• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla Planifolia A) Terinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dan Trichoderma Harzianum Pada Tanah Ultisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla Planifolia A) Terinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dan Trichoderma Harzianum Pada Tanah Ultisol"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN BIBIT VANILI (

Vanilla planifolia

A.)

TERINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN

Trichoderma harzianum

PADA TANAH ULTISOL

MEISILVA ERONA S

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla planifolia A.) Terinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum pada Tanah Ultisol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Meisilva Erona S

(4)

RINGKASAN

MEISILVA ERONA S. Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla planifolia A.) Terinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum pada Tanah Ultisol. Dibimbing oleh HARYADI dan SRI WILARSO BUDI R.

Peluang pasar komoditas vanili Indonesia masih terbuka luas karena permintaan vanili diperkirakan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dunia. Namun demikian ada beberapa kendala dalam pengembangan vanilidi Indonesia. Salah satunya adalah luas areal penanaman vanili di Indonesia yang mengalami penurunan. Salah satu usaha perluasan areal penanaman vanili di Indonesia dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan-lahan marginal. Lahan marginal yang berpotensi bagi pengembangan vanili apabila dikelola dengan baik adalah tanah ultisol. Alternatif dalam memaksimalkan serapan hara pada tanah ultisol adalah inokulasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan Trichoderma harzianum.

Tujuan Penelitian ini mendapatkan jenis FMA terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit vanili, mengkaji pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan bibit vanili, mengkaji interaksi antara Trichoderma harzianumdan FMA terhadap pertumbuhan bibit vanili. Penelitian ini terdiri dari 2 tahap: Percobaan 1 dan 2. Percobaan 1 disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor. Faktor 1 adalah Jenis Mikoriza: Glomus agregatum, Gigaspora margarita, Aucaulospora, Glomus agregatum + Gigaspora margarita, Glomus agregatum + Aucaulospora, Gigaspora margarita + Aucaulospora, Glomus agregatum + Gigaspora margarita + Aucaulospora, Faktor 2 = Waktu Aplikasi, Pada saat tanam, 3 MST (Minggu Setelah Tanam). Percobaan 2 disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok dua faktor. Faktor 1 adalah inokulasi FMA dan faktor kedua Trichoderma harzianum. Faktor 1: Inokulasi FMA; Tanpa FMA, dan inokulasi FMA, Faktor 2: Trichoderma harzianum; Tanpa

Trichoderma harzianum dan Trichoderma harzianum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa FMA jenis Glomus agregatum dan

Gigaspora margarita jenis FMA yang tepat untuk diinokulasikan pada bibit vanili. Inokulasi FMA mampu meningkatkan pertumbuhan bibit vanili pada tanah ultisol yaitu; panjang tunas rata-rata 30.57 cm dengan jumlah ruas rata-rata 6-7 ruas pada umur 12 MST, diameter ruas rata-rata 4.93 nm, panjang akar rata-rata 44.02 cm, biomassa total 4.42 g, meningkatkan serapan P sebesar 75% dibandingkan tanpa FMA, dan kolonisasi akar tergolong kategori tinggi dengan persen kolonisasi 63.50 %. Tidak terdapat interaksi antar perlakuan inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum.

(5)

SUMMARY

MEISILVA ERONA S. Growth of Vanilla (Vanilla planifolia Andrews) Inoculations with Arbuscular Mycorrhyzal Fungi and Trichoderma harzianum at Ultisol. Supervised by HARIYADI and SRI WILARSO BUDI R.

The market opportunity of vanilla in Indonesia widely open due to the increasing demand of vanilla as the increasing world population. However, there are some obstacles in the development of vanilla in Indonesia. One of them was the decreasing of vanilla planting area in Indonesia. One solution to expand vanilla planting area can be done with the use of marginal lands. Marginal land which potential for vanilla development with better management was ultisol. The alternative solution to maximise the nutrient uptake in the ultisol land by inoculate arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) and Trichoderma harzianum.

This research aimed to get the best type of AMF to increase the vanilla seedling growth, to reviewing the interaction between Trichoderma harzianum

and AMF to vanilla seedling growth. This research contains two step: Experiment 1 and 2. Experiment 1 designed using Randomised Complete Block Design (RCBD) with two factors. The first factor was Mycorrhiza types: Glomus agregatum, Gigaspora margarita, Aucaulospora, Glomus agregatum + Gigaspora margarita, Glomus agregatum + Aucaulospora, Gigaspora margarita +

Aucaulospora, Glomus agregatum + Gigaspora margarita + Aucaulospora, The second factor was application time, i.e. applied at the first day of planting and 3 weeks after planting (WAP). Experiment 2 designed using Randomised Complete Block Design with two factors. The first factor was innoculation of AMF, i.e. without AMF and with the innoculation of AMF. The second factor was

Trichoderma harzianum, i.e. without Trichoderma harzianum and with the innoculation of Trichoderma harzianum.

The result showed that Glomus agregatum and Gigaspora margarita were the appropriate AMF to be innoculated at vanilla seedling. The innoculation of AMF could increase the vanilla seedling growth at ultisol soil on the average of bud length 30.57 cm with the average number of internode 6-7 at 12 WAP, the average of stem diameter 4.93 nm, the average of root length 44.02 cm, total biomass 4.42 g, increased the P uptake 75% than without AMF, and root colonisation classified into high with the percentage of colonisation 63.50%. There no interaction between AMF and Trichoderma harzianum.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PERTUMBUHAN BIBIT VANILI (

Vanilla planifolia

A.)

TERINOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN

Trichoderma harzianum

PADA TANAH ULTISOL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia dan nikmat-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam tercurah untuk Rasulullah Muhammad SAW atas semua perjuangan dan dakwah beliau. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Agustus 2015 ini dengan judul Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla Planifolia A.) Terinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum pada Tanah Ultisol.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Hariyadi, MS dan Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, motivasi dan nasehat demi terselesaikannya tesis ini.

2. Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku ketua Program studi Agonomi dan Hortikultura dan seluruh Dosen, karyawan serta teknisi atas semua ilmu dan bantuannya.

3. Prof Dr Ir Warnita, MP, Dr Yusniwati SP, MP, Prof Dr Ir Reni Maryeni, MS dan Prof Dr Ir Irfan Suliansyah, MS atas rekomendasi untuk melanjutkan studi pascasarjana di IPB.

4. DIKTI atas BPPDN tahun 2013-2015.

5. Ayahanda Maju Karo-karo dan Ibunda Zulmiati, Kakak Mega Silvana S, Skm, Abang Wira Dewata NR Amd, Adik Septri Andre Sitepu serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

6. Rendi Sukma Hidayat SP, terimakasih atas semangat dan dukungannya selalu.

7. Rekan-rekan pascasarjana AGH angkatan 2013 untuk semua kebersamaan dan perjuangannya.

8. Keluarga besar Pondok Malea Putri atas segala doa dan kebersamaannya. 9. Keluarga besar BDP angkatan 2007 (last generation) Universitas Andalas

atas semua kebersamaanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pertanian khususnya berkaitan dengan perkebunan vanili .

Bogor, Agustus 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Bagan Alir Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Tanaman Vanili 4

Tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning) 5

Fungi Mikoriza Arbuskula 6

Trichoderma harzianum 7

3 METODE PENELITIAN 8

Waktu dan Tempat 8

Bahan dan alat 8

Prosedur Analisis Data 8

Prosedur Percobaan 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Percobaan 1: Pertumbuhan akar setek vanili pada aplikasi beberapa

jenis FMA dan waktu aplikasi yang berbeda 17

Percobaan II: Pertumbuhan bibit vanili dengan inokulasi FMA dan

Trichoderma harzianum 21

5 SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria persen kolonisasi akar (Setiadi et al. 1992) 12

2 Data iklim selama percobaan 15

3 Kriteria persen kolonisasi akar (Setiadi et al. 1992) 15 4 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan waktu aplikasi

terhadap persen penyakit busuk batang 17

5 Perlakuan inokulasi beberapa jenis FMA dan waktu aplikasi terhadap

persen setek berakar dan panjang akar 18

6 Perlakuan inokulasi beberapa jenis FMA dan waktu aplikasi terhadap

panjang tunas. 19

7 Perlakuan inokulasi beberapa jenis FMA dan waktu aplikasi terhadap

persen kolonisasi FMA pada akar vanili 20

8 Rekapitulasi hasil sidik ragam percobaan dua 22

9 Hasil analisis media tanam awal 23

10 Hasil analisis media tanam setelah perlakuan 24

11 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum terhadap persen setek hidup bibit vanili pada umur 12 MST 25 12 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma

harzianum terhadap panjang tunasbibit vanili 25

13 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma

harzianum terhadap jumlah ruas bibit vanili 26

14 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma

harzianum terhadap diameter ruas bibit vanili 27

15 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum terhadap jumlah daun dan ketebalan daun bibit vanili 28 16 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma

harzianum terhadap panjang akar dan volume akar 29

17 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum terhadapkerapatan stomatadan kandungan klorofil 31 18 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma

harzianum terhadap biomassa total bibit vanili dan serapan hara N, P,

K. 32

19 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap persen

kolonisasi FMA pada akar vanili. 33

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian pertumbuhan bibit vanili (Vanilla planifolia A.) terinokulasi FMA dan Trichoderma harzianum pada tanah ultisol. 3 2 Cawan petri plastik diameter 9 cm yang dilubangi 0.5x0.5 cm sebagai

tempat tumbuh tanaman inang. Batuan zeolit steril digunakan untuk

menunjang pertumbuhan akar tanaman dan FMA 11

3 Penyakit busuk batang menyerang pada semua bagian setek tanaman

vanili akar batang dan daun pada 2 MST 16

4 Pertumbuhan bibit vanili pada umur 8 MST 16

5 Pertumbuhan akar bibit vanili terinokulasi FMA dan Trichoderma

(15)

6 Hasil pengamatan akar vanili 12 minggu setelah tanam yang terinfeksi

FMA dan yang tidak terinfeksi FMA. 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis 42

(16)
(17)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Vanili Indonesia dikenal dengan sebutan Java vanilla beans dengan kadar

vanillin 2.75% (Hadisutrisno 2004). Kadar vanillin tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara produsen lainnya yaitu Madagaskar (1.91-1.98%), Tahiti (1.55-2.02%), Mexico (1.89-1.98%), dan Sri Lanka (1.48%) (Arianto 2013). Vanillin (C8H8O3) merupakan bahan penguat rasa dan aroma yang banyak digunakan pada industri makanan, minuman dan kosmetik sehingga peluang pasar komoditas vanili Indonesia masih terbuka luas. Namun, vanili Indonesia yang secara kualitas menduduki posisi paling tinggi di dunia tidak sejalan dengan kuantitasnya karena Indonesia hanya bisa memasok sekitar 10% dari total kebutuhan pasar dunia (Salisbury et al. 1995). Rendahnya kuantitas vanili disebabkan adanya beberapa kendala dalam pengembangan tanaman vanili di Indonesia diantaranya adalah luas areal penanaman valini mengalami penurunan setiap tahunnya dan penyakit busuk batang (PBB) pada tanaman vanili. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.

Luas areal penanaman vanili menurut data statistik perkebunan Indonesia pada tahun 2007 yaitu 31.801 ha mengalami penurunan sampai dengan tahun 2014 menjadi 19.728 ha (BPS 2014). Luas areal penanaman ini diperkirakan akan terus menurun setiap tahunnya.Usaha perluasan areal penanaman vanili di Indonesia dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan-lahan marginal. Lahan marginal yang berpotensi bagi pengembangan vanili apabila dikelola dengan baik adalah tanah ultisol. Tanah ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al. 2000). Hampir semua tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini. Namun, tanah ultisol termasuk tanah dengan tingkat kemasaman tinggi, kandungan hara makro dan mikro rendah (Prahastuti 2005). Tingginya harga pupuk belakangan ini menjadikan petani vanili tidak tertarik memanfaatkan tanah ultisol sebagai alternatif pengembangan dan pengusahaan tanaman vanili. Alternatif untuk memulihkan produksi vanili nasional angat perlu dilakukan diantaranya dengan menanam vanili di tanah ultisol dengan menggunakan pupuk hayati yang berasal dari alam yaitu fungi mikoriza arbuskula (FMA).

(18)

2

pertumbuhan tanaman vanili yaitu panjang tunas, jumlah ruas dan meningkatkan serapan hara bibit vanili dibandingkan dengan tanpa inokulasi FMA. Rahayu & Akbar (2003) melaporkan lebih banyak lagi unsur hara yang serapannya meningkat dari adanya mikoriza, unsur hara yang meningkat penyerapannya adalah N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Menurut Prayudyaningsih (2014) aplikasi FMA dapat dilakukan pada tahap pembibitan sehingga diharapkan bibit yang dihasilkan merupakan bibit yang berkualitas dan tahan terhadap kondisi lapangan yang ekstrim.

Adapun usaha yang dilakukan untuk mengatasi dan menekan penyakit busuk batang (PBB), yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f. sp adalah dengan pengendalian hayati yaitu Aplikasi Trichoderma harzianum. Menurut Hadisutrisno (2004) sejak tahun 1982 lebih dari 80% tanaman vanili sudah terinfeksi penyakit busuk batang, sehingga sulit diperoleh setek yang bebas penyakit. Penyebaran PBB semakin cepat meluas dan sulit dikendalikan, hal tersebut dialami oleh petani vanili di Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan sentra tanaman vanili lainnya. Usaha pengendalian PBB hendaknya dimulai pada tahapan pembibitan salah satunya dapat dilakukan dengan pemberian

Trichoderma harzianum pada tahap pembibitan. Trichoderma harzianum selain mampu menekan penyakit busuk batang pada tanaman juga mampu meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Berdasarkan hasil penelitian Hartal et al. (2010) keberadaan Trichoderma harzianum selain mampu menekan perkembangan penyakit busuk batang pada vanili juga dapat menyediakan ketersediaan hara bagi tanaman. Trichoderma harzianum dapat melakukan proses dekomposisi bahan organik yang ada pada tanah, dalam proses dekomposisi tersebut Trichoderma harzianum mengubah unsur yang ada dalam bentuk larut sehingga bisa diserap oleh tanaman. Penelitian Charisma (2012) tentang inokulasi Trichoderma sp dan FMA pada tanaman kedelai di tanah kapur memperoleh hasil terdapat pengaruh Trichoderma sp dan FMA pada media tanam tanah kapur terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Namun penelitian tentang inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum pada bibit vanili belum pernah dilakukan.

Perumusan Masalah

Perkembangan dari segi luas areal tersebut, belum sejalan dengan peningkatan produktivitas tanaman vanilidi Indonesiaserta penyakit busuk batang (PBB)yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f. sp maka pemanfaatan teknologi seperti penggunaan mikoriza dan Trichoderma harzianum pada bibit vanili diharapkan bisa meningkatkan penyerapan unsur hara, mempercepat tumbuhnya akar, menghasilkan bibit yang sehat sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman vanili.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan jenis FMA terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit vanili 2. Mengkaji pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan bibit vanili

(19)

3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini berguna dalam pengembangan vanili secara vegetatif pada tanah marginal salah satunya tanah ultisol. Manfaat lainnya memberikan informasi mengenai jenis FMA yang tepat untuk inokulasi pada tanaman vanili serta memanfaatkan FMA dan agen hayati Trichoderma harzianum dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan vanili secara vegetatif pada tanah ultisol.

Bagan Alir Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu percobaan 1 dan percobaan 2, bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Pertumbuhan bibit vanili (Vanilla planifolia A.) terinokulasi FMA dan Trichoderma harzianum pada tanah ultisol

Gambar 1 Bagan alir penelitian pertumbuhan bibit vanili (Vanilla planifolia A.) terinokulasi FMA dan Trichoderma harzianum pada tanah ultisol.

Percobaan 1

Pertumbuhan akar setek vanili pada aplikasi beberapa jenis FMA dengan waktu aplikasi yang

berbeda

Output: Mikoriza yang terbaik dan waktu aplikasi yang tepat, dalam memacu

pertumbuhan akar setek vanili

Percobaan II

Aplikasi mikoriza (sesuai waktu pada percobaan I) dan T. harzianum (pada

awal tanam)

Output:Keefektifan inokulasimikoriza dan T.harzianum dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bibit vanili

(20)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Vanili

Vanili termasuk jenis anggrek tergolong kedalam divisi: Spermatophyta, kelas: Angiospermae, subkelas: Monocotyledoneae, ordo: Orchidales, famili:

Orchidaceae, genus: Vanilla, dan species: Vanilla spp. Tanaman ini terdiri atas 700 genus dan 20.000 spesies (Ruhnayat 2003). Genus vanilla mempunyai 50 spesies. Jenisyang mempunyai nilai ekonomi yaitu Vanilla planifolia Andrews, V. pompan S. V. tahitensis J.W. Moore. V. planifolia mempunyai produksi tinggi dan lebih bermutu karena kadar vanilinnya lebih tinggi, namun rentan terhadap penyakit busuk batang. Sedangkan V.pompana mempunyai kadar vanillin dan produksi yang rendah tetapi tahan penyakit busuk batang (Hadisutrisno 2004).

