• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Disinfektan Dalam Penanganan Pascapanen Buah Pepaya (Carica Papaya L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Disinfektan Dalam Penanganan Pascapanen Buah Pepaya (Carica Papaya L.)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KAJIAN PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG

KELAPA SEBAGAI DISINFEKTAN DALAM PENANGANAN

PASCAPANEN BUAH PEPAYA (

Carica papaya

L

.)

Oleh :

INDRA RETNOWATI F14103045

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

KAJIAN PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG

KELAPA SEBAGAI DISINFEKTAN DALAM PENANGANAN

PASCAPANEN BUAH PEPAYA (

Carica papaya

L

.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

INDRA RETNOWATI F14103045

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG

KELAPA SEBAGAI DISINFEKTAN DALAM PENANGANAN

PASCAPANEN BUAH PEPAYA (

Carica papaya

L

.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

INDRA RETNOWATI F14103045

Dilahirkan pada tanggal 26 Juni 1985 Di Kendal, Jawa Tengah Tanggal Lulus : 28 Desember 2007

Menyetujui, Bogor, Januari 2008

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi Pembimbing Akademik

Mengetahui,

(4)

RINGKASAN

Indra Retnowati. F14103045. Kajian Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Disinfektan Dalam Penanganan Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya L.). Dibawah bimbingan Dr.Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si.

Buah pepaya merupakan komoditas hortikultura yang memiliki kulit buah yang tipis dan banyak mengandung air, sehingga mudah rusak akibat benturan fisik atau gangguan hama dan penyakit. Teknik penanganan pascapanen yang tepat untuk mengatasi hama atau penyakit antara lain fumigasi, iradiasi, dan perlakuan panas. Selama ini digunakan larutan benomyl sebagai disinfektan namun kini penggunaannya sudah ditinggalkan karena tingkat residu yang berbahaya bagi konsumen dan lingkungan. Penggunaan asap cair dapat menjadi salah satu alternatif dalam penanganan gangguan penyakit pascapanen buah. Asap cair mempunyai kandungan senyawa fenol 5.13%, karbonil 13.28% dan asam 11.39% (Tranggono, dkk. 1996). Ketiganya secara simultan dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikrobia (disinfektan dan antisepteik) serta memberikan efek warna dan cita rasa khas asap pada produk pangan (Maga, 1987; Girrad, 1992 di dalam Karseno, dkk. 2001).

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pemanfaatan asap cair tempurung kelapa sebagai disinfektan dalam pengendalian penyakit pascapanen buah-buahan. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mempelajari efektivitas asap cair sebagai disinfektan melalui uji aktivitas antimikroba asap cair terhadap antraknosa, (2) mengkaji pengaruh konsentrasi asap cair dalam menghambat serangan penyakit antraknosa pada buah pepaya dengan mengamati perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2007 sampai dengan bulan Agustus 2007. Tempat pelaksanaan penelitian adalah laboratorium Teknik Pengolahan dan Hasil Pertanian, laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; laboratorium Fitopatologi, Seameo Biotrop-Tajur; dan laboratorium AP4 (Agricultural product Processing Pilot Plants) Fateta IPB. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari buah pepaya (Carica papaya L.) varietas IPB 3 dengan tingkat kematangan yang seragam, beberapa bahan kimia seperti NaCl, media agar (PDA dan PDB) serta alkohol untuk uji total cendawan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rheometer tipe CR-300 (untuk mengukur kekerasan), refraktometer model N-1 Atago (untuk mengukur total padatan terlarut), timbangan digital, lemari pendingin (refrigerator) serta beberapa peralatan tambahan seperti cawan petri, pipet, erlenmeyer, gelas ukur dan lain-lain. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu penelitian tahap I untuk menguji aktivitas antimikroba asap cair dan penelitian tahap II yaitu mengkaji pengaruh asap cair terhadap mutu buah pepaya. Pengamatan mutu meliputi susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, serangan penyakit, dilakukan setiap 4 hari selama 20 hari. Selain itu dilakukan uji total cendawan pada hari ke-0 dan hari ke-14, serta uji organoleptik terhadap warna kulit, warna daging buah, aroma, dan rasa kepada 10 orang panelis.

(5)

terbukti mampu menghambat serangan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeospoiroides sehingga dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan buah.

Dari asap cair sebagai disinfektan pada pepaya berpengaruh terhadap susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, total cendawan serta uji organoleptik. Pada akhir penyimpanan (hari ke-20) nilai susut bobot tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol tanpa pelilinan yaitu sebesar 6.87%, sedangkan nilai susut bobot terendah terjadi pada perlakuan asap cair dengan konsentrasi 1% dengan pelilinan yaitu sebesar 3.37%. Nilai kekerasan menurun seiring dengan bertambahnya umur penyimpanan buah. Perlakuan konsentrasi asap cair 1% dengan pelilinan memiliki nilai kekerasan tertinggi sedangkan kontrol tanpa pelilinan memiliki nilai kekerasan terendah, hal ini berarti asap cair dapat mempertahankan kekerasan buah. Nilai total padatan terlarut pada semua perlakuan dan kontrol cenderung menurun seiring dengan waktu penyimpanan, namun pada asap cair konsentrasi 1% nilai total padatan terlarut cenderung konstan. Penurunan nilai total padatan terlarut disebabkan karena terjadinya hidrolisa pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air. Uji total cendawan menunujukkan dengan penambahan konsentrasi asap cair pada pepaya cukup efektif menghambat pertumbuhan penyakit pada pepaya. Hasil ini mengacu pada hasil uji aktivitas antimikroba asap cair dengan metode kontak yang dilakukan pada awal penelitian, bahwa penambahan asap cair dengan konsentrasi sebesar 1% sudah dapat menghambat pertumbuhan cendawan.

Berdasarkan pengamatan penyakit secara visual, serangan penyakit mulai terlihat pada hari ke-6 yaitu pada kontrol tanpa pelilinan, Pengamatan untuk kontrol tanpa pelilinan dihentikan pada hari ke-13 karena serangan penyakit sudah mencapai 90%. Sedangkan kontrol dengan pelilinan masih bisa bertahan sampai hari ke-15. Pepaya dengan perlakuan konsentrasi asap cair dan pelilinan mulai menunjukkan gejala serangan penyakit pada hari ke-10. Kondisi fisik pepaya dengan perlakuan konsentrasi 10% tanpa pelilinan semakin menurun dan kerusakan mencapai puncaknya pada penyimpanan hari ke-16, yaitu sebesar 75%. Keadaan ini diikuti oleh pepaya dengan perlakuan konsentrasi 10% dengan pelilinan, pepaya dengan perlakuan konsentrasi 5% tanpa pelilinan, pepaya dengan perlakuan konsentrasi 5% dengan pelilinan, pepaya dengan perlakuan konsentrasi 1% tanpa pelilinan dengan kerusakan mencapai 35%-70% pada hari ke-18. Sedangkan pepaya dengan perlakuan konsentrasi 1% dengan pelilinan mampu bertahan sampai akhir pengamatan dengan kerusakan tidak lebih dari 10%. Dari hasil organoleptik diketahui bahwa perlakuan konsentrasi asap cair 1% dengan pelilinan maupun tanpa pelilinan lebih disukai karena rasanya lebih manis dan tidak beraroma asap daripada perlakuan yang lain.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Dilanjutkan ke jenjang berikutnya di SDN II Tanjungmojo dan lulus pada tahun 1997. Kemudian pada tahun 2000, penulis lulus dari SLTPN I Cepiring dan menamatkan pendidikan dari SMAN I Kendal pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima melalui jalur USMI di Institut Pertanian Bogor, sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai staf Departemen Profesi Himateta-IPB pada tahun 2004/2005 sampai tahun 2005/2006. Pada tahun 2006 penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan di Gudang Bulog, Demak, Jawa Tengah. Topik yang diambil “Mempelajari Aspek Keteknikan Pada Proses Pengolahan dan Penyimpanan Gabah/Beras Di Perum Bulog Subdivre, Semarang, Jawa Tengah”.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul “KAJIAN PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI DISINFEKTAN DALAM PENANGANAN PASCAPANEN BUAH PEPAYA (Carica papaya L.)

”.

Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.

Penulis dilahirkan di Kendal, 26 Juni 1985. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara, dengan ayah bernama Drs. Bagiyo Santoso dan ibu bernama Sulasih.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan kekuatan serta kesabaran yang selalu tercurah, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, semoga kita termasuk umat yang akan mendapat syafaat dan perlindungan di yaumul akhir. Skripsi ini berjudul Kajian Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Disinfektan Dalam Penanganan Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya L.).

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu sejak penyiapan, pelaksanaan hingga penyelesaian tugas akhir ini. Penghormatan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku dosen pembimbing, atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian dalam penyusunan skripisi ini.

2. Dr. Ir. Suroso, M.Agr dan Ir. Mad Yamin, MT sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu tercinta, Drs. Bagiyo Santoso dan Sulasih, semua yang Ananda lakukan sampai detik ini adalah bukti bakti dan cinta kasih Ananda, meski Ananda tahu hal itu tiada akan pernah cukup untuk mambalas semua pengorbanan dan cinta kasih kalian.

4. Adik-adikku tersayang, Intan, Ida, Sekar, Erlin dan Raffi. Terima kasih untuk semua keceriaan yang selalu ada di tengah kita. Kalian adalah semangat untuk Mbak. Teriring doa dan harapan semoga Allah menjadikan kita anak-anak soleh dan solehah.

