• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal pada Proses Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak Obat Luka Rantau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal pada Proses Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak Obat Luka Rantau"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN

PAD

DENGA

N TOKSIK

DA PROS

AN PEMB

FAKU

INS

KOPATOL

SES PERS

BERIAN M

YENI

ULTAS KE

STITUT P

LOGI OR

SEMBUHA

MINYAK

I FEBRIA

EDOKTE

ERTANIA

BOGOR

2007

RGAN HAT

AN LUKA

K OBAT LU

ANTI

RAN HEW

AN BOGO

TI DAN G

A OPERA

UKA RAN

WAN

OR

GINJAL

ASI

(2)

RINGKASAN

YENI FEBRIANTI.

Kajian Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal pada

Proses Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak Obat Luka

Rantau. Dibimbing oleh

DEWI RATIH AGUNGPRIYONO

dan

HERNOMOADI HUMINTO.

Minyak obat luka Rantau dipercaya sebagai obat yang berkhasiat dalam

mempercepat persembuhan luka. Obat ini dikenal ratusan tahun yang lalu dan

telah digunakan secara umum oleh masyarakat daerah Rantau, Tapin, Kalimantan

Selatan. Minyak obat luka tersebut merupakan campuran minyak kelapa (

Cocos

nucifera

), bekicot (

Achantina fulica

) dan cangkang kijing air tawar (

Velesunio

ambiguus

).

Pada penelitian terdahulu, minyak obat luka Rantau telah dibuktikan dapat

menyembuhkan luka seefektif penggunaan antibiotik. Dirasa perlu juga untuk

mengetahui efek toksik penggunaannya pada manusia. Penelitian ini

menggunakan hewan model mencit, dan bertujuan untuk melihat efek toksik dari

minyak obat luka terhadap gambaran histopatologi hati dan ginjal.

Kajian ini menggunakan 45 ekor mencit (

Mus musculus

) yang dibagi atas

tiga kelompok: kelompok perlakuan (yang diberi minyak obat luka Rantau sehari

pasca perlukaan), kelompok kontrol positif (yang diberi antibiotik sehari pasca

perlukaan) dan kelompok kontrol negatif (tanpa pemberian obat). Pengambilan

sampel dilakukan sebanyak lima kali yaitu hari ke-2, 4, 6, 13 dan 20 pasca

pemberian obat. Pengamatan mikroskopis dilakukan pada hati dan ginjal. Pada

hati dinilai derajat kejadian degenerasi sampai dengan kematian sel sedangkan

pada ginjal dinilai derajat kejadian degenerasi sampai dengan kematian sel yang

terjadi di epitel tubulus dan kelainan glomerulus. Uji statistik yang digunakan

untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan terhadap jumlah lesio pada hati dan

ginjal menggunakan analisis ragam dengan uji ANOVA. Jika hasilnya berbeda

nyata maka dilanjutkan dengan uji berganda Duncan (

α

=0,05). Hasil penelitian ini

(3)

ABSTRACT

YENI FEBRIANTI.

Liver and Kidney Toxicopathological Study in The Surgical

Wound Healing with Traditional Rantau’s Medicated Oil. Under supervice

DEWI

RATIH AGUNGPRIYONO

dan

HERNOMOADI HUMINTO.

Rantau’s wound healing oil (RWHO) is believed could induce internal and

external improvement of wound recovery. This oil is discovered hundreds years

ago and have been used widely by Rantau’s people, Tapin, South Kalimantan.

RWHO composed of coconut oil (

Cocos nucifera

), snail (

Achantina fulica

) and

freshwater mussle’s shell (

Velesunio ambiguus

). This oil have been proved could

induced surgical wound recovery as good as wound threated with antibiotic.

The aim of this study is to observe toxic effect of liver and kidney

histologically

.

Three groups of each 15 mice were used in this study. One group

received single dose of RWHO one day after flank laparotomy surgery. One group

received antibiotic while the last group acted as negative controle. The liver and

kidney were sampled at 2

nd

, 3

th

, 6

th

, 13

th

and 20

th

day after the treatment and then

were processed routinely to make histopatology slide.

The parameters observed included the amount of degenerated and necrotic

cell of liver and kidney tubules and glomerulus which have atrophy tuft, thickened

and attachment of Bowman capsule. The lesion were compared between each

groups and percentage of lesion were analized statistically using ANOVA and

Duncan test. The result showed that RWHO is not toxic to the liver and kidney.

(4)

KAJIAN TOKSIKOPATOLOGI ORGAN HATI DAN GINJAL

PADA PROSES PERSEMBUHAN LUKA OPERASI

DENGAN PEMBERIAN MINYAK OBAT LUKA RANTAU

YENI FEBRIANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi

: Kajian Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal pada

Proses Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian

Minyak Obat Luka Rantau

Nama Mahasiswa

: Yeni Febrianti

NIM

: B04103145

Disetujui,

Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD

Drh. Hernomoadi Huminto, MVS

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui,

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS

Wakil Dekan FKH-IPB

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1985 di Padang Panjang,

Sumatera Barat. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan

Bapak Rizal Adnan dan Ibu Yarma.

Pendidikan formal dimulai dari pendidikan dasar yang diselesaikan pada

tahun 1997 di SDN 01 Pasar Usang, Padang Panjang. Kemudian pendidikan

lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di MTsN Ganting,

Padang Panjang dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2003 di

SMUN 1 Padang Panjang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas

Kedokteran Hewan melalui jalur SPMB pada tahun 2003. Selama perkuliahan

penulis aktif dalam HIMPRO Ornithologi dan Unggas, Forum Ilmiah Mahasiswa

(7)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kehadiran Allah SWT dan Nabi Muhammad

SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian

Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal pada Proses Persembuhan Luka Operasi

dengan Pemberian Minyak Obat Luka Rantau.

Terima kasih yang tiada terhingga penulis tujukan kepada Mama, Papa,

Uda Adi, Uni Ayi, ponakanku (Fiqie dan Aisya), Da Bonny dan semua keluarga

tercinta atas doa, kasih sayang, nasehat, semangat, pengorbanan yang diberikan

kepada penulis.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada drh. Dewi Ratih

Agungpriyono, PhD dan Drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku pembimbing

tugas akhir atas bimbingan dan sarannya, drh. R. Kurnia Achjadi selaku

pembimbing akademik, Dr. Drh. Eva Harlina, M.Si selaku penilai seminar dan

penguji sidang tugas akhir atas saran dan kritiknya. Pak Soleh, pak Kasnadi dan

pak Endang atas bantuannya, para dosen dan seluruh civitas akademik IPB atas

ilmu yang telah diberikan. Gymnolaemata 40, saudara seperjuangan (Restu dan

Kak Ican), teman-teman di patologi (TuRest, Ayu, Au, Ima, Ika, Wiwik), wisma

Naura crew (Sari, Tutu, Chika, Ghita, Mba’ Andri dan Mba’ Bibah) dan

IPMM’ers (Bosh, Ipir, Mu2d, Ayoe, Dora, Fery, Rikola, dll) atas persaudaran dan

kebersamaannya,

my lovely friends

( Ratna Mustika S, R Libriani , Joo, Ju2’, Cit,

Pit, Nad) dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis

ucapkan terima kasih atas bantuan dan dorongannya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini, semoga

karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2007

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

……….………...

iii

DAFTAR GAMBAR

………...

iv

DAFTAR LAMPIRAN

……….……..

v

PENDAHULUAN

1

Tujuan ………..……....

2

Hipotesa ………..……….

2

Manfaat ………...……….

2

TINJAUAN PUSTAKA

Khasiat dan kandungan minyak kelapa………..

3

Khasiat dan kandungan bekicot………..

5

Kandungan cangkang kijing air tawar……….…………

7

Mencit sebagai hewan coba ………

8

Anatomi dan fisiologi hati ………

8

Toksikologi hati………...

9

Anatomi dan fisiologi ginjal………

11

Toksikopatologi ginjal……….

11

MATERI DAN METODE

Waktu dan tempat ………...………...

13

Materi ………...………

13

Metode ………...……….

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh pemberian minyak obat luka Rantau terhadap

perubahan toksikopatologi organ hati mencit ……….