Tanaman vanili termasuk monokotil dimana akar utama pada dasar batang bercabang dan tersebar pada lapisan atas tanah. Batangnya berbuku-buku, berkelok-kelok dan mudah patah, percabangan hampir tidak ada, bila ada hanya 1-2 cabang saja. Daunnya merupakan daun tunggal, dengan bentuk jorong dan memanjang dengan panjang daun sekitar 2-25 cm dan lebar daun 2-8 cm. Bunganya membentuk rangkaian, yang biasanya setiap rangkaian terdiri atas 6-15 bunga, dimana proses pembuahannya adalah merupakan proses yang terpenting dalam budidaya vanili ini dikarenakan membutuhkan bantuan manusia agar sempurna dan berhasil. Tanpa bantuan manusia dalam masa atau proses pembuahan, maka akan sangat kecil kemungkinan akan terbentuknya buah vanili (Elizabeth 2002).

Bentuk buah vanili adalah berupa kapsul dengan tangkai pendek, panjang buah sekitar 10-25 cm dengan diameter buah sekitar 5-15 mm. Buah ini beraroma bila dalam kondisi sudah kering. Biji-biji berwarna hitam mengkilat dan sangat kecil (sekitar 3 mm per bijinya) sangat banyak di dalam buahnya. Tanaman vanili biasanya tumbuh secara memanjat di batang penopangnya (di pohon panjat) dengan jarak tanam pohon 1.25 x 2 m atau 1.5 x 1.75 m. Vanili dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan vegetatif dengan setek. Perbanyakan dengan biji memakan waktu lama dan berbunga lebih lambat, maka perbanyakan vanili untuk komersial dilakukan dengan setek. Petani umumnya menggunakan bahan tanaman vanili berupa setek panjang (50-60cm) (Sukarman & Melati2009).

Bibit tanaman yang berasal dari setek sangat ditentukanantara lain oleh kematangan batang setek (umur fisiologis batang), teknik pengambilan dan pemotongansetek, waktu pengambilan, dan cara pembibitannya. Setekharus diambil dari tanaman yang sehat dan vigor. Hadipoeyanti (2005) menyatakan bahwa setek yangdapat digunakan untuk perbanyakan tanaman vanili harusmemenuhi persyaratan: umur tanaman telah lebih dari 2tahun, tidak kahat hara, tidak terserang hama dan penyakit,warna daun hijau tua, panjang setek 1-1.5 m (10-15 ruas),dan diameter batang atau sulur ≥ 1 cm. Tanaman harus

sudahpernah berbunga/berbuah dan jarak antar buku ≤ 12 cm.

(21)

30-5 50% (Pusposendjojo 2004). Tanaman vanili dapat dibudidayakan di berbagai jenis tanah asalkan sifat fisik dan kimianya baik. Tanah yang remah dengan solum yang relative dalam dan banyak mengandung bahan organik sangat baik untuk pertumbuhan tanaman vanili. Keasaman tanah (pH) yang sesuai berkisar 5.5-7.0 (Hadisutrisno 2004).

Tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning)

Tanah ultisol umunya bereaksi masam, produktifitasnya rendah, kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) yang rendah kejenuhan aluminium (Al) yang tinggi, kandungan bahan organik rendah dan peka terhadap erosi. Masalah utama pada ultisol ini adalah jumlah kelarutan dan kejenuhan Al yang tinggi sehingga mengakibatkan fosfor (P) membentuk senyawa yang tidak larut dengan Al. Ketersediaan P sangat rendah bagi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terganggu (Sanchez 1992).

Ciri morfologi dari tanah Ultisol yaitu: pada umumnya ultisol berwarna kuning kecokelatan hingga merah, tekstur tanah ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya. Tanah ultisol dari granit yang kaya akan mineral kuarsa umumnya mempunyai tekstur yang kasar seperti liat berpasir, sedangkan tanah ultisol dari batu kapur, batuan andesit, dan tufa cenderung mempunyai tekstur yang halus seperti liat dan liat halus. Ciri morfologi yang penting pada ultisol adalah adanya peningkatan fraksi liat dalam jumlah tertentu pada horizon seperti yang disyaratkan dalam Soil Taxonomy. Horizon tanah dengan peningkatan liat tersebut dikenal sebagai horizon argilik. Horizon tersebut dapat dikenali dari fraksi liat hasil analisis di laboratorium maupun dari penampang profil tanah. Horizon argilik umumnya kayaAl sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon argilik (Hardjowigeno 2003).

Kekahatan P di tanah ultisol merupakan masalah keharaan yang paling penting, sebab kekahatan P itu tidaklah semata-mata karena kandungan P tanah yang memang rendah akan tetapi juga karena sebagian besar P dalam keadaan terjerap (Hardjowigeno 2003). Salah satu tanah ultisol yang terluas di Indonesia adalah tanah podsolik merah kuning yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45 794 000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al.

2004). Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21938000 ha), diikuti di Sumatera (9 469 000 ha), Maluku dan Papua (8 859 000 ha), Sulawesi (4 303 000 ha), Jawa (1 172 000 ha), dan Nusa Tenggara (53 000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung.

(22)

6

besar dalam pengelolaan tanah mineral masam tropika. Pada tanah-tanah tersebut ditemukan beberapa spesies mikoriza yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap kemasaman serta berpotensi besardalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Fungi Mikoriza Arbuskula

Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antara fungi (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tinggi. Fungi disini bersimbiosis dengan akar tanaman tetapi tidak bersifat parasit, sebaliknya memberikan suatu keuntungan kepada tanaman inang (host) nya dan fungi dapat memperoleh makanan (karbohidrat) dari tanaman inang (Husin 1994). Tanaman yang bermikoriza umumnya tumbuh lebih baik dari pada tanaman yang tanpa bermikoriza, karena mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan karbohidrat makro dan beberapa unsur mikro. Selain itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara tertentu dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman (Rahayu & Akbar 2003).

Iskandar (2002) menyatakan bahwa mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman (pertanian, kehutanan, perkebunan dan tanaman pakan) dan membantu dalam meningkatkanefisiensi penyerapan unsur hara (terutama fosfor) pada lahan marginal. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanamaninang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara.

Menurut Setiadi (1994), Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) termasuk jenis Vesikular Arbuscular Mycorrhizas (VAM) atau endomikoriza dalam famili

Endogonaceae, ordo Mocurales, dan kelas Phycomicetes. Fungi ini membentuk spora dalam tanah dan dapat berkembangbiak jika berasosiasi dengan tanaman inang. Ukuran spora bervariasi dari 100-600 µm. Ukuran spora yang besar sudah diisolasi dari dalam tanah dan asosiasi ini ditandai dengan adanya organ yang terdapat dari daerah infeksi yaitu arbuskular sehingga mikoriza ini dikenal dengan namaFungi Mikoriza Arbuskular (FMA). Ada empat genus yang mengandung jenis-jenis pembentuk FMA yaitu Glomus, Gigaspora, Acaulaspora, dan

Sclerocytis (Fakuara 1998).

(23)

7 dalam tanah, tanaman akan tetap defisiensi P, untuk mendapatkan efek yang baik maka pemberian pupuk P sampai takaran tertentu (Husin 1992).

Husin (1994) menyatakan bahwa lebih dari 90% jenis tanaman didunia respon terhadap FMA, terutama yang tumbuh dilahan kritis. Hal ini menunujukkan besarnya pengaruh FMA terhadap tanaman. FMA dapat memberikan efek positif terhadap tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman perkebunan dan kehutanan. Penggunaan FMA lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik di suatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk selamanya. FMA juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada pH yang rendah. Vigor tanaman FMA yang baru dipindahkan kelapangan lebih baik dari yang tanpa FMA (Anas 1997).