5. Panji Aminullah, terima kasih untuk semua kasih sayang dan semangatnya. Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik untuk kita.

6. Rekan seperjuangan, Ali Parjito, STP., dan Kindi Kalabadi. Semoga ilmu yang kita peroleh bisa menjadi bekal hidup kita.

(8)

akan selalu menjadi bagian yang termanis dalam hidupku. Semoga cerita kita tak berakhir sampai di sini. ” Peluk tubuhku dan usapkan juga airmataku”. 8. Tri Wahyuni, Heni R, St. Muchidah, R. Puspita, Monica R, Eriza S. Pegang

pundakku jangan pernah lepaskan jika ku mulai lelah dan tak bersinar. Cerita kita adalah sebuah kisah klasik untuk masa depan. Merdeka kita merdeka! 9. Dedi, Gia, Raning, Iwa K, Ojan. Motor-motor kalian telah menjadi teman

seperjuanganku saat panen. Thanks ya Bro.

10.Teman-teman TEP 40; Rini Susilo, Kaltika, dan semuanya. Semoga Allah memberikan jalan terbaik bagi kita semua.

11.Teman-teman Mobster; Winsih, Lisda, Luluk, Ina, Likah, Second. Terima kasih untuk dukungan kalian.

12.Mbak Ita Zuraida, Mbak Elpodesy, Mbak Ari Seafast. Semoga allah membalas budi baik kalian.

13.Para teknisi dan laboran, pak Sulyaden, pak Ahmad, pak Koko, pak Basri. Maaf kalau selama ini selalu merepotkan kalian.

14.Dr. Okky S. Dharmaputra dan Mbak Ina Retnowati. Terima kasih atas bantuan analisa cendawannya.

15.Semua pihak yang luput dari ingatan. Jasa kalian tetap tercatat di sisi Allah. Terima kasih.

Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat. Atas segala kekurangan yang ada di dalamnya penulis menyampaikan permohonan maaf sekaligus mengharap kritik dan saran demi perbaikan.

Bogor, Desember 2007

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR GAMBAR ...v

DAFTAR LAMPIRAN ...vi

I. PENDAHULUAN ...1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA...4

A. Pepaya (Carica papaya L)... 4

B. Penanganan pascapanen pepaya... 6

C. Penyakit pascapanen pepaya... 10

D.Pengendalian penyakit pascapanen... 13

E. Pelilinan... 19

F. Asap Cair……….. 21

III.METODOLOGI PENELITIAN... 26

A. Waktu dan Tempat... 26

B. Bahan dan Alat... 26

C.Prosedur Penelitian... 26

D.Pengamatan... 31

E.Rancangan Percobaan... 32

I V. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 34

A. Uji aktivitas antimikroba asap cair………... 34

(10)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 59

DAFTAR PUSTAKA………. 60

(11)

SKRIPSI

KAJIAN PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG

KELAPA SEBAGAI DISINFEKTAN DALAM PENANGANAN

PASCAPANEN BUAH PEPAYA (

Carica papaya

L

.)

Oleh :

INDRA RETNOWATI F14103045

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

KAJIAN PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG

KELAPA SEBAGAI DISINFEKTAN DALAM PENANGANAN

PASCAPANEN BUAH PEPAYA (

Carica papaya

L

.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

INDRA RETNOWATI F14103045

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG

KELAPA SEBAGAI DISINFEKTAN DALAM PENANGANAN

PASCAPANEN BUAH PEPAYA (

Carica papaya

L

.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

INDRA RETNOWATI F14103045

Dilahirkan pada tanggal 26 Juni 1985 Di Kendal, Jawa Tengah Tanggal Lulus : 28 Desember 2007

Menyetujui, Bogor, Januari 2008

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi Pembimbing Akademik

Mengetahui,

(14)

RINGKASAN

Indra Retnowati. F14103045. Kajian Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Disinfektan Dalam Penanganan Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya L.). Dibawah bimbingan Dr.Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si.

Buah pepaya merupakan komoditas hortikultura yang memiliki kulit buah yang tipis dan banyak mengandung air, sehingga mudah rusak akibat benturan fisik atau gangguan hama dan penyakit. Teknik penanganan pascapanen yang tepat untuk mengatasi hama atau penyakit antara lain fumigasi, iradiasi, dan perlakuan panas. Selama ini digunakan larutan benomyl sebagai disinfektan namun kini penggunaannya sudah ditinggalkan karena tingkat residu yang berbahaya bagi konsumen dan lingkungan. Penggunaan asap cair dapat menjadi salah satu alternatif dalam penanganan gangguan penyakit pascapanen buah. Asap cair mempunyai kandungan senyawa fenol 5.13%, karbonil 13.28% dan asam 11.39% (Tranggono, dkk. 1996). Ketiganya secara simultan dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikrobia (disinfektan dan antisepteik) serta memberikan efek warna dan cita rasa khas asap pada produk pangan (Maga, 1987; Girrad, 1992 di dalam Karseno, dkk. 2001).

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pemanfaatan asap cair tempurung kelapa sebagai disinfektan dalam pengendalian penyakit pascapanen buah-buahan. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mempelajari efektivitas asap cair sebagai disinfektan melalui uji aktivitas antimikroba asap cair terhadap antraknosa, (2) mengkaji pengaruh konsentrasi asap cair dalam menghambat serangan penyakit antraknosa pada buah pepaya dengan mengamati perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2007 sampai dengan bulan Agustus 2007. Tempat pelaksanaan penelitian adalah laboratorium Teknik Pengolahan dan Hasil Pertanian, laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; laboratorium Fitopatologi, Seameo Biotrop-Tajur; dan laboratorium AP4 (Agricultural product Processing Pilot Plants) Fateta IPB. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari buah pepaya (Carica papaya L.) varietas IPB 3 dengan tingkat kematangan yang seragam, beberapa bahan kimia seperti NaCl, media agar (PDA dan PDB) serta alkohol untuk uji total cendawan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rheometer tipe CR-300 (untuk mengukur kekerasan), refraktometer model N-1 Atago (untuk mengukur total padatan terlarut), timbangan digital, lemari pendingin (refrigerator) serta beberapa peralatan tambahan seperti cawan petri, pipet, erlenmeyer, gelas ukur dan lain-lain. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu penelitian tahap I untuk menguji aktivitas antimikroba asap cair dan penelitian tahap II yaitu mengkaji pengaruh asap cair terhadap mutu buah pepaya. Pengamatan mutu meliputi susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, serangan penyakit, dilakukan setiap 4 hari selama 20 hari. Selain itu dilakukan uji total cendawan pada hari ke-0 dan hari ke-14, serta uji organoleptik terhadap warna kulit, warna daging buah, aroma, dan rasa kepada 10 orang panelis.

(15)

terbukti mampu menghambat serangan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeospoiroides sehingga dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan buah.

Dari asap cair sebagai disinfektan pada pepaya berpengaruh terhadap susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, total cendawan serta uji organoleptik. Pada akhir penyimpanan (hari ke-20) nilai susut bobot tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol tanpa pelilinan yaitu sebesar 6.87%, sedangkan nilai susut bobot terendah terjadi pada perlakuan asap cair dengan konsentrasi 1% dengan pelilinan yaitu sebesar 3.37%. Nilai kekerasan menurun seiring dengan bertambahnya umur penyimpanan buah. Perlakuan konsentrasi asap cair 1% dengan pelilinan memiliki nilai kekerasan tertinggi sedangkan kontrol tanpa pelilinan memiliki nilai kekerasan terendah, hal ini berarti asap cair dapat mempertahankan kekerasan buah. Nilai total padatan terlarut pada semua perlakuan dan kontrol cenderung menurun seiring dengan waktu penyimpanan, namun pada asap cair konsentrasi 1% nilai total padatan terlarut cenderung konstan. Penurunan nilai total padatan terlarut disebabkan karena terjadinya hidrolisa pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air. Uji total cendawan menunujukkan dengan penambahan konsentrasi asap cair pada pepaya cukup efektif menghambat pertumbuhan penyakit pada pepaya. Hasil ini mengacu pada hasil uji aktivitas antimikroba asap cair dengan metode kontak yang dilakukan pada awal penelitian, bahwa penambahan asap cair dengan konsentrasi sebesar 1% sudah dapat menghambat pertumbuhan cendawan.

