• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Bakteri Yang Terdapat Di Toilet Umum Di Dua Pusat Perbelanjaan Modern Di Kota Medan dan Pola Kepekaan Terhadap Antibiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Bakteri Yang Terdapat Di Toilet Umum Di Dua Pusat Perbelanjaan Modern Di Kota Medan dan Pola Kepekaan Terhadap Antibiotik"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN BAKTERI YANG TERDAPAT DI TOILET UMUM DI DUA PUSAT PERBELANJAAN MODERN DI KOTA MEDAN DAN POLA

KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIK

OLEH:

RIO TRY SAPUTRA

110100079

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

ABSTRAK

Toilet umum menunjukkan situasi yang lebih memungkinkan untuk terdapatnya berbagai macam mikroba sehingga kecenderungan untuk menularkan kepada orang lain lebih tinggi. Banyak sekali mikroorganisme yang terdapat di masing-masing tempat di toilet seperti di gagang pintu, wastafel, dll salah satunya adalah bakteri.

Tujuan penelitian ini adalah melihat apa saja bakteri yang ada di toilet umum di dua pusat perbelanjaan modern di kota Medan serta kepekaannya terhadap antibiotik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan melakukan pengamatan terhadap bakteri di laboratorium Mikrobiologi FK USU. Pengambilan sampel yang dilakukan adalah sebanyak 40.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat sebanyak 32(80%) bakteri gram negatif dan 8(20%) bakteri gram positif. Dari seluruh isolat yang berjumlah 40, terdapat 8 jenis bakteri, yaitu K.pneumoniae (35%), K.oxytoca (20%),E. coli (12,5%), Proteus spp. (10%), Bacillus subtilis (7,5%), S. epidermidis (7,5%), S. aureus (5%),

dan, Pseudomonas spp. (2,5%). Uji sensitivitas menggunakan masing-masing 14 antibiotik. Jumlah bakteri yang dilakukan uji kepekaan adalah 7 bakteri masing-masing satu bakteri mewakili tiap spesies. Bakteri gram negatif yang diujikan memiliki rata-rata persentase 74,3% dari seluruh antibiotik. (n=5). Sementara bakteri gram positif yang diujikan sensitif terhadap 64,3% antibiotik. (n=5).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dalam tempat-tempat bersih sekalipun masih terdapat bakteri walaupun secara kasat mata kelihatan bersih. Untuk itu teruslah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat mulai dari cuci tangan yang baik dan benar agar dapat terhindar dari kuman-kuman yang dapat menyebabkan penyakit.

(4)

ABSTRACT

Public restroom shows the situation is more likely to have various kinds of microbesthat the tendency to pass on to others was higher. Lots of microorganisms contained in each place in the toilet like door handles, sinks, etc. One of the microorganism is a bacteria. The purpose of this study is to see what bacteria is in the public restroom of two modern shopping center in Medan and sensitivity to antibiotics. This is a descriptive study, identifying the bacteria in the laboratory of Microbiology USU School of Medicine. There are total 40 sampels in this study. The results showed there were 32 (80%) negative bacteria and 8 (20%) gram-positive bacteria. From all isolates there are 8 types of bacteria, they are K.pneumoniae (35%), K.oxytoca (20%), E. coli (12.5%), Proteus spp. (10%), Bacillus subtilis (7.5%), S. epidermidis (7.5%), S. aureus (5%), and, Pseudomonas spp. (2.5%). There are 14 antibiotics used in this setting for 7 bacterias from each of bacteria represented one of each species. Negative-gram bacterias has mean of percentage of 74,3% of all antibiotics. While positive-gram bacterias sensitive to 64,3% of all antibiotics

The conclusion from this study is that there is still bacteria live everywhere though that places has a clean appearance. Thus, continue to apply a clean and healthy living behaviors ranging from hand washing in a good way in order to avoid germs that can cause illness.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatNya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Gambaran Bakteri Yang Terdapat Di Toilet Umum Di Dua Pusat Perbelanjaan Modern Di Kota Medan dan Pola Kepekaan Terhadap Antibiotik” ini. Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa penyelesaian karya tulis ilmiah ini juga tidak luput dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. dr. Rina Yunita, Sp.MK, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini sehingga saya dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya.

3. dr. Isma Aprita, Sp.KK dan dr. Edhie Djohan Utama, Sp.MK, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.

4. Orang tua saya yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini.

5. Mirza Hasibuan, selaku laboran mikrobiologi FK USU yang telah banyak membantu saya dalam melakukan penelitian di laboratorium.

(6)

Demikian karya tulis ini dibuat dengan berbagai kekurangan yang pastinya saya harapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran untuk kebaikan peneliti dalam pembuatan karya tulis maupun penelitian dikemudian hari.

Akhirnya atas perhatian anda, saya mengucapkan terima kasih.

Medan, 11 Desember 2014

Peneliti

Rio Try Saputra

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Bakteri ... 5

2.1.1 Pengertian ... 5

2.1.2 Klasifikasi ... 5

2.1.3 Nutrisi, Pertumbuhan dan Metabolisme Bakteri ... 6

2.1.3.1 Kebutuhan Nutrisi ... 6

(8)

2.1.4 Bakteri yang Ditularkan Melalui Fekal Oral ... 9

2.2. Perwarnaan Gram dan Kultur Bakteri ... 15

2.3. Uji Sensitivitas Antibiotik ... 18

2.4. Kebiasaan Mencuci Tangan ... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 22

3.1. Kerangka Konsep ... 22

3.2. Definisi Operasional ... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 24

4.3. Populasi dan Sampel ... 24

4.3.1 Populasi ... 24

4.3.2 Sampel ... 24

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26

5.1.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 26

5.2. Pembahasan ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1. Kesimpulan ... 38

(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(10)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 5.1 Hasil Pewarnaan Gram ... 27

2. Tabel.5.2 Persentase Jumlah Bakteri dari 40 isolat ... 28

3. Tabel 5.3 Persentase Bakteri Berdasarkan Lokasi di Toilet ... 28

4. Tabel 5.4 Hasil Uji Sensitivitas Bakteri Gram Negatif ... 30

(11)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.2.1 Macam media agar ... 17

2. Gambar 2.3.1 Gradient diffusion test ... 19

3. Gambar 2.3.2 Disc diffusion test (MHA) ... 20

4. Gambar 2.4.1 Paduan Mencuci Tangan WHO ... 21

5. Gambar 5.1 Penanaman pada McConkey ... 32

6. Gambar 5.2 Penanaman pada agar darah ... 32

7. Gambar 5.3 Hasil pewarnaan gram ... 32

8. Gambar 5.4 Reaksi biokimia(RBK) ... 32

9. Gambar 5.5 Hasil penanaman RBK ... 32

10. Gambar 5.6 Reaksi gula-gula Pseudomonas spp ... 32

11. Gambar 5.7.Koloni pada MSA ... 32

(12)

DAFTAR SINGKATAN

CDC : Central for Disease Control and Prevention

EMB : Eosin Methylen Blue

ESBL : Extended Spectrum Beta Lactamase

MSA : Mannitol Salt Agar

MHA : Mueller Hinton Agar

MRSA : Methicillin Resistance Staphylococcus aureus

MRCoNS : Methicillin Resistance Coagulase-Negative Staphyloccous

RBK : Reaksi Biokimia

(13)

ABSTRAK

Toilet umum menunjukkan situasi yang lebih memungkinkan untuk terdapatnya berbagai macam mikroba sehingga kecenderungan untuk menularkan kepada orang lain lebih tinggi. Banyak sekali mikroorganisme yang terdapat di masing-masing tempat di toilet seperti di gagang pintu, wastafel, dll salah satunya adalah bakteri.

Tujuan penelitian ini adalah melihat apa saja bakteri yang ada di toilet umum di dua pusat perbelanjaan modern di kota Medan serta kepekaannya terhadap antibiotik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan melakukan pengamatan terhadap bakteri di laboratorium Mikrobiologi FK USU. Pengambilan sampel yang dilakukan adalah sebanyak 40.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat sebanyak 32(80%) bakteri gram negatif dan 8(20%) bakteri gram positif. Dari seluruh isolat yang berjumlah 40, terdapat 8 jenis bakteri, yaitu K.pneumoniae (35%), K.oxytoca (20%),E. coli (12,5%), Proteus spp. (10%), Bacillus subtilis (7,5%), S. epidermidis (7,5%), S. aureus (5%),

dan, Pseudomonas spp. (2,5%). Uji sensitivitas menggunakan masing-masing 14 antibiotik. Jumlah bakteri yang dilakukan uji kepekaan adalah 7 bakteri masing-masing satu bakteri mewakili tiap spesies. Bakteri gram negatif yang diujikan memiliki rata-rata persentase 74,3% dari seluruh antibiotik. (n=5). Sementara bakteri gram positif yang diujikan sensitif terhadap 64,3% antibiotik. (n=5).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dalam tempat-tempat bersih sekalipun masih terdapat bakteri walaupun secara kasat mata kelihatan bersih. Untuk itu teruslah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat mulai dari cuci tangan yang baik dan benar agar dapat terhindar dari kuman-kuman yang dapat menyebabkan penyakit.

