• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMULSAAN DAN REDUKSI PENGOLAHAN TANAH TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI SEMUT PADA PERTANAMAN TEBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMULSAAN DAN REDUKSI PENGOLAHAN TANAH TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI SEMUT PADA PERTANAMAN TEBU"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

EFFECT OF BAGASSE MULCHING AND REDUCED TILLAGE

ON THE DIVERSITY AND ABUNDANCE

OF ANTS IN THE SUGARCANE FIELD

By

Muhamad Jaya Saputra

This research aims to determine the effect of mulching and reduced tillage on

diversity and abundance of ants in sugarcane field. The research was done in

January and July 2011 in sugarcane field in Gunung Madu Plantations Company,

Central Lampung. The experiment was designed using a split plot design (2x2x5)

with soil tillage as the main plot, mulching as the subplot and five replications

(blocks). The sampling of ants used pitfall traps. The research showed that 13 ant

genera were found in the sugarcane field. Total abundance of ants and

Paratrechina

were higher in no-mulch plots. Shannon index, total ant abundance

and abundance of

Anoplolepis

in no-tillage plots were higher than those in full

tillage plots, but the abundance of

Iridomyrmex

was lower in no-tillage plots. The

effects of mulch and reduced tillage on ant diversity and/or abundance were

independent while those on the ant total genera and on

Gnamptogenys

abundance

were dependent.

(2)

ABSTRAK

PENGARUH PEMULSAAN DAN REDUKSI PENGOLAHAN

TANAH TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI

SEMUT PADA PERTANAMAN TEBU

Oleh

Muhamad Jaya Saputra

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemulsaan dan reduksi

pengolahan tanah terhadap keanekaragaman dan populasi semut pada lahan

pertanaman tebu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari dan Juli 2011 di

lahan pertanaman tebu PT Gunung Madu Plantations (GMP), Lampung Tengah.

Percobaan dirancang menggunakan rancangan petak terbagi (2x2x5) dengan olah

tanah sebagai petak utama, pemulsaan sebagai anak petak, dan lima kelompok

sehingga terdapat 20 petak percobaan. Pengambilan sampel semut dilakukan

menggunakan perangkap sumuran (

pitfall trap

) yang dipasang pada

masing-masing petak percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pertanaman

tebu ditemukan tiga belas genus semut. Pemulsaan tidak mempengaruhi

keanekaragaman semut tetapi mempengaruhi populasi semut. Populasi total

semut dan populasi semut

Paratrechina

lebih tinggi pada perlakuan tanpa mulsa

dibandingkan pada perlakuan dengan mulsa. Indeks Shannon semut, indeks

(3)

intensif (OTI), tetapi populasi semut

Iridomyrmex

pada TOT lebih rendah

dibandingkan pada OTI. Pengaruh pemulsaan dan reduksi pengolahan tanah

terhadap keragaman dan/atau populasi semut tersebut bersifat independen (tidak

interaktif); tetapi pengaruh pemulsaan dan reduksi pengolahan tanah terhadap

jumlah genus semut dan terhadap populasi semut

Gnamptogenys

bersifat

dependen (interaktif).

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)

PENGARUH PEMULSAAN DAN REDUKSI PENGOLAHAN TANAH

TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI SEMUT PADA

PERTANAMAN TEBU

(

Skripsi

)

Oleh

Muhamad Jaya Saputra

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(26)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

... xiv

DAFTAR GAMBAR

... xvii

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...

1

1.2 Tujuan Penelitian ...

3

1.3 Kerangka Pemikiran ...

3

1.4 Hipotesis ...

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tebu ...

5

2.2 Olah Tanah Konservasi dan Pemulsaan ...

8

2.3 Semut ...

8

III.

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2 Alat dan Bahan ... 10

3.3 Rancangan dan Pelaksanaan Penelitian ... 10

3.4 Identifikasi semut dan analisis data ... 13

(27)

4.2 Pembahasan ... 22

V.

KESIMPULAN

... 25

DAFTAR PUSTAKA

... 26

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011a.

