Panduan
Kata Pengantar
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
perkenanNya kepada kami untuk dapat menyelesaikan panduan ini. Panduan ini
merupakan salah satu dari empat paket kebijakan yang kami coba selesaikan untuk
memperkuat Kebijakan Sekolah Ramah Anak (SRA) agar dapat terimplementasi di daerah.
Tiga kebijakan lainnya yaitu Peraturan Presiden tentang Gerakan Sekolah Ramah Anak,
Modul Training of Trainer SRA, dan Materi untuk Modul Pelatihan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan yang akan diintegrasikan ke dalam Modul Pelatihan Guru yang ada di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Panduan ini mempunyai posisi penting dalam implementasi pembentukan dan
pengembangan SRA, karena 277 SRA yang sekarang ada di Indonesia terbentuk dan
berkembang dengan standar yang beragam.
Penyusunan Panduan ini melibatkan banyak pihak yaitu 12 kementerian dan Lembaga
serta Lembaga Masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan. Dua belas
kementerian/lembaga terlibat karena program mereka yang berbasis sekolah sangat
mendukung tercapainya tujuannya SRA menjadi sekolah yang aman, nyaman, bersih, sehat,
ramah dan tanpa kekerasan. Kami haturkan terimakasih atas partisipasi aktif 12 K/L yang
selama ini setia mendampingi hingga terselesaikannya panduan ini yaitu: Bappenas,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Pengawas Obat dan
Makanan, Badan Narkotika Nasional, Badan Penanggulangan Bencana dan para asdep dari
Kementerian Pemeberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sendiri. Tidak lupa Ibu
Yanti dan Pak Zam Zam dari Yayasan Kerlip serta utamanya Deputi Tumbuh Kembang
Anak Lenny N Rosalin yang sudah banyak membantu serta banyak lagi pihak yang terlibat
yang tidak dapat disebutkan satu persatu kami mengucapkan banyak terimakasih
semoga Allah SWT membalasnya dengan berlipat ganda. Akhirul kata kami berdoa agar
Panduan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak yang mau maupun yang sudah terlibat
dalam membentuk dan mengembangkan SRA baik di pusat maupun di daerah. Aamiin
SAMBUTAN
MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK RI
Pasal 28B (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.” Hal ini dipertegas dalam Pasal 54 Undang-Undang
Perlindungan Anak, yang menyatakan “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib
dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau
teman-temanya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan
lainnya.” Pasal 70 ayat (2) menyebutkan “Setiap orang dilarang memperlakukan anak
dengan mengabaikan pandangan mereka secara diskriminatif, termasuk labelisasi dan
penyetaraan dalam pendidikan bagi anak-anak yang menyandang cacat.”
Konvensi tentang Hak-Hak Anak juga mengamanatkan kepada negara-negara peserta
atau yang telah meratifikasinya, tentang pentingnya pendidikan, penegakan disiplin,
pengembangan kapasitas, pengembangan keterampilan, pembelajaran, kemampuan
lainnya, martabat, harga diri, kepercayaan diri, pengembangan kepribadian, bakat,
kemampuan untuk hidup dalam kehidupan di masyarakat, hak terhadap akses dan
konten pendidikan, dan hak untuk pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya bagi
anak.
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana
terutama dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang efektif dan
efisien sehingga peserta didik dalam hal ini anak-anak khususnya dapat secara aktif
mengembangkan potensi dirinya yang nantinya diharapkan dapat mewujudkan dalam
dirinya kekuatan spiritual keagamaan yang tinggi, kecerdasan, pengendalian diri,
kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang akan berguna baik bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara, upaya pencapaian proses belajar ini tentunya harus
didukung oleh semua pihak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak sebagai salah satu Kementerian yang mempunyai peran perlindungan anak telah
mendorong pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota agar dapat memujudkan
suatu kondisi sekolah atau lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, sehat, ramah
dan menyenangkan bagi anak atau disebut dengan Sekolah Ramah Anak (SRA) atau
dengan kata lain anak anak yang ada di sekolah dapat terpenuhi haknya. Hal ini
penting mengingat delapan jam dalam sehari atau satu per tiga waktu anak berada di
sekolah sehingga menjaga melindungi anak selama waktu itu harus menjadi hal yang
prioritas dan dilakukan bersama –sama oleh semua unsur yang ada di sekolah mulai
dari Kepala Sekolah, Guru, Guru BK, penjaga Sekolah dll, bahkan sangat perlu adanya
kerjasama yang baik dan terarah antara sekolah dengan orang tua, lembaga masyarakat,
dunia usaha maupun alumni untuk mendukungnya.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan saat ini pengembangan kabupaten/kota
menuju layak anak (KLA) terus digalakkan, ini terbukti banyak kabupaten/kota telah
menyatakan diri atau telah dikembangkan inisiasi Sekolah Ramah Anak. Hal ini
dilakukan karena SRA merupakan indikator KLA dan menjadi bagian terpenting dari
diterbitkannya kebijakan Sekolah Ramah Anak sebagai upaya agar pemenuhan hak-hak
anak terpenuhi.
Mengingat pentingnya upaya untuk mewujudkan Sekolah Ramah Anak ini maka saya
berharap Petunjuk Teknis ini dapat bermanfaat bagi seluruh stake holder terkait
dengan Sekolah Ramah Anak sehingga cita-cita untuk mewujudkan anak Indonesia
yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia dapat terwujud.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Oktober 2015
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
SAMBUTAN MENTERI
DAFTAR ISI
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
1.2. Landasan Hukum
1.3. Maksud dan Tujuan
1.4. Sasaran
1.5. Ruang Lingkup
1.6. Hasil yang diharapkan
BAB II KONSEP, PRINSIP DAN KOMPONEN SRA
2.1. Konsep
2.2. Prinsip
2.3. Komponen
BAB III TAHAPAN PERSIAPAN DAN PERENCANAAN SRA
3.1. Sosialisasi tentang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak
3.2. Penyusunan Kebijakan SRA di masing-masing satuan pendidikan
3.3. Konsultasi Anak
3.4. Pembentukan Tim Pelaksana SRA
BAB IV PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN SRA
4.1. Tahap Pembentukan dan Pengembangan SRA
4.2. Mekanisme Pengaduan
BAB V TAHAPAN PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN
5.1. PEMANTAUAN
5.2. EVALUASI
5.3. PELAPORAN
DAFTAR ISTILAH & SINGKATAN
Sekolah/Madrasah
Aman Bencana
: Sekolah aman adalah sekolah yang menerapkan standar sarana
dan prasarana yang mampu melindungi warga sekolah dan
lingkungan sekitarnya dari bahaya bencana
Sekolah Adiwiyata
: Sekolah yang melaksanakan Program Adiwiyata yang bertujuan
menciptakan warga sekolah, khususnya peserta didik yang peduli
dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan
sumber daya manusia yang memiliki karakter bangsa terhadap
perkembangan ekonomi, social dan lingkungannya dalam mencapai
pembangunan yang berkelanjutan di daerah.
Sekolah Dasar Bersih
Sehat
: Sekolah Dasar yang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat
sehingga memiliki lingkungan sekolah yang bersih, indah, sejuk,
segar, rapih, tertib, aman, serta memilki warga sekolah yang bersih
dan sehat
Lingkungan
Inklusif
Rapat
Pembelajaran
(LIRP)-UNESCO
: Pengembangan sekolah dan kelas yang lebih inklusif, ramah
pembelajaran, dan sensitife terhadap kesetaraan gender
Children
Friendly
School (CSF) model,
UNICEF
: Model sekolah yang dikembangkan oleh UNICEF dengan
menggunakan konsep ramah anak sebagai ideologi dengan
menyediakan sekolah yang aman dan terlindungi, pendidik yang
terlatih, sumber daya dan lingkungan belajar yang memadai.
