• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Konsentrasi Kitosan Molekul Tinggi dalam Sabun Transparan Antibakteri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Optimasi Konsentrasi Kitosan Molekul Tinggi dalam Sabun Transparan Antibakteri"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI KONSENTRASI KITOSAN MOLEKUL TINGGI

DALAM SABUN TRANSPARAN ANTIBAKTERI

SKRIPSI

NURUL IMAYUNI

100802028

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

(2)

OPTIMASI KONSENTRASI KITOSAN MOLEKUL TINGGI

DALAM SABUN TRANSPARAN ANTIBAKTERI

SKRIPSI

DiajukanuntukmelengkapitugasdanmemenuhisyaratmencapaigelarSarjanaSains

NURUL IMAYUNI

100802028

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul : Optimasi Konsentrasi Kitosan Molekul Tinggi dalam Sabun Transparan Antibakteri

Kategori : Skripsi

Nama : Nurul Imayuni

Nim : 100802028

Program studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Maret2014

KomisiPembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof.Dr. ZulAlfian, M.Sc Prof.Dr.HarryAgusnar,M.Sc, M.Phill NIP.195504051983031002 NIP.195308171983031002

Diketahui/Disetujuioleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

OPTIMASI KONSENTRASI KITOSAN MOLEKUL TINGGI

DALAM SABUN TRANSPARAN ANTIBAKTERI

SKRIPSI

Sayamengakuibahwaskripsiiniadalahhasilkerjasayasendiri,

kecualibeberapakutipandanringkasan yang masing-masingdisebutkansumbernya.

Medan, Maret 2014

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat karunia-Nya, Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam saya sampaikan kepada Rasulullah SAW, sebagai sosok tauladan umat seluruh alam.

Saya menyampaikan penghargaan tertinggi dan cinta kasih yang tulus dan terdalam kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Ngabdan dan Ibunda Marhayani Nasution atas segala motivasi, semangat, pengorbanan, dan doa yang tiada hentinya untuk saya. Terima kasih yang tulus kepada Kakanda Nur Syahfitri S. Farm dan Adinda-Adinda Retno Purwati, Jaka Pribadi, dan Lola Viviana telah memberi dukungan semangat yang terbaik untuk saya.

Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar M.Sc, M.Phill selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kepada Ibu Rumondang Bulan Nst. MS dan Bapak Albert Pasaribu M.Sc selaku ketua dan sekretaris departemen Kimia FMIPA USU. Kepada Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku dosen wali yang memberikan semangat dalam menjalani perkuliahan. Dan kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen, yang telah memberikan ilmu selama masa pendidikan saya.

Terima kasih untuk Kak Ayu yang telah menyediakan fasilitas penelitian, rekan-rekan Asisten Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU. Terimakasih untuk Abangda Agus Prastowo, yang telah banyak membantu proses pengerjaan penelitian saya, kepada teman-teman stambuk 2010 yang saling memberikan semangat selama masa perkuliahan dan kepada Candra Wijaya yang tetap memberikan motivasi agar terselesaikannya skripsi saya. Serta segala pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi saya ini.

(6)

OPTIMASI KONSENTRASI KITOSAN MOLEKUL TINGGI DALAM SABUN TRANSPARAN ANTIBAKTERI

ABSTRAK

(7)

OPTIMIZATION OF CONCENTRATIONS OF HIGH MOLECULAR CHITOSAN IN ANTIBACTERIAL TRANSPARENT SOAP

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

Daftar Lampiran xii

BAB 1 PENDAHULUAN

2.1.1 Reaksi Saponifikasi pada Pembuatan Sabun 6

2.1.2 Metode Pembuatan Sabun 6 2.3.3 Pengukuran Aktivitas Antibakteri 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

(9)

3.2.2.5 Pembuatan Stok Kultur Bakteri 27 3.2.2.6 Pembuatan Inokulum Bakteri 28

3.2.3 Formula Sabun Transparan 28

3.2.4 Pembuatan Sabun Transparan 29

3.2.5 Pengujian Terhadap Sabun 29

3.2.5.1 Pengujian pH 29

3.2.5.2 Pengujian Kadar Air 29

3.2.5.3 Pengujian Asam Lemak Bebas/

Alkali Bebas 30

3.2.5.4 Pengujian Minyak Mineral 31

3.2.5.5 Uji Aktivitas Bakteri 32

3.2.6 Bagan Penelitian 33

3.2.6.1 Pembuatan Sabun Transparan 33

3.2.6.2 Pengujian pH 34

3.2.6.3 Pengujian Kadar Air 34

3.2.6.4 Pengujian Asam Lemak Bebas/

Alkali Bebas 35

3.2.6.5 Pengujian Minyak Mineral 36

3.2.6.6 Pembuatan Media Padat Nutrien Agar

dan Media Agar Miring 37

3.2.6.7 Penentuan Aktivitas Antibakteri 38

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penelitian 39

4.1.1 Hasil Analisis Sabun Transparan sesuai

SNI 06-3532-1994 40

4.1.2 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri 40

(10)

4.3.2.4 Kadar Asam Lemak Bebas 49

4.3.2.5 Minyak Mineral 50

4.3.3 Uji Aktivitas Antibakteri 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 54

5.2 Saran 54

Daftar Pustaka 55

(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel

2.1 Standar Mutu Sabun Mandi berdasarkan

SNI06-3532-1994 12

3.1 Formula Sabun Transparan 28

4.1 Hasil Pengujian Sabun Transparan sesuai

SNI 06-3532-1994 40

4.2 Data Diameter Zona Hambat Kitosan terhadap Bakteri

Escherichia coli dengan Pelarut Etanol 96% dan

Akuades Panas 41

4.3 Data Diameter Zona Hambat Kitosan terhadap Bakteri

Staphylococcus aureus dengan Pelarut Etanol 96% dan

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

Gambar

2.1 Reaksi Saponifikasi 6

2.2 Struktur Kitosan 16

4.1 Sabun Transparan 39

4.2 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Sabun Transparan dengan Pelarut (a) Akuades Panas dan Etanol 96% terhadap

Bakteri Escherichia coli 42

4.3 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Sabun Transparan dengan Pelarut (a) Akuades Panas dan Etanol 96% terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus 43

4.4 Grafik Diameter Zona Hambat Bakteri Escherichia coli dan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

Lampiran

1 Perhitungan Uji Kadar Air terhadap Sabun Transparan 59 2 Perhitungan Uji Kadar Alkali Bebas terhadap Sabun

Transparan 60

3 Perhitungan Uji Kadar Asam Lemak Bebas terhadap

Sabun Transparan 61

(14)

OPTIMASI KONSENTRASI KITOSAN MOLEKUL TINGGI DALAM SABUN TRANSPARAN ANTIBAKTERI

ABSTRAK

(15)

OPTIMIZATION OF CONCENTRATIONS OF HIGH MOLECULAR CHITOSAN IN ANTIBACTERIAL TRANSPARENT SOAP

ABSTRACT

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Semakin berkembangnya teknologi dan penggunaan sabun pada saat ini, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun pun semakin bervariasi. Oleh karena itu, produsen sabun berlomba-lomba mencari formula sabun untuk memproduksi sabun yang ekonomis, higienis, tidak membahayakan kesehatan, mudah diolah, mudah didapat dan memiliki nilai jual yang terjangkau (Gandasasmita, 2009).

Sabun transparan atau disebut juga sabun gliserin adalah jenis sabun

mandi yang memiliki kelebihan dapat menghasilkan busa lebih lembut di kulit dan penampakannya berkilau jika dibandingkan dengan jenis sabun yang lain. Sabun transparan merupakan sabun yang umumnya memiliki pH mendekati netral sehingga tidak menyebabkan iritasi pada kulit (Fachmi, 2008).

Kitosan pertama kali ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1859 dengan cara merefluks kitin dengan KOH pekat. Perkembangan penggunaan kitosan meningkat pada tahun 1940-an dan semakin berkembang seiring dengan diperlukannya bahan alami dalam berbagai bidang industri (Kaban, 2009).

Adanya penyiapan kitosan dengan berat molekul tinggi memiliki perubahan dalam kelarutannya dan beberapa manfaat biologis khusus seperti aktivitas antitumor dan aktivitas antijamur (Sun, 2007).

(17)

merupakan polimer alami hasil turunan kitin sehingga diharapkan aman bagi manusia. Kemampuan antibakteri kitosan diakibatkan terdapatnya gugus NH3

glukosamin yang mampu berinteraksi dengan permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif sehingga dapat mengganggu pertumbuhan bakteri. Tsai dan Su (1999) yang telah meneliti adanya efek bakterial dari kitosan udang terhadap

Escherichia coli.

