ANALISIS DIMENSI DAN KESTABILAN PEMECAH
GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN LAMPULO
BANDA ACEH
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
ZUNARDIS 10 0404 010
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Analisa Dimensi dan Kestabilan Pemecah Gelombang pada Pelabuhan Perikanan Lampulo Kota Banda Aceh merupakan perencanaan tambahan bangunan fisik berupa pemecah gelombang sebagai pelengkap dan pendukung fasilitas infrastruktur pada Pelabuhan Perikanan Lampulo. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk merencanakan bangunan pelindung tambahan yang rusak di sebelah kiri pelabuhan dengan menggunakan jenis bangunan pelindung batu alam (rubble mound).
Adapun ruang lingkup pada perencanaan tambahan breakwater rubble mound ini meliputi perencanaan kemiringan breakwater, perhitungan lebar
breakwater, perhitungan ukuran batu pelindung, perhitungan jumlah unit pelindung, perhitungan berat batu pelindung, perhitungan tinggi breakwater, perhitungan tebal lapis lindung, perhitungan jumlah lapis pada breakwater, perhitungan tinggi muka air rencana dan perhitungan stabilitas breakwater itu sendiri. Data teknis yang diperoleh dari lokasi perencanaan berupa eleva si muka air antara 0,5 meter sampai pada -8.5 meter di ujung lokasi perencanaan tambahan
breakwater. Adapun muka air pada lokasi perencanaan meliputi HWL = ±1,724 meter, MHWL = ±1,372 meter, MSL = ±0,9635 meter, MLWL = ±0,555 meter, LWL = ±0,392 meter.
Dari hasil pengolahan data angin maka diperolah angin dominan untuk lokasi perencanaan dari arah timur laut dengan tinggi gelombang rencana yang di hasilkan sebesar 2,7244 m. Struktur breakwater rubble mound terdiri dari susunan batu dengan berat batu pelindung utama sebesar ±3,1848 ton, lapis kedua ±(1,5924-2,1338) ton, dengan lapis inti (7,9 -159) kg dengan ketebalan 1,5-2 m dan stabilitas breakwater memiliki angka yang cukup aman yaitu 9,2 >2.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penyusunan
Tugas Akhir ini dengan judul “Analisis Dimensi dan Kestabilan Pemecah
Gelombang Pelabuhan Perikanan Lampulo” ini disusun guna melengkapi syarat
untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Program Starata Satu (S-1) di
Universitas Sumatera Utara.
Dengan menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak
lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak, maka pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, sebagai Seketaris Departeman Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc., sebagai dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak Ir. Alferido Malik dan Bapak Ivan Indrawan, ST, MT., sabagai
Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak dan Ibu pengajar dan seluruh staf pegawai Departeman Teknik
6. Kedua orang tua saya, Ayahanda Zaini dan Ibunda Nurlis Samsyiah
Adinda Sardian dan Fauzan Azima yang telah memberikan dukungan yang
besar baik moral maupun material serta doa untuk keberhasilan penulis.
7. Buat keluarga besar Bapak Muzhar Ibu Baiyani serta kakak Mona Melyar
ST, Serta adik Moulya Riski A.Md.Kep yang telah memberikan dukungan
yang besar baik moral maupun material serta doa untuk keberhasilan
penulis.
8. Teristimewa buat Moufyra Zakya S.Farm sebagai orang terkasih yang
telah memberikan doa, dukungan, kritikan, semangat, dan memberikan
masukan kearah positif kepada penulis.
9. Bapak Dr. Eng. Syamsidik sebagai kepala TDMRC dan Bang T. mudi ST,
Amien ST.MT, Bayu Agustian ST, Musa ST, Suher ST, Kak fani
(DKP-Aceh), yang telah memberikan motivasi, arahahan, bimbingan serta
bantuan sekunder kepada penulis.
10.Buat saudara/i seperjuangan: Maulana, Dhaka, Rizqan, Dara, Sari, Arip,
Hardi, Yudha, Isan, Irul, Umri, Syahru, Irfan, Nugek, Iwan, Ijep Taslim,
Uus, dan Jihadan serta semua mahasiswa Teknik Sipil lainnya yang tidak
dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya
selama ini.
11.Kepada Rizqa Alzamna SH, Marza Lena Amd Far, Zubir AMKL, Rufran
Syahputra Amd Far, Siti Faziah S.Farm, Nurdiani S.Farm. Daifi Afrila
Riefi ST, Bg Pon, Isan, Ayi, Manda dan Alfaizi yang telah memberikan
12.Seluruh staf pegawai Teknik Sipil terimakasih atas segala bantuan dan
informasinya.
13.Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil yang tidak mungkin saya
tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, untuk itu penulis akan
terbuka terhadap semua saran dan kritik mengenai Tugas Akhir ini, dengan ini
penulis berharap Tugas Akhir ini juga memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
1.7.Sistematika Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9
2.1. Lay Out Pelabuhan... 9
2.2. Angin ... 10
2.2.1. Pembangkitan Gelombnag Oleh Angin ... 10
2.2.2. Mawar Angin/Wind Rose... 10
2.3. Gelombang ... 14
2.3.1. Deformasi Gelombang ... 16
2.3.2. Analisa Gelombang ... 17
2.3.3. Prediksi Gelombang ... 17
2.3.4. Refraksi Gelombang ... 20
2.3.5. Refleksi Gelombang... 23
2.3.6. Difraksi Gelombang ... 24
2.3.7. Gelombang Pecah ... 25
2.3.8. Gelombang Rencana dan Periodenya ... 28
2.3.9. Gelombang yang Terjadi di Pantai... 30
2.3.10. Gelombang Desain ... 31
2.4. Fluktuasi Muka Air Laut ... 31
2.4.1. Pasang Surut ... 32
2.4.2. Naiknya Muka Air Laut Karena Angin (Wind Set Up) .. 32
2.4.3. Kenaikan Elevasi Muka Air Laut Karena Pemanasan Global... 33
2.5. Pemecah Gelombang (Breakwater) ... 34
2.5.1. Jenis-Jenis Pemecah Gelombang (Breakwater rubble mound) ... 36
2.5.2. Kriteria Desain Pemecah Gelombang (Breakwater)... 38
2.5.3. Breakwater Susunan Batu (Rubble Mound) ... 40
2.5.4. Perencanaan Kemiringan Breakwater ... 42
2.5.5. Perhitungan Berat Batu Pelindung ... 42
2.5.7. Perhitungan Tebal Lapisan ... 44
2.5.8. Perhtungan Lebar Puncak dan Jumlah Butir Batu ... 44
2.5.9. Perhitungan Pelindung Kaki ... 45
2.5.10. Perhitungan Tinggi Gelombang ... 46
2.5.11. Analisa Stabilitas Breakwater Rubble Mound ... 46
2.6. Faktor Kerusakan Breakwater ... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 49
3.1. Persiapan Data ... 49
3.1.1. Studi Pustaka Terhadap Materi Desain... 49
3.1.2. Menentukan Kebutuhan Data ... 49
3.1.3. Mendata Instansi Terkait ... 50
3.1.4. Pengadaan Persyaratan Administrasi Untuk Pemohon Data ... 50
3.2. Metode Pengumpulan Data ... 50
3.2.1. Data Primer ... 50
3.2.2. Data Sekunder ... 50
3.3. Pengolahan dan Analisa Data... 51
3.4. Perencanaan Breakwater Rubble Mound... 51
3.4.1. Perencanaan Kemiringan Breakwater Rubble Mound .... 52
3.4.2. Perencanaan Berat Batu Pelindung ... 52
3.4.3. Perencanaan Tebal Lapis ... 52
3.4.2. Perencanaan Lebar Puncak ... 52
3.4.4. Perencanaan Berat Batu Pelindung ... 52
3.4.6. Perencanaan Tinggi Breakwater ... 53
4.3. Kecepatan Angin Signifikan ... 59
4.4. Peramalan Gelombang ... 60
4.4.1. Perhitungan Tinggi Gelombang dan Periodenya (Timur Laut) ... 61
4.4.2. Perhitungan Tinggi Gelombang dan Periodenya (Arah Utara) ... 61
4.5. Analisa Gelombang Rencana ... 65
4.5.1. Periode Ulang Gelombang ... 65
4.5.2. Perhitungan Gelombang Rencana dan Periodenya (Hd) Utara ... 66
4.5.5. Pemilihan Periode Ulang Gelombang... 68
4.6. Gelombang Desain Arah Timur Laut ... 69
4.6.1. Perhitungan Koefisien Refraksi (Kr) ... 69
4.6.2. Perhitungan Koefisien Shoaling (Ks) ... 71
4.7. Gelombang Desain Arah Utara ... 74
4.7.1. Perhitungan Koefisien Refraksi (Kr) ... 74
4.8. Perhitungan Gelombang Pecah Arah Timur Laut ... 77
4.9. Perhitungan Gelombang Pecah Arah Utara... 81
4.10. Perencanaan Breakwater Rubble Mound ... 85
4.10.1. Menentukan Bilangan Irribaren (Ir) ... 86
4.10.2. Berat Butir Lapis Lindung (W) ... 87
4.10.3. Perhitungan Ukuran Batu Pelindung ... 88