Berdasarkan pengamatan penyakit secara visual, serangan penyakit mulai terlihat pada hari ke-6 yaitu pada kontrol tanpa pelilinan, Pengamatan untuk kontrol tanpa pelilinan dihentikan pada hari ke-13 karena serangan penyakit sudah mencapai 90%. Sedangkan kontrol dengan pelilinan masih bisa bertahan sampai hari ke-15. Pepaya dengan perlakuan konsentrasi asap cair dan pelilinan mulai menunjukkan gejala serangan penyakit pada hari ke-10. Kondisi fisik pepaya dengan perlakuan konsentrasi 10% tanpa pelilinan semakin menurun dan kerusakan mencapai puncaknya pada penyimpanan hari ke-16, yaitu sebesar 75%. Keadaan ini diikuti oleh pepaya dengan perlakuan konsentrasi 10% dengan pelilinan, pepaya dengan perlakuan konsentrasi 5% tanpa pelilinan, pepaya dengan perlakuan konsentrasi 5% dengan pelilinan, pepaya dengan perlakuan konsentrasi 1% tanpa pelilinan dengan kerusakan mencapai 35%-70% pada hari ke-18. Sedangkan pepaya dengan perlakuan konsentrasi 1% dengan pelilinan mampu bertahan sampai akhir pengamatan dengan kerusakan tidak lebih dari 10%. Dari hasil organoleptik diketahui bahwa perlakuan konsentrasi asap cair 1% dengan pelilinan maupun tanpa pelilinan lebih disukai karena rasanya lebih manis dan tidak beraroma asap daripada perlakuan yang lain.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Dilanjutkan ke jenjang berikutnya di SDN II Tanjungmojo dan lulus pada tahun 1997. Kemudian pada tahun 2000, penulis lulus dari SLTPN I Cepiring dan menamatkan pendidikan dari SMAN I Kendal pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima melalui jalur USMI di Institut Pertanian Bogor, sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai staf Departemen Profesi Himateta-IPB pada tahun 2004/2005 sampai tahun 2005/2006. Pada tahun 2006 penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan di Gudang Bulog, Demak, Jawa Tengah. Topik yang diambil “Mempelajari Aspek Keteknikan Pada Proses Pengolahan dan Penyimpanan Gabah/Beras Di Perum Bulog Subdivre, Semarang, Jawa Tengah”.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul “KAJIAN PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI DISINFEKTAN DALAM PENANGANAN PASCAPANEN BUAH PEPAYA (Carica papaya L.)

”.

Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.

Penulis dilahirkan di Kendal, 26 Juni 1985. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara, dengan ayah bernama Drs. Bagiyo Santoso dan ibu bernama Sulasih.

(17)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan kekuatan serta kesabaran yang selalu tercurah, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, semoga kita termasuk umat yang akan mendapat syafaat dan perlindungan di yaumul akhir. Skripsi ini berjudul Kajian Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Disinfektan Dalam Penanganan Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya L.).

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu sejak penyiapan, pelaksanaan hingga penyelesaian tugas akhir ini. Penghormatan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku dosen pembimbing, atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian dalam penyusunan skripisi ini.

2. Dr. Ir. Suroso, M.Agr dan Ir. Mad Yamin, MT sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu tercinta, Drs. Bagiyo Santoso dan Sulasih, semua yang Ananda lakukan sampai detik ini adalah bukti bakti dan cinta kasih Ananda, meski Ananda tahu hal itu tiada akan pernah cukup untuk mambalas semua pengorbanan dan cinta kasih kalian.

4. Adik-adikku tersayang, Intan, Ida, Sekar, Erlin dan Raffi. Terima kasih untuk semua keceriaan yang selalu ada di tengah kita. Kalian adalah semangat untuk Mbak. Teriring doa dan harapan semoga Allah menjadikan kita anak-anak soleh dan solehah.

5. Panji Aminullah, terima kasih untuk semua kasih sayang dan semangatnya. Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik untuk kita.

6. Rekan seperjuangan, Ali Parjito, STP., dan Kindi Kalabadi. Semoga ilmu yang kita peroleh bisa menjadi bekal hidup kita.

(18)

akan selalu menjadi bagian yang termanis dalam hidupku. Semoga cerita kita tak berakhir sampai di sini. ” Peluk tubuhku dan usapkan juga airmataku”. 8. Tri Wahyuni, Heni R, St. Muchidah, R. Puspita, Monica R, Eriza S. Pegang

pundakku jangan pernah lepaskan jika ku mulai lelah dan tak bersinar. Cerita kita adalah sebuah kisah klasik untuk masa depan. Merdeka kita merdeka! 9. Dedi, Gia, Raning, Iwa K, Ojan. Motor-motor kalian telah menjadi teman

seperjuanganku saat panen. Thanks ya Bro.

10.Teman-teman TEP 40; Rini Susilo, Kaltika, dan semuanya. Semoga Allah memberikan jalan terbaik bagi kita semua.

11.Teman-teman Mobster; Winsih, Lisda, Luluk, Ina, Likah, Second. Terima kasih untuk dukungan kalian.

12.Mbak Ita Zuraida, Mbak Elpodesy, Mbak Ari Seafast. Semoga allah membalas budi baik kalian.

13.Para teknisi dan laboran, pak Sulyaden, pak Ahmad, pak Koko, pak Basri. Maaf kalau selama ini selalu merepotkan kalian.

14.Dr. Okky S. Dharmaputra dan Mbak Ina Retnowati. Terima kasih atas bantuan analisa cendawannya.

15.Semua pihak yang luput dari ingatan. Jasa kalian tetap tercatat di sisi Allah. Terima kasih.

Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat. Atas segala kekurangan yang ada di dalamnya penulis menyampaikan permohonan maaf sekaligus mengharap kritik dan saran demi perbaikan.

Bogor, Desember 2007

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR GAMBAR ...v

DAFTAR LAMPIRAN ...vi

I. PENDAHULUAN ...1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA...4

A. Pepaya (Carica papaya L)... 4

B. Penanganan pascapanen pepaya... 6

C. Penyakit pascapanen pepaya... 10

D.Pengendalian penyakit pascapanen... 13

E. Pelilinan... 19

F. Asap Cair……….. 21

III.METODOLOGI PENELITIAN... 26

A. Waktu dan Tempat... 26

B. Bahan dan Alat... 26

C.Prosedur Penelitian... 26

D.Pengamatan... 31

E.Rancangan Percobaan... 32

I V. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 34

A. Uji aktivitas antimikroba asap cair………... 34

(20)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 59

DAFTAR PUSTAKA………. 60

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perkembangan Produksi Kelapa Indonesia Tahun 1996 - 2000 ...1

Tabel 2. Komposisi zat gizi pepaya per 100 g bahan ...6

Tabel 3. SNI Pepaya Malang Segar. ...9

Tabel 4. Klasifikasi/golongan pepaya malang segar...10

Tabel 5. Persyaratan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan...15

Tabel 6. Contoh fungisida yang dapat digunakan pada buah-buahan dan sayuran...17

Tabel 7. Konsentrasi emulsi lilin optimal untuk beberapa komoditas hortikultura...20

Tabel 8. Hasil pengujian Total kapang pada hari ke-0 ...46

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir penelitian uji aktivitas antimikroba asap cair ...28 Gambar 2. Diagram alir penelitian pengaruh asap cair dan pelilinan terhadap

mutu pepaya ...30 Gambar 3. Aktivitas penghambatan asap cair terhadap

Colletotrichum gloeosporiodes ...34 Gambar 4. Susut bobot pepaya selama penyimpanan pada suhu 10° C

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil pengamatan susut bobot selama penyimpanan. ...64 Lampiran 2. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap susut bobot

pada pepaya selama penyimpanan ...66 Lampiran 3. Hasil pengamatan kekerasan selama penyimpanan...70 Lampiran 4. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kekerasan pada

pepaya selama penyimpanan………... 72 Lampiran 5. Hasil pengamatan Total Padatan Terlarut (TPT) selama

penyimpanan ...76 Lampiran 6. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap Total

Padatan terlarut pada pepaya selama penyimpanan...78 Lampiran 7. Hasil uji organoleptik selama penyimpanan ...82 Lampiran 8. Analisis sidik ragam terhadap uji organoleptik warna kulit pada

pepaya selama penyimpanan...83 Lampiran 9. Analisis sidik ragam terhadap uji organoleptik warna daging

pada pepaya selama penyimpanan. ...85 Lampiran 10. Analisis sidik ragam terhadap uji organoleptik aroma pada

pepaya selama penyimpanan...87 Lampiran 11. Analisis sidik ragam terhadap uji organoleptik rasa pada

pepaya selama penyimpanan...89 Lampiran 12. Uji lanjut Duncan terhadap uji organoleptik warna kulit pada

pepaya selama penyimpanan...91 Lampiran 13. Uji lanjut Duncan terhadap uji organoleptik warna daging pada

pepaya selama penyimpanan...92 Lampiran 14. Uji lanjut Duncan terhadap uji organoleptik aroma pada pepaya

selama penyimpanan ...93 Lampiran 15. Uji lanjut Duncan terhadap uji organoleptik rasa pada pepaya

(24)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Posisi perkelapaan Indonesia di dunia bila dilihat dari arealnya adalah rangking pertama, yaitu seluas 3.712 juta ha (31.2%) dari total areal dunia 11.909 juta ha (100%) pada tahun 1999, diikuti oleh Philipina seluas 3.077 juta ha (25,8%), India 1.908 ha (16.0%), Srilanka 0.422 juta ha (3.7%), Thailand 0.372 juta ha (3.1%) dan negara lainnya 2.398 juta ha (20.2%) (BPS, 2002). Sebagai produsen kelapa terbesar di dunia, kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida, dll); proses produksi, pengolahan produk kelapa (turunan dari daging, tempurung, sabut, kayu, lidi, dan nira), dan aktivitas penunjangnya (keuangan, irigasi, transportasi, perdagangan). Areal tanaman kelapa di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat (96.6%) dan oleh perusahaan perkebunan besar (3.4%). Perkembangan luas areal dan produksi sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1.Perkembangan Produksi Kelapa Indonesia Tahun 1996 - 2000 No Uraian 1996 1997 1998 1999 2000*

1 Perkebunan Rakyat (000 ton/ha)

2,687 2,620 2,690 2,700 2,688

2 Perkebunan Besar Negara (000 ton/ha)

19 21 22 22 22

3 Perkebunan Besar Swasta (000 ton/ha)

55 62 66 67 68

Jumlah 2,761 2,703 2,778 2,789 2,778 Sumber : Biro Pusat Statistik, 2002. *) Sementara

(25)

Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah. Beberapa wilayah yang bukan sentra produksi tetapi memiliki potensi bahan baku tertentu yang berkualitas seperti NTB dan NTT untuk industri kayu.