(14)

ABSTRACT

Public restroom shows the situation is more likely to have various kinds of microbesthat the tendency to pass on to others was higher. Lots of microorganisms contained in each place in the toilet like door handles, sinks, etc. One of the microorganism is a bacteria. The purpose of this study is to see what bacteria is in the public restroom of two modern shopping center in Medan and sensitivity to antibiotics. This is a descriptive study, identifying the bacteria in the laboratory of Microbiology USU School of Medicine. There are total 40 sampels in this study. The results showed there were 32 (80%) negative bacteria and 8 (20%) gram-positive bacteria. From all isolates there are 8 types of bacteria, they are K.pneumoniae (35%), K.oxytoca (20%), E. coli (12.5%), Proteus spp. (10%), Bacillus subtilis (7.5%), S. epidermidis (7.5%), S. aureus (5%), and, Pseudomonas spp. (2.5%). There are 14 antibiotics used in this setting for 7 bacterias from each of bacteria represented one of each species. Negative-gram bacterias has mean of percentage of 74,3% of all antibiotics. While positive-gram bacterias sensitive to 64,3% of all antibiotics

The conclusion from this study is that there is still bacteria live everywhere though that places has a clean appearance. Thus, continue to apply a clean and healthy living behaviors ranging from hand washing in a good way in order to avoid germs that can cause illness.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kepadatan populasi penduduk di dunia membuat kecenderungan terjadinya penularan penyakit dari satu orang atau kelompok ke orang atau kelompok lain semakin meningkat. Penularan penyakit bisa terjadi melalui berbagai cara antara lain melalui udara, makanan, minuman, tangan yg dimasukkan kedalam mulut atau menyentuh makanan (Sherifa M. M. Sabra, 2013), jarum suntik, transfusi darah, hewan dll. Bagian-bagian tubuh tempat masuknya bakteri penyebab penyakit juga bermacam-macam seperti melalui selaput lendir tubuh(misalnya mulut mata, luka, kelamin) maupun melalui pembuluh darah secara langsung seperti pada penyuntikan. Tidak hanya itu pemakaian barang milik penderita ataupun menyentuh barang yang sebelumnya dipegang oleh penderita juga bisa menjadikan kita terkena penyakit yang dideritanya jika penyakit tersebut berpotensi menular, apalagi dengan keberagaman latar belakang manusia dari berbagai kalangan juga meningkatkan kemungkinan akan berbagai bentuk penyakit yang bisa kita dapatkan dari orang lain.

(16)

pembersihan bagian-bagian tubuh yang kotor serta mengandung kuman (Bagiastra, 2013).

Public restroom atau toilet menunjukkan situasi yang lebih memungkinkan untuk terdapatnya berbagai macam mikroba sehingga kecenderungan untuk menularkan kepada orang lain lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena toilet digunakan oleh banyak komunitas dengan berbeda latarbelakang dan sikap peduli kebersihannya (Gilbertoet al, 2011).. Hal ini tentunya sangat membahayakan bagi para pengguna maupun pengelola lokasi setempat dalam hal kesehatan mereka dan masyarakat sekitar.

Berdasarkan World Toilet Organization (WTO) sekitar 700.000 anak meninggal setiap tahunnya karena diare yang disebabkan oleh buruknya sanitasi dan air yang tidak bersih. Bukan hanya itu sebuah penelitian yang publikasi di New York menyebutkan bahwa dari penelitian terhadap toilet umum di beberapa bandara di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 89% dari sampel positif Human Papilloma Virus (HPV). Kemudian L Dayan (2003) melaporkan bahwa seorang anak berusia 8 tahun terkena infeksi Nesseria gonorrheae melalui tempat duduk toilet pesawat. Selain itu juga terdapat kuman MRSA(Methicillin-ResistantStaphylocoocus Aureus) pada beberapa dudukan toilet pasien rawat jalan di rumah sakit (Giannini, Nance, & McCullers, 2009).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sherifa M. M. S (2013), terdapat beberapa jenis bakteri yang biasanya terdapat di toilet yaitu

Staphylocoocus aureus 30,1%, Kliebsella pneumonia 25,7%, E. coli 16%,

Enterobacter spp. 11,2%, Citrobacter spp. 7,1%, Pseudomonas aeruginosa

5,9% dan Proteus spp. 4,5%. Sementara itu dalam Gilberto et al(2011) melaporkan beberapa bakteri yang pada umumnya terdapat di toilet adalah

(17)

Lactobacillaceae, Clostridiales, Cyanobacteria, dll. Hal tersebut sebenarnya tidak terlalu mengkhawatirkan bagi masyarakat oleh karena terdapat system pembersihan yang biasanya dilakukan oleh petugas, tetapi yang menjadi kekhawatiran adalah bahwa bakteri bisa tumbuh dan menetap di toilet dalam jangka waktu yang lama meskipun telah disiram atau dibersihkan dengan cairan antimikroba ( Sherifa M. M. S., 2013).

Untuk menangani kasus-kasus seperti di atas, dalam dunia kedokteran dipakai istilah yang disebut dengan antibiotik, yaitu obat yang bisa melumpuhkan atau membunuh bakteri. Namun seiring bekembangnya zaman, sudah banyak bakteri yang menjadi kebal terhadap antibiotik, misalnya MRSA, M. tuberculosis, Kliebsella pneumonia, E. coli, Pseudomonas aeruginosa, dll (Brooks, et al., 2010). Hal ini terjadi karena bakteri dapat menetralisasi zat antibiotiksehingga bakteri tersebut bebas dari efek antibiotik. Selain itu, bakteri juga bisa mengubah struktur DNA nya sehingga terjadi perubahan genetik yang lebih resisten terhadap antibiotik (CDC, 2013).

Dalam perkembangannya para peneliti telah banyak menemukan antibiotik apa saja yang sudah resisten atau yang masih sensitif terhadap bakteri tertentu dan biasanya hal ini dilakukan pada mikroba yang ada di rumah sakit (nosokomial). Namun peneliti ingin mengetahui bagaimana dengan toilet di tempat perbelanjaan yang ramai dikunjungi orang yang akan lebih mudah untuk terjadi kontak antara satu orang dengan yang lainnya.

(18)

yang terdapat di toilet umum pada pusat perbelanjaanmodern di kota Medan dan bagaimana pola kepekaannya terhadap antibiotik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran bakteri yang ada di toilet umum yang ada di dua pusat perbelanjaan modern di kota Medan.

2. Bagaimana pola resistensi bakteri yang ada di toilet umum yang ada di dua pusat perbelanjaan modern di kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran bakteri yang terdapat pada toilet umum yang ada di dua pusat perbelanjaan modern di kota Medan dan pola kepekaannya terhadap antibiotik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui jenis-jenis bakteri di toilet umum.

2. Mengetahui pola kepekaan terhadap bakteri yang ditemukan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai pengetahuan kepada masyarakat agar dapat mencegah penularan penyakit yang dapat terjadi melalui toilet umum.

2. Menanamkan rasa kebersihan diri pada setiap orang terutama dalam hal mencuci tangan yang baik dan benar.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

2.1.1 Pengertian

Terdapat beberapa perbedaan dalam definisi dari bakteri. Menurut CDC, bakteri adalah organisme bersel satu yang ditemukan diseluruh tempat baik di dalam maupun di luar tubuh manusia. Menurut Kenneth (2012) bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal dengan komponen selular prokariot.

2.1.2Klasifikasi

Berdasarkan respon terhadap pewarnaan gram, bakteri dibedakan menjadi dua macam yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.Perbedaan dari kedua bakteri ini adalah dari struktur dinding selnya. Dinding sel bakteri gram positif terdiri dari lapisan peptidoglikan homogen dengan ketebalan sekitar 20 – 80 nm yang terletak di luar lapisan membrane plasma. Sementara dinding sel bakteri gram negatif ketebalan lapisan peptidoglikannya antara 2 – 7 nm dan dilapisi oleh membran luar dengan ketebalan 7 – 8 nm. Dengan begini bakteri gram positif karena memiliki peptidoglikan yang lebih tebal dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Hal ini menjadikan bakteri ini akan terlihat berwarna ungu dibandingkan dengan bakteri gram negatif yang akan menghasilkan warna pink jika dilakukan pewarnaan gram (Willey et al., 2008).

(20)

kristalviolet tadi, oleh karena pori-pori peptidoglikan yang sempit ditambah dengan adanya iodin maka zat warna ungu tersebut sulit untuk terhapus oleh alkohol sehingga akan tetap terlihat berwarna ungu. Sementara oleh karena struktur pori peptidoglikan dari bakteri gram negatif yang lebih besar, maka akan lebih mudah bagi larutan alkohol untuk menetralisir atau menghapus zat warna ungu yang ad di peptidoglikan sehingga akan terlihat warna pink setelah pemberian safranin (Willey

et al., 2008).

Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengkhususkan indentifikasi gambaran bakteri yang ditularkan dengan cara fekal-oral.

2.1.3 Nutrisi, Pertumbuhan dan Metabolisme Bakteri

Seperti halnya makhluk hidup lain, bakteri juga memerlukan beberapa faktor untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan akan kehidupannya ini memerlukan beberapa faktor yang bermacam-macam. Kebutuhan kehidpan bakteri dibagi menjadi dua, yaitu kebutuhan nutrisi atau kimia dan kebutuhan lingkungan. Contoh dari kebutuhan nutrisi misalnya sumber energy, karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, besi, faktor pertumbuhan organic dan vitamin. Sementara untuk faktor lingkungan adalah oksigen, karbondioksida, suhu, konsentrasi ion hidrogen, kelembaban dan kekeringan, cahaya, efek osmotik, stres mekanik dan sonik

2.1.3.1 Kebutuhan Nutrisi

• Energi

Beberapa bakteri memiliki perbedaan dalam hal sumber energi nya, misalnya Escherichia coli yang menggunakan bahan kimia untuk sumber energinya. Disebut juga dengan kemotrop. Ada juga yang menggunakan cahaya sebagai sumber

(21)

• Karbon

Karbon sangat diperlukan bukan hanya oleh bakteri tapi juga seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Misalnya karbon diperlukan untuk pembentukan atau sintesis peptidoglikan (Scheffers and Mariana, 2005) atau beberapa protein dan karbohidrat serta lemak pada manusia. Penggunaan karbon oleh bakteri ini ada yang diambil langsung dari CO2 – disebut dengan autotrop – ada juga yang digunakan dari

bahan organik lain seperti dari karbohidrat, lemak dan protein yang disebut heterotrop. Kira-kira sekitar 50% dari berat kering bakteri adalah karbon

• Nitrogen, sulfur dan fosfor

Nitrogen dibutukan untuk pembuatan nitrogen dan juga DNA dan RNA dimana nitrogen ini bisa didapat dari bahan anorganik seperti nitrat dan nitrit juga dari bahan organik seperti asam amino. Sementara sulfur diperlukan bakteri untuk sisntesis asam amino seperti metionin dan sistein serta vitamin seperti B1 dan biotin. Yang terakhir adalah fosfor, digunakan untuk membuat asam nukleat dan fosfolipid. Sementara pada manusia dan hewan serta tumbuhan lainnya fosfor digunakan dalam pembuatan molekul ATP (adenine triphosphate) yang akan digunakan selanjutnya untuk menghasilkan energy

• Faktor pertumbuhan organik dan vitamin

(22)

2.1.3.2 Kebutuhan Lingkungan

• Oksigen

Kebutuhan utama bakteri akan oksigen menjadikan bakteri dibagi menjadi dua yaitu bakteri anaerob dan aerob. Bakteri anaerob dibagi lagi menjadi anaerob obligat, anaerob fakultatif dan beberapa bakteri mikroaerofilik. Bakteri anaerob obligat artinya adalah bakteri tersebut harus dalam kondisi bebas dari oksigen untuk dapat hidup, dan akan mati ketika ada oksigen (mis: Clostridium). Bakteri anaerob fakultatif adalah bakteri yang dapat hidup dengan kondisi lingkungan terdapat roksigen maupun tidak. Untuk istilah mikroaerofilik artinya bahwa bakteri jenis ini bisa tumbuh di lingkungan dengan konstentrasi oksigen yang rendah namun akan mati jika konsentrasi oksigennya tinggi (Alfvin Fox, 2011). Sementara bakteri aerob hanya tergolong kedalam aerob obligat, yaitu bakteri yang harus membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya (mis: Mycobacterium tuberculosis)

• Karbondioksida

Hampir semua bakteri membutuhka karbondioksida dalam pertumbuhannya. Ada beberapa bakteri yang justru harus membutuhkan konsentrasi karbondioksida untuk hidup seperti bakteri anaeorb obligat (Vasanthakumari, 2007).

• Suhu

(23)

80oC. Namun kebanyakan bakteri dapat hidup dalam suhu optimal 37oC. (Vasanthakumari, 2007).

2.1.4 Bakteri Yang Ditularkan Melalui Fekal-Oral

Ada beberapa macam cara penularan bakteri seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satunya adalah dengan cara fekal oral. Maksudnya adalah transmisi ini terjadi setelah tangan seseorang kontak dengan mikroorganisme dan bisa menimbulkan penyakit pada orang tersebut jika mikroorganisme tersebut tertelan. Terdapat beberapa bakteri yang ditularkan melalui kontak langsung dengan tangan diantaranya adalah S. aureus, K. pneumonia, P. aeruginosa, dll (Sabra, 2013).

Staphylococcus aureus

Bakteri ini adalah yang paling patogen diantara spesies yang lainnya. S. aureus

merupakan bakteri dengan ukuran sekitar 0,8 – 0,9 µm, tidak bergerak, tidak berspora, jarang berkapsul dan berkelompok seperti buah anggur. Suhu optimum yang dibutuhkan untuk tumbuh dengan baik adalah 37oC (Gupte, 2012).

Bakteri ini menghasilkan enzim yang disebut koagulase (Gupte, 2012 ; Brooks, et al., 2010). Enzim ini memiliki delapan tipe antigenic (A,B,C,D,E,F,G, dan H) yang bekerja dengan cara membuat bekuan(klot) melalui proses perubahan fibrinogen plasma menjadi fibrin. Kemudian fibrin ini menyelimuti bakteri sehingga terbebas dari fagositosis dan opsonisasi (Parija, 2009). Selain itu bakteri ini juga menghasilkan beberapa enzim yang lain seperti katalase, hialuronidase, leukosidin, penisilinase, fibrinolisin, protease,lipase, nuclease (Parija, 2009), dan protein A serta hemolisin (Willey et al., 2008).

(24)

dengan lingkungan yang biasa ditempatinya sehingga dapat bersifat pathogen yang disebut dengan istilah mikroorganisme oportunistik (Willey et al., 2008). Adapun penyakit-penyakit yang bisa disebabkan oleh bakteri ini adalah dibagi menjadi dua, yaitu 1). Inflamatorik dan 2). Penyakit yang dimediasi toksin staphylococcal (Parija, 2009).

Staphylococcus saprophyticus

S. saprophyticus merupakan bakteri yang tidak menghasilkan enzim koagulase layaknya S. aureus (Brookset al., 2010) Bakteri ini sering menjadi agen infeksi saluran kemih pada wanita (Erikssonet al., 2012). Tidak hanya wanita, pasangan homoseksual, orang tua dan anak kecil juga bisa terinfeksi mikroba ini dan menyebabkan infeksi saluran kemih. Selain ISK, S. saprophyticus juga bisa menyebabkan prostatitis, epididimitis, dan batu ginjal (Raz, Colodner, & Kunin, 2005).

Streptococcus agalactiae

S. agalactiae merupakan residen normal vagina pada 5 – 25% wanita(Brookset

al., 2010). Bakteri ini juga sering menyebabkan sepsis neonatus,

meningitis(Levinson, 2008), dan sindrom gawat nafas pada bulan pertama kehidupan neonatus (Brookset al., 2010).

Salmonella sp.

(25)

typhi dan S. paratyphi sedangkan spesies non-tifoid adalah spesies yang menyebabkan diare. Salmonellamempunyai faktor virulensi yang membuat bakteri ini tahan terhadap fagositosis, yaitu faktor Vi hanya dimiliki oleh S. thyphi (Levinson, 2008).

Shigella sp.

Shigella adalah bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi saluran cerna pada anak-anak. Bakteri ini tidak berkapsul dan tidak memfermentasi glukosa (Brookset al., 2010). Shigella biasanya ditularkan melalui orang ke orang melalui mulut. Namun vektor seperti lalat dan makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini juga bisa menyebabkan infeksi Shigella (Harvey, Cornelissen, dan Fisher, 2013). Shigella memiliki beberapa spesies, yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. boydii, S. sonnei. Diantara ke empat spesies ini semuanya memfermentasi manitol kecuali S. dysentriae.

(26)

Vibrio cholera

V. cholera merupakan bakteri gram negatif berbentuk koma yang sering menyebabkan diare yang kita kenal sebagai diare air (watery diarrhea). Berdasarkan antigen yang terdapat di dinding selnya bakteri ini dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan antigen O pada dinding selnya, yaitu O1 yang menyebabkan epidemik dan non-O1 yang non-patogen. Organisme yang tergolong dalam O1 mempunyai 2 biotipe yaitu El tor dan cholera, dan 3 serotipe, disebut Ogawa, Inaga, Hikojima. Biotipe disini maksudnya adalah dibedakan berdasarkan reaksi kimia sedangkan serotipe dibedakan berdasarkan struktur antigen. Dalam pemeriksaan mikrobiologi, bakteri ini bisa dikultur di agar McConkey dan hasilnya tidak berwarna dan bisa juga dilakukan pemeriksaan pada media Triple Sugar Iron (TSI) (Levinson, 2008).

