• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara Tahun 2012 Dengan 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara Tahun 2012 Dengan 2015"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN

KOTA LUBUK PAKAM ANTARA

TAHUN 2012 DENGAN 2015

SKRIPSI

Oleh:

SUGIATNO

111201004

MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

20

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara Tahun 2012 Dengan 2015

Nama : Sugiatno

NIM : 111201004

Program Studi : Kehutanan

Minat : Manajemen Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc

Ketua Anggota

Dr. Samsuri S.Hut,. MS.i

Mengetahui

Ketua Program Studi Kehutanan

(3)

i

ABSTRAK

SUGIATNO: Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara

Tahun 2012 Dengan 2015. Dibimbing oleh: ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Tutupan lahan pada kawasan berhutan berubah dengan cepat.Interaksi antara masyarakat dan lahan menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan sehingga menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap keberlangsungan sumberdaya hutan.Penggunaan lahan seiring pertambahan jumlah penduduk dan aktifitas pembangunan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas lingkungan perkotaan. Tujuan penelitian ini adalah memetakan tutupan lahan Kota Lubuk Pakam dan mengevaluasi luas tutupan lahan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 yang menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan applikasi

software Arcview GIS 3.3.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2012-2015 Kota Lubuk Pakam mengalami penurunan luas tutupan lahan berupa tumbuhan penghijau sebesar 6,67% dengan faktor utama aktifitas pembangunan terutama di Kelurahan Lubuk Pakam dan Tanjung Garbus, luas tutupan lahan berupa lahan penghijau Kota Lubuk Pakam saat ini sebesar 55,47%.

(4)

ii

ABSTRACT

SUGIATNO: Analysis of ChangesIn Land Cover Lubuk Pakam CityBetween 2012

to 2015 Supervised by:ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.

Land cover in forested area has changed rapidly. Interaction among society and land is factor which caused land cover changes. It causing negative impact to the forest resources. Sincepopulation growth and development activities affect the quality and quantity of Urban environment, it’s followedby the change of land cover and evaluate of land cover in Lubuk Pakam from 2012 to 2015 by using of Geographic Information Systems (GIS) with ArcViewGIS 3.3 software application.

The results showedthatduring the period 2012-2015 land cover of Lubuk Pakama reade creased by 6.67% following developmen tactivities. Especially in the Village Lubuk Pakam and Tanjung Garbus.Lubuk Pakam iscurrently cover at 55.47%.

(5)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lubuk Pakam (Sumatera Utara) pada tanggal 27

Desember 1993 dari ayahanda tercinta Sujono dan ibunda Supariyah, anak kedua

dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Madrasah Ibtidahiyah Greahan

pada tahun 1999-2005, kemudian dilanjutkan di Madrasah Tsanawiyah Bangun

Purbapada tahun 2005-2008, lalu dilanjutkan di SMU N-1 Bangun Purba pada

tahun 2008-2011. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Kehutanan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur undangan Panduan

Minat dan Prestasi (PMP).

Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH)

pada tahun 2013 di LokasiTaman Hutan Raya (TAHURA) Kabupaten Karo,

Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Praktik Kerja

Lapangan (PKL) di Perum Perhutani: Devisi Regional Jawa Barat & Banten, KPH

Ciamis. Selama satu bulan dimulai 29 Januari– 28 Februari 2015.Selama menjadi

mahasiswa di Universitas Sumatera Utara Penulis mengikuti organisasi HIMAS

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan limpahan berkat dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kota

Lubuk Pakam Guna Mendukung Upaya Perencanaan Wilayah Tata

Ruang”.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar

sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Kedua

orangtua Ayahanda Sujono dan Ibunda Supariyah atas do’a dan dukungannya

selama ini.Selanjutnya, kepada ketua pembimbing ibuDr. Anita Zaitunah S.Hut,

M.Sc. dan anggota bapak Dr. Samsuri S.Hut., M.Si. yang telah membimbing

penulisdalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Sumatera Utara, Dinas Tata

Ruang dan Permukiman (TARUKIM) Lubuk Pakam, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Lubuk Pakam seluruh staf pengajar dan pegawai di

Program Studi Kehutanan.

Kepada saudara-saudaraku, Sujiani, Aisyah Fadhila, Jordan Bramustika,

penulis ucapkan banyak terimakasih atas dukungan dan bimbingan serta motivasi

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada, kak Norra, Bg Hafidz, Kak

Nurul Puspita, Kak Sukma, Kak Ribka, Kak Sinta, kak Triarty, kak Mariah ulfa,

kak triskin, kak diyanti, kak gabrielaatas ilmu yang telah di berikan kepada kami

(7)

v

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan kehutanan,

Tia Novita, Angga-anggi, Andy Syaputra, Nidya Modjo, Adeputri Harahap,

Desrina dan rekan-rekan MNH, BDH dan THH2011. yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih juga buat sahabatkuDea

Pinem, Putri Andaria, Rizki Harahap, Riri Widariyanto, Anugrah Pustakawan,

Dermik Aet, Putri Petalia, Dikky setiawan, Bangun Siketang, Sahroni Lubis,

Rizki Munaza, Saiful Abdi, Muhar, Raja Indra, Atiqah Siregar, Yusuf, Rizky

Wiansyah, Kurnia Nst, Ifras. yang telah membantu dan memberikan motivasi

kepada penulis selama di lokasi penelitian.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,

khususnya bagi mahasiswa Kehutanan Universitas Sumatera Utara.Akhir kata

(8)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tata Ruang Kota ... 4

Tutupan Lahan ... 5

Penggunaan Lahan ... 6

Lahan ... 7

Sistem Satelit Landsat ... 8

Interpretasi Citra... 10

(9)

vii

Perencanaan Tata Ruang ... 17

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu penelitian ... 19

Alat Dan Bahan ... 21

Prosedur Penelitian... 21

Analisis Data ... 23

Training Area 1. Koreksi Citra ... 23

2. Komposit Citra ... 23

3. Clip Citra dengan Batas Kawasan ... 24

4. Training Area / Titik Sampel ... ………..24

5. Image Classification / Klasifikasi Citra ... 25

6. Ground Check / Pengecekan Lapangan ... 25

7. Analisis Akurasi ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam ... 28

Perubahan Tutupan Lahan... 34

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015 ... 34

Evaluasi Tutupan Lahan Hijau Pada Kelurahan ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA

(10)

viii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Saluran Citra Landsat TM ... 8

2. Jenis data, Bentuk data dan Sumbernya ... 21

3. Luas Dan Persentase Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam ... 29

4. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015 ... 37

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta lokasi penelitian... 20

2. Diagram Alir Pembuatan Peta Tutupan Lahan ... 22

3. Diagram Alir Analisis Perubahan Tutupan Lahan ... 22

4. Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Tahun 2012-2015 ... 30

5. Peta Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Tahun 2012 ... 32

6. Peta Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Tahun 2015 ... 33

7. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015 ... 34

8. Peta Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015 ... 38

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Perubahan Lahan Pada Kelurahan Bakaran Batu dan Pagar Jati ... 47

2. Perubahan Lahan Pada Kelurahan Tanjung Garbus dan Pagar Merbau ... 48

3. Perubahan Lahan Pada Kelurahan Lubuk Pakam dan Paluh Kemiri ... 49

4. Citra Landsat 8Path Row129/57 Kota Lubuk Pakam Tahun 2012 ... 50

5. Citra Landsat 8 Path Row 129/57 Kota Lubuk Pakam Tahun 2015 ... 51

6. Perubahan dan Persentase RTH pada tiap Kelurahan ... 52

7. Luas dan Persentase RTH Kecamatan Lubuk Pakam ... 53

(13)

i

ABSTRAK

SUGIATNO: Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara

Tahun 2012 Dengan 2015. Dibimbing oleh: ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Tutupan lahan pada kawasan berhutan berubah dengan cepat.Interaksi antara masyarakat dan lahan menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan sehingga menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap keberlangsungan sumberdaya hutan.Penggunaan lahan seiring pertambahan jumlah penduduk dan aktifitas pembangunan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas lingkungan perkotaan. Tujuan penelitian ini adalah memetakan tutupan lahan Kota Lubuk Pakam dan mengevaluasi luas tutupan lahan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 yang menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan applikasi

software Arcview GIS 3.3.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2012-2015 Kota Lubuk Pakam mengalami penurunan luas tutupan lahan berupa tumbuhan penghijau sebesar 6,67% dengan faktor utama aktifitas pembangunan terutama di Kelurahan Lubuk Pakam dan Tanjung Garbus, luas tutupan lahan berupa lahan penghijau Kota Lubuk Pakam saat ini sebesar 55,47%.

