• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA

5.1. Migrasi Internal

Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan migrasi secara regional penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata. Berdasarkan Sensus Penduduk dan Survei Penduduk Antar Sensus yang diperlihatkan pada Tabel 8 dan Tabel 9, tidak ada satu pulaupun yang tidak mengalami migrasi penduduk, baik migrasi masuk maupun migrasi keluar. Bab ini memaparkan arus migrasi seumur hidup di Indonesia dan melihat perkembangannya selama periode 1985-2005.

5.1.1. Arus Migrasi Masuk

Tabel 8 memperlihatkan jumlah dan rata-rata pertumbuhan migrasi masuk seumur hidup menurut pulau tahun 1985-2005. Tabel tersebut memperlihatkan adanya peningkatan jumlah migrasi masuk pada setiap pulau dari tahun ke tahun. Arus migrasi masuk terbanyak menuju ke Pulau Jawa yaitu sekitar 50-60 persen dari total migran masuk seumur hidup pada setiap pulau di Indonesia, selanjutnya menuju ke Sumatera yaitu 33 persen.

Tingginya jumlah migrasi masuk ke Jawa disebabkan oleh pola migrasi di Indonesia yang bersifat Jawa sentris, artinya sebagian besar migran dari seluruh wilayah Indonesia menuju ke Jawa dan sebagian besar migran dari Jawa juga menuju ke wilayah Pulau Jawa juga, terutama terpusat ke kota-kota besar (kota metropolitan). Selain itu tingginya arus migrasi ke Jawa juga disebabkan tingginya perkembangan pembangunan ekonomi, teknologi dan infrastruktur di

(2)

pulau tersebut. Kondisi ini ditambah lagi dengan berkembangnya fasilitas pendidikan, kesehatan, pariwisata dan aspek sosial lainnya di pulau tersebut, sehingga menjadi dayatarik yang cukup kuat bagi penduduk luar Jawa untuk migrasi ke pulau tersebut (Firman, 2000).

Tabel 8. Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Masuk Seumur Hidup Menurut Pulau Tahun 1985-2005

Migrasi Masuk (000 Orang) Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Masuk (%) Pulau 1985 1990 1995 2000 2005 1985-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005 Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Pulau Lain 3013.9 4554.2 671.3 359.0 369.7 3699.4 6871.8 1127.9 528.6 601.1 3975.5 8757.9 1386.3 578.0 701.3 3589.3 8494.0 1644.7 653.5 703.6 3789.8 10673.4 1736.3 668.5 802.9 3.48 7.10 9.03 6.66 8.44 1.21 4.13 3.50 1.50 2.60 -1.69 -0.51 2.89 2.07 0.05 0.91 3.88 0.91 0.38 2.23

Sumber : Depnakertrans dan BPS (diolah)

Perubahan pola mobilitas pada masa yang akan datang sangat tergantung pada perkembangan wilayah di luar Jawa. Bila dimasa yang akan datang wilayah-wilayah tersebut dapat mengembangkan kewenangan (otonomi) yang lebih luas bagi pembangunannya, maka diharapkan dapat menjadi penarik bagi mobilitas penduduk. Wilayah yang kaya akan sumberdaya alam, seperti Riau dan Kalimantan Timur atau Irian Jaya diharapkan dapat menyeimbangkan mobilitas penduduk yang selama ini sangat terpusat pada kota-kota besar di Pulau Jawa. Hal ini tidak terjadi secara otomatis, sangat bergantung pada keberhasilan pengembangan wilayah dan kota (permukiman). Oleh karena itu untuk mencapai mobilitas penduduk yang lebih seimbang, sangat tergantung pada program pengembangan wilayah dan perkotaan di luar Jawa (Firman, 2000).

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Tabel 8 memperlihatkan meskipun jumlah migrasi masuk terus meningkat, tetapi rata-rata angka pertumbuhan

(3)

migrasi masuk pada setiap pulau selama periode 1985-2005 mengalami penurunan. Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan pembangunan, yang memberi dampak terhadap terbukanya kesempatan kerja pada masing-masing pulau, sehingga menurunkan keinginan migran untuk migrasi ke daerah lain.

Ditinjau berdasarkan pertumbuhan setiap periode lima tahunan, pada periode 1995 hingga 2000 pertumbuhan migrasi masuk ke Sumatera dan Jawa mengalami pertumbuhan yang negatif, yaitu sebesar 1.69 persen dan 0.51 persen. Pertumbuhan yang negatif ini disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi yang terjadi pada periode tersebut. Sumatera dan Jawa merupakan pulau yang cukup besar terkena dampak krisis tersebut. Banyak industri-industri kecil dan menengah mengalami penurunan produksi dan bahkan ada yang harus berhenti beroperasi, akibatnya terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja yang menganggur pada kedua pulau tersebut. Kondisi ini menurunkan keinginan migrasi masuk ke pulau tersebut.

