dan perawat

(Ngastiyah, 2005)

4.2.1.2 Pola asuh keluarga

Pola asuh keluarga yang terlalu protektif dan selalu memanjakan anak juga

dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak dirawat di rumah sakit.

Beda dengan keluarga yang suka memandirikan anak untuk aktivitas

(42)

4.2.1.3 Keluarga

Keluarga yang terlalu khawatir atau stress anaknya yang dirawat di rumah

sakit akan menyebabkan anak menjadi semakin stress dan takut.

4.2.1.4 Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya

Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan dirawat

di rumah sakit sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma.

Sebaliknya apabila anak dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan

yang baik dan menyenangkan anak akan lebih kooperatif pada perawat dan

dokter (Supartini, 2004)

4.2.1.5 Support sytem yang tersedia

Anak mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan

tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta

dukungan kepada oerang terdekat dengannya misalnya orang tua atau

saudaranya. Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk

ditunggui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan

treatment padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan saat

merasa kesakitan.

4.2.1.6 Keterampilan koping dalam menangani stressor

Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima dia harus

dirawat di rumah sakit akan lebih kooperatif anak tersebut dalam

(43)

4.2.2 Reaksi anak

Proses perawatan yang seringkali membutuhkan waktu lama akhirnya menjadikan

anak berusaha mengembangkan perilaku atau strategi dalam menghadapi penyakit

yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah satu cara yang dikembangkan anak

untuk beradaptasi terhadap penyakitnya.

Beberapa perilaku itu antara lain:

4.2.2.1Penolakan (avoidence)

Perilaku dimana anak berusaha menghindari dari situasi yang membuatnya

rasa tetekan. Anak berusaha menilak treatment yang diberikan, seperti

tidak mau suntik, tidak mau dipasang infus, menolak minum obat, bersikap

tidak kooperatif kepada petugas medis

4.2.2.2Mengalihkan perhatian (distraction)

Anak berusaha mengalihkan perhatian dari pikiran atau sumber yang

membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan anak misalnya:

membacakan buku cerita saat dirumah sakit, menonton televisi saat

dipasang infuse, atau bermain mainan yang disukai.

4.2.2.3Berupaya aktif (active)

Anak berusaha mencari jalan keluar dengan melakukan sesuatu secara

aktif. Perilaku yang sering dilakukan misalnya: menanyakan tentang

kondisi sakitnya kepada tenaga medis atau orangtuanya, bersikap

kooperatif terhadap petugas medis, minum obat secara teratur, beristirahat

(44)

4.2.2.4Mencari dukungan (support seeking)

Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat

penyakitnya yang dideritanya. Anak biasanya akan meminta dukungan

orang dekat dengannya, missal orang tua atau saudaranya. Perilaku ini

biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk ditemani selama dirawat

di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta

(45)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Penelitian

Kerangka konseptual pada penelitian ini menggambarkan bahwa variabel

dependen dipengaruhi oleh variabel independen, dimana terapi bermain dengan

tehnik bercerita mempengaruhi kecemasan akibat hospitalisasi diruang perawatan

anak. Sasaran penelitian adalah anak usia prasekolah yang sedang dirawat di

rumah sakit. Syarat-syaratnya yakni, usia anak prasekolah 3-5 tahun, lama rawat

1-3 hari, dan sedang dirawat di rumah sakit Kemudian diberi terapi bermain

dengan tehnik bercerita selama anak bisa tidur. Secara psikologis membaca atau

bercerita merupakan salah satu bentuk bermain yang paling sehat. Disamping itu,

bercerita dapat mengungkapkan perasaan anak dan melatih anak dalam

berkomunikasi. Mengukur kecemasan anak dengan skala kecemasan dan melihat

respon adaptifnya pada rumah sakit.

(46)
(47)
(48)

Dalam penelitian ini, hipotesa yang dibuktikan adalah hipotesa alternatif

(Ha) diterima, bila terapi bermain dengan tehnik bercerita mempengaruhi

penurunan tingkat kecemasan pada anak prasekolah di ruang perawatan anak

(49)

BAB IV

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain Pre-Eksperimental dengan

menggunakan One Group Pretest-Posttest Design. Rancangan ini digambarkan

sebagai berikut :

Pretes Perlakuan Post test

01 X 02

Keterangan :

01 = pengukuran sebelum perlakuan

02

2 Populasi dan Sampel

= pengukuran setelah perlakuan

X = perlakuan

2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang menjalani

rawat inap di Rindu B4 RSUP H. Adam Malik.

2.2Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur

(Sabri dan Hastono, 2006). Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel

(50)

dalam penelitian ini setiap anak yang bersedia memenuhi kriteria penelitian

dan secara kebetulan dijumpai selama proses pengumpulan data, dilibatkan

sebagai subjek dalam penelitian.