(14)

ii

ABSTRACT

SUGIATNO: Analysis of ChangesIn Land Cover Lubuk Pakam CityBetween 2012

to 2015 Supervised by:ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.

Land cover in forested area has changed rapidly. Interaction among society and land is factor which caused land cover changes. It causing negative impact to the forest resources. Sincepopulation growth and development activities affect the quality and quantity of Urban environment, it’s followedby the change of land cover and evaluate of land cover in Lubuk Pakam from 2012 to 2015 by using of Geographic Information Systems (GIS) with ArcViewGIS 3.3 software application.

The results showedthatduring the period 2012-2015 land cover of Lubuk Pakama reade creased by 6.67% following developmen tactivities. Especially in the Village Lubuk Pakam and Tanjung Garbus.Lubuk Pakam iscurrently cover at 55.47%.

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lubuk Pakam sebagai ibukota Kabupaten Deli Serdang sekaligus sebagai

bagian dari kawasan strategis nasional mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang

dan Karo), terus mengalami pertumbuhan pesat. Pertumbuhan Kota Lubuk Pakam

diperkirakan akan semakin cepat dengan semakin tumbuhnya Kota Metropolitan

Medan, berkembanganya jalan lintas sumatera (Jalinsum) dan dibukanya Bandara

Internasional Kualanamo (Bappeda Kabupaten Deli Serdang, 2010). Selain

dampak positif secara sosial ekonomi, pertumbuhan Kota Lubuk Pakam tentu saja

akan membawa konsekuensi permasalahan lingkungan perkotaan yang cukup

kompleks.

Munculnya permasalahan lingkungan perkotaan seperti banjir, polusi

udara, kebisingan dan lain-lain yang disebabkan oleh aktivitas manusia

mendorong beberapa elemen masyarakat untuk membangun ruang terebuka hijau.

Ruang terbuka hijau yang dimaksud juga telah dikembangkan di kawasan

perkantoran pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan sekitar Kawasan Stadion

Lubuk Pakam.Diharapakn dengan dibangunnya ruang terbuka hijau maka fungsi

hutan dapat berperan di daerah perkotaan.Ruang terbuka hijau memiliki manfaat

yang sangat besar terhadap lingkungan perkotaan, baik ekologi maupun

ekonomi.Hilangnya ekosistem atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah

ekonomi, karena hilangnya ekosistem berarti hilangnya kemampuan ekosistem

(16)

2

Kemajuan perekonomian dan peningkatan jumlah penduduk menjadi

permasalahan, khususnya dengan lahan terbuka hijau yang semakin berkurang

dikarenakan oleh proses pembangunan yang dilakukan tanpa memperhatikan

keadaan lingkungan sekitar. Dampak dari aktivitas pembangunan akan

mempengaruhi kualitas lingkungan, karena itu harus selalu diperhitungkan, baik

dampak positif maupun dampak negatif yang harus selalu dikendalikan. Isu yang

berkaitan dengan lingkungan antara lain, terkait dengan beberapa tantangan

karakteristik perkotaan yaitu menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan.

Oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat mengontrol berjalannya proses

pembangunan dan juga bekerjasama langsung dengan masyarakat sebagai pihak

yang terkait langsung dan menjadi sasaran atau objek dalam pembangunan agar

dapat menciptakan lingkungan yang baik dan berkesinambungan.

Areal lahan penghijauan di wilayah perkotaan merupakan bagian dari

penataan ruang kawasan perkotaan yang memiliki manfaat yang sangat tinggi,

tidak saja dapat menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan tapi juga dapat

menjadi nilai kebanggaan akan sebagai identitas kota. Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, menyatakan bahwa penataan

ruang perkotaan diselenggarakan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang

aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan dengan :

1. Terwujudnya Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan.

2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan

(17)

3. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif

terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang terbuka hijau.

Dengan penurunan luas lahan hijau, maka sudah seharusnya pemerintah

Kota Lubuk Pakam memperhatikan dan mengelola keberadaan lahan hijau agar

terwujud hubungan yang baik antara alam dan manusia dan meningkatkan

kembali kualitas lingkungan perkotaan. Undang-undang No. 26 Tahun 2007

menyebutkan bahwa luas ideal Ruang Terbuka Hijau kawasan perkotaan

(RTHKP) minimal 30 % dari luas kawasan kota. Evaluasi ini diharapkan

membantu pemerintah kota dalam pengembangan, pengelolaan serta pemanfaatan

lahan hijau agar kedepannya bertindak sesuai dengan peraturan dan ketentuan

yang berlaku.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui Perubahan Tutupan Lahan antar tahun 2012 dengan 2015.

2. Memetakan Lahan yang berpotensi sebagai Ruang Terbuka Hijau di Kota

Lubuk Pakam.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi keadaan Tutupan

Lahan dan perubahannya dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 dan juga

sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan tata ruang Kota Lubuk Pakam

(18)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tata Ruang Kota

Kota adalah sebagai suatu wadah yang mempunyai batasan administrasi

wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

sebagai suatu lingkungan dengan rangkaian ekosistem yang kompleks, yang

terdiri dari komponen-komponen fisik, biologis, sosial, budaya dan ekonomi

selalu mengalami perkembangan dan perubahan yang akan berpengaruh pada tata

kota (Nurisjah, 1997).

Tata ruang kota secara fisik dapat dipisahkan menjadi ruang terbangun dan

ruang terbuka. Berdasarkan Depdagri (1998), ruang terbuka adalah ruang-ruang

dalam kota atau wilayah lebih luas, baik dalam area memanjang/jalur yang dalam

penggunaannya bersifat terbuka atau dasarnya tanpa bangunan.

Tata ruang kota penting dalam efisiensi sumberdaya kota dan juga

efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya.

Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai

pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem

transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam

menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain

dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang akan di cari solusinya juga

di kaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk

(19)

Tutupan Lahan

Indonesia adalah salah satu negara mega biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan

Kalimantan) dan Benua Astrulia (Pulau Papua) serta sebaran wilayah peralihan

wallacea (Pulau Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara). Indonesia memiliki hutan

tropis ketiga terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire, Sehingga sangat penting

peranannya sebagai bagian dari paru-paru dunia serta penyeimbang iklim

global.Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari melalui optimalisasi manfaat

hutan, pemerintah telah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas

kawasan hutan secara proporsional dan penutupan hutan untuk setiap daerah

aliran sungai atau pulau, yaitu minimal 30% (tiga puluh persen), seperti

dituangkan pada pasal 18 UU No. 41 tahun 1999.Kawasan hutan dimaksud

kemudian dideliniasi sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai hutan konservasi,

lindung atau produksi (Departemen Kehutanan, 2008).

Kenampakan tutupan lahan berubah berdasarkan waktu, yakni keadaan

kenampakan tutupan lahan atau posisinya berubah pada kurun waktu

tertentu.Perubahan tutupan lahan dapat terjadi secara sistematik dan

non-sistematik. Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh fenomena yang

berulang, yakni tipe perubahan tutupan lahan pada kondisi yang sama.

Kecendrungan perubahan ini dapat ditunjukan dengan peta multi waktu.Fenomena

yang ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan tutupan

lahan dapat diketahui.Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan luasan

(20)

6

umumnya tidak linear karena kenampakanya berubah-ubah, baik penutupan lahan

maupun lokasinya (Murcharke, 1990).

Penutupan lahan pada kawasan hutan terutama yang terkait dengan tutupan

lahan berubah dengan cepat dan sangat dinamis. Kondisi hutan yang semakin

menurun dan berkurang luasnya telah menyebabkan laju pengurangan hutan pada

kawasan hutan mencapai angka kurang lebih 2,48 juta ha/tahun pada periode

1997-2000 atau kurang lebih 8,5 juta ha selama 3 tahun. Tingginya tekanan

terhadap keberadaan hutan telah mendorong dilakukannya monitoring sumber

daya hutan secara periodik dengan interval waktu 3 tahunan (Purnama, 2005).

