• Tidak ada hasil yang ditemukan

Quality and nutritional evaluation on fish nugget of dark flesh tuna, Thunnus sp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Quality and nutritional evaluation on fish nugget of dark flesh tuna, Thunnus sp"

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

EPI ROSPIATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi

Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus spp) adalah karya saya sendiri di

bawah bimbingan Prof. DR. Ir. Deddy Muchtadi, Prof. DR. Ir. Made Astawan

dan Ir. Santoso, Mphil dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

pergurua n tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Nopember 2006

Epi Rospiati

(3)

Flesh Tuna, Thunnus sp. Supervised by DEDDY MUCHTADI, MADE ASTAWAN and SANTOSO.

Dark flesh tuna is a kind of rejected flesh in processing and canning of tuna flesh because it is easy to be rancid and changed in color. The objectives of this research were : 1) to determine an effective concentration of Titanium dioxide

(TiO2) in bleaching the color of dark flesh tuna, 2) to evaluate and compare the quality of fish nugget from both dark flesh which was bleached by TiO2 and white flesh, and 3) to evaluate biological quality of fish nugget protein wich were stored in frozen temperature during 0, 1 and 2 months. Raw materials used, were as follows : dark and white flesh were collected from PT ISAAP BONECOM in Jakarta, TiO2 proanalysis as bleaching agent, and 21 to 23 days old Spraque

Dawley (SD) male rat for in vivo analysis. Nuggets were made by using BBPPHP (Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan) methods (2003). Parameters observed were degree of whiteness of the nugget, organoleptic test

(different test), proximate analysis (protein, fat, water and ash), nugget quality (TVN ,TPC and TBA), and nutritiona l values of protein (digestibility, biological value and NPU). The results of organoleptic on score of color of the nugget in concentration of TiO2 1 % were not significantly differ with control (white flesh tuna). The score of texture of dark flesh nugget in all treatments with several concentration of TiO2 and withoutTiO2 were significantly differ from the control (flesh white tuna). The average values of the aroma of dark flesh nugget using several treatments of TiO2 were not significantly differ from the control except for the treatments without TiO2. The score of taste of dark flesh nuggets using several treatment of TiO2 were not significantly differ from the control. Protein content of nugget made of dark flesh tuna in storage duration 0, 1, and 2 months were: 42.0, 37.9 and 34.5 % respectively; fat content: 40.0, 30.4 dan 22.9 % respectively; water content: 70.5, 68.9 and 67.5 % respectively; ash content: 4.5, 4.2 and 4.0 % ; and Total Volatile Nitrogen (TVN): 7.1, 7.4 and 7.7 mgN/100g. The TVN content were still below maximum standard TVN value for fish-based food. Total Plate Count (TPC) : 5.3 x 103, 7.0 x 103 and 7.2 x 103 CFU/g which were still below the BSN standard and TBA content: 0.4, 0.4 and 0.6 malonaldehyde/kg. On the basis of nutritional protein evaluation of the nugget (in vivo) in different frozen storages (0, 1 and 2 months), digestibility values found were: 98.5, 98.1 and 96.8 %, respectively. Biological value: 92.1, 93.1 and 96.8, respectively. NPU were: 90.7, 91.3 and 95.1, respectively. These indicated that the protein quality the nugget made from dark flesh was good.

(4)

ABSTRAK

EPI ROSPIATI.

Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus sp). Dibimbing oleh DEDDY MUCHTADI, MADE ASTAWAN and SANTOSO.

Daging merah tuna merupakan limbah pada pengolahan dan pengalengan tuna beku karena daging ini cepat mengalami ketengikan dan perubahan warna yang tidak diinginkan. Tujuan peneltian ini adalah 1) menentukan konsentrasi

titanium dioksida (TiO2) yang efektif sebagai pemucat warna merah daging tuna, 2) mengevaluasi mutu nugget ikan daging merah tuna yang dipucatkan dengan TiO2 dibandingkan dengan mutu nugget daging putih tuna, dan 3) mengevaluasi nilai gizi protein nugget ikan tuna yang disimpan pada suhu beku selama 0, 1 dan 2 bulan. Bahan yang digunakan adalah daging merah dan putih ikan tuna yang diperoleh dari PT ISAAP BONECOM, bahan pemucat TiO2 proanalisis serta tik us jenis Spraque Dawley (SD) jantan usia sapih 21 – 23 hari untuk analisis nilai gizi protein secara in vivo. Nugget dibuat berdasarkan Metode BBPPHP (Ba lai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan) (2003). Parameter yang diamati : derajat put ih nugget, uji organoleptik different test, proksimat (protein, lemak, air dan abu), kualitas nugget (TVN, TPC, TBA) dan nilai gizi protein (daya cerna, nilai biologis dan NPU). Hasil pengujian organoleptik (different test) terhadap skor warna nugget menunjukkanpenambahan TiO2 1 % tidak berbeda nyata dengan kontrol (daging putih tuna). Skor tekstur nugget daging merah tuna pada berbagai penambahan TiO2 dan tanpa TiO2 berbeda nyata dengan kontrol. Skor aromanugget daging merah tuna pada berbagai penambahan TiO2 tidak berbeda nyata dengan kontrol kecuali pada tanpa penambahan TiO2. Skor rasanugget daging merah tuna pada berbagai penambahan TiO2 dan tanpa TiO2 tidak berbeda nyata dengan kontrol. Kadar protein nugget daging merah tuna penyimpanan 0, 1 dan 2 bulan adalah : 42,0 ; 37,9 dan 34,1 %, kadar lemak : 40,0 ; 30,4 dan 22,9 %, kadar air : 70,5 ; 68,9 dan 67,5 %, kadar abu : 4,5 ; 4,2 dan 4.0 %, kadar TVN : 7,1 ; 7,4 dan 7,7 mgN/100 g masih di bawah standar maksimum nilai TVN untuk makanan yang berasal dari ikan. Jumlah TPC : 5,3 x 103 ; 7,0 x103 dan 7,2 x103 CFU/g masih di bawah standar BSN dan kadar TBA: 0,4, 0,4 dan 0,6 malonaldehid/kg. Evaluasi mutu protein secara in vivo pada perlakuan nugget daging merah dengan penyimpanan beku 0, 1 dan 2 bulan diperoleh nilai daya cerna : 98,5, 98,1 dan 96,8 %. Nilai biologis : 92,1 ; 93,1 dan 96,8 dan NPU : 90,7, 91,3 dan 95,1. Hal tersebut menunjukkan bahwa protein produk nugget daging merah tuna mempunyai mutu yang baik.

Kata-kata kunci : Nugget ikan, Titanium dioksida, daging merah tuna, nilai biologis

(5)

EPI ROSPIATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Penelitian : Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnussp)

Nama : Epi Rospiati

NRP : F251030021

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS Ir. Santoso, M.Phil Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(7)

ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Juli 2005 sampai April 2006 ini ialah ikan tuna, dengan

judul Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus

sp).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi,

MS, Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS dan Ir, Santoso, M.Phil selaku pembimbing

yang telah meluangkan waktunya dalam mengarahkan penulis selama penyusunan

karya ilmiah ini.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan terima kasih pula

kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung :

1. Kepada orang tua saya, ibunda N.K. Roslyani serta kedua mertua atas doa

dan kasih sayangnya selama ini.

2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DIKNAS atas BPPS yang diberikan

selama kuliah di IPB.

3. Rektor IPB yang telah berkenan menerima saya sebagai mahasiswa

Pascasarajana IPB.

4. Dekan Pascasarjana beserta staf atas bantuan pelayanan akademik dan

kerjasamanya yang diberikan selama ini. Disamping itu, penghargaan

penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi Ilmu Pangan Prof. Dr. Ir.

Betty Sri Laksmi Jenie, MS beserta staf atas perhatian dan kerjasamanya.

5. Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkejene Kepulauan Bapak Ir.

Zainal Abidin Musa, DR. Ir. Jayadi, MS serta ketua Jurusan TPHP bapak

Ir. Tasir Pammula, atas izin dan bantuan yang diberikan selama ini.

6. Pemerintah Daerah (PEM DA) Propinsi Sulawesi Selatan atas bantuan

penelitian yang diberikan.

7. Kepala Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan

beserta staf pengolahan dan staf lab kimia atas bantuan fasilitas ya ng

disediakan selama penelitian

8. Direktur PT. ISAAP BONECOM Jakarta beserta staf atas kesediaannya

(8)

9. Kepada Staf laboratorium Pak Sobirin, Pak Wahid, Mas Taufiq, Ibu

Rubiah, Mbak Arie dan Pak Adi atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

10.Kepada Mahasiswa IPN S2 dan S3 angkatan 2003 (Anuraga, Reni,

Herpandi, Cut, Rina, Nora, Ahmad, mbak Widowati, dan mbak Susi)

mahasiswa TPP angkatan 2004 (Ismael, Yanie, mbak Rina, Astri, Adnan)

serta teman-teman lainnya atas segala bantuan dan kerjasamanya selama

ini

11.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada : suami (Muhammad

Jamal) kedua anak saya (Muh. Fauzan Syahbani dan Fathonah Annisa),

Adik-adikku (Lia Rosiana sek, Hera Indryana sek , Ari Rifayandi sek, Elin

Arlyni sek, dan Ade Tirtana) dan seluruh keluarga, atas segala doa,

bantuan dan kasih sayangnya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, Amin.