Sekolah Sehat
Kota/Kabupaten Layak
Anak
:
RKAS
: Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah
RPP
: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
KTSP
: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pendidikan Dasar
:
Pendidikan Menengah
:
KTSP
: Kurikulum Satuan Pendidikan atau Kurikulum 2006
KBK
: Kurikulum Berbasis Kompetensi
Gugus Tugas KLA
:
Tim Koordinasi SRA
:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tujuan disusunnya Kebijakan Sekolah Ramah Anak adalah untuk dapat
memenuhi, menjamin dan melindungi hak anak, serta memastikan bahwa satuan pendidikan
mampu mengembangkan minat, bakat dan kemampuan anak serta mempersiapkan anak
untuk bertanggung jawab kepada kehidupan yang toleran, saling menghormati, dan
bekerjasama untuk kemajuan dan semangat perdamaian. Satuan pendidikan diharapkan tidak
hanya melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual, namun juga melahirkan generasi
yang cerdas secara emosional dan spiritual.
Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP) 2005—2025
menyatakan bahwa visi 2025 adalah menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif
(Insan Kamil/Insan Paripurna). Makna insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas
komprehensif, yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan
cerdas kinestetis. Pendidikan juga seharusnya bisa diakses semua anak, tanpa batasan
geografi, ekonomi dan sosial, maupun hambatan fisik ataupun mental. Sejalan dengan hal
tersebut, berbagai kebijakan dalam pendidikan mulai dari kebijakan 20 (duapuluh) persen
anggaran pembangunan untuk pendidikan, kebijakan alokasi BOS untuk semua peserta didik,
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan Sekolah Menengah Tingkat
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) baik laki-laki dan perempuan, serta Bantuan
Beasiswa Miskin baik di tingkat pusat maupun daerah, telah mendorong peningkatan akses
dan partisipasi penduduk untuk bersekolah minimal Wajib Belajar (Wajar) 9 (sembilan)
tahun.
Namun proses pendidikan yang masih menjadikan anak sebagai obyek dan guru
sebagai pihak yang selalu benar, mudah menimbulkan kejadian bullying di sekolah/madrasah.
Bersekolah tidak selalu menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi anak. Data KPAI
(2014-2015) tentang Kasus Kekerasan (Kekerasan Fisik, Psikis, Seksual dan Penelantaran
Terhadap Anak), sebanyak 10% dilakukan oleh guru. Bentuk-bentuk kekerasan yang banyak
ditemukan berupa pelecehan (bullying), serta bentuk-bentuk hukuman yang tidak mendidik
bagi peserta didik, seperti mencubit (504 kasus), membentak dengan suara keras (357 kasus)
dan menjewer (379 kasus), Data KPAI 2013. Dan sampai saat ini masih dijumpai anak
bersekolah di bangunan yang tidak layak, sarana prasarana yang tidak memenuhi standar,
kehujanan, kebanjiran, bahkan kelaparan, selain ancaman mengalami bullying dan kekerasan
yang dilakukan oleh guru maupun teman sebaya. Selain itu kekerasan pada anak juga rawan
terjadi karena 55% orang tua memberikan akses kepada anak terhadap kepemilikan
handphone dan internet tetapi 63% orang tua menyatakan bahwa tidak melakukan
pengawasan terhadap konten yang diakses oleh anak-anak (KPAI).
Jumlah institusi pendidikan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2014 terdapat jumlah SD sebanyak 26.119.000, sekolah menengah 9.901.000, sekolah
menengah kejuruan 1.735.000. Sekitar 26.119.000 anak yang sudah mendapat akses ke
pendidikan dasar. Demikian juga untuk pendidikan anak usia dini, dari 77.559 desa di
Indonesia, sekitar 55.832 desa telah mendapat pelayanan PAUD pada tahun 2013. (Renstra
Kemendikbud 2010-2014). Namun pada kenyataannya berdasarkan Kajian tentang Anak
Putus Sekolah oleh Kementerian Pendidikan, UNESCO & UNICEF, 2011) menunjukkan bahwa
2,5 juta anak usia 7-15 tahun masih tidak bersekolah, dimana kebanyakan dari mereka putus
sekolah sewaktu masa transisi dari SD ke SMP. Selain itu, baru sekitar kurang dari sepertiga
dari 30 juta anak usia 0-6 tahun di Indonesia yang memiliki akses pada program PAUD.
Mayoritas yang tidak terlayani PAUD adalah anak di pedesaan dan dari keluarga miskin.
Dengan demikian hak anak atas pendidikan telah terabaikan.
Keinginan untuk menjadikan sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman, bersih,
sehat, ramah dan menyenangkan, sebagai bentuk perwujudan dari Sekolah Ramah Anak
sesungguhnya telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak. Beberapa program dari
Kementerian/lembaga berbasiskan sekolah maupun program inovatif dari sekolah itu sendiri
untuk membantu mewujudkan hal tersebut antara lain program:
Sekolah Adiwiyata (Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan Kementerian
Pendidikan)
Sekolah/Madrasah Aman Bencana (BNPB)
Sekolah Hebat (Kemendikbud)
Sekolah Inklusif (Kemendikbud)
Sekolah Dasar Bersih Sehat (Kemendikbud)
Lingkungan Inklusif Rapat Pembelajaran (LIRP)-UNESCO
Children Friendly School (CSF) – UNICEF
Sekolah Sehat (Kemenkes)
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) – Kemenkes
Pangan Jajan Anak Sekolah (BPOM)
Warung Kejujuran (KPK)
Sekolah Bebas Napza (BNN)
Pesantren Ramah Anak (Kemenag)
Pendidikan Anak Merdeka
Komunitas Sekolah Rumah/Komunitas Belajar Mandiri
Sekolah Kehidupan Qoriyyah Thoyyibah
Indonesia Herritage Foundation
dll
Program-program yang mendukung ini selanjutnya diharapkan akan menjadi bagian
dari Sekolah Ramah Anak, sehingga semua pihak atau stakeholder yang terlibat dapat saling
bekerjasama mewujudkan Sekolah Ramah Anak. Data KLA (2014) menyebutkan bahwa
kurang lebih 264 Kabupaten/Kota di 34 provinsi yang telah mencanangkan sebagai
Kota/Kabupaten Layak Anak menyatakan telah memiliki Sekolah Ramah anak bahkan saat ini
tercatat 277 Sekolah yang sudah menginisiasi menjadi Sekolah Ramah Anak namun dengan
kriteria atau standar yang berbeda-beda antar sekolah. Dengan demikian diperlukan suatu
panduan pelaksanaan pengembangan Sekolah Ramah Anak yang dapat menjadi standar bagi
pembentukan dan pengembangan SRA baik di pusat maupundi daerah.
1.2. Landasan Hukum
a) Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4235);
b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134);
c) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
d) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157);
e) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
f) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606;
g) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4424);
h) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5410);
i) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010;
j) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 -2019;
k) Instruksi Presiden Nomor 05 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan
Seksual terhadap Anak;
l) Permendiknas No 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan;
m) Permendiknas No 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ektrakulikuler pada Pendidikan dasar
dan Pendidikan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 958);
n) Permen PP dan PA No.08 tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1761).
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud :
Memberikan panduan kepada pemangku kepentingan baik pusat maupun daerah serta
penyelenggara institusi pendidikan dalam mewujudkan dan mengembangkan sekolah ramah
anak
Tujuan :
1. Memberikan pemahaman kepada para stakeholder dan warga sekolah tentang
pembentukan dan pengembangan Sekolah Ramah Anak
2. Sebagai acuan langkah-langkah pembentukan dan pengembangan SRA
3. Sebagai acuan dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanan SRA
1.4. Sasaran
1. Pemangku kepentingan baik pusat maupun daerah
2. Penyelenggaran institusi pendidikan/sekolah yang terdiri dari pendidik dan tenaga
kependidikan
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup panduan ini mencakup pemahaman mengenai konsep sekolah ramah anak,
hingga pembentukan dan pengembangannya yang dilaksanakan oleh K/L terkait, SKPD di
daerah dan sekolah. Buku panduan ini memuat tentang tahapan pembentukan dan
pengembangan sekolah ramah anak, sampai tahapan pemantauan dan evaluasi.