Dalam patogenesisnya, V. cholera menginvasi mukosa usus manusia dengan menggunakan toksin yang memiliki 2 subunit, yaitu subunit A dan subunit B. ketika V. cholera masuk ke usus, di situlah bakteri ini langsung bereplikasi dan menghasilkan enterotoksin. Subunit B bertugas menempel pada permukaan sel usus yang kemudian memediasi masuknya Subunit B enterotoksin ke dalam sel. Hasilnya adalah terproduksinya cAMP yang mengaktivasi cAMP bergantung protein kinase sehingga terjadilan pengeluaran ion dan air dari dalam sel ke lumen usus (Levinson, 2008)

Kolera sebenarnya telah menjadi epidemic dari tahun 1960-an sampe 1970-an. Dan hal terjadi karena beberapa faktor seperti sanitasi yang buruk, malnut risi, kepadatan penduduk, dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai (Levinson, 2008).

Klebsiella pneumoniae

(27)

lengket (Brookset al., 2010) Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah K. pneumoniae yang menyebabkan infeksi saluran kemih.

Enterobacter spp.

Infeksi enterobakter biasanya terjadi pada lingkungan rumah sakit, namun ada juga beberapa spesies enterobakter yang kurang berbahaya yang bisa didapatkan dari lingkungan seperti air. Sumber infeksi mikroorganisme ini bisa berasal dari endogen seperti saluran cerna, saluran kemih, dan kolonisasi di kulit. Banyak laporan mengenai penularan bakteri ini yang dapat terjadi melalui tangan perorangan, sampel darah, endoskopi, dan bahkan stetoskop (Susan, 2014). Sama seperti Enterobactericeae lainnya bakteri ini juga dapat dikultur di media agar McConkey atau EMB dan hasil dari kultur bakteri ini akan menghasilkan koloni yang memfermentasi laktosa (Brookset al., 2010).

Citrobacter spp.

Citrobacter adalah kelompok bakteri famili dari enterobactericeaeberbentuk batang dan menghasilkan warna merah muda pada pewarnaan gram. Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, dan makanan, serta saluran pencernaan manusia dan juga hewan. Penelitian menunjukkan bahwa dalamsampel urin individu yang memiliki infeksi saluran kemih 5 – 12% disebabkan oleh spesies citrobacter (Metriet al.,

2013). Selain menyebabkan infeksi saluran kemih, beberapa spesies citrobacter ada yang bisa menyebabkan infeksi otak berupa abses, sepsis dan meningitis (Clara et al., 2012) dan ada juga yang menyebabkan diare seperti Citrobacter freundii (Bai et al., 2011).

Proteus spp.

(28)

manusia hanya jika Proteus keluar dari saluran cerna (Brookset al., 2010). Proteus

adalah flora normal pada saluran pencernaan bersamaan dengan Klebsiella dan E.coli

(Struble, 2013). Urease yang dihasilkanya menyebabkan dihidrolisisnya urea pada urin manusia menjadi ammonia sehingga pada pasien dengan infeksi saluran kemih urinnya akan basa (Brookset al., 2010). Proteus ini sebenarnya sering menyebabkan infeksi pada rumah sakit seperti pada pasien ataupun pekerja medis. Namun ada juga spesies yang sangat banyak menimbulkan infeksi di kalangan masyarakat (community-acquired) seperti Proteus mirabilis. Untuk kepentingan diagnostik, proteus bisa dibiakkan di agar MacConkey yang akan menghasilkan koloni yang bergerombol dan motil (Struble, 2013)

Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri berbentuk batang gram negatif. Bakteri biasanya dikultur pada media bernama Eosin Methylene Blue (EMB) dan akan menghasilkan koloni berwarna logam mengkilap (metallic sheen). Sama seperti beberapa famili

enterobacteriaceae lainnya, E.coli juga memfermentasi laktosa dan pada hasil kultur akan mengasilkan gas dan asam (Levinson, 2008).

Mikroorganisme yang satu ini cukup sering menyebabkan infeksi baik infeksi saluran pencernaan maupun infeksi saluran kemih pada manusia. Bakteri berbentuk batang gram negatif ini memiliki beberapa subspesies, seperti enterotoxigenic E. coli(ETEC), enteropathogenic E. coli(EPEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), enteroaggregative E. coli(EAEC), dan diffusely adherent E. coli (Herbert, 2009). Di Amerika Serikat yang paling sering menyebabkan diare adalah tipe enterotoxigenic E.coli. selain dapat menyebabkan diare dan infeksi saluran kemih, ada tipe lain dari

(29)

E.colidapat dengan mudah berpindah dari saluran pencernaan ke uretra wanita dibandingkan dengan pria (Tanagho, et al., 2008).

Saat setelah lahir, E. coli langsung berkoloni di saluran pencernaan neonatus dan akan tetap tumbuh dsana untuk melakukan hubungan mutualisme dengan manusia. Bakteri ini sebenarnya adalah bakteri komensal, namun terdapat bukti bahwa jenis pathogen bakteri ini merupakan perubahan atau transformasi dari jenis komensal. Namun bukan hanya E. coli patogen saja yang dapat menyerang manusia, jenis non-patogen juga bisa menjadi non-patogen dan dapat merusak mukosa saluran pencernaan manusia (Migla et al., 2013).

2.2 Perwarnaan Gram dan Kultur Bakteri

Salah satu tindakan penting yang perlu dilakukan dalam bidang kesehatan terutama menyangkut mikroorganisme adalah melakukan identifikasi terhadap mikrooganisme yang kita temukan seperti jenis bakteri, jamur, ataupun virus. Dalam penelitian ini, peneliti mengkhususkan kepada identifikasi terhadap bakteri. Oleh karena itu hal yang akan dibahas adalah cara singkat dalam mengidentifikasi bakteri, yaitu dengan cara pewarnaan gram dan kultur bakteri.

Untuk mengetahui bakteri apa yang kita dapat dari hasil swab yang kita lakukan di suatu lokasi tertentu, tentu kita pertama melakukan teknik pewarnaan yang disebut pewarnaan gram, yang merupakan identifikasi awal terhadap bakteri sehinggal akan diketahui bakteri tersebut termasuk ke dalam golongan gram negatif atau positif. Terdapat beberapa langkah dalam melakukan pewarnaan gram, yaitu:

1. Spesimen diusapkan di kaca objek lalu dikeringkan di atas api selama

beberapa detik

2. Lalu siram kaca objek dengan larutan kristal violet 3. Bilas dengan air mengalir

(30)

5. Bilas dengan air mengalir

6. Tuangkan larutan aseton (30ml) dan alkohol (70ml) selama 10 – 30 detik 7. Bilas dengan air mengalir

8. Genangi sediaan dengan basic fuchsin (safranin) selama 10 – 30 detik. 9. Bilas lagi dengan air dan keringkan

(Brookset al., 2010)

Hasil yang didapat dari pemeriksaan ini akan direpresentasikan sebagai bakteri gram negatif atau gram positif. Namun untuk beberapa jenis bakteri, hasil yang demikian belum cukup untuk mengetahui jenis bakteri yang ada di sediaan yang kita periksa tersebut. Oleh karena itu, tahap selanjutnya yang bisa dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai spesies bakteri tersebut adalah dengan cara mengulturnya di media kultur yang cocok.

Media kultur merupakan tempat menanam bakteri yang akan diidentifikasi. Media ini berupa cairan atau jel yang telah ditambahi nutrient tertentu yang diperlukan oleh bakteri yang dibuat di dalam sebuah wadah bernama piring petri. Ada bermacam-macam jenis media kultur, tapi yang paling sering digunakan adalah media agar darah, disebut juga media primer. Media ini mengandung darah domba 5%. Kebanyakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif dapat tumbuh di agar darah ini. Kemudian yang tak kalah penting adalah agar coklat yang terbuat dari darah yang dihangatkan dengan atau tanpa tambahan suplemen. Beberapa bakteri seperti

(31)

Adapun cara untuk mengultur bakteri adalah pertama menyediakan peralatan terlebih dahulu berupa sengkelit (ose), api Bunsen, media kultur, serta spesimen yang akan diperiksa. Cara selanjutnya adalah dengan mensterilkan sengkelit di api Bunsen. Kemudian ambil spesimen menggunakan sengkelit dengan cara mengusap. Lalu buat beberapa goresan di media kultur dan kemudian disimpan untuk dilihat kemudian pertumbuhan koloni yang terjadi (Stuart, 2013). Beberapa bakteri menunjukkan koloni yang unik seperti E. coli akan menghasilkan warna logam mengkilat (metallic sheen) jika dikultur di media EMB. Contoh lainnya

Streptococcus β-hemolyticus akan menghemolisis sempurna darah pada media agar darah, dan lain sebagainya (Brookset al., 2010).