Bogor, Nopember 2006

(9)

Penulis dilahirkan di Bone Sulawesi Selatan pada tanggal 20 Agustus 1966

dari ayah Supian Busra (Mayor Purn AD) dan ibu Ninin Karmini Roslyani.

Penulis putri pertama dari enam bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di

jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, lulus

tahun 1990. Pada tahun 2003, penulis diterima di program studi Ilmu Pangan

pada Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa pendidikan diperoleh dari BPPS

Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai dosen di Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene

Kepulauan Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP) sejak tahun

1998. Pada tahun 1991 penulis menikah dengan Ir. Muhammad Jamal, M.Si dan

(10)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

1 PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

C. PERUMUSAN MASALAH ... 3

D. HIPOTESIS ... 3

E. KEGUNAAN ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. TUNA ... 5

B. DAGING MERAH IKAN TUNA ... 8

C. TITANIUM DIOKSIDA ... 9

D. KANDUNGAN PIGMEN ... 11

E. KOMPOSISI DAGING IKAN ... 13

F. NUGGET IKAN (FISH NUGGET) ... 16

G. HISTAMIN DAN MUTU IKAN TUNA ... 19

H. PEMBEKUAN ... 20

3 METODE PENELITIAN ... 24

A. WAKTU DAN TEMPAT ... 24

B. BAHAN DAN ALAT ... 24

C. PROSEDUR PENELITIAN ... 25

D. ANALISIS SAMPEL ... 32

(11)

EPI ROSPIATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi

Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus spp) adalah karya saya sendiri di

bawah bimbingan Prof. DR. Ir. Deddy Muchtadi, Prof. DR. Ir. Made Astawan

dan Ir. Santoso, Mphil dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

pergurua n tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Nopember 2006

Epi Rospiati

(13)

Flesh Tuna, Thunnus sp. Supervised by DEDDY MUCHTADI, MADE ASTAWAN and SANTOSO.

Dark flesh tuna is a kind of rejected flesh in processing and canning of tuna flesh because it is easy to be rancid and changed in color. The objectives of this research were : 1) to determine an effective concentration of Titanium dioxide

(TiO2) in bleaching the color of dark flesh tuna, 2) to evaluate and compare the quality of fish nugget from both dark flesh which was bleached by TiO2 and white flesh, and 3) to evaluate biological quality of fish nugget protein wich were stored in frozen temperature during 0, 1 and 2 months. Raw materials used, were as follows : dark and white flesh were collected from PT ISAAP BONECOM in Jakarta, TiO2 proanalysis as bleaching agent, and 21 to 23 days old Spraque

Dawley (SD) male rat for in vivo analysis. Nuggets were made by using BBPPHP (Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan) methods (2003). Parameters observed were degree of whiteness of the nugget, organoleptic test

(different test), proximate analysis (protein, fat, water and ash), nugget quality (TVN ,TPC and TBA), and nutritiona l values of protein (digestibility, biological value and NPU). The results of organoleptic on score of color of the nugget in concentration of TiO2 1 % were not significantly differ with control (white flesh tuna). The score of texture of dark flesh nugget in all treatments with several concentration of TiO2 and withoutTiO2 were significantly differ from the control (flesh white tuna). The average values of the aroma of dark flesh nugget using several treatments of TiO2 were not significantly differ from the control except for the treatments without TiO2. The score of taste of dark flesh nuggets using several treatment of TiO2 were not significantly differ from the control. Protein content of nugget made of dark flesh tuna in storage duration 0, 1, and 2 months were: 42.0, 37.9 and 34.5 % respectively; fat content: 40.0, 30.4 dan 22.9 % respectively; water content: 70.5, 68.9 and 67.5 % respectively; ash content: 4.5, 4.2 and 4.0 % ; and Total Volatile Nitrogen (TVN): 7.1, 7.4 and 7.7 mgN/100g. The TVN content were still below maximum standard TVN value for fish-based food. Total Plate Count (TPC) : 5.3 x 103, 7.0 x 103 and 7.2 x 103 CFU/g which were still below the BSN standard and TBA content: 0.4, 0.4 and 0.6 malonaldehyde/kg. On the basis of nutritional protein evaluation of the nugget (in vivo) in different frozen storages (0, 1 and 2 months), digestibility values found were: 98.5, 98.1 and 96.8 %, respectively. Biological value: 92.1, 93.1 and 96.8, respectively. NPU were: 90.7, 91.3 and 95.1, respectively. These indicated that the protein quality the nugget made from dark flesh was good.

(14)

ABSTRAK

EPI ROSPIATI.

Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus sp). Dibimbing oleh DEDDY MUCHTADI, MADE ASTAWAN and SANTOSO.

Daging merah tuna merupakan limbah pada pengolahan dan pengalengan tuna beku karena daging ini cepat mengalami ketengikan dan perubahan warna yang tidak diinginkan. Tujuan peneltian ini adalah 1) menentukan konsentrasi

titanium dioksida (TiO2) yang efektif sebagai pemucat warna merah daging tuna, 2) mengevaluasi mutu nugget ikan daging merah tuna yang dipucatkan dengan TiO2 dibandingkan dengan mutu nugget daging putih tuna, dan 3) mengevaluasi nilai gizi protein nugget ikan tuna yang disimpan pada suhu beku selama 0, 1 dan 2 bulan. Bahan yang digunakan adalah daging merah dan putih ikan tuna yang diperoleh dari PT ISAAP BONECOM, bahan pemucat TiO2 proanalisis serta tik us jenis Spraque Dawley (SD) jantan usia sapih 21 – 23 hari untuk analisis nilai gizi protein secara in vivo. Nugget dibuat berdasarkan Metode BBPPHP (Ba lai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan) (2003). Parameter yang diamati : derajat put ih nugget, uji organoleptik different test, proksimat (protein, lemak, air dan abu), kualitas nugget (TVN, TPC, TBA) dan nilai gizi protein (daya cerna, nilai biologis dan NPU). Hasil pengujian organoleptik (different test) terhadap skor warna nugget menunjukkanpenambahan TiO2 1 % tidak berbeda nyata dengan kontrol (daging putih tuna). Skor tekstur nugget daging merah tuna pada berbagai penambahan TiO2 dan tanpa TiO2 berbeda nyata dengan kontrol. Skor aromanugget daging merah tuna pada berbagai penambahan TiO2 tidak berbeda nyata dengan kontrol kecuali pada tanpa penambahan TiO2. Skor rasanugget daging merah tuna pada berbagai penambahan TiO2 dan tanpa TiO2 tidak berbeda nyata dengan kontrol. Kadar protein nugget daging merah tuna penyimpanan 0, 1 dan 2 bulan adalah : 42,0 ; 37,9 dan 34,1 %, kadar lemak : 40,0 ; 30,4 dan 22,9 %, kadar air : 70,5 ; 68,9 dan 67,5 %, kadar abu : 4,5 ; 4,2 dan 4.0 %, kadar TVN : 7,1 ; 7,4 dan 7,7 mgN/100 g masih di bawah standar maksimum nilai TVN untuk makanan yang berasal dari ikan. Jumlah TPC : 5,3 x 103 ; 7,0 x103 dan 7,2 x103 CFU/g masih di bawah standar BSN dan kadar TBA: 0,4, 0,4 dan 0,6 malonaldehid/kg. Evaluasi mutu protein secara in vivo pada perlakuan nugget daging merah dengan penyimpanan beku 0, 1 dan 2 bulan diperoleh nilai daya cerna : 98,5, 98,1 dan 96,8 %. Nilai biologis : 92,1 ; 93,1 dan 96,8 dan NPU : 90,7, 91,3 dan 95,1. Hal tersebut menunjukkan bahwa protein produk nugget daging merah tuna mempunyai mutu yang baik.

Kata-kata kunci : Nugget ikan, Titanium dioksida, daging merah tuna, nilai biologis

(15)

EPI ROSPIATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Judul Penelitian : Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnussp)

Nama : Epi Rospiati

NRP : F251030021

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS Ir. Santoso, M.Phil Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(17)

ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Juli 2005 sampai April 2006 ini ialah ikan tuna, dengan

judul Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus

sp).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi,

MS, Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS dan Ir, Santoso, M.Phil selaku pembimbing

yang telah meluangkan waktunya dalam mengarahkan penulis selama penyusunan

karya ilmiah ini.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan terima kasih pula

kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung :

1. Kepada orang tua saya, ibunda N.K. Roslyani serta kedua mertua atas doa

dan kasih sayangnya selama ini.