4.10.4. Perhitungan Tinggi (Elevasi) Breakwater (Hst)... 88
4.10.5. Tebal Lapis Lindung ... 89
4.10.6. Perhitungan Lebar Breakwater (B) ... 89
4.10.7. Lebar Permukaan Bawah Breakwater (B’) ... 89
4.10.8. Menentukan Jumlah Butir Batu (N)... 90
4.11. Stabilitas Breakwater ... 90
4.11.1. Stabilitas Breakwater Terhadap Gaya Tanah ... 90
4.11.2. Rencana Anggaran Biaya (Analisa Finansial) ... 114
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 116
5.1. Kesimpulan ... 116
5.2. Saran ... 117
DAFTAR PUSTAKA ... 118
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Peta pelabuhan perikanan lampulo ... 2
Gambar 1.2. Bangunan pelindung yang rusak di pelabuhan lampulo ... 3
Gambar 2.1. Mawar angin ... 11
Gambar 2.2. Perhitungan fetch ... 12
Gambar 2.3. Hubungan kcepatan angin di laut dan di darat ... 19
Gambar 2.4. Reflaksi gelombang ... 22
Gambar 2.5. Difraksi gelombang ... 25
Gambar 2.6. Penentuan tinggi gelombang pecah ... 28
Gambar 2.7. Wave set up dan wave set down ... 32
Gambar 2.8. Kenaikan muka air laut karena badai ... 33
Gambar 2.9. Perkiraan kenaikan muka air laut karena pemanasan global .... 34
Gambar 2.10. Breakwater rubble mound... 32
Gambar 2.11. Run up gelombang (Triadmodjo, 2003:139)... 40
Gambar 2.12. Run up gelombang ... 41
Gambar 2.13. Nomogram kemiringan susunan batu ... 42
Gambar 4.1. Mawar angin maksimum stasiun BMKG ... 56
Gambar 4.2. Grafk hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat ... 61
Gambar 4.1. Mawar angin maksimum stasiun BMKG ... 56
Gambar 4.2. Grafk hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat ... 61
Gambar 4.3. Grafk hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat ... 63
Gambar 4.4. Penentuan tinggi gelombang pecah ... 77
Gambar 4.6. Penentuan tinggi gelombang pecah ... 82
Gambar 4.7. Penentuan kedalaman gelombang pecah ... 83
Gambar 4.8. Perbandingan run up dan run down... 86
Gambar 4.9. Potongan breakwater ... 89
Gambar 4.10. Sketsa potongan detail breakwater... 91
Gambar 4.11. Potongan detail breakwater ... 92
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. 1 Koefisien refleksi (Triatmodjo,1999)... 24
Tabel 2.2. Hubungan Yn dengan besarnya sampel (n) ... 30
Tabel 2.3. Hubungan Sn dengan besarnya sampel (n) ... 30
Tabel 2.4. Tingkat kerusakan (CERC, 1984:7-212) ... 30
Tabel 2.5. Keuntungan dan kerugian pemecah gelombang ... 37
Tabel 4.1. Kejadian angin maksimum stasiun BMKG ... 56
Tabel 4.2. Perhitungan Panjang fetch arah utara ... 57
Tabel 4.3. Perhitungan Panjang fetch arah timur laut ... 58
Tabel 4.4. Rekapitulasi kecepatang angin maksimum ... 59
Tabel 4.5. Gelombang arah utara dan periodenya ... 64
Tabel 4.6. Gelombang arah timur laut dan periodenya ... 64
Tabel 4.7. Rekapitulasi tinggi gelombang dan periodenya ... 65
Tabel 4.8. Hasil perhitungan distribusi probabiliitas gumber arah utara ... 66
Tabel 4.9. Periode kala ulang ... 67
Tabel 4.10. Rekapitulasi gelombang rencana dan periode (75%) ... 68
Tabel 4.11. Tinggi gelombang berdasarkan tingkat kerusakan arah utara .... 69
Tabel 4.12. Tinggi gelombang berdasarkan tingkat kerusakan arah timur laut ... 69
Tabel 4.13. Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 70
Tabel 4.14. Perhitungan gelombang pantai arah timur laut ... 73
Tabel 4.15. Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 74
Tabel 4.17. Perhitungan gelombang pecah arah timur laut ... 80
Tabel 4.18. Rekapitulasi hasil perhitungan gelombang pecah arah timur laut ... 81
Tabel 4.19. Perhitungan gelombang pecah arah utara ... 84
Tabel 4.20. Rekapitulasi hasil perhitungan gelombang pecah arah utara ... 85
Tabel 4.21. Nilai Nc, N�, Nq... 92
Tabel 4.22. Perhitungan perencanaan breakwater rubble mound ... 94
Lanjutan Tabel 4.22 Perhitungan perencanaan breakwater rubble mound ... 95
DAFTAR NOTASI
Feff = Fecth rerata efektif (Km)
UL = Kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah (knot)
Uz = Kecepatan angin yang di ukur pada elevasi Z meter di atas tanah (knot)
UA = Kecepatan seret angin (m/det)
Uw = Kecepatan angin di laut (m/det)
RL = Kecepatan angin di laut dan di darat (m/det)
Lo = Panjang gelombang di laut dalam (m)
Kr = Koefisien Refraksi
Ks = Koefisien shoaling
Co = Cepat rambat gelombang di laut dalam (m/det)
L = Panjang gelombang di pantai (m)
C1 = Cepat rambat gelombang di pantai (m/det)
T = Periode gelombang (det)
H1 = Tinggi gelombang (m)
X = Koefisien refleksi
Hi = Tinggi gelombang dating (m)
H’o = Tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m)
Hb = Tinggi gelombang pecah (m)
db = Kedalaman air pada saat gelombang pecah (m)
m = kemiringan dasar laut (m)
g = Grafitasi (m/s)
Hs = Tinggi gelombang signifikan rata-rata (m)
Hs(T) = Tinggi gelombang signifikan untuk periode ulang T tahun (m)
S = Standar deviasi (m)
H = Tinggi gelombang yang bisa mengakibatkan kerusakan tertentu (m)
HD=O = Tinggi gelombang dengan tingkat kerusakan 0-5% (m)
K = Koefisien kerusakan (%)
Ir = bilangan irribarn
Ho = Tinggi gelombang di lokasi bangunan (m)
W = Berat batu lapis luar (ton)
�� = Berat jenis batu (ton/m3)
� = Berat jenis air (ton/m3)
H = Tinggi gelombang rencana (m)
t = Tebal lapis (m)
N = Jumlah unit
B = Lebar puncak (m)
Lb = Panjang kaki pelindung (m)
tb = tebal kaki pelindung (m)
r = Tebal lapis pelindung rata-rata (m)
Hst = Tinggi bangunan pemecah gelombang (m)
HWL = Elevasi muka air tertinggi (m)
d = Kedalaman laut di lokasi perencanaan (m)
Ru = Run up gelombang (m)
A = Luas penampang konstruksi (m2)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Gambar A.1 Lay out pelabuhan... 121
Lampiran Gambar A.2 Peta kota banda aceh ... 122
Lampiran Gambar A.3 Letak breakwater ... 123
Lampiran A.4 Koefisien Lapis (Triatmodjo,1996:136) ... 124
Lampiran A.5 Koefisien stabilitas (Triatmodjo,1996:135) ... 125
Lampiran A.6 Grafik sondir ... 126
Lampiran A.7 Grafik pasang surut ... 127
Lampiran B.1 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 128
Lampiran B.2 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 129
Lampiran B.3 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 130
Lampiran B.4 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 131
Lampiran B.5 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 132
Lampiran B.6 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 133
Lampiran B.7 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 134
Lampiran B.8 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 134
Lampiran B.9 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 136
Lampiran B.10 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 137
Lampiran B.11 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 138
Lampiran B.12 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 139
Lampiran B.13 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 140
Lampiran B.14 Fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/Lo ... 141
Lampiran C.1 Kondisi pemecah gelombang di pelabuhan
Perikanan ampulo ... 143
Lampiran C.2 Pengukuran panjang pemecah gelombang yang rusak ... 144
Lampiran C.3 Kondisi pemecah gelombang yang rusak pada
Pelabuhan lampulo ... 145
Lampiran C.4 Kondisi pemecah gelombang yang berhadapan
dengan laut lepas ... 146
ABSTRAK
Analisa Dimensi dan Kestabilan Pemecah Gelombang pada Pelabuhan Perikanan Lampulo Kota Banda Aceh merupakan perencanaan tambahan bangunan fisik berupa pemecah gelombang sebagai pelengkap dan pendukung fasilitas infrastruktur pada Pelabuhan Perikanan Lampulo. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk merencanakan bangunan pelindung tambahan yang rusak di sebelah kiri pelabuhan dengan menggunakan jenis bangunan pelindung batu alam (rubble mound).