18

Perbandingan lesio hepatosit di sekitar vena sentralis dan

vena portalis pada Pemberian minyak obat luka Rantau ……

24

Pengaruh pemberian minyak obat luka Rantau terhadap

perubahan toksikopatologi organ ginjal mencit ……….

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ………..………

34

Saran ………

34

DAFTAR PUSTAKA

………..………

35

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1

Senyawa-senyawa aktif dalam minyak kelapa dan

mekanisme kerjanya………...

5

2

Asam-asam amino yang terkandung pada daging

bekicot……….………

6

3

Nilai rataan persentase lesio hati mencit pada kontrol

positif, kontrol negatif dan perlakuan pemberian minyak

obat luka………...

21

4

Perbandingan persentase lesio hepatosit di sekitar vena

sentralis dan vena portalis………...

25

5

Nilai rataan persentase lesio glomerulus mencit pada

kontrol positif, kontrol negatif dan perlakuan pemberian

minyak obat luka.... .………...

29

6

Nilai rataan persentase lesio tubulus pada kontrol positif,

kontrol negatif dan perlakuan setelah pemberian minyak

obat luka...

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1 Kelapa

(

Cocos nucifera

)………...

3

2 Bekicot

(

Achantina fulica

)………...

5

3

Kijing air tawar (

Velesunio ambiguus

)…………..……….

7

4

Struktur normal hati...

10

5

Struktur normal ginjal...

12

6 Skema

metodelogi

penelitian...

14

7 Lokasi

laparotomi

daerah

flank

kiri...

15

8

Gambaran histopatologis jaringan hati...

18

9 Perbandingan

harian

persentase lesio sel hati hari ke-n

pasca pemberian obat pada kelompok perlakuan minyak

(p), kontrol positif (k+) dan kontrol negatif (k-)...

21

10 Skema

metabolisme

lemak………...

24

11 Persentase

perbandingan

lesio hati vena sentralis dan

vena portalis pada perlakuan minyak, kontrol positif dan

kontrol negatif……….

26

12

Gambaran histopatologis jaringan ginjal...

27

13

Gambaran histopatologis jaringan ginjal...

27

14

Perbandingan harian persentase lesio glomerulus hari

ke-n pasca pemberiake-n obat pada kelompok perlakuake-n mike-nyak

(p), kontrol positif (k+) dan kontrol negatif (k-)………….

29

15

Perbandingan harian persentase lesio tubulus hari ke-n

pasca pemberian obat pada kelompok perlakuan minyak

(p), kontrol positif (k+) dan kontrol negatif (k-)………….

(11)

KAJIAN

PAD

DENGA

N TOKSIK

DA PROS

AN PEMB

FAKU

INS

KOPATOL

SES PERS

BERIAN M

YENI

ULTAS KE

STITUT P

LOGI OR

SEMBUHA

MINYAK

I FEBRIA

EDOKTE

ERTANIA

BOGOR

2007

RGAN HAT

AN LUKA

K OBAT LU

ANTI

RAN HEW

AN BOGO

TI DAN G

A OPERA

UKA RAN

WAN

OR

GINJAL

ASI

(12)

RINGKASAN

YENI FEBRIANTI.

Kajian Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal pada

Proses Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak Obat Luka

Rantau. Dibimbing oleh

DEWI RATIH AGUNGPRIYONO

dan

HERNOMOADI HUMINTO.

Minyak obat luka Rantau dipercaya sebagai obat yang berkhasiat dalam

mempercepat persembuhan luka. Obat ini dikenal ratusan tahun yang lalu dan

telah digunakan secara umum oleh masyarakat daerah Rantau, Tapin, Kalimantan

Selatan. Minyak obat luka tersebut merupakan campuran minyak kelapa (

Cocos

nucifera

), bekicot (

Achantina fulica

) dan cangkang kijing air tawar (

Velesunio

ambiguus

).

Pada penelitian terdahulu, minyak obat luka Rantau telah dibuktikan dapat

menyembuhkan luka seefektif penggunaan antibiotik. Dirasa perlu juga untuk

mengetahui efek toksik penggunaannya pada manusia. Penelitian ini

menggunakan hewan model mencit, dan bertujuan untuk melihat efek toksik dari

minyak obat luka terhadap gambaran histopatologi hati dan ginjal.

Kajian ini menggunakan 45 ekor mencit (

Mus musculus

) yang dibagi atas

tiga kelompok: kelompok perlakuan (yang diberi minyak obat luka Rantau sehari

pasca perlukaan), kelompok kontrol positif (yang diberi antibiotik sehari pasca

perlukaan) dan kelompok kontrol negatif (tanpa pemberian obat). Pengambilan

sampel dilakukan sebanyak lima kali yaitu hari ke-2, 4, 6, 13 dan 20 pasca

pemberian obat. Pengamatan mikroskopis dilakukan pada hati dan ginjal. Pada

hati dinilai derajat kejadian degenerasi sampai dengan kematian sel sedangkan

pada ginjal dinilai derajat kejadian degenerasi sampai dengan kematian sel yang

terjadi di epitel tubulus dan kelainan glomerulus. Uji statistik yang digunakan

untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan terhadap jumlah lesio pada hati dan

ginjal menggunakan analisis ragam dengan uji ANOVA. Jika hasilnya berbeda

nyata maka dilanjutkan dengan uji berganda Duncan (

α

=0,05). Hasil penelitian ini

(13)

ABSTRACT

YENI FEBRIANTI.

Liver and Kidney Toxicopathological Study in The Surgical

Wound Healing with Traditional Rantau’s Medicated Oil. Under supervice

DEWI

RATIH AGUNGPRIYONO

dan

HERNOMOADI HUMINTO.

Rantau’s wound healing oil (RWHO) is believed could induce internal and

external improvement of wound recovery. This oil is discovered hundreds years

ago and have been used widely by Rantau’s people, Tapin, South Kalimantan.

RWHO composed of coconut oil (

Cocos nucifera

), snail (

Achantina fulica

) and

freshwater mussle’s shell (

Velesunio ambiguus

). This oil have been proved could

induced surgical wound recovery as good as wound threated with antibiotic.

The aim of this study is to observe toxic effect of liver and kidney

histologically

.

Three groups of each 15 mice were used in this study. One group

received single dose of RWHO one day after flank laparotomy surgery. One group

received antibiotic while the last group acted as negative controle. The liver and

kidney were sampled at 2

nd

, 3

th

, 6

th

, 13

th

and 20

th

day after the treatment and then

were processed routinely to make histopatology slide.

The parameters observed included the amount of degenerated and necrotic

cell of liver and kidney tubules and glomerulus which have atrophy tuft, thickened

and attachment of Bowman capsule. The lesion were compared between each

groups and percentage of lesion were analized statistically using ANOVA and

Duncan test. The result showed that RWHO is not toxic to the liver and kidney.

(14)

KAJIAN TOKSIKOPATOLOGI ORGAN HATI DAN GINJAL

PADA PROSES PERSEMBUHAN LUKA OPERASI

DENGAN PEMBERIAN MINYAK OBAT LUKA RANTAU

YENI FEBRIANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Skripsi

: Kajian Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal pada

Proses Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian

Minyak Obat Luka Rantau

Nama Mahasiswa

: Yeni Febrianti

NIM

: B04103145

Disetujui,

Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD

Drh. Hernomoadi Huminto, MVS

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui,

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS

Wakil Dekan FKH-IPB

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1985 di Padang Panjang,

Sumatera Barat. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan

Bapak Rizal Adnan dan Ibu Yarma.

Pendidikan formal dimulai dari pendidikan dasar yang diselesaikan pada

tahun 1997 di SDN 01 Pasar Usang, Padang Panjang. Kemudian pendidikan

lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di MTsN Ganting,

Padang Panjang dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2003 di

SMUN 1 Padang Panjang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas

Kedokteran Hewan melalui jalur SPMB pada tahun 2003. Selama perkuliahan

penulis aktif dalam HIMPRO Ornithologi dan Unggas, Forum Ilmiah Mahasiswa

(17)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kehadiran Allah SWT dan Nabi Muhammad

SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian

Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal pada Proses Persembuhan Luka Operasi

dengan Pemberian Minyak Obat Luka Rantau.

Terima kasih yang tiada terhingga penulis tujukan kepada Mama, Papa,

Uda Adi, Uni Ayi, ponakanku (Fiqie dan Aisya), Da Bonny dan semua keluarga

tercinta atas doa, kasih sayang, nasehat, semangat, pengorbanan yang diberikan

kepada penulis.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada drh. Dewi Ratih

Agungpriyono, PhD dan Drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku pembimbing

tugas akhir atas bimbingan dan sarannya, drh. R. Kurnia Achjadi selaku

pembimbing akademik, Dr. Drh. Eva Harlina, M.Si selaku penilai seminar dan

penguji sidang tugas akhir atas saran dan kritiknya. Pak Soleh, pak Kasnadi dan

pak Endang atas bantuannya, para dosen dan seluruh civitas akademik IPB atas

ilmu yang telah diberikan. Gymnolaemata 40, saudara seperjuangan (Restu dan

Kak Ican), teman-teman di patologi (TuRest, Ayu, Au, Ima, Ika, Wiwik), wisma

Naura crew (Sari, Tutu, Chika, Ghita, Mba’ Andri dan Mba’ Bibah) dan

IPMM’ers (Bosh, Ipir, Mu2d, Ayoe, Dora, Fery, Rikola, dll) atas persaudaran dan

kebersamaannya,

my lovely friends

( Ratna Mustika S, R Libriani , Joo, Ju2’, Cit,

Pit, Nad) dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis

ucapkan terima kasih atas bantuan dan dorongannya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini, semoga

karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2007

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

……….………...

iii

DAFTAR GAMBAR

………...

iv

DAFTAR LAMPIRAN

……….……..

v

PENDAHULUAN

1

Tujuan ………..……....

2

Hipotesa ………..……….

2

Manfaat ………...……….

2

TINJAUAN PUSTAKA

Khasiat dan kandungan minyak kelapa………..

3

Khasiat dan kandungan bekicot………..

5

Kandungan cangkang kijing air tawar……….…………

7

Mencit sebagai hewan coba ………

8

Anatomi dan fisiologi hati ………

8

Toksikologi hati………...

9

Anatomi dan fisiologi ginjal………

11

Toksikopatologi ginjal……….

11

MATERI DAN METODE

Waktu dan tempat ………...………...

13

Materi ………...………

13

Metode ………...……….

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh pemberian minyak obat luka Rantau terhadap

perubahan toksikopatologi organ hati mencit ……….

18

Perbandingan lesio hepatosit di sekitar vena sentralis dan

vena portalis pada Pemberian minyak obat luka Rantau ……

24

Pengaruh pemberian minyak obat luka Rantau terhadap

perubahan toksikopatologi organ ginjal mencit ……….

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ………..………

34

Saran ………

34

DAFTAR PUSTAKA

………..………

35

(19)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1

Senyawa-senyawa aktif dalam minyak kelapa dan

mekanisme kerjanya………...

5

2

Asam-asam amino yang terkandung pada daging

bekicot……….………

6

3

Nilai rataan persentase lesio hati mencit pada kontrol

positif, kontrol negatif dan perlakuan pemberian minyak

obat luka………...

21

4

Perbandingan persentase lesio hepatosit di sekitar vena

sentralis dan vena portalis………...

25

5

Nilai rataan persentase lesio glomerulus mencit pada

kontrol positif, kontrol negatif dan perlakuan pemberian

minyak obat luka.... .………...

29

6

Nilai rataan persentase lesio tubulus pada kontrol positif,

kontrol negatif dan perlakuan setelah pemberian minyak

obat luka...

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1 Kelapa

(

Cocos nucifera

)………...

3

2 Bekicot

(

Achantina fulica

)………...

5

3

Kijing air tawar (

Velesunio ambiguus

)…………..……….

7

4

Struktur normal hati...

10

5

Struktur normal ginjal...

12

6 Skema

metodelogi

penelitian...

14

7 Lokasi

laparotomi

daerah

flank

kiri...

15

8

Gambaran histopatologis jaringan hati...

18

9 Perbandingan

harian

persentase lesio sel hati hari ke-n

pasca pemberian obat pada kelompok perlakuan minyak

(p), kontrol positif (k+) dan kontrol negatif (k-)...

21

10 Skema

metabolisme

lemak………...

24

11 Persentase

perbandingan

lesio hati vena sentralis dan

vena portalis pada perlakuan minyak, kontrol positif dan

kontrol negatif……….

26

12

Gambaran histopatologis jaringan ginjal...

27

13

Gambaran histopatologis jaringan ginjal...

27

14

Perbandingan harian persentase lesio glomerulus hari

ke-n pasca pemberiake-n obat pada kelompok perlakuake-n mike-nyak

(p), kontrol positif (k+) dan kontrol negatif (k-)………….

29

15

Perbandingan harian persentase lesio tubulus hari ke-n

pasca pemberian obat pada kelompok perlakuan minyak

(p), kontrol positif (k+) dan kontrol negatif (k-)………….

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1 Prosedur

Pewarnaan

Hematoksilin

Eosin………..…...

38

2

Uji Anova Lesio Hati dan Ginjal………....

39

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belakangan ini, istilah “Back To Nature” semakin populer dikalangan

masyarakat. Hal ini berarti, semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan

obat-obatan yang berasal dari bahan alami untuk menyembuhkan suatu penyakit.

Kecenderungan ini mendorong banyak peneliti melakukan berbagai kajian

terhadap bahan alami berupa tumbuhan atau hewan yang diyakini mempunyai

khasiat dalam penyembuhan suatu penyakit.

Hal tersebut juga didukung oleh kekayaan alam yang dimiliki Indonesia.

Alam Indonesia memiliki tidak kurang dari 1.100 spesies tumbuhan yang dapat

digunakan sebagai obat tradisional dari 30.000 - 40.000 spesies tumbuhan berbuga

(Heyne 1987). Dari jumlah tersebut, sekitar 940 - 1.000 spesiesnya telah

digunakan sebagai obat-obatan tradisional di seluruh Indonesia (Soepardi 1957).

Salah satu dari kekayaan alam Indonesia yang dapat digunakan sebagai

bahan obat-obatan adalah minyak obat luka yang diracik oleh masyarakat daerah

Rantau, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Minyak ini mempunyai bahan

dasar: minyak kelapa (Cocos nucifera), bekicot yang termasuk dalam genus

Achantina (Achantina fulica) dan cangkang kijing air tawar (Velesunio ambiguus).

Bahan-bahan yang dikandung minyak luka ini dipercaya dapat mempercepat

proses persembuhan luka, karena telah digunakan secara turun temurun, namun

belum pernah dikaji secara ilmiah. Aplikasi obat adalah secara peroral dengan

dosis tunggal. Hal ini dilatarbelakangi oleh kebiasaan masyarakat Tapin yang

pada umumnya menggunakan obat ini untuk ibu-ibu pasca operasi melahirkan.

Oleh sebab itu dibutuhkan suatu kajian ilmiah yang dapat membuktikan apakah

minyak luka tersebut benar-benar berkhasiat dalam proses persembuhan luka atau

tidak.

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian terdahulu, yang

mengkaji khasiat minyak luka dalam proses persembuhan luka. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa minyak obat luka Rantau terbukti benar dapat

(23)

2

 

 

Disamping itu, walaupun minyak obat luka Rantau mempunyai bahan

dasar yang berasal dari alam, bukan berarti penggunaan minyak ini aman bagi

tubuh. Untuk itu juga diperlukan kajian yang menekankan pada aspek toksisitas

dari minyak obat luka ini terhadap tubuh khususnya organ hati dan ginjal.

Tujuan Penelitian

Selain memperkenalkan minyak obat luka Rantau kepada masyarakat luas,

penelitian ini mengkaji efek toksik dari minyak luka dalam perannya sebagai

penyembuh luka operasi melalui pengamatan jaringan secara mikroskopis,

sehingga didapatkan suatu kesimpulan aman atau tidaknya pemakaian minyak

obat luka Rantau ini.

Hipotesa

Minyak obat luka Rantau per oral secara tradisional diyakini sebagai obat

untuk mempercepat persembuhan luka dan diharapkan tidak mempunyai efek

toksik yang berbahaya bagi tubuh.

Manfaat

Diharapkan dapat melengkapi pustaka kajian ilmiah obat asli Indonesia.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak obat luka yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

campuran minyak kelapa (Cocos nucifera), bekicot (Achantina fulica) dan

cangkang kijing air tawar (Velesunio ambiguus). Secara umum, kajian mengenai

manfaat dan khasiat minyak kelapa dan bekicot sudah banyak diketahui

masyarakat. Namun untuk cakang kijing air tawar, kajiannya masih belum ada.

Sejauh ini, penelitian khasiat minyak kelapa dan bekicot hanya terbatas

pada khasiat sebagai obat tunggal. Sehingga belum diketahui adanya

kemungkinan timbulnya zat-zat atau senyawa baru dari campuran ketiga unsur di

atas (minyak kelapa, bekicot dan cangkang kijing air tawar).

Khasiat dan Kandungan Minyak Kelapa

Kelapa (Cocos nucifera) (Gambar 1) dijuluki pohon kehidupan, karena

setiap bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan mulai dari serabut, tempurung,

daging buah, air, batang, daun dan nira kelapa (Anonimous 2004).

(25)

4

 

 

Buah kelapa mengandung beberapa bahan kimia antara lain pada daging

buah mengandung minyak lemak, karbohidrat, protein, stigmasterin, fitosterin,

kolin, asam tridekanoat, vitamin A, B, C, dan E. Minyak kelapa mengandung

stegmastatrienol, stigmasterol, fucosrol. Sedangkan santan kelapa memiliki

kandungan antara lain : glukosa, sakarosa, fruktosa, protein, asam karbonat, enzim

(sakarase, oksidase, katalase, diastase), tannin, dan air (Hembing 1994).

Minyak kelapa termasuk golongan lemak netral dan kaya dengan

trigliserida berantai sedang serta menghasilkan energi cepat. Disamping itu

minyak kelapa mempunyai keunggulan mengandung zat-zat anti kanker serta

mampu menghasilkan antimikrobial yang menguntungkan untuk menghambat

mikroorganisme patogen. Hal ini senada dengan sebuah penelitian di Harvard

University yang menemukan bahwa 62% dari minyak kelapa terbentuk dari

asam-asam lemak yang mengandung rantai karbon 8-12, dan diklasifikasikan sebagai

jenis trigliserida berantai sedang yang mampu menghasilkan energi secara instan

karena jenis-jenis asam lemak tersebut cepat dan mudah dicerna.

Disamping mempunyai lemak jenuh dengan rantai karbon sedang

(medium chain fatty acid/ MCFA), minyak kelapa mengandung asam laurat yang

tinggi yaitu mencapai 53%. Asam laurat memiliki fungsi sebagai pembentuk

monolaurin dalam tubuh manusia dan hewan. Monolaurin adalah antiviral,

antibakterial, dan antiprotozoal monogliserida yang digunakan oleh hewan atau

manusia untuk menghancurkan lipid yang melapisi virus seperti HIV, herpes,

cytomegalovirus, influenza, berbagai bakteri patogenik yang mencakup Listeria

monocytogenes dan Helicobacter pylori dan amuba (protozoa) seperti Giardia

lamblia. Beberapa studi juga telah menemukan beberapa efek antimikrobial pada

asam laurat bebas (Anonimous 2004). Secara umum, senyawa-senyawa aktif yang

(26)

5

 

 

Tabel 1 Senyawa-senyawa aktif dalam minyak kelapa dan mekanisme kerjanya

Aktivitas/

Penyakit

Senyawa aktif yang terkandung dalam minyak kelapa murni yang

berperan dan kemungkinan mekanisme kerjanya

Antioksidan

(mencegah kanker,

meningkatkan daya

tahan tubuh)

Asam-asam lemak jenuh dalam minyak kelapa murni terkandung

hingga 92%

Antimikroba

(antibakteri,

anticendawan, dan

antivirus)

Asam- asam lemak jenuh rantai sedang atau

medium chain fatty acids

(MCFA), terutama asam laurat, asam miristat, asam kaprilat, dan asam

kaprat, serta bentuk monogliseridanya, yaitu monolaurin,

monomiristin, monokaprilin, dan mono kaprin.

Monogliserida dan asam lemak bebas melarutkan dinding mikroba

yang berlapis lipid sehingga selnya menjadi pecah dan mati.

Kolesterol

Senyawa aktif polifenol berperan dalam menurunkan kadar kolesterol

total, trigliserida, fosfolipida, LDL, dan VLDL serta menigkatkan HDL

kolesterol dalam serum dan jaringan.

Hipertensi/stroke

Dietanolamida dan gliserida stearat yang terkandung dalam minyak

kelapa murni dapat menurunkan tekanan darah.

Jantung koroner

Penurunan kadar kolesterol dalam darah oleh senyawa polifenol dan

MCFA memiliki dampak positif terhadap kesehatan jantung.

Osteoporosis

Asam-asam lemak jenuh yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga

dapat melindungi tulang dari radikal bebas perusak tulang.

Antidiabetes

MCFA merangsang (menginduksi) sekresi insulin.

Sumber: Subroto (2005)

Khasiat dan Kandungan Bekicot

Bekicot

(Achantina spp) (Gambar 2) termasuk mollusca yang berprotein

tinggi dan berkhasiat sebagai obat.

(27)

6

 

 

Protein daging bekicot terbukti memiliki kandungan protein yang lebih

tinggi dari pada daging ayam, daging sapi, dan telur ayam. Dalam 100 gram

daging bekicot mengandung 57,08 gram protein, 3,34 gram lemak, 2,05 gram

serat kasar, 13,8 gram abu, 1,58 gram kalsium dan 1,48 gram phospor. Selain itu,

daging bekicot mengandung asam-asam amino essensial yang lengkap (Tabel 2).

Tabel 2 Asam-asam amino yang terkandung pada daging bekicot

Asam Amino

Berat

(gram/100 gram berat bahan kering)

Asam Amino Esensial :

Isoleusin

Leusin

Lisin

Metionin

Sistin

Fenilalanin

Tirosisn

Treonin

Triptofan

Valin

2,64

4,62

4,35

1,00

0,60

2,62

2,44

2,76

-

3.07

Asam Amino Non Esensial :

Arginin

Histidin

Alanin

Asam aspartat

Asam glutamat

Glisin

Prolin

Serin

4,88

1,43

3,31

5,98

8,16

3,82

2,79

2,96

Sumber: Diambil dari Kompiang dan Creswell (1981) dalam

http://www.kompas.com/kesehatan/news/senior/gizi/0206/05/gizi2.htm

Menurut Anonimous (2002), semua kelas yang termasuk hewan lunak

(mollusca) termasuk bekicot, mengandung bahan aktif berkhasiat obat. Diantara

bahan-bahan yang berhasil diisolasi oleh para ahli kimia farmasi dan diteliti oleh

ahli-ahli farmakologi adalah asetilkholin, dopamin, 5-hidroksitripthamin,

kholinesterase dan monoaminoksidase. Bahan-bahan ini dapat menstimulasi saraf

simpatis. Saraf simpatis mengatur kerja otot-otot polos pembuluh darah, dan

organ-organ interna termasuk jantung. Stimuli pada saraf ini menyebabkan

relaksasi otot-otot polos pembuluh darah sehingga terjadi vasodilatasi (pelebaran

(28)

7

 

 

menyebabkan vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah di daerah splankhikus (di

bagian punggung) sehingga tekanan darah menurun.

Kandungan Cangkang Kijing Air Tawar

Cangkang dari mollusca termasuk kijing air tawar (Velesunio ambiguus)

(Gambar 3) memiliki struktur cangkang terbuat dari kalsium karbonat, yaitu

kira-kira 89 - 99% dan sebagian lainnya terdiri dari 1 – 2% fosfat, bahan organik

konsiolin dan air. Lapisan narcreous yang mengkilap mengandung jauh lebih

banyak konsiolin dibandingkan dengan lapisan prismatik. Kandungan mutiara

terdiri dari 91% kalsium karbonat, konsiolin dan 3% air (Dharma 1988).

Gambar 3 Kijing air tawar (Velesunio ambiguus) (sumber:

http://www-inhs-uiuc-edu-kscINHSb_V_ambiguus_gif.htm).

