GAMBARAN PERILAKU PEMBUAT JAMU TR ADISIONAL DALAM PERSONAL HIGINE DI KELURAHAN TANJUNG SARI
KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
ABSTRAK
Obat-obatan tradisional dan obat herbal oleh masyarakat Indo nesia sering disebut sebagai “Jamu” da n suda h dike nal luas sejak lama Jamu pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram dipakai Sebagai “Mantra” atau Ilmu kebatinan untuk menyembuhkan orang yang sedang sakit. Namun seiring perubahan zaman Jamu dipakai sebagai perawatan kecantikan meningkatkan vitalitas, menjaga kesehatan dan mengobati penyakit.
Jamu Tradisional buatan rumah tangga pada dasarnya merupakan produk obat yang dibuat dari bahan alami dengan jenis dan sifat kandungan yang sangat beragam. Pembuatan Jamu perlu memperhatikan pemilihan dan penanganan bahan baku yang sesuai ketentuan cara pembuatan jamu tradisional yang baik (CPTOTB) karena mutu produk jamu tradisional tergantung dari penyediaan bahan baku awal, proses produksi atau pembuatan, pengawasan mutu, sanitasi peralatan dan kebersihan perseorangan yang menangani.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, mengunakan metode wawancara mendalam (Indepth Interview) untuk menggali perilaku pembuatan Jamu Tradisional dalam personal hygiene di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011. Informan dalam penelitian yaitu wanita yang langsung membuat Jamu Tradisional dan bertempat tinggal di Keluaran Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang sebanyak 5 orang informan, analisa data dilakukan dengan menggunakan EZ-TEXT dan disajikan dalam bentuk matriks dan dianalisa secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan dalam personal hygiene masih kurang dimana seluruh informan tidak dapat memberikan penjelasan tentang pengertian hygiene perseorangan. Hal-hal yang termasuk dalam hygiene perseorangan seperti kebersihan tangan, kuku, kulit dan perawatan luka terbuka serta proses pembuatan Jamu Tradisional dalam hal ini mereka mampu mengemukakan sesuai ketentuan dalam pelaksanaan hygiene perseorangan, namun dalan penggunaan alat pelindung diri serta ketentuan yang tidak diperkenankan bagi orang melakukan pekerjaan mengolah makanan minuman informan terlihat tidak memahami.
Sikap informan baik dalam personal hygiene terutama kebersihan tangan, kuku da n perawatan luka terbuka. Sementara tanggapan terhadap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), pada saat membuat Jamu Tradisional Informan menyatakan persetujuannya. Namun informan memiliki tingkah laku tergantung (Matched Dependent Behaviour). Tindakan informan tersebut merupakan tindakan yang dipengaruhi ketersediaan air yang cukup untuk menjaga kebersihan tangan dengan baik.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 9
1.3. Tujuan Penelitian... 10
1.3.1.Tujuan Umum ... 10
1.3.2.Tujuan K husus ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Perilaku ... 12
2.1.1. Pengetahuan (K nowledge) ... 13
2.1.2. Sikap (Attitude) ... 14
2.1.3. Tindaka n atau Praktek (Pratice)... 16
2.2. Perilaku Sehat ... 18
2.3. Jamu Tradisional ... 21
2.4. Manfaat Jamu Tradisional ... 22
2.4.1. Menjaga Kebugaran Tubuh ... 22
2.5. Personal Hygiene dan Sanitasi Pembuatan Jamu Tradisional ... 22
2.5.1. Personal Hygiene ... 22
2.5.2. Sanitasi Pengolahan Maka nan ... 26
2.5.3. Persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik ... 27
2.6. Kerangka Berpikir ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
3.1. Jenis Penelitian ... 30
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30
3.2.2. Waktu Penelitian ... 31
3.3. Pemilihan Informan ... 31
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31
3.5. Defenisi Istilah ... 32
3.6. Metode Pengumpulan dan Analisa Data ... 33
3.6.1. Metode Pengumpulan Data ... 33
3.6.2. Teknik Analisa Data ... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38
4.2. Gambaran Informan ... 41
4.2.1. Karakteristik Informan ... 41
4.2.2.1. Pengetahuan Informan ... 42
4.2.2.2. Sikap Informan ... 51
4.2.2.3. Tindakan Informan ... 57
BAB V PEMBAHASAN ... 64
5.1. Karakteristik Informan ... 64
5.2. Aspek Pengetahuan ... 64
5.3. Aspek Sikap... 75
5.4. Aspek Tindakan... 80
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
6.1. Kesimpulan ... 87
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tuj uan pembangunan nasional ba ngsa Indo nesia seperti
diamanatkan pada Pembukaan Undang - Unda ng Dasar 1945 adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sos ial. Sejalan de ngan hal tersebut, maka pemerintah melaksanakan pembangunan
kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk agar dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal
sebaga i mana yang dicita - citakan bangsa Indo nesia.
Pembangun an kesehatan yang dilaksanaka n hingga saat ini masih menghadapi
berbagai tantangan dan permasalahan yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Untuk
itu dipe rluka n pe mantapa n da n upa ya percepatan melalui Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
disertai de ngan berbagai upa ya terobosan untuk mencapai target yang diharapka n.
Pembangunankesehatandilaksanakandengan melibatkan seluruhkomponenbangsa
adil dan merata sehingga manfaatnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
(Depkes RI, 2009).
Undang - UndangKesehatan Nomor 36 tahun 2009 adalah merupakan dasar
hukum dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan menyebutkan bahwa,
kesehatanpadadasarnyaadalah hak asasimanus iadanmerupakanupa yaperwujudan
kesejahteraan umum. Terjadinya gangguan kesehatan masyarakat dapat berpotensi
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi bangsa dan negara. Sebaliknya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan bentuk investasi penting bagi
kelangsungan pembangunan negara. O leh karena itu, segala be nt uk pelaksanaan
pembangunan nasional sudah selayaknya berwawasan kesehatan dan diterapka n
secara sinergis dan komprehensif oleh seluruh sektor, hingga mampu mencapai
keadaan masyarakat yang senantiasa terjaga kesehatannya baik secara fisik, mental,
spiritual dan sosial sehingga dapat hidup produktif secara sosial maupun ekonomi.
Program peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia pada awalnya
dido mina si oleh bentuk - bentuk perawatan dan penyembuhan penyakit yang lebih
bersifat perseorangan. Namun selanjutnya mengalami perubahan paradigma yakni
pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat mengarah pada keterpaduan program
dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan dalam
konteks pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan dengan mengikut sertakan lapisan masyarakat luas. Hal tersebut
kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan da n teko nologi yang disediaka n
pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan swadaya masyarakat sendiri.
Disamping berbagai bentuk pelayanan kesehatan, jenis pelayanan kesehatan
yang tersedia untuk masyarakat juga lebih bervariasi yakni mulai dari jenis pelayanan
kesehatan yang bersifat tradisional hingga modern, yang dalam hal ini tentunya perlu
diatur dengan bijaksana sehingga aman bagi kesehatan masyarakat. Pelaya nan
kesehatan tradisional menurut Unda ng - Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 pada
dasarnya merupakan bentuk upaya pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan ketrampilan turun temurun secara empiris
yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
di masyarakat. (Depkes RI, 2010)
Pelayanan kesehatan tradisional di Indo nesia sangat memungkin unt uk
berkembang dengan pesat. Menurut Nasution (1992), Indonesia merupakan negara
kepulauan yang sangat luas, mempunyai kurang lebih 35.000 pulau besar dan kecil
dengan keaneka ragaman hayati berupa flora da n fauna yang sangat tinggi . Di
Indo nesia diperkirakan terdapat lebih dari 150 famili tumbuh-tumbuhan, dari jumlah
tersebut sebagian besar mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman
industri,tanaman buah-buahan, tanaman rempah-rempah dan tanaman obat-obatan.