1.6. Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari terlaksananya Sekolah Ramah Anak :
1. Terwujudnya sekolah yang aman dan menyenangkan bagi peserta didik karena bebas dari
kekerasan antar peserta didik maupun kekerasan yang dilakukan oleh pendidik dan
tenaga kependidikan;
2. Terbentuknya perilaku pendidik dan tenaga kependidikan yang berprespektif anak;
3. Meningkatkan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran dan dalam
BAB II
KONSEP, PRINSIP DAN KOMPONEN SEKOLAH
RAMAH ANAK
2.1. Konsep
Konsep Sekolah Ramah Anak didefinisikan sebagai program untuk mewujudkan kondisi
aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, yang mampu menjamin pemenuhan
hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya, selama anak
berada di satuan pendidikan, serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan,
kebijakan, pembelajaran dan pengawasan. Sekolah Ramah Anak bukanlah membangun sekolah
baru, namun mengkondisikan sebuah sekolah menjadi nyaman bagi anak, serta memastikan
sekolah memenuhi hak anak dan melindunginya. Karena sekolah menjadi rumah kedua bagi anak,
setelah rumahnya sendiri.
Sekolah Ramah Anak merupakan salah satu indikator dalam pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak. Data sampai bulan Oktober 2015, sampai saat ini ada 264 kab/kota yang telah
menginisiasi menjadi Kab/Kota Layak Anak.
2.2. Prinsip
Pembentukan dan Pengembangan SRA didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Nondiskriminasi yaitu menjamin kesempatan setiap anak untuk menikmati hak anak untuk
pendidikan tanpa diskriminasi berdasarkan disabilitas, gender, suku bangsa, agama, dan latar
belakang orang tua;
2. Kepentingan terbaik bagi anak yaitu senantiasa menjadi pertimbangan utama dalam semua
keputusan dan tindakan yang diambil oleh pengelola dan penyelenggara pendidikan yang
berkaitan dengan anak didik;
3. Hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan yaitu menciptakan lingkungan yang
menghormati martabat anak dan menjamin pengembangan holistik dan terintegrasi setiap
anak;
4. Penghormatan terhadap pandangan anak yaitu mencakup penghormatan atas hak anak
untuk mengekspresikan pandangan dalam segala hal yang mempengaruhi anak di lingkungan
sekolah; dan
5. Pengelolaan yang baik, yaitu menjamin transparansi, akuntabilitas, partisipasi, keterbukaan
informasi, dan supremasi hukum di satuan pendidikan.
Penerapan Sekolah Ramah Anak (SRA) dilaksanakan dengan merujuk 6 (enam) komponen
penting di bawah ini :
1. Kebijakan SRA;
2. Pelaksanaan Proses Pembelajaran yang ramah anak;
3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terlatih Hak-Hak Anak;
4. Sarana dan Prasarana SRA;
5. Partisipasi Anak;
6. Partisipasi Orang Tua, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Pemangku Kepentingan Lainnya, dan
Alumni.
Komponen tersebut diuraikan dalam sub-sub komponen sbb :
NO
Komponen
1. Kebijakan SRA
a. Memiliki kebijakan anti kekerasan terhadap peserta didik:
1) Komitmen tertulis komitmen tertulis dalam bentuk ikrar untuk mencegah kekerasan terhadap anak berbentuk seperti pakta integritas
2) Kebijakan anti kekerasan berbentuk SK internal sekolah (SK Tiim Pelaksana dan Tim Pengembang SRA) disusun secara bersama-sama dan melibatkan semua warga satuan pendidikan :
a) peserta didik b) pendidik
c) tenaga kependidikan
3) Tersedianya kebijakan anti kekerasan, meliputi: a) adanya larangan:
terhadap tindak kekerasan dan diskriminasi antar peserta didik (bullying);
terhadap tindak kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan pendidik dan tenaga kependidikan (TU, satpam, penjaga sekolah dan pegawai kebersihan) dengan peserta didik
hukuman badan (yaitu memukul, menampar dengan tangan/cambuk/tongkat/ikat pinggang/sepatu/balok kayu, menendang, melempar peserta didik, menggaruk, mencubit, menggigit, menjambak rambut, menarik telinga, memaksa peserta didik untuk tinggal di posisi yang tidak nyaman dan panas)
bentuk hukuman lain yang merendahkan martabat peserta didik (menghina, meremehkan, mengejek, dan menyakiti perasaan dan harga diri peserta didik) oleh pendidik terhadap peserta didik
b) adanya mekanisme pengaduan dan penanganan kasus kekerasan, termasuk kejahatan seksual
b. Melakukan berbagai upaya untuk melaksanakan kebijakan anti kekerasan terhadap peserta didik, melalui:
1) pencegahan dan penanganan terhadap semua bentuk kejahatan seksual dan kekerasan terhadap peserta didik (fisik atau mental atau perlakuan salah atau penelantaran atau perlakuan menelantarkan atau eksploitasi
2) peningkatan kesadaran dan kampanye pendidikan kepada seluruh warga satuan pendidikan untuk mencegah dan menghilangkan diskriminasi terhadap :
a. anak penyandang disabilitas, anak dengan HIV/AIDS, anak korban Napza, dll b. penjaminan kepada peserta didik untuk menikmati kondisi yang layak atas
layanan pendidikan yang inklusi;
c. langkah langkah dari satuan pendidikan untuk memerangi bullying dan memberikan pelatihan khusus bagi anak penyandang disabilitas dalam
memberikan perlindungan
3) penegakan disiplin dengan nonkekerasan a) melakukan pelatihan disiplin positif
b) pemantauan, pengawasan, dan tindakan pemulihan pelaksanaan disiplin positif c) mengganti hukuman dengan memberikan tugas akademik atau keterampilan
tambahan
c. Melakukan upaya untuk mencegah peserta didik putus sekolah
d. Memiliki komitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip SRA dalam manajemen berbasis sekolah dan RKAS setiap tahun
e. Melakukan pelatihan tentang hak anak dan SRA bagi pendidik dan tenaga kependidikan
f. Tersedia tenaga konseling/BP3 (Badan Penyelenggara Pendidikan) yang terlatih gender, Konvensi Hak Anak, dan peserta didik yang memerlukan perlindungan khusus (misalnya: anak penyandang disabilitas)
g. Terdapat proses penyadaran dan dukungan bagi warga satuan pendidikan untuk memahami: gender, Konvensi Hak Anak, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus (misalnya: anak penyandang disabilitas)
h. Memiliki komitmen untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok i. Memiliki komitmen untuk mewujudkan kawasan bebas napza
j. Memiliki komitmen untuk menerapkan sekolah/madrasah aman dari bencana secara struktural dan nonstructural
k. Menjamin, melindungi, dan memenuhi hak peserta didik untuk menjalankan ibadah dan pendidikan agama sesuai dengan agama masing-masing
l. Memastikan pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di dalam proses pembelajaran
m. Mengintegrasikan materi kesehatan di dalam proses pembelajaran
n. Mengintegrasikan materi kesehatan reproduksi dalam materi pembelajaran o. Mengintegrasikan materi lingkungan hidup di dalam proses pembelajaran
p. Memiliki sistem rujukan kepada satuan pendidikan yang sudah siap melaksanakan pendidikan inklusi
q. Pelaksanaan Kebijakan Pemantauan rutin perlindungan anak, dengan memfungsikan guru piket, piket anak, dan POMG
r. menjadi sekolah rujukan untuk SRA dan memiliki imbas minimal untuk 10 sekolah/madrasah di sekitarnya, serta ada kebijakan sekolah yang membuka kelas layanan khusus bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus dan/atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Anak (PMKSA)
s. Memiliki SOP untuk tindak lanjut bagi tenaga pendidik yang melakukan kekerasan
t. Melakukan Pengawasan dalam kegiatan ekstrakurikuler
u. Mewajibkan orang tua untuk melaporkan riwayat medis anaknya pada saat penerimaan murid baru dan di update setiap tahun untuk deteksi dini dan pencegahan
2.
