• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Tepung Daun Jambu Biji (Psidium guajava) terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Tepung Daun Jambu Biji (Psidium guajava) terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN TEPUNG DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava)

TERHADAP KEMUNDURAN MUTU

FILLET IKAN NILA (Oreochromis sp)

Yudha Adi Pradana C34104019

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

YUDHA ADI PRADANA. C34104019. Peranan Tepung Daun Jambu Biji (Psidium guajava) terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan PIPIH SUPTIJAH

Produksi ikan nila di Indonesia mengalami peningkatan 19,91% per tahun, yaitu 46.627 ton pada tahun 2000 menjadi 97.116 ton pada tahun 2004. Ekspor ikan nila pun mengalami peningkatan, yaitu 340,4 ton pada tahun 2000 menjadi 976,8 ton pada tahun 2004. Ragam produk yang dimpor adalah bentuk utuh beku, fillet segar, dan fillet beku. Jenis desinfektan yang banyak digunakan adalah klorin. Namun penelitian terkini membuktikan bahwa klorin memiliki efek karsinogenik, oleh karena itu dicari bahan alam yang tidak meninggalkan residu di dalam tubuh.

Daun jambu biji (Psidium guajava) biasa digunakan sebagai ramuan obat tradisional untuk penyembuhan penyakit diare, radang lambung, sariawan, keputihan, dan diabetes militus. Daun jambu biji (Psidium guajava) diharapkan mampu menggantikan klorin dan sebagai bahan pengawet alami bagi fillet ikan.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap : pembuatan tepung daun jambu biji; analisis fitokimia secara kualitatif tepung daun jambu dan ekstrak air tepung daun jambu biji; penentuan fase-fase kemunduran mutu; serta penelitian pendahuluan yang meliputi perlakuan perendaman 10%, 20%, 30% dan perlakuan pelamuran 10%, 12,5%; analsis utama yang terdiri dari pH, TPC, TVB dan Organoleptik.

Tepung daun jambu biji mengandung tanin sangat kuat dan flavonoid kuat. Ekstrak air tepung daun jambu biji juga mengandung tanin sangat kuat dan flavonoid kurang kuat. Tanin dan flavonoid ini diduga dapat menghambat aktivitas bakteri dan kerja berbagai macam enzim protease dan lipase di dalam tubuh ikan.

Hasil pengamatan didapatkan hasil fase pre-rigor terjadi pada jam ke-1, fase rigormortis terjadi pada jam ke-5, fase post rigor awal terjadi pada jam ke-10 dan fase post rigor akhir terjadi pada jam ke-13. Perlakuan yang dipilih untuk analisis utama adalah perlakuan perendaman 10% dan pelamuran 10%.

Penurunan pH akan terus berlangsung dari jam ke-1 sampai saat tertentu dan nilai pH akan naik kembali. Pada saat jam ke-10 (fase post rigor awal) merupakan titik balik nilai rata-rata pH fillet kontrol. Nilai TVB pada perlakuan perendaman 10% lebih kecil jika dibandingkan pada perlakuan pelamuran 10% dan kontrol. Uji ragam dua arah terhadap nilai TVB didapatkan hasil faktor perlakuan, fase dan interaksi antara keduanya memberikan hasil β-value (significance) < 0,05 artinya semua faktor mempengaruhi nilai TVB yang diuji.

Laju kenaikan bakteri paling besar terdapat pada fillet kontrol dan laju kenaikan bakteri paling rendah terdapat pada perlakuan pelamuran 10%. Laju kenaikan total bakteri perlakuan perendaman 10% lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju kenaikan total bakteri perlakuan pelamuran 10%. Hasil uji ragam dua arah didapatkan nilai β-value (significance) < 0,05 untuk faktor perlakuan dan fase artinya kedua faktor tersebut mempengaruhi nilai TPC yang diuji.

(3)

PERANAN TEPUNG DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava)

TERHADAP KEMUNDURAN MUTU

FILLET IKAN NILA (Oreochromis sp)

Yudha Adi Pradana C34104019

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : PERANAN TEPUNG DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) TERHADAP KEMUNDURAN MUTU FILLET IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Nama Mahasiswa : Yudha Adi Pradana

NRP : C34104019

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP 131 474 001 NIP 131 476 638

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Peranan Tepung Daun Jambu Biji (Psidium guajava) terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Penyusunan skripsi ini adalah sebagai laporan kegiatan penelitian sebagai syarat kelulusan pada program sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, namun diharapkan bisa memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan..

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing dan membantu dalam penyelesain skripsi ini.

1. Ayah dan Ibu tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis

2. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS dan Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku komisi pembimbing yang telah dengan sabar membimbing penulis dan membantu.

3. Dr. Agoes M Jacoeb dan Ir. Nurjanah, MS sebagai tim penguji yang telah memberikan banyak kritik, saran dan masukan yang sangat berharga bagi

penulis.

4. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si yang telah banyak membantu penulis memberikan semangat dan motivasi

5. Dr. Ir. Bustami Ibrahim M.Si selaku pembimbing akademik yang telah banyak membantu dan mendengarkan curahan hati penulis

6. Adikku tersayang atas hiburan yang menyenangkan hati dan seluruh keluargaku yang terus mendukung penulis

7. Ibu Ema yang telah banyak membantu di Laboratorium

8. Mbak Eni yang telah memberikan masukan berharga dan semangat tambahan serta bimbingannya di Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi PAU

(6)

10.Alim, Fahmi, Rijan yang ikut serta membantu analisis laboratorium 11.Gilang, Dery, Opik yang telah menjadi teman kostan terbaik

12.Wahyu, Fuji, Nuzul yang telah membantu organoleptik pendahuluan 13.Anak-anak Lab Om-Benk (Erlangga, Anang, Bay, An’im, Windika,

Hangga) yang bersedia bangun pagi dan ikut membantu 14.Yogi yang telah rela berbagi kebahagian

15.Seluruh staf dosen dan TU THP (Mas Mail, Mas Ipul, Pak Ade, Pak Jamhuri, Pak Tatang, Pak Subhan, Mbak Heni, Mas Zaki, Mbak Heni, Umi, Bu Yati) yang telah mengurus semua administrasi

16.Mbak Titis di Lab Biofarmaka yang telah membantu

17.Teman-temanku THP 41 atas kebersamaan dan kekompakannya

18.Kakak kelas dan adik kelas yang telah memberikan dorongan semangat 19.Semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama penelitian, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Bogor, Desember 2008

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Peranan Tepung Daun Jambu Biji (Psidium guajava) terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” adalah hasil karya saya sendiri dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor. Desember 2008

Yudha Adi Pradana

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 02 Januari 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sardjono dan Ibu Siti Qomariah. Penulis mengawali pendidikan di taman kanak-kanak di TK Sukamaju pada tahun 1990. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan dasar pada tahun 1992 di SDN Sukamaju VI, Depok serta menyelesaikannya pada tahun 1998. Pendidikan menengah pertama penulis adalah SMP Negeri 3 Depok (1998-2001), pendidikan menengah umum adalah SMA Negeri 1 Depok (2001-2004). Pada Tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Selama kuliah, penulis aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi

Hasil Perairan (HIMASILKAN) pada divisi PSDM pada Tahun 2006-2007, FKM-C pada Tahun 2005-2007. Selain itu penulis juga menjadi asisten Rekayasa Hasil

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)... 3

2.2. Deskripsi dan Komposisi Daun Jambu Biji (Psidium guajava) .... 4

2.3. Senyawa Antimikroba... 7

2.4. Ekstraksi... 11

2.5. Proses Kemunduran Mutu... 13

2.5.1. Perubahan pre-rigor... 13

2.5.2. Perubahan rigormortis... 13

2.5.3. Perubahan post-rigor... 15

3. METODOLOGI... 17

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2. Alat dan Bahan... 17

3.3. Tahapan Penelitian... 17

3.4. Pembuatan Ekstrak dan Uji Fitokimia ... 19

3.5. Prosedur Analisis ... 21

a). Total plate count (fardiaz 1997) ... 21

b). Total volatile base (AOAC 1995)... 22

c). Uji nilai pH (Apriyantono 1989)... 23

d). Uji Organoleptik ... 23

3.6. Analisis Statistika... 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

4.1. Analisis Fitokimia ... 25

4.2. Penelitian Pendahuluan ... 27

4.3. Penelitian Utama ... 30

4.3.1. Derajat keasaman ... 30

(10)

