• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Papan Semen Gypsum Dari Kayu Acacia mangium Willd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Papan Semen Gypsum Dari Kayu Acacia mangium Willd"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN PAPAN SEMEN GYPSUM

DARI KAYU Acacia mangium Willd

HENDRIK

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

HENDRIK. Pembuatan Papan Semen Gypsum Dari Kayu Acacia mangium Willd. Di bawa h bimbingan JAJANG SURYANA dan DEDE HERMAWAN.

Papan semen partikel merupakan salah satu produk panil kayu yang berpotensi untuk dikembangkan. Papan semen partikel adalah papan tiruan yang terbuat dari campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, semen dan bahan tambahan serta diberi perlakuan kempa dingin. Papan semen ini memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan produk biokomposit lainnya, antara lain : tahan terhadap serangan jamur, serangga dan api, serta memiliki stabilitas dimensi yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas papan semen partikel dan mempelajari pengaruh substitusi semen dengan gypsum terhadap sifat fisis dan mekanisnya.

Bahan yang digunakan adalah Acacia mangium Willd, semen Portland tipe I merk Tiga Roda dan Gypsum. Adonan pembuatan papan semen partikel terdiri dari semen, air dan partikel dengan perbandingan 2,5 : 1,25 :1,0. Taraf substitusi sebagian semen dalam penelitian adalah 10%-50%.

Suhu hidrasi terjadi akibat reaksi eksotermik antara semen dan air. Nilainya merupakan salah satu indikator kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan semen partikel. Suhu dan waktu hidrasi dipengaruhi oleh zat ekstraktif sehingga zat ekstraktif dapat menghambat pengerasan semen.

Pengaruh substitusi gypsum terhadap sifat fisis dan sifat mekanis papan semen partikel dianalisa menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

Hasil pengujian menunjukan bahwa suhu hidrasi semakin naik dengan meningkatnya taraf semen tersubstitusi. Tingkat semen tersubstitusi 40% dan 50% menghasilkan suhu hidrasi yang tergolong baik (suhu hidrasi > 40ºC), sedangkan untuk tingkat semen tersubstitusi 0% sampai 30% menghasilkan suhu hidrasi yang tergolong sedang (suhu > 36ºC) berdasarkan penggolongan oleh LPHH (Le mbaga Penelitian Hasil Hutan) Bogor.

Nilai rata-rata kerapatan papan hasil penelitian yaitu 1,03 gr/cm3 lebih kecil dari yang ditargetkan yaitu 1,2 gr/cm3. Berdasarkan standar JIS A 5417 (1992) dan Bison (1975) kerapatan papan semen partikel yaitu 1,2 gr/cm3, maka untuk semua sifat fisis dan sifat mekanis yang duji dalam penelitian ini tidak bisa dibandingkan dengan standar JIS A 5417 (1992) dan Bison (1975).

Pengujian terhadap sifat fisis menunjukan bahwa persentase kadar air, pengembangan linear, pengembangan tebal, dan daya serap air semakin meningkat dengan bertambahnya semen tersubstitusi. Nilai kerapatan dan pengembangan linear tidak berpengaruh dengan perlakuan substitusi semen sampai dengan taraf 50%. Sifat mekanis papan semen partikel semakin menurun dengan meningkatnya taraf semen tersubstitusi sampai 50%.

(3)

PEMBUATAN PAPAN SEMEN GYPSUM

DARI KAYU Acacia mangium Willd

HENDRIK

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITU T PERTANIAN BOGOR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pembuatan Papan Semen Gypsum Dari Kayu Acacia mangium Willd. Nama : Hendrik

NIM : E24101015

Menyetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. NIP. 131 430 799

Tanggal Lulus :

Pembimbing I

Ir. Jajang Suryana, M.Sc. NIP. 131 414 987

Pembimbing II

(5)

PRAKATA

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas segala nikmat dan karunia -Nya, sehingga hanya dengan pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam se moga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, para sahabat, dan seluruh pengikutnya yang selalu teguh mengamalkan ajarannya. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Keluarga tercinta (bapak, ibu, kakak dan adik) yang telah memberikan kasih sayang, doa dan restu serta pengorbanan yang terbaik bagi putranya. 2. Ir. Jajang Suryana, M.Sc dan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bantuan, arahan, nasihat dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr dan Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata atas saran dan masukan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Seluruh laboran di Departemen Hasil Hutan dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi, De partemen Teknologi Pertanian atas bantuan dan masukannya.

5. Rekan-rekan Lab.Biokomposit, teman-teman THH’38, keluarga besar Fahutan IPB serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

6. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah S.W.T memberikan balasan kebaikan yang setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini ber manfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Oktober 2005

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11 Juni 1982. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Muhammad Sapri (Ayah) dan Siti Umi Kulsum (Ibu). Jenjang pendidikan formal yang dilalui penulis adalah pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Neglasari I, Bogor tahun 1989-1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri I Dramaga, Bogor tahun 1995-1998 dan Sekolah Menengah Umum di SMU PGRI 4 Bogor tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2003 penulis mengambil Sub-Program Studi Pengolahan Hasil Hutan dan pada tahun 2004 memilih Biokomposit sebagai bidang keahlian.

Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa praktek lapang antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juli-Agustus 2004 di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (KPH Banyumas Barat, BKPH Rawa Timur dan KPH Banyumas Timur, BKPH Gunung Slamet Barat) dan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, KPH Ngawi. Pada bulan Maret – Mei 2005, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Bineatama Kayone Lestari, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

Hipotesa ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Papan Semen Partikel ... 3

Bahan Pengikat ... 4

Pembuatan Papan Semen ... 6

Suhu Hidrasi ...8

Kayu Acacia mangium Willd ... 9

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ...10

Alat dan Bahan ... 10

Metode Penelitian ... 10

Standar Pengujian Papan Semen Partikel ... 21

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ...21

HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu Hidrasi ... 23

Kerapatan ... 25

Kadar Air ... 26

Pengembangan Linear ...28

Pengembangan Tebal ... 30

(8)

Keteguhan Patah atau Modulus of Rupture (MOR) ……….36

Keteguhan Lentur atau Modulus of Elastic ity (MOE) ……….38

lkatan Dalam atau Internal Bond (IB) ... 40

Kuat Pegang Sekrup ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi bahan kimia semen Portland ... 5

2. Pengaruh nisbah air dan gips terhadap sifat-sifat gips dengan menggunakan waktu pencampuran (mixing time) ... 6

3. Komposisi bahan untuk pengujian suhu hidrasi ... 11

4. Komposisi bahan adonan dalam pembuatan papan semen partikel 13

5. Analisis sidik raga m sifat – sifat papan semen ... 22

6. Suhu hidrasi semen pada berbagai taraf perlakuan ... 24

7. Hasil analisis kerapatan panil pada berbagai taraf perlakuan ... 26

8. Hasil analisis kadar air panil pada berbagai taraf perlakuan ... 27

9. Uji lanjut Duncan terha dap nilai kadar air panil pada berbagai taraf perlakuan ... 28

10. Hasil analisis pengembangan linear setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 29

11. Hasil analisis pengembangan linear setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 30

12. Hasil analisis pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 31

13. Hasil analisis pengembangan te bal setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 32

14. Uji lanjut Duncan terhadap nilai pengembangan tebal panil setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 32

15. Uji lanjut Duncan terhadap nilai pengembangan tebal panil setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 33

16. Hasil analisis daya serap air perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 35

17. Hasil analisis daya serap air perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 35

18. Uji lanjut Duncan terhadap nilai daya serap air panil setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 36

19. Uji lanjut Duncan terhadap nilai daya serap air panil setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 36

(10)

21. Uji lanjut Duncan keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) pada berbagai taraf perlakuan ... 38 22. Hasil analisis keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE)

pada berbagai taraf perlakuan ... 40 23. Uji lanjut Duncan keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity

(MOE) pada berbagai taraf perlakuan ... 40 24. Hasil analisis Internal Bond (IB) pada berbagai taraf perlakuan ... 42 25. Uji lanjut Duncan terhadap nilai Internal Bond (IB) pada berbagai

taraf perlakuan ... 42 26. Hasil analisis kuat pegang sekrup pada berbagai taraf perlakuan .. 44 27. Uji lanjut Duncan kuat pegang sekrup pada berbagai taraf

perlakuan ... 44

(11)

PEMBUATAN PAPAN SEMEN GYPSUM

DARI KAYU Acacia mangium Willd

HENDRIK

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

HENDRIK. Pembuatan Papan Semen Gypsum Dari Kayu Acacia mangium Willd. Di bawa h bimbingan JAJANG SURYANA dan DEDE HERMAWAN.