(a) (b) (c)

[image:31.612.110.519.331.621.2]

(d) (e)

(32)

2.3Uji Sensitivitas Antibiotik

Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik sangat diperlukan dalam bidang kedokteran. Bakteri yang resisten biasanya mempunyai genetik yang berbeda sehingga bakteri tersebut tahan terhadap kerja dari zat kimia yang terdapat pada antibiotik tertentu. Resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi karena ketidakpatuhan pasien mengonsumsi obat yang diberikan dokter, sehingga hanya sebagian bakteri yang mati dan sebagian lain tetap hidup dan berusaha untuk mengubah strukturnya baik itu dinding selnya maupun gennya sehingga bakteri tersebut menjadi tahan atau resisten terhadap antibiotik yang tadi dipakai untuk terapi (WebMD, 2012). Terdapat beberapa macam cara yang dapat digunakan untuk menguji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik, yaitu broth dilution test, antimicrobial gradient method, dan disc diffusion test.(James dan Marry, 2009)

Broth dilution test

Broth dilutin test atau tes dilusi cair menggunakan media tabung yang berisi larutan antibiotik yang telah diencerkan sebanyak dua kali dan kemudian ditambahkan bakteri yang akan diuji. Jumlah koloni bakteri yang ditambahkan adalah sebanyak 1 – 5 x 105CFU (colony forming unit)/mL. Setelah dilakukan pencampuran, tabung disimpan dalam suhu 35oC selama satu malam. Tahap selanjutnya adalah melihat apakah ada pertumbuhan bakteri di tabung tersebut. Jika tidak ditemukan pertumbuhan bakteri dengan konsentrasi antibiotik terendah yang diberikan, maka disebut dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) atau minimum inhibitory concentration (MIC) (James dan Marry, 2009).

Antimicrobial gradient method

(33)

Kemudian strip tes ini diletakkan secara radial dan merata tersebar di seluruh media agar yang telah ditambahkan mikroba yang akan di uji sensitivitasnya sama seperti cara difusi disk (disc diffusion method)

[image:33.612.131.530.140.314.2]

(James dan Marry, 2009).

Gambar 2.3.1. Contoh antimicrobial gradient diffusion test. (Sumber: James dan Marry, 2009)

Disc diffusion test (Kirby-Bauer Disc Diffusion Test)

Tes ini disebut juga dengan Kirby-Bauer disc diffusion test karena mereka menetepkan standarisasi dalam penentuan sensitivitas antibiotik terhadap mikroba tertentu. Sebenarnya cara ini telah dilakukan pada awal tahun 1950-an di beberapa laboratoium mikrobiologi di America Serikat. Tiap-tiap laboratorium di sana menetapkan kebutuhannya masing-masing seperti menggunakan media yang berbeda-beda, konsentrasi dan lama inkubasi yang berbeda sehingga banyak peneliti menemukan hasil yang berbeda-beda dan hal ini menimbulkan kebingungan dan keraguan akan hasil yang didapat. Oleh karena itu lah Kirby dan teman koleganya A.W. Bauer melihat kembali data-data sensitivitas yang telah dilakukan dan menetapkan standar prosdeur yang tetap untuk uji sensitivitas ini di setujui oleh WHO sehingga akhirnya uji sensitivitas ini disebut juga dengan Kirby-Bauer Disc Diffusion Test (Jan, 2013).

(34)

dilakukan setelah 18 – 24 jam penyimpanan. Khusus untuk MRSA tidak diperbolehkan penyimpanan dilakukan pada

[image:34.612.338.523.127.273.2]

suhu diatas 35oC (Jan, 2013)

Gambar 2.3.2. Contoh disc diffusion test

menggunakan agar Mueller-Hinton. (Sumber: James dan Marry, 2009)

2.4Kebiasaan Mencuci Tangan

Mencuci tangan adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan untuk agar kita terhindar dari debu kotoran dan kuman yang menempel dan mungkin dapat menyebabkan infeksi pada seseorang. Mencuci tangan merupakan cara yang sederhana dan paling mudah untuk mencegah penyebaran infeksi dan penyakit di beberapa tempat mulai dari rumah, tempat kerja, pelayanan kesehatan anak-anak, dan rumah sakit. Namun tidak setiap saat kita harus mencuci tangan. Ada saat-saat tertentu dimana kita dianjurkan untuk mencuci tangan, yaitu :

1. Sebelum, selama, dan sesudah menyiapkan makanan. 2. Sebelum makan

3. Sebelum dan setelah mengunjungi atau merawat orang sakit 4. Sebelum dan sesudah mengobati luka

5. Setelah menggunakan toilet

6. Setelah mengganti popok bayi, atau membersihkan bayi yang baru saja menggunakan toilet

7. Setelah batuk dan bersin

8. Setelah menyentuh hewan, hewan peliharaan, atau kotoran hewan 9. Setelah menyentuh/memegang sampah

(35)

Mencuci tangan bisa menggunakan air saja atau bisa juga dengan menggunakan sabun. Namun mencuci tangan dengan menggunakan sabun sangat dianjurkan karena dengan mencuci tangan pakai sabun, dapat mencegah penyakit seperti diare dan penyakit saluran pernafasan akut pada jutaan anak-anak di negara berkembang (Global Handwasing Day, 2013). Lebih spesifik lagi sebanyak 2,2 juta anak-anak dibawah 5 tahun meninggal karena penyakit diare dan pneumonia setiap tahunnnya. Dan dengan mencuci tangan pakai sabun akan melindungi 1 dari 3 anak untukmengidap diare dan 1 dari 6 anak untuk penyakit pneumonia (CDC, 2013).

(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1.Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Bakteri Yang Terdapat di Toilet Umum di Dua Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Medan dan Pola Kepekaannya Terhadap Antibiotik.

Swab permukaan toilet

Gambaran jenis bakteri

Tes sensitivitas

(37)

3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi opersional

Cara ukur Alat

ukur

[image:37.612.108.553.142.493.2]

Hasil ukur Skala pengukuran Swab permukaan toilet Usapan yang dilakukan di permukaan toilet Mengusap pada permukaan bagian-bagian di toilet Kapas lidi steril Hasil swab ini kemudian dimasukkan ke media transport - Gambaran bakteri Gambaran bakteri adalah jenis-jenis bakteri yang terdapat di toilet umum swab dan kultur laboratorium Media agar

Jenis bakteri Numerik

Tes sensitivitas antibiotik Tes yang dilakukan dengan cara mengultur bakteri dengan antibiotik pada satu media untuk melihat sensitivitas terhadap antibiotik

(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif, yaitu untuk melihat gambaran dan kepekaan bakteri yang terdapat di toilet di dua pusat perbelanjaan modern di kota Medan. Dalam penelitian ini dilakukan teknik swab, lalu hasilnya akan dikultur, dan kemudian dilihat gambaran bakteri yang tumbuh serta akan dilakukan uji sensitivitas terhadap masing-masing satu strain bakteri.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan di dua pusat perbelanjaan modern kota Medan mulai bulan September hingga Oktober 2014. Alasan pemilihan tempat tersebut adalah dua tempat tersebut merupakan tempat yang banyak dikunjungi setiap hari memiliki komponen toilet yang cukup lengkap yang diperlukan peneliti untuk mengambil usapan, serta lokasi tersebut mudah dijangkau oleh peneliti.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan adalah toilet umum yang ada di dua tempat perbelanjaan modern di kawasan Medan, yaitu di Plaza Medan Fair dan Millenium Plaza.

4.3.2. Sampel

(39)

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Waktu pengambilan spesimen dilakukan pada pagi hari dari jam 10.00-12.00 WIB. Selanjutnya di laboratorium mikrobiologi dilakukan identifikasi gambarn kuman dan dilakukan uji kepekaan terhadap antibiotik.

1. Pertama, peneliti membawa kapas lidi steril dan media transport BHI (Brain Heart Infusion).

2. Kedua, usapan dilakukan di beberapa tempat di toilet yaitu gagang pintu, wastafel, tombol urinoir, dan dudukan WC.

3. Lalu kapas lidi steril dimasukkan ke dalam BHI dan dibawa ke laboratorium untuk diinkubasi selama 24 jam di incubator pada suhu 37oC.

4. Setelah 24 jam dilakukan penanaman pada media agar darah dan McConkey dan diinkubasi selama 24 jam.

5. Kemudian proses pewarnaan gram yang diambil dari koloni media agar darah dan McConkey.

6. Dari hasil yang didapat, untuk bakteri gram negatif dilakukan kembali penanaman pada media EMB sementara untuk bakteri gram positif penenaman dilakukan pada media MSA. Setelah dari EMB koloni ditanam pada media reaksi biokimia untuk mengetahui jenis bakteri. Terakhir dilakukan uji kepekaan antibiotik.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian akan diperiksa dengan cara mengultur hasil usapan untuk mengetahui gambaran bakteri yang ada di masing-masing toilet serta selanjutnya akan dilakukan uji sensitivitas terhadap antibiotik.

(40)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Dekripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua lokasi, yaitu di Plaza Milenium dan Plaza Medan Fair. Jumlah lokasi swab yang dilakukan di Plaza Milenium adalah sebayak 4 toilet yang terdiri dari 2 toilet laki-laki dan 2 toilet perempuan. Sedangkan di Plaza Medan Fair dilakukan swab sebanyak 8 toilet yang terdiri dari 4 toilet laki-laki dan 4 toilet perempuan. Total sebanyak 12 toilet. Sampel yang diuji dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 sampel sesuai dengan jumlah maksimum yang diperbolehkan oleh departemen Mikrobiologi FK USU.