Pelaksanaan Proses Pembelajaran yang ramah anak
a. Pelaksanaan Proses pembelajaran : 1) Proses Pembelajaran :
a) tidak bias gender b) nondiskriminatif
c) memberikan gambaran yang adil, akurat, informatif mengenai masyarakat dan budaya lokal
d) memperhatikan hak anak
e) dilakukandengan cara yang menyenangkan, penuh kasih sayang dan bebas dari perlakuan diskriminasi terhadap peserta didik di dalam dan di luar kelas 2) Melaksanakan proses pembelajaran inklusif dan nondiskriminatif
3) Dengan menyediakan pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang mengembangkan keragaman karakter dan potensi peserta didik
4) Dapat mengembangkan minat, bakat, dan inovasi serta kreativitas peserta didik melalui kegiatan esktrakurikuler secara individu maupun kelompok
5) Peserta didik terlibat dalam kegiatan bermain, berolahraga dan beristirahat 6) Memotivasi Peserta didik untuk turut serta dalam kehidupan budaya dan seni 7) Menerapkan kebiasaan peduli dan berbudaya lingkungan dalam pembelajaran 8) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyelenggarakan,
mengikuti, mengapresiasi kegiatan seni budaya
9) Yang dapat membangkitkan wawasan dan rasa kebangsaan pada peserta didik b. Penilaian hasil belajar mengacu pada hak anak :
1) Penilaian pembelajaran dilaksanakan berbasis proses dan mengedepankan penilaian otentik
2) Menerapkan penilaian pembelajaran tanpa membandingkan satu peserta didik dengan peserta didik yang lain
c. Memiliki Kelas Ramah Anak
d. Bahan Ajar yang aman dan bebas dari unsur pornografi, kekerasan dan radikalisme
serta SARA
3.
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terlatih Hak-Hak Anak
a. Pelatihan Hak-hak Anak bagi : Pimpinan satuan pendidikan Guru
Guru bimbingan konseling Petugas perpustakaan Tata usaha
Penjaga satuan pendidikan (petugas keamanan satuan pendidikan) Petugas kebersihan
Komite satuan pendidikan
Pembimbing kegiatan ekstra kurikuler Orangtua/wali
b. Pendidik dan tenaga terlatih Hak Anak mempunyai working group (Pokja SRA)
4.
Sarana dan Prasarana SRA
a. Persyaratan Keselamatan :
struktur bangunan sekolah kuat, kokoh, dan stabil
bangunan sekolah memiliki sistem proteksi kebakaran yang berfungsi dengan baik bangunan sekolah memiliki jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadam kebakaran bangunan sekolah memenuhi persyaratan instalasi kelistrikan
bangunan sekolah tidak berada di bawah jaringan listrik tegangan tinggi (sutet)
memiliki sistem evakuasi bencana yang memadai b. Persyaratan Kesehatan
bangunan sekolah memiliki ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan bangunan sekolah memiliki bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela
dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi
bangunan sekolah menggunakan pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat
bangunan sekolah memiliki bukaan untuk pencahayaan alami terutama pada ruang kelas
bangunan sekolah memiliki sumber air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan dan mengalir lancar
bangunan sekolah memiliki sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor yang berfungsi dengan baik dan tidak mencemari lingkungan sekitar
bangunan sekolah memiliki sistem penyaluran air hujan yang berfungsi dan terpelihara dengan baik
tersedia tempat pembuangan sampah terpilah dan tertutup
bangunan sekolah menggunakan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan c. Persyaratan Kenyamanan
kapasitas ruang kelas sesuai dengan fungsi ruang, jumlah murid, dan aktifitas murid
(Rasio 1:34)
temperatur dan kelembaban ruang kelas nyaman untuk kegiatan belajar mengajar ruang-ruang pada bangunan sekolah terutama ruang kelas terhindar dari gangguan
silau dan pantulan sinar
ruang-ruang pada bangunan sekolah terutama ruang kelas terhindar dari kebisingan Pencahayaan dalam kelas yang cukup
d. Persyaratan Kemudahan
ukuran lebar koridor mampu dilewati dua orang berpapasan
lebar pintu kelas minimal 80 cm, mudah dibuka dan membuka ke arah luar
tersedia sarana evakuasi berupa sistem peringatan bahaya dan jalur evakuasi yang dilengkapi dengan rambu pengarah menuju ke tempat berkumpul yang aman
tersedia toilet dengan jumlah unit menyesuaikan jumlah murid, yang terpisah antara toilet laki-laki dan perempuan
kondisi toilet bersih, lantai tidak licin, memiliki pencahayaan dan penghawaan yang baik dan sarana pelengkap yang lain seperti hygine kit.
pemisahan jarak akses pintu masuk antara toilet bagi murid laki-laki dan perempuan perabot toilet pada PAUD, TK, dan SD menggunakan ukuran yang sesuai dengan
pengguna
tersedia toilet bagi penyandang disabilitas
tersedia wastafel yang layak untuk anak dengan air bersih yang mengalir dengan sabun cuci tangan
tersedia ram dengan kemiringan landai maksimal 1 : 10 atau 6° dan memiliki dua lapis pegangan rambat atas dan bawah di kedua sisi dengan ketinggian 65-80 cm untuk bangunan sekolah lebih dari satu lantai menyediakan tangga dengan
kemiringan tidak lebih dari 60°
lebar tangga minimal mampu dilewati dua orang sekaligus
lebar anak tangga paling sedikit 30 cm, tinggi anak tangga maksimal 18 cm, dan memiliki dua lapis pegangan rambat atas dan bawah di kedua sisi dengan ketinggian 65-80 cm
tersedia ruang ibadah
perabot terutama pada ruang kelas memiliki standar ukuran sesuai dengan pengguna
e. Persyaratan Keamanan
struktur bangunan tidak memiliki sudut yang tajam dan kasar bangunan sekolah meminimalkan ruang-ruang kosong dan gelap
perabot tidak memiliki sudut yang tajam dan membahayakan pengguna
tersedia kamera pemantau (CCTV) di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah yang rawan
f. Apakah sekolah memiliki ruang UKS dengan peralatan sbb: 1) tempat tidur
2) alat ukur tinggi badan dan berat badan 3) alat ukur ketajaman mata dan telinga 4) perlengkapan P3K
g. Apakah sekolah memiliki ruang konseling?
h. Apakah sekolah memiliki lapangan olah raga?
Lapangan olahraga yang variatif dan bisa diakses oleh seluruh anak
i. Apakah sekolah memiliki ruang kreativitas (pojok gembira, tempat peserta didik mengekspresikan diri)
j. Apakah sekolah memiliki area/ruang bermain (lokasi dan desain dengan perlindungan yang memadai, sehingga dapat dimanfaatkan oleh semua peserta didik, termasuk anak penyandang disabilitas)?
k. Apakah sekolah memiliki ruang perpustakaan?
l. Apakah tersedia alat permainan edukatif (APE) yang memenuhi SNI m. Apakah sekolah memiliki kantin sehat dengan kriteria:
1) tersedia tempat dan peralatan yang bersih (pengolahan dan persiapan penyajian makanan)
2) lokasi tidak dekat toilet atau tempat sampah 3) adanya tempat cuci tangan
4) makanan dan minuman aman, sehat, dan halal 5) pengolah dan penyaji pangan bersih dan sehat
n. Apakah sekolah memiliki simbol/tanda/rambu terkait dengan SRA (misal: simbol - dilarang merokok, dilarang bullying; tanda – titik berkumpul, laki-perempuan, disabilitas, dll)
o. Apakah sekolah menyediakan media Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) yang terkait dengan SRA (misal: langkah-langkah cuci tangan pakai sabun, buanglah sampah pada tempatnya, slogan yang bermakna himbauan untuk perilaku hidup bersih dan sehat) p. Apakah sekolah menyediakan Kotak Curhat bagi peserta didik?