Adapun ruang lingkup pada perencanaan tambahan breakwater rubble mound ini meliputi perencanaan kemiringan breakwater, perhitungan lebar
breakwater, perhitungan ukuran batu pelindung, perhitungan jumlah unit pelindung, perhitungan berat batu pelindung, perhitungan tinggi breakwater, perhitungan tebal lapis lindung, perhitungan jumlah lapis pada breakwater, perhitungan tinggi muka air rencana dan perhitungan stabilitas breakwater itu sendiri. Data teknis yang diperoleh dari lokasi perencanaan berupa eleva si muka air antara 0,5 meter sampai pada -8.5 meter di ujung lokasi perencanaan tambahan
breakwater. Adapun muka air pada lokasi perencanaan meliputi HWL = ±1,724 meter, MHWL = ±1,372 meter, MSL = ±0,9635 meter, MLWL = ±0,555 meter, LWL = ±0,392 meter.
Dari hasil pengolahan data angin maka diperolah angin dominan untuk lokasi perencanaan dari arah timur laut dengan tinggi gelombang rencana yang di hasilkan sebesar 2,7244 m. Struktur breakwater rubble mound terdiri dari susunan batu dengan berat batu pelindung utama sebesar ±3,1848 ton, lapis kedua ±(1,5924-2,1338) ton, dengan lapis inti (7,9 -159) kg dengan ketebalan 1,5-2 m dan stabilitas breakwater memiliki angka yang cukup aman yaitu 9,2 >2.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelabuhan Perikanan Lampulo merupakan salah satu pelabuhan perikanan
yang sejak beberapa tahun terakhir ini mengalami sejumlah perkembangan fisik
yang berarti. Kolam pelabuhan Pelabuhan Perikanan Lampulo ini direncanakan
dapat melayani Kapal sampai dengan kapasitas maksimum 60 GT. Pada awal ide
berdirinya, Pelabuhan Perikanan Lampulo ini merupakan salah satu UPTD di
bawah UPT Dirjen Perikanan Tangkap. Selanjutnya seiring dengan kebijakan
otonomi daerah, maka pada tanggal 12 April 2003 UPT Pelabuhan Perikanan
Lampulo dirubah menjadi UPTD Pelabuhan Perikanan Lampulo. Unit ini
langsung berada dibawah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh.
Letak astronomis Kota Banda Aceh berada pada 05°16' 15" - 05° 36' 16"
Lintang Utara dan 95° 16' 15" - 95° 22' 35" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata
0,80 meter diatas permukaan laut. Namun lokasi penelitian yang akan dikaji
terletak pada 5°35'6.94" Lintang Utara dan 95°18'51.16" Bujur Timur. Tepatnya
di daerah Pelabuhan Perikanan Lampulo Kota Banda Aceh.
Peristiwa gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004
menyebabkan kerusakan yang cukup memprihatinkan terhadap kompleks
Pelabuhan Perikanan Lampulo ini. Akibat peristiwa tersebut, tidak ada satupun
konstruksi yang tersisa. Dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi, Pelabuhan
dana bantuan asing. Berdasarkan tata letak konstruksi pelabuhan, maka
dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk membangun seluruh konstruksi yang
direncanakan. Pada kondisi saat ini, konstruksi pemecah gelombang (breakwater) sisi kiri dan kanan dari Pelabuhan Perikanan Lampulo ini sepenuhnya selesai.
Pada tahun 2011 konstruksi untuk kolam kecil dibangun di sekitar dermaga
Pelabuhan Perikanan Lampulo ini untuk memberikan ruang yang aman bagi
kapal-kapal nelayan untuk dapat bersandar di dermaga pelabuhan. Pembangunan
kolam kecil tersebut menyebabkan kondisi Pelabuhan Perikanan Lampulo ada
seperti pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Peta pelabuhan perikanan lampulo
Namun seiring dengan berjalannya waktu, ada beberapa titik kerusakan
yang terjadi pada (breakwater) sisi kiri Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Lampulo. Titik
kemungkinan (breakwater) sisi kiri tersebut akan mengalami kerusakan rusak total. Kerusakan tersebut terletak pada titik tengah, akibat dari kerusakan tersebut
maka kondisi ini akan menyebabkan tinggi gelombang dan kecepatan arus yang
masuk ke dalam kolam pelabuhan akan mengganggu kapal-kapal nelayan untuk
bersandar.
Untuk menanggulangi kejadian tersebut demi mengoptimalkan operasional
dermaga pelabuhan, maka dilakukan perencanaan tambahan konstruksi pada titik
250 m dari titik 0 meter penempatan (breakwater) yang terletak digaris pantai sampai pada titik 550 m dari garis pantai. Perencanaan tambahan dan perbaikan
bangunan pelindung yang mengalami kerusakan pada Pelabuhan Perikanan
Lampulo seperti pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Bangunan pelindung yang rusak di pelabuhan lampulo
Dengan demikian, sebelum proses perencanaan tambahan konstruksi
serta dimensi breakwater yang diusulkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka salah satu kajian yang dilakukan adalah kajian aspek hidro-oseanografi
yang menitik beratkan pada kajian arus dan tinggi gelombang di sekitar kolam
Pelabuhan Perikanan Lampulo ini.
Breakwater sebagai pelindung kolam pelabuhan memiliki beberapa jenis atau bentuk. Adapun bentuk-bentuk breakwater antara lain: breakwater rubble mound (pemecah gelombang susunan batu gunung), breakwater susunan batu buatan (tetrapods, quadripods, hexapods, tribars, modifiet cubes dan dolos),
Breakwater kotak dinding vertical (caisson), breakwater selindris vertikal dan pecah gelombang apung (breakwater bentuk khusus). Menurut bentuknya
breakwater dibedakan menjadi pemecah gelombang sisi miring, pemecah gelombang sisi tegak dan pemecah gelombang campuran.
Jenis atau bentuk breakwater yang sering ditemui di lapangan adalah bentuk susunan batu gunung atau breakwater sisi miring yang disebut dengan
breakwater rubble mound. Sesuai dengan namanya, breakwater ini konstruksi bangunannya terbuat dari susunan batuan yang disusun secara teratur, dengan
lapis terluar adalah lapisan batuan yang memiliki ukuran dan bobot yang paling
besar. Penyusunan tersebut dimaksudkan agar breakwater mampu untuk menahan dan merendam energi yang dibawa oleh gelombang.