Menurut Hendra (2005) di Indonesia sedikitnya terdapat 30.000 spesies
tanaman yang seba gian besar tersebar di wilayah hut an hujan trop is. Dari spesies
mempunyai khasiat obat, namun baru sekitar 300 species tanaman yang telah
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan obat tradisional.
Menurut Sastropradjo (1990), selain Indonesia merupakan negara kepulauan,
Indo nesia juga memiliki jumlah pe nduduk yang besar yakni lebih da ri 200 juta jiwa,
dimana sebagian besar masih tinggal di pedesaan. Banyaknya penduduk yang tinggal
di pedesaan terutama daerah yang sulit dijangka u atau terisolir menyebabkan
pemerataan hasil pembangunan kesehatan relatif sulit dilaksanakan. Namun patut
disyukuri bahwa masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan atau terisolir umumnya
mampu memanfaatkan lingk ungan terutama berbagai tumbuhan (herbal) untuk
digunakan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan sepe rti sebagai obat-obatan
tradisional (Sutarjadi, 1992). Obat-obatan tradisional dan oba t herbal oleh
masyarakat Indonesia sering disebut sebagai “Jamu” ternyata hal ini sudah dikenal
luas sejak lama. Suharmiati (2003) menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan
Kerajaan Mataram, jamu yang disertai dengan “mantra” atau ilmu kebatinan lazim
digunakan pada praktek - praktek pengobatan kala itu, dengan tujuan untuk
menyembuhka n orang yang seda ng sakit.
Pada Seminar Proses Pembuatan Jamu Yang Baik Dan Benar Serta
Aplikasinya Dalam Rumah Tangga (2005). Dikemukakan bahwa pemanfaatan
pelayanan kesehatan tradisional berupa penggunaan jamu atau ob at tradisional dan
di Indonesia yang sebe narnya de ngan muda h dapat mengakses pelayanan kesehatan
mod ern, juga banyak yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional dengan
mengkonsumsi jamu tradisional turun - temurun. Hal ini didukung data Departemen
Kesehatan RI yang dikutip Fakultas Farmasi Airlangga (2005) pada Proseding
Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani menyebutka n bahwa jumlah penjaja
jamu tradisional semakin meningkat tahun demi tahun. Peningkatan tersebut
diketahui, yaitu dari 13.128 penjual jamu tradisional pada tahun 1989 berkembang
menjadi 25.077 pada tahun 1995.
Berdasarkan laporan dari berbagai Dinas Kesehatan Propinsi di Indonesia.
Prop insi Jawa Timur pada 1995 melaporkan jumlah penjaja jamu tradisional terutama
penjual jamu gendong sebanyak 3.306 orang. Jumlah tersebut menduduki urutan
terbanyak ketiga setelah Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sedangkan data
Propinsi Sumatera Utara berdasarkan Profil Kesehatan (2007) menyebutkan penjaja
jamu tradisional umumnya dipasarkan dalam bentuk yang variatif seperti jamu
gendong, penjual jamu menggunakan sepeda ontel, gerobak dorong, sepeda motor,
menggunakan mobil pik up dan dipasarkan pada outlet-outlet di pertokoan, dengan
jumlah keseluruhan sebanyak 1.233 usaha jamu tradisional. Jumlah tersebut tersebar
di berbagai kabupaten atau kota dan terbanyak adalah di kota Medan yakni 1.110
orang (90, 02%).
Data jumlah pe njual jamu tradisional di Indo nesia diyakini masih belum
mencakup keselur uhan jumlah penjaja jamu tradisional yang ada, hal ini antara lain
kabupaten dan kota khususnya di Propinsi Sumatera Utara melaporkan data tentang
jumlah penjaja jamu tradisional di wilayah mereka, serta data jumlah penjaja jamu
tradisional sering tidak dilakukkan updating setiap tahunnya hingga mengalami
kesulitan dalam mengukur perkembangannya. (Dinkes Prop.Sumatera Utara, 2007)
Jamu tradisional yang beredar di tengah-tengah masyarakat diketahui
umumnya diproduksi oleh perusahan dan buatan rumah tangga. Masyarakat Indo nesia
dikenal gemar mengko nsumsi jamu tradisional untuk berbagai tujuan, seperti unt uk
perawatan kecantikan, meningkatkan vitalilitas, menjaga kesehatan dan mengobati
penyakit. Pembelian dan konsumsi berbagai produk jamu tradisional oleh masyarakat
biasanya hanya didasarkan atas kebiasaan - kebiasan atau referensi dari keluarga
mereka yang terjadi secara turun - menurun da n akiba t gencarnya iklan dari
perusahan jamu pada berbagai media cetak dan elektronik.
Manfaat jamu tradisional buatan rumah tangga secara umum sangat dipercaya
masyarakat, walaupun secara tertulis belum banyak yang melakuka n identifikasi
terhadap khasiat dan manfaat serta efek samping dari jamu tradisional secara pasti.
Satu – satunya informasi yang diperoleh konsumen biasanya hanya didasarkan atas
penjelasan dari sudut pandang penjaja atau penjualnya saja. Di samping itu, resep
jamu tradisional buatan rumah tangga sangat bervariasi, sedangkan pencatatan atau
dokumentasi secara ilmiah dari resep jamu tradisional umumnya belum banyak
dilakukan, hingga para ahli farmasi sering mengalami kesulitan unt uk memastikan
Oleh karena itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Maka nan Republik
Indo nesia menyusun peraturan tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka de ngan nomor :
HK.00.05.41.1384 tertanggal 2 Maret 2005. Hal ini bertuj uan untuk melindungi
masyarakat dari peredaran dan penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar
dan fitofarmaka yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Keamanan da n khasiat obat
tradisional perlu dievaluasi sebelum didaftarkan dan diedarkan yang meliputi
beberapa aspek kajian seperti mutu, keamanan, khasiat da n mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jamu tradisional buatan rumah tangga pada dasarnya merupakan produk obat
yang dibuat dari bahan alami dengan jenis dan sifat kandungannya yang sangat
beragam. Seharusnya untuk proses pembuatannya diperlukan persiapan dengan
memperhatikan pemilihan dan penanganan bahan baku sesuai ketentuan, yakni harus
sesuai dengan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB), memperhatikan
seluruh aspek yang menyangkut proses pembuatannya. Karena mutu produk jamu
tradisional dari berbagai sumber akan sangat tergantung dari penyediaan bahan awal
atau baku, proses produksi atau pembuatannya, pengawasan mutu, sanitasi peralatan
dan hygiene personal yang menangani.
Suatu permasalahan yang masih dihadapi pada saat ini adalah CPOTB yang
diperkirakan belum dilakuka n sesuai ketentuan terutama dalam pembuatan jamu
tradisional buatan rumah tangga. Untuk mengetahui hal tersebut perlu kiranya
solusi yang tepat untuk mengatasinya (BPOM RI, 2005). Penelitian yang perlu
dilakuka n diantaranya unt uk meneliti perilaku dari para pembuat jamu tradisional
terutama pembuat jamu tradisional rumah tangga berdasarkan faktor internal dan
eksternal yang mendukung pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakannya sesuai
dengan prinsip - prinsip hygiene dan sanitasi dalam proses pembuatan jamu
tradisional.