5.
Partisipasi Anak
a. Peserta didik diberi kesempatan untuk dapat membentuk komunitas sebaya, misalnya membentuk komunitas pelajar anti kekerasan
b. Peserta didik bisa memilih kegiatan ekstra kurikuler sesuai dengan minat
c. Melibatkan peserta didik dalam proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS) untuk mendukung SRA
d. Melibatkan peserta didik dalam menyusun kebijakan dan tata tertib sekolah e. Mengikutsertakan perwakilan peserta didik sebagai anggota Tim Pelaksana SRA
f. Pendidik, tenaga kependidikan, dan Komite Sekolah/Madrasah/Satuan Pendidikan mendengarkan dan mempertimbangkan usulan peserta didik untuk memetakan pemenuhan hak dan perlindungan anak, dan rekomendasi untuk RKAS guna mewujudkan SRA
g. Peserta didik aktif memberikan penilaian terhadap pelaksanaan dan pertanggungjawaban RKAS
h. Peserta didik berani dan bisa melakukan pengaduan
6.
Partisipasi Orang Tua/Wali, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha,
Pemangku Kepentingan Lainnya, dan Alumni
1. Orang tua/wali
a) menyekolahkan anak dekat dengan orang tua (rumah/kantor)
b) Menyediakan waktu rutin sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) menit sehari untuk mendengarkan dan menanggapi curhat anak
c) Menyediakan waktu, pikiran, tenaga, dan materi sesuai kemampuan untuk memastikan tumbuh kembang minat, bakat, dan kemampuan anak
d) Memberikan persetujuan setiap kegiatan peserta didik di satuan pendidikan selama sesuai dengan prinsip-prinsip SRA
e) Mengawasi keamanan, keselamatan, dan kenyamanan peserta didik termasuk memastikan penggunaan internet sehat dan media sosial yang ramah anak
dan pertanggungjawaban RKAS
g) Aktif mengikuti pertemuan koordinasi penyelenggaraan SRA
h) Komunikasi intens antara orang tua dengan guru misalnya melalui media social
i) Komunikasi orang tua kepada pihak sekolah mengenai riwayat kesehatan anak j)
2. Lembaga masyarakat
a) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan SRA b) Mengawasi keamanan, keselamatan, dan kenyamanan peserta didik
c) Bersikap proaktif dalam mendukung upaya penerapan prinsip-prinsip SRA
d) Memberi akses kepada peserta didik dan pendidik untuk karyawisata, Praktik Kerja Lapangan (PKL), kegiatan seni dan budaya
3. Dunia usaha dalam bentuk Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/Corporate
Social Responsibility (CSR)
a) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan SRA b) Membangun sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan SRA
c) Memberi akses kepada peserta didik dan pendidik untuk karyawisata, Praktik Kerja Lapangan (PKL)
4. Pemangku kepentingan lainnya
a) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan SRA yang tidak mengikat
b) Menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan SRA
c) Bersikap proaktif untuk mendukung upaya-upaya untuk memastikan keselamatan, keamanan, kenyamanan anak termasuk pengaruh buruk dari media sosial dan media massa
5. Alumni
a) Ikatan alumni memberi dukungan penyelenggaraan kegiatan SRA b) Turut serta dalam kepengurusan komite satuan pendidikan
6. Pengawas Sekolah 7. Peranan Guru BK
TAHAPAN PERSIAPAN DAN PERENCANAAN
SEKOLAH RAMAH ANAK
Langkah-langkah
dalam penerapan
Kebijakan
Sekolah Ramah Anak dimulai dari
persiapan dan perencanaan, kemudian pembentukan dan pengembangannya. Dalam
tahapan persiapan dan perencanaan SRA ini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yakni
Sosialisasi tentang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak, Penyusunan Kebijakan SRA di
masing-masing satuan pendidikan, Konsultasi anak, dan Pembentukan Tim Pelaksana SRA.
Langkah-langkah dalam tahapan persiapan dan perencanaan adalah :
3.1. Sosialisasi tentang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak
Hakikatnya sekolah ramah anak adalah memastikan bahwa di dalam lingkungan
sekolah anak mendapatkan haknya, serta mendapat perlindungan. Ketika anak bersekolah,
anak sudah mendapatkan haknya atas pendidikan, namun hak atas pendidikan itu tidak
boleh meninggalkan prinsip-prinsip KHA. Oleh karena itu sosialisasi tentang Pemenuhan
Hak dan Perlindungan Anak harus dilakukan baik sekolah bekerjasama dengan instansi
terkait.
A. Tujuan :
Meningkatkan pemahaman stakeholder bidang pendidikan tentang Hak Anak
Meningkatkan komitmen para stakeholder bidang pendidikan untuk pemenuhan
hak anak
B. Sasaran dan pelaksanaan sosialisasi
Langkah ini dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak atau Badan PP dan PA/unit di daerah yang menangani
Perlindungan Anak bersama sama dengan Gugus Tugas KLA atau Tim Koordinasi
SRA.
Sasaran :
Warga Sekolah, SKPD terkait
C. Materi Sosialisasi
Konvensi Hak Anak
Kebijakan Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak
Kebijakan Sekolah Ramah Anak
3.2. Penyusunan Kebijakan SRA di masing-masing satuan pendidikan
Komitmen tentang pemenuhan dan perlindungan anak di satuan pendidikan melalui
Sekolah Ramah Anak perlu diperkuat dengan menyusun kebijakan tentang pelaksanaan
SRA di masing-masing satuan pendidikan.
A. Tujuan :
Membangun komitmen bersama antar warga sekolah untuk membentuk atau
mengembangkan Sekolah Ramah Anak sebagai kebutuhan bersama
Menuangkan komitmen menjadi landasan dalam pelaksanaan Kebijakan SRA di
sekolah
B. Penuangan kesepakatan dalam bentuk Penyusunan Kebijakan SRA di Masing-masing
Satuan Pendidikan
Pelaksanaan penandatanganan komitmen bersama untuk mewujudkan SRA di Satuan
Pendidikan yang berasal dari unsur Kepala Sekolah/Madrasah, Wakil Guru, Wakil Guru
BK, Wakil OSIS, Wakil peserta didik dari setiap jenjang kelas, wakil dari Komite
Sekolah/madrasah, wakil dari persatuan Orang Tua/Wali atau dapat ditambahkan juga
wakil dari alumni untuk mewujudkan SRA.
C.
Bentuk Kebijakan SRA di Satuan Pendidikan
Isi Kebijakan bisa berupa deklarasi bersama, yang kemudian dituangkan dalam
kebijakan tertulis di satuan pendidikan
Jika dimungkinkan turut menandatangai adalah Wakil dari Dinas Pendidikan.
Penandatanganan komitment ini dapat difasilitasi oleh KemenPP dan PA/Badan PP
dan atau pihak yang berkepentingan lainnya.
3.3. Konsultasi Anak
Sesuai dengan salah satu prinsip dalam Konvensi Hak Anak yakni menghargai
pandangan anak, maka perlu dilakukan konsultasi dengan anak untuk memberikan ruang
kepada anak untuk turut berpartisipasi dalam persiapan dan perencanaan SRA ini.
A. Tujuan:
Identifikasi kebutuhan dan aspirasi anak di sekolah
Memetakan pemenuhan hak & perlindungan anak yang dilaksanakan di sekolah
Menyediakan ruang bagi anak untuk berpartisipasi menyuarakan pendapatnya
B. Tata cara melakukan konsultasi anak
Perwakilan anak perempuan dan anak laki-laki dipilih dari setiap kelas oleh sesama
peserta didik.