Pada periode 2000-2005, pertumbuhan migrasi masuk ke Jawa dan Sumatera kembali mengalami peningkatan, hal ini berkaitan pula dengan proses pemulihan kondisi ekonomi yang semakin membaik setelah krisis ekonomi. Menurut Warsono (2005), pasca tahun 1998 pada awal terjadinya krisis ekonomi, sejenak terjadi trend arus balik migrasi, yaitu dari kota ke desa dan sebagian lagi ke luar Jawa. Mereka kembali pada kegiatan bertani atau back to nature, banyak orang kota yang berbisnis pertanian. Pola demikian tidak berlangsung lama, karena setelah pertumbuhan ekonomi global dan regional mulai membaik atau stabil, pola kaum migran kembali pada kecenderungan lama, yaitu dari daerah pedesaan ke perkotaan, dari daerah agraris ke daerah industri dan jasa.

(4)

Pada periode 2000-2005 tersebut pertumbuhan migrasi masuk terbesar juga terjadi di Pulau Jawa yaitu 3.88 persen, kemudian diikuti Pulau Lain sebesar 2.28 persen. Sedangkan pertumbuhan migrasi masuk terkecil terjadi di Sulawesi yaitu sebesar 0.38 persen.

5.1.2. Arus Migrasi Keluar

Tabel 9 memperlihatkan perkembangan jumlah dan rata-rata pertumbuhan migrasi keluar seumur hidup dari setiap pulau selama periode 1985-2005. Tabel tersebut memperlihatkan jumlah migrasi keluar terbanyak juga berasal dari Jawa dan Sumatera. Tingginya jumlah migrasi keluar dari Pulau Jawa umumnya disebabkan oleh kebijakan transmigrasi yang ditetapkan pemerintah untuk mengatasi masalah ketimpangan distribusi penduduk di Indonesia.

Sebaliknya tingginya jumlah migran keluar dari luar Jawa disebabkan oleh beberapa faktor penarik di daerah tujuan, khususnya Pulau Jawa. Tabel 9 memperlihatkan rata-rata pertumbuhan migrasi keluar terbanyak dari Sumatera dan Sulawesi terjadi pada periode 1990-1995 yaitu sebesar 4.75 persen dan 3.32 persen. Sedangkan dari Jawa dan Kalimantan pertumbuhan migrasi keluar terbanyak terjadi pada periode 1985-1990.

Pada periode 1995-2000 jumlah migrasi keluar dari Jawa dan Sulawesi mengalami pertumbuhan yang negatif, masing-masing -0.51 persen dan -0.28 persen. Sama halnya dengan migrasi masuk, pertumbuhan negatif migrasi keluar pada periode ini disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998. Sedangkan pertumbuhan migrasi keluar negatif pada Pulau Lain justru terjadi pada periode 2000-2005.

(5)

Tabel 9. Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Keluar Seumur Hidup Menurut Pulau Tahun 1985-2005

Migrasi Keluar (000 Orang)

Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Keluar (%) Pulau 1985 1990 1995 2000 2005 1985-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005 Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Pulau Lain 986.1 3648.6 180.6 595.4 335.1 1175.8 5053.2 247.4 649.7 439.1 1553.7 5548.3 271.9 790.4 525.5 1710.8 5381.1 289.7 777.4 700.1 1738.9 5643.2 338.2 882.8 663.0 2.98 5.58 5.39 1.47 4.61 4.75 1.57 1.59 3.32 3.04 1.62 -0.51 1.06 -0.28 4.90 0.27 0.80 2.61 2.14 -0.90

Sumber : Depnakertrans dan BPS (diolah)

Jika dibandingkan antara pertumbuhan migrasi masuk yang diperlihatkan pada Tabel 8 dengan pertumbuhan migrasi keluar yang diperlihatkan pada Tabel 9, maka dapat dilihat bahwa pertumbuhan migrasi masuk ke Jawa lebih besar dari pertumbuhan migrasi yang keluar dari Jawa, kecuali pada periode 1995-2000, dimana pada periode tersebut pertumbuhan migrasi masuk sama dengan pertumbuhan migrasi keluarnya.

5.2. Migrasi Internasional

Rendahnya penyerapan tenaga kerja di dalam negeri telah mendorong tenaga kerja untuk mencari dan memanfaatkan kesempatan kerja di luar negeri, karena tingkat upah yang ditawarkan biasanya lebih baik dibandingkan dengan upah pekerjaan sejenis di dalam negeri. Selain itu, tekanan untuk mencari kerja di luar negeri makin diperkuat dengan kenyataan bahwa surplus tenaga kerja unskilled kian meningkat. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlangsung dan menjadi pilihan para pencari kerja sepanjang kondisi perekonomian Indonesia masih belum mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang ada.

(6)

Kenyataannya sulit untuk menemukan angka pasti jumlah pekerja migran Indonesia yang bekerja diluar negeri, terlebih besarnya jumlah pekerja ilegal. Namun dapat dipastikan bahwa jumlah pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 10 menunjukkan jumlah dan pertumbuhan tenaga kerja migran dari setiap pulau di Indonesia yang bekerja di Malaysia, Singapura, Hongkong, Arab Saudi dan negara-negara tujuan lainnya.

Tabel 10 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja migran setiap pulau yang bekerja di luar negeri selama periode 1985-2005. Dilihat dari negara tujuan, maka negara tujuan yang paling diinginkan oleh migran internasional Indonesia adalah Malaysia, kemudian Arab Saudi.