2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DIKNAS atas BPPS yang diberikan

selama kuliah di IPB.

3. Rektor IPB yang telah berkenan menerima saya sebagai mahasiswa

Pascasarajana IPB.

4. Dekan Pascasarjana beserta staf atas bantuan pelayanan akademik dan

kerjasamanya yang diberikan selama ini. Disamping itu, penghargaan

penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi Ilmu Pangan Prof. Dr. Ir.

Betty Sri Laksmi Jenie, MS beserta staf atas perhatian dan kerjasamanya.

5. Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkejene Kepulauan Bapak Ir.

Zainal Abidin Musa, DR. Ir. Jayadi, MS serta ketua Jurusan TPHP bapak

Ir. Tasir Pammula, atas izin dan bantuan yang diberikan selama ini.

6. Pemerintah Daerah (PEM DA) Propinsi Sulawesi Selatan atas bantuan

penelitian yang diberikan.

7. Kepala Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan

beserta staf pengolahan dan staf lab kimia atas bantuan fasilitas ya ng

disediakan selama penelitian

8. Direktur PT. ISAAP BONECOM Jakarta beserta staf atas kesediaannya

(18)

9. Kepada Staf laboratorium Pak Sobirin, Pak Wahid, Mas Taufiq, Ibu

Rubiah, Mbak Arie dan Pak Adi atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

10.Kepada Mahasiswa IPN S2 dan S3 angkatan 2003 (Anuraga, Reni,

Herpandi, Cut, Rina, Nora, Ahmad, mbak Widowati, dan mbak Susi)

mahasiswa TPP angkatan 2004 (Ismael, Yanie, mbak Rina, Astri, Adnan)

serta teman-teman lainnya atas segala bantuan dan kerjasamanya selama

ini

11.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada : suami (Muhammad

Jamal) kedua anak saya (Muh. Fauzan Syahbani dan Fathonah Annisa),

Adik-adikku (Lia Rosiana sek, Hera Indryana sek , Ari Rifayandi sek, Elin

Arlyni sek, dan Ade Tirtana) dan seluruh keluarga, atas segala doa,

bantuan dan kasih sayangnya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, Amin.

Bogor, Nopember 2006

(19)

Penulis dilahirkan di Bone Sulawesi Selatan pada tanggal 20 Agustus 1966

dari ayah Supian Busra (Mayor Purn AD) dan ibu Ninin Karmini Roslyani.

Penulis putri pertama dari enam bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di

jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, lulus

tahun 1990. Pada tahun 2003, penulis diterima di program studi Ilmu Pangan

pada Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa pendidikan diperoleh dari BPPS

Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai dosen di Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene

Kepulauan Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP) sejak tahun

1998. Pada tahun 1991 penulis menikah dengan Ir. Muhammad Jamal, M.Si dan

(20)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

1 PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

C. PERUMUSAN MASALAH ... 3

D. HIPOTESIS ... 3

E. KEGUNAAN ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. TUNA ... 5

B. DAGING MERAH IKAN TUNA ... 8

C. TITANIUM DIOKSIDA ... 9

D. KANDUNGAN PIGMEN ... 11

E. KOMPOSISI DAGING IKAN ... 13

F. NUGGET IKAN (FISH NUGGET) ... 16

G. HISTAMIN DAN MUTU IKAN TUNA ... 19

H. PEMBEKUAN ... 20

3 METODE PENELITIAN ... 24

A. WAKTU DAN TEMPAT ... 24

B. BAHAN DAN ALAT ... 24

C. PROSEDUR PENELITIAN ... 25

D. ANALISIS SAMPEL ... 32

(21)

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 42

1. Derajat putih ... 42

2. Uji Organoleptik Nugget Daging Merah dan Daging Putih Tuna ... 43

3. Konsentasi Titanium Dioksida terhadap kadar protein nugget ... 46

B. PENELITIAN LANJUTAN 1 ... 47

1. Protein nugget ... 48

2. Lemak nugget ... 49

3. Kadar air ... 52

4. Kadar abu ... 53

5. pH Nugget Daging Merah... 54

6. Kadar TVN (Total Volatil Nitrogen) ... 55

7. Nilai TPC ( Total Plate Count) ……….. 56

8. Nilai Bilangan Peroksida ……….... 57

9. Kadar TBA (Thiobarbaituric Acid) ... 59

10. Kadar Histamin ... 61

C. PENELITIAN LANJUTAN 2 ... 63

1. Formulasi Ransum ... 63

2. Perkembangan Berat Badan, Jumlah Konsumsi Ransum dan Efisiensi Ransum Tikus Selama Percobaan ... 64

3. Evaluasi Mutu ProteinSecara in vivo... 69

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. KESIMPULAN ... 73

B. SARAN ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(22)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi Nilai Gizi Beberapa Nilai Gizi Ikan Tuna (Thunnus sp)

per 100 g Daging ... 7

2. Produksi Ikan Tuna Tahun 1989 - 1998 ... 7

3. Formulasi Bumbu Nugget Ikan per 100 g Daging Ikan ... 18

4. Komposisi Bahan Pengikat Nugget per 100 g Daging Ikan ... 18

5. Komposisi Ransum yang Dianjurkan untuk Penetapan PER ... 40

6. Skor rata-rata hasil uji organoleptik produk nugget daging merah

dibandingkan nugget daging putih ... 44

7. Nilai TPC nugget daging merah Tuna ... 57

8. Rekapitulasi analisis proksimat Kasein, Tepung nugget daging putih, Tepung nugget daging merah tuna penyimpanan 0 bulan ,

Tepung nugget daging merah tuna penyimpanan 1 bulan

dan Tepung nugget daging merah tuna penyimpanan 2 bulan ... 63

9. Komposisi bahan untuk pembuatan ransum 100 g ... 64

10. Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan berat badan tikus,

jumlah konsumsi ransum dan efisiensi ransum ... 65

11. Daya cerna, Nilai Biologis dan Net Protein Utilization tepung

(23)

DAFTAR GAMBAR

. Halaman

1. Bentuk Tubuh Beberapa Spesies Ikan Tuna ... 6

2. Letak daging merah pada jenis ikan tuna ... 8

3. Pembagian daging merah tuna berdasarkan lapisan lemak ... 8

4. a. Kristal rutile, b. Kristal anatase dan c. Kristal brookite ... 10

5. Sistem Kristal Titanium Dioksida (TiO2) ... 10

6. Struktur molekul myoglobin ... 11

7. Struktur molekul heme ... 12

8. Struktur Tunaxanhtin dan ß – karoten ... 13

9 Tikus Sparaque Dawley (SD) jantan yang digunakan ... 24

10. Cara pembuatan nugget tuna ... 27

11. Kandang metabolik dan wadah penampung urin dan feses tikus ... 30

12. Prosedur Penelitian ... 31

13. Nilaiderajat putih nugget daging merah tuna ... 42

14. Kadar protein nugget pada berbagai konsentrasi TiO2 ... 47

15 Kadar protein nugget daging merah tuna ... 48

16. Kadar lemak nugget daging merah tuna ... 50

17. Kadar air nugget daging merah tuna ... 52

18. Kadar abu nugget daging merah tuna ... 53

19. Nilai pH nugget daging merah tuna ... 55

(24)

21. Kadar bilangan peroksida nugget daging merah tuna ... 58

22 . Kadar TBA nugget daging merah tuna ... 60 23. Kadar Histamin nugget daging merah tuna ... 61

24 . Tepung nugget daging putih tuna (DP), tepung daging merah tuna penyimpanan nol bulan (B0), tepung daging merah tuna penyimpanan satu bulan (B1) dan tepung daging merah tuna

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Contoh format uji pembedaan : Difference from control test ...…………. 81

2. Hasil analisis sidik ragam derajat putih …... 82

3. Uji Lanjut Tukey derajat putih ... 82

4. Uji pembanding warna nugget daging merah tuna ... 83

5. Uji pembanding aroma nugget daging merah tuna ... 84

6. Uji pembanding rasa nugget daging merah tuna... 85

7. Uji pembanding tekstur nugget daging merah tuna ... 86

8. Hasil analisis sidik ragam kadar protein nugget terhadap TiO2 ... 87

9. Hasil analisis sidik ragam kadar protein nugget ... 87

10. Hasil uji beda Tukey rata-rata kadar protein nugget ... 87

11. Hasil analisis sidik ragam kadar lemak nugget ... 88

12. Hasil uji beda Tukey rata-rata kadar lemak nugget ... 88

13. Hasil analisis sidik ragam kadar air nugget ... 88

14. Hasil uji beda Tukey rata-rata kadar air nugget ... 88

15. Hasil analisis sidik ragam kadar abu nugget ... 89

16. Hasil uji beda Tukey rata-rata kadar abu nugget ... 89

17. Hasil analisis sidik ragam pH nugget ... 89

18. Hasil analisis sidik ragam TVN nugge t... 90

19. Hasil uji beda Tukey rata-rata TVN nugget ... 90

20. Hasil analisis sidik ragam TPC nugget ... 90

(26)