Konsultasi dilakukan dengan metode partisipatif untuk menggali sebanyak mungkin
informasi tentang apa saja yang telah dilakukan dan belum dilakukan sekolah dalam
menjamin, melindungi dan menghormati hak anak.
Konsultasi anak dipimpin oleh pendidik.
Peserta didik diberi kesempatan untuk menyusun Rekomendasi hasil konsultasi
anak tersebut.
C. Materi konsultasi anak
Hal-hal yang dikonsultasikan dengan anak adalah sejauh mana anak
3.4. Pembentukan Tim Pelaksana SRA
Susunan keanggotaan Tim Pelaksana SRA : Ada dua Tim SRA yang harus dibentuk
untuk mengawal pelaksanaan SRA, yaitu:
(1) Pembentukan Tim SRA di Satuan Pendidikan yang berasal dari unsur Kepala
Sekolah/Madrasah, Wakil Guru, Wakil Guru BK, Wakil OSIS, Wakil peserta didik
dari setiap jenjang kelas, wakil dari Komite Sekolah/madrasah, wakil dari
persatuan Orang Tua/Wali atau dapat ditambahkan juga wakil dari alumni
(2) Pembentukan Tim SRA yang merupakan gabungan dari Tim internal di satuan
pendidikan (poin 1) dengan tim Gugus tugas KLA pada Kluster 4.
Pembentukan Tim maupun penyusunan kebijakan didampingi dan dapat difasilitasi
oleh Kemen PP dan PA/Badan PP dan PA /Unit yang menangani anak di daerah/
Bappeda/atau unsur lainnya yang berkepentingan.
Susunan keanggotaan Tim Pelaksana SRA untuk Tim internal satuan pendidikan
sebagai CONTOH dapat dilakukan dengan penyusunan SK yang ditanda tangani oleh
Kepala Sekolah dengan susunan sebagai berikut:
Tabel 1.
Pembina
: Kepala Dinas Pendidikan
Penanggung Jawab
: Kepala Dinas Pendidikan
Ketua pelaksana
: Wakil Kepala Sekolah
BIDANG-BIDANG :
A. Ketua Bidang Pengawasan
Pelaksanaan Kurikulum yang
Ramah Anak
:
ANGGOTA :
1. ………
:
2. ……….
B. Ketua Bidang Pengawasan
Kesehatan dan Lingkungan
:
ANGGOTA :
1. ………
:
2. ……….
:
C. Ketua Bidang Koordinasi dan
Sosialisasi
:
ANGGOTA :
1. ………
:
2. ……….
:
D. Ketua Tim Monitoring dan
Evaluasi
:
ANGGOTA :
1. ………
:
2. ……….
:
Untuk Tim gabungan, maka SK Tim ditanda tangani oleh Kepala Daerah atau Wakil
Kepala Daerah
Susunan keanggotaan Tim Pelaksana SRA untuk Tim Gabungan sebagai CONTOH
dapat dilakukan dengan penyusunan SK yang ditanda tangani oleh Kepala Daerah
dengan susunan sebagai berikut:
Tabel.2
Pembina
: Kepala Daerah
Penanggung Jawab
: Kepala Sekolah
Ketua pelaksana
: Ketua Gugus Tugas KLA Prov/Kab/Ko
BIDANG-BIDANG :
A. Ketua
Bidang
Pengawasan
Pelaksanaan Kurikulum yang
Ramah Anak
:
ANGGOTA :
1. ………
:
2. ……….
B. Ketua
Bidang
Pengawasan
Kesehatan dan Lingkungan
:
ANGGOTA :
1. ………
:
2. ……….
:
C. Ketua Bidang Koordinasi dan
Sosialisasi
:
ANGGOTA :
1. ………
:
2. ……….
:
D. Ketua Tim Monitoring dan
Evaluasi
:
ANGGOTA :
1. ………
:
2. ……….
:
Tugas dan Fungsi Tim Pelaksana SRA
Tugas Tim Pelaksana SRA secara umum adalah mengkoordinasikan berbagai
upaya pengembangan SRA, sosialisasi pentingnya SRA, memantau proses
pengembangan SRA dan evaluasi SRA
Tugas masing-masing bidang:
(1) Pembina : Mendampingi dan memfasilitasi proses pembentukan dan
pengembangan SRA;
(2) Penanggung Jawab: Memastikan semua program berjalan baik dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku;
(3) Ketua pelaksana : memastikan dan mengontrol semua pelaksanaan SRA dari
mulai pembentukan sampai pelaksanaan program untuk mendukung
tercapainya SRA;
(4) Bidang Pengawasan pelaksanaan kurikulum yang ramah anak : memastikan
dan mengawasi penggunaan disiplin positive dalam proses ajar mengajar di
sekolah termasuk menginventarisir dan membuat komitment penggunaan
disiplin positive yang akan diterapkan;
(5) Bidang Koordinasi dan Sosialisasi : mengkoordinasikan semua program
dengan pihak terkait termasuk memastikan keterlibatan anak dalam proses
pembentukan dan pengembangan SRA;
(6) Bidang Monitoring dan Evaluasi : melakukan monitoring atas pelaksanaan
semua program sejak pembentukan sampai pelaksanaan program. Perlu
dicatat anggota Tim monitoring harus melibatkan unsur peserta didik/anak
TAHAPAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN
SEKOLAH RAMAH ANAK
4.1. Tahap Pembentukan dan Pengembangan SRA
Pembentukan dan Pengembangan SRA dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan sekolah dan pendamping serta fasilitator, baik yang berasal dari Gugus Tugas
KLA maupun dari KPP dan PA, Badan PP dan PA dan lainnya. Untuk dapat Pemenuhan 6
indikator dilakukan maksimal selama 2 tahun sejak sekolah tersebut menginisiasi sebagai
sekolah ramah anak.
Berbagai program/kegiatan telah banyak dilakukan di sekolah, seperti program
Adiwiyata, Usaha Kesehatan Sekolah, dll. Pada tahapan ini sekolah dapat melakukan
Identifikasi Praktik berbasis sekolah seperti Program Adiwiyata, UKS, Sekolah/Madrasah
Aman Bencana, dll dengan tujuan untuk pengembangan SRA. Identifikasi dapat dilakukan
sekolah antara lain dengan menyusun skema pengembangan SRA di sekolah dengan :
Mengintegrasikan program & kegiatan yang sudah ada (UKS, PJAS, dll) sebagai
komponen penting dalam perencanaan pengembangan SRA ke dalam RKAS
Menyesuaikan situasi, kondisi dan kemampuan satuan pendidikan dengan
mengoptimalkan semua sumberdaya sekolah, bermitra dengan pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, dunia usaha dan pemangku kepentingan lainnya
Pembentukan dan pengembangan Sekolah Ramah Anak dibagi dalam 5 (lima ) tahap :
Tahap 1
Pada Tahap 1, secara umum Komponen yang minimal harus dipenuhi adalah :
1. Kebijakan : Punya komitmen tertulis dalam bentuk ikrar untuk mencegah kekerasan
terhadap anak, misalnya bentuk seperti pakta integritas,
2. Partisipasi anak :
Anak dapat membentuk komunitas sebaya, misalnya membentuk komunitas pelajar
anti kekerasan,
anak bisa memilih kegiatan ekstra kurikuler sesuai dengan minat
3. Aspek sarana prasarana : ada tempat sampah terpilah, toilet terpilah, ada sumber air,
ada titik kumpul aman, ada kotak curhat (mekanisme pengaduan)
4. Pendidik & Tenaga Kependidikan : Kualifikasi Guru S1 dan D4 (sesuai SPM)
5. Partisipasi Orang tua : menyekolahkan anak dekat dengan orang tua (rumah/kantor)
Orang tua selalu mengontrol dan memantau kegiatan anak di sekolah. Jika boarding
school atau pesantren akan sulit dilakukan jika menyekolahkan anak dekat orang tua.