Breakwater rubble mound didisain dengan maksud untuk melindung kolam pelabuhan dari energi gelombang sehingga kolam pelabuhan dapat
dipengaruhi oleh gelombang datang sehingga ketenangan daerah perairannya
sering terganggu.
Skripsi ini memuat tentang perencanaan tambahan pemecah gelombang
Pelabuhan Perikanan Lampulo yang terletak di Kota Banda Aceh, Aceh. Data
yang digunakan sepenuhnya data sekunder yang didapat dari Tsunami & Disaster
Mitigation Research Center dan Dinas Kelautan Perikanan Propinsi Aceh.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang terjadi, permasalahan yang dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mencari faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan konstruksi
bangunan pemecah gelombang (breakwater) di Pelabuhan Lampulo.
2. Bangaimana cara meminimalisir kerusakan konstruksi bangunan
pemecah gelombang (breakwater) di Pelabuhan Lampulo.
3. Perencanaan tambahan bagi konstruksi pemecah gelombang
(breakwater) yang sudah rusak.
4. pengaruh arus dan gelombang terhadap kestabilan pemecah gelombang
(breakwater) di Pelabuhan Lampulo.
1.3 Batasan Masalah
Melihat luasnya permasalahan mengenai pemecah gelombang maka
batasan–batasan penelitian diberikan dalam ruang lingkup berikut ini:
2. perencanaan tambahan breakwater yang rusak meliputi bentuk serta dimensi breakwater yang diusulkan
3. Tidak memperhitungkan biaya dalam perencanaan.
4. Tidak merencanakan DED (Detail Engineering Design) 5. Investigasi geoteknik tidak ditinjau
6. Pengaruh tsunami dan gempa tidak diperhitungkan
7. Transpor sedimen tidak diperhitungkan
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan ulang tata letak dan
perencanaan tambahan pada konstruksi breakwater yang rusak di Pelabuahan Perikanan Lampulo sebagai alternatif untuk melindungi pelabuhan dari pengaruh
arus, angin, gelombang, dan pasang surut. Dari hasil analisis dapat ditentukan
tipe, bentuk dan dimensi breakwater yang akan digunakan.
1.5 Mamfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis; sebagai studi mahasiswa tentang mata kuliah yang
berkaitan dengan aplikasi dilapangan.
2. Bagi akademik; sebagai pembelajaran bagi pihak-pihak yang
membutuhkan sumber terkait.
3. Bagi masyarakat; sebagai masukan yang dapat digunakan untuk
mengatasi permasalahan perubahan garis pantai didaerah-daerah yang
1.6 Lokasi Penelitian
Lokasi yang di tinjau berada di wilayah Pelabuhan Perikanan Lampulo
Kota Banda Aceh. Daerah ini terletak ±2000 meter dari kota Banda Aceh. Dengan
letak astronomis 5°35'6.94" Lintang Utara dan 95°18'51.16" Bujur Timur.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas uraian mengenai latar belakang,
perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, mamfaat
penelitian, lokasi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Didalam bab ini dibahas uraian dasar teori tentang kondisi
lingkungan perairan yang berpengaruh terhadap pelayaran seperti
gelombang, angin, fluktuasi muka air laut serta kriterian perencanaan
tambahan pemecah gelombang serta mencari faktor penyebab utama
kerusakan bangunan pelindung Pelabuhan Perikanan Lampulo.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode pengumpulan
data dan informasi yang digunakan guna menunjang penelitian serta
BAB IV : PENGELAHAN DATA DAN ANALISA
Membahas tentang pemilihan pemecah gelombang, penentuan
tata letak pemecah gelombang, hitung detail pemecah gelombang dan
analisa dari solusi tersebut
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan perhitungan dan perencanaan tambahan
dari bab sebelumnya, maka bab ini berisi kesimpulan yang dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perlidungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun
dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat berupa dunes
maupun karang laut ataupun lamun yang tumbuh secara alami. Sedangkan
Perlindungan pantai dengan bantuan manusia dapat berupa struktur bangunan
pengaman pantai, penambahan timbunan pasir, maupun penanaman mangrove
pada daerah pantai.
Untuk mendukung penelitian, maka dalam bab ini dikemukakan beberapa
teori yang diambil dari literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian
yang dilaksanakan. Teori-teori yang diuraikan adalah sebagai berikut :
2.1 Lay Out Pelabuhan
Lay Out Pelabuhan merupakan gambar tata letak fasilitas laut seperti dermaga, breakwater dan fasilitas darat seperti kantor, mushola, kantin, gudang dan lain-lain. Suatu lay out pelabuhan pada pelabuhan perikanan dapat memberikan petunjuk tentang keadaan fisik daerah pelabuhan termasuk kegiatan
kapal ikan yang beroperasi pada pelabuhan tersebut (Triatmodjo, 2003:45).
Suatu lay out pelabuhan sangat penting didesain sebaik mungkin, ini dikarenakan untuk mudah dalam proses pergerakan aktifitas pada pelabuhan
2.2 Angin
Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan
juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya. Angin bergerak dari
tempat bertekanan udara tinggi ke tempat bertekanan udara rendah
(http://id.wikipedia.org, 2010). Data angin diperlukan untuk peramalan tinggi, periode dan arah gelombang.
2.2.1 Pembangkitan Gelombang Oleh Angin
Gelombang yang terjadi di lautan dapat dibangkitkan atau diakibatkan oleh
berbagai gaya. Beberapa jenis gaya pembangkit gelombang antara lain, gaya
gravitasi benda-benda langit, letusan gunung berapi, gempa bumi. Dalam
penyusunan Tugas Akhir ini, akan difokuskan pada pembangkitan gelombang
oleh angin. Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan
energinya ke air.
Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,
sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak
gelombang kecil diatas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak
tersebut menjadi semakin besar. Apabila angin berhembus terus pada akhirnya
akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus
semakin besar gelombang yang terbentuk (Triadmodjo, 1999).
2.2.2 Mawar Angin (Wind Rose)
yang diperoleh berupa data kecepatan angin maksimum harian selama 10 tahun.
Data yang diperoleh tersebut selanjutnya dilakukan pengelompokkan berdasarkan
arah dan kecepatan. Hasil pengelompokkan (pengolahan) dibuat dalam bentuk
tabel atau diagram yang disebut dengan mawar angin atau wind rose seperti pada Gambar 2.1. Dengan tabel atau mawar angin maka karakteristik angin dapat
dibaca dengan tepat (Triatmojo, 1999).
Gambar 2.1 Mawar angin (Wind Rose)
2.2.3 Fetch dan Gelombang Signifikan
Fetch adalah panjang keseluruhan suatu daerah pembangkitan gelombang dimana angin berhembus dengan arah dan kecepatan yang konstan. Panjang fetch
dapat ditentukan dari peta atlas dan peta hidro-oceanografi (DKP-Aceh). Arah angin masih dianggap konstan apabila perubahannya tidak sampai 150.
Sedangkan kecepatan angin masih dianggap konstan apabila perubahannya tidak
lebih dari 5 knot atau 2,5 m/dt (Triatmodjo, 1999). Dalam peramalan angin, fetch
biasanya dibatasi dalam bentuk daratan yang mengelilingi daerah pembangkitan
Perencanaan bangunan pantai biasanya menggunakan karakteristik gelombang di
laut dalam, yang ditetapkan berdasarkan pengukuran gelombang di lapangan atau
berdasarkan hasil peramalan gelombang dengan menggunakan data angin dan
fetch.
Gambar 2.2 Perhitungan fetch
Fetch dapat didefinisikan sebagai panjang daerah pembangkit gelombang pada arah datangnya angin. Dalam meninjau pembangkitan gelombang di laut,
fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.
Pada daerah pembentuk gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan
dalam arah yang sama dengan angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap
arah angin (Triatmodjo, 2003:99). Apabila bentuk pembangkit tidak teratur, maka
untuk keperluan peramalan gelombang ditentukan fetch efektif dengan persamaannya adalah sebagai berikut:
Dimana:
Feff = fetch rerata efektif;
Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi ke ujung akhir fetch;
� = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6o sampai sebesar 42o pada kedua sisi arah angin.