Salah satu industri yang berkembang dari hasil sampingan kelapa adalah industri pengolahan tempurung kelapa. Namun perkembangan industri ini menimbulkan dampak pada lingkungan, karena hasil ikutannya berupa asap yang dapat menyebabkan polusi udara. Asap yang ditimbulkan sebagai hasil pembakaran untuk memperoleh arang selama ini belum termanfaatkan secara optimal bahkan lebih banyak terbuang dan mengganggu lingkungan sekitarnya. Padahal asap dapat dikondensasikan menjadi asap cair yang dapat digunakan sebagai bahan disinfektan untuk penyakit pascapanen buah-buahan, bahan pengawet makanan sebagai pengganti formalin, dan sebagai fertilizer.

Asap cair mempunyai kandungan senyawa fenol 5.13%, karbonil 13.28% dan asam 11.39% (Tranggono, dkk. 1996). Ketiganya secara simultan dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikrobia serta memberikan efek warna dan cita rasa khas asap pada produk pangan (Maga, 1987; Girrad, 1992 di dalam Karseno, dkk. 2001). Adanya sifat fungsional (antioksidan, antimikrobia, efek cita rasa dan warna) dari asap cair yang tidak berbeda dari asap alami, maka asap cair tempurung kelapa ini dapat diaplikasikan ke produk pangan maupun hortikultura. Sebagai antiomikrobia, asap cair dapat berfungsi sebagai disinfektan untuk mengatasi penyakit pascapanen pada komoditas buah-buahan, salah satunya yaitu pada buah pepaya.

(26)

tepat. Salah satu faktor utama yang dapat menimbulkan kerugian atau kehilangan produksi buah pepaya adalah gangguan penyakit pada pascapanen buah. Menurut Prabawati, Sjaifullah, dan Dwi (1991), penyakit pascapanen yang banyak menginfeksi buah pepaya adalah penyakit antraknosa yang disebabkan oleh

Colletotrichum gloeosporioides dan penyakit busuk buah Rhizopus.

Upaya untuk mengendalikan gangguan penyakit antraknosa pada buah pepaya telah banyak dilakukan, terutama aplikasi pestisida (fungisida) sintetik (Prabawati, et al., 1991). Akan tetapi, aplikasi tersebut menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan karena meninggalkan residu, bersifat toksik, dan membentuk resistensi hama dan penyakit. Penggunaan fungisida botani menjadi pilihan alternatif untuk dikembangkan karena tidak hanya mengendalikan pertumbuhan cendawan, tetapi juga memiliki residu yang kecil dan mudah terdegradasi lingkungan. Asap cair dari tempurung kelapa dapat dijadikan salah satu alternatifnya.

B. Tujuan

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pepaya (Carica papaya L)

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Pusat penyebaran tanaman berada di daerah sekitar Meksiko bagian selatan dan Nicaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke-16, tanaman ini turut menyebar ke berbagai benua dan negara, termasuk ke Benua Afrika dan Asia serta negara India. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis lainnya, termasuk Indonesia. Menurut Samsudin (1985) di dalam Firmaningsih (1993) buah pepaya termasuk dalam:

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dycotyledoneae

Ordo : Caricales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Species : Carica papaya L

Pepaya merupakan tanaman herba. Batangnya tidak bercabang namun apabila pucuknya dipotong, cabang akan terbentuk. Bentuk batang lurus, bulat, berongga di dalam, lunak dan dapat mencapai ketinggian hingga 10 meter (Ashari, 1995).

Daun-daun pepaya tersusun secara spiral, berkelompok dekat dengan ujung batang. Helaian daunnya menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun pepaya tersebut dilipat menjadi dua bagian persis di tengah, akan nampak bahwa daun pepaya tersebut simetris. Tangkai daunnya sangat panjang hingga mencapai 1 meter dan berongga. Jika tidak terdapat gangguan, dua lembar daun akan muncul setiap minggunya.

(28)

mengalami rudimenter sehingga tidak menghasilkan buah. Bunga betinaberukuran agak besar dan memiliki bakal buah berbentuk bulat, mahkota bunga terdiri dari lima helai dan tidak memiliki benang sari. Bunga sempurna pada pepaya dibedakan menjadi bunga sempurna elongata, bunga sempurna petandria dan bunga sempurna antara. Bunga sempurna elongata memiliki bakal buah berbentuk lonjong dan 10 benang sari yang tersusun melingkar pada bakal buah. Bunga sempurna petandria mempunyai lima buah benang sari yang bertangkai agak pendek dan bakal buah berbentuk bulat. Bunga sempurna antara mempunyai benang sari yang berbeda jumlahnya, antara 2-10 buah dan akan menghasilkan buah yang bentuknya tidak sempurna.

Rongga dalam pada buah pepaya berbentuk bintang apabila penampang buahnya dipotong melintang. Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik yang disebut papain. Sebagai enzim proteolitik, papain banyak digunakan dalam industri, diantaranya industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, tekstil, dan penyamak.

(29)

Tabel 2. Komposisi zat gizi pepaya per 100 g bahan. Unsur Komposisi Buah Masak Buah Mentah Air (g)

Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Vitamin A (mg) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Fosfor (mg) 86.70 46.00 0.50 * 12.20 365.00 0.04 78.00 23.00 1.70 12.00 92.30 26.00 2.10 0.10 4.900 50.00 0.02 19.00 50.00 0.40 16.00 Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI, 1979 di dalam Kalie, 1999.

Tanaman pepaya memiliki daya adaptasi yang cukup luas terhadap lingkungannya. Tanaman ini dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Meskipun di dataran tinggi tanaman pepaya dapat tumbuh dengan baik, namun demikian makin tinggi tempat penanaman justru akan mengurangi manisnya buah. Hal ini dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari yang relatif rendah dan kelembapan udaranya tinggi. Menurut Kalie (1999) tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1.000 m dpl. Tanaman ini lebih senang tumbuh di lokasi yang banyak hujan (cukup tersedia air), curah hujan 1000-2000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Di daerah yang beriklim kering, musim hujannya 2-5 bulan, dan musim kemaraunya 6-8 bulan, tanaman pepaya masih mampu berbuah, asalkan kedalaman air tanahnya 50-150 cm. Tanah yang subur dengan porositas baik, mengandung kapur, dan ber-pH 6-7 paling disenangi oleh tanaman pepaya (Rismunandar, 1981). Tanaman pepaya lebih menyukai daerah terbuka (tidak ternaungi) dan tidak tergenang air. Tanah yang berdrainase tidak baik menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit akar.

(30)

pepaya akan berlangsung cepat bila suhu siang hari 35o C dan malam hari 26o C. biji akan berkecambah dan tumbuh setelah 12-14 hari (Kalie, 1999).

Menurut Kalie (1999) varietas pepaya dikenal dari bentuk, usuran, warna, rasa, dan tekstur buahnya. Dari parameter tersebut maka dikenal buah pepaya yang berukuran besar atau kecil, berbentuk bulat atau lonjong, daging buah berwarna merah atau kuning, keras atau lunak berair, rasanya Manis atau kurang Manis, dan kulit buah licin menarik atau kasar tabal. Berat buah pepaya berkisar antara 0.5-9 kg. Di Indonesia, varietas pepaya yang banyak ditanam adalah pepaya semangka, pepaya jinggo, dan pepaya cibinong. Selain itu, dikenal juga varietas pepaya mas, pepaya item, dan pepaya ijo. Varietas buah pepaya yang berhasil dikembangkan di Indonesia, diperoleh dari pengumpulan berbagai hasil eksplorasi dari daerah. Berdasarkan pengujian dan seleksi diantaranya pepaya Arum Bogor dikenal dengan nama varietas Pepaya IPB1 dan Pepaya Prima Bogor dikenal dengan nama varietas Pepaya IPB2 serta IPB 3. Masing-masing memiliki umur panen 140 ,150, dan 120 hari setelah bunga mekar (PKBT, 2003).

B. Penanganan Panen dan Pascapanen Pepaya

Tanaman pepaya yang dibudidayakan di dataran rendah mulai berbunga pada umur empat bulan. Enam bulan kemudian tanaman pepaya sudah dapat dipanen. Umur berbunga dan umur petik ini akan bertambah bila tanaman pepaya ditanam pada lahan-lahan yang lebih tinggi atau di wilayah iklim yang lebih dingin (Kalie, 1999). Buah pepaya dipanen pada stadium mendekati matang pohon, yakni setelah buah menunjukkan garis-garis menguning. Untuk pasaran setempat biasanya buah dipetik pada tingkat kemasakan mengkal, sedangkan untuk pasaran jarak jauh buah dipetik pada tingkat kemasakan tua. Buah masak mengkal bila kulit buah di bagian ujung tampak mulai menguning, sedangkan daging buah masih tetap keras. Buah pepaya yang masak ditandai dengan kulit dan dagingnya berwarna cerah, rasanya manis, dan aromanya sudah tercium.

(31)

tempat terjadinya infeksi mikroorganisme. Akibat lebih lanjut adalah daya simpan buah menjadi berkurang. Untuk itu, pada saat melakukan pemanenan harus dihindari kerusakan fisik ini.