Sementara ini belum dapat dijumpai pustaka acuan yang menerangkan

tentang khasiat dari cangkang kijing air tawar. Namun sebagai perbandingan dapat

dipakai cangkang mollusca laut yang mengandung zat-zat yang salah satunya

adalah kitosan. Kitosan adalah poliglukosamin yang dihasilkan dari kitin dengan

proses deasetilasi menggunakan suhu tinggi dan alkali berkonsentrasi tinggi

(Ockerman 1992). Kitin adalah substrat organik ke-2 yang paling banyak

ditemukan di alam setelah selulosa dan terdapat pada berbagai spesies hewan.

Menurut Knorr (1982), kitin merupakan komponen organik penting penyusun

kerangka krustacea, insecta dan mollusca serta penyusun dinding sel mikroba.

Kitosan sudah banyak diaplikasikan di bidang pengolahan limbah untuk

penghilang logam berat, dan dibidang farmasi digunakan sebagai pemacu

(29)

8

 

 

Mencit sebagai Hewan Coba

Hewan percobaan ini merupakan spesies Mus musculus dan disebut juga

”mencit” atau “mencit putih”. Taksonomi mencit adalah sebagai berikut (Fox

1984):

ordo

: Rodentia

sub Ordo

: Myomorpha

family

: Muridae

genus

: Mus

species

: Mus musculus

Mencit laboratorium semarga dengan mencit liar atau mencit rumah.

Semua galur mencit laboratorium yang ada saat ini merupakan turunan dari

mencit liar setelah melalui peternakan selekif. Berat badan bervariasi, tetapi

umumnya berat badan betina dewasa berkisar antara 18 – 35 gram dan jantan

dewasa 20 -40 gram. Mencit dipilih sebagai hewan coba karena mudah dipelihara,

lebih ekonomis dan efisien dalam hal tempat dan biaya (Smith dan

Mangkoewidjojo 1988).

Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan organ yang secara metabolisme paling kompleks dalam

tubuh. Fungsi dasar hati terdiri dari: fungsi vaskuler untuk menyimpan dan

menyaring darah, fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar

sistem metabolisme tubuh serta fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan

membentuk empedu dan mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan

(Guyton 1994).

Menurut Lu (1995), organ hati terlibat dalam metabolisme zat makanan

serta sebagian besar obat dan toksikan. Jenis zat yang belakangan ini biasanya

dapat mengalami detoksikasi, tetapi banyak toksikan dapat dibioaktifkan dan

menjadi lebih toksik. Bioaktivasi merupakan suatu perubahan senyawa yang stabil

secara kimia menjadi metabolit yang reaktif. Disamping di hati, bioaktivasi juga

terjadi di ginjal dan rumen.

Sel yang bertanggungjawab terhadap peran serta hati dalam metabolisme

(30)

9

 

 

darah dan saluran empedu. Sel Kupffer melapisi sinusoid hati dan merupakan

bagian penting dalam sistem retikulo endothelial tubuh untuk menyaring darah.

Darah dipasok melalui vena sentralis dan vena hepatika ke dalam vena cava

(Lu 1995).

Toksikopatologi Hati

Hati

merupakan

tempat

xenobiotik (senyawa asing) mengalami

metabolisme dan detoksikasi. Biotransformasi atau detoksikasi merupakan proses

yang umumnya mengubah senyawa asal metabolit, kemudian membentuk

konjugat yang lebih mudah larut dalam air dan mudah diekskresikan. Proses ini

berlangsung melalui reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis (fase I) dan

konjugasi toksikan dengan suatu metabolit endogen (fase II). Biotransformasi

zat-zat kimia melibatkan proses oksidasi yang sistem enzim terpentingnya adalah

sistem sitokrom P-450 dan NADPH sitokrom P-450 reduktase (Lu 1995).

Jika hati mengalami gangguan karena terjadinya aneka ragam penyakit

hati, tentunya mempengaruhi ketersediaan enzim pemetabolisme xenobiotik.

Gangguan hati umumnya disebabkan oleh berbagai macam penyakit yang dapat

mengurangi darah ke hati seperti komplikasi jantung, shock, hipotensi atau yang

berpengaruh langsung terhadap fungsi jaringan atau organ tempat metabolisme,

misalnya hepatitis, sirosis, kanker hati, gagal ginjal dan sebagainya. Maka dengan

berkurangnya aliran darah ke hati, akan terjadi penumpukan xenobiotik utuh

dalam tubuh sehingga timbul efek toksin tertentu (Donatus 2001).

Beberapa jenis lesio hati akibat senyawa racun adalah degenerasi lemak,

nekrosis dan sirosis (Banks 1981, Lu 1995). Adanya degenerasi lemak hati

menunjukkan bahwa terdapat ketidakseimbangan proses yang mempengaruhi

kadar lemak di dalam dan luar jaringan hati akibat gangguan metabolisme.

Menurut Ressang (1984), degenerasi lemak dapat disebabkan oleh hipoksemi

karena hati tidak dapat lagi membakar lemak atau oleh karena toksin-toksin yang

menurunkan atau menghilangkan fungsi lipolitik hati.

Tipe kematian sel ada dua yaitu apoptosis dan nekrosa. Nekrosa dapat

terjadi akibat hipoksia dan toksin. Nekrosa ditandai dengan bengkaknya sel karena

upaya membran plasma mengatur lesio mekanisme keluar masuknya ion dan air.

(31)

10

 

 

adanya infiltrasi sel-sel radang. Sitoplasma dari sel nekrosa akan terlihat lebih

asidofilik (merah) yang disebabkan denaturasi protein sitoplasma dan lesio

lisosom. Khromatin inti menggumpal, inti mengecil dan bewarna biru yang

dikenal dengan proses piknosis. Inti piknosis dapat pecah menjadi bagian-bagian

kecil (karyorrhexis) atau menghilang (karyolisis). Sementara apoptosis dapat

bersifat fisiologis (perkembangan normal) dan patologis (akibat agen infeksius

atau toksin) dan melibatkan sel tunggal tanpa sel radang. Apoptosis ditandai

dengan sel yang menyusut, mitokondria pecah dan dibebaskannya sitokrom c,

membentuk

blebs seperti gelembung pada permukaan sel, kromatin (DNA dan

protein) dalam nukleus terurai, sel pecah menjadi pecahan-pecahan kecil (badan

apoptosis) namun membran sel tetap utuh. Badan apoptosis nantinya akan

difagosit oleh makrofag (Cheville 1999, Blom 2000, Anonimous 2005).

Sirosis hati merupakan kelanjutan dari nekrosis, karena kurangnya

mekanisme perbaikan dan bisa juga didukung oleh tidak cukupnya aliran darah

dalam hati. Sirosis hati ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar di

[image:31.612.136.503.408.666.2]

sebagian besar hati (Lu 1995).

Gambar 4 Struktur Normal Hati (Sumber: http://images.google.co.id/images).

Vena

sentralis

 

hepatosit

 

sinusoid

(32)

11

 

 

Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal, sebagaimana hati merupakan gudang penyimpan racun yang poten,

karena keduanya memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengikat zat kimia

(Donatus 2001). Fungsi utama ginjal adalah menyingkirkan buangan metabolisme

normal dan mengekskresikan xenobiotik dan metabolitnya. Hal ini dipengaruhi

oleh produksi urin. Urin merupakan jalur utama ekskresi sebagian besar toksikan.

Menurut Lu (1995), ginjal adalah sasaran utama dari efek toksik .Ginjal

mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi toksikan pada

filtrat, membawa toksikan melalui sel tubulus dan mengaktifkan toksikan tertentu.

Struktur utama ginjal adalah nefron. Fungsi dasar dari nefron adalah untuk

membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari substansi yang tidak

diinginkan tubuh, sewaktu darah mengalir melalui ginjal (Guyton 1994). Nefron

merupakan unit fungsional ginjal yang memiliki enam segmen yang cukup jelas:

kapsula glomerulus (merupakan ujung buntu yang luas pada nefron), tubulus

konvulsi, tubulus rekti proksimalis, segmen tipis, segmen tebal dan tubulus

konvulsi distalis (Gambar 5). Tubulus konvulsi proksimalis dan distalis terdapat

dalam korteks, sekitar korpuskulus renalis. Tubulus rekti proksimalis, distalis dan

segmen tipis membentuk lup (huruf U) yang menjulur ke dalam medula disebut

jerat nefron atau jerat henle.

Toksikopatologi Ginjal

Efek toksik atau kelainan pada ginjal antara lain nephrosis/ nefrosis.

Nefrosis merupakan perubahan pada ginjal yang bersifat degenerasi. Nephrosis

ditimbulkan oleh gangguan pertukaran zat. Nefrosis dibagi menjadi tubulo

nefrosis dan glomerulo nefrosis. Tubulo nephrosis terdiri dari

perubahan-perubahan progresif pada epitel tubuli. Glomerulo nefrosis berupa perubahan-perubahan yang

tidak bersifat radang dalam glomeruli. Disfungsi glomeruli dapat menyebabkan

degenerasi pada epitel tubuli bila terlalu banyak bahan-bahan yang harus

diresorbsi kembali oleh sel-sel epitel (Ressang 1984).

Perubahan-perubahan pada tubuli yang sering terlihat berupa degenerasi

berbutir, degenerasi lemak, dan juga nekrosa. Interstitium sering mengalami

radang dan pertambahan jaringan ikat. Pada dinding-dinding pembuluh darah

(33)

12

 

 

ginjal dapat terjadi karena disfungsi glomerulus yang disebabkan oleh

bahan-bahan bersifat nefrotoksik dan bahan-bahan asing yang mudah lolos sehingga tiba di

tubulus dalam jumlah yang abnormal. Bila terlalu banyak bahan-bahan yang harus

diserap kembali, akan menyebabkan degenerasi yang akhirnya mengganggu

fungsi sekresi dan absorbsinya. Namun degenerasi bersifat reversible jika agennya

dihilangkan (Selly 1999).

Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling mudah mengalami

perlukaan akibat iskhemia dan zat toksik. Hal ini disebabkan pada tubulus

proksimal terjadi proses absorbsi dan sekresi zat, sehingga kadar zat toksik lebih

tinggi (Lu 1995). Kelainan pada tubulus proksimal dapat berupa epitel yang

mengalami degenerasi bengkak dan keruh, degenerasi hidropik, nekrosis dan

kalsifikasi serta terjadi penyempitan lumen tubulus karena pembengkakan epitel

[image:33.612.151.489.344.588.2]

dan terisi oleh sel-sel yang terlepas.

Gambar 5 Struktur Normal Ginjal (Sumber: http://images.google.co.id/images).

 

glomerulus

Tubulus

proksimal

Ruang

bowman

Tubulus

(34)

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan April hingga Agustus 2006 dan waktu

pembacaan histopatologi pada bulan Februari hingga Maret 2007 di Bagian

Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran

Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

1.

Hewan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus)

sebanyak 45 ekor (betina), dengan umur lebih kurang 2 bulan dan keadaan

fisiologis yang seragam. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan yaitu

kontrol negatif, kontrol positif (diberi antibiotik cephalosphorin) dan kelompok

perlakuan yang diberi minyak obat luka Rantau. Tiap perlakuan dibagi lagi

menjadi 5 kelompok kecil dengan masing-masing 3 ekor ulangan (= n)

berdasarkan waktu pengambilan sampel yaitu pada hari kedua, keempat, keenam,

ketiga belas dan kedua puluh pasca pemberian obat.

2.

Minyak obat luka Rantau

Minyak obat luka Rantau diperoleh langsung dari daerah Rantau

Kalimantan, yang telah diolah dan dikemas baik.

3.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pakan dan minum mencit,

BNF (Buffer Neutral Formalin) 10%, eter, NaCl fisiologis, alkohol 70%, akuades,

obat cacing, antibiotik penisilin-streptomisin (diaplikasikan pada luka sesaat

setelah laparotomi/ perlukaan) dan cephalosphorin (diaplikasikan per oral pada

saat adaptasi terhadap semua mencit dan sehari pasca perlukaan pada kelompok

kontrol positif) dan obat bius (ketamin dan xylazine).

4.

Peralatan

Peralatan penelitian yang digunakan adalah: kandang adaptasi dan kandang

percobaan mencit, timbangan digital, kertas buram, sonde lambung, spoit 1ml,

pipet mikrometer, botol minum mencit, silet, jarum jahit, cat gut, talenan,

(35)

14

 

 

(pinset, skalpel, gunting), kertas label, kapas, tisu, plastik tempat sampel, cawan

petri, gelas objek, cover glass dan mikroskop.

Metode

1.

Persiapan Kandang dan Adaptasi Hewan Coba

14

hari

[image:35.612.130.522.149.288.2]

L O 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

20

Gambar 6 Skema Metodelogi Penelitian

Selama masa adaptasi semua mencit dipelihara pada kandang-kandang

yang telah disediakan dan diberi makan dan minum. Kandang yang digunakan ada

dua macam yaitu kandang adaptasi dan kandang percobaan. Sebagai kandang

digunakan kotak plastik dengan ukuran 20 x 30 cm. Kandang percobaan sebanyak

15 buah dan tutup dari kawat untuk sirkulasi udara.

Selanjutnya tiap mencit diberi obat cacing dan kemudian diberi antibiotik

peroral. Pemberian antibiotik dimaksukan untuk meminimalkan mikroorganisme

patogen di dalam tubuh semua hewan coba sehingga tidak mengganggu perlakuan

dan pemberian obat nantinya. Hal ini juga terkait dengan mencit yang digunakan

bukan merupakan Spesific Pathogen Free (SPF). Antibiotik diberikan setiap hari

selama 5 hari berturut-turut. Kemudian pemberian obat atau antibiotik dihentikan

lebih kurang selama 7 hari dan selanjutnya dilakukan laparotomi.

2.

Perlakuan Terhadap Mencit

Setelah adaptasi selama lebih kurang 2 minggu, kemudian dilakukan

tahap perlakuan. Semua mencit dilakukan perlukaan dengan melakukan

laparotomi

flank (Gambar 7). Sebelumnya dilakukan anasthesi menggunakan

kombinasi ketamin (10%) dan xylazine (20%) dengan dosis masing-masing 0,02

cc secara intra peritoneal (IP). Sayatan dilakukan dengan menggunakan skalpel

pada bagian abdomen daerah flank secara aseptis dengan pisau sepanjang 1-1,5

cm. Arah sayatan vertikal searah os. costae (tulang rusuk) pada salah satu sisi

Hari Pengamatan

Adaptasi

Laparotomi Flank/ Perlukaan

Pemberian Obat

Pengambilan Organ Pengambilan Organ

Pengambilan Organ

(36)

o

d

d

y

P

c

k

m

3

p

P

S

s

k

4

obdomen m

dimulai dari

dan dermis),

Pasc

yaitu kelomp

Pada kelom

1ml/50kg se

cephalospor

kelompok ko

melalui oral

3.

Pengamb

Setia

pengambilan

Pengambilan

Setelah men

sampel hati

kantong plas

4.

Pembuat

-

Pemo

Orga

adalah ba

tiga samp

masing-masin

i lapisan terl

, M. rectus a

Gamba

a pembedah

pok perlaku

mpok perlak

ehari pasca

in peroral d

ontrol negati

menggunak

bilan sampe

ap hari ke-2

n sampel m

n sampel dil

ncit terbius,

dan ginjal

stik yang tel

tan prepara

otongan jarin

an hati dan

agian tengah

pel hati dan t

ng hewan c

luar daerah a

abdominis hi

ar 7 Lokasi

han atau perl

uan minyak

kuan, dibe

pembedaha

engan dosis

if, tidak dibe

kan sonde lam

el

2, 4, 6, 13

masing-masi

lakukan deng

dan mati

. Kemudian

ah berisi BN

at histopatol

ngan (Trimm

ginjal diiris

h organ, lalu

tiga pasang s

coba. Lapis

abdomen dim

ingga lapisan

laparotomi d

lukaan, men

, kelompok

eri minyak

an, kelompok

250 mg/kgB

eri obat. Ant

mbung.

dan ke-20

ing tiga ek

gan pembius

, ruang ab

n organ yan

NF (Buffered

logi

ming)

tipis seteba

u dimasukkan

sampel ginja

san pada ab

mulai dari la

n peritoneum

daerah Flank

ncit dibagi m

kontrol posi

obat luka

k kontrol p

BB sehari p

tibiotik dan

pasca pemb

kor mencit

san mencit d

bdomen dibu

ng diambil d

d Neutral For

al 0,5 cm, p

n ke dalam

al.

bdomen yan

apisan kulit

m.

k kiri.

menjadi tiga

itif dan kontr

peroral den

ositif diberi

pasca pembe

minyak luka

berian obat

dari tiap

dengan eter

uka untuk m

dimasukkan

rmalin) 10%

potongan yan

kaset, tiap k

(37)

16

 

 

-

Proses Dehidrasi, Penjernihan (Clearing) dan Imersi Dalam Larutan

Parafin

Jaringan hati dan ginjal yang telah difiksasi dalam BNF 10% dimasukkan

ke dalam automatic tissue processor berturut-turut dengan larutan alkohol

70% selama 2 jam, alkohol 80% selama 2 jam, alkohol 90% selama 2 jam,

alkohol 95% I selama 2 jam dan alkohol 95% II selama 2 jam, kemudian

dimasukkan ke dalam alkohol 100% I selama 2 jam dan alkohol 100% II

selama 2 jam.

Sediaan kemudian direndam dalam alkohol 100% dan xylol dengan

perbandingan 1:1 selama 45 menit, kemudian direndam dalam xylol 2 kali

masing-masing selama 45 menit. Kemudian dimasukan ke dalam

xylol-parafin pada gelas pemanas suhu 60

0

C, 2 kali pergantian masing-masing

selama 45 menit.

-

Pencetakan (Embedding)

Sediaan dimasukan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair dan letak

sediaan diatur arah vertikal dan horizontalnya. Setelah mulai membeku,

parafin ditambahkan kembali sampai alat pencetak penuh dan dibiarkan

sampai mengeras.

-

Pengirisan dengan Mikrotom

Sediaan diiris menggunakan mikrotom dengan tebal 5 µm. Hasil irisan

yang berbentuk pita (ribbon) diletakkan diatas permukaan air hangat

bertujuan untuk merentangkan jaringan yang keriput pada suhu kira-kira 45

0

C.

Sediaan diangkat dari permukaan air menggunakan gelas objek dan diletakkan

diatasnya,

kemudiaan dimasukkan dalam inkubator temperatur 60

0

C selama

satu malam.

-

Proses pewarnaan

Pewarnaan dilakukan setelah gelas objek dikeluarkan dari inkubator.

Pewarnaan dilakukan dengan pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin).

5.

Pengamatan histopatologi dan uji statistik

Pengamatan histopatologi dan uji statistik

Pengamatan histopatologi dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan

(38)

17

 

 

jumlah perubahan sel pada jaringan yang diamati dengan luasan 201,5 µm

2

per

lapang pandang. Daerah yang diamati pada hati adalah daerah sekitar vena

sentralis dan vena portalis (masing-masing 5 lapang pandang tiap hati mencit).

Pada masing-masing lapang pandang dihitung persentase jumlah hepatosit yang

mengalami degenerasi (hidropis dan lemak) dan kematian sel (nekrosa atau

apoptosis).

Pada ginjal, diamati perubahan glomerulus dan sel epitel tubuli. Perubahan

pada glomerulus berupa penebalan kapsula Bowman, atrofi glomerulus yang

disertai endapan protein di ruang interstitium, sedangkan pada tubulus berupa

degenerasi dan nekrosa sel epitel tubulus serta endapan protein pada lumen

tubulus. Tubulus yang diamati adalah tubulus proksimal. Glomerulus yang

diamati sejumlah 20 buah tiap mencit (2 buah ginjal) dan selanjutnya

dipersentasekan jumlah perubahan berupa penebalan kapsula Bowman dan atrofi.

Perubahan tubulus diamati sebanyak 10 lapang pandang tiap mencit

(2 buah ginjal). Tiap lapang pandang dihitung persentase jumlah sel tubulus yang

mengalami degenerasi dan nekrosa terhadap jumlah sel tubulus keseluruhan.

Untuk endapan protein di lumen tubulus, tiap lapang pandang dihitung persentase

jumlah tubulus yang mengalami endapan protein terhadap jumlah tubulus dalam

lapang pandang tersebut. Hasil pada ketiga mencit dengan perlakuan dan hari

pengambilan sampel yang sama dirata-ratakan untuk selanjutnya dianalisis dengan

uji statistika ANOVA dan Duncan.

(39)

P

T

p

p

h

d

p

l

G

p

k

s

m

Pengaruh

Toksikopat

Berd

perubahan p

perlakuan (k

hidropis, deg

derajat kepa

penghitunga

lemak dan ap

Gambar 8

Perub

perlakuan, t

karena menc

sehingga dit

menunjukka

H

Pemberian

ologi Organ

dasarkan pen

pada bagian

kontrol posi

generasi lem

arahan yang

an jumlah he

poptosis.

Gambaran

kematian s

hijau) dan

Bar: 2 µm.

bahan hepat

termasuk ke

cit yang dig

temukan gan

an perubaha

HASIL DA

Minyak O

n Hati Menc

ngamatan hi

parenkim da

tif, negatif d

mak dan kem

berbeda. Un

epatosit yan

histopatolo

sel (apoptos

n degeneras

tosit berupa

elompok kon

gunakan buk

ngguan lain

an dalam ak

AN PEMBA

Obat Luka

cit

istopatologi

an interstisiu

dan perlaku

matian sel ber

ntuk membed

ng mengalam

ogis jaringan

sis) (panah

si hidropis

degenerasi

ntrol. Lesio

kan merupak

n yang bersi

ktivitas sel,

AHASAN

a Rantau t

jaringan hat

um. Perubah

an minyak)

rupa apopto

dakan deraja

mi degeneras

n hati. Le

hitam), deg

(panah bi

hidropis ter

o pada kelom

kan

Specific

fat tidak sp

ukuran, d

N

terhadap P

ti ditemukan

han terjadi p

mulai dari

sis (Gambar

at keparahan

si hidropis,

sio hepatos

generasi lem

iru). Pewar

rjadi hampir

mpok kontr

Pathogen F

esifik. Sel y

an kepadata

Perubahan

n beberapa

pada semua

degenerasi

r 8) dengan

n dilakukan

degenerasi

sit berupa:

mak (panah

rnaan HE.

r diseluruh

rol terjadi

Free (SPF)

yang rusak

(40)

19

 

 

sitoplasma. Degenerasi hidropis merupakan perubahan yang bersifat sementara

ditandai dengan kehadiran vakuol-vakuol di sitoplasma. Sel membutuhkan

ATP-ase untuk mengaktifkan pompa sodium-potasium dalam pengaturan keluar dan

masuknya ion. Infeksi akut sel akan menyebabkan air dan protein tetap berada

dalam sitoplasma. Pompa lapisan membran akan memindahkan ion dan air dengan

cepat keluar dari sitosol dan masuk kedalam retikulum endoplasma. Hal ini akan

menyebabkan kebengkakan sel yang disebut degenerasi hidropis. Kebengkakan

retikulum endoplasma akan menghambat sintesis protein, sehingga ribosom

terlepas dari rough endoplasmik retikulum (RER). Karena sel gagal memperoleh

energi yang bersumber dari mekanisme aerobik, maka untuk sementara sel

berusaha memperoleh energi dari sumber mekanisme anaerobik (glikolisis).

Tanda-tanda tersebut merupakan tanda lesio sel yang bersifat sementara

(reversible) (Cheville 1999). Penggunaan energi dari suatu sel yang bersumber

dari glikolisis akan menghasilkan produk asam laktat. Produk asam laktat terus

menerus akan menyebabkan penurunan pH intraseluler, yang mengakibatkan

penggumpalan khromatin inti (kematian sel).

Selain degenerasi hidropis juga ditemui degenerasi lemak hepatosit.