Distribusi sampel yaitu di Plaza Milenium sebanyak 13 titik, dengan persebaran sampel 7 titik diambil dari toilet laki-laki dan 6 titik dari toilet perempuan. Sedangkan di Plaza Medan Fair sebanyak 27 titik dengan persebaran sampel 15 titik di toilet laki-laki dan 12 titik di toilet perempuan.

5.1.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

(41)
[image:41.612.203.441.144.263.2]

Tabel 5.1. Hasil Pewarnaan Gram

Lokasi Jumlah Isolat Gram (+) Gram (-)

G.pintu 11 2 9

Wastafel 11 1 10

T.urinoir 6 1 5

WC 12 4 8

Total 40 8(20%) 32(80%)

Setelah mengetahui jenis gram pada bakteri, untuk bakteri batang gram negatif selanjutnya dilakukan penanaman ke agar EMB(Eosin Methylene Blue) yang kemudian dilakukan reaksi biokimia. Sementara itu untuk bakteri kokus gram positif dilakukan penanaman di MSA(Mannitol Salt Agar). Media disimpan di inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam. Hasil yang didapat dari kultur bakteri gram negatif adalah E. coli, K.pneumoniae, K.oxytoca, Proteus spp., dan Pseudomonas spp. Sementara dari kultur bakteri yang dilakukan pada media MSA didapatkan S. aureus

(42)
[image:42.612.200.440.147.328.2]

Tabel. 5.2 Persentase Jumlah Bakteri dari 40 isolat.

Dari seluruh bakteri yang ditemukan terdapat keberagaman bakteri yang terdapat di beberapa lokasi. Jenis-jenis bakteri berdasarkan lokasi tempat pengambilan isolate ditampilkan dalam tabel 5.3

Tabel. 5.3. Persentase Bakteri Berdasarkan Lokasi di Toilet

No. Bakteri Lokasi

G. pintu (%) Wastafel (%) T. urinoir (%) WC (%)

1 E. coli 2 (18,2%) 2 (18,2%) 0 (0%) 1 (8,3%)

2 K. pneumonia 3 (27,3%) 6 (54,5%) 2 (33,3%) 3 (25%)

3 K. oxytoca 3 (27,3%) 2 (18,2%) 1 (16,7%) 2 (16,7%)

4 Proteus spp. 1 (9,1%) 0 (0%) 2 (33,3%) 1 (8,3%)

5 Pseudomonas spp. 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (8,3%)

6 S. aureus 0 (0%) 0 (0%) 1 (16,7%) 1 (8,3%)

7 S. epidermidis 1 (9,1%) 1 (9,1%) 0 (0%) 1 (8,3%)

8 B. subtilis 1 (9,1%) 0 (0%) 0 (0%) 2 (16,7%)

Jumlah 11 (100%) 11 (100%) 6 (100%) 12 (100%)

No. Bakteri Jumlah (%)

1 K. pneumoniae 14 (35%)

2 K. oxytoca 8 (20%)

3 Eschericia coli 5 (12,5%)

4 Proteus spp. 4 (10%)

5 B. subtilis 3 (7,5%)

6 S. epidermidis 3 (7,5%)

7 S. aureus 2 (5%)

8 Pseudmomonas spp. 1 (2,5%)

[image:42.612.97.554.458.640.2]
(43)

Dari tabel di atas diketahui persentase bakteri dari masing-masing lokasi di toilet tidak ada yang dominan kecuali K. pneumoniae yang paling banyak di temukan di wastafel dan WC, masing-masing 6/11(54,5%) dan 3/12(25%).

(44)
[image:44.612.111.536.148.438.2]

Tabel 5.4. Hasil Uji Sensitivitas Bakteri Gram Negatif Antibiotik Bakteri E.coli (n=1) K.pneumoniae (n=1) K.oxytoca (n=1) Pseudomonas spp. (n=1) Proteus spp. (n=1)

Amikasin S S S S S

Tetrasiklin S R S S S

Amoksisilin-asam klavulanat S R I R S

Cefuroksim S R S R S

Ampisilin S R S S S

Ceftazidim S S S S S

Kloramfenikol S R S S S

Cefepim S S S S S

Piperasilin-tazobactam S S S S S

Kanamisin S R S S S

Meropenem R R R R R

Piperasilin S S S I S

Kotrimoksazol S R S S S

Seftriakson S R S R S

S, sensitif; R, resisten; I, intermediet

Tabel 5.4menunjukkan hasil uji sensitivitas yang dilakukan pada masing-masing satu strain bakteri gram negatif. Dari tabel tersebut diketahui bahwa E.coli

(45)
[image:45.612.141.532.153.382.2]

Tabel 5.5. Hasil Uji Sensitivitas Gram Positif

Pada tabel 5.5 menunjukkan hasil sensitivitas yang dilakukan pada masing-masing satu strainS aureus dan S. epidermidis. Dari 14 antibiotik S. aureus sensitif terhadap 11 antibiotik atau sekitar 78,6%, sedangkan S. epidermidis sensitif terhadap 7 dari 14 antibiotik atau 50%. Sementara hasil intermediet didapati pada bakteri S. aureus terhadap antibiotik seftriakson dan S. epidermidis terhadap antibiotik tetrasiklin.

Antibiotik Bakteri

S. aureus (n=1) S. epidermidis(n=1)

Kotrimoksazol S S

Imipenem S S

Oksasilin S R

Ampisilin R R

Eritromisin S R

Seftriakson I S

Tetrasiklin S I

Amoksisilin-asam klavulanat R R

Siprofloksasin S S

Cefepim S S

Klindamisin S R

Kloramfenikol S I

Gentamisin S S

Ofloksasin S S

(46)

Gbr 5.1 Penanaman pada agar McConkey Gbr 5.2 Penanaman pada agar darah

[image:46.612.146.290.384.494.2]

Gbr 5.3 Hasil Pewarnaan gram Gbr 5.4 Reaksi biokimia (RBK)

Gambar 5.5 Hasil Penanaman RBK Gbr 5.6 Reaksi gula-gula negatif padaPseudomonas spp.

[image:46.612.353.499.553.662.2]
(47)

5.2 Pembahasan

Dari seluruh isolat yang didapat hasilnya menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak bakteri gram negatif dibandingkan dengan gram positif, berurutan 32/40(80%) banding 8/40(20%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya dimana terdapat lebih banyak gram positif(75,4%) dibandingkan dengan gram negatif (68,9%) pada toilet perempuan (Sabra, S. M. M., 2013). Meskipun penelitan ini dilakukan pada toilet laki-laki dan perempuan, namun dari data hasil penelitan ini juga menunjukkan dominansi bakteri gram negatif pada toilet wanita, yaitu sebanyak 14/18 (77%). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa bakteri gram negatif yang lebih dominan bisa hidup di luar tubuh manusia seperti di lingkungan toilet atau sebaliknya. Hal ini terjadi karena bakteri gram negatif memiliki kemampuan bertahan hidup yang baik terhadap lingkungan.

Berdasarkan hasil identifikasi, bakteri paling banyak ditemukan adalah K. pneumonia (35%). Hal ini kemungkinan terjadi karena K. pneumoniae merupakan bakteri oportunistik dan juga sekaligus sebagai flora menetap dalam saluran cerna (Bagley, ST., 1985). Selain itu bakteri ini juga ditemukan diberbagai tempat di luar tubuh manusia seperti di permukaan benda yang berair, tanah, sayuran, dan lokasi industri (Bagley, ST., 1985). Dari hasil penelitian juga didapatkan adanya bakteri

(48)

fakultatif aerob yang salah satunya adalah pseudomonas yang terdapat kolon manusia (Brooks, et al., 2010).

Di dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam mikroba normal yang membantu manusia dalam menjaga kualitas tubuhnya. Bakteri flora normal tubuh manusia bermacam-macam ada yang gram positif dan ada yang gram negatif. Contohnya di kulit ada golongan staphylococcus, streptococcus yang bisa pindah dari kulit manusia ke permukaan gagang pintu, wastafel, dll yang digunakan. Di saluran cerna terdapat beberapa bakteri salah satunya kelompok enterobacteriaceae seperti

E.coli, Klebsiella, Proteus, dan terdapat juga Pseudomonas dalam jumlah yg sedikit. Beberapa bakteri enterobacteriaceae ini juga terdapat dalam jumlah yang sedikit di saluran pernafasan dan genitalia (Brooks, et al., 2010). Semua hal di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa terjadinya kontak antara tubuh manusia dengan benda disekitarnya ataupun ketika seseorang membuang ekskreta tubuh seperti air seni yang berasal dari saluran genitalia, tinja dari seluran cerna, dan mukus dapat memindahkan sebagian bakteri yang ada di tubuh orang tersebut kemanapun khususnya ke permukaan gagang pintu, wastafel, toilet dll yang banyak digunakan orang untuk membuang ekskreta tubuh seperti air seni, tinja, saliva, dll.