Menurut Darwis (2004), banyak faktor yang menentukan negara Malaysia menjadi pilihan pekerja migran Indonesia. Secara geografis, Malaysia merupakan negara tetangga terdekat Indonesia. Hubungan transportasi lebih mudah, murah dan cepat. Beberapa pelabuhan di Indonesia merupakan pintu gerbang keluar masuk pekerja Indonesia untuk mencapai daerah tujuan di Malaysia, seperti Batam dan Tanjung Pinang di Sumatera, Entikong di Kalimantan Barat serta Nunukan di Kalimantan Timur. Disamping itu masyarakat kedua negara sama-sama berasal dari rumpun suku Melayu dengan bahasa yang mirip dan sejak dulu sudah memiliki hubungan sosial budaya yang erat, sehingga memudahkan dalam berinteraksi. Tenaga kerja migran yang bekerja ke Timur Tengah, meskipun memiliki agama yang sama, tetapi menghadapi masalah adaptasi karena perbedaan bahasa dan latar belakang sosial budaya yang mencolok.

Jika ditinjau dari jumlah tenaga kerja migran berdasarkan daerah asal, Tabel 10 memperlihatkan bahwa tenaga kerja migran internasional terbesar berasal dari Pulau Jawa, kemudian disusul oleh Kalimantan dan Sumatera. Tetapi

(7)

jika dilihat dari pertumbuhannya selama periode 1985 hingga 2005, peningkatan pengiriman jumlah migran internasional terbesar berasal dari Sumatera, dengan persentase pertumbuhannya sebesar 23.18 persen.

Tabel 10. Jumlah Tenaga Kerja Migran Internasional Menurut Pulau dan Negara Tujuan Tahun 1985-2005

Negara Tujuan Pulau Tahun Malaysia (Orang) Singapura (Orang) Hongkong (Orang) Arab Saudi (Orang) Negara Lain (Orang) Total (Orang) 1985 306 286 60 46 41 739 1990 5772 1528 135 40 800 8275 1995 4719 4536 766 42 2838 12901 2000 37838 5074 4285 110 10989 58296 2005 39848 4952 2397 145 11508 58850 Sumatera r (%) 26.10 14.54 19.20 5.62 30.79 23.18 1985 576 541 113 45080 2743 49053 1990 10893 2884 254 39051 5685 58767 1995 8907 8561 1445 40986 5685 65584 2000 71413 9576 8087 107424 45646 242147 2005 75208 9346 4524 141486 46895 277458 Jawa r (%) 26.11 14.53 19.21 5.60 14.47 8.60 1985 449 421 88 161 66 1185 1990 8481 2246 198 140 1185 12250 1995 6936 6666 1125 147 4195 19069 2000 55606 7457 6297 384 16202 85946 2005 58561 7277 3522 506 16965 86831 Kalimantan r (%) 26.10 14.53 19.21 5.60 30.25 22.69 1985 7 7 1 35 3 53 1990 130 34 3 31 21 219 1995 107 102 17 32 73 331 2000 854 114 97 84 267 1416 2005 899 112 54 110 279 1454 Sulawesi r (%) 26.01 14.11 20.92 5.60 24.09 17.08 1985 210 197 41 2545 177 3170 1990 3964 1050 92 2205 787 8098 1995 3241 3116 526 2314 2594 11791 2000 25990 3485 2943 6065 8939 47422 2005 27371 3401 1646 7988 9311 49717 Pulau Lain r (%) 26.10 14.53 19.22 5.60 20.77 14.01 1985 1547 1451 304 47867 3031 54200 1990 29240 7743 681 41466 8475 87605 1995 23909 22982 3878 43521 26596 120886 2000 191700 25707 21709 114067 82043 435226 2005 201887 25087 12143 150235 84958 474310 Indonesia r (%) 26.11 14.54 19.20 5.60 17.20 10.88

Keterangan : r adalah rata-rata pertumbuhan migran pertahun Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

(8)

Berbeda dengan pulau di luar Jawa, negara tujuan migran internasional paling diminati oleh tenaga kerja migran internasional asal Jawa adalah Arab Saudi. Rata-rata lebih dari 63 persen dari total migran internasional asal Jawa setiap periode bekerja di Arab Saudi, bahkan pada periode 1985, sekitar 99 persen dari migran ini bekerja di negara tersebut. Karakteristik tenaga kerja migran asal Jawa yang bekerja di Arab Saudi umumnya didominasi oleh pekerja perempuan sebagai penata laksana rumah tangga.

Kalimantan merupakan negara pengirim tenaga kerja migran terbanyak setelah Jawa. Negara tujuan yang paling diminati oleh migran asal Kalimantan adalah Malaysia dengan pertumbuhan rata-rata pertahunnya sebesar 26.10 persen, kemudian Hongkong, Singapura dan arab Saudi dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya masing-masing 19.21 persen, 14.53 persen dan 5.60 persen. Tingginya minat masyarakat Kalimantan untuk menjadi tenaga kerja migran di Hongkong disebabkan oleh tingginya upah pekerja di Hongkong dibandingkan upah di negara lain.