Komoditas Tanaman Tebu

.

http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/images/pdf/tebu.pdf

. Diakses

tanggal 16 Maret 2011.

Anonim. 2011b. Profil PT GMP.

http://www.gunungmadu.co.id/index.php?modul=about&id=profile. Diakses tanggal 19 Maret 2011.

Anonim. 2011c.

Gagasan Swasembada Gula

.

http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr26204j.pdf

. Diakses

tanggal 17 Maret 2011.

Apriliansyah, H. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Jangka

Panjang pada Periode Bera terhadap Populasi dan Keanekaragaman

Arthropoda Tanah di Lahan Penelitian Politeknik Negeri Lampung,

Universitas Lampung. Skripsi. Bandar Lampung. 50 hlm.

Borror, D. J., Delong, D.M. & Triplehorn, C.A. 1976. Study of Insect. Fourth

Edition. National Book Store Manila. Pp. 617-619.

Brown, A. L. & Bral, F. I. 1978. Ecology of Soil Organisms. Fakenham Press

Limited. Fakenham, Norfork. Pp. 54-57.

Coleman, D. C., Crossley, D. A. Jr. & Hendrix, P. F. 2004.

Fundamentals of soil

ecology

. Institute of Ecology, University of Georgia, Athens, Georgia.

Elsevier Academic Press. Amsterdam. Second Editon.

Ditjen Bina Produksi Perkebunan. 2002. Program Akselerasi Peningkatan

Produksi Gula Nasional 2002-2007. Jakarta. 67 hlm.

Elliot, C. A. 1990.

Diversity Indices in Principles of Managing Forests for

Biological Diversity

. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Firdaus, F. 2012. Pengaruh Pemulsaan dan Reduksi Pengolahan Tanah Terhadap

Keanekaragaman dan Populasi Laba-Laba Tanah di Lahan Pertanaman

Tebu, Universitas Lampung. Skripsi. Bandar Lampung. 42 hlm.

Hashimoto, Y. 2003.

Identification Guide To The Ant Genera Of Borneo

. Buku

Inventory & Collection, Total Protocol for Understanding of

(29)

Indarto, Afandi, Utomo, M., Sugianto, Evizal, R. 1995. Pengaruh Beberapa Olah

Tanah dan Pembuatan Rorak terhadap Pertumbuhan Awal Tebu Lahan

Kering dalam

Prosiding Seminar Nasional V Budidaya Pertanian

Olah Tanah Konservasi

1995. Bandar Lampung.

Lal, R. 1995.

Tillage Systems in the Tropics Management Options and

Sustainability Implication.

FAO : School of Natural Resources the

Ohio State University Columbus, Ohio, USA. Pp 206.

Ludwig, J. A. & Reynolds, J. F. 1988.

Statistical Ecology

. Jhon Willy & Sons.

USA. P. 85-102.

Rafiuddin, P., Rusnadi & Tandi, M. 2006.

Efek Sistem Olah Tanah dan Super

Mikro Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung.

Tersedia

di: http.// agrivor-journal-5(3)-239-246. Diakses tanggal 21 April

2011.

Reginawanti. 1999. Tebu.

http://www.kpel.or.id/TTGP/ttgp-info-komkom. php?

komoditi =TN-KB-12

. Diakses tanggal 15 Maret 2011

Susilo, F.X., Yasin, N., Listianingsih & Wibowo, L. 2004. Kepadatan Populasi

Predator , Pesaing, dan Simbion Kutu Daun Pada Tanaman Kacang

Panjang Pasca Aplikasi Insektisida. Jurnal Hama dan Penyakit

Tumbuhan Tropika 4 (2): 62-68.

Susilo, F.X. 2011. Keberadaan Serangga Di Ekosistem Pertanian:

Keanekaragaman, Interelasi, dan Prospek Pengelolaannya Secara

Bio-Rasional. Orasi Ilmiah Pengukuhan Profesor Tetap Bidang

Entomologi Pertanian. Universitas Lampung. Lampung. 62 hlm.