Gelombang signifikan adalah gelombang individu (individual wave) yang
dapat mewakili suatu spektrum gelombang (Triatmodjo, 1999:131). Gelombang
yang terjadi di alam tidaklah teratur (acak) dan sangat kompleks, dimana
masing-masing gelombang di dalam suatu spectrum (deretan) gelombang mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Dalam kita mempelajari gelombang, kita
beranggapan bahwa gelombang itu teratur dan sama karakteristiknya. Asumsi ini
hanya untuk memudahkan kita untuk dapat mempelajari karakteristiknya. Maka
dari itu gelombang alam harus dianalisis secara statistik (Triatmodjo, 1999).
Analisis statistik gelombang diperlukan untuk mendapatkan beberapa karakteristik
gelombang (Triatmodjo, 1999), yaitu:
1. Gelombang representatif (gelombang signifikan)
2. Probabilitas kejadian gelombang
3. Gelombang ekstrim
Untuk keperluan perencanaan bangunan-bangunan pantai, perlu dipilih
tinggi dan periode gelombang individu (individual wave) yang dapat mewakili
suatu deretan (spektrum) gelombang. Gelombang tersebut dikenal dengan
dari suatu pencatatan diurutkan dari nilai tertinggi hingga nilai terendah atau
sebaliknya, maka akan dapat ditentukan nilai dari tinggi gelombang signifikan
(Hs), dengan s merupakan rerata dari n persen gelombang tertinggi yang telah
diurutkan. Dengan bentuk seperti itu akan dapat dinyatakan karakteristik
gelombang alam dalam bentuk gelombang tunggal.
Misalnya H10 rerata dari 10% gelombang tertinggi dari pencatatan
gelombang yang telah diurutkan. Bentuk yang paling banyak dipakai adalah H33
atau rerata dari 33% gelombang tertinggi dari pencatatan gelombang yang telah
diurutkan. Karena sering dipakai maka H33 sering disebut sebagai tinggi
gelombang signifikan (H33 = Hs). Cara yang sama juga dapat diterapkan untuk
menentukan Ts atau periode gelombang signifikan (Triatmodjo, 1999).
2.3 Gelombang
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang
tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang
angin (gelombang yang dibangkitkan oleh tiupan angin), gelombang pasang surut
(gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit terutama gaya
tarik matahari dan bulan terhadap bumi), gelombang tsunami (gelombang yang
terjadi akibat letusan gunung berapi atau gempa didasar laut), gelombang kecil
(misalkan gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak), dan
sebagainya (Triatmodjo, 1999).
Diantara beberapa bentuk gelombang yang paling penting adalah
gelombang angin dan gelombang pasang surut. Pada umumnya bentuk gelombang
dimensi, dan bentuknya yang random (Triatmodjo, 1999). Ada beberapa teori
dengan berbagai tingkat kekomplekannya dan ketelitian untuk menggambarkan
fenomena gelombang di alam, diantaranya adalah teori airy, teori Stokes, teori
Gerstner, teori Mich, teori knoidal, dan teori tunggal. Teori gelombang airy
adalah teori gelombang kecil, sedangkan teori yang lain adalah teori gelombang
amplitudo terbatas (finite amplitude waves).
Dari berbagai teori diatas, teori gelombang Airy adalah teori yang paling sederhana. Teori gelombang Airy sering disebut teori gelombang linier atau teori gelombang amplitudo kecil (Triatmodjo, 1999). Berdasarkan kedalaman
relatifnya, yaitu perbandingan antara kedalaman laut (d) dan panjang gelombang
(L). maka gelombang diklasifikasikan menjadi tiga (Triadmodjo, 1999) yaitu:
1. Gelombang di laut dangkal (shallow water)
d/L ≤ 1/β0
tanh (βπd/L) ≈ (βπd/L)
C = √gd
L = T √gd
2. Gelombang di laut transisi (transitional water)
1/20 < d/L < ½
βπd/L < tanh (βπd/L) < 1
C = [gT/βπ] tanh (βπd/L)
3. Gelombang di laut dalam (deep water)
Deformasi gelombang adalah suatu perubahan sifat gelombang yang
terjadi pada saat ada gelombang bergerak merambat menuju ke pantai. Apabila
suatu deretan gelombang bergerak dari laut dalam menuju pantai, maka
gelombang tersebut akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk yang
disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi,
dan gelombang pecah (Triatmodjo, 1999).
Nilai koefisien deformasi gelombang di atas merupakan faktor penting
untuk perhitungan gelombang laut dalam ekivalen yang nantinya digunakan dalam
analisis gelombang pecah, limpasan gelombang, dan proses lain. Deformasi
gelombang bisa disebabkan karena variasi kedalaman di perairan dangkal atau
2.3.2 Analisa Gelombang
Pengetahuan akan gelombang sangat penting dalam perencanaan
pelabuhan dan bangunan pelindung pantai. Tergantung dari kegunaan pelabuhan,
tinggi gelombang dan kecepatan arus. Gelombang dilaut dapat dibedakan menjadi
beberapa macam tergantung gaya yang mengakibatkan. Gaya-gaya tersebut dapat
berupa angin, gaya tarik matahari dan bulan (pasang surut), tsunami akibat letusan
gunung berapi atau gempa, gaya akibat kapal dan sebagainya.
Menurut Triatmodjo (1999:154), untuk pekerluan perencanaan bangunan
pantai sering dilakukan peramalan gelombang berdasarkan data angin. Pemakaian
data angin untuk keperluan peramalan gelombang dilakukan mengingat kurangya
kegiatan pengumpulan data gelombang di Indonesia, karena disebabkan mahalnya
peralatan pencatat gelombang disamping resiko hilang atau rusaknya peralatan
cukup besar. Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai,
menimbulkan arus dan transport sedimen dalam arah tegak lurus di sepanjang
pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai.
Gelombang merupakan factor utama dalam penentuan tata letak (lay out)
pelabuhan, alur pelayaran dan perencanaan suatu konstruksi bangunan pantai
(Febriansyah, 2012).
2.3.3 Prediksi Gelombang
Prediksi gelombang dimaksudkan untuk mengalihragamkan (transformasi)
data angin menjadi data gelombang (Triatmodjo, 2003:60). Data angin tersebut
dapat diperoleh dari pengukuran langsung diatas permukaan laut atau dari
kecepatan dan arah mata angin dianalisis distribusi arahnya yang kemudian
digambarkan sesuai dengan arah mata angin, untuk mendapatkan arah tiupan
angin yang dominan Hasil dari persentase arah tiupan angin yang dominan akan
digunakanuntuk perncanaan gelombang. Data angin yang di peroleh adalah data
angin dari pengukuran di darat, oleh karena itu data inharus di transfer menjadi
data angin laut sehingga dapat digunakan sebagai analisis prediksi gelombang.
Rumus yang aka digunakan sebgai berikut:
UL = � x (U10) ……….. (β.β)
Uw = RL . UL ..…..……….. (β.γ)
UA = 0,71 . Uw1,23 ....……….. (β.4)
di mana:
[U10]L = kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah (knot);
Uz = kecepatan angin yang di ukur pada elevasi Z m di atas tanah (knot);
Z = ketinggian alat ukur di atas tanah (m);
Uw = kecepatan angin di laut (m/det);
UA = kecepatan seret angin (m/det);
RL = hubungan kecepatan angin laut dan angin darat.
Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan
energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan
laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak
gelombang kecil diatas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak
akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus,
semakin besar gelombang yang terbentuk (Triadmodjo, 1999).
Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh
kecepatan angin (U), lama hembusan angin (D), fetch (F) dan arah angin. Pada
umumnya pengukuran angin dilakukan didaratan, sedangkan di dalam rumus-
rumus pembangkitan gelombang, data angin yang digunakan adalah yang ada di
atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin diatas
daratan (yang terdekat dengan lokasi studi) ke data angin di atas permukaan laut
(Triadmodjo, 1999). Hubungan antara angin diatas laut dan angin diatas daratan
terdekat diberikan oleh persamaan berikut:
RL = �
� ……….……….(β.5)
di mana:
UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt);
Uw = Kecepatan angin di laut (m/dt);
R = Nilai koreksi hubungan kecepatan angin di darat dan dilaut.