Sulawesi merupakan daerah yang paling sedikit mengirim tenaga kerja migran. Umumnya tenaga kerja migran asal Sulawesi ini berasal dari Makasar. Tetapi jika dilihat dari persentase pertumbuhan jumlah migran internasional asal Sulawesi (Tabel 10), jumlah migran internasional asal daerah tersebut meningkat cukup cepat, dimana rata-rata pertumbuhannya ke Malaysia, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi masing-masing 26.01 persen, 14.11 persen, 20.92 persen, dan 5.60 persen. Persentase pertumbuhan tersebut memperlihatkan bahwa Malaysia merupakan negara tujuan utama migran internasional asal Sulawesi.

Demikian juga halnya dengan migran internasional asal Pulau Lain, negara tujuan migran asal pulau tersebut juga Malaysia, dengan persentase pertumbuhan

(9)

rata-rata pertahun sebesar 26.01 persen. Sedangkan Hongkong merupakan negara yang kurang diminati oleh tenaga kerja migran asal Pulau Lain, dimana pertumbuhan pertahun sebesar 5.60 persen.

Pengiriman tenaga kerja migran internasional akan memberikan sumbangan devisa yang besar bagi negara melalui remittances yang dikirimkan tenaga kerja tersebut kepada keluarganya. Berdasarkan Tabel 11 diperlihatkan bahwa selama periode 1985-2005, peningkatan jumlah migran internasional setiap pulau diikuti pula dengan meningkatnya jumlah penerimaan devisa pada masing-masing pulau tersebut. Jumlah sumbangan devisa tertinggi diperoleh dari kiriman remittances migran internasional asal Jawa, dimana pada tahun 2005, jumlah remittancess yang dikirim oleh migran asal Jawa sebesar 1.7 milyar US dollar yang diperoleh dari 277458 orang migran.

Pada tahun yang sama, migran internasional asal Kalimantan mampu mengirim remittances sebesar 532.6 juta US dollar dari 86831 orang migran. Sedangkan Sumatera dan Pulau Lain mengirim remitancess sebesar 361 juta US dollar dan 304.9 juta US dollar. Diantara lima pulau besar di Indonesia, Sulawesi merupakan pengirim migran internasional paling sedikit, dimana pada tahun 2005, Sulawesi hanya mengirim 1454 orang migran dengan perolehan devisa dari migran tersebut sebesar 8.9 juta US dollar. Oleh karena itu Indonesia memperoleh manfaat dari migran internasional sebesar 2.9 milyar US dollar.

Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah sebaiknya memberi perhatian khusus kepada migran internasional atas jasa yang mereka berikan pada perekonomian Indonesia. Menurut Irawan (2002), pertumbuhan ekonomi positif Indonesia saat ini terjadi karena kontribusi terbesar dari konsumsi domestik, dimana dana remittances yang langsung atau tidak langsung digunakan untuk

(10)

konsumsi domestik, telah membantu pertumbuhan ekonomi positif Indonesia pada era reformasi. Artinya, tenaga kerja migran secara tidak langsung telah membantu pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif melalui komponen konsumsi, pada saat komponen pertumbuhan lain seperti investasi dan ekspor sedang menurun.

Tabel 11. Jumlah Tenaga Kerja Migran Internasional dan Penerimaan Devisa (Remittances) Menurut Pulau Tahun 1985-2005

Pulau Tahun Jumlah TKI

(Orang) Jumlah Devisa (000 US $) 1985 739 792.9 1990 8275 19261.7 1995 12901 59117.4 2000 58296 175672.7 2005 58850 361000.4 Sumatera r (%) 23.18 33.84 1985 49053 52603.2 1990 58767 136798.3 1995 65584 351898.9 2000 242147 729702.1 2005 277458 1701995.6 Jawa r (%) 8.60 18.01 1985 1185 1270.9 1990 12250 28516.2 1995 19069 87379.9 2000 85946 258994.2 2005 86831 532643.8 Kalimantan r (%) 22.69 33.31 1985 53 56.6 1990 219 510.8 1995 331 1516.1 2000 1416 4265.6 2005 1454 8919.2 Sulawesi r (%) 17.08 27.25 1985 3170 3399.5 1990 8098 18850.4 1995 11791 54030.8 2000 47422 142905.5 2005 49717 304976.3 Pulau Lain r (%) 14.01 23.88 1985 54200 58123.2 1990 87605 203927.4 1995 120886 553940.9 2000 435226 1311540.3 2005 474310 2909534.2 Indonesia r (%) 10.88 20.48

(11)

Setiap tahun pemerintah menargetkan untuk meningkatkan jumlah pengiriman dan penempatan tenaga kerja migran di luar negeri yang bertujuan untuk menambah devisa negara. Dalam program Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah 2004-2009, pemerintah menargetkan peningkatan ekspor tenaga kerja migran menjadi 1 juta orang per tahun hingga 2009. Demikian pula target negara tujuan bakal diperluas dari 11 negara menjadi 25 negara. Adapun perolehan devisa ditargetkan meningkat dari sekitar Rp 186 triliun tahun 2009.Namun upaya dan target peningkatan ekspor tenaga kerja migran ini tidak diimbangi dengan perbaikan sistem layanan pengiriman, penempatan dan perlindungan TKI oleh negara (Subkhan, 2007)