Intensitas infeksi FMA dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi pemupukan dan nutrisi tanaman, pestisida, pH, kepadatan inokulum dan tingkat kerentanan tanaman serta ketersediaan mineral hara terutama fosfor. Fosfor mempengaruhi koloni FMA karena konsentrasi karbohidrat akar atau jumlah eksudat akar. Unsur P dibutuhkan tanaman untuk pembentukan karbohidrat. Persediaan karbohidrat dari tanaman inang merupakan dasar bagi perkembangan fungi mikoriza. Selain fosfor diperlukan pula unsur hara makro lainnya dan unsur hara mikro (Gunawan 1993).

Trichoderma harzianum

Trichoderma harzianum merupakan mikrob fungi yang umumnya hidup di dalam tanah dan koloninya dapat ditemui pada akar tanaman (Harman et al.

2004). Trichoderma harzianum diklasifikasikan kedalam kerajaan fungi divisi

Ascomycota, subdivisi Pezizomycotina kelas Sordariomycetes, bangsa

Hypocreales, suku Hypocreaceae, marga Trichoderma, jenis Trichoderma harzianum. Trichoderma harzianum adalah salah satu jenis fungi yang berpotensi sebagai pertahanan tanaman terhadap penyakit tanaman (fitopatogen) dan pemacu pertumbuhan tanaman (Chaverri et al. 2002; Chet 2001; Harman 1996). Keunggulan Trichoderma harzianum antara lain mengunakan biaya relatif rendah untuk ditumbuhkan, mempunyai pengaruh positif pada keseimbangan tanah, dan tidak mempunyai efek berbahaya pada manusia (Monte 2001).

Trichoderma harzianum memiliki kemampuan untuk berkembang dengan cepat yaitu 7 hari pada media padat. Setelah konidia Trichoderma harzianum

diintroduksikan ke tanah, akan tumbuh kecambah konidia di sekitar perakaran tanaman. Seiring dengan laju pertumbuhan yang cepat, maka dalam waktu sekitar tujuh hari daerah perakaran tanaman sudah dikolonisasi (didominasi) oleh

(24)

8

pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan Trichoderma harzianum terlihat pada tanaman jagung, tomat, dan tembakau (Windham et al. 1986)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Sindang barang, Bogor, Jawa Barat pada bulan Februari-Agustus 2015. Analisis Spora FMA dilakukan di laboratorium Teknologi Mikoriza dan Kualitas Bibit Departemen Silvikultur Institut Pertanian Bogor. Analisis media tanam dan hara jaringan dilakukan di laboratorium Pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Analisis kandungan klorofil, ketebalan daun, dan kerapatan stomata dilakukan di laboratorium Pasca Panen dan Mikroteknik Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan, antara lain adalah setek vanili varietas Vania 1 satu buku berasal dari BALITRI Sukabumi, Fungi Mikoriza Arbuskula dengan spora tunggal Glomus agreggatum dan Gigaspora margarita berasal dari Seameo BIOTROP, spora tunggal Acaulospora sp berasal dari laboratorium Teknologi Mikoriza dan Kualitas Bibit Departemen Silvikultur Institut Pertanian Bogor.

Isolat Trichoderma harzianum berasal dari IPB Culture Collection Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta tanah ultisol (podsolik merah kuning) dari lahan kering Leuwiliang Bogor, pupuk kandang sapi, dan arang sekam. Peralatan yang digunakan antara lain adalah kantong plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm, paranet intensitas cahaya 75%, penggaris, timbangan, oven, mikroskop, kamera, alat-alat laboratorium untuk analisis kimia, dan alat penunjang lainnya.

Prosedur Analisis Data

Penelitian terdiri dari dua tahap. Percobaan pertama bertujuan untuk mendapatkan jenis FMA terbaik untuk percepatan pertumbuhan akar pada setek vanili dan waktu aplikasi terbaik untuk inokulasi FMA, sedangkan percobaan ke dua untuk mengetahui pengaruh inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum

terhadap pertumbuhan bibit vanili.

Percobaan I: Pertumbuhan Akar Bibit Vanili Terinokulasi Beberapa Jenis FMA dengan Waktu Aplikasi yang Berbeda pada Tanah Ultisol

Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan pertama disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor. Faktor 1 Jenis Mikoriza : tanpa FMA, Glomus agreggatum, Gigaspora margarita, Acaulospora,

(25)

9

margarita + Acaulospora. Faktor 2 waktu inokulasi FMA: Pada saat tanam, tiga minggu setelah tanam (MST). Terdapat 16 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 5 kali sehingga terdapat 80 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 5 tanaman sehingga terdapat 400 tanaman.

Model linear aditif Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor. Y (ij) k = μ + α (i) + β (j) + α β (ij)+ ρk + є (ij) k

Keterangan: Yij k merupakan pengamatan faktor ke ataraf ke-1, faktor B taraf ke-j dan kelompok ke k. (μ, α (i), β (j)) merupakan kompenen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B. (α β (ij) ) merupakan kompenen interaksi dari faktor A dan faktor B. ρk merupakan pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi dengan perlakuan (bersifat aditif), sedangkan є ijk pengaruh acak yang menyebar normal (0. σє2).

Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis dengan sidik ragam pada taraf 5% dan apabila terdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji berganda (DMRT).

Percobaan II: Pertumbuhan Bibit Vanili Terinokulasi FMA dan Trichoderma

harzianum pada Tanah Ultisol

Percobaan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor dimana, Faktor pertama inokulasi FMA: tanpa inokulasi FMA dan inokulasi Glomus agregatum + Gigaspora margarita. Faktor kedua Trichoderma harzianum: tanpa Trichoderma harzianum dan pemberian Trichoderma harzianum. Terdapat 4 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 6 kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 5 tanaman sehingga terdapat 120 tanaman.

Model linear aditif Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor. Y (ij) k = μ + α (i) + β (j) + α β (ij)+ ρk + є (ij) k

Keterangan: Yij k merupakan pengamatan faktor ke ataraf ke-1, faktor B taraf ke-j dan kelompok ke k. (μ, α (i), β (j)) merupakan kompenen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B. (α β (ij) ) merupakan kompenen interaksi dari faktor A dan faktor B. ρk merupakan pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi dengan perlakuan (bersifat aditif), sedangkan є ijk pengaruh acak yang menyebar normal (0. σє2).

(26)

10

Prosedur Percobaan

Percobaan I: Pertumbuhan akar bibit vanili terinokulasi beberapa jenis FMA dengan waktu aplikasi yang berbeda pada tanah ultisol

Persiapan media tanam dan bahan tanam

Tanah ultisol yang digunakan dibersihkan dan dipisahkan dari akar dan tanaman lain, kemudian diayak, dicampur dengan arang sekam dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 2:1:1. Media tanam tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm dengan volume 1 L. Bahan tanam yang digunakan adalah setek vanili satu ruas.

Persiapan naungan

Naungan yang digunakan dari paranet hitam dengan intensitas cahaya75% dibuat dengan ukuran 6 m x 5 m x 2 m. Pembuatan naungan dilakukan dua minggu sebelum penanaman. Rangka terbuat dari bambu dengan arah pemasangan dari timur ke barat untuk mendapatkan sinar matahari yang merata. Persiapan Perlakuan

Tahapan kegiatan untuk mendapatkan FMA spora tunggal. Persiapan Media Tumbuh

Batuan zeolit (ukuran 1-2 mm) dicuci sampai bersih guna menghilangkan serbuk halus zeolit dan kotoran yang ada. Batuan zeolit yang tidak bersih dapatberdampak negatif terhadap perkembangan FMA. Kemudian disterilisasi dengan autoclave pada tekanan 15 atm selama 15 menit untuk menghilangkan kemungkinan patogen yang ada. Setelah itu batuan zeolit direndam dalam larutan NaCl 5 000 ppm selama 24 jam.

Persiapan Tanaman Inang

Benih-benih P. javanica yang digunakan sebagai tanaman inang terlebih dahulu direndam dalam larutan Chlorox 5% selama 5-10 menit sebagai upaya sterilisasi permukaan. Kemudian direndam dalam air hangat selama ±24 jam untuk memecahkan dormansi yang mungkin terjadi. Selanjutnya benih-benih tersebut disemaikan dalam bak persemaian selama ±10 hari atau telah muncul dua helai daun. Setelah itu dapat langsung dilakukan penanaman.