(49)

Dari hasil penelitian didapati ada dua bakteri yaitu K. pneumonia dan

Pseudomonas spp. yaitu resisten terhadap sefuroksim dan seftriakson. Hal ini diduga bahwa kedua bakteri tersebut merupakan bakeri penghasil ESBL yang harus diwaspadai karena dengan hasil yang demikian berarti semakin sedikit pilihan antibiotik yang dapat digunakan dalam terapi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi kedua organisme tersebut.Bakteri enterobacteriaceae memang telah banyak yang mempunyai enzim beta laktamase. ESBL (Extended Spectrum Beta Laktamse) adalah enzim yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap oksiimino-sefalosporin seperti seftazidim dan seftriakson dll. ESBL terbentuk akibat terjadinya beberapa kali mutasi pada enzim yang pertama kali disbut dengan SHV-1 ini. ESBL berbeda dengan beta laktamse klasik –enzim beta laktamase pada bakteri pertama kali- yaitu enzim ini dapat secara fleksibel mengubah active site-nya agar lebih mudah untuk menangkap substrat berupa beta laktam pada antibiotik, sedangkan beta laktamase pertama memiliki active site yang kaku dan hanya bebarapa angstrom ukurannya. Dengan begitu bakteri ini akan lebih rentan terjadi resistensi akibat tidak efektifnya antibiotik beta laktam yang dipakai (Rao, S., 2012).

Sama dengan uji sensitivitas pada bakteri gram negatif, bakteri gram positif juga dilakukan terhadapsatu strain, yaitu satu strain S. aureus dan satu strain S. epidermidis.S. epidermidis memiliki tingkat resisten yang lebih tinggi dibandingkan dengan S. aureus. Dalam penelitian ini S. epiermidis hanya sensitif terhadap 7 antibiotik dari 14 antibiotik yang digunakan atau 50%. Dalam satu penelitian menunjukkan hasil yang mirip yaitu S. epidermidis mengalami resisten terhadap antibiotik yang digunakan yaitu ampisilin, eritromisin, klindamisin, dan kloramfenikol (Michelim L et al, 2005). Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa resistensi khusus terjadi pada antibiotik golongan makrolida yaitu eritromisin

dan klindamisin karena berhubungan dengan fenotip

(50)

yang lebih baik dibandingkan dengan Staphylococcus epidermidis, yaitu 11 dari 14 antibiotik yang digunakan atau sekitar 78,6%. Bakteri ini mengalami resisten terhadap antibiotik ampisilin, dan amoksisilin-asam klavulanat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zafar Ahmed dkk. Dalam studi itu mereka mendapatkan hasil 90% isolat S. aureus mengalami resisten terhadap ampisilin dan amoksisilin.

Hasil penelitian mendapatkan strainS. epidermidisyang diujikanresisten terhadap antibiotik oksasilin, ampisilin, eritromisin, dan klindamisin. Berdasarkan penelitian sebelumnya bakteri Methicillin Resistant Coagulase Negative Staphylococcus (MRCoNS) menunjukkan hasil yang resisten juga terhadap ke empat antibiotik tersebut (Srikanth, et al., 2013). Walaupun hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan persentase yang kurang dari 50% namun hasil ini dapat diduga bahwa terdapat S. epidermidisyang kemungkinan merupakan golongan

Methicillin Resistant Coagulase Negative Staphylococcus (MRCoNS) karena salah satu spesies dari MRCoNS ini adalah S. epidermidis (Srikanth, et al., 2013). Sama halnya seperti bakteri MRSA yang menjadi permasalahan bagi dunia kesehatan saat ini, MRCoNS juga menjadi masalah karena resistensi banyak jenis obat yang membuat tenaga kesehatan sulit untuk memberikan terapi yang terbaik bagi pasien.

(51)
(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Proporsi jumlah bakteri yang terdapat di dua pusat perbelanjaan modern di kota Medan adalah didominasi oleh bakteri gram negatif yaitu sebanyak 32(80%) dari 40 isolat yang diambil sedangkan sisanya adalah bakteri gram positif.

2. Bakteri yang didapat dari seluruh isolate adalah 5 isolat E. coli (12,5%), 14 isolat K.pneumoniae (35%), 8 isolat K. oxytoca (20%), 4 isolat Proteus spp. (10%), 1 isolat Pseudomonas spp. (2,5%), 2 isolat S. aureus (5%), serta S. epidermidis dan B. subtilis masing-masing 3 isolat (7,5%)

3. Spesies bakteri yang paling banyak adalah Klebsiella Pneumoniae yaitu sebanyak 14 dari 40 isolat(35%) dan yang paling sedikit adalah

Pseudomonas spp. hanya sebanyak 1 isolat (2,5%)

4. Total jumlah bakteri yang dilakukan uji sensitivitas dalam penelitian ini adalah 7 strain bakteri, 5 strain bakteri gram negatif dan 2 strain bakteri gram positif. Untuk bakteri gram negatif sensitif terhadap 74,3% antibiotik. Sementara untuk bakteri gram positifsensitif terhadap 64,3% antibiotik.

5. Meropenem resisten terhadap strain bakteri gram negatif yang diuji pada penelitian ini.

(53)

7. Dilihat dari pola persebaran bakteri di beberapa area di toilet menunjukkan bahwa dimanapun bisa terdapat bakter selama bakteri tersebut dapat bertahan hidup dan berkembang biak di lingkungan yang sesuai

6.2 Saran

Dalam upaya pencegahan terjadinya penyakit akibat kontak dengan benda atau ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang mengandung jutaan kuman, anda harus mencuci tangan terlebih dahulu. Mencuci tangan bukanlah hal yang sulit dikerjakan. WHO telah mencanangkan program mencuci tangan agar dapat terhindar dari potensi berpindahnya bakteri dari lingkungan ke dalam tubuh kita yang dapat menyebabkan kita terserang penyakit. Oleh karena itu peneliti menganjurkan anda semua untuk mencuci tangan dengan baik dan benar pada saat yang diperlukan seperti sehabis menggunakan toilet.

Mengajarkan perilaku cuci tangan terhadap masyarakat. Apalagi dalam hasil penelitian ini, menunjukkan ada beberapa bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Hal ini tentu sangat membahayakan jika terinfeksi pada orang yang

immunocompromised.

Menyediakan sarana cuci tangan yang baik di toilet umum agar para pengguna toilet dapat mencuci tangan dengan bersih.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Bagiastra, I. K., 2013. Analisis Manajemen Toilet Umum di Kawasan Wisata Lombok. Media Bina Ilmiah.

Bai, L., Xia, S., Lan, R., Liu, L., Ye, C., Wang, Y., et al, 2012. Isolation and Characterization of cytotoxic Aggregative Citrobacter freundii. (N. Ahmed, Ed.) Plos One, 7(3), 1-2.

Brooks G.F., Carrol K.C., Butel J.S., Morse S.A., 2010. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 25th ed. USA: McGraw-Hill. p237-239

Global Handwashing Day. USA:

Centers for Disease Control and Prevention. Available from: 2014].

Hand Washing. USA: Centers for

Disease Control and Prevention. Available from:

Cernters for Disease Control and Prevention, 2014. Carbapenem-resistant Enterobacteriaceae in Healthcare Settings. CDC. Available from :

Cultivation Media for Bacteria, 2010. Virtual Interactive Bacteriology Laboratory. Michigan State University. Avialable from: [Accesed 3 Juni 2014].

Dahlan, M. S., 2010. Besar sampel dan cara pengambilan sampel: dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Dayan, L., 2004. Transmission of Nesseria gonorrhoeae from a toilet seat. Australlsian Chapter of Sexual Health Medicine, 80(4). Available from:

(55)

Eriksson, A., Giske, C.G., Ternhag, A, 2012. The relative importance of Staphylococcus saprophyticus as a urinary tract pathogen: distribution of bacteria among urinary samples analysed during 1 year at a major Swedish

laboratory. 121(1)Swedia: APMIS. Available from

Flores, G. E., Bates, S. T., Knights, D., Lauber, C. L., Stombaugh, J., Knight, R., et al, 2011. Microbial Biogeography of Public Restroom Surfaces. (M. R. Liles, Ed.) Plos One, 6(11), 1-3.

Fox, A., 2011. Bacteriology and Immunology online. Available from:

Franzetti, L. & Scarpellini, M., 2007. Characterisation of Pseudomonas spp. isolated from foods. Annals of Microbiology 57(1), 39-47.

Giannini, M. A., Nance, D., & McCullers, J. A., 2009. Are toilet seats a vector for transmission of methicillin-resistant Staphylococcus aureus?Am J Infect Control, 37(6), 505-506.

Gupte, S., 2012. The Short Textbook of Medical Microbiology for Dental Students.