22. Hasil uj i beda Tukey rata-rata Bilangan Peroksida nugget ... 91

23. Hasil analisis sidik ragam TBA nugget ... 91 24. Hasil uji beda Tukey rata-rata TBA nugget ... 91

25. Hasil analisis sidik ragam Nilai Histamin nugget ... 92

26. Hasil uji beda Tukey rata-rata Nilai Histamin nugget ... 92

27. Hasil analisis sidik ragam pertambahan berat badan tikus ... 92

28. Hasil uji beda Tukey rata-rata pertambahan berat badan tikus ... 92

29. Hasil analisis sidik ragam efisiensi ransum tikus ... 93

30. Hasil uji beda Tukey rata-rata efisiensi ransum tikus ... 93

31. Hasil analisis sidik ragam konsumsi ransum tikus ... 93

32. Hasil uji beda Tukey rata-rata konsumsi ransum tikus ... 93

33. Hasil analisis sidik ragam Daya Cerna (DC) sejati protein ... 94

34. Hasil uji beda Tukey rata-rata Daya Cerna (DC) sejati protein ... 94

35. Hasil analisis sidik ragam Nilai Biologis (NB) tikus ... 94

36. Hasil uji beda Tukey rata-rata Nilai Biologis (NB) tikus ... 94

37. Hasil analisis sidik ragam Nilai Protein Utilization (NPU) tikus ... 95

38. Hasil uji beda Tukey rata-rata Nilai Protein Utilization (NPU) tikus ... 95

39. Hasil perhitungan daya cerna, nilai biologis dan Net Protein Utilization pada tikus ... 96

(27)

A. LATAR BELAKANG

Indonesia yang tiga perempat wilayahnya berupa laut (5,8 juta km2) dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi lestari (maximum

sustainable yield) ikan laut seluruhnya 6,4 juta ton/tahun atau sekitar 7 % dari

total potensi lestari ikan laut dunia. Artinya jika kita dapat mengendalikan tingkat

penangkapan ikan laut lebih kecil dari 6,4 juta ton/tahun maka kegiatan usaha

perikanan tangkap semestinya dapat berlangsung secara lestari (Dahuri, 2004).

Dalam dua puluh lima tahun terakhir banyak sekali penemuan ilmiah dari

para ahli gizi dan kesehatan dunia yang membuktikan bahwa ikan dan jenis

seafood lainnya sangat baik untuk kesehatan serta kecerdasan manusia (Dahuri,

2004). Ikan (seafood) rata-rata mengandung 20 % protein yang mudah dicerna

dengan komposisi asam amino esensial yang seimbang. Ikan juga mengandung

omega 3 yang sangat penting bagi perkembangan jaringan otak, mencegah

terjadinya penyakit jantung, stroke dan darah tinggi. Lebih dari itu omega 3 juga

dapat mencegah penyakit inflamasi seperti arthritis, asma, colitis, dermatitis serta

psoriasis, beberapa jenis penyakit ginjal dan memb antu penyembuhan penyakit

depresi, skizofrenia serta gejala hiperaktif pada anak-anak (Dahuri, 2004 dan

Astawan, 2004).

Pemanfaatan limbah perikanan berupa kepala ikan, sirip, tulang, kulit dan

daging merah telah digunakan dalam beberapa hal, yaitu berupa daging lumat

(minced fish) untuk bahan pembuatan produk-produk gel ikan seperti bakso, sosis,

nugge t dan lain- lain. Selain itu dapat dibuat tepung, konsentrat, hidrolisat dan

isolat protein ikan. Sebagai pakan ternak, ikan dapat diolah menjadi tepung,

bubur dan larutan- larutan komponen ikan (Moeljanto, 1979).

Dibandingkan dengan nilai gizi daging hewan darat, misalnya daging sapi,

kedudukan ikan boleh dikatakan jauh lebih tinggi. Sedangkan dibandingkan

dengan telur kedudukan ikan sebagai bahan pangan juga tidak jauh berbeda.

Protein ikan mempunyai nilai biologis tinggi. Meskipun tiap jenis ikan angka

biologisnya berbeda tetapi umumnya sekitar 90. Derajat penerimaan seseorang

(28)

2

gurih, warna dagingnya kebanyakan putih, jaringan pengikatnya halus sehingga

jika dimakan terasa enak (Hadiwiyoto, 1993). Daging merah yang selama ini

merupakan limbah bagi industri pengalengan tuna karena lemaknya yang tinggi

dan proteinnya yang kurang, dapat dimanfaatkan dengan pengolahan yaitu

mengkonversi menjadi produk yang lebih diminati.

Produk olahan hasil perikanan begitu marak di pasaran untuk memenuhi

kebutuhan protein bagi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kehidupan modern

yang serba sibuk dan banyak menyita waktu. Contoh produk olahan hasil

perikanan yang siap saji adalah otak-otak ikan, bakso ikan, fish nugget, fishfinger,

fish burger dan sebagainya. Produk olahan tersebut memiliki nilai gizi yang

sangat dibutuhkan oleh konsumen.

Nugget ikan merupakan salah satu makanan baru, dibuat dari daging giling

dengan penambahan bumbu-bumbu dan dicetak, kemudian dilumuri dengan

pelapis (coating dan breading) yang dilanj utkan dengan penggorengan. Pada

dasarnya nugget ikan mirip dengan nugget ayam, perbedaannya terletak pada

bahan baku yang digunakan (Aswar, 1995). Nugget hasil olahan diharapkan

memiliki citarasa yang enak, aman dan memenuhi kebutuhan zat gizi (Labuza,

1982), sehingga penting mengetahui perubahan mutu yang terjadi selama

penyimpanan.

Pemucatan dengan bahan pemucat titanium dioksida (TiO2) biasa digunakan sebagai bahan tambahan untuk pemucat. Pemucatan dengan TiO2 ini tidak menurunkan nilai gizi protein. Diharapkan proses pemucatan terhadap

daging merah ikan tuna dengan menggunakan TiO2 dapat meningkatkan nilai organoleptik dan pemenuhan nilai gizi protein pada produk siap saji berupa

nugget ikan. Sehingga daging merah tidak lagi merupakan limbah bagi

pengalengan ikan tuna, tapi merupakan suatu bahan baku untuk diversifikasi

produk protein hewani yang siap saji.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah:

(29)

2. Menge valuasi mutu nugget ikan tuna yang terbuat dari daging merah yang

dipucatkan dengan TiO2 dibandingkan dengan nugget dari daging putih tuna

3. Mengevaluasi nilai gizi protein nugget ikan yang disimpan pada suhu beku

selama 0, 1 dan 2 bulan

C. PERUMUSAN MASALAH

Daging merah pada ikan tuna tidak disukai karena menimbulkan rasa pahit

dan memiliki kadar lemak lebih tinggi (5,60 % bb atau 18,43 % bk) tetapi kadar

protein lebih rendah dibandingkan daging putih (Hendriawan, 2002). Kadar

lemak yang tinggi menyebabkan daging merah mudah teroksidasi, cepat

mengalami proses penururan mutu dan berbau tengik sehingga biasanya dibuang

dalam proses pengalengan ikan.

Daging merah tuna merupakan limbah dalam proses pengalengan tuna dan

industri pembekuan tuna untuk ekspor yaitu tuna loin, biasanya limbah ini

dimanfaatkan untuk pakan ternak. Pusparani (2003) mengatakan bahwa limbah

potensial ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Dilihat dari nilai gizinya, daging ini masih dapat dikonsumsi serta dapat

dimanfaatkan untuk produk olahan yang memerlukan penanganan dan pengolahan

agar rasa pahit dapat dikurangi serta menghambat proses ketengikan. Adapun

proses penanganan daging merah ini yaitu dengan proses bleaching (pemucatan)

dan pengolahannya dengan pembuatan nugget ikan dengan penyimpanan beku.

Diharapkan hasil pemucatan tersebut dapat meningkatkan nilai organoleptik,

menghilangkan rasa pahit dan me ncegah ketengikan serta tidak mengurangi nilai

gizi protein.

D. HIPOTESIS

a. Perlakuan penambahan titanium dioksida (TiO2) berpengaruh terhadap derajat putih daging merah tuna yang dipucatkan

(30)

4

c. Penyimpanan beku berpengaruh terhadap nilai gizi protein nugget daging

merah tuna yang dipucatkan

E. KEGUNAAN

Kegunaan hasil penelitian ini yaitu :

• Memanfaatkan daging merah dari limbah pengalengan tuna menjadi

(31)

A. TUNA

Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu.

mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah

dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip

punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip

ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung

hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan

agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan

yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan,

1983)

Menurut Saanin (1984), klasisifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata Thunnus

Class : Teleostei

Sub Class : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Sub ordo : Scombroidae

Genus : Thunnus

Species : Thunnus alalunga (Albacore)

Thunnus albacores (Yellowfin Tuna)

Thunnus macoyii (Southtern Bluefin Tuna)

Thunnus obesus (Big eye Tuna)

Thunnus tongkol (Longtail Tuna)

Tuna termasuk perenang cepat dan terkuat di antara ikan- ikan yang

berangka tulang. Penyebaran ikan tuna mulai dari laut merah, laut India,

Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut daerah tropis dan daerah

beriklim sedang (Djuhanda, 1981). Adapun bentuk tubuh beberapa species ikan

tuna dapat dilihat pada Gambar 1.