Pemerangkapan (Trapping)

(27)

11 Kultur Spora FMA Tunggal

Pembuatan kultur spora tunggal mengacu pada metoda yang dilakukan Mansur (2000), yaitu Petridish Observation Chamber (PDOC). Cawan petri plastik (diameter 9 cm) yang digunakan sebagai tempat penanaman kultur terlebih dahulu dilubangi (0.5x0.5 cm) pada bagian tepinya yang berfungsi sebagai tempat munculnya tanaman (Gambar 2). Kemudian diisi dengan batuan zeolit yang telah disterilkan dan dijenuhi dengan larutan NaCl (5 000 ppm).

Pembuatan Kultur

Spora-spora FMA yang telah diisolasi dari kultur trapping dikumpulkan dalam gelas arloji dan dilakukan pemisahan spora berdasarkan genusnya, selanutnya Bibit P. javanica yang telah memiliki 2-3 helai daun (7-10 hari), kemudian cawan petri ditutup dan diberi perekat (selotip) pada sisi-sisinya. Kultur diberi label yang memuat data tentang tanggal pembuatan kultur, cawan petri kultur dibungkus dengan alumunium foil untuk mengurangi pengaruh langsung cahaya terhadap media kultur.

Cawan petri kultur kemudian diletakkan dalam bak plastik kecil yang berfungsi sebagai tempat air dan larutan hara bagi kultur. Pemberian air dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, kulturspora tunggal ini dipelihara selama 6 bulan tergantung sporulasi yang terjadi. Pengamatan setiap dua minggu yang dimulai pada awal bulan kedua setelah pembuatan kultur untuk mengetahui perkembangan proses sporulasi kultur-kultur . Apabila spora yang terbentuk sudah cukup banyak maka dilakukan subkultur sehingga diperoleh kultur yang cukup. Penanaman

Setek vanili 1 buku ditanam dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm yang telah diisi campuran tanah dengan arang sekam dan pupuk kandang sapi perbandingan 2:1:1 diatur sesuai denah percobaan.

Pemberian Perlakuan

Inokulasi FMA pada lubang tanam diberikan sesuai dengan perlakuan waktu aplikasi yaitu pada saat tanam dan 3 minggu setelah tanam. Inokulasi FMA masing-masing dengan total berat keseluruhan 10 g/lubang tanam setara dengan

Atas (penutup)

Bawah

Batuan zeolit

Lubang tanam

(28)

12

jumlah spora berkisar antara 50-70 spora/lubang tanam. Berikut rincian inokulasi masing – masing jenis FMA per lubang tanam : tanpa FMA, Glomus agreggatum

(10 g/lubang tanam), Gigaspora margarita (10 g/lubang tanam), Acaulospora (10 gr/lubang tanam), Glomus agreggatum (5 g/lubang tanam) + Gigaspora margarita

(5 g/lubang tanam), Glomus agreggatum (5 g/lubang tanam) + Acaulospora (5 g/lubang tanam), Gigaspora margarita (5 g/lubang tanam) + Acaulospora (5 g/lubang tanam), Glomus agreggatum (3.33 g/lubang tanam) + Gigaspora margarita (3.33 g/lubang tanam) + Acaulospora (3.33 g/lubang tanam).

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang penting dilakukan adalah penyiraman setiap hari. Pelaksanaan penyiraman dilaksanakan pada pagi hari dan disesuaikan dengan kondisi curah hujan. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di dalam polybag.

Pengamatan

Pada percobaan ini pengamatan yang dilakukan meliputi komponen pertumbuhan dan komponen fisiologis tanaman:

1. Persen penyakit busuk batang (PBB).Perhitungan persen penyakit busuk batang dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan rumus berikut.

2. Persentase setek berakar. Perhitungan persentase setek berakar dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan rumus berikut.

3. Panjang akar primer. Panjang akar primer diukur pada akhir percobaan

4. Panjang tunas. Panjang tunas diukur pada akhir percobaan dengan mengukur panjang

5. Persen kolonisasi FMA pada akar vanili. Menggunakan rumus (Koske & Gemma1989).

Tabel 1 Kriteria persen kolonisasi akar (Setiadi et al. 1992)

No Persen kolonisasi (%)

keterangan

1 0-25 Rendah

2 26-50 Sedang

3 51-75 Tinggi

4 76-100 Sangat Tinggi

(29)

13 Percobaan II: Pertumbuhan bibit vanili terinokulasi FMA dan Trichoderma

harzianum pada tanah ultisol

Persiapan media tanam dan bahan tanam

Tanah yang digunakan dibersihkan dan dipisahkan dari akar dan tanaman lain, kemudian diayak, dicampur dengan arang sekam dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 2:1: 1. Media tanam tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm dengan volume 1 L. Bahan tanam yang digunakan adalah setek vanili satu buku.

Persiapan naungan

Naungan yang digunakan dari paranet hitam dengan intensitas cahaya 75% dibuat dengan ukuran 6 m x 5 m x 2 m. Pembuatan naungan dilakukan dua minggu sebelum penanaman. Rangka terbuat dari bambu dengan arah pemasangan dari timur ke barat untuk mendapatkan sinar matahari yang merata. Persiapan Perlakuan

1.Persiapan inokulum FMA

Hasil kultur spora tunggal yang sudah ada didapat pada percobaan I Glomus agregatum (5 g/lubang tanam ) + Gigaspora margarita (5 g/lubang tanam)

2. Persiapan Trichoderma harzianum

Peremajaan Trichoderma harzianum

Peremajaan ini dilakukan dengan menumbuhkan isolat T. harzianum yang sudah murni pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 sampai 7hari. Pembiakan massal dilakukan pada 300 g jagung pipil steril yang sebelumnya disterilisasi terlebih dahulu dengan mengunakan autoklaf pada suhu 121 ºC. Inkubasi dilakukan selama 14 hari untuk mendapatkan massa T. harzianum yang telah menutupi seluruh permukaan jagung.

Suspensi konidia sebanyak 1 x 106. Suspensi konidia yang digunakan berasal dari konidia T. harzianum, yang telah ditumbuhkan pada media PDA. Untuk mendapatkan suspensi konidia sebanyak 106, miselia cendawan beserta konidianya di panen dengan menggunakan spatula, membuat suspensi sebanyak 10 ml aquades. Hasil dari suspensi yang disentrifuse tersebut diambil sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain yang telah berisi aquades sebanyak 9 ml. Dengan menggunakan haemacytometer jumlah konidia dihitung sebanyak 1 x 106

Penanaman

Setek ditanam dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm yang telah diisi campuran tanah dan pupuk organik. Sebelum ditanam, setek terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida (3 g/l air) dan bakterisida (2 g/l air). Wadah plastik (polybag) diatur sesuai denah percobaan.

Pemberian Perlakuan

(30)

14

tanam sebanyak 10 ml kerapatan konidia 12 x 106 disemprotkan pada media tanam dan batang vanili.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang penting dilakukan adalah penyiraman setiap hari. Pelaksanaan penyiraman dilaksanakan pada pagi hari dan disesuaikan dengan kondisi curah hujan. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di dalam polybag.

Pengamatan

Pada percobaan ini pengamatan yang dilakukan meliputi komponen pertumbuhan dan komponen fisiologis tanaman:

1. Persen penyakit busuk batang (PBB). Perhitungan persen penyakit busuk batang dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan rumus berikut.

2. Persen setek hidup. Perhitungan persen keberhasilan setek dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan rumus berikut.

3. Panjang tunas. Pengukuran panjang tunas dilakukan setiap dua minggu dengan cara mengukur pangkal batang (tunas) sampai titik tumbuh tertinggi.

4. Jumlah ruas. Perhitungan jumlah ruas dilakukan setiap dua minggu dengan cara mengukur panjang ruas pada tunas.

5. Jumlah daun. Jumlah daun dihitung berdasarkan daun yang terbuka secara sempurna.

6. Ketebalan daun. Pengukuran ketebalan daun dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan mikroskop.

7. Diameter ruas. Pengukuran diameter batang dilakukan setiap dua minggu dengan cara mengukur diameter batang dengan menggunakan jangka sorong. 8. Panjang akar. Pengukuran panjang akar dilakukan satu kali pada saat akhir

percobaan dengan cara mengukur akar terpanjang dari pangkal akar sampai ujung akar.

