• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Filter Konsentris Dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (Srat) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Filter Konsentris Dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (Srat) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA FILTER KONSENTRIS DALAM

SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR TERKENDALI

(SRAT) PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR

Oleh :

HANIF TRIAWAN KUSUMA F14103029

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

Hanif Triawan Kusuma / F 141 03 029. Kinerja Filter Konsentris dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr

Ringkasan

Pecanangan revitalisasi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) oleh presiden RI tahun 2005, merupakan amanat negara terhadap semua komponen bangsa untuk memberikan prioritas perhatian yang lebih bagi pembangunan sektor ini. Salah satu revitalisasi di bidang perikanan adalah revitalisasi budidaya ikan hias khususnya ikan hias air tawar. Pada tahun 2000 volume ekspor ikan hias adalah 2.709 ton meningkat menjadi 3.516 ton pada tahun 2004 dengan kenaikan 7,56%. Hal tersebut menandakan bahwa peluang pengembangan sektor perikanan, khususnya ikan hias adalah sangat besar dan menjanjikan. Pengembangan perikanan budidaya air tawar tidaklah banyak menghadapi hambatan teknologi yang berarti, kecuali dalam penyedian induk unggul dan benih bermutu. Banyak teknologi yang sudah diaplikasikan guna mencapai tujuan yang lebih baik. Salah satu teknologi yang banyak digunakan adalah pembudidayaan ikan pada suatu sistem resirkulasi akuakultur.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa kinerja filter konsentris dalam menjaga kualitas air pada sistem resirkulasi akuakultur terkendali (SRAT) pembesaran ikan hias air tawar.

Fllter konsentris yang digunakan pada SRAT dapat mengurangi nilai amonia sampai 29,84 % dan nilai total amonia nitrogen sampai 25,3 %. Selain itu filter konsentris ini dapat menjaga nilai amonia, total amonia nitrogen, pH, konduktivitas listrik, dan total padatan terlarut sesuai dengan nilai yang dianjurkan. Pada saat tertentu ada parameter kualitas air yaitu pH yang nilainya tidak sesuai syarat yang dianjurkan, namun kondisi ini tidak menyebabkan ikan mengalami gangguan. Sampai minggu ke-6 filter konsentris tidak mengalami penyumbatan. Pertumbuhan ikan sampai minggu ke-6 dapat mencapai 5 cm dan rata-rata tingkat mortalitas setiap minggunya adalah kurang dari 10%..

(3)

3

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KINERJA FILTER KONSENTRIS DALAM SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR TERKENDALI

(SRAT) PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HANIF TRIAWAN KUSUMA F14103029

Dilahirkan pada tanggal 25 November 1984 di Madiun, Jawa Timur

Menyetujui : Bogor, Agustus 2007

Prof. Dr. Ir. Budi I Setiawan, M.Agr Dosen Pembimbing

Mengetahui,

(4)

4

RIWAYAT HIDUP

Hanif Triawan Kusuma dilahirkan di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 25 November 1984 sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pedidikan SMU Negeri 1 Geger Kabupaten Madiun dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten dalam mata ajaran Matematika Dasar dan Kalkulus 1 pada semester I dan II tahun akademik 2004/2005 Tingkat Persiapan Bersama. Selain itu penulis pernah melakukan kegiatan praktik lapang di Balai Pengembangan Benih Ikan Ciherang, Cianjur, Jawa Barat, dan menulis laporan praktik lapang yang berjudul Mempelajari Aspek Distribusi Air pada Pembenihan Ikan Koi, Maskoki dan Komet di Balai Pengembangan Benih Ikan Ciherang, Cianjur, Jawa Barat.

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “ Kinerja Filter Konsentris Dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar”.

Selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini telah banyak pihak yang memberikan bantuan kepada penulis, sehigga dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan.

2. Dr. Ir. Roh Santoso B W, MT selaku dosen penguji.

3. Kedua orangtua serta saudara-saudaraku yang terus memberikan dorongan moril maupun materiil kepada penulis.

4. Mas Rudi, Mas Emul dan Pak Adon atas bantuannya. 5. Teman-teman sebimbingan , Ash-Shobirin dan TEP 40

6. Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis sangat berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor , Juli 2007

(6)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI. ... i

DAFTAR GAMBAR. ... iii

DAFTAR TABEL. ... iv

DAFTAR LAMPIRAN. ... v

I. PENDAHULUAN. ... 1

2.3Sistem Resirkulasi Akuakutur Terkendali (SRAT). ... 5

2.4 Filter. ... 6

2.5 Kualitas Air. ... 8

2.6 Hukum Bernoulli. ... 15

2.7 Head loss pada aliran dalam pipa... 16

2.8 Lokal head loss. ... 17

III. METODOLOGI. ... 18

3.1Waktu Dan Tempat. ... 18

3.2Bahan dan Alat. ... 18

3.3Prosedur Penelitian. ... 19

3.4Perolehan Data. ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 23

4.1 Total Amonia Nitrogen (TAN), Amonia (NH3) dan Amonium (NH4). ... 23

4.2 Kemasaman (pH). ... 26

4.3 Koefisien Head loss. ... 27

4.4 Konduktivitas Listrik (electrical Conductivity, EC). ... 30

4.5 Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS). ... 31

4.6 Mortalitas...32

(7)

ii

5.1 Kesimpulan. ... 33

5.2 Saran. ... 33

DAFTAR PUSTAKA. ... 34

(8)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan komet. ... 3

2. Konfigurasi umum sistem resirkulasi air. ... 5

3. Media penyaring (A) Arang aktif, (B) kapas sintetis, (C) batu zeolit. ... 7

4. Prosedur penelitian. ... 19

5. Urutan sirkulasi air pada SRAT. ... 19

6. Kerangka filter konsentris. ... 20

7. Kandungan nilai amonia (NH3) pada air selama pembesaran ... 23

8. Kandungan total amonia nitrogen (TAN) pada air selama pembesaran. ... 24

9. Kandungan nilai amonium (NH4+) pada air selama pembesaran. ... 25

10.Kondisi tanaman pada tanggal (A)12/6/07, (B) 20/6/07 yang berfungsi sebagai biofilter. ... 25

11.Nilai pH hasil pengukuran selama pembesaran. ... 26

12.Koefisien head loss pada aliran dari bak filter ke bak tendon. ... 27

13.Beda tinggi air antara bak filtrasi dengan bak tandon. ... 28

14.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 7/6/07. ... 29

15.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 20/6/07. ... 30

16.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 23/6/07. ... 30

17.Nilai konduktivitas listrik air hasil pengukuran. ... 30

18.Nilai total padatan terlarut hasil pengukuran. ... 31

(9)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kisaran normal kualitas air untuk perikanan air tawar. ... 8 2. Klasifikasi padatan di perairan berdasarkan ukuran diameter. ... 9 3. Hubungan antara nilai TDS dan salinitas air... 10 4. Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai padatan

(10)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. pH dan konduktivitas listrik selama pembesaran...36

2. Total padatan terlarut selama pembesaran...37

3. Gambar proyeksi SRAT...38

4. Gambar tampak depan SRAT...39

5. Gambar tampak atas SRAT...40

6. Gambar tampak samping SRAT...41

7. Gambar proyeksi filter konsentris pada SRAT...42

(11)

KINERJA FILTER KONSENTRIS DALAM

SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR TERKENDALI

(SRAT) PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR

Oleh :

HANIF TRIAWAN KUSUMA F14103029

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

Hanif Triawan Kusuma / F 141 03 029. Kinerja Filter Konsentris dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr

Ringkasan

Pecanangan revitalisasi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) oleh presiden RI tahun 2005, merupakan amanat negara terhadap semua komponen bangsa untuk memberikan prioritas perhatian yang lebih bagi pembangunan sektor ini. Salah satu revitalisasi di bidang perikanan adalah revitalisasi budidaya ikan hias khususnya ikan hias air tawar. Pada tahun 2000 volume ekspor ikan hias adalah 2.709 ton meningkat menjadi 3.516 ton pada tahun 2004 dengan kenaikan 7,56%. Hal tersebut menandakan bahwa peluang pengembangan sektor perikanan, khususnya ikan hias adalah sangat besar dan menjanjikan. Pengembangan perikanan budidaya air tawar tidaklah banyak menghadapi hambatan teknologi yang berarti, kecuali dalam penyedian induk unggul dan benih bermutu. Banyak teknologi yang sudah diaplikasikan guna mencapai tujuan yang lebih baik. Salah satu teknologi yang banyak digunakan adalah pembudidayaan ikan pada suatu sistem resirkulasi akuakultur.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa kinerja filter konsentris dalam menjaga kualitas air pada sistem resirkulasi akuakultur terkendali (SRAT) pembesaran ikan hias air tawar.

Fllter konsentris yang digunakan pada SRAT dapat mengurangi nilai amonia sampai 29,84 % dan nilai total amonia nitrogen sampai 25,3 %. Selain itu filter konsentris ini dapat menjaga nilai amonia, total amonia nitrogen, pH, konduktivitas listrik, dan total padatan terlarut sesuai dengan nilai yang dianjurkan. Pada saat tertentu ada parameter kualitas air yaitu pH yang nilainya tidak sesuai syarat yang dianjurkan, namun kondisi ini tidak menyebabkan ikan mengalami gangguan. Sampai minggu ke-6 filter konsentris tidak mengalami penyumbatan. Pertumbuhan ikan sampai minggu ke-6 dapat mencapai 5 cm dan rata-rata tingkat mortalitas setiap minggunya adalah kurang dari 10%..

(13)

3

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KINERJA FILTER KONSENTRIS DALAM SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR TERKENDALI

(SRAT) PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HANIF TRIAWAN KUSUMA F14103029

Dilahirkan pada tanggal 25 November 1984 di Madiun, Jawa Timur

Menyetujui : Bogor, Agustus 2007

Prof. Dr. Ir. Budi I Setiawan, M.Agr Dosen Pembimbing

Mengetahui,

(14)

4

RIWAYAT HIDUP

Hanif Triawan Kusuma dilahirkan di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 25 November 1984 sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pedidikan SMU Negeri 1 Geger Kabupaten Madiun dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten dalam mata ajaran Matematika Dasar dan Kalkulus 1 pada semester I dan II tahun akademik 2004/2005 Tingkat Persiapan Bersama. Selain itu penulis pernah melakukan kegiatan praktik lapang di Balai Pengembangan Benih Ikan Ciherang, Cianjur, Jawa Barat, dan menulis laporan praktik lapang yang berjudul Mempelajari Aspek Distribusi Air pada Pembenihan Ikan Koi, Maskoki dan Komet di Balai Pengembangan Benih Ikan Ciherang, Cianjur, Jawa Barat.

(15)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “ Kinerja Filter Konsentris Dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar”.

Selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini telah banyak pihak yang memberikan bantuan kepada penulis, sehigga dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan.

2. Dr. Ir. Roh Santoso B W, MT selaku dosen penguji.

3. Kedua orangtua serta saudara-saudaraku yang terus memberikan dorongan moril maupun materiil kepada penulis.

4. Mas Rudi, Mas Emul dan Pak Adon atas bantuannya. 5. Teman-teman sebimbingan , Ash-Shobirin dan TEP 40

6. Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis sangat berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor , Juli 2007

(16)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI. ... i

DAFTAR GAMBAR. ... iii

DAFTAR TABEL. ... iv

DAFTAR LAMPIRAN. ... v

I. PENDAHULUAN. ... 1

2.3Sistem Resirkulasi Akuakutur Terkendali (SRAT). ... 5

2.4 Filter. ... 6

2.5 Kualitas Air. ... 8

2.6 Hukum Bernoulli. ... 15

2.7 Head loss pada aliran dalam pipa... 16

2.8 Lokal head loss. ... 17

III. METODOLOGI. ... 18

3.1Waktu Dan Tempat. ... 18

3.2Bahan dan Alat. ... 18

3.3Prosedur Penelitian. ... 19

3.4Perolehan Data. ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 23

4.1 Total Amonia Nitrogen (TAN), Amonia (NH3) dan Amonium (NH4). ... 23

4.2 Kemasaman (pH). ... 26

4.3 Koefisien Head loss. ... 27

4.4 Konduktivitas Listrik (electrical Conductivity, EC). ... 30

4.5 Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS). ... 31

4.6 Mortalitas...32

(17)

ii

5.1 Kesimpulan. ... 33

5.2 Saran. ... 33

DAFTAR PUSTAKA. ... 34

(18)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan komet. ... 3

2. Konfigurasi umum sistem resirkulasi air. ... 5

3. Media penyaring (A) Arang aktif, (B) kapas sintetis, (C) batu zeolit. ... 7

4. Prosedur penelitian. ... 19

5. Urutan sirkulasi air pada SRAT. ... 19

6. Kerangka filter konsentris. ... 20

7. Kandungan nilai amonia (NH3) pada air selama pembesaran ... 23

8. Kandungan total amonia nitrogen (TAN) pada air selama pembesaran. ... 24

9. Kandungan nilai amonium (NH4+) pada air selama pembesaran. ... 25

10.Kondisi tanaman pada tanggal (A)12/6/07, (B) 20/6/07 yang berfungsi sebagai biofilter. ... 25

11.Nilai pH hasil pengukuran selama pembesaran. ... 26

12.Koefisien head loss pada aliran dari bak filter ke bak tendon. ... 27

13.Beda tinggi air antara bak filtrasi dengan bak tandon. ... 28

14.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 7/6/07. ... 29

15.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 20/6/07. ... 30

16.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan (B) pada tanggal 23/6/07. ... 30

17.Nilai konduktivitas listrik air hasil pengukuran. ... 30

18.Nilai total padatan terlarut hasil pengukuran. ... 31

(19)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kisaran normal kualitas air untuk perikanan air tawar. ... 8 2. Klasifikasi padatan di perairan berdasarkan ukuran diameter. ... 9 3. Hubungan antara nilai TDS dan salinitas air... 10 4. Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai padatan

(20)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. pH dan konduktivitas listrik selama pembesaran...36

2. Total padatan terlarut selama pembesaran...37

3. Gambar proyeksi SRAT...38

4. Gambar tampak depan SRAT...39

5. Gambar tampak atas SRAT...40

6. Gambar tampak samping SRAT...41

7. Gambar proyeksi filter konsentris pada SRAT...42

(21)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pecanangan revitalisasi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) oleh presiden RI tahun 2005, merupakan amanat negara terhadap semua komponen bangsa untuk memberikan prioritas perhatian yang lebih bagi pembangunan sektor ini. Amanat ini sebagai tuntutan untuk bangkit dan maju lebih cepat, yang berarti sebagai awal dari kebangkitan sektor perikanan menuju kegiatan yang membawa kesejahteraan dan kejayaan bangsa. Salah satu revitalisasi di bidang perikanan adalah revitalisasi budidaya ikan hias khususnya ikan hias air tawar.

Revitalisasi ikan hias setidaknya melibatkan 10 propinsi (Riau, Jambi, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Papua) dengan sasaran produksi 10.200 ton hingga akhir tahun 2009, dengan kebutuhan modal usaha sebesar Rp. 178,58 miliar dan penyerapan tenaga kerja 138.077 orang (DKP, 2005). Berdasar data BPS 2005, laju pertumbuhan ekspor hasil perikanan Indonesia dalam kurun waktu 2000-2004 meningkat cukup pesat.

Pada tahun 2000, volume ekspor perikananan Indonesia sebesar 519.415 ton dengan nilai US$ 1,67 miliar, meningkat menjadi 902.358 ton dengan nilai US$ 1,78 miliar pada tahun 2004, atau terjadi kenaikan rata-rata pertahunnya sebesar 16,69 %. Ekspor ikan hias merupakan bagian dari ekspor perikanan total Indonesia, dimana pada tahun 2000 volume ekspor ikan hias adalah 2.709 ton meningkat menjadi 3.516 ton pada tahun 2004 dengan kenaikan 7,56%. Hal tersebut menandakan bahwa peluang pengembangan sektor perikanan, khususnya ikan hias adalah sangat besar dan menjanjikan.

Pengembangan budidaya ikan hias dalam rangka revitalisasi diarahkan pada pengembangan ikan hias air tawar yang telah mapan teknologi budidayanya di masyarakat. Sasaran pengembangan produksi sampai tahun 2009 mencapai 10.200 ton, dengan kebutuhan benih sebesar 1,13 miliyar (DKP, 2005).

(22)

2

Arwana Irian, Gurame Hias, Koi dan Maskoki. Pengembangan perikanan budidaya air tawar tidaklah banyak menghadapi hambatan teknologi yang berarti, kecuali dalam penyedian induk unggul dan benih bermutu. Banyak teknologi yang sudah diaplikasikan guna mencapai tujuan yang lebih baik. Salah satu teknologi yang banyak digunakan adalah pembudidayaan ikan pada suatu sistem resirkulasi akuakultur.

Sistem resirkulasi akuakultur memberikan banyak manfaat, antara lain : hasil yang dicapai lebih baik bila dibandingkan dengan sistem tradisional, konservasi lingkungan khususnya penghematan air dan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kalangsungan hidup ikan dapat dikendalikan. Dalam sistem resirkulasi akuakultur terdapat satu komponen yang sangat penting, yaitu adanya filter atau penyaring. Filter merupakan ciri khusus dan sebagai paru–paru dari sistem resirkulasi akuakultur. Salah satu filter yang digunakan pada sistem resirkulasi akuakultur adalah penggunaan filter konsentris.

1.2 Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa kinerja filter konsentris dalam menjaga kualitas air pada sistem resirkulasi akuakultur terkendali (SRAT) pembesaran ikan hias air tawar.

(23)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Komet

Ikan Komet merupakan ikan hias yang saat ini mulai banyak dikembangkan. Varietas ikan Komet dikembangkan di Amerika akhir abad 19. Nama komet berasal dari benda angkasa yaitu komet Helley. Ikan Komet merupakan salah satu strain dari ikan Maskoki. Ikan Komet mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, kuat dan lebih gesit bila dibandingkan dengan ikan Maskoki. Ikan Komet mudah dipelihara baik di kolam, di bak ataupun di akuarium.

Klasifikasi ikan Komet menurutCole (1995, dalam Kusuma, 2006) adalah sebagai berikut :

filum : Chordata kelas : Osteichtyes sub kelas : Actinopterigii ordo : Ostariophysadei sub ordo : Cyprinoidea

famili : Cyprinoidae sub famili : Cyprninae genus : Carassius

spesies : Carassius auratus

(24)

4

Secara umum dapat dikatakan bahwa ikan Komet termasuk ikan yang mampu beradaptasi dengan berbagai variasi kualitas air dan juga suhu. Suhu ideal bagi ikan Komet berada pada kisaran 20-25°C. Fluktuasi perubahan suhu direkomendasikan tidak lebih dari 5°C, terutama dalam proses pergantian air atau proses transportasi. Fluktuasi suhu di atas 5°C akan sangat membahayakan ikan tersebut. Nilai pH yang dianggap ideal untuk menumbuhkembangkan ikan Komet berkisar dari 7,0 hingga 8,0. Mesikpun demikian diketahui bahwa ikan Komet masih dapat mentolerir nilai pH lebih rendah atau lebih tinggi dari kisaran. Kepadatan ikan dalam volume air tertentu akan sangat menentukan tingkat keberhasilan memelihara ikan Komet, kemudahan dalam mengelola air dan menghindarkan terjadinya stres yang dapat memicu terjadinya berbagai masalah ikutan lainnya. Selalu disarankan agar ikan Komet dipelihara dengan kepadatan serendah mungkin, atau dipelihara sesedikit mungkin dalam suatu wadah. Aturan secara umum menyebutkan bahwa kepadatan ikan Komet dapat dihitung berdasarkan proporsi 1 cm panjang ikan untuk setiap liter air tersebut.

2.2 Pembesaran Ikan

(25)

5

Sumber : Robert R. Stickney (1979)

ketika jumlah yang diberikan berlebihan. Pakan yang tersisa akan menjadi sumber racun bagi ikan.

2.3 Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT)

Sistem resirkulasi air adalah suatu metode pemeliharaan ikan dalam wadah terkontrol dengan menggunakan kembali air bekas setelah melalui proses penyaringan secara fisik dan biologi (Jangkaru,1994). Menurut Stickney (1979) secara umum sistem resirkulasi terdiri atas empat komponen utama, yaitu : wadah budidaya (culture chamber), wadah sedimentasi primer (primary settling chamber), filter biologi (biological filter), dan penjernih akhir (final clarifier).

Gambar 2. Konfigurasi umum sistem resirkulasi air

(26)

6

pemeliharaan dan pematangan gonad induk. Dalam SRAT ini ikan yang dipelihara umumnya tidak dalam fase pertumbuhan yang cepat, sehingga pemberian nutrisi tidak efektif seperti dalam SRAT pembesaran. SRAT penampungan sementara umumnya digunakan di tempat penjualan ikan. Pemeliharaan biasnya dilakukan selama 1-21 hari. SRAT perlu didesain untuk mengakomodir perubahan dan fluktuasi jenis dan jumlah ikan. Oleh karena itu, biofilter perlu dirancang agar memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam hal bentuk dan kapasitas. SRAT display

digunakan untuk manampilkan keindahan ikan, umumnya digunakan di akuarium ikan hias. Oleh karena itu menejemen kualitas air perlu ditekankan kepada pengontrolan partikulat terlarut dan kejernihan air.

2.4 Filter

Filter merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyaring benda-benda tertentu yang tidak dikehendaki dan meloloskan benda lain yang dikehendaki. Dalam SRAT benda-benda yang tidak dikehendaki tersebut diantaranya adalah: amonia, bahan padatan, residu organik, dan bahan kimia lainnya. Secara umum filter ada tiga macam, yaitu filter mekanik, filter biologi dan filter kimia. Filter mekanik adalah suatu alat untuk memisahkan padatan dari air secara fisika (berdasarkan ukuran) dengan cara menangkap atau menyaring, sehingga kandungan bahan–bahan seperti debu, koloid dan kotoran lain menjadi berkurang. Filter mekanik disusun dengan beberapa bahan material tertentu seperti kapas sintetik, ijuk, kerikil dan pasir. Pasir, kapas sintetik, kerikil dan ijuk merupakan penyaring primer. Penggunaan media (kerikil dan pasir) yang terlalu rapat pada filter mekanik akan mengakibatkan penyumbatan aliran air. Filter mekanik dapat memisahkan kotoran berupa partikel–partikel tak terlarut secara efektif, namun tidak efektif untuk memisahkan partikel–partikel yang terlarut, untuk itu perlu digunakannya filter biologi dan filter kimia.

(27)

7

dapat diperkirakan berapa banyak konsentrasi amonia yang akan dikeluarkan ikan setiap hari yang perlu dinetralisir oleh sebuah filter biologi. Amonia juga dihasilkan oleh penghuni akuarium lainnya, termasuk bakteri, jamur dan juga sisa pakan ikan. Proses perombakan amonia menjadi nitrat dengan bantuan bakteri dapat ditunjukan pada persamaan reaksi (1).

Filter kimia merupakan absorben atau bahan kimia penyerap dan pengikat sisa metabolit beracun yang ada pada air. Bahan–bahan yang berfungsi sebagai filter kimia antara lain : arang aktif, ozon, sinar ultra violet dan zeolit. Zeolit dan arang yang mengandung karbon aktif dapat menghilangkan racun, bau tak sedap dan membunuh bibit penyakit. Filter kimia dapat melakukan fungsinya dengan tiga cara, yaitu: serapan, pertukaran ion dan jerapan. Serapan merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke dalam struktur suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut. Proses ini dijumpai terutama dalam media karbon aktif. Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran tertentu. Pori-pori ini dapat menangkap partikel-partikel sangat halus (molekul) dan menjebaknya disana. Dengan berjalannya waktu pori-pori ini pada akhirnya akan jenuh dengan partikel-partikel sangat halus sehingga tidak akan berfungsi lagi.

Filter konsentris merupakan filter dengan arah aliran air secara horisontal dari luar menuju ke dalam (memusat).

(A) (B) (C)

Sumber: (A) www.O-fish.com

Gambar 3. Media penyaring (A) Arang aktif, (B) kapas sintetik, (C) batu zeolit

NO2- NO3

-Nitrosomonas sp Nitrobacter sp

NH3

O2 O2

(28)

8 2.5 Kualitas Air

Kualitas air, menurut kamus istilah lingkungan (Ismoyo, 1994 dalam Hardjojo, 2005) adalah sebagai keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologis suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untuk keperluan tertentu. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa air yang berkualitas adalah air yang tersedia memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, misal untuk perikanan maka air yang tersedia haruslah berkualitas memenuhi persyaratan untuk hidup ikan walaupun air tersebut mungkin tidak cocok untuk air minum. Pada Tabel 1 ditunjukan beberapa kondisi yang dianjurkan untuk perikanan air tawar.

Tabel 1. Kisaran normal kualitas air untuk perikanan air tawar

Parameter Konsentrasi yang dianjurkan

TAN < 2 ppm

Beberapa parameter kualitas air yang perlu dan sebaiknya diketahui dalam pemeliharaan ikan hias antara lain suhu, nilai pH, oksigen terlarut, padatan total dan nitrogen total.

2.5.1 Suhu

Suhu merupakan parameter fisika dalam menentukan kualitas air. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : musim, letak lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, penutupan awan dan kedalaman air. Dalam sistem tertutup suhu dapat dikontrol dan dikendalikan sesuai kondisi ideal tempat hidup ikan. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang optimal bagi pertumbuhannya.

(29)

9

perairan sebesar 10ΟC menyababkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme sekitar 2-3 kali lipat. Menurut Halsam (1995, dalam Effendi, 2003) peningkatan suhu juga menyebabkan penuruan kelarutan gas dalam air, misalnya O2, CO2, N2 dan CH4 . Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi.

Cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan perubahan menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung secara lebih intensif pada lapisan perairan yang memiliki suhu lebih tinggi (lebih panas) dan densitas lebih kecil daripada lapisan yang di bawah.

2.5.2Padatan Total, Terlarut, dan Tersuspensi

Menurut American Public Healt Association, APHA (1976, dalam Effendi, 2003) padatan total (residu) adalah bahan tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi pengeringan pada suhu tertentu. Residu dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan berdasar ukuran diameter partikel, seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi padatan di perairan berdasarkan ukuran diameter

Klasifikasi padatan Ukuran diameter (μm)

Ukuran diameter (mm)

Padatan terlarut <10-3 <10-6

Koloid 10-3-1 10-6-10-3

Padatan tersuspensi >1 >10-3

Sumber: Effendi, 2003

Padatan tersuspensi total (total suspended solid atau TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan

diameter 0.45μm. Padatan tersuspensi pada perairan berasal dari partikel-partilel

(30)

10

dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah mengurangi pertumbuhan jenis alga dan makropitha akuatik, hal ini terjadi karena jumlah cahaya yang masuk ke badan air mengalami gangguan yaitu penurunan daya tembus cahaya. Sedangkan dampak negatifnya adalah seiring berkurangnya fitoplakton yang ada pada perairan menyebabkan jumlah pakan untuk zooplankton berkurang sehingga pertumbuhan zooplankton terganggu.

Padatan terlarut total (total disolved solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm-10-3 mm) yang berupa bahan-bahan kimia yang belum tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm .

TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan. Hubungan antara TDS dan salinitas ditunjukan Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan antara nilai TDS dan salinitas air

Nilai TDS (mg/lt) Tingkat Salinitas

0-1000 Air tawar

1001-3000 Agak asin / payau (sligty saline)

3001-10000 Keasinan sedang / payau (moderately saline) 10001-10000 Asin (saline)

>100000 Sangat asin (brine)

Sumber: Mc Neely et al., 1979 dalam Effendi, 2003

Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan, terutama total padatan tersuspensi, dapat meningkatkan nilai kekeruhan. Kekeruhan akan dapat menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan. Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai padatan tersuspensi ditunjukan dalam Tabel 4.

Tabel 4.Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai padatan tersuspensi (TSS)

Nilai TSS (mg/liter) Pengaruh terhadap kepentingan perikanan

<25 Tidak berpengaruh

25-80 Sedikit berpengaruh

81-400 Kurang baik bagi kepentingan perikanan >400 Tidak baik bagi kepentingan perikanan

(31)

11 2.5.3 Nilai pH

pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air. pH sangat penting sebagai parameter kimia untuk menentukan kualitas air. pH mempunyai peran penting dalam mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Tidak semua makhluk hidup bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH. Ikan dan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupannya. Nilai pH dan temperatur mempunyai hubungan dengan total amonia yang tak terionisasi. Amonia tak terisonisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibangdingkan dengan amonium. Selain itu menurut Mackereth et al. (1989, dalam Effendi 2003) nilai pH juga berkaitan dengan karbondioksida dan alkalinitas air. Pada pH <5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebasnya.

Sebagian besar biota akuatik yang sensitif terhadap perubahan pH menyukai nilai pH sekitar 7,0-8,5. Pengaruh nilai pH terhadap komunitas biologi perairan ditunjukan pada Tabel 5.

Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Namun, alga jenis Chlamidomonas acidophila

masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat rendah ( yaitu pH=1) , dan alga

Euglena masih dapat bertahan hidup pada pH 1,6 ( Halsam, 1995 dalam Effendi 2003).

(32)

12

Tabel 5. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan

Nilai pH Pengaruh umum

6,0 – 6,5 1.keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun. 2.kelimpahan total, biomassa dan produktivitas tidak mengalami perubahan.

5,5 – 6,0

1.penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak.

2.kelimpahan total, biomassa dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti.

3.alga hijau mulai tampak pada zona litoral

5,0 – 5,5

1.penurunan keanekaragaman plankton dan komposisi jenis plankton, perifiton dan bentos semakin besar. 2.terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa

zooplankton dan bentos.

3.alga hijau berfilamen semakin banyak. 4.proses nitrifikasi terhambat.

4,5 – 5,0

1.penurunan keanekaragaman plankton dan komposisi jenis plankton, perifiton dan bentos semakin besar. 2.terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa

zooplankton dan bentos.

3.terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos.

4. proses nitrifikasi terhambat.

Sumber: modifikasi Baker et al.,1990 dalam Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003

2.5.4 Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) merupakan parameter kimia dalam menentukan kualitas air. Di perairan bebas, oksigen lebih banyak dihasilkan dari proses fotosintesis alga. Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi munusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat pada atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Difusi oksigen dari atmosfer kedalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air.

(33)

13

kurang dari 4 mg/liter. Kadar oksigen terlarut harus sering dipantau, apalagi dalam kondisi-kondisi tertentu seperti cuaca mendung, hujan atau terjadi perubahan warna air oleh ganggang. Pada Tabel 6 ditunjukan hubungan antara kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan

Tabel 6. Kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan

Kadar oksigen terlarut (mg/lt) Pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan

<0,3 Hanya sedikit jenis ikan yang dapat bertahan pada masa pemaparan singkat

0,3-1,0 Pemaparan lama dapat mengakibatkan kematian ikan

1,0-5,0 Ikan dapat bertahan hidup, tetapi

pertumbuhanya terganggu.

>5,0 Hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi ini.

Sumber : modifikasi Swingle, 1969 dalam Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003

Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu dan bervariasi antar-organisme. Kadar oksigen terlarut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain waktu, aktivitas fotosintesis, respirasi, salinitas, dekomposisi bahan organik seperti feses dan sisa pakan dan temperatur. Peningkatan suhu satu derajat celcius akan meningkatkan konsumsi oksigen 10% (Brown, 1978 dalam Effendi, 2003). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol. Pengaruh waktu dan temperatur terhadap oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh waktu dan temperatur terhadap oksigen terlarut Waktu Temperatur (οC) Oksigen terlarut (mg/liter)

(34)

14

2.5.5 Konduktivitas Listrik (Electrical Conductivity, EC)

Konduktivitas listrik merupakan parameter fisika air. Konduktivitas adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Semakin banyak garam-garam terlarut yang terionisasi, semakin tinggi pula nilai konduktivitas listriknya. Reaktivitas, valensi dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh tergadap nilai EC. Asam, basa dan garam merupakan penggantar listrik yang baik.

Konduktivitas dinyatakan dengan satuan μmhos/cm atau μsimens/cm.

Kedua satuan tersebut setara (Mackereth et al., 1989 dalam Effendi, 2003). Air suling (aquades) memiliki nilai konduktivitas 1 μmhos/cm, sedangkan perairan

alami sekitar 20-1500 μmhos/cm (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003). Perairan

laut memiliki nilai konduktivitas yang sangat tinggi karena mengandung garam terlarut. Nilai konduktivitas listrik berhubungan erat dengan TDS.

2.5.6 Nitrogen Total

(35)

15

Nitrit merupakan gas sangat beracun bagi ikan. Nitrit ini merupakan hasil perombakan protein yang merupakan ikutan dari amonia. Reduksi nitrat atau denitrifikasi oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob dapat menghasilkan nitrit, amonia dan gas-gas lain. Pada denitrifikasi, gas N2 yang dapat terlepas akan dilepaskan dari air ke udara. Nitrit dapat berperan sebagai sumber nitrogen bagi tanaman. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/lt dapat bersifat toksik bagi organisme perairan ( Moore, 1991 dalam Effendi, 2003).

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan hasil oksidasi nitrit dengan bantuan bakteri Nitrobacter sp. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Proses nitrifikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pada kadar oksigen terlarut kurang dari 2 ppm reaksi akan berjalan lamban, nilai pH yang optimum bagi proses nitrifikasi adalah 8-9 dan pada pH kurang dari 6 reaksi akan berhenti, suhu optimum proses

nitrifikasi adalah 20ΟC–25ΟC dan pada suhu kurang atau lebih dari kisaran suhu tersebut kecepatan nitrifikasi berkurang. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran oleh feses ikan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada amonium. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Kandungan amonia dan nitrit dapat dikurangi ataupun dihilangkan dengan cara pergantian air, pemberian aerasi, penguapan, maupun reaksi kimia dengan oksigen. Nitrat dan amonium merupakan sumber utama nitrogen di perairan. Namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/lt, perairan mesotropik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 1-5 mg/lt dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5-50 mg/lt (Volenwider, 1969 dalam Wetsel, 1975 dalam Effendi, 2003).

2.6 Hukum Bernoulli

(36)

16

dan energi potensial per unit berat ( sleigh, 2001 dan Nerkraskov, 1969 dalam Rudiyanto, 2006). Hukum Bernoulli dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

2

Dimana P adalah tekanan, ρ adalah densitas, g adalah percepatan gravitasi dan v

adalah kecepatan .

Persamaan Bernoulli tersebut hanya berlaku untuk aliran steady, densitas konstan, kehilangan friksi diabaikan dan persamaan menghubungkan dua titik kondisi sepanjang garis aliran ( streamline ) tunggal.

Dalam kenyataanya sejumlah energi akan hilang yang disebabkan oleh gesekan atau friksi. Dengan memperhatikan Head loss akibat friksi dan lokal head loss maka persamaan Bernoulli dapat ditulis menjadi persamaan berikut (Sleigh, 2001dalam Rudiyanto , 2006) :

+

Dasar menghitung besarnya head loss untuk aliran fluida dalam pipa dan saluran-saluran dapat digunakan rumus Darcy-Weibach yaitu :

hf =

Pada aliran turbulen, head loss dalam pipa dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus Darcy-Weibach (Sleigh, 2001 dalam Rudiyanto, 2006):

hf =

(37)

17 2.8 Lokal Head loss

Head loss yang disebabkan oleh belokan, sambungan, klep dan lain-lain selain oleh gesekan disebut sebagai lokal head loss. Pada jaringan pipa yang panjang dapat diabaikan, akan tetapi untuk pipa yang pendek head loss akan lebih besar jika dibandingkan oleh gesekan. Secara umum lokal head loss dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sleigh,2001 dalam Rudiyanto, 2006):

hL= kL 2g

2 v

(6)

(38)

18

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2007, yang bertempat di Wisma Wageningen, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan pada kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Satu unit sistem resirkulasi akuakultur terkendali, yang terdiri atas :

¾ Tangki pemeliharaan

¾ Tangki penyaringan

¾ Tangki penyimpanan

¾ Tangki penyuplai

b. Logger Thermo Recorder

c. Gelas ukur

d. Perlengkapan pengukuran Total Amonia Nitrogen, meliputi:

¾ Spektrofotometer

¾ Erlenmeyer 125 ml dan 20 ml

¾ Pipet Mohr 25 ml

¾ Labu takar 100ml, 250 ml dan 500 ml

¾ Alumunium foil

¾ Kertas saring Wathma no. 42

¾ Bahan pereaksi (Phenol solution, Sod nitroprosside dan Oxidating

solution) e. Stop watch

f. Ikan Komet g. Software Auto CAD

(39)

19 selesai Analisa

Efektivitas filter Pengukuran

TAN, NH3, NH4+

Pengukuran TDS Pengukuran

EC Pengukuran

pH

Mulai

Desain filter

Uji

Pembuatan filter 3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4, yang utamanya terdiri atas perancangan, pembuatan dan uji filter.

Gambar 4. Prosedur penelitian

3.3.1 Prosedur Intalasi Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali

Pada tahap ini dilakukan penyiapan bahan, membuat tempat dudukan bak dan perangkaian menjadi satu unit SRAT. Berikut adalah urutan sirkulasi air pada SRAT.

Gambar 5. Urutan sirkulasi air pada SRAT Tangki pemeliharaan

Tangki penyaringan

(40)

20 Perancangan Filter Konsentris

Pada tahap ini dilakukan pendesainan kerangka filter konsentris yang diawali dengan penggambaran menggunakan software Auto CAD, dan kemudian pembutan. Bahan yang digunakan untuk membuat kerangka filter adalah: plat besi, plat alumunium, seng dan kawat parabola (kasa). Berikut merupakan gambar kerangka filter konsentris yang akan digunakan.

Gambar 6. Kerangka filter konsentris

Berikut adalah spesifikasi dari filter konsentris:

¾ Diameter luar : 45 cm

¾ Diameter dalam : 15 cm

¾ Tinggi : 45 cm

¾ Luas permukan : 1295,25 cm2

¾ Mesh kawat parabola : 2 mm

¾ Media penyaring : 1) kapas sintetik,

(41)

21 3.4 Perolehan Data

Perolehan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara pengukuran, perhitungan dan pengamatan. Data yang akan diambil meliputi :

3.4.1 Kualitas Air a. Pengukuran Suhu

Data suhu didapat melalui pengukuran langsung dengan menggunakan

logger thermo recorder yang dilakukan setiap hari. Suhu yang diukur meliputi suhu air dan suhu ruangan.

b. Pengukuran Total Amonia Nitrogen (TAN), Amonia (NH3) dan Amonium (NH4)

Penentuan kadar amonia dilakukan dengan metoda Phenate yang menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 640 nm. Penggukuran total amonia dilakukan dengan mengambil air sampel pada bak penyaringan dan bak tandon. Berikut adalah langkah-langkah penguku ran TAN, NH3 dan NH4:

¾ Saring sampel air setiap bak dengan menggunakan kertas saring

Wathma No. 42 sebanyak 25 ml.

¾ Tambahkan 1 ml Phenol solution. Aduk.

¾ Tambahkan 1 ml Sod Nitroprosside.

¾ Tambahkan 25 ml Oxidazing solution, aduk rata.

¾ Simpan selama 1 jam dan ditutup dengan menggunakan

alumunium foil.

¾ Ukur nilai absorbance air sampel dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 640 nm.

¾ Total amonia nitrogen (TAN) dihitung dengan persamaan berikut:

TAN= C air sampel – C blanko (7)

C = K x Absorbance + B (8)

¾ Amonia (NH3 ) dihitung dengan persamaan berikut:

(42)

22

dimana pKa merupakan konstanta ionisasi yang tergantung temperatur

¾ Amonium (NH4+) dihitung dengan persamaan berikut:

NH4+= TAN- NH3 (11)

c. Pengukuran pH, TDS (Total Dissolved suspended) dan EC (Electric Conductivity)

Data pH, EC dan TDS diperoleh melalui pengukuran langsung dengan menggunakan pH, EC dan TDS meter. Penggukuran dilakukan setiap lima hari sekali.

d. Beda Tinggi Level Air

Pengukuran beda tinggi level air dilakukan pada bak filtrasi dengan bak tandon. Beda tinggi digunakan untuk menghitung koefisien head loss.

3.4.2 Pengamatan Pertumbuhan ikan

(43)

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Amonia (NH3), Total Amonia Nitogen (TAN), dan Amonium (NH4+)

Keterangan :Hari ke-1 dimulai pada tanggal 7 Juni 2007

Gambar 7. Kandungan nilai amonia (NH3) pada air selama pembesaran

Gambar 7 menunjukan hasil perhitungan besarnya nilai amonia selama pembesaran. Pada hari ke-1 terjadi penurunan nilai amonia sebesar 0,0033 ppm atau 7,83 % setelah air difiltrasi, sedangkan pada hari ke-6 adalah 0,006 ppm atau 29.84 %, hari ke-12 adalah 0,0018 ppm atau 25,31%, hari ke-15 adalah 0,0006 ppm atau 27,52% dan pada hari ke-19 adalah 0,0012 ppm atau 21,25%. Hal ini menunjukan bahwa filter konsentris, khususnya filter biologi dapat bekerja dengan baik. Kondisi bakteri yang berada pada filter biologi dapat terjaga, khususnya bakteri yang berada pada susunan batu zeolit. Air yang mengalir ke susunan batu zeolit merupakan air yang telah disaring secara mekanik dengan kapas sintetik, sehingga air yang mengalir tersebut sedikit membawa partikel padatan. Dengan sedikitnya partikel padatan pada air, tentu akan tetap menjaga luas permukaan (bidang kontak bakteri dengan air) pada susunan batu zeolit.

Dari Gambar 7 juga dapat diketahui bahwa selama pembesaran terjadi penurunan nilai amonia, yaitu mulai hari ke-1 sampai hari ke-15. Penurunan nilai amonia ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya nilai pH. pH berpengaruh besar terhadap kadar amonia pada total amonia nitrogen, semakin rendah pH maka semakin rendah pula kadar amonianya dalam TAN. Pada saat

0,00

sebelum filtrasi setelah filtrasi penambahan air pengurangan air

(44)

24

sebelum filtrasi setelah filtrasi penambahan air pengurangan air

Batas mak TAN yang dianjurkan

terjadi penurunan nilai amonia yaitu pada hari ke-1 ke hari ke-15, nilai pH pun mengalami penurunan dari 6,1 menjadi 5,2. Pergantian dan penambahan air yang dilakukan pada hari ke-2, 5 dan 14 tidak dapat mengembalikan nilai pH menjadi seperti semula.

Sedangkan pada hari ke-15 ke hari ke-19 terjadi peningkatan nilai amonia, yaitu dari 0,0023 ppm menjadi 0,0057 ppm pada kondisi sebelum filtrasi. Peningkatan ini dikarenakan pada hari ke-17 dilakukan pergantian air, pergantian air dapat meningkatkan nilai pH menjadi lebih besar dari pada nilai sebelumnya. Nilai amonia yang kecil bahkan tidak ada merupakan kondisi yang diinginkan.

Dari hal tersebut dapat diketahui, untuk mengurangi kadar amonia dapat dilakukan dengan cara memperkecil nilai pH air. Namun pH yang nilainya kurang dari 5,5 sebaiknya dihindari, karena dapat berpengaruh terhadap aktivitas ikan. Amonia yang merupakan gas buangan terlarut ini berbahaya karena bersifat racun bagi ikan. Amonia akan diuraikan oleh bakteri nitrosomonas sp menjadi nitrit dan kemudian akan diuraikan oleh bakteri nitrobakter sp menjadi nitrat. Dengan jumlah amonia yang kecil maka jumlah nitrit yang dirombak pun menjadi kecil. Dengan begitu tingkat bahaya nitrit pun semakin rendah. Nilai amonia baik sebelum ataupun setelah filtrasi selama pembesaran tidak melebihi batas yang dianjurkan, yaitu 0,1 ppm.

Keterangan :Hari ke-1 dimulai pada tanggal 7 Juni 2007

Gambar 8.Kandungan total amonia nitrogen (TAN) pada air selama pembesaran

(45)

25

sebelum filtrasi setelah filtrasi penambahan air pengurangan air

15, serta dari hari ke-15 ke hari ke-19 terjadi penurunan. Penurunan ini lebih disebabkan karena pada hari ke-2, 5, 14 dan 17 dilakukan pergantian dan penambahan air. Pergantian dan penambahan air dapat mengurangi konsentrasi amonia nitrogen dalam air karena terjadi pengenceran. Pada hari ke-17 diketahui bahwa penggantian air 40% dari volum total dapat meningkatkan nilai pH sampai 1,0, dan megurangi TAN sampai 0,0695 ppm. Meskipun penambahan atau pergantian air dapat menurunkan nilai TAN dalam air, namun dapat menyebabkan meningkatnya kadar amonia dan menurunkan kadar amonium dalam TAN.

Keterangan :Hari ke-1 dimulai pada tanggal 7 Juni 2007

Gambar 9 .Kandungan nilai amonium (NH4+) pada air selama pembesaran

Nilai amonium merupakan hasil pengurangan TAN oleh amonia. Semakin besar nilai amonia, maka akan semakin kecil nilai amoniumnya. Amonium tidak bersifat racun bagi ikan.

(A) (B)

(46)

26

Penambahan air Pengurangan air TP6 TP5

TP3 TP8 TP9 TP10

TP12 TP2 TP11 TP4

TP1 TP7 TR TS

Batas mak. pH yang dianjurkan

Batas min. pH yang dianjurkan

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, hal ini menunjukan bahwa tanaman tersebut dapat meruduksi unsur hara, khususnya nitrogen yang berbentuk dalam amonia, amonium, nitrit dan nitrat. Dari keempat bentuk nitrogen, amonium yang paling disukai tumbuhan dalam memenuhi unsur makro selain phospat dan kalium.

4.2 Kemasaman (pH)

Keterangan Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007

Gambar 11.Nilai pH hasil pengukuran selama pembesaran

Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Gambar 11, dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pH untuk setiap bak pembesaran mempunyai kisaran nilai yang hampir sama. Air pada tangki pemeliharaan (air sebelum difiltrasi) dan air pada tangki penyimpanan (air setelah filtrasi) juga memiliki nilai yang relatif sama. Dari hal tersebut, diduga filter dapat berfungsi mempertahankan nilai pH. Kesamaan nilai pH pada tangki pemeliharaan ini lebih dikarenakan air berada dalam satu sistem yang saling berhubungan.

(47)

27

dari rata-rata 5,3 menjadi 6,3 pada hari ke-48. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemberian atau pergantian air menyebabkan terjadinya keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud adalah terjadinya peningkatan konsentrasi air pada SRAT dan terjadi penurunan konsentrasi air pada air yang diirigasikan. Pemberian atau pergantian air sebaiknya dilakukan untuk setiap kali waktu tertentu, terutama apabila air mempunyai nilai pH yang tidak dianjurkan yaitu kurang dari 5,5 atau lebih dari 9,0.

Meskipun nilai pH setelah hari ke-43 sampai dengan hari ke-46 kurang dari 5,5 ikan tidak mengalami stress atau menghentikan makan atau bahkan terjadi kematian secara masal. Perubahan nilai pH yang tidak terlalu besar dalam waktu yang relatif lama ini dikarenakan pada filter konsentris terdapat komposisi batu zeolit yang mengandung unsur kalsium. Kemungkinan unsur kalsium pada zeolit dapat mengurangi kesadahan air sehingga nilai pH relatif lebih stabil.

Dari Gambar 10 dapat diketahui juga bahwa seiring dengan pertumbuhan ikan selama pembesaran maka penurunan pH lebih cepat. Pada hari ke-1 sampai hari ke-19 hanya terjadi penurunan pH dengan rata-rata 0,1 sedangkan pada hari ke-25 sampai hari ke-46 terjdi penurunan pH dengan rata-rata 0,3.

4.3 Koefisien Head loss

Keterangan: Hari ke-1 dimulai pada tanggal 2 Juni 2007

(48)

28

Dengan asumsi bahwa head loss akibat friksi diabaikan dan hanya menganggap terjadi lokal head loss. Hal ini dikarenakan panjang pipa yang pendek hanya 100 cm sehingga nilainya kecil sekali. Gambar 12 menunjukan hasil perhitungan koefisien head loss dari tangki penyaring ke tangki penyimpan selama pembesaran. Koefisien head loss cenderung mengalami kenaikan, mulai dari 12,30 pada hari ke-1 meningkat menjadi 17,81 pada hari ke-17. Kenaikan ini menandakan bahwa filter konsentris, khususnya filter mekanik dapat bekerja dengan baik dalam menyaring padatan, baik sisa pakan, kotoran atau benda lain. Sisa-sisa pakan dan kotoran yang menyumbat pori-pori penyaring menyebabkan terjadinya penurunan laju aliran air. Beda tinggi air antara tangki penyaring dengan tangki penyimpan yang cenderung meningkat mengindikasikan terjadinya penyumbatan yang cenderung meningkat pula. Penyumbatan oleh sisa pakan dan kotoran lebih banyak terdapat pada filter mekanik yaitu pada kapas sintetik. Kapas sintetik yang mempunyai ukuran pori relatif lebih kecil dan seragam daripada susunan batu zeolit, menyebabkan susunan batu zeolit lebih berfungsi menjadi filter kimia dan biologi.

Pada hari ke-26 terlihat terjadi penurunan koefisien head loss. Penurunan koefisien head loss lebih dipengaruhi oleh debit air yang mengalir dari tangki pemeliharaan ke tangki penyaring mengalami penurunan. Sedangkan beda tinggi air antara tangki penyaring dan tangki penyimpanan tetap mengalami peningkatan dari 5,7 cm pada hari ke-17 menjadi 6,2 cm pada hari ke-26. Perubahan tinggi air antara tangki penyaring dengan tangki penyimpan selama pembesaran dapat ditunjukan pada Gambar 13.

Keterangan: Hari ke-1 dimulai pada tanggal 2 Juni 2007

(49)

29

Seiring bertambahnya waktu, kerja filter mekanik akan lebih efektif dalam menyaring padatan. Padatan yang ukuranya kecil yang mula-mula tidak tersaring akan tersaring, karena ukuran pori-pori penyaringan akan menjadi lebih kecil oleh penyumbatan padatan. Namun efektifitas ini akan berkurang atau menjadi tidak ada ketika terjadi penyumbatan total artinya air benar-benar tidak dapat dialirkan melalui filter. Dalam kondisi tersebut perlu segera dilakukan pembersihan filter, sehingga sistem dapat beroperasi kembali.

Bukti lain bekerjanya filter konsentris sebagai filter mekanik secara efektif adalah dapat dilihat pada Gambar 14, Gambar 15 dan Gambar 16 yang menunjukan kondisi tangki penyaring dan tangki penyimpan selama pembesaran. Pada tangki penyaring terlihat adanya sedimen pada dasar tangki, sedangkan pada tangki penyimpan terlihat bahwa jumlah sedimen lebih sedikit. Hal ini menunjukan bahwa filter konsentris, khususnya filter mekanik dapat bekerja dengan baik. Jumlah sedimen terlihat cenderung bertambah seiring dengan bertambahnya waktu. Penyaringan padatan terlebih dahulu dilakukan oleh kapas sintetik, kemudian oleh susunan batu zeolit. Pada kapas sintetik, padatan lebih banyak tersaring bila dibandingkan pada susunan batu zeolit, karena pada kapas sintetik memiliki ukuran pori relatif lebih kecil dan seragam bila dibandingkan pada susunan batu zeolit. Dengan banyak padatan yang tersaring pada tangki penyaring, maka akan tetap menjaga kebersihan tangki pemeliharaan. Pembersihan filter pada tangki penyaring harus dilakukan secara teratur untuk menghindari penyumbatan. Kapas sintetik sebagai filter mekanik yang utama harus lebih diperhatikan dalam frekuensi pembersihan ataupun penggantiannya.

(50)

30

Penambahan air Pengurangan air TP6 TP5

TP3 TP8 TP9 TP10

TP12 TP2 TP11 TP1

TP7 TR TS TP4

Batas mak. EC yang dianjurkan

Batas min. EC yang dianjurkan

(A) (B) Gambar 15.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan(B) pada tanggal 20/6/07

(A) (B) Gambar 16.Kondisi tangki penyaring (A) dan penyimpan(B) pada tanggal 23/6/07

4.4 Konduktivitas Listrik (Electrical Conductivity, EC)

Keteranagan : Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007

(51)

31

Penambahan air Pengurangan air TP6 TP5

TP3 TP8 TP9 TP10

TP12 TP2 TP11 TP1

TP7 TR TS TP4

Batas mak. TDS yang dianjurkan

Besarnya nilai konduktivitas listrik air dapat ditunjukan oleh Gambar 17. nilai EC selama pembesaran cenderung meningkat yaitu dari rata–rata 0,23 ms/cm pada hari ke-1 dan meningkat menjadi 0,45 ms/cm pada hari ke-46. peningkantan nilai EC dikarenakan jumlah garam-garam yang terlarut juga meningkat. Sedangkan pada hari ke-52 terjadi penurunan, yaitu dari rata-rata 0,45 ms/cm menjadi 0,41 ms/cm. Penurunan ini terjadi setelah pada hari ke-48 dan 52 dilakukan penambahan dan pergantian air. Pemberian atau pergantian air dapat mengurangi garam-garam terlarut yang terdapat pada air SRAT.

Nilai EC sebelum dan sesudah filtrasi mempunyai nilai yang relatif sama. kesamaan ini lebih dikarenakan filter tidak dapat menyaring bahan-bahan kimia yang memiliki ukuran diameter yang kurang dari 10-3 mm.

Nilai EC yang kurang dari 1,5 ms/cm dan lebih dari 0,02 ms/cm menandakan bahwa kondisi air tersebut merupakan perairan tawar alami dan cocok sebagai habitat ikan air tawar.

4.5 Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS)

Keteranagan : Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007

Gambar 18. Nilai total padatan terlarut hasil pengukuran

(52)

32

Sedangkan pada hari ke-52 terjadi penurunan nilai TDS dari rata-rata 319 ppm menjadi rata-rata 294 ppm. Penurunan terjadi setelah pada hari ke-48 dan 52 dilakukan penambahan dan pergantian air. Penambahan dan pergantian air dapat mengurangi konsentrasi ion-ion yang terlarut.

Nilai TDS yang kurang dari 10001 ppm menandakan bahwa kondisi air masih cocok sebagai habitat ikan air tawar. TDS dan EC mempunyai hubungan yang erat, dan berbanding lurus. Semakin tinggi nilai EC maka semakin tinggi nilai TDSnya dan begitu pula sebaliknya.

4.6 Mortalitas dan Petumbuhan ikan

Laju kematian atau mortalitas dapat dilihat pada Gambar 19. Mortalitas pada minggu ke-1, 2, 3, 4, 5 dan 6 berturut-turut adalah 0%, 2,86%, 8,61%, 4,46%, 3,64% dan 0%. Tingkat mortalitas yang kurang dari 10% setiap minggunya, menandakan bahwa kualitas air tetap terjaga, bahkan pada minggu ke-1 dan ke-6 tinggkat mortalitas adalah nol. Sedangkan pertumbuhan rata-rata ikan adalah 5 cm pada minggu ke-6, dengan awal pendederan 1,1 cm.

(53)

33

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Filter konsentris yang digunakan pada SRAT pembesaran ikan hias air tawar mampu menjaga kualitas air sesuai dengan syarat yang dianjurkan. Berikut adalah kondisi-kondisi yang dapat dicapai dalam penggunaan filter konsentris pada SRAT pembesaran ikan hias air tawar :

1. Nilai Amonia (NH3) selama pembesaran memenuhi syarat sesuai yang dianjurkan yaitu kurang dari 0,1 ppm.

2. Air hasil filtrasi dapat mengalami penurunan nilai amonia sampai 29.84 % selama pembesaran.

3. Nilai Total Amonia Nitrogen (TAN) selama pembesaran memenuhi syarat sesuai yang dianjurkan yaitu kurang dari 2 ppm.

4. Air hasil filtrasi dapat mengalami penurunan nilai TAN sampai 25,3 %. 5. Nilai pH selama pembesaran adalah berkisar antara 5,2 – 6,7, meskipun ada

nilai pH yang kurang dari yang dianjurkan (5,5) ikan tidak mengalami gangguan.

6. Nilai konduktivitas listrik (Electrical Conductivity, EC) selama pembesaran memenuhi syarat perairan perikanan air tawar yaitu 0,02 – 1,5 ms/cm.

7. Nilai total padatan terlarut (Total Dissolved Solid, TDS) selama pembesaran memenuhi syarat perairan perikanan air tawar yaitu kurang dari 1001 ppm. 8. Koefisien head loss pada hari ke-1, 10, 17 dan 26 berturut-turut adalah 12,30;

15,12; 17,81 dan 15,52.

9. Rata-rata mortalitas setiap minggunya adalah kurang dari 10%. 10.Pertumbuhan ikan sampai minggu ke-6 adalah 5 cm

11.Sampai minggu ke- 6 penyaring tidak mengalami penyumbatan oleh padatan.

5.2 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penyaringan dengan menggunakan bahan penyaring yang berbeda.

(54)

34

DAFTAR PUSTAKA

Chakroff, M. 1976. Fresh Water Fish Pond Culture and Management. US : Vita. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Revitalisasi Perikanan

Budidaya 2006-2009.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius

Hardjoko, B. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air. Jakarta: Universitas Terbuka.

Jangkaru, Z. 2002. Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan. Pemeliharaa. Jakarta : Penebar Swadaya.

Kusuma, HT. 2006. Mempelajari Aspek Sistem Distribusi Air Pada Pembenihan Ikan Koi, Maskoki dan Komet di BPBI Ciherang, Cianjur, Jabar [laporan praktik]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, IPB

Lesmana, DR dan Dermawan, I. 2000. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : Penebar Swadaya.

Mitchell, A.1998. Testing for Water Quality problem. Volume ke-24 Aquaculture Megazine September/ Oktober : 78 – 82.

Rudiyanto. 2006. Pemodelan Hidrolika Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkandali [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sofiyuddin, AH. 2006. Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Akuakultur untuk pembenihan ikan hias air tawar [skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, IPB

Stickney ,RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. New York: A Wiley-Interscience Publication

(55)

35

(56)

36

Lampiran 1. pH dan Konduktivitas listrik selama pembesaran

Tabel pH hasil pengukuran selama pembesaran Hari Keterangan Hari ke-1 dimulai pada tanggal 8 Mei 2007

(57)

37

Lampiran 2. Total padatan terlarut selama pembesaran

Tabel total padatan terlarut hasil pengukuran Hari

ke- TP1 TP2 TP3 TP4 TP5 TP6 TP7 TP8 TP9 TP10 TP11 TP12 TR TS

1 160 158 158 158 160 158 160 158 160 160 160 160 158 158

5 180 185 185 185 185 180 180 185 180 185 180 180 183 182

8 185 187 187 187 187 185 185 187 185 187 185 185 184 184

12 194 197 197 197 197 194 194 197 194 197 194 194 194 194

17 214 215 215 215 215 214 214 215 214 215 214 214 213 213

19 219 219 219 219 219 219 219 219 219 219 219 219 222 214

25 224 224 224 224 222 224 224 224 224 224 224 224 223 223

29 234 233 234 233 234 234 234 257 257 233 234 234 234 234

32 245 245 249 245 248 247 245 254 254 245 245 245 246 246

36 250 249 255 249 253 252 250 254 254 249 250 250 250 253

39 264 263 259 263 261 262 263 264 268 268 264 266 263 257

43 299 298 298 298 298 296 299 298 297 297 299 304 299 299

46 320 320 319 320 319 320 320 320 319 320 320 319 319 316

52 292 292 289 292 292 293 292 291 309 291 292 297 292 295

(58)

38

Gambar SRAT

La

m

p

ir

an 3.

G

am

b

ar

pr

oy

ek

si

SRA

T

Skala : none Digambar:HTK

Diperiksa:BIS

Disetujui:BIS

Catatan:

Satuan :mm

Tanggal: 1/7/07

(59)

39

L

amp

ir

an

4

: G

amb

ar

t

amp

ak

d

ep

an

S

R

A

T

Skala : none Digambar:HTK

Diperiksa:BIS

Disetujui:BIS

Catatan:

Satuan :mm

Tanggal: 1/7/07

(60)

40

La

m

p

iran 5

: G

am

b

ar t

am

p

ak

at

as SRAT

Skala : none Digambar:HTK

Diperiksa:BIS

Disetujui:BIS

Catatan:

Satuan :mm

Tanggal: 1/7/07

(61)

41

La

m

p

iran 6.

G

am

b

ar ta

m

p

ak s

am

p

ing

SRAT

Skala : none Digambar:HTK

Diperiksa:BIS

Disetujui:BIS

Catatan:

Satuan :mm

Tanggal: 1/7/07

(62)

42

La

m

p

ir

an 7.

G

am

b

ar

pr

oy

ek

si fi

lter k

onsentris p

ada SRA

T

Skala : none Digambar:HTK

Diperiksa:BIS

Disetujui:BIS

Catatan:

Satuan :mm

Tanggal: 1/7/07

(63)

43

La

m

p

ir

an 8.

G

am

b

ar

filte

r k

onsen

tri

ta

m

p

ak atas

dan sam

p

ing

Skala : none Digambar:HTK

Diperiksa:BI

Disetujui:BIS

Catatan:

Satuan :mm

Tanggal: 1/7/07

Gambar

Gambar 1. Ikan Komet
Gambar 2. Konfigurasi umum sistem resirkulasi air
Gambar  3. Media penyaring (A) Arang aktif, (B) kapas sintetik, (C) batu zeolit
Tabel 1. Kisaran normal kualitas air untuk perikanan air tawar
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 BEKS-R RIGHT II BANK PUNDI INDONESIA Tbk Bank Pundi Indonesia Tbk, PT 100

Perihal : RENCANA PEMBONGKARAN TARIKAN JTM 3 Ps,1 Ps,TRAFO,JTR UB,ONLY, SR DAN PEMASANGAN JARINGAN JTM 3 PH,1 PH, TRAFO , JTR UB,JTR ONLY DAN SR KENA PROYEK PEMBUATAN SKY BRIDGE

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keberhasilan dan prestasi yang dimiliki kepala madrasah dalam memimpin lembaga pendidikannya, berkenaan dengan hal ini peneliti

Secara khusus, penelitian ini akan mencari tahu beberapa aspek yang mencakup perencanaan program pengelolaan kelas BIPA program Darmasiswa, pelaksanaan kelas BIPA program

Berdasarkan hasil predikat setiap Bank Umum Syariah pada komponen RGEC maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan BUS di Indonesia tahun 2010 sampai tahun

Dalam Statistik Daerah Kabupaten Gayo Lues tahun 2011 disebutkan bahwa 80.12 persen penduduk sudah menggunakan obat-obatan modern, akan tetapi persentasenya masih

Melalui kekuasaan untuk menyusun dan menetapkan peraturan perundang-undangan pemerintah dapat menghegemoni rakyat untuk tunduk patuh, penetapan hak guna usaha air atas sumber

membahayakan kesehatan tawanan perang, hingga kelalaian negara penahan yang menyebabkan matinya seorang tawanan perang. Terdapat tiga hal terpenting yang menjadi