Gambar 2.3 Merupakan hasil dari pengamatan yang dilakukan di Great
Lake, Amerika Serikat di peroleh gambar yang menghubungkan antara kecepatan
angin di laut dan didarat. Nilai UA digunakan untuk menghitung besarnya
gelombang dan periode gelombang yang terjadi.
Rumus peramalan gelombang yang ditentukan berdasarkan pernyataan
berikut (Anonim, 1984), tinggi dan periode gelombang dapat dicari dengan
Refraksi gelombang adalah perubahan bentuk pada gelombang akibat
adanya perubahan kedalaman laut. Di laut dalam, gelombang menjalar tanpa
dipengaruhi dasar laut, akan tetapi di laut transisi dan laut dangkal, dasar laut
mempengaruhi bentuk gelombang (Triatmodjo, 1999).
Refraksi menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan
terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di
sepanjang pantai. Besarnya nilai refraksi dihitung dengan rumus:
LO = 1,56 x T2 ……….(β.8)
Lo = panjang gelombang di laut dalam (m);
Kr = koefisien refraksi;
Ks = koefisien shoaling;
� = sudut datang gelombang di laut dalam dan garis pantai (o);
Co = cepat rambat gelombang di laut dalam (m/det);
L = panjang gelombang di pantai (m);
C1 = cepat rambat gelombang di pantai (m/det);
T = periode gelombang (det);
H1 = tingi gelombang (m).
Perubahan arah gelombang akibat refraksi akan menghasilkan konvergensi
(penguncupan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang dan
mempengaruhi energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di daerah pantai
(Triatmodjo, 1999). Seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Refraksi gelombang
Gambar diatas memberikan gambaran proses refraksi gelombang di daerah
pantai yang mempunyai garis kontur dasar laut dan garis pantai yang tidak teratur.
Suatu deretan gelombang L0 dan garis puncak gelombang sejajar bergerak
menuju pantai. Terlihat dalam gambar bahwa garis puncak gelombang berubah
Pada lokasi 1, garis orthogonal gelombang mengincup sedangkan di
lokasi 2 garis orthogonal menyebar. Karena energi diantara kedua garis
orthogonal adalah konstan sepanjang lintasan, berarti energi gelombang tiap
satuan lebar di lokasi 1 adalah lebih besar dari pada di lokasi 2 (karena jarak antar
garis orthogonal di lokasi 1 lebih kecil dari pada jarak antar garis orthogonal di
laut dalam dan jarak antar garis orthogonal di lokasi 2 lebih besar dari pada jarak
antar garis orthogonal di laut dalam). Misal akan direncanakan suatu dermaga
pelabuhan, maka lokasi 2 akan lebih cocok dari pada lokasi 1, karena
bangunan-bangunan yang direncanakan akan menahan energi gelombang yang lebih kecil
(Triatmodjo, 1999).
2.3.5 Refleksi Gelombang
Refleksi gelombang adalah suatu fenomena ketika suatu gelombang
datang mengenai atau membentur suatu rintangan (misal: ujung dermaga), maka
gelombang tersebut akan di pantulkan sebagian ataupun seluruhnya. Tinjauan
refleksi gelombang sangat penting di dalam perencanaan bangunan pantai. Suatu
bangunan pantai yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari batu akan bisa
menyerap energi gelombang lebih banyak dibandingkan dengan bangunan tegak
dan masif.
Pada bangunan vertikal, halus, dan berdinding tidak permeable,
gelombang akan di pantulkan seluruhnya (Triatmodjo, 1999). Besar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi (X),
yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi (Hr) dengan tinggi
gelombang datang (Hi).
X = ��
di mana :
X = koefisien refleksi;
Hr = tinggi gelombang refleksi;
Hi = tinggi gelombang datang.
Koefisien refleksi bangunan diperkirakan berdasarkan tes model.
Koefisien refleksi berbagai tipe bangunan diberikan pada Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Koefisien refleksi (Triatmodjo, 1999)
Tipe bangunan X
Dinding vertikal dengan puncak di atas air 0.7 - 1.0
Dinding vertikal dengan puncak terendaml 0.5 - 0.7
Tumpukan batu sisi miring 0.3 - 0.6
Tumpukan blok beton 0.3 - 0.5
Bangunan vertikal dengan peredam energi (diberi lubang) 0.02 - 0.2
2.3.6 Difraksi Gelombang
Difraksi gelombang adalah suatu fenomena ketika suatu gelombang dating
terhalang oleh suatu rintangan seperti pulau atau bangunan pemecah gelombang,
maka gelombang akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk ke daerah
terlindung di belakangnya. Dalam difraksi ini, terjadi transfer energi dalam arah
tegak lurus penjalaran gelombang menuju daerah yang terlindung. Biasanya tinggi
gelombang akan berkurang di sepanjang puncak gelombang menuju daerah yang
Apabila tidak terjadi difraksi gelombang, daerah di belakang rintangan
akan tenang. Namun, karena adanya proses difraksi, maka daerah tersebut
terpengaruh oleh gelombang dating. Transfer energi ke daerah terlindung
menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut, meskipun tidak sebesar
gelombang di luar daerah terlindung (Triatmodjo, 1999). Dalam hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.5 yang menunjukkan terjadinya difraksi gelombang.
Gambar 2.5 Difraksi gelombang (Triadmodjo, 1999)
2.3.7 Gelombang Pecah
Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Pengaruh
kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecil dari setengah kali panjang
gelombang. Di laut dalam profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke
perairan yang lebih dangkal puncak gelombang semakin tajam dan lembah
gelombang semakin datar.
Selain itu kecepatan dan panjang gelombang berkurang secara
oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang.
Gelombang pecah biasanya terjadi di daerah pantai di mana kecepatan gelombang
akan menurun karena perubahan kedalaman perairan. Tinggi gelombang dapat
dihitung dengan rumus dibawah ini:
H’O = tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m);
db = kedalaman air pada saat gelombang pecah (m);
H = didapat dari grafik kedalaman gelombang pecah;
m = kemiringan dasar laut;
T = periode gelombang (det);
Terdapat beberapa jenis gelombang pecah yaitu surging, plunging, dan
spilling. Semua jenis tersebut dibedakan oleh dasar perairan tempat pecahnya
gelombang pecah dapat dibedakan menjadi tiga tipe berikut ini:
1. Spilling
Spilling biasanya terjadi apabila gelombang dengan kemiringan kecil menuju ke pantai yang datar (kemiringan kecil). Gelombang mulai pecah pada
jarak yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya terjadi berangsur-angsur. Buih
terjadi pada puncak gelombang selama mengalami pecah dan meninggalkan suatu
lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang. Gelombang ini lebih sering terjadi,
dimana kemiringan dasarnya lebih kecil sekali, oleh karena itu reaksinya lebih
lambat, sangat lama dan biasanya digunakan untuk berselancar. Spilling
berhubungan dengan gelombang yang curam yang dihasilkan oleh lautan ketika
timbul badai.
2. Plunging
Apabila kemiringan gelombang dan dasar bertambah, gelombang akan
pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan massa air pada puncak
gelombang akan terjun ke depan. Energi gelombang pecah dihancurkan dalam
turbulensi, sebagian kecil di pantulkan pantai ke laut, dan tidak banyak gelombang
baru terjadi pada air yang lebih dangkal.
3. Surging
Surging terjadi pada pantai dengan kemiringan yang
sangat besar seperti yang terjadi pada pantai berkarang.
Gelombang pecah tipe surging ini mirip dengan plunging, tetapi
sebelum puncaknya terjun, dasar gelombang sudah pecah. Untuk
penentuan tinggi dari gelombang pecah dapat dilihat pada
Gambar 2.6 Penentuan tinggi gelombang pecah
2.3.8 Gelombang Rencana dan Periodenya
Dalam perencanaan bangunan pantai, frekuensi gelombang-gelombang
besar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Untuk menentukan
gelombang dengan periode ulang tertentu dibutuhkan data gelombang dalam
jangka waktu pengukuran cukup panjang (beberapa tahun). Data tersebut bisa
berupa data pengukuran gelombang atau data gelombang hasil prediksi
(peramalan) berdasarkan data angin (Triatmodjo, 1999).