Papan semen partikel merupakan salah satu produk panil kayu yang berpotensi untuk dikembangkan. Papan semen partikel adalah papan tiruan yang terbuat dari campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, semen dan bahan tambahan serta diberi perlakuan kempa dingin. Papan semen ini memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan produk biokomposit lainnya, antara lain : tahan terhadap serangan jamur, serangga dan api, serta memiliki stabilitas dimensi yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas papan semen partikel dan mempelajari pengaruh substitusi semen dengan gypsum terhadap sifat fisis dan mekanisnya.

Bahan yang digunakan adalah Acacia mangium Willd, semen Portland tipe I merk Tiga Roda dan Gypsum. Adonan pembuatan papan semen partikel terdiri dari semen, air dan partikel dengan perbandingan 2,5 : 1,25 :1,0. Taraf substitusi sebagian semen dalam penelitian adalah 10%-50%.

Suhu hidrasi terjadi akibat reaksi eksotermik antara semen dan air. Nilainya merupakan salah satu indikator kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan semen partikel. Suhu dan waktu hidrasi dipengaruhi oleh zat ekstraktif sehingga zat ekstraktif dapat menghambat pengerasan semen.

Pengaruh substitusi gypsum terhadap sifat fisis dan sifat mekanis papan semen partikel dianalisa menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

Hasil pengujian menunjukan bahwa suhu hidrasi semakin naik dengan meningkatnya taraf semen tersubstitusi. Tingkat semen tersubstitusi 40% dan 50% menghasilkan suhu hidrasi yang tergolong baik (suhu hidrasi > 40ºC), sedangkan untuk tingkat semen tersubstitusi 0% sampai 30% menghasilkan suhu hidrasi yang tergolong sedang (suhu > 36ºC) berdasarkan penggolongan oleh LPHH (Le mbaga Penelitian Hasil Hutan) Bogor.

Nilai rata-rata kerapatan papan hasil penelitian yaitu 1,03 gr/cm3 lebih kecil dari yang ditargetkan yaitu 1,2 gr/cm3. Berdasarkan standar JIS A 5417 (1992) dan Bison (1975) kerapatan papan semen partikel yaitu 1,2 gr/cm3, maka untuk semua sifat fisis dan sifat mekanis yang duji dalam penelitian ini tidak bisa dibandingkan dengan standar JIS A 5417 (1992) dan Bison (1975).

Pengujian terhadap sifat fisis menunjukan bahwa persentase kadar air, pengembangan linear, pengembangan tebal, dan daya serap air semakin meningkat dengan bertambahnya semen tersubstitusi. Nilai kerapatan dan pengembangan linear tidak berpengaruh dengan perlakuan substitusi semen sampai dengan taraf 50%. Sifat mekanis papan semen partikel semakin menurun dengan meningkatnya taraf semen tersubstitusi sampai 50%.

(13)

PEMBUATAN PAPAN SEMEN GYPSUM

DARI KAYU Acacia mangium Willd

HENDRIK

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITU T PERTANIAN BOGOR

(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pembuatan Papan Semen Gypsum Dari Kayu Acacia mangium Willd. Nama : Hendrik

NIM : E24101015

Menyetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. NIP. 131 430 799

Tanggal Lulus :

Pembimbing I

Ir. Jajang Suryana, M.Sc. NIP. 131 414 987

Pembimbing II

(15)

PRAKATA

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas segala nikmat dan karunia -Nya, sehingga hanya dengan pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam se moga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, para sahabat, dan seluruh pengikutnya yang selalu teguh mengamalkan ajarannya. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Keluarga tercinta (bapak, ibu, kakak dan adik) yang telah memberikan kasih sayang, doa dan restu serta pengorbanan yang terbaik bagi putranya. 2. Ir. Jajang Suryana, M.Sc dan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bantuan, arahan, nasihat dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr dan Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata atas saran dan masukan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Seluruh laboran di Departemen Hasil Hutan dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi, De partemen Teknologi Pertanian atas bantuan dan masukannya.

5. Rekan-rekan Lab.Biokomposit, teman-teman THH’38, keluarga besar Fahutan IPB serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

6. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah S.W.T memberikan balasan kebaikan yang setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini ber manfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Oktober 2005

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11 Juni 1982. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Muhammad Sapri (Ayah) dan Siti Umi Kulsum (Ibu). Jenjang pendidikan formal yang dilalui penulis adalah pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Neglasari I, Bogor tahun 1989-1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri I Dramaga, Bogor tahun 1995-1998 dan Sekolah Menengah Umum di SMU PGRI 4 Bogor tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2003 penulis mengambil Sub-Program Studi Pengolahan Hasil Hutan dan pada tahun 2004 memilih Biokomposit sebagai bidang keahlian.

Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa praktek lapang antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juli-Agustus 2004 di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (KPH Banyumas Barat, BKPH Rawa Timur dan KPH Banyumas Timur, BKPH Gunung Slamet Barat) dan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, KPH Ngawi. Pada bulan Maret – Mei 2005, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Bineatama Kayone Lestari, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

Hipotesa ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Papan Semen Partikel ... 3

Bahan Pengikat ... 4

Pembuatan Papan Semen ... 6

Suhu Hidrasi ...8

Kayu Acacia mangium Willd ... 9

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ...10

Alat dan Bahan ... 10

Metode Penelitian ... 10

Standar Pengujian Papan Semen Partikel ... 21

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ...21

HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu Hidrasi ... 23

Kerapatan ... 25

Kadar Air ... 26

Pengembangan Linear ...28

Pengembangan Tebal ... 30

(18)

Keteguhan Patah atau Modulus of Rupture (MOR) ……….36

Keteguhan Lentur atau Modulus of Elastic ity (MOE) ……….38

lkatan Dalam atau Internal Bond (IB) ... 40

Kuat Pegang Sekrup ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi bahan kimia semen Portland ... 5

2. Pengaruh nisbah air dan gips terhadap sifat-sifat gips dengan menggunakan waktu pencampuran (mixing time) ... 6

3. Komposisi bahan untuk pengujian suhu hidrasi ... 11

4. Komposisi bahan adonan dalam pembuatan papan semen partikel 13

5. Analisis sidik raga m sifat – sifat papan semen ... 22

6. Suhu hidrasi semen pada berbagai taraf perlakuan ... 24

7. Hasil analisis kerapatan panil pada berbagai taraf perlakuan ... 26

8. Hasil analisis kadar air panil pada berbagai taraf perlakuan ... 27

9. Uji lanjut Duncan terha dap nilai kadar air panil pada berbagai taraf perlakuan ... 28

10. Hasil analisis pengembangan linear setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 29

11. Hasil analisis pengembangan linear setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 30

12. Hasil analisis pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 31

13. Hasil analisis pengembangan te bal setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 32

14. Uji lanjut Duncan terhadap nilai pengembangan tebal panil setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 32

15. Uji lanjut Duncan terhadap nilai pengembangan tebal panil setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 33

16. Hasil analisis daya serap air perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 35

17. Hasil analisis daya serap air perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 35

18. Uji lanjut Duncan terhadap nilai daya serap air panil setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 36

19. Uji lanjut Duncan terhadap nilai daya serap air panil setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 36

(20)

21. Uji lanjut Duncan keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) pada berbagai taraf perlakuan ... 38 22. Hasil analisis keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE)

pada berbagai taraf perlakuan ... 40 23. Uji lanjut Duncan keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity

(MOE) pada berbagai taraf perlakuan ... 40 24. Hasil analisis Internal Bond (IB) pada berbagai taraf perlakuan ... 42 25. Uji lanjut Duncan terhadap nilai Internal Bond (IB) pada berbagai

taraf perlakuan ... 42 26. Hasil analisis kuat pegang sekrup pada berbagai taraf perlakuan .. 44 27. Uji lanjut Duncan kuat pegang sekrup pada berbagai taraf

perlakuan ... 44

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3. Alat ukur suhu hidrasi ... 12

4. Pembuatan lembaran lapik menggunakan cetakan ... 13

5. Pengampaan lapik dan sistem klem ... 14

6. Alur proses pembuatan papan semen ... 15

7. Pola pemotongan contoh uji menurut JIS A 5908 (1994) ... 16

8. Pemberian beban dalam rangka uji MOE dan MOR ... 18

9. Sketsa alat uji Internal Bond ... 20

10. Sketsa pemasangan sekrup pada uji kuat pegang sekrup ... 20

11. Hubungan antara suhu hidrasi dengan waktu pengukuran ... 23

12. Histogram kerapatan panil pada berbagai taraf perlakuan ... 25

13. Histogram kadar air panil pada berbagai taraf perlakuan ... 27

14. Histogram pengembangan linear panil setelah perendaman 2 dan 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 29

