• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2005

TENTANG

RETRIBUSI IZIN USAHA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

Menimbang : a. bahwa bengkel merupakan usaha yang cukup strategis sebagai sarana untuk menunjang perkembangan kwantitas kendaraan bermotor;

b. bahwa dalam upaya

meningkatkan ketertiban, keamanan, kelestarian lingkungan hidup dan adanya jaminan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa

(2)

diperlukan pengaturan tentang Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor;

c. bahwa berdasarkan

pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 2. Undang–Undang Nomor 1

Tahun 1992 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3465) ;

3. Undang–Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);

(3)

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan P e r u n d a n g - u n d a n g a n Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

(4)

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negrara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4441);

(5)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258 );

11. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528) ;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KOTA DENPASAR dan

(6)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Kota adalah Kota Denpasar.

2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Denpasar. 3. Walikota adalah Walikota Denpasar.

4. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kota Denpasar.

5. Bengkel Kendaraan Bermotor adalah Bengkel Kendaran yang berfungsi untuk membetulkan , memperbaiki , dan merawat Kendaraan Bermotor, agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan dan dapat dipungut bayaran.

6. Kendaraan Bermotor adalah Kendaraan yang digerakan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu.

7. Fasilitas dan Peralatan adalah fasilitas dan peralatan atau perkakas yang dibutuhkan dalam proses perawatan dan perbaikan kendaraan bermotor. 8. Personil adalah orang yang terlibat dan bertanggung

jawab terhadap keseluruhan operasional bengkel sehingga bengkel berjalan sebagaimana mestinya.

(7)

9. Persyaratan Teknis adalah persyaratan tentang susunan peralatan, perlengkapan , ukuran dan bentuk pembuatan karoseri , rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya , emisi gas buang , penggunaan, penggandengan dan penempelan kendaraan bermotor.

10. Retribusi Perijinan Tertentu adalah Retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

11. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. 12. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu tertentu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perijinan tertentu dari Pemerintah Kota.

13. Surat Setoran Retribusi daerah, yang dapat disingkat SSRD adalah surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi terhutang ke kas daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Walikota. 14. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat

disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi.

(8)

15. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retibusi yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang.

16. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda ;

17. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang – undangan retribusi Daerah.

18. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II PERIJINAN

Pasal 2

(1) Setiap orang atau badan hukum yang mendirikan kegiatan usaha bengkel kendaraan bermotor wajib mendapat izin dari Walikota.

(9)

(2) Izin bengkel kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :

a. izin prinsip; b. izin usaha.

(3) Izin bengkel kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing ditetapkan berlaku untuk jangka waktu sebagai berikut :

a. izin prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun;

b. izin usaha berlaku selama kegiatannya masih berjalan.

(4) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) tahun. (5) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b wajib daftar perusahaan setiap 5 (lima) tahun dalam rangka pengawasan dan pengendalian.

Pasal 3

Tata cara dan Penyelenggaraan bengkel kendaraan bermotor ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

BAB III

KLASIFIKASI BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR Pasal 4

(1) Bengkel kendaraan bermotor diklasifikasi menjadi : a. bengkel Kendaraan Bermotor Klas I Type A, B,

(10)

b. bengkel Kendaraan Bermotor Klas II Type A, B, dan C;

c. bengkel Kendaraan bermotor Klas III Type A, B, dan C.

(2) Klasifikasi bengkel Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kepada stal atau pit, peralatan /perlengkapan jenis pelayanan dan lokasi.

(3) Atas klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan Tanda Sertifikasi yang bentuk atau formatnya ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

BAB IV

TATA CARA DAN PERSYARATAN Pasal 5

(1) Setiap orang atau badan hukum yang mendirikan Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Walikota melalui Dinas Perhubungan.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. Ijin prinsip sebagai berikut :

1. identitas pemohon;

2. denah lokasi kegiatan usaha; 3. status tanah dan atau bangunan; 4. luas lahan;dan

(11)

b. Izin Usaha sebagai berikut : 1. izin prinsip yang masih berlaku; 2. IMB;

3. izin Tempat Usaha dan atau Izin Gangguan; 4. daftar peralatan / kelengkapan yang dimiliki; 5. persyaratan jenis pekerjaan.

c. Wajib daftar perusahaan sebagai berikut : 1. izin Usaha yang dimiliki ; dan

2. bukti lunas Pajak atau Retribusi terkait. BAB V

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 6

Dengan nama Retribusi Izin Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian Izin Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor.