Menurut Ibrahim (2010) penggunaan kitosan sebagai pengisi dalam pembuatan sabun transparan akan memberikan sifat fisik, kimia dan bioefek dari produk akhir sabun transparan dan mencari konsentrasi terbaik dari kitosan dengan menggunakan perbandingan sabun komersil, dimana semakin meningkat konsentrasi kitosan yang ditambahkan maka parameter organoleptik dan kelembutannya memberikan hasil yang terbaik dari sifat kimianya dibandingkan dengan sabun komersil.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti mengenaioptimasi

konsentrasi kitosan molekul tinggi dalam sabun transparan antibakteri terhadap uji aktivitas bakteriEscherichia coli danStaphylococcus aureus.

1.2 Perumusan Masalah

(18)

1.3Pembatasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini mencakup:

1. Pembuatan sabun transparan dilakukan dengan tanpa penambahan kitosan sebagai sabun pembanding dan dengan penambahan kitosan pada variasi konsentrasi 2%, 3%, 4%, dan 5%

2. Optimasi kitosan dalam sabun transparan antibakteri ditentukan dengan uji aktivitas bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

3. Uji kelayakan sabun transparan antibakteri meliputi parameter pH, kadar air, kadar alkali bebas dalam bentuk NaOH, asam lemak bebas, dan minyak mineral

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan optimasi konsentrasi kitosan sebagai

antibakteri pada sabun transparan terhadap uji aktivitas bakteri Escherichia coli

dan Staphylococcus aureus.

1.5Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tentang kelebihan sabun transparan dengan adanya optimasi kitosan molekul tinggi sebagai antibakteri sehingga penggunaannya dapat diterapkan dalam industri kosmetik.

1.6Lokasi Penelitian

(19)

1.7Metodologi Percobaan

Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium, meliputi:

1. Sampel yang digunakan diperoleh secara komersil seperti minyak kelapa produk “Barco” dan kitosan

2. Pembuatan sabun transparan dilakukan dengan metode semi-panas pada suhu 70-800C, dimana pembuatan tahap awal dilakukan tanpa penambahan kitosan sebagai sabun pembanding dan tahap selanjutnya ditambahan kitosan dengan variasi 2%, 3%, 4%, dan 5%

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun

Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun mandi merupakan sabun natrium yang pada umumnya ditambah zat pewangi atau antiseptik, digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak berbahaya bagi kesehatan (SNI, 1994).

Terdapat 2 jenis sabun, yakni: 1. Sabun keras atau sabun cuci

dibuat dari minyak dengan NaOH, misalnya Na-palmitat dan Na-stearat 2. Sabun lunak atau sabun mandi

dibuat dari minyak dengan KOH, misalnya K-palmitat dan K-stearat.

Sabun dibedakan atas tiga macam, yaitu sabun tidak transparan(opaque), sabun transparan, dan sabun agak transparan(translucent). Ketiga jenis sabun ini dapat dibedakan dengan mudah dari penampakannya.Sabun opaque adalah jenis sabun yang biasa digunakan sehari-hari.Sabun transparan adalah sabun yang penampakannya lebih berkilau dan lebih bening, sehingga sisi belakang sabunterlihat dari sisi depannya.Sabun translucent dan sabun transparan hampir sama, hanya penampakannya berbeda. Sabun translucent tampak cerah dan tembus cahaya, tetapi tidak terlalu bening dan agak berkabut (Hambali dkk, 2005).

(21)

seperti aroma terapi atau bahan perlindungan dari bakteri serta menghaluskan dan melembutkan kulit (Hambali dkk, 2005).

2.1.1Reaksi Saponifikasi pada Pembuatan Sabun

Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun, dimana (sapon=sabun dan

fy =membuat). Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak, reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH, KOH) (Poedjiadi, 2006).

Proses saponifikasi terjadi karena proses reaksi trigliserida dengan alkali yang terjadi pada suhu 800C. Saponifikasi suatu trigliseraldehida menghasilkan suatu garam dari asam lemak ke rantai panjang yang merupakan sabun (Spitz, 1996). Reaksi saponifikasi lemak atau minyak ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi (Spitz, 1996)

2.1.2 Metode Pembuatan Sabun

Metode pembuatan sabun ada beberapa cara, antara lain:

(22)

Secara umum proses ini melibatkan reaksi saponifikasi dengan menggunakan panas yang menghasilkan sabun dan membebaskan gliserol. Tahap selanjutnya dilakukan pemisahan dengan penambahan garam (salting out), kemudian akan terbentuk 2 lapisan yaitu bagian atas merupakan lapisan sabun yang tidak larut didalam air garam dan lapisan bawah mengandung gliserol, sedikit alkali dan pengotor-pengotor dalam fase air.

b. Metode Semi-Panas (semi boiled)

Teknik ini merupakan modifikasi dari cara dingin. Perbedaannya hanya terletak pada pengggunaan panas pada temperatur 700-800C. Cara ini memungkinkan pembuatan sabun dengan menggunakan lemak bertitik leleh lebih tinggi (Mabrouk, 2005).

c. Metode Dingin

Cara ini merupakan cara yang paling mudah untuk dilakukan dan tanpa disertai pemanasan. Namun cara ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak yang pada suhu kamar memang sudah berbentuk cair. Minyak dicampurkan dengan larutan alkali disertai pengandukan terus menerus hingga reaksi saponifikasi selesai. Larutan akan menjadi sangat menebal dan kental.

Berbeda dengan full boiled process, gliserol yang terbentuk tidak dipisahkan. Ini menjadi suatu nilai tambah tersendiri kerena gliserol merupakan humektan yang dapat memberikan kelembaban. Lapisan gliserol akan tertinggal pada kulit sehingga melembabkan kulit (Shrivastava, 1982).

Sabun dapat dibuat melalui proses batch atau kontinu. Pada proses batch

(23)

2.1.3 Sabun Transparan

Sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat transparansi paling tinggi sehingga memiliki penampilan lebih menarik. Ia memancarkan cahaya yang menyebar dalam bentuk partikel-partikel yang kecil, sehingga obyek yang berada di luar sabun akan kelihatan jelas. Obyek dapat terlihat hingga berjarak sampai panjang 6 cm. Sabun transparan mempunyai nilai tambah yang jadi pemikat karena memiiliki permukaan yang halus, penampilan yang bewarna dan ketransparanannya dapat membuat kulit menjadi lembut karena didalamnya mengandung gliserin dan sukrosa yang berfungsi sebagai humektan dan sebagai komponen pembentuk tranparan (Wasitaatmadja, 1997).

Keuntungan dari pembuatan sabun transparan adalah selain penampilan transparan yang menawan, mempunyai fungsi pelembab, daya bersih yang efektif tanpa meninggalkan busa sabun dan lebih terasa lunak. Sabun transparan menjadi bening karena dalam proses pembuatannya dilarutkan dalam alkohol. Alkohol ini

ditambahkan juga untuk mencegah pengkristalan. Sabun transparan juga sering disebut sabun gliserin karena untuk memperoleh sifat transparan juga perlu dilakukan penambahan gliserin pada sabun (Hambali dkk, 2005).

(24)

Berikut penjelasan mengenai bahan baku yang dapat digunakan pada pembuatan sabun transparan:

1. Minyak

Minyak merupakan ester dari asam lemak dan gliserol. Pada umumnya asam lemak yang ditemukan di alam merupakan monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan memiliki jumlah atom genap (Winarno, 1997).

Jenis asam lemak sangat menentukan mutu dan konsistensi sabun yang dihasilkan. Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan berat molekul kecil (misalnya asam laurat) lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan berat molekul yang lebih berat (misalnya asam lemak stearat). Minyak umumnya berasal dari tetumbuhan, contohnya minyak jagung, minyak zaitun, kacang, dan lain-lain (Fessenden dan Fessenden, 1990).

Minyak yang berlebihan dalam sabun transparan akan menyebabkan sabun seperti berkabut. Untuk mendapatkan sabun yang transparan, dibuat sabun gliserin dahulu, yaitu sabun yang perhitungan saponifikasinya tepat, sehingga tidak ada minyak atau kaustik yang berlebihan.

2. Asam Stearat

Asam stearat adalah asam tidak jenuh, tidak ada ikatan rangkap antara atom karbonnya. Asam lemak jenis ini dapat ditemukan pada minyak/lemak nabati dan hewani. Asam stearat sering digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

(25)

3. Alkali

Industri sabun menggunakan sejumlah besar bahan kimia berupa natrium hidroksida (NaOH) atau dikenal dengan nama kaustik soda. Natrium hidroksida adalah senyawa alkali yang sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) (Hambali dkk, 2005).

Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus dilakukan dengan jumlah yang tepat. Apabila NaOH yang ditambahkan terlalu pekat atau jumlahnya berlebih, maka alkali bebas yang tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi memberikan pengaruh negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya, apabila NaOH yang ditambahkan terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak yang tinggi. Asam lemak bebas pada sabun mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan (Kamikaze, 2002).

4. Gliserin

Gliserin merupakan produk samping dari pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin tidak berwarna, higroskopis, dapat bercampur dengan air maupun etanol (95%). Digunakan sebagai humektan, sehingga dapat berfungsi sebagai pelembab pada kulit selain itu sebagai pelarut. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin bersama dengan sukrosa dan alkohol berfungsi dalam pembentukan struktur transparan (Hambali dkk, 2005).

5. Alkohol

(26)

sabun. Di sisi lain, penggabungan etanol dengan asam lemak akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi (Shrivastava, 1982).

6. Gula

Gula merupakan senyawa organik murni yang terbanyak diproduksikan orang. Gula berupa kristal yang sangat mudah larut dalam air, terlebih lagi air mendidih. Dapat digunakan sebagai humektan, perawatan kulit, dan yang utama adalah membantu terbentuknya transparansi sabun (Purnamawati, 2006).

7. Surfaktan

Surfaktan memiliki fungsi penting lain dalam membersihkan, seperti menghilangkan dan membentuk emulsi, serta mengangkat kotoran dalam bentuk suspensi sehingga kotoran tersebut dapat dibuang. Surfaktan dapat juga mengandung alkali yang berfungsi untuk membuang kotoran yang bersifat asam.

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi membentuk sabun yang lunak, misalnya: gliserol, cocoa butter, dietanol amida, natrium lauril sulfat, dan minyak almond. Bahan-bahan tersebut selain sebagai pembersih dan meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai pelunak (Purnamawati, 2006).

8. Garam (NaCl)

(27)

9. Asam Sitrat

Penambahan asam lemak yang lemah, seperti asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun. Asam sitrat dalam sabun kemampuannya sebagai penyapu logam-logam berat dalam air sadah, asam sitrat berfungsi sebagai chelating agent, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam Mg dan Fe, asam sitrat juga dapat berfungsi sebagai antioksidan (Wasitaatmadja, 1997).

10.Pewangi

Sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk masing-masing.

Terdapat beberapa spesifikasi standar mutu sabun yang harus dipenuhi

agar sabun dapat layak digunakan dan dipasarkan. Spesifikasi standar mutu yang harus dipenuhi pada produk sabun menurut SNI 06-3532-1994 dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standar Mutu Sabun Mandi berdasarkan SNI 06-3532-1994

No Uraian (%) Tipe I Tipe II Superfat

1 Kadar air Maks 15 Maks 15 Maks 15

2 Jumlah asam lemak >70 64-70 >70

3 Alkali bebas

- dihitung sebagai NaOH - dihitung sebagai KOH

Maks 0,1

4 Asam lemak bebas dan atau lemak

netral <2,5 <2,5 2,5-7,5

(28)

2.1.4 Kegunaan Sabun

Fungsi utama sabun mandi yaitu untuk mengangkat kotoran, sel-sel kulit mati, mikroorganisme dan menghilangkan bau badan. Sabun dapat mengangkat kotoran dari kulit karena memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus nonpolar dan gugus polar. Gugus non polar adalah gugus yang tidak suka air (hidrofobik), sehingga dapat mengikat kotoran pada kulit. Gugus polar adalah gugus yang suka air (hidrofilik) yang ketika dibilas maka kotoran akan terikat dengan air bilasan (Hart, 1990).

Mekanisme bagaimana molekul sabun dalam pelarut air dapat membersihkan kotoran/noda berlemak adalah makin panjang bagian molekul sabun yang bersifat nonpolar, makin kuat daya pembersihnya terhadap kotoran/noda berlemak.

Proses pembersihan kotoran dengan menggunakan sabun tidak dapat

(29)

2.2Kulit

Kulit merupakan ”selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus, respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar.

Kulit mempunyai beberapa fungsi, diantaranya:

a. Sebagai penghalang terhadap serangan mikroorganisme dan benda asing

b. Sebagai pelindung terhadap rangsang mekanis, termis dan osmotik c. Sebagai pengatur suhu tubuh dan keseimbangan cairan

d. Sebagai tempat ekskresi dan absorbsi

e. Sebagai tempat mengubah provitamin D menjadi bentuk yang lebih aktif secara fisiologi melalui radiasi sinar ultraviolet

f. Sebagai organ perasa yang luas dan sebagai tanda emosional dalam bentuk ekspresi dan refleks vascular (Putri, 2009).

Sabun yang digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun dengan penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit, yaitu:

1. Daya alkalinisasi kulit

(30)

Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila kontak berlangsung lama, misalnya pembilasan tidak sempurna atau pH sabun yang sangat tinggi.Pengasaman akan terjadi setelah 5-10 menit, dan setelah 30 menit pH kulit akan normal kembali.

2. Daya pembengkakan dan pengeringan kulit

Kontak air (pH 7) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk kulit mengembang akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan sehingga pengembangan kulit akan menjadi lebih cepat.

3. Daya antimikrobial

Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya

antimikroba, apalagi ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini terjadi pula akibat kekeringan kulit, pembersih kulit, oksidasi didalam sel karotin, daya pemisah surfaktan dan kerja mekanis air(Wasitaatmaja, 1997).

2.3 Kitosan

Kitosan pertama kali ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1859 dengan cara merefluks kitin dengan kalium hidroksida pekat. Dalam tahun 1934, dua paten didapatkan oleh Rigby yaitu penemuan mengenai pengubahan kitin menjadi kitosan dan pembuatan film dari serat kitosan. Perkembangan penggunaan kitosan meningkat pada tahun 1970-an seiring dengan diperlukannya bahan alami dalam berbagai bidang industri (Kaban, 2009).

(31)

dengan rumus molekul (C6H11NO4)n. Kitin terdapat secara luas pada

hewan-hewan invertebrata di laut, serangga, jamur dan juga ragi. Umumnya cangkang dari hewan laut mengandung 30-40% protein, 30-50% kalsium karbonat dan kalsium fosfat, dan 20-30% kitin. Kitosan diperoleh melalui pemutusan gugus asetil (CH3-CO). Proses pemutusan ini disebut dengan deasetilasi (Shahidi, 1999).

Kebanyakan modifikasi kimia dari kitosan ditunjukkan dari gugus amino bebas pada unit glukosaminnya. Modifikasi dari kitosan tersebut dapat mengontrol interaksi antara polimer kitosan dengan senyawa lain yang bersifat racun untuk meningkatkan control racun dan melepaskannya dari matriks senyawa. Ciri-ciri hidrofobik dari kitosan mampu meningkatkan kestabilan dari substitusi kitosan untuk mendegradasi suatu senyawa enzim yang bersifat racun. Gugus asam karboksilat dari kitosan membuat pH kitosan menjadi sensitif. Di bawah kondisi asam, gugus karboksilat tetap tidak terionisasi sehingga kurang bersifat hidrofilik. Sebaliknya dalam kondisi basa, polimer kitosan terionisasi dan bersifat lebih hidrofilik (Jayakumar et al. 2011).

Kitosan merupakan polimer reaktif yang mudah dimodifikasi. Fungsi potensial dari kitosan dan aplikasinya pada bidang biokimia, obat-obatan, farmakologi, enzimologi, mikrobiologi, agrikultur, nutrisi, dan industri pengolahan. Struktur kitosan dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:

O CH2OH

NH2

OH O

n

(32)

2.3.1 Sifat Antibakteri Kitosan

Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak larut dalam alkali dan asam-asam mineral pada pH diatas 6,5. Kitosan bersifat polikationik yang dapat mengikat lemak dan logam berat pencemar. Kitosan mempunyai gugus amina yaitu adanya unsur N bersifat sangat reaktif dan bersifat basa (Inoue et al. 1994).

Kitosan mempunyai sifat spesifik yaitu adanya sifat bioaktif, biokompatibel, pengkelat, antibakteri dan dapat terbiodegradasi. Kualitas kitosan dapat dilihat dari sifat intrinsiknya, yaitu kemurniannya, massa molekul, dan derajat deasetilasi. Umumnya kitosan mempunyai derajat deasetilasi 75-98% (Ramadhan dkk,2010).

Proses deasetilasi merupakan proses pengubahan gugus asetamida menjadi gugus amina sebagian ataupun seluruhnya. Gugus amina dalam larutan akan

terprotonasi menjadi NH3+, dimana kelarutan akan meningkat saat derajat

deasetilasi tinggi.

(33)

Parameter penting yang mempengaruhi aktivitas antibakteri kitosan adalah berat molekul dan konsentrasi kitosan, dan jenis mikroorganisme. Aktivitas antibakteri kitosan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Kitosan dengan berat molekul tinggi (>500 kDa) aktivitas antibakterinya kurang efektif dibanding dengan berat molekul rendah. Hal ini berhubungan dengan viskositas sehingga sulit berdifusi, karena berat molekul rendah memiliki sisi kationik yang lebih banyak dan memiliki panjang rantai lebih banyak sehingga lebih aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri (Tsai and Su, 1999).

2.3.2 Kegunaan Kitosan

Kitosan dikenal sebagai senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur yang dapat melawan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme patogen pada manusia. Kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans, mempunyai daya antibakteri terhadap Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis, selain itu kitosan juga menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Corynebacterium michigenenses, Micrococcus luteus, Staphylococcus aureus, Erwinia sp. dan Kliebsiella pneumonia (Ibrahim dkk, 2010).

Aplikasinya berhubungan dengan aktivitas antibakteri pada bidang industri makanan (pengawetan makanan), pertanian (perlindungan hasil panen), kosmetik, dan hidrologi (pengolahan air buangan). Dalam bidang yang spesifik seperti biomedikal, kitosan memiliki antibakteri yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan dalam proses terapi. Biasanya berat molekul yang lebih rendah dan derajat deasetilasi yang lebih tinggi merupakan perbandingan yang memberikan aktivitas antibakteri yang menguntungkan dari kitosan (Sarmento, 2012).

(34)

penjernih sari buah. Selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, penambahan dalam obat pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, bahan shampoo dan kondisioner rambut, penstabil liposom, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, dan antiinfeksi. Kitosan juga dapat dimanfaatkan diberbagai bidang biokimia, industri-industri kertas, tekstil membran atau film, dan lain sebagainya (Sugita dkk,2009).

2.4Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata ”bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Berdasarkan perbedaannya didalam menyerap zat warna gram bakteri

dibagi atas dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang menyebabkan berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan menyebabkannya berwarna merah (Dwidjoseputro, 1994).

Sel bakteri memiliki struktur eksternal dan internal sel. Salah satu struktur eksternal sel bakteri adalah dinding sel dan struktur internal sel bakteri adalah membran plasma atau membran sitoplasma. Dinding sel bakteri merupakan struktur kompleks dan berfungsi sebagai penentu bentuk sel, pelindung dari kemungkinan pecahnya sel. Dinding sel terdiri atas peptidoglikan atau murein yang menyebabkan kakunya dinding sel.

(35)

memiliki gugus hidrofilik. Dinding sel bakteri gram negatif tidak mengandung asam teikoat dan hanya mengandung sejumlah kecil peptidoglikan (sekitar 10%) sehingga relatif tidak kaku dan relatif lebih tahan terhadap kerusakan mekanis (Lay, 1994).

2.4.1 Bakteri Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri enterik yaitu bakteri berbentuk batang

pendek dengan ukuran 0,5 μm x 3,0 μm, memiliki warna merah, tahan hidup dalam

media yang kekurangan zat gizi. Merupakan bakteri gram negatif yang tidak berspora,

dan memiliki gerak positif. Mempunyai kapsul atau selubung tipis ada juga yang

tidak berkapsul sama sekali (Krieg and Holt, 1984).

Escherichia coli adalah bakteri yang banyak ditemukan didalam usus besar

manusia sebagai flora normal. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi primer pada

usus misalnya diare pada anak dan juga dapat menimbulkan infeksi pada jaringan

tubuh lain diluar usus. Bakteri Escherichia coli memiliki habitat dilingkungan

akuatik, tanah, makanan, air seni, dan tinja. Dinding selnya mengandung

peptidoglikan, selalu berpasangan membentuk rantai pendek atau seperti anggur,

biasanya ada dikulit dan bersifat patogen (Dwidjoseputro, 1994).

2.4.2Bakteri Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang bersifat aerob atau anaerob fakultatif, tes katalase positif dan tahan hidup dalam lingkungan yang mengandung garam dengan konsentrasi tinggi (halofilik),

(36)

Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul, dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler seperti enzim dan toksin (Jawetz et al. 1995).

2.4.3 Pengukuran Aktivitas Antibakteri

Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan 3 metode:

a. Metode Dilusi

Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz et al. 1995).

b. Metode Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Metode difusi agar dapat dilakukan dengan metode cakram atau metode sumur. Metode

(37)

diameter zona penghambatan disekeliling sumur uji terhadap bakteri yang digunakan sebagai penguji. Metode ini lebih sederhana dibandingkan dengan metode cakram kertas. (Jawetz et al. 1995).

c. Metode Turbidimetri

Pada cara ini digunakan media cair, yaitu dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan alat instrumentasi yang cocok, misalnya nephelometer dan spektrofotometer setelah itu dilakukan perhitungan potensi antimikroba (Wattimena, 1991).

Kriteria daya hambat bakteri berdasarkan kekuatan daya antibakteri pada daerah hambatan 20 mm atau lebih termasuk sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm kategori kuat (efektif), daerah hambatan 5-10 mm kategori sedang, dan

(38)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- Neraca analitis Ohaus Pioneer

- Hot plate Thermo Scientific

- Oven Gallenkamp

- pH meter WalkLAB

- Alat-alat gelas - Magnetic stirer

- Penangas air - Statif dan klem - Spatula

- Autoklaf - Inkubator - Jangka sorong - Kertas perkamen - Jarum ose

3.1.2 Bahan

- Minyak kelapa Barco

- Asam Stearat - Gliserin - Etanol 96 %

(39)

- NaOH p.a E. Merck - Asam Asetat glacial p.a E. Merck - Kalium Hidroksida p.a E. Merck - Kitosan

- Gula - Akuades - Garam

- Sodium Lauril Sulfat - Indikator Phenolphtalein - Indikator Metil Jingga - Nutrien Agar (NA)

- Biakan Staphylococcus aureus

- Biakan Escherichia coli

3.2Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.2.1.1Larutan NaOH 30 %

Sebanyak 30 gram NaOH dilarutkan dengan akuades, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian diencerkan sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.1.2Larutan KOH 0,1 N Alkoholis

(40)

3.2.1.3 Larutan KOH 0,5 N Alkoholis

Sebanyak 7 gram KOH pellet dilarutkan dengan 50 ml air, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, ditambahkan etanol 96 % sampai garis tanda dan dihomogenkan (DitJen POM, 1979).

3.2.1.4Larutan HCl 0,1 N Alkoholis

Sebanyak 2 ml HCl(p) 37 % diencerkan dengan etanol 96 %, kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml sampai garis tanda dan dihomogenkan (DitJen POM, 1979).

3.2.1.5Larutan CH3COOH 1 %

Sebanyak 10 ml CH3COOH glacial diencerkan akuades, kemudian dimasukkan ke

dalam labu ukur 1000 ml sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.1.6Larutan Kitosan 2 %

Sebanyak 2 gram kitosan dilarutkan dengan 100 ml CH3COOH 1%.

(41)

3.2.2 Pembuatan Larutan Media

3.2.2.1Pembuatan Nutrien Agar (NA)

Komposisi : Beef ekstrak 3 gram Pepton 5 gram Agar 12 gram Akuades

(pH 7,0 ± 0,2 pada 250C

Prosedur:

Ditimbang sebanyak 20 g serbuk nutrien agar kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sekali-kali diaduk sampai bahan larut sempurna dan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit (Difco, 1977).

3.2.2.2Pembuatan Larutan NaCl 0,9 %

Komposisi : NaCl 0,9 gram

Air suling steril ad 100 ml

Prosedur:

(42)

3.2.2.3Pembuatan Suspensi Standart Mc. Farland

Suspensi standart yang menunjukkan konsentrasi kekeruhan suspensi bakteri dengan 108 CFU/ml.

Komposisi : Larutan asam sulfat 1 % 9,5 ml

Larutan barium klorida 1, 175 % (b/v) 0,5 ml

Prosedur:

Dicampurkan larutan asam sulfat 1 % dan larutan barium klorida 1,175 % dalam tabung reaksi steril, di kocok sampai homogen dan di tutup. Apabila kekeruhan hasil suspensi bakteri sama dengan suspensi standart berarti konsentrasi bakteri 108 CFU/ml (DepKes RI, 1995).