India: JP Medical Ltd. Available from

[Accesed 5 Mei 2014]

Harvey, R.A., Cornelissen, C.N., Fisher, B.D., 2013. Lippincott’s Illustrated Reviews : Microbiology. 3rd ed. USA: Williams & Wilkins.

Hudzicki, J., 2013. Kirby-Bauer dick diffusion Susceptibility Test Protocol. Available from:

[Accesed 24 Mei 2014].

Hogg, S., 2013. Essential Microbiology. England: John Wiley & Sons. Available from

(56)

Jorgensen, J. H. and Ferraro, M. J., 2009. Antimicrobial Susceptibility Testing: A Review of General Principles and Contemporary Practices. USA: Infectious Diseases Society of America.

Kenneth Todar, 2012. Online Textbook of Bacteriology. University of Winsconsin. Available from: 1 May 2014].

Levinson, W., 2008. Medical Microbiology & Immunology. USA: McGraw-Hill.

Marecos, C. V., Ferreira, M., Ferreira, M. M., Barroso, M. R., 2012. Sepsis, meningitis, and cerebral abscesses caused by Citrobacter koseri. Portugal: British Medical Journal: 1-3.

Metri, B. C., Jyothi, P., & Peerapur, B. V., 2013. Antibiotic resistance in Citrobacter spp. isolated from urinary tract infection. Urology Annals, 312-313.

Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3835999/ [Accesed 15 Mei]

Miskinyte, M., Sousa, A., Ramiro, R. S., Moura de Sousa, J. A., Kotlinowski, J., Caramalho, I., et al, 2013. The Genetic Basis of Escherichia coli

Pathoadaptation to Macrophages. Available from:

Parija, 2009. Textbook of Microbiology & Immunology. India: Elsevier. Available from

[Accesed 25 April 2014]

Rao, S. 2012. Extended spectrum beta-lactamase. JJMMC

Rasko, D. A., Webster, D. R., Sahl, J. W., Bashir, A., Boisen, N., Scheutz, F., et al. 2011. Origins of the E. coli Strain Causing an Outbreak of Hemolytic-Uremic Syndrome in Germany. The New England Journal of Medicine, 709-715.

(57)

Sabra, S. M. M., 2013. Bacterial Public Health hazard in the Public Female Restrooms at Taif. KSA. Egypt: IDOSI.

Scheffers, D., and Pinho, G. M., 2005. Bacterial Cell Wall Synthesis: New Insights. American Society of Microbiology.

Srikanth, et al., 2013. Prevalence and Antimicrobial Susceptibility of Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus and Coagulase-Negative Staphylococci In A Tertiary Care Hospital. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, Vol.6, 231-234

Tanagho, E.A., McAninch, J.W., 2008. Smith’s General Urology. 17th ed. USA: McGraw-Hill.

Textbook of Microbiology. India: BI Publications Pvt Ltd. Avalable

from

Von, E. C. et al, 2000. Nationwide German multicenter study on prevalence of antibiotic resistance in staphylococcal bloodstream isolates and comparative in vitro activities of quinupristin-dalfopristin, 38(8). JCM. [Accessed 10 Desember 2014]

WebMD, 2012. Antibiotik Sensitivity Test. WebMD. Available from:

WHO, 2009. How To Hand Wash Poster. World Health Organization.

(58)

LAMPIRAN

Curriculum Vitae

Nama : Rio Try Saputra

Tempat/tanggal lahir : Muntok/6 Juni 1994

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Dr. Picauly no.9 Padang Bulan, Medan 20154

Agama : Kristen Protestan

Kewarganegaraan : Indonesia

Riwayat pendidikan : SD Negeri 1 Muntok, Bangka Belitung

SMP Negeri 1 Muntok, Bangka Belitung

SMA Negeri 1 Muntok, Bangka Belitung

Riwaya organisasi :

1. Anggota Seksi Keamanan Perayaan Natal KMK FK USU 2012 2. Koordinator Seksi Keamanan Perayaan Paskah KMK FK USU 2013

(59)
(60)

Data Induk

Persebaran Bakteri di Plaza Medan Fair

Persebaran bakteri di Plaza Milenium

Lokasi Laki-laki

Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4

Gangang pintu K. oxytoca E. coli K. pneumonia

Tombol urinoir S. aureus Proteus sp. K.pneumoniae K. oxytoca Wastafel K. oxytoca K.pneumoniae E. coli K. pneumoniae

WC S. aureus S. epidermidis K. oxytoca B. subtilis

Lokasi Perempuan

Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4

Gangang pintu K. oxytoca K. pneumoniae S. epidermidis K. pneumoniae

Tombol urinoir - - - -

Wastafel K.pneumoniae K. pneumoniae K. pneumoniae K. pneumoniae

WC E. coli K. oxytoca Pseudomonas spp. K.pneumoniae

Lokasi Laki-laki Perempuan

Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4

Gagang pintu K. oxytoca Proteus sp. E. coli B. subtilis Tombol urinoir Proteus sp. K. pneumoniae - -

Wastafel E. coli - K. oxytoca S. epidermidis

(61)

Output SPSS

Output1. Persentase jenis bakteri

Bakteri g.Negatif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Terdapat Bakteri 8 20.0 20.0 20.0

Terdapat Bakteri 32 80.0 80.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Bakteri g.Positif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Terdapat Bakteri 32 80.0 80.0 80.0

Terdapat Bakteri 8 20.0 20.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Output2. Persentase bakteri secara keseluruhan

S.aureus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 38 95.0 95.0 95.0

Ada 2 5.0 5.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

S.epidermidis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 37 92.5 92.5 92.5

Ada 3 7.5 7.5 100.0

(62)

E.coli

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 35 87.5 87.5 87.5

Ada 5 12.5 12.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

K.oxytoca

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 32 80.0 80.0 80.0

Ada 8 20.0 20.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

K.pneumoniae

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 26 65.0 65.0 65.0

Ada 14 35.0 35.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Proteus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 36 90.0 90.0 90.0

Ada 4 10.0 10.0 100.0

(63)

Pseudomonas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 39 97.5 97.5 97.5

Ada 1 2.5 2.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

B.subtilis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 37 92.5 92.5 92.5

Ada 3 7.5 7.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Output3. Persentase bakteri gram negatif

E.coli

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 27 84.4 84.4 84.4

Ada 5 15.6 15.6 100.0

Total 32 100.0 100.0

K.oxytoca

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 24 75.0 75.0 75.0

Ada 8 25.0 25.0 100.0

(64)

K.pneumoniae

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 18 56.3 56.3 56.3

Ada 14 43.8 43.8 100.0

Total 32 100.0 100.0

Proteus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 28 87.5 87.5 87.5

Ada 4 12.5 12.5 100.0

Total 32 100.0 100.0

Pseudomonas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 31 96.9 96.9 96.9

Ada 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Output4. Presentase bakteri gram positif

S.aureus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak ada 38 95.0 95.0 95.0

Ada 2 5.0 5.0 100.0

(65)

S.epidermidis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak ada 37 92.5 92.5 92.5

Ada 3 7.5 7.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

B.subtilis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak ada 37 92.5 92.5 92.5

Ada 3 7.5 7.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Output5. Hasil sensitivitas bakteri gram negatif

E.coli

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid sensitif 13 92.9 92.9 92.9

resisten 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

K.pneumoniae

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid sensitif 5 35.7 35.7 35.7

resisten 9 64.3 64.3 100.0

(66)

Pseudomonas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid sensitif 9

Gambar

Gambar 2.2.1 : (a) agar MacConkey, (b) agar EMB, (c) Mannitol Salt agar, (d) S.
Gambar 2.3.1.
Gambar 2.3.2. Contoh disc diffusion test
Gambaran Gambaran
+6

Referensi

Dokumen terkait

Melalui analisis pada 30 hasil swab, didapatkan hasil penelitian yaitu gambaran jenis bakteri yang didapat dari dudukan kloset sebelum dibersihkan adalah 13 Eschericia

Melalui analisis pada 30 hasil swab, didapatkan hasil penelitian yaitu gambaran jenis bakteri yang didapat dari dudukan kloset sebelum dibersihkan adalah 13 Eschericia

Dudukan Kloset sesudah dibersihkan (hari yang sama) Swab Permukaan Dudukan Kloset Hasil (Gambaran Jenis Bakteri)... ALUR PEMBERSIHAN TOILET

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi bakteri penyebab infeksi kulit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2015 berdasarkan jenis

Penggunaan Vancomycin sebagai terapi defenitif harus pada pasien dengan hasil uji laboratorium yang terbukti positif terinfeksi bakteri jenis Meticillin-resistant

Penggunaan Vancomycin sebagai terapi defenitif harus pada pasien dengan hasil uji laboratorium yang terbukti positif terinfeksi bakteri jenis Meticillin-resistant

Objek penelitian adalah hasil laboratorium pasien rawat inap di ICU yang menerima antibiotik dan mempunyai hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik.. Populasi adalah

Penggunaan Vancomycin sebagai terapi defenitif harus pada pasien dengan hasil uji laboratorium yang terbukti positif terinfeksi bakteri jenis Meticillin-resistant