Pasal 7

Obyek Retribusi adalah pemberian Izin Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor.

Pasal 8

Subjek Retribusi adalah orang atau badan hukum yang mendapat Izin Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor.

(12)

BAB VI

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 9

Retribusi Izin Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor digolongkan sebagai Retribusi Perizinan tertentu.

BAB VII

DASAR PENGENAAN TARIF RETRIBUSI Pasal 10

Dasar pengenaan tarif retribusi adalah setiap pemberian Izin Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor.

BAB VIII

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF Pasal 11

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian Izin Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor.

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi komponen biaya survei lapangan dan biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan pengawasan.

(13)

BAB IX

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 12

(1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan kelas dan tipe bengkel kendaraan bermotor.

(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : a. izin Prinsip : sebesar Rp. 500.000,-b. izin Usaha : 1. Bengkel Kelas I a. type A sebesar Rp. 2.500.000,-b. type B sebesar Rp. 2.250.000,-c. type C sebesar Rp. 2.000.000,-2. Bengkel Kelas II a. type A sebesar Rp. 1.500.000,-b. type B sebesar Rp. 1. 250.000,-c. type C sebesar Rp. 1. 000.000,-3. Bengkel Kelas III

a. type A sebesar Rp. 1.000.000,-b. type B sebesar Rp. 750.000,-c. type C sebesar Rp.

(14)

500.000,-BAB X

WILAYAH DAN TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 13

Retribusi yang terutang dipungut di Kota Denpasar tempat pelayanan Izin Usaha Bengkel Kendaraan Bermotor diberikan.

Pasal 14

(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XI

SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 15

Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XII

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 16

(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.

(2) Retribusi yang terutang dilunasi paling singkat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(15)

(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.

Pasal 17

(1) Surat Teguran / peringatan / surat lain yang sejenis sebagi awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari kerja sejak jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang.

(3) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal surat teguran atau surat pemungut atau surat lain yang sejenis disampaikan wajib retribusi belum membayar retribusi terutang maka izin tidak dapat diberikan.

(4) Surat Teguran / pernyataan / surat lain yang sejenisnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB XIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 18

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi , Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota.

(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan

(16)

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

Pasal 19

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Walikota dengan sekurang-kurangnya menyebutkan:

a. nama dan alamat wajib retribusi ; b. masa retribusi ;

c. besarnya kelebihan pembayaran; dan d. alasan yang singkat dan jelas.

(2) Permohonan pengembalian pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.

(17)

(3) Bukti Penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Walikota.

Pasal 20

(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.

(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) ,pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindahan bukuan sebagai bukti pembayaran.

BAB XIV

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 21

(1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi , antara lain, untuk mengangsur.

(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan Peraturan Walikota.

(18)

BAB XV

KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 22

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi , kecuali apabila wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagimana dimaksud

pada ayat (1) tertangguh apabila : a. diterbitkan Surat Teguran ; atau

b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XVI

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 23

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi administratif oleh Walikota mulai dari teguran sampai dengan penghentian kegiatan dan / atau pencabutan ijin;

(2) Teguran tertulis sebagaimana yang dimaksud ayat (1) diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali dengan selang waktu masing-masing maksimal 1 (satu) bulan; (3) Apabila sampai dengan teguran tertulis terakhir yang bersangkutan tetap tidak memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku, dicabut dan atau dinyatakan tidak berlaku.

(19)

Pasal 24

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi admnistrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

BAB XVII

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 25

(1).Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Kota diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2).Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana

(20)

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan dan Retribusi ;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah dan Retribusi;

g. menyuruh berhenti dan / atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan pemeriksaan identitas orang dan / atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Perpajakan Daerah dan Retribusi ;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan ; dan

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah dan Retribusi menurut hukum yang bertanggungjawab.

(21)

BAB XVIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 26

(1) Setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 12 diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XIX

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27

(1) Bengkel kendaraan bermotor yang telah memiliki izin berdasarkan peraturan perundang – undangan yang telah ada sebelumnya dinyatakan tetap berlaku dan wajib melaksanakan wajib daftar perusahaan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakukannya Peraturan Daerah ini.