Verifikasi untuk tahap 1 :
NO
Komponen
YA TIDAK
1. Kebijakan SRA
a. Memiliki kebijakan anti kekerasan terhadap peserta didik:
1) Komitmen tertulis komitmen tertulis dalam bentuk ikrar untuk mencegah kekerasan terhadap anak, berbentuk seperti pakta integritas
c. Melakukan upaya untuk mencegah peserta didik putus sekolah k. Menjamin, melindungi, dan memenuhi hak peserta didik untuk
menjalankan ibadah sesuai dengan agama
m. Mengintegrasikan materi kesehatan di dalam proses pembelajaran
n. Mengintegrasikan materi lingkungan hidup di dalam proses pembelajaran
2. Pelaksanaan Proses Pembelajaran yang ramah anak
a. Pelaksanaan Proses pembelajaran : 1) Proses Pembelajaran :
a) tidak bias gender b) nondiskriminatif
c) memberikan gambaran yang adil, akurat, informative mengenai masyarakat dan budaya lokal
5) Peserta didik terlibat dalam kegiatan bermain, berolahraga dan beristirahat
9) Yang dapat membangkitkan wawasan dan rasa kebangsaan pada peserta didik
b. Penilaian hasil belajar mengacu pada hak anak :
1) Penilaian pembelajaran dilaksanakan berbasis proses dan mengedepankan penilaian otentik
4.
Sarana dan Prasarana SRA
a. Persyaratan Keselamatan :
struktur bangunan sekolah kuat, kokoh, dan stabil
bangunan sekolah memiliki sistem proteksi kebakaran yang berfungsi dengan baik
bangunan sekolah memiliki jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadam kebakaran
bangunan sekolah memenuhi persyaratan instalasi kelistrikan
bangunan sekolah tidak berada di bawah jaringan listrik tegangan tinggi (sutet)
memiliki sistem evakuasi bencana yang memadai b. Persyaratan Kesehatan
bangunan sekolah memiliki ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan bangunan sekolah memiliki bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi
bangunan sekolah menggunakan pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat
terutama pada ruang kelas
bangunan sekolah memiliki sumber air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan dan mengalir lancar
tersedia tempat pembuangan sampah terpilah dan tertutup c. Persyaratan Kenyamanan
temperatur dan kelembaban ruang kelas nyaman untuk kegiatan belajar mengajar
ruang-ruang pada bangunan sekolah terutama ruang kelas terhindar dari gangguan silau dan pantulan sinar
ruang-ruang pada bangunan sekolah terutama ruang kelas terhindar dari kebisingan
Pencahayaan dalam kelas yang cukup d. Persyaratan Kemudahan
ukuran lebar koridor mampu dilewati dua orang berpapasan tersedia toilet dengan jumlah unit menyesuaikan jumlah murid
yang terpisah antara toilet laki-laki dan perempuan
pemisahan jarak akses pintu masuk antara toilet bagi murid laki-laki dan perempuan
perabot toilet pada PAUD, TK, dan SD menggunakan ukuran yang sesuai dengan pengguna
lebar tangga minimal mampu dilewati dua orang sekaligus tersedia ruang ibadah
perabot terutama pada ruang kelas memiliki standar ukuran sesuai dengan pengguna
e. Persyaratan Keamanan
struktur bangunan tidak memiliki sudut yang tajam dan kasar bangunan sekolah meminimalkan ruang-ruang kosong dan
gelap
perabot tidak memiliki sudut yang tajam dan membahayakan pengguna
f. Apakah sekolah memiliki ruang UKS dengan peralatan sbb: 1) tempat tidur
2) alat ukur tinggi badan dan berat badan 3) alat ukur ketajaman mata dan telinga 4) perlengkapan P3K
h. Apakah sekolah memiliki lapangan olah raga? k. Apakah sekolah memiliki ruang perpustakaan?
p. Apakah sekolah menyediakan Kotak Curhat bagi peserta didik?
5.
Partisipasi Anak
a. Peserta didik diberi kesempatan untuk dapat membentuk komunitas sebaya, misalnya membentuk komunitas pelajar anti kekerasan
b. Peserta didik bisa memilih kegiatan ekstra kurikuler sesuai dengan minat
6. Partisipasi Orang Tua/Wali, Lembaga Masyarakat,
Dunia Usaha, Pemangku Kepentingan Lainnya, dan
Alumni
1. Orang tua/wali
a) menyekolahkan anak dekat dengan orang tua (rumah/kantor)
Tahap 2
1. Sudah memenuhi tahap 1
2. Kebijakan : membuat SK intern, pembentukan tim pengembangan SRA, tim pemantau
SRA yang melibatkan anak
3. Pendidik dan tenaga terlatih Hak Anak
4. Partipasi anak : Tata tertib sekolah dibuat melibatkan anak
3. Proses belajar yang ramah anak (Disiplin Positif)
4. Mekanisme pengaduan : SOP mekanisme pengaduan (didampingi oleh Forum SRA)
5. Mempunyai program sekolah aman/bersih dan sehat/peduli dan berbudaya lingkungan
hidup/inklusif
6. Partisipasi ortu : mengawal pendidikan anak dengan menyediakan 20 menit sehari
untuk curhat anak, ada komunikasi intens antara orang tua dan guru (melalui social
media (WA) dan buku komunikasi),
7. Sarana Prasarana : Ratio toilet perempuan dan laki-laki, fungsi dan kebersihan, ada
pengawasan
8. Partisipasi alumni yang mendukung SRA
Verifikasi untuk tahap 2 :
NO
Komponen
YA TIDAK
1. Kebijakan SRA
a. Memiliki kebijakan anti kekerasan terhadap peserta didik:
2) Kebijakan anti kekerasan berbentuk SK internal sekolah (SK Tiim Pelaksana dan Tim Pengembang SRA) disusun secara bersama-sama dan melibatkan semua warga satuan pendidikan :
a) peserta didik b) pendidik
c) tenaga kependidikan
3) Tersedianya kebijakan anti kekerasan, meliputi: a. adanya larangan:
terhadap tindak kekerasan dan diskriminasi antar peserta didik (bullying);
terhadap tindak kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan pendidik dan tenaga kependidikan (TU, satpam, penjaga sekolah dan pegawai kebersihan) dengan peserta didik
hukuman badan (yaitu memukul, menampar dengan tangan/cambuk/tongkat/ikat pinggang/sepatu/balok kayu, menendang, melempar peserta didik, menggaruk, mencubit, menggigit, menjambak rambut, menarik telinga, memaksa peserta didik untuk tinggal di posisi yang tidak nyaman dan panas)
bentuk hukuman lain yang merendahkan martabat peserta didik (menghina, meremehkan, mengejek, dan
menyakiti perasaan dan harga diri peserta didik) oleh pendidik terhadap peserta didik
b. adanya mekanisme pengaduan dan penanganan kasus kekerasan, termasuk kejahatan seksual (ket. ada SOP)
b. Melakukan berbagai upaya untuk melaksanakan kebijakan anti kekerasan terhadap peserta didik, melalui:
1) penegakan disiplin dengan nonkekerasan a) melakukan pelatihan disiplin positif
e. Melakukan pelatihan tentang hak anak dan SRA bagi pendidik dan tenaga kependidikan
h. Memiliki komitmen untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok i. Memiliki komitmen untuk mewujudkan kawasan bebas napza j. Memiliki komitmen untuk menerapkan sekolah/madrasah aman
dari bencana secara structural dan non struktural
2. Pelaksanaan Proses Pembelajaran yang ramah anak
a. Pelaksanaan Proses pembelajaran : 1) Proses pembelajaran :
d) memperhatikan hak anak
6) Memotivasi Peserta didik untuk turut serta dalam kehidupan budaya dan seni
7) Menerapkan kebiasaan peduli dan berbudaya lingkungan dalam pembelajaran
b. Penilaian hasil belajar mengacu pada hak anak :
2) Menerapkan penilaian pembelajaran tanpa membandingkan satu peserta didik dengan peserta didik yang lain
3.