Subkhan (2007) juga menyatakan lemahnya perlindungan tenaga kerja tersebut di luar negeri disebabkan oleh beberapa hal antara lain, pertama pemerintah belum membuat nota kesepahaman G to G (Goverment to Goverment) dengan negara-negara tujuan. Dari 16 negara penerima TKI pada tahun 2006, Indonesia baru menandatangani MoU dengan lima negara, yakni Malaysia, Korea, Kuwait, Taiwan, dan Jordania. Sementara dengan negara lain, termasuk Arab Saudi yang menjadi negara tujuan terbesar tenaga kerja migran, belum ada. Sebagai perbandingan, Filipina pada tahun 2004, sudah memiliki perjanjian dengan 12 negara tujuan pekerja migrannya, termasuk dengan negara-negara Timur Tengah dan negara maju, seperti Swiss, Inggris, dan Norwegia. Adanya MoU antara dua negara bisa menjadi dasar bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan tindakan yang diperlukan jika ada tenaga kerja yang mendapatkan perlakuan tidak adil di negara tujuan.

Kedua, minimnya perhatian pemerintah, khususnya kedutaan besar dalam memberikan perlindungan pada tenaga kerja migran. Kurangnya perhatian

(12)

tersebut ditunjukkan oleh tidak adanya atase ketenagakerjaan di negara tujuan. Keberadaan atase ketenagakerjaan memang sangat membantu, tetapi juga tidak otomatis menyelesaikan masalah.

Pengiriman tenaga kerja migran umumnya dilakukan agen perorangan dan PJTKI yang lebih mengutamakan keuntungan dibandingkan kesejahteraan tenaga kerja tersebut. Akibatnya, tenaga kerja yang dikirim hanya dilengkapi paspor dan visa kunjungan, tanpa adanya visa kerja seperti disyaratkan bagi setiap pekerja asing. Selanjutnya minimnya penyadaran, pengawasan, dan penegakan hukum dari berbagai instansi terkait terhadap mereka yang melakukan pelanggaran selama perekrutan hingga pengiriman tenaga kerja migran tersebut.

Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki tenaga kerja migran juga merupakan salah satu faktor yang mengharuskan pemerintah memperhatikan tenaga kerja migran tersebut, karena mereka tidak memahami hak dan kewajibannya sebagai pekerja asing di luar negeri.

Jika pemerintah ingin melindungi tenaga kerja migran, yang dapat dilakukan adalah: pertama, melakukan pembenahan sejak proses perekrutan. Pada tahap ini sebaiknya dilakukan penertiban terhadap agen tenaga kerja yang beroperasi dari desa ke desa. Perekrutan tenaga kerja migran hanya boleh dilakukan petugas resmi PJTKI.

Kedua, PJTKI diwajibkan memberikan pelatihan terhadap setiap tenaga kerja migran yang akan dikirim ke luar negeri, termasuk melakukan perjanjian kerja sama dengan perusahaan di luar negeri yang membutuhkan mereka. Ketiga, pemerintah sebaiknya juga melakukan penyederhanaan dan perampingan birokrasi penempatan tenaga kerja tersebut di luar negeri.

(13)

5.3. Perkembangan Migrasi Internal dan Internasional dan Angkatan Kerja Indonesia

Berbagai masalah ketenagakerjaan di Indonesia dimulai dari masalah supply-demand dalam pasar tenaga kerja. Kondisi surplus tenaga kerja di Indonesia sebenarnya telah terjadi sejak sebelum krisis ekonomi. Sebagai konsekuensi terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan, penawaran tenaga kerja (tenaga kerja baru dan pengangguran) meningkat cepat dibandingkan dengan permintaan yang semakin menurun. Penawaran tenaga kerja baru dapat berasal dari jumlah angkatan kerja penduduk setempat yang terus meningkat, dapat juga disebabkan oleh jumlah migran yang masuk ke daerah tersebut.

Migrasi merupakan penyebab pasar kerja berjalan tidak normal. Kondisi yang dihadapi adalah berlebihnya tenaga kerja yang tersedia sedangkan kesempatan kerja sangat terbatas, akibatnya tenaga kerja yang ada akan keluar dari wilayah tersebut. Sebaliknya apabila tenaga kerja yang tersedia sangat terbatas sedangkan kesempatan kerja sangat besar akan menyebabkan masuknya tenaga kerja dari wilayah lain. Migrasi keluar terdapat pada darah-daerah industri yang mengalami stagnasi atau daerah-daerah kurang berkembang.

Tabel 12 memperlihatkan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja di Sumatera pada periode 1985-2005 dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 2.77 persen. Ditinjau dari persentase jumlah migrasi masuk terhadap jumlah angkatan kerja di pulau tersebut, dapat dilihat adanya penurunan persentase migrasi masuk terhadap angkatan kerja. Tahun 1985, sekitar 25.2 persen dari angkatan kerja merupakan migran masuk, kemudian persentasenya terus menurun hingga tahun 2005, dimana 17.8 persen dari jumlah tenaga kerja di Sumatera adalah migran masuk.