Penentuan besar sampel dengan menggunakan tabel Power Analysis

karena jumlah populasi tidak diketahui, dengan menggunakan efek size 0.80,

level of signifikan (α = 0,05), dan power of test 0,80. Dari tabel Power Analysis ditetapkan jumlah sampel minimal 13 orang.

Adapun kriteria yang digunakan adalah kriteria inklusi yaitu (1) dapat

diajak berkomunikasi, (2) orangtua klien bersedia anaknya menjadi sampel

dalam penelitian, (3) usia 3-6 tahun, (4) lama rawat inap 1-3 hari.

3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010 di RSUP

H Adam Malik Medan. Alasan peneliti memilih RSUP H Adam Malik Medan

sebagai tempat penelitian karena merupakan rumah sakit pendidikan, lokasi

rumah sakit yang strategis dan memiliki jumlah pasien relatif banyak sehingga

dapat memenuhi kriteria sampel yang diinginkan oleh peneliti.

4. Pertimbangan Etik

Setelah peneliti dinyatakan lulus dalam sidang proposal, peneliti kemudian

mengajukan surat izin penelitan kepada Fakultas Keperawatan untuk

mendapatkan rekomendasi. Setelah mendapatkan rekomendasi dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat

(51)

Balitbang RSUP H. Adam Malik Medan yang ditujukan untuk Ka. Ruangan

Rindu B4.

Setelah mendapatkan izin, peneliti mulai mengumpulkan data dengan

memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada responden yang akan

diteliti. Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam

penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan tersebut. Sebelum

responden mengisi dan menandatangani persetujuan, peneliti menjelaskan

maksud, tujuan dan proses penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang

mungkin terjadi selama dan setelah proses pengumpulan data.

Responden yang untuk menolak berpartisipasi dalam penelitian maka

peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-haknya tanpa ada tekanan

fisik maupun psikologis. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama hanya mencantumkan inisial pada masing-masing lembar

kuesioner. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu saja yang disajikan sebagai hasil penelitian.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk

kuisioner. Bagian pertama instrumen penelitian tentang pengumpulan data

demografi dan karakterististik anak usia prasekolah meliputi : inisial nama

responden, usia, anak ke, jenis kelamin, lama perawatan, diagnosa penyakit,

agama dan suku bangsa.

Bagian kedua berisi 14 item pertanyaan yang menggambarkan tingkat

(52)

Ronald Rapee dan dimodifikasi sesuai kebutuhan.Penilaian dengan menggunakan

skala Likert dengan pilihan jawaban: tidak ada sama sekali (skor 0), jarang (skor

1), kadang-kadang (skor 2), sering (skor 3), dan sangat sering (skor 4). Dengan

pembagian tingkat kecemasan yaitu skor<12 tidak ada kecemasan, skor 14-20

tingkat Ansietas ringan, skor 21-27 tingkat Ansietas sedang, skor 28-41tingkat

Ansietas berat, skor 42-56 tingkat panik.

6. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin

pelaksanaan dari RSUP H Adam Malik Medan digunakan peneliti sebagai lokasi

penelitian. Setelah mendapat izin dari bagian Litbang RSUP H Adam Malik

Medan maka peneliti mengadakan pendekatan psikologis dengan melakukan

perkenalan diri kepada anak usia prasekolah.

Setelah mendapatkan persetujuan dari orangtua responden, peneliti

membuat kontrak dengan responden. Sesuai dengan kontrak yang telah disepakati,

peneliti datang sesuai dengan hari dan jam yang telah ditentukan. Selanjutnya

peneliti menjelaskan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada awal

pertemuan, peneliti memcatat lembar kuesioner sebelum dilakukan tindakan.

Kemudian membacakan cerita kepada responden yang terdiri dari cerita kisah si

keong emas yang dilakukan pada 2 anak perempuan, 6 anak perempuan lagi

dibacakan cerita “princess kembar” dan 5 anak laki-laki diberikan cerita yang

berjudul khuzaymah. Setelah dibacakan, peneliti akan meminta kembali

(53)

moral di dalam cerita. Cerita dibacakan sesuai dengan permintaan anak dan

membuat anak merasa nyaman pada cerita yang akan peneliti sampaikan.

Selanjutnya peneliti meminta responden untuk menceritakan perasaan yang

dialaminya kepada peneliti setelah dilakukan terapi bermain dengan tehnik

bercerita selama 5 menit. Keesokkan harinya (± 24 jam), peneliti datang kembali

mengunjungi responden yang lain untuk melakukan kembali intervensi terhadap

kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah. Peneliti mencatat

hasilnya pada lembar observasi sesuai dengan jawaban responden berkaitan

dengan intensitas kecemasan setelah dilakukan terapi. Pengukuran indikator

setelah terapi dilakukan selesai membacakan cerita pada responden.

7. Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka analisa data dilakukan melalui tahapan yaitu

: (1) persiapan yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas data responden

dan memastikan semua data telah terisi, (2) tabulasi yaitu mengklarifikasikan

analisa data dengan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan, (3) penerapan

yaitu pengolahan data dengan menggunakan perhitungan statistic deskriptif (nilai

rata-rata, standar deviasi, frekwensi dan persentase) dan uji wilcoxon

(nonparametric tests) untuk dua sampel dependen atau pengukuran pada satu

sampel. Jika hasil uji wilcoxon menunjukkan nilai p=0,001<0,05 maka dapat

disimpulkan pengaruh terapi bermain dengan tehnik bercerita terhadap kecemasan

(54)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan

mengenai pengaruh terapi bermain dengan tehnik bercerita terhadap kecemasan

akibat hospitalisasi pada anak prasekolah di ruang perawatan anak Rumah Sakit

Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1. Hasil Penelitian

1.1.Karakteristik Responden

Hasil penelitian tentang data demografi pada anak prasekolah di ruang

perawatan anak RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal 16 Juli 2010-15

Agustus 2010. Dari 13 orang responden diperoleh karakteristik dan data

demografi sebagai berikut: berdasarkan usia yaitu sebagian besar berusia 3 tahun

sebanyak 7 orang (53,8%). Berdasarkan posisi anak dalam keluarga, sebagian

besar anak pertama sebanyak 7 orang (53,8%). Berdasarkan jenis kelamin,

sebagian besar responden perempuan sebanyak 8 orang (61,5%). Berdasarkan

lama rawat, sebagian besar anak dirawat selama 2 hari sebanyak 6 orang (46,2%).

Berdasarkan agama, sebagian besar responden beragama islam sebanyak 11 orang

(84,6%). Berdasarkan diagnosa penyakit, sebagian besar responden menderita

DBD sebanyak 5 orang (38,5%). Berdasarkan suku, sebagian besar responden

bersuku batak sebanyak 5 orang (38,5%). Hasil penelitian tentang karakteristik

(55)

Tabel 2. Data distribusi frekwensi berdasarkan karekteristik demografi anak prasekolah di RSUP H. Adam Malik Medan

(56)

1.2 Kecemasan dan pengaruh terapi bermain dengan tehnik bercerita

Hasil penelitian tentang tingkat kecemasan pada anak prasekolah sebelum

treatment menunjukkan umumnya anak prasekolah berada pada tingkat kecemasan sedang yaitu 12 orang (92,3%) dan sesudah treatment sebagian besar

anak prasekolah sebanyak 10 orang (76,9%) berada pada rentang kecemasan

ringan. Tidak dijumpai pada anak prasekolah dengan tingkat kecemasan panik

baik pada pre treatment maupun post treatment.

Tabel 3. Gambaran tingkat kecemasan pada anak prasekolah terhadap kecemasan akibat hospitalisasi Pre dan Post Terapi Bermain dengan Tehnik Bercerita di ruang perawatan anak RSUP H. Adam Malik Medan.

Tingkat kecemasan Pre treatment Post treatment Ringan

1.3 Perbedaan kecemasan Sebelum dan Sesudah Terapi Bermain dengan Tehnik Bercerita pada anak prasekolah

Anak yang di hospitalisasi dapat menimbulkan berbagai keluhan dan yang

paling sering adalah perasaan cemas yang berlebihan. Terapi bermain dengan

Gambar

Tabel 2. Data distribusi frekwensi berdasarkan karekteristik demografi anak
Tabel 3. Gambaran tingkat kecemasan pada anak prasekolah terhadap
Tabel 5. Hasil uji wilcoxon untuk perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan
Tabel 4. Hasil uji wilcoxon untuk perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Data Kadar Gula Darah dan Berat Badan Tikus Treatment Sonde Sorbet Buah Naga Merah dengan Penambahan Isolat Protein 50

Ki Sabdhosutedjo dari Surabaya, Jawa Timur Ki Sabdhosutedjo atau yang dikenal dengan nama Tee Boen Liong adalah seorang dalang wayang Jawa asli Surabaya.. Ia telah mendalami

Tanggapan dari masyarakat terhadap pertunjukan WKCB menjadi tanda- tanda bahwa wacana pada tokoh punakawan yang dihadirkan oleh Dalang Nardayana pada pertunjukan WKCB

Hendro Gunawan, MA

Pada Tulisan Ilmiah ini penulis mencoba untuk membahas tentang pembuatan Website Poris Sport Club dengan menggunakan CMS JOOMLA 1.0.12. CMS adalah sebuah aplikasi berbasis web

Oleh karena itu, berdasarkan grafik yang ada pada gambar 4.3, dapat disimpulkan bahwa kondisi stabilitas arah sepeda motor yang paling baik adalah ketika sepeda motor berbelok

Seleksi tenaga kerja adalah proses perusahaan memilih dari sekelompok pelamar, yang paling memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia berdasarkan kondisi yang

Namun masih ada yang belum mengetahui tentang rambu lalu lintas, penerapan teknologi 3D hologram sebagai media interaktif pengenalan rambu lalu lintas ini