Penggunaan Lahan

Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya

terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2003). Menurut Lillesand dan Kiefer (1987),

penggunaan lahan (land use) merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan dan terkait dengan kegiatan manusia pada sebidang

lahan.Pendapat Townshend dan Justice (1981 dalam Hartanto, 2006) mengenai

penutupan lahan, yaitu perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam,

dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan

kegiatan manusia terhadap obyek tersebut.

Menurut Arsyad (1989) penggunaan lahan diartikan sebagai bentuk

intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual.Penggunaan lahan dibagi

(21)

pertanian.Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam tegalan, sawah, kebun

karet, hutan produksi dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan

pertanian dapat dibedakan kedalam penggunaan kota atau desa (pemukiman),

industri, rekreasi dan sebagainya.

Karateristik lahan merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan

diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan tertentu,

misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan

sebagainya (FAO, 1976).

Lahan

Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi

penggunaannya, sedangkan tanah hanya merupakan satu aspek dari lahan. Konsep

lahan meliputi iklim, tanah, hidrologi, bentuk lahan, vegetasi dan fauna, termasuk

di dalamnya akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas manusia baik masa

lampau maupun masa sekarang (Dent dan Young, 1981).

Karateristik lahan merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan

diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan tertentu,

misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan

sebagainya (FAO, 1976). Keberhasilan penanaman banyak ditentukan oleh

kesesuaiann antara karateristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman

bersangkutan.

Karateristik lahan tidak dapat berperan secara sendiri-sendiri, akan tetapi

(22)

8

Kombinasi berbagai karateristik lahan menentukan atau mempengaruhi perilaku

lahan (kualitas lahan), yakni bagaimana ketersediaan air, perkembangan akar,

peredaran udara, kepekaan terhadap erosi, ketersediaan hara dan sebagainya

(Arsyad, 1989).

Kualitas lahan merupakan sifat-sifat yang kompleks dari suatu lahan.

Masin-masing kualitas lahan mempunyai keragaman tertentu yang berepengaruh

terhadap kesesuaiannya untuk suatu penggunaan tertentu. Setiap kualitas lahan

dapat terdiri dari satu atau lebih karateristik lahan (FAO, 1976).

Sistem Satelit Landsat

Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumberdaya bumi yang

dikembangkan NASA dan Departemen dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini

terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Generasi

pertama adalah satelit Landsat 1 sampai 3. Satelit generasi kedua adalah satelit

membawa dua jenis sensor yaitu sensor MMS dan sensor Thematic Mapper (TM). Kelebihan sensor TM adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran

terutama dititik beratkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi,

sedangkan Landsat TM mempunyai 7 band. Untuk lebih singkatnya dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Saluran Citra Landsat TM (Lillesand dan Kiefer, 1979).

Saluran Kisaran Gelombang

(μm)

Kegunaan Utama

1 0,45 – 0,52 Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan

vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan.

2 0,52 – 0,60 Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang

(23)

3 0,63 – 0,69 Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil

4 0,76 – 0,90 Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk

identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air.

5 1,55 – 1,75 Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan

air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah.

6 2,08 – 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan

hidrotermal.

7 10,40 – 12,50 Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan

kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.

8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang

Citra penginderaan jauh ini sangat bermanfaat untuk pemetaan tutupan

lahan karena selain mempermudah pengklasifikasian lahan juga mempermudah

dalam menganalisis tutupan suatu lahan atau areal tertentu.

Tepatnya tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit

Landsat Data continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open accesssejak tanggal 30 mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS tersebut. Satelit

ini kemudian lebih di kenal sebagai landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih

di tangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. Landsat 8 hanya memerlukan waktu 99 menit untuk mengorbit bumi dan

melakukan liputan pada area yang sama setiap 16 hari sekali. Resolusi temporal

ini tidak berbeda dengan landsat versi sebelumnya.

Sebenarnya landsat 8 lebih cocok sebagai satelit dengan misi melanjutkan

landsat 7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula.

Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik resolusinya

(spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun

(24)

10

menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum

gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit

(rentang nilai digital number) dari tiap piksel citra.

Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (Oli) dan Thermel Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada Oli dan 2 lainnya

(band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip

dengan landsat 7. Jenis kanal, panjang gelombang dan resolusi spasial setiap band

pada landsat 8 di bandingkan dengan landsat 7. Laju degradasi/deforestasi dapat

diketahui dengan membandingkan penutupan lahan hutan pada tahun tertentu

dengan tahun-tahun sebelumnya (mencakup pula karakteristik indeks vegetasinya)

untuk keperluan tersebut, citra landsat masih menjadi andalan bagi para analisis

bidang kehutanan (Campell, 2013).

Interpretasi Citra

Interpretasi citra adalah tindakan mengkaji foto atau citra dengan maksud

untuk mengenali objek dan gejala serta menilai arti pentingnya objek dan gejala

tersebut. Dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali

objek melalui tahapan kegiatan, yaitu:

1. Deteksi

2. Identifikasi

3. Analisis

Setelah melalui tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan digunakan

(25)

dan sebagainya. Pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari 2 proses,

yaitu:

A. Pengenalan objek melalui proses deteksi, yaitu pengamatan atas adanya

suatu objek. Berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau

upaya untuk mengetahui benda dan gejala di sekitar kita dengan

menggunakan alat pengindera (sensor). Untuk mendeteksi benda dan gejala

di sekitar kita, penginderaan tidak dilakukan secara langsung atas benda,

melainkan dengan mengkaji hasil reklamasi dari foto udara atau satelit.

Dalam identifikasi ada tiga ciri utama benda yang tergambar pada citra

berdasarkan cirri yang terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut:

1. Spektral, ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik

dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna.

2. Spatial, ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran,

bayangan, pola, tekstur, situs dan asosiasi.

3. Temporal, ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman.

B. Penilaian atas fungsi objek dan kaitanya antar objek dengan cara

menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi

yang menuju kearah terorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari

penilaian tersebut. Pada tahapan ini interpretasi dilakukan oleh seorang yang

sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada

kemampuan penafsir citra.

Citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai kepentingan

seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup, dan sebagainya.

(26)

12

oleh Sutanto; 1986 sebagai berikut ini:

a) Rona

Merupakan tingkat kehitaman atau tingkat kegelapan obyek pada citra/ foto,

rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya, dengan mata

biasa rona dapat dibedakan menjadi 5 tingkatan putih, kelabu-putih, kelabu,

kelabu hitam dan hitam.

b) Warna

Merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spectrum

sempit, lebih sempit dari spectrum tampak, contohnya warna atap pabrik adalah putih dan warna taman adalah hijau.

c) Bentuk

Merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali

berdasarkan bentuknya saja, contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk;

Bangunan Gedung: berbentuk I, L, U, tajuk pohon palma : berbentuk

bintang dan Gunung berapi : berbentuk kerucut.

d) Ukuran

Atribut obyek yang berupa panjang (sungai,jalan), luas (lahan), volume,

ukuran ini merupakan fungsi skala. Misalnya ukuran rumah berbeda

dengan ukuran perkantoran, biasanya rumah berukuran lebih kecil

dibandingkan dengan bangunan perkantoran.

e) Tekstur

Frekuensi perubahan rona pada citra / foto atau pengulangan rona pada

kelompok objek (permukiman) tekstur dinyatakan dengan kasar (hutan)

(27)

f) Pola

Merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan

bagi beberapa objek bentukan alamiah, contoh : pola teratur (tanaman

perkebunan. Permukiman transmigrasi), pola tidak teratur : tanaman di

hutan, jalan berpola teratur dan lurus berbeda dengan sungai yang

berpola tidak teratur atau perumahan (dibangun oleh pengembang)

berpola lebih teratur jika dibandingkan dengan perumahan

diperkampungan.

g) Bayangan

Merupakan kunci pengenalan objek yang penting untuk beberapa jenis

objek, misalnya, untuk membedakan antara pabrik dan pergudangan,

dimana pabrik akan terlihat adanya bayangan cerobong asap sedangkan

gudang tidak ada.

h) Situs

Menjelaskan letak objek terhadap objek lain disekitarnya, contoh pohon

kopi di tanah miring, pohon nipah di daerah payau, sekolah dekat

lapangan olahraga, pemukiman akan memanjang di sekitar jalan utama.

i) Assosiasi

Diartikan sebagai keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang

lain. Sehingga asosiasi ini dapat dikenali 2 objek atau lebih secara

(28)

14

j) Konvergensi Bukti

Penggunaan beberapa unsur interpretasi citra sehingga lingkupnya

menjadi semakin menyempit kearah satu kesimpulan tertentu . Contoh :

Tumbuhan dengan tajuk seperti bintang pada citra, menunjukkan pohon

palem. Bila ditambah unsur interpretasi lain, seperti situsnya di tanah

becek dan berair payau, maka tumbuhan palma tersebut adalah sagu

(Andimanwno, 2013).