15. Histogram pengembangan tebal panil setelah perendaman 2 dan 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 31

16. Histogram daya serap air setelah perendaman 2 dan 24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 34

17. Histogram keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) pada berbagai taraf perlakuan ... 37

18. Histogram keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) pada berbagai taraf perlakuan ... 39

19. Histogram Internal Bond (IB) pada berbagai taraf perlakuan ... 41

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Pengukuran suhu hidrasi ... 48 2. Nilai rata-rata kerapatan panil pada berbagai taraf perlakuan ... 49 3. Nilai rata-rata kadar air panil pada berbagai taraf perlakuan ... 49 4. Nilai rata-rata pengembangan linear setelah perendaman

2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 49 5. Nilai rata-rata pengembangan linear setelah perendaman

24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 49 6. Nilai rata-rata pengembangan tebal setelah perendaman

2 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 49 7. Nilai rata-rata pengembangan tebal setelah perendaman

24 jam pada berbagai taraf perlakuan ... 50 8. Nilai rata-rata daya serap air setelah perendaman 2 jam

pada berbagai taraf perlakuan ... 50

9. Nilai rata-rata daya serap air setelah perendaman 24 jam

pada berbagai taraf perlakuan ... 50

10. Nilai rata-rata keteguhan patah atau Modulus of Rupture

(MOR) pada berbagai taraf perlakuan ... 50 11. Nilai rata-rata keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity

(MOE) pada berbagai taraf perlakuan ... 50 12. Nilai rata-rata Internal Bond (IB) pada berbagai taraf

perlakuan ... 51 13. Nilai rata-rata kuat pegang sekrup pada berbagai taraf

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan terhadap kayu setiap ta hun semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi. Di pihak lain produksi kayu secara keseluruhan tidak sanggup mengejar kebutuhan tersebut, karena kayu berkualitas baik semakin berkurang dan sulit didapat dan harganya semakin tinggi pula. Berdasarkan data Forest Watch Indonesia (FWI), konsumsi kayu Indonesia pada tahun 2000 mencapai 37.628.383,31 m3 sedangkan untuk kebutuhan ekspor pada tahun 2000 mencapai 3.106.145,00 m3.

Oleh karena itu diperlukan upaya pemanfaatan kayu secara efisien untuk memenuhi permintaan kayu yang semakin bertambah, dengan memanfaatkan kemajuan dalam pengetahuan bidang biokomposit.

Papan semen partikel merupakan salah satu produk panil kayu yang berpotensi untuk dikembangkan. Papan semen partikel ada lah papan tiruan yang terbuat dari campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, semen dan bahan tambahan serta diberi perlakuan kempa dingin. Papan semen ini memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan produk biokomposit lainnya, antara lain : tahan terhadap serangan jamur, serangga dan api, serta memiliki stabilitas dimensi yang tinggi.

(24)

Dengan melihat kelebihan dan kekurangan papan semen partikel sebagai produk biokomposit di atas, maka perlu diadakan suatu terobosan teknologi untuk mengha silkan papan semen partikel dengan biaya pembuatan yang rendah, waktu pembuatan yang singkat, ringan tapi kuat, serta mudah untuk digergaji. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan gyps um sebagai bahan substitusi. Gypsum mempunyai sifat cepat mengeras yaitu sekitar 10 menit, tahan terhadap deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap api, mudah untuk dicat, dipaku, diampelas, digergaji, dilapisi kertas dinding atau vinir serta harganya murah. Dengan sifat-sifat gypsum seperti tersebut di atas diharapkan dapat dihasilkan papan semen partikel berkualitas baik.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas papan semen partikel kayu Acacia mangium Willd dan mempelajari pengaruh substitusi semen dengan gypsum terhadap sifat fisis dan mekanisnya.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberi inspirasi dalam pengembangan dan kemajuan teknologi pembuatan papan semen.

Hipotesa

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Papan Semen Partikel

Papan semen partikel merupakan papan tiruan yang dibuat dari campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan semen sebagai perekat (Sutigno et al. 1977).

Papan partikel berpengikat semen memiliki ketahanan yang istimewa terhadap perusakan, pembusukan, serangga dan api. Papan semen partikel tersebut sangat cocok digunakan untuk permukaan di dinding eksterior dan interior (Haygreen & Bowyer 1989). Selain kelebihan-kelebihan diatas, papan semen partikel juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya memiliki kerapatan yang paling tinggi (1,25 g/cm3) dibandingkan dengan papan partikel kerapatan sedang (0,4-0,8 g/c m3) maupun papan partikel berkerapatan tinggi (0,8-1,05 g/cm3) (Bison 1975). Kerapatannya yang tinggi menyebabkan papan semen partikel sulit dipotong dan dipasang sehingga menjadi penghambat dalam perkembangannya (Haygreen & Bowyer 1989). Biaya produksi papan semen partikel sebagian besar dipengaruhi oleh harga semen itu sendiri. Hal ini disebabkan kayu hanya menyus un kira-kira 27% produk menurut berat dan kurang dari 10% biaya bahan yang menjadikan papan semen partikel (Haygreen & Bowyer 1989).

Sifat-sifat papan semen partikel secara lengkap menurut paten (Bison 1975) adalah sebagai berikut:

1. Sifat fisis

• Kerapatan 1,25 kg/m3 (pada perbandingan berat antara kayu dan semen 1:2,75).

• Kadar air sebesar 12-15%

• Pengembangan tebal setelah direndam dalam air adalah sebagai berikut: selama 2 jam (0,8-1,2%), selama 24 jam (1,2-2,0%), selama 28 hari (1,2-2,0%).

• Pengembangan linier adalah 0,3-0,4%.

• Ketahanan terhadap cuaca dan uap air, pada kisaran ((-20)-20oC) tidak ada perubahan dalam kerapatan papan.

(26)

• Isolasi terhadap suara adalah 30 dB untuk kayu lapis dengan ketebalan 12 mm, 36 dB untuk satu lapis dengan ketebalan 14 mm dan (45-50 dB) untuk dua lapis dinding yang terdiri dari ketebalan 16 mm dan 18 mm dengan celah udara 50 mm.

2. Sifat mekanis

Untuk panil yang kerapatannya 1,250 kg/m3 dan tebal 16 mm adalah: • Keteguhan patah adalah 90-150 kg/cm2.

• Keteguhan tarik tegak lurus permukaan panil adalah 4-6 kg/cm2. • Keteguhan tekan sebesar 150 kg/cm2.

• Modulus elastisitas (sifat kekakuan) sebesar 30.000-50.000 kg/cm2.

• Kuat pegang sekrup untuk panil dengan tebal 12-24 mm adalah 90-120 kg/cm2.

• Kuat pegang paku pada arah tegak lurus permukaan untuk panil yang tebalnya 12-24 mm adalah 40-80 kg/cm2.

Sifat-sifat papan seme n partikel ditentukan oleh dua komponen dasar, yaitu kayu atau bahan berlignoselulosa se bagai bahan baku dan semen sebagai perekatnya. Papan semen partikel ini bisa dilapisi dengan bahan lain yang mempunyai kekuatan yang baik (Bison 1975).

Bahan Pengikat

1. Semen

Semen sebagai bahan pengikat partikel memiliki ketahanan yang istimewa terhadap perusakan dan pembusukan, serangga dan api, sehingga papan partikel yang menggunakan perekat semen cocok untuk permukaan dinding-dinding eks terior dan interior (Haygreen & Bowyer 1989).