(14)

Tabel 12. Jumlah Migran Internal dan Internasional, Angkatan Kerja Menurut Pulau di Indonesia Tahun 1985-2005

Migran Internal (000 Orang) Pulau Tahun Migrasi Masuk Migrasi Keluar Migran Internasional (Orang) Angkatan Kerja (Orang) Persentase Migran Masuk terhadap Angkatan Kerja (%) Persentase Migran Keluar Terhadap Angkatan Kerja (%) Persentase Migran Internasional terhadap Angkatan Kerja (%) 1985 3013.9 986.1 739 11980091 25.158 8.231 0.006 1990 3699.4 1175.8 8275 15215524 24.313 7.728 0.054 1995 3975.5 1553.7 12901 16956835 23.445 9.163 0.076 2000 3589.3 1710.8 58296 19407000 18.495 8.815 0.300 Sumatera 2005 3789.8 1738.9 58850 21276447 17.812 8.173 0.277 1985 4554.2 3648.6 49053 39869203 11.423 9.151 0.123 1990 6871.8 5053.2 58767 47360260 14.510 10.670 0.124 1995 8757.9 5548.3 65584 51404114 17.037 10.793 0.128 2000 8494.0 5381.1 242147 58133000 14.611 9.257 0.417 Jawa 2005 10673.4 5643.2 277458 63347583 16.849 8.908 0.438 1985 671.3 180.6 1185 3081392 21.786 5.861 0.038 1990 1127.9 247.4 12250 3903354 28.896 6.338 0.314 1995 1386.3 271.9 19069 4615529 30.036 5.891 0.413 2000 1644.7 289.7 85946 5336000 30.823 5.429 1.611 Kalimantan 2005 1736.3 338.2 86831 5766320 30.111 5.865 1.506 1985 359.0 595.4 53 3891245 9.226 15.301 0.001 1990 528.6 649.7 219 4988570 10.596 13.024 0.004 1995 578.0 790.4 331 5732148 10.083 13.789 0.006 2000 653.5 777.4 1416 6184000 10.568 12.571 0.023 Sulawesi 2005 668.5 882.8 1454 7100833 9.414 12.432 0.020

(15)

Tabel 12. Lanjutan

Migran Internal (000 Orang) Pulau Tahun Migrasi Masuk Migrasi Keluar Migran Internasional (Orang) Angkatan Kerja (Orang) Persentase Migran Masuk terhadap Angkatan Kerja (%) Persentase Migran Keluar Terhadap Angkatan Kerja (%) Persentase Migran Internasional terhadap Angkatan Kerja (%) 1985 369.7 335.1 3170 5002985 7.390 6.698 0.063 1990 601.1 439.1 8098 6334556 9.489 6.932 0.128 1995 701.3 525.5 11791 7094007 9.886 7.408 0.166 2000 703.6 700.1 47422 6592000 10.674 10.620 0.719 Pulau Lain 2005 802.9 663.0 49717 8311189 9.660 7.977 0.598 1985 - - 54200 63824916 - - 0.085 1990 - - 87605 77802264 - - 0.113 1995 - - 120886 85802633 - - 0.141 2000 - - 435226 95652000 - - 0.455 Indonesia 2005 - - 474310 105802372 - - 0.448

(16)

Kondisi berbeda terjadi di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Pulau Lain, dimana persentase migran masuk terhadap angkatan kerja masing-masing pulau mengalami peningkatan. Tabel 12 menunjukkan pada tahun 1985 persentase jumlah migran masuk ke Jawa, Kalimantan, dan Pulau Lain terhadap jumlah angkatan kerja masing-masing pulau tersebut sebesar 11.4 persen, 21.8 persen, dan 7.4 persen. Tetapi pada tahun 2005, persentase jumlah migran masuk ke masing-masing pulau tersebut terhadap angkatan kerjanya berturut-turut sebesar 16.8 persen, 30.11 persen, dan 9.7 persen.

Tabel 12 juga memperlihatkan persentase jumlah migrasi keluar terhadap angkatan kerja pada masing-masing pulau. Migrasi keluar akan mempengaruhi jumlah angkatan kerja masing-masing pulau, dimana semakin tinggi jumlah migran yang keluar dari masing-masing pulau, maka akan mengurangi jumlah angkatan kerja pada masing-masing pulau tersebut.

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa persentase migran keluar terhadap angkatan kerja pada periode 1985-2005 mengalami penurunan pada Pulau Jawa dan Sulawesi, dimana tahun 1985 persentase migran keluar dari Jawa dan Sulawesi terhadap angkatan kerjanya masing-masing 9.1 persen dan 15.3 persen. Sedangkan tahun 2005 persentase tersebut mengalami penurunan menjadi 8.9 persen untuk Jawa dan 12.4 persen untuk Sulawesi. Alisadono et al. (2006) menyatakan bahwa penurunan persentase migran keluar dari Jawa terhadap angkatan kerja disebabkan pada tahun tersebut adanya program pemerintah untuk memberangkatkan 750 ribu kepala keluarga transmigran.