Umar, I. 2004.

Pengolahan Tanah Sebagai Suatu Ilmu: Data, Teori, dan Prinsip-

Prinsip

. Makalah Pribadi Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana,

Institut Pertanian Bogor.

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/ibnu_umar.pdf

. Diakses tanggal 17 Maret 2011.

USDA. 2010.

Classification of the plant

.

http://www.nrcs.usda.gov/wps/portal/nrcs/detail/determined.html&tty

pe

. Diakses tanggal 15 Maret 2011

(30)

Utomo, M. 2006. Bahan Baku Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. 537hlm.

Prosiding Seminar Nasional Keragaman Hayati Tanah I

. Universitas

Lampung. Bandar Lampung, 29-30 Juni 2010.

Yuslianti, V. 1996. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Cara Pemberian Air Irigasi

pada Musim Tanam II Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi

Sawah

.

Hlm. 8-22 dalam

Prosiding Seminar Nasional III

(31)

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Tanaman tebu (

Saccharum officinarum

L.) merupakan tanaman perkebunan dari

keluarga rumput-rumputan (Poaceae) penghasil gula. Tanaman ini diperkirakan

berasal dari India, atau Irian Jaya karena disana ditemukan tebu liar di dalam

hutan dan juga tanaman ini sudah ditanam oleh warga setempat selama

berabad-abad. Batang tanaman tebu mengandung gula sekitar 10-15% (Reginawanti,

1999).

Kemerosotan produktivitas tanaman tebu/gula yang dialami Indonesia sejak

pemberlakuan Inpres nomor 9/1975 tentang program Tebu Rakyat Intensifikasi

masih terasa dampaknya sampai saat ini. Tidak terpenuhinya kebutuhan bahan

baku (batang tanaman tebu) dan ditutupnya sepuluh pabrik gula (PG) di Jawa

menunjukkan penurunan produktivitas tersebut masih terus berlangsung.

Sementara itu kebijakan baru di sektor usahatani tebu di lahan kering belum

sepenuhnya menunjukkan keberhasilan meningkatkan produktivitas tebu/gula.

Kebutuhan gula Indonesia diperkirakan 4 juta ton pertahun dengan asumsi jumlah

penduduk sekitar 200 juta jiwa dengan konsumsi gula tiap jiwa 20 kg dalam

setahunnya. Sedangkan kondisi yang ada sekarang produksi gula hanya mencapai

3 juta ton pertahun. Tidak memadainya produksi gula dalam negeri disebabkan

oleh berbagai faktor, di antaranya adalah semakin berkurangnya areal lahan

(32)

lahan antara lain merupakan akibat dari budidaya tebu yang kurang berwawasan

lingkungan (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2002). Untuk itu diperlukan

aplikasi teknologi budidaya tebu berwawasan lingkungan.

Salah satu teknologi budidaya yang berwawasan lingkungan adalah teknologi olah

tanah konservasi atau reduksi olah tanah. Teknologi itu dapat diimplementasikan

dengan cara tanpa olah tanah (TOT) dan pemulsaan. Teknologi TOT dan

pemulsaan sudah diterapkan pada berbagai ekosistem tanaman pangan dan

hortikultura (Utomo, 1989

dalam

Yuslianti, 1996). Namun pada ekosistem

tanaman tebu teknologi tersebut belum diterapkan padahal pada ekosistem ini

tersedia bahan mulsa (berupa bagas) yang sangat melimpah. Selain itu bila

pengolahan tanah pada budidaya tebu dapat dikurangi, maka kondisi tanah pada

ekosistem tersebut akan menjadi lebih baik dan biaya produksi tebu dapat

dihemat. Dengan dasar tersebut teknologi TOT dan pemulsaan perlu dikaji

penerapannya di ekosistem (perkebunan) tebu.

Menurut Utomo (2000), teknologi TOT dapat memperbaiki kualitas tanah, yaitu

meningkatkan jumlah bahan organik tanah dan memperbaiki iklim mikro tanah.