(32)

6

[image:32.596.114.512.104.489.2]

Gambar 1 Bentuk tubuh beberapa spesies ikan tuna

1. Tongkol (Euthynnus affinis) 2. Mata besar (Thunnus obesus)

(33)

Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan

lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g

daging. Lemak antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna

mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan

vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin) Departemen of Health Education and

Walfare (1972 yang diacu Maghfiroh, 2000). Komposisi nilai gizi beberapa jenis

ikan tuna dapat dilihat dalam Tabel 1 dan produksi ikan tuna di Indonesia

disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 1 Komposis i nilai gizi beberapa jenis ikan tuna (Thunnus sp) per 100 g daging

Jenis Ikan Tuna Komposisi

Bluefin Skipjack Yellowfin Satuan Energi 121,0 131,0 105,0 Kal Protein 22,6 26,2 24,1 g Lemak 2,7 2,1 0,1 g

Abu 1,2 1,3 1,2 g

Kalsium 8,0 8,0 9,0 mg Fosfor 190,0 220,0 220,0 mg Besi 2,7 4,0 1,1 mg Sodium 90,0 52,0 78,0 mg Retinol 10,0 10,0 5,0 mg Thiamin 0,1 0,03 0,1 mg Riboflavin 0,06 0,15 0,1 mg Niasin 10,0 18,0 12,0 mg

Sumber : Departement of Health, Education and Walfare (1972 yang diacu

Maghfiroh, 2000)

Tabel 2 Produksi ikan tuna tahun 1992- 2001

Tahun Produksi (ton) 1992 90.451 1993 76.650 1994 89.330 1995 101.688 1996 115.549 1997 116.214 1998 168.122 1999 136.474 2000 163.241 2001 153.110

(34)

8

B. DAGING MERAH IKAN TUNA

Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar

antara 45 – 50 % dari tubuh ikan (Suzuki, 1981). Untuk kelompok ikan tuna,

bagian ikan yang dapat dimakan berkisar antara 50 – 60 % (Stanby, 1963). Kadar

protein daging putih ikan tuna lebih tinggi dari pada daging merahnya. Namun

sebaliknya kadar lemak daging putih ikan tuna lebih rendah dari daging

merahnya. Pembagian daging merah ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Letak daging merah pada jenis ikan tuna (http://www.jakartafishport.com/ikan-tuna.jpg)

Daging merah tuna dapat dibedakan berdasarkan lapisan lemaknya yaitu

otoro, chutoro dan akami (Gambar 3). Otoro terdapat pada bagian perut bawah,

berwarna lebih terang karena lebih banyak mengandung lemak dan lebih mahal

dibandingkan chutoro.

(35)

Daging merah ikan adalah lapisan daging ikan yang berpigmen kemerahan

sepanjang tubuh ikan di bawah kulit tubuh. Jumlah daging merah bervariasi

mulai kurang dari 1 – 2 % pada ikan yang tidak berlemak hingga 20 % pada ikan

yang berlemak. Diameter sel atau jaringan otot pada daging merah lebih kecil

(Okada, 1990). Daging merah kaya akan lemak, suplai oksigen dan mengandung

mioglobin. Daging merah pada ikan pelagis memungkinkan jenis ikan ini

berenang pada kecepatan yang tetap untuk memperoleh makanan dan untuk

bermigrasi (Learson dan Kaylor, 1990).

Okada (1990) menyatakan bahwa daging merah mengandung mioglobin

dan hemoglobin yang bersifat prooksidan serta kaya akan lemak. Warna merah

pada daging ikan disebabkan kandungan hemoproteinnya tinggi yang tersusun

atas protein moiety, globin dan struktur heme. Di antara hemoprotein yang ada,

mioglobin adalah hemoprotein yang terbanyak. Lebih 80 % hemoprotein pada

daging merah adalah mioglobin dan hemoglobin. Kandungan mioglobin pada

daging merah ikan tuna dapat lebih dari 3.500 mg/100 g (Watanabe, 1990). Hal

ini yang menyebabkan mudahnya terjadi ketengikan pada daging merah ikan tuna

(Okada, 1990).

C. TITANIUM DIOKSIDA (TiO2)

Sebelum dikenal sebagai semikonduktor tipe- n yang memiliki celah energi

relatif lebar dengan sifat super hidrofilik ketika terkena cahaya, TiO2 dikenal sebagai senyawa dioksida berwarna putih yang tahan karat dan tidak beracun.

Karena sifatnya ini TiO2 telah lama digunakan sebagai bahan pemberi warna (pigmen) putih pada makanan maupun produk kosmetik. Dalam bentuk

mikroskopis, TiO2 diketahui memiliki dua bentuk utama yaitu kristal dan amorf (Gunlazuardi, 2001 yang diacu Sudana, 2003).

Konfigurasi elektron atom titanium (22Ti) ialah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d2 sementara atom oksigen (8O) yaitu 1s2 2s2 2p4. Secara sederhana orbital molekul TiO2 terbentuk antara ikatan kulit 3d Ti dengan kulit 2p O. Tingkat energi kulit 3d menjadi daerah konduktif molekul sedangkan kulit 2p menjadi area valensi

(36)

10

TiO2 amorf seperti layaknya senyawa amorf lain tidak memiliki keteraturan susunan atom sehingga bahan tersebut tidak memiliki keteraturan pita

konduksi dan valensi, akan tetapi TiO2 amorf juga dikenal memiliki kemampuan untuk mendegradasi polutan dalam waktu yang tidak singkat. Sedangkan dalam

bentuk kristal, TiO2 diketahui memiliki tiga fase kristal yang berbeda yaitu rutile,

anatase dan brookite (Gambar 4).

a b c

Gambar 4 a. Kristal rutile, b. Kristal anatase dan c. Kristal brookite

http://ruby.colorado.edu/~smyth/min/tio2.html

Rutile merupakan bentuk kristal yang paling stabil dib andingkan dua fase

lainnya, oleh karena itu kristal jenis ini lebih mudah ditemukan dalam bentuk

yang paling murni (biji). Anatase dikenal sebagai fase kristal yang paling reaktif

terhadap cahaya, eksitasi elektron ke pita konduksi dapat dengan mudah terjadi

apabila kristal ini dikenai cahaya dengan energi yang lebih besar dari pada celah

energinya. Kristal ini juga dapat terbentuk akibat pemanasan TiO2 amorf pada suhu 400oC hingga 600oC sedangkan pemanasan hingga 700oC akan menyebabkan kristal anatase bertranformasi menjadi rutile. Sedangkan brookite

merupakan jenis kristal yang paling sulit diamati karena sifatnya yang tidak

mudah dimurnikan (Diebold, 2003 yang diacu Marlupi, 2003).

Molekul TiO2 dalam fase anatase atau rutile tersusun dari konfigurasi satu ion Ti+4 dan enam ion O-2 yang membentuk konfigurasi bangun oktahedron

dengan sistem kristal tetragonal (Gambar 5).

Gambar 5 Sistem kristal Titanium dioksida (TiO2)

(37)

TiO2 paling banyak digunakan sebagai material fotokatalisis karena paling stabil, tahan terhadap korosi, aman memiliki sifat ampifilik dan harganya relatif

murah. Sifat ampifilik ditunjukkan dengan perubahan sifat permukaan TiO2 yang super hidrofobik sebelum disinari UV menjadi super hidrofilik setelah disinari

UV. Karakteristik ini dimanfaatkan dalam sistem desinfeksi, antifogging, dan self

cleaning (Gunlazuardi, 2001 yang diacu Marlupi, 2003). Titanium dioksida

(Pigmen White 6 C I no : 77891) biasa digunakan sebagai bahan tambahan dalam

makanan (Depkes RI, 1999 dan MacDougall, 2002) dan penggunaannya tidak

boleh melebihi 1%.

D. KANDUNGAN PIGMEN

v Myoglobin

Perbedaan utama antara daging putih dan daging merah adalah kandungan

pigmennya, dimana myoglobin menjadi pigmen utama yang terdapat pada daging

merah (Winarno, 1984).

Menurut Winarno (1984), myoglobin mirip dengan hemoglobin berbentuk

lebih kecil, yaitu kira-kira satu per empat bagian dari besar hemoglobin. Satu

molekul myoglobin terdiri dari satu rantai polipeptida yang terdiri satu rantai

polipeptida yang terdiri dari 150 buah asam amino. Gambar 6 menunjukkan

struktur molekul dari myoglobin.