4.3.3. Total plate count (TPC) ... 36

4.3.4. Uji Organoleptik ... 39

a) Kenampakan ... 39

b) Bau... 41

c) Tekstur ... 42

d) Lendir... 44

e) Organoleptik rata-rata keseluruhan... 45

4.3.5. Hubungan antar parameter pada fillet kontrol ... 47

4.3.6. Hubungan antar parameter pada fillet pelamuran 10%... 49

4.3.7. Hubungan antar parameter pada fillet perendaman 10% ... 50

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 52

5.1. Kesimpulan ... 52

5.2. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA... 54

(11)

PERANAN TEPUNG DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava)

TERHADAP KEMUNDURAN MUTU

FILLET IKAN NILA (Oreochromis sp)

Yudha Adi Pradana C34104019

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)

RINGKASAN

YUDHA ADI PRADANA. C34104019. Peranan Tepung Daun Jambu Biji (Psidium guajava) terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan PIPIH SUPTIJAH

Produksi ikan nila di Indonesia mengalami peningkatan 19,91% per tahun, yaitu 46.627 ton pada tahun 2000 menjadi 97.116 ton pada tahun 2004. Ekspor ikan nila pun mengalami peningkatan, yaitu 340,4 ton pada tahun 2000 menjadi 976,8 ton pada tahun 2004. Ragam produk yang dimpor adalah bentuk utuh beku, fillet segar, dan fillet beku. Jenis desinfektan yang banyak digunakan adalah klorin. Namun penelitian terkini membuktikan bahwa klorin memiliki efek karsinogenik, oleh karena itu dicari bahan alam yang tidak meninggalkan residu di dalam tubuh.

Daun jambu biji (Psidium guajava) biasa digunakan sebagai ramuan obat tradisional untuk penyembuhan penyakit diare, radang lambung, sariawan, keputihan, dan diabetes militus. Daun jambu biji (Psidium guajava) diharapkan mampu menggantikan klorin dan sebagai bahan pengawet alami bagi fillet ikan.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap : pembuatan tepung daun jambu biji; analisis fitokimia secara kualitatif tepung daun jambu dan ekstrak air tepung daun jambu biji; penentuan fase-fase kemunduran mutu; serta penelitian pendahuluan yang meliputi perlakuan perendaman 10%, 20%, 30% dan perlakuan pelamuran 10%, 12,5%; analsis utama yang terdiri dari pH, TPC, TVB dan Organoleptik.

Tepung daun jambu biji mengandung tanin sangat kuat dan flavonoid kuat. Ekstrak air tepung daun jambu biji juga mengandung tanin sangat kuat dan flavonoid kurang kuat. Tanin dan flavonoid ini diduga dapat menghambat aktivitas bakteri dan kerja berbagai macam enzim protease dan lipase di dalam tubuh ikan.

Hasil pengamatan didapatkan hasil fase pre-rigor terjadi pada jam ke-1, fase rigormortis terjadi pada jam ke-5, fase post rigor awal terjadi pada jam ke-10 dan fase post rigor akhir terjadi pada jam ke-13. Perlakuan yang dipilih untuk analisis utama adalah perlakuan perendaman 10% dan pelamuran 10%.

Penurunan pH akan terus berlangsung dari jam ke-1 sampai saat tertentu dan nilai pH akan naik kembali. Pada saat jam ke-10 (fase post rigor awal) merupakan titik balik nilai rata-rata pH fillet kontrol. Nilai TVB pada perlakuan perendaman 10% lebih kecil jika dibandingkan pada perlakuan pelamuran 10% dan kontrol. Uji ragam dua arah terhadap nilai TVB didapatkan hasil faktor perlakuan, fase dan interaksi antara keduanya memberikan hasil β-value (significance) < 0,05 artinya semua faktor mempengaruhi nilai TVB yang diuji.

Laju kenaikan bakteri paling besar terdapat pada fillet kontrol dan laju kenaikan bakteri paling rendah terdapat pada perlakuan pelamuran 10%. Laju kenaikan total bakteri perlakuan perendaman 10% lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju kenaikan total bakteri perlakuan pelamuran 10%. Hasil uji ragam dua arah didapatkan nilai β-value (significance) < 0,05 untuk faktor perlakuan dan fase artinya kedua faktor tersebut mempengaruhi nilai TPC yang diuji.

(13)

PERANAN TEPUNG DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava)

TERHADAP KEMUNDURAN MUTU

FILLET IKAN NILA (Oreochromis sp)

Yudha Adi Pradana C34104019

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : PERANAN TEPUNG DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) TERHADAP KEMUNDURAN MUTU FILLET IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Nama Mahasiswa : Yudha Adi Pradana

NRP : C34104019

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP 131 474 001 NIP 131 476 638

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(15)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Peranan Tepung Daun Jambu Biji (Psidium guajava) terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Penyusunan skripsi ini adalah sebagai laporan kegiatan penelitian sebagai syarat kelulusan pada program sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, namun diharapkan bisa memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan..

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing dan membantu dalam penyelesain skripsi ini.

1. Ayah dan Ibu tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis

2. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS dan Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku komisi pembimbing yang telah dengan sabar membimbing penulis dan membantu.

3. Dr. Agoes M Jacoeb dan Ir. Nurjanah, MS sebagai tim penguji yang telah memberikan banyak kritik, saran dan masukan yang sangat berharga bagi

penulis.

4. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si yang telah banyak membantu penulis memberikan semangat dan motivasi

5. Dr. Ir. Bustami Ibrahim M.Si selaku pembimbing akademik yang telah banyak membantu dan mendengarkan curahan hati penulis

6. Adikku tersayang atas hiburan yang menyenangkan hati dan seluruh keluargaku yang terus mendukung penulis

7. Ibu Ema yang telah banyak membantu di Laboratorium

8. Mbak Eni yang telah memberikan masukan berharga dan semangat tambahan serta bimbingannya di Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi PAU

(16)

10.Alim, Fahmi, Rijan yang ikut serta membantu analisis laboratorium 11.Gilang, Dery, Opik yang telah menjadi teman kostan terbaik

12.Wahyu, Fuji, Nuzul yang telah membantu organoleptik pendahuluan 13.Anak-anak Lab Om-Benk (Erlangga, Anang, Bay, An’im, Windika,

Hangga) yang bersedia bangun pagi dan ikut membantu 14.Yogi yang telah rela berbagi kebahagian

15.Seluruh staf dosen dan TU THP (Mas Mail, Mas Ipul, Pak Ade, Pak Jamhuri, Pak Tatang, Pak Subhan, Mbak Heni, Mas Zaki, Mbak Heni, Umi, Bu Yati) yang telah mengurus semua administrasi

16.Mbak Titis di Lab Biofarmaka yang telah membantu

17.Teman-temanku THP 41 atas kebersamaan dan kekompakannya

18.Kakak kelas dan adik kelas yang telah memberikan dorongan semangat 19.Semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama penelitian, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Bogor, Desember 2008

(17)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Peranan Tepung Daun Jambu Biji (Psidium guajava) terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” adalah hasil karya saya sendiri dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor. Desember 2008

Yudha Adi Pradana

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 02 Januari 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sardjono dan Ibu Siti Qomariah. Penulis mengawali pendidikan di taman kanak-kanak di TK Sukamaju pada tahun 1990. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan dasar pada tahun 1992 di SDN Sukamaju VI, Depok serta menyelesaikannya pada tahun 1998. Pendidikan menengah pertama penulis adalah SMP Negeri 3 Depok (1998-2001), pendidikan menengah umum adalah SMA Negeri 1 Depok (2001-2004). Pada Tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Selama kuliah, penulis aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi

Hasil Perairan (HIMASILKAN) pada divisi PSDM pada Tahun 2006-2007, FKM-C pada Tahun 2005-2007. Selain itu penulis juga menjadi asisten Rekayasa Hasil