Semen portland adalah sejenis bahan ikat hidrolisis yang dihasilkan oleh pabrik. Semen portland diperoleh dari hasil pembakaran bahan-bahan dasar yang terdiri dari batu kapur (yang mengandung CaO), tanah geluh atau serpih (yang mengandung H2O dan SiO2) dan tambahan bahan lain sesuai dengan jenis semen

(27)

terbakar dan hasilnya berbentuk tepung kering yang dikemas dalam kantong semen (Purwoko TB. 1980). Menurut Moslemi (1994), secara umum komposisi bahan kimia yang terdapat dalam semen portland adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Komposisi bahan kimia semen portland

Nomor Komposisi bahan kimia Jumlah (%)

1 Kapur (CaO) 60-80

2 Silikat (SiO2) 19-24

3 Alumina (Al2O3) 3,0-7,0

4 Besi oksida (Fe2O3) 0,7-3,0

5 Magnesia (MgO) 1,5-7,2

6 Sulfur trioksida (SO3) 0,0-1,0

7 Soda (Na2O) 0,1-1,5

8 Potasium (K2O) 0,3-0,6

Sumber : Moslemi (1994)

Semen portland sebagai perekat hidrolis dapat mengeras apabila bersenyawa dengan air dan akan membentuk benda padat yang tidak larut dalam air. Jumlah air yang digunakan untuk sejumlah semen menentukan kualitas adukan campuran yang dihasilkan (Purwoko TB. 1980). Semen Portland cenderung lebih tahan terhadap air dan sifat mengeras lebih cepat dibandingkan dengan jenis semen yang lain, sehingga umum dipakai dalam pembuatan papan semen partikel (Simatupang 1974).

2. Gypsum

Gypsum merupakan suatu senyawa kimia yang mengandung dua molekul hablur dan dikenal dengan rumus kimia CaSO42H2O. Dalam bentuk murni

gypsum berupa kristal dan berwarna putih. Gypsum murni biasanya mengandung

100% CaSO42H2O dengan komposisi 32,6% CaO, 40,5% SO − 2

3 dan 20,9% H2O.

(28)

Wills (1962), diacu dalam Febrianto (1986) menyatakan gypsum merupakan perekat mineral yang mempunyai sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan dengan perekat organik yaitu murah, tahan api, tahan beberapa zat kimia, tahan terhadap deteriorasi oleh faktor biologis. Lebih lanjut dikatakan, gypsum mempunyai waktu pengerasan yang bervariasi tergantung pada kandungan air dan bahan kimia. Pada Tabel 2 dapat dilihat pengaruh dari rasio air dan gypsum terhadap sifat-sifat gypsum.

Tabel 2 Pengaruh nisbah air dan gypsum terhadap sifat-sifat gips dengan menggunakan waktu pencampuran (mixing time)

Rasio air dan gips (cc/gr)

Waktu pengerasan (menit)

Pengembangan (%)

Keteguhan padatan kering (psi)

0,45 3,25 0,51 3.800

0,60 7,25 0,29 2.600

0,80 10,50 0,24 1.600

Sumber : Wills (1962)

Pembuatan Papan Semen

Tahap-tahap pembuatan papan semen partikel menurut paten (Bison 1975) adalah sebagai berikut :

1. Persiapan flake (flake preparation)

Sebelum dibuat flake, kayu dibersihkan dari kulit dan disimpan selama beberapa bulan untuk menye suaikan kadar air sekaligus mengurangi zat-zat penghambat ikatan antara semen dengan partikel-partikel kayu.

2. Pembuatan partikel

(29)

3. Pengendalian kadar air

Pengukuran kadar air flake dilakukan di storage bin secara kontinyu. Variasi ka dar air dikompensasi dengan cara penambahan air pada tahap pengolahan selanjutnya.

4. Perimbangan dan pembuatan adonan (proportioning and mixing)

Bahan-bahan dalam pembuatan papan semen partikel seperti semen, kayu, air dan zat kimia tambahan dicampur dalam satu tangki pencampuran (mixing station). Semua bahan yang digunakan dalam pembuatan adonan ditimbang secara seksama.

5. Pembuatan lembaran (mats forming)

Kualitas lapik dipengaruhi oleh toleransi ukuran tebal akhir panil, sehingga diperlukan toleransi penyebaran adonan secara merata diatas plat cetakan. Penyebaran adonan yang homogen dalam cetakan sangat berpengaruh terhadap kerapatan lapik.

6. Pengempaan (pressing)

Tekanan yang dibutuhkan pada proses pengempaan sampai dengan 25 kg/cm2. Tingkat tekanan tergantung pada ukuran dan ketebalan papan serta jumlah papan. Proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama.

7. Pengerasan awal, pematangan dan pengkondisian (hardening, maturing, dan

conditioning)

Pada pengerasan awal panil diberi tekanan dan panas yang dikontrol. Pember ian panas dilakukan selama 6-8 jam. Pematangan ikatan semen dengan partikel kayu memerlukan waktu minimal 18 hari. Setelah itu panil mencapai kekuatan yang optimal. Lembaran-lembaran panil ditumpuk digudang atau diletakkan berdiri tegak dan diberi celah supaya sirkulasi udara baik, sehingga kadar air panil dengan lingkungan sesuai.

8. Penyelesaian (finishing)

(30)

Menurut Bison (1975) terdapat dua alternatif ukuran panil yaitu 1.220 x 2.440 mm dan 1.250 x 2.800 mm. Ukuran ketebalan berkisar 8-40 mm dan kerapatan maksimum 1,250 kg/cm3 untuk perbandingan partikel : semen adalah 1 : 2,75. Hermawan (2001) menyatakan untuk memperbaiki kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan semen dapat dilakukan melalui penyimpanan dan penggunaan mineral. Metode lainnya yaitu dengan perendaman dalam air panas dan penggunaan CaCl2 dapat mempersingkat waktu setting adonan kayu semen

(Moeslemi et al. 1983). Hasil penelitian Hermawan (2001) menunjukan bahwa pemberian gas CO2 dan supercritical CO2 setelah pengempaan kedalam papan

semen partikel mampu mempercepat proses pengerasan semen dan meningkatkan kualitas panil.

Suhu Hidrasi

Suhu hidrasi terjadi akibat reaksi eksotermik antara semen dan air. Nilainya merupakan salah satu indikator kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan semen partikel. Suhu dan waktu hidrasi dipengaruhi oleh zat ekstraktif sehingga zat ekstraktif dapat menghambat pengerasan semen.

Sandermann dan Kohler (1964), diacu dalamErnawati (1996) menyatakan bahwa perbedaan waktu hidrasi campuran semen dan kayu dengan waktu hidrasi semen menunjukan tingkat penghambat. Apabila nilai indeks penghambat untuk adonan semen saja nol, maka dengan semakin kecil atau negatif nilai indeks penghambat suatu bahan yang dicampur semen semakin baik dan sebaliknya semakin besar nilai indeks penghambat maka semakin rendah nilai kesesuaian bahan baku tersebut. Menurut Sandermann (1956) , diacu dalam Kamil (1970) suhu hidrasi lebih dari 60oC adalah baik, 55-60oC sedang dan kurang dari 55oC tidak baik. Akan tetapi menurut standar Puslitbang Hasil Hutan suhu hidrasi yang lebih dari 41oC termasuk baik, 36-41oC sedang dan kurang dari 36oC tidak baik (Kamil 1970).

(31)

ditutup rapat agar panas tidak ada yang keluar dan dihubungkan dengan recorder, kenaikan suhu dicatat setiap jam terus menerus selama 24 jam dalam periode tertentu suhu maksimum akan tercapai dan setelah suhu turun, suhu maksimum itulah yang dipakai sebagai ukuran suatu bahan bisa dipakai.

Kayu Acacia mangium Willd

Kayu Akasia (Acacia mangium Willd) termasuk dalam famili

Leguminoceae, sub famili Mimosoidae dan ordo Rosales.Acacia mangium Willd merupakan tumbuhan asli dari Australia Utara, Papua New Guinea dan Indonesia (Maluku dan Irian Jaya). Tumbuh pada daerah dengan curah hujan tahunan bervariasi antara 1000 mm/th sampai lebih dari 4500 mm/th dan mempunyai suhu rata-rata pada bulan dingin 12-16oC (Dursalam 1987, diacu dalam Susilowati 1998).

Acacia mangium Willd memiliki serat pendek dan kayunya bersifat kompak. Panjang serat kayu ini berkisar antara 0,880-0,974 mm dengan tebal dinding berkisar antara 4,367-4,617 mikrometer. Acacia mangium Willd menghasilkan kayu padat berwarna coklat muda sampai coklat tua pada teras dan berwarna krem sampai kuning pada tebal gubal kecil. Di Jerman berhasil dicoba sebagai bahan baku papan partikel (Priasukmana & Silitonga 1972).

Tidak semua jenis kayu dapat digunakan sebagai bahan baku dalam produksi papan semen partikel karena mengandung zat ekstraktif yang dapat mengganggu pengerasan semen. Syarat bahan baku kayu untuk papan semen partikel adalah me milki kandungan gula maksimum 1%, tannin maksimum 2%, senya wa minyak atau lemak maksimum 3% , serat lurus dan plastis (Kliwon 1990). Uzair WK, Harun dan T. Nursyamsu. (1991) menambahkan bahwa kayu

(32)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2005 di Laboratorium Biokomposit (Fakultas Kehutanan) dan Laboratorium Energi Elektrifikasi (Fakultas Teknologi Pertanian) Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah disk refiner, flaker, recorder, termokopel, saringan 10 mesh, sarung tangan, ember plastik, oven, desikator, timbangan, kaliper, alat tumbuk, mesin kempa, sprayer, saringan 80 dan 100 mesh, UTM (Universal Testing Machine), mikrometer, plat besi dan mur, plat seng, gelas ukur, pengaduk, plastik transparan, lakban, gelas ukur, cetakan (30 x 30) cm dan alat tulis.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah partikel Acacia mangium

Willd, semen Portland tipe I merk Tiga Roda dan gypsum.

Metode Penelitian

1. Penyiapan Partikel

Partikel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari jenis kayu

Acacia mangium Willd. Kayu diproses menjadi wafer berukuran (2 x 3) cm menggunakan mesin Flaker. Wafer kemudian digiling menjadi partikel dengan mesin disk refiner, hasilnya kemudian disaring dan yang dipakai adalah partikel yang tertahan pada saringan 10 mesh. Partikel sebelum dipakai terlebih dahulu direndam dalam air dingin selama 48 jam dan setiap 24 jam air diganti. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan zat ekstraktif yang ada pada kayu. Partikel yang telah direndam kemudian dikering udarakan sampai kadar air yang dikandung 30– 35% dan setelah mencapai kadar air tersebut, partikel telah siap digunakan sebagai bahan baku papan semen partikel.

Untuk pengukuran suhu hidrasi partikel digiling menggunakan willey mill

(33)

dan 100 mesh). Serbuk kayu yang dipakai adalah yang lolos disaringan 80 mesh dan tertahan pada saringan 100 mesh.

2. Pengukuran Suhu Hidrasi

Bahan yang dipakai adalah serbuk kayu, semen, gypsum dan air. Adonan dibuat menjadi tujuh macam yaitu :

1. Semen + air

2. Semen + air + serbuk kayu

3. Semen + air + gypsum tingkat substitusi 10% + serbuk kayu 4. Semen + air + gypsum tingkat substitusi 20% + serbuk kayu 5. Semen + air + gypsum tingkat substitusi 30% + serbuk kayu 6. Semen + air + gypsum tingkat substitusi 40% + serbuk kayu 7. Semen + air + gypsum tingkat substitusi 50% + serbuk kayu

Perbandingan antara campuran (semen + gypsum) dengan serbuk kayu adalah 13,3 : 1,0 sedangkan perbandingan antara campuran (semen + gypsum) dengan air adalah 2 : 1 (Hermawan, 2001). Adonan pertama semen dan air diaduk sampai homogen, adonan kedua (semen + serbuk kayu + air) diaduk sampai homogen, adonan ketiga sampai ketujuh diaduk sampai homogen juga. Masing-masing adonan dimasukkan kedalam gelas plastik kemudian dimasukkan kedalam

styrene foam yang kedap udara (lihat Gambar 1). Setiap adonan dihubungkan dengan recorder menggunakan termokopel. Suhu hidrasi tercatat secara otomatis selama 24 jam dengan interval waktu setiap 1 menit.

(34)

Termokopel yang dihubungkan dengan recorder

d c b a

Gambar 1 Alat ukur suhu hidrasi Keterangan:

a. Adonan b. Wadah plastik c. Styrene Foam

d. Ruang Styrene Foam terisolasi

3. Pembuatan Papan Semen

Papan semen partikel dibuat dengan perbandingan partikel kayu, semen dan air ada lah 1,0 : 2,5 ; 1,25. Kerapatan sasaran papan semen sebesar 1,2 gr/cm3, bahan yang digunakan untuk substitusi semen adalah gypsum. Total berat adonan yang digunakan untuk membuat satu lembar panil ukuran (30 x 30 x 1,2) cm dengan kerapatan 1,2 gr/cm3 adalah 1296 gr.

(35)

Tabel 4 Komposisi bahan adonan dalam pembuatan papan semen partikel

Taraf Semen Tersubstitusi (%)

Bahan Substitusi (gr)

Semen (gr) Partikel Kayu (gr)

Air (gr)

0 0 682,10 354,69 259,20

10 68,21 613,89 354,69 259,20

20 136,42 545,68 354,69 259,20

30 204,63 477,47 354,69 259,20

40 272,84 409,26 354,69 259,20

50 341,05 341,05 354,69 259,20

Pembuatan lembaran lapik dilakukan diatas plastik dan plat seng dengan cetakan berukuran (30 x 30) cm (dapat dilihat pada Gambar 2). Lapik yang ada pada plat besi dikempa dengan tekanan spesifik 35 kg/cm2 sampai ketebalan 1,2 cm, sementara itu baut dikencangkan (lihat Gambar 3) dan setelah dikempa serta diklem lapik dimasukkan kedalam oven dengan suhu ± 60oC selama 24 jam (setting process).

a

b

d c

Gambar 2 Pembuatan lembaran lapik menggunakan cetakan Keterangan:

a. Adonan

b. Cetakan berukuran (30 x 30) cm c. Plastik transparan

(36)

a b

c d e

g f

Tekanan

Gambar 3 Pengempaan lapik dan sistem klem Keterangan gambar:

a. Plat besi bagian atas b. Lubang sekrup

c. Ganjal (setebal 1,2 cm) d. Plat seng

e. Plastik

f. Plat besi bagian bawah g. Lapik

(37)

Gamabar 4. Alur proses pembuatan papan semen

Panil-panil yang telah dibuat dan telah selesai dalam semua proses pembuatan papan semen partikel dipotong-potong untuk dilakukan pengujian, guna mengetahui sifat fisis dan mekanis papan yang dibuat. Bentuk dan ukuran contoh uji mengacu pada standar JIS A 5908 (1994) dapat dilihat pada Gambar 5.

Kempa Dingin Tekanan 35 kg/cm2

Pengkondisian 1 Minggu Pengeringan (Suhu ± 80oC, 10 Jam) Semen : Partikel : Air

2,5 : 1,0 : 1,25

Pengerasan Lanjutan (Curing 3 Minggu, Suhu

(38)

Gambar 5 Pola pemotongan contoh uji menurut JIS A 5908 (1994)

Keterangan gambar :

1. Contoh uji kerapatan dan kadar air, berukuran (10 x 10) cm.

2. Contoh uji pengembangan linear, tebal dan daya serap air, berukuran (5 x 5) cm.

3. Contoh uji modulus patah dan modulus elastisitas, berukuran (5 x 20) cm. 4. Contoh uji keteguhan rekat internal bond, berukuran (5 x 5) cm.

5. Contoh uji kuat pegang sekrup, berukuran (4 x 7,5) cm.

4. Pengujian

a. Sifat Fisis Papan Semen Partikel

a.1. Kerapatan

Contoh uji berukuran (10 x 10) cm dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya, lalu diukur rata– rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volumenya. Jumlah contoh uji kerapatan tiap papan adalah 2 buah. Kerapatan papan semen dihitung menggunakan rumus:

) (

) (

tan 2

cm Volume

gr Berat Kerapa =

2 2 3 3

4 1

5 5

(39)

a.2. Kadar Air

Contoh uji berukuran (10 x 10) cm. Contoh uji ditimbang kemudian dioven dengan suhu 103 ± 2oC selama 24 jam sampai beratnya konstan. Nilai kadar air papan dapa t dihitung dengan rumus:

%

a.3. Pengembangan Linier dan Tebal

Contoh uji berukuran (5 x 5) cm diukur dimensinya pada kondisi kering udara. Dimensi lebar diukur pada kedua sisinya kemudian dirata-ratakan, sedangkan tebal diukur pada pusat contoh uji, selanjutnya contoh uji direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam, kemudian diukur kembali dimensinya. Nilai pengembangan tebal dan linier papan dapat dihitung dengan rumus:

%

Pengujian daya serap air dilakukan bersamaan dengan pengujian pengembangan linier dan tebal. Contoh uji ditimbang kemudian direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam, kemudian contoh ujji ditimbang kembali. Nilai daya serap air dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(40)

Keterangan:

B1 : Berat awal (gr)

B2 : Berat akhir (gr)

b. Sifat Mekanis Papan Semen Partikel

b.1. Keteguhan Patah atau Modulus of Rupture (MOR)

Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine

(UTM). Contoh uji berukuran (5 x 20) cm pada kondisi kering udara dibentangkan dengan jarak sangga 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm (seperti tertera pada Gambar 6) dan kemudian pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga. Nilai MOR dihitung dengan menggunakan rumus:

2

2 3

bh PL MOR=

Keterangan:

MOR : Modulus patah (kg/cm2) P : Beban sampai patah (kg) L : Panjang bentang (cm) b : Lebar contoh uji (cm) h : Tebal contoh uji (cm)

P

L/2 L/2

L

(41)

b.2. Keteguhan Lentur atau Modulus of Elastisity (MOE)

Pengujian MOE dilakukan bersamaan dengan pengujian MOR (lihat Gambar 6), pada saat pengujian besarnya defleksi dicatat pada setiap selang beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

3

rP : Perubahan beban yang digunakan (kg) L : Jarak sangga (cm)

b : Lebar contoh uji (cm) h : Tebal contoh uji (cm)

ry : Perubahan defleksi pada setiap perubahan beban (cm)

b.3. Ikatan Dalam atau Internal Bond (IB)

Contoh uji (5 x 5) cm direkatkan pada dua buah blok besi dengan perekat

epoxy dan dibiarkan mengering selama 24 jam (Gambar 7). Kedua blok besi ditarik tegak lurus permukaan contoh uji sampai beban maksimum (contoh uji rusak). Nilai Keteguhan Rekat Internal dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

P : Beban maksimum saat ikatan partikel lepas (kg) A : Luas permukaan contoh uji (cm2)

(42)

P

a b

a

P Gambar 7 Sketsa alat uji internal bond Keterangan:

a : Blok besi / kayu b : Contoh uji

b.4. Kuat Pegang Sekrup

Contoh uji yang digunakan adalah (4 x 7,5) cm, sekrup berdiameter 3,1 mm dan panjang 13 mm dimasukkan di pusat contoh uji hingga kedalaman 8 mm (lihat Gambar 8). Nilai kuat pegang sekrup merupakan beban maksimum saat sekrup tercabut dari contoh uji dalam kg.

Sekrup

4 cm

7,5 cm

(43)

Standar Pengujian Papan Semen Partikel

Standar untuk pembuatan contoh uji adalah Japanese Industrial Standard particle Board No. A 5908-1994 dan standar pengujian sifat fisis dan mekanis

adalah Japanese Industrial Standard Cement Bonded Particle Board

No. A 5417-1992. Selain JIS A 5417-1992 digunakan standar menurut paten Bison (1975). Suhu hidrasi dibandingkan dengan penggolongan menurut Sandermann (1956) dan LPHH Bogor, diacu dalam Kamil (1970).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Analisis data menggunakan rancangan percobaan acak lengkap dengan 3 ulangan. Banyaknya perlakuan adalah 6 perlakuan berdasarkan banyaknya substitusi gypsum terhadap semen dalam pembuatan papan semen partikel Acacia mangium Willd. Adapun model umum dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

Cij Ai Yij = µ+ +

Keterangan:

Yij = Hasil pengamata n pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rata-rata umum

Ai = Pengaruh perlakuan ke-i

Cij = Pengaruh galat percobaan akibat perlakuan ke -i dan ulangan ke-j

Komposisi masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut: A0 : Gypsum 0% + Semen 100%

A1 : Gypsum 10% + Semen 90%

A2 : Gypsum 20% + Semen 80%

A3 : Gypsum 30% + Semen 70%

A4 : Gypsum 40% + Semen 60%

(44)

Pengaruh persentase Gypsum dapat diketahui dengan melakukan analisis keragaman ANOVA. Tabel ANOVA terlihat pada Tabel 5. Jika Fhitung > Ftabel

pada selang kepercayaan 95% atau 99% berarti bahwa faktor tersebut berpengaruh nyata atau sangat nyata terhadap sifat papan semen partikel yang diuji.

Tabel 5 Analisis sidik ragam sifat-sifat papan semen

Sumber Keragaman db JK KT F hitung

Perlakuan a-1 JKP JKP/db

Sisa a(n-1) JKS JKS/db

Total a.n-1 JKT JKT/db

KTP/KTS

Keterangan:

db = derajat bebas JK = Jumlah kuadrat KT = Kuadrat tengah a = Jumlah perlakuan n = Jumlah ulangan

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Hidrasi

Pengujian suhu hidrasi dilakukan untuk melihat variasi suhu hidrasi dan waktu hidrasi kayu Acacia mangium Willd jika dicampur dengan semen gypsum pada berbagai taraf perlakukan. Hubungan antara suhu hidrasi dengan waktu pengukuran dapat dilihat pada Gambar 9, sedangkan data hasil pengukurannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 9 Hubungan antara suhu hidrasi dengan waktu pengukuran Semen + air

Semen + air + serbuk kayu

Semen + air + gypsum tingkat substitusi 10% + serbuk kayu Semen + air + gypsum tingkat substitusi 20% + serbuk kayu Semen + air + gypsum tingkat substitusi 30% + serbuk kayu Semen + air + gypsum tingkat substitusi 40% + serbuk kayu Semen + air + gypsum tingkat substitusi 50% + serbuk kayu

Data pada diagram diatas menunjukan bahwa suhu hidrasi semen semakin naik dengan bertambahnya gypsum dan pencapaian suhu maksimum terjadi pada 21-48 menit, waktu ini tergolong singkat dibandingkan dengan waktu hidrasi semen. Menurut Wills, diacu dalamFebriyanto (1986) gypsum mempunyai waktu pengerasan yang bervariasi tergantung pada kandungan air dan bahan kimia.

20 25 30 35 40 45 50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Waktu (Jam)

Suhu Hidrasi (

(46)

Gypsum mempunyai sifat cepat mengeras yaitu sekitar 10 menit, tetapi dengan campuran semen waktu pencapaian suhu maksimum menjadi 21-48 menit.

Berbeda dengan campuran semen gypsum, campuran semen dengan air memiliki suhu maksimum 41oC dan dicapai dalam waktu 8 jam, sedangkan campuran semen, air dan serbuk memiliki suhu maksimum 36oC dicapai dalam waktu 10 jam. Suhu hidrasi tertinggi yaitu 47oC didapat pada campuran adonan dengan penambahan gypsum 50%, sedangkan terendah yaitu 36oC didapat pada campuran adonan dengan penambahan gypsum 0%, 10% dan 20%, suhu hidrasi ini tergolong sedang dan baik. Hal ini sesuai dengan pengelompokan suhu hidrasi semen oleh LPHH Bogor , diacu dalam Kamil (1970) bahwa suhu hidrasi tergolong tidak baik apabila suhu hidrasi kurang dari 36oC, 36-41oC sedang dan lebih besar dari 41oC baik. Apabila didasarkan pada Sandermann (1956) , diacu dalam Kamil (1970) suhu hidrasi kurang dari 55oC tidak baik, 55-60oC sedang dan lebih besar dari 60oC baik. Waktu pengerasan dan suhu hidrasi ini dipengaruhi oleh kandungan air, bahan kimia maupun zat ekstraktif yang terdapat pada kayu. Gypsum dapat mempercepat pengerasan sedangkan zat ekstraktif dapat menghambat pengerasan semen. Secara umum waktu pencapaian suhu hidrasi adonan yang menggunakan gypsum lebih cepat dibandingkan dengan kontrol yang tidak menggunakan gypsum, seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Suhu hidrasi semen pada berbagai taraf perlakuan Taraf Perlakuan Suhu Hidrasi

Maksimum (oC)

Waktu Maksimum

(Menit)

Semen + air 41 480 Menit

Semen + air + ser buk kayu 36 600 Menit

(47)

Kerapatan

Rata-rata kerapatan papan semen partikel yang dihasilkan dari penelitian berkisar antara 1,01-1,08 gr/cm3. Nilai rata-rata kerapatan papan semen partikel hasil penelitian menurun dengan meningkatnya semen tersubstitusi. Histogram kerapatan panil pada berbagai taraf perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan nilai rata-rata kerapatan papan semen partikel pada berbagai taraf perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kerapatan papan semen partikel yang terbentuk tidak memenuhi target yang telah ditentukan yaitu 1,2 gr/cm3. Hal ini disebabkan oleh volume papan yang menjadi besar, dari 30 x 30 x 1,2 cm menjadi 31 x 31 x 1,2 cm dan tebal yang bervariasi dari 1,1-1,3 cm sehingga kerapatannya menjadi lebih kecil. Faktor penyebabnya adalah kondisi plat besi yang tidak tahan terhadap tekanan dan pemuaian panas, sehingga mengembang atau cembung dan adanya adonan yang terbuang saat proses pembuatan. Selain itu kondisi basah ketika panil dikeluarkan dari kempa dengan pemasangan klem yang tidak kuat menyebabkan panil mengalami pengembangan dimensi, pengembangan ini terjadi karena adanya kadar air di dalam panil.