Tinggi gelombang rencana dan periodenya dihitung berdasarkan kala
ulang rencana, menurut jenis konstruksi yang akan dibangun dan nilai daerah
yang akan dilindungi. Semakin tinggi nilai daerah yang dilindungi, makin besar
kala ulang gelombang rencana yang dipakai. Periode ulang kejadian gelombang
HS = Σ HSi ………(β.β5)
HS(T) = tinggi gelombang signifikan untuk periode ulang T tahun (m);
HS = tinggi gelombang signifikan rata-rata (m);
S = standar deviasi (m);
N = jumlah data;
YTR,� , � = parameter statistik, (Tabel 2.2, 2.3, 2.4).
Pemilihan periode ulang gelombang ditentukan berdasarkan pada tingkat
kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang tersebut (CERC (b), 1984:7-212).
Tingkat kerusakan yang diizinkan berkisar antara 0% s/d 30% dan dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
�
��= = K ………….……….. (β.β9)
di mana :
H = tinggi gelombang yang dapat mengakibatkan kerusakan tertentu (m);
HD=0 = tinggi gelombang dengan tingkat kerusakan 0-5% (m);
K = koefisien kerusakan (Tabel 2.4).
Untuk menentukan besarnya nilai Yn,Sn dan tingkat kerusakan pada suatu
Tabel 2.2 Hubungan Yn dengan besarnya sampel (n) (Soemarto, 1985 : 149)
Tabel 2.3 Hubungan Sn dengan besarnya sampel (n) (Soemarto, 1985 : 149)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.950 0.968 0.983 0.997 1.010 0.021 1.032 1.041 1.049 1.057
20 1.063 1.070 1.075 1.081 1.086 1.086 1.092 1.100 1.105 1.109
30 1.112 1.116 1.119 1.123 1.126 1.129 1.131 1.134 1.136 1.139
40 1.141 1.114 1.146 1.148 1.150 1.152 1.154 1.156 1.157 1.159
Tabel 2.4 Tingkat kerusakan (CERC, 1984:7-212) Tingkat
kerusakan
(0-5)% (5-10)% (10-15)% (15-20)% (20-25)%
�
� = 1.000 1.080 1.190 1.270 1.370
2.3.9 Gelombang yang Terjadi di Pantai
Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai (laut dangkal)
mengalami transformasi atau perubahan bentuk karena adanya proses reflaksi,
2.3.10 Gelombang Disain
Gelombang disain yang digunakan sebagai acuan perencanaan breakwater
ditentukan dengan membandingkan antara nilai db dengan nilai Hpantai. Sebelum
menentukan tinggi gelombang desain yang akan di pakai, maka terlebih dahulu di
hitung gelombang pecah dari arah utara dan arah timur laut.
Dari hasil perhitungan keduanya dibandingkan ketinggian gelombang
dengan gelombang desain. Nilai terkecil dari kedua nilai tersebut digunakan
sebagai tinggi gelombang perencanaan (Hd), hal ini berdasarkan asumsi apabila
nilai Hpantai lebih besar dari Hpecah maka nilai Hd tidak pernah tercapai karena
gelombang karena gelombang telah pecah (Triatmodjo, 2003:88).
2.4 Fluktuasi Muka Air Laut
Elevasi muka air laut merupakan parameter sangat penting di dalam
perencanaan bangunan pantai. Beberapa proses alam yang terjadi dalam waktu
yang bersamaan membentuk variasi muka air laut dengan periode panjang. Proses
tersebut meliputi tsunami, gelombang badai (Storm surge), kenaikan muka air karena gelombang (wave set up),
kenaikan muka air karena pemanasan suhu global dan pasang surut.
Diantara beberap proses tersebut, fluktuasi muka air karena tsunami dan
gelombang badai yang tidak dapat ditentukan (diprediksi) kapan terjadinya seperti
Gambar 2.7 Wave set up dan wave set down
2.4.1 Pasang Surut
Pasang surut adalah fluktuasi (naik turunnya) muka air laut karena adanya
gaya tarik benda-benda di langit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air
laut di bumi. Gaya tarik menarik antara bulan dengan bumi lebih mempengaruhi
terjadinya pasang surut air laut daripada gaya tarik menarik antara matahari
dengan bumi, sebab gaya tarik bulan terhadap bumi nilainya 2,2 kali lebih besar
daripada gaya tarik matahari terhadap bumi. Hal ini terjadi karena meskipun
massa bulan lebih kecil dari pada massa matahari, akan tetapi jarak bulan terhadap
bumi jauh lebih dekat dari pada jarak bumi terhadap matahari (Triatmodjo, 1999).
2.4.2 Naiknya Muka Air Karena Angin (Wind Set Up)
Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut
bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai jika
Kenaikan muka air laut pada suatu daerah yang disebabkan oleh badai dapat
dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Kenaikan muka air laut karena badai
2.4.3 Kenaikan Elevasi Muka Air Laut Karena Pemanasan Global (Sea Level Rise)
Efek rumah kaca menyebabkan bumi menjadi panas, sehingga dapat
dihuni kehidupan. Disebut efek rumah kaca karena kemiripannya dengan apa yang
terjadi dalam sebuah rumah kaca ketika matahari bersinar. Sinar matahari yang
masuk melalui atap dan dinding kaca menghangatkan ruangan di dalamnya
sehingga suhu menjadi lebih tinggi daripada di luar. Hal ini disebabkan karena
kaca menghambat sebagian panas untuk keluar (kaca sebagai penangkap panas).
Di bumi, efek rumah kaca dihasilkan oleh gas-gas tertentu dalam jumlah kecil di
atmosfer (disebut gas rumah kaca).
Namun, selama 200 tahun terakhir ini, jumlah gas rumah kaca dalam
atmosfer semakin meningkat secara berangsur angsur akibat dari kegiatan
manusia. Peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan
sehingga mengakibatkan kenaikan muka air laut. Di dalam perencanaan bangunan
pantai, kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global ini harus
diperhitungkan (Triatmodjo, 1999). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.9 yang menunjukkan perkiraan dari kenaikan muka air laut akibat pemanasan global.
Gambar 2.9 Perkiraan kenaikan muka air laut karena pemanasan global
Gambar diatas memberikan perkiraan besarnya kenaikan muka air laut dari
tahun 1990 sampai 2100 yang disertai perkiraan batas atas dan batas bawah.
Grafik tersebut didasarkan pada anggapan bahwa suhu bumi meningkat seperti
yang terjadi saat ini, tanpa ada tindakan untuk mengatasinya.
2.5 Pemecah Gelombang (Breakwater)
Suatu pelabuhan harus terlindung dari pengaruh gelombang di lautan agar
mobilisasi kapal tidak terganggu. Pelindung tersebut dapat alami maupun buatan.
Pelindung alami pelabuhan contohnya adalah pulau sedangkan pelindung buatan
Pada prinsipnya, pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga
mulut pelabuhan tidak menghadap ke arah gelombang dan arus dominan yang
terjadi di lokasi pelabuhan. Gelombang yang dating dengan membentuk sudut
terhadap garis pantai dapat menimbulkan arus sepanjang pantai. Kecepatan arus
yang besar ini dapat mengangkut sedimen dasardan membawanya searah dengan
arus tersebut. Hal ini dapat menyebabkan pendangkalan. Hal-hal yang harus
diketahui dalam perencanaan pemecah gelombang antara lain adalah tata letak,
penentuan kondisi perencanaan, dan seleksi tipe struktur yang akan digunakan.
Gambar 2.10 Breakwater rubble mound
Penentuan tata letak breakwater seperti pada Gambar 2.10 kondisi lingkungan, ketenangan perairan, kemudahan maneuver kapal, kualitas air, dan
rencana pengembangan. Kondisi perencanaan yang dipertimbangkan yaitu angin,
ketinggian pasang surut, gelombang, kedalaman perairan dan kondisi dasar laut.