Sementara untuk pulau Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Lain, persentase migrasi keluar terhadap jumlah angkatan kerja pada masing-masing pulau tersebut pada periode 1985-2005, hanya sedikit mengalami perubahan. Kondisi ini

(17)

menunjukkan peningkatan jumlah migran yang keluar seiring dengan peningkatan angkatan kerja pada masing-masing pulau tersebut.

Migrasi internasional merupakan salah satu cara bagi pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah pengangguran dalam negeri. Tabel 12 memperlihatkan pada periode 1985-2005, persentase migran internasional terhadap jumlah angkatan kerja pada masing-masing pulau mengalami peningkatan. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat peningkatan persentase migran internasional asal Kalimantan terhadap angkatan kerjanya yang lebih besar dibandingkan pulau-pulau lainnya. Kondisi ini menunjukkan migrasi internasional di Kalimantan dapat mengatasi masalah pengangguran di Kalimantan.

5.4. Perkembangan Pendapatan Migran Internal, Devisa Migran Internasional dan Perekonomian Indonesia

Pendapatan migran baik internal maupun internasional akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Menurut Carling (2004), pendapatan migran akan digunakan oleh keluarganya untuk konsumsi pada masa sekarang atau pada masa yang akan datang. Carling juga menyatakan jika pendapatan migran tersebut tidak seluruhnya dikonsumsi, maka bagian pendapatan tersebut akan digunakan untuk investasi atau ditabung. Pendapatan yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan formal, akan dimanfaatkan investor untuk melakukan investasi. Akhirnya peningkatan konsumsi dan investasi ini akan berpengaruh terhadap peningkatan produk domestik regional bruto.

Tabel 13 memperlihatkan perkembangan pendapatan migran internal, devisa dari migran internasional, dan persentasenya terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto masing-masing pulau di Indonesia.

(18)

Tabel tersebut memperlihatkan pada periode 1985-2005, persentase pendapatan migran internal di Sumatera terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto di pulau tersebut mengalami penurunan. Tahun 1985 persentase pendapatan migran internal terhadap konsumsi rumah tangga sebesar 20.4 persen, dan terhadap produk domestik regional bruto sebesar 9.24 persen. Sedangkan pada tahun 2005 turun menjadi 11.4 persen untuk konsumsi rumah tangga dan 8.2 persen untuk produk domestik regional bruto.

Sebaliknya persentase devisa dari migran internasional terus meningkat terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto di Sumatera, dimana pada tahun 1985 sebesar 0.08 persen terhadap konsumsi rumah tangga, dan 0.04 persen terhadap produk domestik regional bruto. Pada tahun 2005 persentase tersebut meningkat masing-masing menjadi 0.94 dan 0.67 persen. Dari kelima pulau yang diteliti, pendapatan migran internal di Kalimantan cukup berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto di pulau tersebut. Kondisi ini dapat dilihat dari tingginya nilai persentase pendapatan migran internal terhadap kedua variabel makroekonomi tersebut dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Demikian juga halnya dengan devisa dari migran internasional di pulau tersebut.

Tabel 13 juga memperlihatkan persentase pendapatan migran internal dan internasional di Jawa terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik regional bruto pulau tersebut mengalami peningkatan pada periode 1985-2005. Persentase pendapatan migran internal terhadap konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi pada tahun 1995, yaitu sebesar 12.24 persen. Sedangkan persentase devisa dari migran internasional terhadap konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 1.15 persen.

(19)

Tabel 13. Pendapatan Migran Internal, Devisa Migran Internasional, Konsumsi Rumah Tangga dan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Pulau di Indonesia Tahun 1985-2005

Persentase Pendapatan Migran Internal Terhadap Konsumsi

Rumah tangga dan Produk Domestik Regional Bruto

(%)

Persentase Devisa Migran Internasional terhadap Konsumsi Rumah tangga dan

Produk Domestik Regional Bruto (%) Pulau Tahun Pendapatan

Migran Internal (Milyar Rupiah) Devisa Migran Internasional (Milyar rupiah) Konsumsi Rumah Tangga (Milyar Rp) Produk Domestik Regional Bruto (Milyar Rp) Konsumsi Rumah Tangga PDRB Konsumsi Rumah Tangga PDRB 1985 5131.02 1.99 25112 55505 20.433 9.244 0.008 0.004 1990 6995.87 53.89 31838 68972 21.973 10.143 0.169 0.078 1995 9287.53 136.44 58677 95389 15.828 9.736 0.233 0.143 2000 16265.34 1588.39 135118 192476 12.038 8.451 1.176 0.825 Sumatera 2005 23038.00 1904.44 201969 281415 11.407 8.186 0.943 0.677 1985 5287.65 137.03 79784 115933 6.627 4.561 0.172 0.118 1990 10527.91 399.41 97948 164736 10.748 0.639 0.408 0.242 1995 20176.70 812.18 164879 264326 12.237 0.763 0.493 0.307 2000 39880.75 5633.89 412985 569491 9.657 7.003 1.364 0.989 Jawa 2005 71922.93 9862.82 612419 861132 11.744 8.352 1.610 1.145 1985 1755.58 3.28 6120 20195 28.686 8.693 0.054 0.016 1990 3167.64 80.74 8035 25545 39.423 12.400 1.005 0.316 1995 5225.68 201.67 15046 39466 34.731 13.241 1.340 0.511 2000 13784.81 2574.40 37787 94777 36.480 14.544 6.813 2.716 Kalimantan 2005 18649.57 2964.54 57917 135153 32.201 13.799 5.119 2.193 1985 272.56 0.14 7698 8771 3.541 3.108 0.002 0.002 1990 494.13 1.46 8565 11693 5.769 4.226 0.017 0.012 1995 778.58 3.50 7139 18497 10.906 4.209 0.049 0.019 2000 1684.53 40.65 23469 38364 7.178 4.391 0.173 0.106 Sulawesi 2005 2257.91 46.19 34836 54034 6.482 4.179 0.133 0.085