Setelah dilakukan observasi langsung pada survai awal yang dilakukan pada
beberapa usaha jamu tradisional buatan rumah tangga pada bulan Desember, terlihat
bahwa personal higine pembuat jamu buatan rumah tangga tidak memperhatikan
syarat – syarat kesehatan, seperti tidak menutup dan mengikat rambut, tangan
langsung bersentuhan dengan bahan – bahan jamu tanpa menggunakan sarung tangan,
meskipun dari kamar mandi. Saat mengolah dan menyentuh jamu, pembuat jamu
sakit, seperti batuk dan flu. Lokasi tempat pengolahan jamu juga terlalu kecil. Tong
sampah yang tidak tersedia. Tenaga pembuat jamu tradisional juga langsung
bersentuhan dengan bahan jamu yang sudah digiling, dengan cara melumetkan
langsung tanpa menggunakan sarung tangan atau sendok. Tempat pengolahan juga
berdekatan langsung dengan sumber pencemaran, seperti wc dan tempat sampah.
Dalam mencicipi jamu, hanya menggunakan 1 sendok tanpa menggatinya dan
langsung bersentuhan dengan mulut. Tenaga pembuat jamu juga tidak leluasa
bergerak, sehingga melewati wadah penampungan jamu.
mungkin waktu dibuat lupa ditutup rapat. Ada juga pelanggan yang sering minum
jamu mengatakan bahwa, digelas terdapat warna hitam – hitam seperti pasir atau
lainya.
Penelitian perilaku pembuat jamu tradisional rumah tangga menggunakan
metode kualitatif dan akan di lakukan di Kota Medan sebagai salah satu wilayah yang
banyak dijumpai penjual jamu tradisiona l di Prop ins i Sumatera Utara, yakni di
wilayah Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan dimana
pada lokasi tersebut juga terdapat banyak rumah tangga pembuat jamu tradisional
yang produksinya banyak dipasarkan di wilayah kota Medan Tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka perlu diketahui
gambaran perilaku pembuat jamu tradisional dalam personal higine berdasarkan
pengetahuan, sikap dan tindakan mereka yang dilatarbelakangi faktor internal dan
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku pembuat jamu tradisional dalam proses
pembuatan jamu tradisional rumah tangga sesuai prinsip - prinsip hygiene sanitasi
dan CPOTB di wilayah kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang, Kota
Medan Tahun 2011.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui seberapa jauh pengetahuan para pembuat jamu tradisional rumah
tangga dalam proses pemilihan bahan baku, penggunaan alat dan sarana yang
digunakan selama proses pembuatan jamu sesuai perinsip-perinsip personal
higiene da n CPOTB.
2. Mengetahui sikap dan pandangan para pembuat jamu tradisional rumah tangga
untuk menerapkan perinsip-perinsip higiene dalam rangkaian pembuatan jamu
tradisional dan CPOTB.
3. Mengetahui tindaka n yang dilakuka n oleh pe mbuat jamu tradisional rumah
tangga menerapk an perinsip-perinsip higiene dalam rangkaian pembuatan jamu
1.4.Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan dan memberikan informasi tentang pembuatan jamu
tradisional dan memberikan masukan perbaikan khususnya bagi para pembuat
jamu tradisional rumah tangga di lokasi penelitian.
2. Memberikan gambaran tentang proses pembuatan jamu tradisional buatan rumah
tangga dan permasalahannya hingga dapat menjadi masukan bagi instansi yang
berwenang unt uk melakuka n pe ngawasan da n pe mbinaan di Kota Medan.
3. Sebagi informasi dasar tentang gambaran pembuatan jamu tradisional buatan
rumah tangga dan memberi kesempatan pada peneliti lain untuk melanjutkan
penelitian misalnya tentang pemasaran dan khasiat dan efek samping jamu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
Perilaku manusia menurut
perilaku yang dimiliki oleh
dikelompokk an ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan
kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu
sangat mendasar.
Perilaku tidak bo leh disalah artikan sebagai
suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku
yang secara khusus ditunjukkan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku
seseorang diukur relatif berdasarkan
untuk diketahui dalam mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau kondisi yang
memperberat timbulnya penyakit. Intervensi dengan memahami latar belakang
perilaku pasien seringka li dilakukan dalam rangka penatalaksanaan kasus penyakit
Soekidjo (2005) mengutip dari beberapa ahli dalam buku Promosi Kesehatan,
Teori dan Aplikasi menyebutkan bahwa, perilaku manusia dipelajari dalam
kesehatan masyarakat. Benjamin Bloom (1908), seorang psikolog
membedakan tiga bidang perilaku, yakni
dalam perkembangannya, domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom
menjadi tiga tingkatan yaitu
atau tindakan (practice).
2.1.1. Penge tahuan (knowledge )
Pengetahuan merupakan hasil penginderaan
mengetahui suatu obyek melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba yang dimilikinya. Pengetahuan (cognitive) merupakan bagian yang penting
dalam proses membentuk tindakan seseorang. Selanjutnya diketahui 6 tingkatan pada
pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif antara lain :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang yang telah dipelajari atau rangsangan yang diterima
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepetasikan materi tersebut
dengan be nar.
3. Aplikasi (application)
Kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau ko ndisi riil atau sebe narnya.
4. Analisis (analysis)
Kemampuan dalam menjabarkan materi yang telah diberikan kedalam komponen-
komponen secara terstruktur dan berkaitan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Kemampuan unt uk meletakkan atau menghubungkan bagian - bagian ke dalam
suatu be ntuk ke selur uhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penilaian yang didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggun akan kr iteria - kr iteria yang telah ada.
Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang melibatkan faktor
pada dasarnya merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
bukan merupakan pelaksanaan dari motif tertentu. Jadi sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi dari tindakan (practice).
Alloport (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok.
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau hasil mengevaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecendrungan untuk bertindak.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:
1. Menerima (receiving), artinya bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan objek.
2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap merespon.
3. Menghargai (valuing), adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusika n sesuatu masalah da n merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga
tentang kecendrungan untuk bertindak.
4. Bertanggung jawab (responsible), yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resikonya merupakan sikap yang paling
tinggi.
Suatu sikap yang diambil oleh seseorang belum tentu secara otomatis dapat terlaksana
da lam suatu tindaka n untuk mewujudkannya dalam suatu perbuatan nyata diperlukan
Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk
tindaka n atau berbuat da n merupaka n be ntuk nyata yang dilatar belakangi oleh
berkembang kearah yang lebih baik, artinya tindakan yang dilakukan sudah
dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran dari maksud tindakan tersebut.
Selain itu, Skinner yang dikutip Soekidjo (2005) juga memaparkan definisi
perilaku sebagai berikut : perilaku merupakan hasil hubungan antara rangsangan
(stimulus) dan tanggapan (respon). Selanjutnya Ia membedakan adanya dua bentuk
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Rangsangan yang semacam ini
disebut eliciting stimuli karena menimbulkan tanggapan yang relatif tetap. Operant
response atau instrumental response, adalah tanggapan yang timbul dan berkembang
sebagai akibat oleh
reinforcer. Rangsangan tersebut dapa t mempe rkuat respo ns yang telah dilakuka n oleh
organisme. Oleh sebab itu, rangsangan yang demikian itu mengikuti atau memperkuat
sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Dalam teori skinner ini disebut teori
“S-O-R” atau Stimulus Organisme Respo n.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini seperti dikemukakan Skinner
di atas, hal ini sejalan dengan pernyataan Susanto (2003) dalam artikel Managing
The Jakarta Consulting Group, menyebutkan bahwa bentuk respons terhadap stimulus
yang diterima seseorang dapat dibedakan dalam dua bentuk perilaku:
1. Perilaku tertutup (covert behaviour), respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus
ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap.
2. Perilaku terbuka (overt behaviour), respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut umumnya
tercermin dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat oleh orang lain.
Meskipun perilaku dalam be ntuk tindakan atau respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan
respons akan sangat tergantung pada karakteristik dari faktor – faktor lain bagi orang
yang bersangkutan, hingga bentuk respon untuk tiap - tiap orang berbeda-beda.
Faktor yang merupakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan
perilaku. Terdapat dua determinan perilaku yakni:
1. Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasaan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebaginya.
2. Determinan faktor eksternal, yakni lingkungan baik lingkungan fisik sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan eksternal sering
Praktik atau tindakan menurut Edward E. Sampson mempunyai beberapa
tingkatan yakni :
1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan
yang aka n diambil.
2. Respo n terpimpin (guided respon), dapat dilakuka n sesuatu de ngan urutan yang
benar sesuai de ngan contoh.
3. Mekanisme (mecanisme), apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adopsi (adoption), dapat menerapkan secara permanen.
2.2. Perilaku Sehat
Perilaku sehat sangat penting dipelajari bila ingin mengetahui tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam peran sertanya di bidang
kesehatan. Suparyanto (2010) mengemukakan tentang perilaku sehat yang dikuti dari
beberapa pakar perilaku diantaranya menurut Becker tentang konsep pe rilaku
ini merupakan pengembangan dari konsep perilaku yang dikembangkan Bloom.
Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga do main, yakni
dan praktek kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa
besar tingkat perilaku kesehatan
Mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara
kesehatan, seperti pengetahuan tentang
faktor- faktor yang terkait, dan atau mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang
kelemahaan, cedra, dll.
2. Sikap Terhadap Kesehatan
Hal ini berhubungan dengan
penilaian seseorang terhadap hal- hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan,
seperti
factor - faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, sikap tentang
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.
3. Praktek Kesehatan
Berupa
dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan
tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi
kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia, dan tindakan
untuk menghindari kecelakaan.
Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai perilaku
kesehatan. Menurut Solita, perilaku ke sehatan merupakan segala be ntu
dan
sebagai perilaku untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukkan gejala
(asymptomatic stage).
Menurut Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai
respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable)
maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup
mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain,
meningkatkan derajat kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau
terkena masalah kesehatan.
2.3. Jamu Tradisional
Terdapat banyak terminologi dari jamu tradisionl sebagai fok us dari obyek
penelitian ini. Obat tradisional dan oba t herbal di Indonesia selama ini dikenal dengan
nama “jamu” dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI juga
menggolongkan ob at tradisional dalam jamu (N ing Harmanto dan M. Ahkam
Subroto, 2007). Sedangkan World Health Organizatation (WHO) mengemukakan
minimal selama tiga generasi dan telah terbukti aman dan berkhasiat untuk
penyembuhan penyakit berdasarkan pengalaman.
Yuliarti (2008) mengutip dari Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 menyebutkan bahwa jamu adalah bahan atau
ramuan ba han yang berupa bahan tumbuhan, ba han hewan, ba han mineral, sediaan
sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Sedang menurut Suharmiati (2003), jamu adalah obat tradisional yang di
dasarkan pada jenis obat atau ramuan secara tradisional yang dibuat atas pengalaman
yang secara turun – temurun, dan dikabarkan kepada khalayak luas baik secara lisan
maupun secara tertulis.
2.4. Manfaat Jamu Tradisional 2.4.1. Menjaga Kebugaran Tubuh
Menurut N urheti Yuliarti (2008), berbagai jenis jamu memiliki fungs i unt uk
menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak
di badan yang mengganggu kebugaran tubuh misalnya: lemah, letih serta capek –
capek.
2.4.2. Menjaga Kecantikan
Beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga dan meningkatkan kecantikan.
Beberapa hal termasuk disini diantaranya adalah menyuburkan rambut, melembutkan
2.4.3. Mencegah Penyakit
Manfaat jamu yang paling di kenal di masyarakat adalah untuk mengobati
penyakit. Sehubungan dengan mahalnya biaya pengobatan, jamu mulai diminati
sebagai pengganti obat medis. Berbagai jenis jamu mulai dipercayai untuk mengobati
berbagai jenis penyakit misalkan asam urat, asma, batu ginjal, bronchitis dan lainnya.
2.5. Personal Hyg iene dan Sanitas i Pe mbuatan Ja mu Tradisional 2.5.1. Personal hygiene
Hygiene pada dasarnya merupakan usaha kesehatan preventif atau
pencegaha n pe nyakit yang menitik beratkan kegiatannya pada kesehatan
perseorangan (Personal hygiene) maupun usaha kesehatan lingk ungan fisik dimana
orang berada. (Reksosubroto, 1990) menjelaskan bahwa personal hygiene memegang
peran penting untuk mencegah terjadinya pencemaran agent penyakit dalam proses
pembuatan jamu tradisional sesuai dengan prinsip - prinsip sanitasi makanan.
Penerapan personal hygiene pada proses pembuatan jamu tradisional adalah relatif
sama dengan proses pengolahan makanan dan minuman karena pada dasarnya jamu
tradisonal juga merupaka n bahan yang diko nsumsi masyaraka t.
Kebersihan pr ibadi adalah hal yang secara langsung berhubungan dalam
proses mempersiapkan dan mengolah sampai dengan pengangkutan dan pemasaran
jamu tradisional, yang kesemuanya menuntut untuk senantiasa terjaga kebersihannya.
(CPOTB) yang menekankan pentingnya paktek - praktek sanitasi dan hygiene pada
setiap tahap pembuatan obat tradisional untuk menjamin terpenuhinya persyaratan
kesehatan. Upaya hygiene dan sanitasi dalam pembuatan obat tradisional harus
dilakukan terhadap personalia, bangunan, peralatan, bahan, proses pembuatan,
pengemasan dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.
Depkes (2004) menyebutkan beberapa upaya yang merupakan bagian dari
usaha personal hygiene penjamah makanan:
Seperti perlakuan yang perlu dikerjakan oleh penjamah makanan, dalam
proses pe mbuatan jamu tardisional juga harus berupa ya untuk mencegah pencemaran
terhadap prod uksi jamu. Personal hygi ene yang harus dipe rhatika n meliput i :
1. Tangan dan bagian-bagiannya harus selalu dijaga kebersihannya. Kuku dipotong
pendek, sebab sela - sela kuku dapat terkumpul kotoran dan menjadi sarang atau
sumber kuman penyakit yang berpotensi mencemari makanan dan minuman.
Disamping itu, kuku yang panjang sulit untuk dibersihkan dengan sempurna
walaupun sepertinya telah dicuci dengan baik dan benar, karena pada sela-sela
kuku panjang kotoran dan bakteri patogen masih dapat tertinggal didalamnya.
2. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab kulit tempat beradanya kuman yang
secara normal hidup pada kulit manusia. Kulit yang tidak bersih akan
menimbulkan pencemaran pada makanan dan minuman. Membersihkan kulit
dengan cara mandi yang bersih, mencuci tangan setiap saat dan mengganti
kebersihan kulit. Terutama kulit tangan seperti jari, telapak tangan yang langsung
bersentuhan dengan makanan sangat penting untuk selalu dijaga kebersihannya.
3. Tidak menggunakan kutex, sebab dapat mengandung racun berbahaya yang bila
masuk ke dalam makanan dan minumann dapat menimbulkan pencemaran dalam
bentuk zat pewarna, air raksa, arsen dan sebagainya.