9. Volume akar. Pengukuran volume akar dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan mengukur volume air yang naik setelah akar dimasukkan ke gelas ukur.

10. Kerapatan stomata. Penghitungan kerapatan stomata pada daun dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 400 kali.

11. Analisis kandungan klorofil. Analisis kandungan klorofil dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan metode Sims dan Gamon (2002).

(31)

15 pada saat akhir percobaan dengan cara menimbang tunas dan akar.

13. Serapan hara jaringan N, P, K (g/tanaman). perhitungannilai serapan unsur hara dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Serapan hara (g/tanaman) = konsentrasi jaringan (%) x biomassa total (g). 14. Persen kolonisasi FMA pada akar vanili. Dihitung menggunakan rumus

(Koske dan Gemma1989).

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian dilakukan yaitu bulan Januari sampai dengan Agustus tahun 2015. Berdasarkan data iklim yang diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dramaga menunjukkan pada percoban 1 selama penelitian (Februari – Maret 2015) rata-rata curah 359. 95 mm bulan-1, intensitas cahaya matahari rata-rata 292.3 kal cm-2 hari-1 dengan temperatur udara rata-rata 26.02oC dan kelembaban rata-rata 86 %. Berbeda dengan percobaan 2 (Mei-Agustus 2015) dengan curah hujan yang relatif rendah rata-rata 101.52 mm bulan-1, intensitas cahaya matahari rata-rata 346.92 kal cm-2 hari-1, dengan rata-rata temperature udara 27.2 oC dan kelembaban rata-rata 77.95%. Data iklim dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Data iklim selama percobaan Bulan Curahhujan

(mm)

Intensitas cahaya matahari (kal cm-2

hari-1)

Temperatur (oC) Kelembaban (%)

Rata-rata curah hujan pada awal penanaman pada percobaan 1 (Februari-Maret 2015) tergolong sedang 345.6 mm bulan-1, dan meningkat antara 5-8 MST (Minggu Setelah Tanam). Kelembaban yang relatif tinggi 87 % menurun sedikit menjadi 85 %. Setek vanili mulai bertunas pada umur 2 MST dengan rata-rata setek

Tabel 2 Kriteria persen kolonisasi akar (Setiadi et al. 1992)

No Persen kolonisasi (%) Keterangan

1 0-25 Rendah

2 26-50 Sedang

3 51-75 Tinggi

(32)

16

bertunas sebesar 20.52 %, jumlah setek yang bertunas terus meningkat hingga pada umur 8 MST dengan rata-rata setek bertunas sebesar 96.31%. Hasil pengamatan menunjukkan adanya serangan penyakit busuk batang vanili. Gejala busuk batang dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman yaitu akar, batang, buah, pucuk, dan kadang-kadang pada daun. Pada percobaan pertama penyakit yang timbul diduga karena kondisi kelembaban yang tinggi. Setek vanili yang terserang penyakit busuk batang dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada percobaan ke-2 (Mei-Agustus 2015) penanaman dilakukan di akhir bulan Mei dengan curah hujan pada saat penanaman lebih rendah dari percobaan pertama yaitu 201.9 mm bulan-1. Pada minggu ke-2 setelah tanama sampai dengan minggu ke-5 curah hujan menurun hingga 90.5 mm bulan-1 , minggu ke-6 sampai ke-9 minggu setelah tanam curah hujan menurun drastis hingga 1.6 5 mm bulan-1 namun meningkat kembali pada akhir percobaan dengan curah hujan 112.4 mm bulan-1. Setek vanili mulai bertunas pada umur 3 MST dengan rata-rata setek bertunas sebesar 18.95%, jumlah setek yang bertunas terus meningkat hingga pada umur 12 MST dengan rata-rata setek bertunas sebesar 98. 66%. Berbeda dengan percobaan pertama pertumbuhan tunas setek vanili tergolong lebih lama, diduga karena faktor iklim yang sangat berbeda dengan percobaan pertama. Hasil pengamatan penyakit busuk batang pada percobaan ini sangat kecil bahkan dapat dikatakan sama sekali tidak ada, hal ini diduga karena penyakit busuk batang tidak berkembang pada curah hujan rendah. Berikut pada Gambar 4 dapat dilihat kondisi umum pertumbuhan bibit vanili pada 8 MST.

Gambar 3 Penyakit busuk batang menyerang pada semua bagian setek tanaman vanili akar batang dan daun pada 2 MST

(33)

17 Percobaan 1: Pertumbuhan akar setek vanili pada aplikasi beberapa jenis

FMA dan waktu aplikasi yang berbeda

Persen penyakit busuk batang

Inokulasi jenis FMA dan waktu aplikasi memperlihatkan hasil yang berdeda tidak nyata terhadap persen penyakit busuk batang (Tabel 4). Penyakit busuk batang menyerang pada 2 MST diduga karena kondisi lingkungan yang lembab dengan rata-rata curah 359. 95 mm bulan-1 26.02oC dan kelembaban rata-rata 86 % sehingga berkembang cendawan Fusarium oxysporum f. sp penyebab penyakit busuk batang pada vanili. Semangun (1999) menyatakan suhu optimum untuk pertumbuhan koloni Fusarium oxysporum f.sp berkisar antara 26oC – 31oC, dengan kelembaban antara 85 - 90%. Unsur cuaca secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi peningkatan penyakit busuk batang pada vanili.

Tabel 4 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan waktu aplikasi terhadap persen penyakit busuk batang

G. agreggatum + Acaulospora 12.00

G. margarita + Acaulospora 14.00

G. agreggatum + G. margarita + Acaulospora 20.00

Notasi tn

Waktu Aplikasi FMA

Pada saat tanam 15.68

3 minggu setelah tanam 13.14

Notasi tn

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

(34)

18

Persen setek berakar dan panjang akar

Inokulasi FMA memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter persen setek berakar pada umur 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST) dan parameter panjang akar pada umur 8 MST dibandingkan perlakuan tanpa inokulasi FMA, sedangkan perlakuan waktu aplikasi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada persen setek berakar pada umur 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST) dan parameter panjang akar pada umur 8 MST (Tabel 5).

Pada Tabel 5 dapat dilihat inokulasi jenis FMA berbeda nyata dengan inokulasi jenis FMA. Inokulasi FMA dapat meningkatkan persen tumbuh akar lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan tanpa inokulasi, hal ini diduga karena inokulasi FMA mampu merangsang tumbuh akar. Menurut Hartmann et al. (2004) setek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan mempermudah terbentuknya serta perkembangan akar dan tunas setek. Pembentukan akar adventif dapat terjadi dalam dua tahap, pertama adalah inisiasi yang dicirikan atas pembelahan sel dan diferensiasi sel-sel tertentu ke dalam bakal akar dan tahap kedua adalah pertumbuhan bakal akar yang memanjang. Somantri

et al. (1987) menyatakan upaya untuk inisiasi akar sangat penting untuk memulai pertumbuhan setek, periode kritis penyemaian setek adalah ketika setek belum Tabel 5 Perlakuan inokulasi beberapa jenis FMA dan waktu aplikasi terhadap persen

setek berakar dan panjang akar

Perlakuan Persen setek berakar (%) Panjang

(35)

19 berakar, setek vanili yang berhasil bertunas disebabkan oleh adanya dukungan akar yang sudah tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada penelitian yang dilakukan Nurbaity et al. (2009) menunjukkan bahwa pemberian FMA terhadap tanaman sorgum mampu menginisiasi pertumbuhan akar, meningkatkan panjang akar dan memaksimalkan serapan hara sehingga tanaman sorgum mampu tumbuh dengan baik pada tanah yang miskin hara.

Panjang Tunas

Inokulasi FMA dan waktu aplikasi FMA disajikan pada Tabel 6.

Panjang tunas dipengaruhi oleh inokulasi FMA sedangkan perlakuan waktu aplikasi tidak berpengaruh nyata, hal ini diduga karena waktu aplikasi FMA pada saat tanam dan pada saat tumbuh akar tidak mempengaruhi panjang tunas bibit vanili. Peningkatan parameter panjang tunas bibit vanili dapat disebabkan oleh peranan FMA dalam proses metabolisme pada perakaran tanaman. Metabolisme akar yang bermikoriza meningkat 2-4 kali dibanding akar yang tidakbermikoriza, karena akar yang bermikoriza dapat memperbesar penyerapan garam-garam mineral dengan mempertinggi penyediaan ion hidrogen yang dapat dipertukarkan (Sieverding 1991). FMA efektif pada kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan bagitanaman seperti kesuburan tanah yang rendah dan

(36)

20

ketersediaan air terbatas. Simbiosis FMA dengan akar tanaman berlangsung selama tanaman hidup. Hal ini dapat menjaga keseimbangan proses fisiologis tanaman sehingga dapat mempercepat pertumbuhan, memacu pertumbuhan tunas dan perkembangan tanaman oleh karena tanaman cukup unsur hara dan air (Tirta & Gede 2006).