Kondisi tersebut diharapkan dapat memacu aktivitas biota tanah. Aktivitas

biota-biota tanah diindikasikan oleh keberadaan biota-biota-biota-biota tersebut (Utomo, 2006).

Keberadaan biota tanah difasilitasi oleh adanya mulsa serasah di atas permukaaan

tanah. Mulsa serasah menyediakan makanan bagi berbagai kelompok biota pada

jejaring makanan di dalam tanah. Pada jejaring makanan itu serasah dimakan

oleh detritivora (pemakan serasah), kemudian detritivora itu dimakan oleh

(33)

yang lebih tinggi hingga paling tinggi (predator puncak). Predator-predator ini

terdiri atas berbagai golongan taksonomi artropoda, yang sangat dominan di

antaranya adalah semut (Susilo

et al

., 2004).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh pemulsaan dan reduksi pengolahan

tanah terhadap keanekaragaman dan populasi semut pada lahan pertanaman tebu.

1.3 Kerangka Pemikiran

Reduksi pengolahan tanah dapat dilakukan dengan cara tanpa olah tanah (TOT)

(Umar, 2004). Pada lahan yang tidak atau kurang diolah, tanahnya relatif tidak

terusik sehingga agregat tanah terlindungi. Relung-relung biota tanah, misal

sarang-sarang semut juga terlindungi (Susilo, 2011). Reduksi pengolahan tanah

(TOT) biasanya dipadukan dengan pemberian mulsa berupa serasah, sisa-sisa

tanaman dan gulma (Utomo, 2000). Pada pertanaman tebu, bagas (ampas) tebu

yang tersedia dalam jumlah yang melimpah dapat dimanfaatkan sebagai mulsa.

Keberadaan mulsa di permukaan tanah memfasilitasi kehidupan biota tanah. Di

antara biota-biota tanah ini, keberadaan semut (Hymenoptera : Formicidae) sangat

dominan. Menurut Susilo

et al

. (2004), mulsa merupakan basis jejaring makanan

di dalam tanah yang melibatkan semut. Keberadaan semut, dalam hal ini

keanekaragaman dan populasinya, dipengaruhi oleh keberadaan biota mangsa

yang berada pada jenjang trofi di bawahnya, yaitu predator-predator antara dan

(34)

keberadaan semut secara tidak langsung juga bergantung pada keberadaan mulsa

(Susilo, 2011).

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemulsaan dan reduksi

pengolahan tanah mempengaruhi keanekaragaman dan populasi semut pada

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tebu

Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh

dan berkembang dengan baik di daerah subtropika. Tanaman tebu dapat tumbuh

pada berbagai jenis tanah di dataran rendah hingga ketinggian 1.400 di atas

permukaan laut (Anonim, 2011a).

Dalam klasifikasi botani tanaman tebu menurut USDA (2010), tanaman ini

digolongkan dalam kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo

Poales, famili Poaceae, genus Saccharum, dan spesies

Saccharum officinarum

.

Tanaman tebu berbatang tinggi, berumur panjang, dan berkulit batang tebal.

Umumnya tanaman tebu membentuk rumpun dengan jumlah yang sangat

bervariasi. Pada saat tanaman sudah tua, panjang batang tebu dapat mencapai 2-3

meter dengan diameter 20-30 mm.

Tebu mengandung karbohidrat hasil asimilasi yang tertimbun di dalam ruas-ruas

batang tebu, terutama sebagai sukrosa. Kultivar tanaman tebu modern biasanya

mengandung 11%-14% sukrosa.

Di Indonesia, tanaman tebu telah ditemukan tumbuh di beberapa tempat di Pulau

Jawa dan Sumatera sekitar tahun 400 Masehi. Namun baru pada abad ke-15

tanaman tersebut diusahakan secara komersil oleh sebagian imigran asal China.

Industri pergulaan dalam skala yang besar baru berdiri seiring kedatangan

(36)

Indische Compagnie

(VOC) pada bulan Maret 1602. Produksi gula tersebut

dipasarkan untuk memenuhi permintaan gula dari Eropa. Dibawah kendali VOC,

industri gula Indonesia pernah mencapai puncak produksi pada tahun 1930-an

dengan areal pertanaman seluas 200.000 hektar dengan 179 pabrik gula yang

terkonsentrasi di Pulau Jawa. Total produksinya mencapai 14,8 ton gula per

hektar (Anonim, 2011a).

Perusahaan gula bukan hanya ada di Jawa, tetapi juga ada di Lampung. Lampung

saat ini menjadi salah satu provinsi lumbung gula nasional. Di Lampung terdapat

enam perusahaan gula yang beroperasi, lima di antaranya merupakan perusahaan

gula swasta dan yang satu lagi perusahaan gula BUMN. PT. Gunung Madu

Plantations merupakan perusahaan gula yang memelopori berdirinya perusahaan

gula diluar Pulau Jawa, terutama di Lampung. Kehadiran PT. GMP dengan

perkembangannya yang baik menjadi pemicu berdirinya perusahaan gula yang

lain, seperti PT. Bunga Mayang, PT. Gula Putih Mataram, PT. Sweet Indo

Lampung, PT. Indo Lampung Perkasa, dan PT. Pemuka Sakti Manis Indah.

Kehadiran beberapa perusahaan gula di Lampung turut andil dalam

mengembangkan budidaya tebu oleh rakyat (tebu rakyat) di beberapa kabupaten,

seperti Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Utara, Way Kanan, dan

Kabupaten Tulangbawang. Budidaya tebu rakyat dilakukan dengan pola

kemitraan dengan sistem bagi hasil (Anonim, 2011b).

Dalam laporan Indarto

et al

. (1995), berdasarkan data Badan Statistik Provinsi

Lampung tahun 1993, luas total perkebunan tebu di Lampung seluas 210.043 ha.

Luasan tersebut meliputi 50% luasan lahan perkebunan tebu nasional. Laporan

(37)

oleh perkebunan swasta di Lampung sekitar 6,18 ton gula per hektar, sedangkan

di Jawa produksi gula berkisar 10,37

19,17 ton gula per hektar. Namun dari

laporan PT. GMP yang memiliki luasan 25.000 ha, produksi gula dalam

setahunnya dapat mencapai 190.000 ton, yang berarti perusahaan ini

memproduksi gula sebanyak 7,6 ton per hektar 9 (Anonim, 2011b).

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi penduduk Indonesia.

Kebutuhan gula Indonesia diperkirakan 4 juta ton per tahun dengan asumsi jumlah

penduduk sekitar 200 juta jiwa dengan konsumsi gula tiap jiwa 20 kg dalam

setahunnya. Kebutuhan gula sebesar itu dapat dipenuhi oleh 20 pabrik gula yang

masing-masing mengelola perkebunan tebu dengan luas 10.000 ha dengan

kapasitas produksi gula 2 ton gula per hektar (Anonim, 2011c).

Saat ini perusahaan gula di Indonesia berjumlah 59 buah, yang luasan totalnya

367.875 ha. Bila mengikuti logika di atas, maka pemenuhan kebutuhan gula

nasional sebanyak 4 juta ton pertahun cukup dipenuhi oleh lahan tebu seluas

200.000 ha. Namun, banyak faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan

Indonesia dalam memenuhi kebutuhan gula sehingga setiap tahunnya harus

mengimpor gula dari negara lain. Oleh sebab itu, untuk dapat memenuhi

kebutuhan gula nasional dan produksi gula yang tinggi, maka pengetahuan

tentang teknik budidaya tebu perlu dikuasai. Hal tersebut mencakup ketersediaan

air, sifat fisik tanah, kemasaman/pH tanah, pemupukan berdasarkan uji tanah,

serta pengendalian hama, penyakit, dan gulma (Anonim, 2011c)

(38)

Olah tanah konservasi (OTK) adalah cara penyiapan lahan yang biasanya

dicirikan dengan berkurangnya pembongkaran/pembalikan tanah (reduksi

pengolahan tanah) dan penggunaan mulsa. Reduksi olah tanah dapat dilakukan

dengan olah tanah minimum (OTM) dan tanpa olah tanah (TOT). Dalam TOT,

tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur dan lubang tugalan untuk

penempatan bibit tebu. Sisa tanaman dibiarkan menutupi permukaan tanah

sebagai serasah (Rafiuddin

et al

., 2006).

Kegiatan lain yang biasanya dilakukan dalam olah tanah konservasi lahan adalah

penambahan bahan organik pada lahan (mulsa). Mulsa adalah setiap bahan yang

dihamparkan untuk menutupi sebagian atau seluruh permukaan tanah (Lal, 1995).

Penggunaan mulsa ini bermanfaat sebagai pengendali gulma dan mengurangi

penguapan air tanah.

2.3 Semut

Semut merupakan salah satu kelompok serangga dari Ordo Hymenoptera. Di

antara serangga, semut dianggap yang paling berhasil dalam beradaptasi. Hewan

tersebut dapat hidup hampir di setiap tempat dalam jumlah yang melebihi individu

hewan terrestrial lainnya. Kebiasaan hidup semut seringkali membuat orang

tertarik, sehingga banyak penelitian dilakukan mengenai tingkah laku hewan

tersebut (Borror

et al

., 1976).

Suatu koloni semut dapat terdiri dari beberapa individu sampai beribu-ribu

individu. Brown dan Bral (1978) menyebutkan bahwa seringkali semut bertindak

(39)

khususnya dalam onggokan tanah dan di bawah bebatuan. Dalam pembuatan

sarangnya semut mampu menghancurkan tanah menjadi bentuk remah dan juga

mampu mengangkat tanah ke permukaan dari lapisan yang lebih dalam.

Bekas gundukan-gundukan rayap dapat menjadi sarang semut, sebagian ruang

pada sarang ini digunakan untuk bertelur dan sebagian lagi untuk menyimpan

makanan. Semut memindah-mindahkan telurnya dari satu sarang ke sarang lain

ketika diperlukan.

Semut adalah insekta yang bersifat sosial, dan koloninya terdiri dari tiga kasta

yaitu ratu, tentara, dan pekerja. Ratu berukuran lebih besar dibandingkan anggota

koloni semut lainnya dan biasanya bersayap, meskipun sayapnya kemudian akan

lepas setelah perkawinan. Koloni ratu bertugas untuk bertelur. Semut tentara

(prajurit) tidak mempunyai sayap dan berukuran tubuh lebih kecil daripada semut

ratu, mereka berumur pendek dan segera mati setelah kawin. Semut pekerja

(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari dan Juli 2011 yang merupakan

bagian dari penelitian jangka panjang tentang Studi Rehabilitasi Tanah kerjasama

antara Universitas Lampung (UNILA), PT. GMP, dan Yokohama National

University (YNU) Jepang. Pengambilan sampel dilakukan di lahan pertanaman

tebu di PT Gunung Madu Plantations (GMP) Lampung Tengah pada saat tebu

berumur 6 bulan dan 12 bulan, identifikasi sampel semut dilakukan di

Laboratorium Hama Artropoda Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah ember plastik, plastik mika, bambu, botol vial,

pinset, spidol, label, cawan petri, dan mikroskop stereo binokuler. Bahan yang

digunakan adalah larutan detergen 1% dan alkohol 70%.

3.3

Rancangan dan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini disusun dalam Rancangan Petak Terbagi (

split plot

) dengan dua

faktor perlakuan dan lima ulangan (Gambar 1). Faktor perlakuan yang pertama

(TOT dan OTI) adalah olah tanah (petak utama) dan faktor kedua (tanpa dan

dengan mulsa) adalah perlakuan mulsa (anak petak). Mulsa yang digunakan

(41)
[image:41.595.109.485.86.487.2]

Gambar 1. Tata letak plot-plot percobaan

Keterangan :

OTI: olah tanah intensif (standar GMP), TOT: tanpa olah tanah, K : kelompok

Plot perlakuan terdiri atas 4 petak yang dilabeli A, B, C, dan D dengan lima

ulangan. Perlakuan OTI diterapkan pada petak A dan B, sedangkan petak C dan D

diberi perlakuan TOT.

(42)

naungan plastik mika. Jarak naungan dengan pitfall 15 cm. Posisi pitfall adalah 8

m dari titik pusat petak (Gambar 3). Setelah 24 jam pitfall diangkat dan semut

yang terperangkap dikoleksi ke dalam botol vial yang telah diisi alkohol 70%

untuk identifikasi dan penurusan.

Gambar 2. Pemasangan perangkap pitfall

Keterangan : a.Ember plastik (diameter mulut 13 cm), b. Larutan detergen

1%, c. Ajir bambu 15 cm, d. Plastik mika (20cmx20cm)

40 m

: titik pusat petak (monolith)

[image:42.595.205.457.467.629.2]

:

titik penempatan pitfall 8 m dari monolith

Gambar 3. Posisi titik pitfall pada petak percobaan

3.4

Identifikasi Semut dan Analisis Data

25 m 8 m

mm a

b

(43)

Spesimen semut yang didapat diidentifikasi sampai tingkat genus dengan

menggunakan buku Hashimoto (2003). Hasil identifikasi diperiksa dan

dikonfirmasi oleh pembimbing.

Variabel yang diukur adalah keanekaragaman dan populasi semut.

Keanekaragaman semut dinyatakan dengan jumlah genus, Indeks Shannon dan

Indeks Simpsons. Indeks Shannon dihitung dengan rumus sebagai berikut

H’

= -

∑ pi.lnpi

Indeks Simpson dihitung dengan rumus

S = 1-

∑ (

pi

dengan catatan

H’= indeks Shannon (Elliot,

1990) ; pi= frekuensi relatif spesies i;

S= indeks Simpson (Ludwig

et al

., 1988)

Populasi semut dinyatakan dengan banyaknya individu semut (ekor). Data

(44)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

(1)

Pemulsaan tidak mempengaruhi keanekaragaman semut tetapi

mempengaruhi populasi semut. Populasi total semut dan populasi semut

Paratrechina

lebih tinggi pada perlakuan tanpa mulsa dibandingkan pada

perlakuan dengan mulsa.

(2)

Reduksi pengolahan tanah mempengaruhi keanekaragaman dan populasi

semut. Indeks Shannon, indeks Simpson, populasi total semut, dan

populasi semut

Anoplolepis

pada perlakuan tanpa olah tanah (TOT) lebih

tinggi dibandingkan pada perlakuan olah tanah intensif (OTI), tetapi

populasi semut

Iridomyrmex

pada TOT lebih rendah dibandingkan pada

OTI;

(3)

Pengaruh pemulsaan dan reduksi pengolahan tanah terhadap

keanekaragaman dan/atau populasi semut tersebut bersifat independen

(tidak interaktif); tetapi pengaruh pemulsaan dan reduksi pengolahan tanah

terhadap jumlah genus semut dan terhadap populasi semut

Gnamptogenys

Gambar

Gambar 1. Tata letak plot-plot percobaan
Gambar 3. Posisi titik pitfall pada petak percobaan

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan utama dari pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak yang sanggup menghasilkan orang-orang bermoral, jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita- cita

Selain kedua kelompok tersebut diatas beberapa kelompok yang juga mengakibatkan penurunan pertumbuhan produksi adalah : kelompok industri logam dasar turun sebesar

1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi.. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang ketentuan dan

Analisis Mikroenkapsul Oleoresin Kayu Manis Terhadap mikrokapsul oleoresin dilakukan analisis mutu meliputi Uji Rendemen (AOAC, 1997), Uji Kadar Sinamaldehid (Titrasi Aldehid

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Motivasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan di SMK Swasta Budi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh service excellence training bagi staf administrasi Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) Politeknik

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam menggunakan kartu IM3 adalah : (1) Faktor

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konflik kerja dan stres kerja terhadap kepuasan kerja pegawai pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana