BIOLOGI DAN KISARAN EKSPANSI
Neochetina eichhorniae
WARNER (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) SETELAH
PELEPASAN DI LAPANGAN
ASMAUL HUSNA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Biologi dan Kisaran Ekspansi
Neochetina eichhorniae Warner (Coleoptera: Curculionidae) setelah
Pelepasan di Lapangan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2006
BIOLOGI DAN KISARAN EKSPANSI
Neochetina eichhorniae
WARNER (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) SETELAH
PELEPASAN DI LAPANGAN
ASMAUL HUSNA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi / Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Biologi dan Kisaran Ekspansi Neochetina eichhorniae Warner (Coleoptera: Curculionidae) setelah Pelepasan di Lapangan
Nama Mahasiswa : Asmaul Husna
NIM : A451030121
Program studi : Entomotologi - Fitopatologi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, M.S. Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi dan Fitopatologi
Dr.Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Judul tesis ini adalah ”Biologi dan Kisaran Ekspansi Neochetina eichhorniae Warner (Coleoptera: Curculionidae) setelah Pelepasan di Lapangan” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Utomo Kartosuwondo, M.S sebagai ketua komisi pembimbing, dan Bapak Dr. Ir. Pudjianto, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan dorongan, pengarahan, bimbingan, saran, dan motivasi serta bantuan dengan penuh keikhlasan selama penelitian dan penulisan tesis.
Kepada Akhmad Rizali, SP, M.Si terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan teknis-ilmiahnya. Kepada Iis Sholihat Subadra, SP, penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Soejana ketua Kelompok Tani Budidaya Ikan Mekar Jaya di Danau Lido dan Seameo Biotrop Bogor atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian di Danau Lido dan Biotrop. Penelitian ini dibiayai oleh Hibah Tim Pascasarjana - DIKTI, dan beasiswa Pendidikan Pascasarjana - DIKTI.
Kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Moh. Amin Musa (alm) dan Ibu Saniah Husen, suami Drs. Saijal Wahbi, ananda Andrei Fadlullah Wahbi, adik Hema Marlina, dan seluruh saudara disampaikan terima kasih karena atas doa dan pengorbanan merekalah penulis dapat menyelesaikan pendidikan di sekolah Pascasarjana, IPB. Semoga Allah SWT memberikan balasan amal baik mereka dengan pahala yang tak terhingga.
Terimakasih kepada rekan-rekan sekalian, anggota tim Hibah Pascasarjana; anggota Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, IPB; dan rekan-rekan Insectarium Biotrop Bogor, yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian semoga Allah SWT membalasnya. Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan pemanfaatan agens pengendalian hayati.
Bogor, Oktober 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Suak Timah (Meulaboh), Aceh Barat pada tanggal 20 Pebruari 1974 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Ayah Moh. Amin Musa (alm) dan Ibu Saniah Husen.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Kumbang Neochetina eichhorniae Sebagai Agens Pengendali Biologi Eceng Gondok ... 4
Bioekologi N. eichhorniae... 4
Kisaran Inang N. eichhorniae... 6
Eceng Gondok Sebagai Gulma Eksotik Invasif ... 7
Kiambang (Salvinia molesta)... 9
Ganyong (Canna edulis) ... 9
BAHAN DAN METODE ... 11
Waktu dan Tempat Penelitian ... 11
Pengambilan Contoh Kumbang N. eichhorniae di Lapangan... 11
Biologi N. eichhorniae di Lapangan ... 12
Pengamatan Perkembangan Populasi N. eichhorniae di Lapangan ... 12
Pengamatan Distribusi N. eichhorniae pada Bagian Tanaman Eceng Gondok... 12
Pengamatan Ciri-ciri Morfologi N. eichhorniae di Lapangan 13 Pendugaan Instar Larva N. eichhorniae... 13
Pengamatan Lama Hidup dan Keperidian Imago N. eichhorniae ... 15
Pengamatan Kemampuan Merusak Imago N. eichhorniae pada Daun Eceng Gondok... 16
Kisaran Ekspansi dan Kisaran Inang N. eichhorniae di Lapangan.. 16
Kisaran Inang di Lapangan ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
Biologi N. eichhorniae di Lapangan ... 19
Perkembangan Populasi N. eichhorniae di Lapangan ... 19
Distribusi N. eichhorniae pada Bagian Tanaman Eceng Gondok ... 21
Ciri-ciri Morfologi N. eichhorniae di Lapangan... 23
Pendugaan Instar Larva N. eichhorniae... 26
Lama Hidup dan Keperidian Imago N. eichhorniae ... 29
Kemampuan Merusak Imago N. eichhorniae pada Daun Eceng Gondok... 30
Kisaran Ekspansi dan Kisaran Inang N. eichhorniae di Lapangan... 31
Kisaran Ekspansi N. eichhorniae Berdasarkan Jarak dari Tanaman Inang di Lapangan... 31
Kisaran Inang N. eichhorniae di Lapangan... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
Kesimpulan ... 37
Saran... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
LAMPIRAN... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rata-rata jumlah telur, larva, pupa, dan imago N. eichhorniae pada bagian tanaman eceng gondok... 21
2 Rata-rata ukuran tubuh N. eichhorniae pada berbagai fase perkembangan ... 23
3 Rata-rata ukuran panjang, lebar, dan keliling kapsul kepala larva N. eichhorniae pada setiap instar ... 26
4 Parameter kehidupan imago betina N. eichhorniae ... 29 5 Persentase kerusakan luas permukaan daun tanaman E. crassipes,
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Denah petakan pengambilan contoh kumbang N. eichhorniae
di lapangan ... 11
2 Digitasi pengukuran lebar, panjang, dan keliling kapsul kepala larva N. eichhorniae dengan program Tpsdig ... 14
3 Fluktuasi populasi N. eichhorniae di lapangan dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2005... 19
4 Telur N. eichhorniae (pembesaran 4,5 x)... 24
5 Larva N. eichhorniae (pembesaran 2,5 x)... 24
6 Pupa N. eichhorniae (pembesaran 2,5 x)... 25
7 Imago N. eichhorniae: (a) betina dan (b) jantan (pembesaran 2,5 x) 25 8 Distribusi frekuensi lebar kapsul kepala (A), distribusi frekuensi panjang kapsul kepala (B), distribusi frekuensi keliling kapsul kepala (C) larva N. eichhorniae... 27
9 Perkembangan kapsul kepala larva N. eichhorniae pada instar 1, 2, 3, dan 4 (pembesaran 11x) ... 28
10 Rata-rata jumlah telur harian betina N. eichhorniae ... 30
11 Gejala ketaman imago N. eichhorniae pada daun eceng gondok .. 31
12 Gejala ketaman N. eichhorniae pada tanaman E. crassipes (A), C. edulis (B), dan S. molesta (C)... 33
13 Rata-rata jumlah imago N. eichhorniae yang dapat hidup pada tanaman E. crassipes, C. edulis, dan S. molesta di lapangan, selama 99 hari pengamatan ... 35
BIOLOGI DAN KISARAN EKSPANSI
Neochetina eichhorniae
WARNER (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) SETELAH
PELEPASAN DI LAPANGAN
ASMAUL HUSNA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Biologi dan Kisaran Ekspansi
Neochetina eichhorniae Warner (Coleoptera: Curculionidae) setelah
Pelepasan di Lapangan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2006
BIOLOGI DAN KISARAN EKSPANSI
Neochetina eichhorniae
WARNER (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) SETELAH
PELEPASAN DI LAPANGAN
ASMAUL HUSNA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi / Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Biologi dan Kisaran Ekspansi Neochetina eichhorniae Warner (Coleoptera: Curculionidae) setelah Pelepasan di Lapangan
Nama Mahasiswa : Asmaul Husna
NIM : A451030121
Program studi : Entomotologi - Fitopatologi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, M.S. Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi dan Fitopatologi
Dr.Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Judul tesis ini adalah ”Biologi dan Kisaran Ekspansi Neochetina eichhorniae Warner (Coleoptera: Curculionidae) setelah Pelepasan di Lapangan” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Utomo Kartosuwondo, M.S sebagai ketua komisi pembimbing, dan Bapak Dr. Ir. Pudjianto, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan dorongan, pengarahan, bimbingan, saran, dan motivasi serta bantuan dengan penuh keikhlasan selama penelitian dan penulisan tesis.
Kepada Akhmad Rizali, SP, M.Si terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan teknis-ilmiahnya. Kepada Iis Sholihat Subadra, SP, penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Soejana ketua Kelompok Tani Budidaya Ikan Mekar Jaya di Danau Lido dan Seameo Biotrop Bogor atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian di Danau Lido dan Biotrop. Penelitian ini dibiayai oleh Hibah Tim Pascasarjana - DIKTI, dan beasiswa Pendidikan Pascasarjana - DIKTI.
Kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Moh. Amin Musa (alm) dan Ibu Saniah Husen, suami Drs. Saijal Wahbi, ananda Andrei Fadlullah Wahbi, adik Hema Marlina, dan seluruh saudara disampaikan terima kasih karena atas doa dan pengorbanan merekalah penulis dapat menyelesaikan pendidikan di sekolah Pascasarjana, IPB. Semoga Allah SWT memberikan balasan amal baik mereka dengan pahala yang tak terhingga.
Terimakasih kepada rekan-rekan sekalian, anggota tim Hibah Pascasarjana; anggota Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, IPB; dan rekan-rekan Insectarium Biotrop Bogor, yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian semoga Allah SWT membalasnya. Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan pemanfaatan agens pengendalian hayati.
Bogor, Oktober 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Suak Timah (Meulaboh), Aceh Barat pada tanggal 20 Pebruari 1974 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Ayah Moh. Amin Musa (alm) dan Ibu Saniah Husen.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Kumbang Neochetina eichhorniae Sebagai Agens Pengendali Biologi Eceng Gondok ... 4
Bioekologi N. eichhorniae... 4
Kisaran Inang N. eichhorniae... 6
Eceng Gondok Sebagai Gulma Eksotik Invasif ... 7
Kiambang (Salvinia molesta)... 9
Ganyong (Canna edulis) ... 9
BAHAN DAN METODE ... 11
Waktu dan Tempat Penelitian ... 11
Pengambilan Contoh Kumbang N. eichhorniae di Lapangan... 11
Biologi N. eichhorniae di Lapangan ... 12
Pengamatan Perkembangan Populasi N. eichhorniae di Lapangan ... 12
Pengamatan Distribusi N. eichhorniae pada Bagian Tanaman Eceng Gondok... 12
Pengamatan Ciri-ciri Morfologi N. eichhorniae di Lapangan 13 Pendugaan Instar Larva N. eichhorniae... 13
Pengamatan Lama Hidup dan Keperidian Imago N. eichhorniae ... 15
Pengamatan Kemampuan Merusak Imago N. eichhorniae pada Daun Eceng Gondok... 16
Kisaran Ekspansi dan Kisaran Inang N. eichhorniae di Lapangan.. 16
Kisaran Inang di Lapangan ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
Biologi N. eichhorniae di Lapangan ... 19
Perkembangan Populasi N. eichhorniae di Lapangan ... 19
Distribusi N. eichhorniae pada Bagian Tanaman Eceng Gondok ... 21
Ciri-ciri Morfologi N. eichhorniae di Lapangan... 23
Pendugaan Instar Larva N. eichhorniae... 26
Lama Hidup dan Keperidian Imago N. eichhorniae ... 29
Kemampuan Merusak Imago N. eichhorniae pada Daun Eceng Gondok... 30
Kisaran Ekspansi dan Kisaran Inang N. eichhorniae di Lapangan... 31
Kisaran Ekspansi N. eichhorniae Berdasarkan Jarak dari Tanaman Inang di Lapangan... 31
Kisaran Inang N. eichhorniae di Lapangan... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
Kesimpulan ... 37
Saran... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
LAMPIRAN... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rata-rata jumlah telur, larva, pupa, dan imago N. eichhorniae pada bagian tanaman eceng gondok... 21
2 Rata-rata ukuran tubuh N. eichhorniae pada berbagai fase perkembangan ... 23
3 Rata-rata ukuran panjang, lebar, dan keliling kapsul kepala larva N. eichhorniae pada setiap instar ... 26
4 Parameter kehidupan imago betina N. eichhorniae ... 29 5 Persentase kerusakan luas permukaan daun tanaman E. crassipes,
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Denah petakan pengambilan contoh kumbang N. eichhorniae
di lapangan ... 11
2 Digitasi pengukuran lebar, panjang, dan keliling kapsul kepala larva N. eichhorniae dengan program Tpsdig ... 14
3 Fluktuasi populasi N. eichhorniae di lapangan dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2005... 19
4 Telur N. eichhorniae (pembesaran 4,5 x)... 24
5 Larva N. eichhorniae (pembesaran 2,5 x)... 24
6 Pupa N. eichhorniae (pembesaran 2,5 x)... 25
7 Imago N. eichhorniae: (a) betina dan (b) jantan (pembesaran 2,5 x) 25 8 Distribusi frekuensi lebar kapsul kepala (A), distribusi frekuensi panjang kapsul kepala (B), distribusi frekuensi keliling kapsul kepala (C) larva N. eichhorniae... 27
9 Perkembangan kapsul kepala larva N. eichhorniae pada instar 1, 2, 3, dan 4 (pembesaran 11x) ... 28
10 Rata-rata jumlah telur harian betina N. eichhorniae ... 30
11 Gejala ketaman imago N. eichhorniae pada daun eceng gondok .. 31
12 Gejala ketaman N. eichhorniae pada tanaman E. crassipes (A), C. edulis (B), dan S. molesta (C)... 33
13 Rata-rata jumlah imago N. eichhorniae yang dapat hidup pada tanaman E. crassipes, C. edulis, dan S. molesta di lapangan, selama 99 hari pengamatan ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil analisis keragaman dan uji lanjut BNT persentase kerusakan luas permukaan daun tanaman E. crassipes, C. edulis, dan S. molesta 44 2 Tabel hasil pengamatan kisran ekspansi N. eichhorniae di sekitar
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kumbang moncong, Neochetina eichhorniae Warner (Curculionidae: Coleoptera), merupakan organisme pemakan tumbuhan dan salah satu musuh
alami untuk pengendalian gulma eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Sloms-Laub). N. eichhorniae adalah serangga eksotik yang berasal dari Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kumbang tersebut mampu mengendalikan
pertumbuhan populasi eceng gondok dan menyebabkan kerusakan berat pada
tumbuhan yang diserangnya. Imago dan larva dapat menyebabkan kerusakan
pada eceng gondok. Kumbang ini mengakibatkan pertumbuhan daun, tunas, dan
bunga tanaman inang menurun, serta tanaman inang menjadi kerdil dan mati
(Julien et al. 1999).
N. eichhorniae telah digunakan sebagai agens pengendali eceng gondok di berbagai negara, diantaranya Argentina (DeLoach & Cardo 1983 dalam Julien et al. 1999); Amerika Serikat (Perkins 1973 dalam Mangoendihardjo 1978); Australia (Wright 1984); Benin (van Thielen et al. 1994); Afrika Selatan (Cilliers 1991); Thailand, Papua New Guinea (Julien et al. 1999); India, Uganda (Murphy & Hill 2001); dan China (Jianqing et al. 2001).
Di Indonesia, pengendalian biologi eceng gondok menggunakan kumbang
N. eichhorniae telah dilakukan dengan mengintroduksikan kumbang tersebut dari Amerika Serikat pada tahun 1975 dan dilepaskan pada tahun 1979 di Jawa Tengah
dan Jawa Barat (Widayanti et al. 1998). Teknik pengendalian biologi klasik dengan mendatangkan kumbang N. eichhorniae sebagai agens pengendali hayati dari daerah asal eceng gondok, dinilai memiliki banyak keuntungan, diantaranya
aman bagi lingkungan, agens pengendali mampu bertahan dan menyebar sendiri,
serta biaya pengendalian tidak terlalu besar (Schoonhoven et al.1998).
Ada beberapa contoh keberhasilan pengendalian biologi eceng gondok
dengan menggunakan agens pengendali biologi N. eichhorniae. Di Bendungan New Year’s, Afrika Selatan pada tahun 1994, N. eichhorniae dapat menurunkan
populasi eceng gondok sekitar 10% di daerah permukaan bendungan
tahun 1995, dapat menurunkan sekitar 80% populasi eceng gondok di daerah
permukaan Danau Victoria (Murphy & Hill 2001). Seperti di Uganda,
keberhasilan juga dicapai di Amerika Serikat (Zattau et al. 2003).
Penggunaan kumbang N. eichhorniae untuk mengendalikan eceng gondok pada beberapa daerah perairan di Indonesia tidak memberikan hasil yang
memuaskan, walaupun kumbang tersebut berhasil menetap dan menyebar
di Indonesia. Banyak data menunjukkan bahwa persebaran kumbang ini tidak
menyebabkan penurunan populasi eceng gondok (Widayanti et al. 1998). Sejak dimasukkan ke Indonesia, penelitian mengenai N. eichhorniae hingga kini lebih menekankan pada evaluasi terhadap penyebaran dan kemapanan
kumbang tersebut sesudah introduksi. Evaluasi terhadap biologi di lapangan
sesudah pelepasan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan populasi
serta kemampuan melakukan ekspansikumbang tersebut belum banyak dilakukan.