Inokulasi jenis FMA Glomus agregatum + Gigaspora margarita berbeda nyata dari jenis FMA lainnya dan perlakuan tanpa FMA. Dapat dilihat panjang tunas tertinggi dari 2 MST sampai 8 MST perlakuan Glomus agregatum +

Gigaspora margarita.Glomus agregatum + Gigaspora margarita mampu meningkatkan kompenen pertumbuhan terutama pada panjang tunas tanaman inangnya. Brundrett et al. (1996) menyebutkan bahwa genus Glomus dan

Gigaspora termasuk genus yang memiliki sifat adaptif terhadap berbagai tanaman inang, sehingga memiliki potensi yang sangat bagus dikembangkan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kemampuan bertahan hidup. Hasil penelitian Kharisma (2013) mengatakan keuntungan yang didapat dari FMA jenis

Gigaspora sp dan Glomus sp adalah meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan kapasitas penyerapan hara dan air serta toleran pada tanah yang masam dan mikoriza sebagai pengendali hayati.

Persen kolonisasi FMA pada akar vanili

Inokulasi beberapa jenis FMA mempengaruhi persen kolonisasi FMA pada akar vanili. Persen kolonisasi FMA disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Perlakuan inokulasi beberapa jenis FMA dan waktu aplikasi terhadap persen kolonisasi FMA pada akar vanili

(37)

21 Inokulasi jenis FMA Glomus agregatum + Gigaspora margarita

memperoleh persen kolonisasi akar tinggi yaitu 63%. Tingginya kolonisasi FMA pada akar vanili oleh Glomus agregatum + Gigaspora margarita selaras dengan kompenen pengamatan panjang tunas bibit vanili. Berbeda dengan perlakuan jenis FMA (Glomus agreggatum), (Gigaspora margarita), (Glomus agreggatum +

Acaulospora), (Gigaspora margarita + Acaulospora), (Glomus agreggatum +

Gigaspora margarita + Acaulospora) walaupun tergolong persen kolonisasi dengan kategori tinggi tidak selaras dengan kompenen pertumbuhan lainnya yaitu pada pengamatan panjang tunas. Tingginya kolonisasi akar tanaman oleh FMA tidak selalu menjamin efektifitas yang tinggi. Menurut Abbot et al. (1992) efektifitas dalam hal ini menyangkut kemampuan FMA dalam memberikan keuntungan bagi tanaman inang

Tinggi atau rendahnya efektifitas FMA dalam memberikan keuntungan bagi tanaman, dipengaruhi oleh kecepatan FMA dalam kolonisasi akar tanaman inang. Kolonisasi akar oleh FMA diawali saat hifa memfiksasi akar melalui apresoria. Tahapan ini diikuti oleh kolonisasi hifa secara internal, baik interseluler maupun intraseluler yang dalam perkembangan berikutnya akan membentuk vesikel dan arbuskula (Sieverding 1991). Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar. Selanjutnya miselia FMA dapat tumbuh dan menyebar keluar akar sekitar lebih 9 cm, dengan total panjang hifanya dapat mencapai 26-54 m/g tanah. Inokulasi FMA mampu menginfeksi perakaran bibit vanili, hal ini di tunjukkan adanya hifa tipis pada permukaan akar, vesikel (struktur khas berbentuk oval) dan arbuskula pada jaringan korteks tanaman (Gambar 4). Vesikula berfungsi sebagai organ yang menyediakan cadangan energi dan sebagai struktur reproduktif, Arbuskula secara struktural analog dengan hautoria di dalam fungi parasit, tetapi berfungsi dalam alih tempat hara (Gunawan 1993).

Percobaan II: Pertumbuhan bibit vanili dengan inokulasi FMA dan

Trichoderma harzianum

Rekapitulasi hasil sidik ragam percobaan dua disajikan pada Tabel 8. Interaksi antara inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum berpengaruh nyata pada kompenen pertumbuhan perlakuan diameter ruas pada (4, 6, 10 dan 12 MST) sedangkan pada kompenen fisiologi hanya pada serapan hara N.

(38)

22

Hasil analisis sifat kimia tanah

Hasil analisis media tanam sebelum inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum disajikan pada Tabel 9. Hasil analisis tanah sebelum inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum memperlihatkan tanah ultisol pada penelitian ini memiliki tingkat kemasaman tanah yang agak masam, kendala kesuburan tanah ultisol yang digunakan pada penelitian ini adalah ketersediaan P untuk tanaman sangat rendah, serta kandungan bahan organik C, N digolongkan sangat rendah juga, sedangkan kapasitas tukar kation dapat digolongkan sedang.

Pengelolaan tanah ini dengan pemanfaatan FMA yang berperan memperbaiki tingkat kesuburan tanah sehingga unsur hara esensial makro seperti N dan P menjadi meningkat dan tersedia bagi tanaman. Tanaman memerlukan unsur hara yang seimbang untuk proses pertumbuhan. Kekurangan N menyebabkan terganggunya penyerapan P dan K. Unsur hara N dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan P dan K untuk fase pertumbuhan tanaman (Taslim et al. 1993). Kekurangan P menyebabkan terganggunya

(39)

23 pertumbuhan akar mengakibatkan tanaman menjadi kerdil. Menurut Sufardi (2012) unsur hara P dibutuhkan dalam jumlah yang banyak setelah unsur hara N, karena unsur P berperan untuk pertumbuhan tanaman dari fase vegetatif sampai ke fase generatif.

Hasil analisis sifat kimia tanah (Setelah inokulasi FMA dan Trichoderma

harzianum)

Hasil analisis media awal disajikan pada Tabel 9.

Hasil analisis sifat kimia tanah media tanam setelah inokulasi FMA dan

Trichoderma harzianum disajikan pada Tabel 10. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa inokulasi FMA memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH tanah ultisol. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa pH (H2O) tanah yang tidak diberi FMA ada yang mengalami penurunan dari analisis tanah sebelum perlakuan bersifat masam yaitu 5.11. Nilai pH tanah tertinggi dapat dilihat pada perlakuan FMA dengan pH 6.07 walaupun perubahan pH relatif kecil namun pemberian mikoriza dapat sedikit mengurangi sifat kemasaman dari tanah.Mekanisme meningkatnya nilai pH tanah dengan inokulasi FMA terjadi karena mikoriza mikoriza memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa tertentu (eksudat) yang dapat mengikat fraksi-fraksi tanah bermuatan positif seperti Al- dan Fe-oksihidrat yang dikenal sebagai penyumbang muatan positif tanah (Stevenson 2007). Persenyawaan antara senyawa organik dengan logam-logam tanah ini dikenal dengan proses khelasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan pHtanah walaupun pengaruhnya relatif kecil (Tan 1995)

Tabel 9 Hasil analisis media tanam awal

Kimia Tanah Satuan Nilai Keterangan

pH H2O 5.11 Masam

(40)

24

Secara keseluruhan perlakuan terlihat meningkat dari analisis awal walaupun tidak terlalu signifikan untuk perlakuan Trichoderma harzianum sendiri P tersedia masih tergolong rendah hanya mencapai 13.06 ppm, dan Mikoriza diduga mampu menyerap P dari sumber-sumber mineral P yang sukar larut karena menghasilkanasam-asam organik dan enzim fosfotase. Senyawa ini mampu melepaskan ikatan-ikatan P sukar larut, seperti Al-P dan Fe-P sehingga ketersediaan P meningkat. K yang tersedia terjadi peningkatan dari 21.05 ppm menjadi 22.58 ppm dengan hasil analisis data berbeda nyata dengan K tersedia tertinggi oleh inokulasi FMA 22.58 ppm. N total tidak terdapat perbedaan yang nyata antara inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman (Sutedjo et al. 2010). Usman (2012) menambahkan bahwa sumber utama nitrogen untuk tanaman adalah gas nitrogen bebas di udara yang menempati 78% dari volume atmosfir.