(2) Bengkel kendaraan bermotor yang belum memiliki izin berdasarkan Peraturan Daerah ini paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Daerah ini wajib memiliki izin berdasarkan Peraturan Daerah ini.

(22)

BAB XX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 28

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Denpasar.

Ditetapkan di Denpasar

pada tanggal 22 September 2005 WALIKOTA DENPASAR,

PUSPAYOGA Diundangkan di Denpasar

pada tanggal 27 Juni 2006

SEKRETARIS DAERAH KOTA DENPASAR,

MADE WESTRA

(23)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2005

TENTANG

RETRIBUSI IZIN USAHA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR

I. UMUM

Industri merupakan bagian dari peroses produksi merupakan, perwujudan nyata dari Ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus lahir, tumbuh dan berkembang yang sangat dipengaruhi oleh struktur sosial, mobilitas sosial, sistim politik , sistem pendidikan , pendanaan dan lain – lain. Salah satu Industri yang terus mengalami perkembangan jumlah kendaraan bermotor akan diikuti oleh perkembangan jumlah Usaha Bengkel Umum Kendaraan Bermotor.

Bengkel Kendaraan Bermotor yang ada pada saat ini beragam tingkatnnya, baik ditinjau dari sarana dan prasarana maupun sumber daya manusia. Bengkel Kendaraan Bermotor sebagai Industri perlu dibina dan dikembangkan dalam memelihara kualitas perawatan dan perbaikan.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

(24)

Pasal 2

Ayat (1)

Badan Hukum yang dimaksud adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Koperasi atau Badan Hukum Lainnya Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1)

a. Bengkel Kelas I Type A,B,C, dimaksud adalah Bengkel yang mencapai nilai stall Atau pit lebih dari 80 didasarkan pada kelengkapan kelompok stall serta kelengkapan kelompok peralatan untuk masing – masing jenis pekerjaan.

b. Bengkel kelas II Type A,B,C, dimaksud adalah bengkel yang mencapai nilai stall atau pit 60 s/d 80 didasarkan pada kelengkapan kelompok stall serta kelengkapan

(25)

kelompok peralatan untuk masing – masing jenis pekerjaan.

c. Bengkel kelas III Type A,B,C, dimaksud adalah Bengkel yang mencapai nilai stall atau pit 60 didasarkan pada kelengkapan kelompok stall serta kelengkapan kelompok peralatan masing – masing jenis pekerjaan.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas.

(26)

Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup Jelas. Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas.

(27)

Pasal 25 Cukup Jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan analisis data kuantitatif yang peneliti maksud di dalam penelitian ini adalah kesanggupan atau kapasitas kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa S1

Berdasarkan hasil penelitian tentang pematangan buah pisang dengan menggunakan karbit (calcium carbida) di Pasar Punggur Kabupaten Lampung Tengah tinjauan etika

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sedjati (2006) yang menyatakan tidak adanya keberadaan (negatif) bakteri Staphylococcus aureus pada

7 B21111 Elaun Makan/Penginapan/Lain-Lain Bayaran Tugas Rasmi Staf Pentadbiran 8 B21112 Tambang Tugas Rasmi Staf Pentadbiran.. LAMPIRAN 7

0 % KETERWAKILAN PEREMPUAN DAN MEMENUHI PENEMPATANNYA DAERAH PEMILIHAN : BANTUL 3 (PLERET, DLINGO, IMOGIRI) 0 % KETERWAKILAN PEREMPUAN DAN MEMENUHI PENEMPATANNYA DAERAH PEMILIHAN

Hal-hal lain yang beh:m dan/dtau belum cukup diatur dalam periaqiian ini akan diatur oleh PIHAK KESATU dan PIHAK KEDUA berdasarkan kesepakatao yang dituangkan

Seiring dengan perkembangan pariwisata di Bali, maka pura dan sekitarnya (kawasan suci) dikomodifikasikan menjadi daya tarik wisata. Manfaat keberadaan Pura Uluwatu

Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh sifat mekanik bioplastik untuk uji kuat tarik didapatkan komposisi : 5 gram pati dan 2 ml gliserol dengan nilai 2,02966