Akumulasi lemak dalam sel biasanya terjadi bila terlalu banyak asupan asam

lemak bebas ke dalam sel hati, peningkatan pembentukan lipid di dalam sel hati

akibat toksin yang merusak jalur metabolisme lemak atau hipoksia kronis yang

menghambat kerja enzim pada metabolisme lemak. Secara mikroskopis,

akumulasi lemak intraseluler menyebabkan sel membesar berisi vakuola-vakuola

lemak bundar yang jernih di dalam sitoplasma. Kadang-kadang vakuol-vakuol

kecil bersatu membentuk vakuol yang lebih besar sehingga inti sel terdesak ke

tepi (Darmawan 1996; Saleh 1996). Menurut Maclachlan dan Cullen (1995),

secara histopatologi lemak atau lipid di dalam sitoplasma terlihat sebagai rongga

bulat jernih tidak bewarna.

Ketika degenerasi menjadi menetap (irreversible) , akan terjadi kematian

sel (apoptosis atau nekrosa). Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram,

melibatkan satu atau sekelompok sel tanpa sel radang dan dapat terjadi pada

kondisi normal (fisiologis) atau abnormal (patologis). Nekrosa melibatkan

(41)

20

 

 

radang. Nekrosa dapat terjadi akibat bahan beracun, aktivitas mikroorganisme,

defisiensi pakan dan kadang-kadang gangguan metabolisme termasuk hipoksia.

Perubahan sel nekrosa terjadi pada inti dan sitoplasma. Jika nekrosa masih baru,

sitoplasma sel terlihat lebih banyak mengambil warna eosin, lebih merah daripada

sel normal dibanding jika terjadi autolisis (kematian akibat enzimnya sendiri), sel

lebih sedikit mengambil warna eosin. Inti mengecil dan bewarna biru (piknosis)

akibat penggumpalan kromatin inti atau warna inti terlihat tidak jelas atau tidak

terjadi sama sekali seolah-olah menghilang (karyolisis) atau inti pecah menjadi

bagian-bagian kecil (karyorhexis) (Cheville 1999; Cotran et al. 1989; Jubb et al.

1993).

Pada penelitian ini, kematian sel yang terjadi umumnya berupa apoptosis

(Gambar 8). Pada apoptosis terjadi peristiwa pengaktifan beberapa gen untuk

membentuk enzim baru seperti enzim endonuklease. Enzim ini bersifat dapat

memecah DNA inti. Sel kemudian akan terbagi menjadi bagian-bagian kecil yang

disebut badan apoptosis. Sebuah badan apoptosis akan terdiri dari hasil pecahan

inti dengan organel-organel yang tidak lengkap. Badan apoptosis ini kemudian

akan difagosit oleh makrofag. Apoptosis fisiologis dapat terjadi pada proses

pertumbuhan dan involusi organ pada pertumbuhan embrional, proses hormonal

pada organ reproduksi betina, sedangkan apoptosis patologis biasanya terjadi pada

lesio akibat agen infeksius atau toksin (Cheville 1999). Hasil perhitungan

(42)
[image:42.612.126.512.99.345.2]

21

 

 

Tabel 3 Nilai Rataan Persentase Lesio Hati Mencit pada Kontrol Positif,

Kontrol Negatif dan Perlakuan Pemberian Minyak Obat Luka

Hari ke-

Persentase Lesio Sel Hati

Kelompok

Kematian sel

(apoptosis)

Degenerasi

Hidropis

Degenerasi

Lemak

Perlakuan 5.951±3.999

a

8.093±5.351

a

2.210±3.501

a

Kontrol(-) 2

1.531±0.928

ab

1.710±1.882

a

0.589±1.021

a

Kontrol(+) 0.734±0.640

b

1.561±1.419

a

0.000±0.000

a

Perlakuan 1.451±0.731

a

4.290±6.350

a

0.000±0.000

a

Kontrol(-) 4

7.387±1.698

ab

20.51±10.97

ab

0.000±0.000

a

Kontrol(+) 11.97±6.004

b

38.69±12.93

b

0.000±0.000

a

Perlakuan 5.050±1.823

a

14.85±15.50

a

0.000±0.000

a

Kontrol(-) 6

25.35±6.145

b

58.18±5.720

b

0.000±0.000

a

Kontrol(+) 3.481±2.362

a

4.903±2.830

a

0.000±0.000

a

Perlakuan 1.866±2.143

a

0.384±0.430

a

0.280±0.485

a

Kontrol(-) 13

4.759±3.433

a

0.724±0.624

a

0.000±0.000

a

Kontrol(+) 3.801±2.944

a

14.09±13.57

a

0.000±0.000

a

Perlakuan 5.454±1.088

a

9.501±1.806

a

0.000±0.000

a

Kontrol(-) 20

4.020±3.687

a

3.793±5.126

a

0.163±0.283

a

Kontrol(+) 2.066±0.766

a

6.269±5.931

a

0.648±0.167

b

Keterangan :Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(p<0,05)

[image:42.612.141.495.420.628.2]

Jika data pada Tabel 3 dianalisa menggunakan grafik maka akan diperoleh

gambaran sebagai berikut:

Gambar 9 Perbandingan harian persentase lesio sel hati hari ke-n pasca

pemberian obat pada kelompok perlakuan minyak (p), kontrol positif

(k+) dan kontrol negatif (k-). Kematian sel (apoptosis) (hijau),

degenerasi hidropis (ungu), degenerasi lemak (merah), sel hati normal

(putih).

 

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

p

k+

k

hari

ke-2

p

k+

k

hari

ke-4

p

k+

k

hari

ke-6

p

k+

k

hari

ke-13

(43)

22

 

 

Pada hari kedua pasca pemberian obat, apoptosis terbanyak ditemukan

pada kelompok perlakuan dan uji statistik menunjukkan hasil yang berbeda nyata

antara kelompok perlakuan dan kontrol positif. Namun pada hari keempat pasca

pemberian obat, apoptosis pada kelompok perlakuan menurun hingga level lesio

yang paling sedikit diantara ketiga kelompok. Sementara pada hari yang sama

kelompok kontrol positif menunjukkan persentase apoptosis paling banyak. Uji

statistik pada hari keempat pasca pemberian obat menunjukkan hasil yang berbeda

nyata antara kelompok perlakuan dan kontrol positif. Pada hari keenam pasca

pemberian obat, kelompok perlakuan menunjukkan persentase apoptosis yang

berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif dan tidak berbeda nyata dengan

kelompok kontrol positif dengan persentase apoptosis paling sedikit. Hal ini

menunjukkan bahwa minyak obat luka berfungsi baik sebagaimana antibiotik

dengan tidak menimbulkan lesio yang berarti. Untuk hari ke-13 dan ke-20 pasca

pemberian obat, apoptosis memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata antara

perlakuan, kontrol positif dan negatif. Jadi diperoleh gambaran bahwa minyak

obat luka hanya memberikan lesio yang berarti pada awal perlakuan (pada masa

akut yaitu 2 hari pasca pemberian obat) dan pada hari berikutnya, kejadian

apoptosis menjadi tidak signifikan.

Pada hari kedua pasca pemberian obat, persentase degenerasi hidropis

menujukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara semua kelompok perlakuan.

Pada hari keempat pasca pemberian obat degenerasi hidropis pada kelompok

perlakuan menunjukkan persentase dengan tingkat paling ringan dikuatkan oleh

uji statistik yang berbeda nyata antara kelompok perlakuan dan kontrol positif,

dimana kelompok kontrol positif menunjukkan persentase lesio degenerasi

hidropis terbanyak. Hal ini menunjukkan bahwa hari keempat pasca pemberian

obat, minyak obat luka tidak memberi lesio yang berarti. Pada hari keenam pasca

pemberian obat, persentase degenerasi hidropis pada kelompok perlakuan

Gambar

Gambar 1  Kelapa (Cocos nucifera) (sumber: http://www-linnaeus-nu-Bilder- Bibliotek-Cocos_nucifera_jpg.htm)
Gambar 2 Bekicot (Achantina fulica) (Sumber: www://evertebrata-de-mediac-400-0-media-DIR-30001-Achatina~cf~fulica_jpg.htm)
Tabel 2  Asam-asam amino yang terkandung pada daging  bekicot
Gambar 3 Kijing air tawar (Velesunio ambiguus) (sumber: http://www-inhs-uiuc-edu-kscINHSb_V_ambiguus_gif.htm)
+7

Referensi

Dokumen terkait