Gambar 10 Histogram kerapatan panil pada berbagai taraf perlakuan

Hasil analisis keragaman menunju kan bahwa substitusi semen oleh gypsum tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan papan semen partikel hasil penelitian pada selang kepercayaan 95%, seperti terlihat pada Tabel 7, dimana nilai F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel pada taraf nyata 5%.

(48)

Tabel 7 Hasil analisis kerapatan panil pada berbagai taraf perlakuan

Berdasarkan JIS A 5417 (1992) papan semen partikel hasil penelitian termasuk panil berkerapatan tinggi, hal ini karena kerapatan yang dihasilkan lebih besar dari 0,8 gr/cm3. Berdasarkan standar JIS A 5417 (1992) dan Bison (1975) kerapatan papan semen partikel yaitu 1,2 gr/cm3, sedangkan nilai rata-rata kerapatan papan hasil penelitian yaitu 1,03 gr/cm3 lebih kecil dari yang ditargetkan yaitu 1,2 gr/cm3 maka untuk semua sifat fisis yang duji dalam penelitian ini tidak bisa dibandingkan dengan standar JIS A 5417 (1992) dan Bison (1975).

Kadar Air

(49)

Gambar 11 Histogram kadar air panil pada berbagai taraf perlakuan

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa substitusi semen oleh gypsum berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar air papan semen partikel hasil penelitian pada selang kepercayaan 99%, seperti terlihat pada Tabel 8 dimana nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel pada taraf nyata 1%. Kadar air papan semen partikel berubah dengan meningkatnya semen tersubstitusi sampai taraf 50%.

Tabel 8 Hasil analisis kadar air panil pada berbagai taraf perlakuan

F-tabel

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepecayaan 99%

Hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% seperti yang terlihat pada Tabel 9, menunjukan bahwa nilai kadar air pada semen tersubstitusi 0% dan 10% tidak berbeda nyata, demikian juga dengan 20%, 30%, 40%, dan 50% tidak berbeda nyata tetapi terhadap 0% dan 10 % berbeda nyata.Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa perlakuan optimum untuk menghasilkan kadar air

(50)

yang tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu perlakuan dengan penambahan gypsum 10%.

Tabel 9 Uji lanjut Duncan terhadap nilai kadar air panil pada berbagai taraf perlakuan

Perlakuan Rata -rata Uji Duncan

0% 5,8285 A

10% 6,8683 A

20% 9,8610 B

30% 10,0080 B

40% 10,0317 B

50% 11,1555 B

Keterangan : Huruf yang berbeda menandakan berpengaruh nyata pada taraf uji F0,05.

Pengembangan Linear

(51)

Gambar 12 Histogram pengembangan linear panil setelah perendaman 2 dan 24 jam pada berbagai taraf perlakuan

Hasil analisis sidik ragam dan hasilnya tertera pada Tabel 10 dan Tabel 11, menunjukan bahwa taraf semen tersubstitusi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pengembangan linear setelah perendaman dalam air dingin selama 2 dan 24 jam pada selang kepercayaan 95%, dimana nilai F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel pada taraf nyata 5%. Pengembangan linear papan semen partikel tidak berubah dengan meningkatnya semen tersubstitusi sampai taraf 50%.

Tabel 10 Hasil analisis pengembangan linear setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan

(52)

Tabel 11 Hasil analisis pengembangan linear setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan

F-tabel

(53)

Gambar 13 Histogram pengembangan tebal panil setelah perendaman 2 dan 24 jam pada berbagai taraf perlakuan

Hasil analisis sidik ragam seperti tertera pada Tabel 12 dan Tabel 13, menunjukan bahwa taraf semen tersubstitusi berpengaruh sangat nyata terhadap nilai pengembangan tebal setelah perendaman dalam air dingin selama 2 dan 24 jam pada selang kepercayaan 99%, dimana nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel pada taraf nyata 1%. Pengembangan tebal papan semen partikel berubah dengan meningkatnya semen tersubstitusi sampai taraf 50%.

Tabel 12 Hasil analisis pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan

F-tabel

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepecayaan 99%

Penambahan Gypsum (%)

(54)

Tabel 13 Hasil analisis pengembangan tebal setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan

F-tabel

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepecayaan 99%

Hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% seperti yang terlihat pada Tabel 14, menunjukan bahwa nilai pengembangan tebal setelah perendaman air dingin 2 jam pada semen tersubstitusi 0% dan 10% tidak berbeda nyata demikian juga dengan perlakuan 20% dan 30 % tidak berbeda nyata, sedangkan 0% dan 10% berbeda nyata terhadap 20%, 30%, 40%, 50%, perlakuan 20% dan 30% berbeda nyata terhadap 40% dan 50% demikian juga dengan 40% berbeda nyata dengan 50%. Pada Tabel 15 menunjukan bahwa nilai pengembangan tebal setelah perendaman air dingin selama 24 jam pada semen tersubstitusi 0% dan 10% tidak berbeda nyata, 20% dan 30 % tidak berbeda nyata demikian juga dengan 40% dan 50% tidak berbeda nyata. Perlakuan 0% dan 10% berbeda nyata terhadap 20%, 30%, 40% dan 50% demikian juga dengan 20% dan 30% berbeda nyata terhadap 40% dan 50%. Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa perlakuan optimum untuk menghasilkan pengembangan tebal yang tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu perlakuan dengan penambahan gypsum 10%. Tabel 14 Uji lanjut Duncan terhadap nilai pengembangan tebal panil setelah

perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan

Perlakuan Rata -rata Uji Duncan

0% 0,4375 A

(55)

Tabel 15 Uji lanjut Duncan terhadap nilai pengembangan tebal panil setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan

Perlakuan Rata -rata Uji Duncan

0% 1,3541 A

10% 1,8549 A

20% 3,6869 B

30% 3,8759 B

40% 4,9182 C

50% 5,6702 C

Keterangan : Huruf yang berbeda menandakan berpengaruh nyata pada taraf uji F0,05

Pengembangan tebal papan semen partikel merupakan salah satu sifat fisis yang menentukan suatu produk akan digunakan untuk keperluan eksterior atau interior, pengembangan tebal yang tinggi akan menyebabkan stabilitas dimensi rendah dan menyebabkan semakin menurunnya sifat mekanis dari papan yang bersangkutan.

Daya Serap Air

(56)

serap air panil pada berbagai taraf perlakuan dapat dilihat pada Gambar 14, sedangkan nilai rata-rata daya serap air papan semen partikel setelah perendaman 2 dan 24 jam pada berbagai taraf perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.

Gambar 14 Histogram daya serap air setelah perendaman 2 dan 24 jam pada berbagai taraf perlakuan

Hasil analisis sidik ragam seperti tertera pada Tabel 16 dan Tabel 17, menunjukan bahwa taraf semen tersubstitusi berpengaruh nyata terhadap nilai daya serap air setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam pada selang kepercayaan 99%, dimana nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel pada taraf nyata 1%. Daya serap air papan semen partikel berubah dengan meningkatnya semen tersubstitusi sampai taraf 50%.

Tabel 16 Hasil analisis daya serap air perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepecayaan 99%

(57)

Tabel 17 Hasil analisis daya serap air perendaman 24 jam pada berbagai taraf

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepecayaan 99%

Hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% seperti yang terlihat pada Tabel 18 dan Tabel 19, menunjukan bahwa nilai daya serap air setelah perendaman air dingin 2 dan 24 jam pada semen tersubstitusi 0% dan 10% tidak berbeda nyata, 20% dan 30% tidak berbeda nyata, demikian juga dengan 40% dan 50% tidak berbeda nyata. Perlakuan 0% dan 10% berbeda nyata terhadap 20%, 30%, 40% dan 50%, demikian juga dengan perlakuan 20% dan 30% berbeda nyata terhadap 40% dan 50%. Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa perlakuan optimum untuk menghasilkan daya sera p air yang tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu perlakuan dengan penambahan gypsum 10%.