Bentang alam dan bentang budaya merupakan objek dari penginderaan

jauh. Contoh pengenalan unsur bentang alam dan bentang budaya dari citra

penginderaan jauh yaitu :

1. Unsur Bentang Alam

a. Sungai, memiliki tekstur permukaan air yang seragam dengan rona yang

gelap jika airnya jernih atau cerah jika keruh. Arah aliran sungai ditandai oleh

bentuk sungai yang lebar pada bagian muara, pertemuan sungai memiliki sudut

lancip sesuai dengan arah aliran, perpindahan meander ke arah samping dan ke

arah bawah (muara).

b. Dataran banjir, memiliki permukaan yang rata dengan posisi lebih rendah dari

daerah sekitar. Dataran banjir memiliki rona yang seragam atau kadang-kadang

tidak seragam, dan terdapat sungai yang posisinya kadang-kadang agak jauh.

c. Guguk pasir, berbentuk sempit dan memanjang, lurus atau melengkung,

irigasi rendah dengan permukaan air yang datar, sejajar sama lain dan sejajar

pantai. Tak terdapat aliran permukaan dan erosi. Pada kawasan terbukti

(29)

d. Hutan bakau, memiliki rona sangat hitam karena daya pantul terhadap cahaya

rendah, ketinggian pohon seragam dan tumbuh pada pantai yang becek, tepi

sungai atau peralihan air payau.

e. Hutan rawa, memiliki rona dan tekstur tidak seragam. Hal ini disebabkan

karena ketinggian pohonnya berbeda. Terletak antara hutan bakau dengan

hutan rimba di kawasan pedalaman.

2. Unsur bentang budaya

a. Jalan raya dan jalan kereta api

Jalan raya dan jalan kereta api memiliki bentuk memanjang, lebarnya

seragam dan relative lurus. Tekstur halus serta rona yang kontras dengan

daerah sekitar dan pada umumnya cerah.

b. Terowongan dan jembatan

1. Pada terowongan Nampak seperti jalan atau jalan kereta api yang tiba-tiba

hilang pada satu titik dan timbul lagi pada titik lain.

2. Pada jembatan Nampak adanya sungai atau saluran irigasi yang menyilang

jalan, terdapat bayangan karena perbedaan tinggi antara jembatan dengan

sungai (Sutanto, 1986).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang

berorientasi operasi berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan

manipulasi data yang bereferensi geografis secara konvensional. Operasi ini

melibatkan (a) perangkat komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang

(30)

16

(penyimpanan dan pemanggilan data) (c) manipulasi dan analisis,

(d) pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989).

Salah satu prosedur kerja yang umum dilakukan dalam SIG adalah

penumpang tindihan beberapa peta untuk mencari suatu wilayah tertentu. Dalam

pekerjaan perencanaan keruangan dimana data-data disajikan dalam bentuk peta,

pendekatan ini sangat biasa dilakukan. Tumpang tindih bukan hanya

menggabungkan garis yang terdapat pada dua atau tiga peta tersebut menjadi

gabungan, karena hal ini hanya bagian kegiatan fisiknya, akan tetapi yang lebih

penting menggali makna yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut

(Barus dan Wiradisastra, 2000).

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjanjikan pengelolaan

sumber daya dan pembuatan model terutama model kuantitatif menjadi lebih

mudah dan sederhana. SIG merupakan suatu cara yang efesien dan efektif untuk

mengetahui karateristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya.

Sistem Informasi Geografis dapat dibagi menjadi empat komponen, yaitu :

1. Sistem Komputer

Sistem komputer berupa komputer dan sistem operasi yang digunakan untuk

mengoperasikan SIG.

2. Perangkat Lunak

Perangkat Lunak SIG berupa program dan antarmuka pengguna untuk

menjalankan perangkat keras

3. Perangkat Pikir

(31)

4. Infrastruktur

Infrastruktur menunjuk pada kebutuhan fisik yang berhubungan dengan

ketatausahaan organisasi, dan lingkungan penggunaan SIG.

Perencanaan Tata Ruang Kota

Kota adalah sebagai suatu wadah yang mempunyai batasan administrasi

wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

sebagai suatu lingkungan dengan rangkaian ekosistem yang kompleks, yang

terdiri dari komponen-komponen fisik, biologis, sosial, budaya dan ekonomi

selalu mengalami perkembangan dan perubahan yang akan berpengaruh pada tata

kota (Nurisjah, 1997).

Tata ruang kota secara fisik dapat dipisahkan menjadi ruang terbangun dan

ruang terbuka. Berdasarkan Depdagri (1998), ruang terbuka adalah ruang-ruang

dalam kota atau wilayah lebih luas, baik dalam area memanjang/jalur yang dalam

penggunaannya bersifat terbuka atau dasarnya tanpa bangunan.

Perencanaan tata kota (Urban Design) bertujuan untuk mewujudkan proses

ruang kota yang berkualitas tinggi dilihat dari kemampuan tata ruang tersebut, di

dalam membentuk pola hidup masyarakat urban yang sehat. Untuk itu maka

elemen tata ruang kota yang berpengaruh terhadap proses pembentukan ruang

yang dimaksud harus diarahkan serta di kendalikan perancanganya sesuai dengan

skenario pembangunan yang telah digariskan. Menurut Shurvani (1985),

mengklasifikasikan 8 elemen urban design, sebagai berikut : Tata guna lahan,

bentuk dan masa bangunan, sirkulasi parkir, ruang terbuka, area peindustrian,

(32)

18

ruang terbuka di perkotaan, terbagi menjadi ruang terbuka hijau dan ruang terbuka

non hijau.Ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang

terbuka suatu wilayah perkotaan yang di isi tanaman guna mendukung manfaat

ekologis, sosial budaya, dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi

bagi masyarakatnya. Ruang terbuka non hijau dapat berupa ruang yang diperkeras

(paved) maupun ruang terbuka biru yang berupa permukaan sungai, danau

maupun areal-areal yang di peruntuhkan sebagai genangan retensi.

Tata ruang kota penting dalam efisiensi sumberdaya kota dan juga

efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya.

Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai

pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem

tranportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utamadalam menata

ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruangkota selain dikaitkan

dengan permasalahan utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan

dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk

(33)

19

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitianini dilaksanakan di Kota Lubuk Pakam, Kabupaten Deli

Serdang Propinsi Sumatera Utara. Pada bulan Maret 2015 sampai dengan Mei

2015. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu,

Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Lubuk Pakam, Propinsi Sumatera Utara,

yang secara geografis kota Lubuk Pakam berada diposisi 02"57' - 03"16' Lintang

Utara dan 98"33' - 99"27' Bujur Timur, berada di wilayah Kabupaten Deli

Serdang. Luas kota Lubuk Pakam adalah 7.655,35 Ha dengan batas wilayah

sebagai berikut, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Beringin, sebelah

selatan berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau, sebelah timur Berbatasan

dengan Pagar Merbau dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung

Morawa.Kota Lubuk Pakam terdiri atas 7 kelurahan dan 6 desa serta 105 dusun

dengan ibukota Kecamatan terletak di jalan Tengku Raja Muda Lubuk Pakam.

Topografi Kecamatan Lubuk Pakam merupakan dataran dengan ketinggian 0 s/d 8

meter dari Permukaan laut.