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terlatih Hak-Hak
Anak
b. Pelatihan Hak-hak Anak bagi : Pimpinan satuan pendidikan Guru
Guru bimbingan konseling Petugas perpustakaan Tata usaha
Penjaga satuan pendidikan (petugas keamanan satuan pendidikan)
Petugas kebersihan Komite satuan pendidikan
Pembimbing kegiatan ekstra kurikuler Orangtua/wali
4.
Sarana dan Prasarana SRA
d. Persyaratan Kemudahan
tersedia sarana evakuasi berupa sistem peringatan bahaya dan jalur evakuasi yang dilengkapi dengan rambu pengarah menuju ke tempat berkumpul yang aman
kondisi toilet bersih, lantai tidak licin, memiliki pencahayaan danpenhawaan yang baik
tersedia wastafel yang layak untuk anak dengan air bersih yang mengalir dengan sabun cuci tangan
SNI
n. Apakah sekolah memiliki simbol/tanda/rambu terkait dengan SRA (misal: simbol - dilarang merokok, dilarang bullying; tanda – titik berkumpul, laki-perempuan, disabilitas, dll)
5.
Partisipasi Anak
d. Melibatkan peserta didik dalam menyusun kebijakan dan tata tertib sekolah
e. Mengikutsertakan perwakilan peserta didik sebagai anggota Tim Pelaksana SRA
6. Partisipasi Orang Tua/Wali, Lembaga Masyarakat,
Dunia Usaha, Pemangku Kepentingan Lainnya, dan
Alumni
1. Orang tua/wali
b) Menyediakan waktu rutin sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) menit sehari untuk mendengarkan dan menanggapi curhat anak
g) Aktif mengikuti pertemuan koordinasi penyelenggaraan SRA h) Komunikasi intens antara orang tua dan guru (ket. Misalnya
lewat media social whatsapp) 2. Lembaga masyarakat
a) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan SRA
3. Dunia usaha dalam bentuk Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/Corporate Social Responsibility (CSR)
a) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan SRA
4. Pemangku kepentingan lainnya
a) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan SRA yang tidak mengikat
5. Alumni
a) Ikatan alumni memberi dukungan penyelenggaraan kegiatan SRA
Tahap 3
1. Sudah memenuhi tahap 1 & 2
2. Pelaksanaan Kebijakan Pemantauan rutin perlindungan anak, dengan memfungsikan
guru piket, piket anak, dan POMG
3. Mekanisme pengaduan : mekanisme pengaduan sudah berjalan (didampingi oleh
Forum SRA), termasuk penanganannya
4. Proses pembelajaran : kelas ramah anak (minimal 1 kelas dari guru yang terlatih)
5. Partisipasi orang tua : mengawal pendidikan anak dengan menyediakan 20 menit
sehari untuk curhat anak, ada komunikasi intens antara orang tua dan guru (melalui
social media dan buku komunikasi),
6. Sarana Prasarana : kelengkapan sarana prasarana
7. Standar nasional SRA sudah tercapai
NO
Komponen
YA TIDAK
1. Kebijakan SRA
a. Memiliki kebijakan anti kekerasan terhadap peserta didik: 3) Tersedianya kebijakan anti kekerasan, meliputi:
b. adanya mekanisme pengaduan dan penanganan kasus kekerasan, termasuk kejahatan seksual (ket. sudah berjalan)
b. Melakukan berbagai upaya untuk melaksanakan kebijakan anti kekerasan terhadap peserta didik, melalui:
1) pencegahan dan penanganan terhadap semua bentuk kejahatan seksual dan kekerasan terhadap peserta didik (fisik atau mental atau perlakuan salah atau penelantaran atau perlakuan menelantarkan atau eksploitasi
2) peningkatan kesadaran dan kampanye pendidikan kepada seluruh warga satuan pendidikan untuk mencegah dan menghilangkan diskriminasi terhadap :
a. anak penyandang disabilitas, anak dengan HIV/AIDS, anak korban Napza, dll
b. penjaminan kepada peserta didik untuk menikmati kondisi yang layak atas layanan pendidikan yang inklusi;
c. langkah langkah dari satuan pendidikan untuk memerangi
bullying dan memberikan pelatihan khusus bagi anak
penyandang disabilitas dalam memberikan perlindungan 3) penegakan disiplin dengan nonkekerasan
c) mengganti hukuman dengan memberikan tugas akademik atau keterampilan tambahan
g. Terdapat proses penyadaran dan dukungan bagi warga satuan pendidikan untuk memahami: gender, Konvensi Hak Anak, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus (misalnya: anak penyandang disabilitas)
p. Pelaksanaan Kebijakan Pemantauan rutin perlindungan anak, dengan memfungsikan guru piket, piket anak, dan POMG
2. Pelaksanaan
Proses Pembelajaran yang ramah anak
a. Pelaksanaan Proses pembelajaran : 1) Proses pembelajaran :
e) dilakukan dengan cara yang menyenangkan, penuh kasih sayang dan bebas dari perlakuan diskriminasi terhadap peserta didik di dalam dan di luar kelas
2) Melaksanakan proses pembelajaran inklusif dan nondiskriminatif
3) Dengan menyediakan pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang mengembangkan keragaman karakter dan potensi peserta didik
6) Memotivasi peserta didik untuk turut serta dalam kehidupan budaya dan seni
8) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyelenggarakan, mengikuti, mengapresiasi kegiatan seni budaya
c. Memiliki Kelas Ramah Anak (ket : minimal 1 kelas dari guru yang terlatih)
c.
Pendidik dan tenaga terlatih Hak Anak mempunyai working group (ket :mulai membentuk working group)4.
Sarana dan Prasarana SRA
b. Persyaratan Kesehatan
bangunan sekolah memiliki sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor yang berfungsi dengan baik dan tidak mencemari lingkungan sekitar
d. Persyaratan Kemudahan
lebar pintu kelas minimal 80 cm, mudah dibuka dan membuka ke arah luar
tersedia toilet bagi penyandang disabilitas h. Apakah sekolah memiliki ruang konseling?
i. Apakah sekolah memiliki ruang kreativitas (pojok gembira, tempat peserta didik mengekspresikan diri)
m. Apakah sekolah memiliki kantin sehat dengan kriteria:
1) tersedia tempat dan peralatan yang bersih (pengolahan dan persiapan penyajian makanan)
2) lokasi tidak dekat toilet 3) adanya tempat cuci tangan
4) makanan dan minuman aman, sehat dan halal 5) pengolah dan penyaji pangan bersih dan sehat
o. Apakah sekolah menyediakan media Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) yang terkait dengan SRA (misal: langkah-langkah cuci tangan pakai sabun, buanglah sampah pada tempatnya, slogan yang bermakna himbauan untuk perilaku hidup bersih dan sehat)
5.
Partisipasi Anak
f. Pendidik, tenaga kependidikan, dan Komite Sekolah/Madrasah/Satuan Pendidikan mendengarkan dan mempertimbangkan usulan peserta didik untuk memetakan pemenuhan hak dan perlindungan anak, dan rekomendasi untuk RKAS guna mewujudkan SRA
6. Partisipasi Orang Tua/Wali, Lembaga Masyarakat,
Dunia Usaha, Pemangku Kepentingan Lainnya, dan
Alumni
1. Orang tua/wali
c) Menyediakan waktu, pikiran, tenaga, dan materi sesuai kemampuan untuk memastikan tumbuh kembang minat, bakat, dan kemampuan anak
d) Memberikan persetujuan setiap kegiatan peserta didik di satuan pendidikan selama sesuai dengan prinsip-prinsip SRA 2. Lembaga masyarakat
b) Mengawasi keamanan, keselamatan, dan kenyamanan peserta didik
3. Dunia usaha dalam bentuk Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/Corporate Social Responsibility (CSR)
b) Membangun sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan SRA
4. Pemangku kepentingan lainnya
b) Menyediakan sarana dan prasrana untuk menunjang kegiatan SRA