Tabel 18 Uji lanjut Duncan terhadap nilai daya serap air panil setelah perendaman 2 jam pada berbagai taraf perlakuan

Perlakuan Rata -rata Uji Duncan

0% 14,9046 A

(58)

Tabel 19 Uji lanjut Duncan terhadap nilai daya serap air panil setelah perendaman 24 jam pada berbagai taraf perlakuan

Perlakuan Rata -rata Uji Duncan

0% 20,4128 A

10% 24,2951 A

20% 32,0784 B

30% 33,2347 B

40% 38,2977 C

50% 38,3549 C

Keterangan : Huruf yang berbeda menandakan berpengaruh nyata pada taraf uji F0,05

Daya serap air menunjukan kemampuan dari papan tersebut untuk menyerap air setelah direndam dalam air dingin selama 2 dan 24 jam. Daya serap air panil hasil penelitian semakin meningkat dengan meningkatnya taraf semen tersubstitusi. Hal ini terjadi karena gypsum memiliki sifat absorben terhadap air.

Keteguhan Patah atau Modulus of Rupture (MOR)

(59)

Gambar15 Histogram keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) pada berbagai taraf perlakuan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan hasilnya yang seperti tersaji pada Tabel 20, memperlihatkan bahwa taraf semen tersubstitusi berpengaruh sangat nyata terhadap nilai keteguhan patah papan semen partikel hasil penelitian pada selang kepercayaan 99%, karena nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1%. Hal ini berarti bahwa dengan meningkatnya taraf semen tersubstitusi sampai 50% dapat menurunkan nilai keteguhan patah pada papan semen partikel yang dihasilkan.

Tabel 20 Hasil analisis keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) pada berbagai taraf perlakuan

F-tabel

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepecayaan 99%

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% seperti tersaji pada Tabel 21, menunjukan bahwa perlakuan 0% dan 10% tidak berpengaruh nyata, demikian juga dengan 40% dan 50% tidak berpengaruh nyata,

(60)

tetapi 0% dan 10% berpengaruh nyata terhadap 20%, 30%, 40% dan 50%. Selain itu juga perlakuan 20% berpengaruh nyata terhadap 30%, 40% dan 50%, sedangkan perlakuan 30% berpengruh nyata terhadap 40% dan 50%. Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa perlakuan optimum untuk menghasilkan Modulus of Rupture (MOR) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu perlakuan dengan penambahan gypsum 10%.

Tabel 21 Uji lanjut Duncan keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) pada berbagai taraf perlakuan

Perlakuan Rata -rata Uji Duncan

0% 68,4785 A

10% 60,3530 A

20% 38,1651 B

30% 29,3066 C

40% 19,5736 D

50% 19,4876 D

Keterangan : Huruf yang berbeda menandakan berpengaruh nyata pada taraf uji F0,05

MOR menunjukan beban maksimum yang dapat ditahan oleh benda. Nilai rata-rata keteguhan patah papan semen partikel semakin menurun dengan bertambahnya gypsum. Selanjutnya untuk semua sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini tidak bisa dibandingkan dengan standar JIS A 5417 (1992) maupun paten Bison (1975), karena kerapatan papan hasil penelitian jauh lebih kecil dari yang ditargetkan yaitu 1,2 gr/cm3.

Keteguhan Lentur atau Modulus of Elasticity (MOE)

(61)

lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) papan semen partikel pada berbagai taraf perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 11.

Gambar16 Histogram keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) pada berbagai taraf perlakuan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan hasilnya yang seperti tersaji pada Tabel 22, memperlihatkan bahwa taraf semen tersubstitusi berpengaruh sangat nyata terhadap nilai keteguhan lentur papan semen partikel hasil penelitian pada selang kepercayaan 99%, karena nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1%. Hal ini berarti bahwa dengan meningkatnya taraf semen tersubstitusi sampai 50% dapat menurunkan nilai keteguhan lentur pada papan semen partikel yang dihasilkan.

Tabel 22 Hasil analisis keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) pada berbagai taraf perlakuan

F-tabel

Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata pada selang kepecayaan 99%

(62)

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% seperti tersaji pada Tabel 23, menunjukan bahwa perlakuan 0% dan 10%, 10% dan 20 %, 20% dan 30%, 30% dan 40%, 40% dan 50% tidak berbeda nyata, tetapi 0% terhadap 20%, 30%, 40%, 50% berbeda nyata, 20% terhadap 40%, 50% berbeda nyata, 30% terhadap 50% berbeda nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa perlakuan optimum untuk menghasilkan Modulus of Elasticity (MOE) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu perlakuan dengan penambahan gypsum 10%.

Tabel 23 Uji lanjut Duncan keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) pada berbagai taraf perlakuan

Perlakuan Rata -rata Uji Duncan

0% 16740,6233 A

10% 14002,4667 A

20% 11050,1667 AB

30% 8310,7067 BC

40% 7493,6333 CD

50% 4355,7233 DE

Keterangan : Huruf yang berbeda menandakan berpengaruh nyata pada taraf uji F0,05

MOE merupakan ukuran ketahanan papan partikel menahan beban sebelum patah sampai batas proporsi, semakin tinggi nilainya berarti papan tersebut semakin tahan terhadap perubahan bentuk atau kekakuan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata keteguhan lentur papan semen partikel semakin menurun dengan bertambahnya gypsum.

lkatan Dalam atau Internal Bond (IB)

(63)

nilai rata -rata IB papan semen partikel pada berbagai taraf perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 12.

Gambar17 Histogram Internal Bond (IB) pada berbagai taraf perlakuan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan hasilnya yang seperti tersaji pada Tabel 24, memperlihatkan bahwa taraf semen tersubstitusi berpengaruh nyata terhadap nilai IB papan semen partikel hasil penelitian pada selang kepercayaan 95%, karena nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 5%. Hal ini berarti ba hwa dengan meningkatnya taraf semen tersubstitusi sampai 50% dapat menurunkan nilai IB pada papan semen partikel yang dihasilkan. Tabel 24 Hasil analisis Internal Bond (IB) pada berbagai taraf perlakuan

F-habel

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% seperti tersaji pada Tabel 25, menunjukan bahwa perlakuan 0% dan 10% tidak berbeda nyata, 20%, 30%, 40% tidak berbeda nyata, tetapi 0% berpengaruh nyata terhadap 20%, 30%, 40% dan 50%. Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa

(64)

perlakuan optimum untuk menghasilkan IB yang tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu perlakuan dengan penambahan gypsum 10%.

Tabel 25 Uji lanjut Duncan terhadap nilai Internal Bond (IB) pada berbagai taraf perlakuan

Perlakuan Rata -rata Uji Duncan

0% 2,3658 A

10% 1,7644 A

20% 1,1447 AB

30% 0,8744 AB

40% 0,6168 AB

50% 0,2130 B

Keterangan : Huruf yang berbeda menandakan berpengaruh nyata pada taraf uji F0,05

IB menunjukkan kualitas suatu papan, dengan meningkatnya IB maka ikatan antar partikel-partikel akan semakin baik. Berdasarkan standar JIS A 5417 (1992) maupun paten Bison (1975) tidak mensyaratkan besarnya nilai IB papan semen partikel.

Kuat Pegang Sekrup

Gambar

Tabel 3  Komposisi bahan untuk pengujian suhu hidrasi
Gambar 2  Pembuatan lembaran lapik menggunakan cetakan
Gambar 3  Pengempaan lapik dan sistem klem
Gambar 5  Pola pemotongan contoh uji menurut JIS A 5908 (1994)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan mengakses informasi peternak tidak berpengaruh terhadap kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah, karena informasi yang diperoleh peternak lebih banyak

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini mengkaji bagaimanakah hubungan antara ouput dengan biaya total yang dikeluarkan pada usahatani jagung di Kota Pekanbaru

In this labelling process, a polygon mesh or a soup of polygons (Fig- ure 1) serves as input and generates a model, whereby the dif- ferent spatial features (walls, terrain, roofs

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengelolaan aliran permukaan di arboretum tol Jagorawi, mengkaji keterkaitan antara selang kejadian hujan, tinggi dan lama hujan, serta

Hasil penelitian yang lainnya juga menunjukkan hal yang serupa dimana profil penyelenggaraan praktikum fisika di sekolah masih dalam kategori minim (Wattimena,

Menurut saya versi nugget seperti ini kurang nendang rasanya dibandingkan dengan nugget yang terbuat dari daging ayam cincang yang ditambahkan

Dalam konteks Sulalatus Salatin atau lebih dikenali sebagai Sejarah Melayu, unsur-unsur mitos yang terdapat dalam penulisan tersebut sedikit sebanyak

Kepala ruangan merupakan orang yang bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan pada pasien di ruangan perawatan yang dipimpinnya, serta menjadi penentu