Kota Lubuk Pakam terletak pada ketinggian 400 m dari permukaan laut,

beriklim sedang dengan suhu maksimum rata rata 300C dan suhu minimum 210C,

curah hujan rata-rata 257 mm, dan kelembaban udara rata-rata 84%, dengan

(34)

20

(35)

25

Alat dan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. GPS (Global Positioning System)

2. Perangkat keras (personal computer / netbook)

3. Perangkat lunak Arcgis(ArcMap) 10.0dan Erdas Imagine 8,5 4. Kamera digital

5. Perangkat lunak Microsoft Excel dan Microsoft Word

6. Manual Monogram Sumatera Utara.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian inidapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis Data Primer dan Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian

No Nama Data Jenis

Data

Sumber Tahun

1. Data Lapangan (ground check) Primer GPS dan Kamera digital 2015 2. Citra Landsat 8 OLI path/row

129/57

Sekunder www.glovis.usgs.gov 2012

3. Citra Landsat 8 OLI path/row 129/57

Sekunder

2015

4. Peta Administrasi Kecamatan Lubuk Pakam

Sekunder Balai Pemantapan Kawasan Hutan

2014

5. Peta Administrasi Sumatera Utara

Sekunder Balai Pemantapan Kawasan Hutan

2014

Prosedur Penelitian

Prosedur kerja untuk klasifikasi citra dengan metode klasifikasi terbimbing

(36)

26

Menurut Sukojo dan Susilowati (2003) pengelolaan citra Landsat

bertujuan untuk mengekstrak informasi-informasi yang terdapat pada citra baik

yang bersifat informasi spasial maupun informasi deskriptik, dimana semua

proses pengelolaan dilakukan secara digital dengan bantuan komputer. Kegiatan

dalam menganalisis penutupan lahan masing-masing citra (2012 dan 2015) dapat

dilakukan dalam enam tahap yang digambarkan dalam diagram alir seperti

Gambar 3.

Peta Penutupan LahanTahun 2012

Gambar 3.Skema Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Citra Terkoreksi Tahun 2012

Image Classification (Klasifikasi Terbimbing)

Citra

Peta Perubahan Lahanantara tahun 2012 dengan 2015

(37)

Analisis data

1. Koreksi citra

Citra Landsat yang diperlukan diperoleh dari situs resmi landsat melalui

http://usgs.glovis.gov. Sebelum diolah lebih lanjut citra landsat yang diperoleh pada tahun rekaman 2012 dan 2015 terlebih dahulu diperbaiki karena citra landsat

pada tahun 2003 hingga sekarang mengalami gangguan akibat rusaknya Scan Line Corrector (SLC-OFF) yang mengakibatkan adanya garis-garis/stripping.

Perbaikan citra dilakukan dengan memanfaatkan softwareFrame and Fill Win 32. Software ini akan membantu memulihkan citra landsat yang memiliki garis-garis/stripping agar memiliki tampilan serupa dengan citra tanpa garis-garis/istripping. Secara sederhana citra diperbaiki dengan cara mengisi citra yang dijadikan master dengan citra pengisi yang bisa saja keduanya memiliki garis-garis/stripping namun pada lokasi yang berbeda, sehingga dapat saling mengisi. Citra pengisi merupakan citra pada tahun yang sama namun berbeda bulan.

Sedangkan citra master memiliki persentase awan paling rendah. 2. Komposit Citra

Untuk keperluan analisis dipilih 3 buah band/kanal dikombinasikan sesuai dengan karakteristik spektral masing-masing kanal/band dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Penelitian mengenai pemantauan kondisi perubahan tutupan

lahan dipilih band/kanal6, 5 dan 4 pada landsat8 dan band 6, 5 dan 4 pada landsat

(38)

28

3. Clip Citra dengan Batas Kawasan

Proses ini melakukan clip/pemotongan pada citra yang telah dikompositkan dengan peta batas kawasan tutupan lahan Kec. Lubuk Pakam yang

diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan, Medan. Dalam program

ArcGis10.0 dapat dilakukan dengan menggunakan perintah pengaturan data atau

tools Data management.

4. Training Area (Titik Sampel)

Citra tahun rekaman 2012 dan 2015 diolah secara digital dengan

menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode peluang maksimum

(Maximum likelihood classifier). Pada metode ini terdapat pertimbangan berbagai faktor, diantaranya adalah peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan kedalam

kelas atau kategori tertentu.Dalam klasifikasi diperlukan suatu penciri kelas.

Penciri kelas ini adalah satu data yang diperoleh dari suatu training area(titik sampel). Jumlah piksel yang harus diambil untuk titik sampel pada

masing-masing kelas adalah sebanyak jumlah bandyang digunakan plus satu (N+1) (Jaya 2010).

Sebelum dilakukan proses klasifikasi, terlebih dahulu titik sampelyang

sudah dibuat diuji. Evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan nilai separabilitas atau

Matrik kontingensi (akurat)nya. Hasil analisis separabilitas diukur berdasarkan

beberapa kriteria yang dikelompokan ke dalam lima kelas, setiap kelasnya

mendeskripsikan kuantitas keterpisahan tiap tutupan lahan. Kelima kelas yang

diklasifikasikan menurut Kobayasi (1995) and Jensen (1986) dalam Jaya (2010)

(39)

1. Tidak terpisah : < 1600

2. Kurang terpisah : 1600-<1800

3. Cukup keterpisahannya : 1800-<1900

4. Baik keterpisahannya : 1900-<2000

5. Sangat baik keterpisahannya : 2000

5. Image Clasification(Klasifikasi Citra)

a. Penggabungan Kelas / Merging / Grouping

Merging adalah proses penggabungan kelas-kelas yang memiliki jarak yang dekat dengan mempertimbangkan jumlah piksel pada setiap kelas, kemiripan

(similarity), serta nilai keterpisahaan antar kelas (Jaya, 2006). Pada program ArcGis 10.0 dapat menggunakan tools image classification pada kotak dialog

training sample area.

b. Labelling (Pemberian Nama Lahan)

Labeling merupakan proses pemberian identitas label pada setiap kelas yang telah dihasilkan. Daerah sampel yang telah dikelaskan pada kelas yang sama

kemudian diberi kelas nama/label. Pemberiaan label sebaiknya teliti serta

dilakukan ketika kita telah mengetahui ciri-ciri dari obyek yang akan diberi label

setelah melakukan interpretasi visual (Jaya, 2006).

6. Ground Check/Pengecekan lapangan

Kegiatan survei lapangan bertujuan untuk pengecekan kebenaran

klasifikasi penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi

(40)

30

titik observasi. Setiap titik didatangi kemudian dilakukan pendataan, pengamatan

serta pencatatan informasi penting. Data yang diambil adalah data rekam

koordinat titik pengamatan lapangan dari GPS, kondisi tutupan lahan sekitar titik

lapangan yang dilengkapi gambar.

7. Analisis Akurasi

Uji ketelitian dimaksudkan untuk mempengaruhi besarnya kepercayaan

pengguna terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya (Purwadhi 2006).

Akurasi sering dianalisi menggunakan matrik kontingensi, yaitu suatu matrik

bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi. Matrik ini sering

juga disebut dengan “error matrix” atau “confusion matrix”. Matrik kesalahan membandingkan informasi dari area referensi denganinformasi dari citra hasil

klasifikasi pada sejumlah area yang terpilih. Matrik kesalahan berbentuk bujur

sangkar dengan elemen pada baris matrik mewakili area pada citra hasil

klasifikasi, sedangkan elemen pada kolom matrik mewakili area pada data yang

dijadikan referensi (Congalton & Green, 1999 dalamHendrawan, 2003).

Dijelaskan juga bahwa yang dimaksud dengan data referensi adalah sejumlah

piksel pada citra yang telah diidentifikasi sebelumnya melaluikegiatan

pengecekan lapangan atau interpretasi foto dan diasumsikan benar. Matrik

kesalahan sangat efektif untuk mengetahui tingkat akurasi citra hasilklasifikasi

beserta kesalahan yang terjadi dalam tahapan klasifikasi.

Akurasi ini biasanya diukur berdasarkan pembagian piksel yang

dikelaskan secara benar dengan total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang

terdapat di dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan).