Pemanenan harus memperhatikan tingkat kemasakan. Tingkat

kemasakan buah pepaya biasanya dinyatakan dalam bentuk buah muda, buah tua, buah mengkal, dan buah terlalu masak. Buah muda adalah buah yang masih dalam proses pertumbuhan dan pembentukan ke arah tingkat buah tua. Bentuk, berat, dan komposisi buah masih belum utuh dan belum lengkap. Kulit buah berwarna hijau muda dan mengandung banyak getah. Daging buah dan biji masih berwarna putih. Buah tua (green mature stage) ditandai dengan warna kulit masih berwarna hijau tetapi getah sudah banyak berkurang dan encer, daging buah masih keras dan sudah mengalami perubahan warna. Buah mengkal (firm ripe stage) ditandai dengan mulai menguningnya warna kulit buah, terutama di bagian ujung buah. Pada buah masak (ripe stage) seluruh kulitnya telah berubah warna menjadi kuning atau kuning kemerahan. Daging buah seluruhnya telah lunak dan berwarna kuning atau merah menyala. Rasanya manis segar beraroma dan berair banyak (Kalie, 1999).

Setelah dipanen, biasanya buah pepaya diperam terlebih dahulu atau dikarbit. Hal ini dilakukan karena buah pepaya yang dipanen biasanya masih dalam keadaan mengkal. Pengkarbitan dilakukan dengan memasukkan buah pepaya ke dalam peti atau ruangan yang ditutup rapat kemudian di bagian bawah peti diberi karbit yang dibungkus daun pisang. Bila buah yang dikarbit masih muda, rasa buah menjadi kurang enak, yaitu kurang manis, dingin, dan ada rasa pahit.

(32)

Di Hawaii, buah pepaya yang akan diekspor ke Amerika, Jepang atau pasar lainnya dikemas dalam kotak karton atau kotak sterofoam berukuran 6.5 x 10.5 x 14 inci. Untuk mencegah serangan busuk buah selama pengangkutan, sebelum dikemas buah dicelup air panas yang bersuhu 43-48oC selama 20 menit. Setelah itu, buah difumigasi selama dua jam dengan etilen bromida (EDB) sebanyak 8 g/m3 ruangan. Ruangan fumigasi tersebut hanya boleh diisi tiga perempat bagian saja. Perlakuan dengan EDB ini adalah untuk membunuh lalat buah dan larvanya. Perlakuan pencelupan air panas dan fumigasi merupakan perlakuan standar yang harus dilakukan terhadap buah-buah pepaya yang akan diekspor.

Buah kemudian diangkut pada suhu 10oC dan kelembapan 80-90%. Dalam kondisi tersebut buah dapat disimpan selama 3-4 minggu. Pengangkutan atau penyimpanan buah pepaya pada suhu yang lebih rendah dari 10oC, tepatnya lebih rendah 7.2oC, dapat menimbulkan gangguan fisiologis pada buah yang disebut chilling injury. Buah menjadi berbintik-bintik, tidak dapat masak, rasanya tawar dingin, atau bahkan menjadi busuk (Kalie, 1999).

[image:32.612.170.468.494.573.2]

Pepaya untuk ekspor atau pasar swalayan menghendaki suatu standar buah tertentu. Pepaya Malang Segar digolongkan dalam 3 (tiga) ukuran yaitu kelas A, B, C, dan D berdasarkan berat tiap buah, yang masing-masing digolongkan dalam 3 (tiga) jenis mutu yaitu Mutu I, Mutu II, dan Mutu III (Tabel 3 dan 4).

Tabel 3. SNI Pepaya Malang Segar.

Sumber : SNI-01-4230-1996

Buah Pepaya Malang Segar masing-masing digolongkan dalam 3 (tiga) jenis mutu yaitu Mutu I, Mutu II, dan Mutu III. Kriteria dalam menentukan jenis mutu buah Pepaya Malang Segar dinilai dari tingkat ketuaan dimana jumlah strip berwarna jingga pada permukaan kulit buah yang berwarna hijau botol saat

Kelas Berat per buah

A B C D

(33)
[image:33.612.145.501.141.300.2]

dipanen, kebenaran kultivar, keseragaman ukuran berat, tingkat kerusakan, kebusukan, dan kadar kotoran, serta tingkat kesegaran.

Tabel 4. Klasifikasi/golongan pepaya malang segar

Spesifikasi Satuan Mutu I Mutu II Mutu III a. Tingkat ketuaan warna kulit

(jumlah strip warna jingga) b. Kebenaran kultivar

c. Keseragaman ukuran berat d. Keseragaman bentuk e. Buah cacat dan busuk f. Kadar kotoran

g. Serangga hidup atau mati h. Tingkat kesegaran

Strip % % % % % % % 3 97 97 97 0 0 0 100 2-3 95 95 95 0 0 0 < 25 1 90 90 90 0 0 0 >25

Sumber : SNI-01-4230-1996

Buah pepaya lebih lanjut dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang digemari oleh masyarakat. Biasanya buah yang diolah adalah buah yang tidak memiliki standar buah untuk pasar, seperti buah yang terlalu besar atau terlalu kecil, buah yang tidak memiliki bentuk sempurna. Bentuk olahan pepaya antara lain manisan pepaya, koktil pepaya, jeli pepaya, jam pepaya, sirup pepaya dan saus buah pepaya.

C. Penyakit Pascapanen pepaya

Penyakit pascapanen pada pepaya merupakan sesuatu kerugian besar yang harus ditangani secara serius karena dapat menurunkan produksi dan mutu produk yang dihasilkan. Penyakit pascapanen biasanya disebabkan oleh luka-luka pada komoditi selama dan sesudah pemanenan, seperti batang-batang yang dipotong, dan kerusakan mekanik pada sel-sel permukaan selama penanganan dan pengangkutan. Kebanyakan dari kerusakan-kerusakan pascapanen yang berat pada buah pepaya adalah akibat pembusukan cendawan. Berikut ini penyakit yang sering menyerang pada pascapanen tanaman pepaya:

1. Penyakit Antraknosa

Penyakit ini disebabkan oleh sejenis cendawan yang disebut

(34)

(Semangun, 2000). Menurut Pantastico (1986) penyakit antraknosa merupakan penyakit laten pada buah-buahan dan akan tampak nyata bila buah menjadi matang. Cendawan ini memiliki tubuh buah (aservulus) berbentuk piring dangkal. Konidium oval sampai memanjang, agak melengkung dan dalam jumlah banyak berwarna kemerahan. Cendawan ini sesungguhnya tidak hanya menyerang buah saja, tetapi juga menyerang daun, bunga, ranting, dan tanaman semai (Kalie, 1999). Konidia diproduksi di aservulus dalam kondisi lembab dan menyebar dengan bantuan percikan air dan serangga pada malam hari yang berupa massa lendir berwarna merah jambu. Pada kondisi lingkungan yang kering, konidia mengeras dan berwarna kekuningan. Salah satu cendawan Colletotrichum yang menimbulkan penyakit antraknosa yaitu Colletotrichum gloeosporioides (Penz) Sacc.

Serangan antraknosa pada pepaya terjadi secara sporadis dan banyak tergantung pada keadaan iklim serta perlakuan-perlakuan teknis budidaya. Iklim yang senantiasa basah, serta kondisi lahan dan pertanaman yang menunjang kelembapan sangat serasi bagi pertumbuhan dan perkembangan penyakit ini. Buah-buah yang diserang umumnya buah-buah yang menjelang masak.

Semua buah jeruk, mangga, pepaya, alpukat, dan pisang yang tumbuh di daerah tropika basah menderita infeksi laten oleh Colletotrichum gloeosporioides

dan Gloeosporium musarum pada kulit waktu pemanenan (Baker et al., 1934 di dalam Pantastico, 1986). Pada saat buah masih berada di pohon, patogen

Colletotrichum gloeosporioides berada dalam keadaan laten dan bertahan dalam kondisi dorman. Spora-spora Colletotrichum gloeosporioides terdapat pada mulut kulit buah-buah pepaya muda dan pada lentisel buah-buah mangga dan alpukat (Stanghellini dan Aragaki, 1966 di dalam Pantastico, 1986). Colletotrichum gloeosporioides adalah parasit yang kuat sehingga dapat berkembang setelah jaringan menjadi lemah karena proses penuaan (Prabawati et al., 1991 di dalam

Hutari, 2005).

(35)

serangan cendawan ini tampak berbentuk luka kecil ditandai oleh adanya getah yang keluar dan mengental.

Menurut Kalie (1999) pada pepaya tanda serangan Colletotrichum gloeosporiodes (Penz) Sacc berupa bercak-bercak basah agak cekung berwarna jingga merah jambu oleh adanya massa spora. Bercak-bercak ini kemudian membesar, dapat mencapai diameter 5 cm, dan warnanya menjadi lebih gelap. Bila infeksi sampai pada daging buah bagian dalam,maka buah menjadi busuk bonyok dengan rasa pahit. Penyakit ini menyebar dengan lebih cepat di daerah dengan iklim basah, yang mengakibatkan keriput pada kulit, hitamnya buah, pelunakan, dan pembusukan buah.

Kebusukan selama penyimpanan dapat dicegah dengan cara mencelupkan buah ke dalam air panas yang bersuhu 43-49o C selama 20 menit. Colletotrichum gloeosporioides (Penz) Sacc dapat tumbuh dalam kisaran suhu 33-52o C Suhu optimum untuk perkecambahan sporanya adalah 43 oC (Pantastico, 1986).