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)... 3

2.2. Deskripsi dan Komposisi Daun Jambu Biji (Psidium guajava) .... 4

2.3. Senyawa Antimikroba... 7

2.4. Ekstraksi... 11

2.5. Proses Kemunduran Mutu... 13

2.5.1. Perubahan pre-rigor... 13

2.5.2. Perubahan rigormortis... 13

2.5.3. Perubahan post-rigor... 15

3. METODOLOGI... 17

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2. Alat dan Bahan... 17

3.3. Tahapan Penelitian... 17

3.4. Pembuatan Ekstrak dan Uji Fitokimia ... 19

3.5. Prosedur Analisis ... 21

a). Total plate count (fardiaz 1997) ... 21

b). Total volatile base (AOAC 1995)... 22

c). Uji nilai pH (Apriyantono 1989)... 23

d). Uji Organoleptik ... 23

3.6. Analisis Statistika... 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

4.1. Analisis Fitokimia ... 25

4.2. Penelitian Pendahuluan ... 27

4.3. Penelitian Utama ... 30

4.3.1. Derajat keasaman ... 30

(20)

4.3.3. Total plate count (TPC) ... 36

4.3.4. Uji Organoleptik ... 39

a) Kenampakan ... 39

b) Bau... 41

c) Tekstur ... 42

d) Lendir... 44

e) Organoleptik rata-rata keseluruhan... 45

4.3.5. Hubungan antar parameter pada fillet kontrol ... 47

4.3.6. Hubungan antar parameter pada fillet pelamuran 10%... 49

4.3.7. Hubungan antar parameter pada fillet perendaman 10% ... 50

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 52

5.1. Kesimpulan ... 52

5.2. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA... 54

(21)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Komposisi kimia ikan nila (Oreochromis niloticus)... 4

2. Titik didih dan kepolaran berbagai jenis pelarut... 12

3. Spesifikasi persyaratan ikan segar ... 14

4. Rancangan peneltian utama ... 19

5. Tabel analisis fitokimia... 25

6. Nilai rata-rata organoleptik fillet ikan nila peneltian pendahuluan... 28

7. Nilai rata-rata pH fillet ikan nila ... 30

8. Standar TVB untuk hasil perikanan ... 32

9. Nilai rata-rata TVB (mgN/100 gram daging fillet ikan nila... 33

10. Nilai rata-rata log total bakteri fillet ikan nila ... 36

11. Nilai rata-rata organoleptik kenampakan fillet ikan nila... 40

12. Nilai rata-rata organoleptik bau fillet ikan nila ... 41

13. Nilai rata-rata organoleptik tekstur fillet ikan nila ... 43

14. Nilai rata-rata organoleptik lendir fillet ikan nila ... 44

(22)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman 1. Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus)... 3 2. Morfologi daun jambu biji (Psidium guajava) ... 5 3. Diagram alir pembuatan tepung daun jambu biji (Psidium guajava) 18 4. Diagram alir penelitian pendahuluan ... 19 5. Grafik hubungan nilai rata-rata pH fillet ikan nila

dengan waktu penyimpanan... 31 6. Grafik hubungan nilai rata-rata TVB fillet ikan nila

dengan waktu penyimpanan... 34 7. Grafik hubungan nilai rata-rata log bakteri fillet ikan nila

dengan waktu penyimpanan... 38 8. Grafik hubungan nilai rata-rata organoleptik kenampakan

fillet ikan nila dengan waktu penyimpanan ... 40 9. Grafik hubungan nilai rata-rata organoleptik bau

fillet ikan nila dengan waktu penyimpanan ... 42 10 Grafik hubungan nilai rata-rata organoleptik tekstur

fillet ikan nila dengan waktu penyimpanan... 43 11. Grafik hubungan nilai rata-rata organoleptik lendir

fillet ikan nila dengan waktu penyimpanan ... 44 12. Grafik hubungan nilai rata-rata organoleptik keseluruhan

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Score sheet Organoleptik fillet ikan segar ... 59 2a. Hasil organoleptik kenampakan penelitian pendahuluan... 60 2b. Hasil organoleptik bau penelitian pendahuluan ... 61 2c. Hasil organoleptik tekstur penelitian pendahuluan... 62 2d. Hasil organoleptik lapisan lendir penelitian pendahuluan ... 63 3a. Hasil uji kruskal wallis kenampakan pre-rigor

penelitian pendahuluan ... 65 3b. Hasil uji kruskal wallis bau pre-rigor penelitian pendahuluan... 65 3c. Hasil uji kruskal wallis lendir pre-rigor penelitian pendahuluan ... 65 3d. Hasil uji kruskal wallis tekstur pre-rigor penelitian pendahuluan.... 66 4a. Hasil uji kruskal wallis kenampakan rigor penelitian pendahuluan 66 4b. Hasil uji kruskal wallis bau rigor penelitian pendahuluan ... 66 4c. Hasil uji kruskal wallis tekstur rigor penelitian pendahuluan ... 67 4d. Hasil uji kruskal wallis lendir rigor penelitian pendahuluan... 67 5a. Hasil uji kruskal wallis kenampakan post-rigor awal

penelitian pendahuluan ... 67 5b. Hasil uji kruskal wallis bau post-rigor awal

penelitian pendahuluan ... 68 5c. Hasil uji kruskal wallis tekstur post-rigor awal

penelitian pendahuluan ... 68 5d. Hasil uji kruskal wallis lendir post-rigor awal

penelitian pendahuluan ... 68 6a. Hasil uji kruskal wallis kenampakan post-rigor akhir

penelitian pendahuluan ... 69 6b. Hasil uji kruskal wallis bau post-rigor akhir

penelitian pendahuluan ... 69 6c. Hasil uji kruskal wallis tekstur post-rigor akhir

penelitian pendahuluan ... 69 6d. Hasil uji kruskal wallis lendir post-rigor akhir

penelitian pendahulaun ... 69 7. Nilai pH fillet ikan nila (Oreochromis niloticus)

dengan waktu penyimpanan... 70 8a. Analisis ragam fillet pH ikan nila (Oreochromis niloticus)

(24)

8b. Uji lanjut bonferroni fillet pH ikan nila (Oreochromis niloticus)

dengan waktu penyimpanan... 71 9. Nilai TVB fillet ikan nila (Oreochromis niloticus)

dengan waktu penyimpanan... 72 10a. Analisis ragam TVB fillet ikan nila (Oreochromis niloticus)

dengan waktu penyimpanan... 72 10b. Uji lanjut bonferroni TVB fillet ikan nila (Oreochromis niloticus)

dengan waktu penyimpanan... 73 11. Nilai log TPC fillet ikan nila (Oreochromis niloticus)

dengan waktu penyimpanan... 73 12a. Analisis ragam TPC fillet ikan nila (Oreochromis niloticus)

dengan waktu penyimpanan... 74 12b. Uji lanjut TPC fillet ikan nila (Oreochromis niloticus)

dengan waktu penyimpanan... 74 13a. Hasil organoleptik kenampakan penelitian utama ... 75 13b. Hasil organoleptik bau penelitian utama... 76 13c. Hasil organoleptik tekstur penelitian utama... 77 13d. Hasil organoleptik lendir penelitian utama ... 78 14a. Hasil uji kruskal wallis kenampakan rigor penelitian utama... 79 14b. Hasil uji kruskal wallis bau rigor penelitian utama ... 79 14c. Hasil uji kruskal wallis tekstur rigor penelitian utama ... 79 14d. Hasil uji kruskal wallis lendir rigor penelitian utama... 79 15a. Hasil uji kruskal wallis kenampakan post-rigor awal

penelitian utama ... 80 15b. Hasil uji kruskal wallis bau post-rigor awal penelitian utama... 80 15c. Hasil uji kruskal wallis tekstur post-rigor awal penelitian utama .... 80 15d. Hasil uji kruskal wallis lendir post-rigor awal penelitian utama ... 80 16a. Hasil uji kruskal wallis kenampakan post-rigor akhir

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Potensi lestari sumberdaya ikan (SDI) laut Indonesia sekitar 6,4 juta ton

per tahun. Potensi produksi SDI perikanan budidaya Indonesia juga cukup besar yaitu sekitar 5,8 juta ton per tahun, dan baru diproduksi sebesar 1,6 juta ton (0,3%). Ikan budidaya yang paling banyak diminati oleh masyarakat serta produksinya besar adalah ikan nila dan ikan mas (Dahuri 2003).

Produksi ikan nila di Indonesia mengalami peningkatan 19,91% per tahun, yaitu 46.627 ton pada tahun 2000 menjadi 97.116 ton pada tahun 2004. Ekspor ikan nila pun mengalami peningkatan, yaitu 340,4 ton pada tahun 2000 menjadi 976,8 ton pada tahun 2004 (Radius 2006). Survei yang pernah dilakukan menyebutkan konsumen di USA menempatkan ikan nila pada urutan kedelapan jenis ikan paling disukai (Soba 2004).

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melaporkan impor dan konsumsi ikan nila di USA dari tahun ke tahun terus meningkat. Konsumsi nila masyarakat USA pada tahun 2007 sudah mencapai 1,2 kg/kapita/tahun. USA untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya mengimpor nila dalam berbagai bentuk produk dari 25 negara, termasuk Indonesia. Ragam produk yang dimpor adalah bentuk utuh beku, fillet segar, dan fillet beku (Ika 2007).

National Marine Fisheries Service mencatat USA pada tahun 2007 mengimpor nila sebanyak 158.253 ton atau naik 14,8% dari tahun 2006, dan

74.381 ton dari jumlah itu berupa fillet. Indonesia pada tahun 2007, hanya memasok 7.392 ton dalam bentuk fillet dan utuh beku. Selain USA, terdapat banyak negara yang membutuhkan banyak pasokan nila, seperti Jepang, Singapura, Hongkong dan negara-negara Eropa (Ika 2007).

(26)

efek karsinogenik yang terjadi ketika senyawa yang terdapat pada klorin melakukan kontak dengan material organik dan pada akhirnya dapat membentuk

kloroform. Senyawa kloroform inilah yang memiliki potensi karsinogenik pada manusia (Bets 2005).

Ikan termasuk bahan pangan yang sangat mudah rusak (highly perishable food) sehingga memerlukan penanganan yang baik. Jika tidak

mendapatkan penanganan yang baik maka akan mengalami kemunduran mutu dengan cepat. Pada suhu ruang, ikan lebih cepat memasuki fase rigor mortis dan berlangsung lebih singkat. Jika fase rigor tidak dapat dipertahankan lebih lama akan menyebabkan ikan cepat busuk.

Daun jambu biji (Psidium guajava) merupakan bagian dari pohon jambu biji yang biasa digunakan sebagai ramuan obat tradisional untuk penyembuhan penyakit diare dan sariawan. Daun jambu biji mengandung senyawa kimia aktif saponin, flavonoid, tanin, eugenol, dan triterpenoid. Senyawa polifenol yang mendominasi daun jambu biji ialah flavonoid ( >1,4%) dan tanin (BPOM 2004). Senyawa polifenol merupakan senyawa antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Penggunaan tepung daun jambu biji terhadap kemunduran mutu ikan merupakan studi awal apakah tepung daun jambu biji mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kemunduran mutu fillet ikan segar. Penggunaan tepung ini diharapkan dapat dipakai oleh masyarakat luas dengan biaya murah, mudah dan tanpa harus diekstrak.

1.2. Tujuan

Tujuan Umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tepung daun jambu biji (Psidium guajava) pada penanganan fillet ikan segar.

Tujuan khusus :

a. Mengetahui senyawa aktif secara kualitatif dari tepung daun jambu biji (Psidium guajava) melalui uji fitokomia.

(27)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis sp)

Ikan nila berbentuk agak pipih, pada badan dan ekor terdapat garis-garis vertikal, sedangkan pada sirip punggung dan sirip dubur garisnya memanjang. Ikan nila memiliki sirip punggung, sirip dubur, dan sirip perut yang masing-masing mempunyai jari-jari lunak dan jari-jari keras yang tajam seperti duri (Suyanto 1994). Bentuk tubuh ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis sp.)

Klasifikasi ikan nila menurut Saanin (1984) sebagai berikut : Filum : Chordata

(28)

Ikan nila merupakan ikan omnivora yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan. Ikan ini dapat hidup di lingkungan air tawar, payau, dan asin. Nilai

pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Namun pertumbuhan optimalnya pada pH 7-8. Suhu optimal ikan nila berkisar berkisar antara 25-350C.

Air yang kaya plankton merupakan sumber makanan ikan nila. Ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20-25% (Suyanto 1994). Komposisi kimia ikan nila setiap 100 g daging dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia ikan nila setiap 100 g daging.

Senyawa kimia Jumlah (%)

Air 79,44

Protein 12,52

Lemak 2,57

Abu 1,26

Sumber : Suyanto (1994).

Pada perairan air tawar, ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas, maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, danau, waduk, rawa, sawah, tambak air payau, atau di dalam jaring terapung di laut. Di daerah tropis ikan nila dapat hidup dan tumbuh dengan baik sepanjang tahun pada lokasi sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan air laut (Suyanto 1994).

2.2. Deskripsi dan Komposisi Daun Jambu Biji

Jambu biji termasuk ke dalam Divisi Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Bangsa Myrtales, dan dalam Suku Myrtaceae. Daun jambu biji bertulang menyirip, berbintik, berbentuk bundar telur agak menjorong atau agak bundar sampai meruncing, panjang helai daun 6 cm sampai 14 cm, lebar 3 cm sampai 6 cm, panjang tangkai 3 mm sampai

7 mm; daun yang muda berbulu, daun yang tua permukaan atasnya menjadi licin. Daun jambu biji mempunyai morfologi tunggal, bulat telur, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata, berhadapan, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm,

(29)

(Syamsuhidayat dan Hutapea 1991). Jambu biji dikenal dengan nama Psidium guajava (Inggris/Belanda), jambu biji (Indonesia), jambu klutuk, bayawas, tetokal,

tokal (Jawa), jambu klutuk, jambu batu (Sunda), dan jambu bender (Madura) (Heyne 1987). Morfologi daun jambu biji dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daun jambu biji (Psidium guajava).

Daun jambu biji merupakan bagian dari pohon jambu biji yang biasa digunakan sebagai ramuan obat tradisional untuk penyembuhan penyakit diare, radang lambung, sariawan, keputihan, dan diabetes militus. Daun jambu biji mengandung senyawa aktif saponin, flavonoid, minyak atsiri, tanin, eugenol, dan triterpenoid. Senyawa polifenol yang mendominasi daun jambu biji ialah flavonoid ( >1,4%) dan tanin (BPOM 2004). Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) menyatakan daun jambu biji mengandung saponin, flavonoid, tanin serta mengandung minyak atsiri. Dalam penelitian terhadap daun kering jambu biji yang digiling halus diketahui kandungan taninnya mencapai 17,4 persen. Makin halus serbuk daunnya, makin tinggi kandungan taninnya. Rebusan daun jambu

biji pada konsentrasi 10% mempunyai kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan konsentrasi 2% menghambat Staphylococcus aureus (Winarno 1998).

Ada beberapa jenis atau varietas jambu biji yang banyak dikenal masyarakat Parimin 2005 ( antara lain) :

a). Jambu biji kecil

(30)

panjang. Buahnya serba kecil dengan bobot maksimal 12 g/buah. Rasa buah manis, sedikit asam dan beraroma harum.

b). Jambu biji sukun

Jambu biji sukun merupakan salah satu jenis jambu biji tanpa biji (triploid).

Jambu biji ini buahya berbentuk simetris atau persegi panjang. Jambu biji sukun memiliki bobot buah rata-rata 400-500 g/buah. Warna daunnya hijau dan berbentuk kipas dengan panjang 10-11 cm dan lebar 7-8 cm. Rasa buah manis dan segar.

c). Jambu biji bangkok

Jambu biji bangkok mulai populer pada tahun 1980. Buahnya berukuran besar dengan bobot sekitar 500-1.200 g/buah. Daging buah tebal, berwarna putih. Kulit buah berwarna hijau muda mengkilap bila sudah matang.

d). Jambu biji variegata

Jambu biji variegata memiliki daun berwarna hijau tua polos tanpa belang-belang merah. Tanaman ini merupakan hasil mutasi tanaman dari varietas jambu biji Kampuchea. Buah berbentuk bulat simetris dengan diameter sekitar 4 cm. Bobot buah sekitar 15-18 g/buah.

e). Jambu biji australia

Jambu biji Australia memilki ciri yang unik, yaitu batang, daun, maupun buahnya berwarna merah tua. Daunnya berbenuk bulat memanjang dengan ukuran 12-13 cm dan lebar 6-7 cm. Daging buah berwarna putih, berbiji banyak, dan rasanya manis.

f). Jambu biji brasil

Jambu biji Brasil memilki ukuran buah kecil dan berwarna kemerahan setelah

matang. Batangnya seperti jambu biji pada umumnya. Daunnya berwarna hijau mengkilap, bentuknya seperti kipas, dan letaknya saling berhadapan. Panjang daun sekitar 3-5,5 cm dan lebar 2,5 cm. Kulit buahnya berwarna merah mengkilap dan dagingnya putih.

g). Jambu biji merah getas

(31)

bangkok. Jambu biji mrah getas memilki keunggulan antara lain daging buahnya merah menyala atau merah cerah, tebal, berasa manis, harum dan

segar. Ukuran buahnya cukup besar dengan ukuran 400 g/buah. Daun jambu

biji merah getas berwarna hijau tua. Panjang daun sekitar 6-14 cm.

Kulit buah berwarna hijau muda sampai hijau kekuningan bila telah matang. h). Jambu biji susu

Jambu biji berasal dari pasar minggu. Bentuk buahnya jambu biji susu bulat dan meruncing di bagian dekat tangkai buah. Warna daunnya hijau tua. Panjang daun sekitar 5-11 cm dan lebar 4-5 cm. Bobot buah sekitar 300 g/buah dengan diameter 7,5 cm.

i). Jambu biji khemer

Jambu biji khemer memilki benuk buah bulat panjang dan melancip di bagian tangkainya, kulit buah berwarna hijau kekuningan, dan daging buahnya bberwarna merah. Bobot buah jambu biji khemer sekitar 350 g/buah.

j). Jambu biji bangkok epal

Jambu bangkok epal atau epal biji banyak dikenal di Malaysia. Bobot buahnya hanya 400 g/buah. Permukaan kulit buahnya halus, rata, dan licin. Warna buah saat matang hijau kekuning-kuningan.

k). Jambu biji pasar minggu

Merupakan hasil seleksi kultivar jambu biji kebun rakyat pada tahun 1920-1930. Bobot buah jambu sekitar 150-200 g/buah. Bentuk buahnya agak lonjong seperti alpukat. Daging buahnya merah, berasa manis, bertekstur

lembut, dan beraroma harum.

2.3. Senyawa Antimikroba

(32)

jenis yaitu yang memiliki aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan yang memiliki aktivitas bakterisidal (membunuh bakteri). Beberapa

zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bakterisida pada konsentrasi tinggi (Schunack, Mayer, Haake 1990). Beberapa kelompok bahan

antibakteri adalah fenol, alkohol, halogen, logam berat, detergen, aldehida dan kemosterilisator gas (Pelczar dan Chan 1988).

Senyawa fenol digunakan sebagai bakteriostatik atau bakterisida tergantung dari kadar (konsentrasi). Apabila digunakan dalam konsentrasi yang tinggi, fenol bekerja dengan merusak membran sitoplasma secara total dengan mengendapkan protein sel, akan tetapi, bila dalam konsentrasi 0,1-2%, fenol merusak membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran metabolit penting dan menginaktifkan sejumlah sel bakteri (Wisley dan Wheeler 1993 diacu dalam Inayatib 2007).

Senyawa antibakteri bekerja dengan cara merusak dinding, merubah permeabilitas sel, mendenaturasi protein sel, menghambat kerja enzim dan menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Hal ini sesuai pendapat Pelczar dan Chan (1988), yaitu bahwa zat-zat anti mikrobial merusak mikroba dengan berbagai cara, yaitu dengan merusak dinding sel, merusak membran plasma yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel, mendenaturasi protein dan asam-asam nukleat, menghambat kerja enzim, menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Johnson (1994) diacu dalam Inayatib (2007) menambahkan bahwa aktivitas kerja senyawa antimikroba dalam menghambat atau membunuh mikroba dipengaruhi oleh pH, stabilitas senyawa antimikroba,

lingkungan mikroba, jumlah mikroorganisme yang ada, dan aktivitas metabolime mikroorganisme. Banyak faktor dan keadaan yang dapat mempengaruhi kerja

antibakteri, antara lain konsentrasi antibakteri, jumlah bakteri, spesies bakteri, adanya bahan organik, suhu, dan pH lingkungan (Pelczar dan Chan 1988).

(33)

Flavonoid merupakan senyawa yang dapat larut dalam air dan berperan sebagai faktor pertahanan alam. Menyatakan bahwa etanol 70% dapat

mengekstrak flavonoid. Steroid terdapat pada lapisan malam (lilin) daun dan buah yang berfungsi sebagai pelindung atau menolak serangga dan serangan

mikroba (Harborne 1987). Menurut Zhu et al (2000) diacu dalam Sugiharti (2007) steroid dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif.

Alkaloid menurut Harborne (1987) merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam bentuk gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid dapat beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga dapat digunakan secara luas dalam pengobatan. Alkaloid biasanya tidak berwarna, bersifat optis aktif, berbentuk kristal dan hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar.

Menurut Jouvenaz, Blum, Macconnell (1972) dan Karou (2006) senyawa alkaloid dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif, namun demikian mekanisme penghambatan senyawa alkaloid terhadap bakteri belum jelas, Karou (2006) menyatakan bahwa senyawa alkoloid menyebabkan lisis sel dan perubahan morfologi bakteri.

Tanin merupakan senyawa oligomer kompleks dari satuan berulang dengan gugus fenolik bebas. Tanin mengandung gugus hidroksi fenolik dan gugus lain yang cocok (seperti karboksil) untuk memebentuk kompleks yang stabil dengan protein dan makromolekul lain secara efektif dalam kondisi yang sesuai (Horvarth 1981 diacu dalam Inayatia 2007). Tanin mudah larut dalam pelarut polar, seperti

air, dioksan, aseton, alkohol; sedikit larut dalam pelarut etil asetat, dan tidak larut dalam pelarut non-polar seperti eter, kloroform, dan benzena (Desphande,

Cheriyan, Stalunkhe 1986). Kristal tanin berwarna putih-kuning sampai coklat muda bila terkena cahaya matahari, dan berwarna cokelat tua apabila teroksidasi. Tanin terdapat pada bagian daun, batang, dan akar pada suatu tanaman. Pada daun tanaman, tanin biasanya berada di dalam vakuola dan lapisan lilin permukaan daun (Foo dan Forter 1980).

(34)

fungsi material genetik. Hemingway dan Karchesy (1989) menyatakan tanin dapat menyembuhkan penyakit diare dengan menciutkan dinding sel perut yang rusak

karena asam atau bakteri.

Tanin digolongkan dalam dua kelas yaitu tanin terkondensasi

(proantosianin) dan tanin terhidrolisis. Jenis tanin terkondensasi sering disebut proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan C-C penghubung antar satuan terputus dan dibebaskan monomer antosianidin (Harborne 1987). Menurut Ribereau (1972) diacu dalam Inayatia (2007) reaksi tersebut menghasilkan senyawa bernama flobalen (tanin merah). Proantosianidin. adalah polimer flavan-3-ol atau katekin yang tidak rentan terhadap hidrolisis. Tanin terkondensasi memilki BM > 20.000 dan terdapat dalam bentuk yang kompleks (Reed 1995 diacu dalam Inayatia 2007).

Proantosianidin disebut sebagai tanin terkondensasi karena secara biosintesis dapat dianggap terbentuk secara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk dimer lalu oligomer. Beberapa aktivitas dari tanin terkondensasi adalah menurunkan permeabilitas membran, dan menghambat aktivitas enzim destruktif (Haslam 1989 diacu dalam Inayatia 2007).

Tanin terhidrolisis dengan BM 500-5.000, mudah dihidrolisis baik secara kimia maupun dengan enzim. Jenis tanin ini merupakan ester dari gula sederhana dengan satu atau lebih polifenol asam karboksilat sehingga mudah dihidrolisis dengan asam, basa dan enzim. Tanin terhidrolisis lebih rentan terhadap hidrolisis enzimatik dan non enzimatik dibandingkan dengan proantosianidin. Menurut

produk hidrolisisnya, tanin terhidrolisis diklasifikasikan menjadi galotanin dan elagitanin. Galotanin merupakan gabungan asam galat dan glukosa sedangkan

elagitanin merupakan gabungan asam elagat dan glukosa (Haslam 1989 diacu dalam Inayatia 2007)

(35)

(Sakanaka et al 1986 diacu dalam Inayatia 2007). Flavonoid yang termasuk senyawa fenol dan bersifat agak asam akan berubah warna jika ditambah basa

atau amonia sehingga mudah dideteksi (Markham 1998). Flavonoid berdasarkan kelarutannya dapat terbagi dua yaitu flavonoid yang bersifat kurang polar

(contohnya : flavonones dan aglycone) serta flavonoid yang bersifat lebih polar (contohnya : flavonoid glikosida) (Marston dan Hostettmann 2006).

Flavonoid merupakan golongan senyawa fenolik alami yang paling besar, selain fenol sederhana, fenilpropanoid, dan kuinon fenolik (Harborne 1987). Flavonoid tidak stabil terhadap cahaya, oksidasi, dan perubahan kimia. Sifat ini dapat menyebabkan struktur flavonoid berubah sehingga keaktifannya dapat menurun bahkan hilang (Funamaya et al 1993 diacu dalam Inayatia 2007). Flavonoid dapat dipakai dalam berbagai pengobatan tradisional. Flavonoid dapat menghambat fosfodiesterase, aldoreduktase, monoamina oksidase, protein kinase, DNA polimerase, dan lipooksigenase. Flavonoid sering bertindak sebagai senyawa pereduksi yang menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non-enzim. Senyawa polifenol mempunyai kemampuan membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen sehingga mampu menghambat aktivitas kerja enzim (Robinson 1995).

2.4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah peristiwa pemisahan zat terlarut (solut) diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Adijuwana dan Nur 1989). Ekstraksi dapat diartikan juga cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah (Winarno, Fardiaz 1973). Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu fase air (aqueus phase) dan fase organik (organic phase).

(36)

Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari maserasi,

perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terdiri dari sokletasi, arus balik dan ultrasonik (Harborne 1987). Penelitian ini menggunakan

[image:36.595.115.471.225.467.2]

metode maserasi. Tingkat kepolaran beberapa jenis pelarut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat titik didih dan kepolaran berbagai jenis pelarut. No Pelarut Titik didih (oC) Polaritas (EoC)

1 Etanol 78,3 0,68

2 Aseton 56,2 0,47

3 Etil asetat 77,1 0,38

4 Heksana 68,7 0

5 Pentena 36,2 0

6 Diklorometana 40,8 0,32

7 Isopropanol 82,2 0,63

8 Air 100 >0,73

9 Propilen Glikol 187,4 0,73

10 Dietil Eter 34,6

Sumber : Mukhopadhyay (2002) diacu dalam Sugiharti (2007).

(37)

2.5. Proses Kemunduran mutu ikan

Secara umum proses terjadinya kemunduran mutu ikan terdiri dari tiga tahap, yaitu: pre-rigor, rigor mortis dan post-rigor.

2.5.1 Perubahan pre-rigor

Perubahan pre-rigor merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri (Junianto 2003). Lendir-lendir yang terlepas tesebut membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti tubuh dapat sangat

banyak hingga mencapai 1-2,5 % dari berat tubuhnya (Murniyati dan Sunarman 2000).

Fase pre rigor merupakan perubahan pertama yang terjadi ketika ikan mati, ditandai dengan melemasnya otot-otot ikan sesaat setelah ikan mati sehingga ikan mudah dilenturkan. Perubahan ini terjadi karena terhentinya peredaran darah yang membawa oksigen untuk kegiatan metabolismenya. Meskipun telah mati, di dalam tubuh ikan masih berlangsung proses enzimatis. Proses ini berjalan tanpa kendali sehingga mengakibatkan perubahan biokimia yang luar biasa (Yunizal dan Wibowo 1998).

2.5.2. Perubahan rigor mortis

Fase rigor mortis terjadi pada saat-saat siklus kontraksi relaksasi antara miosin dan aktin di dalam miofibril terhenti, diikuti dengan terbentuknya aktomiosin yang permanen (Eskin 1990). Rigor mortis dianggap penting dalam industri perikanan, selain dapat memperlambat pembusukan oleh mikroba juga dikenal oleh konsumen sebagai petunjuk bahwa ikan masih dalam keadaan masih sangat segar (Murniyati dan Sunarman 2000).

(38)
[image:38.595.114.513.105.226.2]

Tabel 3. Spesifikasi persyaratan ikan segar.

Jenis mutu Satuan Persyaratan mutu

a). Organoleptik

Nilai min 7

b). Cemaran mikroba

1. ALT/g, maks Koloni/g 5x105

2. Escherichia coli APM/g <3

3. Vibrio cholerae Per 25 g negatif Sumber : BSN (1992).

Penguraian ATP berkaitan erat dengan terjadinya rigor mortis. Pada saat ATP mulai mengalami penurunan, rigor mortis pun mulai terjadi dan mencapai kejang penuh (full-rigor) ketika ATP sekitar 1 µmol/g. Energi pada jaringan otot ikan diperoleh secara anaerobik dari pemecahan glikogen. Glikolisis (penguraian

glukosa) menghasilkan ATP dan asam laktat. Akumulasi asam laktat selain menurunkan pH otot, juga diikuti oleh peristiwa rigor mortis (Wahyuni 1996).

Setelah ikan mati, tidak terjadi aliran oksigen di dalam jaringan peredaran darah karena aktivitas jantung dan kontrol otaknya telah terhenti. Akibatnya, di dalam tubuh ikan mati tidak terjadi reaksi glikogenolisis yang dapat menghasilkan ATP. Terhentinya aliran oksigen ke dalam jaringan peredaran darah menyebabkan terjadinya reaksi anaerob yang tidak diharapkan karena mengakibatkan pembusukan (Nurjanah, Trilaksani, Kustiariyah 2004).

(39)

banyak senyawa basa purin dan pirimidin yang terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan pH ikan (Yunizal dan Wibowo 1998).

2.5.3. Post rigor

Fase rigor mortis diakhiri dengan fase post rigor yang merupakan permulaan dari proses pembusukan. Tahap post rigor ditandai dengan mulai melunaknya otot ikan secara bertahap. Fase ini meliputi autolisis, pembusukan oleh bakteri, dan ketengikan (Yunizal dan Wibowo 1998).

Nilai total volatile base (TVB) dapat dijadikan sebagai indeks kesegaran ikan semenjak basa volatil terakumulasi dalam daging ikan sampai dengan tahap akhir pembusukan. Adapun batas penerimaan ikan ditinjau dari kandungan TVB, yakni sebesar 20-30 mg N/100 g ikan. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh perbedaan spesies ikan (Soekarto 1990).

Proses penguraian jaringan secara enzimatis (autolisis) berjalan dengan sendirinya setelah ikan mati dengan mekanisme yang kompleks. Beberapa enzim yang berperan dalam proses ini antara lain katepsin (dalam daging), tripsin, kemotripsin dan pepsin (dalam organ pencernaan), serta enzim dari mikroorganisme yang terdapat dalam tubuh ikan. Enzim-enzim yang dapat menguraikan protein berperan penting dalam proses penurunan mutu ikan (Moeljanto 1992).

Enzim-enzim yang terlibat dalam proses penguraian protein, antara lain: katepsin, peptidase, transaminase, amidase, asam amino dekarboksilase, dan glutamat dehidrogenase. Proses penguraian protein terjadi akibat adanya

penurunan pH jaringan otot karena terbentuknya asam laktat. Nilai pH yang rendah dengan bantuan ATP akan menyebabkan aktin dan miosin bergabung

membentuk aktomiosin yang relatif mudah mengalami penguraian. Hal ini menyebabkan terjadinya peristiwa rigor mortis (kekakuan). Selain itu proses penguraian protein ini akan menyebabkan protein miofibril dan sarkoplasma terbongkar atau terhidrolisis menjadi peptida dan asam amino bebas yang akan mempengaruhi cita rasa dan akumulasi metabolit (Kreuzer 1965).

(40)

diketahui tentang protease jaringan intraseluler, kekhususan enzimatik, dan substrat fisiologinya. Daftar protease yang merupakan komponen integral dari sel

sangat banyak dan sebagian besar belum diselidiki. Beberapa diantaranya meliputi seluruh jenis protease lisosom (katepsin), protease antar membran, dan

protease dari jaringan khusus, seperti reproduksi, otot, kulit, lensa mata, dan ginjal (Dinu, Dumitru, Nechifor 2002).

Proses penguraian oleh enzim ini makin cepat bila suhu meningkat dan mencapai puncaknya pada suhu 37 ºC, sedangkan bila suhunya diturunkan, kecepatan penguraian akan menurun. Pada akhir fase rigor mortis, saat hasil penguraian jaringan makin banyak, kegiatan bakteri pembusuk dengan enzimnya makin meningkat dan setelah melewati fase rigor (badan ikan mulai menjadi lembek) kecepatan pembusukan atau kemunduran mutu makin meningkat (Moeljanto 1992).

Selain terjadi penguraian protein, proses kemunduran mutu ikan juga ditandai dengan terjadinya kerusakan lemak akibat proses oksidasi menghasilkan sejumlah substansi yang dapat menyebabkan timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging ikan menyebabkan terjadinya autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dengan oksigen membentuk senyawa hidroperoksida yang dapat menimbulkan ketengikan. Proses ini dipercepat oleh adanya faktor logam-logam berat, enzim-enzim lipooksidase, cahaya, dan panas. Senyawa hasil pemecahan hidroperoksida merupakan produk sekunder yang sebagian besar berupa aldehid, keton, alkohol,

asam karboksilat, dan alkana yang menyebabkan timbulnya diskolorisasi dan bau tengik pada ikan (FAO 1995).

(41)

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni-Agustus 2008 bertempat di

Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Rekayasa Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Techno park, Laboratorium Bioteknologi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor .

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain tepung daun jambu biji (Psidium guajava), Fillet ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan bobot +20 gram. Larutan buffer standar, akuades, larutam garam 0,85% steril, cawan conway, nutrient agar, H3BO3, K2CO3, trichloroacetic acid (TCA) 7%, HCl (0,01 N),

kapas, tissue, alumunium foil, serta larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk ekstraksi.

Peralatan yang digunakan antara lain Inkubator, oven pengering daun, timbangan analitik, homogenizer, pipet volumetrik, bulb, pipet tetes, tabung reaksi, cawan petri, shaker, erlenmeyer, pH meter, bunsen, jarum ose, beaker glass, evaporator vakum tipe OSK 6513 ogawa seiki, alat penggiling disc mill.

3.3. Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap :

a). Daun jambu biji dibersihkan dan dicuci dengan air. Setelah itu daun dikeringkan dalam oven suhu 500C selama 6 jam. Kemudian daun jambu biji digiling dengan menggunakan alat disc mill untuk dibuat tepung daun jambu biji

(Psidium guajava), serta analisis fitokomia tepung daun jambu biji (Psidium guajava) dengan pelarut air. Diagram alir proses pembuatan tepung

(42)

Daun jambu biji (Psidium guajava)

Pembersihkan dan pencucian dengan air

Pengeringan dalam oven suhu 500C (selama 6 jam)

Penggilingan dengan alat penggiling disc mill 60 mesh

Tepung daun jambu biji

Gambar 3. Diagram alir proses pembutan tepung daun jambu biji (Modifikasi Luvianti 2006).

b). Penelitian pendahuluan adalah pemilihan perlakuan yang terbaik. Perlakuan yang digunakan antara lain pelamuran tepung daun jambu biji secara merata ke seluruh fillet ikan dan perendaman fillet ikan ke dalam larutan tepung daun jambu biji selama 45 menit dengan konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % (b/v). Perendaman terlebih dahulu dengan maserasi tanpa pengadukan selama 24 jam, kemudian disaring menggunakan kain kasa untuk mendapatkan filtrat encer yang jernih. Setiap perlakuan menggunakan 3 buah fillet ikan dan dilakukan uji organoleptik tiap jam sampai jam ke-15 untuk mencari waktu rigormortis awal, post rigor awal, dan post rigor akhir dengan 3 orang panelis. Nilai pengamatan yang dilakukan berdasarkan nilai rata-rata organoleptik per waktu penyimpanan. Diagaram alir penelitian pendahuluan

dapat dilihat pada Gambar 4.

c). Penelitian utama adalah pencarian konsentrasi optimum dengan tiga buah

konsentrasi dan kontrol. Analisis yang dilakukan adalah uji organoleptik, TPC, TVB dan uji nilai pH. Nilai uji organoleptik berdasarkan nilai rata-rata organoleptik per waktu penyimpanan. Rancangan penelitian utama dapat dilihat pada Tabel 3.

(43)
[image:43.595.117.512.91.393.2]

Gambar 4. Diagram alir penelitian pendahuluan

Tabel 4. Rancangan penelitian utama.

Jam ke- Kontrol P1 P2

Pre-rigor Rgormortis Post rigor awal Post rigor akhir Ket P = Perlakuan

3.4. Pembuatan Ekstrak untuk Uji Fitokimia

Tahap ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut air. Daun jambu biji yang telah diketahui bobotnya direndam dengan pelarut dengan perbandingan 1:4 selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah 24 jam, sampel disaring menggunakan kertas saring whatman 41 untuk memisahkan filtrat dengan

Dilamur tepung daun jambu biji

Fillet Ikan Nila

Direndam dalam larutan tepung daun jambu biji 10%, 20%, 30% (b/v)

Kontrol

[image:43.595.113.520.467.614.2]
(44)

ampas. Filtrat dievaporasi menggunakan evaporator vakum dengan suhu 400C untuk menguapkan pelarut. Ekstrak yang diperoleh digunakan untuk uji senyawa.

Analisis dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987).

a). Uji alkoloid

Sebanyak 0,1 gram ekstrak ditambahkan 5 ml kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 2 tetes H2SO4 2 M.

Fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung, kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi dragendorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkoloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf dan endapan coklat pada pereaksi Wagner

b) Uji flavonoid

Sebanyak 0,1 gram ekstrak ditambahkan dengan 5 ml metanol 30%, kemudian dipanaskan selama 5 menit, filtrat ditambahkan dengan H2SO4,

senyawa flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah karena penambahan H2SO4.

c) Uji saponin

Sebanyak 0,1 gram ekstrak ditambahkan 5 ml akuades lalu dipanaskan selama 5 menit. Kemudian dikocok selama 5 menit. Uji saponin menunjukkan hasil positif jika terbentuk busa setinggi kurang lebih 1 cm dan tetap stabil setelah didiamkan selama 15 menit.

d) Uji triterpenoid dan steroid

Sebanyak 0,1 gram ekstrak ditambahkan 5 ml etanol 30 % lalu selama

dipanaskan selama 5 menit dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian

ditambahkan dengan eter. Lapisan eter ditambahkan dengan pereaki

lieberman Burchard (3 tetes asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4). Warna merah

atau ungu yang terbentuk menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.

e) Uji Tanin

(45)

dengan 5 tetes FeCl3 1%(b/v). Warna biru tua atau hitam kehijuaan yang

terbentuk menunjukkan adanya tanin.

f) Uji Hidroquinon

Ekstrak sebanyak 0,1 gram dilarutkan dalam 5 ml metanol, kemudian

dipanaskan dan disaring, lalu ditambahkan NaOH 10%. Sampel akan positif memilki hidroquinon apabila berwarna merah.

3.5. Prosedur Analisis

a).Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987)

Prinsip kerja dari analisis TPC adalah penghitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel (daging ikan) dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 10 gram sampel ke dalam 90 ml larutan pengencer sampai larutan homogen.

Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan contoh yang sudah homogen dengan pipet steril dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan pengencer steril sebanyak 9 ml sehingga terbentuk pengenceran 10-1, setelah itu dikocok agar homogen.

Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampel pengenceran 10-6. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril.

Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode cawan tuang), kemudian

didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi

terbalik, yaitu tutup cawan diletakkan di bagian cawan petri. Suhu inkubator yang digunakan adalah sekitar 350C dan diinkubasi selama 48 jam, selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri.

(46)

ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.

b). Penetapan Total Volatil Base (TVB) (AOAC 1995)

Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan

senyawa-senyawa basa volatile yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip dari anilisis TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatile (amin, mono-,di- dan trimetilamin) pada suhu kamar selama 24 jam. Senyawa tersebut kemudian diikat oleh asam borat dan kemudian dititrasi dengan larutan 0,01 N HCl.

Sampel sebanyak 15 gram ditambahkan 45 ml larutan TCA 7% kemudian diblender selama 1 menit kemudian disaring dengan kertas saring sehingga filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat 1 ml dimasukkan ke dalam ”innner chamber” cawan conway lalu diletakkan tutup cawan dengan posisi hampir menutupi cawan.

Dengan memakai pipet ukuran 1 ml yang lain, filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber di sebelah kiri. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan K2CO3 jenuh

ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak

tercampur. Disamping itu cawan segera ditutup dan digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Disamping itu dikerjakan blanko dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan larutan TCA 5%.

Kemudian kedua cawan Conway tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 370C selama 2 jam. Setelah disimpan, selanjutnya larutan asam borat dalam inner chamber cawan Conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N (Vo), dengan menggunakan magnetik stirrer sehingga berubah warna

menjadi merah muda. Selanjutnya cawan conway dititrasi dengan larutan yang sama sehingga menjadi warna merah muda yang sama dengan blanko (Vi). Rumus penentuan TVB adalah :

%N (mg N/100 g) = (j – i) x N HCl x 100 x fp x 14 mg N/100 g M

Keterangan :

(47)

c). Uji nilai pH (Apriyantono, Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati, Budianto 1989) Pengukuran pH dilakukan dengan menggunkan pH meter dengan cara

dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 10 gram yang diambil dari bagian daging ikan dihancurkan dan dihomogenkan dengan 90 ml air destilata.

Kemudian pH homogen diukur dengan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer standar 4 dan 7.

d). Uji organoleptik

Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah dengan score sheet berdasarkan SNI01-2346-2006. Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subyektif menggunakan indera yang ditujukan pada penampakan, bau, tekstur, dan lapisan lendir. Pada uji organoleptik ada beberapa syarat yang harus dipenuhi panelis antara lain tertarik dan mau berpartisipasi dalam uji organoleptik, terampil dan konsisten dalam mengambil keputusan, siap sedia saat dibutuhkan dalam pengujian, tidak menolak contoh yang diuji,beradab sehat, bebas dari penyakit THT dan tidak buta warna (psikologis), tidak merokok, serta jumlah panelis mimimum yang digunakan adalah 15 orang dengan kategori panelis semi terlatih dan sampel diamati pada masing-masing titik pengamatan yaitu pre-rigor, rigormortis, post rigor awal, post rigor akhir.

Dari data yang diperoleh dilakukan analisis kesegaran ikan dengan kriteria sebagai berikut (BSN 1992):

Segar : nilai organoleptik berkisar antara 7-9 Agak segar : nilai organoleptik berkisar antara 5-6

Tidak segar : nilai organoleptik berkisar antara 1-3

3.6. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan program spss dan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial.

a). Rancangan Acak Lengkap Faktorial (Walpole 1992) Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

(48)

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan satuan percobaan untuk individu ke-j yang

mendapat perlakuan ke-i (konsentrasi enzim). µ = Nilai rataan populasi.

τi = Pengaruh perlakuan ke-i.

βj = Pengaruh perlakuan ke-j.

(τβ)ij = Interaksi antara perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j.

εij = Pengaruh acak suatu sisaan (galat) untuk percobaan ke-j yang mendapat perlauan ke-i.

Hipotesis :

Ho : Perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap analisis yang dilakukan.

H1 : Perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap analisis yang dilakukan.

(49)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Fitokimia

Daun jambu biji yang digunakan berasal dari varietas jambu biji pasar minggu dengan nama latin Psidium guajava var cujavillus burm.f dengan nama sinonim Psidium pumilum vahl. Daun jambu biji segar yang dipilih dengan penampakan baik dan tidak terkena penyakit. Daun jambu biji yang telah dipilih kemudian dicuci dengan air bersih, setelah itu daun dikeringkan dengan oven pengering teh dan digiling dengan disc mill dengan ukuran partikel 60 mesh. Rendemen yang didapat adalah dari daun basah sebanyak 11 kg akan dihasilkan kurang lebih 3.000 gram tepung daun jambu biji. Tepung daun jambu biji kemudian dianalisis fitokimia. Hasil fitokimia dapat dilihat pada Tabel 5 (Lampiran 2).

Tabel 5. Hasil analisis fitokimia.

No Sampel Parameter Hasil Metode

Wagner Negatif Kualitatif Meyer Negatif Kualitatif Alkaloid

Dragendorf Negatif Kualitatif Hidroquinon Negatif Kualitatif

Tanin +++ Kualitatif

Flavonoid ++ Kualitatif

Saponin Negatif Kualitatif

Steroid Negatif Kualitatif

1 Tepung

Daun Jambu Biji

Fitokimia

Triterpenoid Negatif Kualitatif

Tanin +++ Kualitatif

2 Ekstrak

Air daun Jambu Biji

Fitokimia

Flavonoid + Kualitatif

Keterangan +++ Sangat Kuat ++ Kuat

+ Kurang kuat

(50)

Hasil uji aktivitas antibakteri dan penelusuran senyawa aktif antibakteri bermacam-macam ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava) menunjukkan

bahwa daun jambu biji mengandung senyawa golongan saponin, tanin, flavonoid, triterpenoid, monoterpen, seskuiterpen (Kusmari 1998 diacu dalam

Prayitno 2007). Daun jambu biji mengandung senyawa kimia aktif saponin, flavonoid, tanin, minyak atsiri dan triterpenoid. Senyawa polifenol yang mendominasi daun jambu biji ialah flavonoid ( >1,4%) dan tanin (BPOM 2004). Triterpenoid yang tidak terdapat di dalam tepung daun jambu biji diduga senyawa ini terdapat di bagian dalam dinding sel dan harus diestrak dengan pelarut organik yang tidak bersifat polar. Marston dan Hostettmann (2006) menyatakan steroid dan triterpenoid adalah senyawa non-polar yang dapat dilarutkan dalam hexane. Watanabe, Ebine, Okada (1974) menyatakan bahwa zat yang polar hanya larut dalam pelarut polar, sedangkan zat yang non-polar hanya larut dalam pelarut non-polar. Bahan-bahan organik tidak selalu larut dalam air.

Tanin merupakan senyawa yang sangat polar yang dapat larut dalam air dengan baik. Sedangkan flavonoid merupakan senyawa polar yang memiliki tingkat kepolaran lebih rendah daripada senyawa tanin (Harborne 1987). Daun kering jambu biji yang digiling halus diketahui kandungan taninnya mencapai 17,4 persen. Makin halus serbuk daunnya, makin tinggi kandungan taninnya (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991). Flavonoid berdasarkan kelarutannya dapat terbagi dua yaitu flavonoid yang bersifat kurang polar (contohnya: flavonones dan

aglycone) serta flavonoid yang bersifat lebih polar (contohnya:

flavonoid-glycosides yaitu jenis flavonoid dengan gula terikat).

Mekanisme penghambatan tanin terhadap bakteri menurut

(51)<

Gambar

Grafik hubungan nilai rata-rata pH fillet ikan nila
Gambar 1.  Ikan nila (Oreochromis sp.)
Gambar 2.  Daun jambu biji ( Psidium guajava).
Tabel 2. Tingkat titik didih dan kepolaran berbagai jenis pelarut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil simulasi dengan menggunakan metode optimasi E-shaped, nilai-nilai parameter dari antena yang dirancang sudah sesuai dengan spesifikasi maka dapat dilanjutkan

Sarana dan prasarana yang belum baik yaitu hanya ada satu pintu di ruang konseling, tidak ada tempat cuci tangan di ruang pengambilan darah, tidak ada papan

Fisher’s Eact Test hubungan antara Pengetahuan HIV-AIDS dengan upaya pencegahan diperoleh nilai P Value: 0.005 &gt; 0,001 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang

Walaupun implementasi program Universal Coverage (Jaminan Kesehatan Semesta) ini sudah berjalan beberapa tahun dan terus dilakukan perbaikan, namun dari informasi

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pemberian madu secara oral pada tikus putih galur Wistar dalam dosis tertentu dapat memberikan aktivitas antitukak lambung

Dari hasil penelitian pendahuluan ini, didapat bahwa OAINS (diwakili asetosal) dapat menimbulkan efek samping tukak lambung pada dosis rematik dan tukak yang

Pada mata kuliah ini mahasiswa akan belajar memahami hukum-hukum dasar fisika, Medan Listrik; Potensial Listrik; Arus Listrik; Medan magnet; Gaya Gerak Listrik

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Profil Kesehatan Tahun 2014 menge- nai kasus pneumonia di Kota Surabaya yang