4. Tidak merokok sewaktu mengolah makanan dan minuman atau berada di dalam
ruangan pembuatan makanan atau minuman. Kebiasaan merokok dilingkungan
pengolahan makanan dan minuman mengandung resiko seperti abu rokok jatuh ke
dalam makanan, karena secara tidak disadari hal ini sulit dicegah.
5. Luka yang terbuka, k ulit dalam keadaan normal telah mengandung banyak bakteri
penyakit. Sekali kulit terkelupas atau luka akibat teriris, maka bakteri akan
masuk ke bagian dalam kulit dan terjadi infeksi. Maka penjamah makanan dengan
luka terbuka harus segera menutupnya de ngan plester tahan air yang mengandung
obat anti infeksi (anticeptic). Dan bila lukanya parah maka penjamah makanan
harus diistirahatkan, namu bila ringan dapat bekerja dengan menggunakan sarung
tangan untuk melakuka n proses pengolahan maka nan.
Disamping itu terdapat beberapa ketentuan penjamah makanan dan minu man
yang tidak diperkenanka n bekerja :
1. Tidak bolah bekerja ketika menderita gejala flu seperti demam, pilek atau sakit
tenggorokan.
4. Tidak boleh bekerja ketika menderita penyakit hepatitis dan atau dari hasil
pemeriksaan dinyatakan terinfeksi salmonella thyipi, shiggella atau E.colli, da n
5. Tidak boleh bekerja apabila menderita penyakit kulit.
Dalam proses pengolahan makanan penjamah diharuskan menggunakan sarung
tangan untuk melind ungi luka serta senantiasi membiasakan diri unt uk melakukan
cuci tangan secara benar menggunakan sabun pada air yang mengalir.
2.5.2. Sanitasi Pengolahan Makanan
1. Pakaian Kerja
Penjamah maka nan harus mengenaka n paka ian khus us. Paka ian harus gant i setiap
hari karena pakaian yang kotor dapat menjadi tempat bersarangnya bakteri.
Pakaian kerja bagi penjamah makanan sebaiknya dipilih model yang dapat
melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, berwarna terang atau
putih, menyerap keringat, terbuat dari bahan yang kuat, tidak panas, dan
ukurannya nyaman dipakai yakni tidak ketat atau terlalu longgar sehingga tidak
mengganggu pada waktu bekerja.
2. Sarung Tangan
Dalam melakukan pekerjaan penyiapan hingga pengolahan makanan dan
seterusnya , pe njamah maka nan harus mengenakan sarung tangan untuk
menghindari pencemaran bakteri dari tangan kepada makanan.
3. Sepatu
Sepatu yang digunakan ialah sepatu kerja, artinya berhak pendek, tidak licin,
makanan dan minuman kurang enak dipakai maka akan menyebabkan lekas lelah
atau sakit pada jari – jari kakinya.
2.5.3. Persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik
Persyaratan CPOTB, menurut Bada n Pengawas Obat dan Maka nan (2008)
terdapat beberapa elemen yang diidentifikasi dan menjadi draft yang disepakati yang
antara lain meliputi manajemen mutu, personil, bangunan dan peralatan,
dokumentasi, produksi, quality control, kontrak manufaktur dan analisis, pengaduan
dan pe narikan produk serta self inspection.
Beberapa aspek mutu yang perlu diperhatikan dalam membuat ataupun
mengkonsumsi suatu produk bahan alam sebagai obat antara lain adanya cemaran
logam berat (Pb, As dan Cd), residu pestisida, aflatoksin, dan cemaran
mikroo rganisme. Selanjutnya menurut BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan )
suatu produk obat bahan alam dipersyaratkan tidak boleh mengandung cemaran
logam berat atau apabila tidak dapat dihindari harus sesuai dengan batas maksimum
yang dipersyaratka n ya itu Pb dan As masing- masing ≤ 10,0 ppm dan Cd ≤ 0,3 ppm.
Demikian juga halnya dengan residu pestisida jenis fosfor dan klor ≤ 5 μg/kg.
Sedangkan untuk aflatoksin ≤ 20 μg/kg.
Suatu produk obat bahan alam sebaiknya tidak mengandung cemaran
mikroorganisme, akan tetapi terkadang hal ini sulit dihindarkan. Adapun batas
Khamir. Namun demikian, suatu produk obat bahan alam tidak diperbolehkan
mengandung cemaran mikroorganisme patogen seperti Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, Clostridia sp., Shigella sp., dan Salmonella p.
Di samping itu, suatu prod uk ob at ba han alam juga harus memenuhi ketent uan
batas kadar air. Kadar air yang rendah, umumnya di bawah 10% dapat mencegah
tumbuh kembangnya mikroorganisme sehingga menjamin mutu suatu produk obat
dari bahan alam. Ekstrak atau sari kental suatu bahan alam yang akan diolah menjadi
produk seharusnya juga memenuhi ketentuan standar yang berlaku tentang jenis
pelarut yang digunakan, kadar air, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam.
Semua aspek mutu di atas harus diuji dengan menggunakan metode pengujian yang
telah ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Dari segi keamanan, suatu obat bahan alam atau obat tradisional harus berasal
dari tumbuhan atau bahan alam lainnya sesuai dengan ketentuan dan tidak
diperke nanka n mengandung campuran ba han kimia oba t.
Diketahui terdapat kurang lebih 32 jenis tumbuhan yang tidak diizinkan
digunakan sebagai obat bahan alam di Indonesia, diantaranya Abrus precatorius L.,
Aconitum sp., Adonis vernalis L., Aristolochia sp., Digitalis sp., Datura sp., Ephedra
sp., Justicia gendarussa Burm f., dan Piper methysticum Forst. Berbagai alasan
pelarangan penggunaan bahan tumbuhan di atas antara lain karena mengandung
senyawa yang bersifat toksik terhadap tubuh manusia, mempunyai efek samping yang
merugikan, bahkan dapat menyebabkan interaksi dengan obat-oba t lain yang
2.6. Kerangka Pikir
Berdasarkan teori dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka peneliti
memba tasi hal – hal yang akan diteliti tentang jamu tradisional hanya pada teknis
pembuatan seperti pada alur kerangka pikir di bawah ini.
Berdasarkan kerangka pikir diatas, bahwa karakteristik pembuat jamu
tradisional dalam personal higine terdiri atas umur, jenis kelamin, pendidikan,
penghasilan, suku, keluarga dan teman yang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap
dalam tindakan pembuat jamu tradisional dalam personal higine.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bungin (2001),
pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia dan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Selanjutnya pendekatan penelitian ini akan digunakan untuk mengetahui
gambaran perilaku pembuat jamu tradisional buatan rumah tangga dalam menerapkan
personal hygine di Kelurahan Tanjung Sari Kecematan Medan Selayang tahun 2011.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3..2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Medan dengan pertimbangan berdasarkan data
Dinkes Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan wilayah yang paling
banyak melaporkan jumlah pembuat jamu tradisional, khususnya di kelurahan
Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang yang banyak dijumpai pembuat jamu
tradisional rumah tangga.
Bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya dan
pengawasan da n pe mbinaan yang memada i dari pihak yang berwenang da lam ha l ini
Dinas Kota Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2011.
3.3. Pemilihan Informan
Informan kunci ( key informan) sebagai informan penelitian direncanakan
adalah pembuat jamu tradisional rumah tangga yang telah melakukan pembuatan
jamu minimal 2 (dua) tahun di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Meda n Selayang
Kota Medan dan bila dalam penelitian ini diperlukan informasi tambahan maka
sebagai key informan selanjutnya akan dipilih dengan cara snowball sampling.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam
(in-depth interview) terhadap informan yang telah ditentukan di atas dan memahami
secara langsung terhadap pembuatan jamu tradisional rumah tangga. Menurut Bungin
(2001) in–depth interview merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
informan diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara.
3.5. Defenisi Istilah
1. Umur adalah usia informan terhitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir .
3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin informan yang terdiri dari perempuan dan
laki- laki.
4. Penghasilan adalah besarnya pendapatan informan yang dipe roleh da ri hasil
pembuatan jamu tradisional
5. Suku adalah suku informan yang diwawancari perilakunya terhadap personal
higine.
6. Pembuat jamu tradisional buatan rumah tangga adalah orang yang mengolah
bahan alami menjadi jamu tradisional yang dilakuka n secara turun temurun
berdasarkan pengalaman.
7. Sumber informasi yang diperoleh antara lain media elektronik dan media
cetak.
8. Keluarga ada lah orang yang deka t de ngan infor man da n memiliki hubungan
darah.
9. Teman adalah sahabat informan yang selama ini memberikan informasi.
10.Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh informan mengenai
pe mbuatan jamu tradisional terhadap ke amanan prod uks i.
11.Sikap adalah tanggapan informan tentang pe mbuatan jamu tradisional terhadap
keamanan produksi.
12. Tindaka n ada lah pe rbuatan informan tentang pembuatan jamu tradisional
13.Personal higine adalah kebersihan pembuat jamu tradisional terhadap
kesehatan secara langsung berhubungan dalam mempersiapkan, mengolah
dan mengemas produk jamu tradisional.
3.6. Metode Pengumpulan dan Analisa Data 3.6.1. Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu (instrumen
penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 alat bantu, yaitu :
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak
menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan
tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti dan dapat diprobing.
2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan pengamatan
sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun berdasarkan hasil
observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap
lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek
dan informasi yang muncul pada saat berlangsungnya wawancara.
3. Alat Perekam
untuk mencatat jawaba - jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat
perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk
mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.
3.6.2. Teknik Analisa Data
Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk
proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian k ualitatif
terdapat beberapa tahapan-tahapa n yang perlu dilakuka n ( Marshall dan Rossman
da lam Kabalmay, 2002) dikutip oleh Bungin (2003), d iantaranya :
1. Mengorganisasika n Data
Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara
mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape
recoder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatka n transkipnya dengan
mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara
verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang - ulang agar penulis mengerti
benar data atau hasil yang telah di dapatkan.
2. Pengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban.
Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data,
perhatiaan yang pe nuh da n keterbukaan terhadap hal- hal yang muncul di luar apa
yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti
menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam
melakukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca
relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan
penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan
kerangka analisis yang telah dibuat.
Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti.
Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal- hal
diungkapkan oleh informan. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti
dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata
kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap pengalaman, permasalahan, dan
dinamika yang terjadi pada subjek.
3. Menguji Asumsi atau Permasalahan Yang Ada Terhadap Data.
Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data
tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini
kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan
teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada
kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian
ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat
asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor – faktor
yang ada.
4. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data
Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud,
penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian
kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil analisis,
ada kemungkinan terdapat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak
terfikir sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternatif lain melalui
referensi atau teori-teor i lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian
pembahasan, kesimpulan dan saran.
5. Menulis Hasil Penelitian
Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal
yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat
telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah informasi yang
didapat secara snowball sampling dimana penulisan data-data hasil penelitian
berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek dan signifikan.
Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek dan significant, dibaca
berulang kali sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian
dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari
subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi PenelitianKelurahan Tanj ung Sari merupakan ba gian wilayah adminstratif dari
Kecamatan Medan Selayang Kota Medan. Kelurahan Tanjung Sari dibagi menjagi 14
Lingkungan, dengan batas – batas wilayah yang meliputi :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Rejo.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Simpang Selayang.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sempakata.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Asam K umbang.
Kelurahan Tanjung Sari berdasarkana data monografi kelurahan tahun 2010,
tercatat memiliki jumlah penduduk sebanyak 36.852 jiwa dengan beragam suku,
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010.
No Umur Jenis Kelamin
Kelompok Umur Jumlah Laki-Laki Perempuan
1 < 1 tahun 737 354 383
2 1 – 5 Tahun 3.310 1.598 1.712
3 5 – 14 Tahun 6.159 2.957 3.202
4 >15 tahun 26.647 12.790 19.154
Total 36.853 17.699 19.154
Sumber : Monografi Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayan, 2010
Dari tabel 4.1 dapat diatas dapat diketahui distribusi penduduk di wilayah
Kelurahan Tanjung Sari Kecamatana Medan Selayang tahun 2010 yang dicatat
berdasarkan data Monografi Keluarahan, diperinci menurut kelompok umur dan
jenis kelamin, dimana kondisi umumnya seperti distribusi penduduk pada wilayah
lain di Kota Medan yang diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dari laki- laki, walaupun dalam hal ini perbedaannya tidak terlau mencolok
yatu penduduk laki- laki berjumlah 17.699 jiwa sedangkan perempuan 19.154 jiwa.
Adapun untuk mengetahui distribusi pe nduduk ditinjau menurut agama dan
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
No Aga ma Jumlah (orang) Persentasi (%)
1 Islam 19. 179 52 %
2 Kristen Protestan 10. 992 30 %
3 Kristen Katolik 2.728 8 %
4 Hindu 1.997 5 %
5 Budha 1.957 5 %
Total 36.853 100 %
Sumber : Monografi Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang,2010 Dari tabel di atas diketahui bahwa penduduk di Kelurahan Tanjung Sari
Kecamatan Medan Selayang memiliki latar belakang keagamaan yang berbeda-beda.
Terbanyak diantaranya adalah menganut agama Islam yakni sebanyak 19.179 orang
(52%) dan berturut-turut adalah beragama Kristen Protestan 10. 992 orang (30%),
Katolik 2.728 orang (8%) dan masing- masing 1.997 atau sebesar 5% adalah mereka
yang be ragama Hindu da n Budha.
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
No Suku Bangs a Jumlah (orang) Persentasi (%)
1 Jawa 17.825 48 %
2 Batak 8.228 22 %
3 Karo 4.664 13 %
4 Melayu 2.102 6 %
5 Minang 2.832 8 %
6 Tionghoa 1.202 3 %
Total 36.853 100 %
Dari table di atas dapat dilihat bahwa penduduk Kelurahan Tanjung Sari
Kecamatan Medan Selayang terbesar adalah Suku Jawa yaitu sebanyak 17. 825 orang
( 48 % ) kemudian Suku Batak (22%), Karo (13%), Minang (8%), Melayu (6%) dan
Tionghoa (3%).
Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pe ndidikan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
No Pendidikan Jumlah %
1 SD dan Sederajat 4.553 38.87
2 SLTP dan sederajat 3.100 26.46
3 SLTA da n sederajat 2.800 23.90
4 DIPLOMA 1.021 8.72
5 Pendidikan Starta 1 201 1.72
6 Pendidikan Strata 2 39 0.33
7 Total 11.714 100%
Sumber : Data Monografi Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayan, 2010 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendidikan pe nduduk Kelurahan
Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang sebanyak 11.714 jiwa dan terbanyak
adalah penduduk dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 4.553 orang
atau sebanyak 38.87%. Sementara juga terdapat penduduk Tanjung Sari yang
berpe ndidikan S2 walaupun jumlahnya sangat sedikit dibanding dengan penduduk
yang memiliki latar belakang pendidikan lainnya, yaitu sebanyak 39 orang atau hanya
Tabel 4.5. Distribusi Prasarana Kesehatan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
No Prasarana Kesehatan Jumlah
1 Dokter Praktek 9
2 Puskesmas Pembantu 1
3 Kinik/Pengobatan Swasta 5
4 Posyandu 14
5 Apotek 3
6 Tabib/Pengobatan Tradisional 2
Total 34
Sumber : Data Puskesmas Medan Selayang Kota Medan, 2010
Sarana pelayanan kesehatan yang berada di wilayah Kelurahan Tanjung Sari
berdasarkan data Puskesmas Medan Selayang diketahui ssebanyak 34 buah, yakni
berupa fasilitias pelayanan dasar mulai dari pelayanan kesehatan tradisional hingga
pelayanan kesehatan modern, dengan jenis-jenis pelayanan seperti Praktek Dokter
Umum dan Spesialis sebanyak 9 unit, Puskesmas Pembantu (1 unit), K linik atau
Pengobatan Swasta (5 buah), Apotek (3 buah) posyandu (14 buah) dan Kesehatan
Tradisional atau pengobatan oleh Tabib sebanyak 2 unit.
4.2. Gambaran Informan 4.2.1. Karakteristik Informan
Dalam melakukan penelitian ini diperoleh hasil wawancara dari 5 orang
informan yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang memiliki ketrampilan dalam
pembuatan jamu tradisional dan telah melakukan usaha pembuatan jamu tradisional
labih dari 2 tahun seperti seperti disyaratkan dalam metodologi penelitian pada bab
Tabel 4.6. Karakteristik Informan Personal Higiene Dalam Pembuatan Ja mu Tradisional Buatan Rumah Tangga di Kelurahan Tanjung Sari
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011
No Nama Umur
(tahun) Suku Pendidikan
Lama
Dari Tabel 4.6. diketahui bahwa dari 5 orang informan penelitian memiliki
umur yang berbeda-beda yakni antara 33 – 50 tahun, mereka semuanya sudah
berkeluarga. Dan semua informan adalah dari Suku Jawa karena memang dari upaya
snow ball dalam proses wawancara tidak diperoleh informasi pembuat jamu
tradisional rumah tangga di wilayah penelitian yang berasal dari suku lainnya.
Pengalaman dalam pembuatan jamu tradisional bervariasi antara 4 tahun
hingga 21 tahun dengan pendapatan per bulan berkisar Rp.600,000 – 1,000,000. Dan,
dari hasil kerajinan membuat jamu tradisional di rumah mereka masing- masing,
dirasaka n cukup memba nt u suami-suami mereka dalam menambah penghasilan
4.2.2. Matrik Perilak u Informan 4.2.2.1. Pengetahuan Informan
1. Penge tahuan Yang Diperoleh Informan Tentang Cara Pe mbuatan Ja mu Tradisional
Dari hasil wawancara dapat diketahui tentang pengetahuan yang diperoleh
informan sehingga mereka dapat melakukan aktivitas pembuatan jamu tradisional
diantaranya sehari- harinya seperti dikemukakan dalam matrik 4.1. di bawah ini :
Matrik 4.1. Penge tahuan Yang Diperoleh Informan Tentang Pe mbuatan Jamu Tradisional di Desa Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011
Informan Penge tahuan Yang Dipe roleh Dalam Pe mbuatan Ja mu Tradisional
1 Mula- mula saya jualan jamu gendo ng saja, tak tahu lah gimana cara buat jamu dek,… eh lama- lama saya ingin buat sendiri karena kayaknya kok gampang dan nantinya saya tidak usah lagi keliling kampung tiap hari,… capek rasanya. Sampai suatu hari kakak kandung saya yg tinggal di Jawa datang ke Medan dan saya tanya sama dia tentang buat jamu. Rupa dia juga buat jamu di rumahnya, lalu dari cara-cara yang di ajarkan saya praktekan, alhasil bisa dan sampai sekarang saya buat jamu ini dan tak terasa udah lebih 4 tahun, lumayan juga hasilnya buat nambah- namba h uang seko lah anak-anak.
2 Tahu buat jamu mula- mula dari teman kakak saya yang kebetulan dianya baek dan tinggal di dekat rumah …
3 Tahu cara buat jamu awalnya dari lihat-lihat cara buat jamu pada tetangga di dekat sini,…saya lihat kok kayaknya gampang lalu saya praktekan hasilnya saya bisa dan sekarang hasilnya lumayan untuk tambah-tambah hasil, apalagi penghasilan suami sering gak cukup untuk k ebutuhan bulanan, iseng-iseng ba ntu suami saya cari maka n.
4 Saya tahu dari mamak saya yang juga membuat dan jualan jamu gendong di sini dahulu….Sekarang mamak udah meninggal 4 tahun lalu dek… da n usahanya saya teruska n.
Berdasarkan matrik (4.1) di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan cara
membuat jamu dari para pengrajin jamu tradisional di Kelurahan Tanjung Sari
bervariasi yakni ada yang belajar dari kelurga mereka yang secara historis juga
sebagai pembuat jamu tradisional dan belajar dari orang lain seperti tetangga, teman
dan ada yang belajar dengan coba-coba sendiri.
2. Penge tahuan Tentang Penge rtian Personal Higiene Informan Dalam Kaitannya Dengan Pe mbuatan Ja mu Tradisional
Beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan penelitian personal higiene,
diantaranya adalah dengan mewawancarai informan untuk mengetahui pengetahuan
tentang pengertian atau definisi Personal Higiene yang hasilnya dikemukakan pada
Matrik 4.2. di bawah ini.
Matrik 4.2. Penge tahuan Tentang Penge rtian Pe rsonal Higiene Informan Penelitian di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011
Informan Penge tahuan Personal Hygiene Pe mbuat Ja mu Tradisional
1 “Apa maksudnya itu dek, saya kok nggak gitu paham?”, tapi menurut saya yang penting dalam pembuatan jamu, badan harus bersih
terutama harus mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja… iya kan?
2 “N ggak tahu tuh….”, orang belum pernah mendapatkan penyuluhan dari puskesmas. Apa kaitannya antara buat jamu dengan kebersihan diri kita ?... atu maksudnya mungkin supaya yang sakit tidak membuat jamu… akh maaf gak tahu lah, saya orang bodo (maksudnya kurang berpendidikan)
3 Orang seperti saya gak ada sekolahannya, jadi nggak tahu lah… tapi kalau badan yang bersih waktu membuat jamu itu saya tahu, tapi kalau pengertian hygiene itu sendiri nggak paham dan gak pernah dengar.
4 Maksudnya mungkin adalah kebersihan diri yang perlu diperhatikan, mungkin maksudnya harus mandi sehari 2 kali, pakai baju bersih, …. apa lagi ya ? tidak meludah sembarangan, … itu mungkin maksudnya ya ?
5 Saya kadang-kadang suka mengikuti penyuluhan kesehatan di posyandu, tapi tidak pernah mendengar penyuluhan tentang personal hygiene, apa ada programnya dek…. ?. Maunya kita-kita dikasih penyuluhan tahu dan jamu yang ka mi buat be rsih da n tidak menimbulkan penyakit bagi orang lain gitu…
Dari hasil wawancara yang dikemukakan pada Matrik 4.2 dapat diketahui
bahwa hampir seluruh informan penelitian tidak memahami dengan benar tentang
definisi personal higiene. Dan mereka membutuhkan penyuluhan kesehatan tentang
personal hygiene yang berhubungan dengan pekerjaanya. Mereka hanya
menyebutkaan bagian-bagian tertentu dari praktek personal hygiene seperti menjaga
kebersihan diri dengan cuci tangan, mandi 2 kali sehari dan memakai baju yang
bersih terutama selama mereka bekerja membuat jamu.