Sehubungan dengan pentingnya peranan N. eichhorniae sebagai faktor penghambat pertumbuhan populasi gulma eceng gondok, maka penelitian untuk
mengetahui biologi kumbang tersebut setelah pelepasan di lapangan perlu
dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian uji kekhususan inang di laboratorium oleh
Widayanti et al. (1998), diketahui bahwa N. eichhorniae dapat hidup selama periode tertentu pada beberapa tumbuhan lain selain eceng gondok. Menurut
Kasno dan Mangoendihardjo (1978), N. eichhorniae bahkan mampu makan dan meletakkan telur pada beberapa jenis tumbuhan lain. Dalam upaya pelestarian
agens hayati tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang kisaran ekspansi serta
kisaran inang N. eichhorniae di lapangan.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian bertujuan untuk mempelajari biologi dan kisaran
ekspansi N. eichhorniae sesudah pelepasan di lapangan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1) mempelajari perkembangan populasi N. eichhorniae di lapangan, distribusi pada tanaman inang, fase pertumbuhan, dan perkembangan
instar larva di lapangan; 2) mempelajari lama hidup dan keperidian imago;
ekspansi dan biologi N. eichhorniae pada tanaman Canna edulis dan Salvinia molesta di lapangan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai
biologi dan kisaran ekspansi N. eichhorniae di lapangan yang mencakup perkembangan populasi, distribusi pada tanaman inang, fase pertumbuhan,
perkembangan instar larva, serta kisaran ekspansi dan biologinya pada tanaman
TINJAUAN PUSTAKA
Kumbang Neochetina eichhorniae sebagai Agens
Pengendali Biologi Eceng Gondok
Kumbang N. eichhorniae pertama kali diintroduksi sebagai agens pengendali biologi eceng gondok adalah di USA sekitar tahun 1970-an (Perkins
1973 dalam Mangoendihardjo 1978). Pengendalian eceng gondok menggunakan agens hayati N. eichhorniae juga sudah dilakukan di berbagai negara lain, diantaranya Afrika Selatan pada tahun 1974 (Cillers 1991), dan China pada tahun
1995 (Jianqing et al. 2001). Kumbang N. eichhorniae setelah diintroduksi dan dilakukan pelepasan, dapat berkembang dan mapan di daerah baru seperti Afrika
Selatan, Uganda, China, dan Kenya (Julien et al. 1999, Julien 2001).
Di Indonesia, dalam upaya mengatasi pesatnya perkembangan populasi
eceng gondok telah dilakukan berbagai cara pengendalian. Salah satu teknik yang
dikembangkan adalah pengendalian hayati menggunakan musuh alami.
Pengendalian biologi eceng gondok telah dilakukan sejak tahun 1975, yaitu
dengan mengimpor kumbang Neochetina eichhorniae Warner (Coleoptera: Curculionidae) dari Universitas Florida, Gainesville, Amerika Serikat. Pelepasan
pertama kali dilakukan pada tahun 1979 di Danau Rawa Pening, Jawa Tengah.
Pada tahun yang sama juga dilakukan pelepasan di Danau Cibinong, Bogor,
setelah izin pelepasan dikeluarkan oleh Menteri Pertanian. Agens pengendali
biologi tersebut sampai sekarang dapat bertahan dan mapan, serta telah menyebar
secara alami di seluruh Pulau Jawa. Namun, evaluasi biologi setelah pelepasan
belum dilakukan (Widayanti et al. 1998, Kasno et al. 2001).
Bioekologi N. eichhorniae
Kumbang moncong N. eichhorniae tergolong ke dalam ordo Coleoptera, famili Curculionidae (Bennett 1970). Panjang tubuh imago jantan 3,2 mm dan
betina 3,7 mm (tidak termasuk kepala). Imago berwarna abu-abu dengan dua spot (burik) warna coklat pada sayap depan. Antena berbentuk gada dan berwarna
berubah menjadi hitam. Kumbang ini termasuk jenis serangga yang aktif pada
malam hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi di tempat gelap (Center
1994). Imago mulai makan 24 jam setelah muncul dari pupa. Bekas ketaman
imago pada tanaman inang berukuran 0,5 mm2–2,5 mm2. Betina mulai bertelur
rata-rata 6 hari setelah menjadi imago (Center 1994, Julien et al. 1999). Menurut Kasno dan Mangoendihardjo (1978), betina baru meletakkan telur setelah
berumur 1 bulan. Betina dapat meletakkan 200-400 telur selama hidupnya
(Center et al. 2002). Di Florida, lama waktu generasi kumbang adalah 70 sampai 140 hari (Center 1994), sedangkan di Bogor waktu generasinya adalah 2,5 bulan
(Kasno & Mangoendihardjo 1978).
Telur N. eichhorniae berukuran 0,8 mm x 0,6 mm, berwarna putih, berbentuk oval dan lunak. Telur diletakkan secara tunggal di bawah lapisan
epidermis bagian tanaman. Di Argentina, telur diletakkan pada daun-daun muda,
dan tangkai daun. Di Florida, telur diletakkan secara tunggal pada lubang bekas
gigitan kumbang betina di bawah epidermis daun-daun tua (Center 1994, Julien
et al. 1999). Di Bogor, telur diletakkan di dalam jaringan daun, dan tangkai daun tanaman eceng gondok (Subagyo et al. 1977). Suhu optimal untuk aktifitas makan dan peletakan telur kumbang ini kira-kira 30 oC (Center 1994).
Stadium telur N. eichhorniae bervariasi tergantung dari kondisi pemeliharaan dan tempat percobaan. Lama sadium telur dipengaruhi oleh suhu
lingkungan. Di Florida, lama stadium telur 7-17 hari (Center 1994), sedangkan di
Bogor 13-15 hari (Subagyo at al. 1977, Kasno & Mangoendihardjo 1978).
Larva tidak memiliki tungkai dan berwarna putih, dengan kapsul kepala
berwarna coklat mengkilat. Perkembangan stadia larva terdiri dari tiga instar
(Julien et al. 1999, Center et al. 2002, Zimmerman 1985). Di Florida, lama perkembangan stadia larva adalah 36-90 hari (Center 1994, Center et al. 2002), sedangkan di Bogor lama perkembangan larva lebih kurang 40 hari (Kasno &
Mangoendihardjo 1978). Larva makan dan berkembang di dalam jaringan
tanaman, baik daun, tangkai daun, dan batang (Julien et al. 1999, Center et al. 2002).
Pupa terbungkus kokon dari rajutan rambut-rambut akar tanaman inang.
di Indonesia lebih kurang 20 hari (Kasno & Mangoendihardjo 1978), dan di
Afrika Selatan dilaporkan sampai beberapa bulan (Center et al. 2002).
Kisaran Inang N. eichhorniae
Kisaran inang adalah spesies-spesies tumbuhan yang dapat digunakan
sebagai inang. Secara alami serangga herbivor memilih inang yang sesuai untuk
menyelesaikan siklus hidupnya pada tumbuhan tersebut. Ekspansi kisaran inang
terjadi, ketika terjadi penambahan satu jenis inang untuk dimakan di lapangan
(Schaffner 2001). Hasil uji kekhususan inang pada 274 jenis tumbuhan dari
77 famili yang mewakili tumbuhan air, tumbuhan bernilai ekonomi, tumbuhan
eksotik dan lokal di Florida, N. eichhorniae hanya menimbulkan satu atau beberapa gejala serangan pada 25 jenis tumbuhan uji. Gejala makan hanya
ditemukan pada tumbuhan yang lebih berhubungan dengan tumbuhan eceng
gondok. Gejala serangan yang disebabkan oleh kumbang sangat sedikit dan tidak
menyebabkan kerusakan serius pada tumbuhan uji (Julien et al. 1999). Julien et al. (1999) juga melaporkan bahwa betina N. eichhorniae hanya dapat meletakkan telur pada 7 jenis tumbuhan uji yang termasuk ke dalam famili
Pontederiaceae atau Commelinaceae, tetapi beberapa telur yang diletakkan tidak
fertile, dan bila telur dapat menetas, larvanya segera mati. Larva yang dapat masuk ke dalam batang tumbuhan uji tidak dapat makan dan kemudian mati.
Larva hanya dapat berkembang pada tumbuhan Pontederia cordata L. (Pontederiaceae), namun tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya.
N. eichhorniae hanya dapat hidup pada eceng gondok (De Loach 1972). Namun, pada tumbuhan yang masih satu famili dengan eceng gondok yaitu
Pontederia cordata L., imago betina mampu meletakkan telur dan menjadi larva, tetapi tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya karena sistem perakaran berada
di dalam tanah (Perkins 1972). N. eichhorniae juga dapat hidup selama periode tertentu pada beberapa tumbuhan lain selain eceng gondok seperti Canna edulis (Widayanti et al. 1998). Pada tumbuhan air Ludwigia octovalvis dan Salvinia molesta, imago N. eichhorniae dapat hidup dan meletakkan telur ( Maryana 2005). Dalam introduksi agens pengendali hayati untuk mengendalikan gulma,
dapat meneruskan populasinya hanya pada gulma sasaran dan tidak akan menjadi
hama (Julien et al. 1999).
Eceng Gondok sebagai Gulma Eksotik Invasif
Eceng gondok adalah tumbuhan tahunan yang tumbuh mengapung dengan
akar serabut. Daun merumpun mengelilingi pangkal, hijau mengkilat, dan
membulat berbentuk seperti jantung dengan ujung meruncing. Lebar daun
7,25 cm. Tanaman muda berukuran pendek dan memiliki petiol (tangkai daun).
Bunga biseksual dan berwarna ungu dengan enam tangkai sari yang melekat pada pembuluh kelopak bunga dengan kepala putik yang panjangnya 1,5–2,0 mm
(Soerjani et al. 1987).
Eceng gondok adalah tumbuhan asli perairan Amerika Selatan. Tumbuhan
ini juga merupakan gulma invasif di perairan Amerika Selatan dan sebagian besar
daerah tropis dan subtropis di dunia (Julien et al. 1999).
Eceng gondok toleran terhadap berbagai iklim sedang dan tropis (Julien
et al. 1999). Tempat yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan eceng gondok adalah perairan yang dangkal dan subur (Center 1994), seperti kolam,
danau, selokan, dan sungai. Eceng gondok juga dapat ditemukan di
saluran-saluran air tanah. Perkembangbiakan eceng gondok dapat terjadi secara
generatif dengan biji dan vegetatif dengan stolon. Perkembangbiakan dengan
stolon lebih cepat dibandingkan dengan biji. Pada kondisi lingkungan yang
menguntungkan, eceng gondok dapat menghasilkan 3000 individu baru dalam 50
hari. Biji tidak banyak, namun dapat bertahan selama 15 tahun di dasar perairan
dan akan tumbuh kembali setelah muncul ke permukaan (Soerjani et al. 1987). Penyebaran eceng gondok pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat
(USA) pada tahun 1880-an ketika eceng gondok sengaja diintroduksi sebagai
tanaman hias kolam (Julien et al. 1999). Eceng gondok kemudian menyebar ke Mesir, Australia, dan Asia Selatan pada tahun 1890 (Gopal & Sharma 1981),
Cina dan Pasifik pada tahun 1900-an (Waterhouse & Norris 1987), Afrika bagian
timur pada tahun 1930 (Chikwenhere 1994), dan Afrika bagian barat pada tahun
Eceng gondok pertama kali masuk di Indonesia pada tahun 1894, sebagai
tanaman hias dan penutup kolam ikan di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Soerjani
et al. 1987). Penyebaran eceng gondok di Indonesia sangat luas meliputi seluruh Indonesia mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Irian Jaya, dan beberapa daerah
lainnya (Tjitrosoedirdjo & Wijaya 1991, Tjitrosemito 2001).
Kerugian yang disebabkan oleh eceng gondok pada habitat baru terjadi
akibat akumulasi biomassa, penutupan permukaan, pendangkalan danau, dan
sungai secara cepat, sehingga menjadi elemen penting dalam perubahan lanskap
perairan (Tjitrosoedirdjo & Wijaya 1991). Masalah lain yang ditimbulkan adalah
bahwa gulma ini sangat invasif dan lebih kompetitif dari pada tumbuhan lokal.
Pada daerah perairan, tumbuhan asli dan satwa air tidak dapat bertahan dan mati.
Eceng gondok juga menyebabkan penurunan pertumbuhan ikan dan tumbuhan
karena rendahnya kandungan oksigen di dalam air. Di perairan Sungai Mahakam,
Kalimantan Timur, invasi eceng gondok telah merubah daerah perairan yang
subur dan kaya ikan lokal menjadi daratan serta mempersempit daerah perairan
sehingga menimbulkan bahaya banjir (Tjitrosemito 1999).
Usaha pengendalian eceng gondok baik secara mekanik maupun kimia pada
umumnya tidak berhasil. Pengendalian dengan cara mengangkat dan
memindahkan eceng gondok ke lahan kering di sekitar perairan hanya efektif
untuk jangka pendek (Kasno et al. 2001). Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma air tidak banyak dilakukan. Karena perairan digunakan
untuk berbagai macam keperluan, penggunaan herbisida untuk pengendalian
gulma air dikhawatirkan dapat mencemari lingkungan dan memerlukan biaya
besar (Tjitrosoedirdjo 1994). Hill dan Olckers (2001) melaporkan bahwa di
Afrika Selatan, kandungan formulasi herbisida yang digunakan untuk
pengendalian gulma, khususnya dengan kandungan surfactant yang tinggi, menyebabkan tingginya kematian musuh alami gulma. Pengendalian biologi
menggunakan agens hayati dalam pengendalian eceng gondok dilakukan dengan
mengintroduksi N. eichhorniae dari Amerika Serikat. Pelepasan telah dilakukan dalam tahun 1979 di Jawa Tengah dan Jawa Barat. N. eichhorniae sampai sekarang ini telah menyebar secara alami di seluruh Pulau Jawa, namun belum
Kiambang(Salvinia molesta)
Salvinia molesta adalah paku air yang hidup terapung bebas di permukaan air. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan semusim, dan berasal dari Amerika
Selatan. Di Indonesia, S. molesta ditemukan di Sumatra, Jawa dan Kalimantan dan dikenal sebagai tanaman kiambang, lukut, lukut cai, dan mata lele (Soerjani
& Widyanto 1979, Soerjani et al. 1987).
S. molesta mempunyai cabang yang panjangnya dapat lebih dari 3 cm. Gulma ini mempunyai rhizome yang kecil, tanpa perakaran. Tumbuhan ini terdiri dari tiga bagian daun yaitu dua bagian daun hijau yang mengapung dan satu
bagian yang terpecah dan membentuk pola seperti akar yang berfungsi sebagai
alat penyerapan makanan dari air (Soerjani et al. 1987).
S. molesta tumbuh dan berkembang cepat pada daerah perairan dangkal, kolam, danau, anak sungai, dan kolam ikan. Di Jawa kiambang dapat tumbuh
pada ketinggian 1800 m di atas permukaan laut. Perkembangbiakan S. molesta terjadi melalui bagian tanaman yang terpotong-potong menjadi tanaman baru.
Penyebarannya terjadi melalui bantuan air, hewan dan manusia (Soerjani et al. 1987).
Ganyong(Canna edulis)
Canna edulis adalah tanaman tahunan yang tergolong ke dalam famili Cannaceae dan tumbuh baik di berbagai tempat. Tanaman ini berasal dari
Amerika Selatan (DBM 2003). Di Indonesia, C. edulis dikenal sebagai tanaman ganyong, ganyol, laos jambe, ubi pikul, lembong nyidra, senitra, dan banyur
(Heyne 1987).
Pertumbuhannya sangat cepat, biasanya tinggi 1-2 m dan tingginya bisa
mencapai lebih dari 3 m (Heyne 1987, DBM 2003). Daun hijau dengan warna
ungu yang lebar pada bagian pinggirnya (Heyne 1987). Di rumah kaca tanaman
ini dapat berbunga sepanjang tahun. Bunga berukuran kecil, panjangnya 5 cm,
berwarna merah dan orange. Perkembangbiakannya terjadi dengan tunas dan biji
(Heyne 1987, DBM 2003).
Umbi digunakan sebagai makanan. Di Indonesia, pati dari umbi ganyong ini
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari April 2005 sampai Februari 2006. Kegiatan ini
dibagi dua bagian, yaitu penelitian lapangan dan penelitian laboratorium.
Penelitian lapangan bertempat di Danau Lido Jawa Barat. Penelitian
laboratorium dilakukan di Insectarium Biotrop dan Laboratorium Bio-Ekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian lapangan meliputi pengamatan biologi
N. eichhorniae, pengamatan kisaran ekspansi serta uji kisaran inang. Di laboratorium dilakukan pengamatan terhadap serangga yang diambil dari
lapangan, pendugaan instar larva, dan penelitian keperidian betina N. eichhorniae.
Pengambilan Contoh Kumbang N. eichhorniae di Lapangan
Pengamatan terhadap biologi N. eichhorniae di lapangan dilakukan pada dua buah petakan berukuran 8 m x 8 m dan setiap petakan terdiri atas sub petakan
yang berukuran 1 m x 1 m sehingga terdapat 64 sub petakan (Gambar 1).
8 m
8 m
Keterangan: = pengamatan minggu pertama = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya
Tiap petakan dipagar dengan plastik mika yang tingginya 75 cm dari permukaan
air agar tidak terjadi migrasi kumbang N. eichhorniae. Pengambilan tanaman contoh dilakukan secara sistematik selang satu sub petakan. Tiap sub petakan
diambil satu tanaman yang ukurannya relatif seragam. Pengambilan tanaman
contoh minggu berikutnya dilakukan pada satu urutan sub petakan berikutnya
berdasarkan urutan selanjutnya. Pengamatan dilakukan satu kali seminggu selama
12 minggu.
Tanaman eceng gondok yang diambil dimasukkan dalam kantong plastik
yang telah diberi label penanda dan dibawa ke laboratorium. Selanjutnya,
dilakukan pengamatan terhadap perkembangan populasi N. eichhorniae di lapangan dan beberapa parameter biologinya yang meliputi distribusi pada bagian
tanaman eceng gondok, ciri-ciri morfologi, dan pendugaan instar larva.