Komponen Pertumbuhan

Persen setek hidup

Pengaruh inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum terhadap komponen pertumbuhan tanaman yaitu persen setek hidup dapat dilihat pada Tabel 11. Persen setek hidup pada inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum umumnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum pada 12 MST dapat meningkatkan persen setek hidup sebesar 3.12% jika dibandingkan dengan tanpa perlakuan FMA dan Trichoderma harzianum. Hal tersebut diduga bahwa FMA dan Trichoderma harzianum lebih dapat memenuhi ketersediaan unsur hara yang diperlukan bibit vanili selama pertumbuhan vegetatif. Trichoderma spp. dan

Mikoriza dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, perkembangan akar dan meningkatkan unsur hara P. Mekanisme melalui interaksi hifa langsung, kemudian konidia Trichoderma spp diintroduksikan ke tanah, akan tumbuh

(41)

25 kecambah konidia di sekitar perakaran tanaman. Seiring dengan laju pertumbuhan yang cepat, maka dalam waktu yang singkat daerah perakaran tanaman sudah dikolonisasi oleh Trichoderma spp. Selanjutnya, ketersediaan hara terutama nitrogen dan fosfor yang rendah akanmendorong pertumbuhan mikoriza. Peran mikoriza untuk meningkatkan ketersediaan P untuk tanaman sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Islami & Utomo1995).

Panjang tunas

Pengaruh inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum terhadap komponen panjang tunas disajikan pada Tabel 12.

Pada Tabel 12 pertumbuhan tunas dari 4 MST sampai dengan 12 MST memperlihatkan hasil yang berbeda nyata oleh perlakuan inokulasi FMA, hal ini

Tabel 11 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum terhadap persen setek hidup bibit vanili pada umur 12 MST

Perlakuan Persen setek hidup (%) Inokulasi FMA

Tabel 12 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum terhadap panjang tunasbibit vanili

(42)

26

diduga karena inokulasi FMA mampu meningkatkan pertumbuhan tunas bibit vanili. Penelitian Efendi et al. (2012) dengan hasil menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan tinggi batang dan pertumbuhan tunas stump jati hal tersebut disebabkan karena inokulasi FMA. Hasil penelitian Lovato et al. (1992) menunjukkan peningkatan 3 kali lipat pertumbuhan tunas nanas dengan perlakuan inokulasi FMA dibandingkan dengan tanaman kontrol. Husin (1994) menyatakan bahwa mikoriza dapat meningkatkan nutrisi tanaman dan menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan sehingga mampu meningkatkan panjang tunas pada setek, hormon – hormon pertumbuhan yang dihasilkan FMA seperti auksin dan giberelin. Auksin berfungsi untuk mencegah penuaan akar, sehingga akar dapat berfungsi lebih lama dan penyerapan unsur lebih banyak. Sedangkan giberelin berfungsi untukmerangsang pembesaran dan pembelahan sel, terutamamerangsang pertumbuhan primer.

Kemampuan FMA dalam meningkatkan kemampuan penyerapan fosfat tidak hanya ditentukan oleh koloni jamur pada akar dan perkembangannya di dalam tanah, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan hifa eksternal menyerap fosfat dari dalam tanah. Intensitas infeksi dalam kenyataannya tidak selalu sebanding dengan pengaruhya terhadap hasil tanaman. Infeksi dan pengaruh mikoriza berkurang dengan meningkatnya fosfat tersedia di tanah. Jika fosfat tersedia untuk tanaman berlebihan maka pertumbuhan tanaman yang tidak bermikoriza lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang bermikoriza.

Jumlah ruas

Pengaruh inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum terhadap jumlah ruaspada Tabel 13. Inokulasi FMA memperlihatkan hasil yang berbeda nyata terhadap jumlah ruas. Pada Tabel 13 Inokulasi FMA mampu meningkatkan jumlah ruas bibit vanili. Inokulasi FMA pada bibit vanili mampu meningkatkan pertumbuhan dengan bertambahnya jumlah ruas setiap minggunya.

Tabel 13 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum terhadap jumlah ruas bibit vanili

(43)

27 Diameter ruas

Pengaruh inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum terhadap komponen diameter batang disajikan pada Tabel 14. Diameter ruas dipengaruhi oleh inokulasi FMA dan Trichoderma harzianumpada 4, 6, 10 dan 12 MST. Namun tidak terdapat interaksi antara keduanya.

Dari Tabel 14 dapat dilihat perlakuan inokulasi FMA dan Trichoderma harzianum memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter ruas. FMA memacu pertumbuhan tunas bibit vanili sehingga tunas akan semakin panjang dengan bertambahnya jumlah dan panjang ruas serta diameter ruas. Pertumbuhan yang terjadi pada bibit vanili disebabkan oleh pertumbuhan jaringan meristem primer dan sekunder yang mengakibatkan tunas bertambah panjang serta diameter ruas bertambah besar. Menurut Havlin et al. (2005) FMA mampu meningkatkan penyerapan unsur hara P, juga mampu meningkatkan penyerapan unsur hara lain seperti N, K, Mg, M, N dan Zn sehingga dapat memenuhi kebutuhan tanaman. Unsur fosfor dan kalium mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfor berperan dalam penyimpanan dan transfer energi tanaman, penyusun beberapa senyawa serta sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia. Kalium pada tanaman berperan sebagai aktivator enzim, mempertahankan vigor tanaman dalam proses pemeliharaan status air tanaman, tekanan turgor dalam sel, serta proses membuka dan menutupnya stomata, dan sebagai katalisator.

Trichoderma harzianum mampu meningkatkan diameter ruas vanili, diduga

Trichoderma harzianum bersimbiosis mutualisme dengan akar vanili sangat penting dalam memberikan sinyal auksin dan merangsang pertumbuhan tanaman. Nurahmi & Mulyani (2010) menyatakan Trichoderma harzianum mampu merangsang tanaman untuk memproduksi hormon asam giberelin (GA3), asam indolasetat (IAA), dan benzylaminopurin (BAP) dalam jumlah yang lebih besar, sehingga pertumbuhan tanaman lebih optimum, subur, sehat, kokoh, dan pada akhirnya berpengaruh pada ketahanan tanaman. Hormon giberelin dan auksin

Tabel 14 Perlakuan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Trichoderma harzianum terhadap diameter ruas bibit vanili

Gambar

Gambar 1 Bagan  alir penelitian pertumbuhan bibit vanili ( Vanilla planifolia A.)
Gambar 2 Cawan petri plastik diameter 9 cm yang dilubangi 0.5x0.5 cm sebagai
Gambar 4 Pertumbuhan bibit vanili pada umur 8 MST
Tabel 5  Perlakuan inokulasi beberapa jenis FMA dan waktu aplikasi terhadap persen
+6

Referensi

Dokumen terkait

Inokulasi FMA pada cabai dapat meningkatkan serapan P (Haryantini dan Santoso, 2001) dan meningkatkan adaptasi terhadap kekeringan. Fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi

Penurunan bobot buah yang lebih tinggi pada genotipe peka berkaitan dengan terhambatnya pertumbuhan akar akibat cekaman Al sehingga ketersediaan hara untuk pertumbuhan tidak

Penggunaan FMA berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, diameter, jumlah daun, persentase kolonisasi akar, dan berat kering total tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap

Tingkat kolonisasi yang terbentuk pada akar bervariasi antarspesies cendawan dengan tanaman inang (Declerck et al. 1992), ternyata efek inokulasi dari lima jenis isolat pada

Penurunan bobot buah yang lebih tinggi pada genotipe peka berkaitan dengan terhambatnya pertumbuhan akar akibat cekaman Al sehingga ketersediaan hara untuk pertumbuhan tidak

Bentuk infeksi FAM pada jaringan akar tanaman surian pemberian beberapa dosis inokulan FMA pada media tanah ultisol dengan campuran pupuk kompos memberikan

Inokulasi FMA pada cabai dapat meningkatkan serapan P (Haryantini dan Santoso, 2001) dan meningkatkan adaptasi terhadap kekeringan. Fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi

Penurunan bobot buah yang lebih tinggi pada genotipe peka berkaitan dengan terhambatnya pertumbuhan akar akibat cekaman Al sehingga ketersediaan hara untuk pertumbuhan tidak