(41)

100%

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i

N = banyaknya piksel

Perhitungan akurasi dengan menggunakan matrik kontingensi ini juga

dapat menghitung besarnya akurasi pembuat (producer’s accuracy) dan akurasi pengguna (user’s accuracy). Secara sistematis skema perhitungan akurasi (pengguna, pembuat dan umum) adalah sajikan pada Tabel 9.

Tabel 4. Matrik kesalahan (matrik konfusi/error matrix)

Kelas referensi Dikelaskan ke kelas Jumlah piksel Akurasi pembuat

A B C Total piksel

Akurasi pengguna X11/X+1 X22/X+2 X33/X+3

Sumber : Jaya (2010)

(42)

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam

Berdasarkan data yang didapat dari hasil klasifikasi dan interpretasi pada

citra landsat yang telah di subset menjadi lokasi penelitian, tutupan lahan Kota Lubuk Pakam memiliki 6 kelas tutupan lahan yaitu Perkebunan, Pemukiman,

Pertanian Lahan Kering, Persawahan, Tubuh air dan Semak Belukar. Klasifikasi

tersebut dilakukan dengan metode digitasi onscreen pada Citra Landsat tahun 2012 dan 2015.Metode menggunakan indra visual dalam menganalisa

kenampakan rona, warna, ukuran, tekstur, pola dan resolusi pada citra sehingga

dapat diberikan atribut pada tiap polygon hasil klasifikasi.

Dari hasil pengukuran secara digital dengan menggunakan software

ArcView 3.3, Kota Lubuk Pakam memiliki luasan 7.655,35 Ha. Dimana pada

tahun 2012 dan 2015 memiliki perubahan-perubahan yang berbeda-beda, pada

tahun 2012 tutupan lahan yang paling luas ada pada tutupan lahan pemukiman

yaitu sebesar 2832,21 Ha atau sekitar 37,00 % dari luas wilayah kota dan yang

paling sedikit luasnya yaitu pada tutupan lahan tubuh air yaitu 65,35 Ha atau

sekitar 0,85 %. Pada tahun 2015 yang mendominasi tutupan lahan juga pada

tutupan lahan pemukiman dimana pada rentang waku tahun 2012 dan 2015 terus

mengalami peningkatan luasan dan yang paling sedikit juga tutupan lahan tubuh

air dimana luasannya tetap pada tiap tahun atau tidak mengalami perubahan sama

sekali. Untuk lebih jelasnya besarnya luas dan persentase tutupan lahan pada

(43)

Tabel 3. Luas dan persentase tutupan lahan Kota Lubuk Pakam

Jenis Tutupan Lahan Luas Tahun 2012 Luas Tahun 2015 Perubahan 2012-2015

Ha % Ha % Ha %

Perkebunan 1452,65 18,98 1453,19 18,98 0,54 0,01

Pemukiman 2832,21 37,00 2878,49 37,60 46,28 0,60

Tubuh Air 65,35 0,85 65,35 0,85 0,00 0,00

Pertanian Lahan Kering 1748,04 22,83 1724,15 22,52 -23,89 -0,31

Semak Belukar 100,30 1,31 99,44 1,30 -0,86 -0,01

Persawahan 1456,80 19,03 1434,73 18,74 -22,07 -0,29

(44)

34

Lalu untuk setiap jenis tutupan lahan tahun 2012 dan 2015 dapat dilihat

pada Gambar 4.

Gambar 4. Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Tahun 2012 dan 2015

Berdasarkan Tabel 4 di atas, Kota Lubuk Pakam memiliki 6 tipe tutupan

lahan dengan proporsi luas yang berbeda-beda pada setiap tahunnya. Pada tutupan

lahan perkebunan tahun 2012 memiliki luas 1.452,65Ha atau sekitar 18,97 % dari

luas total area kota dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 18,98%

atau 1.453,19Ha dan pada tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 1.339,71Ha.

Tahun 2015 luas tutupan lahan didominasi oleh pemukiman yaitu sebesar

2.832,21Ha (37,00%) dan kemudian diikuti berturut-turut tutupan lahan Pertanian

Lahan Kering sebesar 1.784,04Ha (23,83%), Persawahan 1.452,65Ha (18,97%),

Perkebunan 1.456,80Ha (19,03%), semak Belukar 100,30Ha (1,31%) dan Tubuh

Air sebesar 65,35Ha atau 0,85% dari total luas wilayah Kota Lubuk Pakam.

Luas tutupan lahan pada tahun 2012 dan 2015 (tiga periode pengamatan)

selalu berubah, ada yang menunjukkan peningkatan luas dan penurunan luas

(45)

signifikan, pada tahun 2012 pemukiman seluas 2.832,21Ha dan pada tahun 2015

mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu menjadi 3.343,71Ha, perubahan

seperti ini kerap terjadi seiring penurunan luas tutupan lahan yang lain seperti

pertanian lahan kering dan perkebunan serta persawahan. Jika dilihat pada Tabel

3, dari tahun 2012 dan 2015 pemukiman yang mendominasi tutupan lahan.

Hal ini terjadi karena faktor sosial dan fisik masyarakat perkotaan seiring

dengan peningkatan kebutuhan ekonomi, hal ini juga sesuai dengan pernyataan

Sandy (1982), bahwa manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan

akan menentukan pola dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah. Demikian

pula pertambahan penduduk identik dengan peningkatan kebutuhan. Hal ini

terkait dengan pernyataan Komarsa(2001), yang menyatakan bahwa Faktor

sosial-budaya masyarakat merupakan salah satu faktor penting yang ikut

memberikan kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada umumnya

pola-pola pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak bertentangan dengan

(46)

36

(47)
(48)

38

Perubahan Tutupan Lahan

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015

Berdasarkan data perubahan tutupan lahan kota Medan pada tahun 2012

dan tahun 2015 menunjukkan adanya terdapat perubahan tutupan lahan di Kota

Lubuk Pakam baik dari bentuk maupun luasannya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar7. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015

Perubahan tutupan lahan yang terjadi selama selang waktu 3 (tiga) tahun

mulai dari tahun 2012 sampai 2015 (Gambar 7 ) yaitu adanya perubahan dari jenis

tutupan lahan pertanian lahan kering berubah menjadi pemukiman, semak belukar

berubah menjadi pertanian lahan kering dan persawahan juga berubah menjadi

pemukiman dan perkebunan. Pada Gambar 7 diketahui bahwa perubahan tutupan

lahan yang terbesar terjadi pada jenis tutupan lahan pemukimanbertambah

menjadi 46,28Ha, kemudian diikuti perubahan persawahan yang berkurang

sebesar 22,07Ha, Pertanian lahan kering juga berkurang sebesar 23,89 Ha, dan

semak belukar juga berkurang sebesar 0,54 Ha.

(49)

Perubahan kerap terjadi pada setiap tipe penutupan lahan pada tahun 2012

sampai tahun 2015yaitu pada tutupan lahan pertanian lahan kering yaitu sebesar

23,89 Ha, alih fungsi lahan ini berubah pada persawahan, pemukiman dan semak

belukar. Dan tutupan lahan yang sedikit mengalami perubahan yaitu pada tutupan

lahan perkebunan hanya sebesar 0,54 %. Dari Tabel 3jumlah komponen pengisi

Lahan Hijau pada tahun 2012 yaitu sebesar 4.757,79Ha atau 62,14% dari total

luas wilayah kota ini menunjukkan bahwa pada tahun 2015Lahan Hijau yang

mendominasi Kota Lubuk Pakam. Hal ini menunjukkan adanya penurunan luas

Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam. Kebutuhan manusia akan tempat tinggal

menjadi salah satu faktor berkurangnya Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam

sehingga memicu kepada penurunan luas Lahan Hijau. Berbagai faktor banyak

terjadi pada penurunan kawasan Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam, diantaranya

semakin meningkatnya jumlah penduduk yang menyebabkan semakin butuhnya

tempat tinggal, dan selang tahun 2012 sampai tahun 2015 hampir di setiap

wilayah perkotaan banyak pembangunan, baik itu perumahan, ruko, dan kawasan

perindustrian baik kecil menengah maupun besar.

Berdasarkan pegalaman peneliti yang juga ditinggal di Kota Lubuk Pakam

sejak tahun 2012 sudah banyak pembangunan perumahan, yang dulunya kawasan

dari Lahan Hijau kini berangsur-angsur hilang dikonversi menjadi perumahan dan

perkantoran. Hal ini juga ditegaskan oleh penelitian Siahaan (2010), bahwa

pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan terjadinya densifikasi penduduk

dan pemukiman yang cepat dan tidak terkendali di bagian kota yang

menyebabkan kebutuhan ruang meningkat untuk mengakomodasi

(50)

40

maupun kuantitas. Perubahan ini juga didukung oleh hasil penelitian dari Mulyani

(2010) mengenai konversi lahan pertaniandan faktor-faktor yang

mempengaruhinya di Kabupaten Bandung Utara, menunjukkan bahwaperubahan

penggunaan lahan didominasi oleh konversi lahan pertanian menjadi lahan

terbangun.

Dari hasil analisa data yang didapat sudah seharusnya pemerintah kota

khususnya yang berwenang dalam hal tata guna lahan agar memperhatikan dan

memantau penggunaan lahan. Karena semakin tahun kebutuhan aktivitas

masyarakat perkotaan semakin meningkat, ini menandakan bahwa semakin

terancamnya juga keberadaan Lahan Hijau perkotaan.

Dalam hal ini pemerintah kota harusnya membuat kebijakan-kebijakan

yang mengarah kepada penggunaan lahan yang tepat dan baik yang mendukung

keberadaan Lahan Hijau tetap terjaga, merencanakan dan menduga akan

keberadaan Lahan Hijau ke tahun-tahun yang akan datang dan bagaimana

mempertahankannya dan menjaganya agar lestari, juga aktif dalam sosialisasi

kepada masyarakat kota serta mengajak masyarakat ikut andil dalam

pengelolaannya. Karena kalau tidak ada pergerakan yang aktif dalam

mempertahankan Lahan Hijau maka keberadaan Lahan Hijau di Kota Lubuk

Pakam semakin terancam. Pemerintah kota harus segera cepat dalam memberikan

kebijkan-kebijakan penggunaan lahan agar keberadaan Lahan Hijau dapat

(51)

Tabel 4. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2012-2015

Tutupan Lahan tahun 2012

Tutupan Lahan Tahun 2015 Perkebunan Pemukiman

Tubuh Air

Pertanian Lahan Kering

Semak

Belukar Persawahan

Total Area

Tahun 2012 Proporsi %)

Perkebunan 1.417,15 16,53 18,97 1.452,65 18,98

Pemukiman 2.806,62 3,31 14,75 2.832,21 37,00

Tubuh Air 65.35 65,35 0,85

Pertanian Lahan Kering 0,13 71,87 1.649,47 23,79 1.748,04 22,83

Semak Belukar 0.33 22,80 77,17 100,30 1,31

Persawahan 23.49 4,51 1415.15 1.456,80

Total Area Tahun 2015 1.453,19 2.878,49 65,35 1.724,15 99,44 1.434,73 7.655,35 100,00

Proporsi 18,98 37,60 0,85 22,52 1,30 18,74

Perubahan dari 2012-2015(ha) +0,54 +46,28 0,00 -23,89 -0,86 -22,07

Perubahan dari 2012-2015 (%) +0,04 +1,63 0,00 -1,37 -0,86 -1,51

(52)

42

(53)

Evaluasi Tutupan Lahan Hijau Pada Kecamatan

Kota Lubuk Pakam secara geografi diapit oleh kabupaten simalungun

yang memiliki kekayaan perkebunan karet, sawit, dan pertanian. Kota Lubuk

Pakam terdiri dari 7 kelurahan dan 6 desa serta 105 dusun dengan ibukota

kecamatan terletak di jalan Tengku Raja Muda Lubuk Pakam. Keberadaan Lahan

Hijau di Kota Lubuk Pakam dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 semakin

berkurang pata tiap tahunnya. Berikut gambar luas Lahan Hijau perkecamatan

tahun 2012 dan 2015.

Gambar 9. Luas Lahan Hijau Pada Tiap Kecamatan Tahun 2012-2015

(54)

44

Pada Gambar 9 diatas bisa dilihat bahwa perubahan Lahan Hijau kerap

terjadi pada setiap kecamatan pada tiap tahun kedepannya. Pada tahun 2012,

Kelurahan yang paling banyak memiliki Luas Lahan HijauPaluh Kemiri sebesar

1.742,05 Ha dan didominasi oleh komponen Lahan Hijau Pertanian lahan kering,

diikuti berurut oleh Kelurahan Pagar Merbau dengan luas Lahan Hijau 969,23

Ha, Kelurahan Bakaran Batu 260,81 Ha, Kelurahan Pagar Jati 256,85 Ha,

Kelurahan Lubuk Pakam 90,82 Ha, dan Kelurahan Tanjung Garbus hanya

memiliki luas Lahan Hijau 40,96 Ha. Kelurahan Pagar Merbau merupakan

kelurahan yang memiliki semua komponen Lahan Hijau yaitu, perkebunan,

persawahan, pertanian lahan kering dan semak belukar. Pada Kelurahan pagar Jati

komponen Lahan Hijau yang tidak ada yaitu Semak Belukar, dan pada Kelurahan

Lubuk Pakam juga tidak ditemukan Perkebunan dan Semak Belukar, Pada

Kelurahan Bakaran Batu juga tidak ditemukan Perkebunan.

Pada Tahun 2015, distribusi luas Lahan Hijau perkelurahan didominasi

oleh Kelurahan Pagar Merbau yaitu sebesar 2.340,03 Ha, kemudian diikuti oleh

Kelurahan Paluh Kemiri 1.687,22 Ha, Kelurahan Bakaran Batu 264,88 Ha,

Kelurahan Pagar Jati 251,89 Ha, Kelurahan Lubuk Pakam 127,63 Ha, dan terakhir

yang paling sedikit luasnya yaitu Kelurahan Tanjung Garbus seluas 39,86 Ha.

Dari total luas Lahan Hijau pada tahun 2012 dan tahun 2015, Lahan Hijau di Kota

Lubuk Pakam terjadi penurunan sebesar 46,28 Ha. Dari hasil analisa Citra

Landsat dan Observasi di lapangan penurunan Lahan Hijau karena meningkatnya

aktifitas pembangunan perumahan dan pemukiman.

Pada Gambar 9, yaitu dimana kondisi Lahan Hijau pada tahun 2012

mengalami banyak pengurangan luas dari tahun 2012 dan 2015, Kelurahan Pagar

(55)

dengan luas 2.257,94 Ha, Kelurahan Paluh Kemiri 1.635,21 Ha, Pagar Jati 139,23

Ha, Bakaran Batu 109,59 Ha, Kelurahan Lubuk Pakam 94,82 Ha dan Kelurahan

Tanjung Garbus masih tetap menjadi kelurahan yang paling sedikit memiliki

Lahan Hijau yaitu hanya seluas 9,47 Ha.

Dari Gambar 9 di atas terlihat jelas bahwa dari tahun 2012 sampai dengan

2015 keberadaan luas Lahan Hijau di Kota Lubuk Pakam semakin berkurang.

Setiap tahunnya keberadaan Lahan Hijau semakin berkurang karena aktivitas

ekonomi, tingkat laju penduduk dan tingkat urbanisasi, hal ini juga di jelaskan

oleh pihak yang berwenang dalam wawancara yaitu Dinas TARUKIM (Tata

Ruang, Perumahan dan Pemukiman) dan Penjelasan dari BLH ( Badan

Lingkungan Hidup) Kota Lubuk Pakam, dimana dari hasil wawancara disebutkan

bahwa faktor utama berkurangnya keberadaan Lahan Hijau yaitu urbanisasi dan

pertambahan jumlah penduduk yang mendesak pembangunan pemukiman

semakin meningkat sehingga memicu pada pengurangan luas Lahan Hijau dimana

yang dulunya bagian dari Lahan Hijau kini beralih fungsi menjadi pemukiman,

dan dalam tugasnya sebagai pihak yang berwenang solusi untuk mencegah

pengurangan yaitu meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi tentang pentingnya

Lahan Hijau, menempatkan masyarakat sebagai pelaku dalam rencana tata ruang

dimana pemerintah dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dan menegakkan serta

mempertegas aturan-aturan yang sudah ada. BLH juga menjelaskan bahwa

kualitas lingkungan Kota Lubuk Pakam dari tahun 2012 sampai tahun 2015

semakin berkurang akibat dari pengurangan Lahan Hijau tersebut.

Kalau dilihat dari perubahan luas Lahan Hijau dari tahun 2012 sampai

dengan tahun 2015, dimana selalu terjadi pengurangan luas Lahan Hijau sebesar

(56)

46

batas minimum yaitu 30%, kalau hal ini terus berlanjut maka bukan tidak

mungkin Kota Lubuk Pakam akan hilang identitasnya sebagai kota sejuk, karena

keberadaan Lahan Hijau terus berkurang.

Pada Rencana Tata Ruang wilayah Kota Lubuk Pakam 2012-2032 juga

disebukan bahwa tujuan penataan ruang Kota Lubuk Pakam adalah mewujudkan

Kota Lubuk Pakam sebagai pusat perdagangan dan jasa bagi wilayah tengah

Propinsi Sumatera Utara dengan didukung oleh sektor pendidikan, kesehatan, dan

pariwisata dalam ruang kota yang aman, nyaman dan produktif serta

berkelanjutan. Dalam hal ini yang menjadi prioritas perdagangan dan

pembangunan yaitu terjadi di pusat kota yaitu pada Kelurahan Lubuk Pakam,

Pagar Jati, Bakaran Batu, dan Tanjung Garbus, sedangkan pada KelurahanPagar

Merbau dan Paluh Kemiri merupakan wilayah pertanian dan perkebunan.

Dari hasil analisa peneliti melalui wawancara pada pihak yang terkait

dikatakan bahwa meskipun prioritas utama pada pusat kota, juga akan selalu

mensosialisasi masyarakat akan pentingnya Lahan Hijau dan mangajak

masyarakat melakukan hal walau dalam skala kecil seperti menanam perdu dan

pepohonan di halaman rumah. Dikatakan juga bahwa aktifitas penataan ruang

dalam hal ini pembangunan juga mengedepankan keberadaan Lahan Hijau yang

ada di Kota Lubuk Pakam.Dari tabel komponen Lahan Hijaudi atas, terlihat jelas

bahwa aktifitas pembangunan terjadi pada tiap Kelurahan yang ada di Kota Lubuk

Pakam, hal ini terlihat dari semakin berkurangnya bagian Lahan Hijau pada tiap

Kelurahan dalam 2(dua) priode pengamatan, baik itu pembangunan dalam skala

(57)

Tabel 5. Luas Dan Persentase Perubahan Perkecamatan / Kelurahan

Keterangan : PKB=Perkebunan, PLK=Pertanian Lahan Kering, SB=Semak Belukar, PSW=Persawahan

Ha= Hektar, %=Persen, Tanda (+) menunjukkan adanya Pertambahan,

(58)

48

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kota Lubuk Pakam dalam kurun waktu 3 tahun (2012-2015) mengalami

penurunan luas tutupan lahan pertanian lahan kering, semak

belukar,persawahan dan perkebunan dengan faktor utama aktifitas

pembangunan, terutama di Kelurahan Lubuk Pakam dan Tanjung Garbus.

2. Kota Lubuk Pakammengalami penurunan tutupan lahan penghijau sebesar

6,67 %, dan saat ini memiliki luas sebesar 55,47% lahan penghijau.

Saran

Penelitian mengenai Evaluasi LuasTutupan Lahan dengan periode tertentu

sebaiknya selalu dilakukan agar memberikan informasi terbaru dan memudahkan

dilakukannya pemantauanserta pencegahan penyalahgunaan aturan yang ada.

Faktor perubahan tutupan lahan juga perlu dilakukan penelitian lanjutan

khususnya mengenai kebijakan pemerintah berdasarkan undang-undang dan

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Aji, A. 2000. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Secara Berkelanjutan (Studi Kasus di Kotamadya Bandar Lampung). Disertasi.Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Swadaya Informasi IPB. Bogor.

Carr, Stephen, Mark Francis, Leane G. Rivlin and Andrew M. Store. 1992. Public Space. Australia : Press Syndicate of University of Cambridge.

Departemen Dalam Negeri. 1998. Instruksi Mentri Dalam Negeri No, 14 Tahun 1998. Jakarta.

Dwihatmojo.2010. Ruang Terbuka Hijau Yang Semakin Terpinggirkan. Badan Informasi Geospasial.

Eckbo, Garrett. 1992. Urban Landscape Design. McGraw. Hill Book Company, Newyork, San Fransisco, Toronto.

Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Rome.

Grey, G. W & F. J. Denneke, 1978.Urban Forestry.John Wiley and sons. New York.

Irwan, Z.D. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota.PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta

Justice CO, Townshend RG, Holben BN, Tucker CJ. 1985. Analysis of phenology of global vegetation using meteorological satellite data. International Journalof remote Sensing.

Komarsa, G. 2001. Analisa Penggunaan Lahan sawah dan Tegalan di Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hulu Jawa Barat, Disertasi, Program Pascasarjana IPB.

Muyani, M.2010. Konversi Lahan Pertaniandan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Bandung Utara. [skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Nazaruddin, Ir. 1994. Penghijauan Kota. Jakarta : Penerbit Swadaya.

(60)

50

Nurisjah, S. 1997. Manfaat dan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.Makalah Lokakarya Upaya Pengembangan dan Pembinaan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Dimasa Datang. Jakarta.

Purnomohadi, S. 2001. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.

Sandy, I Made. 1982. DAS, Ekosistem, Penggunaan Tanah. Dalam : Proceedings Lokakarya Pengelolaan Terpadu DAS di Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Simonds, JO. 1983. The Urban Design Process. Van Nostrand Company, Inc. New York.

Sitorus. 2006. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. PUSBANGJA LAPAN.http://www.lapanrs.com/ INOVS /PENL I/ind/ INOVS--PENLI--255--ind-laplengkap--jansen_upap_2006.pdf [3 Januari 2013].

Taufik, Mohammad. 2007. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Berdasarkan Hasil Interpretasi Visual CitraSatelit Untuk Penerimaan PBB (Studi Kasus: Kelurahan Babakan, Kota Bandung). Bandung : InstitutTeknologi Bandung.

(61)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Perubahan Lahan diKelurahan Bakaran Batudan pagar jati.

1.Sawah menjadi perumahan 2. Sawah menjadi pertanian lahan kering

(62)

52

Lampiran 2. Perubahan lahan di Kelurahan Tanjung Garbus dan Pagar Merbau

1. Pertanian L. kering jadi pemukiman 2. Lapangan Olah Raga

(63)

Lampiran 3. Perubahan Lahan di Kelurahan Lubuk Pakam dan Paluh Kemiri

1. Sempadan sungai 2. Jalur Hijau Kota

(64)
(65)

Gambar

Tabel 1. Saluran Citra Landsat TM (Lillesand dan Kiefer, 1979).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Kota Lubuk Pakam
Tabel 2. Jenis Data Primer dan Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian
Gambar 3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tipe tutupan lahan yang mengalami penurunan adalah semak belukar rawa dengan luas menjadi sebesar 2223,23Ha atau 7, 50% dari total luas lahan dan sawah dengan luas menjadi

Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra satelit Landsat 5 TM tahun 1995 didapat luas tutupan lahan terbesar adalah hutan lahan kering primer yaitu sebesar

Untuk mengetahui pengaruh penurunan luas tutupan lahan bervegtasi dalam menyerap emisi karbon dioksida sepuluh tahun kebelakang di Kota Pontianak, perlu dilakukan

Mengetahui perubahan tutupan lahan DAS Lepan tahun 2005 sampai 2015. Mengetahui perubahan tingkat kerapatan vegetasi pada kelas

Master Data Penderita Mioma uteri Rawat Inap di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam

Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan tahun 2009 dan 2011 (seperti yang divisualisasikan pada Gambar 2 dan 3), selanjutnya dapat dihitung luas tutupan lahan

Judul Penelitian : Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2012 Serta Identifikasi Lahan Kritis di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten

Kemungkinan Perubahan Tutupan Lahan dari Tipe HL Kelas Tutupan Lahan yang diamati ber-Tipe H Kelas Tutupan Lahan sekitarnya ber-tipe L Analisis Terhadap Pola Cluster Tahun