3.2.2.4Pembuatan Media Agar Miring

10 ml media agar yang telah di masak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, di tutup dan di bungkus lalu disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C. Kemudian tabung yang berisi agar diletakkan pada kemiringan 30-450, diperhatikan bahwa agar tidak menyentuh tutup tabung. Agar dibiarkan menjadi dingin dan keras.

3.2.2.5Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Masing-masing sebanyak 1 ose dari biakan murni bakteri Escherichia coli dan

(43)

3.2.2.6Pembuatan Inokulum Bakteri

Bakteri hasil inkubasi disuspensikan dengan menggunakan jarum steril ke dalam tabung yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9 % steril, kemudian dihomogenkan hingga diperoleh kekeruhan suspensi bakteri yang sama dengan kekeruhan standart Mc. Farland, ini berarti konsentrasi suspensi bakteri adalah 108 CFU/ml. Setelah itu dilakukan pengenceran dengan memipet 0,1 ml biakan bakteri (108 CFU/ml), dimasukkan ke dalam tabung steril yang berisi larutan NaCl 0,9 % sebanyak 9,9 ml dikocok homogen, maka suspensi bakteri dengan konsentrasi 106 CFU/ml (Lay, 1994).

3.2.3 Formula Sabun Transparan

Tabel 3.1Formula Sabun Transparan

No Bahan Komposisi (% berat)

1 Asam stearat 8

2 Minyak kelapa 20

3 NaOH 30% 22

4 Etanol 16

5 Gliserin 16

6 Gula 8,5

7 SLS 3

8 Asam Sitrat 3

9 NaCl 0,5

10 Kitosan 2

(44)

3.2.4 Pembuatan Sabun Transparan

Dicairkan asam stearat kemudian dicampurkan dengan minyak kelapa pada suhu 70-800C, kemudian diaduk sampai homogeny. Setelah homogen, ditambahkan larutan NaOH 30%, diaduk hingga terbentuk padatan sabun. Ditambahkanetanol 96% untuk melarutkan padatan sabun dan diaduk hingga terbentuk sabun transparan dasar. Kemudian ditambahkan bahan-bahan pendukung seperti gliserin, larutan gula, sodium lauril sulfat, asam sitrat, dan garam. Setelah itu ditambahkan parfum pada suhu 500C. Dimasukkan kedalam cetakan dan didinginkan pada suhu ruangan sampai sabun transparan memadat (Qisti, 2009).

Catatan: Dilakukan prosedur yang sama untuk pembuatan sabun transparan dengan penambahan kitosan 2 %, 3 %, 4 %, dan 5 % pada suhu 500C.

3.2.5 Pengujian Terhadap Sabun

3.2.5.1Pengujian pH (SNI 06-3532-1994)

Sampel dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan dilarutkan dengan akuades, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda. Setelah itu dilakukan pengukuran pH dengan cara memasukkan pH meter yang telah dikalibrasi kedalam larutan pH 7 dan pH 10 kemudian dimasukkan kedalam sabun yang telah dicairkan, diamkan beberapa saat hingga didapat pH yang tetap.

3.2.5.2 Pengujian Kadar Air (SNI 06-3532-1994)

(45)

diketahui berat tetapnya, dipanaskan di dalam oven pada suhu 1050C selama 2 jam sampai berat tetap.

Perhitungan:

Kadar air = �1−�2

� � 100%

Keterangan:

W1= berat sampel + berat botol timbang (gram)

W2 = berat sampel setelah pengeringan (gram) W = berat sampel (gram)

3.2.5.3 Pengujian Asam Lemak Bebas/Alkali Bebas (SNI 06-3532-1994)

Disiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol dalam labu erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 0,5 ml indikator phenolphtalein dan didinginkan sampai suhu 700C, kemudian netralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol. Ditimbang sebanyak 5 gram sabun, dimasukkan ke dalam alkohol netral diatas, ditambahkan batu didih, dipasang pendingin tegak dan dipanaskan agar cepat larut diatas penangas air, dididihkan selama 30 menit. Apabila larutan tidak bersifat alkalis (tidak berwarna merah), didinginkan sampai suhu 700C dan titrasi dengan

larutan KOH 0,1 N dalam alkohol, sampai timbul warna merah yang tahan sampai 15 detik.

Perhitungan:

Kadar Asam Lemak Bebas = ���� 0,205

������� � 100%

Keterangan:

V = KOH 0,1 N yang diperlukan N = normalitas KOH yang diperlukan

(46)

Bila berat sampel sabun mengandung banyak bagian yang tidak larut, agar tidak mengganggu, saring terlebih dahulu sebelum titrasi dilakukan.

Apabila larutan tersebut diatas ternyata bersifat basa (petunjuk phenolphtalein berwarna merah), maka yang diperiksa bukan asam lemak bebas tetapi alkali bebas dengan mentitrasinya menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol dari buret mikro, sampai warna merah tepat hilang.

Perhitungan:

Kadar Alkali Bebas Dihitung NaOH = ���� 0,04

������� � 100%

Keterangan:

V = ml HCl yang dipergunakan

N = normalitas HCl yang dipergunakan 40 = berat setara NaOH

3.2.5.4 Pengujian Minyak Mineral (SNI 06-3532-1994)

(47)

3.2.5.5 Uji Aktivitas Bakteri (DepKes RI, 1995)

(48)

3.2.6 Bagan Penelitian

3.2.6.1Pembuatan Sabun Transparan

Catatan: Dilakukan prosedur yang sama untuk pembuatan sabun transparan dengan penambahan kitosan 2 %, 3 %, 4 %, dan 5 % pada suhu 500C (Qisti, 2009).

Ditambahkan 8 ml asam stearat yang telah dicairkan pada suhu 70-800C

Diaduk hingga homogen

Ditambahkan 23 ml NaOH 30 % diaduk sampai terbentuk padatan sabun

Ditambahkan bahan-bahan pendukung seperti gliserin, larutan gula, sodium lauril sulfat, asam sitrat, dan garam

Dimasukkan ke dalam cetakan

Didinginkan

Ditambahkanetanol 96% untuk melarutkan padatan sabun dan diaduk hingga terbentuk sabun transparan dasar

Ditambahkan parfum pada suhu 500 C 20 ml minyak kelapa

(49)

3.2.6.2Pengujian pH (SNI 06-3532-1994)

3.2.6.3Pengujian Kadar Air (SNI 06-3532-1994)

Dimasukkan ke dalam kaca arloji

Ditimbang (sabun + kaca arloji) sebelum pengeringan

Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050C sampai mendapat berat konstan

Dikeluarkan dari oven

Ditimbang (sabun + kaca arloji) sesudah pengeringan

Dihitung selisih berat awal dan berat akhir sabun 4 gr sabun

Dilarutkan dengan akuades

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda

Dimasukkan ke dalam beaker gelas

Dikalibrasi pHmeter dengan larutan buffer pH 7 dan pH 10

Dicelupkan elektroda pH meter ke dalam larutan sabun

Dicatat nilai pH 1 gr sabun

Dihaluskan

(50)

3.2.6.4Pengujian Asam Lemak Bebas/Alkali Bebas (SNI 06-3532-1994)

Ditambahkan phenolftalein sebanyak 3 tetes

Dipanaskan kemudian didinginkan

Dinetralkan dengan KOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah lembayung

Ditambahkan 5 gr sabun

Dimasukkan batu didih

Dipanaskan selama 30 menit

Didinginkan

Ditambahkan phenolftalein sebanyak 3 tetes

Dipanaskan kemudian didinginkan

Dinetralkan dengan KOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah lembayung

Ditambahkan 5 gr sabun

Dimasukkan batu didih

Dipanaskan selama 30 menit

(51)

3.2.6.5Pengujian Minyak Mineral (SNI 06-3532-1994)

Dimasukkan ke dalam beaker glas

Dilarutkan dengan 10 ml akuades panas

Ditambahkan 3 tetes indikator metil jingga

Ditambahkan larutan HCL 10 % berlebih sampai terbentuk warna merah muda

Dimasukkan kedalam corong pisah sampai terbentuk dua lapisan

Dipipet 0,3 ml

Ditambahkan 5 ml KOH 0,5 N alkoholis

Dikeluarkan dari corong pisah

Dipanaskan selama 2 menit

Ditambahkan air setetes demi setetes

keruh Larutan jernih

(52)

3.2.6.6Pembuatan Media Padat Nutrien Agar dan Media Agar Miring

(Difco, 1977)

Disuspensikan didalam erlenmeyer dengan akuades sedikit demi sedikit hingga 1000 ml

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan menjadi jernih

Ditutup erlenmeyer dengan kapas

Disterilkan didalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit

Dimasukkan sebanyak 10 ml kedalam tabung reaksi

Dibiarkan hingga memadat dalam keadaan miring 30-450

Ditutup rapat dengan kapas

Disterilkan didalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit

20 g Nutrien Agar

(53)

Dipipet 0,1 ml

Dimasukkan ke dalam cawan petri

3.2.6.7Penentuan Aktivitas Antibakteri (DepKes, 1995)

Catatan: - Dilakukan prosedur yang sama dengan variasi berat sabun; 200 mg,

300 mg, 400 mg, dan 500 mg

- Dilakukan prosedur yang sama untuk pelarut akuades panas

- Dilakukan prosedur yang sama terhadap suspensi bakteri Staphyloccus aureus

100 mg sabun

Dibuat lubang (punch hole) pada media NA yang terdapat di dalam cawan petri

Diinkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam

Diukur zona hambat yang terbentuk disekitar lubang

Ditetesi 0,1 ml larutan sabun

Dilarutkan dengan 10 ml etanol 96 % Suspensi

bakteri E. coli

Bakteri pada media NA

Hasil

(54)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Produk sabun transparan yang dihasilkan dari penelitian merupakan hasil dari formulasi sabun transparan berdasarkan modifikasi Qisti (2009). Produk sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Sabun Transparan

(55)

4.1.1 Hasil Analisis Sabun Transparan sesuai SNI 06-3532-1994

Data hasil pengukuran berdasarkan SNI 06-3532-1994 meliputi pH, kadar air, kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, kadar asam lemak bebas, dan minyak mineralterhadap sabun transparan dengan adanya penambahan kitosan dalam berbagai konsentrasidapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Sabun Transparan sesuai SNI 06-3532-1994

Sabun transparan

4.1.2 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri

(56)

Tabel 4.2 Data Diameter Zona Hambat Kitosan terhadap bakteri Escherichia

coli dengan pelarut etanol 96% dan akuades panas

Konsentrasi Kitosan (mg/ml)

Diameter Zona Hambat (mm)

Etanol 96% Akuades Panas

I II Rata-rata I II Rata-rata

10 0 0 0 0 0 0

20 3,10 3,10 3,10 3,00 3,00 3,00

30 4,45 4,47 4,46 4,70 4,70 4,70

40 9,60 9,60 9,60 9,04 9,03 9,04

50 7,73 7,71 7,72 7,36 7,35 7,36

(a)

(b)

Gambar 4.2 Hasil pengujian aktivitas antibakteri sabun transparan dengan pelarut(a) akuades panas dan (b) etanol 96% terhadap bakteri

Escherichia coli

20 mg/ml 30 mg/ml 40 mg/ml 50 mg/ml

50 mg/ml 40 mg/ml

30 mg/ml

(57)

Tabel 4.3 Data Diameter Zona Hambat Kitosan terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dengan pelarut etanol 96% dan akuades

panas

Konsentrasi Kitosan

(mg/ml)

Diameter Zona Hambat (mm)

Etanol 96% Akuades Panas

I II Rata-rata I II Rata-rata

10 0 0 0 0 0 0

20 9,35 9,35 9,35 7,24 7,25 7,24

30 15,55 15,55 15,55 14,01 14,01 14,01

40 22,25 22,26 22,26 21,01 21,02 21,02 50 22,03 22,05 22,04 20,68 20,68 20,68

(a) (b)

Gambar 4.3 Hasil pengujian aktivitas antibakteri sabun transparan dengan pelarut (a) akuades panas dan (b) etanol 96% terhadap bakteri

40 mg/ml 40 mg/ml

50 mg/ml

30 mg/ml

20 mg/ml 20 mg/ml

30 mg/ml 50 mg/ml

(58)

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Mencari Nilai Kadar Air

Pengukuran kadar air dalam pembuatan sabun transparan dengan penambahan kitosan sebagai antibakteri dapat dihasilkan berdasarkan rumus:

Kadar air = �1−�2

� � 100%

Keterangan:

W1 =berat sampel + berat botol timbang (gram)

W2 = berat sampel setelah pengeringan (gram)

W = berat sampel (gram)

Nilai kadar air sabun transparan dapat dilihat pada tabel 4.1 dimana perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2.2 Mencari Nilai Kadar Alkali Bebas

Pengukuran kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH dalam pembuatan sabun transparan dengan penambahan kitosan sebagai antibakteri dapat dihasilkan berdasarkan rumus:

Kadar Alkali Bebas Dihitung NaOH = ���� 0,04

������� � 100%

Keterangan:

V = ml HCl yang dipergunakan

(59)

Nilai kadar air sabun transparan dapat dilihat pada tabel 4.1 dimana perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 2.

4.2.3 Mencari Nilai Kadar Asam Lemak Bebas

Pengukuran kadar asam lemak bebas dalam pembuatan sabun transparan dengan penambahan kitosan sebagai antibakteri dapat dihasilkan berdasarkan rumus:

Kadar Asam Lemak Bebas = ���� 0,205

� � 100%

Keterangan:

V = KOH 0,1 N yang diperlukan

N = Normalitas KOH yang diperlukan W = berat sampel

205 = berat setara asam laurat

Nilai kadar air sabun transparan dapat dilihat pada tabel 4.1 dimana perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 3.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Pembuatan Sabun Transparan

(60)

Minyak kepala berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan kedalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar dibandingkan dengan asam lainnya seperti asam stearat. Menurut Ketaren (1986) tingkat ketidakjenuhan minyak kelapa yang dinyatakan dengan bilangan Iod berkisar antara 7,5-10,5. Asam stearat yang terkandung dalam minyak kelapa berkisar 1,0-3,0%. Pada pembuatan sabun transparan dilakukan penambahan asam stearat yang memiliki sifat mengeraskan sabun, menstabilkan busa, dan melembabkan kulit. Sabun yang dibuat dari minyak kelapa dapat menghasilkan busa dengan baik pada air yang mengandung garam atau kesadahan yang tinggi karena bilangan penyabunannya yang sangat tinggi yaitu 250-260. Minyak kelapa dapat menghasilkan sabun dengan daya pembentuk busa yang sangat baik.

Dalam pembuatan sabun transparan, alkohol berfungsi sebagai pelarut dimana alkohol digunakan sebagai media untuk melarutkan asam lemak yang menyebabkan sabun menjadi transparan (transparent agent). Pada proses penyimpanan (aging), alkohol yang ada dalam sabun transparan akan menguap sehingga pada produk akhir sabun transparan tidak ditemukan lagi sejumlah alkohol seperti pada penambahan semula dan dapat mengurangi berat akhir sabun (Hambali dkk, 2005). Penggunaan alkohol dalam pembuatan sabun dianggap aman bagi kulit, karena adanya alkohol dalam sabun dapat dinetralisir dengan humektan seperti gliserin dan gula.

4.3.2 Analisis Sabun Transparan sesuai SNI 06-3532-1994

4.3.2.1 pH (Derajat Keasaman)

(61)

Membersihkan kulit dengan menggunakan sabun akan membuat pH kulit meningkat untuk sementara, tetapi tidak akan melebihi pH 7.

Nilai keasaman sabun transparan dengan penambahan kitosan 0%, 2%, 3%, 4% dan 5% yang dihasilkan dari tabel 4.1 adalah 8,27%; 8,25%; 8,16%; 8,04% dan 8,10%. Nilai keasaman sabun mandi sesuai standar mutu SNI 06-3532-1994 yaitu 8-11. pH sabun transparan yang diperoleh pada konsentrasi kitosan 4% merupakan konsentrasi yang terbaik dengan nilai pH paling mendekati standar mutu SNI. Penurunan pH yang terjadi dengan adanya peningkatan konsentrasi kitosan disebabkan karena larutan kitosan yang ditambahkan bersifat asam dengan nilai pH 5,46. Pada konsentrasi kitosan 5% diperoleh kenaikan pH yang tidak terlalu tajam karena kitosan mempunyai sejumlah gugus hidroksil (-OH) pada rantainya yang merupakan polisakarida yang mampu mempertahankan sifat basa secara alami (Jayakumar et al. 2011).

4.3.2.2 Kadar Air

Pengukuran kadar air pada sabun transparan dilakukan untuk mengetahui jumlah air dalam sabun yang berkaitan dengan efisiensi pada saat pemakaian. Menurut SNI 06-3532-1994 standar mutu kadar air pada sabun mandi maksimum 15%.

Nilai kadar air sabun transparan dengan penambahan kitosan 0%, 2%, 3%, 4% dan 5% yang dihasilkan dari tabel 4.1 adalah 16%; 15,25%; 14,25%; 10,75% dan 13,5%. Sabun yang memiliki kadar air tertinggi yaitu 16% adalah sabun transparan tanpa kitosan. Kadar air sabun transparan dengan penambahan kitosan 4% yaitu 10,75% dimana merupakan kadar air terendah yang dimiliki sabun transparan sesuai standar mutu SNI. Kitosan mempunyai kekuatan mengikat molekul-molekul air karena kitosan memiliki atom H pada gugus amina (-NH2)

(62)

menurun disebabkan adanya interaksi ikatan hidrogen intermolekuler yang lebih sedikit karena berkurangnya jumlah gugus amina (NH2) pada saat pelarutan

kitosan dengan asam sehingga viskositasnya meningkat seiring meningkatnya konsentrasi (Rochima dkk, 2004).

Kadar air yang lebih tinggi ini berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun transparan yang bersifat higroskopis yaitu seperti gliserin, gula, asam sitrat dan NaCl. Selain dari bahan-bahan yang ditambahkan juga berasal dari sewaktu proses pelarutan bahan pereaksi yang juga merupakan hasil samping dari proses penyabunan. Menurut Villela dan Suranyi (1996) bahwa asam lemak RCOOH yang bereaksi dengan NaOH akan membentuk sabun RCOONa dan air H2O. Semakin tinggi kadar air sabun akan semakin lunak

sehingga akan semakin mudah menyusut pada saat digunakan.

4.3.2.3 Kadar Alkali Bebas dihitung dalam NaOH

Alkali bebas yang terdapat dalam sabun transparan merupakan alkali yang dihitung sebagai NaOH yang tidak habis bereaksi dengan asam lemak pada saat pembentukan sabun. Menurut SNI (1994), kelebihan alkali dalam sabun natrium tidak boleh melebihi 0,1% karena alkali bersifat keras dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

(63)

kadar alkali bebas. Kadar alkali bebas sebanding dengan nilai pH, kadar alkali bebas yang tinggi ditandai pula dengan pH sabun yang terlalu basa.

4.3.2.4 Kadar Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas dalam sabun adalah asam lemak yang tidak terikat sebagai senyawa dengan natrium ataupun trigliserida (lemak netral). Kandungan asam lemak bebas dalam sabun mandi tidak boleh melebihi 2,5% (SNI, 1994). Asam lemak bebas tidak diharapkan pada sabun karena akan mengurangi daya kerja sabun terhadap kotoran, minyak, atau pun lemak. Semakin besar kadar asam lemak bebas maka semakin besar kecenderungan sabun berbau tengik. Asam lemak bebas yang tinggi yang terdapat pada sabun transparan disebabkan tidak mengalami reaksi penyabunan yang sempurna.

Nilai asam lemak bebas pada sabun transparan dengan penambahan

(64)

4.3.2.5 Minyak Mineral

Keberadaan minyak mineral sangat tidak diharapkan karena akan mempengaruhi proses emulsi dengan sabun. Nilai minyak mineral ini harus negatif yang ditunjukkan dengan tidak terjadinya kekeruhan pada saat titrasi dengan menggunakan air. Adanya minyak mineral dapat diakibatkan dekarboksilasi asam lemak menjadi golongan alkana (SNI, 1994).

Hasil analisis menunjukkan bahwa sabun transparan yang diperoleh telah memenuhi standar mutu SNI 06-3532-1994 dimana minyak mineral yang diperoleh bernilai negatif.

4.3.3 Uji Aktivitas Bakteri

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 bahwa hasil pengukuran

diameter zona hambat antibakteri menunjukkan bahwa adanya kitosan pada sabun transparan memiliki daya hambat lemah terhadap bakteri gram negatif

Escherichia coli dan memiliki daya hambat sedang hingga sangat kuat terhadap bakteri gram positif Staphylococcus aureus. Hal ini disebabkan oleh pengukuran aktivitas antibakteri kitosan berat molekul tinggi yang menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri grampositif, sedangkankitosan dari 11 kDa dan 20-30 kDa merupakan berat molekul yangpaling efektif terhadap bakteri gramnegatif (Omura et al.2002).

Pengukuran diameter zona hambat sabun transparan dengan pelarut etanol 96% diperoleh hasil yang lebih baik dari pada pelarut akuades terhadap bakteri

(65)

Diameter zona hambat bakteri Escherichia colidanStaphylococcus aureus

pada sabun transparan dalam pelarut etanol 96% dengan penambahan kitosan 2%, 3%, 4% dan 5% yakni 3,10 mm; 4,46 mm; 9,60 mm; 7,72 mm; dan 9,35 mm; 15,55 mm; 22,26 mm; dan 22,04 mm.Kontrol terhadap pelarut etanol dan akuades tidak menunjukkan adanya zona hambat. Hal ini mengindikasikan bahwakontrol yang digunakan tidak berpengaruh pada uji antibakteri. Hasil pengukuran diameter zona hambat dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Grafik Diameter Zona Hambat Bakeri Escherichia colidanStaphylococcus aureusterhadap Sabun Transparan

Diameter zona hambat yang optimum terdapat pada sabun transparan dengan penambahan kitosan 4% terhadap bakteri Staphylococcus aureus sebesar 22,26 mm.Sedangkan diameter zona hambat terhadap bakteri Escherichia coliadalah 9,60 mm. Diameter zona hambat tidak selalu naik sebanding dengan naiknya konsentrasi antibakteri. Hal ini dapat dilihat pada penambahan kitosan

5% dimana zona hambat menurun, ini terjadi karena viskositas kitosan yang meningkat sehingga kecepatan difusi senyawa antibakteri akan lebih sulit pada

0

Konsentrasi Kitosan dalam Sabun (mg/ml)

(66)

Perbedaan sensitivitas bakteri terhadap antibakteri dipengaruhi oleh struktur dinding sel bakteri. Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri gram positif. Bakteri gram positif memiliki peptidoglikan yang tinggi dibandingkan bakteri gram negatif dan memiliki kandungan lipid yang rendah. Kitosan dapat berikatan dengan lipid yang ada pada permukaan dinding sel bakteri. Rusaknya lipid pada dinding sel bakteri akan mengakibatkan rusaknya pertahanan sel. Menurut Yusman (2006), bakteri gram positif memiliki asam teikoat, yaitu polimer bersifat asam mengandung alkohol dan gliserol fosfat yang menyebabkan bakteri gram positif bermuatan negatif. Muatan negatif pada dinding sel bakteri akan berikatan dengan muatan positif dari kitosan sehingga menyebabkan bakteri tersebut lisis.

Asam teikoat merupakan polimer yang larut dalam air, yang berfungsi sebagai transport ion positif untuk keluar atau masuk. Sifat larut air inilah yang menunjukkan bahwa dinding sel bakteri gram positif bersifat lebih polar. Sedangkan senyawa kitosan dalam sabun transparan memiliki gugus

OHmerupakanbagian yang bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang bersifat polar daripada lapisan lipid yang nonpolar. Sehingga menyebabkan aktivitas penghambatan pada bakteri gram positif lebih besar daripada bakteri gram negatif.

Escherichia coli merupakan jenis bakteri gram negatif. Menurut Yusman (2006), Escherichia coli lebih bermuatan negatif dibandingkan dengan

(67)

sehingga aktivitas antibakterinya lebih lemah dibandingkan pada bakteri gram positif (Jawetz et al. 1995).

(68)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa optimasi kitosan memberikan peningkatan mutu yang lebih baik terhadap sabun transparan antibakteri seiring dengan peningkatan konsentrasi. Analisis karakteristik sabun transparan menunjukkan bahwa tidak semua perlakuan uji memenuhi standar mutu yang ditetapkan SNI 06-5332-1994. Untuk pengujian kadar air dan asam lemak bebas, diperoleh bahwa produk sabun transparan tanpa penambahan kitosan yang dihasilkan cukup tinggi yakni 16% dan 2,91%. Sabun transparan dengan penambahan kitosan 4% memiliki kualitas yang terbaik. Diperoleh hasil yang

telah memenuhi standar daya hambat pada tingkat yang paling efektif sebesar 22,26 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus sedangkan daya hambat terhadap bakteri Escherichia coli belum efektif yakni sebesar 9,60 mm.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penggunaan lebih dari satu jenis minyak dalam satu formula sabun transparan antibakteri.

(69)

DAFTAR PUSTAKA

Cognis. 2003. Clear Bar Soap Formulation. No: GWH 96/25. Care Chemical Division PT. Cognis Indonesia. Jakarta.

Davis, W.W. and Stout, T.R. 1971. Disc Plate Methods Of Microbiologycal Antibiotic Assay. Microbiology. 22:659-665.

[DepKes RI] Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Jilid IV. Cetakan Ketiga. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Jakarta.

[DitJen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. 1979. Materia Medika Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan. Jakarta.

Difco Laboratories. 1977. Difco Manual of Dehydrated Culture Media and Reagents for Microbiology and Clinical Laboratory Prosedures. Ninth Edition. Detroit Michigan. Chicago.

Dwidjoseputro, D. 1994.Dasar-dasarMikrobiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Fachmi, C. 2008. Pengaruh Penambahan Gliserin dan Glukosa terhadap Mutu Sabun Transparan. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fesenden, R.J. dan Fessenden J.S. 1990. Kimia Organik. Jilid II. Edisi ketiga. Erlangga. Jakarta.

Gandasasmita, H.D.P. 2009. Pemanfaatan Kitosan dan Karagenan Pada Produk Sabun Cair. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Goutara, D. and Wijandi, S. 1985. Industry Enzimology, The Application of Enzymes in Industry. Stocon-Press. New York.

Hambali, E. Suryani A. dan Rivai, M. 2005. Membuat Sabun Transparan untuk Gift dan Kecantikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hart, H. 1990. Kimia Organik. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Hongpattarakere, T. and Riyaphan, O. 2008. Effect of Deacetylation Conditions on Antimicrobial Activity of Chitosan Prepared from Black Tiger Shrimp (Penaeus monodon). Journal of Science and Technology. 30(1): 46

(70)

Inoue, K., Baba Y. and Yozhizuka, K. 1994. Adsorpsion of Metal Ion on Chitosan and Chemically Modified Chitosan and Their Application to Hydrometalurgy, Biotechnology and Bioactive Polymers. Plenum Publishing. New York.

James, J., Baker, C. dan Swain, H. 2002. Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan. Penerjemah: Indah Retno Wardhani. Erlangga. Jakarta.

Jawetz, E., Melnick, G.E and Adelberg, C.A. 1995. Review of Medical Microbiology. Lange Medikal Publication. Los Altos, California.

Jayakumar, R., Prabaharan, M. and Muzzarelli, R.A.A. 2011. Chitosan for Biomaterials. Springer. New York.

Kaban, J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi dari Produk yang Dihasilkan. USU-Press. Medan.

Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 13(5): 9-10, 18.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta.

Krieg, N.R. and Holt, J.G. 1984. Bergey’sManual of Systematic Bacteriology. Volume 1. Baltimore. USA.

Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Mabrouk, S.T. 2005. Making Usable Quality and Transparent Soap. Journal of Chemical Education. 82(10).

Omura, Y., Shigemoto, M., Akiyama, T. and Saimoto, Y. 2002. Eeexamination of Antimicrobial Activity of Chitosan Having Different Degrees of Acetylation and Molecular Weights. Journal Advances in Chitin Science. 6: 273-274

Poedjiadi. A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Purnamawati, D. 2006. Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Asam Sitrat terhadap Mutu Sabun Transparan. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Putri, H.C.H.A. 2009. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Ekstrak Etanol 96% Biji Alpukat (Perseae americana Mill) terhadap Formulasi Sabun Padat Transparan. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.

(71)

Ramadhan, L.A.O.N., Radiman, C.L., Wahyuningrum, D. dan Seuendo V. 2010. Deasetilasi Kitin secara Bertahap dan Pengaruhnya terhadap Derajat Deasetilasi Serta Massa Molekul Kitosan. Jurnal Kimia Indonesia. 5(1): 65-66.

Rochima, E., Suhartono, M.T., Syah, D. dan Sugiono. 2004. Karakterisasi Kitosan Hasil Deasetilasi Enzimatis oleh Kitin Deasetilase Isolat Bacillus papandayan K 29-14. [Skripsi]. Bandung: Universitas Padjajaran.

Sarmento, B. 2012.Chitosan-Based Systems for Biopharmaceuticals. First Edition. John Wiley and Sons, Inc. USA.

Shahidi, F. 1999. Isolation and Characterization of Nutrient and Value-added Product from Snow Crap (Chinoecetesopilio) and Shrimp (Pandalus borealis) Processing discards. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 39(8): 127-132.

Shrivastava, S.B. 1982. Soap, Detergent and Parfume Industry. Small Industry Research Institute. New Delhi.

[SNI] Standar Nasional Indonesia 1994. SNI 06-3532-1994 : SabunMandi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Spitz, L., 1996. Soap and Detergent a Theoritical and Practical Review. AOCS Press. Champaign-Illinois.

Sugita, P., Wukirsari, T. Sjahriza, A. dan Wahyono, D. 2009. Sumber Biomaterial Masa Depan, Kitosan. IPB-Press. Bandung.

Sun, T. 2007. Preparation of Chitosan Oligomers and Their Antioxidant Activity. Eur Food Res Technology. Shanghai Fisheries University. China.

Tsai, G.J. and Su, W.H. 1999. Antibacterial Activity of Shrimp Chitosan against

Escherichia coli. Journal of Food Protection. 62(3): 239-243.

Villela, C. and Suranyi, E. A. L., 1996. Continuous Saponification and Neutralization Process. Soap and Detergent, a Theoritycal and Practical Review. AOCS Press. Illinois.

Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. UI-Press. Jakarta.

Wattimena, G.A. 1991. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas ITB. Bogor.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

(72)
(73)

Lampiran 1.Perhitungan Uji Kadar Air terhadap Sabun Transparan

Kadar air = �1−�2

� � 100%

Keterangan:

W1 = berat sampel + berat botol timbang (gram)

W2 =berat sampel setelah pengeringan (gram)

W = berat sampel (gram)

 Formula I(10 mg/ml)

kadar air = 28,09−27,45

4 � 100%

= 16%

 Formula II(20 mg/ml)

kadar air = 28,11−27,50

4 � 100%

= 15,25%

 Formula III(30 mg/ml)

kadar air = 28,09−27,52

4 � 100%

= 14,25%

 Formula IV (40 mg/ml)

kadar air = 28,11−27,68

4 � 100%

(74)

kadar air = 28,09−27,55

4 � 100%

= 13,5%

Lampiran 2.Perhitungan Uji Kadar Alkali Bebasterhadap Sabun Transparan

Kadar alkali bebas dihitung NaOH = ���� 0,04

������� � 100%

Keterangan :

V = ml HCl yang digunakan

N = Normalitas HCl yang digunakan

40 = berat setara NaOH

 Formula I(10 mg/ml)

Alkali bebas = 1,3�0,1 5� 0,04� 100%

= 0,104%

 Formula II(20 mg/ml)

Alkali bebas = 1,2�0,1 � 0,04

5 � 100%

(75)

 Formula III(30 mg/ml)

Alkali bebas = 1,1�0,1 � 0,04

5 � 100%

= 0,088%

 Formula IV(40 mg/ml)

Alkali bebas = 0,6�0,1 � 0,04

5 � 100%

= 0,048%

 Formula V(50 mg/ml)

Alkali bebas = 0,9�0,1 5� 0,04� 100%

= 0,072%

Lampiran 3.Perhitungan Uji Kadar Asam Lemak Bebas terhadap Sabun Transparan

Kadar asam lemak bebas = ���� 0,205

������� � 100%

Keterangan :

(76)

205= berat setara asam laurat

 Formula I (10 mg/ml)

Asam lemak bebas = 7,1�0,1 � 0,205

5 � 100%

= 2,91%

 Formula II(20 mg/ml)

Asam lemak bebas = 6,24�0,1 � 0,205

5 � 100%

= 2,56%

 Formula III(30 mg/ml)

Asam lemak bebas = 5,7�0,1 � 0,205

5 � 100%

= 2,34%

 Formula IV(40 mg/ml)

Asam lemak bebas = 5,4�0,1 � 0,205

5 � 100%

= 2,21%

 Formula V(50 mg/ml)

Asam lemak bebas = 5,55�0,1 � 0,205

5 � 100%

(77)

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

Minyak Kelapa Neraca Analitis

Alat-alat Gelas pHmeter

Gambar

Gambar 2.1  Reaksi Saponifikasi (Spitz, 1996)
Tabel 2.1 Standar Mutu Sabun Mandi berdasarkan SNI 06-3532-1994
Gambar 2.2  Struktur Kitosan (Zirkakis, 1963)
Tabel 3.1Formula Sabun Transparan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik mutu sabun mandi cair yang memenuhi standar sni 06-4085-1996 adalah pH, tinggi busa, alkali