Sedangkan dalam penentuan tipe struktur breakwater hal yang diperhitungkan adalah tata letak, kondisi lingkungan, kondisi penggunaan, kondisi konstruksi,
ketersediaan material, dan perawatan (Febriansyah, 2011). Secara umum
1. Berfungsi sebagai pelindungi kolam perairan pelabuhan yang terletak
dibelakangnya dari serangan gelombang yang dapat mengakibatkan
terganggunya aktivitas di perairan pelabuan baik pada saat pasang, badai
maupun peristiwa alam lainya di laut.
2. Gelombang yang menjalar mengenai suatu bangunan peredam gelombang
sebagian energinya akan dipantulkan (Refleksi), sebagian diteruskan
(Transmisi) dan sebagian dihancurkan (Dissipasi) melalui pecahnya gelombang, kekentalan fluida, gesekan dasar dan lain-lainnya.
3. Pembagian besarnya energi gelombang yang dipantulkan, dihancurkan dan
diteruskan tergantung karakteristik gelombang datang (periode, tinggi,
kedalaman air), tipe bangunan peredam gelombang dan geometrik
bangunan peredam (kemiringan, elevasi, dan puncak bangunan).
4. Berkurangnya energi gelombang di daerah terlindung akan mengurangi
pengiriman sedimen di daerah tersebut. Maka pengiriman sedimen
sepanjang pantai yang berasal dari daerah di sekitarnya akan diendapkan
dibelakang bangunan. Pantai di belakang struktur akan stabil dengan
terbentuknya endapan sediment tersebut.
2.5.1 Jenis-jenis Pemecah Gelombang (Breakwater Rubble Mound)
Berdasarkan bentuknya, pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) macam:
1. Pemecah gelombang sisi tegak
Ditempatkan di laut dengan kedalaman lebih besar dari tinggi
dukung besar dan tahan terhadap erosi. Bisa dibuat dari blok-blok beton
massa yang disusun secara vertical, caisson beton, turap beton, atau baja.
Adapun syarat yang harus diperhatikan tinggi gelombang maksimum
rencana harus ditentukan dengan baik.
2. Pemecah gelombang sisi miring
Dibuat dari tumpukan batu alam yang dilindungi oleh lapis pelindung berupa batu besar atau beton dengan ukuran tertentu. Bersifat fleksibel. Kerusakan yang terjadi karena serangan gelombang tidak secara
tiba-tiba.
3. Pemecah Gelombang Campuran
Pemecah gelombang tipe ini dibuat apabila kedalaman air sangat besar dan tanah dasar tidak mampu menahan beban dari pemecah
gelombang sisi tegak.
Tabel 2.5 Keuntungan dan kerugian dari ketiga tipe pemecah gelombang
Tipe Keuntungan Keugian
Breakwater sisi miring
1. Elevasi puncak bangunan
rendah 1. Jumlah material besar
2. Gelombang refleksi kecil 2. Pelaksanaan pekerjaan lama 3. Kerusakan berangsur-angsur 3. Lebar dasar besar
4. Perbaikan mudah 4. Kemungkinan rusak pada
saat pelaksanaan
5. Murah
Brearwater sisi tegak
1. Pelaksanaan cepat 1. Mahal
2. Kerusakan pada pelaksanaan
kecil 2. Tekanan gelombang besar
3. Luas perairan lebih besar 3. Elevasi puncak bangunan tinngi
4. Sisi dalm bisa digunakan
sebagai dermaga 4. Perlu Caisson yang luas
5. Biaya perawatan kecil 5.Jika rusak sulit diperbaiki
6. Erosi kaki pondasi
7. Diperlukan peralatan berat
Breakwater campuran
1. Pelaksanaan cepat 1. Mahal
2. Luas perairan pelabuhan luas 2. Perlu tempat pembuatan caisson
2.5.2 Kriteria Desain Pemecah Gelombang (Breakwater)
Pengaman pantai dengan menggunakan bangunan pelindung pantai
memerlukan desain yang tepat dan efektif agar diperoleh kegunaan secara
optimal. Parameter-parameter yang penting dalam desain dan perencanaan suatu
bangunan pengaman pantai seperti tinggi gelombang rencana, keadaan topografis
perairan, fungsi dan tujuan pengamanan. Sehingga pemahaman dan aplikasi yang
tepat akan sangat mendukung untuk tercapainya desain yang optimal baik secara
teknis maupun ekonomis. Beberapa aspek pekerjaan yang harus diperhatikan
dalam perencanaan sebuah system pemecah gelombang (breakwater) adalah sebagai berikut:
1. Layout breakwater
Orientasi dari breakwater terhadap gelombang dan area yang akan diproteksi sangatlah menentukan keberhasilan fungsi dari breakwater, dan sejauh mana sistem breakwater akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar.
2. Pengaruh breakwater terhadap topografi sekitar
Profil alami daerah pantai merupakan keseimbangan alami dari aksi
gelombang laut, supply sedimentasi dan bentuk topografi pantai.
Pembangunan breakwater akan merubah keseimbangan tersebut yang bisa
berpengaruh kepada daerah yang diproteksi breakwater dan daerah disekitarnya.
3. Harmonisasi dengan lingkungan sekitar
sejauh mana sistem breakwater akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar. Ketenangan air yang dihasilkan oleh breakwater disisi lain juga mengurangi sirkulasi air di daerah yang dinaunginya. Pada banyak kasus,
terjadi penurunan kualitas air yang signifikan. Yang pada akhirnya
menurunkan kualitas hidup diperairan tersebut. Pada sisi landscaping, bahkan pembangunan breakwater tertentu dapat merusak keindahan dan keterpaduan antara komponen lingkungan.
4. Konsisi desain
Orientasi dari breakwater terhadap gelombang dan area yang akan diproteksi sangatlah menentukan keberhasilan fungsi dari breakwater dan sejauh mana system breakwater akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar. Harmonisasi dengan lingkungan sekitar, ketenangan air yang
dihasilkan oleh breakwater di sisi lain. 5. Parameter perhitungan
Parameter yang diperlukan dalam perhitungakan desain breakwater
diantaranya:
Arah bengkel: Angin merupakan salah satu unsure pembentuk
gelombang.
Level pasang surut: Keadaan pasang surut termasuk menentukan
tinggi dari BW.
2.5.3 Breakwater Susunan Batu (Rubble Mound)
Breakwater susunan batu (rubble mounds) adalah breakwater yang terdiri dari tumpukan atau susunan batu alam, dimana pada perhitungan elevasi dan lebar
puncak pemecah gelombangnya tergantung pada limpasan (overtopping) yang diizinkan. Air yang melimpasi puncak breakwater akan mengganggu ketenangan air pada kola pelabuahan. Elevasi puncak bangunan dihitung berdasarkan
kanaikan (run up) gelombang seperti pada Gambar 2.11 yang tergantung pada karakteristik gelombang, kemiringan bangunan, kekerasan lapis puncak dan
porositas.
Gambar 2.11 Run up gelombang (Triatmodjo, 2003:139)
Gelombang yang menghamtam suatu bangunan, gelombang tersebut akan
kedalaman air pada kaki bangunan, kemiringan dasar laut di depan bangunan dan
karakteristik gelombang. Karena banyaknya variable yang berpengaruh, maka
besarnya run up dapat didekati dengan bilangan Irribaren, seperti berikut:
Ir = �
� / . ………...……….(2.30)
di mana :
Ir = bilangan irribaren;
� = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang (O);
Ho = tinggi gelombang di lokai bangunan (m);
Lo = panjang gelombang di laut dalam (m).
Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan, maka gelombang
tersebut akan mengalami run up pada permukaan bangunan. Run up sangat penting untuk perencanaan suatu bangunan pantai. Karena pada saat gelombang
menuju bangunan yang ada di pantai ada beberapa factor yang terjadi pada
bangunan tersebut salah satunya adalah factor tekanan gelombang yang
menghantam bangunan tersebut yang berpengaruh pada kestabilan. Adapun run up yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.12 (Triatmodjo, 2003:139).