Keterangan :

M = methyl (-CH3) V = vinyl (-CH-CH2)

P = Propinic acid (CH2CH2COOH)

[image:37.596.337.490.519.651.2]

(38)

12

Menurut Gray dan Pearson (1984), gugus heme yang terdapat dalam

molekul hemoglobin sama dengan gugus heme pada myoglobin, yaitu terdiri dari

porpirin yang mengandung sebuah atom besi (Fe). Struktur molekul heme dapat

dilihat pada Gambar 7.

[image:38.596.218.372.167.321.2]

Gambar 7 Struktur molekul heme

Berdasarkan sifat fisiknya, myoglobin merupakan bagian dari protein

sarkoplasma daging, bersifat larut dalam air dan larutan garam encer (Clydesdale

dan Francis, 1976)

Kramlich et al (1973) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi

jumlah hemoglobin dan myoglobin pada daging antara lain 1) tingkat aktivitas

jaringan, (2) suplai darah, (3) tingkat kebutuhan oksigen, serta (4) umur dan

species.

v Karotenoid

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange

dan merah serta larut dalam minyak (Winarno, 1984). Karotenoid merupakan

grup pigmen yang terdapat pada kulit, alat-alat dalam tubuh ikan dan

bagian-bagian la innya dari ikan (Simpson, 1962). Selanjutnya dinyatakan bahwa, ikan

tuna termasuk jenis ikan yang banyak mengandung karotenoid. Kandungan

pigmen ini dapat disebabkan karena beberapa jenis ikan dapat mengkonsumsi

ikan-ikan lain atau kerang-kerangan yang lebih kecil yang mengandung

karotenoid.

Pigmen yang telah diisolasi dari grup ikan tuna adalah “ tunaxanthin

dan pigmen tersebut merupakan karakterisrtik utama ikan- ikan laut pada

(39)

Tunaxanhtin dan ß – karoten mempunyai struktur yang mirip, terdiri dari

delapan unit isoprene dan dua cincin ionon. Perbedaan terlihat pada adanya dua

gugus hidroksil dan pada cincin ionon dari tunaxanthin seperti terlihat pada

Gambar 7. Menurut Clydesdale dan Francis (1976), ß – karoten adalah karotenoid

yang paling umum dan merupakan sumber utama bagi sintesa vitamin A pada

hewan.

Gambar 8 Struktur Tunaxanhtin dan ß – karoten (Simpson, 1962)

Selanjut nya Simpson (1962) menjelaskan bahwa pengurangan intensitas

warna ikan yang berdaging merah lebih mudah terjadi pada suhu pembekuan

(refrigerasi) dan bebas dari cahaya. Selain itu juga homogenaisasi pada proses

pengolahan ikan dapat pula mendegradasi tunaxanhtin dan ß – karoten, terutama

yang terletak pada jaringan di bawah kulit dan jaringan dekat hati, sehingga

bagian tersebut berubah menjadi bagian yang tidak berwarna.

Kerusakan lanjut dari karotenoid dapat disebabkan oleh faktor- faktor

cahaya, adanya enzim lipoksigenase dan perlakuan pengeringan (Simpson, 1962).

Kerusakan tersebut dapat berupa perubahan warna secara bertahap dan

terisomerisasi.

E. KOMPOSISI DAGING IKAN

v Protein

Kandungan protein ikan sangat tinggi dibandingkan denganprotein hewan

lainnya, dengan asam amino esesnsial sempurna, karena hampir semua asam

amino esensial terdapat pada daging ikan (Pigott dan Tucker, 1990 ). Berdasarkan

(40)

14

protein pengikat (stroma), protein pembentuk atau pembentuk enzim, koenzim

dan hormon (Hadiwiyoto, 1993).

Jebsen (1983) membagi protein ikan menjadi 3 kelompok yaitu : 1),

kelompok yang terdiri dari tropomiosin, aktin, miosin dan aktomiosin yang

terdapat kira-kira 65 % dari total protein dan larut dalam natrium klorida netral

dengan kekuatan ion lebih tinggi dari (0,50), 2) terdiri dari globin, miosin dan

mioglobin yang terkandung sekitar 25 sampai 30 persen dari total protein yang

diekstrak dengan larutan netral dengan kekuatan ion lebih rendah (0,15) 3),

meliputi stroma protein yang terdapat kira-kira 3 persen dari protein ikan.

Kelompok protein ini tidak dapat larut dalam larutan garam netral, asam encer

atau alkali.

Suzuki (1981) menyatakan protein miofibrilar bersifat sedikit larut dalam

air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein miofibrilar

adalah protein yang membentuk miofibril yang terdiri dari protein struktural

(aktin, miosin dan aktomiosin) dan protein regulasi (troponin, tropomiosin dan

aktinin). Protein miofibrilar merupakan bagian terbesar dari protein ikan, yaitu

sekitar 66 – 77 % dari total protein ikan.

Pada proses pengolahan daging protein miofibrilar memegang peranan

penting dalam struktur yang menentukan karakteristik produk yang diinginkan

adalah miosin, Miosin adalah merupakan protein berserabut besar dengan berat

molekul 500.000 dan terdapat sekitar 43 % dari total miofibrilar dalam jaringan

otot (Xiong, 2000 yang diacu Nakai, 2000). Suzuki (1981) menyatakan bahwa

aktivitas ATP-ase miosin dipengaruhi oleh ion K+, Mg 2+ dan Ca 2+. Pada daging yang mengalami rigor mortis aktin akan berikatan dengan miosin membentuk

aktomiosin. Aktin akan terekstrak bersama-sama dengan miosin dengan adanya

garam dan polifosfat.

Xiong (2000 yang diacu Nakai, 2000) menyatakan bahwa protein kolagen

merupakan serabut sarkoplasma yang penting adalah mioglobin yang sangat

berperan dalam warna merah pada daging. Molekul mioglobin terdiri dari dua

bagian yaitu : bagian protein (globin) dan bagian nonprotein (heme). Selanjutnya

dinyatakan bahwa kandungan mioglobin dalam tiap daging berbeda tergantung

(41)

Kolagen adalah salah satu protein stroma (jaringan pengikat) yang tersusun

dari asam-asam amino penyusun protein kecuali triptofan, sistin dan sistein

(Hadiwiyoto, 1993). Stanley (1999) menyatakan bahwa merupakan serabut

protein yang sangat penting dalam tekstur daging yang tersusun dari asam amino

glisin (30%), proline dan hydroproline (25%). McCormick yang diacu Kinsman

et al (1994) menyatakan bahwa kolagen adala h 2 – 6 % berat kering otot,

tergantung jenis otot dan umur.

v Lemak

Suzuki (1991) menyatakan bahwa kandungan lemak ikan

bermacam-macam tergantung pada jenis ikan, umur dan jumlah daging merah serta kondisi

makanan. Kandungan lemak erat kaitannya denga n kandungan protein dan

kandungan air, pada ikan yang kandungan lemaknya rendah umumnya

mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar

Winarno (1993) menyatakan bahwa berdasarkan kandungan lemaknya,

ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu : ikan dengan kandungan lemak rendah

(kurang dari 2%) terdapat pada kerang, cod, lobster, bawal, gabus, ikan dengan

kandungan lemak sedang (2 – 5 %) terdapat pada rajungan,oyster,udang, ikan

mas, lemuru, salmon dan ikan dengan kandungan lemak tinggi (4 – 5%) terdapat

pada hering, mackerel, salmon, tuna, sepat, tawes dan nila.

Ikan banyak mengandung asam lemak bebas berantai karbon lebih dari 18.

Asam lemak ikan lebih banyak mengandung ikatan rangkap atau asam lemak tak

jenuh (PUFA) dari pada mamalia. Keseluruhan asam lemak yang terdapat pada

daging ikan krang lebih 25 macam. Jumlah asam lemak jenuh 17 – 21% dan

asam lemak tidak jenuh 79 – 83 % dari seluruh asam lemak yang terdapat pada

daging ikan. Asam lemak tidak jenuh mempunyai ikatan rangkap a 1-6

(Hadiwiyoto, 1993).

v Karbohidrat

Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida yaitu glikogen

yang terdapat dalam sarkoplasma diantara miofibril- miofibril. Glikogen terdapat

(42)

16

yaitu 0,05 – 0,085 %. Disamping itu terdapat jauga glukosa (0,038 %), asam

laktat (0,005 – 0,43 %) dan berbagai senyawa antara dalam metabolisme

karbohidrat (Hadiwiyoto, 1993).

Lebih lanjut Hadiwiyoto (1993) menjelaskan bahwa hasil antara proses

glikolisa juga terdapat dalam daging ikan ,yaitu : asam fruktosafosfor, asam

fosfogliserat dan asam piruvat. Selain itu masih terdapat sejumlah kecil

monosakarida dari golongan pentosa yaitu ribosa dan deoksiribosa yang

merupakan hasil pemecahan asam asam nukleat. Kedua monosakarida ini dapat

membentuk protein-protein kompleks.

v Air

Kadar air pada ikan adalah 66 – 84 %. Kadar air mempunyai hubungan

yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air, makin rendah

kadar lemaknya. Air terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan plasma (Suzuki,

1981). Air yang ditemukan dalam jaringan otot terdiri dari tiga tipe yaitu : air

konstitusional merupakan air yang terletak dalam molekul protein (1%), air yang

terikat kuat (0,3 g air/100 g protein) dan air permukaan yang terletak pada

permukaan multi layer protein dan dalam celah-celah kecil. Sekitar 10 % dari air

tersebut ditemukan dalam ruang ekstraseluler yang bisa bertukar denga n air sel

pada kondisi tertentu sehingga mengakibatkan perubahan protein miofibril.

F. NUGGET IKAN (FISH NUGGET)

Pada tahun 1982, Castle dan Cooke Foods San Fransisco telah

memasarkan produk salmon nugget dengan label Bumble Bee yang memiliki

aroma, bau, rasa ikan salmon segar dengan bentuk baru dan menarik. Bentuk

makanan nugget ikan berupa cincangan daging ikan yang memiliki kekenyalan

khas, dibalut lapisan remah roti kering (buttered and breaded) yang dapat diberi

cita rasa khusus dengan ukuran sekitar 50 g, sehingga mudah disajikan bersama

saus setelah digoreng dalam minyak terlebih dahulu. Pada saat disajikan berupa

gumpalan berwarna coklat keemasan dengan bagian luar yang renyah (crispy) dan

(43)

Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang merupakan bentuk

emulsi minyak dalam air (O/W). Nugget ikan yang sekarang dipasarkan di

Indonesia umumnya menggunakan bahan baku ikan kakap merah (Manullang dan

Tanoto, 1995). Penambahan polyphospate pada pengolahan nugget diduga kuat

juga mencegah timbulnya ketengikan pada produk precooked selama

penyimpanan dan distribusinya (Brotsky, 1976 yang diacu Huffman et al, 1987).

Alkalin polyphospate telah diizinkan untuk digunakan sebagai pengawet flavor

produk daging oleh USDA sejak tahun 1984 (Huffman et al, 1987).

Nugget adalah suatu bentuk produk olahan dari daging giling dan diberi

bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat kemudian dicampur dengan

bentuk-bentuk tertentu selanjutnya dilumuri dengan tepung roti (coating) dan

digoreng. Nugget merupakan produk makanan baru yang dibekukan, rasanya

lezat, gurih dapat dihidangkan dengan cepat karena hanya digoreng dan dapat

langsung dimakan (Anonim, 1990). Pada umumnya nugget berbentuk persegi

panjang ketika digoreng menjadi kekuningan dan kering. Hal yang terpenting dari

nugget adalah penampakan produk akhir, warna, tekstur dan aroma. Pada saat

pelumuran dengan tepung roti diusahakan secara merata jangan sampai adonan

kelihatan. Tekstur dari nugget tergantung dari asal bahan baku (Maghfiroh,

2000).

Pada dasarnya produk fish nugget hampir sama dengan chicken nugget dan

shrimp nugget. Perbedaannya terletak pada jenis dan karakteristik bahan baku

yang digunakan (Aswar, 1995). Pembuatan fish nugget tidak jauh berbeda dengan

pemb uatan surimi seperti kamaboko, sosis, chikuwa dan ham ikan yang juga

dibuat dari daging ikan giling (Suzuki, 1981). Nugget ikan tenggiri yang

menggunakan bahan pengikat maizena dan emulsifier SPI (Soy Protein Isolate)

menunjukkan hasil yang relatif lebih dapat diterima oleh panelis jika

dibandingkan dengan kombinasi bahan pengikat dan emulsifier yang lain (terigu

dan kasein). Batter yang digunakan berasal dari formula maizena 80 g, garam 12

g, bumbu nugget 3 g dan air 300 ml (Elingsari, 1994).

Hasil pene litian Aswar (1995) bahwa penggunaan bahan pengikat maizena

sebanyak 15 % , emulsifier lechitin 2 % dengan batter maizena menghasilkan

(44)

18

bahan pengikat tapioka 15 %, emulsifier dan batter yang sama karena produk

yang dihasilkan teksturnya lebih lembut serta warnanya kuning keemasan.

Warna ini muncul setelah produk digoreng, diduga sebagai hasil reaksi Maillard.

Nugget ikan yang digoreng akan menyerap minyak selama proses pemasakan

sehingga rasanya lebih enak dan gurih. Formulasi bumbu nugget ikan terlihat

dalam Tabel 4.

Menurut Maghfiroh (2000), bahwa nugget ikan dengan menggunakan

tepung terigu 15 % sebagai bahan pengikat memiliki kemiripan dengan produk

komersial. Kedua nugget tersebut mempunyai warna kuning kemerahan,

penampakan utuh dan rapi, tekstur kompak, aroma dan rasa ikan. Komposisi

bahan pengikat nugget ikan per 100 g daging ikan Tabel 5.

Tabel 3 Formulasi bumbu nugget ikan per 100 g daging ikan

Bahan Jumlah (gram) Bawang putih 2 Bawan bombay 42,17

Garam 4

Merica 1

Emulsifier (susu) 50 Tepung terigu 15 Putih telur 40 Telur utuh 120 Sumber : Maghfiroh (2000)

Tabel 4. Komposisi bahan pengikat nugget ikan per 100 g daging ikan

Bahan Jumlah (gram) Tepung terigu 100 Tepung maizena 5 Bawang putih 2

Merica 11

Garam 4

Breading 150

Sumber : Maghfiroh (2000)

Nilai log TPC nugget tuna meningkat dengan lama waktu penyimpanan,

tetapi nilai hedonik nugget tuna setelah digoreng tidak dipengaruhi oleh waktu

(45)

dengan bertambahnya waktu penyimpanan suhu kamar , demikian halnya

terhadap parameter warna dan penampakan nugget (Hidayati, 2002).

Dari hasil uji fisik terhadap dua bahan dasar nugget yaitu daging lumat dan

surimi, meliputi daya ikat air, nilai kekerasan dan susut masak fish nugget

menunjukkan bahwa sifat fisik tersebut tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan

yang diamati. Sedangkan hasil perhitungan Kruskal Wallis, diperoleh bahan dasar

yang terbaik adalah surimi untuk penelitian lanjutan yaitu pemberian bahan

pengisi dan bahan pengikat pada nugget Hal ini dikarenakan pada daging lumat

yang tidak mengalami pencucian dan perlakuan seperti surimi, sehingga daging

merah yang banyak mengandung mioglobin yang mudah teroksidasi dan produk

menjadi tengik dalam hal rasanya (Sianipar, 2003).

G. HISTAMIN DAN MUTU IKAN TUNA

Histamin adalah senyawa yang terdapat pada daging ikan dari famili

scombroidae, subfamili scombroidae, atau ikan lain yang telah membusuk yang di

dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang tinggi. Histamin di dalam daging

diproduksi oleh hasil karya enzim yang menyebabkan pemecahan histidin.

Melalui proses dekarboksilasi (pemotongan gugus karboksil ) dihasilkan histamin.

Satuan kadar histamin dalam daging tuna dapat dinyatakan dalam mg/100 g ; mg

% atau ppm (mg/1000 g) (Hadiwiyoto, 1993)

”Histidin bebas” yang terdapat dari daging ikan erat sekali hubungannya

dengan terbentuknya histamin dalam daging. Semua daging yang berwarna gelap

tinggi kandungan histidin bebasnya. Kandungan histidin bebas dalam daging ikan

tuna segar berkisar dari 745 sampai 1460 mg %. Sebaliknya, ikan- ikan berdaging

putih rendah kandungan histidin bebasnya dan ketika busuk tidak menghasilkan

histamin sampai 10 mg % setelah dibiarkan 48 jam pada suhu 250C.

Pada jenis ikan tuna yang memiliki 2 jenis daging yaitu putih dan gelap,

justru daging-daging putihlah yang tinggi histaminnya. Daging yang merah jauh

lebih sedikit. Untuk konsumsi manusia, daging merah lebih aman daripada daging

putihnya bila dipandang dari segi histamin. Mengapa daging merah justeru kecil

(46)

20

trimetil amina oksida (TMAO) yang berfungsi menghamb at proses terbentuknya

histamin (Winarno, 1993).

Meskipun enzim pemecah karboksil dapat berasal dari daging tubuh ikan

sendiri, sebagian besar enzim pemecah tersebut dapat dihasilkan oleh mikroba

yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan serta mikroba lain ya ng

mengkontaminasi ikan dari luar. Di Amerika Serikat, khususnya oleh US-FDA

telah dikeluarkan pedoman kadar histamin dalam tuna, yaitu: 20 mg per 100 g

menunjukkan indikasi penanganan yang tidak higienis pada beberapa tahap

penanganan pasca tangkap dan 50 mg per 100 g menunjukkan bahwa ikan tuna

tersebut telah membahayakan kesehatan konsumen bila dikonsumsi. Bagian

depan tubuh ikan biasanya memiliki kadar histamin paling tinggi, dan terendah di

bagian ekor.

Ada 3 jenis bakteri yang mampu memproduksi histamin dari histidin

dalam jumlah tinggi yaitu: Proteus marganii (bigeye, skipjack), Enterobacteri

aerogenes (skipjack), Clostridium pefringens (skipjack). Hampir semua mikroba

pembentuk histamin bersifat gram negatif dan berbentuk batang. Mikroba

tersebut banyak yang berasal dari sentuhan tangan manusia dan kotoran tinja dan

isi usus ikan. Mikroba dan enzim protease isi perut ikan dapat merembes dari

dinding perut ke daging (Winarno, 1993)

H. PEMBEKUAN

Menurut Hadiwiyoto (1993) pengolahan agar mempertahankan sifat

segar ikan dengan suhu rendah. Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan

pendinginan dan pembekuan. Penerapan suhu rendah adalah untuk

menghindarkan hasil perikanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh autolisa

dan atau karena pertumbuhan mikroba. Baik aktifitas enzim maupun

pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi tertentu

aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya dapat menurun,

terhambat bahkan terhenti. Suhu optimum dimana enzim dan mikroba

mempunyai aktifitas yang paling baik biasanya terletak pada suhu di antara sedikit

(47)

Menurut Muchtadi (1997) setiap bahan pangan mempunyai suhu yang

optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Suhu

penyimpanan yang lebih tinggi dari suhu optimum akan mempercepat terjadinya

proses pembusukan. Suhu rendah di atas suhu pembekuan dan di bawah 150C efektif dalam mengurangi laju metabolisme. Suhu seperti ini diketahui sangat

berguna untuk pengawetan jangka pendek. Setiap penurunan suhu 80C menyebabkan laju metabolisme akan berkurang setengahnya. Menyimpan bahan

pangan pada suhu sekitar -20C sampai 100C diharapkan dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat memperlambat

aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu juga

mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan

pangan.

Selama pendinginan dan pembekuan akan terjadi perubahan-perubahan

sifat pada ikan. Perubahan tersebut meliputi perubahan sifat kimiawi, sifat

fisikiawi dan perubahan organoleptik. Pada pendinginan tidak terlalu banyak

perubahan yang terjadi dibandingkan pada proses pembekuan, karena

terbentuknya kristal es yang terjadi di dalam jaringan daging ikan (Hadiwiyoto,

1983)

Pembentukan adonan dengan menggiling daging yang ditambahkan

dengan es dimaksudkan agar suhu daging tetap dingin sehingga protein tidak

terdenaturasi. Penghancuran daging bertujuan untuk memecah dinding sel serabut

otot sehingga protein seperti miosin dan aktin dapat terekstrak dengan

penggunaan larutan garam. Suhu optimum untuk mengekstrak protein serabut

otot adalah 4 – 5 0C dan dipertahankan agar tidak melebihi 200C, karena gesekan daging dengan alat penghalus grading seperti “cutter”, mixer“ atau alat

pengemulsi lemak mengakibatkan terhambatnya ekstraksi protein serabut otot

sehingga terjadi koagulasi protein (Pisula, 1984).

Penambahan air ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan

berperan penting dalam membentuk adonan yang lebih baik dan untuk

mempertahankan temperatur selama pendinginan. selain itu air berfungsi sebagai

fase pendispersi dalam emulsi daging dan melarutkan protein sarkoplasma,

(48)

22

Produk nugget pre-cooked merupakan produk basah yang harus disimpan

pada suhu beku di bawah -180C untuk menjaga mutunya. Perubahan sifat inderawi pada berbagai suhu penyimpanan adalah sama hanya prosesnya menjadi

lebih lambat pada suhu penyimpanan yang lebih rendah. Nugget yang disimpan

pada suhu beku (-250C) sampai pada pengamatan minggu keenam tidak dapat diterima panelis karena terasa asam dan berlendir (Prayitno, 2003).

Menurut Fennema et al (1973)dan Ilyas (1972) sela ma penyimpanan beku

produk perikanan akan kehilangan air, terjadi oksidasi , perubahan warna dan

rasa, serta terjadi “drip”, yaitu cairan bening yang merembes keluar sewaktu

produk dilelehkan. Proses pembekuan cenderung menyebabkan susunan mutu

makanan berubah dan perubahan ini akan langsung berakibat pada susunan

proteinnya (Connell, 1968). Dyer dan Dingle (1961) menjelaskan perubahan

yang terjadi adalah denaturasi protein, perubahan dalam sistem garam, protein dan

air selama pembekuan dan perubahan dalam sistem aktomiosin.

WHC atau daya ikat air nugget ikan manyung yang disimpan pada suhu

beku rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan nugget yang disimpan pada suhu

ruang dan suhu dingin, hal tersebut ditandai dengan banyaknya jumlah air bebas

yang tidak dapat diikat oleh protein pada nugget yang disimpan pada suhu beku,

karena denaturasi protein yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa daya

mengikat airnya rendah. Banyaknya air yang bebas yang terjerat dalam

mikrostruktur jaringan dipengaruhi oleh suhu (Syartiwidya, 2003).

Menurut Suzuki (1981) ada beberapa teori, yang menjelaskan mekanisme

denaturasi protein akibat pembekuan yaitu : 1) meningkatnya konsentrasi garam

di dalam sel-sel otot akibat perubahan air menjadi kristal-kristal es, 2) hilangnya

molekul air dari ruang menyebabkan molekul menjadi lebih dekat satu sama lain

dan membentuk berbagai ikatan silang yang menimbulkan agregasi dan 3)

terjadinya auto-oksidasi, pengaruh protein larut air, reaksi dengan lemak dan

reaksi dengan formaldehida yang terbentuk dari trimetilamin (TMA). Denaturasi

atau degradasi protein yang disebabkan oleh penyimpanan beku yang dipercepat

dengan adanya penggilingan dan pencincangan.

Degradasi enzimatis dari trimetilaminoksida (TMAO) menjadi

(49)

tekstural, kerusakan ini disebabkan oleh karena adanya formaldehida yang

berikatan dengan protein (Gratham, 1981). Menurut Kamallan (1988) selama

penyimpanan beku elastisitas/kekenyalan produk akan menurun. Hal ini

disebabkan adanya pelepasan sejumlah cairan dari dalam produk selama thawing,

sehingga keteguhan gel menjadi berkurang akibat terbentukya pori-pori pada

produk.

Pada suhu beku peningkatan asam tiobarbiturat hanya mencapai 0,25 mg

malonaldehid/kg sampai pada minggu ke- 10 (70 hari) , dan aroma nugget masih

beraroma ikan. Hal ini terjadi karena penyimpanan pada suhu beku dapat

menghambat reaksi oksidasi lemak (Syartiwidya, 2003)

Fennema et al. (1973) dan Ilyas (1972) menyatakan bahwa selama

penyimpanan beku produk perikanan akan terjadi perubahan warna dan rasa.

Proses mincing dan proses penghancuran produk yang dihasilkan berwarna lebih

(50)

3 METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2005 sampai April 2006, di

Laboratorium Pilot Plant Southeast Asian Food and Agricultural Science and

Technology Center (SEAFAST CENTER) IPB dan Pengujian dilakukan di

bagian Kimia, Mikrobiologi, dan Biokimia Pangan Departeme n Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Te

Gambar

Gambar 1  Bentuk tubuh beberapa spesies ikan tuna
Gambar 6  Struktur molekul myoglobin
Gambar 7  Struktur molekul heme
Gambar 10  Cara pembuatan nugget tuna
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Nilai Pagu Dana s.d. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana

Dhayanti, AY, Trisunuwati, P dan Murwani,S, 2008, Efek Antimikroba Ekstrak N-Heksan Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) Terhadap Eschericia coli Secara In Vitro, Laporan

Namun, juga terdapat perbedaan antara data yang di dapat dengan penelitian ini, terbukti dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada pembelajaran Bahasa Arab, khususnya

(melengkapi cerita) pada pembelajaran Tarikh (Sejarah Islam). Media pembelajaran komik yang dimaksudkan di sini adalah penulis menyusun kerangka cerita tentang

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana

Aktiviti ini juga diharapkan dapat memberi peluang kepada kanak-kanak melahirkan perasaan, mencungkil bakat dan memperkembangkan daya kreativiti mereka melalui gerakan bersepadu di

Sekarang, coba tuliskan dengan runtut kelanjutan dari tulisanmu, yaitu tentang proses menyalurkan energi listrik yang telah dihasilkan oleh pembangkit listrik mikrohidro