2. Penyakit busuk buah Rhizopus

Cendawan Rhizopus termasuk keluarga Mucoraceae, klas Phycomycetes. Sporangia keluarga Mucoreceae mengandung kolumela yang berdinding tipis. Cendawan Rhizopus mempunyai miselia dan menyebabkan penyakit busuk buah pada buah-buahan, seperti anggur, jambu mete, durian, melon, semangka, pepaya dan sebagainya. Salah satu penyebab penyakit busuk buah pada pepaya yaitu

Rhizopus stolonifer Lind.

Menurut Kalie (1999) penyakit busuk buah ini menyerang buah-buah pepaya tua yang terluka. Luka ini terjadi saat pemanenan atau selama pengangkutan yang dilakukan dengan tidak hati-hati. Buah-buah mentah utuh, sehat, dan tidak terluka tidak akan diserang. Buah yang terkena serangan penyakit ini akhirnya menjadi busuk, bonyok, dan berair. Bila keadaannya lembap, buah dilapisi oleh sporangiospora berwarna hitam dan cendawan akan menyerang. Cendawan Rhizopus stolonifer Lind menyerang pula strawberi, buah yang terserang menjadi lunak dan berair. Buah ini bila ditekan akan mengeluarkan cairan. Buah-buah yang busuk akan tertutup oleh massa cendawan putih dan banyak sporangium hitam. Pada buah almond Rhizopus stolonifer Lind

(36)

Usaha pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan mencelup buah ke dalam air panas yang bersuhu 48o C selama 20 menit. Pada suhu atau perlakuan tersebut sporangiospora akan mati. Di tempat penyimpanan, buah pepaya yang telah terserang penyakit segera dipisahkan dan dimusnahkan agar tidak menular ke buah lain yang masih sehat (Kalie, 1999).

D. Pengendalian Penyakit Pascapanen

Pengendalian yang dilakukan untuk menangani penyakit pascapanen buah-buahan sehingga dapat menekan laju perkembangan penyakit dan juga dapat memperpanjang masa simpan buah-buahan adalah :

1. Pendinginan

Penurunan mutu produk segar seperti buah-buahan dan sayuran dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kesalahan penanganan pada saat panen, terutama karena pengaruh temperatur. Aktifitas enzim yang mengatur metabolisme produk sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap kenaikan temperatur sebesar 10 oC akan meningkatkan aktifitas enzim dua sampai empat kali. Semakin tinggi aktifitas enzim, semakin cepat terjadi penurunan produk. Pendinginan merupakan salah satu cara yang umum digunakan untuk menghambat penurunan mutu produk (Long et al., 1986 di dalam Novitaningsih, 1993).

Penyimpanan di bawah suhu 15oC dan di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilling storage). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan dan sayur-sayuran. Disamping pengaturan kelembaban dan komposisi udara serta penambahan zat-zat pengawet kimia. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Watkins, 1971).

(37)

Guna mencegah kerusakan oleh suhu rendah, sebaiknya buah pepaya disimpan pada suhu 10 – 15oC. Kisaran ini disebabkan oleh varietas, tingkat masak buah, lokasi, pengaruh musim pada buah, dan sebagainya.(Pracaya, 1998). 2. Iradiasi

Iradiasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Iradiasi termasuk salah satu cara fisika dalam pengawetan makanan seperti halnya pemanasan, pendinginan, dan pembekuan (Maha, 1985 di dalam Risnawati, 1993). Iradiasi mengakibatkan penundaan kematangan, serangan serangga minimal, dan hambatan kerusakan buah-buahan oleh mikroba. Pengaruh ini dapat menghasilkan perpanjangan umur simpan atau penghancuran organisme yang mengadakan kontaminasi (Pantastico, 1986).

Menurut Hermana (1991) di dalam Risnawati (1993), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali, untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya, jika menggunakan dosis berlebihan, bahan pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen.

Besarnya dosis iradiasi yang dipakai dalam pengawetan makanan tergantung pada jenis makanan dan tujuan iradiasi. Tabel 1 menunjukkan dosis yang dibutuhkan untuk meradiasi pangan tertentu. Jumlah energi yang diserap dinyatakan dalam gray (Gy), yaitu energi yang dihasilkan radiasi pengion yang diserap bahan per satuan massa. Satu Gy setara dengan satu joule per kg (satuan radisai yang lama, rad, setara dengan 0.01 Gy).

(38)
[image:38.612.131.504.97.558.2]

Tabel 5. Persyaratan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan Tujuan Dosis (kGy)b Produk

Dosis rendah (sampai 1 kGy)

Pencegahan pertunasan

Pembasmian serangga dan disinfeksi parasit

Pelambatan proses fisiologi

0.05-0.15

0.15-0.50

0.50-1.0

Kentang, bawang putih,

bawang , bawang bombay, jahe

Serealia dan kacang-kacangan, buah segar dan kering, daging babi segar

Buah dan sayuran segar

Dosis menengah (1-10 kGy)

Perpanjangan masa simpan Pembasmian

mikroorganisme perusak patogen

Perbaikan sifat teknologi pangan

1.0-3.0

1.0-7.0

gh

2.0-7.0

Ikan dan arbei segar. Hasil laut segar dan beku, daging dan daging unggas segar/beku.

Anggur (meningkatkan hasil sari), dan sayuran kering (mengurangi waktu pemasakan). Dosis tinggi (10-50 kGy)c

Pensterilisasi-industri (kombinasi dengan panas sedang)

Pensterilan bahan tambahan makanan tertentu dan komponennya

30-50

10-50

Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap hidang, dan makanan steril (di rumah sakit).

Rempah-rempah, sediaan enzim, dan gum alami.

a

Hermana, 1991 di dalam Risnawati, 1993

b

Gy: gray – unit yang menunjukkan dosis terserap

c

Hanya digunakan untuk tujuan khusus. Komisi Codex Alimentarius Gabungan FAO/WHO belum menyetujui penggunaan dosis tinggi

Penggunaan iradiasi pada pepaya dengan dosis 75-100 krad (0.75-1 Gy) tidak mempengaruhi kerentanan jaringan terhadap penyakit pascapanennya. Ketahanan organisme-organisme pembusukan terhadap kisaran takaran ini berbeda-beda. Misalnya, pada biakan buatan, baik spora-spora Fusarium maupun

(39)

koloni-koloni Fusarium seluruhnya terbunuh dan 75% dari koloni-koloni

Colletotrichum dapat mempertahankan diri (Buddenhagen dan Kojima, 1966 di dalam Pantastico, 1986). Penyinaran-penyinaran dengan takaran rendah tidak dapat mengendalikan pembusukan dalam penyimpanan. Suatu kombinasi perlakuan yang terdiri atas penyinaran dan fumigasi dengan fungisida 2-AB lebih efektif untuk mengendalikan pembusukan daripada penyinaran atau fumigasi saja, tetapi tidak begitu efektif seperti perlakuan dengan air panas ditambah dengan penyinaran (Buddenhagen dan Kojima, 1966 di dalam Pantastico, 1986).

3. Penggunaan fungisida

Menurut Horsfall (1956) fungisida berasal dari bahasa latin yang terdiri atas dua kata yaitu fungus (cendawan, jamur) dan caedo (membunuh), jadi secara harfiah fungisida berarti pembunuh cendawan atau jamur. Cendawan adalah makhluk hidup tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau daun (klorofil) oleh karena itu cendawan termasuk konsumen seperti binatang dan bukan produsen seperti tanaman hijau (Horsfall, 1956).

Pemberian suatu fungisida kepada komoditi yang telah dipanen, dapat mencegah penularan melalui luka-luka. Suatu spora jamur atau suatu bakteri yang hinggap dalam luka pada permukaan buah, jika tidak dihambat maka akan segera berkembang dan menginfeksi jauh ke dalam sehingga akan sulit diberantas. Waktu antara penularan dan perlakuan yang berhasil baik bergantung suhu dan kelembapan sekitarnya, kemasakan buah, laju pertumbuhan patogen, dan sifat perlakuan dengan fungisidanya. Menurut Pantastico (1986) pertumbuahan-pertumbuhan petogen seperti Gloeosporium, Thielaviopsis, Botrydiplodia, Rhizopus dan Geotricum dalam lingkungan tropika terjadi dengan cepat, dan perlakuan dengan fungisida secara konvensional yang ditujukan untuk mencegah infeksi harus dilakukan dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah pemanenan. Pemberian fungisida ini sebagai disinfektan.

Campuran fungisida yang bersifat energetik seperti TBZ (2-4-thyazolyl benzamidazole) dengan AOAP (merupakan suatu garam metal alkali dari orthophenyphenol tetrahydrate) dapat digunakan secara efektif untuk menghambat pertumbuhan dan sporulasi kapang yang menyebabkan kebusukan buah-buahan

(40)
[image:40.612.133.501.182.628.2]

diikuti efek sampingan yang kurang baik. Menurut FDA (Food and Drug Administration) penggunaan TBZ pada buah-buahan tidak lebih dari 2 ppm (berdasarkan berat) dan untuk AOAP adalah tidak lebih dari 10 ppm. Contoh fungisida yang dapat digunakan untuk buah-buahan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 6. Contoh fungisida yang dapat digunakan pada buah-buahan dan sayuran Komoditi Fungisida/Bakterisida Konsentrasi Pisang Pepaya Nenas Jeruk Apel Jambu biji Kentang Wortel Cabe Ketimun Tomat SOPP FLITT-406 Benlate-50 Thiobendazole-60 SOPP FLITT-406 SOPP FLITT-406 Benlate-50 Thiobendazole-60 SOPP SOPP FLITT-406 SOPP SOPP SOPP FLITT-406 Chlorax SOPP Chlorax FLITT-406 Benlate-50 Thiobendazole-60 0.5 0.4 0.1 0.2 0.5 0.5 0.25 0.4 0.1 0.1 0.5 0.5 0.4 0.05-0.1 0.25 0.5 0.4 0.2 0.5 0.5 0.4 0.1 0.1 Sumber : Setyowati dan Budiarti (1992) di dalam Nugroho (2002).