(20)

Tabel 13. Lanjutan

Persentase Pendapatan Migran Internal Terhadap Konsumsi

Rumah tangga dan Produk Domestik Regional Bruto

(%)

Persentase Devisa Migran Internasional terhadap Konsumsi Rumah tangga dan

Produk Domestik Regional Bruto (%) Pulau Tahun Pendapatan

Migran Internal (Milyar Rupiah) Devisa Migran Internasional (Milyar Rupiah) Konsumsi Rumah Tangga (Milyar Rupiah) Produk Domestik Regional Bruto (Milyar Rupiah) Konsumsi Rumah Tangga PDRB Konsumsi Rumah Tangga PDRB 1985 295.23 8.41 7742 9835 3.813 3.002 0.109 0.086 1990 606.04 51.90 5238 13757 11.570 4.405 0.991 0.377 1995 1167.96 124.70 8104 24644 14.412 4.739 1.539 0.506 2000 2075.08 1425.45 19037 44760 10.900 4.636 7.488 3.185 Pulau Lain 2005 4120.91 2229.61 45534 84867 9.050 4.856 4.897 2.627 1985 12742.04 150.86 126456 210239 10.076 6.061 0.119 0.072 1990 12316.47 587.40 151624 284703 8.123 4.326 0.387 0.206 1995 18477.42 1278.50 253845 442322 7.279 4.177 0.504 0.289 2000 73690.51 17315.53 628396 939868 11.727 7.841 2.756 1.842 Indonesia 2005 119989.32 17007.60 952675 1416601 12.595 8.470 1.785 1.201

(21)

Secara keseluruhan, persentase pendapatan migran internal di Indonesia terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik bruto mengalami fluktuasi, dimana persentase tersebut mengalami penurunan pada periode 1990 dan 1995, tapi kemudian meningkat kembali pada periode 2000 dan 2005.

Persentase devisa dari migran internasional Indonesia terhadap konsumsi rumah tangga dan produk domestik bruto mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2000, dimana persentase devisa dari migran internasional terhadap konsumsi rumah tangga di Indonesia sebesar 2.76 persen, sedangkan terhadap produk domestik bruto sebesar 1.84 persen. Namun pada tahun 2005, persentase devisa dari migran internasional terhadap konsumsi dan produk domestik bruto mengalami penurunan, tetapi persentase penurunannya masih berada diatas persentase devisa pada periode 1985-1995.

Gambar

Tabel 8.  Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Masuk Seumur Hidup  Menurut Pulau Tahun 1985-2005
Tabel 9. Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Keluar Seumur Hidup  Menurut Pulau Tahun 1985-2005
Tabel  10.  Jumlah  Tenaga  Kerja  Migran  Internasional  Menurut  Pulau  dan  Negara Tujuan  Tahun 1985-2005
Tabel  11.  Jumlah  Tenaga  Kerja  Migran  Internasional  dan  Penerimaan  Devisa (Remittances) Menurut Pulau Tahun 1985-2005
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan kebisingan terhadap kondisi koleksi buku dan kenyamanan pengunjung perpustakaan. Penelitian

Perum BULOG Sub Divre Lampung Tengah dalam mengembangkan usahanya tentunya tidak lepas dari strategi pemasaran salah satunya dalam meningkatkan kepuasan konsumen

Uji stabilitas sabun wajah dilakukan dengan mendiamkan sediaan selama 3 bulan pada suhu ruang dengan melakukan pengamatan fisik tiap bulannya yang meliputi organoleptis,

Berdasarkan kepada Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, bahwa setiap perguruan tinggi wajib memenuhi Standar

Kondisi fisik, kimia, dan biologis perairan di Kawasan Wisata Lovina relatif masih mendukung pertumbuhan dan perkembangan planula karang untuk dapat menjadi

Meskipun demikian ada fakta yang menunjukkan bahwa gugus 6, 7 dihidroksi pada cincin A isoflavon dan flavanon (mungkin juga dihidroflavonol) dapat dideteksi dengan adanya

Lembaga-lembaga keuangan lainnya yang terbiasa menerapkan ketentuan buku ketiga Burgerlijk Wetboek (BW), ketika wewenang mengadili sengketa ekonomi syariah menjadi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X JURUSAN AKUNTANSI SMK BINA INSAN MANDIRI JAKARTA BARAT..