Biologi N. eichhorniae di Lapangan
Pengamatan Perkembangan Populasi N. eichhorniae di Lapangan
Pengamatan perkembangan populasi N. eichhorniae dilakukan pada 480 tanaman contoh yang diambil dari lapangan selama 12 minggu, yaitu mulai dari
8 Juni 2005 sampai 23 Agustus 2005. Tanaman contoh yang diambil dari lokasi
penelitian setiap minggu adalah 40 tanaman. Pengamatan dilakukan dengan cara
membongkar tanaman contoh, kemudian dihitung jumlah telur, larva, pupa, dan
imago yang ada pada tanaman tersebut. Semua contoh serangga kecuali stadia
telur N. eichhorniae selanjutnya dimasukkan ke dalam microtube yang berisi alkohol dan diberi label. Tanaman contoh yang telah diamati selanjutnya dibuang.
Data perkembangan populasi N. eichhorniae di lapangan ditampilkan dalam bentuk gambar.
Pengamatan Distribusi N. eichhorniae pada Bagian Tanaman Eceng Gondok
di Lapangan
Pengamatan distribusi dilakukan bersamaan dengan pengamatan
perkembangan populasi N. eichhorniae di lapangan. Pengamatan ini dilakukan dengan cara membongkar tanaman contoh, mengamati letak telur, larva, pupa,
kemudian dihitung dan dicatat. Data distribusi N. eichhorniae di lapangan dilaporkan secara deskriptif dan dalam bentuk tabel.
Pengamatan Ciri Morfologi N. eichhorniae di Lapangan
Pengamatan ciri morfologi juga dilakukan bersamaan dengan pengamatan
perkembangan populasi N. eichhorniae. Pengamatan ini dilakukan terhadap ciri-ciri morfologi setiap tahap perkembangan N. eichhorniae yang ditemukan pada setiap tanaman contoh. Pengukuran panjang dan lebar dilakukan terhadap
10 individu telur, larva, pupa, dan imago. Untuk mengetahui lama stadia telur,
telur disimpan di dalam cawan petri yang berisi air dan diamati setiap hari jumlah
telur yang menetas dan dicatat. Data ciri morfologi N. eichhorniae di lapangan dilaporkan secara deskriptif dan dalam bentuk tabel.
Pendugaan Instar Larva N. eichhorniae
Larva yang ditemukan pada saat pengamatan perkembangan populasi di
lapangan diamati lebih lanjut untuk pendugaan instar larva. Larva contoh diamati
di bawah mikroskop binokuler Olympus SZ 11, diatur posisi kapsul kepalanya
dan difoto menggunakan kamera digital mikroskop Olympus DP 11 dengan
pembesaran (15 x 11). Selanjutnya foto ditransfer ke komputer, kemudian
dilakukan digitasi dengan menggunakan program morfometri Tpsdig (Bennet &
Hoffmann 1998). Digitasi dilakukan terhadap bagian kapsul kepala larva
(Gambar 2) yang keberadaannya konsisten yaitu lebar, panjang, dan keliling
kapsul kepala. Lebar kapsul kepala diukur pada bagian kepala yang paling besar
dari kiri ke kanan (antara jarak titik 6 dan titik 7). Panjang kapsul kepala diukur
dari atas kepala ke batas Clypeus (antara jarak titik 4 dan titik 5). Keliling kapsul kepala diukur dengan menentukan titik-titik mengelilingi bagian kapsul kepala,
dan menjumlahkan jarak antara titik 8, titik 9, titik 10, titik 6, titik 11, titik 12,
titik 13, titik 4, titik 14, titik 15, titik 16, titik 7, titik 17, titik 18, dan titik 19.
Jumlah larva yang diukur untuk pendugaan instar adalah 1072 individu.
Setiap titik dari gambar pemotretan digitasi diubah dalam koordinat x dan y
persamaan jarak menggunakan program Microsoft Excel untuk memperoleh jarak
yang sesungguhnya:
Dv (mm) =
√
((X1– X2)2 + (Y1-Y2)2) (Persamaan jarak-1)DS(mm) = DV/Dp (Persamaan jarak-2)
Keterangan:
Dv (mm) : Jarak vektor
Ds (mm) : Jarak sesungguhnya
Dp : Jarak perbesaran mikroskop
X1,X2,Y1,Y2: Titik-titik vektor pada sumbu X dan Y
8
5
19 17
7 15 4
12
6
10
18 16 14
13
11
[image:35.595.176.455.344.598.2]9
Gambar 2 Digitasi pengukuran lebar, panjang, dan keliling kapsul kepala larva N. eichhorniae dengan program Tpsdig.
Ukuran lebar, panjang, dan keliling kapsul kepala larva merupakan akar dari
jumlah kuadrat jarak antar titik tersebut diatas. Hasil digitasi larva berbentuk
diperoleh dari digitasi skala mikrometer (sepanjang 1 mm) pada pembesaran yang
sama saat pemotretan kapsul kepala larva N. eichhorniae yaitu (15 x 11).
Data ukuran lebar, panjang dan keliling kapsul kepala larva ditampilkan
dalam bentuk histogram frekuensi dari ukuran kapsul kepala larva dan selang
kelas tertentu menunjukkan jumlah larva, sehingga diperoleh pengelompokan
ukuran kapsul kepala dengan puncak-puncak yang nyata terpisah satu dengan
yang lainnya. Puncak tersebut menunjukkan terjadinya pergantian instar.
Distribusi frekuensi ukuran lebar, panjang, dan keliling kapsul kepala
diasumsikan terdistribusi normal dan membentuk puncak-puncak, setiap puncak
mewakili satu instar (McCellan & Logan 1994 dalam Godin et al. 2002).
Pengamatan Lama Hidup dan Keperidian Imago N. eichhorniae
Pengamatan lama hidup dan keperidian imago N. eichhorniae dilakukan dengan menggunakan serangga uji hasil perbanyakan dari Insectarium Biotrop. Satu pasang imago N. eichhorniae yang berumur empat hari setelah muncul dari pupa, dimasukkan ke dalam ember plastik yang sudah diisi satu tanaman eceng
gondok kemudian dikurung dengan kurungan plastik mika berukuran 15 cm x 50
cm yang diberi ventilasi kain kasa. Tanaman eceng gondok yang digunakan
adalah relatif seragam yaitu 4 daun dengan tinggi berkisar antara 12,5–3,5 cm.
Pengujian dilakukan sebanyak 5 ulangan.
Lama hidup imago dan produksi telur tiap betina di ketahui dengan cara
mengamati kumbang yang baru muncul dari pupa sampai kumbang tersebut mati.
Keperidian dihitung dengan cara menjumlahkan jumlah telur harian dan ditambah
jumlah telur yang tidak diletakkan, yaitu yang dibedah dari ovari setelah betina
mati. Telur diamati dengan cara membongkar jaringan tanaman. Telur dipisah
dari jaringan tanaman dengan kuas, kemudian dihitung dan dicatat jumlahnya.
Data jumlah telur dan lama hidup imago N. eichhorniae disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
Pengamatan Kemampuan Merusak Imago N. eichhorniae pada Daun
Eceng Gondok
satu tanaman eceng gondok. Kurungan berukuran 40 cm x 60 cm yang diberi
kasa dan diletakkan terapung di danau. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 ulangan.
Tanaman eceng gondok yang digunakan mempunyai empat daun dan diambil dari
lapangan. Pengamatan dilakukan setiap hari, selama dua minggu. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung jumlah dan luas bekas ketaman kumbang pada
daun eceng gondok. Luas daun diukur dengan menggunakan Green Leaf Area Meter model GA-5, kemudian dihitung persentase kerusakan akibat kegiatan makan satu imago/minggu. Tanaman diganti seminggu sekali. Data kemampuan
merusak imago N. eichhorniae pada daun eceng gondok dilaporkan secara deskriptif.
Kisaran Ekspansi dan Kisaran Inang N. eichhorniae di Lapangan
Kisaran Ekspansi Berdasarkan Jarak dari Tanaman Inang
Pengamatan kisaran ekspansi dilakukan pada empat arah mata angin (Utara,
Selatan, Barat dan Timur) di sekitar Danau Lido, sampai jarak 100 m dari pinggir
danau. Pengamatan dilakukan pada petak seluas 1 m x 1 m dengan jarak 20 m,
40 m, 60 m, 80 m, 100 m mulai dari pinggir danau. Pada setiap petak diamati
semua jenis tumbuhan yang ada dan ada tidaknya gejala makan dan imago
N. eichhorniae. Semua jenis tumbuhan kemudian diambil dan ditempatkan dalam kantong plastik yang telah diberi label penanda. Tumbuhan contoh yang
diambil selanjutnya diidentifikasi di Herbarium Biotrop.
Pengamatan kisaran ekspansi juga dilakukan pada tumbuhan C. edulis dan S. molesta di sekitar Danau Lido. Penentuan jenis tumbuhan ini didasarkan pada hasil uji kekhususan inang yang telah dilakukan oleh Widayanti et al. (1998) dan Maryana (2005) di laboratorium. Pengamatan kisaran ekspansi N. eichhorniae pada C. edulis dilakukan pada semua tumbuhan yang ada di sekitar Danau Lido yaitu 38 tanaman. Pada S. molesta, pengamatan dilakukan pada petakan terapung berukuran 1 m2 di antara tumbuhan eceng gondok. Jumlah ulangan sebanyak
5 kali dengan jarak 2 m antar petakan. Dari tiap petakan diambil 10 tanaman yang
ukurannya dianggap sama. Pengamatan dilakukan terhadap ada tidaknya gejala
Kisaran Inang N. eichhorniae di Lapangan
Pengujian terhadap jenis inang dilakukan dengan metode tanpa pilihan,
menggunakan tanaman Eichornia crassipes Mart. Slomb, Canna edulis, dan Salvinia molesta D.S. Mitchell yang tumbuh di sekitar eceng gondok di Danau Lido. Pemilihan tanaman ini didasarkan pada hasil uji kekhususan inang yang
telah dilakukan oleh Widayanti et al. (1998) dan Maryana (2005) di laboratorium. Sebelum perlakuan, tanaman uji dibersihkan dari serangga dan organisme lain,
kemudian dikurung dengan kurungan kasa.
Tanaman C. edulis yang digunakan relatif seragam, yaitu yang mempunyai 3 lembar daun dengan tinggi antara 20-23 cm. Tanaman S. molesta yang digunakan adalah yang sudah membentuk anakan dan mempunyai 10-20 lembar
daun. Untuk kontrol digunakan tanaman eceng gondok yang mempunyai 4 daun
dengan tinggi berkisar antara 12,5–13,5 cm. Untuk menghindari imago keluar,
tanaman C. edulis ditutup dengan kurungan kasa berbentuk segi empat dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm, sedangkan tanaman S. molesta dan eceng gondok ditutup dengan kurungan plastik mika berbentuk silinder berukuran 40 cm x 60
cm yang diberi ventilasi kain kasa. Uji kisaran inang pada tanaman S. molesta dan tanaman eceng gondok dilakukan di permukaan danau dengan membuat
kurungan terapung, sedangkan uji pada tanaman C. edulis dilakukan di pinggir danau (daratan) sekitar tumbuhan eceng gondok. Ke dalam setiap kurungan
dimasukkan satu tanaman uji.
Serangga uji yang digunakan adalah hasil perbanyakan di Insectarium Biotrop. Dua pasang imago N. eichhorniae yang berumur dua hari setelah muncul dari pupa dimasukkan ke dalam masing-masing tanaman uji dan kontrol.
Pengujian dilakukan dengan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah preferensi
makan, peletakan telur dan lama hidup imago N. eichhorniae pada tumbuhan uji di lapangan.
Pengamatan preferensi makan imago pada tanaman uji dilakukan dengan
melihat ada tidaknya gejala makan dengan mengamati keberadaan luka pada
bagian daun tanaman akibat aktifitas makan kumbang. Jumlah bekas ketaman
pada daun eceng gondok dihitung, kemudian bekas ketaman kumbang diukur
Leaf Area Meter model GA-5. Pengamatan dilakukan selama dua minggu. Persentase kerusakan luas daun dihitung dengan cara menjumlahkan luas semua
ketaman pada satu tanaman dibagi jumlah luas semua daun pada satu tanaman
dikali 100%.
Pengamatan peletakan telur betina N. eichhorniae diamati dengan menghitung jumlah telur yang diletakkan pada setiap jenis tanaman uji.
Pengamatan telur pada tanaman eceng gondok dan S. molesta dilakukan dengan cara membongkar jaringan tanaman uji, sedangkan pada tanaman C. edulis telur diamati di bagian tanaman yang luka bekas ketaman imago dengan menggunakan
kaca pembesar. Telur yang diletakkan dipisahkan dari jaringan tanaman dengan
kuas kemudian dihitung jumlahnya dan dicatat. Pengamatan dilakukan setiap
minggu sampai imago mati.
Pengamatan lama hidup imago dihitung berdasarkan lamanya kumbang
dapat bertahan hidup pada tumbuhan uji. Pengamatan dilakukan setiap hari
sampai imago mati. Setiap tanaman uji yang rusak berat diganti dengan tanaman
uji yang baru. Data preferensi makan imago pada tanaman uji dianalisis dengan
ANOVA dan dilanjutkan dengan uji BNT (α=0,05%) dengan menggunakan program Statistik 8. Data peletakan telur pada tanaman uji dilaporkan secara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biologi
N. eichhorniae di LapanganPerkembangan Populasi N. eichhorniae di Lapangan
Data pengamatan yang dilakukan mulai 8 Juni sampai 23 Agustus 2005
menunjukkan bahwa di lapangan terjadi fluktuasi populasi pada setiap stadia
N. eichorniae (Gambar 3). Telur kumbang N. eichorniae pada pengamatan tanggal 14 Juni mengalami peningkatan yaitu dari rata-rata 4,08 menjadi 5,50
butir/tanaman dan mencapai puncaknya pada tanggal 28 Juni menjadi 9,48 butir
telur/tanaman, kemudian menurun pada pengamatan-pengamatan berikutnya. Hal
yang sama juga terlihat pada larva dan pupa. Pola fluktuasi imago menunjukkan
bahwa jumlah imago di lokasi contoh sangat rendah. Kepadatan populasi imago
tertinggi hanya mencapai rata-rata 1,58 individu/tanaman dan terendah rata-rata
0,48 individu/tanaman sejak pengamatan 8 Juni sampai pengamatan berikutnya.
Gambar 3 juga menunjukkan bahwa puncak populasi telur N. eichhorniae di lapangan terjadi pada pengamatan tanggal 28 Juni, sementara stadium lainnya
terjadi pada tanggal 6 Juli kemudian populasinya menurun dan mulai meningkat
lagi pada pengamatan berikutnya.
[image:40.595.137.484.485.684.2]
Gambar 3 Fluktuasi populasi N. eichhorniae di lapangan dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2005.
0 2 4 6 8 10 8-Jun 14-Jun 21-Jun 28-Jun 6-Jul 13-Jul 20-Jul 26-Jul 2-A gus 9-A gus 16-A gus 23-A gus
Waktu pengamatan (Tanggal-Bulan)
P opul a si /t a na m a n
Data hasil pengamatan N. eichhorniae di lapangan yang terdiri atas telur, larva, pupa, dan imago (jantan dan betina) dapat menggambarkan keseluruhan
populasi N. eichhorniae pada lokasi tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telur adalah stadia yang paling banyak dijumpai di lapangan kemudian
disusul oleh larva, pupa, dan imago. Hal ini diduga karena kumbang ini
cenderung meletakkan telur selama betina hidup. Betina dapat bertelur 200 sampai
400 butir (Julien et al. 1999, Center 1994, Julien 2001). Selain itu, tingginya jumlah telur yang diletakkan diduga untuk menghadapi tingginya kematian pada
masa perkembangan telur, karena tidak semua telur yang diletakkan betina fertile. Rata-rata populasi larva di lapangan adalah 2,03 ± 0,47 individu/tanaman.
Kepadatan populasi larva lebih rendah dibandingkan dengan telur. Hal ini
menunjukkan bahwa telur banyak mengalami kematian. Telur yang diletakkan
tidak seluruhnya dibuahi sehingga ada telur yang tidak menetas menjadi larva.
Selain itu, faktor lingkungan, seperti jaringan tanaman yang lebih cepat
membusuk akibat serangan jamur parasit Beauveria sp. di lapangan. Jamur ini juga dapat menyebabkan telur mati (Mangoendihardjo 1978). Hasil penelitian
yang dilakukan Subagyo et al. (1977) di laboratorium menunjukkan bahwa 10 individu kumbang betina selama 1 bulan dapat menghasilkan 37-50 butir telur dan
hanya 75% telur yang menetas.
Kepadatan populasi pupa rata-rata 1,32 ± 0,39 individu/tanaman. Jumlah
pupa tersebut lebih rendah dari pada larva. Hal ini diduga disebabkan oleh
tingginya kematian pada stadia larva instar akhir saat keluar dari liang gerekan
untuk berpupa, dan tingginya kematian pada stadia pupa akibat dimangsa oleh
predator seperti naiad capung. Pada lokasi penelitian banyak ditemukan naiad
capung (Odonata) pada akar eceng gondok. Di antara tanaman eceng gondok juga
banyak terlihat laba-laba (Arachnida) dan kumbang pengembara (Coleoptera:
Staphylinidae). Perkins (1973 dalam Mangoendihardjo 1978) melaporkan bahwa kumbang ini memiliki musuh alami yang berupa predator dari ordo Neuroptera,
Arachnida, Odonata dan Coleoptera.
Rata-rata populasi imago di lapangan adalah 1,02 ± 0,37 individu/tanaman.
Rendahnya jumlah populasi imago diduga karena tingginya jumlah kematian
lingkungan seperti predator, jamur parasit, dan aktifitas manusia. Jamur parasit
Beauveria sp. dapat menyerang imago, sehingga menyebabkan imago N. eichhorniae mati (Mangoendihardjo 1978).
Pengamatan nisbah kelamin N. eichhorniae juga dilakukan bersamaan dengan pengamatan populasinya di lapangan. Proporsi jantan (279 individu) dan
betina (210 individu) yang ditemukan di lapangan menunjukkan perbandingan
populasi betina lebih rendah dari pada populasi jantan dengan rasio betina : jantan
adalah 2:3. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Julien et al. (1999) yang mengatakan bahwa di Florida, rasio antara betina dan jantan adalah 1:1.
Perbandingan kelamin yang lebih banyak jantan dibandingkan betina kurang
menguntungkan bagi kelangsungan hidup N. eichhorniae.
Distribusi N. eichhorniae pada Bagian Tanaman Eceng Gondok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada seluruh bagian tanaman
ditemukan N. eichhorniae dari tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Di bagian daun dan tangkai daun ditemukan telur, larva, dan imago. Di bagian
batang hanya ditemukan larva, sedangkan di bagian akar ditemukan larva, pupa,
dan imago (Tabel 1).
Jumlah telur yang ditemukan pada tanaman inang di lapangan baik pada
[image:42.595.114.545.558.690.2]tangkai daun maupun pada daun hampir sama. Telur N. eichhorniae diletakkan di bawah epidermis daun dan tangkai daun secara tunggal dan berkelompok. Hal
Tabel 1 Rata-rata jumlah telur, larva, pupa, dan imago N. eichhorniae pada bagian tanaman eceng gondok
Fase perkem-bangan Daun (x±SD) (individu) Daun menggulung (x±SD) (individu) Tangkai daun (x±SD) (individu) Di antara tangkai daun (x±SD) (individu) Batang (x±SD) (individu) Akar (x±SD) (individu)
Telur 2,64 ± 3,76 0 2,65 ± 3,76 0 0 0
Larva 0,18 ± 0,76 0 0,84 ± 1,25 0 1,00 ± 1,48 0,02 ± 0,22
Pupa 0 0 0 0 0 1,32 ± 2,14
Imago 0,01 ± 0,09 0,66 ± 0,24 0 0,66 ± 1,24 0 0,02 ± 0,10
ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Kasno dan Mangoendihardjo (1978)
daun. Telur yang diletakkan hanya satu dan kadang-kadang dijumpai dua atau
lebih telur yang berdampingan.
Larva ada pada bagian daun, tangkai daun, batang dan akar. Larva yang
muda pada umumnya ditemukan pada bagian daun dan tangkai daun dimana telur
diletakkan oleh betina, sedangkan larva yang sudah dewasa ditemukan pada
bagian batang dan akar. Larva paling banyak ditemukan pada batang dan paling
rendah ditemukan pada akar (Tabel 1). Selama masa perkembangannya, larva
berada dalam jaringan tanaman. Larva menyebabkan kerusakan yang sangat
parah pada tanaman inang dibandingkan kerusakan oleh imago. Jaringan tanaman
inang merupakan makanan sekaligus tempat perkembangan larva. Apabila jumlah
larva pada tanaman inang tinggi, maka sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan kelangsungan hidup tanaman inang.
Pupa hanya ditemukan pada bagian akar (Tabel 1). Pupa tidak dapat
berkembang pada bagian tanaman lain karena pupa terbentuk dalam kokon yang
terbuat dari rajutan akar tanaman inang. Keadaan ini sesuai dengan pernyataan
Julien et al. (1999) bahwa larva membuat kokon berbentuk bundar kira-kira 2 mm dengan menggunakan rambut-rambut akar yang dilekatkan menjadi satu pada akar
yang lebih besar.
Di lapangan pada umumnya imago menempati tempat-tempat yang
tersembunyi dan gelap, yaitu gulungan daun, di antara tangkai daun, dan akar
(Tabel 1). Hal ini terjadi karena pengamatan terhadap kumbang ini dilakukan
pada waktu siang hari, sedangkan aktifitas kumbang ini terjadi pada malam hari.
Julien et al. (1999) dan Julien (2001) mengatakan bahwa kumbang N. eichhorniae termasuk serangga nokturnal yaitu serangga yang aktif pada malam hari. Kasno
dan Mangoendihardjo (1978) juga melaporkan bahwa kumbang ini bersifat
fototropi negatif. Kumbang ini aktif pada malam hari sedangkan pada siang hari
biasanya berada pada tempat yang tersembunyi, misalnya di bagian perakaran, di
antara seludang/tangkai daun, gulungan daun dan tempat-tempat gelap yang lain.
Pada malam hari kumbang melakukan aktifitas makan, kawin dan peletakkan
telur.
Dari hasil pengamatan ini diketahui bahwa distribusi telur, larva, pupa, dan
makan dan berkembang di dalam jaringan tanaman, pupa terbungkus kokon dari
akar-akar tanaman inang, dan imago pada siang hari ditemukan bersembunyi
pada tempat yang gelap seperti yang dikemukakan oleh Kasno dan
Mangoendihardjo (1978) serta Center (1994). Dari hasil pengamatan ini juga
diketahui bahwa di Bogor imago dapat meletakkan 2–9 butir telur pada tempat
yang sama. Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan di Florida dan Argentina yang
menyebutkan bahwa imago hanya meletakkan satu butir telur pada tempat yang
sama. Betina meletakkan telur dibawah epidermis daun, petiol dan ligule (Center 1994, Julien 2001).
Ciri-ciri Morfologi N. eichhorniae
Telur N. eichhorniae berwarna putih transparan, berbentuk oval (Gambar 4), dan berukuran panjang 0,85 ± 0,08 mm dan lebar 0,50 ± 0,06 mm (Tabel 2).
Periode perkembangan telur di lapangan berlangsung 7-21 hari. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Julien et al. (1999) yang melaporkan bahwa telur N. eichhorniae berukuran 0,8 mm x 0,6 mm, dan lama stadia telur antara 7-17 hari.
[image:44.595.115.509.513.642.2]Larva N. eichhorniae berwarna putih atau krem dan tidak memiliki tungkai (apoda), berbentuk panjang dan ramping. Abdomen mempunyai 11 segments dan rambut-rambut (setae). Kapsul kepalanya berwarna coklat serta berkembang
Tabel 2 Rata-rata ukuran tubuh N. eichhorniae pada berbagai fase perkembangan Fase
perkembangan n Panjang (mm) (x±SD) Lebar (mm) (x±SD)
Telur 10 0,85 ± 0,08 0,50 ± 0,06
Larva 10 3,80 ± 1,92 1,55 ± 0,79
Pupa 10 3,51 ± 0,42 2,50 ± 0,04
Imago betina 10 4,38 ± 0,24 2,82 ± 0,34
Telur
Gambar 4 Telur N. eichhorniae (pembesaran 4,5 x)
Larva
Gambar 5 Larva N. eichhorniae (pembesaran 2,5 x)
sempurna (Gambar 5). Larva N. eichhorniae berukuran panjang 3,80 ± 1,92 mm dan lebar 1,55 ± 0,79 mm (Tabel 2).
Pupa berwarna putih krem dan terbungkus kokon berbentuk bulat yang
terbuat dari rajutan rambut-rambut akar tanaman inang (Gambar 6). Pupa bertipe
eksarat adektisus dimana mandibel tidak dapat digerakkan dan menempel pada kepala. Pada fase pupa tonjolan bakal tungkai, antena, dan moncong dapat dilihat
[image:45.595.180.442.325.517.2]Kokon Pupa
Gambar 6 Pupa N. eichhorniae (Pembesaran 2,5 x)
Imago N. eichhorniae yang baru keluar dari pupa berwarna coklat dan setelah beberapa hari berubah menjadi abu-abu. Jenis kelaminnya dapat
dibedakan dari ukuran tubuh dan bentuk moncong (snout) (Gambar 7). Imago betinapada umumnya berukuran lebih besar dari pada yang jantan, serta memiliki
moncong yang lebih panjang dan lebih mengkilat. Panjang tubuh betina
4,38 ± 0,24 mm, dan lebar 2,82 ± 0,34 mm, sedangkan panjang tubuh jantan
3,77 ± 0,10 mm (termasuk kepala) dan lebar 2,53 ± 0,20 mm (Tabel 2). Hasil
penelitian Center (1994) juga mengatakan bahwa ukuran imago betina lebih
besar dibanding jantan. Imago betina N. eichhorniae mempunyai panjang tubuh 3,7 mm sedangkan jantan 3,2 mm (tidak termasuk kepala).
♀ ♂
a b
[image:46.595.142.485.535.697.2]Pendugaan Instar Larva N. eichhorniae
Hasil pengukuran lebar kapsul kepala dari 1072 larva yang ditampilkan
dalam bentuk kurva distribusi frekuensi ukuran lebar kapsul kepala dalam
73 selang kelas menghasilkan empat puncak terpisah (Gambar 8A). Kurva ini
menunjukkan adanya empat instar pada perkembangan larva N. eichhorniae. Menurut McClellan dan Logan (1994 dalam Godin et al. 2002), diasumsikan hasil pengukuran terdistribusi normal dan membentuk puncak-puncak, setiap pucak
mewakili satu instar. Bagian kepala dan abdomen larva instar 1, 2, 3, dan 4 dapat
dibedakan dengan jelas.
Pendugaan instar juga dilakukan dengan mengukur panjang dan keliling
kapsul kepala larva (Gambar 8B, 8C ). Dari pengukuran ini dihasilkan pola data
yang sama yaitu empat instar. Bentuk kurva distribusi frekuensi ukuran panjang
dan keliling kapsul kepala larva juga menghasilkan empat puncak terpisah. Hal
ini menunjukkan bahwa ukuran panjang dan keliling kapsul kepala larva dapat
digunakan sebagai indikator pergantian instar pada larva N. eichhorniae. Ukuran lebar, panjang dan keliling kapsul kepala larva N. eichhorniae pada setiap instar di tampilkan pada Tabel 3.
De Loach (1972) melaporkan bahwa berdasarkan ukuran lebar bekas kulit
kepala (eksuvia), larva N. eichhorniae hasil pembiakan di laboratorium memiliki tiga instar dalam perkembangannya. Center (1994) dan Julien (2001) juga
melaporkan bahwa di Florida, pada suhu 27 oC dalam perkembangannya larva
[image:47.595.114.510.598.729.2]N. eichhorniae melewati tiga instar, tetapi tidak ada informasi indikator yang digunakan untuk pendugaan instar.
Tabel 3 Rata-rata ukuran panjang, lebar, dan keliling kapsul kepala larva N. eichhorniae pada setiap instar
Fase Perkembangan
n Lebar kapsul kepala (mm)
(x±SD)
Panjang kapsul kepala (mm)
(x±SD)
Keliling kapsul kepala (mm)
(x±SD)
Larva instar 1 160 0,36 ± 0,02 0,39 ± 0,02 1,24 ± 0,53
Larva instar 2 152 0,51 ± 0,06 0,54 ± 0,06 1,75 ± 0,19
Larva instar 3 270 0,71 ± 0,05 0,74 ± 0,06 2,40 ± 0,16
Ga
m
bar 8 Distribusi frekue
nsi lebar kapsul kepala
(A), distribusi frekuensi
panjang kapsul kepala (B), distribus
i frekuensi keliling kapsul kepala
(C) larv
a
N. eichhorniae
0 10 20 30 40 50 60
1.08525-1.12189 1.15854-1.19517 1.23182-1.26845 1.30510-1.34173 1.37838-1.41501 1.45166-1.48829 1.52494-1.56157 1.59822-1.63485 1.67150-1.70813 1.74478-1.78141 1.81806-1.85469 1.89134-1.92797 1.96462-2.00125 2.03790-2.07453 2.11118-2.14781 2.18446-2.22109 2.25774-2.29437 2.33102-2.36765 2.40430-2.44093 2.47758-2.51421 2.55086-2.58749 2.62414-2.66077 2.69742-2.73405 2.77070-2.80733 2.84398-2.88061 2.91726-2.95389 2.99034-3.02697 3.06362-3.10025 3.13690-3.17353 3.21018-3.24681 3.28346-3.32009 3.35674-3.39337 3.43002-3.46665 3.50330-3.53993 3.57658-3.61321 3.64986-3.68649 K e lili n g ka ps u l ke pa la ( m m ) Frekuensi In st a r-1 In st a r-2 In st a r-3 In st a r-4 A
0 5 10 15 20 25 30 35
0.31200 - 0.32082
0.34733 - 0.35615 0.38266 - 0.39148
0.41798 - 0.42680
0.45331 - 0.46213
0.48863 - 0.49746 0.52396 - 0.53278
0.55929 - 0.56811
0.59461 - 0.60343
0.62994 - 0.63876 0.66527 - 0.67409
0.70059 - 0.70941
0.73592 - 0.74474 0.77124 - 0.78007
0.80657 - 0.81539
0.84190 - 0.85072
0.87722 - 0.88605 0.91255 - 0.92137
0.94788 - 0.95670 0.98320 - 0.99202
1.01853 - 1.02735 1.05386 - 1.06268
1.08918 - 1.09800 1.12451 - 1.13333
P a n jan g kaps u l kepal a ( m m ) Frekuensi In st a r 1 In st a r 2 In st a r 3 In st a r 4
0 10 20 30 40 50 60
[image:48.842.145.746.139.501.2]Dari ketiga pengukuran tersebut yaitu lebar, panjang, dan keliling kapsul
kepala larva dihasilkan pola data yang sama yaitu empat instar dalam
perkembangan larva N. eichhorniae. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran lebar, panjang, dan keliling kapsul kepala larva dapat digunakan sebagai indikator
pergantian instar pada larva N. eichhorniae. Menggunakan struktur serangga yang tersklerotisasi sebagai indikator instar larva telah banyak dilakukan, seperti
penelitian yang dilakukan Alencar et al. (2001) untuk mengetahui instar larva Simuliumpervlafum (Diptera: Simuliidae) mengukur panjang kapsul kepala lateral dan lebar apodema kepala. Hal yang sama juga dilakukan oleh Godin et al. (2002) dalam pendugaan instar larva Acrobasis vaccinii (Lepidoptera: Pyralidae) dengan mengukur lebar kapsul kepala larva.
Berdasarkan perubahan bentuk morfologi instar 1, 2, 3, dan 4 sulit
dibedakan, hanya perubahan ukuran kapsul kepala yang berbeda. Selain
perubahan ukuran kapsul kepala perubahan instar 1, 2, 3, dan 4 juga dicirikan oleh
adanya perubahan warna kapsul kepala (Gambar 9). Pada Instar 1, 2, dan 3,
kapsul kepala berwarna coklat muda, sedangkan pada instar 4 berwarna coklat
kemerahan. Perbedaan morfologi pada warna dan bentuk tubuh tidak bisa
mencerminkan tingkat perkembangan dari instar larva.
Instar 2 Instar 1
[image:49.595.170.461.472.687.2]Instar 3 Instar 4
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pengukuran panjang,
lebar, dan keliling kapsul kepala merupakan cara yang paling tepat untuk
menduga instar larva N. eichhorniae. Bentuk kapsul kepala tidak dapat dijadikan dasar penentuan instar karena bentuk struktur setiap instar sama.
Lama Hidup dan Keperidian Imago N. eichhorniae
Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa lama hidup imago N. eichhorniae betina antara 106-133 hari dengan rata-rata 122,40 ± 10,40. Masa praoviposisi 5–8 hari (6,00 ± 1,22) dan masa oviposisi 6-116 hari (112,80 ± 4,92)
setelah betina muncul dari pupa (Tabel 4). Masa praoviposisi betina pada
penelitian ini lebih singkat dibandingkan hasil penelitian Subagyo et al. (1977) yang dilakukan di laboratorium yang menyebutkan bahwa masa praoviposisi
betina adalah 1-2 bulan.
Imago mulai meletakkan telur 6 hari setelah muncul dari pupa. Telur mulai
meningkat rata-rata pada hari ke 9 dan tertinggi terjadi pada hari ke 46
pengamatan. Pada pengamatan hari berikutnya jumlah telur yang diletakkan
mulai menurun sampai imago mati (Gambar 10). Hasil pengamatan terlihat
bahwa satu individu betina kumbang N. eichhorniae dapat meletakkan telur rata-rata 0,63 ± 3,17 butir telur /betina/ hari (Tabel 4). Jumlah telur yang
dihasilkan satu imago betina selama hidupnya adalah 61–90 butir telur/betina
(72,60 ± 12,03). Nilai keperidian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
penelitian Subagyo et al. (1977) yang mengatakan bahwa nilai keperidian imago betina N. eichhorniae selama satu bulan adalah 37-50 butir telur/betina.
Tabel 4 Parameter kehidupan imago betina N. eichhorniae
Parameter kehidupan imago betina n Hari
Lama hidup 5 122,40 ± 10,40
Masa praoviposisi 5 6,00 ± 1,22
Masa oviposisi 5 112,80 ± 4,92
Gambar 10 Rata-rata jumlah telur harian betina N. eichhorniae 0 1 2 3 4 5 6 7
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 101 106 111 116
Pengamatan (hari) R ata -r ata ju m la h te lu r/in d iv id
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa selama masa oviposisi, betina tidak
meletakkan telur setiap hari. Hal ini mungkin karena imago hidup dalam waktu
yang lama. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Julien et al. (1999) yang mengatakan bahwa pada suhu 25 oC betina kumbang ini dapat
meletakkan 5-7 butir telur/hari, sehingga total per betina kira-kira 300 telur.
Hasil pembedahan ovari kumbang betina yang mati tidak ditemukan telur yang
belum diletakkan. Hal ini menunjukkan bahwa betina mati sesudah meletakkan
semua telurnya. Dari penelitian ini diduga bahwa keadaan lingkungan sangat
mempengaruhi keberhasilan hidup dan r