(41)

(benlate 50) yang disesuaikan dengan metode CFTRI (Central Food Technological Research Institut, Mysore) adalah fungisida dilarutkan dalam air dengan konsentrasi tertentu (0.10 – 0.20) %. Fungisida ini dalam konsentrasi tinggi dapat mengendalikan busuk pangkal buah dengan baik, tidak menimbulkan luka-luka pada kulit buah dan tidak mempengaruhi rasa. Namun, pemakaian benomyl masih harus menunggu izin kesehatan untuk pemakaiannya.

4. Perlakuan panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas (heat treatment) pada buah-buahan dan sayur-sayuran untuk mengendalikan penyakit dan disinfestasi hama telah digunakan selama beberapa tahun. Perlakuan ini dapat memperlambat kebusukan dan memperpanjang masa simpan produk pangan.

Metode yang dipergunakan untuk perlakuan panas buah-buahan dan sayuran antara lain menggunakan air panas (HWT), uap panas (VHT) dan udara panas (HAT) digunakan untuk mengendalikan jamur dan hama serta untuk mempelajari respon suatu komoditas terhadap suhu tinggi.

Heat treatment sebagai salah satu teknologi karantina, efektif untuk mengatasi masalah hama pascapanen. Tetapi perlakuan ini juga dapat menyebabkan kerusakan produk. Penggunaan suhu tinggi dalam waktu lama dapat menyebabkan penurunan mutu produk. Pada mangga ’Irwin’ pencelupan dalam air panas memberikan hasil yang terbaik dilakukan pada suhu 47.2 oC selama 90 menit, dalam hal ini suhu pusat buah mangga mencapai 46.5 oC (Rokhani et al., 2000). Perlakuan panas menggunakan uap telah dilakukan pada Mangga Tommy Atkins dengan suhu 46 oC selama 160, 220, atau 260 menit dan suhu 50 oC selama 120, 180, atau 240 menit.

Pada umumnya buah-buahan dan sayuran masih toleran dalam air bersuhu 50-60oC sampai 10 menit, tetapi pada waktu yang lebih singkat telah dapat membunuh larva-larva penyebab penyakit pada komoditas tersebut. Menurut Lurie (1998), pencelupan buah-buahan dalam air panas pada suhu 46oC membutuhkan waktu 90 menit dan perlakuan panas dengan uap panas menggunakan suhu 40-50oC sudah dapat membunuh telur serangga yang terinfestasi pada buah dan sayuran. Pencegahan kebusukan akibat jamur dapat

(42)

Pada beberapa komoditi, perlakuan panas dapat mempertahankan kadar gula. Sebagai contoh perlakuan panas dengan air suhu 45 oC selama 3 jam sebelum penyimpanan dingin terhadap buah melon mencegah kehilangan sukrosa yang dapat terjadi pada buah yang tidak diberi perlakuan panas selama penyimpanan. Kecenderungan adanya tekanan panas media telah digunakan dalam perkembangan perlakuan panas ini untuk mencegah kerusakan komoditi selama pemberantasan hama penyakit dan jamur penyebab penyakit (Lurie, 1998).

E. Pelilinan

Di tempat-tempat yang tidak terdapat fasilitas-fasilitas penyimpanan dingin, perlindungan dengan pemberian lapisan lilin merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran segar pada suhu sekitar (Dalal dkk., 1971; Srivastava, 1962 di dalam

Pantastico, 1986).

Buah-buahan dan sayur-sayuran pada dasarnya mempunyai selaput lilin alami di permukaan luar, namun sebagian hilang oleh pencucian. Pemberian lapisan lilin tambahan perlu diberikan pada buah-buahan dan sayur-sayuran tertentu untuk mengurangi kehilangan air, dan dengan demikian mengurangi kelayuan dan pengisutan dan menaikkan daya tarik bagi pembeli (Hardenburg, 1967 di dalam Pantastico, 1986). Lapisan lilin ini dapat menutupi luka-luka dan goresan-goresan kecil pada permukaan buah atau sayur. Selain itu pemberian lapisan lilin pada buah dapat memberikan efek mengkilat sehingga penampakan buah terlihat lebih menarik dan lebih dapat diterima oleh para konsumen (Pantastico, 1986). Sedangkan menurut Roosmani (1975), buah yang dilapisi oleh lilin akan tertutupi sebagian stomatanya sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis dan mengurangi aktivitas enzim-enzim pernapasan sehingga proses pematangan terhambat. Dengan kata lain, pelapisan lilin dapat menekan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayuran segar, sehingga komoditi tersebut dapat bertahan selama penyimpanan tanpa perubahan kualitas.

(43)

Firmaningsih, 1993). Lilin alami yang komersial diantaranya adalah lilin lebah, lilin karnauba, dan spermaceti. Lilin karnauba ini mempunyai titik leleh/cair yang tinggi (80-87 oC), keras dan kedap air. Lilin ini didapat dari pohon palem (Copernica cerifera). Spermaceti adalah lilin dari dari kepala ikan paus (Physester macrocephalus). Lilin ini banyak digunakan dalam industri obat dan komestik. Lilin lebah merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apis mellificia) atau lebah lainnya. Lilin ini berwarna kuning terang sampai coklat kehijauan, titik cairnya 61-69 oC dan berat jenisnya 0.96. lilin lebah banyak digunakan untuk pelilinan hortikultura karena mudah didapat dan murah.

[image:43.612.187.454.446.607.2]

Pelapisan lilin untuk buah-buahan pada umumnya mempergunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi antara 4-12 %. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), lapisan lilin untuk komoditi hortikultura segar harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu (a) tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditi, (b) tidak beracun, (c) mudah kering dan tidak lengket, (d) tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, dan (e) mudah diperoleh dan murah harganya. Sedangkan persyaratan komoditi yang akan dilapisi lilin adalah (a) komoditi sudah cukup tua, (b) segar, utuh tanpa cacat dan (c) permukaan mulus.

Tabel 7. Konsentrasi emulsi lilin optimal untuk beberapa komoditas hortikultura

Komoditas Konsentrasi optimum (%) Pisang raja

Pepaya Nanas

Mangga Alphonso Jeruk

Apel Alpukat Kentang Wortel Cabe Tomat

9 6 6 6 12

8 4 12 12 12 9

Sumber : Sub Balai Penelitian Hortikultura Pasar Minggu (1987) di dalam Rike Anggraini (2005).

(44)

dengan fungisida dan bakterisida untuk mengendalikan pembusukan. Fungisida dapat diberikan bersama dengan pelapisan lilin, diserapkan dalam material pengemas atau kain keras pembalut, atau dengan cara fumigasi (Pantastico, 1986). Roosmani (1975) mengatakan ada dua macam penggunaan fungisida pada pelapisan lilin, yaitu dengan mencelupkan buah-buahan atau sayuran ke dalam larutan fungisida kemudian baru dicelupkan dalam emulsi lilin, atau jika fungisida yang digunakan tidak merusak emulsi lilin dapat mencelupkan komoditas langsung ke dalam emulsi lilin yang telah dicampur dengan fungisida.

Menurut Pantastico (1986) kombinasi lilin dengan suatu zat kimia ternyata tidak begitu efektif seperti kalau zat-zat kimia itu diberikan secara terpisah. Sebagai contoh, ubi yang dicelupkan dalam emulsi lilin polietilen nabati yang dioksidkan, tidak memperoleh keuntungan-keuntungan fisiologik dan patologik selama penyimpanan, umur simpan buah sukun yang diberi lapisan lilin secara nyata menjadi lebih pendek, terutama dalam penyimpanan dingin.

Supaya lebih efektif, lilin harus diberikan sebagai lapisan yang merata dengan ketebalan tertentu. Lapisan lilin yang tipis hanya memberi perlindungan sedikit terhadap kehilangan air, sedangkan pemberian lilin terlalu banyak akan dapat menghasilkan atmosfer di dalam komoditi yang mengandung sedikit O2 dan

CO2 banyak, yang dapat menimbulakan kerusakan, bau dan rasa yang

menyimpang dan pembusukan yang lebih banyak (Pantastico, 1986).

(45)

F. Asap Cair

Asap merupakan sistem komplek, terdiri dari fase cairan terdisperasi dan medium gas sebagai pendispersi. Asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisa kayu atau dibuat dari campuran senyawa murni (Maga, 1987).

