• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Pembuat Jamu Tradisional Dalam Personal Higine Di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Perilaku Pembuat Jamu Tradisional Dalam Personal Higine Di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERILAKU PEMBUAT JAMU TR ADISIONAL DALAM PERSONAL HIGINE DI KELURAHAN TANJUNG SARI

KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

(2)

ABSTRAK

Obat-obatan tradisional dan obat herbal oleh masyarakat Indo nesia sering disebut sebagai “Jamu” da n suda h dike nal luas sejak lama Jamu pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram dipakai Sebagai “Mantra” atau Ilmu kebatinan untuk menyembuhkan orang yang sedang sakit. Namun seiring perubahan zaman Jamu dipakai sebagai perawatan kecantikan meningkatkan vitalitas, menjaga kesehatan dan mengobati penyakit.

Jamu Tradisional buatan rumah tangga pada dasarnya merupakan produk obat yang dibuat dari bahan alami dengan jenis dan sifat kandungan yang sangat beragam. Pembuatan Jamu perlu memperhatikan pemilihan dan penanganan bahan baku yang sesuai ketentuan cara pembuatan jamu tradisional yang baik (CPTOTB) karena mutu produk jamu tradisional tergantung dari penyediaan bahan baku awal, proses produksi atau pembuatan, pengawasan mutu, sanitasi peralatan dan kebersihan perseorangan yang menangani.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, mengunakan metode wawancara mendalam (Indepth Interview) untuk menggali perilaku pembuatan Jamu Tradisional dalam personal hygiene di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011. Informan dalam penelitian yaitu wanita yang langsung membuat Jamu Tradisional dan bertempat tinggal di Keluaran Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang sebanyak 5 orang informan, analisa data dilakukan dengan menggunakan EZ-TEXT dan disajikan dalam bentuk matriks dan dianalisa secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan dalam personal hygiene masih kurang dimana seluruh informan tidak dapat memberikan penjelasan tentang pengertian hygiene perseorangan. Hal-hal yang termasuk dalam hygiene perseorangan seperti kebersihan tangan, kuku, kulit dan perawatan luka terbuka serta proses pembuatan Jamu Tradisional dalam hal ini mereka mampu mengemukakan sesuai ketentuan dalam pelaksanaan hygiene perseorangan, namun dalan penggunaan alat pelindung diri serta ketentuan yang tidak diperkenankan bagi orang melakukan pekerjaan mengolah makanan minuman informan terlihat tidak memahami.

Sikap informan baik dalam personal hygiene terutama kebersihan tangan, kuku da n perawatan luka terbuka. Sementara tanggapan terhadap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), pada saat membuat Jamu Tradisional Informan menyatakan persetujuannya. Namun informan memiliki tingkah laku tergantung (Matched Dependent Behaviour). Tindakan informan tersebut merupakan tindakan yang dipengaruhi ketersediaan air yang cukup untuk menjaga kebersihan tangan dengan baik.

(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 9

1.3. Tujuan Penelitian... 10

1.3.1.Tujuan Umum ... 10

1.3.2.Tujuan K husus ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Perilaku ... 12

2.1.1. Pengetahuan (K nowledge) ... 13

2.1.2. Sikap (Attitude) ... 14

2.1.3. Tindaka n atau Praktek (Pratice)... 16

2.2. Perilaku Sehat ... 18

2.3. Jamu Tradisional ... 21

2.4. Manfaat Jamu Tradisional ... 22

2.4.1. Menjaga Kebugaran Tubuh ... 22

(4)

2.5. Personal Hygiene dan Sanitasi Pembuatan Jamu Tradisional ... 22

2.5.1. Personal Hygiene ... 22

2.5.2. Sanitasi Pengolahan Maka nan ... 26

2.5.3. Persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik ... 27

2.6. Kerangka Berpikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 31

3.3. Pemilihan Informan ... 31

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.5. Defenisi Istilah ... 32

3.6. Metode Pengumpulan dan Analisa Data ... 33

3.6.1. Metode Pengumpulan Data ... 33

3.6.2. Teknik Analisa Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38

4.2. Gambaran Informan ... 41

4.2.1. Karakteristik Informan ... 41

(5)

4.2.2.1. Pengetahuan Informan ... 42

4.2.2.2. Sikap Informan ... 51

4.2.2.3. Tindakan Informan ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 64

5.1. Karakteristik Informan ... 64

5.2. Aspek Pengetahuan ... 64

5.3. Aspek Sikap... 75

5.4. Aspek Tindakan... 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tuj uan pembangunan nasional ba ngsa Indo nesia seperti

diamanatkan pada Pembukaan Undang - Unda ng Dasar 1945 adalah melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sos ial. Sejalan de ngan hal tersebut, maka pemerintah melaksanakan pembangunan

kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap penduduk agar dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal

sebaga i mana yang dicita - citakan bangsa Indo nesia.

Pembangun an kesehatan yang dilaksanaka n hingga saat ini masih menghadapi

berbagai tantangan dan permasalahan yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Untuk

itu dipe rluka n pe mantapa n da n upa ya percepatan melalui Sistem Kesehatan Nasional

(SKN) sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang

disertai de ngan berbagai upa ya terobosan untuk mencapai target yang diharapka n.

Pembangunankesehatandilaksanakandengan melibatkan seluruhkomponenbangsa

(7)

adil dan merata sehingga manfaatnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

(Depkes RI, 2009).

Undang - UndangKesehatan Nomor 36 tahun 2009 adalah merupakan dasar

hukum dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan menyebutkan bahwa,

kesehatanpadadasarnyaadalah hak asasimanus iadanmerupakanupa yaperwujudan

kesejahteraan umum. Terjadinya gangguan kesehatan masyarakat dapat berpotensi

menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi bangsa dan negara. Sebaliknya

peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan bentuk investasi penting bagi

kelangsungan pembangunan negara. O leh karena itu, segala be nt uk pelaksanaan

pembangunan nasional sudah selayaknya berwawasan kesehatan dan diterapka n

secara sinergis dan komprehensif oleh seluruh sektor, hingga mampu mencapai

keadaan masyarakat yang senantiasa terjaga kesehatannya baik secara fisik, mental,

spiritual dan sosial sehingga dapat hidup produktif secara sosial maupun ekonomi.

Program peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia pada awalnya

dido mina si oleh bentuk - bentuk perawatan dan penyembuhan penyakit yang lebih

bersifat perseorangan. Namun selanjutnya mengalami perubahan paradigma yakni

pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat mengarah pada keterpaduan program

dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan dalam

konteks pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan dengan mengikut sertakan lapisan masyarakat luas. Hal tersebut

(8)

kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan da n teko nologi yang disediaka n

pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan swadaya masyarakat sendiri.

Disamping berbagai bentuk pelayanan kesehatan, jenis pelayanan kesehatan

yang tersedia untuk masyarakat juga lebih bervariasi yakni mulai dari jenis pelayanan

kesehatan yang bersifat tradisional hingga modern, yang dalam hal ini tentunya perlu

diatur dengan bijaksana sehingga aman bagi kesehatan masyarakat. Pelaya nan

kesehatan tradisional menurut Unda ng - Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 pada

dasarnya merupakan bentuk upaya pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan

obat yang mengacu pada pengalaman dan ketrampilan turun temurun secara empiris

yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku

di masyarakat. (Depkes RI, 2010)

Pelayanan kesehatan tradisional di Indo nesia sangat memungkin unt uk

berkembang dengan pesat. Menurut Nasution (1992), Indonesia merupakan negara

kepulauan yang sangat luas, mempunyai kurang lebih 35.000 pulau besar dan kecil

dengan keaneka ragaman hayati berupa flora da n fauna yang sangat tinggi . Di

Indo nesia diperkirakan terdapat lebih dari 150 famili tumbuh-tumbuhan, dari jumlah

tersebut sebagian besar mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman

industri,tanaman buah-buahan, tanaman rempah-rempah dan tanaman obat-obatan.

Menurut Hendra (2005) di Indonesia sedikitnya terdapat 30.000 spesies

tanaman yang seba gian besar tersebar di wilayah hut an hujan trop is. Dari spesies

(9)

mempunyai khasiat obat, namun baru sekitar 300 species tanaman yang telah

dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan obat tradisional.

Menurut Sastropradjo (1990), selain Indonesia merupakan negara kepulauan,

Indo nesia juga memiliki jumlah pe nduduk yang besar yakni lebih da ri 200 juta jiwa,

dimana sebagian besar masih tinggal di pedesaan. Banyaknya penduduk yang tinggal

di pedesaan terutama daerah yang sulit dijangka u atau terisolir menyebabkan

pemerataan hasil pembangunan kesehatan relatif sulit dilaksanakan. Namun patut

disyukuri bahwa masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan atau terisolir umumnya

mampu memanfaatkan lingk ungan terutama berbagai tumbuhan (herbal) untuk

digunakan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan sepe rti sebagai obat-obatan

tradisional (Sutarjadi, 1992). Obat-obatan tradisional dan oba t herbal oleh

masyarakat Indonesia sering disebut sebagai “Jamu” ternyata hal ini sudah dikenal

luas sejak lama. Suharmiati (2003) menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan

Kerajaan Mataram, jamu yang disertai dengan “mantra” atau ilmu kebatinan lazim

digunakan pada praktek - praktek pengobatan kala itu, dengan tujuan untuk

menyembuhka n orang yang seda ng sakit.

Pada Seminar Proses Pembuatan Jamu Yang Baik Dan Benar Serta

Aplikasinya Dalam Rumah Tangga (2005). Dikemukakan bahwa pemanfaatan

pelayanan kesehatan tradisional berupa penggunaan jamu atau ob at tradisional dan

(10)

di Indonesia yang sebe narnya de ngan muda h dapat mengakses pelayanan kesehatan

mod ern, juga banyak yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional dengan

mengkonsumsi jamu tradisional turun - temurun. Hal ini didukung data Departemen

Kesehatan RI yang dikutip Fakultas Farmasi Airlangga (2005) pada Proseding

Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani menyebutka n bahwa jumlah penjaja

jamu tradisional semakin meningkat tahun demi tahun. Peningkatan tersebut

diketahui, yaitu dari 13.128 penjual jamu tradisional pada tahun 1989 berkembang

menjadi 25.077 pada tahun 1995.

Berdasarkan laporan dari berbagai Dinas Kesehatan Propinsi di Indonesia.

Prop insi Jawa Timur pada 1995 melaporkan jumlah penjaja jamu tradisional terutama

penjual jamu gendong sebanyak 3.306 orang. Jumlah tersebut menduduki urutan

terbanyak ketiga setelah Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sedangkan data

Propinsi Sumatera Utara berdasarkan Profil Kesehatan (2007) menyebutkan penjaja

jamu tradisional umumnya dipasarkan dalam bentuk yang variatif seperti jamu

gendong, penjual jamu menggunakan sepeda ontel, gerobak dorong, sepeda motor,

menggunakan mobil pik up dan dipasarkan pada outlet-outlet di pertokoan, dengan

jumlah keseluruhan sebanyak 1.233 usaha jamu tradisional. Jumlah tersebut tersebar

di berbagai kabupaten atau kota dan terbanyak adalah di kota Medan yakni 1.110

orang (90, 02%).

Data jumlah pe njual jamu tradisional di Indo nesia diyakini masih belum

mencakup keselur uhan jumlah penjaja jamu tradisional yang ada, hal ini antara lain

(11)

kabupaten dan kota khususnya di Propinsi Sumatera Utara melaporkan data tentang

jumlah penjaja jamu tradisional di wilayah mereka, serta data jumlah penjaja jamu

tradisional sering tidak dilakukkan updating setiap tahunnya hingga mengalami

kesulitan dalam mengukur perkembangannya. (Dinkes Prop.Sumatera Utara, 2007)

Jamu tradisional yang beredar di tengah-tengah masyarakat diketahui

umumnya diproduksi oleh perusahan dan buatan rumah tangga. Masyarakat Indo nesia

dikenal gemar mengko nsumsi jamu tradisional untuk berbagai tujuan, seperti unt uk

perawatan kecantikan, meningkatkan vitalilitas, menjaga kesehatan dan mengobati

penyakit. Pembelian dan konsumsi berbagai produk jamu tradisional oleh masyarakat

biasanya hanya didasarkan atas kebiasaan - kebiasan atau referensi dari keluarga

mereka yang terjadi secara turun - menurun da n akiba t gencarnya iklan dari

perusahan jamu pada berbagai media cetak dan elektronik.

Manfaat jamu tradisional buatan rumah tangga secara umum sangat dipercaya

masyarakat, walaupun secara tertulis belum banyak yang melakuka n identifikasi

terhadap khasiat dan manfaat serta efek samping dari jamu tradisional secara pasti.

Satu – satunya informasi yang diperoleh konsumen biasanya hanya didasarkan atas

penjelasan dari sudut pandang penjaja atau penjualnya saja. Di samping itu, resep

jamu tradisional buatan rumah tangga sangat bervariasi, sedangkan pencatatan atau

dokumentasi secara ilmiah dari resep jamu tradisional umumnya belum banyak

dilakukan, hingga para ahli farmasi sering mengalami kesulitan unt uk memastikan

(12)

Oleh karena itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Maka nan Republik

Indo nesia menyusun peraturan tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat

Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka de ngan nomor :

HK.00.05.41.1384 tertanggal 2 Maret 2005. Hal ini bertuj uan untuk melindungi

masyarakat dari peredaran dan penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar

dan fitofarmaka yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Keamanan da n khasiat obat

tradisional perlu dievaluasi sebelum didaftarkan dan diedarkan yang meliputi

beberapa aspek kajian seperti mutu, keamanan, khasiat da n mengikuti perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jamu tradisional buatan rumah tangga pada dasarnya merupakan produk obat

yang dibuat dari bahan alami dengan jenis dan sifat kandungannya yang sangat

beragam. Seharusnya untuk proses pembuatannya diperlukan persiapan dengan

memperhatikan pemilihan dan penanganan bahan baku sesuai ketentuan, yakni harus

sesuai dengan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB), memperhatikan

seluruh aspek yang menyangkut proses pembuatannya. Karena mutu produk jamu

tradisional dari berbagai sumber akan sangat tergantung dari penyediaan bahan awal

atau baku, proses produksi atau pembuatannya, pengawasan mutu, sanitasi peralatan

dan hygiene personal yang menangani.

Suatu permasalahan yang masih dihadapi pada saat ini adalah CPOTB yang

diperkirakan belum dilakuka n sesuai ketentuan terutama dalam pembuatan jamu

tradisional buatan rumah tangga. Untuk mengetahui hal tersebut perlu kiranya

(13)

solusi yang tepat untuk mengatasinya (BPOM RI, 2005). Penelitian yang perlu

dilakuka n diantaranya unt uk meneliti perilaku dari para pembuat jamu tradisional

terutama pembuat jamu tradisional rumah tangga berdasarkan faktor internal dan

eksternal yang mendukung pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakannya sesuai

dengan prinsip - prinsip hygiene dan sanitasi dalam proses pembuatan jamu

tradisional.

Setelah dilakukan observasi langsung pada survai awal yang dilakukan pada

beberapa usaha jamu tradisional buatan rumah tangga pada bulan Desember, terlihat

bahwa personal higine pembuat jamu buatan rumah tangga tidak memperhatikan

syarat – syarat kesehatan, seperti tidak menutup dan mengikat rambut, tangan

langsung bersentuhan dengan bahan – bahan jamu tanpa menggunakan sarung tangan,

meskipun dari kamar mandi. Saat mengolah dan menyentuh jamu, pembuat jamu

sakit, seperti batuk dan flu. Lokasi tempat pengolahan jamu juga terlalu kecil. Tong

sampah yang tidak tersedia. Tenaga pembuat jamu tradisional juga langsung

bersentuhan dengan bahan jamu yang sudah digiling, dengan cara melumetkan

langsung tanpa menggunakan sarung tangan atau sendok. Tempat pengolahan juga

berdekatan langsung dengan sumber pencemaran, seperti wc dan tempat sampah.

Dalam mencicipi jamu, hanya menggunakan 1 sendok tanpa menggatinya dan

langsung bersentuhan dengan mulut. Tenaga pembuat jamu juga tidak leluasa

bergerak, sehingga melewati wadah penampungan jamu.

(14)

mungkin waktu dibuat lupa ditutup rapat. Ada juga pelanggan yang sering minum

jamu mengatakan bahwa, digelas terdapat warna hitam – hitam seperti pasir atau

lainya.

Penelitian perilaku pembuat jamu tradisional rumah tangga menggunakan

metode kualitatif dan akan di lakukan di Kota Medan sebagai salah satu wilayah yang

banyak dijumpai penjual jamu tradisiona l di Prop ins i Sumatera Utara, yakni di

wilayah Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan dimana

pada lokasi tersebut juga terdapat banyak rumah tangga pembuat jamu tradisional

yang produksinya banyak dipasarkan di wilayah kota Medan Tahun 2011.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka perlu diketahui

gambaran perilaku pembuat jamu tradisional dalam personal higine berdasarkan

pengetahuan, sikap dan tindakan mereka yang dilatarbelakangi faktor internal dan

(15)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku pembuat jamu tradisional dalam proses

pembuatan jamu tradisional rumah tangga sesuai prinsip - prinsip hygiene sanitasi

dan CPOTB di wilayah kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang, Kota

Medan Tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui seberapa jauh pengetahuan para pembuat jamu tradisional rumah

tangga dalam proses pemilihan bahan baku, penggunaan alat dan sarana yang

digunakan selama proses pembuatan jamu sesuai perinsip-perinsip personal

higiene da n CPOTB.

2. Mengetahui sikap dan pandangan para pembuat jamu tradisional rumah tangga

untuk menerapkan perinsip-perinsip higiene dalam rangkaian pembuatan jamu

tradisional dan CPOTB.

3. Mengetahui tindaka n yang dilakuka n oleh pe mbuat jamu tradisional rumah

tangga menerapk an perinsip-perinsip higiene dalam rangkaian pembuatan jamu

(16)

1.4.Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan dan memberikan informasi tentang pembuatan jamu

tradisional dan memberikan masukan perbaikan khususnya bagi para pembuat

jamu tradisional rumah tangga di lokasi penelitian.

2. Memberikan gambaran tentang proses pembuatan jamu tradisional buatan rumah

tangga dan permasalahannya hingga dapat menjadi masukan bagi instansi yang

berwenang unt uk melakuka n pe ngawasan da n pe mbinaan di Kota Medan.

3. Sebagi informasi dasar tentang gambaran pembuatan jamu tradisional buatan

rumah tangga dan memberi kesempatan pada peneliti lain untuk melanjutkan

penelitian misalnya tentang pemasaran dan khasiat dan efek samping jamu

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku manusia menurut

perilaku yang dimiliki oleh

dikelompokk an ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan

kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu

sangat mendasar.

Perilaku tidak bo leh disalah artikan sebagai

suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku

yang secara khusus ditunjukkan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku

seseorang diukur relatif berdasarkan

untuk diketahui dalam mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau kondisi yang

memperberat timbulnya penyakit. Intervensi dengan memahami latar belakang

perilaku pasien seringka li dilakukan dalam rangka penatalaksanaan kasus penyakit

(18)

Soekidjo (2005) mengutip dari beberapa ahli dalam buku Promosi Kesehatan,

Teori dan Aplikasi menyebutkan bahwa, perilaku manusia dipelajari dalam

kesehatan masyarakat. Benjamin Bloom (1908), seorang psikolog

membedakan tiga bidang perilaku, yakni

dalam perkembangannya, domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom

menjadi tiga tingkatan yaitu

atau tindakan (practice).

2.1.1. Penge tahuan (knowledge )

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan

mengetahui suatu obyek melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba yang dimilikinya. Pengetahuan (cognitive) merupakan bagian yang penting

dalam proses membentuk tindakan seseorang. Selanjutnya diketahui 6 tingkatan pada

pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif antara lain :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap sesuatu yang yang telah dipelajari atau rangsangan yang diterima

(19)

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepetasikan materi tersebut

dengan be nar.

3. Aplikasi (application)

Kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau ko ndisi riil atau sebe narnya.

4. Analisis (analysis)

Kemampuan dalam menjabarkan materi yang telah diberikan kedalam komponen-

komponen secara terstruktur dan berkaitan satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Kemampuan unt uk meletakkan atau menghubungkan bagian - bagian ke dalam

suatu be ntuk ke selur uhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penilaian yang didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggun akan kr iteria - kr iteria yang telah ada.

Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang melibatkan faktor

pada dasarnya merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu

(20)

bukan merupakan pelaksanaan dari motif tertentu. Jadi sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi dari tindakan (practice).

Alloport (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok.

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau hasil mengevaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecendrungan untuk bertindak.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:

1. Menerima (receiving), artinya bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan objek.

2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap merespon.

3. Menghargai (valuing), adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusika n sesuatu masalah da n merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga

tentang kecendrungan untuk bertindak.

4. Bertanggung jawab (responsible), yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya dengan segala resikonya merupakan sikap yang paling

tinggi.

Suatu sikap yang diambil oleh seseorang belum tentu secara otomatis dapat terlaksana

da lam suatu tindaka n untuk mewujudkannya dalam suatu perbuatan nyata diperlukan

(21)

Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk

tindaka n atau berbuat da n merupaka n be ntuk nyata yang dilatar belakangi oleh

berkembang kearah yang lebih baik, artinya tindakan yang dilakukan sudah

dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran dari maksud tindakan tersebut.

Selain itu, Skinner yang dikutip Soekidjo (2005) juga memaparkan definisi

perilaku sebagai berikut : perilaku merupakan hasil hubungan antara rangsangan

(stimulus) dan tanggapan (respon). Selanjutnya Ia membedakan adanya dua bentuk

ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Rangsangan yang semacam ini

disebut eliciting stimuli karena menimbulkan tanggapan yang relatif tetap. Operant

response atau instrumental response, adalah tanggapan yang timbul dan berkembang

sebagai akibat oleh

reinforcer. Rangsangan tersebut dapa t mempe rkuat respo ns yang telah dilakuka n oleh

organisme. Oleh sebab itu, rangsangan yang demikian itu mengikuti atau memperkuat

sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Dalam teori skinner ini disebut teori

“S-O-R” atau Stimulus Organisme Respo n.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini seperti dikemukakan Skinner

di atas, hal ini sejalan dengan pernyataan Susanto (2003) dalam artikel Managing

(22)

The Jakarta Consulting Group, menyebutkan bahwa bentuk respons terhadap stimulus

yang diterima seseorang dapat dibedakan dalam dua bentuk perilaku:

1. Perilaku tertutup (covert behaviour), respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus

ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap.

2. Perilaku terbuka (overt behaviour), respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut umumnya

tercermin dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati

atau dilihat oleh orang lain.

Meskipun perilaku dalam be ntuk tindakan atau respon atau reaksi terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan

respons akan sangat tergantung pada karakteristik dari faktor – faktor lain bagi orang

yang bersangkutan, hingga bentuk respon untuk tiap - tiap orang berbeda-beda.

Faktor yang merupakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan

perilaku. Terdapat dua determinan perilaku yakni:

1. Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang

bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasaan, tingkat emosional, jenis

kelamin, dan sebaginya.

2. Determinan faktor eksternal, yakni lingkungan baik lingkungan fisik sosial,

budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan eksternal sering

(23)

Praktik atau tindakan menurut Edward E. Sampson mempunyai beberapa

tingkatan yakni :

1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan

yang aka n diambil.

2. Respo n terpimpin (guided respon), dapat dilakuka n sesuatu de ngan urutan yang

benar sesuai de ngan contoh.

3. Mekanisme (mecanisme), apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan

benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adopsi (adoption), dapat menerapkan secara permanen.

2.2. Perilaku Sehat

Perilaku sehat sangat penting dipelajari bila ingin mengetahui tingkat

pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam peran sertanya di bidang

kesehatan. Suparyanto (2010) mengemukakan tentang perilaku sehat yang dikuti dari

beberapa pakar perilaku diantaranya menurut Becker tentang konsep pe rilaku

ini merupakan pengembangan dari konsep perilaku yang dikembangkan Bloom.

Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga do main, yakni

dan praktek kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa

besar tingkat perilaku kesehatan

(24)

Mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara

kesehatan, seperti pengetahuan tentang

faktor- faktor yang terkait, dan atau mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang

kelemahaan, cedra, dll.

2. Sikap Terhadap Kesehatan

Hal ini berhubungan dengan

penilaian seseorang terhadap hal- hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan,

seperti

factor - faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, sikap tentang

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.

3. Praktek Kesehatan

Berupa

dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan

tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi

kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia, dan tindakan

untuk menghindari kecelakaan.

Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai perilaku

kesehatan. Menurut Solita, perilaku ke sehatan merupakan segala be ntu

dan

(25)

sebagai perilaku untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukkan gejala

(asymptomatic stage).

Menurut Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai

respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan

adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable)

maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup

mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain,

meningkatkan derajat kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau

terkena masalah kesehatan.

2.3. Jamu Tradisional

Terdapat banyak terminologi dari jamu tradisionl sebagai fok us dari obyek

penelitian ini. Obat tradisional dan oba t herbal di Indonesia selama ini dikenal dengan

nama “jamu” dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI juga

menggolongkan ob at tradisional dalam jamu (N ing Harmanto dan M. Ahkam

Subroto, 2007). Sedangkan World Health Organizatation (WHO) mengemukakan

(26)

minimal selama tiga generasi dan telah terbukti aman dan berkhasiat untuk

penyembuhan penyakit berdasarkan pengalaman.

Yuliarti (2008) mengutip dari Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 menyebutkan bahwa jamu adalah bahan atau

ramuan ba han yang berupa bahan tumbuhan, ba han hewan, ba han mineral, sediaan

sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun

telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Sedang menurut Suharmiati (2003), jamu adalah obat tradisional yang di

dasarkan pada jenis obat atau ramuan secara tradisional yang dibuat atas pengalaman

yang secara turun – temurun, dan dikabarkan kepada khalayak luas baik secara lisan

maupun secara tertulis.

2.4. Manfaat Jamu Tradisional 2.4.1. Menjaga Kebugaran Tubuh

Menurut N urheti Yuliarti (2008), berbagai jenis jamu memiliki fungs i unt uk

menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak

di badan yang mengganggu kebugaran tubuh misalnya: lemah, letih serta capek –

capek.

2.4.2. Menjaga Kecantikan

Beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga dan meningkatkan kecantikan.

Beberapa hal termasuk disini diantaranya adalah menyuburkan rambut, melembutkan

(27)

2.4.3. Mencegah Penyakit

Manfaat jamu yang paling di kenal di masyarakat adalah untuk mengobati

penyakit. Sehubungan dengan mahalnya biaya pengobatan, jamu mulai diminati

sebagai pengganti obat medis. Berbagai jenis jamu mulai dipercayai untuk mengobati

berbagai jenis penyakit misalkan asam urat, asma, batu ginjal, bronchitis dan lainnya.

2.5. Personal Hyg iene dan Sanitas i Pe mbuatan Ja mu Tradisional 2.5.1. Personal hygiene

Hygiene pada dasarnya merupakan usaha kesehatan preventif atau

pencegaha n pe nyakit yang menitik beratkan kegiatannya pada kesehatan

perseorangan (Personal hygiene) maupun usaha kesehatan lingk ungan fisik dimana

orang berada. (Reksosubroto, 1990) menjelaskan bahwa personal hygiene memegang

peran penting untuk mencegah terjadinya pencemaran agent penyakit dalam proses

pembuatan jamu tradisional sesuai dengan prinsip - prinsip sanitasi makanan.

Penerapan personal hygiene pada proses pembuatan jamu tradisional adalah relatif

sama dengan proses pengolahan makanan dan minuman karena pada dasarnya jamu

tradisonal juga merupaka n bahan yang diko nsumsi masyaraka t.

Kebersihan pr ibadi adalah hal yang secara langsung berhubungan dalam

proses mempersiapkan dan mengolah sampai dengan pengangkutan dan pemasaran

jamu tradisional, yang kesemuanya menuntut untuk senantiasa terjaga kebersihannya.

(28)

(CPOTB) yang menekankan pentingnya paktek - praktek sanitasi dan hygiene pada

setiap tahap pembuatan obat tradisional untuk menjamin terpenuhinya persyaratan

kesehatan. Upaya hygiene dan sanitasi dalam pembuatan obat tradisional harus

dilakukan terhadap personalia, bangunan, peralatan, bahan, proses pembuatan,

pengemasan dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.

Depkes (2004) menyebutkan beberapa upaya yang merupakan bagian dari

usaha personal hygiene penjamah makanan:

Seperti perlakuan yang perlu dikerjakan oleh penjamah makanan, dalam

proses pe mbuatan jamu tardisional juga harus berupa ya untuk mencegah pencemaran

terhadap prod uksi jamu. Personal hygi ene yang harus dipe rhatika n meliput i :

1. Tangan dan bagian-bagiannya harus selalu dijaga kebersihannya. Kuku dipotong

pendek, sebab sela - sela kuku dapat terkumpul kotoran dan menjadi sarang atau

sumber kuman penyakit yang berpotensi mencemari makanan dan minuman.

Disamping itu, kuku yang panjang sulit untuk dibersihkan dengan sempurna

walaupun sepertinya telah dicuci dengan baik dan benar, karena pada sela-sela

kuku panjang kotoran dan bakteri patogen masih dapat tertinggal didalamnya.

2. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab kulit tempat beradanya kuman yang

secara normal hidup pada kulit manusia. Kulit yang tidak bersih akan

menimbulkan pencemaran pada makanan dan minuman. Membersihkan kulit

dengan cara mandi yang bersih, mencuci tangan setiap saat dan mengganti

(29)

kebersihan kulit. Terutama kulit tangan seperti jari, telapak tangan yang langsung

bersentuhan dengan makanan sangat penting untuk selalu dijaga kebersihannya.

3. Tidak menggunakan kutex, sebab dapat mengandung racun berbahaya yang bila

masuk ke dalam makanan dan minumann dapat menimbulkan pencemaran dalam

bentuk zat pewarna, air raksa, arsen dan sebagainya.

4. Tidak merokok sewaktu mengolah makanan dan minuman atau berada di dalam

ruangan pembuatan makanan atau minuman. Kebiasaan merokok dilingkungan

pengolahan makanan dan minuman mengandung resiko seperti abu rokok jatuh ke

dalam makanan, karena secara tidak disadari hal ini sulit dicegah.

5. Luka yang terbuka, k ulit dalam keadaan normal telah mengandung banyak bakteri

penyakit. Sekali kulit terkelupas atau luka akibat teriris, maka bakteri akan

masuk ke bagian dalam kulit dan terjadi infeksi. Maka penjamah makanan dengan

luka terbuka harus segera menutupnya de ngan plester tahan air yang mengandung

obat anti infeksi (anticeptic). Dan bila lukanya parah maka penjamah makanan

harus diistirahatkan, namu bila ringan dapat bekerja dengan menggunakan sarung

tangan untuk melakuka n proses pengolahan maka nan.

Disamping itu terdapat beberapa ketentuan penjamah makanan dan minu man

yang tidak diperkenanka n bekerja :

1. Tidak bolah bekerja ketika menderita gejala flu seperti demam, pilek atau sakit

tenggorokan.

(30)

4. Tidak boleh bekerja ketika menderita penyakit hepatitis dan atau dari hasil

pemeriksaan dinyatakan terinfeksi salmonella thyipi, shiggella atau E.colli, da n

5. Tidak boleh bekerja apabila menderita penyakit kulit.

Dalam proses pengolahan makanan penjamah diharuskan menggunakan sarung

tangan untuk melind ungi luka serta senantiasi membiasakan diri unt uk melakukan

cuci tangan secara benar menggunakan sabun pada air yang mengalir.

2.5.2. Sanitasi Pengolahan Makanan

1. Pakaian Kerja

Penjamah maka nan harus mengenaka n paka ian khus us. Paka ian harus gant i setiap

hari karena pakaian yang kotor dapat menjadi tempat bersarangnya bakteri.

Pakaian kerja bagi penjamah makanan sebaiknya dipilih model yang dapat

melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, berwarna terang atau

putih, menyerap keringat, terbuat dari bahan yang kuat, tidak panas, dan

ukurannya nyaman dipakai yakni tidak ketat atau terlalu longgar sehingga tidak

mengganggu pada waktu bekerja.

2. Sarung Tangan

Dalam melakukan pekerjaan penyiapan hingga pengolahan makanan dan

seterusnya , pe njamah maka nan harus mengenakan sarung tangan untuk

menghindari pencemaran bakteri dari tangan kepada makanan.

3. Sepatu

Sepatu yang digunakan ialah sepatu kerja, artinya berhak pendek, tidak licin,

(31)

makanan dan minuman kurang enak dipakai maka akan menyebabkan lekas lelah

atau sakit pada jari – jari kakinya.

2.5.3. Persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

Persyaratan CPOTB, menurut Bada n Pengawas Obat dan Maka nan (2008)

terdapat beberapa elemen yang diidentifikasi dan menjadi draft yang disepakati yang

antara lain meliputi manajemen mutu, personil, bangunan dan peralatan,

dokumentasi, produksi, quality control, kontrak manufaktur dan analisis, pengaduan

dan pe narikan produk serta self inspection.

Beberapa aspek mutu yang perlu diperhatikan dalam membuat ataupun

mengkonsumsi suatu produk bahan alam sebagai obat antara lain adanya cemaran

logam berat (Pb, As dan Cd), residu pestisida, aflatoksin, dan cemaran

mikroo rganisme. Selanjutnya menurut BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan )

suatu produk obat bahan alam dipersyaratkan tidak boleh mengandung cemaran

logam berat atau apabila tidak dapat dihindari harus sesuai dengan batas maksimum

yang dipersyaratka n ya itu Pb dan As masing- masing ≤ 10,0 ppm dan Cd ≤ 0,3 ppm.

Demikian juga halnya dengan residu pestisida jenis fosfor dan klor ≤ 5 μg/kg.

Sedangkan untuk aflatoksin ≤ 20 μg/kg.

Suatu produk obat bahan alam sebaiknya tidak mengandung cemaran

mikroorganisme, akan tetapi terkadang hal ini sulit dihindarkan. Adapun batas

(32)

Khamir. Namun demikian, suatu produk obat bahan alam tidak diperbolehkan

mengandung cemaran mikroorganisme patogen seperti Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus aureus, Clostridia sp., Shigella sp., dan Salmonella p.

Di samping itu, suatu prod uk ob at ba han alam juga harus memenuhi ketent uan

batas kadar air. Kadar air yang rendah, umumnya di bawah 10% dapat mencegah

tumbuh kembangnya mikroorganisme sehingga menjamin mutu suatu produk obat

dari bahan alam. Ekstrak atau sari kental suatu bahan alam yang akan diolah menjadi

produk seharusnya juga memenuhi ketentuan standar yang berlaku tentang jenis

pelarut yang digunakan, kadar air, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam.

Semua aspek mutu di atas harus diuji dengan menggunakan metode pengujian yang

telah ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Dari segi keamanan, suatu obat bahan alam atau obat tradisional harus berasal

dari tumbuhan atau bahan alam lainnya sesuai dengan ketentuan dan tidak

diperke nanka n mengandung campuran ba han kimia oba t.

Diketahui terdapat kurang lebih 32 jenis tumbuhan yang tidak diizinkan

digunakan sebagai obat bahan alam di Indonesia, diantaranya Abrus precatorius L.,

Aconitum sp., Adonis vernalis L., Aristolochia sp., Digitalis sp., Datura sp., Ephedra

sp., Justicia gendarussa Burm f., dan Piper methysticum Forst. Berbagai alasan

pelarangan penggunaan bahan tumbuhan di atas antara lain karena mengandung

senyawa yang bersifat toksik terhadap tubuh manusia, mempunyai efek samping yang

merugikan, bahkan dapat menyebabkan interaksi dengan obat-oba t lain yang

(33)

2.6. Kerangka Pikir

Berdasarkan teori dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka peneliti

memba tasi hal – hal yang akan diteliti tentang jamu tradisional hanya pada teknis

pembuatan seperti pada alur kerangka pikir di bawah ini.

Berdasarkan kerangka pikir diatas, bahwa karakteristik pembuat jamu

tradisional dalam personal higine terdiri atas umur, jenis kelamin, pendidikan,

penghasilan, suku, keluarga dan teman yang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap

dalam tindakan pembuat jamu tradisional dalam personal higine.

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bungin (2001),

pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang

berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah

manusia dan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Selanjutnya pendekatan penelitian ini akan digunakan untuk mengetahui

gambaran perilaku pembuat jamu tradisional buatan rumah tangga dalam menerapkan

personal hygine di Kelurahan Tanjung Sari Kecematan Medan Selayang tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3..2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan dengan pertimbangan berdasarkan data

Dinkes Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan wilayah yang paling

banyak melaporkan jumlah pembuat jamu tradisional, khususnya di kelurahan

Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang yang banyak dijumpai pembuat jamu

tradisional rumah tangga.

Bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya dan

(35)

pengawasan da n pe mbinaan yang memada i dari pihak yang berwenang da lam ha l ini

Dinas Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2011.

3.3. Pemilihan Informan

Informan kunci ( key informan) sebagai informan penelitian direncanakan

adalah pembuat jamu tradisional rumah tangga yang telah melakukan pembuatan

jamu minimal 2 (dua) tahun di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Meda n Selayang

Kota Medan dan bila dalam penelitian ini diperlukan informasi tambahan maka

sebagai key informan selanjutnya akan dipilih dengan cara snowball sampling.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam

(in-depth interview) terhadap informan yang telah ditentukan di atas dan memahami

secara langsung terhadap pembuatan jamu tradisional rumah tangga. Menurut Bungin

(2001) in–depth interview merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

informan diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara.

3.5. Defenisi Istilah

1. Umur adalah usia informan terhitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir .

(36)

3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin informan yang terdiri dari perempuan dan

laki- laki.

4. Penghasilan adalah besarnya pendapatan informan yang dipe roleh da ri hasil

pembuatan jamu tradisional

5. Suku adalah suku informan yang diwawancari perilakunya terhadap personal

higine.

6. Pembuat jamu tradisional buatan rumah tangga adalah orang yang mengolah

bahan alami menjadi jamu tradisional yang dilakuka n secara turun temurun

berdasarkan pengalaman.

7. Sumber informasi yang diperoleh antara lain media elektronik dan media

cetak.

8. Keluarga ada lah orang yang deka t de ngan infor man da n memiliki hubungan

darah.

9. Teman adalah sahabat informan yang selama ini memberikan informasi.

10.Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh informan mengenai

pe mbuatan jamu tradisional terhadap ke amanan prod uks i.

11.Sikap adalah tanggapan informan tentang pe mbuatan jamu tradisional terhadap

keamanan produksi.

12. Tindaka n ada lah pe rbuatan informan tentang pembuatan jamu tradisional

(37)

13.Personal higine adalah kebersihan pembuat jamu tradisional terhadap

kesehatan secara langsung berhubungan dalam mempersiapkan, mengolah

dan mengemas produk jamu tradisional.

3.6. Metode Pengumpulan dan Analisa Data 3.6.1. Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu (instrumen

penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 alat bantu, yaitu :

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak

menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan

tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti dan dapat diprobing.

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan pengamatan

sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun berdasarkan hasil

observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap

lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek

dan informasi yang muncul pada saat berlangsungnya wawancara.

3. Alat Perekam

(38)

untuk mencatat jawaba - jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat

perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk

mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.

3.6.2. Teknik Analisa Data

Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk

proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian k ualitatif

terdapat beberapa tahapan-tahapa n yang perlu dilakuka n ( Marshall dan Rossman

da lam Kabalmay, 2002) dikutip oleh Bungin (2003), d iantaranya :

1. Mengorganisasika n Data

Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara

mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape

recoder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatka n transkipnya dengan

mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara

verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang - ulang agar penulis mengerti

benar data atau hasil yang telah di dapatkan.

2. Pengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban.

Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data,

perhatiaan yang pe nuh da n keterbukaan terhadap hal- hal yang muncul di luar apa

yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti

menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam

melakukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca

(39)

relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan

penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan

kerangka analisis yang telah dibuat.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti.

Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal- hal

diungkapkan oleh informan. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti

dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata

kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap pengalaman, permasalahan, dan

dinamika yang terjadi pada subjek.

3. Menguji Asumsi atau Permasalahan Yang Ada Terhadap Data.

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data

tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini

kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan

teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada

kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian

ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat

asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor – faktor

yang ada.

4. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data

Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud,

(40)

penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian

kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil analisis,

ada kemungkinan terdapat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak

terfikir sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternatif lain melalui

referensi atau teori-teor i lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian

pembahasan, kesimpulan dan saran.

5. Menulis Hasil Penelitian

Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal

yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat

telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah informasi yang

didapat secara snowball sampling dimana penulisan data-data hasil penelitian

berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek dan signifikan.

Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek dan significant, dibaca

berulang kali sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian

dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari

subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di

(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Tanj ung Sari merupakan ba gian wilayah adminstratif dari

Kecamatan Medan Selayang Kota Medan. Kelurahan Tanjung Sari dibagi menjagi 14

Lingkungan, dengan batas – batas wilayah yang meliputi :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Rejo.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Simpang Selayang.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sempakata.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Asam K umbang.

Kelurahan Tanjung Sari berdasarkana data monografi kelurahan tahun 2010,

tercatat memiliki jumlah penduduk sebanyak 36.852 jiwa dengan beragam suku,

(42)

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010.

No Umur Jenis Kelamin

Kelompok Umur Jumlah Laki-Laki Perempuan

1 < 1 tahun 737 354 383

2 1 – 5 Tahun 3.310 1.598 1.712

3 5 – 14 Tahun 6.159 2.957 3.202

4 >15 tahun 26.647 12.790 19.154

Total 36.853 17.699 19.154

Sumber : Monografi Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayan, 2010

Dari tabel 4.1 dapat diatas dapat diketahui distribusi penduduk di wilayah

Kelurahan Tanjung Sari Kecamatana Medan Selayang tahun 2010 yang dicatat

berdasarkan data Monografi Keluarahan, diperinci menurut kelompok umur dan

jenis kelamin, dimana kondisi umumnya seperti distribusi penduduk pada wilayah

lain di Kota Medan yang diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan lebih

banyak dari laki- laki, walaupun dalam hal ini perbedaannya tidak terlau mencolok

yatu penduduk laki- laki berjumlah 17.699 jiwa sedangkan perempuan 19.154 jiwa.

Adapun untuk mengetahui distribusi pe nduduk ditinjau menurut agama dan

(43)

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No Aga ma Jumlah (orang) Persentasi (%)

1 Islam 19. 179 52 %

2 Kristen Protestan 10. 992 30 %

3 Kristen Katolik 2.728 8 %

4 Hindu 1.997 5 %

5 Budha 1.957 5 %

Total 36.853 100 %

Sumber : Monografi Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang,2010 Dari tabel di atas diketahui bahwa penduduk di Kelurahan Tanjung Sari

Kecamatan Medan Selayang memiliki latar belakang keagamaan yang berbeda-beda.

Terbanyak diantaranya adalah menganut agama Islam yakni sebanyak 19.179 orang

(52%) dan berturut-turut adalah beragama Kristen Protestan 10. 992 orang (30%),

Katolik 2.728 orang (8%) dan masing- masing 1.997 atau sebesar 5% adalah mereka

yang be ragama Hindu da n Budha.

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No Suku Bangs a Jumlah (orang) Persentasi (%)

1 Jawa 17.825 48 %

2 Batak 8.228 22 %

3 Karo 4.664 13 %

4 Melayu 2.102 6 %

5 Minang 2.832 8 %

6 Tionghoa 1.202 3 %

Total 36.853 100 %

(44)

Dari table di atas dapat dilihat bahwa penduduk Kelurahan Tanjung Sari

Kecamatan Medan Selayang terbesar adalah Suku Jawa yaitu sebanyak 17. 825 orang

( 48 % ) kemudian Suku Batak (22%), Karo (13%), Minang (8%), Melayu (6%) dan

Tionghoa (3%).

Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pe ndidikan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No Pendidikan Jumlah %

1 SD dan Sederajat 4.553 38.87

2 SLTP dan sederajat 3.100 26.46

3 SLTA da n sederajat 2.800 23.90

4 DIPLOMA 1.021 8.72

5 Pendidikan Starta 1 201 1.72

6 Pendidikan Strata 2 39 0.33

7 Total 11.714 100%

Sumber : Data Monografi Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayan, 2010 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendidikan pe nduduk Kelurahan

Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang sebanyak 11.714 jiwa dan terbanyak

adalah penduduk dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 4.553 orang

atau sebanyak 38.87%. Sementara juga terdapat penduduk Tanjung Sari yang

berpe ndidikan S2 walaupun jumlahnya sangat sedikit dibanding dengan penduduk

yang memiliki latar belakang pendidikan lainnya, yaitu sebanyak 39 orang atau hanya

(45)

Tabel 4.5. Distribusi Prasarana Kesehatan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No Prasarana Kesehatan Jumlah

1 Dokter Praktek 9

2 Puskesmas Pembantu 1

3 Kinik/Pengobatan Swasta 5

4 Posyandu 14

5 Apotek 3

6 Tabib/Pengobatan Tradisional 2

Total 34

Sumber : Data Puskesmas Medan Selayang Kota Medan, 2010

Sarana pelayanan kesehatan yang berada di wilayah Kelurahan Tanjung Sari

berdasarkan data Puskesmas Medan Selayang diketahui ssebanyak 34 buah, yakni

berupa fasilitias pelayanan dasar mulai dari pelayanan kesehatan tradisional hingga

pelayanan kesehatan modern, dengan jenis-jenis pelayanan seperti Praktek Dokter

Umum dan Spesialis sebanyak 9 unit, Puskesmas Pembantu (1 unit), K linik atau

Pengobatan Swasta (5 buah), Apotek (3 buah) posyandu (14 buah) dan Kesehatan

Tradisional atau pengobatan oleh Tabib sebanyak 2 unit.

4.2. Gambaran Informan 4.2.1. Karakteristik Informan

Dalam melakukan penelitian ini diperoleh hasil wawancara dari 5 orang

informan yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang memiliki ketrampilan dalam

pembuatan jamu tradisional dan telah melakukan usaha pembuatan jamu tradisional

labih dari 2 tahun seperti seperti disyaratkan dalam metodologi penelitian pada bab

(46)

Tabel 4.6. Karakteristik Informan Personal Higiene Dalam Pembuatan Ja mu Tradisional Buatan Rumah Tangga di Kelurahan Tanjung Sari

Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

No Nama Umur

(tahun) Suku Pendidikan

Lama

Dari Tabel 4.6. diketahui bahwa dari 5 orang informan penelitian memiliki

umur yang berbeda-beda yakni antara 33 – 50 tahun, mereka semuanya sudah

berkeluarga. Dan semua informan adalah dari Suku Jawa karena memang dari upaya

snow ball dalam proses wawancara tidak diperoleh informasi pembuat jamu

tradisional rumah tangga di wilayah penelitian yang berasal dari suku lainnya.

Pengalaman dalam pembuatan jamu tradisional bervariasi antara 4 tahun

hingga 21 tahun dengan pendapatan per bulan berkisar Rp.600,000 – 1,000,000. Dan,

dari hasil kerajinan membuat jamu tradisional di rumah mereka masing- masing,

dirasaka n cukup memba nt u suami-suami mereka dalam menambah penghasilan

(47)

4.2.2. Matrik Perilak u Informan 4.2.2.1. Pengetahuan Informan

1. Penge tahuan Yang Diperoleh Informan Tentang Cara Pe mbuatan Ja mu Tradisional

Dari hasil wawancara dapat diketahui tentang pengetahuan yang diperoleh

informan sehingga mereka dapat melakukan aktivitas pembuatan jamu tradisional

diantaranya sehari- harinya seperti dikemukakan dalam matrik 4.1. di bawah ini :

Matrik 4.1. Penge tahuan Yang Diperoleh Informan Tentang Pe mbuatan Jamu Tradisional di Desa Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Yang Dipe roleh Dalam Pe mbuatan Ja mu Tradisional

1 Mula- mula saya jualan jamu gendo ng saja, tak tahu lah gimana cara buat jamu dek,… eh lama- lama saya ingin buat sendiri karena kayaknya kok gampang dan nantinya saya tidak usah lagi keliling kampung tiap hari,… capek rasanya. Sampai suatu hari kakak kandung saya yg tinggal di Jawa datang ke Medan dan saya tanya sama dia tentang buat jamu. Rupa dia juga buat jamu di rumahnya, lalu dari cara-cara yang di ajarkan saya praktekan, alhasil bisa dan sampai sekarang saya buat jamu ini dan tak terasa udah lebih 4 tahun, lumayan juga hasilnya buat nambah- namba h uang seko lah anak-anak.

2 Tahu buat jamu mula- mula dari teman kakak saya yang kebetulan dianya baek dan tinggal di dekat rumah …

3 Tahu cara buat jamu awalnya dari lihat-lihat cara buat jamu pada tetangga di dekat sini,…saya lihat kok kayaknya gampang lalu saya praktekan hasilnya saya bisa dan sekarang hasilnya lumayan untuk tambah-tambah hasil, apalagi penghasilan suami sering gak cukup untuk k ebutuhan bulanan, iseng-iseng ba ntu suami saya cari maka n.

4 Saya tahu dari mamak saya yang juga membuat dan jualan jamu gendong di sini dahulu….Sekarang mamak udah meninggal 4 tahun lalu dek… da n usahanya saya teruska n.

(48)

Berdasarkan matrik (4.1) di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan cara

membuat jamu dari para pengrajin jamu tradisional di Kelurahan Tanjung Sari

bervariasi yakni ada yang belajar dari kelurga mereka yang secara historis juga

sebagai pembuat jamu tradisional dan belajar dari orang lain seperti tetangga, teman

dan ada yang belajar dengan coba-coba sendiri.

2. Penge tahuan Tentang Penge rtian Personal Higiene Informan Dalam Kaitannya Dengan Pe mbuatan Ja mu Tradisional

Beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan penelitian personal higiene,

diantaranya adalah dengan mewawancarai informan untuk mengetahui pengetahuan

tentang pengertian atau definisi Personal Higiene yang hasilnya dikemukakan pada

Matrik 4.2. di bawah ini.

Matrik 4.2. Penge tahuan Tentang Penge rtian Pe rsonal Higiene Informan Penelitian di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Personal Hygiene Pe mbuat Ja mu Tradisional

1 “Apa maksudnya itu dek, saya kok nggak gitu paham?”, tapi menurut saya yang penting dalam pembuatan jamu, badan harus bersih

terutama harus mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja… iya kan?

2 “N ggak tahu tuh….”, orang belum pernah mendapatkan penyuluhan dari puskesmas. Apa kaitannya antara buat jamu dengan kebersihan diri kita ?... atu maksudnya mungkin supaya yang sakit tidak membuat jamu… akh maaf gak tahu lah, saya orang bodo (maksudnya kurang berpendidikan)

3 Orang seperti saya gak ada sekolahannya, jadi nggak tahu lah… tapi kalau badan yang bersih waktu membuat jamu itu saya tahu, tapi kalau pengertian hygiene itu sendiri nggak paham dan gak pernah dengar.

(49)

4 Maksudnya mungkin adalah kebersihan diri yang perlu diperhatikan, mungkin maksudnya harus mandi sehari 2 kali, pakai baju bersih, …. apa lagi ya ? tidak meludah sembarangan, … itu mungkin maksudnya ya ?

5 Saya kadang-kadang suka mengikuti penyuluhan kesehatan di posyandu, tapi tidak pernah mendengar penyuluhan tentang personal hygiene, apa ada programnya dek…. ?. Maunya kita-kita dikasih penyuluhan tahu dan jamu yang ka mi buat be rsih da n tidak menimbulkan penyakit bagi orang lain gitu…

Dari hasil wawancara yang dikemukakan pada Matrik 4.2 dapat diketahui

bahwa hampir seluruh informan penelitian tidak memahami dengan benar tentang

definisi personal higiene. Dan mereka membutuhkan penyuluhan kesehatan tentang

personal hygiene yang berhubungan dengan pekerjaanya. Mereka hanya

menyebutkaan bagian-bagian tertentu dari praktek personal hygiene seperti menjaga

kebersihan diri dengan cuci tangan, mandi 2 kali sehari dan memakai baju yang

bersih terutama selama mereka bekerja membuat jamu.

3. Penge tahuan Informan Kebersihan Tanga n dan Kuku Dalam Pe mbuatan Jam u Tradisional

Beberapa hal dari upaya personal higiene yang lebih spesifik seperti

pengetahuan menjaga kebersihan tangan da n kuku, kulit, merawat luka yang terbuka,

kebiasaan merokok dan mengenakan APD selanjutnya dikemukakan pada

(50)

Matrik 4.3. Penge tahuan Kebesihan Tanga n Dan Kuku Informan Penelitian di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Tentang Kebe rsihan Tanga n dan Kuku

1 Setahu saya dek…menjaga kebersihan tangan juga sudah termasuk kuku, dan harus dirawat kebersihan. Apalagi dalam membuat jamu, kalau tangan kita jorok nanti takutnya tidak ada orang yang mau beli jamu saya…. kan rugi jadinya. Dalam menjaga kebersihan tangan juga bagus pakai sarung tangan dalam membuat jamu, tapi ya itu… kadang-kadang sempat dan kadang-kadang tidak sempat, habis kalau pakai sarung tangan risih dan bahan-bahan jamu ntidak teraba dengan baik, tapi saya selalu cuci tangan lho sebelum mengerjakan kerajaan saya ini.

2 Kalau ditanya soa l kebe rsihan tangan dan kuku, saya orang yang pa ling memperhatikan kok dek… lihat saya selalu cuci tangan sebelum dan setelah bekerja, kadang-kadang waktu istirahat karena ada keperluan saya cuci tangan dulu, de mikian waktu saya mulai kerja lagi, …. Juga tentang kuku saya liha t tak ada kuku saya yang pa njang… …. Karena dengan tangan saya ini, saya dapa t uang buat namba h-namba h penghasilan keluarga, dan tentunya lah kalau…. tangannya tidak bersih apalagi amit-amit baru korek-korek kotoran hidung, nyebokin anak dan terus pegang kerjaan kan tidak baik bila dilihat orang….. orang menjadi jijik.

3 Kebersihan tangan da n kuku pe nt ing, ka lau kuku suda h pa njang harus dipotong karena ngganggu dalam membuat jamu…… Saya kurang paham ka lau kuman yang ada di tangan dan sela-sela kuku, tapi perkiraan saya kuman-kumannya nantinya akan mati kok, kalau nanti sudah direbus. Jadi bukan karena ada hubungannya gitu… tapi memang bagi pembuat jamu kaya saya diperlukan diperlukan tangan dan kuku yang be rsih.

4 Ya kuku harus digunting kalau sudah panjang-panjang, cuci tangan pakai sabun bila tangan kotor misalnya habis dari pajak, atau pegang-pegang yang kotor,… ntar bisa mengotori jamu yang lagi dibuat dek.. lagi pula saya kira jamu saya laku karena saya menjaga kebersihan lho… b iar jelek-jelek begini tahu menjaga kebersihan ya, apa nggak?

(51)

Berdasarkan matrik di atas dapat diketahui bahwa seluruh informan

mengetahui pentingnya kebersihan tangan dan kuku. Sebagian informan tahu dengan

jelas hubungan langsung antara kebersihan tangan dan kuku dengan proses

pembuatan jamu seperti mengatakan adanya kuman pada sela-sela kuku dapa t

mencemari jamu atau makanan yang dibuatnya. Namun, masih ada informan yang

mengatakan bahwa kuman yang berasal dari tangan dan mencemari jamu/makanan

akan mati bila jamu/makanan tersebut sudah dimasak.

4. Penge tahuan Informan Tentang Kebe rsihan Kulit Dan Penanga nan Luka Terbuka Dalam Pembuatan Jamu Tradisional

Pada matrik 4.4. berikut ini dapat diketahui tentang pengetahuan infor man

dalam menjaga kebersihan kulit dan melakukan perawatan terhadap luka terbuka

pada kulit yang penting dalam mendukung proses pembuatan jamu tradisional yang

sehat da n etik untuk d ilakukan.

Matrik 4.4. Penge tahuan Kebersihan Kulit dan Pe rawatan Luka Informan Penelitian di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

Informan Penge tahuan Tentang Kebe rsihan Kulit dan Penanga nan Luka Terbuka

1 Setahu saya menjaga kulit, juga termasuk dalam kebersihan tangan tadi… kok ditanya lagi. Dan agar kulit kita bersih maka kita harus mandi dua kali sehari pakai sabun. Dan Bila ada luka ya diobati dan ditutup pakai plester … misalnya hendiplas yang ada dijual di warung-warung, agar luka tidak terasa perih bila kena sabun waktu mandi atau ke na jahe, lengkuas waktu buat jamu.

(52)

cantik, jamunya laku keras bok…

Saya sering terluka pada waktu mengupas dan memotong bahan-bahan unt uk buat jamu, tapi lalu segera saya dibe rsihkan da n diperban agar tidak perih dan tidak berkuman. Kalau masih terasa sakit juga akibat lukanya itu, kalau saya akan berhenti kerja dulu… atau minta tolong pada suami atau orang lain untuk memotong bahan-bahan, dan saya tinggal ngasih tahu caranya.

3 Kalau saya aslinya tukang jamu dek… kebersihan kulit, tangan, kuku bahkan kai dan yang lainnya dari badan kita ya penting. Saya mandi pakai sabun sehari dua kali dan bila terkena pisau atau terluka waktu memotong bahan-bahan jamu, ya lukanya saya tutup. Takut nanti berkuman dan kumannya masuk dalam jamu kan brabe… iya nggak ?

4 Kalau aku tukang jamu, ya penting juga menjaga kebersihan kulit karena orang yang beli jamu kan tidak bodoh…. kalu tahu kulit yang buat bersisik, jorok, jarang mandi apalagi ada gudik ( bahasa jawa maksudnya penyakit kulit) maka mereka nggak mau beli. Jadi tentu aku tahu ba hwa setiap hari harus menjaga kebersihan kulit, mandi pakai sabun dua kali sehari pakai hand body dan pakai baju bersih. Kalau tukang buat jamu soal luka terkena pisau atau parutan itu hal sering, tapi lukanya kecil dan kadang-kadang lukanya nutup sendiri dan tidak pe rlu lah ditutup-tutup segala,… nanti dikira orang lukanya parah banget he.. he.. he… dan, ntar kalau ditutup-tutup malah lukanya ngak sembuh-sembuh, ya kalau keluar darah ya dipincit dulu supa ya berhenti da n dicuci supa ya tidak terkena kot or an.

5 Kebersihan kulit dan membalut luka itu umum dilakukan, tidak hanya tukang jamu saja, semua orang juga begitu kan… saya kira tidak ada hubungannya dengan buat jamu.

Paling-paling soal bisnisnya saja, kalau kulit kita kotor apalagi pakai baju tak ganti- ganti bahu, dan ada luka yang dilihat, langganan yang mau beli jadi nggak jadi beli.

Dari keterangan hasil wawancara di atas terlihat bahwa umumnya para pembuat jamu

memahami pentingnya menjaga kebersihan kulit dan menjaga luka agar tidak terjadi

infeksi diantaranya dengan menutup luka menggunakan plester. Sebagian dari mereka

ada yang kurang peduli dengan kebersihan kulit terutama perlakuan terhadap luka di

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
Tabel 4.5.  Distribusi Prasarana Kesehatan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
+2

Referensi

Dokumen terkait

Apakah anda mempunyai anggota keluarga yang bekerja di Kerambah Jaring Apung milik masyarakat laina. Ada, pekerjaan apakah yang anggota keluarga anda kerjakan = (jawaban boleh

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semua sampel minyak dalam keadaan cair pada suhu ruang (±27ºC) namun ketika pada suhu rendah (±5ºC) terjadi perubahan fase pada beberapa

Pola pengelolaan irigasi yang kedua adalah pola yang bersifat otonom yaitu keputusan mengenai pembagian air diatur oleh masyarakat sendiri seperti yang dipraktekkan

Perilaku ulet tampil dalam wujud bekerja bersungguh-sungguh, disiplin, bersedia bekerja di luar jam kerja, bertanggungjawab, mampu mencari umpan balik untuk mengevaluasi hasil

Berdasarkan persoalan-persoalan berikut, hipotesis awal kajian telah dibuat iaitu: Pemahaman masyarakat Islam terhadap hukum jual beli barang perhiasan daripada emas secara

Pada suatu hari Toba pergi memancing, setelah lama menunggu Toba merasakan pancingannya ada yang menarik, dengan sekuat tenaga dia menariknya, ternyata ada seekor ikan besar

Guru sosiologi tidak menerapkan 1 komponen yang tidak dieterapkan yaitu memotivasi siswa.Dari semua komponen keterampilan menutup pelajaran yang terdiri dari 3 komponen

[r]