3. Penge tahuan Informan Kebersihan Tanga n dan Kuku Dalam Pe mbuatan Jam u Tradisional
Beberapa hal dari upaya personal higiene yang lebih spesifik seperti
pengetahuan menjaga kebersihan tangan da n kuku, kulit, merawat luka yang terbuka,
kebiasaan merokok dan mengenakan APD selanjutnya dikemukakan pada
Matrik 4.3. Penge tahuan Kebesihan Tanga n Dan Kuku Informan Penelitian di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011
Informan Penge tahuan Tentang Kebe rsihan Tanga n dan Kuku
1 Setahu saya dek…menjaga kebersihan tangan juga sudah termasuk kuku, dan harus dirawat kebersihan. Apalagi dalam membuat jamu, kalau tangan kita jorok nanti takutnya tidak ada orang yang mau beli jamu saya…. kan rugi jadinya. Dalam menjaga kebersihan tangan juga bagus pakai sarung tangan dalam membuat jamu, tapi ya itu… kadang-kadang sempat dan kadang-kadang tidak sempat, habis kalau pakai sarung tangan risih dan bahan-bahan jamu ntidak teraba dengan baik, tapi saya selalu cuci tangan lho sebelum mengerjakan kerajaan saya ini.
2 Kalau ditanya soa l kebe rsihan tangan dan kuku, saya orang yang pa ling memperhatikan kok dek… lihat saya selalu cuci tangan sebelum dan setelah bekerja, kadang-kadang waktu istirahat karena ada keperluan saya cuci tangan dulu, de mikian waktu saya mulai kerja lagi, …. Juga tentang kuku saya liha t tak ada kuku saya yang pa njang… …. Karena dengan tangan saya ini, saya dapa t uang buat namba h-namba h penghasilan keluarga, dan tentunya lah kalau…. tangannya tidak bersih apalagi amit-amit baru korek-korek kotoran hidung, nyebokin anak dan terus pegang kerjaan kan tidak baik bila dilihat orang….. orang menjadi jijik.
3 Kebersihan tangan da n kuku pe nt ing, ka lau kuku suda h pa njang harus dipotong karena ngganggu dalam membuat jamu…… Saya kurang paham ka lau kuman yang ada di tangan dan sela-sela kuku, tapi perkiraan saya kuman-kumannya nantinya akan mati kok, kalau nanti sudah direbus. Jadi bukan karena ada hubungannya gitu… tapi memang bagi pembuat jamu kaya saya diperlukan diperlukan tangan dan kuku yang be rsih.
4 Ya kuku harus digunting kalau sudah panjang-panjang, cuci tangan pakai sabun bila tangan kotor misalnya habis dari pajak, atau pegang-pegang yang kotor,… ntar bisa mengotori jamu yang lagi dibuat dek.. lagi pula saya kira jamu saya laku karena saya menjaga kebersihan lho… b iar jelek-jelek begini tahu menjaga kebersihan ya, apa nggak?
Berdasarkan matrik di atas dapat diketahui bahwa seluruh informan
mengetahui pentingnya kebersihan tangan dan kuku. Sebagian informan tahu dengan
jelas hubungan langsung antara kebersihan tangan dan kuku dengan proses
pembuatan jamu seperti mengatakan adanya kuman pada sela-sela kuku dapa t
mencemari jamu atau makanan yang dibuatnya. Namun, masih ada informan yang
mengatakan bahwa kuman yang berasal dari tangan dan mencemari jamu/makanan
akan mati bila jamu/makanan tersebut sudah dimasak.
4. Penge tahuan Informan Tentang Kebe rsihan Kulit Dan Penanga nan Luka Terbuka Dalam Pembuatan Jamu Tradisional
Pada matrik 4.4. berikut ini dapat diketahui tentang pengetahuan infor man
dalam menjaga kebersihan kulit dan melakukan perawatan terhadap luka terbuka
pada kulit yang penting dalam mendukung proses pembuatan jamu tradisional yang
sehat da n etik untuk d ilakukan.
Matrik 4.4. Penge tahuan Kebersihan Kulit dan Pe rawatan Luka Informan Penelitian di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011
Informan Penge tahuan Tentang Kebe rsihan Kulit dan Penanga nan Luka Terbuka
1 Setahu saya menjaga kulit, juga termasuk dalam kebersihan tangan tadi… kok ditanya lagi. Dan agar kulit kita bersih maka kita harus mandi dua kali sehari pakai sabun. Dan Bila ada luka ya diobati dan ditutup pakai plester … misalnya hendiplas yang ada dijual di warung-warung, agar luka tidak terasa perih bila kena sabun waktu mandi atau ke na jahe, lengkuas waktu buat jamu.
cantik, jamunya laku keras bok…
Saya sering terluka pada waktu mengupas dan memotong bahan-bahan unt uk buat jamu, tapi lalu segera saya dibe rsihkan da n diperban agar tidak perih dan tidak berkuman. Kalau masih terasa sakit juga akibat lukanya itu, kalau saya akan berhenti kerja dulu… atau minta tolong pada suami atau orang lain untuk memotong bahan-bahan, dan saya tinggal ngasih tahu caranya.
3 Kalau saya aslinya tukang jamu dek… kebersihan kulit, tangan, kuku bahkan kai dan yang lainnya dari badan kita ya penting. Saya mandi pakai sabun sehari dua kali dan bila terkena pisau atau terluka waktu memotong bahan-bahan jamu, ya lukanya saya tutup. Takut nanti berkuman dan kumannya masuk dalam jamu kan brabe… iya nggak ?
4 Kalau aku tukang jamu, ya penting juga menjaga kebersihan kulit karena orang yang beli jamu kan tidak bodoh…. kalu tahu kulit yang buat bersisik, jorok, jarang mandi apalagi ada gudik ( bahasa jawa maksudnya penyakit kulit) maka mereka nggak mau beli. Jadi tentu aku tahu ba hwa setiap hari harus menjaga kebersihan kulit, mandi pakai sabun dua kali sehari pakai hand body dan pakai baju bersih. Kalau tukang buat jamu soal luka terkena pisau atau parutan itu hal sering, tapi lukanya kecil dan kadang-kadang lukanya nutup sendiri dan tidak pe rlu lah ditutup-tutup segala,… nanti dikira orang lukanya parah banget he.. he.. he… dan, ntar kalau ditutup-tutup malah lukanya ngak sembuh-sembuh, ya kalau keluar darah ya dipincit dulu supa ya berhenti da n dicuci supa ya tidak terkena kot or an.
5 Kebersihan kulit dan membalut luka itu umum dilakukan, tidak hanya tukang jamu saja, semua orang juga begitu kan… saya kira tidak ada hubungannya dengan buat jamu.
Paling-paling soal bisnisnya saja, kalau kulit kita kotor apalagi pakai baju tak ganti- ganti bahu, dan ada luka yang dilihat, langganan yang mau beli jadi nggak jadi beli.
Dari keterangan hasil wawancara di atas terlihat bahwa umumnya para pembuat jamu
memahami pentingnya menjaga kebersihan kulit dan menjaga luka agar tidak terjadi
infeksi diantaranya dengan menutup luka menggunakan plester. Sebagian dari mereka
ada yang kurang peduli dengan kebersihan kulit terutama perlakuan terhadap luka di