Asap cair diproduksi dengan cara kondensasi dari pirolisis komponen kayu. Pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap, tahap pertama merupakan reaksi hidrolisis asam yang diikuti dengan dehidrasi untuk menghasilkan glukosa, tahap kedua adalah pembentukan asam asetat dan homolognya bersama-sama dengan air serta sejumlah kecil furan dan fenol (Girard, 1992). Hemiselulosa tersusun dari pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5) dan rata-rata proporsi

ini tergantung pada spesies kayu. Pirolisis dari pentosan membentuk furfural, furan, dan turunannya beserta suatu seri yang panjang dari asam karboksilat. Bersama-sama dengan selulosa pirolisis heksosan membentuk asam asetat dan homolognya. Dekomposisi hemiselulosa terjadi pada suhu 200o-250o (Girard, 1992). Lignin dalam pirolisis menghasilkan senyawa yang berperan terhadap aroma asap dari produk-produk hasil pengasapan. Senyawa-senyawa tersebut adalah fenol dan eter fenolik seperti guaiakol (2 metoksi fenol) dan homolognya serta turunannya. Fenol diuhasilkan dari dekomposisi lignin yang terjadi pada suhu 300oC dan berakhir pada suhu 400oC (Girard, 1992).

Asap cair dengan bahan baku tempurung kelapa diproduksi dengan cara tempurung kelapa dibakar dalam suatu wadah yang tahan terhadap tekanan. Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet dan keluar dari pipa outlet secara berlawanan terhadap asap yang masuk, kemudian wadah bahan baku dipanaskan selama satu jam. Asap yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna tersebut dialirkan ke kondensor dan dikondensasikan menjadi asap cair (Hanendyo, 2005).

(46)

2,6-dimetoksifenol, dan 2,5-dimetoksi benzil alkohol, yang larut dalam eter. Selanjutnya beberapa jenis kayu lain (jati, lamtoro gung, mahoni, kamper, bangkirai, keruing dan glugu) asap cair yang dihasilkan mengandung asam (sebagai asam asetat) antara 4.27-11.3%, senyawa fenolat (sebagai fenol) 2.10-5.13% dan senyawa karbonil (sebagai aseton) 8.56-15.23%. Yulistiani (1997) mendapatkan data kandungan fenol dalam asap cair tempurung kelapa sebesar 1.28%. Gumanti (2006) mendapatkan data kandungan senyawa kimia dalam asap cair yaitu fenol sebesar 5.5%, methyl alkoholnya sebesar 0.37% dan total asam sebesar 7.1%. Sedangkan Zuraida (2007) mendapatkan data kandungan empat senyawa terbesar dalam asap cair adalah senyawa phenol, , Pyrogallol 1,3-dimethyl ether sebanyak 15.64%, 2-Methoxy-p-cresol sebanyak 11.53%,

Pyrogallol trimethyl ether sebanyak 8.65%, dan p-Ethylguaicol sebanyak 6.58%. Selain itu masih banyak senyawa-senyawa fenolik yang teridentifikasi yaitu

Desaspidinol, 3-Methoxy-pyrocatechol, Guaethol, Vanillin, Homopyrocatechol,

m-Xylenol, p-Ethylphenol, Acetosyringone, 2-Ethyl phenol, o-Acetylphenol,

Methoxyeugenol, 4-Methoxy-3-methylphenol, p-Xylenol, rans-Isoeugenol,

2,6-Dimethoxyphenol, 1,3,5-Xylenol, dan o-Guaiacol.

(47)

sebagai pengawet karena daya antimikrobia dan antioksidan dari senyawa asam, fenol, dan karbonil (Pszczola, 1995).

Keuntungan dari penggunaan asap cair antara lain (1) aman, bebas PAH (Polisiklik Aromatik Hidrokarbon) karena ada tahap penghilangan benzopiren dalam pembuatannya, (2) aroma dan warna makanan konsisten karena asap lebih seragam, produk tidak mengandung lemak, kolesterol ataupun sodium, (3) aplikasi pada produk seragam, dan memiliki aktifitas antioksidan (oleh fenol), (4) memiliki aktifitas anti bakteri (oleh fenol dan asam organik).

Asap cair aman digunakan sebagai pengawet alami, antimikroba, maupun sebagai antioksidan pada bahan pangan, hortikultura ataupun produk olahan lainnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Zuraida (2007) bahwa nilai LD50 akut (pengamatan 14 hari) dari sampel asap cair lebih besar dari

15000 mg/kg BB. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2001 yang menetapkan bahwa suatu zat/senyawa/bahan kimia dengan nilai LD50 lebih besar dari 15000 mg/kg BB, maka dikategorikan sebagai bahan yang

tidak toksik. Toksisitas didefinisikan sebagai efek berbahaya yang ditimbulkan oleh suatu zat/bahan/senyawa pada organ yang dijadikan sasaran. Makna LD50

(Median Lethal Dose) sendiri adalah diturunkan secara statistik dari dosis zat/bahan/senyawa yang menyebabkan kematian hewan uji sebanyak 50% berdasarkan data pengamatan pada waktu tertentu.

Dari hasil analisa menggunakan GC-MS yang dilakukan oleh Zuraida (2007) menunjukkan bahwa senyawa PAH termasuk termasuk Benzo(a)pyren tidak ditemukan pada asap cair. Sedangkan analisa formalin dengan menggunakan metode spektrofotometer menunjukkan bahwa asap cair tidak mengandung formaldehyde. Formaldehyde adalah senyawa utama yang terdapat dalam formalin. Formalin biasa digunakan sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri dan kapang, tetapi formalin dilarang penggunaanya pada bahan pangan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MEN.KES/PER/IX/1988 dan tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan pangan yang diijinkan oleh Pemerintah.

(48)
(49)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2007 sampai dengan bulan Agustus 2007. Tempat pelaksanaan penelitian adalah laboratorium Teknik Pengolahan dan Hasil Pertanian, laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; laboratorium Fitopatologi, Seameo Biotrop-Tajur; dan laboratorium AP4 (Agricultural Processing Pilot Plants) Fateta IPB.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pepaya (Carica papaya L.) varietas IPB 3 dengan berat 450-600 gram, panjang 15.0 - 19.0 cm, dan diameter 7.0 – 8.5 cm dengan tingkat kematangan yang seragam. Buah pepaya diperoleh dari Pusat Penelitian Buah Tropika di Tajur, Bogor. Asap cair, air untuk perlakuan perendaman dan beberapa bahan kimia seperti NaCl, media agar (PDA dan PDB) serta alkohol untuk uji total cendawan.

2. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rheometer tipe CR-300 (untuk mengukur kekerasan), refraktometer model N-1 Atago (untuk mengukur total padatan terlarut), timbangan digital, lemari pendingin (refrigerator) serta beberapa peralatan tambahan seperti cawan petri, pipet, erlenmeyer, gelas ukur dll.

C. Prosedur Penelitian

(50)

1. Uji aktivitas antimikroba asap cair

Uji aktivitas antimikroba asap cair terhadap cendawan penguji

Colletotrichum gloeosporiodes dilakukan menggunakan metode kontak dengan medium cair (modifikasi Parish dan Davidson 1993): kultur murni cendawan

(51)
[image:51.612.200.415.122.536.2]

Gambar 1. Diagram alir penelitian uji aktivitas antimikroba asap cair. Perontokan

Pengenceran Kultur murni cendawan

Colletotrichum gloeosporioides

Perlakuan disinfektan:

1. Konsentrasi asap cair: 0%, 1%, 3%, 5%, 7%, dan 10%.

Inkubasi pada inkubator bergoyang agitasi 150 rpm pada suhu ruang selama 48 jam.

Penyaringan massa sel cendawan dan pengeringan dalam dalam oven suhu 100oC .

(52)

2. Penelitian pengaruh asap cair dan pelilinan terhadap mutu pepaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konsentrasi asap cair dalam menghambat serangan penyakit antraknosa pada buah pepaya selama penyimpanan. Pengujian asap cair ini dilakukan dengan perlakuan perendaman dengan konsentrasi asap cair hasil uji aktivitas antimikroba asap cair (tiga konsentrasi, misal C1, C2, dan C3) selama 30 menit dan perlakuan pelilinan. Pelaksanaan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut:

a. Buah pepaya yang telah masak, kemudian disortasi untuk mencari warna dan tingkat kematangan yang s

Gambar

Tabel 1.Perkembangan Produksi Kelapa Indonesia  Tahun 1996 - 2000
Tabel 3. SNI Pepaya Malang Segar.
Tabel 4. Klasifikasi/golongan pepaya malang segar
Tabel 5. Persyaratan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di samping itu, penurunan kelarutan pati garut butirat dengan derajat substitusi yang lebih tinggi di duga karena ter­ jadi komplek antara amilosa dengan gugus su bstituen dengan

The last part of this chapter, which also closes this study, contains some hints or suggestions from the writer, which may be useful for the teachers and the

Kemudian secara spesifik yaitu sebuah kata, frase atau yang ditandai dengan tagar (#) yang dilepaskan dengan kecepatan lebih tinggi serta unggul dalam jumlah

Analisis (roots) yang dapat ditangkap dari teks berita tersebut yaitu pemerintah mengambil kebujakan yang salah yaitu melakukan barter petugas DKP yang ditahan Polisi

Hasil dari penelitian ini adalah mempermudah pihak Apotek dharma sehat Donorojo dalam proses pengolahan data, seperti data obat, data penjualan obat,

Terkait dengan partai politik, dalam kegiatan tarbiyah, diberikan materi saluran politik yang bertujuan agar peserta tarbiyah dapat mengetahui hak-hak sosialnya

Metode ini memungkinkan sebuah perangkat untuk menerima atau memberi data dalam jarak dekat, sehingga proses pembayaran menjadi berbasis mobile karena ponsel yang

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mana dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul